Bertambahanya jumlah penduduk tanpa kesadaran pengelolaan limbah yang baik, membuat volume limbah semakin menumpuk sehingga berdampak buruk bagi lingkungan hidup manusia. Salah satu solusi mengatasi persoalan tersebut ialah dengan pengelolaan limbah, salah satu diantaranya adalah mengubah beberapa jenis limbah menjadi pupuk organik, Pengunaan pupuk organic merupakan salah satu cara untuk mengembalikan kesuburan tanah dan hasil tanaman akan lebih sehat dikonsumsi karena berasal dari bahan-bahan alami. Pupuk organik dapat berupa padat dan cairan yang digunakan dengan takaran yang berbeda-beda tergantung jenis komoditasnya.
Rebung bambu merupakan tunas muda anakan pohon bambu yang tumbuh dari akar. Kita mengenal rebung bambu sebagai bahan makanan, misalnya diolah sebagai sayur atau isi lumpia. Selain itu rebung bambu juga digunakan sebagai bahan pembuatan MOL (Mikro Organisme Lokal). Rebung bambu mengandung giberelin dan C organik yang berguna bagi tanaman. Juga mengandung mikro organisme yang berguna, yakni azotobakter dan azospirillium.
KAEDAH PERTANIAN SECARA 'NATURAL FARMING'Ayda.N Mazlan
Satu kaedah pertanian yang menggunakan sumber sedia ada dipersekitaran yang terdiri dari micro organisma tempatan (IMO), tumbuhan, haiwan dan faktor persekitaran.
Bahan-bahan input yang digunakan terdiri dari produk fermentasi dan ekstrak dari tumbuhan dan haiwan.
Tidak menggunakan input kimia sintetik (baja, racun perosak, hormon sintetik) .
Dipelopori oleh Mr Cho Han Kyu dari Korea
Kesesuaian Rumput Raja (Panicum maximum Jacq.) dan Alang-Alang (Imperata cyli...Yos F. da-Lopes
Informasi tentang perilaku serangga pada tananam inang alternatif penting dalam strategi manajemen resistensi serangga. Untuk itu, penelitian di rumah kaca dan laboratorium dilakukan untuk mengetahui preferensi oviposisi O. furnacalis pada rumput raja, alang-alang, dan jagung serta pertumbuhan dan perkembangannya pada rumput raja sebagai inang alternatif yang disukai untuk oviposisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya jagung paling disukai oleh O. furnacalis untuk oviposisi dibandingkan pada tanaman inang alternatifnya dengan urutan: jagung > rumput raja > alang-alang. Ketika tidak ada tanaman jagung (21 HST), rumput raja (21 HST) maupun alang-alang (21 HST) memberikan respon positif terhadap oviposisi: rumput raja (proporsi = 0,731; OPI = 46,17) > alang-alang (proprosi = 0,60; OPI = 19,94). Ketika ada tanaman jagung (21 HST), rumput raja (21 HST) dan alang-alang (21 HST) memberikan respon negatif terhadap oviposisi dibandingkan dengan jagung namun respon ini relatif terhadap umur tanaman. Pada umur 35 HST, rumput raja memberikan respon positif bagi O. furnacalis untuk oviposisi (proporsi = 0,692; OPI = 37,57) dibandingkan pada jagung (proporsi = 0,301; OPI = -38,780) dan alang-alang (proporsi = 0.174; OPI = -65,183). Hasil ini mengindikasikan bahwa pada kondisi tertentu tanaman inang alternatif tersebut dapat dimanfaatkan oleh O. furnacalis untuk bertahan hidup. Rumput raja mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan larva O. furnacalis hingga dewasa. Meskipun ada penghambatan berat larva (± 19%) dan penurunan berat pupa (± 29%) dibandingkan dengan pada jagung, keberhasilan hidup larva pada rumput raja relatif sama dengan pada jagung dan pakan buatan yaitu di atas 80%. Stadium larva (7-14 hari) dan stadium pupa (5-7 hari) O. furnacalis yang makan pada batang rumput raja relatif sama dengan yang makan pada batang jagung dan pakan buatan. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat sinkronisasi antara kemunculan dewasa pada rumput raja dan kemunculan dewasa pada jagung sehingga kemungkinan perkawinan antara dewasa dari tanaman jagung dan rumput raja dapat terjadi. Seks ratio dewasa yang terbentuk memberikan perbandingan yang relatif normal antara jantan dan betina (1:1 pada jagung dan pakan buatan; mendekati 1:2 pada rumput raja). Hasil penelitian ini dapat menjadi data awal untuk penelitian selanjutnya tentang potensi rumput raja sebagai refugia bagi O. furnacalis dalam strategi manajemen resistensi.
Manajemen Panen dan Pasca Panen Tanaman Kakao Di Pusat Pembelajaran Kakao (Cl...Yos F. da-Lopes
Mutu produk olahan kakao selain ditentukan oleh proses produksi dari bahan jadi tersebut, juga ditentukan oleh proses panen dan penanganan pasca panen. Pentingnya peran panen dan penanganan pasca panen dalam menjaga kesehatan tanaman serta menjamin muta produk biji kakao,
Teknik Seleksi Benih dan Bibit Cengkeh (Syzygium aromaticum L) di Kebun Benih...Yos F. da-Lopes
Salah teknik budidaya untuk menghasilkan tanaman cengkehyang berproduksi tinggi baik kuantitas maupun kualitasadalah melalui seleksi benih dan seleksi bibit yang baik dan benar. Hal ini dikarenakan benih cengkeh merupakan benih rekalsitran, yaitu benih yang cepat rusak apabila diturunkan kadar airnya, dan tidak tahan disimpan pada suhu dan kelembaban rendah, karena itu, benih perlu perlakuan khusus untuk keberhasilan dalam penyediaan bibit yang bermutu untuk ditanam atau dibudidayakan. Seleksi benih yang baik belum menjamin bahwa semua bibit dihasilkan dari benih itu akan baik pula. Dengan demikian, seleksi bibit juga harus dilakukan sebelum ditanam.Untuk dapat melakukan seleksi benih dan seleksi bibit dengan baik dan benar perlu pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan yang memadai.
Manajemen Pemeliharaan Tanaman Kakao Melalui Pemangkasan Pemupukan Panen Seri...Yos F. da-Lopes
Tanaman Kakao (Theobroma cacao L) Merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani di Indonesia khususnya yang sampai saat ini komoditas kakao tersebut masih memiliki prospek yang cukup baik di pasar Internasional.
DISTRIBUSI KELOMPOK TELUR PENGGEREK JAGUNG ASIA Ostrinia furnacalis (LEPIDOPT...Yos F. da-Lopes
Penggerek Jagung Asia, Ostrinia furnacalis Guenée (Asian Corn Borer, ACB), dikenal sebagai hama penting tanaman jagung baik pada fase vegetatif maupun fase generatif. Pada fase generatif, keputusan pengelolaan jagung didasarkan kepadatan massa telur serangga hama ini. Dengan demikian, studi penyebaran massa telur ACB dilakukan pada tanaman jagung di Kebun Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan Pertanian (KP4) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 10 Desember sampai 18 Desember 2011. Penyampelan dilakukan terhadap jumlah massa telur pada setiap tanaman sampel. Pola sebaran dianalisis menggunakan rasio varians terhadap mean, indeks Morisita, dan parameter binomial negatif (k). Sebaran mengelompok terutama ditemukan pada kebun, termasuk sebaran vertikal dan sebaran horizontal. Selama periode penyampelan, derajat pengelompokkan cenderung menurun (nilai-k meningkat, Indeks Morisita menurun) dan ada kemungkinan bergerak menuju acak sesuai kondisi lingkungan. Tidak ada perbedaan kepadatan populasi pada bagian pinggir dan bagian tengah kebun tetapi derajat pengelompokkan yang lebih tinggi ditemukan pada bagian pinggir kebun (k = 7,54; IM = 1,14) daripada bagian tengah kebun (k = 4.77; IM = 1,21). Informasi tentang penyebaran massa telur ACB ini dapat digunakan untuk menjelaskan biologi dan ekologi serangga tersebut dan pengembangan strategi manajemen hama yang efektif.
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi.
Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme.
Kerusakan lingkungan hidup bila terus berlangsung, pada suatu ketika akan menimbulkan malapetaka besar bagi kehidupan manusia. Berbagai organisasi lingkungan hidup baik yang berskala internasional, nasional, dan daerah, tidak henti-hentinya menyuarakan penyelamatan lingkungan hidup untuk keselamatan manusia di masa kini maupun di masa akan datang. Di samping organisasi lingkungan hidup, pemerintah di masing-masing negara pun telah banyak melakukan berbagai usaha untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup, termasuk diantaranya Indonesia.
Pencemaran atau polusi adalah Segala perubahan yang tidak dikehendakipada sifat - sifat udara, air, tanah,atau makanan yang dapatmempengaruhi keselamatan makhlukhidup. Zat pencemar disebut Polutan.
Parameter pencemaran dan perubahan lingkungan akibat pencemaranYos F. da-Lopes
Beberapa parameter yang digunakan untuk mengidentifikasi terjadinya pencemaran lingkungan, serta mengetahui tingkat pencemaran itu. Contoh parameter-parameter yang digunakan sebagai indikator pencemaran lingkungan adalah Parameter Kimia, Parameter Biokimia, Parameter Fisik, Parameter Biologi.
Konsep bioindikator dan contoh bioindokator (ppt)Yos F. da-Lopes
Bioindikator berasal dari dua kata yaitu bio dan indicator:
Bio artinya mahluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan mikroba. Indicator artinya variable yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Jadi bioindikator adalah komponen biotik (mahluk hidup) yang dijadikan sebagai indikator. Bioindikator juga merupakan indikator biotis yang dapat menunjukkan waktu dan lokasi, kondisi alam (bencana alam), serta perubahan kualitas lingkungan yang telah terjadi karena aktifitas manusia.
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. MANAJEMEN PEMBUATAN
PUPUK ORGANIK PADAT DI
SEMINARI ST. YOHANES
PAULUS II DESA BATU
CERMIN KECAMATAN
KOMODO KABUPATEN
MANGGARAI BARAT
2. LATAR BELAKANG
Bertambahanya jumlah penduduk tanpa kesadaran
pengelolaan limbah yang baik, membuat volume
limbah semakin menumpuk sehingga berdampak
buruk bagi lingkungan hidup manusia.
Salah satu solusi mengatasi persoalan tersebut
ialah dengan pengelolaan limbah, salah satu
diantaranya adalah mengubah beberapa jenis
limbah menjadi pupuk organik,
Pengunaan pupuk organic merupakan salah satu
cara untuk mengembalikan kesuburan tanah dan
hasil tanaman akan lebih sehat dikonsumsi karena
berasal dari bahan-bahan alami.
Pupuk organik dapat berupa padat dan cairan yang
digunakan dengan takaran yang berbeda-beda
tergantung jenis komoditasnya.
3. LATAR BELAKANG
Seminari Santo Yohanes Paulus II
mengembangkan pupuk organik padat
dengan cara pembuatan dan
pengaplikasian yang berbeda dengan
cara umum yang dilakukan.
Hal ini terlihat dari bahan dasar
pembuatan pupuk organik padat, cara
pembuatan dan sudah tentu
mikroorganisme yang ada dalam pupuk
tersebut.
Dengan demikian: “Manajemen
Pembuatan Pupuk Organik Padat di
Seminari StYohanes Paulus II, Desa
Batu Cermin, Kecamatan Komodo,
Kabupaten Manggarai Barat” dipelajari.
4. TUJUAN & MANFAAT PKL
• Memahami manajemen dan teknik produksi pupuk
organik padat di Seminari St Yohanes Paulus II.
Tujuan PKL
• Sebagai media pembelajaran secara teknis di lapangan
tentang cara pembuatan pupuk organik padat.
• Sebagai sumber informasi bagi penulis maupun pihak
yang berkepentingan atau bagi yang membutuhkan
tentang manajemen pembuatan pupuk organik padat.
• Sebagai bahan pembelajaran untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan ketika memasuki dunia kerja atau bekerja
secara mandiri.
Manfaat PKL
5. METODE PELAKSANAAN PKL
• PKL bertempat di Seminari St Yohanes Paulus II, Desa Batu
Cermin, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat selama 2
(dua) bulan, yaitu dari Maret sampai Mei 2019.
Tempat dan Waktu
• Partisipasi aktif yaitu terlibat secara aktif dalam kegiatan-kegiatan
yang berhubungan dengan aspek teknis dan manajemen.
• Wawancara yaitu menanyakan kepada pembimbing lapang untuk
rencana kegiatan yang dilaksanakan
• Diskusi yaitu proses komunikasi dua arah atau lebih secara
berkelompok yang diatur atau spontan dipandu oleh narasumber
• Studi Pustaka yaitu mempelajari pustaka terkait
Metode Pelaksanaan PKL
Jadwal Kegiatan: disajikan pada Tabel 1 dalam
laporan lengkap.
6. Manajemen Pembuatan Pupuk Organik
Padat
Pembuatan Pupuk Organik Padat
• Pembuatan MOL
• Produksi Pupuk Organik Padat
HASIL &
PEMBAHASAN
7. MANAJEMEN PEMBUATAN PUPUK
ORGANIK PADAT
Minimal ada lima (5) fungsi manajemen yang diperlukan
diterapkan agar suatu usaha dapat berjalan dengan baik
untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, yaitu:
Perencanaan
Pengorganisasian
Pelaksanaan
Pengawasan
Evaluasi
8. PERENCANAAN
Perencanan Pembuatan Pupuk Organik, Meliputi:
• Penentuan Lokasi Produksi
• Penentuan Skala Produksi
• Persiapan Bahan Baku
• Sumber daya manusia & Modal Usaha
Lokasi Produksi: pada lingkungan dengan kisaran suhu:
• 29-30 oC yang kondisif bagi proses inkubasi mikroba
• 50 – 60 oC untuk perkembangbiakan mikroba dan fermentasi
Skala Produksi: ditentukan/disesuaikan berdasarkan:
• Permintaan pasar dan kebutuhan penggunaan sendiri dalam periode
tertentu.
9. BAHAN BAKU PRODUKSI
No Jenis Perencanaan Target Satuan
1 Kebutuhan hijauan 12 karung 12 karung
2 Larutan Lokal 5 liter 5 liter
3 Kotoran ternak 2 karung 2 karung
4
Batang pisang yang
digiling
6 karung 6 karung
5 Tenaga kerja 12 orang 12 orang
6
Produksi pupuk organik
padat
500 kg 500 kg
10. TENAGA KERJA & MODAL
USAHA.
• Anggota seminari dari kelompok Siswa Seminari
sebagai bentuk praktikum di bawah bimbingan
pimpinan seminari dan juga Mahasiswa PKL.
• Pengupahan tenaga kerja tidak berlaku karena
merupakan bentuk pengabdian dan pembelajaran
baik bagi Siswa Seminari maupun Mahasiswa PKL.
Tenaga Kerja:
• Hanya untuk biaya operasional mesin pencacah
bahan baku, sedangkan, bahan baku masih dapat
diperoleh dari lingkungan sekitar tanpa butuh biaya
karena volume produksi terbatas (kecil).
Modal Usaha:
11. PENGORGANISASIAN
Memiliki Struktrur
organisasi yang jelas
sehingga mudah dalam
mengontrol seetiap bidang
atau tugas yang telah
diberi kepercayaan
(disajikan pada Gambar
1).
Tugas dalam proses
produksi pupuk organik
padat dilakukan oleh
siswa dan penggunaan
hasil produksi
dilaksanakan oleh pihak
manajemen seminari. Gambar 1. Struktur Organisasi Kelompok
Seminari Menengah Cabang Ketentang
12. PELAKSANAAN
Dilaksanakan sesuai volume produksi, waktu
kerja setiap tahapan produksi, komposisi bahan
Penggunaan peralatan sesuai jenis pekerjaan
dan keselamatan tenaga kerja.
Pembuatan pupuk organik padat dilakukan
dalam 1 hari.
Produksi bahan aktif (mikroorganisme pengurai)
menggunakan waktu 1 bulan.
13. PENGAWASAN
• Memantau kinerja secara rutin
atau setiap hari untuk menjamin
pencapaian tujuan sesuai
dengan rencana yang ditetapkan
• Melakukan tindakan korektif
yang diperlukan untuk
memperbaiki kesalahan-
kesalahan yang ada.
Dilakukan oleh Romo dan
Frater, dengan:
14. KEGIATAN PRODUKSI PUPUK
ORGANIK PADAT
Aktifitas produksi pupuk organik padat selama PKL, disajikan pada
Tabel 3.No Jenis Kegiatan Pelaksanaan Keterangan
1 Persiapan tempat atau lokasi Sabtu 06 April 2019
2 Persiapan Alat dan bahan Hari Sabtu
3 Pencincangan hijauan Hari Sabtu Hijauan di cincang dan batang
pisang digiling
4 Penghancuran kotoran sapi Hari Sabtu Menghancurkan menggunakan
balok dan pacul agar kotoran sapi
hancur
5 Pencampuran bahan Hari Sabtu Hijauan, batang pisang dan
kotoran sapi dicampur menjadi
satu dan memberikan EM-4
sedikit demi sedikit lalu dibolak
balik sampai merata
6 Pengemasan Hari Sabtu Masukan bahan yang
dicampurkan tadi kedalam karung
sampai padat dan memberikan
bambu dibagian tengah karung
lalu diikat
7 Penyimpanan Hari Sabtu Pupuk organik padat yang sudah
dikemas disimpan pada tempat
yang suhunya berkisar antara 30-
500C
8 Pemanenan 1 Bulan Pupuk organik padat disimpan
selama 3 bulan baru melakukan
16. BAHAN BAKU PRODUKSI
No Nama Bahan Volume Fungsi
1 Beras 2kg Sebagai bahan tambahan untuk
pembuatan mikroorganisme
2 Air 5 liter Sebagai pelarut
3 Gula merah 2 sendok Sebagai pelarut untuk
berkembangnya mikroorganisme
4 Pisang masak 1 sisir Sebagai makanan mikroorganisme
5 Pupuk
kandang
2 karung
(100kg)
Sebagai bahan baku dalam
pembuatan Pupuk Organik Padat
6 Hijauan 12 karung
(600kg)
Pensuplay unsur Natrium (N)
7 Batang pisang 6 karung
(300kg)
Pensuplay unsur Kalium (K)
8 Air 1 Jergen (5Liter) Sebagai pelarut
9 Larutan lokal Sumber energi bagi mikroorganisme
Untuk produksi 500 kg pupuk organik padat membutuhkan bahan baku
seperti Tabel Berikut Ini:
17. BAHAN BAKU & PERALATAN
No Nama Bahan Volume Fungsi
1 Parang 2 buah Sebagai pemotong bambu
2 Sendok 1 buah Sebagai pengerok untuk
mengambil gula merah
3 Bambu 3 batang Sebagai tempat untuk
menyimpan nasi yang sudah
ditanak
4 Skop 2 buah Sebagai alat untuk
mencangkul tanah
5 Periuk 1 buah Sebagai tempat menanak nasi
Peralatan yang digunakan dalam produksi pupuk
organik:
20. PRODUKSI
PUPUK
ORGANIK
PADAT
Persiapan
alat dan
bahan
Pencampuran
bahan
•3 bagian hijauan
: 1 bagian pupuk
kandang : 2
bagian batang
pisang.
Pemberian
larutan lokal +
air
•250 ml MOL F2
dicampur dengan
air sebanyak 10
liter
Proses
Fermentasi
•Fermentasi
dilakukan dengan
memasukkan
bahan yang sudah
tercampur kedalam
karung lalu diikat
mulut karung itu
dan berlangsung
selama 1 bulan
Pemanenan
POP
21. FOTO KEGIATAN PRODUKSI PUPUK
ORGANIK
Persiapan Hijauan Penghancuran Kotoran
sapi
Penggilingan Batang
Pisang
Pencampuran Larutan
Lokal dan air
Pencampuran Bahan Pemasukan Bahan
Untuk Difermentasi
Pengemasan POP POP Sudah Jadi
22. PRODUK PUPUK ORGANIK
PADAT
Kriteria dari pupuk organik padat yang matang:
• Berwarna kehitaman, bertekstur halus, tidak berbau,
suhu antara 30-400C, kadar air bahan sekitar 14-20%,
tidak tampak bentuk bahan baku seperti daun atau
batang pisang atau kotoran ternak.
Aplikasi pupuk organik padat pada tanaman:
• Dilakukan dengan cara menaburkan pada permukaan
tanah sebelum penanaman ataupun setelah tanaman
tumbuh dengan dosis yang ditentukan sesuai dengan
panjang bedengan.
• Prinsip dasar dari teknik aplikasi pada tanaman adalah
pencampuran pupuk organik padat dengan tanah untuk
memudahkan penyerapan unsur hara oleh tanaman.
Kandungan Unsur Hara:
• Mengandung unsur hara makro N, P, K
23. PENUTUP
• Penerapan manajemen pembuatan pupuk organik padat
sudah dilakukan dengan baik dan benar.
• Produksi pupuk organik padat dari hasil kegiatan PKL 500
kg.
• Teknik dalam pembuatan pupuk organik padat sangat
mudah untuk dilakukan dengan alat yang mudah digunakan
dan bahan yang mudah untuk didapat dan digunakan.
Kesimpulan
• Perlu penambahan bahan lain seperti EM-4 untuk
mempercepat proses fermentasi dan menambah kandungan
unsur hara.
• Perlu penelitian tentang kandungan mikroba dalam larutan
lokal agar efektifitas dan efisiensi proses produksi lebih baik
lagi, terutama dalam hal waktu produksi.
Saran