SlideShare a Scribd company logo
PENGANTAR PERPAJAKAN 
“Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) & Bea 
Materai (BM)” 
DISUSUN OLEH : 
1. CHOIRUL UMMAH SA’DIYAH (13.322.024) 
2. SITI SHOLIKHATIN (13.322.016) 
3. KUSMITA (13.322.018) 
4. MALIKHATUL ADAWIYAH (13.322.015) 
5. SITI KHUSNUL FATIMAH (13.322.034) 
6. UMI SULKHAH (13.322.035) 
7. FARIZAH MAHMUDAH A. (13.322.009) 
8. DEVI RAHMANIAH (13.322.022) 
9. EVA RUMAWATI (13.322.005) 
AKUNTANSI A SORE 
FAKULTAS EKONOMI PRODI AKUNTANSI 2013 
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK 
2014
BAB II 
PEMBAHASAN 
2.1 BPHTB 
2.1.1 Pengertian BPHTB 
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): adalah pajak yang 
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut 
pajak; 
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan: adalah perbuatan atau peristiwa 
hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang 
pribadi atau badan; 
Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta 
bangunan di tasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960tentang 
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah 
Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya. 
2.1.2 Dasar Hukum BPHTB 
Dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah : 
 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan 
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah 
dan Bangunan.Undang-undang ini menggantikan Ordonasi Bea Balik 
Nama Staatsblad 1924 Nomor 291. 
 Peraturan Pemerintah No.111 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena 
waris dan hibah 
 Peraturan Pemerintah No.112 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena 
pemberian Hak Pengelolaan 
 Peraturan Pemerintah No.113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya 
NPOPTKP BPHTB. 
Dengan diterapkannya Undang-undang ini maka :
 Dapat mengkonpensasikan penurunan penerimaandaerah karna diberlakukannya 
Undang-undangmengenai pajak dan retribusi daerah karena 99% penerimaan 
BPHTB dikembalikan kepada daerah. 
 Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan 
 Menciptakan sistem perpajakan yang sederhana tanpa mengabaikan pengawasan 
dan pengamana keuangan Negara. 
2.1.3 Obyek Pajak BPHTB 
Sesuai bunyi pasal 2 Undang-undang BPHTB, yang menjadi objek BPHTB 
adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. 
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi: 
1. Pemindahan Hak karena : 
a. Jual Beli 
b. Tukar Menukar 
c. Hibah 
d. Hibah Wasiat 
yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas 
tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, 
yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia 
e. Waris 
f. Pemasukan dalam Perseroan atau Badan Hukum lainnya 
yaitu pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau 
badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai 
penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya 
tersebut 
g. Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan 
yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh 
orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama 
h. Penunjukan pembeli dalam Lelang 
yaitu penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang 
tercantum dalam Risalah Lelang 
i. Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap
yaitu adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai 
salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim 
tersebut 
j. Penggabungan Usaha 
yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap 
mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan 
usaha lainnya yang menggabung 
k. Peleburan Usaha 
yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara 
mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang 
bergabung tersebut 
l. Pemekaran Usaha 
yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua 
badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan 
mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut 
yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama 
m. Hadiah 
yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah 
dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum 
kepada penerima hadiah 
2. Pemberian Hak Baru karena : 
a. Kelanjutan Pelepasan Hak 
yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari 
Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak 
b. Diluar Pelepasan Hak 
yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan 
hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan 
perundang-undangan yang berlaku 
Hak atas tanah yang menjadi objek BPHTB adalah : 
a. hak milik, 
yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang 
pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah; 
b. hak guna usaha (HGU),
yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara 
dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan 
yang berlaku; 
c. hak guna bangunan (HGB), 
yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah 
yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam 
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok 
Agraria. 
d. hak pakai, 
yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang 
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi 
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya 
oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan 
pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian 
pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa 
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
e. hak milik atas satuan rumah susun, 
yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak 
milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak atas bagian bersama, benda 
bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang 
tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan. 
f. hak pengelolaan, 
yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya 
sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa 
perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk 
keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah 
tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga. 
2.1.4 Pengecualian Obyek Pajak BPHTB 
Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak 
dikenakan BPHTB yaitu : 
1. Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas 
perlakuan timbal balik
2. Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau 
untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum 
3. Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang 
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak 
menjalankan usaha/kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya 
4. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena KONVERSI HAK atau 
karena perbuatan Hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama 
5. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena WAKAF 
6. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena kepentingan IBADAH 
2.1.5 Pengecualian Tidak Dikenakan Pajak BPHTB 
( Pasal 7 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 jo. PP No.113 
Tahun 2000 jo. KMK-516/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
PMK-33/PMK.03/2008) 
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional 
paling banyak Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal 
perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih 
dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas 
atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai 
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling banyak Rp 
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 
Yang dimaksud dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak 
ditetapkan secara regional adalah penetapan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena 
Pajak untuk masing-masing Kabupaten/Kota. 
Selanjutnya didalam pasal 7 UU BPHTB, pemerintah menentukan suatu batas 
nilai perolehan tidak kena pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena 
Pajak (NPOPTKP). Ketentuan pasal 7 ini dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan 
Pemerintah dan yang terakhir adalah Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 
tanggal 1 Desember 2000 yang kemudian ditindaklanjuti lagi dengan Keputusan 
Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000. Keputusan 
Menteri Keuangan ini kemudian mengalami perubahan dan yang terakhir diubah 
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 tanggal 22 Februari 
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor
516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek 
Pajaak Tidak Kena Pajak BPHTB. 
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 ini berisikan ketentuan 
sebagai berikut: 
a. untuk perolehan hak karena waris , atau hibah wasiat yang diterima orang 
pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan 
lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah 
wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga 
ratus juta rupiah) 
b. untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) sebagaimana diatur dalam 
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03/PERMEN/M/2007 
tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas 
Subsidi Perumahan Melalui KPR bersubsidi, dan Rumah Susun Sederhana 
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 
7/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan 
Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR Sarusun Bersubsidi, 
ditetapkna sebesar Rp49.000.000,00 (empat puluh sembilan juta rupiah) 
c. untuk perolehan hak baru melalui program pemerintah yang diterima pelaku 
usaha kecil atau mikro dalam rangka Program Peningkatan Sertifikasi Tanah 
untuk Memperkuat Penjaminan Kredit bagi Usaha Mikro dan Kecil, ditetapkan 
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) 
d. untuk perolehan hak selain perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a, 
huruf b, dan huruf c, ditetapkan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh 
juta rupiah) 
e. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih 
besar daripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b, 
maka NPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf b 
ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d 
f. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih 
besar daripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf c, 
maka NPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf c 
ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d.
Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional, maksudnya adalah 
NPOPTKP tersebut ditetapkan per daerah tingkat II (Kabupaten/Kota) dengan 
mempertimbangkan usulan dari Kepala Daerah yang bersangkutan. 
2.1.6 Subyek Pajak BPHTB 
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas 
tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar 
BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak. 
2.1.7 Tarif Pajak BPHTB 
( Pasal 5 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 ). Tarif pajak yang 
dikenakan atas objek BPHTB adalah sebesar 5 % (lima persen). 
2.1.8 Dasar Perhitungan Pajak BPHTB 
BPHTB = ( NPOP - NPOPTKP ) x Tarif 
atau bila NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan : 
BPHTB = NPOPKP x Tarif 
Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak (5%) 
dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Besarnya NPOPKP 
adalah NPOP – NPOPTKP. Apabila NPOP lebih rendah dari NJOP PBB tahun 
terjadinya transaksi, atau bila NPOP tidak diketahui, maka dasar pengenaan pajaknya 
adalah NJOP PBB. 
2.1.9 Dasar Pengenaan Pajak BPHTB 
Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau 
disingkat NPOP sesuai ketentuan pasal 6 UU BPHTB. 
Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut : 
1. Jual Beli = Harga Transaksi 
2. Tukar Menukar = Nilai Pasar 
3. Hibah = Nilai Pasar 
4. Hibah Wasiat = Nilai Pasar
5. Waris = Nilai Pasar 
6. Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar 
7. Pemisahan Hak = Nilai Pasar 
8. Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar 
9. Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar 
10. Penggabungan Usaha = Nilai Pasar 
11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar 
12. Pemekaran Usaha = Nilai Pasar 
13. Hadiah = Nilai Pasar 
14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang 
2.1.10 Perhitungan Pajak BPHTB 
( Pasal 8 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 ) 
Secara umum besarnya BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 
pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) yang diperoleh dari 
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak 
Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada 
rumus dibawah ini: 
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) XXXXX 
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) XXXXX (-) 
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) XXXXX 
Besarnya BPHTB terutang = 5 % X NPOPKP XXXXX 
Contoh : 
Tuan Budi membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 
70.000.000,-. Sedangkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang berlaku 
di kabupaten/ kota tersebut Rp 60.000.000,- . 
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) Rp 70.000.000 
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Rp 60.000.000 (-) 
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) Rp 10.000.000 
Besarnya BPHTB terutang = 5 % Rp 10.000.000,- = Rp 500.000.- 
2.1.11 Saat Terutangnya Pajak BPHTB
Saat yang menentukan terutang nya pajak adalah 
1. Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, untuk : 
a. Jual beli 
b. Tukar menukar 
c. Hibah 
d. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya 
e. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan 
f. Penggabungan usaha 
g. Peleburan usaha 
h. Pemekaran usaha 
i. Hadiah 
2. Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, untuk lelang 
3. Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, 
untuk putusan hakim 
4. Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya kek kantor 
pertanahan, untuk hibah wasiat dan waris 
5. Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak, 
untuk : 
a. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak 
b. Pemberian hak baru diluar pelepasan hak. 
2.1.12 Tempat Pajak Terutang 
Tempat pajak terutang adalah di wilayah : 
1. Kabupaten 
2. Kota,atau 
3. Propinsi 
Tempat tersebut meliputi letak tanah dan atau bangunan. 
Tempat Pembayaran : 
Pajak yang terutang dibayar ke Kas Negara melalui: 
1. Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah 
2. Kantor Pos dan Giro 
3. Tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
2.1.13 Tata Cara Pembayaran 
Ketentuan tata cara pembayaran BPHTB tercantum dalam pasal 10 UU BPHTB 
yang dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
517/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 yang kemudian ditindak lanjuti dengan 
Keputusan Dirjen Pajak Nomor 269/PJ/2001 tanggal 2 April 2001 dan Surat Edaran 
Dirjen Pajak Nomor 09/PJ.6/2001 tanggal 6 April 2001 yang intinya adalah sebagai 
berikut : 
a. Pembayaran tidak mendasarkan kepada adanya Surat Ketetapan Pajak. 
b. Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Bea ( SSB ) ke Kas Negara melalui 
Bank/Kantor Pos atau Tempat Pembayaran lain yg ditunjuk 
c. SSB juga berfungsi sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan 
data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan 
Kewajiban Bayar pada saat : 
1. Dibuat & ditandatanganinya Akta 
2. Pendaftaran Hak untuk Waris & Hibah Wasiat 
3. Ditunjuknya pemenang Lelang 
4. Ditandatanganinya SK Pemberian Hak dalam hal pemberian Hak Baru 
5. Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap 
2.1.14 Ketetapan BPHTB 
Direktorat Jenderal Pajak (menurut UU No. 20 Tahun 2000) atau Kepala Daerah 
(menurut UU No. 28 Tahun 2009) dalam jangka waktu 5 tahun sesudah terutangnya 
BPHTB setelah terlebih dahulu melakukan pemeriksaan lapangan ataupun kantor dan 
dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea (SKB) atau Surat Ketetapan Pajak Daerah 
(SKPD):
1. Lebih bayar (LB), apabila pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada 
jumlah pajak yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak yang tidak 
seharusnya terutang, 
2. Nihil (N), apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak 
terutang, 
3. Kurang bayar (KB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan 
lainnya ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang bayar. 
4. Kurang bayar tambahan (KBT) apabila ditemukan data baru dan atau data 
yang semula belum terungkap (novum) yang menyebabkan penambahan 
jumlah pajak yang terutang kecuali WP melapor sebelum pemeriksaan. 
Terhadap jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam SKBKB tersebut 
dikenakan sanksi administrasi sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang 
atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan (sehingga maksimal 
48%) terhitung sejak tanggal terutangnya pajak. Sedangkan terhadap kekurangan 
pajak yang terutang dalam SKBKBT dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan 
sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut, namun demikian jika WP 
melaporkan sendiri sebelum dilakukan pemeriksaan maka kenaikan tersebut tidak 
dikenakan. Jangka waktu pelunasan SKB tersebut adalah 1 bulan sejak tanggal 
diterbitkannya surat ketetapan. 
2.1.15 Surat Tagihan BPHTB (STB) 
Menurut UU No. 20 Tahun 2000 Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan STB 
apabila; 
1. Pajak yang terutang tidak atau kurang bayar, 
2. Dari hasil pemeriksaan kantor surat setoran BPHTB terdapat kekurangan 
pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung, 
3. Wajib pajak dikenakan sanksi berupa denda dan atau bunga, 
4. Sanksi administrasi dikenakan bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu 
paling lama 24 bulan sejak terutangnya pajak. 
Sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 
24 bulan dapat dikenakan apabila hasil pemeriksaan menyatakan kurang bayar, sanksi
ini dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat 
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB). 
2.1.16 Hak WP untuk Keberatan BPHTB 
Dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya SKP yang dapat dibuktikan dengan 
cap pos, Wajib pajak dapat mengajukan keberatan terhadap: 
1. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Kurang Bayar 
(SKBKB), 
2. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Kurang Bayar 
Tambahan (SKBKBT), 
3. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Lebih Bayar 
(SKBLB), 
4. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Nihil (SKBN). 
Syarat pengajuan keberatan; 
1. Diajukan secara tertulis dalam bahas Indonesia, 
2. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan wajib pajak 
dengan disertai alasan yang jelas dengan mengemukakan data atau bukti bahwa 
jumlah pajak yang terutang atau pajak lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus 
tidak benar, 
Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat 
keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. DJP harus memberi keputusan atas 
keberatan apakah diterima, ditolak atau bahkan menambah besarnya pajak terutang 
dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat ketetapan diterima. 
2.1.17 Hak WP untuk Banding BPHTB 
Apabila permohonan keberatan ditolak, WP masih dapat mengajukan upaya 
Banding ke Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya SK 
Keberatan yang dapat dibuktikan dengan cap pos. Pengadilan Pajak harus memberi 
keputusan atas banding apakah diterima, ditolak atau bahkan menambah besarnya 
pajak terutang dalam jangka waktu paling lama 12 bulan.
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian 
atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran pajak akan dikembalikan dengan 
ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling 
lama 24 bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan 
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan 
Banding tersebut. 
2.1.18 Hak WP untuk Pengurangan 
Selain hak WP untuk mengajukan keberatan terhadap SKP, WP juga dapat 
mengajukan pengurangan dalam hal: 
1. Kondisi tertentu wajib pajak yang ada hubungannya dengan wajib pajak, yaitu: 
2. Wajib pajak orang pribadi yang mempunyai hak baru melalui program 
pemerintah di bidang pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara 
ekonomis, 
3. Wajib pajak badan yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan dan 
telah menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun yang 
dibuktikan dengan pernyataan wajib pajak dan keterangan dari pejabat 
pemerintah daerah setempat, 
4. Wajib pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang 
mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu 
derajat ke atas atau satu derajat ke bawah, 
5. Wajib pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan 
RS dan RSS yang diperoleh lansung dari pengembang. 
6. Kondisi wajib pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu, 
yaitu: 
7. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil 
ganti rugi pemerintah yang nilai ganti rugi dibawah nilai jual objek pajak, 
8. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah 
yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan 
persyaratan khusus, 
9. Wajib pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang 
berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga wajib pajak
harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan 
kebijaksanaan pemerintah, 
10. Wajib pajak bank mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari 
bank bumi daya, bank dagang negara, bank pembangunan Indonesia, bank 
ekspor impor dalam rangkaian proses penggabungan usaha, 
11. Wajib pajak penggabungan usaha atau peleburan usaha dengan atau tanpa 
terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh persetujuan nilai 
buku dalam rangka penggabungan usaha dari DJP, 
12. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak 
berfungsi lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab 
lainnya seperti kebakaran banjir dan tanah longsor paling lama 3 bulan setelah 
penandatanganan akta, 
13. Wajib pajak orang pribadi veteran, TNI dan pensiunan , janda/dudanya yang 
memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas pemerintah, 
14. Tanah atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial dan pendidikan yang 
semata-mata tidak untuk mencari keuntungan mislanya tanah dan atau 
bangunan yang digunakan antara lain untuk panti asuhan. 
Pengurangan akan diproses dalam waktu paling lama 3 bulan (apabila proses 
dilakukan di KPP Pratama) dan 6 bulan (apabila proses dilakukan di Kantor Pusat 
Dirjen Pajak) sejak tanggal diterima permohonan pengurangan BPHTB. Bagi WP 
yang memenuhi syarat dapat menghitung sendiri besarnya pengurangan sebelum 
melakukan pembayaran BPHTB. Contohnya untuk kasus waris dan hibah wasiat, 
dimana pembayaran menggunakan SSB setelah dikurangi dengan pengurangan 
dilakukan terlebih dahulu baru pengajukan permohonan pengurangan ke KPP 
Pratama. 
Dalam Surat Setoran Bea diberi tanda “pengurangan dihitung sendiri” dan 
jumlah setoran BPHTB setelah pengurangan. Dalam hal ini WP tetap mengajukan 
permohonan pengurangan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Bila 
permohonan pengurangannya ditolak/dikabulkan namun dalam pembayaran BPHTB-nya 
masih kurang bayar maka terhadap WP tersebut akan dikenakan sanksi bunga 
sebesar 2% per bulan dari kekurangan bayar tersebut, maksimum 24 bulan. Terhadap 
BPHTB kurang bayar (SKBKB) tidak dapat diajukan pengurangan kembali.
2.1.19 Pengembalian Kelebihan Pembayaran 
Wajib pajak dapat mengajukan usul permohonan pengembalian atas kelebihan 
pembayaran pajak kepada DJP, antara lain berupa: 
1. Pajak yang dibayar lebih besar daripada seharusnya terutang, 
2. Pajak yang dterutang yang dibayarkan oleh wajib pajak sebelum akta 
ditandatangani, namun perolehan hak atas tanah atau bangunan tersebut batal. 
Berdasarkan kondisi di atas maka pengembalian kelebihan pembayaran dapat 
diberikan karena: 
1. Pengajuan permohonan pengurangan yang dikabulkan baik sebagian ataupun 
seluruhnya, 
2. Pengajuan keberatan atau banding yang dikabulkan baik sebagian atau 
seluruhnya, maka jumlah pengembalian akan ditambahkan bunga 2%/bln 
maksimal 24 bulan, 
3. Pajak yang dibayar lebih besar dari yang seharusnya terutang atau sudah 
terlanjur bayar tetapi proses perolehan haknya dibatalkan, maka terlebih 
dahulu akan dilakukan dilakukan proses pemeriksaan (Pasal 22) jumlah 
pengembalian akan ditambahkan bunga 2%/bln maksimal 24 bulan apabila 
pengembalian telah lewat 2 bulan, 
4. Perubahan peraturan perundang-udangan. 
Pengajuan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak tersebut 
diajukan oleh WP ke DirJen Pajak. Kemudian DirJen Pajak dalam jangka waktu 
paling lama 12 bulan sejak diterimanya permohonan harus memberikan keputusan. 
Terhadap pengembalian pajak tersebut WP dapat melakukan restitusi atau 
kompensasi. 
2.1.20 Kewajiban Ber NPWP dalam proses BPHTB 
Sebagai upaya untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam kewajiban 
perpajakan maka salah satu upaya yang dilakukan oleh DJP adalah melalui transaksi 
jual beli properti. Untuk itu DJP perlu memonitor setiap pemenuhan kewajiban 
perpajakan WP yang akan dipantau melalui mekanisme pencantuman NPWP. Dasar
hukum proses ini adalah Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-35/PJ/2008 tanggal 9 
September 2008 tentang Kewajiban Pemilikan NPWP Dalam Rangka Pengalihan Hak 
Atas Tanah/Bangunan. 
Dalam hal ini berarti bahwa baik penjual maupun pembeli wajib memiliki 
NPWP kecuali: 
 — Bagi pembeli, tidak wajib mencantumkan NPWP jika NJOP atau NPOP di 
bawah Rp60.000.000,- 
 — Bagi penjual, tidak wajib mencantumkan NPWP jika PPh Final terutangnya 
di bawah Rp3.000.000,-.
2.2 Bea Materai 
2.2.1 Pengertian Bea Materai 
"Bea Materai adalah pajak tidak langsung yang dipungut secara insidentil 
(sekali pungut) atas dokumen yang disebut oleh Undang-Undang Bea Materai yang 
digunakan masyarakat dalam lalu lintas hukum sehingga dokumen tersebut dapat 
digunakan sebagai alat bukti dimuka pengadilan." 
Dengan kata lain, Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan 
dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, kwitansi pembayaran, surat berharga, 
dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan 
ketentuan dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. 
2.2.2 Dasar Hukum Bea Materai 
 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai 
 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea 
Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea 
Meterai. 
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas 
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, 
Ukuran, Warna, Dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005 
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan 
Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain. 
 Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara 
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas 
dengan Mesin Teraan. 
 Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara 
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan 
Teknologi Percetakan. 
 Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara 
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan 
Sistem Komputerisasi. 
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan 
Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian.
 Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara 
Pemeteraian Kemudian. 
 Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang 
dikenakan Bea Meterai. 
2.2.3 Obyek Bea Materai 
Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen 
menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan 
dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain : 
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan 
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat 
perdata. 
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya. 
c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya. 
d. Surat yang memuat jumlah uang yaitu: 
- yang menyebutkan penerimaan uang; 
- yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening 
bank; 
- yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank 
- yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi 
atau diperhitungkan. 
e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek. 
f. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen yang akan 
digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan 
surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea 
Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan 
oleh orang lain, lain dan maksud semula.
2.2.4 Pengecualian Obyek Bea Materai 
Secara umum dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah dokumen yang 
berhubungan dengan transaksi intern perusahaan, berkaitan dengan pembayaran 
pajak dan dokumen Negara. 
Dokumen yang tidak termasuk objek Bea Meterai adalah: 
1. Dokumen yang berupa: 
- surat penyimpanan barang; 
- konosemen; 
- surat angkutan penumpang dan barang; 
- keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat penyimpanan 
barang, konosemen, dan surat angkutan penumpang dan barang; 
- bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; 
- surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; 
- surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas. 
2. Segala bentuk ijazah 
3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya 
yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk 
mendapatkan pembayaran itu. 
4. Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas pemerintah daerah dan 
bank. 
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat 
disamakan dengan itu ke kas negara, kas pemerintah daerah dan bank. 
6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi. 
7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada 
penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang
tersebut 
8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian. 
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dan Efek, dengan nama dan bentuk 
apapun. 
2.2.5 Pengecualian Tidak Dikenakan Pajak Bea Materai 
 Apabila suatu dokumen (kecuali cek dan bilyet giro) mempunyai tidak lebih dari 
Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), maka atas dokumen tersebut 
tidak terutang Bea Meterai. 
 Dokumen yang berupa, antara lain: surat penyimpanan barang, konosemen, 
surat angkutan penumpang dan barang, bukti pengiriman dan dan penerimaan 
barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim, surat-surat 
lainnya yang disamakan dengan surat-surat tersebut di atas. 
 Segala bentuk Ijasah. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah Surat Tanda 
Tamat Belajar (STTB), tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu 
pendidikan, latihan, kursus, dan penataran. 
 Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran 
lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang 
diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu. 
 Tanda bukti penerimaan uang negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, 
dan Bank. 
 Kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainnya yang dapat disamakan 
dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan Bank. 
 Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan internal organisasi. 
 Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayarn uang tabungan kepada 
penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang 
tersebut. 
 Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian. 
 Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam 
bentuk apapun.
2.2.6 Subyek Pajak Bea Materai 
Subjek Bea Materai adalah pihak yang menerima atau pihak yang mendapat 
manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain. 
2.2.7 Tarif Pajak Bea Materai 
1. Tarif Bea Meterai Rp 6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut: 
a. Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk 
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau 
keadaan yang bersifat pendata 
b. Akta-akta Notaris termasuk salinannya 
c. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep selama nominalnya lebih dan 
Rp1.000.000,00.; 
d. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, 
yaitu: 
- surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan. 
- surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, 
jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dan 
tujuan semula. 
2. 
Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai berikut: 
- nominal sampai Rp250.000,- tidak dikenakan Bea Meterai 
- nominal antara Rp250.000,- sampai Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai 
Rp3.000,- 
- nominal diatas Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,- 
3. 
Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa 
batas pengenaan besarnya harga nominal. 
4. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal 
sampai dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,- sedangkan yang 
mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp
6.000,-. 
5. Sekumpulan Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam 
surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp 
1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,-, sedangkan yang mempunyai harga 
nominal lebih dan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 
6.000,-. 
2.2.8 Dasar Pengenaan Pajak Bea Materai 
Dasar hukum pengenaan Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 
1985 atau disebut juga Undang-Undang Bea Meterai. Undang-Undang ini berlaku 
sejak tanggal 1 Januari 1986. Selain itu untuk mengatur pelaksanaannya, telah 
dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah 
dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea 
Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai. 
 Bea Meterai dikenakan atas dokumen (merupakan pajak atas dokumen). 
 Satu dokumen hanya terutang satu Bea Meterai. 
 Rangkap/tindasan (yang ikut ditandatangani) terutang Bea Meterai sama 
dengan aslinya. 
2.2.9 Cara Pelunasan Bea Materai 
Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengatur tata cara pelunasan 
bea meterai. Pada dasarnya pelunasan bea meterai dapat ditempuh dengan dua cara 
yaitu : 
1. Dengan menggunakan benda meterai yaitu meterai tempel dan kertas meterai. 
2. Cara pelunasan bea meterai dengan cara lain yang ditetapkan menteri keuangan, 
yaitu : 
a. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan 
Meterai. 
Dasar Hukum : 
133b/KMK.04/2000 
KEP - 122b/PJ./2000 Jo SE - 07/PJ.5/2001 Jo SE - 28/PJ.5/2001
Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai 
diperbolehkan bagi penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan 
jumlah rata-rata setiap hari minimal 50 dokumen. 
b. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Teknologi Percetakan 
Dasar Hukum : 
133b/KMK.04/2000 
KEP - 122c/PJ./2000 Jo SE - 04/PJ.5/2001 Jo SE - 28/PJ.5/2001 
c. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Sistem 
Komputerisasi 
Dasar Hukum : 
133b/KMK.04/2000 
KEP - 122d/PJ./2000 Jo SE - 05/PJ.05/2001 
2.2.10 Denda Administrasi 
Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 
 Dokumen yang terutang bea meterai tetapi bea meterainya tidak atau kurang 
dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda sebesar 200% dari bea 
meterai yang tidak atau kurang di bayar. 
 Pelunasan bea meterai yang terutang berikut dendanya dilakukan dengan cara 
pemeteraian kemudian
DAFTAR PUSTAKA 
Prof Dr. Mardiasmo, MBA. Perpajakan. AK Andi. Yogyakarta 
http://dispenda.badungkab.go.id/obyek-pajak/pajak-bphtb-bea-perolehan-hak-atas-tanah- 
dan-bangunan/ 
http://eddiwahyudi.com/perspektif-pajak-sebagai-sarana-pendukung-pembangunan/ 
bea-perolehan-hak-atas-tanah-dan-bangunan-bphtb/ 
http://jovi-joe.blogspot.com/2012/01/blog-post.html 
http://pajaktaxes.blogspot.com/p/bphtb.html 
http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/04/bphtb.html 
http://sharing-pajak.blogspot.com/2009/02/pengertian-objek-pajak-dan-subjek-pajak. 
html 
https://sites.google.com/site/referensipajak/Pengertian-Obyek-Subyek-Tarif-Cara- 
Contoh-Menghitung-Pembayaran-Penetapan-Penagihan-Keberatan-Banding-Bea- 
Perolehan-Hak-Atas-Tanah-Dan-Bangunan-BPHTB 
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=bphtb

More Related Content

What's hot

Psak 16-aset tetap-ias-16-30052012
Psak 16-aset tetap-ias-16-30052012Psak 16-aset tetap-ias-16-30052012
Psak 16-aset tetap-ias-16-30052012
Sri Apriyanti Husain
 
Contoh ngisi spt ppn 1111
Contoh ngisi spt ppn 1111Contoh ngisi spt ppn 1111
Contoh ngisi spt ppn 1111
Tobagus Makmun
 
Ppt akl 2 kel 8 ( konsolidasi perubahan kepemilikan ) fix
Ppt akl 2 kel 8 ( konsolidasi perubahan kepemilikan ) fixPpt akl 2 kel 8 ( konsolidasi perubahan kepemilikan ) fix
Ppt akl 2 kel 8 ( konsolidasi perubahan kepemilikan ) fix
Perum Perumnas
 
tanggung jawab dan tujuan audit
tanggung jawab dan tujuan audittanggung jawab dan tujuan audit
tanggung jawab dan tujuan auditIndah Dwi Lestari
 
34020 7-853463552856
34020 7-85346355285634020 7-853463552856
34020 7-853463552856Sefri Yunita
 
Materi AKM 2 Utang Jangka Panjang
Materi AKM 2 Utang Jangka PanjangMateri AKM 2 Utang Jangka Panjang
Materi AKM 2 Utang Jangka Panjang
Ryan Gamof
 
Lat. rekon fiskal
Lat. rekon fiskalLat. rekon fiskal
Lat. rekon fiskal
Réndí Héryádí
 
Kunci jawaban bab 7 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 7 teori akuntansi suwardjonoKunci jawaban bab 7 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 7 teori akuntansi suwardjonoHerna Ferari
 
Penagihan pajak
Penagihan pajakPenagihan pajak
Penagihan pajak
Firdha Aryati
 
AKL 2 Pemilikan Tidak Langsung
AKL 2 Pemilikan Tidak LangsungAKL 2 Pemilikan Tidak Langsung
AKL 2 Pemilikan Tidak Langsung
Adi Jauhari
 
Penerapan activity based management (abm) system untuk meningkatkan efisiensi
Penerapan activity based management (abm) system untuk meningkatkan efisiensiPenerapan activity based management (abm) system untuk meningkatkan efisiensi
Penerapan activity based management (abm) system untuk meningkatkan efisiensi
Faridaabraham
 
Akuntansi investasi
Akuntansi investasiAkuntansi investasi
Akuntansi investasiAdi Jauhari
 
Pengukuran kinerja
Pengukuran kinerjaPengukuran kinerja
Pengukuran kinerja
Ulfa Defrana
 
Penghentian aktiva tetap
Penghentian aktiva tetapPenghentian aktiva tetap
Penghentian aktiva tetapAnis Fithriyani
 
Hukum tentang Surat Berharga
Hukum tentang Surat BerhargaHukum tentang Surat Berharga
Hukum tentang Surat Berharga
Universitas Merdeka Madiun
 
Kuliah teori akuntansi 3 -5 tujuan laporan keuangan
Kuliah teori akuntansi 3 -5 tujuan laporan keuanganKuliah teori akuntansi 3 -5 tujuan laporan keuangan
Kuliah teori akuntansi 3 -5 tujuan laporan keuangan
Rose Meea
 
011 simulasi contoh pph21
011 simulasi contoh pph21011 simulasi contoh pph21
011 simulasi contoh pph21
Tobagus Makmun
 
Kel.1 -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
Kel.1  -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usahaKel.1  -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
Kel.1 -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
Nisa Uzumakiy
 
Akuntansi Biaya 5#5
Akuntansi Biaya 5#5Akuntansi Biaya 5#5
Akuntansi Biaya 5#5
Judianto Nugroho
 
Rekonsiliasi Bank.pptx
Rekonsiliasi Bank.pptxRekonsiliasi Bank.pptx
Rekonsiliasi Bank.pptx
AryaMahardhika3
 

What's hot (20)

Psak 16-aset tetap-ias-16-30052012
Psak 16-aset tetap-ias-16-30052012Psak 16-aset tetap-ias-16-30052012
Psak 16-aset tetap-ias-16-30052012
 
Contoh ngisi spt ppn 1111
Contoh ngisi spt ppn 1111Contoh ngisi spt ppn 1111
Contoh ngisi spt ppn 1111
 
Ppt akl 2 kel 8 ( konsolidasi perubahan kepemilikan ) fix
Ppt akl 2 kel 8 ( konsolidasi perubahan kepemilikan ) fixPpt akl 2 kel 8 ( konsolidasi perubahan kepemilikan ) fix
Ppt akl 2 kel 8 ( konsolidasi perubahan kepemilikan ) fix
 
tanggung jawab dan tujuan audit
tanggung jawab dan tujuan audittanggung jawab dan tujuan audit
tanggung jawab dan tujuan audit
 
34020 7-853463552856
34020 7-85346355285634020 7-853463552856
34020 7-853463552856
 
Materi AKM 2 Utang Jangka Panjang
Materi AKM 2 Utang Jangka PanjangMateri AKM 2 Utang Jangka Panjang
Materi AKM 2 Utang Jangka Panjang
 
Lat. rekon fiskal
Lat. rekon fiskalLat. rekon fiskal
Lat. rekon fiskal
 
Kunci jawaban bab 7 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 7 teori akuntansi suwardjonoKunci jawaban bab 7 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 7 teori akuntansi suwardjono
 
Penagihan pajak
Penagihan pajakPenagihan pajak
Penagihan pajak
 
AKL 2 Pemilikan Tidak Langsung
AKL 2 Pemilikan Tidak LangsungAKL 2 Pemilikan Tidak Langsung
AKL 2 Pemilikan Tidak Langsung
 
Penerapan activity based management (abm) system untuk meningkatkan efisiensi
Penerapan activity based management (abm) system untuk meningkatkan efisiensiPenerapan activity based management (abm) system untuk meningkatkan efisiensi
Penerapan activity based management (abm) system untuk meningkatkan efisiensi
 
Akuntansi investasi
Akuntansi investasiAkuntansi investasi
Akuntansi investasi
 
Pengukuran kinerja
Pengukuran kinerjaPengukuran kinerja
Pengukuran kinerja
 
Penghentian aktiva tetap
Penghentian aktiva tetapPenghentian aktiva tetap
Penghentian aktiva tetap
 
Hukum tentang Surat Berharga
Hukum tentang Surat BerhargaHukum tentang Surat Berharga
Hukum tentang Surat Berharga
 
Kuliah teori akuntansi 3 -5 tujuan laporan keuangan
Kuliah teori akuntansi 3 -5 tujuan laporan keuanganKuliah teori akuntansi 3 -5 tujuan laporan keuangan
Kuliah teori akuntansi 3 -5 tujuan laporan keuangan
 
011 simulasi contoh pph21
011 simulasi contoh pph21011 simulasi contoh pph21
011 simulasi contoh pph21
 
Kel.1 -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
Kel.1  -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usahaKel.1  -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
Kel.1 -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
 
Akuntansi Biaya 5#5
Akuntansi Biaya 5#5Akuntansi Biaya 5#5
Akuntansi Biaya 5#5
 
Rekonsiliasi Bank.pptx
Rekonsiliasi Bank.pptxRekonsiliasi Bank.pptx
Rekonsiliasi Bank.pptx
 

Viewers also liked

Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)
Bbe Mee
 
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNANBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
Dwi Paris Caesar
 
Pengertian BPHTB
Pengertian BPHTBPengertian BPHTB
Pengertian BPHTB
Surya Getsemani
 
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNANMAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Lihunscience Gibran
 
Presentasi bphtb
Presentasi bphtbPresentasi bphtb
Presentasi bphtb
Giyono Gi
 
Bea Materai
Bea MateraiBea Materai
Bea Materai
Bbe Mee
 
Bphtb present
Bphtb presentBphtb present
Bphtb present
Ariza Ekky
 
surat wasiat
surat wasiatsurat wasiat
surat wasiat
Legal Akses
 
perjanjian sewa rumah
perjanjian sewa rumahperjanjian sewa rumah
perjanjian sewa rumah
Legal Akses
 
Perjanjian Usaha Bersama
Perjanjian Usaha BersamaPerjanjian Usaha Bersama
Perjanjian Usaha Bersama
Legal Akses
 
Draf Peraturan Perusahaan
Draf Peraturan PerusahaanDraf Peraturan Perusahaan
Draf Peraturan Perusahaan
Legal Akses
 
Draf Perjanjian Kerja
Draf Perjanjian KerjaDraf Perjanjian Kerja
Draf Perjanjian Kerja
Legal Akses
 

Viewers also liked (13)

Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)
 
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNANBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
 
Pengertian BPHTB
Pengertian BPHTBPengertian BPHTB
Pengertian BPHTB
 
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNANMAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
 
Presentasi bphtb
Presentasi bphtbPresentasi bphtb
Presentasi bphtb
 
Bea Materai
Bea MateraiBea Materai
Bea Materai
 
Bea+meterai
Bea+meteraiBea+meterai
Bea+meterai
 
Bphtb present
Bphtb presentBphtb present
Bphtb present
 
surat wasiat
surat wasiatsurat wasiat
surat wasiat
 
perjanjian sewa rumah
perjanjian sewa rumahperjanjian sewa rumah
perjanjian sewa rumah
 
Perjanjian Usaha Bersama
Perjanjian Usaha BersamaPerjanjian Usaha Bersama
Perjanjian Usaha Bersama
 
Draf Peraturan Perusahaan
Draf Peraturan PerusahaanDraf Peraturan Perusahaan
Draf Peraturan Perusahaan
 
Draf Perjanjian Kerja
Draf Perjanjian KerjaDraf Perjanjian Kerja
Draf Perjanjian Kerja
 

Similar to Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

Tugas pajak bphtb
Tugas pajak bphtbTugas pajak bphtb
Tugas pajak bphtb
ibeth_rtk
 
Pertemuan 11 pajak
Pertemuan 11 pajakPertemuan 11 pajak
Pertemuan 11 pajak
Defina Sulastiningtiyas
 
Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan BangunanPajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan
Abu Tholib
 
Bab 1 dan 2
Bab 1 dan 2Bab 1 dan 2
Bab 1 dan 2
HanaKurniasari
 
PRESENTASI AHDB KEL1.pptx
PRESENTASI AHDB KEL1.pptxPRESENTASI AHDB KEL1.pptx
PRESENTASI AHDB KEL1.pptx
Icha257332
 
PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...
PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...
PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...
Roko Subagya
 
UU 20 2000
UU 20 2000UU 20 2000
UU 20 2000
Pajeg Lempung
 
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
daniameida
 
HIBAH BMN Rakernas Aklap 20092022.pptx
HIBAH BMN Rakernas Aklap 20092022.pptxHIBAH BMN Rakernas Aklap 20092022.pptx
HIBAH BMN Rakernas Aklap 20092022.pptx
FarandiAngesti5
 
bphtb-new.pdf
bphtb-new.pdfbphtb-new.pdf
bphtb-new.pdf
AnandaFitriaRahmadan
 
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdfPP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
nesyanurhalimah1
 
Materi_BPHTB.pptx
Materi_BPHTB.pptxMateri_BPHTB.pptx
Materi_BPHTB.pptx
Asteria Dian Perdanawati
 
fdokumen.com_hak-tanggungan-568182660fb93.ppt
fdokumen.com_hak-tanggungan-568182660fb93.pptfdokumen.com_hak-tanggungan-568182660fb93.ppt
fdokumen.com_hak-tanggungan-568182660fb93.ppt
IjalMokodompitSugeha
 
Pendidikan anti korupsi - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful B...
Pendidikan anti korupsi - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful B...Pendidikan anti korupsi - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful B...
Pendidikan anti korupsi - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful B...
Idik Saeful Bahri
 
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunanUU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunanPajeg Lempung
 
Hak mendahulu
Hak mendahuluHak mendahulu
Hak mendahulu
Fiqri Umari
 
Hak mendahulu
Hak mendahuluHak mendahulu
Hak mendahulu
Fiqri Umari
 

Similar to Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai (20)

Tugas pajak bphtb
Tugas pajak bphtbTugas pajak bphtb
Tugas pajak bphtb
 
Pertemuan 11 pajak
Pertemuan 11 pajakPertemuan 11 pajak
Pertemuan 11 pajak
 
Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan BangunanPajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan
 
Bab 1 dan 2
Bab 1 dan 2Bab 1 dan 2
Bab 1 dan 2
 
Uu 21 1997
Uu 21 1997Uu 21 1997
Uu 21 1997
 
UU 21 1997
UU 21 1997UU 21 1997
UU 21 1997
 
PRESENTASI AHDB KEL1.pptx
PRESENTASI AHDB KEL1.pptxPRESENTASI AHDB KEL1.pptx
PRESENTASI AHDB KEL1.pptx
 
PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...
PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...
PP 34 TAHUN 2016 ::::: TENTANG PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TAN...
 
Uu 20 2000
Uu 20 2000Uu 20 2000
Uu 20 2000
 
UU 20 2000
UU 20 2000UU 20 2000
UU 20 2000
 
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
15. PPT PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.pptx
 
HIBAH BMN Rakernas Aklap 20092022.pptx
HIBAH BMN Rakernas Aklap 20092022.pptxHIBAH BMN Rakernas Aklap 20092022.pptx
HIBAH BMN Rakernas Aklap 20092022.pptx
 
bphtb-new.pdf
bphtb-new.pdfbphtb-new.pdf
bphtb-new.pdf
 
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdfPP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
PP-No-40-Tahun-1996-tentang-HGU-HGB-dan-Hak-Pakai_2.pdf
 
Materi_BPHTB.pptx
Materi_BPHTB.pptxMateri_BPHTB.pptx
Materi_BPHTB.pptx
 
fdokumen.com_hak-tanggungan-568182660fb93.ppt
fdokumen.com_hak-tanggungan-568182660fb93.pptfdokumen.com_hak-tanggungan-568182660fb93.ppt
fdokumen.com_hak-tanggungan-568182660fb93.ppt
 
Pendidikan anti korupsi - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful B...
Pendidikan anti korupsi - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful B...Pendidikan anti korupsi - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful B...
Pendidikan anti korupsi - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful B...
 
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunanUU 012 tahun 1985   Pajak bumi dan bangunan
UU 012 tahun 1985 Pajak bumi dan bangunan
 
Hak mendahulu
Hak mendahuluHak mendahulu
Hak mendahulu
 
Hak mendahulu
Hak mendahuluHak mendahulu
Hak mendahulu
 

Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

  • 1. PENGANTAR PERPAJAKAN “Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) & Bea Materai (BM)” DISUSUN OLEH : 1. CHOIRUL UMMAH SA’DIYAH (13.322.024) 2. SITI SHOLIKHATIN (13.322.016) 3. KUSMITA (13.322.018) 4. MALIKHATUL ADAWIYAH (13.322.015) 5. SITI KHUSNUL FATIMAH (13.322.034) 6. UMI SULKHAH (13.322.035) 7. FARIZAH MAHMUDAH A. (13.322.009) 8. DEVI RAHMANIAH (13.322.022) 9. EVA RUMAWATI (13.322.005) AKUNTANSI A SORE FAKULTAS EKONOMI PRODI AKUNTANSI 2013 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK 2014
  • 2. BAB II PEMBAHASAN 2.1 BPHTB 2.1.1 Pengertian BPHTB Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak; Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan: adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan; Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta bangunan di tasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya. 2.1.2 Dasar Hukum BPHTB Dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah :  Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.Undang-undang ini menggantikan Ordonasi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291.  Peraturan Pemerintah No.111 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena waris dan hibah  Peraturan Pemerintah No.112 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan  Peraturan Pemerintah No.113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB. Dengan diterapkannya Undang-undang ini maka :
  • 3.  Dapat mengkonpensasikan penurunan penerimaandaerah karna diberlakukannya Undang-undangmengenai pajak dan retribusi daerah karena 99% penerimaan BPHTB dikembalikan kepada daerah.  Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan  Menciptakan sistem perpajakan yang sederhana tanpa mengabaikan pengawasan dan pengamana keuangan Negara. 2.1.3 Obyek Pajak BPHTB Sesuai bunyi pasal 2 Undang-undang BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi: 1. Pemindahan Hak karena : a. Jual Beli b. Tukar Menukar c. Hibah d. Hibah Wasiat yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia e. Waris f. Pemasukan dalam Perseroan atau Badan Hukum lainnya yaitu pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut g. Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama h. Penunjukan pembeli dalam Lelang yaitu penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang i. Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap
  • 4. yaitu adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut j. Penggabungan Usaha yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung k. Peleburan Usaha yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut l. Pemekaran Usaha yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama m. Hadiah yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah 2. Pemberian Hak Baru karena : a. Kelanjutan Pelepasan Hak yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak b. Diluar Pelepasan Hak yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku Hak atas tanah yang menjadi objek BPHTB adalah : a. hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah; b. hak guna usaha (HGU),
  • 5. yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku; c. hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. d. hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. e. hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan. f. hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga. 2.1.4 Pengecualian Obyek Pajak BPHTB Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB yaitu : 1. Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas perlakuan timbal balik
  • 6. 2. Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum 3. Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha/kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya 4. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena KONVERSI HAK atau karena perbuatan Hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama 5. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena WAKAF 6. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena kepentingan IBADAH 2.1.5 Pengecualian Tidak Dikenakan Pajak BPHTB ( Pasal 7 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 jo. PP No.113 Tahun 2000 jo. KMK-516/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK-33/PMK.03/2008) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling banyak Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Yang dimaksud dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional adalah penetapan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk masing-masing Kabupaten/Kota. Selanjutnya didalam pasal 7 UU BPHTB, pemerintah menentukan suatu batas nilai perolehan tidak kena pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Ketentuan pasal 7 ini dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan yang terakhir adalah Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tanggal 1 Desember 2000 yang kemudian ditindaklanjuti lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000. Keputusan Menteri Keuangan ini kemudian mengalami perubahan dan yang terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 tanggal 22 Februari 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor
  • 7. 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajaak Tidak Kena Pajak BPHTB. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 ini berisikan ketentuan sebagai berikut: a. untuk perolehan hak karena waris , atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) b. untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR bersubsidi, dan Rumah Susun Sederhana sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 7/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR Sarusun Bersubsidi, ditetapkna sebesar Rp49.000.000,00 (empat puluh sembilan juta rupiah) c. untuk perolehan hak baru melalui program pemerintah yang diterima pelaku usaha kecil atau mikro dalam rangka Program Peningkatan Sertifikasi Tanah untuk Memperkuat Penjaminan Kredit bagi Usaha Mikro dan Kecil, ditetapkan sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) d. untuk perolehan hak selain perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, ditetapkan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) e. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar daripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka NPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d f. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar daripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf c, maka NPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf c ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d.
  • 8. Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional, maksudnya adalah NPOPTKP tersebut ditetapkan per daerah tingkat II (Kabupaten/Kota) dengan mempertimbangkan usulan dari Kepala Daerah yang bersangkutan. 2.1.6 Subyek Pajak BPHTB Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak. 2.1.7 Tarif Pajak BPHTB ( Pasal 5 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 ). Tarif pajak yang dikenakan atas objek BPHTB adalah sebesar 5 % (lima persen). 2.1.8 Dasar Perhitungan Pajak BPHTB BPHTB = ( NPOP - NPOPTKP ) x Tarif atau bila NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan : BPHTB = NPOPKP x Tarif Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak (5%) dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Besarnya NPOPKP adalah NPOP – NPOPTKP. Apabila NPOP lebih rendah dari NJOP PBB tahun terjadinya transaksi, atau bila NPOP tidak diketahui, maka dasar pengenaan pajaknya adalah NJOP PBB. 2.1.9 Dasar Pengenaan Pajak BPHTB Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau disingkat NPOP sesuai ketentuan pasal 6 UU BPHTB. Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut : 1. Jual Beli = Harga Transaksi 2. Tukar Menukar = Nilai Pasar 3. Hibah = Nilai Pasar 4. Hibah Wasiat = Nilai Pasar
  • 9. 5. Waris = Nilai Pasar 6. Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar 7. Pemisahan Hak = Nilai Pasar 8. Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar 9. Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar 10. Penggabungan Usaha = Nilai Pasar 11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar 12. Pemekaran Usaha = Nilai Pasar 13. Hadiah = Nilai Pasar 14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang 2.1.10 Perhitungan Pajak BPHTB ( Pasal 8 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 ) Secara umum besarnya BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) yang diperoleh dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada rumus dibawah ini: Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) XXXXX Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) XXXXX (-) Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) XXXXX Besarnya BPHTB terutang = 5 % X NPOPKP XXXXX Contoh : Tuan Budi membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 70.000.000,-. Sedangkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang berlaku di kabupaten/ kota tersebut Rp 60.000.000,- . Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) Rp 70.000.000 Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Rp 60.000.000 (-) Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) Rp 10.000.000 Besarnya BPHTB terutang = 5 % Rp 10.000.000,- = Rp 500.000.- 2.1.11 Saat Terutangnya Pajak BPHTB
  • 10. Saat yang menentukan terutang nya pajak adalah 1. Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, untuk : a. Jual beli b. Tukar menukar c. Hibah d. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya e. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan f. Penggabungan usaha g. Peleburan usaha h. Pemekaran usaha i. Hadiah 2. Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, untuk lelang 3. Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, untuk putusan hakim 4. Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya kek kantor pertanahan, untuk hibah wasiat dan waris 5. Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak, untuk : a. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak b. Pemberian hak baru diluar pelepasan hak. 2.1.12 Tempat Pajak Terutang Tempat pajak terutang adalah di wilayah : 1. Kabupaten 2. Kota,atau 3. Propinsi Tempat tersebut meliputi letak tanah dan atau bangunan. Tempat Pembayaran : Pajak yang terutang dibayar ke Kas Negara melalui: 1. Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah 2. Kantor Pos dan Giro 3. Tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
  • 11. 2.1.13 Tata Cara Pembayaran Ketentuan tata cara pembayaran BPHTB tercantum dalam pasal 10 UU BPHTB yang dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor 269/PJ/2001 tanggal 2 April 2001 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 09/PJ.6/2001 tanggal 6 April 2001 yang intinya adalah sebagai berikut : a. Pembayaran tidak mendasarkan kepada adanya Surat Ketetapan Pajak. b. Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Bea ( SSB ) ke Kas Negara melalui Bank/Kantor Pos atau Tempat Pembayaran lain yg ditunjuk c. SSB juga berfungsi sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan Kewajiban Bayar pada saat : 1. Dibuat & ditandatanganinya Akta 2. Pendaftaran Hak untuk Waris & Hibah Wasiat 3. Ditunjuknya pemenang Lelang 4. Ditandatanganinya SK Pemberian Hak dalam hal pemberian Hak Baru 5. Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap 2.1.14 Ketetapan BPHTB Direktorat Jenderal Pajak (menurut UU No. 20 Tahun 2000) atau Kepala Daerah (menurut UU No. 28 Tahun 2009) dalam jangka waktu 5 tahun sesudah terutangnya BPHTB setelah terlebih dahulu melakukan pemeriksaan lapangan ataupun kantor dan dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea (SKB) atau Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD):
  • 12. 1. Lebih bayar (LB), apabila pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, 2. Nihil (N), apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak terutang, 3. Kurang bayar (KB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang bayar. 4. Kurang bayar tambahan (KBT) apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap (novum) yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang kecuali WP melapor sebelum pemeriksaan. Terhadap jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam SKBKB tersebut dikenakan sanksi administrasi sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan (sehingga maksimal 48%) terhitung sejak tanggal terutangnya pajak. Sedangkan terhadap kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKBT dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut, namun demikian jika WP melaporkan sendiri sebelum dilakukan pemeriksaan maka kenaikan tersebut tidak dikenakan. Jangka waktu pelunasan SKB tersebut adalah 1 bulan sejak tanggal diterbitkannya surat ketetapan. 2.1.15 Surat Tagihan BPHTB (STB) Menurut UU No. 20 Tahun 2000 Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan STB apabila; 1. Pajak yang terutang tidak atau kurang bayar, 2. Dari hasil pemeriksaan kantor surat setoran BPHTB terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung, 3. Wajib pajak dikenakan sanksi berupa denda dan atau bunga, 4. Sanksi administrasi dikenakan bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan sejak terutangnya pajak. Sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dapat dikenakan apabila hasil pemeriksaan menyatakan kurang bayar, sanksi
  • 13. ini dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB). 2.1.16 Hak WP untuk Keberatan BPHTB Dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya SKP yang dapat dibuktikan dengan cap pos, Wajib pajak dapat mengajukan keberatan terhadap: 1. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Kurang Bayar (SKBKB), 2. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), 3. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Lebih Bayar (SKBLB), 4. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Nihil (SKBN). Syarat pengajuan keberatan; 1. Diajukan secara tertulis dalam bahas Indonesia, 2. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan wajib pajak dengan disertai alasan yang jelas dengan mengemukakan data atau bukti bahwa jumlah pajak yang terutang atau pajak lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar, Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. DJP harus memberi keputusan atas keberatan apakah diterima, ditolak atau bahkan menambah besarnya pajak terutang dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat ketetapan diterima. 2.1.17 Hak WP untuk Banding BPHTB Apabila permohonan keberatan ditolak, WP masih dapat mengajukan upaya Banding ke Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya SK Keberatan yang dapat dibuktikan dengan cap pos. Pengadilan Pajak harus memberi keputusan atas banding apakah diterima, ditolak atau bahkan menambah besarnya pajak terutang dalam jangka waktu paling lama 12 bulan.
  • 14. Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran pajak akan dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding tersebut. 2.1.18 Hak WP untuk Pengurangan Selain hak WP untuk mengajukan keberatan terhadap SKP, WP juga dapat mengajukan pengurangan dalam hal: 1. Kondisi tertentu wajib pajak yang ada hubungannya dengan wajib pajak, yaitu: 2. Wajib pajak orang pribadi yang mempunyai hak baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomis, 3. Wajib pajak badan yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan dan telah menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun yang dibuktikan dengan pernyataan wajib pajak dan keterangan dari pejabat pemerintah daerah setempat, 4. Wajib pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah, 5. Wajib pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan RS dan RSS yang diperoleh lansung dari pengembang. 6. Kondisi wajib pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu, yaitu: 7. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti rugi dibawah nilai jual objek pajak, 8. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus, 9. Wajib pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga wajib pajak
  • 15. harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah, 10. Wajib pajak bank mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari bank bumi daya, bank dagang negara, bank pembangunan Indonesia, bank ekspor impor dalam rangkaian proses penggabungan usaha, 11. Wajib pajak penggabungan usaha atau peleburan usaha dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh persetujuan nilai buku dalam rangka penggabungan usaha dari DJP, 12. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya seperti kebakaran banjir dan tanah longsor paling lama 3 bulan setelah penandatanganan akta, 13. Wajib pajak orang pribadi veteran, TNI dan pensiunan , janda/dudanya yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas pemerintah, 14. Tanah atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial dan pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan mislanya tanah dan atau bangunan yang digunakan antara lain untuk panti asuhan. Pengurangan akan diproses dalam waktu paling lama 3 bulan (apabila proses dilakukan di KPP Pratama) dan 6 bulan (apabila proses dilakukan di Kantor Pusat Dirjen Pajak) sejak tanggal diterima permohonan pengurangan BPHTB. Bagi WP yang memenuhi syarat dapat menghitung sendiri besarnya pengurangan sebelum melakukan pembayaran BPHTB. Contohnya untuk kasus waris dan hibah wasiat, dimana pembayaran menggunakan SSB setelah dikurangi dengan pengurangan dilakukan terlebih dahulu baru pengajukan permohonan pengurangan ke KPP Pratama. Dalam Surat Setoran Bea diberi tanda “pengurangan dihitung sendiri” dan jumlah setoran BPHTB setelah pengurangan. Dalam hal ini WP tetap mengajukan permohonan pengurangan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Bila permohonan pengurangannya ditolak/dikabulkan namun dalam pembayaran BPHTB-nya masih kurang bayar maka terhadap WP tersebut akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan dari kekurangan bayar tersebut, maksimum 24 bulan. Terhadap BPHTB kurang bayar (SKBKB) tidak dapat diajukan pengurangan kembali.
  • 16. 2.1.19 Pengembalian Kelebihan Pembayaran Wajib pajak dapat mengajukan usul permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada DJP, antara lain berupa: 1. Pajak yang dibayar lebih besar daripada seharusnya terutang, 2. Pajak yang dterutang yang dibayarkan oleh wajib pajak sebelum akta ditandatangani, namun perolehan hak atas tanah atau bangunan tersebut batal. Berdasarkan kondisi di atas maka pengembalian kelebihan pembayaran dapat diberikan karena: 1. Pengajuan permohonan pengurangan yang dikabulkan baik sebagian ataupun seluruhnya, 2. Pengajuan keberatan atau banding yang dikabulkan baik sebagian atau seluruhnya, maka jumlah pengembalian akan ditambahkan bunga 2%/bln maksimal 24 bulan, 3. Pajak yang dibayar lebih besar dari yang seharusnya terutang atau sudah terlanjur bayar tetapi proses perolehan haknya dibatalkan, maka terlebih dahulu akan dilakukan dilakukan proses pemeriksaan (Pasal 22) jumlah pengembalian akan ditambahkan bunga 2%/bln maksimal 24 bulan apabila pengembalian telah lewat 2 bulan, 4. Perubahan peraturan perundang-udangan. Pengajuan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak tersebut diajukan oleh WP ke DirJen Pajak. Kemudian DirJen Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak diterimanya permohonan harus memberikan keputusan. Terhadap pengembalian pajak tersebut WP dapat melakukan restitusi atau kompensasi. 2.1.20 Kewajiban Ber NPWP dalam proses BPHTB Sebagai upaya untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam kewajiban perpajakan maka salah satu upaya yang dilakukan oleh DJP adalah melalui transaksi jual beli properti. Untuk itu DJP perlu memonitor setiap pemenuhan kewajiban perpajakan WP yang akan dipantau melalui mekanisme pencantuman NPWP. Dasar
  • 17. hukum proses ini adalah Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-35/PJ/2008 tanggal 9 September 2008 tentang Kewajiban Pemilikan NPWP Dalam Rangka Pengalihan Hak Atas Tanah/Bangunan. Dalam hal ini berarti bahwa baik penjual maupun pembeli wajib memiliki NPWP kecuali:  — Bagi pembeli, tidak wajib mencantumkan NPWP jika NJOP atau NPOP di bawah Rp60.000.000,-  — Bagi penjual, tidak wajib mencantumkan NPWP jika PPh Final terutangnya di bawah Rp3.000.000,-.
  • 18. 2.2 Bea Materai 2.2.1 Pengertian Bea Materai "Bea Materai adalah pajak tidak langsung yang dipungut secara insidentil (sekali pungut) atas dokumen yang disebut oleh Undang-Undang Bea Materai yang digunakan masyarakat dalam lalu lintas hukum sehingga dokumen tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti dimuka pengadilan." Dengan kata lain, Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. 2.2.2 Dasar Hukum Bea Materai  Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai  Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain.  Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan.  Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan.  Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Sistem Komputerisasi.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian.
  • 19.  Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara Pemeteraian Kemudian.  Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang dikenakan Bea Meterai. 2.2.3 Obyek Bea Materai Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain : a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. b. Akta-akta notaris termasuk salinannya. c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya. d. Surat yang memuat jumlah uang yaitu: - yang menyebutkan penerimaan uang; - yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank; - yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank - yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan. e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek. f. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dan maksud semula.
  • 20. 2.2.4 Pengecualian Obyek Bea Materai Secara umum dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi intern perusahaan, berkaitan dengan pembayaran pajak dan dokumen Negara. Dokumen yang tidak termasuk objek Bea Meterai adalah: 1. Dokumen yang berupa: - surat penyimpanan barang; - konosemen; - surat angkutan penumpang dan barang; - keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat penyimpanan barang, konosemen, dan surat angkutan penumpang dan barang; - bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; - surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; - surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas. 2. Segala bentuk ijazah 3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu. 4. Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas pemerintah daerah dan bank. 5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu ke kas negara, kas pemerintah daerah dan bank. 6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi. 7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang
  • 21. tersebut 8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian. 9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dan Efek, dengan nama dan bentuk apapun. 2.2.5 Pengecualian Tidak Dikenakan Pajak Bea Materai  Apabila suatu dokumen (kecuali cek dan bilyet giro) mempunyai tidak lebih dari Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), maka atas dokumen tersebut tidak terutang Bea Meterai.  Dokumen yang berupa, antara lain: surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, bukti pengiriman dan dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim, surat-surat lainnya yang disamakan dengan surat-surat tersebut di atas.  Segala bentuk Ijasah. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah Surat Tanda Tamat Belajar (STTB), tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, latihan, kursus, dan penataran.  Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.  Tanda bukti penerimaan uang negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan Bank.  Kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan Bank.  Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan internal organisasi.  Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayarn uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut.  Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.  Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
  • 22. 2.2.6 Subyek Pajak Bea Materai Subjek Bea Materai adalah pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain. 2.2.7 Tarif Pajak Bea Materai 1. Tarif Bea Meterai Rp 6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut: a. Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat pendata b. Akta-akta Notaris termasuk salinannya c. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep selama nominalnya lebih dan Rp1.000.000,00.; d. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu: - surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan. - surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dan tujuan semula. 2. Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai berikut: - nominal sampai Rp250.000,- tidak dikenakan Bea Meterai - nominal antara Rp250.000,- sampai Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp3.000,- - nominal diatas Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,- 3. Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal. 4. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,- sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp
  • 23. 6.000,-. 5. Sekumpulan Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,-, sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,-. 2.2.8 Dasar Pengenaan Pajak Bea Materai Dasar hukum pengenaan Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 atau disebut juga Undang-Undang Bea Meterai. Undang-Undang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 1986. Selain itu untuk mengatur pelaksanaannya, telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai.  Bea Meterai dikenakan atas dokumen (merupakan pajak atas dokumen).  Satu dokumen hanya terutang satu Bea Meterai.  Rangkap/tindasan (yang ikut ditandatangani) terutang Bea Meterai sama dengan aslinya. 2.2.9 Cara Pelunasan Bea Materai Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengatur tata cara pelunasan bea meterai. Pada dasarnya pelunasan bea meterai dapat ditempuh dengan dua cara yaitu : 1. Dengan menggunakan benda meterai yaitu meterai tempel dan kertas meterai. 2. Cara pelunasan bea meterai dengan cara lain yang ditetapkan menteri keuangan, yaitu : a. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai. Dasar Hukum : 133b/KMK.04/2000 KEP - 122b/PJ./2000 Jo SE - 07/PJ.5/2001 Jo SE - 28/PJ.5/2001
  • 24. Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai diperbolehkan bagi penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal 50 dokumen. b. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Teknologi Percetakan Dasar Hukum : 133b/KMK.04/2000 KEP - 122c/PJ./2000 Jo SE - 04/PJ.5/2001 Jo SE - 28/PJ.5/2001 c. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Sistem Komputerisasi Dasar Hukum : 133b/KMK.04/2000 KEP - 122d/PJ./2000 Jo SE - 05/PJ.05/2001 2.2.10 Denda Administrasi Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985  Dokumen yang terutang bea meterai tetapi bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda sebesar 200% dari bea meterai yang tidak atau kurang di bayar.  Pelunasan bea meterai yang terutang berikut dendanya dilakukan dengan cara pemeteraian kemudian
  • 25. DAFTAR PUSTAKA Prof Dr. Mardiasmo, MBA. Perpajakan. AK Andi. Yogyakarta http://dispenda.badungkab.go.id/obyek-pajak/pajak-bphtb-bea-perolehan-hak-atas-tanah- dan-bangunan/ http://eddiwahyudi.com/perspektif-pajak-sebagai-sarana-pendukung-pembangunan/ bea-perolehan-hak-atas-tanah-dan-bangunan-bphtb/ http://jovi-joe.blogspot.com/2012/01/blog-post.html http://pajaktaxes.blogspot.com/p/bphtb.html http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/04/bphtb.html http://sharing-pajak.blogspot.com/2009/02/pengertian-objek-pajak-dan-subjek-pajak. html https://sites.google.com/site/referensipajak/Pengertian-Obyek-Subyek-Tarif-Cara- Contoh-Menghitung-Pembayaran-Penetapan-Penagihan-Keberatan-Banding-Bea- Perolehan-Hak-Atas-Tanah-Dan-Bangunan-BPHTB http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=bphtb