SlideShare a Scribd company logo
Makalah 
Polemik Rancangan Undang-undang Pilkada 
Dosen Pengajar 
Drs. SUYONO, M.MPd 
Oleh : 
Nama : 
Kelas : TI 6 
NIM : 
AKADEMI KOMUNITAS (POLTEK) NEGERI BOJONEGORO 
JURUSAN D2. TEKNIK INFORMATIKA 
BOJONEGORO 2014
POLEMIK 
RANCANGAN UU 
PILKADA
1 
KATA PENGANTAR 
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya 
makalah yang berjudul "Polemik Rancangan UU Pilkada". Atas dukungan 
moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis 
mengucapkan banyak terima kasih kepada : 
1. Bapak Drs. SUYONO, M.MPd, selaku Dosen pembimbing kami untuk 
matakuliah Pkn, yang memberikan materi pendukung , masukan, bimbingan 
kepada penulis 
2. Dan teman-teman, yang banyak memberikan dorongan, semangat kepada 
penulis. 
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran 
dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk 
penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI 
KATA PENGANTAR..............................................................................................1 
DAFTAR ISI ............................................................................................................2 
BAB 1.......................................................................................................................3 
PENDAHULUAN....................................................................................................3 
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................3 
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................5 
1.3 Tujuan Penulisan. ...........................................................................................5 
BAB II ......................................................................................................................6 
PEMBAHASAN ......................................................................................................6 
A. Pengertian RUU Pilkada..................................................................................6 
B. Sistem RUU Pilkada ........................................................................................7 
C. Pro dan Kontra RUU Pilkada. ..........................................................................9 
D. Tujuan RUU Pilkada ....................................................................................12 
BAB III...................................................................................................................14 
PENUTUP ..............................................................................................................14 
Kesimpulan .........................................................................................................14 
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................15
3 
BAB 1 
PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang Masalah 
RUU Pilkada saat ini tengah dibahas Panitia Kerja DPR. Mekanisme pemilihan 
kepala daerah menjadi salah satu isu yang mendapat sorotan. Sebelum Pilpres 
2014, tak ada parpol yang ingin jika kepala daerah dipilih oleh DPRD. 
Namun, kini semua parpol Koalisi Merah Putih, yakni Partai Golkar, Partai 
Gerindra, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Amanat 
Nasional, ditambah Partai Demokrat, berubah sikap dan menginginkan agar 
kepala daerah dipilih oleh DPRD. 
Berbagai pihak menolak usulan koalisi Merah Putih. Para bupati dan wali kota 
yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia 
(Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) menolak 
tegas pilkada oleh DPRD. 
RUU Pilkada yang saat ini sedang dibahas DPR di Senayan menuai pro dan 
kontra. Ada dua kubu yang bersebrangan yakni di satu pihak menghendaki 
pemilihan kepala Daerah dilakukan oleh DPRD sedangkan di pihak lain tetap 
mendukung dipilih langsung oleh rakyat. Sampai saat ini polemik ini masih 
memanas dan dipublikasikan secara masih di semua media mainstream nasional. 
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan 
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung 
oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau 
disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara 
Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara 
resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau 
disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan 
berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007. 
Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan 
umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang 
ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. 
Sejak saat itulah hampir di semua wilayah di tanah air diadakan pemilihan kepala 
daerah secara langsung.
1.2 Rumusan Masalah 
Dalam penulisan makalah ini dapat dirumuskan permasalahan dalam pertanyaan 
“Apa sebenarnya RUU Pilkada di Indonesia itu?” 
Dari rumusan permasalahan tersebut, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal: 
a. Pengertian dari RUU Pilkada 
b. Sistem RUU Pilkada 
c. Pro dan kontra RUU Pilkada di Indonesia 
d. Tujuan dari RUU Pilkada 
5 
1.3 Tujuan Penulisan 
a. Untuk mengetahui pengertian dari RUU Pilkada. 
b. Untuk mengetahui bagaimana Sistem RUU Pilkada 
c. Untuk lebih mengetahui bagaimana UU Pilkada di Indonesia. 
d. Untuk lebih tujuan dari pembentukan RUU Pilkada.
BAB II 
PEMBAHASAN 
A. Pengertian RUU Pilkada 
 RUU ini disiapkan oleh Kementerian Dalam Negeri sejak 2010 dan 
mengandung dua ketentuan baru yaitu: 
 Pilkada hanya memilih gubernur dan bupati/walikota 
 Wakil gubernur dan wakil bupati/wakil walikota ditunjuk dari lingkungan 
PNS 
 gubernur tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, melainkan oleh DPRD 
provinsi 
Rancangan Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) 
sudah sejak 2010 disiapkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). 
Sesuai kesepakatan antara Komisi II DPR dengan Kemendagari, RUU Pilkada 
akan diselesaikan sebelum penyelenggaraan Pemilu 2014. Dengan demikian 
pilkada pasca-Pemilu 2014 sudah menggunakan undang-undang baru. 
Naskah akademik RUU Pilkada menyebutkan tiga tujuan: pertama, memberikan 
arahan dalam penyusunan norma-norma pengaturan dalam undang-undang 
tentang pemerintahan daerah; kedua, menyelaraskan pengaturan norma dalam 
undang-undang sesuai dengan norma akademis, teoritis dan yuridis; ketiga, 
memberikan penjelasan mengenai kerangka pikir dan tujuan norma-norma 
pengaturan dalam undang-undang tentang pemilihan gubernur dan 
bupati/walikota. 
RUU Pilkada terdiri atas 7 bab dan 181. Dalam RUU ini terdapat dua ketentuan 
baru yang berbeda secara signfikan dari ketentuan UU No. 32/2004: pertama, 
pilkada hanya memimilih gubernur dan bupati/walikota, sementara wakil
7 
gubernur dan wakil bupati/wakil walikota ditunjuk dari lingkungan PNS; kedua, 
gubernur dipilih tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, meliankan oleh DPRD 
provinsi. 
B. Sistem RUU Pilkada 
UUD Negara Rl Th 1945 Pasal 18 ayat (4) menyatakan bahwa, "Gubernur, 
Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, 
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis". Tidak ada amanat dalam UUD 
Negara Rl Tahun 1945 bahwa wakil kepala daerah harus dipilih secara 
berpasangan dengan kepala daerah. Sistem pemilihan wakil kepala daerah secara 
langsung berpasangan dengan kepala daerah semula dalam rangka kesesuaian 
dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara berpasangan. Akan tetapi 
dalam perjalanan penyelenggaraan pemerintahan daerah pasca reformasi sampai 
sekarang, banyak terjadi hubungan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah 
yang tidak harmonis, sehingga adanya wakil kepala daerah diharapkan dapat 
membantu atau terdapat hubungan sinergi dengan kepala daerah justru hubungan 
yang saling melemahkan. Hal terjadi karena latar belakang politik wakil kepala 
daerah yang juga sarat dengan kepentingan politik membuat hubungan antara 
kepala daerah dan wakil kepala daerah menjadi saling waspada atas kemungkinan 
terjadi manuver politik yang saling menjatuhkan. 
Berkenaan dengan kondisi hubungan yang tidak harmonis tersebut perlu 
dilakukan perumusan ulang sistem pemilhan wakil kepala daerah, agar tidak 
mengganggu penyelenggaraan pemerintahan daerah dan dapat menempatkan 
wakil kepala daerah sebagai pembantu untuk perkuatan kepala daerah. 
Dari kenyataan-kenyataan di atas nampak bahwa system demokrasi pada 
umumnya dan system pilkada pada khususnya harus jujur diakui masih 
mengalami kendala sistemik. Dari sisi hukum hal ini terkait pemahaman tentang 
“legal system” sebagaimana diajarkan oleh Lawrence Friedmann, bahwa sub-
sistem hukum terdiri atas substansi hukum (legal substance) berupa pelbagai 
produk legislative yang mendasari system hukum tersebut; kemudian struktur 
hukum (legal structure) berupa kelembagaan yang menangani system tersebut dan 
budaya hukum (legal culture) berupa kesamaan pandangan, sikap, perilaku dan 
filosofi yang mendasari system hukum tersebut. Dalam ketiga sub-sistem tersebut 
demokrasi dan termasuk pilkada masih memerlukan konsolidasi. Warna 
transksional dan pragmatism masih menonjol , belum lagi munculnya mukti tafsir 
dan sikap mendua (ambiquitas) dalam pelbagai hal. Aapalgi apabila budaya 
hokum semacam ini menghinggapi para pemangku kepentingan, termasuk tokoh-tokoh 
partai politik yang sering disebut sebagai “legal culture of the insider”.
9 
C. Pro dan Kontra RUU Pilkada 
Pemilihan kepala daerah oleh DPRD dinilai sebagai bentuk pengkhianatan partai 
terhadap masyarakat. Masyarakat menganggap hak politik mereka untuk memilih 
pasangan calon pilihannya dicabut apabila kepala daerah dipilih DPRD. 
Hal itu terungkap di dalam survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia 
(LSI) pada 5-7 September 2014. Quick poll ini menggunakan metode multistage 
random sampling dengan 1.200 responden di 33 provinsi di Indonesia dan margin 
of error 2,9 persen. 
Peneliti LSI Adjie Alfaraby menyebutkan, sebanyak 81,25 persen responden 
memilih agar pemilihan kepala daerah secara langsung yang telah berjalan selama 
9 tahun terakhir ini tetap dipertahankan. Penolakan pemilihan kepala daerah oleh 
DPRD terutama terjadi di masyarakat di kota besar. 
"Mereka yang tinggal di kota, berpendidikan tinggi, dan berstatus ekonomi 
menengah-atas lebih tinggi penolakannya dibanding mereka yang tinggal di desa 
dan wong cilik,” kata Adjie saat memaparkan hasil survei di Kantor LSI, Jakarta 
Timur, Selasa (9/9/2014). 
Menurut Adjie, demokrasi merupakan isu sensitif bagi masyarakat yang tinggal di 
wilayah perkotaan. Hal itu menyebabkan gelombang penolakan atas rencana 
tersebut lebih banyak terjadi di masyarkat kota besar. Selain itu, masyarakat 
kelompok kelas menengah memiliki akses terhadap media massa yang lebih luas 
dan variatif. 
Adjie mencatat bahwa penolakan terhadap sistem pilkada oleh DPRD juga terjadi 
di kalangan kader dan pendukung Koalisi Merah Putih. Mayoritas dari mereka 
mendukung agar pilkada langsung tetap dipertahankan.
Dekonsolidasi demokrasi 
Dalam konteks ini, yang dipertontonkan sejumlah elite di gedung parlemen 
menunjukkan gerak mundur demokrasi. Dalam ungkapan lain, perjalanan 
demokrasi mengalami dekonsolidasi atau penguraian kembali benang-benang 
demokrasi yang telah terpintal dengan sedemikian rapi, rancak, dan apik. 
Ironisnya, penguraian kembali benang-benang demokrasi bukan dilakukan oleh 
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi kekuasaan di negeri ini, tetapi oleh 
para elite partai politik sebagai wakil mereka! Sebuah gambaran sempurna dari 
pemangkasan hak-hak politik warga untuk menentukan sendiri pemimpin yang 
dikehendaki. 
Melihat parameter di atas, menjadi tak relevan untuk mempertanyakan kembali 
signifikansi pemilihan langsung dalam sistem demokrasi dengan dalih mahalnya 
biaya politik dan maraknya politik uang. Bahwa terdapat banyak kekurangan 
dalam pemilihan langsung tak berarti mekanisme ini harus dihapus dan diganti 
dengan pemilihan tidak langsung oleh parlemen. 
Selain argumentasi di atas, ada pula sejumlah pengusung pemilihan tidak 
langsung yang mendasarkan argumentasinya pada pertentangan antara demokrasi 
liberal Barat (sebagai representasi pemilihan langsung) dan Pancasila (sebagai 
representasi sistem perwakilan atau pemilihan tidak langsung). 
Demokrasi dan Pancasila bukanlah konsep yang ekuivalen untuk 
diperbandingkan, terlebih diperhadapkan. Keduanya lebih merupakan flesh and 
blood dalam sistem kehidupan bernegara dan berbangsa yang saling melengkapi. 
Dalam konteks ini, pemilihan langsung ataupun tidak langsung jelas tidak ada 
kaitan dengan Barat atau Timur, liberalisme atau Pancasila, bertuhan atau tidak 
bertuhan, dan semacamnya. Memilih langsung seorang pemimpin—terutama 
dalam sistem politik presidensialisme—merupakan bagian dari hak-hak dasar 
warga (civic rights) yang tidak bisa diwakilkan. Sejalan dengan itu, pemenuhan 
negara atas hak-hak sipil warga bukanlah soal pilihan, melainkan kewajiban 
negara untuk terus mengawal dan melindungi.
Perlawanan rakyat semesta 
Sampai di sini, rasanya kita sulit menampik kenyataan bahwa demokrasi kita 
sedang mengalami titik kritis. Demokrasi kita mengalami kondisi darurat 
pertolongan (SOS). Perlu langkah-langkah kolektif dan sistematis untuk 
menyelamatkan demokrasi kita dengan cara menghentikan tindakan anarkistis 
pihak-pihak tertentu yang coba memangkas dan melucuti hak-hak dasar warga. 
Meskipun demikian, langkah-langkah penyelamatan mestinya tidak perlu terjadi 
seandainya tidak ada ”dusta di antara kita” melalui aksi teatrikal sejumlah elite 
partai politik di Senayan. Tidak perlu pula Presiden mengeluarkan jurus 
”penyelamatan citra” melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang 
(perppu), seandainya setiap proses demokrasi tidak mengalami pereduksian dan 
pendangkalan makna. 
Namun, sudahlah. Mari kita apresiasi niat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 
mengeluarkan perppu. Ibarat pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak sama 
sekali. Terpenting lagi, gerakan perlawanan harus dimulai dari semua elemen 
masyarakat, seperti kelompok masyarakat sipil (LSM), tokoh agama, elite politik, 
akademisi kampus, mahasiswa, dan masyarakat pinggiran. Artinya, langkah 
menyelamatkan demokrasi harus dimulai dari setiap kita yang masih mencintai 
Indonesia dan demokrasi. Tanpa gerakan perlawanan rakyat semesta, pengerdilan 
dan pereduksian atas nama demokrasi akan terus terjadi di panggung politik kita. 
Namun, kita tidak perlu menunggu masa lima tahun lagi untuk menentukan sikap 
kita dalam menegakkan hak-hak dasar warga. 
Yang perlu kita lakukan adalah mengingatkan para petinggi negeri ini bahwa 
memelihara hak-hak dasar warga itu sama pentingnya dengan mengatasi sejumlah 
kekurangan dalam pemilihan langsung, tidak malah menggantinya dengan sistem 
dan mekanisme yang mundur ke belakang. Sebagaimana dikutip di awal tulisan 
ini, raison d’etre institusi demokrasi adalah untuk menjamin, menjaga, dan 
melindungi hak-hak dasar warga dalam menentukan pilihan politiknya. Kita 
telanjur berada pada tahap point of no return dalam berdemokrasi. 
11
D. Tujuan RUU Pilkada 
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah diterapkan prinsip 
demokrasi. Sesuai dengan pasal 18 ayat 4 UUD 1945, kepala daerah dipilih secara 
demokratis. Dalam UU NO.32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, diatur 
mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih secara 
langsung oleh rakyat, yang diajukan oleh partai politik atau gabungan parpol. 
Sedangkan didalam perubahan UU No.32 Tahun 2004, yakni UU No.12 Tahun 
2008, Pasal 59 ayat 1b, calon kepala daerah dapat juga diajukan dari calon 
perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Secara ideal tujuan dari 
dilakukannya pilkada adalah untuk mempercepat konsolidasi demokrasi di 
Republik ini. Selain itu juga untuk mempercepat terjadinya good governance 
karena rakyat bisa terlibat langsung dalam proses pembuatan kebijakan. Hal ini 
merupakan salah satu bukti dari telah berjalannya program desentralisasi. Daerah 
telah memiliki otonomi untuk mengatur dirinya sendiri , bahkan otonomi ini telah 
sampai pada taraf otonomi individu . 
Selain semangat tersebut, sejumlah argumentasi dan asumsi yang memperkuat 
pentingnya pilkada adalah: Pertama, dengan Pilkada dimungkinkan untuk 
mendapatkan kepala daerah yang memiliki kualitas dan akuntabilitas. Kedua, 
Pilkada perlu dilakukan untuk menciptakan stabilitas politik dan efektivitas 
pemerintahan di tingkat lokal. Ketiga, dengan Pilkada terbuka kemungkinan untuk 
meningkatkan kualitas kepemimpinan nasional karena makin terbuka peluang 
bagi munculnya pemimpin-pemimpin nasional yang berasal dari bawah dan/atau 
daerah. 
Sejak diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004, mengenai Pilkada yang dipilih 
langsung oleh rakyat, telah banyak menimbulkan persoalan, diantaranya waktu 
yang sangat panjang, sehingga sangat menguras tenaga dan pikiran, belum lagi 
biaya yang begitu besar , baik dari segi politik (issue perpecahan internal parpol, 
issue tentang money politik, issue kecurangan dalam bentuk penggelembungan
suara yang melibatkan instansi resmi) , social (issue tentang disintegrasi social 
walaupun sementara, black campaign dll.) maupun financial. Hal ini kita lihat 
pada waktu pemilihan kepala daerah di sejumlah daerah seperti di Sulawesi 
Selatan dan Jawa Timur. Di Sulsel, pemilihan gubernur langsung diselenggarakan 
sebanyak dua putaran karena ketidakpuasan salah satu calon atas hasil 
penghitungan suara akhir. 
Masalah pemenangan Pilkada mengandung latar belakang multidimensional. 
Ada yang bermotif harga diri pribadi (adu popularitas); Ada pula yang bermotif 
mengejar kekuasaan dan kehormatan; Terkait juga kehormatan Parpol 
pengusung; Harga diri Ketua Partai Daerah yang sering memaksakan diri untuk 
maju. Di samping tentu saja ada yang mempunyai niat luhur untuk memajukan 
daerah, sebagai putra daerah. Dalam kerangka motif kekuasaan bisa difahami, 
karena “politics is the struggle over allocation of values in society”.(Politik 
merupakan perjuangan untuk memperoleh alokasi kekuasan di dalam 
masyarakat). Pemenangan perjuangan politik seperti pemilu legislative atau 
pilkada eksekutif sangat penting untuk mendominasi fungsi-fungsi legislasi, 
pengawasan budget dan kebijakan dalam proses pemerintahan (the process of 
government) . Dalam kerangka ini cara-cara “lobbying, pressure, threat, 
batgaining and compromise” seringkali terkandung di dalamnya. Namun dalam 
Undang-undang tentang Partai Poltik UU No. 2/2008, yang telah dirubah dengan 
UU No.2 Tahun 2011, selalu dimunculkan persoalan budaya dan etika politik. 
Masalah lainnya sistem perekrutan calon KDH (Bupati, Wali kota, Gubernur) 
bersifat transaksional, dan hanya orang-orang yang mempunyai modal financial 
besar, serta popularitas tinggi, yang dilirik oleh partai politik, serta beban biaya 
yang sangat besar untuk memenangkan pilkada/pemilukada, akibatnya tidak dapat 
dielakan maraknya korupsi di daerah, untuk mengembalikan modal politik sang 
calon,serta banyak Perda-Perda yang bermasalah,dan memberatkan masyarakat 
dan iklim investasi. 
13
BAB III 
PENUTUP 
Kesimpulan 
Pelaksanaan Pilkada/Pemilukada yang telah berlangsung sejak Juni 2005 s/d saat 
ini secara umum telah berlangsung secara aman, tertib, dan demokratis dengan 
tingkat partisipasi yang cukup tinggi. Meskipun demikian dalam penyelenggaraan 
Pilkada ke depan masih perlu dilakukan berbagai penyempurnaan untuk 
memperbaiki beberapa kekurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada, 
yaitu : 
1. Peningkatan akurasi daftar pemilih. 
2. Peningkatan akuntabilitas proses pencalonan. 
3. Masa kampanye yang lebih memadai. 
4. Peningkatan akuntabilitas penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan 
suara. 
5. Peningkatan penyelenggara Pemilu yang adil dan netral 
6. Minimalisasi Putusan MK yang menimbulkan kontroversi di masyarakat. 
7. Putusan-putusan MK yang membatalkan UU No. 32 Tahu 2004 dan UU No. 12 
Tahun 2008 terkait dengan pelaksanaan Pilkada. 
8. Penyesuaian tata cara pemungutan suara dan penggunaan KTP sebagai kartu 
pemilih dengan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilu Presiden dan Wakil 
Presiden. 
9. Minimalisasi politisasi birokrasi oleh kepala daerah/wakil kepala daerah 
incumbent dalam Pilkada. 
10. Penggabungan PILKADA (Pilkada serentak). 
11. Peninjauan sistem pemilihan Gubernur. 
12. Peninjauan sistem pemilihan wakil kepala daerah.
15 
DAFTAR PUSTAKA 
 Sofyan, Syafran. “Permasalahan dan Solusi Pemilukada.” 
http://www.lemhannas.go.id/portal/daftar-artikel/1634-permasalahan-dan-solusi- 
pemilukada.html (diakses pada tanggal 23 Oktober 2014) 
 Dirjen Otda Depdagri, 2009, Evaluasi Pemilu Kepala Daerah Periode 2005- 
2008. 
 Sentosa Sembiring, 2009, Himpunan Peraturan Perundang-undangan 
Republik Indonesia, Pemerintahan Daerah (Pemda), Bandung, Nuansa Aulia 
 Nugroho Dewanto, 2006, Pancasila dan UUD 1945, Bandung, Nuansa Aulia. 
 Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik 2008, Jogjakarta, Gradien 
Mediatama. 
 Ari Pradhanawati, 2005, Pilkada Langsung, Tradisi Baru Demokrasi Lokal, 
Surakarta, KOMPIP. 
 OC.Kaligis, 2009, Perkara-Perkara Politik dan Pilkada di Pengadilan, 
Bandung, PT. Alumni. 
 Prabowo, Dani. (2014, 9, September). LSI: Mayoritas masyarakat setuju 
pilkada langsung. Kompas [online] http://nasional.kompas.com . (diakses 
pada tanggal 23 Oktober 2014). 
 Rumah Pemilu. (2014). Rancangan Undang-Undang tentang Pemilhan Kepala 
Daerah. Rumahpemilu.org[online]. http://www.rumahpemilu.org. Diakses 
pada tanggal 23 Oktober 2014 
 BBC Indonesia. (2014, 11, September) http://www.bbc.co.uk/indonesia/. 
(diakses pada tanggal 23 Oktober 2014). 
 Hilmy, Masdar. (2014, 16, Oktober). Menyelamatkan Demokrasi. Kompas 
[online] http://nasional.kompas.com. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2014

More Related Content

What's hot

PEMILUKADA dalam Perspektif Filosofis
PEMILUKADA dalam Perspektif FilosofisPEMILUKADA dalam Perspektif Filosofis
PEMILUKADA dalam Perspektif Filosofis
Agus Widiyanto
 
Hak memilih dan di pilih
Hak memilih dan di pilihHak memilih dan di pilih
Hak memilih dan di pilihSyaifOer
 
Hak politik sebagai warga negara
Hak politik sebagai warga negaraHak politik sebagai warga negara
Hak politik sebagai warga negara
Mischaelle
 
Sistem Pemilihan Kepala Daerah
Sistem Pemilihan Kepala DaerahSistem Pemilihan Kepala Daerah
Sistem Pemilihan Kepala Daerah
sangdamar
 
Skripsi heri
Skripsi heriSkripsi heri
Skripsi heri
Mas Arif Yulianto
 
Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014
Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014
Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014Tri Cahyono
 
Indeks Demokrasi Indonesia
Indeks Demokrasi IndonesiaIndeks Demokrasi Indonesia
Indeks Demokrasi IndonesiaYuca Siahaan
 
Pentingnya kehidupan demokratis
Pentingnya kehidupan demokratis Pentingnya kehidupan demokratis
Pentingnya kehidupan demokratis
Purna Pirdaus
 
PARTISIPASI PEMILU SEBAGAI PERAN MASYARAKAT DALAM TATA KELOLA PEMERINTAHAN YA...
PARTISIPASI PEMILU SEBAGAI PERAN MASYARAKAT DALAM TATA KELOLA PEMERINTAHAN YA...PARTISIPASI PEMILU SEBAGAI PERAN MASYARAKAT DALAM TATA KELOLA PEMERINTAHAN YA...
PARTISIPASI PEMILU SEBAGAI PERAN MASYARAKAT DALAM TATA KELOLA PEMERINTAHAN YA...BADAR_HAMID
 
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di IndonesiaPeran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
vina irodatul afiyah
 
PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMILU
PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMILUPENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMILU
PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMILUAN ASYUF
 

What's hot (17)

PEMILUKADA dalam Perspektif Filosofis
PEMILUKADA dalam Perspektif FilosofisPEMILUKADA dalam Perspektif Filosofis
PEMILUKADA dalam Perspektif Filosofis
 
Hak memilih dan di pilih
Hak memilih dan di pilihHak memilih dan di pilih
Hak memilih dan di pilih
 
Hak politik sebagai warga negara
Hak politik sebagai warga negaraHak politik sebagai warga negara
Hak politik sebagai warga negara
 
Sistem Pemilihan Kepala Daerah
Sistem Pemilihan Kepala DaerahSistem Pemilihan Kepala Daerah
Sistem Pemilihan Kepala Daerah
 
Skripsi heri
Skripsi heriSkripsi heri
Skripsi heri
 
Pemilu
PemiluPemilu
Pemilu
 
Makalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesiaMakalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesia
 
Kelompok 2 pkn demokrasi
Kelompok 2 pkn demokrasiKelompok 2 pkn demokrasi
Kelompok 2 pkn demokrasi
 
Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014
Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014
Peran dan fungsi polri dalam pemilu 2014
 
Indeks Demokrasi Indonesia
Indeks Demokrasi IndonesiaIndeks Demokrasi Indonesia
Indeks Demokrasi Indonesia
 
Pentingnya kehidupan demokratis
Pentingnya kehidupan demokratis Pentingnya kehidupan demokratis
Pentingnya kehidupan demokratis
 
PARTISIPASI PEMILU SEBAGAI PERAN MASYARAKAT DALAM TATA KELOLA PEMERINTAHAN YA...
PARTISIPASI PEMILU SEBAGAI PERAN MASYARAKAT DALAM TATA KELOLA PEMERINTAHAN YA...PARTISIPASI PEMILU SEBAGAI PERAN MASYARAKAT DALAM TATA KELOLA PEMERINTAHAN YA...
PARTISIPASI PEMILU SEBAGAI PERAN MASYARAKAT DALAM TATA KELOLA PEMERINTAHAN YA...
 
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di IndonesiaPeran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
 
PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMILU
PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMILUPENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMILU
PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMILU
 
Natural aceh
Natural acehNatural aceh
Natural aceh
 
ARTIKEL KPU
ARTIKEL KPUARTIKEL KPU
ARTIKEL KPU
 
Outline penelitian
Outline penelitianOutline penelitian
Outline penelitian
 

Similar to Makalah Polemik RUU Pilkada

Laporan tugas pkn khoiril anwar 5113413037 rombel 071
Laporan tugas pkn khoiril anwar 5113413037 rombel 071Laporan tugas pkn khoiril anwar 5113413037 rombel 071
Laporan tugas pkn khoiril anwar 5113413037 rombel 071natal kristiono
 
Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014
Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014
Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014PA Rianto
 
Bab iii penyelenggaraan pemilu
Bab iii penyelenggaraan pemiluBab iii penyelenggaraan pemilu
Bab iii penyelenggaraan pemiluLunandi Syaiful
 
Pr etbis #3
Pr etbis #3Pr etbis #3
Pr etbis #3
anggadp4
 
Slide Hasil Tesis.pptx
Slide Hasil Tesis.pptxSlide Hasil Tesis.pptx
Slide Hasil Tesis.pptx
dedybachrie
 
Materi tes tertulis dan wawancara ppk
Materi tes tertulis dan wawancara ppkMateri tes tertulis dan wawancara ppk
Materi tes tertulis dan wawancara ppk
AnnaArbaatin
 
Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011
Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011
Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011Ahsanul Minan
 
Makalah dpd
Makalah dpdMakalah dpd
Tugas powerpoint seppty warbianti
Tugas powerpoint seppty warbiantiTugas powerpoint seppty warbianti
Tugas powerpoint seppty warbianti
Road Hog
 
Tugas hukum kons uas hasyim
Tugas hukum kons uas hasyimTugas hukum kons uas hasyim
Tugas hukum kons uas hasyim
yuni arifiani
 
Ruu Pilkada Melalui DPRD, 24/September/2014
Ruu Pilkada Melalui DPRD, 24/September/2014Ruu Pilkada Melalui DPRD, 24/September/2014
Ruu Pilkada Melalui DPRD, 24/September/2014
Yogi Fachri Prayoga
 
Makalah hubungan antar lembaga negara
Makalah hubungan antar lembaga negaraMakalah hubungan antar lembaga negara
Makalah hubungan antar lembaga negara
Fenti Anita Sari
 
Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22
Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22
Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22
acengrian
 
Makalah pkn
Makalah pknMakalah pkn
Sistem administrasi negara (kpu)
Sistem administrasi negara (kpu)Sistem administrasi negara (kpu)
Sistem administrasi negara (kpu)Yudi Prasetya
 
PPT Diskusi ttg UU 7 Tahun 2017 ttg Pemilu.pptx
PPT Diskusi ttg UU 7 Tahun 2017 ttg Pemilu.pptxPPT Diskusi ttg UU 7 Tahun 2017 ttg Pemilu.pptx
PPT Diskusi ttg UU 7 Tahun 2017 ttg Pemilu.pptx
RizkyAulia61
 
Konstitusi Dalam Optik Legisprudensi
Konstitusi Dalam Optik LegisprudensiKonstitusi Dalam Optik Legisprudensi
Konstitusi Dalam Optik Legisprudensi
Universitas Trisakti
 

Similar to Makalah Polemik RUU Pilkada (20)

amandemen uud 1945
 amandemen uud 1945 amandemen uud 1945
amandemen uud 1945
 
Laporan tugas pkn khoiril anwar 5113413037 rombel 071
Laporan tugas pkn khoiril anwar 5113413037 rombel 071Laporan tugas pkn khoiril anwar 5113413037 rombel 071
Laporan tugas pkn khoiril anwar 5113413037 rombel 071
 
Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014
Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014
Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014
 
Bab iii penyelenggaraan pemilu
Bab iii penyelenggaraan pemiluBab iii penyelenggaraan pemilu
Bab iii penyelenggaraan pemilu
 
Bab i
Bab   iBab   i
Bab i
 
Pr etbis #3
Pr etbis #3Pr etbis #3
Pr etbis #3
 
Slide Hasil Tesis.pptx
Slide Hasil Tesis.pptxSlide Hasil Tesis.pptx
Slide Hasil Tesis.pptx
 
Materi tes tertulis dan wawancara ppk
Materi tes tertulis dan wawancara ppkMateri tes tertulis dan wawancara ppk
Materi tes tertulis dan wawancara ppk
 
Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011
Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011
Gambaran pelaksanaan pemilukada 28 sept-2011
 
Makalah dpd
Makalah dpdMakalah dpd
Makalah dpd
 
Tugas powerpoint seppty warbianti
Tugas powerpoint seppty warbiantiTugas powerpoint seppty warbianti
Tugas powerpoint seppty warbianti
 
Tugas hukum kons uas hasyim
Tugas hukum kons uas hasyimTugas hukum kons uas hasyim
Tugas hukum kons uas hasyim
 
Lanjutan spi
Lanjutan spiLanjutan spi
Lanjutan spi
 
Ruu Pilkada Melalui DPRD, 24/September/2014
Ruu Pilkada Melalui DPRD, 24/September/2014Ruu Pilkada Melalui DPRD, 24/September/2014
Ruu Pilkada Melalui DPRD, 24/September/2014
 
Makalah hubungan antar lembaga negara
Makalah hubungan antar lembaga negaraMakalah hubungan antar lembaga negara
Makalah hubungan antar lembaga negara
 
Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22
Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22
Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22
 
Makalah pkn
Makalah pknMakalah pkn
Makalah pkn
 
Sistem administrasi negara (kpu)
Sistem administrasi negara (kpu)Sistem administrasi negara (kpu)
Sistem administrasi negara (kpu)
 
PPT Diskusi ttg UU 7 Tahun 2017 ttg Pemilu.pptx
PPT Diskusi ttg UU 7 Tahun 2017 ttg Pemilu.pptxPPT Diskusi ttg UU 7 Tahun 2017 ttg Pemilu.pptx
PPT Diskusi ttg UU 7 Tahun 2017 ttg Pemilu.pptx
 
Konstitusi Dalam Optik Legisprudensi
Konstitusi Dalam Optik LegisprudensiKonstitusi Dalam Optik Legisprudensi
Konstitusi Dalam Optik Legisprudensi
 

Makalah Polemik RUU Pilkada

  • 1. Makalah Polemik Rancangan Undang-undang Pilkada Dosen Pengajar Drs. SUYONO, M.MPd Oleh : Nama : Kelas : TI 6 NIM : AKADEMI KOMUNITAS (POLTEK) NEGERI BOJONEGORO JURUSAN D2. TEKNIK INFORMATIKA BOJONEGORO 2014
  • 3. 1 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul "Polemik Rancangan UU Pilkada". Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Bapak Drs. SUYONO, M.MPd, selaku Dosen pembimbing kami untuk matakuliah Pkn, yang memberikan materi pendukung , masukan, bimbingan kepada penulis 2. Dan teman-teman, yang banyak memberikan dorongan, semangat kepada penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
  • 4. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..............................................................................................1 DAFTAR ISI ............................................................................................................2 BAB 1.......................................................................................................................3 PENDAHULUAN....................................................................................................3 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................3 1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................5 1.3 Tujuan Penulisan. ...........................................................................................5 BAB II ......................................................................................................................6 PEMBAHASAN ......................................................................................................6 A. Pengertian RUU Pilkada..................................................................................6 B. Sistem RUU Pilkada ........................................................................................7 C. Pro dan Kontra RUU Pilkada. ..........................................................................9 D. Tujuan RUU Pilkada ....................................................................................12 BAB III...................................................................................................................14 PENUTUP ..............................................................................................................14 Kesimpulan .........................................................................................................14 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................15
  • 5. 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah RUU Pilkada saat ini tengah dibahas Panitia Kerja DPR. Mekanisme pemilihan kepala daerah menjadi salah satu isu yang mendapat sorotan. Sebelum Pilpres 2014, tak ada parpol yang ingin jika kepala daerah dipilih oleh DPRD. Namun, kini semua parpol Koalisi Merah Putih, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Amanat Nasional, ditambah Partai Demokrat, berubah sikap dan menginginkan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. Berbagai pihak menolak usulan koalisi Merah Putih. Para bupati dan wali kota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) menolak tegas pilkada oleh DPRD. RUU Pilkada yang saat ini sedang dibahas DPR di Senayan menuai pro dan kontra. Ada dua kubu yang bersebrangan yakni di satu pihak menghendaki pemilihan kepala Daerah dilakukan oleh DPRD sedangkan di pihak lain tetap mendukung dipilih langsung oleh rakyat. Sampai saat ini polemik ini masih memanas dan dipublikasikan secara masih di semua media mainstream nasional. Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
  • 6. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007. Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Sejak saat itulah hampir di semua wilayah di tanah air diadakan pemilihan kepala daerah secara langsung.
  • 7. 1.2 Rumusan Masalah Dalam penulisan makalah ini dapat dirumuskan permasalahan dalam pertanyaan “Apa sebenarnya RUU Pilkada di Indonesia itu?” Dari rumusan permasalahan tersebut, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal: a. Pengertian dari RUU Pilkada b. Sistem RUU Pilkada c. Pro dan kontra RUU Pilkada di Indonesia d. Tujuan dari RUU Pilkada 5 1.3 Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui pengertian dari RUU Pilkada. b. Untuk mengetahui bagaimana Sistem RUU Pilkada c. Untuk lebih mengetahui bagaimana UU Pilkada di Indonesia. d. Untuk lebih tujuan dari pembentukan RUU Pilkada.
  • 8. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian RUU Pilkada  RUU ini disiapkan oleh Kementerian Dalam Negeri sejak 2010 dan mengandung dua ketentuan baru yaitu:  Pilkada hanya memilih gubernur dan bupati/walikota  Wakil gubernur dan wakil bupati/wakil walikota ditunjuk dari lingkungan PNS  gubernur tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, melainkan oleh DPRD provinsi Rancangan Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) sudah sejak 2010 disiapkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sesuai kesepakatan antara Komisi II DPR dengan Kemendagari, RUU Pilkada akan diselesaikan sebelum penyelenggaraan Pemilu 2014. Dengan demikian pilkada pasca-Pemilu 2014 sudah menggunakan undang-undang baru. Naskah akademik RUU Pilkada menyebutkan tiga tujuan: pertama, memberikan arahan dalam penyusunan norma-norma pengaturan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah; kedua, menyelaraskan pengaturan norma dalam undang-undang sesuai dengan norma akademis, teoritis dan yuridis; ketiga, memberikan penjelasan mengenai kerangka pikir dan tujuan norma-norma pengaturan dalam undang-undang tentang pemilihan gubernur dan bupati/walikota. RUU Pilkada terdiri atas 7 bab dan 181. Dalam RUU ini terdapat dua ketentuan baru yang berbeda secara signfikan dari ketentuan UU No. 32/2004: pertama, pilkada hanya memimilih gubernur dan bupati/walikota, sementara wakil
  • 9. 7 gubernur dan wakil bupati/wakil walikota ditunjuk dari lingkungan PNS; kedua, gubernur dipilih tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, meliankan oleh DPRD provinsi. B. Sistem RUU Pilkada UUD Negara Rl Th 1945 Pasal 18 ayat (4) menyatakan bahwa, "Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis". Tidak ada amanat dalam UUD Negara Rl Tahun 1945 bahwa wakil kepala daerah harus dipilih secara berpasangan dengan kepala daerah. Sistem pemilihan wakil kepala daerah secara langsung berpasangan dengan kepala daerah semula dalam rangka kesesuaian dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara berpasangan. Akan tetapi dalam perjalanan penyelenggaraan pemerintahan daerah pasca reformasi sampai sekarang, banyak terjadi hubungan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tidak harmonis, sehingga adanya wakil kepala daerah diharapkan dapat membantu atau terdapat hubungan sinergi dengan kepala daerah justru hubungan yang saling melemahkan. Hal terjadi karena latar belakang politik wakil kepala daerah yang juga sarat dengan kepentingan politik membuat hubungan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah menjadi saling waspada atas kemungkinan terjadi manuver politik yang saling menjatuhkan. Berkenaan dengan kondisi hubungan yang tidak harmonis tersebut perlu dilakukan perumusan ulang sistem pemilhan wakil kepala daerah, agar tidak mengganggu penyelenggaraan pemerintahan daerah dan dapat menempatkan wakil kepala daerah sebagai pembantu untuk perkuatan kepala daerah. Dari kenyataan-kenyataan di atas nampak bahwa system demokrasi pada umumnya dan system pilkada pada khususnya harus jujur diakui masih mengalami kendala sistemik. Dari sisi hukum hal ini terkait pemahaman tentang “legal system” sebagaimana diajarkan oleh Lawrence Friedmann, bahwa sub-
  • 10. sistem hukum terdiri atas substansi hukum (legal substance) berupa pelbagai produk legislative yang mendasari system hukum tersebut; kemudian struktur hukum (legal structure) berupa kelembagaan yang menangani system tersebut dan budaya hukum (legal culture) berupa kesamaan pandangan, sikap, perilaku dan filosofi yang mendasari system hukum tersebut. Dalam ketiga sub-sistem tersebut demokrasi dan termasuk pilkada masih memerlukan konsolidasi. Warna transksional dan pragmatism masih menonjol , belum lagi munculnya mukti tafsir dan sikap mendua (ambiquitas) dalam pelbagai hal. Aapalgi apabila budaya hokum semacam ini menghinggapi para pemangku kepentingan, termasuk tokoh-tokoh partai politik yang sering disebut sebagai “legal culture of the insider”.
  • 11. 9 C. Pro dan Kontra RUU Pilkada Pemilihan kepala daerah oleh DPRD dinilai sebagai bentuk pengkhianatan partai terhadap masyarakat. Masyarakat menganggap hak politik mereka untuk memilih pasangan calon pilihannya dicabut apabila kepala daerah dipilih DPRD. Hal itu terungkap di dalam survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada 5-7 September 2014. Quick poll ini menggunakan metode multistage random sampling dengan 1.200 responden di 33 provinsi di Indonesia dan margin of error 2,9 persen. Peneliti LSI Adjie Alfaraby menyebutkan, sebanyak 81,25 persen responden memilih agar pemilihan kepala daerah secara langsung yang telah berjalan selama 9 tahun terakhir ini tetap dipertahankan. Penolakan pemilihan kepala daerah oleh DPRD terutama terjadi di masyarakat di kota besar. "Mereka yang tinggal di kota, berpendidikan tinggi, dan berstatus ekonomi menengah-atas lebih tinggi penolakannya dibanding mereka yang tinggal di desa dan wong cilik,” kata Adjie saat memaparkan hasil survei di Kantor LSI, Jakarta Timur, Selasa (9/9/2014). Menurut Adjie, demokrasi merupakan isu sensitif bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan. Hal itu menyebabkan gelombang penolakan atas rencana tersebut lebih banyak terjadi di masyarkat kota besar. Selain itu, masyarakat kelompok kelas menengah memiliki akses terhadap media massa yang lebih luas dan variatif. Adjie mencatat bahwa penolakan terhadap sistem pilkada oleh DPRD juga terjadi di kalangan kader dan pendukung Koalisi Merah Putih. Mayoritas dari mereka mendukung agar pilkada langsung tetap dipertahankan.
  • 12. Dekonsolidasi demokrasi Dalam konteks ini, yang dipertontonkan sejumlah elite di gedung parlemen menunjukkan gerak mundur demokrasi. Dalam ungkapan lain, perjalanan demokrasi mengalami dekonsolidasi atau penguraian kembali benang-benang demokrasi yang telah terpintal dengan sedemikian rapi, rancak, dan apik. Ironisnya, penguraian kembali benang-benang demokrasi bukan dilakukan oleh rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi kekuasaan di negeri ini, tetapi oleh para elite partai politik sebagai wakil mereka! Sebuah gambaran sempurna dari pemangkasan hak-hak politik warga untuk menentukan sendiri pemimpin yang dikehendaki. Melihat parameter di atas, menjadi tak relevan untuk mempertanyakan kembali signifikansi pemilihan langsung dalam sistem demokrasi dengan dalih mahalnya biaya politik dan maraknya politik uang. Bahwa terdapat banyak kekurangan dalam pemilihan langsung tak berarti mekanisme ini harus dihapus dan diganti dengan pemilihan tidak langsung oleh parlemen. Selain argumentasi di atas, ada pula sejumlah pengusung pemilihan tidak langsung yang mendasarkan argumentasinya pada pertentangan antara demokrasi liberal Barat (sebagai representasi pemilihan langsung) dan Pancasila (sebagai representasi sistem perwakilan atau pemilihan tidak langsung). Demokrasi dan Pancasila bukanlah konsep yang ekuivalen untuk diperbandingkan, terlebih diperhadapkan. Keduanya lebih merupakan flesh and blood dalam sistem kehidupan bernegara dan berbangsa yang saling melengkapi. Dalam konteks ini, pemilihan langsung ataupun tidak langsung jelas tidak ada kaitan dengan Barat atau Timur, liberalisme atau Pancasila, bertuhan atau tidak bertuhan, dan semacamnya. Memilih langsung seorang pemimpin—terutama dalam sistem politik presidensialisme—merupakan bagian dari hak-hak dasar warga (civic rights) yang tidak bisa diwakilkan. Sejalan dengan itu, pemenuhan negara atas hak-hak sipil warga bukanlah soal pilihan, melainkan kewajiban negara untuk terus mengawal dan melindungi.
  • 13. Perlawanan rakyat semesta Sampai di sini, rasanya kita sulit menampik kenyataan bahwa demokrasi kita sedang mengalami titik kritis. Demokrasi kita mengalami kondisi darurat pertolongan (SOS). Perlu langkah-langkah kolektif dan sistematis untuk menyelamatkan demokrasi kita dengan cara menghentikan tindakan anarkistis pihak-pihak tertentu yang coba memangkas dan melucuti hak-hak dasar warga. Meskipun demikian, langkah-langkah penyelamatan mestinya tidak perlu terjadi seandainya tidak ada ”dusta di antara kita” melalui aksi teatrikal sejumlah elite partai politik di Senayan. Tidak perlu pula Presiden mengeluarkan jurus ”penyelamatan citra” melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), seandainya setiap proses demokrasi tidak mengalami pereduksian dan pendangkalan makna. Namun, sudahlah. Mari kita apresiasi niat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan perppu. Ibarat pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Terpenting lagi, gerakan perlawanan harus dimulai dari semua elemen masyarakat, seperti kelompok masyarakat sipil (LSM), tokoh agama, elite politik, akademisi kampus, mahasiswa, dan masyarakat pinggiran. Artinya, langkah menyelamatkan demokrasi harus dimulai dari setiap kita yang masih mencintai Indonesia dan demokrasi. Tanpa gerakan perlawanan rakyat semesta, pengerdilan dan pereduksian atas nama demokrasi akan terus terjadi di panggung politik kita. Namun, kita tidak perlu menunggu masa lima tahun lagi untuk menentukan sikap kita dalam menegakkan hak-hak dasar warga. Yang perlu kita lakukan adalah mengingatkan para petinggi negeri ini bahwa memelihara hak-hak dasar warga itu sama pentingnya dengan mengatasi sejumlah kekurangan dalam pemilihan langsung, tidak malah menggantinya dengan sistem dan mekanisme yang mundur ke belakang. Sebagaimana dikutip di awal tulisan ini, raison d’etre institusi demokrasi adalah untuk menjamin, menjaga, dan melindungi hak-hak dasar warga dalam menentukan pilihan politiknya. Kita telanjur berada pada tahap point of no return dalam berdemokrasi. 11
  • 14. D. Tujuan RUU Pilkada Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah diterapkan prinsip demokrasi. Sesuai dengan pasal 18 ayat 4 UUD 1945, kepala daerah dipilih secara demokratis. Dalam UU NO.32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, diatur mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat, yang diajukan oleh partai politik atau gabungan parpol. Sedangkan didalam perubahan UU No.32 Tahun 2004, yakni UU No.12 Tahun 2008, Pasal 59 ayat 1b, calon kepala daerah dapat juga diajukan dari calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Secara ideal tujuan dari dilakukannya pilkada adalah untuk mempercepat konsolidasi demokrasi di Republik ini. Selain itu juga untuk mempercepat terjadinya good governance karena rakyat bisa terlibat langsung dalam proses pembuatan kebijakan. Hal ini merupakan salah satu bukti dari telah berjalannya program desentralisasi. Daerah telah memiliki otonomi untuk mengatur dirinya sendiri , bahkan otonomi ini telah sampai pada taraf otonomi individu . Selain semangat tersebut, sejumlah argumentasi dan asumsi yang memperkuat pentingnya pilkada adalah: Pertama, dengan Pilkada dimungkinkan untuk mendapatkan kepala daerah yang memiliki kualitas dan akuntabilitas. Kedua, Pilkada perlu dilakukan untuk menciptakan stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan di tingkat lokal. Ketiga, dengan Pilkada terbuka kemungkinan untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan nasional karena makin terbuka peluang bagi munculnya pemimpin-pemimpin nasional yang berasal dari bawah dan/atau daerah. Sejak diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004, mengenai Pilkada yang dipilih langsung oleh rakyat, telah banyak menimbulkan persoalan, diantaranya waktu yang sangat panjang, sehingga sangat menguras tenaga dan pikiran, belum lagi biaya yang begitu besar , baik dari segi politik (issue perpecahan internal parpol, issue tentang money politik, issue kecurangan dalam bentuk penggelembungan
  • 15. suara yang melibatkan instansi resmi) , social (issue tentang disintegrasi social walaupun sementara, black campaign dll.) maupun financial. Hal ini kita lihat pada waktu pemilihan kepala daerah di sejumlah daerah seperti di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Di Sulsel, pemilihan gubernur langsung diselenggarakan sebanyak dua putaran karena ketidakpuasan salah satu calon atas hasil penghitungan suara akhir. Masalah pemenangan Pilkada mengandung latar belakang multidimensional. Ada yang bermotif harga diri pribadi (adu popularitas); Ada pula yang bermotif mengejar kekuasaan dan kehormatan; Terkait juga kehormatan Parpol pengusung; Harga diri Ketua Partai Daerah yang sering memaksakan diri untuk maju. Di samping tentu saja ada yang mempunyai niat luhur untuk memajukan daerah, sebagai putra daerah. Dalam kerangka motif kekuasaan bisa difahami, karena “politics is the struggle over allocation of values in society”.(Politik merupakan perjuangan untuk memperoleh alokasi kekuasan di dalam masyarakat). Pemenangan perjuangan politik seperti pemilu legislative atau pilkada eksekutif sangat penting untuk mendominasi fungsi-fungsi legislasi, pengawasan budget dan kebijakan dalam proses pemerintahan (the process of government) . Dalam kerangka ini cara-cara “lobbying, pressure, threat, batgaining and compromise” seringkali terkandung di dalamnya. Namun dalam Undang-undang tentang Partai Poltik UU No. 2/2008, yang telah dirubah dengan UU No.2 Tahun 2011, selalu dimunculkan persoalan budaya dan etika politik. Masalah lainnya sistem perekrutan calon KDH (Bupati, Wali kota, Gubernur) bersifat transaksional, dan hanya orang-orang yang mempunyai modal financial besar, serta popularitas tinggi, yang dilirik oleh partai politik, serta beban biaya yang sangat besar untuk memenangkan pilkada/pemilukada, akibatnya tidak dapat dielakan maraknya korupsi di daerah, untuk mengembalikan modal politik sang calon,serta banyak Perda-Perda yang bermasalah,dan memberatkan masyarakat dan iklim investasi. 13
  • 16. BAB III PENUTUP Kesimpulan Pelaksanaan Pilkada/Pemilukada yang telah berlangsung sejak Juni 2005 s/d saat ini secara umum telah berlangsung secara aman, tertib, dan demokratis dengan tingkat partisipasi yang cukup tinggi. Meskipun demikian dalam penyelenggaraan Pilkada ke depan masih perlu dilakukan berbagai penyempurnaan untuk memperbaiki beberapa kekurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada, yaitu : 1. Peningkatan akurasi daftar pemilih. 2. Peningkatan akuntabilitas proses pencalonan. 3. Masa kampanye yang lebih memadai. 4. Peningkatan akuntabilitas penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara. 5. Peningkatan penyelenggara Pemilu yang adil dan netral 6. Minimalisasi Putusan MK yang menimbulkan kontroversi di masyarakat. 7. Putusan-putusan MK yang membatalkan UU No. 32 Tahu 2004 dan UU No. 12 Tahun 2008 terkait dengan pelaksanaan Pilkada. 8. Penyesuaian tata cara pemungutan suara dan penggunaan KTP sebagai kartu pemilih dengan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 9. Minimalisasi politisasi birokrasi oleh kepala daerah/wakil kepala daerah incumbent dalam Pilkada. 10. Penggabungan PILKADA (Pilkada serentak). 11. Peninjauan sistem pemilihan Gubernur. 12. Peninjauan sistem pemilihan wakil kepala daerah.
  • 17. 15 DAFTAR PUSTAKA  Sofyan, Syafran. “Permasalahan dan Solusi Pemilukada.” http://www.lemhannas.go.id/portal/daftar-artikel/1634-permasalahan-dan-solusi- pemilukada.html (diakses pada tanggal 23 Oktober 2014)  Dirjen Otda Depdagri, 2009, Evaluasi Pemilu Kepala Daerah Periode 2005- 2008.  Sentosa Sembiring, 2009, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Pemerintahan Daerah (Pemda), Bandung, Nuansa Aulia  Nugroho Dewanto, 2006, Pancasila dan UUD 1945, Bandung, Nuansa Aulia.  Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik 2008, Jogjakarta, Gradien Mediatama.  Ari Pradhanawati, 2005, Pilkada Langsung, Tradisi Baru Demokrasi Lokal, Surakarta, KOMPIP.  OC.Kaligis, 2009, Perkara-Perkara Politik dan Pilkada di Pengadilan, Bandung, PT. Alumni.  Prabowo, Dani. (2014, 9, September). LSI: Mayoritas masyarakat setuju pilkada langsung. Kompas [online] http://nasional.kompas.com . (diakses pada tanggal 23 Oktober 2014).  Rumah Pemilu. (2014). Rancangan Undang-Undang tentang Pemilhan Kepala Daerah. Rumahpemilu.org[online]. http://www.rumahpemilu.org. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2014  BBC Indonesia. (2014, 11, September) http://www.bbc.co.uk/indonesia/. (diakses pada tanggal 23 Oktober 2014).  Hilmy, Masdar. (2014, 16, Oktober). Menyelamatkan Demokrasi. Kompas [online] http://nasional.kompas.com. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2014