Rilis Survei LSI
Rabu, 17 Desember 2014
Hadis sebagai narasumber:
Dodi Ambardi (Direktur Eksekutif LSI)
Ade Komarudin (Fraksi Partai Golkar)
Ramadhan Pohan (Fraksi Partai Demokrat)
Maruarar Sirait (Fraksi Partai PDI Perjuangan)
Moderator: Hendro Prasetyo
Tema: ”Kontroversi Pilkada Langsung vs Pilkada Tidak Langsung: Survei Tingkat Dukungan Publik terhadap Pemilihan Langsung”
Mayoritas rakyat Indonesia (84.1%) menginginkan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Hanya 5,6% masyarakat yang beranggapan bahwa pemilihan dilakukan oleh DPRD sebagai sistem yang paling cocok, dan hanya 6,8% yang tidak mempermasalahnya dua sistem pemilihan umum yang berbeda ini.
Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut :
merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;
menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;
membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;
menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;
menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;
memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
Materi PKn kelas 12 tentang Sistem Pemilihan Kepala Daerah
Baik ditunjuk pejabat diatasnya (presiden), dipilih oleh DPRD dan Dipilih secara langsung oleh Rakyat
Rilis Survei LSI
Rabu, 17 Desember 2014
Hadis sebagai narasumber:
Dodi Ambardi (Direktur Eksekutif LSI)
Ade Komarudin (Fraksi Partai Golkar)
Ramadhan Pohan (Fraksi Partai Demokrat)
Maruarar Sirait (Fraksi Partai PDI Perjuangan)
Moderator: Hendro Prasetyo
Tema: ”Kontroversi Pilkada Langsung vs Pilkada Tidak Langsung: Survei Tingkat Dukungan Publik terhadap Pemilihan Langsung”
Mayoritas rakyat Indonesia (84.1%) menginginkan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Hanya 5,6% masyarakat yang beranggapan bahwa pemilihan dilakukan oleh DPRD sebagai sistem yang paling cocok, dan hanya 6,8% yang tidak mempermasalahnya dua sistem pemilihan umum yang berbeda ini.
Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut :
merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;
menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;
membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;
menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;
menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;
memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
Materi PKn kelas 12 tentang Sistem Pemilihan Kepala Daerah
Baik ditunjuk pejabat diatasnya (presiden), dipilih oleh DPRD dan Dipilih secara langsung oleh Rakyat
1. 1. Apa yang saudara lihat dari perdebatan dan kesimpulan DPR tentang
konsep mengembalikan pilkada ke DPRD?
Yang pro Pilkada langsung mengatakan bahwa para anggota DPRD akan minta
sogokan dari calon Kepala Daerah supaya dipilih. Yang pro Pilkada melalui
DPRD mengatakan bahwa kenyataannya, para Kepala Daerah itu harus
mengeluarkan banyak uang untuk bisa terpilih. Seperti telah dikemukakan,
pendirian pemerintah yang dinyatakan oleh Mendagri juga mengemukakan
betapa hebatnya korupsi dalam Pilkada langsung.
Maka kalau aspek KKN yang dijadikan argumen, yang pro Pilkada langsung
maupun yang pro Pilkada melalui DPRD sama-sama kuatnya atau sama-sama
lemahnya. Marilah kita telaah hal ini tanpa menggunakan faktor KKN, karena
kalau terus menggunakan faktor KKN sebagai argumentasi, kita disuguhi oleh
tontonan para maling yang teriak maling.
2. Lanjutan…
• Kita mulai dari pertimbangan yang tertuang dalam
RUU. Yang pertama, yaitu Pilkada melalui DPRD
memperkuat sifat integral dalam NKRI memang benar.
Beberapa daerah sangat menonjol kemajuannya dan
kesejahteraan rakyatnya karena mempunyai Kepala
Daerah yang memang sangat kompeten. Tetapi justru
penonjolan kemampuan sangat sedikit daerah inilah
yang membuat terjadinya kesenjangan yang besar
antara daerah-daerah yang bagus dan daerah-daerah
yang masih saja berantakan. Cepat atau lambat, hal
yang demikian jelas akan memperlemah NKRI
3. 2. Bagaimana sebenarnya etika demokrasi mengajarkan cara bersikap
sebelum dan sesudah keputusan di ambil?
Sikap kita sebaiknya sebagai orang berpendidikan adalah
MENERIMA segala keputusan yang telah di capai dalam
musyawarah mufakat. Walaupun hasilnya tidak sesuai
keinginan kita, kita harus tetap mendukung keputusan
tersebut, selama dalam koridor yang benar.
4. 3. Bagaimana kalau ada pihak yang menganggap pilkada DPRD bertentangan
dengan demokrasi, ada juga masyarakat yang curiga dan cemas bahwa
pilkada DPRD akan meluas dan tidak terkendali, bahkan DPRD akan
menginterpretasi eksekutif seperti periode 1999-2004
• Hak rakyat yang dirampas
• Argumen bahwa Pilkada melalui DPRD merampas hak rakyat sangat
banyak dipakai oleh yang pro Pilkada langsung. Marilah kita berpikir jernih
dan jujur. Rakyat yang mana ? Jumlah rakyat yang ikut Pilpres adalah 70
juta untuk Jokowi dan 62 juta suara untuk Prabowo. Jokwi memperoleh
53% suara rakyat. Dari perbandingan angka ini saja tidak dapat dikatakan
seluruh rakyat merasa haknya dirampas. 62 juta suara bukannya nothing.
• Dalam poster kampanye gambar yang dijadikan template yalah Bung
Karno, Megawati dan Jokowi. Pikiran Bung Karno tentang Demokrasi
sangat jelas, yaitu Demokrasi Perwakilan, dan itupun ditambah dengan
asas pengambilan keputusan yang tidak didasarkan atas pemungutan
suara melulu. Dia menggunakan istilah diktatur mayoritas dan tirani
minoritas untuk mempertegas pendiriannya. Dia juga selalu
mengemukakan apakah 50% plus satu itu Demokrasi ? Apakah 50% plus
satu itu boleh dikatakan sama dengan “Rakyat” ?
5. • Jumlah rakyat yang menggunakan hak pilihnya termasuk yang tertinggi di
dunia. Apakah penggunaan hak politiknya yang berbondong-bondong itu
karena sangat sadar politik ataukah datang untuk menerima uang dari
para calon legislatif maupun eksekutif yang dipilih secara langsung ?
• Kalau 5 tahun yang lalu uang yang harus dikeluarkan untuk menjadi
anggota DPR rata-rata sekitar Rp. 300 juta, di tahun 2014 sudah menjadi
Rp. 3 milyar.
• Demokrasi, walaupun sistem perwakilan membutuhkan rakyat yang sudah
cukup pendidikan dan pengetahuannya. Marilah kita sangat jujur terhadap
diri sendiri. Apakah bagian terbesar dari rakyat Indonesia sudah cukup
pendidikannya ? Para calon presiden sendiri mengemukakan betapa
tertinggalnya bagian terbesar dari rakyat kita dalam bidang pendidikan
yang dijadikan fokus dari platformnya. Berbicara soal pilkada langsung
rakyat digambarkan sebagai yang sudah sangat kompeten menjadi pemilih
yang sangat bertanggung jawab.
6. 4. Ada juga yang curiga pemilihan
lewat DPRD akan kembali ke orde baru
• Pada masa Orde Baru, pemilihan anggota legislatifnya belum
dilaksanakan dengan prinsip jujur dan adil. Saat ini, anggota
legislatif dipilih secara jujur, adil dan sangat demokratis.
• Apalagi, pada masa itu belum ada Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
• Pada era Orde Baru calon-calon kepala daerah ditentukan secara
sentralistik. RUU Pilkada yang sedang dibahas akan sangat
akomodatif dan aspiratif.
• Selain itu, pada era Orde Baru partisipasi media dan masyarakat
dalam mengawasi pelaksanaan demokrasi hampir tidak ada.
Namun, hal itu sangat bertolak belakang dengan kondisi saat ini.
Masyarakat dan media bisa melakukan pengawasan.