SlideShare a Scribd company logo
1 of 81
Download to read offline
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
BAB I 
PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang 
Produk suatu proses permesinan mempunyai kualitas geometrik tertentu. 
Kualitas yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh pengendalian mutu dan proses 
manufakturnya. Mutu yang baik tidak saja tergantung pada proses manufaktur. Proses 
produksi yang baik juga sangat ditentukan oleh penggunaan alat-alat ukur presisi 
(tepat) dan akurat (teliti) serta cara pengukurannya pun harus sesuai dan benar. 
Alat ukur presisi (tepat) dan akurat (teliti) merupakan suatu hal yang harus 
dipenuhi guna menghasilkan pengukuran yang benar. Tentunya didukung oleh 
kepiawaian mengukur si pengukur produk selama proses produksi berlangsung 
hingga menghasilkan produk sesuai dimensi tertentu yang dikehendaki (jobshift). Di 
dalam industri manufaktur hal tersebut biasanya dilakukan oleh bagian ahli produksi 
sedangkan kontrol kualitas produk biasanya menjadi kewenangan Q.A (Quality 
Assurance) atau biasanya disebut Laboratorium Metrologi. 
Produk permesinan mempunyai kualitas produk tertentu yang selalu 
membutuhkan pemerikasaan untuk memeriksanya diperlukan metrologi dalam arti 
umum. Sedangkan metrologi industri adalah ilmu untuk melakukan pengukuran 
karakteristik geometri atau komponen mesin dengan alat untuk cara yang tepat sesuai 
dengan hasil pengukurannya dianggap sebagai hasil yang paling dekat dengan kondisi 
geometri sesungguhnya dari komponen mesin tersebut. 
Sebagai contoh, produk piston dan bearing. Apabila dua produk tersebut 
tidak diproduksi dengan hati-hati dan sesuai standar pengukuran maka akan sangat 
bebahaya sekali ketika terjadi losses pada saat digunakan oleh konsumen. Maka dari 
itu sudah terlihat jelas betapa pentinggya kita mempelajari metrologi industri. 
Di laporan kali ini dibahas mendetail mengenai pengertian dan pemahaman 
mengenai mengukur. Terlebih lagi kita akan membahas atau melihat lebih jauh 
tentang pengukuran di dalam metrologi ndustri yang sangat penting kegunaannya di 
dunia kerja nanti. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 1 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
1.2 Tujuan Praktikum 
Praktikum metrologi industri ini dibuat guna menunjang teori yang telah 
sedang diberikan pada mata kuiah metrologi industri. Adapun tujuan utama dari 
praktikum ini adalah 
1. Mengenal alat ukur, mengetahui bagaimana cara menggunakan dan mengetahui 
akan kemampuan dan sifat-sifat dari alat ukur tersebut. 
2. Menetahui proses pengukuran dan hasil yang dicapai apakah memenuhi ketelitian 
dan ketepatan dari proses pengukuran yang mencakup alat ukur, benda ukur, dan 
operator akan lebih dipahami dengan melaksanakan praktikum ini. 
3. Untuk mengetahui bagaimana perlakuan yang baku dan sesuai terhadap alat ukur 
dengan pemeliharaan dan kalibrasi yang tepat. 
4. Untuk memahami ilmu metrologi industri 
5. Untuk mmengambil data statistika sehingga data yang kita ambil dapat dibaca oleh 
pengamat. 
6. Mengenal dan mengetahui bagaimana cara menggunakan ilmu statistika di 
metrologi industri. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 2 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
BAB II 
DASAR TEORI 
2.1 Instumentasi 
2.1.1 Definisi Instrumentasi 
Menurut Frankly W. Kirik dan Nicholas R. Rimboy pada tahun 1962 
Instrumentasi adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan peralatan atau 
instrument untuk mengukur dan mengatur suatu besaran baik kondisi fisis 
maupun kimia. Menurut Suparni Setyowati Rahayu Instrumentasi adalah 
Penggunaan piranti ukur (instrumen) untuk menentukan harga besaran yang 
berubah-ubah, yang seringkali pula untuk keperluan pengaturan besaran yang 
perlu berada di batas-batas harga tertentu. Menurut Ir. H. Bimbing Atedi 
Instrumentasi adalah bidang ilmu dan teknologi yang mencakup 
perencanaan, pembuatan dan penggunaaninstrument atau alat ukur 
besaran fisika atau sistem instrument untuk keperluan diteksi, 
penelitian,pengukuran, pengaturan serta pengolahan data. 
2.1.2 Fungsi Instrumentasi 
Instrumentasi mempunyai fungsi sebagai berikut : 
1. Sebagai Alat Ukur 
Instrumentasi mendeteksi dan memberikan informasi tentang 
besarnya nilai proses variabel yang diukur dari suatu proses industri, 
misalnya tekanan, suhu, dan sebagainya. Sehingga dapat dipahami oleh 
pengamat. 
2. Instrumentasi Sebagai Alat Pengendalian 
Instrumentasi berfungsi untuk mengendalikan jalannya proses agar 
variabel proses yang sedang diukur dapat diatur dan dikendalikan tetap 
pada nilai yang ditentukan. 
3. Instrumentasi Sebagai Alat Pengaman 
Instrumentasi sebagai alat ukur untuk memberikan tanda bahaya 
atau tanda gangguan apabila terjadi masalah atau kondisi yang tidak normal 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 3 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya suatu peralatan pada suatu 
proses. 
2.2 Pengukuran 
2.2.1 Definisi Pengukuran 
Pengertian pengukuran menurut para ahli : 
1. Menurut Taufiq Rochim, pengukuran adalah membandingkan suatu besaran 
referensi 
2. Menurut Budi Hartono, pengukuran atau measurement merupakan suatu 
proses kegiatan untuk menentukan kuantitas suatu yang bersifat numerik 
3. Menurut Ahmed Sudrajat, pengukuran adlah proses pemberian angka tau 
usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan 
4. Menurut Lien, pengukuran adalah sejumlah data yang dikumpulkan dengan 
mengguanakan alat ukur yang objektif untuk keperluan analisa dan 
interprestasi. 
5. Menurut Suharsimi Arianto, pengukuran adalah membandingkan sesuatu 
dengan suatu ukuran. 
2.2.2 Fungsi Pengukuran 
a. Untuk mengetahui dan mengamati dimensi suatu bahan yang telah diproduksi 
atau di standarkan 
b. Untuk keperluan analisi dan interprestasi 
c..Proses menyebutkan dengan pasti angka-angka tertentu untuk 
mendeskripsikan suatu produk 
d. Merupakan proses untuk mendapatkan informasi besaran fisik tertentu dari 
suatu alat ukur 
2.2.3 Klasifikasi Pengukuran 
A. Pengukuran Langsung 
Pengukuran dengan mengguanakan alat ukur langsung dan hasil 
pengukuran dapat langsung terbaca, contohnya adalah penggaris. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 4 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Gambar 2.1 Penggaris 
Sumber : Anonymous 1, 2010 
B. Pengukuran Tak Langsung 
Pengukuran yang dilaksanakan dengan memakai beberapa jenis alat 
ukur pembanding, standar dan alat ukur bantu, contohnya blok ukur. 
Gambar 2.2 Blok Ukur 
Sumber : Anonymous 2, 2010 
C. Pengukuran Kaliber Batas 
Proses pemeriksaan untuk memastikan apakah objek ukur memiliki 
harga yang teletak di dalam atau di luar daerah toleransi ukuran, bentuk dan 
posisi, contohnya adalah kaliber go got go. 
Gambar 2.3 Kaliber go not go 
Sumber : Anonymous 3, 2010 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 5 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
D. Pengukuran dan Pembagian Bentuk Standar 
Disini sifatnya hanya membandingkan bentuk benda yang dibuat 
dengan standar yang memang digunakan untuk hal pembanding. 
2.2.4 Jenis-jenis Pengukuran 
A. Pengukuran Linier 
Proses pengukuran untuk mengetahui linier dari suatu benda kerja 
yang belum diketahui ukurannya. 
Gambar 2.4 Penggaris 
Sumber : Anonymous 4, 2010 
B. Pengukuran Sudut 
Proses pengukuran untuk mengetahui sudut yang terbentuk antara 
satu titik dan dua titik lainnya. 
Gambar 2.5 Mistar Sudut 
Sumber : Sudjimunadi, 1988 : 134 
C. Pengukuran Ulir 
Proses pengukuran untuk kualitas geometri dari ulir. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 6 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Gambar 2.6 Mistar Ulir 
Sumber : Sudjimunadi, 1988 : 167 
D. Kekasaran Permukaan 
Proses permukaan dengan menggunakan suatu alat untuk mengetahui 
suatu bentuk geometri kekasaran dari suatu permukaan. 
Gambar 2.7 Profil Suatu Permukaan 
Sumber : Sudjimunadi, 1988 : 227 
2.3 Metrologi dan Kontrol kualitas 
2.3.1 Definisi Metrologi dan Kontrol kualitas 
Metrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran geometris 
suatu produk dengan cara dan alat yang tepat sehingga hasil pengukurannya 
mendekati kebenaran dari keadaan yang sesungguhnya. 
Kontrol kualitas merupakan pengendalian mutu suatu produk dengan 
memastikan bahwa system dan alat-alat ukur berfungsi dengan baik pada proses 
pengujian produksi dan mempunyai akurasi yang memadai. 
Manfaat keduanya pada bidang teknik mesin adalah menentukan 
geometris suatu produk yang baik dengan memastikan hasilnya presisi pada 
proses permesinan. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 7 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
2.3.2. Fungsi Metrologi dan Kontrol Kualitas 
Fungsi metrologi : 
1. Menganalisa karakteristik geometri yang ideal 
2. Mengetahui standart pengukuran dan sistemnya. 
3. Membuat gambaran melalui karakteristik suatu objek. 
4. Menganalisa pelaksanaan pembuatan, penguji kualitas, dan factor terkait 
lainnya. 
Fungsi kontrol kualitas : 
1. Untuk memperoleh hasil produksi yang presisi. 
2. Untuk menentukan ketepatan. 
3. Untuk memperoleh produk yang efisien dan tahan lama. 
4. Memperkirakan hal-hal yang terjadi. 
5. Pengendalian mutu produk. 
2.3.3 Jenis – jenis Metrologi 
A. Metrologi industri 
Merupakan pengukuran mutu dengan melihat dari sisi geometris 
dengan memastikan bahwa sistem pengukuran berfungsi dengan baik. 
Penggunaan metrologi ini digunakan ketika menentukan kepresisian suatu 
produk yang berkaitan dengan control kualitas. 
B. Metrologi Legal 
Pengukuran yang berhubumngan dengan pengaturan dan 
pengembangan standart –standart pengukuran dan pemeliharaan suatu 
produk. Biasanya pengukuran ini digunakan pada proses pemeliharaan 
maintenance suatu produk seperti efektivitas dan efisiensi. 
C. Metrologi Ilmiah 
Ilmu metrologi yang berkaitan dan digunakan untuk pengembangan 
keilmuan dan penelitian yang biasa digunakan di dunia pendidikan dan 
keilmuan. Biasanya penggunaan metrologi ini pada dunia penelitian dan 
observasi. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 8 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
2.4 Istilah Penting dalam Pengukuran 
2.4.1 Ketelitian 
Kesesuaian diantara beberapa data pengukuran yang sama yang 
dilakukan secara berulang. Tinggi rendahnya tingkat ketelitian hasil suatu 
pengukuran dapat dilihat dari harga deviasi hasil pengukuran. Alat yang 
digunakan untuk ketelitian biasanya disebut vernier caliper atau jangka sorong. 
2.4.2 Ketepatan 
Ukuran kemampuan untuk mendapatkan hasil pengukuran secara 
berulang dari pengulangan pengukuran yang dilakukan. Atau merupakan 
perbedaan hasil pengukuran yang dilakukan secara berurutan dan diambil hasil 
yang sesuai. 
2.4.3 Ukuran Dasar 
Merupakan dimensi atau ukuran nominal dari suatu obyek ukur yang 
secara teoritis dianggap tidak mempunyai harga batas ataupun toleransi. 
Walaupun harga sebenarnya dari obyek ukur tidak pernah diketahui, namun 
secara teoritis di atas dianggap yang paling tepat. 
2.4.4 Toleransi 
Merupakan perbedaan ukuran dari kedua harga batas yang dihasilkan 
sehingga dari perbedaan ukuran ini dapat diketahui dimana ukuran dari 
komponen-komponen yang dibuat itu terletak. 
Gambar 2.8 Poros Dan Lubang Poros 
Sumber : Takeshi Sato, 2000 ; 123 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 9 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
2.4.5 Harga Batas 
Ukuran atau dimensi maksimum dan minimum yang diizinkan dari 
suatu komponen, di atas dan di bawah ukuran dasar. Pada pembahasan mengenai 
statistik akan ada 2 harga batas yaitu harga batas atas dan harga batas bawah. 
2.4.6 Kelonggaran 
Kelonggaran merupakan perbedaan ukuran antara pasangan suatu 
komponen dengan komponen lain di mana ukuran terbesar dari salah satu 
komponen adalah lebih kecil dari pada ukuran terkecil dari komponen yang lain. 
Gambar 2.9 Lubang dan Poros 
Sumber : Anonymous 5, 2011 
2.5 Komponen Alat Ukur 
Karakteristik dari alat-alat ukur inilah yang menyebabkan adanya perbedaan 
antara alat ukur yang satu dengan yang lainnya. Karakteristik ini biasanya 
menyangkut pada kontruksi dan cara kerjanya. Secara garis besar, sebuah alat ukur 
mempunyai 3 komponen utama yaitu sensor, pengubah dan penunjuk. 
2.5.1 Sensor 
Sensor merupakan bagian dari alat ukur yang menghubungkan alat ukur 
dengan benda atau objek ukur. Atau dengan kata lain sensor merupakan peraba 
dari alat ukur sebagai peraba maka sensor ini akan kontak langsung dengan 
benda ukur. Contoh dari sensor ini antara lain yaitu kedua ujung mikrometer, 
ujung dari jam ukur dan lain-lain. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 10 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
2.5.2 Pengubah 
Pengubah merupakan salah satu bagian dari alat ukur yang befungsi 
sebagai penerus, pengubah atau pengolah semua isyarat yang diterima oleh 
sensor. Dengan adanya pengubah inilah semua isyarat dari sensor diteruskan ke 
bagian lain, yaitu penunjuk. Macam-macam pengubah berdasarkan cara 
kerjanya, yaitu : 
1. Pengubah Mekanis 
Cara kerja pengubah mekanis berdasarka pada prinsip kinematis yang 
melakukan perubahan gerak translai menjadi gerak rotasi atau sebaliknya. 
Contohnya pada sistem roda gigi dan poros gigi. 
Gambar 2.10 Pengubah Mekanis 
Sumber : Sudjimunadi, 1988 : 54 
2. Pengubah Elektris 
Cara kerja dari pengubah elektris berdasarkan pada prinsip kelistrikan 
atau mengubah besaran fisik menjadi besaran listrik. Contohnya pada sistem 
digital pada vernier caliper. 
Gambar 2.11 Pengubah Elektris 
Sumber : Anonymous 6, 2012 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 11 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
3. Pengubah Optis 
Cara kerja dari pengubah optis berdasarkan pada prinsip optikal yang 
berhubungan dengan lensa dan cahaya. Pengubah ini berfungsi untuk 
membedakan berkas cahaya dari benda ukur sehingga terjadi bayangan maya 
atau nyata. Contoh dari pengubah optis yaitu kaca pembesar dan mikroskop. 
Gambar 2.13 Pengubah Optis 
Sumber :Sudjimunadi, 1988 : 64 
4. Pengubah Pneumatis 
Cara kerja dari pengubah pneumatis berdasarkan sistem pneumatis 
yang memanfaatkan aliran udara. Dalam pengubah sistem pneumatis paling 
tidak terdapat tiga komponen, yaitu : 
- Sumber udara tekan 
- Sensor sebagai pengubah 
- Pengukur perubahan aliran udara 
Ada dua macam pengubah pneumatis yang biasa digunakan, yaitu : 
- Sistem Tekanan Balik 
Pada sistem tekanan balik pengubah pneumatis ini bekerja 
berdasarkan atas perubahan tekanan yang terjadi di dalam lubang 
pengontrol dan ruang perantara yang diakibatkan oleh perubahan dari 
benda ukur. 
- Sistem Tekanan Aliran 
Pada sistem kecepatan aliran pengubah pneumatis jenis bekerja 
berdasarkan perubahan kecepatan aliran udara. Kecepatan aliran udara ini 
dapat diukur menggunakan tabung gelas yang di dalamnya dilengkapi 
dengan pengapung dan skala ukuran. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 12 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Gambar 2.13 Pengubah Pneumatis 
Sumber : Sudjimunadi, 1988 : 64 
2.5.3 Penunjuk 
Penunjuk adalah bagian dari alat ukur yang berfungsi sebagai penunjuk 
atau bagian yang menunjukkan besaran hasil pengukuran. Secara umum 
penunjuk dibagi menjadi 2 macam, yaitu : 
1. Penunjuk yang mempunyai skala 
Penunjuk yang mempunyai susunan garis-garis yang dibuat secara 
teratur dengan jarak garis yang tetap serta tiap garis mempunyai arti tertentu. 
Dalam pembacaan skala biasanya dibantu dengan garis indeks atau jarum 
penunjuk yang ber geser secara relatif terhadap skala. 
2. Skala Berangka (Sistem Digital) 
Penunjuk berangka tidak mempunyai susunan skala yang berbentuk 
garis-garis, melainkan yang langsung mencantumkan harga hasil pengukuran 
pada display digital. Dalam pembacaanpenunjuk berangka tidak diperlukan 
alat bantu seperti indeks dan jaru penunjuk. 
2.6 Sifat umum alat ukur 
Semua alat ukur pasti mempunyai kekurangan dan kelebihan yang diakibatkan 
dari sifat alat ukur itu sendiri. Secara umum sifat alat ukur dapat dibagi menjadi 
berikut. 
2.6.1 Rantai kalibrasi 
Kalibrasi adalah pengecekan harga-harga yang ada pada skala ukur 
dengan harga-harga standar atau harga sebenarnya. Sedangkan rantai kalibrasi 
adalah proses pencocokan harga-harga yang ada pada skala ukur dengan harga 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 13 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
standarnya dan harga-harga standar tersebut juga dicocokkan dengan harga 
standar yang tingkatannya lebih tinggi. Pemeriksaan alat ukur standar panjang 
dapat dilakukan melalui rangkaian sebagai berikut : 
Tingkat 1 : Pada tingkat ini kalibrasi alat ukur kerja dengan alat ukur standar 
kerja. 
Tingkat 2 :..Pada tingkatan yang kedua, kalibrasi dilakukan untuk alat 
..ukur ...standar kerja terhadap alat ukur standar. 
Tingkat 3 : Pada tingkat yang ketiga, dilakukan kalibrasi alat ukur standar 
dengan alat ukur standar yang mempunyai tingkatan yang lebih 
tinggi misalnya standar nasional. 
Tingkat 4 : Pada tingkat terakhir ini dilakukan kalibrasi standar nasional 
..dengan .standar meter internasional. 
2.6.2 Kepekaan 
Kepekaan alat ukur menyangkut masalah kemampuan dari alat ukur 
untuk memonitor perbedaan yang kecil dari harga-harga yang diukur. Kepekaan 
alat ukur berkaitan erat dengan mekanisme dari pengubahnya. Semakin teliti 
pengubah mengelola isyarat dari sensor maka makin peka pula alat ukur 
tersebut. 
2.6.3 Kemudahan baca 
Kemudahan baca berkaitan erat dengan sistem skala yang dibuat. 
Kemampuan alat ukur untuk menunjukkan harga yang jelas pada skala ukur 
dapat diartikan sebagai kemudahan baca alat ukur. 
2.6.4 Histerisis 
Dalam pengukuran benda ukur biasanya dilakukan secara berulang-ulang 
dan pergerakan dua arah yaitu dari titik tertentu (tertinggi) menuju titik 
rendah. Jika terjadi penyimpangan sewaktu dilakukan pengukuran dari titik 
terendah (titik nol) sampai titik tertinggi (maksimum) dan sebaliknya maka alat 
ukur tersebut bersifat histerisis. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 14 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
2.6.5 Kepasifan 
Kepasifan adalah kelambatan gerak dari penunjuk alat ukur untuk 
menunjukkan harga pengukuran. Hal ini terjadi sewaktu pengukuran yaitu 
jarum penunjuk tidak bergerak sama sekali saat terjadi perbedaan harga yang 
kecil ataupun besar yang artinya sensor alat ukur tidak menimbulkan perubahan 
sama sekali pada penunjuk. 
2.6.6 Pergeseran 
Pergeseran adalah penyimpangan yang terjadi dari harga-harga yang 
ditunjukkan pada skala atau yang tercatat pada kertas grafik padahal sensor 
tidak melakukan perubahan apa-apa. Kejadian seperti ini sering disebut dengan 
istilah pergeseran, banyak terjadi pada alat ukur elektris yang komponen-komponennya 
sudah tua. 
2.6.7 Kestabilan nol 
Jarum penunjuk pada alat ukur yang sudah menunjukkan harga hasil 
pengukuran benda ukur tidak kembali pada posisi nol lagi saat benda ukur 
diambil. Hal inilah yang disebut dengan kestabilan nol alat ukur dan banyak 
terjadi pada alat ukur sistem penggerak jarumnya sudah aus. 
2.7 Karakteristik Geometrik dan Kualitas 
2.7.1 Karakteristik Geometrik 
Karakteristik geometris adalah sifat ukuran yang harus dipenuhi agar 
komponen (mesin) dapat bekerja sesuai rencana. Misalnya pada dudukan poros 
pompa sentrifugal dengan bantalan luncur. Diameter poros harus lebih kecil 
dari diamter bantalan luncur dengan kelonggaran tertentu. Tidak boleh terlalu 
besar atau terlalu kecil. Besaran kelonggaran tersebut tergantung ukuran poros 
maupun lubang yang dalam hal ini merupakan karakteristik geometris bantalan. 
Karakteristik geometrik ditentukan oleh si perancang yang dituangkan 
dalam gambar teknik. Pada saat pembuatan, pembuat akan membuat produk 
sesuai yang dicantumkan dalam gambar teknik. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 15 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
2.7.2 Karakteristik Kualitas 
Karakteristik kualitas adalah hasil suatu proses yang berkaitan dengan 
kualitas. Karakteristik kualitas dapat dibagi menjadi tiga karakteristik. 
Pertama, karakteristik kualitas yang memiliki nominal yang menuju 
nilai target yang tepat pada suatu nilai tertentu. Contoh dari karakteristik ini 
seperti panjang, luas, berat, volume, dll. 
Kedua, karakteristik kualitas yang memiliki sifat pencapaian 
karakteristik jika semakin kecil (mendekati nol) maka semakin baik. Contoh 
karakteristik ini adalah penyimpangan, waktu proses, kebisingan, dll. 
Ketiga, karakteristik kualitas dengan sifat pencapaian karakteristik yang 
semakin besar maka semakin bagus. Contoh dari karakterisrik ini adalah 
kekuatan, efisiensi, ketahanan korosi, dll. 
2.7.3 Perbedaan Karakteristik Geometris dan Kualitas 
Kualitas geometris dan kualitas fungsional suatu komponen terdapat 
hubungan yang sangat penting. Untuk mendapatkan kualitas fungsional yang 
tepat maka kualitas geometris harus diperhatikan. Untuk mendapatkan 
komponen-komponen yang berkualitas menurut si perancang maka pada proses 
pembuatannya harus memperhitungkan kualitas fungsional dari komponen itu 
sendiri. 
2.8 Sistem dan Standar Pengukuran 
2.8.1 Sistem Metrik 
Sistem metrik telah dikembangkan oleh para ilmuan perancis sejak 
tahun 1790-an. Sistem ini mendasarkan pada meter untuk pengukuran panjang 
dan kilogram untuk pengukuran berat. Dari satuan meter dan kilogram ini 
kemudian diturunkan unit satuan lain untuk mengukur luas, volume, kapasitas 
dan tekanan. Sistem metrik secara resmi digunakan di semua negara di dunia 
kecuali Amerika Serikat, Liberia, Myanmar dan Inggris. 
Meter merupakan satuan dasar dalam sistem metrik. Satu meter 
didefinisikan sebagai jarak antara dua goresan yang terdapat pada kedua ujung 
batang platina iridium pada suhuºC yang disimpan di Sevres dekat Paris dan 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 16 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
disebut juga batang standar. Pada 1960, satu meter standar didefinisikan sebagai 
jarak yang sama dengan 165076373 kali riak panjang gelombang cahaya merah 
jingga yang dipancarkan oleh gas kripton. 
Tabel 2.1 Besaran pokok beserta satuan-satuan dasar SI 
Sumber: Anonymous 6 , 2011 
Tabel 2.2 Besaran Turunan dan Satuannya 
Sumber: Anonymous 7 , 2011 
Pada tahun 1960, sistem metrik diresmikan menjadi sistem internasional 
(SI). Sistem metrik diusulkan menjadi SI karena satuan-satuan dalam sistem ini 
dihubungkan dengan bilangan pokok 10 sehingga lebih memudahkan dalam 
penggunaannya. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 17 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Tabel 2.3 Nama Awalan untuk Membentuk Hasil Kali dengan 
Bilangan Dasar Sepuluh Bagi Satuan Standar 
Sumber : Sudji Munadi , 1998 : 29 
2.8.2 Sistem British 
Berdasarkan pada satuan inchi pound dan detik sebagai dasar satuan 
panjang, massa dan waktu. Kemudian berkembang menjadi satuan satuan lain 
misalnya yard, mil, ounce gallon, feet, barrel dan sebagainya. Sistem british 
digunakan di Amerika, Liberia, Myanmar dan Inggris. 
Tabel 2.3 Satuan British 
Sumber: Anonymous 7 , 2011 
2.8.3 Konversi Satuan Metrik British 
Ada 3 macam konversi yang sudah dilakukan, yaitu: 
1. Konversi Secara Matematik 
Konversi inchi ke metrik secara matematika diperlukan faktor konversi. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 18 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Caranya adalah sebagai berikut : 
karena 1 meter = 1000 mm 
maka 1 inchi = 0.0025400 x 1000 
1 inchi = 25,4 mm (faktor konversi) 
Contoh perhitungan lain : 
1 HP = 746 watt 
1 HP = 550 ft.lb/det, berarti 
2. Konversi Dial Mesin 
Konversi ini dilakukan pada dial yang terdapat pada mesin produksi 
misalnya mesin bubut, frais dan sebagainya. Dengan demikian 1 unit mesin 
dapat digunakan untuk membuat komponen-komponen baik dalam ukuran 
inchi ( british) maupun dalam metrik. 
Gambar 2.14 Dial Mesin 
Sumber : Laboratorium Proses Produksi 
Universitas Brawijaya 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 19 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
3. Konversi dengan Chart 
Konversi ini berupa tabel yang ada angka-angka konversinya 
sehingga mudah untuk menggunakannya karena hanya melihat tabel saja. 
Dan tabel atau chart ini banyak terdapat pada pabrik-pabrik. 
Tabel 2.5 Konversi Satuan 
Sumber : Sudji Munadi, 1998 : 23 
2.9 Suaian 
2.9.1 Macam macam Suaian 
a. Suaian Longgar (Clearance Fit) 
Suaian longgar adalah suaian yang selalu akan menghasilkan 
kelonggaran (clearance). Artinya, bila dua buah komponen disatukan maka 
akan timbul kelonggaran, baik sebelum maupun sesudah dipasangkan. Hal 
ini terjadi karena daerah toleransi lubang selalu terletak di atas daerah 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 20 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
toleransi poros. Contoh suaian longgar adalah roda gigi lepas pada mesin 
produksi. 
b. Suaian Pas (Transition Fit) 
Suaian pas adalah suaian yang dapat menghasilkan kelonggaran 
atau kesesakan/kerapatan. Hal ini terjadi karena daerah toleransi lubang 
dan daerah toleransi poros saling menutupi. Contoh suaian pas adalah 
pasangan komponenpada poros transmisi. 
c. Suaian Paksa (Interfence Fit) 
Suaian paksa adalah suaian yang akan selalu menghasilkan 
kerapatan atau kesesakan. Artinya, sebelum ataupun sesudah dua 
komponen dipasangkan akan timbul kesesakan/kerapatan. Hal ini terjadi 
karena daerah toleransi lubang selalu terletak di bawah daerah toleransi 
poros. Contoh suaian paksa adalah ring bantalan peluru pada poros. 
Gambar 2.15 Tiga jenis suaian dalam sistem basis poros dan sistem 
basis lubang. 
Sumber : Sudjimunsdi, 1988 : 32 
2.9.2 Pemilihan Sistem Suaian 
Untuk pemilihan suaian sangatlatlah diperlukan karena selain kita bisa 
memperhitungkan toleransi, kita juga bisa membuat pertimbangan untuk 
masalah pembuatan, lamanya pembuatan dan kemungkinan terjadinya 
kesalahan. Oleh karena itu, untuk memilih suatu sistem suaian perlu 
dipertimbangkan faktor-faktor dibawah ini: 
1. Macam atau bentuk pekerjaan, 
2. Biaya pembuatan/pengerjaan komponen, 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 21 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
3. Biaya untuk mendapatkan komponen-komponen yang bisa dibeli,baik di 
pasar maupun di pabrik lain. 
4. Biaya untuk pengadaan alat-alat potong dan alat-alat pengukuran. 
5. Tingkat kemudahan ditinjau dari segi perencanaan, pengerjaan maupun 
proses perakitannya. 
2.9.3 Pemilihan Kualitas Suaian 
Kualitas suaian mempengaruhi kualitas fungsional dari komponen atau 
mesin yang dibuat. Tidak semua mesin memerlukan kualitas suaian yang 
betul-betul teliti. Ada empat golongan besar dalam kualitas suaian yaitu: 
1. Kualitas sangat teliti: khusus untuk komponen-komponen yang memiliki 
sifat mampu tukar yang sangat tinggi. Biasanya dituntut pada suaian paksa. 
2. Kualitas teliti: kebanyakan digunakan untuk membuat komponen-komponen 
mesin perkakas, motor listrik dan sebagainya. 
3. Kualitas biasa: digunakan untuk membuat batang-batang penggeser pada 
rumah roda gigi, kopling, dan alat-alat transmisi lainnya. 
4. Kualitas kasar: biasanya untuk komponen-kompenen yang tidak begitu 
teliti, namun sifat mampu tukarnya masih tetap terjamin. 
Dalam pemilihan kualitas suaian tidak dapat disama ratakan antara 
semua komponen, hal tersebut dikarenakan tidak semua komponen 
memerlukan kualitas suaian tertentu. Selain itu hal tersebut juga untuk 
mengurangi jumlah biaya produksi. 
2.9.4 Pemilihan Jenis Suaian 
Telah dibicarakan bahwa maksud menentukan posisi dan besarnya 
daerah toleransi adalah untuk memperoleh bermacam-macam jenis suaian, 
baik yang suaiannya berdasarkan sistem basis lubang maupun sistem basis 
poros. Adapun jenis-jenis toleransi yang dianjurkan untuk dipakai adalah 
jenis-jenis toleransi menurut standar ISO nomor 1829–1975 yang dapat dilihat 
pada tabel 10. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 22 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Gambar 2.16 Jenis toleransi menurut standar ISO nomor 1829 – 1975 
Sumber : Sudjimunadi, 1988 : 50 
Catatan: simbol-simbol yang ada dalam kotak seyogyanya digunakan 
terlebih dulu kalau hal ini memungkinkan. Lebih terinci lagi jenis suaian 
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 
a. Suaian Kempa 
Pemasangan komponen secara tetap dengan menggunakan mesin 
press dan pasangan tidak dapat dilepas lagi. Pengerjaan untuk basis lubang 
menggunakan H7/p6 (teliti). Contoh: rotor motor listrik dengan porosnya, 
cincin gigi kuningan pada roda besi tulang, dan sebagainya. 
b. Suaian tekan 
Pemasangan komponen secara tetap dengan pukulan yang berat dan 
pasangan dapat dilepas untuk keperluan reparasi. Pengerjaan untuk basis 
lubang menggunakan H6/n5 dan H6/m5 (sangat teliti), H7/n6 dan H7/m6 
(teliti) dan H8/n7 dan H8/m7 (biasa). Contoh: ring bantalan peluru pada 
poros, dan sebagainya. 
c. Suaian jepit 
Pemasangan komponen secara tetap dengan pukulan ringan, dapat 
dilepas tapi agak susah, biasanya diberi pasak penguat. Pengerjaan basis 
lubang menggunakan H6/k5 (sangat teliti), H7/k6 (teliti) dan H8/k7 (biasa). 
Contoh: pasangan komponen pada poros transmisi. 
d. Suaian sorong 
Untuk pasangan komponen yang tetap tapi sering dibongkar, 
pemasangan dan pembongkaran bisa dilakukan secara mudah. Basis lubang 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 23 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
dikerjakan dengan H6/j5 (sangat teliti), H7/j8 (teliti) dan H8/j7 (biasa). 
Contoh: roda gigi lepas pada mesin produksi. 
e. Suaian lepas 
Digunakan pada pasangan yang bergerak dengan sedikit pelumas. 
Pengerjaan basis lubang dengan menggunakan H6/h5 (sangat teliti), H7/h6 
(teliti), H8/h7 (biasa) dan H11/h11 (kasar). Contoh: pisau frais (cutter) 
pada poros, bus senter tetap mesin bubut. 
f. Suaian jalan teliti 
Digunakan untuk pasangan-pasangan komponen yang dapat 
bergerak tanpa ada goyangan. Pengerjaan basis lubang dengan 
menggunakan H6/g5 (sangat teliti) dan H7/g6 (teliti). Contoh: kopling tak 
tetap, roda gigi, geser pada rumahnya dan sebagainya. 
g. Suaian jalan 
Digunakan pasangan-pasangan komponen yang dapat bergerak 
bebas walaupun masih tetap ada goyangan kecil. Pengerjaan basis lubang 
dengan H7/f8 (teliti) dan H8/f8 (biasa). Contoh: Bantalan luncur. 
h. Suaian jalan longgar 
Digunakan untuk komponen-komponen yang bergerak/berputar 
dengan kecepatan tinggi. Pasangan ini akan berfungsi dengan baik apabila 
sistem pelumasannya juga baik. Pengerjaan basis lubang dengan H7/e8 
(teliti), H8/e9 (biasa), dan H11/d11 (kasar). 
i. Suaian longgar 
Digunakan untuk poros dengan putaran dan beban yang tinggi, 
putarannya lebih tinggi untuk poros yang digunakan pada suaian jalan 
longgar. Kelonggarannya cukup besar untuk berjalannya system pelumasan 
hidrodinamis sehingga menjamin adanya lapisan pelumas. Hal ini 
diperlukan karena untuk menjaga keawetan dari pasangan komponen yang 
memerlukan putaran tinggi. Basis lubang yang digunakan adanya H7/d9 
(teliti), H8/d10 (biasa), H11/c11, H11/b11, dan H11/a11 (semuanya 
kualitas kasar). 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 24 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Tabel 2.6 Jenis-Jenis Suaian 
NO JENIS 
SUAIAN 
BASIS LUBANG CONTOH 
1 Suaian 
kempa 
H7/p6 (teliti) rotor motor listrik 
dengan porosnya 
2 Suaian tekan H6/n5 dan H6/m5 (sangat 
teliti), H7/n6 dan H7/m6 (teliti) 
dan H8/n7 dan H8/m7 (biasa) 
ring bantalan 
peluru pada poros 
3 Suaian jepit H6/k5 (sangat teliti), H7/k6 
(teliti) dan H8/k7 (biasa) 
pasangan 
komponen pada 
poros transmisi 
4 Suaian 
sorong 
H6/j5 (sangat teliti), H7/j8 
(teliti) dan H8/j7 (biasa) 
roda gigi lepas 
pada mesin 
produksi 
5 Suaian lepas H6/h5 (sangat teliti), H7/h6 
(teliti), H8/h7 (biasa) dan 
H11/h11 (kasar) 
pisau frais 
(cutter) pada 
poros, bus senter 
tetap mesin bubut 
6 Suaian jalan 
teliti 
H6/g5 (sangat teliti) dan H7/g6 
(teliti) 
kopling tak tetap, 
roda gigi 
7 Suaian jalan H7/f8 (teliti) dan H8/f8 (biasa) Bantalan luncur 
8 Suaian jalan 
longgar 
H7/e8 (teliti), H8/e9 (biasa), 
dan H11/d11 (kasar) 
Mesin perkakas 
9 Suaian 
longgar 
H7/d9 (teliti), H8/d10 (biasa), 
H11/c11, H11/b11, dan 
H11/a11 (semuanya kualitas 
kasar). 
Rumah roda gigi 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 25 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
2.10 Kesalahan dalam Pengukuran 
2.10.1 Definisi Kesalahan dalam Pengukuran 
Kesalahan dalam pengukuran adalah perbedaan antara nilai 
sebenarnya dari suatu pekerjaan pengukuran yang dilakukan oleh seorang 
pengamat. Dalam pegukuran besaran fisis menggunakan alat ukur atau 
instrument tidak akan mungkin didapat suatu nilai yang benar dan tepat, 
namun selalu mempunyai ketidakpastian yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan 
dalam pengukuran 
2.10.2 Macam-macam Kesalahan dalam Pengukuran 
1. Penyimpangan Yang Berasal dari alat ukur 
Di muka telah disinggung adanya bermacam-macam sifat alat 
ukur. Kalau sifat-sifat yang merugikan ini tidak diperhatikan tentu 
akan menimbulkan banyak kesalahan dalam pengukuran. Oleh karena 
itu, untuk mengurangi terjadinya penyimpangan pengukuran sampai 
seminimal mungkin maka alat ukur yang akan dipakai harus di kalibrasi 
terlebih dahulu. Kalibrasi ini diperlukan disamping untuk mengecek 
kebenaran skala ukurnya juga untuk menghindari sifat-sifat yang 
merugikan dari alat ukur, seperti kestabilan nol, kepasifan, 
pengambangan, dan sebagainya. 
2. Penyimpangan Yang Berasal dari benda ukur 
Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, 
seperti rol atau bola baja, balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda 
ukur terbuat dari bahan alumunium, misalnya kotak-kotak kecil, silinder, 
dan sebagainya. Benda ukur seperti ini mempunyai sifat elastis, artinya 
bila ada beban atau tekanan dikenakan pada benda tersebut maka akan 
terjadi perubahan bentuk. Bila tidak hati-hati dalam mengukur benda-benda 
ukur yang bersifat elastis maka penyimpangan hasil pengukuran 
pasti akan terjadi. Oleh karena itu, tekanan kontak dari sensor alat ukur 
harus diperkirakan besarnya. 
Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun 
tidak menimbulkan penyimpangan pengukuran misalnya batang besi 
yang mempunyai penampang memanjang dalam ukuran yang sama, 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 26 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
seperti pelat besi, poros-poros yang relatif panjang dan sebagainya. 
Batang-batang seperti ini bila diletakkan di atas dua tumpuan akan terjadi 
lenturan akibat berat batang sendiri. Untuk mengatasi hal itu biasanya 
jarak tumpuan ditentukan sedemikian rupa sehingga diperoleh kedua 
ujungnya tetap sejajar. 
3. Penyimpangan Yang Berasal dari pengukur 
3.1. Kesalahan Karena Kondisi Manusia 
Kondisi badan yang kurang sehat dapat mempengaruhi 
proses pengukuran yang akibatnya hasil pengukuran juga kurang 
tepat. Jadi, kondisi yang sehat memang diperlukan sekali untuk 
melakukan pengukuran, apalagi untuk pengukuran dengan 
ketelitian tinggi. 
3.2. Kesalahan Karena Metode Pengukuran yang Digunakan 
Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk 
melakukan pengukuran, tetapi masih juga terjadi penyimpangan 
pengukuran. Hal ini tentu disebabkan metode pengukuran yang 
kurang tepat. Kesalahan ini timbul karena tidak tepatnya memilih 
alat ukur, cara memegang dan meletakkan alat ukur pada benda kerja. 
3.3. Kesalahan Karena Pembacaan Skala Ukur 
Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur 
dari alat ukur yang sedang digunakan akan mengakibatkan banyak 
terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Kebanyakan yang terjadi 
karena kesalahan posisi waktu membaca skala ukur. Jadi, faktor 
manusia memang sangat menentukan sekali dalam proses 
pengukuran. 
4. Penyimpangan Yang Berasal dari lingkungan 
Ruang laboratorium pengukuran atau ruang-ruang lainnya 
yang digunakan untuk pengukuran harus bersih, terang dan teratur rapi 
letak peralatan ukurnya. Ruang pengukuran yang banyak debu atau 
kotoran lainnya sudah tentu dapat menganggu jalannya proses 
pengukuran. Ruang pengukuran juga harus terang, karena ruang yang 
kurang terang atau remang-remang dapat mengganggu dalam 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 27 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
membaca skala ukur yang hal ini juga bisa menimbulkan 
penyimpangan hasil pengukuran. Oleh karena itu, pengaruh dari 
temperatur lingkungan tempat pengukuran harus diperhatikan. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 28 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
BAB III 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 
3.1 Vernier Caliper 
3.1.1 Tujuan Praktikum 
Tujuan dari praktikum dengan vernier caliper adalah sebagai berikut: 
1. Praktikan mengetahui dan paham standart pengukuran yang benar untuk 
alat ukur vernier caliper 
2. Praktikan mampu menggunakan vernier caliper dengan baik dan benar 
3. Praktikan mampu membaca skala pengukuran baik secara teori maupun 
aplikasi 
4. Praktikan mampu melakukan kalibrasi pada vernier caliper 
5. Praktikan dapat menghitung nilai ketelitian dari vernier caliper 
3.1.2 Vernier Caliper 
Vernier caliper adalah alat ukur linear serupa dengan mistar ukur. 
Prinsip kerja vernier caliper sama dengan mistar ukur, yakni penggunaan 
skala linier. Perbedaannya terlatak pada pengukuran objek ukur. Vernier 
caliper merupakan instrumen pengukur yang sangat presisi. Vernier caliper 
dapat mengukur sampai tingkat ketelitian 0,01 mm. 
Macam-macam vernier caliper yaitu, vernier caliper berdasarkan 
ketelitiannya yaitu vernier caliper dengan tingkat ketelitian 0.1 mm, 0.05 mm, 
0.02 mm, 1/128 in dan 0.001 in. Fungsi vernier caliper yaitu untuk mengukur 
linier, mengukur permukaan sisi luar, permukaan sisi dalam dan kedalaman 
suatu lubang. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 29 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Gambar 3.1 Bagian-bagian Vernier Caliper 
Sumber : Anonymous 10, 2012 
a. Fungsi dari bagian-bagian vernier caliper : 
1. Rahang Sorong 
Penumpu tetap benda kerja yang akan diukur. Rahang caliper 
ditempelkan terlebih dahulu pada benda kerja yang akan diukur sebelum 
rahang geser ditempelkan kemudian. 
2. Internal Jaws 
Terdiri dari rahang caliper dan rahang geser atas. Bagian ini 
digunakan untuk mengukur bagian dalam suatu benda kerja seperti celah 
pada benda atau diameter dalam silinder. 
3. External Jaws 
Terdiri dari rahang caliper dan rahang geser bawah. Bagian ini 
digunakan untuk mengukur bagian luar suatu benda kerja seperti tebal 
benda atau diameter luar poros. 
4. Depth Measuring Blade 
Digunakan untuk mengukur kedalaman suatu lubang atau celah. 
5. Tuas Geser 
Digunakan untuk menggeser rahang geser dan skala geser 
sehingga menempel pada benda kerja yang diukur. 
6. Lock Screw 
Digunakan untuk mengunci rahang geser untuk dilakukan 
pembacaan hasil pengukuran. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 30 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
7. Skala Pengukuran 
Gambar 3.2 Bagian Skala Pengukuran 
Sumber : Anonymous 11, 2012 
- Skala Utama 
Yaitu skala yang menunjukkan angka didepan koma. 
- Skala Nonius 
Yaitu skala pengukuran yang menunjukkan angka belakang koma. 
Pada bagian atas terdapat skala satuan inchi, sedangkan bagian bawah 
skala ukur dengan satuan mm. 
b. Cara Pembacaan 
Gambar 3.3 Jangka sorong dengan ketelitian 0.02 mm 
Sumber : Anonymous 12, 2009 
Pada gambar diatas terbaca 49 skala utama = 50 skala nonius. Jadi 
besarnya 1 skala nonius = 1/150 x 49 skala utama = 0.98. Maka, ketelitian 
dari jangka sorong tersebut adalah 1- 0.98 = 0.02 mm atau ketelitian jangka 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 31 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
sorong itu adalah 1 bagian skala utama dibagi jumlah skala nonius 1/50 = 
0.02 mm. 
Gambar 3.4 Cara pembacaan Vernier Caliper 
Sumber: Modul Praktikum Metrologi Industri 
Universitas Brawijaya 
Pada hasil pengukuran diatas : 
a. Nilai ukur pada skala utama dinyatakan dengan garis pada skala 
utama sebelah kiri terdekat dengan garis indeks (pada skala nonius). 
b. Nilai ukur skala nonius dinyatakan dengan garis angka skala nonius 
yang paling dekat jaraknya dengan garis indeks ( pada skala utama). 
c. Lihat skala nonius dan skala utama yang sejajar kemudian kalikan 
garis skala nonius yang sejajar tadi dengan ketelitian alat. 
d. Tempatkan garis nol skala nonius dengan garis nol pada batang 
utama jangka sorong. 
e. Kencangkan kembali baut pada pelat skala nonius. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 32 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
3.1.3 Alat dan Bahan 
1. Benda Kerja 
Gambar 3.5 Helical Gear 
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri 
Universitas Brawijaya 
2. Vernier Caliper 
- Merk : Hommel 
- Type : INOX 
- Tahun : 1986 
- Ketelitian : 0.05 mm 
Gambar 3.6 Vernier Caliper 
Sumber : Anonymous 13, 2012 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 33 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
3. Hand Gloves 
Gambar 3.7 Hand Gloves 
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri 
Universitas Brawijaya 
3.1.4 Kalibrasi Vernier Caliper 
Kalibrasi vernier caliper bertujuan untuk mendapatkan titik nol sehingga 
dapat meminimalisasi kesalahan dalam pengukuran. Sebelum digunkan alat 
ukur vernier caliper tersebut, pastikan vernier caliper sudah terkalibrasi, Jika 
belum maka langkah-langkah mengkalibrasi vernier caliper adalah 
a. Rapatkan kedua permukaan rahang ukur 
b. Longgarkan baut pada pelat skala nonius 
c. Tempatkan garis nol skala nonius dengan garis nol pada batang utama 
jangka sorong 
d. Kencangkan kembali baut pada pelat skala nonius 
3.1.5 Prosedur Pemakaian Vernier Caliper 
1. Gunakan hand gloves. 
2. Keluarkan vernier caliper dari tempatnya. 
3. Bersihkan cairan pelumas dari alat ukur dengan kain yang telah disediakan. 
4. Periksalah kelengkapan alat ukur. 
5. Ambil vernier caliper dengan hati-hati. 
6. Gerakkan rahang secara bebas dengan menggerakkan kekanan dan kekiri. 
7. Jika belum bisa bergerak bebas, kendurkan pengunci sampai rahang dapat 
bergerak dengan lancar. 
8. Ukur benda kerja dengan menggerakkan rahang sampai menempel pada sisi 
benda yang diukur. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 34 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
9. Kencangkan pengunci rahang agar skala yang dapat tidak berubah. 
10. Baca nilai skala utama kemudian tambahkan nilai pada skala nonius 
11. Catat nilai yang sudah terbaca. 
12. Setelah selesai pengukuran bersihkan vernier caliper dan olesi vernier 
caliper dengan oli. 
13. Kembalikan vernier caliper ke tempat semula dengan rapih. 
3.1.6 Gambar Spesimen 
(Terlampir) 
3.2 Micrometer Outside 
3.2.1 Tujuan Praktikum 
Tujuan dari pengukuran menggunakan micrometer outside adalah sebagai 
berikut: 
1. Agar praktikan mampu menggunakan micrometer outside dengan baik dan 
benar 
2. Agar praktikan mengetahui dan paham standar pengukuran yang benar untuk 
alat ukur micrometer outside 
3. Praktikan mampu membaca skala pengukuran baik secara teori maupun 
praktek 
4. Praktikan dapat melakukan kalibrasi micrometer outside 
5. Praktikan dapat menghitung nilai ketelitian dari micrometer outside 
3.2.2 Micrometer Outside 
Alat ukur yang dapat mengukur dimensi luar dengan cara membaca jarak 
antara dua muka ukur sejajar yang berhadapan, yaitu sebuah muka ukur tetap 
yang terpasang pada satu sisi rangka berbentuk U, dan sebuah muka ukur 
lainnya yang terletak pada ujung spindle yang dapat bergerak tegak lurus 
terhadap muka ukur, dan dilengkapi dengan sleeve dan thimble yang 
mempunyai graduasi yang sesuai dengan pergerakan spindle. Mikrometer luar 
digunakan untuk ukuran memasang kawat, lapisan-lapisan, blok-blok dan 
batang-batang. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 35 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Gambar 3.8 Micrometer Outside 
Sumber : Anonymous 14, 2009 
Bagian-Bagian Micrometer Outside: 
1. Anvil 
Penumpu tetap benda kerja yang akan diukur. Anvil 
ditempelkan terlebih dulu pada benda kerja yang akan dikur sebelum 
Spindle ditempelkan kemudian dengan memutar Thimble. 
2. Spindle 
Spindle adalah poros yang diputar melalui Thimble sehingga 
bergerak maju atau mundur untuk menyesuaikan ukuran benda yang 
diukur. Selanjutnya ujung Spindle akan menempel pada sisi lain dari 
benda yang akan diukur. 
3. Sleeve 
Sleeve adalah poros berlubang yang berulir tempat Spindle dan 
Thimble bergerak maju atau mundur. 
1. Inner Sleeve 
Inner Sleeve adalah bagian dalam dari Sleeve yang berulir yang 
berpasangan dengan ulir Spindle. 
2. Outer Sleeve 
Outer Sleeve merupakan bagian luar Sleeve yang terdapat Skala 
Pengukuran yaitu Skala Atas dan Bawah. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 36 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
4. Thimble 
Ujung kanan Digunakan untuk memutar maju Spindle ketika 
masih belum berdekatan dengan benda yang akan diukur atau untuk 
memutar mundur untuk melepaskan dari benda kerja yang diukur.Pada 
bagian ujung kiri Spindle terdapat Skala Pengukuran yaitu Skala 
Samping 
5. Skala Pengukuran 
Gambar 3.9 Skala Pengukuran 
Sumber : Anonymous 15, 2010 
Skala pengukuran pada Micrometer terdiri dari : 
1. Skala Atas (A) menunjukkan ANGKA DI DEPAN KOMA. 
2. Skala Bawah (B) menunjukkan nilai 0,50 mm dari Skala Atas. 
3. Skala Samping (S) menunjukkan ANGKA DI BELAKANG 
KOMA. 
6. Ratchet Stopper 
Digunakan untuk memutar Spindle ketika ujung Spindle sudah 
mendekati benda kerja yang akan diukur dan kemudian untuk 
mengencangkannya sehingga terdengar bunyi. Untuk memastikan 
ujung Spindle sudah menempel dengan rapat pada benda kerja yang 
diukur, Ratchet Stopper diputar sebanyak 2 ~ 3 putaran. 
7. Pengunci Spindle (Lock Clamp) 
Ketika ujung Spindle sudah menempel dengan benar dan 
Ratchet Stopper sudah diputar 2 ~ 3 putaran (terdengar bunyi), Spindle 
harus dikunci dengan memutar Lock Clamp ke arah kiri agar Spindle 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 37 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
tidak bergeser ketika Micrometer dilepas dari benda kerja yang diukur 
untuk dilakukan pembacaan hasil pengukuran. 
8. Frame 
Tangkai merupakan bagian dimana pada bagian inilah 
Micrometer dipegang dengan tangan kiri (kecuali kidal) pada saat 
penguuran dan dijepitkan pada ragum ketika dilakukan kalibrasi. 
3.2.3 Alat dan Bahan 
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum adalah 
1. Benda Kerja 
Gambar 3.10 Mur 
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri 
Universitas Brawijaya 
2. Mikrometer Outside 
 Merk : Mitutoyo 
 Type : 0 - 25 mm 
 Tahun : 1986 
 Ketelitian : 0,01 mm 
Gambar 3.11 Mikrometer Outside 
Sumber : Anonymous 12, 2010 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 38 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
3. Hand Gloves 
Gambar 3.12 Hand Gloves 
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri 
Universitas Brawijaya 
3.2.4 Kalibrasi Micrometer Outside 
Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang akurat, maka alat ukur harus 
dikalibrasi terlebih dulu sebelum digunakan untuk pengukuran. Kalibrasi pada 
Micrometer adalah sebagai berikut : 
1. Bersihkan alat ukur yang akan digunakan. 
2. Tempatkan Micrometer pada Ragum dengan menjepitnya pada bagian 
Tangkai Micrometer 
3. Ambil Batang Kalibrasi yang sesuai Range-nya dan tempelkan salah satu 
ujungnya pada Anvil. (Pada Micrometer dengan Spesifikasi Range 0 ~ 25 
mm tidak menggunakan Batang Kalibrasi). 
4. Putar Thimble sehingga unjung Spindle mendekati ujung lainnya dari Batang 
Kalibrasi. 
5. Putar Ratchet Stopper untuk mengencangkan Spindle hingga terdengar suara 
sebanyak 2 ~ 3 putaran. (Pastikan posisi Batang Kalibrasi sudah benar atau 
tidak miring). 
6. Jika belum diposisi nol maka putar sleeve sampai menunjukkan posisi nol. 
3.2.5 Prosedur Pemakaian Micrometer Outside 
1. Gunakan hand gloves 
2. Keluarkan micrometer outside dari tempatnya 
3. Bersihkan cairan pelumas dari alat ukur dengan bahan yang telah 
disediakan 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 39 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
4. Periksa kelengkapan alat ukur serta bagian-bagiannya 
5. Ambil micrometer outside dengan hati-hati 
6. Gerakan poros ukur secara bebas dengan memutar gigi gelincir 
7. Jika belum bisa bergerak bebas, kendurkan pengunci poros ukur sampai 
poros ukur dapat bergerak dengan lancar 
8. Periksalah apakah micrometer outside sudah didalam keadaan nol bila 
range skalanya dari nol 
9. Jika belum, kalibrasi terlebih dahulu dengan menggeser skala tetap dengan 
menggunakan peralatan yanag sudah disediakan, diaman skala utama dan 
skala nonius harus diangka nol 
10. Kuncilah poros ukur micrometer outside agar skala yang didapatkan tidak 
berubah 
11. Jiak telah benar terkalibrasi, ukur benda kerja dengan menggerakkan poros 
ukur menggunakan gigi gelincir sampai menempel pada sisi benda yang 
diukur 
12. Baca nilai skala utama kemudian tambahkan nila pada skala nonius 
13. Catat nilai sudut terbaru 
14. Setelah selesai pengukuran bersihkan micrometer outside 
15. Kembalikan micrometer outside ketempat semula dengan rapi 
3.2.6 Gambar Spesimen 
(Terlampir) 
3.3 Profile Projector 
3.3.1 Tujuan Praktikum 
1. Agar praktikan mampu menggunakan profile projector dengan baik dan 
benar 
2. Agar praktikan mengetahui dan paham standart pengukuran yang benar 
untuk alat ukur profile projector 
3. Praktikan mampu membaca skala pengukuran baik secara teori maupun 
aplikasi 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 40 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
4. Agar praktikan memahami dan mampu melaksanakan pengukuran 
dengan profile projector 
5. Praktikan mampu melakukan kalibrasi profile projector 
3.3.2 Profile Projector 
Profile projector merupakan alat ukur yang prinsip kerjanya 
menggunakan sistem optis dan mekanis. Sistem optis digunakan untuk 
memperbesar bayangan dari benda ukur. Sedangkan sistem mekanis 
digunakan pada sistem pengubah mikrometernya. Bayangnan benda ukur 
bisa dilihat pada layar dan hasil pengukuran (besarnya dimensi benda ukur) 
bisa dilihat pada skala sudut. Dengan demikian, proyektor bentuk ini bisa 
digunakan untuk mengukur bentuk, panjang dan mengukur sudut. Karena 
komponen-komponen utamanya banyak menggunakan lensa maka benda 
yang diukur dengan proyektor harus mempunyai bentuk dan ukuran dimensi 
yang relatif kecil. Hal ini untuk menghindari rusaknya permukaan lensa 
tempat meletakkan benda ukur. Alat ini memiliki ketelitian 1μm untuk 
pengukuran linier dan 1 menit untuk pengukuran sudut. 
Gambar 3.13 Profile Projector 
Sumber : Modul Praktikum Metrologi Industri 
Universitas Brawijaya 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 41 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
3.3.3 Alat dan Bahan 
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah 
1. Benda Kerja 
Gambar 3.14 Poros Berulir 
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri 
Universitas Brawijaya 
2. Profile Projector 
- Merk : Mitutoyo 
- Type : PJ 311 
- Tahun : 1986 
- Ketelitian : 1μm (linier) dan 1 menit (sudut) 
Gambar 3.15 Profile Projector 
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri 
Universitas Brawijaya 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 42 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
3. Hand Gloves 
Gambar 3.16 Hand Gloves 
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri 
Universitas Brawijaya 
3.3.4 Kalibrasi Profile Projector 
Kalibrasi profile projector untuk pengukuran sudut yaitu dengan cara 
memutar skala piringan sehingga skala utama dan skala nonius segaris angka 
nol masing-masing skala tersebut. 
3.3.5 Prosedur Pemakaian Profile Projector 
1. Gunakan hand gloves 
2. Benda ukur diletakkan di bidang uji 
3. Proyektor dinyalakan sehingga bayangan dari objek terlihat di display 
lensa proyektor 
4. Fokus dari proyektor disesuaikan sampai kelihatan jelas 
5. Skala piringan diatur hingga skala utama dan nonius segaris pada angka 
nol 
6. Pengatur sumbu x-y, rotasi table dan garis silang pada kaca ke titik acuan 
dari objek uji yang diukur 
7. Memutar skala piringan hingga garis acuan berhimpit dengan bayangan 
objek yang akan diukur 
3.3.6 Gambar Spesimen 
(Terlampir) 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 43 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
BAB IV 
PEMBAHASAN 
4.1 Vernier Caliper 
4.1.1 Data Hasil Pengukuran 
a. Data Kelompok 
Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Diameter Luar Vernier caliper 
Tabel 4.2 Data Hasil Pengukuran Diameter Dalam Vernier Caliper 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 44 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Tabel 4.3 Data Hasil Pengukuran Kedalaman Vernier caliper 
b. Data antar Kelompok 
Tabel 4.4 Data Hasil Pengukuran Diameter Luar Vernier caliper 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 45 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Tabel 4.5 Data Hasil Pengukuran Diameter Dalam Vernier caliper 
Tabel 4.6 Data Hasil Pengukuran Kedalaman Vernier caliper 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 46 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
4.1.2 Perhitungan Data 
a. Data Kelompok 
a. Pengukuran Diameter Luar 
 Diameter rata-rata ̅ 
̅ 
̅ 
=26,36 
 Standar Deviasi (δ) 
√ ̅ 
√ 
 Simpangan baku rata-rata ( ̅) 
̅ 
√ 
√ 0,018 
 Kesalahan Relatif (α) 
̅ 
̅ 
Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5% 
Derajat bebas (db) = n-1= 10-1 =9 
ቀ 
ቁ ( 
) 
 Interval penduga kesalahan presentase hasil engukuran 
ቂ ቀ 
ቁ ቃ ቂ ቀ 
ቁ ቃ 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 47 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
26,36 
26,34 26,37 
b. Pengukuran Diameter Luar 
 Diameter rata-rata ̅ 
̅ 
̅ 
=25,18 
 Standar Deviasi (δ) 
√ ̅ 
√ 
 Simpangan baku rata-rata ( ̅) 
̅ 
√ 
√ 048 
 Kesalahan Relatif (α) 
̅ 
̅ 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 48 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5% 
Derajat bebas (db) = n-1= 10-1 =9 
ቀ 
ቁ ቀ 
ቁ 2.262 
 Interval penduga kesalahan presentase hasil engukuran 
ቂ ቀ 
ቁ ቃ ቂ ቀ 
ቁ ቃ 
25,12 25,23 
25,12 25,23 
c. Pengukuran Kedalaman 
 Diameter rata-rata ̅ 
̅ 
̅ 
=5,82 
 Standar Deviasi (δ) 
√ ̅ 
√ 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 49 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
 Simpangan baku rata-rata ( ̅) 
̅ 
√ 
√ 
 Kesalahan Relatif (α) 
̅ 
̅ 
Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5% 
Derajat bebas (db) = n-1= 10-1 =9 
ቀ 
ቁ ቀ 
ቁ 2.262 
 Interval penduga kesalahan presentase hasil engukuran 
ቂ ቀ 
ቁ ቃ ቂ ቀ 
ቁ ቃ 
5,7908 5,8491 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 50 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
b. Data antar Kelompok 
a. Pengukuran Diameter Luar 
 Diameter rata-rata ̅ 
̅ 
̅ 
=26,36 
 Standar Deviasi (δ) 
√ ̅ 
√ 
 Simpangan baku rata-rata ( ̅) 
̅ 
√ 
√ 0.12 
 Kesalahan Relatif (α) 
̅ 
̅ 
Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5% 
Derajat bebas (db) = n-1= 10-1 =9 
ቀ 
ቁ ( 
) 
 Interval penduga kesalahan presentase hasil engukuran 
ቂ ቀ 
ቁ ቃ ቂ ቀ 
ቁ ቃ 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 51 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
26,36 
25,50 27,22 
b. Pengukuran Diameter Dalam 
 Diameter rata-rata ̅ 
̅ 
̅ 
=25,14 
 Standar Deviasi (δ) 
√ ̅ 
√ 
 Simpangan baku rata-rata ( ̅) 
̅ 
√ 
√ 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 52 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
 Kesalahan Relatif (α) 
̅ 
̅ 
Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5% 
Derajat bebas (db) = n-1= 10-1 =9 
ቀ 
ቁ ቀ 
ቁ 2.262 
 Interval penduga kesalahan presentase hasil engukuran 
ቂ ቀ 
ቁ ቃ ቂ ቀ 
ቁ ቃ 
24,58 25,70 
24,58 25,70 
c. Pengukuran Kedalaman 
 Diameter rata-rata ̅ 
̅ 
̅ 
=6,825 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 53 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
 Standar Deviasi (δ) 
√ ̅ 
√ 
 Simpangan baku rata-rata ( ̅) 
̅ 
√ 
√ 
 Kesalahan Relatif (α) 
̅ 
̅ 
Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5% 
Derajat bebas (db) = n-1= 10-1 =9 
ቀ 
ቁ ቀ 
ቁ 2.262 
 Interval penduga kesalahan presentase hasil engukuran 
ቂ ቀ 
ቁ ቃ ቂ ቀ 
ቁ ቃ 
5,835 7,815 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 54 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
4.1.3 Analisa Statistik dan Grafik 
4.1.3.1 Uji Normalitas 
 Pengukuran diameter luar 
a. Hipotesis 
H0 = Kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal 
H1 = Kesalahan pengukuran terdistribusi normal 
Dimana jika: 
P value < 0.05 maka gagal tolak H0 
P value > 0.05 maka tolak H0 
b. Grafik 
99 
95 
90 
80 
70 
60 
50 
40 
30 
20 
10 
5 
1 
pengukuran diameter luar kel 12 
Normal 
26.20 26.25 26.30 26.35 26.40 26.45 26.50 
diameter luar 
Mean 26.37 
StDev 0.05798 
N 10 
KS 0.427 
P-Value <0.010 
Gambar 4.1 Probability Plot of Diameter Luar 
Percent 
c. Pembahasan 
Berdasarkan data grafik yang ada, P-value = 0,01 yang berarti 
P-value < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kesalahan pengkuran 
terdistribusi normal sehingga data yang didapat juga 
terdistribusi normal. 
 Pengukuran diameter dalam 
a. Hipotesis 
H0 = Kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal 
H1 = Kesalahan pengukuran terdistribusi normal 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 55 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Dimana jika: 
P value < 0.05 maka gagal tolak H0 
P value > 0.05 maka tolak H0 
b. Grafik 
pengukuran diameter dalam kel 12 
Normal 
24.9 25.0 25.1 25.2 25.3 25.4 25.5 
diameter dalam 
Mean 25.18 
StDev 0.1206 
N 10 
KS 0.219 
P-Value >0.150 
Gambar 4.2 Probability Plot of Diameter Dalam 
99 
95 
90 
80 
70 
60 
50 
40 
30 
20 
10 
5 
1 
Percent 
c. Pembahasan 
Berdasarkan data grafik yang ada , P-value = 0,159 yang berarti 
P-value > 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kesalahan 
pengukuran tidak terdistribusi normal sehingga data yang 
didapatjuga tidak terdistribusi normal. Hal ini disebabkan oleh 
kondisi pengukur yang kurang sehat sehingga terjadi kesalahan 
pembacaan skala ukur dan permukaan benda atau spesimen 
tidak rata sehingga terjadi perbedaan data hasil pengukurannya. 
 Pengukuran kedalaman 
a. Hipotesis 
H0 = Kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal 
H1 = Kesalahan pengukuran terdistribusi normal 
Dimana jika: 
P value < 0.05 maka gagal tolak H0 
P value > 0.05 maka tolak H0 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 56 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
b. Grafik 
pengukuran kedalaman kel 12 
Normal 
5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 6.0 6.1 
kedalaman 
Mean 5.82 
StDev 0.1229 
N 10 
KS 0.242 
P-Value 0.093 
Grafik 4.3 Probability Plot of Kedalaman 
99 
95 
90 
80 
70 
60 
50 
40 
30 
20 
10 
5 
1 
Percent 
c. Pembahasan 
Berdasarkan data grafik yang ada, P-value = 0,093 yang berarti 
P-value > 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kesalahan 
pengukuran tidak terdistribusi normal sehingga data yang 
didapat juga tidak terdistribusi normal. Hal ini dikarenakan 
kesalahan dari pemmbacaan skala ukur dan kedalaman dari 
specimen yang tidak rata. 
4.1.3.2 Uji Paired T 
a. Pengukuran Diameter Luar 
a. Hipotesis 
H1 = Tidak ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran 
diameter luar antar kelompok 
H0 = Ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran 
diameter luar antar kelompok 
Dengan mengambil nilai α sebesar 5%. 
Jika P-value < 0.05 maka H0 gagal di tolak 
Jika P-value > 0.05 maka H0 ditolak 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 57 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
b. Grafik 
Paired T-Test and CI: Diameter luar 12; Diameter luar 05 
Paired T-Test and CI: C1, C9 
Paired T for C1 - C9 
N Mean StDev SE Mean 
C1 10 26.365 0.058 0.018 
C9 10 26.360 0.384 0.121 
Difference 10 0.005 0.377 0.119 
95% CI for mean difference: (-0.264, 0.274) T-Test of mean 
difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 0.04 P-Value = 0.967 
Gambar 4.4 Boxplot of Differences Diameter Luar 
Gambar 4.5 Individual Value Plot of differences Diameter Luar 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 58 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Gambar 4.6 Histogram of Differences Diameter Luar 
c. Pembahasan 
Dari hasil perhitungan di dapatkan P-value sebesar 0,967 
sehingga P-value lebih dari 0,05, oleh karena itu Ho diterima. 
Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan penyimpanagn 
pengukuran diameter luar antar kelompok. Hal ini dikarenakan 
pengukur dari masing-masing kelompok terjadi kesalahan 
metode pengukuran sehingga terjadi perbedaan penyimpangan. 
b. Pengukuran Diameter Dalam 
a. Hipotesis 
H1 = Tidak ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran 
diameter luar antar kelompok 
H0 = Ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran 
diameter luar antar kelompok 
Dengan mengambil nilai α sebesar 5%. 
Jika P-value < 0.05 maka H0 gagal di tolak 
Jika P-value > 0.05 maka H0 ditolak 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 59 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
b. Grafik 
Paired T-Test and CI: Diameter dalam 12; Diameter dalam 05 
Paired T-Test and CI: C2, C10 
Paired T for C2 - C10 
N Mean StDev SE Mean 
C2 10 25.1800 0.1206 0.0382 
C10 10 25.1350 0.1248 0.0395 
Difference 10 0.0450 0.1279 0.0404 
95% CI for mean difference: (-0.0465, 0.1365) T-Test of mean 
difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 1.11 P-Value = 0.295 
Gambar 4.7 Boxplot of Differences Diameter Dalam 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 60 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Gambar 4.8 Individual Value Plot of differences Diameter Dalam 
Gambar 4.9 Histogram of Differences Diameter Dalam 
c. Pembahasan 
Dari hasil perhitungan diadaptkan P-value sebesar 0,295 
sehingga P-value lebih dari 0,05, oleh karena itu Ho diterima. 
Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan penyimpangan 
pengukuran diameter dalam antar kelompok. Hal ini 
pengukuran diameter dalam terjadi kesalahan metode 
pengukuran sehingga terjadi penyimpangan. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 61 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
c. Pengukuran Kedalaman 
a. Hipotesis 
H1= Tidak ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran 
diameter luar antar kelompok 
H0 = Ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran diameter 
luar antar kelompok 
Dengan mengambil nilai α sebesar 5%. 
Jika P-value < 0.05 maka H0 gagal di tolak 
Jika P-value > 0.05 maka H0 ditolak 
b. Grafik 
Paired T-Test and CI: Kedalaman 12; Kedalaman 05 
Paired T-Test and CI: C3, C11 
Paired T for C3 - C11 
N Mean StDev SE Mean 
C3 10 5.8200 0.1229 0.0389 
C11 10 6.8250 0.1137 0.0359 
Difference 10 -1.0050 0.1892 0.0598 
95% CI for mean difference: (-1.1404, -0.8696) T-Test of mean 
difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -16.80 P-Value = 0.000 
Gambar 4.10 Boxplot of Differences Kedalaman 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 62 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Grafik 4.11 Individual Value Plot of differences Kedalaman 
Grafik 4.12 Histogram of Differences Kedalaman 
c. Pembahasan 
Dari hasil perhitungan didapatkan P-value sebesar 0,000 
sehingga P-valuelebih kecil dari 0,05, oleh karena itu Ho 
ditolak. Maka disimpulkan bahwa ada perbedaan 
penyimpangan pengukuran didalam vernier caliper 
dikarenakan kedalaman permukaan pada specimen berbeda-beda. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 63 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
4.2 Micrometer Outside 
4.2.1 Data Hasil Pengukuran 
a. Data Kelolmpok 
Tabel 4.7 Data Hasil Pengukuran Diameter Luar Micrometer Outside 
No Sudut ( ̅ ) ̅ 
1 57,22 0,2 0,04 
2 56,87 -0,15 0,0225 
3 56,53 -0,49 0,2401 
4 56,62 -0,4 0,16 
5 57 -0,02 0,0004 
6 57,08 0,06 0,0036 
7 56,38 -0,64 0,4096 
8 57,07 0,05 0,0025 
9 58,6 1,58 2,4964 
10 56,83 -0,19 0,0361 
Σ 570,2 0 3,4112 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 64 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
b. Data Antar Kelompok 
Tabel 4.8 Data Hasil Pengukuran Diameter Luar Micrometer Outside 
No Panjang (mm) ( ̅ ) ̅ 
1 16,93 0,026 0,000676 
2 16,88 -0,024 0,000576 
3 16,89 -0,025 0,000625 
4 16,93 0,026 0,000676 
5 16,87 -0,034 0,001156 
6 16,90 0,004 0,000016 
7 16,92 0,016 0,000256 
8 16,88 -0,024 0,000576 
9 16,91 0,006 0,000036 
10 16,93 0,026 0,000676 
Σ 169,04 -0,011 0,005269 
4.2.2 Perhitungan Data 
a. Data Kelompok 
 Diameter Rata-Rata ( ̅) 
̅ 
 Standart Deviasi ( ) 
 √ ̅ 
 Simpangan Baku Rata-Rata( ̅) 
̅ 
√ 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 65 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
 Kesalahan Relatif (α) 
α 
̅ 
̅ 
Dengan mengambil resiko kesalahan = 0.05 
 Derajat bebas (db) = n-1 = 10-1 = 9 
ቀ 
ቁ ( 
) 
Interval penduga kesalahan presentase hasil pengukuran 
̅ ቄ ቀ 
ቁ ̅ቅ ̅ ቄ ቀ 
ቁ ̅ቅ 
16,72959 16,97841 
b. Data Antar Kelompok 
 Diameter Rata-Rata ( ̅) 
̅ 
 Standart Deviasi ( ) 
√ ̅ 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 66 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
 Simpangan Baku Rata-Rata( ̅) 
̅ 
√ 
 Kesalahan Relatif (α) 
α 
̅ 
̅ 
Dengan mengambil resiko kesalahan = 0.05 
 Derajat bebas (db) = n-1 = 10-1 = 9 
ቀ 
ቁ ( 
) 
Interval penduga kesalahan presentase hasil pengukuran 
̅ ቄ ቀ 
ቁ ̅ቅ ̅ ቄ ቀ 
ቁ ̅ቅ 
16,84 16,958 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 67 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
4.2.3 Analisa Statistik dan Grafik 
4.2.3.1 Uji Normalitas 
a. Hipotesa 
H0 : Kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal 
H1 : Kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal 
Jika 
Jika p-value 0,05 maka gagal tolak Ho 
Jika p-value 0,05 maka tolak Ho 
b. Grafik 
Gambar 4.13 Probablity Plot of diameter luar 
c. Pembahasan 
Grafik diatas adalah grafik uji normalitas dari hasil pengukuran 
diameter luar dari suatu benda dengan menggunakan 
mikrometer outside. Berdasarkan data dan grafik yang ada di 
atas, diketahui P-value = 0,013 yang berarti P-value < 0,05. 
Dapat disimpulkan bahwa kesalahan pengukuran terdistribusi 
normal. Adapun beberapa data yang tidak segaris di atas di 
dapat dari hasil pengukuran masih bisa diterima. Kesalahan 
pengukuran tersebut dapat disebabkan karena kesalahan 
pembacaan pada skala alat ukur. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 68 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
4.2.3.2 Uji Paired T 
a. Hipotesa 
Uji paired t digunakan antara data pengukuran sudut kelompok 
5 dengan kelompok 12. Pada pembahasan ini digunakan 
hipotesa: 
H1 : Tidak ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran 
diameter luar antar kelompok 
H0 : Ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran diameter 
luar antar kelompok 
Dengan mengambil nilai α sebesar 5%, 
Jika P-value > 0,05 maka gagal tolak Ho 
Jika P-value <0,05 maka tolak Ho 
b. Grafik 
Paired T for Mikrometer K12 - Mikrometer K5 
N Mean StDev SE Mean 
Mikrometer K12 10 16,8540 0,0550 0,0174 
Mikrometer K5 10 16,9040 0,0232 0,0073 
Difference 10 -0,0500 0,0550 0,0174 
95% CI for mean difference: (-0,0893; -0,0107) T-Test of mean 
difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -2,88 P-Value = 0,018 
Gambar 4.14 Boxplot of Differences diameter luar 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 69 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Gambar 4.15 Histogram of Differences diameter luar 
Gambar 4.16 Individual Value Plot of differences diameter luar 
c. Pembahasan 
Grafik di atas adalah grafik uji paired T dari data hasil 
pengukuran diameter luar dengan menggunakan micrometer 
outside. Di atas terdapat tiga buah grafik yaitu histogram of 
difference, boxplot of difference dan individual value plot of 
difference. Dari perhitungan ketiga grafik tersebut diperoleh 
haraga P-value = 0,018 yang berarrti P-value < 0,05, oleh karena 
itu kita dapat menolak H0. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 70 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
tidak ada perbedaan penyimpangan pengukuran diammeter luar 
antar kelompok. Namun di dalam grafik di atas juga terdapat 
beberapa data hasil pengukuran yang berada diluar daerah 
jangkauannya. Hal tersebut bisa terjadi karena faktor kesalahan 
pembacaaan harga yang ditunjukkan oleh skala ukur pada 
mikrometer outside. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 71 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
4.3 Profile Projector 
4.3.1 Data hasil pengukuran 
a. Data Kelompok 
Table 4.9 Data hasil pengukuran sudut profile projector 
No Sudut ( ̅ ) ̅ 
1 57,3 -1,5 2,25 
2 58,75 -0,05 0,0025 
3 58,78 -0,02 0,0004 
4 59,25 0,45 0,2025 
5 58,83 0,03 0,0009 
6 58,95 0,15 0,0225 
7 59,02 0,22 0,0484 
8 59,23 0,43 0,1849 
9 59,02 0,22 0,0484 
10 58,88 0,08 0,0064 
Σ 588,01 0,01 2,7669 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 72 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
b. Data antar kelompok 
Table 4. 10 Data hasil pengukuran sudut profile projector antar kelompok 
No Sudut ( ̅ ) ̅ 
1 57,22 0,2 0,04 
2 56,87 -0,15 0,0225 
3 56,53 -0,49 0,2401 
4 56,62 -0,4 0,16 
5 57 -0,02 0,0004 
6 57,08 0,06 0,0036 
7 56,38 -0,64 0,4096 
8 57,07 0,05 0,0025 
9 58,6 1,58 2,4964 
10 56,83 -0,19 0,0361 
Σ 570,2 0 3,4112 
4.3.2 Perhitungan data 
a. Data kelompok 
 Sudut rata-rata 
̅ Σ 
 Standar deviasi () 
√Σ ̅ 
√ 
 Simpangan baku rata-rata (̅ 
) 
̅ 
√ 
 Kesalahan relative (d) 
̅ ̅ 
 
Dengan mengambil resiko =5% 
Derajat kebebasan (db)=n-1=10-1=9 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 73 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
( 
⁄ ) ( 
⁄ ) 
Interval penduga kesalahan persentase hasil pengujian 
̅ ( ( 
⁄ ) ) ̅ ( ( 
⁄ ) ) 
̅ ̅ 
b. Data antar kelompok 
 Sudut rata-rata 
̅ Σ 
 Standar deviasi () 
√Σ ̅ 
√ 
57,55 61,61 
 Simpangan baku rata-rata (̅ 
) 
̅ 
√ 
 Kesalahan relative (α) 
̅ 
 
̅ 
Dengan mengambil resiko =5% 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 74 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Derajat kebebasan (db)=n-1=10-1=9 
( 
⁄ ) ( 
⁄ ) 
Interval penduga kesalahan persentase hasil pengujian 
̅ ( ( 
⁄ ) ) ̅ ( ( 
⁄ ) ) 
̅ ̅ 
55,64 58,40 
4.3.3 Analisa Statistik dan Grafik 
4.1.3.1 Uji Normalitas 
a. Hipotesa 
Ho : Kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal 
Hi : Kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal 
Dengan mengambil nilai  sebesar 5% 
Jika p-value 0,05 maka gagal tolak Ho 
Jika p-value 0,05 maka tolak Ho 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 75 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
b. Grafik 
Gambar 4.17 Probability Plot of profile projector angle 
c.. Pembahasan 
Grafik diatas adalah grafik uji normalitas dari hasil pengukuran 
sudut dari suatu benda dengan menggunakan profile projector. 
Berdasarkan data dan grafik yang ada di atas, diketahui P-value = 
0,010 yang berarti P-value < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa 
kesalahan pengukuran terdistribusi normal. Adapun beberapa data 
yang tidak segaris di atas di dapat dari hasil pengukuran dan masih 
bisa diterima. Kesalahan pengukuran tersebut dapat disebabkan 
karena kesalahan pembacaan pada skala alat ukur. 
4.1.3.2 Uji Paired T 
a. Hipotesa 
Uji paired t digunakan antara data pengukuran sudut kelompok 5 
dengan kelompok 12. Pada pembahasan ini digunakan hipotesa: 
H1 : Tidak ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran 
diameter luar antar kelompok 
H0 : Ada perbedaan pengukuran pada sampel data 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 76 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Dengan mengambil nilai α sebesar 5%, 
Jika P-value < 0,05 maka gagal tolak Ho 
Jika P-value > 0,05 maka tolak Ho 
b. Grafik 
Paired T for Sudut K12 - Sudut K5 
N Mean StDev SE Mean 
Sudut K12 10 58,801 0,554 0,175 
Sudut K5 10 57,020 0,616 0,195 
Difference 10 1,781 0,860 0,272 
95% CI for mean difference: (1,166; 2,396) T-Test of mean 
difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 6,55 P-Value = 0,000 
Grafik 4.18 Boxplot of Differences Profile Projector Angle 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 77 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
Grafik 4.19 Histogram of Differences Profile Projector Angle 
Grafik 4.19 Individual Value Plot of differences Profile Projector Angle 
c. Pembahasan 
Grafik di atas adalah grafik uji paired T dari data hasil pengukuran 
sudut dengan menggunakan profile projector. Di atas terdapat tiga 
buah grafik yaitu histogram of difference, boxplot of difference dan 
individual value plot of difference. Dari perhitungan ketiga grafik 
tersebut diperoleh haraga P-value = 0,000 yang berarrti P-value < 
0,05, oleh karena itu kita dapat menolak H0. Sehingga dapat kita 
simpulkan bahwa tidak ada perbedaan penyimpangan pengukuran 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 78 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
diammeter luar antar kelompok. Namun di dalam grafik di atas juga 
terdapat beberapa data hasil pengukuran yang berada diluar daerah 
jangkauannya. Hal tersebut bisa terjadi karena faktor kesalahan 
pembacaaan harga yang ditunjukkan oleh skala ukur pada profile 
projector. 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 79 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
BAB V 
PENUTUP 
5.1 Kesimpulan 
 Dalam praktikum metrologi industri kali ini digunakan 3 alat ukur yaitu vernier 
caliper untuk mengukur diameter luar, diameter dalam dan kedalaman. 
Micrometer outside untuk mengukur diameter luar dan profil projector untuk 
mengukur sudut 
 Pada uji normalitas di gunakan hipotesa 
Ho : kesalahan pengukuran terdistribusi normal 
Hi : kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal 
Dimana jika 
p-value < 0,05 maka terima Ho 
p-value > 0,05 maka tolak Ho 
Dari hasil pengukuran di dapatkan data pengukuran yang terdistribusi normal dan 
tidak terdistribusi normal. Data pengukuran yang tidak terdistribusi normal 
disebabkan oleh : 
a. Pengukur lebih dari satu 
b. Kesalahan metode pngukuran 
c. Kondisi fisik pengukur 
d. Kondisi lingkungan 
 Pada uji paired-t digunakan hipotesa 
Ho : tidak ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran tiap kelompok 
Hi : ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran tiap kelompok 
Dimana jika 
p-value < 0,05 maka terima Ho 
p-value > 0,05 maka tolak Ho 
Dari hasil pengukuran di dapatkan data pengukuran yang ttidak ada perbedaan dan 
ada perbedaan. Data pengukuran yang ada perbedaan disebabkan oleh : 
a. Pengukur lebih dari satu 
b. Kesalahan metode pngukuran 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 80 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013
LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI 
JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 
c. Kondisi fisik pengukur 
d. Kondisi benda ukur dan lingkungan 
5.2 Saran 
a. Sebaiknya praktikan memperhatikan tata cara atau metode penggunaan alat ukur 
agar hasilpengukuran akurat 
b. Sebaiknya komunikasi untuk menentukan jadwal asisten antara asisten dan 
prktikan dipermudah demi kelancaran praktikum 
c. Pengumuman jadwal test alat, praktikum, maupun presentasi harus dipercepat 
demi kelancaran praktikum 
d. Sebaiknya dikenalkan alat-alat ukur yang lain yang dapat menambah penguetahun 
praktikan pada saat praktikum 
PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 81 
SEMESTER GENAP 2012 – 2013

More Related Content

Viewers also liked

Laporan akhir METROLOGI INDUSTRI UNRI DIAN HARYANTO 1407123394
Laporan akhir METROLOGI INDUSTRI UNRI DIAN HARYANTO 1407123394Laporan akhir METROLOGI INDUSTRI UNRI DIAN HARYANTO 1407123394
Laporan akhir METROLOGI INDUSTRI UNRI DIAN HARYANTO 1407123394dian haryanto
 
metrologi-industri-12120409101
metrologi-industri-12120409101metrologi-industri-12120409101
metrologi-industri-12120409101anggah12
 
Agus setiyawan tugas metrologi alat ukur linier sudut
Agus setiyawan tugas metrologi alat ukur linier sudutAgus setiyawan tugas metrologi alat ukur linier sudut
Agus setiyawan tugas metrologi alat ukur linier sudutaguscepot
 
Pengukuran sudut bab3
Pengukuran sudut bab3Pengukuran sudut bab3
Pengukuran sudut bab3LAZY MAGICIAN
 
Toleransi linier
Toleransi linierToleransi linier
Toleransi linierndirocket
 

Viewers also liked (7)

Laporan akhir METROLOGI INDUSTRI UNRI DIAN HARYANTO 1407123394
Laporan akhir METROLOGI INDUSTRI UNRI DIAN HARYANTO 1407123394Laporan akhir METROLOGI INDUSTRI UNRI DIAN HARYANTO 1407123394
Laporan akhir METROLOGI INDUSTRI UNRI DIAN HARYANTO 1407123394
 
metrologi-industri-12120409101
metrologi-industri-12120409101metrologi-industri-12120409101
metrologi-industri-12120409101
 
MIKROMETER SEKRUP
MIKROMETER SEKRUP MIKROMETER SEKRUP
MIKROMETER SEKRUP
 
Agus setiyawan tugas metrologi alat ukur linier sudut
Agus setiyawan tugas metrologi alat ukur linier sudutAgus setiyawan tugas metrologi alat ukur linier sudut
Agus setiyawan tugas metrologi alat ukur linier sudut
 
Pengukuran sudut bab3
Pengukuran sudut bab3Pengukuran sudut bab3
Pengukuran sudut bab3
 
Toleransi 2
Toleransi 2Toleransi 2
Toleransi 2
 
Toleransi linier
Toleransi linierToleransi linier
Toleransi linier
 

Similar to Laporan metro

Metrologi Industri
Metrologi IndustriMetrologi Industri
Metrologi IndustriOpi Sumardi
 
Laporan uji pengukuran
Laporan uji pengukuranLaporan uji pengukuran
Laporan uji pengukuransholasido
 
TEORI DASAR PENGUKURAN
TEORI DASAR PENGUKURANTEORI DASAR PENGUKURAN
TEORI DASAR PENGUKURANRafben Andika
 
M0 teori dasar pengukuran
M0 teori dasar pengukuranM0 teori dasar pengukuran
M0 teori dasar pengukuranRafben Andika
 
F 22-ina rahmatika fajri-39142-tugas 1
F 22-ina rahmatika fajri-39142-tugas 1F 22-ina rahmatika fajri-39142-tugas 1
F 22-ina rahmatika fajri-39142-tugas 1Ina Rahmatika Fajri
 
Modul Teori Kalibrasi (Pengujian Geometrik & Kualitas) Mesin Perkakas_Politek...
Modul Teori Kalibrasi (Pengujian Geometrik & Kualitas) Mesin Perkakas_Politek...Modul Teori Kalibrasi (Pengujian Geometrik & Kualitas) Mesin Perkakas_Politek...
Modul Teori Kalibrasi (Pengujian Geometrik & Kualitas) Mesin Perkakas_Politek...Ir. Duddy Arisandi, ST, MT
 
Gauge (Alat Ukur) Dalam Metrologi - Pengertian, Prinsip dan Jenisnya
 Gauge (Alat Ukur) Dalam Metrologi - Pengertian, Prinsip dan Jenisnya Gauge (Alat Ukur) Dalam Metrologi - Pengertian, Prinsip dan Jenisnya
Gauge (Alat Ukur) Dalam Metrologi - Pengertian, Prinsip dan Jenisnyalessytania
 
52441057 penentukuran
52441057 penentukuran52441057 penentukuran
52441057 penentukuranSitiK2
 
Modul 2 dian haryanto 1407123304
Modul 2 dian haryanto 1407123304Modul 2 dian haryanto 1407123304
Modul 2 dian haryanto 1407123304dian haryanto
 
Modul 1 dian haryanto 1407123394
Modul 1 dian haryanto 1407123394Modul 1 dian haryanto 1407123394
Modul 1 dian haryanto 1407123394dian haryanto
 
Teori dasar pengendalian kualitas
Teori dasar    pengendalian kualitasTeori dasar    pengendalian kualitas
Teori dasar pengendalian kualitasdodi mulya
 
Alat bantu dan alat ukur pengukuran mur dan baut
Alat bantu dan alat ukur pengukuran mur dan bautAlat bantu dan alat ukur pengukuran mur dan baut
Alat bantu dan alat ukur pengukuran mur dan bautEndang Hidayat
 
PENGENALAN_PENGUKURAN_KALIBRASI_Modul_re.ppt.pptx
PENGENALAN_PENGUKURAN_KALIBRASI_Modul_re.ppt.pptxPENGENALAN_PENGUKURAN_KALIBRASI_Modul_re.ppt.pptx
PENGENALAN_PENGUKURAN_KALIBRASI_Modul_re.ppt.pptxQAKKVIndofarma
 
METROLOGI INDUSTRI tomi.docx
METROLOGI INDUSTRI tomi.docxMETROLOGI INDUSTRI tomi.docx
METROLOGI INDUSTRI tomi.docxwenpiferiyanto
 
Logam mesin quality 5 (1)
Logam mesin quality 5 (1)Logam mesin quality 5 (1)
Logam mesin quality 5 (1)Eko Supriyadi
 
Logam mesin quality 5 (6)
Logam mesin quality 5 (6)Logam mesin quality 5 (6)
Logam mesin quality 5 (6)Eko Supriyadi
 
Makalah Perencanaan Bengkel Pengukuran
Makalah Perencanaan Bengkel PengukuranMakalah Perencanaan Bengkel Pengukuran
Makalah Perencanaan Bengkel PengukuranDewi Izza
 
10. Konsep Pengendalian Kualitas, Pengendalian Kualitas Secara Statistik dan ...
10. Konsep Pengendalian Kualitas, Pengendalian Kualitas Secara Statistik dan ...10. Konsep Pengendalian Kualitas, Pengendalian Kualitas Secara Statistik dan ...
10. Konsep Pengendalian Kualitas, Pengendalian Kualitas Secara Statistik dan ...Mercu Buana University
 
KONSEP DASAR PENGUKURAN TEKNIK Oleh Ir. Najamudin, MT Dosen Universitas Banda...
KONSEP DASAR PENGUKURAN TEKNIK Oleh Ir. Najamudin, MT Dosen Universitas Banda...KONSEP DASAR PENGUKURAN TEKNIK Oleh Ir. Najamudin, MT Dosen Universitas Banda...
KONSEP DASAR PENGUKURAN TEKNIK Oleh Ir. Najamudin, MT Dosen Universitas Banda...Ir. Najamudin, MT
 

Similar to Laporan metro (20)

Metrologi Industri
Metrologi IndustriMetrologi Industri
Metrologi Industri
 
Laporan uji pengukuran
Laporan uji pengukuranLaporan uji pengukuran
Laporan uji pengukuran
 
TEORI DASAR PENGUKURAN
TEORI DASAR PENGUKURANTEORI DASAR PENGUKURAN
TEORI DASAR PENGUKURAN
 
M0 teori dasar pengukuran
M0 teori dasar pengukuranM0 teori dasar pengukuran
M0 teori dasar pengukuran
 
F 22-ina rahmatika fajri-39142-tugas 1
F 22-ina rahmatika fajri-39142-tugas 1F 22-ina rahmatika fajri-39142-tugas 1
F 22-ina rahmatika fajri-39142-tugas 1
 
Modul Teori Kalibrasi (Pengujian Geometrik & Kualitas) Mesin Perkakas_Politek...
Modul Teori Kalibrasi (Pengujian Geometrik & Kualitas) Mesin Perkakas_Politek...Modul Teori Kalibrasi (Pengujian Geometrik & Kualitas) Mesin Perkakas_Politek...
Modul Teori Kalibrasi (Pengujian Geometrik & Kualitas) Mesin Perkakas_Politek...
 
Materi Training Kalibrasi.ppt
Materi Training Kalibrasi.pptMateri Training Kalibrasi.ppt
Materi Training Kalibrasi.ppt
 
Gauge (Alat Ukur) Dalam Metrologi - Pengertian, Prinsip dan Jenisnya
 Gauge (Alat Ukur) Dalam Metrologi - Pengertian, Prinsip dan Jenisnya Gauge (Alat Ukur) Dalam Metrologi - Pengertian, Prinsip dan Jenisnya
Gauge (Alat Ukur) Dalam Metrologi - Pengertian, Prinsip dan Jenisnya
 
52441057 penentukuran
52441057 penentukuran52441057 penentukuran
52441057 penentukuran
 
Modul 2 dian haryanto 1407123304
Modul 2 dian haryanto 1407123304Modul 2 dian haryanto 1407123304
Modul 2 dian haryanto 1407123304
 
Modul 1 dian haryanto 1407123394
Modul 1 dian haryanto 1407123394Modul 1 dian haryanto 1407123394
Modul 1 dian haryanto 1407123394
 
Teori dasar pengendalian kualitas
Teori dasar    pengendalian kualitasTeori dasar    pengendalian kualitas
Teori dasar pengendalian kualitas
 
Alat bantu dan alat ukur pengukuran mur dan baut
Alat bantu dan alat ukur pengukuran mur dan bautAlat bantu dan alat ukur pengukuran mur dan baut
Alat bantu dan alat ukur pengukuran mur dan baut
 
PENGENALAN_PENGUKURAN_KALIBRASI_Modul_re.ppt.pptx
PENGENALAN_PENGUKURAN_KALIBRASI_Modul_re.ppt.pptxPENGENALAN_PENGUKURAN_KALIBRASI_Modul_re.ppt.pptx
PENGENALAN_PENGUKURAN_KALIBRASI_Modul_re.ppt.pptx
 
METROLOGI INDUSTRI tomi.docx
METROLOGI INDUSTRI tomi.docxMETROLOGI INDUSTRI tomi.docx
METROLOGI INDUSTRI tomi.docx
 
Logam mesin quality 5 (1)
Logam mesin quality 5 (1)Logam mesin quality 5 (1)
Logam mesin quality 5 (1)
 
Logam mesin quality 5 (6)
Logam mesin quality 5 (6)Logam mesin quality 5 (6)
Logam mesin quality 5 (6)
 
Makalah Perencanaan Bengkel Pengukuran
Makalah Perencanaan Bengkel PengukuranMakalah Perencanaan Bengkel Pengukuran
Makalah Perencanaan Bengkel Pengukuran
 
10. Konsep Pengendalian Kualitas, Pengendalian Kualitas Secara Statistik dan ...
10. Konsep Pengendalian Kualitas, Pengendalian Kualitas Secara Statistik dan ...10. Konsep Pengendalian Kualitas, Pengendalian Kualitas Secara Statistik dan ...
10. Konsep Pengendalian Kualitas, Pengendalian Kualitas Secara Statistik dan ...
 
KONSEP DASAR PENGUKURAN TEKNIK Oleh Ir. Najamudin, MT Dosen Universitas Banda...
KONSEP DASAR PENGUKURAN TEKNIK Oleh Ir. Najamudin, MT Dosen Universitas Banda...KONSEP DASAR PENGUKURAN TEKNIK Oleh Ir. Najamudin, MT Dosen Universitas Banda...
KONSEP DASAR PENGUKURAN TEKNIK Oleh Ir. Najamudin, MT Dosen Universitas Banda...
 

Recently uploaded

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptxPembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptxmuhammadrizky331164
 
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open StudioSlide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studiossuser52d6bf
 
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaRenaYunita2
 
2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptx
2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptx2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptx
2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptxAnnisaNurHasanah27
 
rekayasa struktur beton prategang - 2_compressed (1).pdf
rekayasa struktur beton prategang - 2_compressed (1).pdfrekayasa struktur beton prategang - 2_compressed (1).pdf
rekayasa struktur beton prategang - 2_compressed (1).pdfssuser40d8e3
 
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++FujiAdam
 
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.pptSonyGobang1
 
2021 - 12 - 10 PAPARAN AKHIR LEGGER JALAN.pptx
2021 - 12 - 10 PAPARAN AKHIR LEGGER JALAN.pptx2021 - 12 - 10 PAPARAN AKHIR LEGGER JALAN.pptx
2021 - 12 - 10 PAPARAN AKHIR LEGGER JALAN.pptxAnnisaNurHasanah27
 
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptxMuhararAhmad
 

Recently uploaded (9)

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptxPembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
 
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open StudioSlide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
 
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
 
2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptx
2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptx2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptx
2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptx
 
rekayasa struktur beton prategang - 2_compressed (1).pdf
rekayasa struktur beton prategang - 2_compressed (1).pdfrekayasa struktur beton prategang - 2_compressed (1).pdf
rekayasa struktur beton prategang - 2_compressed (1).pdf
 
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
 
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
 
2021 - 12 - 10 PAPARAN AKHIR LEGGER JALAN.pptx
2021 - 12 - 10 PAPARAN AKHIR LEGGER JALAN.pptx2021 - 12 - 10 PAPARAN AKHIR LEGGER JALAN.pptx
2021 - 12 - 10 PAPARAN AKHIR LEGGER JALAN.pptx
 
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
 

Laporan metro

  • 1. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk suatu proses permesinan mempunyai kualitas geometrik tertentu. Kualitas yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh pengendalian mutu dan proses manufakturnya. Mutu yang baik tidak saja tergantung pada proses manufaktur. Proses produksi yang baik juga sangat ditentukan oleh penggunaan alat-alat ukur presisi (tepat) dan akurat (teliti) serta cara pengukurannya pun harus sesuai dan benar. Alat ukur presisi (tepat) dan akurat (teliti) merupakan suatu hal yang harus dipenuhi guna menghasilkan pengukuran yang benar. Tentunya didukung oleh kepiawaian mengukur si pengukur produk selama proses produksi berlangsung hingga menghasilkan produk sesuai dimensi tertentu yang dikehendaki (jobshift). Di dalam industri manufaktur hal tersebut biasanya dilakukan oleh bagian ahli produksi sedangkan kontrol kualitas produk biasanya menjadi kewenangan Q.A (Quality Assurance) atau biasanya disebut Laboratorium Metrologi. Produk permesinan mempunyai kualitas produk tertentu yang selalu membutuhkan pemerikasaan untuk memeriksanya diperlukan metrologi dalam arti umum. Sedangkan metrologi industri adalah ilmu untuk melakukan pengukuran karakteristik geometri atau komponen mesin dengan alat untuk cara yang tepat sesuai dengan hasil pengukurannya dianggap sebagai hasil yang paling dekat dengan kondisi geometri sesungguhnya dari komponen mesin tersebut. Sebagai contoh, produk piston dan bearing. Apabila dua produk tersebut tidak diproduksi dengan hati-hati dan sesuai standar pengukuran maka akan sangat bebahaya sekali ketika terjadi losses pada saat digunakan oleh konsumen. Maka dari itu sudah terlihat jelas betapa pentinggya kita mempelajari metrologi industri. Di laporan kali ini dibahas mendetail mengenai pengertian dan pemahaman mengenai mengukur. Terlebih lagi kita akan membahas atau melihat lebih jauh tentang pengukuran di dalam metrologi ndustri yang sangat penting kegunaannya di dunia kerja nanti. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 1 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 2. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1.2 Tujuan Praktikum Praktikum metrologi industri ini dibuat guna menunjang teori yang telah sedang diberikan pada mata kuiah metrologi industri. Adapun tujuan utama dari praktikum ini adalah 1. Mengenal alat ukur, mengetahui bagaimana cara menggunakan dan mengetahui akan kemampuan dan sifat-sifat dari alat ukur tersebut. 2. Menetahui proses pengukuran dan hasil yang dicapai apakah memenuhi ketelitian dan ketepatan dari proses pengukuran yang mencakup alat ukur, benda ukur, dan operator akan lebih dipahami dengan melaksanakan praktikum ini. 3. Untuk mengetahui bagaimana perlakuan yang baku dan sesuai terhadap alat ukur dengan pemeliharaan dan kalibrasi yang tepat. 4. Untuk memahami ilmu metrologi industri 5. Untuk mmengambil data statistika sehingga data yang kita ambil dapat dibaca oleh pengamat. 6. Mengenal dan mengetahui bagaimana cara menggunakan ilmu statistika di metrologi industri. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 2 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 3. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB II DASAR TEORI 2.1 Instumentasi 2.1.1 Definisi Instrumentasi Menurut Frankly W. Kirik dan Nicholas R. Rimboy pada tahun 1962 Instrumentasi adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan peralatan atau instrument untuk mengukur dan mengatur suatu besaran baik kondisi fisis maupun kimia. Menurut Suparni Setyowati Rahayu Instrumentasi adalah Penggunaan piranti ukur (instrumen) untuk menentukan harga besaran yang berubah-ubah, yang seringkali pula untuk keperluan pengaturan besaran yang perlu berada di batas-batas harga tertentu. Menurut Ir. H. Bimbing Atedi Instrumentasi adalah bidang ilmu dan teknologi yang mencakup perencanaan, pembuatan dan penggunaaninstrument atau alat ukur besaran fisika atau sistem instrument untuk keperluan diteksi, penelitian,pengukuran, pengaturan serta pengolahan data. 2.1.2 Fungsi Instrumentasi Instrumentasi mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Sebagai Alat Ukur Instrumentasi mendeteksi dan memberikan informasi tentang besarnya nilai proses variabel yang diukur dari suatu proses industri, misalnya tekanan, suhu, dan sebagainya. Sehingga dapat dipahami oleh pengamat. 2. Instrumentasi Sebagai Alat Pengendalian Instrumentasi berfungsi untuk mengendalikan jalannya proses agar variabel proses yang sedang diukur dapat diatur dan dikendalikan tetap pada nilai yang ditentukan. 3. Instrumentasi Sebagai Alat Pengaman Instrumentasi sebagai alat ukur untuk memberikan tanda bahaya atau tanda gangguan apabila terjadi masalah atau kondisi yang tidak normal PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 3 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 4. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya suatu peralatan pada suatu proses. 2.2 Pengukuran 2.2.1 Definisi Pengukuran Pengertian pengukuran menurut para ahli : 1. Menurut Taufiq Rochim, pengukuran adalah membandingkan suatu besaran referensi 2. Menurut Budi Hartono, pengukuran atau measurement merupakan suatu proses kegiatan untuk menentukan kuantitas suatu yang bersifat numerik 3. Menurut Ahmed Sudrajat, pengukuran adlah proses pemberian angka tau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan 4. Menurut Lien, pengukuran adalah sejumlah data yang dikumpulkan dengan mengguanakan alat ukur yang objektif untuk keperluan analisa dan interprestasi. 5. Menurut Suharsimi Arianto, pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. 2.2.2 Fungsi Pengukuran a. Untuk mengetahui dan mengamati dimensi suatu bahan yang telah diproduksi atau di standarkan b. Untuk keperluan analisi dan interprestasi c..Proses menyebutkan dengan pasti angka-angka tertentu untuk mendeskripsikan suatu produk d. Merupakan proses untuk mendapatkan informasi besaran fisik tertentu dari suatu alat ukur 2.2.3 Klasifikasi Pengukuran A. Pengukuran Langsung Pengukuran dengan mengguanakan alat ukur langsung dan hasil pengukuran dapat langsung terbaca, contohnya adalah penggaris. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 4 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 5. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Gambar 2.1 Penggaris Sumber : Anonymous 1, 2010 B. Pengukuran Tak Langsung Pengukuran yang dilaksanakan dengan memakai beberapa jenis alat ukur pembanding, standar dan alat ukur bantu, contohnya blok ukur. Gambar 2.2 Blok Ukur Sumber : Anonymous 2, 2010 C. Pengukuran Kaliber Batas Proses pemeriksaan untuk memastikan apakah objek ukur memiliki harga yang teletak di dalam atau di luar daerah toleransi ukuran, bentuk dan posisi, contohnya adalah kaliber go got go. Gambar 2.3 Kaliber go not go Sumber : Anonymous 3, 2010 PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 5 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 6. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA D. Pengukuran dan Pembagian Bentuk Standar Disini sifatnya hanya membandingkan bentuk benda yang dibuat dengan standar yang memang digunakan untuk hal pembanding. 2.2.4 Jenis-jenis Pengukuran A. Pengukuran Linier Proses pengukuran untuk mengetahui linier dari suatu benda kerja yang belum diketahui ukurannya. Gambar 2.4 Penggaris Sumber : Anonymous 4, 2010 B. Pengukuran Sudut Proses pengukuran untuk mengetahui sudut yang terbentuk antara satu titik dan dua titik lainnya. Gambar 2.5 Mistar Sudut Sumber : Sudjimunadi, 1988 : 134 C. Pengukuran Ulir Proses pengukuran untuk kualitas geometri dari ulir. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 6 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 7. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Gambar 2.6 Mistar Ulir Sumber : Sudjimunadi, 1988 : 167 D. Kekasaran Permukaan Proses permukaan dengan menggunakan suatu alat untuk mengetahui suatu bentuk geometri kekasaran dari suatu permukaan. Gambar 2.7 Profil Suatu Permukaan Sumber : Sudjimunadi, 1988 : 227 2.3 Metrologi dan Kontrol kualitas 2.3.1 Definisi Metrologi dan Kontrol kualitas Metrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran geometris suatu produk dengan cara dan alat yang tepat sehingga hasil pengukurannya mendekati kebenaran dari keadaan yang sesungguhnya. Kontrol kualitas merupakan pengendalian mutu suatu produk dengan memastikan bahwa system dan alat-alat ukur berfungsi dengan baik pada proses pengujian produksi dan mempunyai akurasi yang memadai. Manfaat keduanya pada bidang teknik mesin adalah menentukan geometris suatu produk yang baik dengan memastikan hasilnya presisi pada proses permesinan. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 7 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 8. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2.3.2. Fungsi Metrologi dan Kontrol Kualitas Fungsi metrologi : 1. Menganalisa karakteristik geometri yang ideal 2. Mengetahui standart pengukuran dan sistemnya. 3. Membuat gambaran melalui karakteristik suatu objek. 4. Menganalisa pelaksanaan pembuatan, penguji kualitas, dan factor terkait lainnya. Fungsi kontrol kualitas : 1. Untuk memperoleh hasil produksi yang presisi. 2. Untuk menentukan ketepatan. 3. Untuk memperoleh produk yang efisien dan tahan lama. 4. Memperkirakan hal-hal yang terjadi. 5. Pengendalian mutu produk. 2.3.3 Jenis – jenis Metrologi A. Metrologi industri Merupakan pengukuran mutu dengan melihat dari sisi geometris dengan memastikan bahwa sistem pengukuran berfungsi dengan baik. Penggunaan metrologi ini digunakan ketika menentukan kepresisian suatu produk yang berkaitan dengan control kualitas. B. Metrologi Legal Pengukuran yang berhubumngan dengan pengaturan dan pengembangan standart –standart pengukuran dan pemeliharaan suatu produk. Biasanya pengukuran ini digunakan pada proses pemeliharaan maintenance suatu produk seperti efektivitas dan efisiensi. C. Metrologi Ilmiah Ilmu metrologi yang berkaitan dan digunakan untuk pengembangan keilmuan dan penelitian yang biasa digunakan di dunia pendidikan dan keilmuan. Biasanya penggunaan metrologi ini pada dunia penelitian dan observasi. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 8 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 9. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2.4 Istilah Penting dalam Pengukuran 2.4.1 Ketelitian Kesesuaian diantara beberapa data pengukuran yang sama yang dilakukan secara berulang. Tinggi rendahnya tingkat ketelitian hasil suatu pengukuran dapat dilihat dari harga deviasi hasil pengukuran. Alat yang digunakan untuk ketelitian biasanya disebut vernier caliper atau jangka sorong. 2.4.2 Ketepatan Ukuran kemampuan untuk mendapatkan hasil pengukuran secara berulang dari pengulangan pengukuran yang dilakukan. Atau merupakan perbedaan hasil pengukuran yang dilakukan secara berurutan dan diambil hasil yang sesuai. 2.4.3 Ukuran Dasar Merupakan dimensi atau ukuran nominal dari suatu obyek ukur yang secara teoritis dianggap tidak mempunyai harga batas ataupun toleransi. Walaupun harga sebenarnya dari obyek ukur tidak pernah diketahui, namun secara teoritis di atas dianggap yang paling tepat. 2.4.4 Toleransi Merupakan perbedaan ukuran dari kedua harga batas yang dihasilkan sehingga dari perbedaan ukuran ini dapat diketahui dimana ukuran dari komponen-komponen yang dibuat itu terletak. Gambar 2.8 Poros Dan Lubang Poros Sumber : Takeshi Sato, 2000 ; 123 PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 9 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 10. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2.4.5 Harga Batas Ukuran atau dimensi maksimum dan minimum yang diizinkan dari suatu komponen, di atas dan di bawah ukuran dasar. Pada pembahasan mengenai statistik akan ada 2 harga batas yaitu harga batas atas dan harga batas bawah. 2.4.6 Kelonggaran Kelonggaran merupakan perbedaan ukuran antara pasangan suatu komponen dengan komponen lain di mana ukuran terbesar dari salah satu komponen adalah lebih kecil dari pada ukuran terkecil dari komponen yang lain. Gambar 2.9 Lubang dan Poros Sumber : Anonymous 5, 2011 2.5 Komponen Alat Ukur Karakteristik dari alat-alat ukur inilah yang menyebabkan adanya perbedaan antara alat ukur yang satu dengan yang lainnya. Karakteristik ini biasanya menyangkut pada kontruksi dan cara kerjanya. Secara garis besar, sebuah alat ukur mempunyai 3 komponen utama yaitu sensor, pengubah dan penunjuk. 2.5.1 Sensor Sensor merupakan bagian dari alat ukur yang menghubungkan alat ukur dengan benda atau objek ukur. Atau dengan kata lain sensor merupakan peraba dari alat ukur sebagai peraba maka sensor ini akan kontak langsung dengan benda ukur. Contoh dari sensor ini antara lain yaitu kedua ujung mikrometer, ujung dari jam ukur dan lain-lain. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 10 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 11. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2.5.2 Pengubah Pengubah merupakan salah satu bagian dari alat ukur yang befungsi sebagai penerus, pengubah atau pengolah semua isyarat yang diterima oleh sensor. Dengan adanya pengubah inilah semua isyarat dari sensor diteruskan ke bagian lain, yaitu penunjuk. Macam-macam pengubah berdasarkan cara kerjanya, yaitu : 1. Pengubah Mekanis Cara kerja pengubah mekanis berdasarka pada prinsip kinematis yang melakukan perubahan gerak translai menjadi gerak rotasi atau sebaliknya. Contohnya pada sistem roda gigi dan poros gigi. Gambar 2.10 Pengubah Mekanis Sumber : Sudjimunadi, 1988 : 54 2. Pengubah Elektris Cara kerja dari pengubah elektris berdasarkan pada prinsip kelistrikan atau mengubah besaran fisik menjadi besaran listrik. Contohnya pada sistem digital pada vernier caliper. Gambar 2.11 Pengubah Elektris Sumber : Anonymous 6, 2012 PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 11 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 12. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 3. Pengubah Optis Cara kerja dari pengubah optis berdasarkan pada prinsip optikal yang berhubungan dengan lensa dan cahaya. Pengubah ini berfungsi untuk membedakan berkas cahaya dari benda ukur sehingga terjadi bayangan maya atau nyata. Contoh dari pengubah optis yaitu kaca pembesar dan mikroskop. Gambar 2.13 Pengubah Optis Sumber :Sudjimunadi, 1988 : 64 4. Pengubah Pneumatis Cara kerja dari pengubah pneumatis berdasarkan sistem pneumatis yang memanfaatkan aliran udara. Dalam pengubah sistem pneumatis paling tidak terdapat tiga komponen, yaitu : - Sumber udara tekan - Sensor sebagai pengubah - Pengukur perubahan aliran udara Ada dua macam pengubah pneumatis yang biasa digunakan, yaitu : - Sistem Tekanan Balik Pada sistem tekanan balik pengubah pneumatis ini bekerja berdasarkan atas perubahan tekanan yang terjadi di dalam lubang pengontrol dan ruang perantara yang diakibatkan oleh perubahan dari benda ukur. - Sistem Tekanan Aliran Pada sistem kecepatan aliran pengubah pneumatis jenis bekerja berdasarkan perubahan kecepatan aliran udara. Kecepatan aliran udara ini dapat diukur menggunakan tabung gelas yang di dalamnya dilengkapi dengan pengapung dan skala ukuran. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 12 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 13. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Gambar 2.13 Pengubah Pneumatis Sumber : Sudjimunadi, 1988 : 64 2.5.3 Penunjuk Penunjuk adalah bagian dari alat ukur yang berfungsi sebagai penunjuk atau bagian yang menunjukkan besaran hasil pengukuran. Secara umum penunjuk dibagi menjadi 2 macam, yaitu : 1. Penunjuk yang mempunyai skala Penunjuk yang mempunyai susunan garis-garis yang dibuat secara teratur dengan jarak garis yang tetap serta tiap garis mempunyai arti tertentu. Dalam pembacaan skala biasanya dibantu dengan garis indeks atau jarum penunjuk yang ber geser secara relatif terhadap skala. 2. Skala Berangka (Sistem Digital) Penunjuk berangka tidak mempunyai susunan skala yang berbentuk garis-garis, melainkan yang langsung mencantumkan harga hasil pengukuran pada display digital. Dalam pembacaanpenunjuk berangka tidak diperlukan alat bantu seperti indeks dan jaru penunjuk. 2.6 Sifat umum alat ukur Semua alat ukur pasti mempunyai kekurangan dan kelebihan yang diakibatkan dari sifat alat ukur itu sendiri. Secara umum sifat alat ukur dapat dibagi menjadi berikut. 2.6.1 Rantai kalibrasi Kalibrasi adalah pengecekan harga-harga yang ada pada skala ukur dengan harga-harga standar atau harga sebenarnya. Sedangkan rantai kalibrasi adalah proses pencocokan harga-harga yang ada pada skala ukur dengan harga PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 13 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 14. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA standarnya dan harga-harga standar tersebut juga dicocokkan dengan harga standar yang tingkatannya lebih tinggi. Pemeriksaan alat ukur standar panjang dapat dilakukan melalui rangkaian sebagai berikut : Tingkat 1 : Pada tingkat ini kalibrasi alat ukur kerja dengan alat ukur standar kerja. Tingkat 2 :..Pada tingkatan yang kedua, kalibrasi dilakukan untuk alat ..ukur ...standar kerja terhadap alat ukur standar. Tingkat 3 : Pada tingkat yang ketiga, dilakukan kalibrasi alat ukur standar dengan alat ukur standar yang mempunyai tingkatan yang lebih tinggi misalnya standar nasional. Tingkat 4 : Pada tingkat terakhir ini dilakukan kalibrasi standar nasional ..dengan .standar meter internasional. 2.6.2 Kepekaan Kepekaan alat ukur menyangkut masalah kemampuan dari alat ukur untuk memonitor perbedaan yang kecil dari harga-harga yang diukur. Kepekaan alat ukur berkaitan erat dengan mekanisme dari pengubahnya. Semakin teliti pengubah mengelola isyarat dari sensor maka makin peka pula alat ukur tersebut. 2.6.3 Kemudahan baca Kemudahan baca berkaitan erat dengan sistem skala yang dibuat. Kemampuan alat ukur untuk menunjukkan harga yang jelas pada skala ukur dapat diartikan sebagai kemudahan baca alat ukur. 2.6.4 Histerisis Dalam pengukuran benda ukur biasanya dilakukan secara berulang-ulang dan pergerakan dua arah yaitu dari titik tertentu (tertinggi) menuju titik rendah. Jika terjadi penyimpangan sewaktu dilakukan pengukuran dari titik terendah (titik nol) sampai titik tertinggi (maksimum) dan sebaliknya maka alat ukur tersebut bersifat histerisis. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 14 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 15. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2.6.5 Kepasifan Kepasifan adalah kelambatan gerak dari penunjuk alat ukur untuk menunjukkan harga pengukuran. Hal ini terjadi sewaktu pengukuran yaitu jarum penunjuk tidak bergerak sama sekali saat terjadi perbedaan harga yang kecil ataupun besar yang artinya sensor alat ukur tidak menimbulkan perubahan sama sekali pada penunjuk. 2.6.6 Pergeseran Pergeseran adalah penyimpangan yang terjadi dari harga-harga yang ditunjukkan pada skala atau yang tercatat pada kertas grafik padahal sensor tidak melakukan perubahan apa-apa. Kejadian seperti ini sering disebut dengan istilah pergeseran, banyak terjadi pada alat ukur elektris yang komponen-komponennya sudah tua. 2.6.7 Kestabilan nol Jarum penunjuk pada alat ukur yang sudah menunjukkan harga hasil pengukuran benda ukur tidak kembali pada posisi nol lagi saat benda ukur diambil. Hal inilah yang disebut dengan kestabilan nol alat ukur dan banyak terjadi pada alat ukur sistem penggerak jarumnya sudah aus. 2.7 Karakteristik Geometrik dan Kualitas 2.7.1 Karakteristik Geometrik Karakteristik geometris adalah sifat ukuran yang harus dipenuhi agar komponen (mesin) dapat bekerja sesuai rencana. Misalnya pada dudukan poros pompa sentrifugal dengan bantalan luncur. Diameter poros harus lebih kecil dari diamter bantalan luncur dengan kelonggaran tertentu. Tidak boleh terlalu besar atau terlalu kecil. Besaran kelonggaran tersebut tergantung ukuran poros maupun lubang yang dalam hal ini merupakan karakteristik geometris bantalan. Karakteristik geometrik ditentukan oleh si perancang yang dituangkan dalam gambar teknik. Pada saat pembuatan, pembuat akan membuat produk sesuai yang dicantumkan dalam gambar teknik. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 15 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 16. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2.7.2 Karakteristik Kualitas Karakteristik kualitas adalah hasil suatu proses yang berkaitan dengan kualitas. Karakteristik kualitas dapat dibagi menjadi tiga karakteristik. Pertama, karakteristik kualitas yang memiliki nominal yang menuju nilai target yang tepat pada suatu nilai tertentu. Contoh dari karakteristik ini seperti panjang, luas, berat, volume, dll. Kedua, karakteristik kualitas yang memiliki sifat pencapaian karakteristik jika semakin kecil (mendekati nol) maka semakin baik. Contoh karakteristik ini adalah penyimpangan, waktu proses, kebisingan, dll. Ketiga, karakteristik kualitas dengan sifat pencapaian karakteristik yang semakin besar maka semakin bagus. Contoh dari karakterisrik ini adalah kekuatan, efisiensi, ketahanan korosi, dll. 2.7.3 Perbedaan Karakteristik Geometris dan Kualitas Kualitas geometris dan kualitas fungsional suatu komponen terdapat hubungan yang sangat penting. Untuk mendapatkan kualitas fungsional yang tepat maka kualitas geometris harus diperhatikan. Untuk mendapatkan komponen-komponen yang berkualitas menurut si perancang maka pada proses pembuatannya harus memperhitungkan kualitas fungsional dari komponen itu sendiri. 2.8 Sistem dan Standar Pengukuran 2.8.1 Sistem Metrik Sistem metrik telah dikembangkan oleh para ilmuan perancis sejak tahun 1790-an. Sistem ini mendasarkan pada meter untuk pengukuran panjang dan kilogram untuk pengukuran berat. Dari satuan meter dan kilogram ini kemudian diturunkan unit satuan lain untuk mengukur luas, volume, kapasitas dan tekanan. Sistem metrik secara resmi digunakan di semua negara di dunia kecuali Amerika Serikat, Liberia, Myanmar dan Inggris. Meter merupakan satuan dasar dalam sistem metrik. Satu meter didefinisikan sebagai jarak antara dua goresan yang terdapat pada kedua ujung batang platina iridium pada suhuºC yang disimpan di Sevres dekat Paris dan PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 16 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 17. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA disebut juga batang standar. Pada 1960, satu meter standar didefinisikan sebagai jarak yang sama dengan 165076373 kali riak panjang gelombang cahaya merah jingga yang dipancarkan oleh gas kripton. Tabel 2.1 Besaran pokok beserta satuan-satuan dasar SI Sumber: Anonymous 6 , 2011 Tabel 2.2 Besaran Turunan dan Satuannya Sumber: Anonymous 7 , 2011 Pada tahun 1960, sistem metrik diresmikan menjadi sistem internasional (SI). Sistem metrik diusulkan menjadi SI karena satuan-satuan dalam sistem ini dihubungkan dengan bilangan pokok 10 sehingga lebih memudahkan dalam penggunaannya. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 17 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 18. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Tabel 2.3 Nama Awalan untuk Membentuk Hasil Kali dengan Bilangan Dasar Sepuluh Bagi Satuan Standar Sumber : Sudji Munadi , 1998 : 29 2.8.2 Sistem British Berdasarkan pada satuan inchi pound dan detik sebagai dasar satuan panjang, massa dan waktu. Kemudian berkembang menjadi satuan satuan lain misalnya yard, mil, ounce gallon, feet, barrel dan sebagainya. Sistem british digunakan di Amerika, Liberia, Myanmar dan Inggris. Tabel 2.3 Satuan British Sumber: Anonymous 7 , 2011 2.8.3 Konversi Satuan Metrik British Ada 3 macam konversi yang sudah dilakukan, yaitu: 1. Konversi Secara Matematik Konversi inchi ke metrik secara matematika diperlukan faktor konversi. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 18 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 19. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Caranya adalah sebagai berikut : karena 1 meter = 1000 mm maka 1 inchi = 0.0025400 x 1000 1 inchi = 25,4 mm (faktor konversi) Contoh perhitungan lain : 1 HP = 746 watt 1 HP = 550 ft.lb/det, berarti 2. Konversi Dial Mesin Konversi ini dilakukan pada dial yang terdapat pada mesin produksi misalnya mesin bubut, frais dan sebagainya. Dengan demikian 1 unit mesin dapat digunakan untuk membuat komponen-komponen baik dalam ukuran inchi ( british) maupun dalam metrik. Gambar 2.14 Dial Mesin Sumber : Laboratorium Proses Produksi Universitas Brawijaya PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 19 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 20. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 3. Konversi dengan Chart Konversi ini berupa tabel yang ada angka-angka konversinya sehingga mudah untuk menggunakannya karena hanya melihat tabel saja. Dan tabel atau chart ini banyak terdapat pada pabrik-pabrik. Tabel 2.5 Konversi Satuan Sumber : Sudji Munadi, 1998 : 23 2.9 Suaian 2.9.1 Macam macam Suaian a. Suaian Longgar (Clearance Fit) Suaian longgar adalah suaian yang selalu akan menghasilkan kelonggaran (clearance). Artinya, bila dua buah komponen disatukan maka akan timbul kelonggaran, baik sebelum maupun sesudah dipasangkan. Hal ini terjadi karena daerah toleransi lubang selalu terletak di atas daerah PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 20 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 21. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA toleransi poros. Contoh suaian longgar adalah roda gigi lepas pada mesin produksi. b. Suaian Pas (Transition Fit) Suaian pas adalah suaian yang dapat menghasilkan kelonggaran atau kesesakan/kerapatan. Hal ini terjadi karena daerah toleransi lubang dan daerah toleransi poros saling menutupi. Contoh suaian pas adalah pasangan komponenpada poros transmisi. c. Suaian Paksa (Interfence Fit) Suaian paksa adalah suaian yang akan selalu menghasilkan kerapatan atau kesesakan. Artinya, sebelum ataupun sesudah dua komponen dipasangkan akan timbul kesesakan/kerapatan. Hal ini terjadi karena daerah toleransi lubang selalu terletak di bawah daerah toleransi poros. Contoh suaian paksa adalah ring bantalan peluru pada poros. Gambar 2.15 Tiga jenis suaian dalam sistem basis poros dan sistem basis lubang. Sumber : Sudjimunsdi, 1988 : 32 2.9.2 Pemilihan Sistem Suaian Untuk pemilihan suaian sangatlatlah diperlukan karena selain kita bisa memperhitungkan toleransi, kita juga bisa membuat pertimbangan untuk masalah pembuatan, lamanya pembuatan dan kemungkinan terjadinya kesalahan. Oleh karena itu, untuk memilih suatu sistem suaian perlu dipertimbangkan faktor-faktor dibawah ini: 1. Macam atau bentuk pekerjaan, 2. Biaya pembuatan/pengerjaan komponen, PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 21 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 22. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 3. Biaya untuk mendapatkan komponen-komponen yang bisa dibeli,baik di pasar maupun di pabrik lain. 4. Biaya untuk pengadaan alat-alat potong dan alat-alat pengukuran. 5. Tingkat kemudahan ditinjau dari segi perencanaan, pengerjaan maupun proses perakitannya. 2.9.3 Pemilihan Kualitas Suaian Kualitas suaian mempengaruhi kualitas fungsional dari komponen atau mesin yang dibuat. Tidak semua mesin memerlukan kualitas suaian yang betul-betul teliti. Ada empat golongan besar dalam kualitas suaian yaitu: 1. Kualitas sangat teliti: khusus untuk komponen-komponen yang memiliki sifat mampu tukar yang sangat tinggi. Biasanya dituntut pada suaian paksa. 2. Kualitas teliti: kebanyakan digunakan untuk membuat komponen-komponen mesin perkakas, motor listrik dan sebagainya. 3. Kualitas biasa: digunakan untuk membuat batang-batang penggeser pada rumah roda gigi, kopling, dan alat-alat transmisi lainnya. 4. Kualitas kasar: biasanya untuk komponen-kompenen yang tidak begitu teliti, namun sifat mampu tukarnya masih tetap terjamin. Dalam pemilihan kualitas suaian tidak dapat disama ratakan antara semua komponen, hal tersebut dikarenakan tidak semua komponen memerlukan kualitas suaian tertentu. Selain itu hal tersebut juga untuk mengurangi jumlah biaya produksi. 2.9.4 Pemilihan Jenis Suaian Telah dibicarakan bahwa maksud menentukan posisi dan besarnya daerah toleransi adalah untuk memperoleh bermacam-macam jenis suaian, baik yang suaiannya berdasarkan sistem basis lubang maupun sistem basis poros. Adapun jenis-jenis toleransi yang dianjurkan untuk dipakai adalah jenis-jenis toleransi menurut standar ISO nomor 1829–1975 yang dapat dilihat pada tabel 10. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 22 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 23. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Gambar 2.16 Jenis toleransi menurut standar ISO nomor 1829 – 1975 Sumber : Sudjimunadi, 1988 : 50 Catatan: simbol-simbol yang ada dalam kotak seyogyanya digunakan terlebih dulu kalau hal ini memungkinkan. Lebih terinci lagi jenis suaian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Suaian Kempa Pemasangan komponen secara tetap dengan menggunakan mesin press dan pasangan tidak dapat dilepas lagi. Pengerjaan untuk basis lubang menggunakan H7/p6 (teliti). Contoh: rotor motor listrik dengan porosnya, cincin gigi kuningan pada roda besi tulang, dan sebagainya. b. Suaian tekan Pemasangan komponen secara tetap dengan pukulan yang berat dan pasangan dapat dilepas untuk keperluan reparasi. Pengerjaan untuk basis lubang menggunakan H6/n5 dan H6/m5 (sangat teliti), H7/n6 dan H7/m6 (teliti) dan H8/n7 dan H8/m7 (biasa). Contoh: ring bantalan peluru pada poros, dan sebagainya. c. Suaian jepit Pemasangan komponen secara tetap dengan pukulan ringan, dapat dilepas tapi agak susah, biasanya diberi pasak penguat. Pengerjaan basis lubang menggunakan H6/k5 (sangat teliti), H7/k6 (teliti) dan H8/k7 (biasa). Contoh: pasangan komponen pada poros transmisi. d. Suaian sorong Untuk pasangan komponen yang tetap tapi sering dibongkar, pemasangan dan pembongkaran bisa dilakukan secara mudah. Basis lubang PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 23 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 24. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA dikerjakan dengan H6/j5 (sangat teliti), H7/j8 (teliti) dan H8/j7 (biasa). Contoh: roda gigi lepas pada mesin produksi. e. Suaian lepas Digunakan pada pasangan yang bergerak dengan sedikit pelumas. Pengerjaan basis lubang dengan menggunakan H6/h5 (sangat teliti), H7/h6 (teliti), H8/h7 (biasa) dan H11/h11 (kasar). Contoh: pisau frais (cutter) pada poros, bus senter tetap mesin bubut. f. Suaian jalan teliti Digunakan untuk pasangan-pasangan komponen yang dapat bergerak tanpa ada goyangan. Pengerjaan basis lubang dengan menggunakan H6/g5 (sangat teliti) dan H7/g6 (teliti). Contoh: kopling tak tetap, roda gigi, geser pada rumahnya dan sebagainya. g. Suaian jalan Digunakan pasangan-pasangan komponen yang dapat bergerak bebas walaupun masih tetap ada goyangan kecil. Pengerjaan basis lubang dengan H7/f8 (teliti) dan H8/f8 (biasa). Contoh: Bantalan luncur. h. Suaian jalan longgar Digunakan untuk komponen-komponen yang bergerak/berputar dengan kecepatan tinggi. Pasangan ini akan berfungsi dengan baik apabila sistem pelumasannya juga baik. Pengerjaan basis lubang dengan H7/e8 (teliti), H8/e9 (biasa), dan H11/d11 (kasar). i. Suaian longgar Digunakan untuk poros dengan putaran dan beban yang tinggi, putarannya lebih tinggi untuk poros yang digunakan pada suaian jalan longgar. Kelonggarannya cukup besar untuk berjalannya system pelumasan hidrodinamis sehingga menjamin adanya lapisan pelumas. Hal ini diperlukan karena untuk menjaga keawetan dari pasangan komponen yang memerlukan putaran tinggi. Basis lubang yang digunakan adanya H7/d9 (teliti), H8/d10 (biasa), H11/c11, H11/b11, dan H11/a11 (semuanya kualitas kasar). PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 24 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 25. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Tabel 2.6 Jenis-Jenis Suaian NO JENIS SUAIAN BASIS LUBANG CONTOH 1 Suaian kempa H7/p6 (teliti) rotor motor listrik dengan porosnya 2 Suaian tekan H6/n5 dan H6/m5 (sangat teliti), H7/n6 dan H7/m6 (teliti) dan H8/n7 dan H8/m7 (biasa) ring bantalan peluru pada poros 3 Suaian jepit H6/k5 (sangat teliti), H7/k6 (teliti) dan H8/k7 (biasa) pasangan komponen pada poros transmisi 4 Suaian sorong H6/j5 (sangat teliti), H7/j8 (teliti) dan H8/j7 (biasa) roda gigi lepas pada mesin produksi 5 Suaian lepas H6/h5 (sangat teliti), H7/h6 (teliti), H8/h7 (biasa) dan H11/h11 (kasar) pisau frais (cutter) pada poros, bus senter tetap mesin bubut 6 Suaian jalan teliti H6/g5 (sangat teliti) dan H7/g6 (teliti) kopling tak tetap, roda gigi 7 Suaian jalan H7/f8 (teliti) dan H8/f8 (biasa) Bantalan luncur 8 Suaian jalan longgar H7/e8 (teliti), H8/e9 (biasa), dan H11/d11 (kasar) Mesin perkakas 9 Suaian longgar H7/d9 (teliti), H8/d10 (biasa), H11/c11, H11/b11, dan H11/a11 (semuanya kualitas kasar). Rumah roda gigi PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 25 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 26. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2.10 Kesalahan dalam Pengukuran 2.10.1 Definisi Kesalahan dalam Pengukuran Kesalahan dalam pengukuran adalah perbedaan antara nilai sebenarnya dari suatu pekerjaan pengukuran yang dilakukan oleh seorang pengamat. Dalam pegukuran besaran fisis menggunakan alat ukur atau instrument tidak akan mungkin didapat suatu nilai yang benar dan tepat, namun selalu mempunyai ketidakpastian yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan dalam pengukuran 2.10.2 Macam-macam Kesalahan dalam Pengukuran 1. Penyimpangan Yang Berasal dari alat ukur Di muka telah disinggung adanya bermacam-macam sifat alat ukur. Kalau sifat-sifat yang merugikan ini tidak diperhatikan tentu akan menimbulkan banyak kesalahan dalam pengukuran. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadinya penyimpangan pengukuran sampai seminimal mungkin maka alat ukur yang akan dipakai harus di kalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi ini diperlukan disamping untuk mengecek kebenaran skala ukurnya juga untuk menghindari sifat-sifat yang merugikan dari alat ukur, seperti kestabilan nol, kepasifan, pengambangan, dan sebagainya. 2. Penyimpangan Yang Berasal dari benda ukur Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, seperti rol atau bola baja, balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda ukur terbuat dari bahan alumunium, misalnya kotak-kotak kecil, silinder, dan sebagainya. Benda ukur seperti ini mempunyai sifat elastis, artinya bila ada beban atau tekanan dikenakan pada benda tersebut maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tidak hati-hati dalam mengukur benda-benda ukur yang bersifat elastis maka penyimpangan hasil pengukuran pasti akan terjadi. Oleh karena itu, tekanan kontak dari sensor alat ukur harus diperkirakan besarnya. Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun tidak menimbulkan penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang mempunyai penampang memanjang dalam ukuran yang sama, PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 26 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 27. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA seperti pelat besi, poros-poros yang relatif panjang dan sebagainya. Batang-batang seperti ini bila diletakkan di atas dua tumpuan akan terjadi lenturan akibat berat batang sendiri. Untuk mengatasi hal itu biasanya jarak tumpuan ditentukan sedemikian rupa sehingga diperoleh kedua ujungnya tetap sejajar. 3. Penyimpangan Yang Berasal dari pengukur 3.1. Kesalahan Karena Kondisi Manusia Kondisi badan yang kurang sehat dapat mempengaruhi proses pengukuran yang akibatnya hasil pengukuran juga kurang tepat. Jadi, kondisi yang sehat memang diperlukan sekali untuk melakukan pengukuran, apalagi untuk pengukuran dengan ketelitian tinggi. 3.2. Kesalahan Karena Metode Pengukuran yang Digunakan Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk melakukan pengukuran, tetapi masih juga terjadi penyimpangan pengukuran. Hal ini tentu disebabkan metode pengukuran yang kurang tepat. Kesalahan ini timbul karena tidak tepatnya memilih alat ukur, cara memegang dan meletakkan alat ukur pada benda kerja. 3.3. Kesalahan Karena Pembacaan Skala Ukur Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur dari alat ukur yang sedang digunakan akan mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Kebanyakan yang terjadi karena kesalahan posisi waktu membaca skala ukur. Jadi, faktor manusia memang sangat menentukan sekali dalam proses pengukuran. 4. Penyimpangan Yang Berasal dari lingkungan Ruang laboratorium pengukuran atau ruang-ruang lainnya yang digunakan untuk pengukuran harus bersih, terang dan teratur rapi letak peralatan ukurnya. Ruang pengukuran yang banyak debu atau kotoran lainnya sudah tentu dapat menganggu jalannya proses pengukuran. Ruang pengukuran juga harus terang, karena ruang yang kurang terang atau remang-remang dapat mengganggu dalam PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 27 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 28. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA membaca skala ukur yang hal ini juga bisa menimbulkan penyimpangan hasil pengukuran. Oleh karena itu, pengaruh dari temperatur lingkungan tempat pengukuran harus diperhatikan. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 28 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 29. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB III PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 3.1 Vernier Caliper 3.1.1 Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum dengan vernier caliper adalah sebagai berikut: 1. Praktikan mengetahui dan paham standart pengukuran yang benar untuk alat ukur vernier caliper 2. Praktikan mampu menggunakan vernier caliper dengan baik dan benar 3. Praktikan mampu membaca skala pengukuran baik secara teori maupun aplikasi 4. Praktikan mampu melakukan kalibrasi pada vernier caliper 5. Praktikan dapat menghitung nilai ketelitian dari vernier caliper 3.1.2 Vernier Caliper Vernier caliper adalah alat ukur linear serupa dengan mistar ukur. Prinsip kerja vernier caliper sama dengan mistar ukur, yakni penggunaan skala linier. Perbedaannya terlatak pada pengukuran objek ukur. Vernier caliper merupakan instrumen pengukur yang sangat presisi. Vernier caliper dapat mengukur sampai tingkat ketelitian 0,01 mm. Macam-macam vernier caliper yaitu, vernier caliper berdasarkan ketelitiannya yaitu vernier caliper dengan tingkat ketelitian 0.1 mm, 0.05 mm, 0.02 mm, 1/128 in dan 0.001 in. Fungsi vernier caliper yaitu untuk mengukur linier, mengukur permukaan sisi luar, permukaan sisi dalam dan kedalaman suatu lubang. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 29 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 30. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Gambar 3.1 Bagian-bagian Vernier Caliper Sumber : Anonymous 10, 2012 a. Fungsi dari bagian-bagian vernier caliper : 1. Rahang Sorong Penumpu tetap benda kerja yang akan diukur. Rahang caliper ditempelkan terlebih dahulu pada benda kerja yang akan diukur sebelum rahang geser ditempelkan kemudian. 2. Internal Jaws Terdiri dari rahang caliper dan rahang geser atas. Bagian ini digunakan untuk mengukur bagian dalam suatu benda kerja seperti celah pada benda atau diameter dalam silinder. 3. External Jaws Terdiri dari rahang caliper dan rahang geser bawah. Bagian ini digunakan untuk mengukur bagian luar suatu benda kerja seperti tebal benda atau diameter luar poros. 4. Depth Measuring Blade Digunakan untuk mengukur kedalaman suatu lubang atau celah. 5. Tuas Geser Digunakan untuk menggeser rahang geser dan skala geser sehingga menempel pada benda kerja yang diukur. 6. Lock Screw Digunakan untuk mengunci rahang geser untuk dilakukan pembacaan hasil pengukuran. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 30 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 31. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 7. Skala Pengukuran Gambar 3.2 Bagian Skala Pengukuran Sumber : Anonymous 11, 2012 - Skala Utama Yaitu skala yang menunjukkan angka didepan koma. - Skala Nonius Yaitu skala pengukuran yang menunjukkan angka belakang koma. Pada bagian atas terdapat skala satuan inchi, sedangkan bagian bawah skala ukur dengan satuan mm. b. Cara Pembacaan Gambar 3.3 Jangka sorong dengan ketelitian 0.02 mm Sumber : Anonymous 12, 2009 Pada gambar diatas terbaca 49 skala utama = 50 skala nonius. Jadi besarnya 1 skala nonius = 1/150 x 49 skala utama = 0.98. Maka, ketelitian dari jangka sorong tersebut adalah 1- 0.98 = 0.02 mm atau ketelitian jangka PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 31 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 32. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA sorong itu adalah 1 bagian skala utama dibagi jumlah skala nonius 1/50 = 0.02 mm. Gambar 3.4 Cara pembacaan Vernier Caliper Sumber: Modul Praktikum Metrologi Industri Universitas Brawijaya Pada hasil pengukuran diatas : a. Nilai ukur pada skala utama dinyatakan dengan garis pada skala utama sebelah kiri terdekat dengan garis indeks (pada skala nonius). b. Nilai ukur skala nonius dinyatakan dengan garis angka skala nonius yang paling dekat jaraknya dengan garis indeks ( pada skala utama). c. Lihat skala nonius dan skala utama yang sejajar kemudian kalikan garis skala nonius yang sejajar tadi dengan ketelitian alat. d. Tempatkan garis nol skala nonius dengan garis nol pada batang utama jangka sorong. e. Kencangkan kembali baut pada pelat skala nonius. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 32 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 33. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 3.1.3 Alat dan Bahan 1. Benda Kerja Gambar 3.5 Helical Gear Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Universitas Brawijaya 2. Vernier Caliper - Merk : Hommel - Type : INOX - Tahun : 1986 - Ketelitian : 0.05 mm Gambar 3.6 Vernier Caliper Sumber : Anonymous 13, 2012 PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 33 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 34. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 3. Hand Gloves Gambar 3.7 Hand Gloves Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Universitas Brawijaya 3.1.4 Kalibrasi Vernier Caliper Kalibrasi vernier caliper bertujuan untuk mendapatkan titik nol sehingga dapat meminimalisasi kesalahan dalam pengukuran. Sebelum digunkan alat ukur vernier caliper tersebut, pastikan vernier caliper sudah terkalibrasi, Jika belum maka langkah-langkah mengkalibrasi vernier caliper adalah a. Rapatkan kedua permukaan rahang ukur b. Longgarkan baut pada pelat skala nonius c. Tempatkan garis nol skala nonius dengan garis nol pada batang utama jangka sorong d. Kencangkan kembali baut pada pelat skala nonius 3.1.5 Prosedur Pemakaian Vernier Caliper 1. Gunakan hand gloves. 2. Keluarkan vernier caliper dari tempatnya. 3. Bersihkan cairan pelumas dari alat ukur dengan kain yang telah disediakan. 4. Periksalah kelengkapan alat ukur. 5. Ambil vernier caliper dengan hati-hati. 6. Gerakkan rahang secara bebas dengan menggerakkan kekanan dan kekiri. 7. Jika belum bisa bergerak bebas, kendurkan pengunci sampai rahang dapat bergerak dengan lancar. 8. Ukur benda kerja dengan menggerakkan rahang sampai menempel pada sisi benda yang diukur. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 34 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 35. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 9. Kencangkan pengunci rahang agar skala yang dapat tidak berubah. 10. Baca nilai skala utama kemudian tambahkan nilai pada skala nonius 11. Catat nilai yang sudah terbaca. 12. Setelah selesai pengukuran bersihkan vernier caliper dan olesi vernier caliper dengan oli. 13. Kembalikan vernier caliper ke tempat semula dengan rapih. 3.1.6 Gambar Spesimen (Terlampir) 3.2 Micrometer Outside 3.2.1 Tujuan Praktikum Tujuan dari pengukuran menggunakan micrometer outside adalah sebagai berikut: 1. Agar praktikan mampu menggunakan micrometer outside dengan baik dan benar 2. Agar praktikan mengetahui dan paham standar pengukuran yang benar untuk alat ukur micrometer outside 3. Praktikan mampu membaca skala pengukuran baik secara teori maupun praktek 4. Praktikan dapat melakukan kalibrasi micrometer outside 5. Praktikan dapat menghitung nilai ketelitian dari micrometer outside 3.2.2 Micrometer Outside Alat ukur yang dapat mengukur dimensi luar dengan cara membaca jarak antara dua muka ukur sejajar yang berhadapan, yaitu sebuah muka ukur tetap yang terpasang pada satu sisi rangka berbentuk U, dan sebuah muka ukur lainnya yang terletak pada ujung spindle yang dapat bergerak tegak lurus terhadap muka ukur, dan dilengkapi dengan sleeve dan thimble yang mempunyai graduasi yang sesuai dengan pergerakan spindle. Mikrometer luar digunakan untuk ukuran memasang kawat, lapisan-lapisan, blok-blok dan batang-batang. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 35 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 36. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Gambar 3.8 Micrometer Outside Sumber : Anonymous 14, 2009 Bagian-Bagian Micrometer Outside: 1. Anvil Penumpu tetap benda kerja yang akan diukur. Anvil ditempelkan terlebih dulu pada benda kerja yang akan dikur sebelum Spindle ditempelkan kemudian dengan memutar Thimble. 2. Spindle Spindle adalah poros yang diputar melalui Thimble sehingga bergerak maju atau mundur untuk menyesuaikan ukuran benda yang diukur. Selanjutnya ujung Spindle akan menempel pada sisi lain dari benda yang akan diukur. 3. Sleeve Sleeve adalah poros berlubang yang berulir tempat Spindle dan Thimble bergerak maju atau mundur. 1. Inner Sleeve Inner Sleeve adalah bagian dalam dari Sleeve yang berulir yang berpasangan dengan ulir Spindle. 2. Outer Sleeve Outer Sleeve merupakan bagian luar Sleeve yang terdapat Skala Pengukuran yaitu Skala Atas dan Bawah. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 36 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 37. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4. Thimble Ujung kanan Digunakan untuk memutar maju Spindle ketika masih belum berdekatan dengan benda yang akan diukur atau untuk memutar mundur untuk melepaskan dari benda kerja yang diukur.Pada bagian ujung kiri Spindle terdapat Skala Pengukuran yaitu Skala Samping 5. Skala Pengukuran Gambar 3.9 Skala Pengukuran Sumber : Anonymous 15, 2010 Skala pengukuran pada Micrometer terdiri dari : 1. Skala Atas (A) menunjukkan ANGKA DI DEPAN KOMA. 2. Skala Bawah (B) menunjukkan nilai 0,50 mm dari Skala Atas. 3. Skala Samping (S) menunjukkan ANGKA DI BELAKANG KOMA. 6. Ratchet Stopper Digunakan untuk memutar Spindle ketika ujung Spindle sudah mendekati benda kerja yang akan diukur dan kemudian untuk mengencangkannya sehingga terdengar bunyi. Untuk memastikan ujung Spindle sudah menempel dengan rapat pada benda kerja yang diukur, Ratchet Stopper diputar sebanyak 2 ~ 3 putaran. 7. Pengunci Spindle (Lock Clamp) Ketika ujung Spindle sudah menempel dengan benar dan Ratchet Stopper sudah diputar 2 ~ 3 putaran (terdengar bunyi), Spindle harus dikunci dengan memutar Lock Clamp ke arah kiri agar Spindle PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 37 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 38. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA tidak bergeser ketika Micrometer dilepas dari benda kerja yang diukur untuk dilakukan pembacaan hasil pengukuran. 8. Frame Tangkai merupakan bagian dimana pada bagian inilah Micrometer dipegang dengan tangan kiri (kecuali kidal) pada saat penguuran dan dijepitkan pada ragum ketika dilakukan kalibrasi. 3.2.3 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum adalah 1. Benda Kerja Gambar 3.10 Mur Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Universitas Brawijaya 2. Mikrometer Outside  Merk : Mitutoyo  Type : 0 - 25 mm  Tahun : 1986  Ketelitian : 0,01 mm Gambar 3.11 Mikrometer Outside Sumber : Anonymous 12, 2010 PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 38 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 39. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 3. Hand Gloves Gambar 3.12 Hand Gloves Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Universitas Brawijaya 3.2.4 Kalibrasi Micrometer Outside Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang akurat, maka alat ukur harus dikalibrasi terlebih dulu sebelum digunakan untuk pengukuran. Kalibrasi pada Micrometer adalah sebagai berikut : 1. Bersihkan alat ukur yang akan digunakan. 2. Tempatkan Micrometer pada Ragum dengan menjepitnya pada bagian Tangkai Micrometer 3. Ambil Batang Kalibrasi yang sesuai Range-nya dan tempelkan salah satu ujungnya pada Anvil. (Pada Micrometer dengan Spesifikasi Range 0 ~ 25 mm tidak menggunakan Batang Kalibrasi). 4. Putar Thimble sehingga unjung Spindle mendekati ujung lainnya dari Batang Kalibrasi. 5. Putar Ratchet Stopper untuk mengencangkan Spindle hingga terdengar suara sebanyak 2 ~ 3 putaran. (Pastikan posisi Batang Kalibrasi sudah benar atau tidak miring). 6. Jika belum diposisi nol maka putar sleeve sampai menunjukkan posisi nol. 3.2.5 Prosedur Pemakaian Micrometer Outside 1. Gunakan hand gloves 2. Keluarkan micrometer outside dari tempatnya 3. Bersihkan cairan pelumas dari alat ukur dengan bahan yang telah disediakan PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 39 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 40. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4. Periksa kelengkapan alat ukur serta bagian-bagiannya 5. Ambil micrometer outside dengan hati-hati 6. Gerakan poros ukur secara bebas dengan memutar gigi gelincir 7. Jika belum bisa bergerak bebas, kendurkan pengunci poros ukur sampai poros ukur dapat bergerak dengan lancar 8. Periksalah apakah micrometer outside sudah didalam keadaan nol bila range skalanya dari nol 9. Jika belum, kalibrasi terlebih dahulu dengan menggeser skala tetap dengan menggunakan peralatan yanag sudah disediakan, diaman skala utama dan skala nonius harus diangka nol 10. Kuncilah poros ukur micrometer outside agar skala yang didapatkan tidak berubah 11. Jiak telah benar terkalibrasi, ukur benda kerja dengan menggerakkan poros ukur menggunakan gigi gelincir sampai menempel pada sisi benda yang diukur 12. Baca nilai skala utama kemudian tambahkan nila pada skala nonius 13. Catat nilai sudut terbaru 14. Setelah selesai pengukuran bersihkan micrometer outside 15. Kembalikan micrometer outside ketempat semula dengan rapi 3.2.6 Gambar Spesimen (Terlampir) 3.3 Profile Projector 3.3.1 Tujuan Praktikum 1. Agar praktikan mampu menggunakan profile projector dengan baik dan benar 2. Agar praktikan mengetahui dan paham standart pengukuran yang benar untuk alat ukur profile projector 3. Praktikan mampu membaca skala pengukuran baik secara teori maupun aplikasi PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 40 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 41. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4. Agar praktikan memahami dan mampu melaksanakan pengukuran dengan profile projector 5. Praktikan mampu melakukan kalibrasi profile projector 3.3.2 Profile Projector Profile projector merupakan alat ukur yang prinsip kerjanya menggunakan sistem optis dan mekanis. Sistem optis digunakan untuk memperbesar bayangan dari benda ukur. Sedangkan sistem mekanis digunakan pada sistem pengubah mikrometernya. Bayangnan benda ukur bisa dilihat pada layar dan hasil pengukuran (besarnya dimensi benda ukur) bisa dilihat pada skala sudut. Dengan demikian, proyektor bentuk ini bisa digunakan untuk mengukur bentuk, panjang dan mengukur sudut. Karena komponen-komponen utamanya banyak menggunakan lensa maka benda yang diukur dengan proyektor harus mempunyai bentuk dan ukuran dimensi yang relatif kecil. Hal ini untuk menghindari rusaknya permukaan lensa tempat meletakkan benda ukur. Alat ini memiliki ketelitian 1μm untuk pengukuran linier dan 1 menit untuk pengukuran sudut. Gambar 3.13 Profile Projector Sumber : Modul Praktikum Metrologi Industri Universitas Brawijaya PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 41 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 42. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 3.3.3 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah 1. Benda Kerja Gambar 3.14 Poros Berulir Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Universitas Brawijaya 2. Profile Projector - Merk : Mitutoyo - Type : PJ 311 - Tahun : 1986 - Ketelitian : 1μm (linier) dan 1 menit (sudut) Gambar 3.15 Profile Projector Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Universitas Brawijaya PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 42 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 43. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 3. Hand Gloves Gambar 3.16 Hand Gloves Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Universitas Brawijaya 3.3.4 Kalibrasi Profile Projector Kalibrasi profile projector untuk pengukuran sudut yaitu dengan cara memutar skala piringan sehingga skala utama dan skala nonius segaris angka nol masing-masing skala tersebut. 3.3.5 Prosedur Pemakaian Profile Projector 1. Gunakan hand gloves 2. Benda ukur diletakkan di bidang uji 3. Proyektor dinyalakan sehingga bayangan dari objek terlihat di display lensa proyektor 4. Fokus dari proyektor disesuaikan sampai kelihatan jelas 5. Skala piringan diatur hingga skala utama dan nonius segaris pada angka nol 6. Pengatur sumbu x-y, rotasi table dan garis silang pada kaca ke titik acuan dari objek uji yang diukur 7. Memutar skala piringan hingga garis acuan berhimpit dengan bayangan objek yang akan diukur 3.3.6 Gambar Spesimen (Terlampir) PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 43 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 44. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Vernier Caliper 4.1.1 Data Hasil Pengukuran a. Data Kelompok Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Diameter Luar Vernier caliper Tabel 4.2 Data Hasil Pengukuran Diameter Dalam Vernier Caliper PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 44 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 45. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Tabel 4.3 Data Hasil Pengukuran Kedalaman Vernier caliper b. Data antar Kelompok Tabel 4.4 Data Hasil Pengukuran Diameter Luar Vernier caliper PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 45 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 46. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Tabel 4.5 Data Hasil Pengukuran Diameter Dalam Vernier caliper Tabel 4.6 Data Hasil Pengukuran Kedalaman Vernier caliper PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 46 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 47. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4.1.2 Perhitungan Data a. Data Kelompok a. Pengukuran Diameter Luar  Diameter rata-rata ̅ ̅ ̅ =26,36  Standar Deviasi (δ) √ ̅ √  Simpangan baku rata-rata ( ̅) ̅ √ √ 0,018  Kesalahan Relatif (α) ̅ ̅ Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5% Derajat bebas (db) = n-1= 10-1 =9 ቀ ቁ ( )  Interval penduga kesalahan presentase hasil engukuran ቂ ቀ ቁ ቃ ቂ ቀ ቁ ቃ PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 47 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 48. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 26,36 26,34 26,37 b. Pengukuran Diameter Luar  Diameter rata-rata ̅ ̅ ̅ =25,18  Standar Deviasi (δ) √ ̅ √  Simpangan baku rata-rata ( ̅) ̅ √ √ 048  Kesalahan Relatif (α) ̅ ̅ PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 48 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 49. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5% Derajat bebas (db) = n-1= 10-1 =9 ቀ ቁ ቀ ቁ 2.262  Interval penduga kesalahan presentase hasil engukuran ቂ ቀ ቁ ቃ ቂ ቀ ቁ ቃ 25,12 25,23 25,12 25,23 c. Pengukuran Kedalaman  Diameter rata-rata ̅ ̅ ̅ =5,82  Standar Deviasi (δ) √ ̅ √ PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 49 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 50. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA  Simpangan baku rata-rata ( ̅) ̅ √ √  Kesalahan Relatif (α) ̅ ̅ Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5% Derajat bebas (db) = n-1= 10-1 =9 ቀ ቁ ቀ ቁ 2.262  Interval penduga kesalahan presentase hasil engukuran ቂ ቀ ቁ ቃ ቂ ቀ ቁ ቃ 5,7908 5,8491 PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 50 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 51. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA b. Data antar Kelompok a. Pengukuran Diameter Luar  Diameter rata-rata ̅ ̅ ̅ =26,36  Standar Deviasi (δ) √ ̅ √  Simpangan baku rata-rata ( ̅) ̅ √ √ 0.12  Kesalahan Relatif (α) ̅ ̅ Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5% Derajat bebas (db) = n-1= 10-1 =9 ቀ ቁ ( )  Interval penduga kesalahan presentase hasil engukuran ቂ ቀ ቁ ቃ ቂ ቀ ቁ ቃ PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 51 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 52. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 26,36 25,50 27,22 b. Pengukuran Diameter Dalam  Diameter rata-rata ̅ ̅ ̅ =25,14  Standar Deviasi (δ) √ ̅ √  Simpangan baku rata-rata ( ̅) ̅ √ √ PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 52 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 53. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA  Kesalahan Relatif (α) ̅ ̅ Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5% Derajat bebas (db) = n-1= 10-1 =9 ቀ ቁ ቀ ቁ 2.262  Interval penduga kesalahan presentase hasil engukuran ቂ ቀ ቁ ቃ ቂ ቀ ቁ ቃ 24,58 25,70 24,58 25,70 c. Pengukuran Kedalaman  Diameter rata-rata ̅ ̅ ̅ =6,825 PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 53 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 54. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA  Standar Deviasi (δ) √ ̅ √  Simpangan baku rata-rata ( ̅) ̅ √ √  Kesalahan Relatif (α) ̅ ̅ Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5% Derajat bebas (db) = n-1= 10-1 =9 ቀ ቁ ቀ ቁ 2.262  Interval penduga kesalahan presentase hasil engukuran ቂ ቀ ቁ ቃ ቂ ቀ ቁ ቃ 5,835 7,815 PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 54 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 55. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4.1.3 Analisa Statistik dan Grafik 4.1.3.1 Uji Normalitas  Pengukuran diameter luar a. Hipotesis H0 = Kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal H1 = Kesalahan pengukuran terdistribusi normal Dimana jika: P value < 0.05 maka gagal tolak H0 P value > 0.05 maka tolak H0 b. Grafik 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 pengukuran diameter luar kel 12 Normal 26.20 26.25 26.30 26.35 26.40 26.45 26.50 diameter luar Mean 26.37 StDev 0.05798 N 10 KS 0.427 P-Value <0.010 Gambar 4.1 Probability Plot of Diameter Luar Percent c. Pembahasan Berdasarkan data grafik yang ada, P-value = 0,01 yang berarti P-value < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kesalahan pengkuran terdistribusi normal sehingga data yang didapat juga terdistribusi normal.  Pengukuran diameter dalam a. Hipotesis H0 = Kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal H1 = Kesalahan pengukuran terdistribusi normal PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 55 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 56. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Dimana jika: P value < 0.05 maka gagal tolak H0 P value > 0.05 maka tolak H0 b. Grafik pengukuran diameter dalam kel 12 Normal 24.9 25.0 25.1 25.2 25.3 25.4 25.5 diameter dalam Mean 25.18 StDev 0.1206 N 10 KS 0.219 P-Value >0.150 Gambar 4.2 Probability Plot of Diameter Dalam 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Percent c. Pembahasan Berdasarkan data grafik yang ada , P-value = 0,159 yang berarti P-value > 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal sehingga data yang didapatjuga tidak terdistribusi normal. Hal ini disebabkan oleh kondisi pengukur yang kurang sehat sehingga terjadi kesalahan pembacaan skala ukur dan permukaan benda atau spesimen tidak rata sehingga terjadi perbedaan data hasil pengukurannya.  Pengukuran kedalaman a. Hipotesis H0 = Kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal H1 = Kesalahan pengukuran terdistribusi normal Dimana jika: P value < 0.05 maka gagal tolak H0 P value > 0.05 maka tolak H0 PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 56 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 57. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA b. Grafik pengukuran kedalaman kel 12 Normal 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 6.0 6.1 kedalaman Mean 5.82 StDev 0.1229 N 10 KS 0.242 P-Value 0.093 Grafik 4.3 Probability Plot of Kedalaman 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Percent c. Pembahasan Berdasarkan data grafik yang ada, P-value = 0,093 yang berarti P-value > 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal sehingga data yang didapat juga tidak terdistribusi normal. Hal ini dikarenakan kesalahan dari pemmbacaan skala ukur dan kedalaman dari specimen yang tidak rata. 4.1.3.2 Uji Paired T a. Pengukuran Diameter Luar a. Hipotesis H1 = Tidak ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran diameter luar antar kelompok H0 = Ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran diameter luar antar kelompok Dengan mengambil nilai α sebesar 5%. Jika P-value < 0.05 maka H0 gagal di tolak Jika P-value > 0.05 maka H0 ditolak PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 57 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 58. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA b. Grafik Paired T-Test and CI: Diameter luar 12; Diameter luar 05 Paired T-Test and CI: C1, C9 Paired T for C1 - C9 N Mean StDev SE Mean C1 10 26.365 0.058 0.018 C9 10 26.360 0.384 0.121 Difference 10 0.005 0.377 0.119 95% CI for mean difference: (-0.264, 0.274) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 0.04 P-Value = 0.967 Gambar 4.4 Boxplot of Differences Diameter Luar Gambar 4.5 Individual Value Plot of differences Diameter Luar PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 58 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 59. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Gambar 4.6 Histogram of Differences Diameter Luar c. Pembahasan Dari hasil perhitungan di dapatkan P-value sebesar 0,967 sehingga P-value lebih dari 0,05, oleh karena itu Ho diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan penyimpanagn pengukuran diameter luar antar kelompok. Hal ini dikarenakan pengukur dari masing-masing kelompok terjadi kesalahan metode pengukuran sehingga terjadi perbedaan penyimpangan. b. Pengukuran Diameter Dalam a. Hipotesis H1 = Tidak ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran diameter luar antar kelompok H0 = Ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran diameter luar antar kelompok Dengan mengambil nilai α sebesar 5%. Jika P-value < 0.05 maka H0 gagal di tolak Jika P-value > 0.05 maka H0 ditolak PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 59 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 60. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA b. Grafik Paired T-Test and CI: Diameter dalam 12; Diameter dalam 05 Paired T-Test and CI: C2, C10 Paired T for C2 - C10 N Mean StDev SE Mean C2 10 25.1800 0.1206 0.0382 C10 10 25.1350 0.1248 0.0395 Difference 10 0.0450 0.1279 0.0404 95% CI for mean difference: (-0.0465, 0.1365) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 1.11 P-Value = 0.295 Gambar 4.7 Boxplot of Differences Diameter Dalam PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 60 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 61. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Gambar 4.8 Individual Value Plot of differences Diameter Dalam Gambar 4.9 Histogram of Differences Diameter Dalam c. Pembahasan Dari hasil perhitungan diadaptkan P-value sebesar 0,295 sehingga P-value lebih dari 0,05, oleh karena itu Ho diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan penyimpangan pengukuran diameter dalam antar kelompok. Hal ini pengukuran diameter dalam terjadi kesalahan metode pengukuran sehingga terjadi penyimpangan. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 61 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 62. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA c. Pengukuran Kedalaman a. Hipotesis H1= Tidak ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran diameter luar antar kelompok H0 = Ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran diameter luar antar kelompok Dengan mengambil nilai α sebesar 5%. Jika P-value < 0.05 maka H0 gagal di tolak Jika P-value > 0.05 maka H0 ditolak b. Grafik Paired T-Test and CI: Kedalaman 12; Kedalaman 05 Paired T-Test and CI: C3, C11 Paired T for C3 - C11 N Mean StDev SE Mean C3 10 5.8200 0.1229 0.0389 C11 10 6.8250 0.1137 0.0359 Difference 10 -1.0050 0.1892 0.0598 95% CI for mean difference: (-1.1404, -0.8696) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -16.80 P-Value = 0.000 Gambar 4.10 Boxplot of Differences Kedalaman PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 62 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 63. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Grafik 4.11 Individual Value Plot of differences Kedalaman Grafik 4.12 Histogram of Differences Kedalaman c. Pembahasan Dari hasil perhitungan didapatkan P-value sebesar 0,000 sehingga P-valuelebih kecil dari 0,05, oleh karena itu Ho ditolak. Maka disimpulkan bahwa ada perbedaan penyimpangan pengukuran didalam vernier caliper dikarenakan kedalaman permukaan pada specimen berbeda-beda. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 63 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 64. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4.2 Micrometer Outside 4.2.1 Data Hasil Pengukuran a. Data Kelolmpok Tabel 4.7 Data Hasil Pengukuran Diameter Luar Micrometer Outside No Sudut ( ̅ ) ̅ 1 57,22 0,2 0,04 2 56,87 -0,15 0,0225 3 56,53 -0,49 0,2401 4 56,62 -0,4 0,16 5 57 -0,02 0,0004 6 57,08 0,06 0,0036 7 56,38 -0,64 0,4096 8 57,07 0,05 0,0025 9 58,6 1,58 2,4964 10 56,83 -0,19 0,0361 Σ 570,2 0 3,4112 PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 64 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 65. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA b. Data Antar Kelompok Tabel 4.8 Data Hasil Pengukuran Diameter Luar Micrometer Outside No Panjang (mm) ( ̅ ) ̅ 1 16,93 0,026 0,000676 2 16,88 -0,024 0,000576 3 16,89 -0,025 0,000625 4 16,93 0,026 0,000676 5 16,87 -0,034 0,001156 6 16,90 0,004 0,000016 7 16,92 0,016 0,000256 8 16,88 -0,024 0,000576 9 16,91 0,006 0,000036 10 16,93 0,026 0,000676 Σ 169,04 -0,011 0,005269 4.2.2 Perhitungan Data a. Data Kelompok  Diameter Rata-Rata ( ̅) ̅  Standart Deviasi ( )  √ ̅  Simpangan Baku Rata-Rata( ̅) ̅ √ PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 65 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 66. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA  Kesalahan Relatif (α) α ̅ ̅ Dengan mengambil resiko kesalahan = 0.05  Derajat bebas (db) = n-1 = 10-1 = 9 ቀ ቁ ( ) Interval penduga kesalahan presentase hasil pengukuran ̅ ቄ ቀ ቁ ̅ቅ ̅ ቄ ቀ ቁ ̅ቅ 16,72959 16,97841 b. Data Antar Kelompok  Diameter Rata-Rata ( ̅) ̅  Standart Deviasi ( ) √ ̅ PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 66 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 67. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA  Simpangan Baku Rata-Rata( ̅) ̅ √  Kesalahan Relatif (α) α ̅ ̅ Dengan mengambil resiko kesalahan = 0.05  Derajat bebas (db) = n-1 = 10-1 = 9 ቀ ቁ ( ) Interval penduga kesalahan presentase hasil pengukuran ̅ ቄ ቀ ቁ ̅ቅ ̅ ቄ ቀ ቁ ̅ቅ 16,84 16,958 PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 67 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 68. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4.2.3 Analisa Statistik dan Grafik 4.2.3.1 Uji Normalitas a. Hipotesa H0 : Kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal H1 : Kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal Jika Jika p-value 0,05 maka gagal tolak Ho Jika p-value 0,05 maka tolak Ho b. Grafik Gambar 4.13 Probablity Plot of diameter luar c. Pembahasan Grafik diatas adalah grafik uji normalitas dari hasil pengukuran diameter luar dari suatu benda dengan menggunakan mikrometer outside. Berdasarkan data dan grafik yang ada di atas, diketahui P-value = 0,013 yang berarti P-value < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kesalahan pengukuran terdistribusi normal. Adapun beberapa data yang tidak segaris di atas di dapat dari hasil pengukuran masih bisa diterima. Kesalahan pengukuran tersebut dapat disebabkan karena kesalahan pembacaan pada skala alat ukur. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 68 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 69. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4.2.3.2 Uji Paired T a. Hipotesa Uji paired t digunakan antara data pengukuran sudut kelompok 5 dengan kelompok 12. Pada pembahasan ini digunakan hipotesa: H1 : Tidak ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran diameter luar antar kelompok H0 : Ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran diameter luar antar kelompok Dengan mengambil nilai α sebesar 5%, Jika P-value > 0,05 maka gagal tolak Ho Jika P-value <0,05 maka tolak Ho b. Grafik Paired T for Mikrometer K12 - Mikrometer K5 N Mean StDev SE Mean Mikrometer K12 10 16,8540 0,0550 0,0174 Mikrometer K5 10 16,9040 0,0232 0,0073 Difference 10 -0,0500 0,0550 0,0174 95% CI for mean difference: (-0,0893; -0,0107) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -2,88 P-Value = 0,018 Gambar 4.14 Boxplot of Differences diameter luar PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 69 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 70. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Gambar 4.15 Histogram of Differences diameter luar Gambar 4.16 Individual Value Plot of differences diameter luar c. Pembahasan Grafik di atas adalah grafik uji paired T dari data hasil pengukuran diameter luar dengan menggunakan micrometer outside. Di atas terdapat tiga buah grafik yaitu histogram of difference, boxplot of difference dan individual value plot of difference. Dari perhitungan ketiga grafik tersebut diperoleh haraga P-value = 0,018 yang berarrti P-value < 0,05, oleh karena itu kita dapat menolak H0. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 70 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 71. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA tidak ada perbedaan penyimpangan pengukuran diammeter luar antar kelompok. Namun di dalam grafik di atas juga terdapat beberapa data hasil pengukuran yang berada diluar daerah jangkauannya. Hal tersebut bisa terjadi karena faktor kesalahan pembacaaan harga yang ditunjukkan oleh skala ukur pada mikrometer outside. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 71 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 72. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4.3 Profile Projector 4.3.1 Data hasil pengukuran a. Data Kelompok Table 4.9 Data hasil pengukuran sudut profile projector No Sudut ( ̅ ) ̅ 1 57,3 -1,5 2,25 2 58,75 -0,05 0,0025 3 58,78 -0,02 0,0004 4 59,25 0,45 0,2025 5 58,83 0,03 0,0009 6 58,95 0,15 0,0225 7 59,02 0,22 0,0484 8 59,23 0,43 0,1849 9 59,02 0,22 0,0484 10 58,88 0,08 0,0064 Σ 588,01 0,01 2,7669 PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 72 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 73. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA b. Data antar kelompok Table 4. 10 Data hasil pengukuran sudut profile projector antar kelompok No Sudut ( ̅ ) ̅ 1 57,22 0,2 0,04 2 56,87 -0,15 0,0225 3 56,53 -0,49 0,2401 4 56,62 -0,4 0,16 5 57 -0,02 0,0004 6 57,08 0,06 0,0036 7 56,38 -0,64 0,4096 8 57,07 0,05 0,0025 9 58,6 1,58 2,4964 10 56,83 -0,19 0,0361 Σ 570,2 0 3,4112 4.3.2 Perhitungan data a. Data kelompok  Sudut rata-rata ̅ Σ  Standar deviasi () √Σ ̅ √  Simpangan baku rata-rata (̅ ) ̅ √  Kesalahan relative (d) ̅ ̅  Dengan mengambil resiko =5% Derajat kebebasan (db)=n-1=10-1=9 PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 73 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 74. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA ( ⁄ ) ( ⁄ ) Interval penduga kesalahan persentase hasil pengujian ̅ ( ( ⁄ ) ) ̅ ( ( ⁄ ) ) ̅ ̅ b. Data antar kelompok  Sudut rata-rata ̅ Σ  Standar deviasi () √Σ ̅ √ 57,55 61,61  Simpangan baku rata-rata (̅ ) ̅ √  Kesalahan relative (α) ̅  ̅ Dengan mengambil resiko =5% PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 74 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 75. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Derajat kebebasan (db)=n-1=10-1=9 ( ⁄ ) ( ⁄ ) Interval penduga kesalahan persentase hasil pengujian ̅ ( ( ⁄ ) ) ̅ ( ( ⁄ ) ) ̅ ̅ 55,64 58,40 4.3.3 Analisa Statistik dan Grafik 4.1.3.1 Uji Normalitas a. Hipotesa Ho : Kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal Hi : Kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal Dengan mengambil nilai  sebesar 5% Jika p-value 0,05 maka gagal tolak Ho Jika p-value 0,05 maka tolak Ho PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 75 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 76. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA b. Grafik Gambar 4.17 Probability Plot of profile projector angle c.. Pembahasan Grafik diatas adalah grafik uji normalitas dari hasil pengukuran sudut dari suatu benda dengan menggunakan profile projector. Berdasarkan data dan grafik yang ada di atas, diketahui P-value = 0,010 yang berarti P-value < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kesalahan pengukuran terdistribusi normal. Adapun beberapa data yang tidak segaris di atas di dapat dari hasil pengukuran dan masih bisa diterima. Kesalahan pengukuran tersebut dapat disebabkan karena kesalahan pembacaan pada skala alat ukur. 4.1.3.2 Uji Paired T a. Hipotesa Uji paired t digunakan antara data pengukuran sudut kelompok 5 dengan kelompok 12. Pada pembahasan ini digunakan hipotesa: H1 : Tidak ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran diameter luar antar kelompok H0 : Ada perbedaan pengukuran pada sampel data PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 76 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 77. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Dengan mengambil nilai α sebesar 5%, Jika P-value < 0,05 maka gagal tolak Ho Jika P-value > 0,05 maka tolak Ho b. Grafik Paired T for Sudut K12 - Sudut K5 N Mean StDev SE Mean Sudut K12 10 58,801 0,554 0,175 Sudut K5 10 57,020 0,616 0,195 Difference 10 1,781 0,860 0,272 95% CI for mean difference: (1,166; 2,396) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 6,55 P-Value = 0,000 Grafik 4.18 Boxplot of Differences Profile Projector Angle PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 77 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 78. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Grafik 4.19 Histogram of Differences Profile Projector Angle Grafik 4.19 Individual Value Plot of differences Profile Projector Angle c. Pembahasan Grafik di atas adalah grafik uji paired T dari data hasil pengukuran sudut dengan menggunakan profile projector. Di atas terdapat tiga buah grafik yaitu histogram of difference, boxplot of difference dan individual value plot of difference. Dari perhitungan ketiga grafik tersebut diperoleh haraga P-value = 0,000 yang berarrti P-value < 0,05, oleh karena itu kita dapat menolak H0. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa tidak ada perbedaan penyimpangan pengukuran PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 78 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 79. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA diammeter luar antar kelompok. Namun di dalam grafik di atas juga terdapat beberapa data hasil pengukuran yang berada diluar daerah jangkauannya. Hal tersebut bisa terjadi karena faktor kesalahan pembacaaan harga yang ditunjukkan oleh skala ukur pada profile projector. PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 79 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 80. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan  Dalam praktikum metrologi industri kali ini digunakan 3 alat ukur yaitu vernier caliper untuk mengukur diameter luar, diameter dalam dan kedalaman. Micrometer outside untuk mengukur diameter luar dan profil projector untuk mengukur sudut  Pada uji normalitas di gunakan hipotesa Ho : kesalahan pengukuran terdistribusi normal Hi : kesalahan pengukuran tidak terdistribusi normal Dimana jika p-value < 0,05 maka terima Ho p-value > 0,05 maka tolak Ho Dari hasil pengukuran di dapatkan data pengukuran yang terdistribusi normal dan tidak terdistribusi normal. Data pengukuran yang tidak terdistribusi normal disebabkan oleh : a. Pengukur lebih dari satu b. Kesalahan metode pngukuran c. Kondisi fisik pengukur d. Kondisi lingkungan  Pada uji paired-t digunakan hipotesa Ho : tidak ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran tiap kelompok Hi : ada perbedaan penyimpangan antara pengukuran tiap kelompok Dimana jika p-value < 0,05 maka terima Ho p-value > 0,05 maka tolak Ho Dari hasil pengukuran di dapatkan data pengukuran yang ttidak ada perbedaan dan ada perbedaan. Data pengukuran yang ada perbedaan disebabkan oleh : a. Pengukur lebih dari satu b. Kesalahan metode pngukuran PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 80 SEMESTER GENAP 2012 – 2013
  • 81. LABORATORIUM METROLOGI INDUSTRI JURUSAN MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA c. Kondisi fisik pengukur d. Kondisi benda ukur dan lingkungan 5.2 Saran a. Sebaiknya praktikan memperhatikan tata cara atau metode penggunaan alat ukur agar hasilpengukuran akurat b. Sebaiknya komunikasi untuk menentukan jadwal asisten antara asisten dan prktikan dipermudah demi kelancaran praktikum c. Pengumuman jadwal test alat, praktikum, maupun presentasi harus dipercepat demi kelancaran praktikum d. Sebaiknya dikenalkan alat-alat ukur yang lain yang dapat menambah penguetahun praktikan pada saat praktikum PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI 81 SEMESTER GENAP 2012 – 2013