SlideShare a Scribd company logo
Makalah Geng Motor Dan Punkkers Dalam Kehidupan Remaja " 
Makalah ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas kelompok Media Bimbingan dan 
Konseling. Makalah ini disusun berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada Geng Motor 
dan Anak Punk di Wilayah Gresik. 
Dosen Pembimbing : 
Drs. M. Nursalim, M.Si. & Najlatul Naqiyah, S.Ag.,M.Pd 
oleh Feri Kurniawan 
BAB I 
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang 
Saat ini punkkers dan geng-geng motor telah menjadi gejala sosial yang sangat meresahkan 
masyarakat. Kehadiran kelompok-kelompok remaja dengan penampilan khasnya itu identik 
dengan kekerasan. Melalui tayangan televisi, kita dapat menyimak mereka menjalankan aksi 
brutal di jalanan. Mereka juga digambarkan sebagai kaum remaja yang sering membuat 
keributan dan sudah dicap negative oleh kalangan masyarkat umum. Para anggota punk ini 
sering dikenal degan sebutan Punkers. 
Dalam bahasa psikoanalisis Sigmund Freud (1856-1939), kaum remaja itu lebih mengikuti 
kekuatan id (dorongan-dorongan agresif) ketimbang superego (hati nurani). Keberadaan ego 
(keakuan) mereka gagal untuk memediasi agresivitas menjadi aktivitas sosial yang dapat 
diterima dengan baik dalam kehidupan sosial (sublimasi). 
Namun, pendekatan psikologis itu sekadar mampu mengungkap persoalan dalam lingkup 
individual. Itu berarti nilai-nilai etis yang berdimensi sosial cenderung untuk dihilangkan. 
Padahal, kehadiran Punkers lebih banyak berkaitan dengan problem sosiologis.
Definisi tentang kedua geng itu sendiri sangat jelas identik dengan kehidupan berkelompok. 
Hanya saja geng memang memiliki makna yang sedemikian negatif. Geng bukan sekadar 
kumpulan remaja yang bersifat informal. Geng (gank) adalah sebuah kelompok penjahat yang 
terorganisasi secara rapi. Dalam konsep yang lebih moderat, geng merupakan sebuah kelompok 
kaum muda yang pergi secara bersama-sama dan seringkali menyebabkan keributan. 
B. Rumusan Masalah 
Dari latar belakang mengenai Punkers tersebut dapat di rumuskan beberapa rumusan 
masalah yaitu sebagai berikut: 
1. Mengapa ada sebagian kalangan remaja yang mudah terbujuk untuk mengikuti Punkkers 
dan geng-geng motor? 
2. Benarkah seluruh fenomena itu sekadar persoalan psikologis, ataukah justru lebih 
bercorak sosiologis? Apabila problem sosial itu dilihat dari perspektif psikologistis, maka 
penilaian yang muncul adalah kaum remaja yang menjadi anggota Punkkers/geng 
tersebut sedang melampiaskan hasrat tersembunyinya. 
3. Mengapa sekalipun geng identik dengan pola-pola sosial yang negatif, kaum remaja 
relatif mudah tergelincir memasuki kelompok sejenis itu? Apabila kita mengikuti 
pemikiran Jurgen Habermas, kaum remaja yang terlibat dalam kehidupan geng 
sebenarnya sedang mengalami distorsi komunikasi. Kaum remaja tidak mampu 
memahami atau sengaja tidak sudi untukmenyepakati aturan-aturan budaya, masyarakat, 
dan komunitas tempat berfungsinya dengan baik. Padahal, dalam aturan-aturan itu dapat 
ditelusuri latar belakang sosial dan kultural yang memberikan kemungkinan 
membayangkan diri kita dalam posisi orang lain. 
Komunikasi yang terdistorsi itulah, yang menjadikan anggota-anggota geng lebih 
permisif untuk melakukan kekerasan. Itu disebabkan karena mereka telah kehilangan sensitivitas 
terhadap kehadiran pihak lain. Bahkan rasa simpati dilenyapkan begitu saja. 
Tidak aneh, jika anggota-anggota Punkers memiliki preferensi untuk memaksa, dan 
setidaknya menggertak pihak yang dianggap lebih lemah untuk mengikuti kehendak mereka.
Cara-cara kekerasan fisik dan verbal sengaja dilakukan untuk menundukkan pihak yang 
dipandang tidak sejalan. Itulah yang disebut sebagai praktik bullying yang dapat terjadi di lokasi 
mana pun, baik di sekolah maupun jalanan. Melalui pemahaman demikian, tampaknya lebih 
tepat apabila kehadiran Punkers dilihat sebagai gejala deviasi atau penyimpangan sosial. 
Kaum remaja yang terlibat dalam kehidupan geng sebenarnya sedang mengalami distorsi 
komunikasi. Kaum remaja tidak mampu memahami atau sengaja tidak sudi untuk menyepakati 
aturan-aturan budaya, masyarakat, dan komunitas tempat berfungsinya dengan baik. 
Hal tersebut dikarenakan para anggota Punkers secara sadar melakukan pelanggaran 
terhadap norma-norma sosial. Perasaan khawatir bahwa geng ini akan merebak atau menular 
layaknya bahaya patologis pun dapat dimengerti. Sebab, apa yang disebut sebagai kenakalan 
remaja tidak dapat lahir sendiri. 
Kenakalan atau penyimpangan sosial remaja, yang terlihat dengan bertumbuhnya geng, 
ditransmisikan dan dipelajari dari kelompok yang satu kepada kelompok yang lain. Terlebih lagi 
remaja sangat rentan untuk melakukan tindakan-tindakan peniruan, apalagi terhadap perilaku 
yang dianggap sebagai mode (fashion) yang menimbulkan heroisme dan rasa bangga. 
C. Tujuan 
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendiskripsikan secara singkat tentang 
beberapa kenakalan remaja yang saat-saat ini berkembangbiak di masyarakat, terutama bagi 
kalangan remaja. Karena bagaimanapun remaja memiliki suatu ego yang besar sehingga sulit 
untuk mengontrol diri dari hal-hal negative. Hal ini desebabkan oleh minimnya penanaman nilai-nilai 
agama (akhlak) sehingga para remaja tidak memiliki benteng untuk menfilter maupun 
menghindari hal-hal negative tersebut. Hal ini diperkuat dengan lingkungan yang serba cuek 
ataupun bahkan memberikan contoh-contoh negative, sehingga semua hal-hal yang berbau 
negative seakan-akan mendapat pupuk ataupun angin segar untuk berkembangbiak. Karena 
bagaimanapun yang haq dan yang batil itu jelas jadi kita tidak boleh membiarkan yang batil itu 
berkembangbiak. Pepatah mengatakan janganlah engkau bermain-main dengan api, karena 
engkau pasti akan terkena percikannya. Dalam makalah ini kami mencoba untuk membahas 
secara singkat tentang punkkers dan geng motor.
BAB II 
KAJIAN PUSTAKA 
Kenakalan remaja (Punkker dan Geng motor) dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke 
dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi 
karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan 
norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah 
karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang 
secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang 
tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang. 
Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya 
perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku 
kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang 
disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami 
bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia 
tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. 
Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988,26), mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk 
mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. 
Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk 
melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan 
yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari 
dorongan-dorongan untuk menyimpang. 
Masalah sosial perilaku menyimpang dalam tulisan tentang “Punkers dan Geng motor 
Dalam Kehidupan Remaja” bisa melalui pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam 
pendekatan individual melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi, 
perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati 
belajar sosial (sosialisasi). Tentang perilaku disorder di kalangan anak dan remaja (Kauffman , 
1989 : 6) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan 
dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang 
tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak 
benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Ketidak berhasilan belajar sosial atau
“kesalahan” dalam berinteraksi dari transaksi sosial tersebut dapat termanifestasikan dalam 
beberapa hal. 
Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan 
menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan 
lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang 
diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa 
beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena 
lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu, misalnya (Eitzen, 1986 : 400), mengatakan 
tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian 
wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di bawah standar, overcrowding, derajat 
kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil Sutherland dalam 
(Eitzen,1986) beranggapan bahwa seorang belajar untuk menjadi kriminal melalui interaksi. 
Apabila lingkungan interaksi cenderung devian, maka seseorang akan mempunyai kemungkinan 
besar untuk belajar tentang teknik dan nilai- nilai devian yang pada gilirannya akan 
memungkinkan untuk menumbuhkan tindakan kriminal. 
Mengenai pendekatan sistem, yaitu perilaku individu sebagai masalah sosial yang 
bersumber dari sistem sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber 
masalah. Dikatakan oleh (Eitzen, 1986:10) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh karena 
hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya 
pada masyarakat yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan nilai sosial menjadi 
kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga 
memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku. Di dalam masyarakat yang 
disorganisasi sosial, seringkali yang terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatan 
mengikat norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak memperoleh 
sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar. 
BAB III 
Diskusi Permasalahan Dan Pembahasan 
BERITA tentang perilaku punkkers dan geng motor akhir-akhir ini bisa dianggap sudah 
sangat meresahkan masyarakat, sehingga dapat dikategorikan sebagai kondisi patologi sosial,
penyakit masyarakat yang perlu segera diobati. Lembaga kepolisian sampai mempermaklumkan 
akan menembak di tempat anggota Punkkers maupun geng motor yang melakukan kebrutalan. 
Perang antar Punkkers dan geng kerap menimbulkan korban luka hingga korban jiwa. 
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, saat ini aksi Punkers sudah bukan tawuran antar Punkkers 
lagi, namun sudah melibatkan masyarakat umum sebagai korban mereka. 
Subkultur geng anak muda, kata kriminolog Cloward dan Ohlin, akan tumbuh subur 
tergantung pada tipe atau cara pertentangan di mana mereka tinggal. Ada tiga tipe geng: 
Pertama, geng pencurian (thief gangs), mereka berkelompok melakukan pencurian yang mula-mula 
hanya untuk menguji keberanian anggota kelompok. 
Kedua, geng konflik (conflict-gangs) kelompok ini suka sekali mengekpresikan dirinya melalui 
perkelahian berkelompok supaya tampak gagah dan pemberani. 
Ketiga, geng pengasingan (retreats gangs), kelompok geng ini sengaja mengasingkan dirinya 
dengan kegiatan minum minuman keras, atau napza yang kerap dianggap sebagai suatu cara 
”pelarian” dari alam nyata. Tetapi bisa saja sebuah geng memiliki lebih dari satu macam tipe. 
Dalam geng acapkali tumbuh subkultur kekerasan (subculture of violence). Munculnya 
subkultur itu disebabkan oleh adanya sekelompok orang yang memiliki sistem nilai yang berbeda 
dengan kultur dominan. Masing-masing subkultur memiliki nilai dan peraturan berbeda-beda 
yang kemudian mengatur anggota kelompoknya. Nilai-nilai itu terus berlanjut karena adanya 
perpindahan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. 
Berlatar belakang pengetahuan tentang berbagai jenis geng, kini perlu diteliti secara 
objektif keberadaan komunitas Punk di Indonesia. Dari hasil penelitian punkkers maupun geng 
motor dapat diidentifikasi bercirikan: punya identitas (nama, ornamen pembeda, lambang, dsb). 
Kelompok ini identik dengan minuman keras, obat-obatan terlarang (ganja,sabu-sabu,ektasi,etc), 
freesexs, berkendaraan,bergerombol, dengan penampilan khasnya yang terlihat urak-urakan; dan 
memiliki semacam daerah kekuasaan, dan musuh berupa Punkers lainnya. 
1. Karakteristik keanggotaan 
Karakteristik anggota Punkkers maupun geng motor adalah sebagai berikut: usia antara 
14-32 tahun; kebanyakan berjenis kelamin laki-laki; sangat bangga dengan statusnya sebagai
salah satu anggota Punkers; agresif dan menantang bahaya; tingkat pendidikan antara SMP 
sampai dengan perguruan tinggi; menjadi anggota Punkers atas ajakan rekan sekolah maupun 
lingkungan. 
Apabila geng mereka diekspos di media massa, mereka merasa sangat bangga, sehingga 
semakin berlomba-lomba untuk lebih banyak melakukan perilaku yang mereka anggap 
menimbulkan sensasi yang akan dipublikasikan oleh media. Kadang-kadang mereka tidak 
menyadari bahwa perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan kriminal. Misalnya 
merampas milik orang lain, melakukan tindak kekerasan, tawuran antargeng, dan melakukan 
pembunuhan terhadap anggota geng lain . Namun setelah kami melakukan interview langsug 
pada komunitas geng tersebut (Punkkers Gresik), semua realita diatas tidak sesuai dengan tujuan 
utama terbentuknya Punkkers dan geng-geng tersebut. Karena tujuan utama pendirian kelompok 
tersebut merupakan upaya (expresi) penolakan terhadap benyaknya peraturan-paraturan dalam 
masyarakat yang banyak membatasi kegiatan (aktivitas) mereka. 
Menurut hasil analisis kami, hal ini terjadi karena mereka tidak sadar bahwa ada 
kemungkinan terbuka peluang bagi para penjahat yang menyusup ke dalam punkkers maupun 
geng motor, sehingga masyarakat menganggap perilaku kriminal tersebut dilakukan oleh para 
remaja yang sebenarnya tidak berniat untuk melakukan tindak kriminal. Penyusupan tersebut 
sulit untuk diidentifikasikan, karena jumlah Punkers di kota-kota sangat banyak. Dan ketika 
melakukan operasi, mereka menggunakan penutup yang menutupi seluruh wajah. Jadi sulit 
sekali mengidentifikasi pelaku. 
Inilah yang membuat polisi melakukan tindakan represif dan mempermaklumkan 
tindakan tembak di tempat untuk para pelaku kekerasan dari geng motor. Namun demikian, 
polisi harus berhati-hati menumpas perilaku kriminal tersebut, sehingga masyarakat tidak resah, 
terutama bagi para orang tua yang kebetulan anak remajanya terlibat dalam Punkkers maupun 
geng motor. Polisi harus benar-benar bekerja keras untuk menyisir mana remaja yang delinquent 
dan mana para kriminal yang berkedok geng motor atupun punkkers juga provokator. 
Membubarkan atau melarang tumbuhnya Punkers bukan merupakan jalan keluar yang 
baik, bahkan akan jadi bumerang bagi penegakan hukum. Karena akan melahirkan masalah 
sosial yang baru; remaja akan kehilangan ruang publik untuk berekspresi diri, dan mencari 
kegiatan lain yang boleh jadi lebih patologis wujudnya, misalnya kebut-kebutan di jalan.
2. Faktor Kenakalan Remaja 
Berdasarkan perkembangan zaman saat ini adapun yang menjadi faktor-faktor penyebab 
kenakalan remaja saat ini adalah: 
1. Faktor intern 
Faktor intern adalah faktor yang datangnya dari dalam tubuh remaja sendiri. Faktor intern ini 
jika mendapatkan contoh-contoh yang kurang mendidik dari tayangan televisi akan 
menimbulkan niat remaja untuk meniru adegan-adegan yang disaksikan pada isi program televisi 
tersebut. Khususnya menyangkut masalah pergaulan remaja di zaman sekarang yang makin 
berani mengedepankan nilai- nilai budaya luar yang tidak sesuai dengan adat budaya bangsa. 
Akhirnya keinginan meniru tersebut dilakukan hanya sekedar rasa iseng untuk mencari sensasi 
dalam lingkungan pergaulan dimana mereka bergaul tanpa batas dan norma agar dipandang oleh 
teman-temannya dan masyarakat sebagai remaja yang gaul dan tidak ketinggalan zaman. 
Timbulnya minat atau kesenangan remaja yang memang gemar menonton acara televisi 
tersebut dikarenakan kondisi remaja yang masih dalam tahap pubertas. Sehingga rasa ingin tahu 
untuk mencontoh berbagai tayangan tersebutyang dinilai kurang memberikan nilai moral bagi 
perkembangan remaja membuat mereka tertarik. Dan keinginan untuk mencari sensasipun timbul 
dengan meniru tayangan-tayangan tesebut, akibat dari kurangnya pengontrolan diri yang 
dikarenakan emosi jiwa remaja yang masih labil. 
2. Faktor ekstern 
Faktor ekstern adalah faktor yang datangnya dari luar tubuh remaja. Faktor ini dapat 
disebut sebagai faktor lingkungan yang memberikan contoh atau teladan negatif serta didukung 
pula oleh lingkungan yang memberikan kesempatan. 
Hal ini disebabkan karena pengaruh trend media televisi saat ini yang banyak 
menampilkan edegan-adegan yang bersifat pornografi, kekerasan, hedonisme dan hal-hal yang 
menyimpang dari nilai moral dan etika bangsa saat ini. sepertinya media televisi telah memaksa 
remaja untuk larut dalam cerita-cerita yang mereka tampilkan seolah-olah memang begitulah
pergaulan remaja seharusnya saat ini. Yang telah banyak teradopsi oleh nilai- nilai budaya luar 
yang kurang dapat mereka seleksi mana yang layak dan yang tidak layak untuk ditiru. 
3. Minimnya perhatian dari Orang Tua dan Lingkungan 
Hal tersebut memberikan dampak buruk pula bagi remaja untuk mudah larut dalam hal-hal 
negatif. Baik dari tayangan televisi maupun dari pergaulan teman-temannya. Kurangnya 
perhatian orang tua banyak para remaja mencari perhatian didunia luar. Mereka cenderung 
melakukan atau mencari kesenangan di lingkungan pergaulannya. Ikut-ikutan dan tak lagi dapat 
membedakan yang mana baik dan buruk. Rasa takut hilang karena menganggap banyak 
temannya yang melakukan hal keliru tersebut. Hingga akhirnya ketergantungan dan mereka terus 
melakukannya berulang kali seperti halnya biasa dan membentuk sebuah budaya yang tak bisa 
lepas dari hidup mereka. Seperti mengkonsumsi minuman keras, narkoba dan kegiatan lain yang 
dinilai dapat memberikan kesenangan sesaat. Dan dampak dari kegiatan tersebut akan 
menciptakan orang-orang yang hedonis. 
Faktor lain yang juga ikut berperan menjadi alasan mengapa remaja saat ini memilih 
bergabung dengan geng motor adalah kurangnya sarana atau media bagi mereka untuk 
mengaktualisasikan dirinya secara positif. Begitu juga dengan keterlibatannya menjadi anak-anak 
punk. 
Remaja pada umumnya, lebih suka memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Namun, 
ajang-ajang lomba balap yang legal sangat jarang digelar. Padahal, ajang-ajang seperti ini sangat 
besar manfaatnya, selain dapat memotivasi untuk berprestasi, juga sebagai ajang aktualisasi diri. 
Karena sarana aktualisasi diri yang positif ini sulit mereka dapatkan, akhirnya mereka 
melampiaskannya dengan aksi ugal-ugalan di jalan umum yang berpotensi mencelakakan dirinya 
dan orang lain. 
4. Pengendalian 
Dalam literatur sosiologi (Paul B Horton dan Chester L Hunt, 1964: 140-146, dan Alex 
Thio, 1989: 176-182), ada tiga cara yang dapat dikerahkan untuk mengatasi deviasi sosial.yaitu:
Pertama, Internalisasi atau penanaman nilai-nilai sosial melalui kelompok informal atau 
formal. Lembaga-lembaga sosial, seperti keluarga dan sekolah, adalah kekuatan yang dapat 
membatasi meluasnya punkkers ataupun geng motor. Mekanisme pengendalian itu lazim disebut 
sebagai sosialisasi. 
Dalam proses sosialisasi itu, setiap unit keluarga dan sekolah memiliki tanggung jawab 
membentuk, menanamkan, dan mengorientasikan harapan-harapan, kebiasaan-kebiasaan, serta 
tradisi-tradisi yang berisi norma-norma sosial kepada remaja. Bahkan, hal yang harus ditegaskan 
adalah sosialisasi yang bersifat informal dalam lingkup keluarga jauh lebih efektif. Sebab, dalam 
domain sosial terkecil itu terdapat jalinan yang akrab antara orang tua dengan remaja. 
Kedua, penerapan hukum pidana yang dilakukan secara formal oleh pihak negara. 
Dalam kaitan itu, aparat penegak hukum, seperti kepolisian, pengadilan, dan lembaga 
pemenjaraan, digunakan untuk mengatasi geng motor maupun punkkers.Keuntungannya adalah 
penangkapan dan pemberian hukuman kepada anggota-anggota geng/punkkers yang melakukan 
tindakan kriminal mampu memberikan efek jera bagi anggota-anggota atau remaja lain. 
Kerugiannya, aplikasi hukum pidana membatasi kebebasan pihak lain yang tidak berbuat serupa. 
Bukankah dalam masyarakat ada kelompok-kelompok pengendara sepeda motor yang memiliki 
tujuan-tujuan baik, misalnya untuk menyalurkan hobi automotif? Selain itu bukankah ada juga 
pembentukan kelompok-kelompok yang bertujuan untuk positif? Seperti kelompok peduli 
lingkungan dan hutan Indonesia, etc. 
Ketiga, dekriminalisasi yang berarti bahwa eksistensi geng-geng motor ataupun 
punkkers justru diakui secara hukum oleh negara. Tentu saja, dekriminalisasi bukan bermaksud 
untuk melegalisasi kejahatan, kekerasan, dan berbagai pelanggaran norma-norma sosial yang 
dilakukan remaja. Dekriminalisasi memiliki pengertian sebagai “kejahatan yang tidak memiliki 
korban”. Prosedur yang dapat ditempuh adalah pihak pemerintah dan masyarakat membuka 
berbagai jenis ruang publik yang dapat digunakan kaum remaja untuk mengekspresikan 
keinginannya, terutama dalam menggunakan kendaraan bermotor. Lapangan terbuka atau arena 
balap bisa jadi merupakan jalan keluar terbaik. Kehadiran geng motor dan punkkers merupakan 
fenomena sosial yang harus direspons secara proporsional. Menanggapi kemunculan mereka 
dengan lagak sok moralistis atau menunjukkan sikap sebagai aparat negara dan orang tua yang 
sedemikian histeris, justru dengan mudah memancing kaum remaja menjadi semakin sinis.
4. Penanaman Nilai-nilai Agama 
Sebagai upaya preventif terhadap peningkatan jumlah anggota geng motor dan punkkers 
di kemudian hari, perlu dilakukan penanaman nilai-nilai agama sejak dini. terutama tentang 
akhlaq (moral dan etika). Dengan begitu anak akan mengetahui mana yang layak dilakukan dan 
mana yang tidak boleh dilakukan. Sehingga pada saat mereka sudah mulai berinteraksi dengan 
masyarakat mereka tahu batasan-batasan dan aturan yang harus dipatuhi. 
Salah satu solusi yang bisa memperbaiki keadaan mereka secara efektif adalah peran; 
kepedulian; dan kasih sayang orang tua mereka sendiri. 
”Solusi ini akan lebih efektif, mengingat penyebab utama mereka memilih geng motor dan 
punkkers sebagai bagian kehidupannya adalah karena mereka merasa jauh dari kasih sayang 
orang tua. Dalam menterapi anaknya yang sudah terlanjur terlibat anggota geng motor, orang tua 
bisa bekerja sama dengan psikolog yang mereka percayai. Sehingga secara pasikologis sedikit 
demi sedikit anak akan mendapatkan kembali kenyamanan berada dalam kasih sayang orang tua” 
selain itu kita sebagai mahluk Allah swt juga berkewajiban memasukkan nilai-nilai religius 
kepada para anak didik kita. Karena bagaimanapun kita harus mematuhi peraturan-peraturan 
yang telah ditetepkan oleh sang pencipta, selain itu yang menjadi benteng paling efektif untuk 
mencegah nilai- nilai negatif yang sudah dijelaskan diatas hanyalah agama”. 
BAB IV 
KESIMPULAN DAN SARAN
Tindak kekerasan yang dilakukan geng motor dan punkkers ini merupakan cermin 
kondisi masyarakat yang sedang sakit dan tengah mengalami krisis multidimensi yang 
berkepanjangan. 
Penanganan geng motor dan punkkers sendiri tidak dapat dilakukan secara represif karena 
anggota-anggotanya kebanyakan berasal dari kalangan remaja. ”Hukum memang harus 
ditegakkan, tetapi tetap harus dipilah-pilah”. 
Di tengah kondisi masyarakat yang sedang mengalami patologi, sanksi yang bersifat 
represif bukanlah obat yang mujarab. Bentuk sanksi yang bersifat represif seperti ancaman 
tembak di tempat maupun ancaman dikeluarkan dari sekolah, tidak tepat. 
Pasalnya sanksi represif justru tidak akan membuat anggota geng motor dan punkkers 
menjadi jera. Justru dikhawatirkan remaja yang menjadi anggota-anggotanya menjadi penjahat 
besar. 
Untuk anggota geng motor dan punkkers yang masih remaja, sebaliknya dilakukan 
pendekatan secara psikologis dan sosiologis. Penanganannya tetap perlu melibatkan masyarakat 
secara luas, terutama melibatkan peran orang tua secara aktif. Orang tua menjadi ujung tombak 
penting. 
Membubarkan geng motor juga bukan solusi yang tepat. hal itu malah menimbulkan 
tindak kriminalitas baru.Penanganan terhadap geng motor dan punkkers tak hanya sebatas 
dengan cara-cara hukum. ”Polisi tetap mengedepankan cara-cara lain dengan melibatkan orang 
tua, guru dan masyarakat secara luas 
Bagi anggota geng motor dan punkkers yang terbukti melakukan tindak kriminal, polisi 
tetap memberikan sanksi hukum. 
Sanksi hukum diharapkan dapat menjadi efek jera. berharap penanganan yang dilakukan 
dapat menjadi obat yang tepat. Sebab, jika obat tersebut keliru, dikhawatirkan di masa 
mendatang fenomena geng motor dan punkkers dengan aksi kekerasannya justru semakin marak. 
Jika melihat kenakalan remaja yang dilakukan oleh geng motor dan punnkers, maka saran 
yang dapat diajukan adalah: 
Pertama, sebaiknya masalah tindak pidana yang dilakukan oleh kelompok tersebut diatas 
diatur secara khusus dalam sebuah peraturan daerah (perda) yang tentu saja secara yuridis harus 
mengacu pada perundang-undangan yang lebih tinggi. Isi perda memuat ketentuan penanganan
masalah kejahatan remaja yang meliputi empat unsur, yaitu unsur preventif, unsur represif, unsur 
kuratif, dan unsur koordinatif. 
Ketentuan sanksinya dibuat lebih tegas, tidak hanya terhadap pelaku tetapi juga kepada 
anggota kelompok geng lainnya yang mempengaruhi untuk melakukan tindak kejahatan. Dan 
yang sangat penting pula adanya penyuluhan hukum kepada anggota geng motor dan punnkers 
agar mereka ”melek hukum”. 
Kedua, penanganan masalah tindak pidana yang dilakukan geng motor dan punnkers 
harus melibatkan berbagai pihak dalam masyarakat. Upaya pembinaan dilakukan tidak hanya 
terhadap pelaku tindak pidana juga terhadap semua unsur dalam masyarakat, yaitu aparat 
penegak hukum, instansi terkait, dan masyarakat luas. Karena adanya aparat penegak hukum 
yang profesional mutlak diberlakukan dalam upaya penegak hukum. 
Begitu juga pada masyarakat, dengan dilakukannya pembinaan tersebut, diharapkan terjadi 
peningkatan kesadaran hukum masyarakat untuk mematuhi peraturan yang ada, tidak melakukan 
ejekan dan sangkaan buruk terhadap remaja yang tergabung dalam kelompok geng bermotor. 
Terutama peran pihak keluarga remaja diperlukan agar dapat lebih memperhatikan kebutuhan 
dan kasih sayang yang seharusnya didapatkan oleh para remaja seusianya, serta memberikan 
bimbingan yang lebih baik terhadap apa yang mereka lakukan. 
Ketiga, untuk remaja sendiri diperlukan sikap mawas diri dalam melihat kelemahan dan 
kekurangan diri sendiri dan melakukan introspeksi dan koreksi terhadap kekeliruan yang telah 
dilakukan. Sebaliknya, orang tua dan para pembina remaja harus memperbanyak kearifan, 
kebaikan, dan keadilan, agar orang dewasa dapat dijadikan panutan bagi anak-anak muda demi 
perkembangan dan proses kultivasi generasi muda penerus bangsa.*** 
DAFTAR PUSTAKA 
 Faizah, S.Ag, M.A dan H. Lalu Muchsin Effendi, Lc., M.A. “Psikologi Dakwah”. 
Jakarta : Kencana, 2006. 
 Walgito,Bimo. Prof. Dr. (R004) “Pengantar Psikolagi Umum”. Yogyakarta :Andi Ofset
 Kartono, Kartini, “Psikologi Umum”. (Bandung: Mandar Maju,1996) 
 Irwanto, Drs.dkk. “Psikologi Umum”. Jakarta, 2002.

More Related Content

What's hot

Laporan kompos
Laporan komposLaporan kompos
Laporan kompos
Laode Syawal Fapet
 
116506971 contoh-laporan-survey
116506971 contoh-laporan-survey116506971 contoh-laporan-survey
116506971 contoh-laporan-survey
PT. Artha Ocean Light
 
TATA CARA PENYUSUNAN TOR
TATA CARA PENYUSUNAN TORTATA CARA PENYUSUNAN TOR
TATA CARA PENYUSUNAN TORJoko Riswanto
 
Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3
Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3
Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3natal kristiono
 
Makalah sosial budaya
Makalah sosial budayaMakalah sosial budaya
Makalah sosial budaya
Septian Muna Barakati
 
Laporan hasil wawancara kelompok 4
Laporan hasil wawancara   kelompok 4Laporan hasil wawancara   kelompok 4
Laporan hasil wawancara kelompok 4
Wahyuda5
 
MUTASI pada GENOM
MUTASI pada GENOMMUTASI pada GENOM
MUTASI pada GENOM
NURSAPTIA PURWA ASMARA
 
Kearifan lokal dalam bidang pertanian
Kearifan lokal dalam bidang pertanianKearifan lokal dalam bidang pertanian
Kearifan lokal dalam bidang pertanian
Anisa Salma
 
Contoh laporan praktikum monohibrid dan dihibrid
Contoh laporan praktikum monohibrid dan dihibridContoh laporan praktikum monohibrid dan dihibrid
Contoh laporan praktikum monohibrid dan dihibrid
denson siburian
 
MENGENAL METODE DAN TEHNIK (RRA) & (PRA) SEBAGAI PENDEKATAN PARTISIPATIF
MENGENAL METODE DAN TEHNIK (RRA) & (PRA) SEBAGAI PENDEKATAN  PARTISIPATIFMENGENAL METODE DAN TEHNIK (RRA) & (PRA) SEBAGAI PENDEKATAN  PARTISIPATIF
MENGENAL METODE DAN TEHNIK (RRA) & (PRA) SEBAGAI PENDEKATAN PARTISIPATIF
riyanto apri
 
Karya Tulis Ilmiah Tema Lingkungan (Pengelolaan Limbah Plastik)
Karya Tulis Ilmiah Tema Lingkungan (Pengelolaan Limbah Plastik)Karya Tulis Ilmiah Tema Lingkungan (Pengelolaan Limbah Plastik)
Karya Tulis Ilmiah Tema Lingkungan (Pengelolaan Limbah Plastik)
Muhammad Yasir Abdad
 
Laporan Praktikum Pupuk Kompos
Laporan Praktikum Pupuk KomposLaporan Praktikum Pupuk Kompos
Laporan Praktikum Pupuk KomposRizka Pratiwi
 
Contoh Modul
Contoh Modul Contoh Modul
Contoh Modul
Tatik prisnamasari
 
Perubahan politik dan konflik
Perubahan politik dan konflikPerubahan politik dan konflik
Perubahan politik dan konflik
Sylvia Marselis
 
Kasus kasus sosped, kelompok 1 agt-c
Kasus kasus sosped, kelompok 1 agt-cKasus kasus sosped, kelompok 1 agt-c
Kasus kasus sosped, kelompok 1 agt-chelenapakpahan
 
Proposal pengabdian masyarakat (Diajukan pada program PKM tahun 2013)
Proposal pengabdian masyarakat (Diajukan pada program PKM tahun 2013)Proposal pengabdian masyarakat (Diajukan pada program PKM tahun 2013)
Proposal pengabdian masyarakat (Diajukan pada program PKM tahun 2013)
Dede Mirda
 
Materi Genetik (DNA & RNA)
Materi Genetik (DNA & RNA)Materi Genetik (DNA & RNA)
Materi Genetik (DNA & RNA)
Rizki Nurul Zulda
 
DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF MASA ORDE BARU
DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF MASA ORDE BARUDAMPAK POSITIF DAN NEGATIF MASA ORDE BARU
DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF MASA ORDE BARU
nurindah_nurisa
 

What's hot (20)

Laporan kompos
Laporan komposLaporan kompos
Laporan kompos
 
116506971 contoh-laporan-survey
116506971 contoh-laporan-survey116506971 contoh-laporan-survey
116506971 contoh-laporan-survey
 
TATA CARA PENYUSUNAN TOR
TATA CARA PENYUSUNAN TORTATA CARA PENYUSUNAN TOR
TATA CARA PENYUSUNAN TOR
 
Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3
Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3
Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3
 
Makalah sosial budaya
Makalah sosial budayaMakalah sosial budaya
Makalah sosial budaya
 
Laporan hasil wawancara kelompok 4
Laporan hasil wawancara   kelompok 4Laporan hasil wawancara   kelompok 4
Laporan hasil wawancara kelompok 4
 
Peran fasilitator dalam peld
Peran fasilitator dalam peldPeran fasilitator dalam peld
Peran fasilitator dalam peld
 
Makalah "Kesetaraan Gender"
Makalah "Kesetaraan Gender"Makalah "Kesetaraan Gender"
Makalah "Kesetaraan Gender"
 
MUTASI pada GENOM
MUTASI pada GENOMMUTASI pada GENOM
MUTASI pada GENOM
 
Kearifan lokal dalam bidang pertanian
Kearifan lokal dalam bidang pertanianKearifan lokal dalam bidang pertanian
Kearifan lokal dalam bidang pertanian
 
Contoh laporan praktikum monohibrid dan dihibrid
Contoh laporan praktikum monohibrid dan dihibridContoh laporan praktikum monohibrid dan dihibrid
Contoh laporan praktikum monohibrid dan dihibrid
 
MENGENAL METODE DAN TEHNIK (RRA) & (PRA) SEBAGAI PENDEKATAN PARTISIPATIF
MENGENAL METODE DAN TEHNIK (RRA) & (PRA) SEBAGAI PENDEKATAN  PARTISIPATIFMENGENAL METODE DAN TEHNIK (RRA) & (PRA) SEBAGAI PENDEKATAN  PARTISIPATIF
MENGENAL METODE DAN TEHNIK (RRA) & (PRA) SEBAGAI PENDEKATAN PARTISIPATIF
 
Karya Tulis Ilmiah Tema Lingkungan (Pengelolaan Limbah Plastik)
Karya Tulis Ilmiah Tema Lingkungan (Pengelolaan Limbah Plastik)Karya Tulis Ilmiah Tema Lingkungan (Pengelolaan Limbah Plastik)
Karya Tulis Ilmiah Tema Lingkungan (Pengelolaan Limbah Plastik)
 
Laporan Praktikum Pupuk Kompos
Laporan Praktikum Pupuk KomposLaporan Praktikum Pupuk Kompos
Laporan Praktikum Pupuk Kompos
 
Contoh Modul
Contoh Modul Contoh Modul
Contoh Modul
 
Perubahan politik dan konflik
Perubahan politik dan konflikPerubahan politik dan konflik
Perubahan politik dan konflik
 
Kasus kasus sosped, kelompok 1 agt-c
Kasus kasus sosped, kelompok 1 agt-cKasus kasus sosped, kelompok 1 agt-c
Kasus kasus sosped, kelompok 1 agt-c
 
Proposal pengabdian masyarakat (Diajukan pada program PKM tahun 2013)
Proposal pengabdian masyarakat (Diajukan pada program PKM tahun 2013)Proposal pengabdian masyarakat (Diajukan pada program PKM tahun 2013)
Proposal pengabdian masyarakat (Diajukan pada program PKM tahun 2013)
 
Materi Genetik (DNA & RNA)
Materi Genetik (DNA & RNA)Materi Genetik (DNA & RNA)
Materi Genetik (DNA & RNA)
 
DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF MASA ORDE BARU
DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF MASA ORDE BARUDAMPAK POSITIF DAN NEGATIF MASA ORDE BARU
DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF MASA ORDE BARU
 

Viewers also liked

Presentasi geng motor meresahkan masyarakat
Presentasi geng motor meresahkan masyarakatPresentasi geng motor meresahkan masyarakat
Presentasi geng motor meresahkan masyarakat
krisna ristanti
 
Presentasi Kenakalan Remaja
Presentasi Kenakalan RemajaPresentasi Kenakalan Remaja
Presentasi Kenakalan Remaja
Takere Mae
 
Makalah dasar pancasila
Makalah dasar pancasilaMakalah dasar pancasila
Makalah dasar pancasilajoylanda
 
Kanakalan Remaja - Balap Liar
Kanakalan Remaja - Balap LiarKanakalan Remaja - Balap Liar
Kanakalan Remaja - Balap Liar
Ahla Hulaila
 
Kenakalan remaja ulfi
Kenakalan remaja ulfiKenakalan remaja ulfi
Kenakalan remaja ulfiulfiah92
 
Makalah ilmu sosial dan politik
Makalah ilmu sosial dan politikMakalah ilmu sosial dan politik
Makalah ilmu sosial dan politik
Sentra Komputer dan Foto Copy
 
Kerukunan Umat Beragama: konsep, peluang dan tantangan
Kerukunan Umat Beragama: konsep, peluang dan tantanganKerukunan Umat Beragama: konsep, peluang dan tantangan
Kerukunan Umat Beragama: konsep, peluang dan tantangan
Firman Nugraha
 
Kerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan Antar Umat BeragamaKerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan Antar Umat Beragama
Yopi Adie
 
Penyimpangan sosial
Penyimpangan sosial Penyimpangan sosial
Penyimpangan sosial Jeung Titiez
 
Kasus Tawuran
Kasus Tawuran Kasus Tawuran
Kasus Tawuran
Novi Wida
 
Tawuran pelajar
Tawuran pelajarTawuran pelajar
Tawuran pelajar
Vk'princess Imagination
 
Laporan Penelitian Sosiologi
Laporan  Penelitian SosiologiLaporan  Penelitian Sosiologi
Laporan Penelitian Sosiologi
Zufar Bhakti
 
Tawuran pelajar
Tawuran pelajarTawuran pelajar
Tawuran pelajar
Destu Ayu Hapsari
 
Ppt tawuran
Ppt tawuranPpt tawuran
Ppt tawuran
Wasis Manitis
 
tawuran antar pelajar (B.INDONESIA)
tawuran antar pelajar (B.INDONESIA)tawuran antar pelajar (B.INDONESIA)
tawuran antar pelajar (B.INDONESIA)
windyaulia1
 
Bullying
BullyingBullying
Bullying
Savira Aswanda
 
Strategi pembinaan kerukunan umat beragama
Strategi pembinaan kerukunan umat beragamaStrategi pembinaan kerukunan umat beragama
Strategi pembinaan kerukunan umat beragama
Firman Nugraha
 
Kerukunan antar umat beragama
Kerukunan antar umat beragamaKerukunan antar umat beragama
Kerukunan antar umat beragama
universitas negeri makassar
 

Viewers also liked (20)

Presentasi geng motor meresahkan masyarakat
Presentasi geng motor meresahkan masyarakatPresentasi geng motor meresahkan masyarakat
Presentasi geng motor meresahkan masyarakat
 
Makalah tawuran
Makalah tawuranMakalah tawuran
Makalah tawuran
 
Presentasi Kenakalan Remaja
Presentasi Kenakalan RemajaPresentasi Kenakalan Remaja
Presentasi Kenakalan Remaja
 
Makalah dasar pancasila
Makalah dasar pancasilaMakalah dasar pancasila
Makalah dasar pancasila
 
Kanakalan Remaja - Balap Liar
Kanakalan Remaja - Balap LiarKanakalan Remaja - Balap Liar
Kanakalan Remaja - Balap Liar
 
Kenakalan remaja ulfi
Kenakalan remaja ulfiKenakalan remaja ulfi
Kenakalan remaja ulfi
 
Makalah ilmu sosial dan politik
Makalah ilmu sosial dan politikMakalah ilmu sosial dan politik
Makalah ilmu sosial dan politik
 
Kerukunan Umat Beragama: konsep, peluang dan tantangan
Kerukunan Umat Beragama: konsep, peluang dan tantanganKerukunan Umat Beragama: konsep, peluang dan tantangan
Kerukunan Umat Beragama: konsep, peluang dan tantangan
 
Kerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan Antar Umat BeragamaKerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan Antar Umat Beragama
 
Penyimpangan sosial
Penyimpangan sosial Penyimpangan sosial
Penyimpangan sosial
 
Kasus Tawuran
Kasus Tawuran Kasus Tawuran
Kasus Tawuran
 
Tawuran pelajar
Tawuran pelajarTawuran pelajar
Tawuran pelajar
 
Laporan Penelitian Sosiologi
Laporan  Penelitian SosiologiLaporan  Penelitian Sosiologi
Laporan Penelitian Sosiologi
 
Tawuran pelajar
Tawuran pelajarTawuran pelajar
Tawuran pelajar
 
Ppt tawuran
Ppt tawuranPpt tawuran
Ppt tawuran
 
tawuran antar pelajar (B.INDONESIA)
tawuran antar pelajar (B.INDONESIA)tawuran antar pelajar (B.INDONESIA)
tawuran antar pelajar (B.INDONESIA)
 
Bullying
BullyingBullying
Bullying
 
Strategi pembinaan kerukunan umat beragama
Strategi pembinaan kerukunan umat beragamaStrategi pembinaan kerukunan umat beragama
Strategi pembinaan kerukunan umat beragama
 
Bullying di sekolah
Bullying di sekolahBullying di sekolah
Bullying di sekolah
 
Kerukunan antar umat beragama
Kerukunan antar umat beragamaKerukunan antar umat beragama
Kerukunan antar umat beragama
 

Similar to Makalah geng motor

Perilaku menyimpang pada_remaja
Perilaku menyimpang pada_remajaPerilaku menyimpang pada_remaja
Perilaku menyimpang pada_remaja
Aris Pratama
 
Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptx
Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptxBab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptx
Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptx
agus644999
 
bilangan aljabar
bilangan aljabarbilangan aljabar
Kenakalan remaja
Kenakalan remajaKenakalan remaja
Kenakalan remaja
afiqwm
 
Makalah kenakalan remaja
Makalah kenakalan remajaMakalah kenakalan remaja
Makalah kenakalan remaja
Septian Muna Barakati
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
asepsaefudin2009
 
Makalah Penyimpangan Sosial
Makalah Penyimpangan SosialMakalah Penyimpangan Sosial
Makalah Penyimpangan Sosial
Wiwit Alfyan
 
Eka nur fitriyani x.2 (penyimpangan sosial dan anti sosial)
Eka nur fitriyani x.2 (penyimpangan sosial dan anti sosial)Eka nur fitriyani x.2 (penyimpangan sosial dan anti sosial)
Eka nur fitriyani x.2 (penyimpangan sosial dan anti sosial)Eka Nur Fitriyani
 
kenakalan remaja
kenakalan remaja kenakalan remaja
kenakalan remaja
Yuandha Pratama
 
Premanisme
PremanismePremanisme
Premanisme
Nathania Salman
 
Kenakalan remaja
Kenakalan remajaKenakalan remaja
Kenakalan remajahellohary
 
Sosiologi
SosiologiSosiologi
Makalah interaksi sosial
Makalah  interaksi sosialMakalah  interaksi sosial
Makalah interaksi sosial
Septian Muna Barakati
 
X Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum 2013 2).pptx
X Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum 2013 2).pptxX Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum 2013 2).pptx
X Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum 2013 2).pptx
christin84
 
Perilaku menyimpang
Perilaku menyimpangPerilaku menyimpang
Perilaku menyimpangyogabenigno
 
08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja
08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja
08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja
Marulituazalukhu
 
kejahatan_dari_perspektif_sosiologis.pptx
kejahatan_dari_perspektif_sosiologis.pptxkejahatan_dari_perspektif_sosiologis.pptx
kejahatan_dari_perspektif_sosiologis.pptx
sofyanedy
 
Tugas peruu cetak
Tugas peruu cetakTugas peruu cetak
Tugas peruu cetak
Adwara Dhyatma
 

Similar to Makalah geng motor (20)

Perilaku menyimpang pada_remaja
Perilaku menyimpang pada_remajaPerilaku menyimpang pada_remaja
Perilaku menyimpang pada_remaja
 
Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptx
Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptxBab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptx
Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptx
 
Isbd q
Isbd qIsbd q
Isbd q
 
bilangan aljabar
bilangan aljabarbilangan aljabar
bilangan aljabar
 
Kenakalan remaja
Kenakalan remajaKenakalan remaja
Kenakalan remaja
 
Makalah kenakalan remaja
Makalah kenakalan remajaMakalah kenakalan remaja
Makalah kenakalan remaja
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
 
Makalah Penyimpangan Sosial
Makalah Penyimpangan SosialMakalah Penyimpangan Sosial
Makalah Penyimpangan Sosial
 
Eka nur fitriyani x.2 (penyimpangan sosial dan anti sosial)
Eka nur fitriyani x.2 (penyimpangan sosial dan anti sosial)Eka nur fitriyani x.2 (penyimpangan sosial dan anti sosial)
Eka nur fitriyani x.2 (penyimpangan sosial dan anti sosial)
 
kenakalan remaja
kenakalan remaja kenakalan remaja
kenakalan remaja
 
Premanisme
PremanismePremanisme
Premanisme
 
Kenakalan remaja
Kenakalan remajaKenakalan remaja
Kenakalan remaja
 
Sosiologi
SosiologiSosiologi
Sosiologi
 
Ips sosiologi
Ips sosiologiIps sosiologi
Ips sosiologi
 
Makalah interaksi sosial
Makalah  interaksi sosialMakalah  interaksi sosial
Makalah interaksi sosial
 
X Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum 2013 2).pptx
X Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum 2013 2).pptxX Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum 2013 2).pptx
X Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum 2013 2).pptx
 
Perilaku menyimpang
Perilaku menyimpangPerilaku menyimpang
Perilaku menyimpang
 
08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja
08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja
08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja
 
kejahatan_dari_perspektif_sosiologis.pptx
kejahatan_dari_perspektif_sosiologis.pptxkejahatan_dari_perspektif_sosiologis.pptx
kejahatan_dari_perspektif_sosiologis.pptx
 
Tugas peruu cetak
Tugas peruu cetakTugas peruu cetak
Tugas peruu cetak
 

Recently uploaded

HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MKHUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HarrySusanto18
 
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum PidanaHukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Pelita9
 
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptxPPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
NinaRahayuBelia
 
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).pptGratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
SardiPasaribu
 
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdfRUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
CI kumparan
 
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptxMATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
muhammadarsyad77
 

Recently uploaded (6)

HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MKHUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG - HUKUM ACARA MK
 
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum PidanaHukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
 
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptxPPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
PPT HUBUNGAN BISNIS BY NINA RAHAYU BELIA.pptx
 
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).pptGratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
 
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdfRUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
 
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptxMATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
 

Makalah geng motor

  • 1. Makalah Geng Motor Dan Punkkers Dalam Kehidupan Remaja " Makalah ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas kelompok Media Bimbingan dan Konseling. Makalah ini disusun berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada Geng Motor dan Anak Punk di Wilayah Gresik. Dosen Pembimbing : Drs. M. Nursalim, M.Si. & Najlatul Naqiyah, S.Ag.,M.Pd oleh Feri Kurniawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini punkkers dan geng-geng motor telah menjadi gejala sosial yang sangat meresahkan masyarakat. Kehadiran kelompok-kelompok remaja dengan penampilan khasnya itu identik dengan kekerasan. Melalui tayangan televisi, kita dapat menyimak mereka menjalankan aksi brutal di jalanan. Mereka juga digambarkan sebagai kaum remaja yang sering membuat keributan dan sudah dicap negative oleh kalangan masyarkat umum. Para anggota punk ini sering dikenal degan sebutan Punkers. Dalam bahasa psikoanalisis Sigmund Freud (1856-1939), kaum remaja itu lebih mengikuti kekuatan id (dorongan-dorongan agresif) ketimbang superego (hati nurani). Keberadaan ego (keakuan) mereka gagal untuk memediasi agresivitas menjadi aktivitas sosial yang dapat diterima dengan baik dalam kehidupan sosial (sublimasi). Namun, pendekatan psikologis itu sekadar mampu mengungkap persoalan dalam lingkup individual. Itu berarti nilai-nilai etis yang berdimensi sosial cenderung untuk dihilangkan. Padahal, kehadiran Punkers lebih banyak berkaitan dengan problem sosiologis.
  • 2. Definisi tentang kedua geng itu sendiri sangat jelas identik dengan kehidupan berkelompok. Hanya saja geng memang memiliki makna yang sedemikian negatif. Geng bukan sekadar kumpulan remaja yang bersifat informal. Geng (gank) adalah sebuah kelompok penjahat yang terorganisasi secara rapi. Dalam konsep yang lebih moderat, geng merupakan sebuah kelompok kaum muda yang pergi secara bersama-sama dan seringkali menyebabkan keributan. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang mengenai Punkers tersebut dapat di rumuskan beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut: 1. Mengapa ada sebagian kalangan remaja yang mudah terbujuk untuk mengikuti Punkkers dan geng-geng motor? 2. Benarkah seluruh fenomena itu sekadar persoalan psikologis, ataukah justru lebih bercorak sosiologis? Apabila problem sosial itu dilihat dari perspektif psikologistis, maka penilaian yang muncul adalah kaum remaja yang menjadi anggota Punkkers/geng tersebut sedang melampiaskan hasrat tersembunyinya. 3. Mengapa sekalipun geng identik dengan pola-pola sosial yang negatif, kaum remaja relatif mudah tergelincir memasuki kelompok sejenis itu? Apabila kita mengikuti pemikiran Jurgen Habermas, kaum remaja yang terlibat dalam kehidupan geng sebenarnya sedang mengalami distorsi komunikasi. Kaum remaja tidak mampu memahami atau sengaja tidak sudi untukmenyepakati aturan-aturan budaya, masyarakat, dan komunitas tempat berfungsinya dengan baik. Padahal, dalam aturan-aturan itu dapat ditelusuri latar belakang sosial dan kultural yang memberikan kemungkinan membayangkan diri kita dalam posisi orang lain. Komunikasi yang terdistorsi itulah, yang menjadikan anggota-anggota geng lebih permisif untuk melakukan kekerasan. Itu disebabkan karena mereka telah kehilangan sensitivitas terhadap kehadiran pihak lain. Bahkan rasa simpati dilenyapkan begitu saja. Tidak aneh, jika anggota-anggota Punkers memiliki preferensi untuk memaksa, dan setidaknya menggertak pihak yang dianggap lebih lemah untuk mengikuti kehendak mereka.
  • 3. Cara-cara kekerasan fisik dan verbal sengaja dilakukan untuk menundukkan pihak yang dipandang tidak sejalan. Itulah yang disebut sebagai praktik bullying yang dapat terjadi di lokasi mana pun, baik di sekolah maupun jalanan. Melalui pemahaman demikian, tampaknya lebih tepat apabila kehadiran Punkers dilihat sebagai gejala deviasi atau penyimpangan sosial. Kaum remaja yang terlibat dalam kehidupan geng sebenarnya sedang mengalami distorsi komunikasi. Kaum remaja tidak mampu memahami atau sengaja tidak sudi untuk menyepakati aturan-aturan budaya, masyarakat, dan komunitas tempat berfungsinya dengan baik. Hal tersebut dikarenakan para anggota Punkers secara sadar melakukan pelanggaran terhadap norma-norma sosial. Perasaan khawatir bahwa geng ini akan merebak atau menular layaknya bahaya patologis pun dapat dimengerti. Sebab, apa yang disebut sebagai kenakalan remaja tidak dapat lahir sendiri. Kenakalan atau penyimpangan sosial remaja, yang terlihat dengan bertumbuhnya geng, ditransmisikan dan dipelajari dari kelompok yang satu kepada kelompok yang lain. Terlebih lagi remaja sangat rentan untuk melakukan tindakan-tindakan peniruan, apalagi terhadap perilaku yang dianggap sebagai mode (fashion) yang menimbulkan heroisme dan rasa bangga. C. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendiskripsikan secara singkat tentang beberapa kenakalan remaja yang saat-saat ini berkembangbiak di masyarakat, terutama bagi kalangan remaja. Karena bagaimanapun remaja memiliki suatu ego yang besar sehingga sulit untuk mengontrol diri dari hal-hal negative. Hal ini desebabkan oleh minimnya penanaman nilai-nilai agama (akhlak) sehingga para remaja tidak memiliki benteng untuk menfilter maupun menghindari hal-hal negative tersebut. Hal ini diperkuat dengan lingkungan yang serba cuek ataupun bahkan memberikan contoh-contoh negative, sehingga semua hal-hal yang berbau negative seakan-akan mendapat pupuk ataupun angin segar untuk berkembangbiak. Karena bagaimanapun yang haq dan yang batil itu jelas jadi kita tidak boleh membiarkan yang batil itu berkembangbiak. Pepatah mengatakan janganlah engkau bermain-main dengan api, karena engkau pasti akan terkena percikannya. Dalam makalah ini kami mencoba untuk membahas secara singkat tentang punkkers dan geng motor.
  • 4. BAB II KAJIAN PUSTAKA Kenakalan remaja (Punkker dan Geng motor) dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang. Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988,26), mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang. Masalah sosial perilaku menyimpang dalam tulisan tentang “Punkers dan Geng motor Dalam Kehidupan Remaja” bisa melalui pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati belajar sosial (sosialisasi). Tentang perilaku disorder di kalangan anak dan remaja (Kauffman , 1989 : 6) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Ketidak berhasilan belajar sosial atau
  • 5. “kesalahan” dalam berinteraksi dari transaksi sosial tersebut dapat termanifestasikan dalam beberapa hal. Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu, misalnya (Eitzen, 1986 : 400), mengatakan tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di bawah standar, overcrowding, derajat kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil Sutherland dalam (Eitzen,1986) beranggapan bahwa seorang belajar untuk menjadi kriminal melalui interaksi. Apabila lingkungan interaksi cenderung devian, maka seseorang akan mempunyai kemungkinan besar untuk belajar tentang teknik dan nilai- nilai devian yang pada gilirannya akan memungkinkan untuk menumbuhkan tindakan kriminal. Mengenai pendekatan sistem, yaitu perilaku individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber masalah. Dikatakan oleh (Eitzen, 1986:10) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh karena hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pada masyarakat yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku. Di dalam masyarakat yang disorganisasi sosial, seringkali yang terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatan mengikat norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak memperoleh sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar. BAB III Diskusi Permasalahan Dan Pembahasan BERITA tentang perilaku punkkers dan geng motor akhir-akhir ini bisa dianggap sudah sangat meresahkan masyarakat, sehingga dapat dikategorikan sebagai kondisi patologi sosial,
  • 6. penyakit masyarakat yang perlu segera diobati. Lembaga kepolisian sampai mempermaklumkan akan menembak di tempat anggota Punkkers maupun geng motor yang melakukan kebrutalan. Perang antar Punkkers dan geng kerap menimbulkan korban luka hingga korban jiwa. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, saat ini aksi Punkers sudah bukan tawuran antar Punkkers lagi, namun sudah melibatkan masyarakat umum sebagai korban mereka. Subkultur geng anak muda, kata kriminolog Cloward dan Ohlin, akan tumbuh subur tergantung pada tipe atau cara pertentangan di mana mereka tinggal. Ada tiga tipe geng: Pertama, geng pencurian (thief gangs), mereka berkelompok melakukan pencurian yang mula-mula hanya untuk menguji keberanian anggota kelompok. Kedua, geng konflik (conflict-gangs) kelompok ini suka sekali mengekpresikan dirinya melalui perkelahian berkelompok supaya tampak gagah dan pemberani. Ketiga, geng pengasingan (retreats gangs), kelompok geng ini sengaja mengasingkan dirinya dengan kegiatan minum minuman keras, atau napza yang kerap dianggap sebagai suatu cara ”pelarian” dari alam nyata. Tetapi bisa saja sebuah geng memiliki lebih dari satu macam tipe. Dalam geng acapkali tumbuh subkultur kekerasan (subculture of violence). Munculnya subkultur itu disebabkan oleh adanya sekelompok orang yang memiliki sistem nilai yang berbeda dengan kultur dominan. Masing-masing subkultur memiliki nilai dan peraturan berbeda-beda yang kemudian mengatur anggota kelompoknya. Nilai-nilai itu terus berlanjut karena adanya perpindahan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Berlatar belakang pengetahuan tentang berbagai jenis geng, kini perlu diteliti secara objektif keberadaan komunitas Punk di Indonesia. Dari hasil penelitian punkkers maupun geng motor dapat diidentifikasi bercirikan: punya identitas (nama, ornamen pembeda, lambang, dsb). Kelompok ini identik dengan minuman keras, obat-obatan terlarang (ganja,sabu-sabu,ektasi,etc), freesexs, berkendaraan,bergerombol, dengan penampilan khasnya yang terlihat urak-urakan; dan memiliki semacam daerah kekuasaan, dan musuh berupa Punkers lainnya. 1. Karakteristik keanggotaan Karakteristik anggota Punkkers maupun geng motor adalah sebagai berikut: usia antara 14-32 tahun; kebanyakan berjenis kelamin laki-laki; sangat bangga dengan statusnya sebagai
  • 7. salah satu anggota Punkers; agresif dan menantang bahaya; tingkat pendidikan antara SMP sampai dengan perguruan tinggi; menjadi anggota Punkers atas ajakan rekan sekolah maupun lingkungan. Apabila geng mereka diekspos di media massa, mereka merasa sangat bangga, sehingga semakin berlomba-lomba untuk lebih banyak melakukan perilaku yang mereka anggap menimbulkan sensasi yang akan dipublikasikan oleh media. Kadang-kadang mereka tidak menyadari bahwa perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan kriminal. Misalnya merampas milik orang lain, melakukan tindak kekerasan, tawuran antargeng, dan melakukan pembunuhan terhadap anggota geng lain . Namun setelah kami melakukan interview langsug pada komunitas geng tersebut (Punkkers Gresik), semua realita diatas tidak sesuai dengan tujuan utama terbentuknya Punkkers dan geng-geng tersebut. Karena tujuan utama pendirian kelompok tersebut merupakan upaya (expresi) penolakan terhadap benyaknya peraturan-paraturan dalam masyarakat yang banyak membatasi kegiatan (aktivitas) mereka. Menurut hasil analisis kami, hal ini terjadi karena mereka tidak sadar bahwa ada kemungkinan terbuka peluang bagi para penjahat yang menyusup ke dalam punkkers maupun geng motor, sehingga masyarakat menganggap perilaku kriminal tersebut dilakukan oleh para remaja yang sebenarnya tidak berniat untuk melakukan tindak kriminal. Penyusupan tersebut sulit untuk diidentifikasikan, karena jumlah Punkers di kota-kota sangat banyak. Dan ketika melakukan operasi, mereka menggunakan penutup yang menutupi seluruh wajah. Jadi sulit sekali mengidentifikasi pelaku. Inilah yang membuat polisi melakukan tindakan represif dan mempermaklumkan tindakan tembak di tempat untuk para pelaku kekerasan dari geng motor. Namun demikian, polisi harus berhati-hati menumpas perilaku kriminal tersebut, sehingga masyarakat tidak resah, terutama bagi para orang tua yang kebetulan anak remajanya terlibat dalam Punkkers maupun geng motor. Polisi harus benar-benar bekerja keras untuk menyisir mana remaja yang delinquent dan mana para kriminal yang berkedok geng motor atupun punkkers juga provokator. Membubarkan atau melarang tumbuhnya Punkers bukan merupakan jalan keluar yang baik, bahkan akan jadi bumerang bagi penegakan hukum. Karena akan melahirkan masalah sosial yang baru; remaja akan kehilangan ruang publik untuk berekspresi diri, dan mencari kegiatan lain yang boleh jadi lebih patologis wujudnya, misalnya kebut-kebutan di jalan.
  • 8. 2. Faktor Kenakalan Remaja Berdasarkan perkembangan zaman saat ini adapun yang menjadi faktor-faktor penyebab kenakalan remaja saat ini adalah: 1. Faktor intern Faktor intern adalah faktor yang datangnya dari dalam tubuh remaja sendiri. Faktor intern ini jika mendapatkan contoh-contoh yang kurang mendidik dari tayangan televisi akan menimbulkan niat remaja untuk meniru adegan-adegan yang disaksikan pada isi program televisi tersebut. Khususnya menyangkut masalah pergaulan remaja di zaman sekarang yang makin berani mengedepankan nilai- nilai budaya luar yang tidak sesuai dengan adat budaya bangsa. Akhirnya keinginan meniru tersebut dilakukan hanya sekedar rasa iseng untuk mencari sensasi dalam lingkungan pergaulan dimana mereka bergaul tanpa batas dan norma agar dipandang oleh teman-temannya dan masyarakat sebagai remaja yang gaul dan tidak ketinggalan zaman. Timbulnya minat atau kesenangan remaja yang memang gemar menonton acara televisi tersebut dikarenakan kondisi remaja yang masih dalam tahap pubertas. Sehingga rasa ingin tahu untuk mencontoh berbagai tayangan tersebutyang dinilai kurang memberikan nilai moral bagi perkembangan remaja membuat mereka tertarik. Dan keinginan untuk mencari sensasipun timbul dengan meniru tayangan-tayangan tesebut, akibat dari kurangnya pengontrolan diri yang dikarenakan emosi jiwa remaja yang masih labil. 2. Faktor ekstern Faktor ekstern adalah faktor yang datangnya dari luar tubuh remaja. Faktor ini dapat disebut sebagai faktor lingkungan yang memberikan contoh atau teladan negatif serta didukung pula oleh lingkungan yang memberikan kesempatan. Hal ini disebabkan karena pengaruh trend media televisi saat ini yang banyak menampilkan edegan-adegan yang bersifat pornografi, kekerasan, hedonisme dan hal-hal yang menyimpang dari nilai moral dan etika bangsa saat ini. sepertinya media televisi telah memaksa remaja untuk larut dalam cerita-cerita yang mereka tampilkan seolah-olah memang begitulah
  • 9. pergaulan remaja seharusnya saat ini. Yang telah banyak teradopsi oleh nilai- nilai budaya luar yang kurang dapat mereka seleksi mana yang layak dan yang tidak layak untuk ditiru. 3. Minimnya perhatian dari Orang Tua dan Lingkungan Hal tersebut memberikan dampak buruk pula bagi remaja untuk mudah larut dalam hal-hal negatif. Baik dari tayangan televisi maupun dari pergaulan teman-temannya. Kurangnya perhatian orang tua banyak para remaja mencari perhatian didunia luar. Mereka cenderung melakukan atau mencari kesenangan di lingkungan pergaulannya. Ikut-ikutan dan tak lagi dapat membedakan yang mana baik dan buruk. Rasa takut hilang karena menganggap banyak temannya yang melakukan hal keliru tersebut. Hingga akhirnya ketergantungan dan mereka terus melakukannya berulang kali seperti halnya biasa dan membentuk sebuah budaya yang tak bisa lepas dari hidup mereka. Seperti mengkonsumsi minuman keras, narkoba dan kegiatan lain yang dinilai dapat memberikan kesenangan sesaat. Dan dampak dari kegiatan tersebut akan menciptakan orang-orang yang hedonis. Faktor lain yang juga ikut berperan menjadi alasan mengapa remaja saat ini memilih bergabung dengan geng motor adalah kurangnya sarana atau media bagi mereka untuk mengaktualisasikan dirinya secara positif. Begitu juga dengan keterlibatannya menjadi anak-anak punk. Remaja pada umumnya, lebih suka memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Namun, ajang-ajang lomba balap yang legal sangat jarang digelar. Padahal, ajang-ajang seperti ini sangat besar manfaatnya, selain dapat memotivasi untuk berprestasi, juga sebagai ajang aktualisasi diri. Karena sarana aktualisasi diri yang positif ini sulit mereka dapatkan, akhirnya mereka melampiaskannya dengan aksi ugal-ugalan di jalan umum yang berpotensi mencelakakan dirinya dan orang lain. 4. Pengendalian Dalam literatur sosiologi (Paul B Horton dan Chester L Hunt, 1964: 140-146, dan Alex Thio, 1989: 176-182), ada tiga cara yang dapat dikerahkan untuk mengatasi deviasi sosial.yaitu:
  • 10. Pertama, Internalisasi atau penanaman nilai-nilai sosial melalui kelompok informal atau formal. Lembaga-lembaga sosial, seperti keluarga dan sekolah, adalah kekuatan yang dapat membatasi meluasnya punkkers ataupun geng motor. Mekanisme pengendalian itu lazim disebut sebagai sosialisasi. Dalam proses sosialisasi itu, setiap unit keluarga dan sekolah memiliki tanggung jawab membentuk, menanamkan, dan mengorientasikan harapan-harapan, kebiasaan-kebiasaan, serta tradisi-tradisi yang berisi norma-norma sosial kepada remaja. Bahkan, hal yang harus ditegaskan adalah sosialisasi yang bersifat informal dalam lingkup keluarga jauh lebih efektif. Sebab, dalam domain sosial terkecil itu terdapat jalinan yang akrab antara orang tua dengan remaja. Kedua, penerapan hukum pidana yang dilakukan secara formal oleh pihak negara. Dalam kaitan itu, aparat penegak hukum, seperti kepolisian, pengadilan, dan lembaga pemenjaraan, digunakan untuk mengatasi geng motor maupun punkkers.Keuntungannya adalah penangkapan dan pemberian hukuman kepada anggota-anggota geng/punkkers yang melakukan tindakan kriminal mampu memberikan efek jera bagi anggota-anggota atau remaja lain. Kerugiannya, aplikasi hukum pidana membatasi kebebasan pihak lain yang tidak berbuat serupa. Bukankah dalam masyarakat ada kelompok-kelompok pengendara sepeda motor yang memiliki tujuan-tujuan baik, misalnya untuk menyalurkan hobi automotif? Selain itu bukankah ada juga pembentukan kelompok-kelompok yang bertujuan untuk positif? Seperti kelompok peduli lingkungan dan hutan Indonesia, etc. Ketiga, dekriminalisasi yang berarti bahwa eksistensi geng-geng motor ataupun punkkers justru diakui secara hukum oleh negara. Tentu saja, dekriminalisasi bukan bermaksud untuk melegalisasi kejahatan, kekerasan, dan berbagai pelanggaran norma-norma sosial yang dilakukan remaja. Dekriminalisasi memiliki pengertian sebagai “kejahatan yang tidak memiliki korban”. Prosedur yang dapat ditempuh adalah pihak pemerintah dan masyarakat membuka berbagai jenis ruang publik yang dapat digunakan kaum remaja untuk mengekspresikan keinginannya, terutama dalam menggunakan kendaraan bermotor. Lapangan terbuka atau arena balap bisa jadi merupakan jalan keluar terbaik. Kehadiran geng motor dan punkkers merupakan fenomena sosial yang harus direspons secara proporsional. Menanggapi kemunculan mereka dengan lagak sok moralistis atau menunjukkan sikap sebagai aparat negara dan orang tua yang sedemikian histeris, justru dengan mudah memancing kaum remaja menjadi semakin sinis.
  • 11. 4. Penanaman Nilai-nilai Agama Sebagai upaya preventif terhadap peningkatan jumlah anggota geng motor dan punkkers di kemudian hari, perlu dilakukan penanaman nilai-nilai agama sejak dini. terutama tentang akhlaq (moral dan etika). Dengan begitu anak akan mengetahui mana yang layak dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Sehingga pada saat mereka sudah mulai berinteraksi dengan masyarakat mereka tahu batasan-batasan dan aturan yang harus dipatuhi. Salah satu solusi yang bisa memperbaiki keadaan mereka secara efektif adalah peran; kepedulian; dan kasih sayang orang tua mereka sendiri. ”Solusi ini akan lebih efektif, mengingat penyebab utama mereka memilih geng motor dan punkkers sebagai bagian kehidupannya adalah karena mereka merasa jauh dari kasih sayang orang tua. Dalam menterapi anaknya yang sudah terlanjur terlibat anggota geng motor, orang tua bisa bekerja sama dengan psikolog yang mereka percayai. Sehingga secara pasikologis sedikit demi sedikit anak akan mendapatkan kembali kenyamanan berada dalam kasih sayang orang tua” selain itu kita sebagai mahluk Allah swt juga berkewajiban memasukkan nilai-nilai religius kepada para anak didik kita. Karena bagaimanapun kita harus mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetepkan oleh sang pencipta, selain itu yang menjadi benteng paling efektif untuk mencegah nilai- nilai negatif yang sudah dijelaskan diatas hanyalah agama”. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
  • 12. Tindak kekerasan yang dilakukan geng motor dan punkkers ini merupakan cermin kondisi masyarakat yang sedang sakit dan tengah mengalami krisis multidimensi yang berkepanjangan. Penanganan geng motor dan punkkers sendiri tidak dapat dilakukan secara represif karena anggota-anggotanya kebanyakan berasal dari kalangan remaja. ”Hukum memang harus ditegakkan, tetapi tetap harus dipilah-pilah”. Di tengah kondisi masyarakat yang sedang mengalami patologi, sanksi yang bersifat represif bukanlah obat yang mujarab. Bentuk sanksi yang bersifat represif seperti ancaman tembak di tempat maupun ancaman dikeluarkan dari sekolah, tidak tepat. Pasalnya sanksi represif justru tidak akan membuat anggota geng motor dan punkkers menjadi jera. Justru dikhawatirkan remaja yang menjadi anggota-anggotanya menjadi penjahat besar. Untuk anggota geng motor dan punkkers yang masih remaja, sebaliknya dilakukan pendekatan secara psikologis dan sosiologis. Penanganannya tetap perlu melibatkan masyarakat secara luas, terutama melibatkan peran orang tua secara aktif. Orang tua menjadi ujung tombak penting. Membubarkan geng motor juga bukan solusi yang tepat. hal itu malah menimbulkan tindak kriminalitas baru.Penanganan terhadap geng motor dan punkkers tak hanya sebatas dengan cara-cara hukum. ”Polisi tetap mengedepankan cara-cara lain dengan melibatkan orang tua, guru dan masyarakat secara luas Bagi anggota geng motor dan punkkers yang terbukti melakukan tindak kriminal, polisi tetap memberikan sanksi hukum. Sanksi hukum diharapkan dapat menjadi efek jera. berharap penanganan yang dilakukan dapat menjadi obat yang tepat. Sebab, jika obat tersebut keliru, dikhawatirkan di masa mendatang fenomena geng motor dan punkkers dengan aksi kekerasannya justru semakin marak. Jika melihat kenakalan remaja yang dilakukan oleh geng motor dan punnkers, maka saran yang dapat diajukan adalah: Pertama, sebaiknya masalah tindak pidana yang dilakukan oleh kelompok tersebut diatas diatur secara khusus dalam sebuah peraturan daerah (perda) yang tentu saja secara yuridis harus mengacu pada perundang-undangan yang lebih tinggi. Isi perda memuat ketentuan penanganan
  • 13. masalah kejahatan remaja yang meliputi empat unsur, yaitu unsur preventif, unsur represif, unsur kuratif, dan unsur koordinatif. Ketentuan sanksinya dibuat lebih tegas, tidak hanya terhadap pelaku tetapi juga kepada anggota kelompok geng lainnya yang mempengaruhi untuk melakukan tindak kejahatan. Dan yang sangat penting pula adanya penyuluhan hukum kepada anggota geng motor dan punnkers agar mereka ”melek hukum”. Kedua, penanganan masalah tindak pidana yang dilakukan geng motor dan punnkers harus melibatkan berbagai pihak dalam masyarakat. Upaya pembinaan dilakukan tidak hanya terhadap pelaku tindak pidana juga terhadap semua unsur dalam masyarakat, yaitu aparat penegak hukum, instansi terkait, dan masyarakat luas. Karena adanya aparat penegak hukum yang profesional mutlak diberlakukan dalam upaya penegak hukum. Begitu juga pada masyarakat, dengan dilakukannya pembinaan tersebut, diharapkan terjadi peningkatan kesadaran hukum masyarakat untuk mematuhi peraturan yang ada, tidak melakukan ejekan dan sangkaan buruk terhadap remaja yang tergabung dalam kelompok geng bermotor. Terutama peran pihak keluarga remaja diperlukan agar dapat lebih memperhatikan kebutuhan dan kasih sayang yang seharusnya didapatkan oleh para remaja seusianya, serta memberikan bimbingan yang lebih baik terhadap apa yang mereka lakukan. Ketiga, untuk remaja sendiri diperlukan sikap mawas diri dalam melihat kelemahan dan kekurangan diri sendiri dan melakukan introspeksi dan koreksi terhadap kekeliruan yang telah dilakukan. Sebaliknya, orang tua dan para pembina remaja harus memperbanyak kearifan, kebaikan, dan keadilan, agar orang dewasa dapat dijadikan panutan bagi anak-anak muda demi perkembangan dan proses kultivasi generasi muda penerus bangsa.*** DAFTAR PUSTAKA  Faizah, S.Ag, M.A dan H. Lalu Muchsin Effendi, Lc., M.A. “Psikologi Dakwah”. Jakarta : Kencana, 2006.  Walgito,Bimo. Prof. Dr. (R004) “Pengantar Psikolagi Umum”. Yogyakarta :Andi Ofset
  • 14.  Kartono, Kartini, “Psikologi Umum”. (Bandung: Mandar Maju,1996)  Irwanto, Drs.dkk. “Psikologi Umum”. Jakarta, 2002.