SlideShare a Scribd company logo
HUKUM DI INDONESIA 
MAKALAH 
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas 
Mata Kuliah Etika Profes Hukum 
Dosen Pembimbing: APIP NUR YAHYA, SH. 
Disusun Oleh: 
Nama : ROBIANTO 
NPM : 10.2222.1 
Tk./Smt. : Syari’ah/AS 
Fak. / Jur : III/V 
INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG 
SINGAPARNA TASIKMALAYA 
2012 
1
KATA PENGANTAR 
Bismillahirrahmanirrahim…… 
Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan 
nikmat yang tak terhingga, shalawat beserta salam marilah kita junjungkan kepada 
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita semua kepada kemenangan. 
Sehubungan dengan pembuatan makalah ini, kami ucapakan terima kasih 
kepada semua pihak yang mendukung terutama kepada dosen pembimbing kami 
yang telah memberikan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. 
Kami yakin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, 
karena masih dalam tahap pembelajaran, tapi meskipun demikian mudah-mudahan 
makalah ini bisa bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi 
masyarakat. 
Cipasung, Desember 2012 
Penyusun, 
i
DAFTAR ISI 
KATA PENGANTAR 
........................................................................................................................... 
........................................................................................................................... 
i 
DAFTAR ISI 
........................................................................................................................... 
........................................................................................................................... 
ii 
BAB I PENDAHULUAN 
......................................................................................................... 
......................................................................................................... 
1 
A. Latar Belakang Masalah 
................................................................................................... 
................................................................................................... 
1 
B. Perumusan Masalah 
................................................................................................... 
................................................................................................... 
2 
C. Tujuan Makalah 
................................................................................................... 
................................................................................................... 
2 
BAB II PEMBAHASAN 
......................................................................................................... 
......................................................................................................... 
3 
A. Baik Buruk Etika Hukum 
.................................................................................................... 
.................................................................................................... 
3 
ii
B. HAM 
.................................................................................................... 
.................................................................................................... 
8 
1. Pengertian HAM 
8 
2. Sejarah HAM 
10 
3. Perkembangan HAM di Indonesia 
11 
4. Dasar Hukum Pemberlakuan, Penegakan dan 
Penghormatan HAM di Indonesia 
17 
5. Pelaksanaan dan Penegakan HAM di Indonesia 
18 
C. Keadilan 
.................................................................................................... 
.................................................................................................... 
20 
1. Teori-teori Keadilan dalam Pandangan Hukum 
20 
2. Perspektif Keadilan Dalam Hukum Nasional 
25 
BAB III PENUTUP 
......................................................................................................... 
......................................................................................................... 
29 
A. Kesimpulan 
iii
.................................................................................................... 
.................................................................................................... 
29 
B. Saran 
.................................................................................................... 
.................................................................................................... 
29 
DAFTAR PUSTAKA 
iv
BAB I 
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang Masalah 
Bertitik tolak dari iman kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia 
percaya bahwa dirinya adalah makhluk ciptaan Tuhan.Manusia merupakan 
makhluk ciptaan Tuhan yang yang paling sempurna karena dilengkapi oleh 
penciptanya dengan akal, perasaan dan kehendak. 
Akal adalah alat berpikir , sebagai sumber ilmu dan teknologi. Dengan 
akal inilah manusia manusia menilai mana yang benar dan yang salah sebagai 
sumber nilai kebenaran. Perasaan adalah alat untuk menyatakan keindahan 
sebagai sumber seni, sehingga dengan perasaan orang manusia menilai mana 
yang indah dan mana yang jelek sebagai sumber nilai keindahan. 
Sedangkan kehendak adalah alat untuk menyatakan pilihan, sebagai sumber 
kebaikan. Sehingga dengan kehendak manusia menilai mana yang baik dan 
yang buruk, sebagai sumber nilai moral. 
Manusia dalam kehidupannya sudah menyadari bahwa yang benar, 
yang indah dan yang baik itu menyenangkan, membahagiakan, 
menenteramkan dan memuaskan manusia. Sebaliknya yang salah, yang jelek, 
dan yang buruk itu menyengsarakan, menyusahkan, dan membosankan 
manusia. Dari dua sisi yang bertolak belakang ini manusia adalah sumber 
penentu yang menimbang, menilai, memutuskan yang paling menguntungkan 
(nilai Moral). 
Soren Kierkegaard seorang filsuf Denmark pelopor ajaran 
eksistensialisme memandang bahwa eksistensi manusia dalam kontek 
kehidupan konkret adalah makhluk alamiah yang terikat dengan 
lingkungannya, memiliki sifat-sifat alamiah dan tunduk pada hukum alamiah. 
Kehidupan manusia bermula dari tarap estetis, kemudian meningkat ketarap 
etis, dan terakhir taraf religius. 
Pada taraf kehidupan etis manusia mampu menangkap alam sekitarnya 
sebagai alam yang mengagumkan dan mengungkapkannya kembali sebagai 
1
bentuk karya seni seperti lukisan,tarian nyanyian dan lain-lain. Pada taraf 
kehidupan etis, manusia meningkatkan kehidupan estetis ketaraf manusiawi 
dalam bentuk perbuatan bebas dan bertanggung jawab (nilai moral). 
Pada taraf kehidupan religius manusia menghayati pertemuannya dengan 
Tuhan penciptanya dalam bentuk takwa dimana makin dekat manusia dengan 
Tuhannya maka makin dekat pula dia pada kesempurnaan hidup dan semakin 
jauh dari kegelisahan dan keraguan. 
Theo Huijbers juga menyatakan bahwa martabat manusia itu 
menunjukkan bahwa manusia itu sebagai makhluk yang istimewa yang tiada 
bandingannya di Dunia. Keistimewaan tersebut tampak pada pangkatnya, 
bobotnya, relasinya, fungsinya sebagai manusia, bukan sebagai manusia 
individu melainkan sebagai anggota kelas manusia, yang berbeda dengan 
tumbuh-tumbuhan dan binatang. Sehingga dalam arti Universal semua 
manusia bernilai dan sesuai dengan nilainya itu maka manusia harus 
dihormati. 
Nilai dapat diartikan sebagai ukuran yang disadari atau tidak disadari 
oleh suatu masyarakat atau golongan untuk menetapkan apa yang benar , yang 
baik dan sebagainya. Nilai merupakan dasar bagi norma, dan norma adalah 
anggapan bagaimana seseorang harus berbuat atau tidak berbuat. 
Apabila dihubungkan dengan kegiatan Profesi hukum, maka kebutuhan 
manusia untuk memperoleh layanan hukum juga termasuk dalam lingkup 
dimensi budaya perilaku manusiawi yang dilandasi oleh nilai moral dan nilai 
kebenaran. Atas dasar ini, adalah beralasan bagi pengemban profesi hukum 
untuk memberikan layanan bantuan hukum yang sebaik-baiknya kepada klien 
yang membutuhkannya. Hak untuk memperoleh layanan dan kewajiban untuk 
memberikan layanan dibenarkan oleh dimensi budaya manusia. Namun dalam 
kenyataannya, manusia menyimpang dari dimensi budaya tersebut sehingga 
perilaku yang ditunjukkannya justru melanggar nilai moral dan nilai 
kebenaran yang seharusnya dia junjung tinggi. 
Mengapa terjadi pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran? 
Terjadinya pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran karena kebutuhan 
2
ekonomi yang terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan psikhis yang 
seharusnya berbanding sama. Usaha penyelesaiannya adalah tidak lain harus 
kembali kepada hakikat manusia dan untuk apa manusia itu hidup. Hakikat 
manusia adalah makhluk budaya yang menyadari bahwa yang benar, yang 
indah dan yang baik adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan 
kebutuhan psikhis dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia. 
Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan rohani tercapai dalam keadaan 
seimbang artinya perolehan dan pemanfaatan harta kekayaan terjadi dalam 
suasana tertib, damai dan serasi (nilai etis, moral). 
Tetapi karena manusia mempunyai keterbatasan, kelemahan, seperti 
berbuat khilaf, keliru,maka tidak mustahil suatu ketika akan terjadi 
penyimpangan atau pelanggaran kaidah sosial yang menimbulkan keadaan 
tidak tertib, tidak stabil, yang perlu dipulihkan kembali. 
Untuk menegakkan ketertiban dan menstabilkan keadaan diperlukan 
sarana pendukung, yaitu organisasi masyarakat dan organisasi Negara. Dalam 
bidang hukum organisasi masyarakat itu dapat berupa organisasi profesi 
hukum yang berpedoman pada kode etik. Dalam bidang kenegaraan, 
organisasi masyarakat itu adalah negara yang berpedoman pada Undang– 
Undang (hukum positif). Hukum positif merupakan bentuk konkret dari sistem 
nilai yang hidup dalam masyarakat. 
B. Perumusan Masalah 
1. Apakah yang dimaksud dengan baik-buruk etika hukum? 
2. Apakah yang dimaksud dengan HAM? 
3. Apakah yang dimaksud dengan peradilan? 
C. Tujuan Makalah 
1. Mengidentifikasi baik-buruk etika hukum. 
2. Memberikan interpretasi HAM dari berbagai sudut pandang. 
3. Menggali dan memberikan interpretasi tentang peradilan. 
3
BAB II 
PEMBAHASAN 
A. Baik Buruk Etika Hukum 
Pembahasan baik dan buruk erat kaitannya dengan etika. Sebelum 
mengkaji lebih dalam tentang baik dan buruk, maka akan disampaikan terlebih 
dahulu tentang etika hukum. 
Etika atau dalam bahasa Inggris disebut Ethics yang mengandung arti : 
Ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup 
dalam masyarakat; ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan 
kewajiban moral; kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dgn akhlak; nilai 
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. 
Secara etimologis etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos yang 
berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap. Aristoteles adalah 
filsuf pertama yang berbicara tentang etika secara kritis, reflektif, dan 
komprehensif. aristoles pula filsuf pertama yang menempatkan etika sebagai 
cabang filsafat tersendiri. Aristoteles dalam konteks ini lebih menyoal tentang 
hidup yang baik dan bagaimana pula mencapai hidup yang baik itu. yakni 
hidup yang bermutu/bermakna ketika manusia itu mencapai apa yang menjadi 
tujuan hidupnya. menurut Aristoteles denaih apa yang mencapai tujuan 
hidupnya berarti manusia itu mencapai dirinya sepenuh-penuhnya. manusia 
ingin meraih apa yang apa yang disebut nilai (value), dan yang menjadi tujuan 
akhir hidup manusia adalah kebahagiaan, eudaimonia. 
Perilaku menjadi obyek pembahasan etika, karena dalam perilaku 
manusia menampakkan berbagai model pilihan atau keputusan yang masuk 
dalam standar penilaian atau evaluasi, apakah perilaku itu mengandung 
kemanfaatan atau kerugian baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. 
Profesi hukum adalah profesi yang melekat pada dan dilaksanakan 
oleh aparatur hukum dalam suatu pemerintahan suatu negara (C.S.T. Kansil, 
2003 : 8). profesi hukum dari aparatur hukum negara Republik Indonesia 
4
dewasa ini diatur dalam ketetapan MPR II/MPR/1993 tentang Garis-Garis 
Besar Haluan Negara. 
Pengemban profesi hukum harus bekerja secara profesional dan 
fungsional, memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian, ketekunan. kritis, dan 
pengabdian yang tinggin karena mereka bertanggung jawab kepada diri 
sendiri dan sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha 
Esa. Pengemban profesi hukum bekerja sesuai dengan kode etik profesinya, 
apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode etik, mereka harus rela 
mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode etik. 
Biasanya dalam organisasi profesi, ada dewan kehormatan yang akan 
mengoreksi pelanggaran kode etik. 
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut 
pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan 
kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap 
profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis 
Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari 
kepribadian profesional hukum. 
1. Kejujuran 
Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional 
hukum mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik 
dan penuh tipu daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu: 
a. Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan 
melayani atau secara cuma-cuma 
b. Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, 
tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak 
memeras. 
2. Otentik 
Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan 
keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional 
hukum antara lain: 
a. tidak menyalahgunakan wewenang; 
5
b. tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan 
perbuatan tercela; 
c. mendahulukan kepentingan klien; 
d. berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata 
menunggu atasan; 
e. tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial. 
3. Bertanggung Jawab 
Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib 
bertanggung jawab, artinya: 
a. kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang 
termasuk lingkup profesinya ; 
b. bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan 
perkara cuma-cuma (prodeo); 
c. kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan 
kewajibannya. 
4. Kemandirian Moral 
Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak 
mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan 
memebetuk penilaian dan mempunyai pendirian sendiri. mandiri secara 
moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak 
terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), penyesuaian diri 
dengan nilai kesusilaan dan agama. 
5. Keberanian Moral 
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang 
menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian 
tersebut antara lain: 
a. menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli; 
b. menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang 
tidak sah. 
6
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa etika perofes hukum 
adalah Ilmu tentang kesusilaan, tentang apa yang baik dan apa yang buruk, 
yang patut dikerjakan seseorang dalam jabatannya sebagai pelaksana hukum 
dari hukum yang berlaku dalam suatu negara. sesuai dengan keperluan hukum 
bagi masyarakat Indonesi dewasa ini dikenal beberapa subyek hukum 
berpredikat profesi hukum yaitu: Polisi, Jaksa, Penasihat hukum (advokad, 
pengacara), Notaris, Jaksa, Polisi. 
Seluruh sektor kehidupan, aktivitas, pola hidup, berpolitik baik dalam 
lingkup mikro maupun makro harus selalu berlandaskan nilai-nilai etika. 
Urgensi etika adalah, pertama, dengan dipakainya etika dalam seluruh sektor 
kehidupan manusia baik mikro maupun makro diharapakan dapat terwujud 
pengendalian, pengawasan dan penyesuaian sesuai dengan panduan etika yang 
wajib dipijaki, kedua, terjadinya tertib kehidupan bermasyarakat, ketiga, dapat 
ditegakan nilai-nilai dan advokasi kemanusiaan, kejujuran, keterbukaan dan 
keadilan, keempat, dapat ditegakkannya (keinginan) hidup manusia, kelima, 
dapat dihindarkan terjadinya free fight competition dan abus competition dan 
terakhir yang dapat ditambahkan adalah penjagaan agar tetap berpegang teguh 
pada norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat sehingga tatanan 
kehidupan dapat berlangsung dengan baik. 
Urgensi atau pentingnya ber'etika sejak jaman Aristoteles menjadi 
pembahasan utama dengan tulisannya yang berjudul " Ethika Nicomachela". 
Aristoteles berpendapat bahwa tata pegaulan dan penghargaan seorang 
manusia, yang tidak didasarkan oleh egoisme atau kepentingan individu, akan 
tetapi didasarkan pada hal-hal yang altruistik, yaitu memperhatikan orang lain. 
Pandangan aristoles ini jelas, bahwa urgensi etika berkaitan dengan 
kepedulian dan tuntutan memperhatikan orang lain. Dengan berpegang pada 
etika, kehidupan manusia manjadi jauh lebih bermakna, jauh dari keinginan 
untuk melakukan pengrusakan dan kekacauan-kekacauan. 
Berlandaskan pada pengertian dan urgensi etika, maka dapat diperoleh 
suatu deskripsi umum, bahwa ada titik temu antara etika dan dengan hukum. 
Keduanya memiliki kesamaan substansial dan orientasi terhadap kepentingan 
7
dan tata kehidupan manusia. Dalam hal ini etika menekankan pembicaraannya 
pada konstitusi soal baik buruknya perilaku manusia. Perbuatan manusia dapat 
disebut baik, arif dan bijak bilamana ada ketentuan secara normatif yang 
merumuskan bahwa hal itu bertentangan dengan pesan-pesan etika. Begitupun 
seorang dapat disebut melanggar etika bilamana sebelumnya dalam kaidah-kaidah 
etika memang menyebutkan demikian. Sementara keterkaitannya 
dengan hukum, Paul Scholten menyebutkan, baik hukum maupun etika kedua-duanya 
mengatur perbuatan-perbuatan manusia sebagai manusia sebagai 
manusia, yaitu ada aturan yang mengharuskan untuk diikuti, sedangkan di sisi 
lain ada aturan yang melarang seseorang menjalankan sesuatu kegiatan, 
misalnya yang merugikan dan melanggar hak-hak orang lain. Pendapat 
Scholten menunjukan bahwa titik temu antara etika dengan hukum terletak 
pada muatan substansinya yang mengatur tentang perilaku-perilaku manusia. 
apa yang dilakukan oleh manusia selalu mendapatkan koreksi dari ketentuan-ketentuan 
hukum dan etika yang menentukannya; ada keharusan, perintah dan 
larangan, serta sanksi-sanksi. 
B. HAM 
1. Pengertian HAM 
Istilah Hak Asasi Manusia dalam beberapa bahasa asing dikenal 
dengan sebutan droit de l’home (perancis), yang berarti hak manusia, Human 
Rights (Inggris) atau mensen rechten (Belanda) yang dalam bahasa Indonesia 
disalin menjadi hak-hak kemanusian atau hak-hak asasi manusia. 
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri 
manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang diberikan 
oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak seperti hak untuk hidup, hak 
berkeluarga, hak untuk mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, 
hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan merupakan hak 
yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun, seperti yang 
tercantum pada rumusan hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam 
Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia vide Tap MPR No. XVII/MPR/1998. 
8
Hak asasi manusia (HAM) pada hakekatnya merupakan hak kodrati 
yang secara inheren melekat dalam setiap diri manusia sejak dilahirkan. 
Pengertian ini mnengandung arti bahwa HAM merupakan karunia dari yang 
maha kuasa kepada. 
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada diri 
manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai 
manusia. Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah 
diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya, atau kehadirannya 
di dalam kehidupan masyarakat. Hak Asasi bersifat umum (universal), karena 
diyakini beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras, agama, atau 
jenis kelamin. Dasar dari hak asasi, bahwa manusia harus memperoleh 
kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Hak 
Asasi manusia bersifat supralegal, artinya tidak bergantung kepada adanya 
suatu Negara atau undang-undang dasar, maupun kekuasaan pemerintah, 
bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi, karena hak asasi manusia dimiliki 
manusia bukan karena kemurahan atau pemberian pemerintah, melainkan 
Karena berasal dari sumber yang lebih tinggi. Disebut HAM karena melekat 
pada eksistensi manusia, yang bersifat universal, merata dan tidak dapat 
dialihkan. 
Karena HAM itu bersifat kodrati, sebenarnya ia tidak memrlukan 
legitimasi yuridis untuk pemberlakuannya dalam suatu system hukum nasional 
maupun Internasional. Sekalipun tidak ada perlindungan dan jaminan 
konstitusional terhadap HAM , hak itu tetap eksis dalam setiap diri manusia. 
Gagasan HAM yang bersifat teistik ini diakui kebenarannya sebagai nilai 
yang paling hakiki dalam diri manusia. Namun karena sebagian besar tata 
kehidupan manusia bersifat sekuler dan positivistic, maka eksistensi HAM 
memerlukan landasan yuridis untuk diberlakukan dalam mengatur kehidupan 
manusia. 
Perjuangan dan perkembangan hak-hak asasi manusia di setiap negara 
mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri sesuai dengan perjalanan 
hidup bangsanya, meskipun demikian sifat dan hakikat HAM di mana-mana 
9
pada dasarnya sama juga. Atas dasar itulah maka tidak ada orang atau badan 
manapun yang dapat mencabut hak itu dari tangan pemiliknya. Demikian pula 
tidak ada seorangpun diperkenankan untuk merampasnya, serta tidak ada 
kekuasaan apapun untuk membelenggungnya. 
2. Sejarah HAM 
Sejarah HAM dimulai pada saat berakhirnya Perang Dunia II. Dan, 
negara-negara penjajah berusaha menghapuskan segi-segi kebobrokan 
daripada penjajahan, sehingga pemikir-pemikir Barat mencetuskan konsep 
"Declaration of Human Rights" (DUHAM) pada tahun 1948. Semula Konsep 
HAM ini secara sukarela dijual ke semua negara yang sedang berkembang 
atau negara bekas jajahan namun tidak banyak mendapat respon. Banyak 
negara tidak bersedia menandatangani "Declaration of Human Rights". 
Hak Asasi Manusia (HAM) dilahirkan oleh sebuah komisi PBB yang 
dipimpin Eleanor Roosevelt, dan pada 10 Desember 1948 secara resmi 
diterima oleh PBB sebagai “Universal Declaration of Human Rights”. 
Universal Declaration of Human Rights (1948) memuat tiga puluh pasal, 
menjelaskan hak-hak sipil, politik, ekonomi, social dan kebudayaan yang 
fundamental yang harus dinikmati oleh manusia di dunia ini.Hal itu sesuai 
dengan pasal 1 piagam PBB, menegaskan salah satu tujuan PBB adalah untuk 
mencapai kerjasama internasiomal dalam mewujudkan dan mendorong 
penghargaan atas hak-hak asasi manusia dan kemerdekaan yang mendasari 
bagi semua orang, tanpa membedakan suku bangsa, kelamin, bahasa maupun 
agama. Pada awalnya deklarasi ini hanya mengikat secara formal dan moral 
anggota PBB, tetapi sejak 1957 dilengkapi 3 (tiga) perjanjian : 
a. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights 
b. International Covenant em civil and political rights 
c. Optional Protocol to the International covenant on civil and Political 
Rights 
Ketiga dokumen tersebut diterima Sidang Umum PBB 16 Desember 
1966, dan kepada anggota PBB diberi kesempatan untuk meratifikasinya. 
10
Setiap Negara yang meratifikasi dokumen tersebut, berarti terikat dengan 
ketentuan dokumen tersebut. Kovenan tersebut bertujuan memberi 
perlindungan atas hak-hak (rights) dan kebebasan (freedom) pribadi manusia. 
Setiap Negara yang meratifikasi kovenan tersebut, menghormati dan 
menjamin semua individu di wilayah kekuasaannya, dan mengakui kekuasaan 
pengadilan hak-hak yang diakui dalam kovenan tersebut, tanpa membedakan 
ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik, asal-usul 
kebangsaan atau social, harta milik, kelahiran atau status lainnya. Meskipun 
telah disepakati secara aklamasi oleh sejumlah anggota PBB, baru 10 tahun 
kemudian perjanjian itu dapat diberlakukan. Ini disebabkan pada tahun 1976, 
baru 35 negara bersedia meratifikasi. Bahkan tidak berbeda dengan Indonesia, 
Negara yang merasa dirinya champion dalam hak asasi manusia seperti USA 
dan Inggris hingga awal decade 1990-an belum meratifikasi kedua kovenan 
tersebut 
3. Perkembangan HAM di Indonesia 
Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat 
banyak sekali kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-kasus 
penggusuran rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan, 
pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para pengguna 
jalan raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki 
Berikut adalah perkembangan HAM di Indonesia 
a. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 ) 
1) Boedi Oetomo 
Dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah 
memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat 
melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun 
dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran 
HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan 
mengeluarkan pendapat. 
11
2) Perhimpunan Indonesia; Lebih menitikberatkan pada hak untuk 
menentukan nasib sendiri. 
3) Sarekat Islam; Menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh 
penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi 
rasial. 
4) Partai Komunis Indonesia; Sebagai partai yang berlandaskan paham 
Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan 
menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi. 
5) Indische Partij; Pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak 
untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang 
sama dan hak kemerdekaan. 
6) Partai Nasional Indonesia; Mengedepankan pada hak untuk 
memperoleh kemerdekaan. 
7) Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia 
Menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan 
pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan 
berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam 
penyelenggaraan Negara. Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga 
terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan 
Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad 
Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi 
dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan 
kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang 
layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak 
untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan 
lisan. 
b. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang ) 
1) Periode 1945 – 1950 
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada 
hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi 
12
politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan 
pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat 
legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan 
masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. 
komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan 
dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.Langkah 
selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan 
partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah 
tanggal 3 November 1945. 
2) Periode 1950 – 1959 
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia 
dikenal dengan sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran 
HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat 
membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat 
demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di 
kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan 
pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang” 
dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli 
hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak 
tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing – 
masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul 
menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain 
dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan 
demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat 
resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya 
sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif 
terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM 
mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya 
kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. 
13
3) Periode 1959 – 1966 
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah 
sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno 
terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi 
terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. 
Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan 
inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam 
tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi 
pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik. 
4) Periode 1966 – 1998 
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke 
Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM.Pada masa awal 
periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu 
seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang 
merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan 
HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah 
Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional 
Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical 
review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam 
rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui 
Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan 
dalam piagam tentang Hak – hakAsasiManusiadanHak – hak serta 
KewajibanWarga negara. Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970- 
an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami 
kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan 
ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif 
yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif 
terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan 
bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan 
nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta 
bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana 
14
tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan 
dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah 
ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan 
oleh Negara – Negara Barat untukmemojokkan. 
Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Meskipun 
dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, 
pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama 
dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya 
Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhadap 
penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui 
pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan 
pelanggaran HAM yang terjadi seprtikasus Tanjung Priok, kasus 
Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan 
sebagainya.Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 
1990-an Nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena 
terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensive 
menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan 
dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah 
terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi 
Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan 
KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini 
bertugas untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, serta 
member pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal 
pelaksanaan HAM. 
5) Periode 1998 – sekarang 
Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan 
dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di 
Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa 
kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan dengan pemajuan 
dan perlindungan HAM.Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan 
perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM 
15
dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. 
Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan 
ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan 
HAM diadopsi dari hokum dan instrument Internasional dalam bidang 
HAM. 
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui 
dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan 
secara konsisten. Pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa 
penentuan perundang–undangan tentang HAM seperti amandemen 
konstitusi Negara ( Undang–undangDasar 1945 ), ketetapan MPR 
( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan 
ketentuan perundang–undangan lainnya. 
Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde 
Baru ke masa Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut 
pelanggaran HAM ini. Peristiwa 1998 yang berujung penguduran diri 
Presiden Soeharto pada waktu itu sebetulnya adalah puncak dari segala 
peristiwa yang terjadi sebelumnya. 
Pada masa pemerintahan yang sangat represif, banyak aktifis 
yang tiba-tiba hilang tak tahu di mana rimbanya. Disinyalir kuat 
mereka telah diculik dan dibunuh oleh tangan-tangan penguasa pada 
waktu itu. 
Aksi demo besar-besaran mahasiswa dari seluruh Indonesia 
juga menyimpan sejumlah kasus pelanggaran HAM oleh aparat 
keamanan terhadap rakyat sipil. Semuanya berlangsung secara 
sporadic dan sangat massif pada waktu itu. Karena institusi hukum 
telah dikuasai oleh penguasa, maka HAM adalah alat yang digunakan 
untuk menjerat para pelaku pelanggaran tersebut. Bahkan ketika masa 
reformasi, cara-cara pelenyapan aktifis masih juga terjadi. Masih segar 
dalam ingatan kita bagaimana almarhum Munir yang tewas secara 
mendadak dalam perjalanannya ke Belanda. Di dalam darahnya 
16
ditemukan racun jenis arsen yang melewati ambang batas normal. 
Diduga kuat dia telah dengan sengaja diracun. 
4. Dasar Hukum Pemberlakuan, Penegakan dan Penghormatan HAM di 
Indonesia 
Istilah atau perkataan hak asasi manusia itu sendiri sebenarnya tidak 
dijumpai dalam UUD 1945 baik dalam pembukaan, batang tubuh, maupun 
penjelasannya. Istilah yang dapat ditemukan adalah pencantuman dengan 
tegas perkataan hak dan kewajiban warga negara, dan hak-hak Dewan 
Perwakilan Rakyat. Baru setelah UUD 1945 mengalami perubahan atau 
amandemen kedua, istilah hak asasi manusia dicantumkan secara tegas. 
Guna lebih memantapkan perhatian atas perkembangan HAM di 
Indonesia, oleh berbagai kalangan masyarakat (organisasi maupun lembaga), 
telah diusulkan agar dapat diterbitkannya suatu Ketetapan MPR yang memuat 
piagam hak-hak asasi Manusia atau Ketetapan MPR tentang GBHN yang 
didalamnya memuat operasionalisasi daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban 
asasi manusia Indonesia yang ada dalam UUD 1945. 
Akhirnya ketetapan MPR RI yang diharapkan memuat secara adanya 
HAM itu dapat diwujudkan dalam masa Orde Reformasi, yaitu selama Sidang 
Istimewa MPR yangberlangsung dari tanggal 10 sampai dengan 13 November 
1988. Dalam rapat paripurna ke-4 tanggal 13 November 1988, telah 
diputuskan lahirnya Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1988 tentang Hak 
Asasi Manusia. Kemudian Ketetapan MPR tersebut menjadi salah satu acuan 
dasar bagi lahirnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang 
disahkan pada tanggal 23 september 1999. 
Undang-Undang ini kemudian diikuti lahirnya Perpu No. 1 Tahun 
1999 yang kemudian disempurnakan dan ditetapkan menjadi UU No. 26 
Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. 
Sebagai bagian dari HAM, sebelumnya telah pula lahir UU No. 9 
Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum 
17
yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 oktober 1998, serta 
dimuat dalam LNRI Tahun 1999 No. 165. 
Di samping itu, Indonesia telah merativikasi pula beberapa konvensi 
internasional yang mengatur HAM, antara lain : 
1. Deklarasi tentang Perlindungan dan Penyiksaan, melalui UU No. 5 Tahun 
1998. 
2. Konvensi mengenai Hak Politik Wanita 1979, melalui UU No. 68 Tahun 
1958. 
3. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap wanita, 
melalui UU No. 7 Tahun 1984. 
4. Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak, melalui Keppres No. 36 Tahun 
1990. 
5. Konvensi tentang Ketenagakerjaan, melalui UU No. 25 Tahun 1997, yang 
pelaksanaannya ditangguhkan sementara. 
6. Konvensi tentang Penghapusan Bentuk Diskriminasi Ras Tahun 1999, 
melalui UU No. 29 Tahun 1999. 
5. Pelaksanaan dan Penegakan HAM di Indonesia 
Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif 
dengan tegaknya negara hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS 
HAM dan Pengadilan HAM, regulasi hukum HAM dengan ditetapkannya UU 
No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya para hakim ad 
hoc, akan lebih menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat. Artinya 
kebenaran hukum dan keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap warganegara 
secara egaliter. 
Disadari atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah 
terhadap penegakkan HAM, hal itu akan berimplikasi terhadap budaya politik 
yang lebih sehat dan proses demokratisasi yang lebih cerah. Dan harus 
disadari pula bahwa kebutuhan terhadap tegaknya HAM dan keadilan itu 
memang memerlukan proses dan tuntutan konsistensi politik. Begitu pula 
18
keberadaan budaya hukum dari aparat pemerintah dan tokoh masyarakat 
merupakan faktor penentu (determinant) yang mendukung tegaknya HAM. 
Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu 
menjadi sorotan tajam dan bahan perbincangan terus-menerus, baik karena 
konsep dasarnya yang bersumber dari UUD 1945 maupun dalam realita 
praktisnya di lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-pelanggaran. 
Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan 
kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan 
sulit mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap 
hak-hak orang lain. 
Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue 
mengenai HAM di Indonesia bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang 
sangat mencolok. Gerak yang cepat tersebut terutama karena memang telah 
terjadi begitu banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang sederhana sampai 
pada pelanggaran HAM berat(gross human right violation). Disamping itu 
juga karena gigihnya organisasi-organisasi masyarakat dalam 
memperjuangkan pemajuan dan perlindungan HAM 
Masalah Hak Azasi Manusia (HAM) “populer” di Indonesia pada 
masa pemerintahan Orde Baru. Di masa ini banyak peristiwa yang dinilai 
merupakan pelanggaran HAM. 
Pada dasarnya HAM terdapat pada UUD 1945 BAB X-A pasal 28-A 
sampai dengan pasal 28-J. Sebagian kalangan menafsirkan, dengan adanya 
dasar hukum tersebut maka masyarakat Indonesia berhak atas pengakuan, 
jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang 
sama dihadapan hukum (UUD 1945 Amandemen ke-2 pasal 28-D ayat 1). 
Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat 
banyak sekali kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-kasus 
penggusuran rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan, 
pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para pengguna 
jalan raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki. 
19
Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke 
masa Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut pelanggaran HAM ini. 
Peristiwa 1998 yang berujung penguduran diri Presiden Soeharto pada waktu 
itu sebetulnya adalah puncak dari segela peristiwa yang terjadi sebelumnya. 
C. Keadilan 
1. Teori-teori Keadilan dalam Pandangan Hukum 
Teori-teori Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap 
mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam 
mengutamakan “the search for justice”. Berbagai macam teori mengenai 
keadilan dan masyarakat yang adil. Teori-teori ini menyangkut hak dan 
kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Diantara teori-teori 
itu dapat disebut : teori keadilan Aristoteles dalam bukunya 
nicomachean ethics dan teori keadilan sosial John Rawl dalam bukunya a 
theory of justice dan teori hukum dan keadilan Hans Kelsen dalam bukunya 
general theory of law and state. 
a. Teori Keadilan Aritoteles 
Pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam 
karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Spesifik dilihat 
dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi 
keadilan, yang, berdasarkan filsafat hukum Aristoteles, mesti dianggap 
sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan 
dalam kaitannya dengan keadilan”. 
Pada pokoknya pandangan keadilan ini sebagai suatu pemberian 
hak persamaan tapi bukan persamarataan. Aristoteles membedakan hak 
persamaanya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak dipandangan 
manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah yang dapat 
dipahami bahwa semua orang atau setiap warga negara dihadapan hukum 
sama. Kesamaan proposional memberi tiap orang apa yang menjadi 
haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah dilakukanya. 
20
Lebih lanjut, keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi 
kedalam dua macam keadilan, keadilan “distributief” dan keadilan 
“commutatief”. Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan 
kepada tiap orang porsi menurut pretasinya. Keadilan commutatief 
memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan 
prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar 
menukar barang dan jasa. Dari pembagian macam keadilan ini 
Aristoteles mendapatkan banyak kontroversi dan perdebatan. 
Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, 
honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa 
didapatkan dalam masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian” 
matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah 
distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang 
berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan 
distribusi yang sesuai degan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi 
masyarakat. 
b. Teori Keadilan John Rawls 
Beberapa konsep keadilan yang dikemukakan oleh Filsuf 
Amerika di akhir abad ke-20, John Rawls, seperi A Theory of justice, 
Politcal Liberalism, dan The Law of Peoples, yang memberikan pengaruh 
pemikiran cukup besar terhadap diskursus nilai-nilai keadilan. 
John Rawls yang dipandang sebagai perspektif “liberal-egalitarian 
of social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah 
kebajikan utama dari hadirnya institusi-institusi sosial (social 
institutions). Akan tetapi, kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat 
mengesampingkan atau menggugat rasa keadilan dari setiap orang yang 
telah memperoleh rasa keadilan. Khususnya masyarakat lemah pencari 
keadilan. 
Secara spesifik, John Rawls mengembangkan gagasan mengenai 
prinsip-prinsip keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep 
21
ciptaanya yang dikenal dengan “posisi asali” (original position) dan 
“selubung ketidaktahuan” (veil of ignorance). 
Pandangan Rawls memposisikan adanya situasi yang sama dan 
sederajat antara tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Tidak ada 
pembedaan status, kedudukan atau memiliki posisi lebih tinggi antara 
satu dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan lainnya dapat 
melakukan kesepakatan yang seimbang, itulah pandangan Rawls sebagai 
suatu “posisi asasli” yang bertumpu pada pengertian ekulibrium reflektif 
dengan didasari oleh ciri rasionalitas (rationality), kebebasan (freedom), 
dan persamaan (equality) guna mengatur struktur dasar masyarakat 
(basic structure of society). 
Sementara konsep “selubung ketidaktahuan” diterjemahkan oleh 
John Rawls bahwa setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh 
fakta dan keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi sosial 
dan doktrin tertentu, sehingga membutakan adanya konsep atau 
pengetahuan tentang keadilan yang tengah berkembang. Dengan konsep 
itu Rawls menggiring masyarakat untuk memperoleh prinsip persamaan 
yang adil dengan teorinya disebut sebagai “Justice as fairness”. 
Dalam pandangan John Rawls terhadap konsep “posisi asasli” 
terdapat prinsip-prinsip keadilan yang utama, diantaranya prinsip 
persamaan, yakni setiap orang sama atas kebebasan yang bersifat 
universal, hakiki dan kompitabel dan ketidaksamaan atas kebutuhan 
sosial, ekonomi pada diri masing-masing individu. 
Prinsip pertama yang dinyatakan sebagai prinsip kebebasan yang 
sama (equal liberty principle), seperti kebebasan beragama (freedom of 
religion), kemerdekaan berpolitik (political of liberty), kebebasan 
berpendapat dan mengemukakan ekpresi (freedom of speech and 
expression), sedangkan prinsip kedua dinyatakan sebagai prinsip 
perbedaan (difference principle), yang menghipotesakan pada prinsip 
persamaan kesempatan (equal oppotunity principle). 
22
Lebih lanjut John Rawls menegaskan pandangannya terhadap 
keadilan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi 
kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, 
memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang 
paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, 
mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi 
sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik. 
Dengan demikian, prinsip perbedaan menuntut diaturnya struktur 
dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek 
mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas 
diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang 
beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal: 
Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi 
ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi 
sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap 
aturan harus meposisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan 
kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum 
lemah. 
c. Teori Keadilan Hans Kelsen 
Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state, 
berpandangan bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat 
dinyatakan adil apabila dapat mengatur perbuatan manusia dengan cara 
yang memuaskan sehingga dapat menemukan kebahagian didalamnya. 
Pandangan Hans Kelsen ini pandangan yang bersifat positifisme, 
nilai-nilai keadilan individu dapat diketahui dengan aturan-aturan hukum 
yang mengakomodir nilai-nialai umum, namun tetap pemenuhan rasa 
keadilan dan kebahagian diperuntukan tiap individu. 
Lebih lanjut Hans Kelsen mengemukakan keadilan sebagai 
pertimbangan nilai yang bersifat subjektif. Walaupun suatu tatanan yang 
adil yang beranggapan bahwa suatu tatanan bukan kebahagian setiap 
perorangan, melainkan kebahagian sebesar-besarnya bagi sebanyak 
23
mungkin individu dalam arti kelompok, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan 
tertentu, yang oleh penguasa atau pembuat hukum, dianggap 
sebagai kebutuhan-kebutuhan yang patut dipenuhi, seperti kebutuhan 
sandang, pangan dan papan. Tetapi kebutuhan-kebutuhan manusia yang 
manakah yang patut diutamakan. Hal ini apat dijawab dengan 
menggunakan pengetahuan rasional, ang merupakan sebuah 
pertimbangan nilai, ditentukan oleh faktor-faktor emosional dn oleh 
sebab itu bersifat subjektif. 
Sebagai aliran posiitivisme Hans Kelsen mengakui juga bahwa 
keadilan mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda 
atau hakikat manusia, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. 
Pemikiran tersebut diesensikan sebagai doktrin yang disebut hukum 
alam. Doktrin hukum alam beranggapan bahwa ada suatu keteraturan 
hubungan-hubungan manusia yang berbeda dari hukum positif, yang 
lebih tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari alam, dari 
penalaran manusia atau kehendak Tuhan. 
Pemikiran tentang konsep keadilan, Hans Kelsen yang menganut 
aliran positifisme, mengakui juga kebenaran dari hukum alam. Sehingga 
pemikirannya terhadap konsep keadilan menimbulkan dualisme antara 
hukum positif dan hukum alam. 
Menurut Hans Kelsen: 
“Dualisme antara hukum positif dan hukum alam menjadikan 
karakteristik dari hukum alam mirip dengan dualisme metafisika 
tentang dunia realitas dan dunia ide model Plato. Inti dari fislafat 
Plato ini adalah doktrinnya tentang dunia ide. Yang mengandung 
karakteristik mendalam. Dunia dibagi menjadi dua bidang yang 
berbeda : yang pertama adalah dunia kasat mata yang dapa 
itangkap melalui indera yang disebut realitas; yang kedua dunia 
ide yang tidak tampak.” 
Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans 
Kelsen : pertama tentang keadilan dan perdamaian. Keadilan yang 
bersumber dari cita-cita irasional. Keadilan dirasionalkan melalui 
pengetahuan yang dapat berwujud suatu kepentingan-kepentingan yang 
24
pada akhirnya menimbulkan suatu konflik kepentingan. Penyelesaian 
atas konflik kepentingan tersebut dapat dicapai melalui suatu tatatanan 
yang memuaskan salah satu kepentingan dengan mengorbankan 
kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi 
menuju suatu perdamaian bagi semua kepentingan. 
Kedua, konsep keadilan dan legalitas. Untuk menegakkan diatas 
dasar suatu yang kokoh dari suatu tananan sosial tertentu, menurut Hans 
Kelsen pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu peraturan 
umum adalah “adil” jika ia bena-benar diterapkan, sementara itu suatu 
peraturan umum adalah “tidak adil” jika diterapkan pada suatu kasus dan 
tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa. Konsep keadilan dan 
legalitas inilah yang diterapkan dalam hukum nasional bangsa Indonesia, 
yang memaknai bahwa peraturan hukum nasional dapat dijadikan sebagai 
payung hukum (law unbrella) bagi peraturan peraturan hukum nasional 
lainnya sesuai tingkat dan derajatnya dan peraturan hukum itu memiliki 
daya ikat terhadap materi-materi yang dimuat (materi muatan) dalam 
peraturan hukum tersebut. 
2. Perspektif Keadilan Dalam Hukum Nasional 
Pandangan keadilan dalam hukum nasional bersumber pada dasar 
negara. Pancasila sebagai dasar negara atau falsafah negara (fiolosofische 
grondslag) sampai sekarang tetap dipertahankan dan masih tetap dianggap 
penting bagi negara Indonesia. Secara aksiologis, bangsa Indonesia 
merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila). 
Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang 
berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial. 
Sebagai pendukung nilai, bangsa Indnesialah yang menghargai, 
mengakui, serta menerima Pancasila sebagai suatu bernilai. Pengakuan, 
penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan 
tampak merefleksikan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuata bangsa 
Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan, atau penghargaan itu direfleksikan 
25
dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan manusia dan bangsa Indonesia 
dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap, tingkah laku, dan 
perbuatan manusia Indonesia. Oleh karenanya Pancasila sebagai suatu sumber 
hukum tertinggi secara irasional dan sebagai rasionalitasnya adalah sebagai 
sumber hukum nasional bangsa Indonesia. 
Pandangan keadilan dalam hukum nasional bangsa Indonesia tertuju 
pada dasar negara, yaitu Pancasila, yang mana sila kelimanya berbunyi : 
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Yang menjadi persoalan 
sekarang adalah apakah yang dinamakan adil menurut konsepsi hukum 
nasional yang bersumber pada Pancasila. 
Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya mengemukakan pendapat-pendapat 
tentang apakah yang dinamakan adil, terdapat tigal hal tentang 
pengertian adil. 
(1) “Adil” ialah : meletakan sesuatu pada tempatnya. 
(2) “Adil” ialah : menerimahak tanpa lebih dan memberikan orang lain tanpa 
kurang. 
(3) “Adil” ialah : memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa 
lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak dalam keadaan yang sama, 
dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan 
kesalahan dan pelanggaran”. 
Untuk lebih lanjut menguraikan tentang keadilan dalam perspektif 
hukum nasional, terdapat diskursus penting tentang adil dan keadilan sosial. 
Adil dan keadilan adalah pengakuan dan perlakukan seimbang antara hak dan 
kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakukan yang seimbang hak dan 
kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui “hak hidup”, maka 
sebaliknya harus mempertahankan hak hidup tersebut denga jalan bekerja 
keras, dan kerja keras yang dilakukan tidak pula menimbulkan kerugian 
terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama (hak 
untuk hidup) sebagaimana halnya hak yang ada pada diri individu. 
26
Dengan pengakuan hak hidup orang lain, dengan sendirinya 
diwajibkan memberikan kesempatan kepada orang lain tersebut untuk 
mempertahankan hak hidupnya. 
Konsepsi demikian apabila dihubungkan dengan sila kedua dari 
Pancasila sebagai sumber hukum nasional bangsa Indonesia, pada hakikatnya 
menginstruksikan agar senantiasa melakukan perhubungan yang serasi antar 
manusia secara individu dengan kelompok individu yang lainnya sehingga 
tercipta hubungan yang adil dan beradab. 
Hubungan adil dan beradab dapat diumpamakan sebagai cahaya dan 
api, bila apinya besar maka cahayanya pun terang : jadi bila peradabannya 
tinggi, maka keadilanpun mantap. 
Lebih lanjut apabila dihubungkan dengan “keadilan sosial”, maka 
keadilan itu harus dikaitkan dengan hubungan-hubungan kemasyarakatan. 
Keadilan sosial dapat diartikan sebagai : 
(1) Mengembalikan hak-hak yang hilang kepada yang berhak. 
(2) Menumpas keaniayaan, ketakutan dan perkosaan dan pengusaha-pengusaha. 
(3) Merealisasikan persamaan terhadap hukum antara setiap individu, 
pengusaha-pengusaha dan orang-orang mewah yang didapatnya dengan 
tidak wajar”. 
Sebagaimana diketahui bahwa keadilan dan ketidakadilan tidak dapat 
dipisahkan dari hidup dan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari 
sering dijumpai orang yang “main hakim sendiri”, sebenarnya perbuatan 
itu sama halnya dengan perbuatan mencapai keadilan yang akibatnya terjadi 
ketidakadilan, khususnya orang yang dihakimi itu. 
Keadilan sosial menyangkut kepentingan masyarakat dengan 
sendirinya individu yang berkeadilan sosial itu harus menyisihkan kebebasan 
individunya untuk kepentingan Individu yang lainnya 
Hukum nasional hanya mengatur keadilan bagi semua pihak, oleh 
karenanya keadilan didalam perspektif hukum nasional adalah keadilan yang 
menserasikan atau menselaraskan keadilan-keadilan yang bersifat umum 
27
diantara sebagian dari keadilan-keadilan individu. Dalam keadilan ini lebih 
menitikberatkan pada keseimbangan antara hak-hak individu masyarakat 
dengan kewajiban-kewajiban umum yang ada didalam kelompok masyarakat 
hukum. 
28
BAB III 
PENUTUP 
A. Kesimpulan 
Dari uraian yang telah disampaikan di atas dapat dibuatkan kesimpulan 
sebagai berikut: 
1. Baik buruk etika hukum suatu ukuran dalam etika profesi hukum ketika 
seorang pemangku hukum menjalankan tugasnya sebagai profesi hukum, 
apakah tindakan yang dijalankannya melanggar etika hukum atau tidak. 
2. adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu 
manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak asasi manusia 
adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya 
bersamaan dengan kelahirannya, atau kehadirannya di dalam kehidupan 
masyarakat. 
3. Adil dan keadilan adalah pengakuan dan perlakukan seimbang antara hak 
dan kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakukan yang seimbang hak 
dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui “hak hidup”, 
maka sebaliknya harus mempertahankan hak hidup tersebut denga jalan 
bekerja keras, dan kerja keras yang dilakukan tidak pula menimbulkan 
kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang 
sama (hak untuk hidup) sebagaimana halnya hak yang ada pada diri 
individu 
B. Saran 
Akhir dari rangkaian penyusunan makalah ini akan disampaikan saran-saran 
sebagai berikut: 
1. Seorang praktisi hukum wajib menjalankan tugasnya harus sesuai dengan 
peraturan yang telah ditetapkan dalam kode etik profesi hukum. 
2. Semua orang harus dapat menjaga dan menghormati HAM sebagai hak 
dasar dengan berprinsip pada keadilan. 
29
DAFTAR PUSTAKA 
Apeldoorn, L..J. Van. 1996. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita. 
Friedrich, Carl Joachim. 2004. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: 
Nuansa dan Nusamedia. 
Huijbers, Theo. 1995. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: 
Kanisius. 
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma. 
Kansil C.S.T. 2005. Modul Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: PT 
Pradnya Paramita. 
Lunis, Suhrawardi K. 2000. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 
Sadjiman, Djunaedi. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Daerah :Tanpa Nama 
Penerbit. 
Sumarsono, dkk. 2006. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia Pustaka 
Utama. 
Tresna, R. 1975. Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad. Jakarta: W. Versluys 
N.V. 
Ubaedillah, Abdul Rozak. t.th. Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat 
Madani. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 
30

More Related Content

What's hot

Makalah Etika Profesi Advokat
Makalah Etika Profesi AdvokatMakalah Etika Profesi Advokat
Makalah Etika Profesi AdvokatZainal Abidin
 
HUKUM PERDATA & HUKUM DAGANG
HUKUM PERDATA & HUKUM DAGANGHUKUM PERDATA & HUKUM DAGANG
HUKUM PERDATA & HUKUM DAGANGFair Nurfachrizi
 
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismLatar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismIsnaldi Utih
 
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukumBenda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukumrabu12
 
Sosiologi hukum
Sosiologi hukumSosiologi hukum
Sosiologi hukumMeehawk
 
Presentasi etika profesi hukum
Presentasi etika profesi hukumPresentasi etika profesi hukum
Presentasi etika profesi hukumAnto Neo Madani
 
Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusussesukakita
 
Tujuan hukum adat
Tujuan hukum adatTujuan hukum adat
Tujuan hukum adatNuelnuel11
 
Teori dalam hukum internasional 2
Teori dalam hukum internasional 2Teori dalam hukum internasional 2
Teori dalam hukum internasional 2Warnet Raha
 
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...Idik Saeful Bahri
 
Hukum pidana bagian II
Hukum pidana bagian IIHukum pidana bagian II
Hukum pidana bagian IIyahyaanto
 
Prinsip Hukum Islam
Prinsip Hukum IslamPrinsip Hukum Islam
Prinsip Hukum IslamVallen Hoven
 
Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1villa kuta indah
 
Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional Fenti Anita Sari
Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional  Fenti Anita SariTugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional  Fenti Anita Sari
Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional Fenti Anita SariFenti Anita Sari
 
BAB IV STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM.pptx
BAB IV STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM.pptxBAB IV STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM.pptx
BAB IV STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM.pptxdillaayuna
 

What's hot (20)

Makalah Etika Profesi Advokat
Makalah Etika Profesi AdvokatMakalah Etika Profesi Advokat
Makalah Etika Profesi Advokat
 
HUKUM PERDATA & HUKUM DAGANG
HUKUM PERDATA & HUKUM DAGANGHUKUM PERDATA & HUKUM DAGANG
HUKUM PERDATA & HUKUM DAGANG
 
Asas Asas Hukum Pidana
Asas Asas Hukum PidanaAsas Asas Hukum Pidana
Asas Asas Hukum Pidana
 
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismLatar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
 
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukumBenda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
 
Kriminologi
KriminologiKriminologi
Kriminologi
 
Sosiologi hukum
Sosiologi hukumSosiologi hukum
Sosiologi hukum
 
Presentasi etika profesi hukum
Presentasi etika profesi hukumPresentasi etika profesi hukum
Presentasi etika profesi hukum
 
Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusus
 
Hukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di IndonesiaHukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia
 
Tujuan hukum adat
Tujuan hukum adatTujuan hukum adat
Tujuan hukum adat
 
Hukum agraria
Hukum agraria   Hukum agraria
Hukum agraria
 
Teori dalam hukum internasional 2
Teori dalam hukum internasional 2Teori dalam hukum internasional 2
Teori dalam hukum internasional 2
 
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
 
Hukum pidana bagian II
Hukum pidana bagian IIHukum pidana bagian II
Hukum pidana bagian II
 
Prinsip Hukum Islam
Prinsip Hukum IslamPrinsip Hukum Islam
Prinsip Hukum Islam
 
Hukum kewarisan perdata
Hukum kewarisan perdataHukum kewarisan perdata
Hukum kewarisan perdata
 
Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1
 
Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional Fenti Anita Sari
Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional  Fenti Anita SariTugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional  Fenti Anita Sari
Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional Fenti Anita Sari
 
BAB IV STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM.pptx
BAB IV STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM.pptxBAB IV STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM.pptx
BAB IV STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM.pptx
 

Viewers also liked

Silabus etika profesi hukum
Silabus etika profesi hukumSilabus etika profesi hukum
Silabus etika profesi hukumFitria Novita
 
Makalah etika profesi hukum
Makalah etika profesi hukumMakalah etika profesi hukum
Makalah etika profesi hukumyulitania
 
Makalah Etika dan Profesional
Makalah Etika dan ProfesionalMakalah Etika dan Profesional
Makalah Etika dan ProfesionalRirin Febriyanti
 
Etika terhadap diri sendiri,orang lain,dan lingkungan hidup
Etika terhadap diri sendiri,orang lain,dan lingkungan hidupEtika terhadap diri sendiri,orang lain,dan lingkungan hidup
Etika terhadap diri sendiri,orang lain,dan lingkungan hidupNadya Syabilla Arviadea
 
Makalah etika dan profesi
Makalah etika dan profesiMakalah etika dan profesi
Makalah etika dan profesisiti partimah
 
Makalah etika profesi
Makalah etika profesiMakalah etika profesi
Makalah etika profesimaulidiahsiti
 
Makalah eksistensialisme
Makalah eksistensialismeMakalah eksistensialisme
Makalah eksistensialismeErna Mariana
 
Makul Etika Profesi Kelompok 3 ETIK,ETIKA,NORMA DAN MORAL
Makul Etika Profesi Kelompok 3 ETIK,ETIKA,NORMA DAN MORALMakul Etika Profesi Kelompok 3 ETIK,ETIKA,NORMA DAN MORAL
Makul Etika Profesi Kelompok 3 ETIK,ETIKA,NORMA DAN MORAL Pet-pet
 
Etika profesi bab 1 pendahuluan
Etika profesi  bab 1  pendahuluanEtika profesi  bab 1  pendahuluan
Etika profesi bab 1 pendahuluanHaryadi Mukmin
 
Profesi-Profesi di Bidang Hukum
Profesi-Profesi di Bidang HukumProfesi-Profesi di Bidang Hukum
Profesi-Profesi di Bidang HukumAdi Sudradjat
 
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILAIMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILAMuhamad Yogi
 
Makalah etika keperawatan dalam hukum keperawatan
Makalah etika keperawatan  dalam hukum keperawatanMakalah etika keperawatan  dalam hukum keperawatan
Makalah etika keperawatan dalam hukum keperawatanOperator Warnet Vast Raha
 
Buku Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam (Kumpulan Makalah Perkuliahan)
Buku Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam (Kumpulan Makalah Perkuliahan)Buku Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam (Kumpulan Makalah Perkuliahan)
Buku Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam (Kumpulan Makalah Perkuliahan)kipanji
 
Makalah Moral/Akhlaq
Makalah Moral/AkhlaqMakalah Moral/Akhlaq
Makalah Moral/AkhlaqErna Mariana
 

Viewers also liked (20)

Silabus etika profesi hukum
Silabus etika profesi hukumSilabus etika profesi hukum
Silabus etika profesi hukum
 
Makalah etika profesi hukum
Makalah etika profesi hukumMakalah etika profesi hukum
Makalah etika profesi hukum
 
Makalah Etika dan Profesional
Makalah Etika dan ProfesionalMakalah Etika dan Profesional
Makalah Etika dan Profesional
 
Etika terhadap diri sendiri,orang lain,dan lingkungan hidup
Etika terhadap diri sendiri,orang lain,dan lingkungan hidupEtika terhadap diri sendiri,orang lain,dan lingkungan hidup
Etika terhadap diri sendiri,orang lain,dan lingkungan hidup
 
Makalah etika dan profesi
Makalah etika dan profesiMakalah etika dan profesi
Makalah etika dan profesi
 
Cara cara pemberian-obat
Cara cara pemberian-obatCara cara pemberian-obat
Cara cara pemberian-obat
 
Makalah etika profesi
Makalah etika profesiMakalah etika profesi
Makalah etika profesi
 
etika profesi
etika profesietika profesi
etika profesi
 
Makalah eksistensialisme
Makalah eksistensialismeMakalah eksistensialisme
Makalah eksistensialisme
 
Makul Etika Profesi Kelompok 3 ETIK,ETIKA,NORMA DAN MORAL
Makul Etika Profesi Kelompok 3 ETIK,ETIKA,NORMA DAN MORALMakul Etika Profesi Kelompok 3 ETIK,ETIKA,NORMA DAN MORAL
Makul Etika Profesi Kelompok 3 ETIK,ETIKA,NORMA DAN MORAL
 
Etika profesi bab 1 pendahuluan
Etika profesi  bab 1  pendahuluanEtika profesi  bab 1  pendahuluan
Etika profesi bab 1 pendahuluan
 
Makalah kode etik
Makalah kode etikMakalah kode etik
Makalah kode etik
 
Profesi-Profesi di Bidang Hukum
Profesi-Profesi di Bidang HukumProfesi-Profesi di Bidang Hukum
Profesi-Profesi di Bidang Hukum
 
Makalah peran polisi sebagai penegak hukum
Makalah peran polisi sebagai penegak hukumMakalah peran polisi sebagai penegak hukum
Makalah peran polisi sebagai penegak hukum
 
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILAIMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA
 
Kode Etik Profesi
Kode Etik ProfesiKode Etik Profesi
Kode Etik Profesi
 
Makalah etika
Makalah etikaMakalah etika
Makalah etika
 
Makalah etika keperawatan dalam hukum keperawatan
Makalah etika keperawatan  dalam hukum keperawatanMakalah etika keperawatan  dalam hukum keperawatan
Makalah etika keperawatan dalam hukum keperawatan
 
Buku Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam (Kumpulan Makalah Perkuliahan)
Buku Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam (Kumpulan Makalah Perkuliahan)Buku Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam (Kumpulan Makalah Perkuliahan)
Buku Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam (Kumpulan Makalah Perkuliahan)
 
Makalah Moral/Akhlaq
Makalah Moral/AkhlaqMakalah Moral/Akhlaq
Makalah Moral/Akhlaq
 

Similar to Makalah Etika profesi hukum

Agama islam dan budaya
Agama islam dan budayaAgama islam dan budaya
Agama islam dan budayaPuspa Sari
 
makalah etika profesi tentang hacker
makalah etika profesi tentang hackermakalah etika profesi tentang hacker
makalah etika profesi tentang hackerHendra Kurniawan
 
MAKALAH KELOMPOK 1 WSB3.docx
MAKALAH KELOMPOK 1 WSB3.docxMAKALAH KELOMPOK 1 WSB3.docx
MAKALAH KELOMPOK 1 WSB3.docxIppang4
 
Antropologi (makalah masyarakat dan kelompok sosial)
Antropologi (makalah masyarakat dan kelompok sosial)Antropologi (makalah masyarakat dan kelompok sosial)
Antropologi (makalah masyarakat dan kelompok sosial)tita_chubie
 
Argumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.pdf
Argumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.pdfArgumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.pdf
Argumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.pdfZukét Printing
 
Argumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.docx
Argumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.docxArgumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.docx
Argumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.docxZukét Printing
 
Makalah manusia sebagai makhluk sosial
Makalah manusia sebagai makhluk sosialMakalah manusia sebagai makhluk sosial
Makalah manusia sebagai makhluk sosialFirman Putra Pratama
 
Makalah manusia sebagai makhluk sosial dan individu
Makalah manusia sebagai makhluk sosial dan individuMakalah manusia sebagai makhluk sosial dan individu
Makalah manusia sebagai makhluk sosial dan individuFirman Putra Pratama
 
TUGAS 2-UAS_RESUME AGAMA ISLAM_ANGGI RAHMAT G.docx.pdf
TUGAS 2-UAS_RESUME AGAMA ISLAM_ANGGI RAHMAT G.docx.pdfTUGAS 2-UAS_RESUME AGAMA ISLAM_ANGGI RAHMAT G.docx.pdf
TUGAS 2-UAS_RESUME AGAMA ISLAM_ANGGI RAHMAT G.docx.pdfAnggiRahmatGinanjar
 
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docxpdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docxINTANAMALINURAWALIA
 
Tugas civic education (lidya mar'athus sholihah 2012730136)
Tugas civic education (lidya mar'athus sholihah 2012730136)Tugas civic education (lidya mar'athus sholihah 2012730136)
Tugas civic education (lidya mar'athus sholihah 2012730136)Lidya Dalovya
 
Makalah (filsafat olga)
Makalah (filsafat olga)Makalah (filsafat olga)
Makalah (filsafat olga)Tobi Dwi
 
Makalah filsafat tujuan kemanusiaa untuk saling menghormati antar manusia
Makalah filsafat tujuan kemanusiaa untuk saling menghormati antar manusiaMakalah filsafat tujuan kemanusiaa untuk saling menghormati antar manusia
Makalah filsafat tujuan kemanusiaa untuk saling menghormati antar manusiaJayaCatur
 
Makala Masyarakat Desa Dan Kota
Makala Masyarakat Desa Dan KotaMakala Masyarakat Desa Dan Kota
Makala Masyarakat Desa Dan Kotarobiyanto
 
Makalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budayaMakalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budayaRianrinaldi130700
 

Similar to Makalah Etika profesi hukum (20)

Agama islam dan budaya
Agama islam dan budayaAgama islam dan budaya
Agama islam dan budaya
 
Agama
AgamaAgama
Agama
 
Agama
AgamaAgama
Agama
 
makalah etika profesi tentang hacker
makalah etika profesi tentang hackermakalah etika profesi tentang hacker
makalah etika profesi tentang hacker
 
Peran umat beragama
Peran umat beragama Peran umat beragama
Peran umat beragama
 
MAKALAH KELOMPOK 1 WSB3.docx
MAKALAH KELOMPOK 1 WSB3.docxMAKALAH KELOMPOK 1 WSB3.docx
MAKALAH KELOMPOK 1 WSB3.docx
 
Antropologi (makalah masyarakat dan kelompok sosial)
Antropologi (makalah masyarakat dan kelompok sosial)Antropologi (makalah masyarakat dan kelompok sosial)
Antropologi (makalah masyarakat dan kelompok sosial)
 
Argumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.pdf
Argumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.pdfArgumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.pdf
Argumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.pdf
 
Argumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.docx
Argumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.docxArgumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.docx
Argumentasi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat.docx
 
Makalah manusia sebagai makhluk sosial
Makalah manusia sebagai makhluk sosialMakalah manusia sebagai makhluk sosial
Makalah manusia sebagai makhluk sosial
 
Makalah manusia sebagai makhluk sosial dan individu
Makalah manusia sebagai makhluk sosial dan individuMakalah manusia sebagai makhluk sosial dan individu
Makalah manusia sebagai makhluk sosial dan individu
 
TUGAS 2-UAS_RESUME AGAMA ISLAM_ANGGI RAHMAT G.docx.pdf
TUGAS 2-UAS_RESUME AGAMA ISLAM_ANGGI RAHMAT G.docx.pdfTUGAS 2-UAS_RESUME AGAMA ISLAM_ANGGI RAHMAT G.docx.pdf
TUGAS 2-UAS_RESUME AGAMA ISLAM_ANGGI RAHMAT G.docx.pdf
 
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docxpdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
 
Hilda
HildaHilda
Hilda
 
Tugas civic education (lidya mar'athus sholihah 2012730136)
Tugas civic education (lidya mar'athus sholihah 2012730136)Tugas civic education (lidya mar'athus sholihah 2012730136)
Tugas civic education (lidya mar'athus sholihah 2012730136)
 
Makalah (filsafat olga)
Makalah (filsafat olga)Makalah (filsafat olga)
Makalah (filsafat olga)
 
Makalah filsafat tujuan kemanusiaa untuk saling menghormati antar manusia
Makalah filsafat tujuan kemanusiaa untuk saling menghormati antar manusiaMakalah filsafat tujuan kemanusiaa untuk saling menghormati antar manusia
Makalah filsafat tujuan kemanusiaa untuk saling menghormati antar manusia
 
RI dan MR agama
RI dan MR agamaRI dan MR agama
RI dan MR agama
 
Makala Masyarakat Desa Dan Kota
Makala Masyarakat Desa Dan KotaMakala Masyarakat Desa Dan Kota
Makala Masyarakat Desa Dan Kota
 
Makalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budayaMakalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budaya
 

Recently uploaded

Visitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat II
Visitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat IIVisitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat II
Visitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat IITri Widodo W. UTOMO
 
Presentasi Dokumentasi Saran Kebijakan.pptx
Presentasi Dokumentasi Saran Kebijakan.pptxPresentasi Dokumentasi Saran Kebijakan.pptx
Presentasi Dokumentasi Saran Kebijakan.pptxIpinTriono
 
2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx
2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx
2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptxHasmiSabirin1
 
Panduan Aplikasi ASIK pengelola program imunisasi
Panduan Aplikasi ASIK pengelola program imunisasiPanduan Aplikasi ASIK pengelola program imunisasi
Panduan Aplikasi ASIK pengelola program imunisasiixanzzz
 
STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL SOSIAL KULTURAL.pdf
STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL  SOSIAL KULTURAL.pdfSTANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL  SOSIAL KULTURAL.pdf
STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL SOSIAL KULTURAL.pdfkemendagatang
 
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
 
manajemen kearsipan subjek peralatan dan perlengkapan tentang kearsipan din...
manajemen kearsipan subjek  peralatan dan perlengkapan tentang kearsipan  din...manajemen kearsipan subjek  peralatan dan perlengkapan tentang kearsipan  din...
manajemen kearsipan subjek peralatan dan perlengkapan tentang kearsipan din...yennylampouw
 
LAPORAN TRIWULAN I _JAN_MRT_PMI SLEMAN 2024 halamn 1-3.pdf
LAPORAN TRIWULAN I _JAN_MRT_PMI SLEMAN 2024 halamn 1-3.pdfLAPORAN TRIWULAN I _JAN_MRT_PMI SLEMAN 2024 halamn 1-3.pdf
LAPORAN TRIWULAN I _JAN_MRT_PMI SLEMAN 2024 halamn 1-3.pdfSarjuri Sleman
 
Rencana Kerja PMI DI Yogyakarta Tahun 2024
Rencana Kerja PMI DI Yogyakarta  Tahun 2024Rencana Kerja PMI DI Yogyakarta  Tahun 2024
Rencana Kerja PMI DI Yogyakarta Tahun 2024Sarjuri Sleman
 
EVALUASI HASIL PENILAIAN KEPATUHAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
EVALUASI HASIL PENILAIAN KEPATUHAN  PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIKEVALUASI HASIL PENILAIAN KEPATUHAN  PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
EVALUASI HASIL PENILAIAN KEPATUHAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIKWulanHandayani19
 
UU Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua UU 6 Tahun 2014
UU Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua UU 6 Tahun 2014UU Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua UU 6 Tahun 2014
UU Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua UU 6 Tahun 2014FatihazmiSyihab
 
Materi Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptx
Materi Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptxMateri Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptx
Materi Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptxadilaks
 

Recently uploaded (12)

Visitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat II
Visitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat IIVisitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat II
Visitasi Kepemimpinan Nasional - PKN Tingkat II
 
Presentasi Dokumentasi Saran Kebijakan.pptx
Presentasi Dokumentasi Saran Kebijakan.pptxPresentasi Dokumentasi Saran Kebijakan.pptx
Presentasi Dokumentasi Saran Kebijakan.pptx
 
2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx
2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx
2024 Sosialisasi Penulisan Ijazah DS (1).pptx
 
Panduan Aplikasi ASIK pengelola program imunisasi
Panduan Aplikasi ASIK pengelola program imunisasiPanduan Aplikasi ASIK pengelola program imunisasi
Panduan Aplikasi ASIK pengelola program imunisasi
 
STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL SOSIAL KULTURAL.pdf
STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL  SOSIAL KULTURAL.pdfSTANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL  SOSIAL KULTURAL.pdf
STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL SOSIAL KULTURAL.pdf
 
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023
 
manajemen kearsipan subjek peralatan dan perlengkapan tentang kearsipan din...
manajemen kearsipan subjek  peralatan dan perlengkapan tentang kearsipan  din...manajemen kearsipan subjek  peralatan dan perlengkapan tentang kearsipan  din...
manajemen kearsipan subjek peralatan dan perlengkapan tentang kearsipan din...
 
LAPORAN TRIWULAN I _JAN_MRT_PMI SLEMAN 2024 halamn 1-3.pdf
LAPORAN TRIWULAN I _JAN_MRT_PMI SLEMAN 2024 halamn 1-3.pdfLAPORAN TRIWULAN I _JAN_MRT_PMI SLEMAN 2024 halamn 1-3.pdf
LAPORAN TRIWULAN I _JAN_MRT_PMI SLEMAN 2024 halamn 1-3.pdf
 
Rencana Kerja PMI DI Yogyakarta Tahun 2024
Rencana Kerja PMI DI Yogyakarta  Tahun 2024Rencana Kerja PMI DI Yogyakarta  Tahun 2024
Rencana Kerja PMI DI Yogyakarta Tahun 2024
 
EVALUASI HASIL PENILAIAN KEPATUHAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
EVALUASI HASIL PENILAIAN KEPATUHAN  PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIKEVALUASI HASIL PENILAIAN KEPATUHAN  PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
EVALUASI HASIL PENILAIAN KEPATUHAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
 
UU Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua UU 6 Tahun 2014
UU Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua UU 6 Tahun 2014UU Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua UU 6 Tahun 2014
UU Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua UU 6 Tahun 2014
 
Materi Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptx
Materi Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptxMateri Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptx
Materi Bimtek SPT Tahunan Orang Pribadi PPT.pptx
 

Makalah Etika profesi hukum

  • 1. HUKUM DI INDONESIA MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Etika Profes Hukum Dosen Pembimbing: APIP NUR YAHYA, SH. Disusun Oleh: Nama : ROBIANTO NPM : 10.2222.1 Tk./Smt. : Syari’ah/AS Fak. / Jur : III/V INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG SINGAPARNA TASIKMALAYA 2012 1
  • 2. KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim…… Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan nikmat yang tak terhingga, shalawat beserta salam marilah kita junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita semua kepada kemenangan. Sehubungan dengan pembuatan makalah ini, kami ucapakan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung terutama kepada dosen pembimbing kami yang telah memberikan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Kami yakin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, karena masih dalam tahap pembelajaran, tapi meskipun demikian mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi masyarakat. Cipasung, Desember 2012 Penyusun, i
  • 3. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... ......................................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................... ................................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................................................... ................................................................................................... 2 C. Tujuan Makalah ................................................................................................... ................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... ......................................................................................................... 3 A. Baik Buruk Etika Hukum .................................................................................................... .................................................................................................... 3 ii
  • 4. B. HAM .................................................................................................... .................................................................................................... 8 1. Pengertian HAM 8 2. Sejarah HAM 10 3. Perkembangan HAM di Indonesia 11 4. Dasar Hukum Pemberlakuan, Penegakan dan Penghormatan HAM di Indonesia 17 5. Pelaksanaan dan Penegakan HAM di Indonesia 18 C. Keadilan .................................................................................................... .................................................................................................... 20 1. Teori-teori Keadilan dalam Pandangan Hukum 20 2. Perspektif Keadilan Dalam Hukum Nasional 25 BAB III PENUTUP ......................................................................................................... ......................................................................................................... 29 A. Kesimpulan iii
  • 5. .................................................................................................... .................................................................................................... 29 B. Saran .................................................................................................... .................................................................................................... 29 DAFTAR PUSTAKA iv
  • 6. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bertitik tolak dari iman kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia percaya bahwa dirinya adalah makhluk ciptaan Tuhan.Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang yang paling sempurna karena dilengkapi oleh penciptanya dengan akal, perasaan dan kehendak. Akal adalah alat berpikir , sebagai sumber ilmu dan teknologi. Dengan akal inilah manusia manusia menilai mana yang benar dan yang salah sebagai sumber nilai kebenaran. Perasaan adalah alat untuk menyatakan keindahan sebagai sumber seni, sehingga dengan perasaan orang manusia menilai mana yang indah dan mana yang jelek sebagai sumber nilai keindahan. Sedangkan kehendak adalah alat untuk menyatakan pilihan, sebagai sumber kebaikan. Sehingga dengan kehendak manusia menilai mana yang baik dan yang buruk, sebagai sumber nilai moral. Manusia dalam kehidupannya sudah menyadari bahwa yang benar, yang indah dan yang baik itu menyenangkan, membahagiakan, menenteramkan dan memuaskan manusia. Sebaliknya yang salah, yang jelek, dan yang buruk itu menyengsarakan, menyusahkan, dan membosankan manusia. Dari dua sisi yang bertolak belakang ini manusia adalah sumber penentu yang menimbang, menilai, memutuskan yang paling menguntungkan (nilai Moral). Soren Kierkegaard seorang filsuf Denmark pelopor ajaran eksistensialisme memandang bahwa eksistensi manusia dalam kontek kehidupan konkret adalah makhluk alamiah yang terikat dengan lingkungannya, memiliki sifat-sifat alamiah dan tunduk pada hukum alamiah. Kehidupan manusia bermula dari tarap estetis, kemudian meningkat ketarap etis, dan terakhir taraf religius. Pada taraf kehidupan etis manusia mampu menangkap alam sekitarnya sebagai alam yang mengagumkan dan mengungkapkannya kembali sebagai 1
  • 7. bentuk karya seni seperti lukisan,tarian nyanyian dan lain-lain. Pada taraf kehidupan etis, manusia meningkatkan kehidupan estetis ketaraf manusiawi dalam bentuk perbuatan bebas dan bertanggung jawab (nilai moral). Pada taraf kehidupan religius manusia menghayati pertemuannya dengan Tuhan penciptanya dalam bentuk takwa dimana makin dekat manusia dengan Tuhannya maka makin dekat pula dia pada kesempurnaan hidup dan semakin jauh dari kegelisahan dan keraguan. Theo Huijbers juga menyatakan bahwa martabat manusia itu menunjukkan bahwa manusia itu sebagai makhluk yang istimewa yang tiada bandingannya di Dunia. Keistimewaan tersebut tampak pada pangkatnya, bobotnya, relasinya, fungsinya sebagai manusia, bukan sebagai manusia individu melainkan sebagai anggota kelas manusia, yang berbeda dengan tumbuh-tumbuhan dan binatang. Sehingga dalam arti Universal semua manusia bernilai dan sesuai dengan nilainya itu maka manusia harus dihormati. Nilai dapat diartikan sebagai ukuran yang disadari atau tidak disadari oleh suatu masyarakat atau golongan untuk menetapkan apa yang benar , yang baik dan sebagainya. Nilai merupakan dasar bagi norma, dan norma adalah anggapan bagaimana seseorang harus berbuat atau tidak berbuat. Apabila dihubungkan dengan kegiatan Profesi hukum, maka kebutuhan manusia untuk memperoleh layanan hukum juga termasuk dalam lingkup dimensi budaya perilaku manusiawi yang dilandasi oleh nilai moral dan nilai kebenaran. Atas dasar ini, adalah beralasan bagi pengemban profesi hukum untuk memberikan layanan bantuan hukum yang sebaik-baiknya kepada klien yang membutuhkannya. Hak untuk memperoleh layanan dan kewajiban untuk memberikan layanan dibenarkan oleh dimensi budaya manusia. Namun dalam kenyataannya, manusia menyimpang dari dimensi budaya tersebut sehingga perilaku yang ditunjukkannya justru melanggar nilai moral dan nilai kebenaran yang seharusnya dia junjung tinggi. Mengapa terjadi pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran? Terjadinya pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran karena kebutuhan 2
  • 8. ekonomi yang terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan psikhis yang seharusnya berbanding sama. Usaha penyelesaiannya adalah tidak lain harus kembali kepada hakikat manusia dan untuk apa manusia itu hidup. Hakikat manusia adalah makhluk budaya yang menyadari bahwa yang benar, yang indah dan yang baik adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan psikhis dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia. Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan rohani tercapai dalam keadaan seimbang artinya perolehan dan pemanfaatan harta kekayaan terjadi dalam suasana tertib, damai dan serasi (nilai etis, moral). Tetapi karena manusia mempunyai keterbatasan, kelemahan, seperti berbuat khilaf, keliru,maka tidak mustahil suatu ketika akan terjadi penyimpangan atau pelanggaran kaidah sosial yang menimbulkan keadaan tidak tertib, tidak stabil, yang perlu dipulihkan kembali. Untuk menegakkan ketertiban dan menstabilkan keadaan diperlukan sarana pendukung, yaitu organisasi masyarakat dan organisasi Negara. Dalam bidang hukum organisasi masyarakat itu dapat berupa organisasi profesi hukum yang berpedoman pada kode etik. Dalam bidang kenegaraan, organisasi masyarakat itu adalah negara yang berpedoman pada Undang– Undang (hukum positif). Hukum positif merupakan bentuk konkret dari sistem nilai yang hidup dalam masyarakat. B. Perumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan baik-buruk etika hukum? 2. Apakah yang dimaksud dengan HAM? 3. Apakah yang dimaksud dengan peradilan? C. Tujuan Makalah 1. Mengidentifikasi baik-buruk etika hukum. 2. Memberikan interpretasi HAM dari berbagai sudut pandang. 3. Menggali dan memberikan interpretasi tentang peradilan. 3
  • 9. BAB II PEMBAHASAN A. Baik Buruk Etika Hukum Pembahasan baik dan buruk erat kaitannya dengan etika. Sebelum mengkaji lebih dalam tentang baik dan buruk, maka akan disampaikan terlebih dahulu tentang etika hukum. Etika atau dalam bahasa Inggris disebut Ethics yang mengandung arti : Ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat; ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dgn akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Secara etimologis etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap. Aristoteles adalah filsuf pertama yang berbicara tentang etika secara kritis, reflektif, dan komprehensif. aristoles pula filsuf pertama yang menempatkan etika sebagai cabang filsafat tersendiri. Aristoteles dalam konteks ini lebih menyoal tentang hidup yang baik dan bagaimana pula mencapai hidup yang baik itu. yakni hidup yang bermutu/bermakna ketika manusia itu mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya. menurut Aristoteles denaih apa yang mencapai tujuan hidupnya berarti manusia itu mencapai dirinya sepenuh-penuhnya. manusia ingin meraih apa yang apa yang disebut nilai (value), dan yang menjadi tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan, eudaimonia. Perilaku menjadi obyek pembahasan etika, karena dalam perilaku manusia menampakkan berbagai model pilihan atau keputusan yang masuk dalam standar penilaian atau evaluasi, apakah perilaku itu mengandung kemanfaatan atau kerugian baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Profesi hukum adalah profesi yang melekat pada dan dilaksanakan oleh aparatur hukum dalam suatu pemerintahan suatu negara (C.S.T. Kansil, 2003 : 8). profesi hukum dari aparatur hukum negara Republik Indonesia 4
  • 10. dewasa ini diatur dalam ketetapan MPR II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara. Pengemban profesi hukum harus bekerja secara profesional dan fungsional, memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian, ketekunan. kritis, dan pengabdian yang tinggin karena mereka bertanggung jawab kepada diri sendiri dan sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengemban profesi hukum bekerja sesuai dengan kode etik profesinya, apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode etik, mereka harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode etik. Biasanya dalam organisasi profesi, ada dewan kehormatan yang akan mengoreksi pelanggaran kode etik. Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari kepribadian profesional hukum. 1. Kejujuran Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu: a. Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani atau secara cuma-cuma b. Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras. 2. Otentik Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum antara lain: a. tidak menyalahgunakan wewenang; 5
  • 11. b. tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan perbuatan tercela; c. mendahulukan kepentingan klien; d. berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu atasan; e. tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial. 3. Bertanggung Jawab Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib bertanggung jawab, artinya: a. kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya ; b. bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo); c. kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewajibannya. 4. Kemandirian Moral Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan memebetuk penilaian dan mempunyai pendirian sendiri. mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), penyesuaian diri dengan nilai kesusilaan dan agama. 5. Keberanian Moral Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain: a. menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli; b. menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah. 6
  • 12. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa etika perofes hukum adalah Ilmu tentang kesusilaan, tentang apa yang baik dan apa yang buruk, yang patut dikerjakan seseorang dalam jabatannya sebagai pelaksana hukum dari hukum yang berlaku dalam suatu negara. sesuai dengan keperluan hukum bagi masyarakat Indonesi dewasa ini dikenal beberapa subyek hukum berpredikat profesi hukum yaitu: Polisi, Jaksa, Penasihat hukum (advokad, pengacara), Notaris, Jaksa, Polisi. Seluruh sektor kehidupan, aktivitas, pola hidup, berpolitik baik dalam lingkup mikro maupun makro harus selalu berlandaskan nilai-nilai etika. Urgensi etika adalah, pertama, dengan dipakainya etika dalam seluruh sektor kehidupan manusia baik mikro maupun makro diharapakan dapat terwujud pengendalian, pengawasan dan penyesuaian sesuai dengan panduan etika yang wajib dipijaki, kedua, terjadinya tertib kehidupan bermasyarakat, ketiga, dapat ditegakan nilai-nilai dan advokasi kemanusiaan, kejujuran, keterbukaan dan keadilan, keempat, dapat ditegakkannya (keinginan) hidup manusia, kelima, dapat dihindarkan terjadinya free fight competition dan abus competition dan terakhir yang dapat ditambahkan adalah penjagaan agar tetap berpegang teguh pada norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat sehingga tatanan kehidupan dapat berlangsung dengan baik. Urgensi atau pentingnya ber'etika sejak jaman Aristoteles menjadi pembahasan utama dengan tulisannya yang berjudul " Ethika Nicomachela". Aristoteles berpendapat bahwa tata pegaulan dan penghargaan seorang manusia, yang tidak didasarkan oleh egoisme atau kepentingan individu, akan tetapi didasarkan pada hal-hal yang altruistik, yaitu memperhatikan orang lain. Pandangan aristoles ini jelas, bahwa urgensi etika berkaitan dengan kepedulian dan tuntutan memperhatikan orang lain. Dengan berpegang pada etika, kehidupan manusia manjadi jauh lebih bermakna, jauh dari keinginan untuk melakukan pengrusakan dan kekacauan-kekacauan. Berlandaskan pada pengertian dan urgensi etika, maka dapat diperoleh suatu deskripsi umum, bahwa ada titik temu antara etika dan dengan hukum. Keduanya memiliki kesamaan substansial dan orientasi terhadap kepentingan 7
  • 13. dan tata kehidupan manusia. Dalam hal ini etika menekankan pembicaraannya pada konstitusi soal baik buruknya perilaku manusia. Perbuatan manusia dapat disebut baik, arif dan bijak bilamana ada ketentuan secara normatif yang merumuskan bahwa hal itu bertentangan dengan pesan-pesan etika. Begitupun seorang dapat disebut melanggar etika bilamana sebelumnya dalam kaidah-kaidah etika memang menyebutkan demikian. Sementara keterkaitannya dengan hukum, Paul Scholten menyebutkan, baik hukum maupun etika kedua-duanya mengatur perbuatan-perbuatan manusia sebagai manusia sebagai manusia, yaitu ada aturan yang mengharuskan untuk diikuti, sedangkan di sisi lain ada aturan yang melarang seseorang menjalankan sesuatu kegiatan, misalnya yang merugikan dan melanggar hak-hak orang lain. Pendapat Scholten menunjukan bahwa titik temu antara etika dengan hukum terletak pada muatan substansinya yang mengatur tentang perilaku-perilaku manusia. apa yang dilakukan oleh manusia selalu mendapatkan koreksi dari ketentuan-ketentuan hukum dan etika yang menentukannya; ada keharusan, perintah dan larangan, serta sanksi-sanksi. B. HAM 1. Pengertian HAM Istilah Hak Asasi Manusia dalam beberapa bahasa asing dikenal dengan sebutan droit de l’home (perancis), yang berarti hak manusia, Human Rights (Inggris) atau mensen rechten (Belanda) yang dalam bahasa Indonesia disalin menjadi hak-hak kemanusian atau hak-hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak seperti hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak untuk mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan merupakan hak yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun, seperti yang tercantum pada rumusan hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia vide Tap MPR No. XVII/MPR/1998. 8
  • 14. Hak asasi manusia (HAM) pada hakekatnya merupakan hak kodrati yang secara inheren melekat dalam setiap diri manusia sejak dilahirkan. Pengertian ini mnengandung arti bahwa HAM merupakan karunia dari yang maha kuasa kepada. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya, atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Hak Asasi bersifat umum (universal), karena diyakini beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras, agama, atau jenis kelamin. Dasar dari hak asasi, bahwa manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Hak Asasi manusia bersifat supralegal, artinya tidak bergantung kepada adanya suatu Negara atau undang-undang dasar, maupun kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi, karena hak asasi manusia dimiliki manusia bukan karena kemurahan atau pemberian pemerintah, melainkan Karena berasal dari sumber yang lebih tinggi. Disebut HAM karena melekat pada eksistensi manusia, yang bersifat universal, merata dan tidak dapat dialihkan. Karena HAM itu bersifat kodrati, sebenarnya ia tidak memrlukan legitimasi yuridis untuk pemberlakuannya dalam suatu system hukum nasional maupun Internasional. Sekalipun tidak ada perlindungan dan jaminan konstitusional terhadap HAM , hak itu tetap eksis dalam setiap diri manusia. Gagasan HAM yang bersifat teistik ini diakui kebenarannya sebagai nilai yang paling hakiki dalam diri manusia. Namun karena sebagian besar tata kehidupan manusia bersifat sekuler dan positivistic, maka eksistensi HAM memerlukan landasan yuridis untuk diberlakukan dalam mengatur kehidupan manusia. Perjuangan dan perkembangan hak-hak asasi manusia di setiap negara mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri sesuai dengan perjalanan hidup bangsanya, meskipun demikian sifat dan hakikat HAM di mana-mana 9
  • 15. pada dasarnya sama juga. Atas dasar itulah maka tidak ada orang atau badan manapun yang dapat mencabut hak itu dari tangan pemiliknya. Demikian pula tidak ada seorangpun diperkenankan untuk merampasnya, serta tidak ada kekuasaan apapun untuk membelenggungnya. 2. Sejarah HAM Sejarah HAM dimulai pada saat berakhirnya Perang Dunia II. Dan, negara-negara penjajah berusaha menghapuskan segi-segi kebobrokan daripada penjajahan, sehingga pemikir-pemikir Barat mencetuskan konsep "Declaration of Human Rights" (DUHAM) pada tahun 1948. Semula Konsep HAM ini secara sukarela dijual ke semua negara yang sedang berkembang atau negara bekas jajahan namun tidak banyak mendapat respon. Banyak negara tidak bersedia menandatangani "Declaration of Human Rights". Hak Asasi Manusia (HAM) dilahirkan oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin Eleanor Roosevelt, dan pada 10 Desember 1948 secara resmi diterima oleh PBB sebagai “Universal Declaration of Human Rights”. Universal Declaration of Human Rights (1948) memuat tiga puluh pasal, menjelaskan hak-hak sipil, politik, ekonomi, social dan kebudayaan yang fundamental yang harus dinikmati oleh manusia di dunia ini.Hal itu sesuai dengan pasal 1 piagam PBB, menegaskan salah satu tujuan PBB adalah untuk mencapai kerjasama internasiomal dalam mewujudkan dan mendorong penghargaan atas hak-hak asasi manusia dan kemerdekaan yang mendasari bagi semua orang, tanpa membedakan suku bangsa, kelamin, bahasa maupun agama. Pada awalnya deklarasi ini hanya mengikat secara formal dan moral anggota PBB, tetapi sejak 1957 dilengkapi 3 (tiga) perjanjian : a. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights b. International Covenant em civil and political rights c. Optional Protocol to the International covenant on civil and Political Rights Ketiga dokumen tersebut diterima Sidang Umum PBB 16 Desember 1966, dan kepada anggota PBB diberi kesempatan untuk meratifikasinya. 10
  • 16. Setiap Negara yang meratifikasi dokumen tersebut, berarti terikat dengan ketentuan dokumen tersebut. Kovenan tersebut bertujuan memberi perlindungan atas hak-hak (rights) dan kebebasan (freedom) pribadi manusia. Setiap Negara yang meratifikasi kovenan tersebut, menghormati dan menjamin semua individu di wilayah kekuasaannya, dan mengakui kekuasaan pengadilan hak-hak yang diakui dalam kovenan tersebut, tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik, asal-usul kebangsaan atau social, harta milik, kelahiran atau status lainnya. Meskipun telah disepakati secara aklamasi oleh sejumlah anggota PBB, baru 10 tahun kemudian perjanjian itu dapat diberlakukan. Ini disebabkan pada tahun 1976, baru 35 negara bersedia meratifikasi. Bahkan tidak berbeda dengan Indonesia, Negara yang merasa dirinya champion dalam hak asasi manusia seperti USA dan Inggris hingga awal decade 1990-an belum meratifikasi kedua kovenan tersebut 3. Perkembangan HAM di Indonesia Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat banyak sekali kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-kasus penggusuran rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan, pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para pengguna jalan raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki Berikut adalah perkembangan HAM di Indonesia a. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 ) 1) Boedi Oetomo Dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat. 11
  • 17. 2) Perhimpunan Indonesia; Lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri. 3) Sarekat Islam; Menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial. 4) Partai Komunis Indonesia; Sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi. 5) Indische Partij; Pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan. 6) Partai Nasional Indonesia; Mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan. 7) Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia Menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara. Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan. b. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang ) 1) Periode 1945 – 1950 Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi 12
  • 18. politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. 2) Periode 1950 – 1959 Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. 13
  • 19. 3) Periode 1959 – 1966 Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik. 4) Periode 1966 – 1998 Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM.Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hakAsasiManusiadanHak – hak serta KewajibanWarga negara. Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970- an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana 14
  • 20. tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untukmemojokkan. Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhadap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprtikasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an Nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensive menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, serta member pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM. 5) Periode 1998 – sekarang Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan dengan pemajuan dan perlindungan HAM.Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM 15
  • 21. dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hokum dan instrument Internasional dalam bidang HAM. Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. Pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang–undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang–undangDasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang–undangan lainnya. Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke masa Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut pelanggaran HAM ini. Peristiwa 1998 yang berujung penguduran diri Presiden Soeharto pada waktu itu sebetulnya adalah puncak dari segala peristiwa yang terjadi sebelumnya. Pada masa pemerintahan yang sangat represif, banyak aktifis yang tiba-tiba hilang tak tahu di mana rimbanya. Disinyalir kuat mereka telah diculik dan dibunuh oleh tangan-tangan penguasa pada waktu itu. Aksi demo besar-besaran mahasiswa dari seluruh Indonesia juga menyimpan sejumlah kasus pelanggaran HAM oleh aparat keamanan terhadap rakyat sipil. Semuanya berlangsung secara sporadic dan sangat massif pada waktu itu. Karena institusi hukum telah dikuasai oleh penguasa, maka HAM adalah alat yang digunakan untuk menjerat para pelaku pelanggaran tersebut. Bahkan ketika masa reformasi, cara-cara pelenyapan aktifis masih juga terjadi. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana almarhum Munir yang tewas secara mendadak dalam perjalanannya ke Belanda. Di dalam darahnya 16
  • 22. ditemukan racun jenis arsen yang melewati ambang batas normal. Diduga kuat dia telah dengan sengaja diracun. 4. Dasar Hukum Pemberlakuan, Penegakan dan Penghormatan HAM di Indonesia Istilah atau perkataan hak asasi manusia itu sendiri sebenarnya tidak dijumpai dalam UUD 1945 baik dalam pembukaan, batang tubuh, maupun penjelasannya. Istilah yang dapat ditemukan adalah pencantuman dengan tegas perkataan hak dan kewajiban warga negara, dan hak-hak Dewan Perwakilan Rakyat. Baru setelah UUD 1945 mengalami perubahan atau amandemen kedua, istilah hak asasi manusia dicantumkan secara tegas. Guna lebih memantapkan perhatian atas perkembangan HAM di Indonesia, oleh berbagai kalangan masyarakat (organisasi maupun lembaga), telah diusulkan agar dapat diterbitkannya suatu Ketetapan MPR yang memuat piagam hak-hak asasi Manusia atau Ketetapan MPR tentang GBHN yang didalamnya memuat operasionalisasi daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi manusia Indonesia yang ada dalam UUD 1945. Akhirnya ketetapan MPR RI yang diharapkan memuat secara adanya HAM itu dapat diwujudkan dalam masa Orde Reformasi, yaitu selama Sidang Istimewa MPR yangberlangsung dari tanggal 10 sampai dengan 13 November 1988. Dalam rapat paripurna ke-4 tanggal 13 November 1988, telah diputuskan lahirnya Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia. Kemudian Ketetapan MPR tersebut menjadi salah satu acuan dasar bagi lahirnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang disahkan pada tanggal 23 september 1999. Undang-Undang ini kemudian diikuti lahirnya Perpu No. 1 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dan ditetapkan menjadi UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Sebagai bagian dari HAM, sebelumnya telah pula lahir UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum 17
  • 23. yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 oktober 1998, serta dimuat dalam LNRI Tahun 1999 No. 165. Di samping itu, Indonesia telah merativikasi pula beberapa konvensi internasional yang mengatur HAM, antara lain : 1. Deklarasi tentang Perlindungan dan Penyiksaan, melalui UU No. 5 Tahun 1998. 2. Konvensi mengenai Hak Politik Wanita 1979, melalui UU No. 68 Tahun 1958. 3. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap wanita, melalui UU No. 7 Tahun 1984. 4. Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak, melalui Keppres No. 36 Tahun 1990. 5. Konvensi tentang Ketenagakerjaan, melalui UU No. 25 Tahun 1997, yang pelaksanaannya ditangguhkan sementara. 6. Konvensi tentang Penghapusan Bentuk Diskriminasi Ras Tahun 1999, melalui UU No. 29 Tahun 1999. 5. Pelaksanaan dan Penegakan HAM di Indonesia Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif dengan tegaknya negara hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS HAM dan Pengadilan HAM, regulasi hukum HAM dengan ditetapkannya UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya para hakim ad hoc, akan lebih menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat. Artinya kebenaran hukum dan keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap warganegara secara egaliter. Disadari atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah terhadap penegakkan HAM, hal itu akan berimplikasi terhadap budaya politik yang lebih sehat dan proses demokratisasi yang lebih cerah. Dan harus disadari pula bahwa kebutuhan terhadap tegaknya HAM dan keadilan itu memang memerlukan proses dan tuntutan konsistensi politik. Begitu pula 18
  • 24. keberadaan budaya hukum dari aparat pemerintah dan tokoh masyarakat merupakan faktor penentu (determinant) yang mendukung tegaknya HAM. Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu menjadi sorotan tajam dan bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep dasarnya yang bersumber dari UUD 1945 maupun dalam realita praktisnya di lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain. Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue mengenai HAM di Indonesia bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang sangat mencolok. Gerak yang cepat tersebut terutama karena memang telah terjadi begitu banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang sederhana sampai pada pelanggaran HAM berat(gross human right violation). Disamping itu juga karena gigihnya organisasi-organisasi masyarakat dalam memperjuangkan pemajuan dan perlindungan HAM Masalah Hak Azasi Manusia (HAM) “populer” di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru. Di masa ini banyak peristiwa yang dinilai merupakan pelanggaran HAM. Pada dasarnya HAM terdapat pada UUD 1945 BAB X-A pasal 28-A sampai dengan pasal 28-J. Sebagian kalangan menafsirkan, dengan adanya dasar hukum tersebut maka masyarakat Indonesia berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (UUD 1945 Amandemen ke-2 pasal 28-D ayat 1). Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat banyak sekali kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-kasus penggusuran rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan, pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para pengguna jalan raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki. 19
  • 25. Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke masa Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut pelanggaran HAM ini. Peristiwa 1998 yang berujung penguduran diri Presiden Soeharto pada waktu itu sebetulnya adalah puncak dari segela peristiwa yang terjadi sebelumnya. C. Keadilan 1. Teori-teori Keadilan dalam Pandangan Hukum Teori-teori Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam mengutamakan “the search for justice”. Berbagai macam teori mengenai keadilan dan masyarakat yang adil. Teori-teori ini menyangkut hak dan kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Diantara teori-teori itu dapat disebut : teori keadilan Aristoteles dalam bukunya nicomachean ethics dan teori keadilan sosial John Rawl dalam bukunya a theory of justice dan teori hukum dan keadilan Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state. a. Teori Keadilan Aritoteles Pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Spesifik dilihat dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang, berdasarkan filsafat hukum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”. Pada pokoknya pandangan keadilan ini sebagai suatu pemberian hak persamaan tapi bukan persamarataan. Aristoteles membedakan hak persamaanya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak dipandangan manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah yang dapat dipahami bahwa semua orang atau setiap warga negara dihadapan hukum sama. Kesamaan proposional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah dilakukanya. 20
  • 26. Lebih lanjut, keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi kedalam dua macam keadilan, keadilan “distributief” dan keadilan “commutatief”. Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut pretasinya. Keadilan commutatief memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar menukar barang dan jasa. Dari pembagian macam keadilan ini Aristoteles mendapatkan banyak kontroversi dan perdebatan. Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai degan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat. b. Teori Keadilan John Rawls Beberapa konsep keadilan yang dikemukakan oleh Filsuf Amerika di akhir abad ke-20, John Rawls, seperi A Theory of justice, Politcal Liberalism, dan The Law of Peoples, yang memberikan pengaruh pemikiran cukup besar terhadap diskursus nilai-nilai keadilan. John Rawls yang dipandang sebagai perspektif “liberal-egalitarian of social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama dari hadirnya institusi-institusi sosial (social institutions). Akan tetapi, kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau menggugat rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan. Khususnya masyarakat lemah pencari keadilan. Secara spesifik, John Rawls mengembangkan gagasan mengenai prinsip-prinsip keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep 21
  • 27. ciptaanya yang dikenal dengan “posisi asali” (original position) dan “selubung ketidaktahuan” (veil of ignorance). Pandangan Rawls memposisikan adanya situasi yang sama dan sederajat antara tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Tidak ada pembedaan status, kedudukan atau memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan lainnya dapat melakukan kesepakatan yang seimbang, itulah pandangan Rawls sebagai suatu “posisi asasli” yang bertumpu pada pengertian ekulibrium reflektif dengan didasari oleh ciri rasionalitas (rationality), kebebasan (freedom), dan persamaan (equality) guna mengatur struktur dasar masyarakat (basic structure of society). Sementara konsep “selubung ketidaktahuan” diterjemahkan oleh John Rawls bahwa setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh fakta dan keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi sosial dan doktrin tertentu, sehingga membutakan adanya konsep atau pengetahuan tentang keadilan yang tengah berkembang. Dengan konsep itu Rawls menggiring masyarakat untuk memperoleh prinsip persamaan yang adil dengan teorinya disebut sebagai “Justice as fairness”. Dalam pandangan John Rawls terhadap konsep “posisi asasli” terdapat prinsip-prinsip keadilan yang utama, diantaranya prinsip persamaan, yakni setiap orang sama atas kebebasan yang bersifat universal, hakiki dan kompitabel dan ketidaksamaan atas kebutuhan sosial, ekonomi pada diri masing-masing individu. Prinsip pertama yang dinyatakan sebagai prinsip kebebasan yang sama (equal liberty principle), seperti kebebasan beragama (freedom of religion), kemerdekaan berpolitik (political of liberty), kebebasan berpendapat dan mengemukakan ekpresi (freedom of speech and expression), sedangkan prinsip kedua dinyatakan sebagai prinsip perbedaan (difference principle), yang menghipotesakan pada prinsip persamaan kesempatan (equal oppotunity principle). 22
  • 28. Lebih lanjut John Rawls menegaskan pandangannya terhadap keadilan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik. Dengan demikian, prinsip perbedaan menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus meposisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah. c. Teori Keadilan Hans Kelsen Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state, berpandangan bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat dinyatakan adil apabila dapat mengatur perbuatan manusia dengan cara yang memuaskan sehingga dapat menemukan kebahagian didalamnya. Pandangan Hans Kelsen ini pandangan yang bersifat positifisme, nilai-nilai keadilan individu dapat diketahui dengan aturan-aturan hukum yang mengakomodir nilai-nialai umum, namun tetap pemenuhan rasa keadilan dan kebahagian diperuntukan tiap individu. Lebih lanjut Hans Kelsen mengemukakan keadilan sebagai pertimbangan nilai yang bersifat subjektif. Walaupun suatu tatanan yang adil yang beranggapan bahwa suatu tatanan bukan kebahagian setiap perorangan, melainkan kebahagian sebesar-besarnya bagi sebanyak 23
  • 29. mungkin individu dalam arti kelompok, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tertentu, yang oleh penguasa atau pembuat hukum, dianggap sebagai kebutuhan-kebutuhan yang patut dipenuhi, seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan. Tetapi kebutuhan-kebutuhan manusia yang manakah yang patut diutamakan. Hal ini apat dijawab dengan menggunakan pengetahuan rasional, ang merupakan sebuah pertimbangan nilai, ditentukan oleh faktor-faktor emosional dn oleh sebab itu bersifat subjektif. Sebagai aliran posiitivisme Hans Kelsen mengakui juga bahwa keadilan mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda atau hakikat manusia, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. Pemikiran tersebut diesensikan sebagai doktrin yang disebut hukum alam. Doktrin hukum alam beranggapan bahwa ada suatu keteraturan hubungan-hubungan manusia yang berbeda dari hukum positif, yang lebih tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari alam, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. Pemikiran tentang konsep keadilan, Hans Kelsen yang menganut aliran positifisme, mengakui juga kebenaran dari hukum alam. Sehingga pemikirannya terhadap konsep keadilan menimbulkan dualisme antara hukum positif dan hukum alam. Menurut Hans Kelsen: “Dualisme antara hukum positif dan hukum alam menjadikan karakteristik dari hukum alam mirip dengan dualisme metafisika tentang dunia realitas dan dunia ide model Plato. Inti dari fislafat Plato ini adalah doktrinnya tentang dunia ide. Yang mengandung karakteristik mendalam. Dunia dibagi menjadi dua bidang yang berbeda : yang pertama adalah dunia kasat mata yang dapa itangkap melalui indera yang disebut realitas; yang kedua dunia ide yang tidak tampak.” Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen : pertama tentang keadilan dan perdamaian. Keadilan yang bersumber dari cita-cita irasional. Keadilan dirasionalkan melalui pengetahuan yang dapat berwujud suatu kepentingan-kepentingan yang 24
  • 30. pada akhirnya menimbulkan suatu konflik kepentingan. Penyelesaian atas konflik kepentingan tersebut dapat dicapai melalui suatu tatatanan yang memuaskan salah satu kepentingan dengan mengorbankan kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi menuju suatu perdamaian bagi semua kepentingan. Kedua, konsep keadilan dan legalitas. Untuk menegakkan diatas dasar suatu yang kokoh dari suatu tananan sosial tertentu, menurut Hans Kelsen pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu peraturan umum adalah “adil” jika ia bena-benar diterapkan, sementara itu suatu peraturan umum adalah “tidak adil” jika diterapkan pada suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa. Konsep keadilan dan legalitas inilah yang diterapkan dalam hukum nasional bangsa Indonesia, yang memaknai bahwa peraturan hukum nasional dapat dijadikan sebagai payung hukum (law unbrella) bagi peraturan peraturan hukum nasional lainnya sesuai tingkat dan derajatnya dan peraturan hukum itu memiliki daya ikat terhadap materi-materi yang dimuat (materi muatan) dalam peraturan hukum tersebut. 2. Perspektif Keadilan Dalam Hukum Nasional Pandangan keadilan dalam hukum nasional bersumber pada dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara atau falsafah negara (fiolosofische grondslag) sampai sekarang tetap dipertahankan dan masih tetap dianggap penting bagi negara Indonesia. Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila). Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial. Sebagai pendukung nilai, bangsa Indnesialah yang menghargai, mengakui, serta menerima Pancasila sebagai suatu bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak merefleksikan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuata bangsa Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan, atau penghargaan itu direfleksikan 25
  • 31. dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan manusia dan bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia Indonesia. Oleh karenanya Pancasila sebagai suatu sumber hukum tertinggi secara irasional dan sebagai rasionalitasnya adalah sebagai sumber hukum nasional bangsa Indonesia. Pandangan keadilan dalam hukum nasional bangsa Indonesia tertuju pada dasar negara, yaitu Pancasila, yang mana sila kelimanya berbunyi : “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah yang dinamakan adil menurut konsepsi hukum nasional yang bersumber pada Pancasila. Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya mengemukakan pendapat-pendapat tentang apakah yang dinamakan adil, terdapat tigal hal tentang pengertian adil. (1) “Adil” ialah : meletakan sesuatu pada tempatnya. (2) “Adil” ialah : menerimahak tanpa lebih dan memberikan orang lain tanpa kurang. (3) “Adil” ialah : memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak dalam keadaan yang sama, dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan kesalahan dan pelanggaran”. Untuk lebih lanjut menguraikan tentang keadilan dalam perspektif hukum nasional, terdapat diskursus penting tentang adil dan keadilan sosial. Adil dan keadilan adalah pengakuan dan perlakukan seimbang antara hak dan kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakukan yang seimbang hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui “hak hidup”, maka sebaliknya harus mempertahankan hak hidup tersebut denga jalan bekerja keras, dan kerja keras yang dilakukan tidak pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama (hak untuk hidup) sebagaimana halnya hak yang ada pada diri individu. 26
  • 32. Dengan pengakuan hak hidup orang lain, dengan sendirinya diwajibkan memberikan kesempatan kepada orang lain tersebut untuk mempertahankan hak hidupnya. Konsepsi demikian apabila dihubungkan dengan sila kedua dari Pancasila sebagai sumber hukum nasional bangsa Indonesia, pada hakikatnya menginstruksikan agar senantiasa melakukan perhubungan yang serasi antar manusia secara individu dengan kelompok individu yang lainnya sehingga tercipta hubungan yang adil dan beradab. Hubungan adil dan beradab dapat diumpamakan sebagai cahaya dan api, bila apinya besar maka cahayanya pun terang : jadi bila peradabannya tinggi, maka keadilanpun mantap. Lebih lanjut apabila dihubungkan dengan “keadilan sosial”, maka keadilan itu harus dikaitkan dengan hubungan-hubungan kemasyarakatan. Keadilan sosial dapat diartikan sebagai : (1) Mengembalikan hak-hak yang hilang kepada yang berhak. (2) Menumpas keaniayaan, ketakutan dan perkosaan dan pengusaha-pengusaha. (3) Merealisasikan persamaan terhadap hukum antara setiap individu, pengusaha-pengusaha dan orang-orang mewah yang didapatnya dengan tidak wajar”. Sebagaimana diketahui bahwa keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai orang yang “main hakim sendiri”, sebenarnya perbuatan itu sama halnya dengan perbuatan mencapai keadilan yang akibatnya terjadi ketidakadilan, khususnya orang yang dihakimi itu. Keadilan sosial menyangkut kepentingan masyarakat dengan sendirinya individu yang berkeadilan sosial itu harus menyisihkan kebebasan individunya untuk kepentingan Individu yang lainnya Hukum nasional hanya mengatur keadilan bagi semua pihak, oleh karenanya keadilan didalam perspektif hukum nasional adalah keadilan yang menserasikan atau menselaraskan keadilan-keadilan yang bersifat umum 27
  • 33. diantara sebagian dari keadilan-keadilan individu. Dalam keadilan ini lebih menitikberatkan pada keseimbangan antara hak-hak individu masyarakat dengan kewajiban-kewajiban umum yang ada didalam kelompok masyarakat hukum. 28
  • 34. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian yang telah disampaikan di atas dapat dibuatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Baik buruk etika hukum suatu ukuran dalam etika profesi hukum ketika seorang pemangku hukum menjalankan tugasnya sebagai profesi hukum, apakah tindakan yang dijalankannya melanggar etika hukum atau tidak. 2. adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya, atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. 3. Adil dan keadilan adalah pengakuan dan perlakukan seimbang antara hak dan kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakukan yang seimbang hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui “hak hidup”, maka sebaliknya harus mempertahankan hak hidup tersebut denga jalan bekerja keras, dan kerja keras yang dilakukan tidak pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama (hak untuk hidup) sebagaimana halnya hak yang ada pada diri individu B. Saran Akhir dari rangkaian penyusunan makalah ini akan disampaikan saran-saran sebagai berikut: 1. Seorang praktisi hukum wajib menjalankan tugasnya harus sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dalam kode etik profesi hukum. 2. Semua orang harus dapat menjaga dan menghormati HAM sebagai hak dasar dengan berprinsip pada keadilan. 29
  • 35. DAFTAR PUSTAKA Apeldoorn, L..J. Van. 1996. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita. Friedrich, Carl Joachim. 2004. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: Nuansa dan Nusamedia. Huijbers, Theo. 1995. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius. Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma. Kansil C.S.T. 2005. Modul Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Lunis, Suhrawardi K. 2000. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Sadjiman, Djunaedi. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Daerah :Tanpa Nama Penerbit. Sumarsono, dkk. 2006. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Tresna, R. 1975. Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad. Jakarta: W. Versluys N.V. Ubaedillah, Abdul Rozak. t.th. Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 30