MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI Ny. I USIA 3 HARI D...Warnet Raha
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN
PADA BAYI Ny. I USIA 3 HARI DENGAN SEPSIS NEONATORUM
DI RUANG TERATAI RSUD KABUPATEN MUNA
TANGGAL 12 S.D 14 MEI 2015
Karya Tulis
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
manajemen kearsipan subjek peralatan dan perlengkapan tentang kearsipan din...
Kti mas udin
1. i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. A DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL : “POST DEBRIDEMENT POD IV A/I
FRAKTUR TIBIA FIBULA DEXTRA” DI RUANG BEDAH
ORTHOPEDI GEDUNG KEMUNING Lt. II RSUP
dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan
Diploma III Keperawatan pada Akademi Keperawatan
Pemerintah Kabupaten Muna
OLEH:
MAS UDIN
NIM. 13. 13. 1075
PEMERINTAH KABUPATEN MUNA
AKADEMI KEPERAWATAN
RAHA
2016
2. ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini berjudul :
”Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. A dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal : Post Debridement POD IV a/i Fraktur Tibia Fibula Dextra di
Ruang Bedah Orthopedi Gedung Kemuning Lantai II Rumah Sakit Umum Pusat
dr. Hasan Sadikin Bandung”.
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dan dipertahankan di depan penguji.
Raha, 27 Juni 2016
Pembimbing
WA ODE FITRI NINGSIH, S.Kep.,Ns.,M.Kes
NIP. 19850104 2011012014
Mengetahui
Direktur Akper Pemkab Muna
SANTHY, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIP. 198002122003122006
3. iii
PEMERINTAH KABUPATEN MUNA
AKADEMI KEPERAWATAN
Jln. Poros Raha-Tampo Km. 6 Motewe Tlp. 0403-2522954
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji
Pada Tanggal, 02 Juli 2016
DEWAN PENGUJI
1. WA ODE FITRI NINGSIH, S.Kep.,Ns.,M.Kes (…………..…….)
2. SANTHY, S.Kep.,Ns.,M.Kep (…………….…..)
3. ASMALIA, S.Kep.,Ns.,M.Kes (…………...……)
Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan pada
Akademi Keperawatan Pemkab Muna
Raha, Juni 2016
Direktur Akper Pemkab Muna
SANTHY, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIP. 19800212 200312 2 006
iii
iii
PEMERINTAH KABUPATEN MUNA
AKADEMI KEPERAWATAN
Jln. Poros Raha-Tampo Km. 6 Motewe Tlp. 0403-2522954
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji
Pada Tanggal, 02 Juli 2016
DEWAN PENGUJI
1. WA ODE FITRI NINGSIH, S.Kep.,Ns.,M.Kes (…………..…….)
2. SANTHY, S.Kep.,Ns.,M.Kep (…………….…..)
3. ASMALIA, S.Kep.,Ns.,M.Kes (…………...……)
Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan pada
Akademi Keperawatan Pemkab Muna
Raha, Juni 2016
Direktur Akper Pemkab Muna
SANTHY, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIP. 19800212 200312 2 006
iii
iii
PEMERINTAH KABUPATEN MUNA
AKADEMI KEPERAWATAN
Jln. Poros Raha-Tampo Km. 6 Motewe Tlp. 0403-2522954
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji
Pada Tanggal, 02 Juli 2016
DEWAN PENGUJI
1. WA ODE FITRI NINGSIH, S.Kep.,Ns.,M.Kes (…………..…….)
2. SANTHY, S.Kep.,Ns.,M.Kep (…………….…..)
3. ASMALIA, S.Kep.,Ns.,M.Kes (…………...……)
Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan pada
Akademi Keperawatan Pemkab Muna
Raha, Juni 2016
Direktur Akper Pemkab Muna
SANTHY, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIP. 19800212 200312 2 006
iii
4. iv
ABSTRAK
Latar Belakang : Berdasarkan hasil medical record Ruang Perawatan Bedah Ortophedi Gedung
Kemuning Lt. II Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung periode bulan Desember
2015 sampai dengan Februari 2016, terdapat kasus sebanyak 114 pasien dan diantara 10 penyakit
terbesar itu, Fraktur Tibia masuk urutan pertama dalam 10 penyakit terbesar. Dengan jumlah
penderita 20 orang dengan persentase 17,22 %.
Tujuan : Karya Tulis Ilmiah ini untuk memperoleh pengalaman secara nyata dan mampu
melaksanakan asuhan keperawatan yang komprehensif meliputi aspek bio, psiko, sosial dengan
pendekatanproses keperawatan tentang pelaksaan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem Muskuloskeletal : ”Fraktur Tibia Fibula”.
Metode Telaahan : Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menggunakan metode analisis
deskriptif dalam bentuk studi kasus, sedangkan dalam pengumpulan data penulis menggunakan
tekhnik sebagai berikut : observasi, wawancara, pemeriksaan fisik, studi dokumentasi dan studi
kepustakaan
Hasil : Dari hasil pengkajian didapatkan 5 diagnosa yang terdiri dari 4 diagnosa actual yakni nyeri,
berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat Tindakan debridement, gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan gerakan sendi, defisit perawatan diri berhubungan
dengan keterbatasan rentang gerak, ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, dan 1
diagnosa resiko yakni resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi. Dari hasil
evaluasi setelah diberikan perawatan selama 3 hari pada klien Tn. A, didapatkan 3 diagnosa
keperawatan belum teratasi tetapi sudah ada perubahan, serta 2 diagnosa telah teratasi yaitu ansietas
dan defisit perawatan diri.
Kesimpulan : Penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pemberian asuhan keperawatan yang
komprehensif pada klien dengan ganguan sistem muskuloskeletal : “Fraktur Tibia Fibula”
berdasarkan teori dan kondisi klien sangat besar pengaruhnya terhadap proses penyembuhan serta
adanya kerjasama yang baik antara perawat, klien dan keluarga serta tim kesehatan lain.
5. v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukurpenulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. A dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Post Debridement POD IV a/i Fraktur Tibia
Fibula Dextra di Ruang Bedah Orthopedi Gedung Kemuning Lantai II Rumah Sakit
Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung”.
Adapun maksud dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Program Diploma III
Keperawatan pada Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Muna.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas atas bimbingan,
dorongan dan bantuan dari berbagai pihak baik moral maupun material. Oleh karena
itu penulis pada kesempatan ini mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu dr. Hj. Ayi Djembarsari., MARS. Selaku Direktur Utama Pendidikan
Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung beserta staf yang telah
memberikan waktu dan kesempatan untuk praktek dan melaksanakan ujian
praktek klinik keperawatan pada Rumah sakit yang dipimpinnya.
2. Ibu Santhy, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Direktur Akademi Keperawatan
Pemerintahan Kabupaten Muna yang telah membimbing dan memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Akper pemkab
Muna.
3. Ibu Dewi Tita Agustina, S.Kep.,Ns selaku CI Lahan dalam pelaksanaan ujian
akhir program praktek klinik keperawatan untuk studi kasus pada Karya Tulis
Ilmiah ini.
4. Bapak Almawin Susen, S.Kep.,Ns.,M.Kes, selaku CI Institusi ujian akhir
program praktek klinik keperawatan Bandung yang telah banyak meluangkan
waktu, tenaga dan pikirannya dalam membimbing penulis melakukan asuhan
keperawatan.
5. Ibu Wa Ode Fitri Ningsih, S.Kep.,Ns.,M.Kes, selaku pembimbing Karya Tulis
Ilmiah yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam
6. vi
memberikan petunjuk dan mengarahkan penulis sehingga Karya Tulis Ilmiah
ini dapat terselesaikan.
6. Seluruh Staf Dosen Akademi Keperawatan Pemkab Muna yang telah
memberikan dukunagan dan bantuan serta kerja sama dalam proses
penyusunana Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Tn. A beserta keluarga yang telah bersedia bekerja sama dengan penulis selama
melaksanakan asuhan keperawatan.
8. Keluarga tercinta khususnya Ayahndaku “Sandi dan Ibundaku Iha, adikku
Ediarto”serta seluruh keluarga yang tidak putus - putusnya memberikan doa,
motivasi, harapan dan dorongan baik moril maupun materi selama mengikuti
pendidikan hingga penyususnan Karya Tulis Ilmiah ini.
9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak dapat penulis sebut
satu persatu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
10. Buat seseorang yang spesial sahabatku “Niksan” yang senantiasa menemani
serta telah memberikan motivasi dan dukungan dalam pembuatan Karya Tulis
Ilmiah ini sehingga dapat terselesaikan dengan cepat tanpa rasa lelah.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan kepada semua pihak
yang telah membantu penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini hingga selesai. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak
kekurangan baik dari segipenulisan maupun isinya, olehnya itu penulis
mengharapakan adanya masukan, baik kritik maupun saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi
penulis dan seprofesi dan pembaca yang budiman guna mengembangkan dunia
keperawatan.
Raha, 25 Juni 2016
Penulis
7. vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................... iv
KATA PENGANTAR............................................................................. v
DAFTAR ISI............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN .................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR............................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xii
MOTTO PERSEMBAHAN ................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Ruang Lingkup Pembahasan ............................................... 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................. 4
D. Manfaat Penulisan ............................................................... 6
E. Metode Telaahan ................................................................. 7
F. Waktu Pelaksanaan.............................................................. 7
G. Tempat Pelaksanaan ............................................................ 8
H. Sistematika Telaahan........................................................... 8
BAB II TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
: POST DEBIDEMENT POD IV a/i FRAKTUR TIBIA
FIBULA DEXTRA
A. Konsep Dasar
1. Defenisi......................................................................... 10
2. Anatomi Fisiologis Sistem Persarafan.......................... 11
3. Etiologi ......................................................................... 20
8. viii
4. Klasifikasi..................................................................... 20
5. Patofisiologi.................................................................. 21
6. Tanda dan Gejala.......................................................... 22
7. Pemeriksaan Penunjang................................................ 22
8. Penatalaksanaan Medis................................................. 23
9. Komplikasi.................................................................... 28
10. Penyimpangan KDM .................................................... 29
B. Tinjauan Teoritis Tentang Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian....................................................................... 31
2. Diagnosa Keperawatan ................................................... 44
3. Perencanaan .................................................................... 45
4. Implementasi................................................................... 52
5. Evaluasi........................................................................... 52
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Laporan Kasus
1. Pengkajian .................................................................... 54
2. Diagnosa Keperawatan................................................. 67
3. Rencana Asuhan Keperawatan ..................................... 73
4. Implementasi dan Evaluasi........................................... 76
5. Catatan Perkembangan ................................................. 80
B. Pembahasan
1. Pengkajian .................................................................... 86
2. Diagnosa Keperawatan................................................. 87
3. Perencanaan.................................................................. 87
4. Implementasi ................................................................ 88
5. Evaluasi ........................................................................ 89
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan...................................................................... 91
B. Rekomendasi ................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
9. ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Sepuluh Penyakit Terbesar .............................................................. 3
2. Klasifikasi Nilai IMT....................................................................... 33
3. Intervensi dan Rasional : Nyeri........................................................ 46
4. Intervensi dan Rasional : Kerusakan Mobilitas Fisik ...................... 47
5. Intervensi dan Rasional : Kerusakan Integritas Kulit ...................... 48
6. Intervensi dan Rasional : Kurang Pengetahuan ............................... 49
7. Intervensi dan Rasional : Resiko Tinggi Infeksi.............................. 50
8. Intervensi dan Rasional : Resiko Tinggi Disfungsi Neurovaskuler ... 50
9. Intervensi dan Rasional : Resiko Tinggi Gangguan Pertukaran Gas . 51
10. Intervensi dan Rasional : Resiko Tinggi Terhadap Trauma ............ 52
11. Aktivitas Sehari - Hari ..................................................................... 64
12. Pemeriksaan Hasil Laboratorium..................................................... 66
13. Analisa Data..................................................................................... 68
14. Rencana Tindakan Keperawatan...................................................... 70
15. Implementasi dan Evaluasi .............................................................. 73
16. Catatan Perkembangan..................................................................... 77
10. x
DAFTAR BAGAN
1. Penyimpangan KDM ............................................................................ 29
2. Genogram.............................................................................................. 56
14. xiv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Identitas
Nama : Mas Udin
Tempat tanggal lahir : Wanci, 09 Januari 1996
Status : Mahasiswa
Agama : Islam
Suku /Bangsa : Buton / Indonesia
Alamat : Jln. Pendidikan
2. Riwayat Pendidikan
a. SD Negeri 2 Mandati 1 masuk tahun 2001 dan lulus tahun 2007
b. SMP Negeri 3 Wakatobi masuk tahun 2007 dan lulus tahun 2010
c. MAN 1 Wakatobi masuk tahun 2010 dan lulus tahun 2013
d. Sejak tahun 2013 mengikuti pendidikan Diploma III Akademi Keperawatan
Pemerintah Kabupaten Muna dan Insya Allah akan menyelesaikannya tahun
2016.
15. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakangp
Tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar
masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga di bidang kesehatan
terdiri atas tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
dikelompokkan ke dalam tiga belas jenis, yang terdiri atas : tenaga medis,
tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga
kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan,
tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga teknik
biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan tenaga kesehatan lainnya.
(Kemenkes RI, 2014).
16. 2
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh cedera. Trauma yang menyebabkan
fraktur dapat berupa trauma langsung, misalnya yang sering terjadi benturan
pada ekstermitas bawah yang menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula dan
juga dapat berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada
tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah (Astuti,
2011).
Fraktur memberikan dampak yang signifikan pada perubahan kualitas
hidup individu, menyebabkan restriksi aktivitas, ketidakmampuan, cacat fisik,
perburukan kondisi dan kehilangan penghasilan. Fraktur juga menyebabkan
pasien harus dirawat dirumah sakit, mengalami gangguan mobilisasi,
ketidakmampuan (disability), ketidakmandirian, dan bahkan meninggal dunia
(Astuti, 2011).
WHO memperkirakan pada pertengahan abad mendatang, jumlah
fraktur meningkat tiga kalilipat dari 1,7 juta pada tahun 1990 menjadi 6,3 juta
kasus pada tahun 2050 kelak. Data dari Internasional Fraktur Foundation
menyebutkan bahwa di seluruh dunia, satu dari tiga wanita dan satu dari
delapan pria yang berusia di atas 50 tahun memiliki resiko mengalami fraktur
akibat osteoporosis dalam hidup mereka (Astuti, 2011).
Angka kejadian fraktur di RS. Al-Irsyad Surabaya dari januari 2010
sampai dengan desember 2010 terdapat 1239 kasus, dari jumlah tersebut
kasus fraktur pada laki-laki sebanyak 878 (71%) dan pada wanita 361 (29%).
17. 3
Sedangkan kasus pada ektermitas bawah mencapai angka 733 (59%). (Astuti,
2011).
Berdasarkan data yang diperoleh di Ruang Bedah Orthopedi Gedung
Kemuning Lt. II Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung
penderita gangguan Sistem Muskuloskeletal khususnya fraktur tibia fibula
pada bulan desember 2015 sampai dengan februari 2016 adalah sebagai
berikut :
Table.1...Daftar Sepuluh Besar Penyakit di Ruang Bedah Orthopedi Gedung Kemuning
..Lt. II .Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung Periode
..Desember .2015 sampai dengan Februari 2016
No. Penyakit Jumlah %
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Fraktur Tibia
Tumor ginjal
Tumor kulit
Post LE
BPH
Retensi Urine
Hipospadia
Hidroneposis
Tumor Rectum
Cholelithiasis
20
15
13
12
12
10
10
9
7
6
17,22
13,31
11,38
11,82
11,62
8,62
8,62
7,64
5,32
4,85
Jumlah 114 100
Sumber : ..Rekam Medik Ruang Bedah Orthopedi Gedung Kemuning Lt. II Rumah Sakit
.Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Desember .2015 sampai dengan
.Februari 2016.
Dari tabel di atas menunjukan bahwa dari jumlah pasien yang
mengalami fraktur tibia fibula adalah berjumlah 20 pasien (17,22%),
angka kejadian ini menempati urutan pertama dari data sepuluh penyakit
terbesar di atas. Fraktur Tibia Fibula dengan peringkat tersebut dapat
memberikan masalah yang sangat kompleks bagi tubuh. Selain itu fraktur
akan bertambah dengan adanya komplikasi yang berlanjut diantaranya
syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartemen, kerusakan arteri,
18. 4
infeksi, dan avaskuler nekrosis. Komplikasi lain dalam waktu yang lama
akan terjadi mal union, delayed union, non union atau bahkan perdarahan
yang dapat berujung pada kematian.
Melihat keadaan tersebut di atas membuat penulis merasa tertarik
untuk menulis Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul.: “Asuhan
Keperawatan pada Klien Tn..A dengan Gangguan Sistem
Muskuloskletal : Post Debridement POD IV a/i Fraktur Tibia Fibula
Dextra Di Ruang Bedah Orthopedi Gedung Kemuning Lt. II Rumah
Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung”.
B. Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis membatasi ruang
lingkup masalah yang di bahas yaitu Asuhan Keperawatan pada Klien
Tn..A dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal : Post Debridement POD
IV a/i Fraktur Tibia Fibula Dextra di Ruang Bedah Orthopedi Gedung
Kemuning Lt. II Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum.
Untuk memperoleh gambaran dan pengalaman secara nyata
yang komprehensif dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada
Klien dengan Gangguan Sistem Musculoskeletal : Post Debridement
POD IV a/i Fraktur Tibia Fibula Dextra, meliputi aspek biologis,
19. 5
psikologis, spiritual dan cultural berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian keperawatan Pada Klien
dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Post Debridement
POD IV a/i Fraktur Tibia Fibula Dextra.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Post Debridement POD IV
a/i Fraktur Tibia Fibula Dextra.
c. Mampu menyusun rencana keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Post Debridement POD IV
a/i Fraktur Tibia Fibula Dextra.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Post Debridement POD IV
a/i Fraktur Tibia Fibula Dextra.
e. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Post Debridement POD IV
a/i Fraktur Tibia Fibula Dextra.
f. Mampu melaksanakan pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Post
Debridement POD IV a/i Fraktur Tibia Fibula Dextra.
20. 6
D. Manfaat
1. Rumah sakit
Sebagai bahan masukan bagi institusi terkait khususnya di
bagian Ruang Bedah Orthopedi Gedung Kemuning Lt. II Rumah
Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung.
2. Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi rekan-rekan
mahasiswa dalam meningkatkan pengetahuan tentang
Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal.: Post Debridement POD IV a/i Fraktur Tibia
Fibula Dextra.
3. Perkembangan Ilmu Keperawatan
Sebagai sumbangsih isi pikir dalam mengembangkan ilmu
keperawatan, khususnya dalam pemberian Asuhan Keperawatan
Pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Post
Debridement POD IV a/i Fraktur Tibia Fibula Dextra.
4. Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh selama pendidikan dalam penerapan Asuhan Keperawatan
Pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Post
Debridement POD IV a/i Fraktur Tibia Fibula Dextra.
21. 7
E. Metode Telaahan
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menggunakan
metode analisis deskriptif dalam bentuk studi kasus, sedangkan dalam
pengumpulan data penulis menggunakan tekhnik sebagai berikut :
1. Observasi yaitu mengamati keadaan klien yang meliputi bio, psiko,
sosial, kultural dan spiritual.
2. Wawancara yaitu pengumpulan data dengan melakukan komunikasi
lisan secara langsung pada klien dan keluarganya.
3. Pemeriksaan fisik yaitu pengumpulan data dengan melakukan
pemeriksaan fisik pada klien secara head to toe meliputi inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi dan di dokumentasikan secara
persistem.
4. Studi dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan mempelajari data
dan status klien melalui rekam medik.
5. Studi kepustakaan yaitu dengan membaca dan mempelajari teori-
teori dari buku-buku, dan literatur yang terpercaya seperti internet
dan surat kabar, sebagai kerangka teori yang dijadikan acuan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien.
F. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan studi kasus mulai pada dari tanggal 1 sampai dengan 4
Maret 2015.
22. 8
G. Tempat Pelaksanaan
Studi kasus ini dilaksanakan di Ruang Bedah Orthopedi Gedung
Kemuning Lt. II Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Karya Tulis Ilmiah ini terdiri dari 4 (empat)
bab yaitu :
BAB I : Pendahuluan, menjelaskan Latar Belakang, Ruang lingkup
Pembahasan, Tujuan, Manfaat, Metode Telaahan, Waktu
Pelaksanaan dan Tempat Pelaksanaan serta Sistematika
Telaahan.
BAB II : Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal.: Post Debridement
POD IV a/i Fraktur Tibia Fibula Dextra, menjelaskan
tentang Konsep Dasar Medis meliputi Definisi, Anatomi
Fisiologi Sistem Muskuloskeletal, Etiologi, Klasifikasi,
Patofisiologi, Tanda dan Gejala, Pemeriksaan Diagnostik,
Penatalaksanaan Medik, Komplikasi, dan Penyimpangan
KDM, serta Tinjauan Teoritis tentang Asuhan Keperawatan
yang meliputi Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan,
Implementasi dan Evaluasi.
BAB III : Tinjauan Kasus Dan Pembahasan. Membahas tentang
Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Klien Tn. A dengan
23. 9
Gangguan pada Sistem Muskuloskeletal : Post
Debridement POD IV a/i Fraktur Tibia Fibula Dextra yang
disusun berdasarkan pada proses keperawatan yang
mencakup Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Rencana
Tindakan, Implementasi, Evaluasi dan Catatan
Perkembangan serta Pembahasan menjelaskan tentang
perbandingan antara fakta dan teoritis yang ada, dibahas
secara sistematis mulai dari Pengkajian, Diagnosa
Keperawatan, Rencana Tindakan, Implementasi, Evaluasi
serta Catatan Perkembangan.
BAB IV : Kesimpulan dan Rekomendasi, membahas tentang
Kesimpulan dari pelaksanaan asuhan keperawatan dan
Rekomendasi yang terikat operasional untuk mengatasi
masalah yang sama di kemudian hari.
24. 10
BAB II
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL : POST
DEBRIDEMENT POD IV A/I FRAKTUR
TIBIA FIBULA DEXTRA
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh cedera. Selama masa perawatan,
klien dengan fraktur ekstremitas bawah melakukan penyesuaian (adaptasi)
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada diri, lingkungan
disekitarnya, kebutuhan fungsi fisiologis, konsep diri, peran dan
interdependensi dalam mempertahankan homeostasis (keseimbangan),
yang dapat menghasilkan perilaku respons adaptif atau respons
maladaptive (Hariana & Ariani, 2007).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
dengan jenisnya dan luasnya (Solihati, 2013).
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial (Astuti,
2011).
Dari ketiga pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan, yang
menyebabkan edema jaringan lunak, perdarahan otot dan sendi, dislokasi
25. 11
sendi, ruptur tendon, kerusakan syaraf serta kerusakan pembuluh darah
yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
2. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal
a. Anatomi Sistem Muskuloskeletal
Gambar 1. Anatomi Sistem Muskuloskeletal
Sumber : (Syaifuddin, 2006).
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama dari sistem
muskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi,
otot, rangka, tendon, ligamen, bursa dan jaringan– jaringan khusus yang
menghubungan struktur–struktur ini (Syaifuddin, 2006).
1) Tulang
Tulang merupakan organ yang sangat penting yang memiliki
berbagai fungsi diantaranya fungsi mekanis yakni melakukan
26. 12
pembentukan rangka dan tempat melekatnya berbagai otot kemudian
tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa
dilepaskan setiap saat dari kebutuhan kemudian tempat sum – sum
tulang dalam membentuk sel darah dan secara umum sebagai
pelindung pada organ–organ viseral.
Tulang terdiri dari 3 macam yakni, tulang pipih seperti tulang
kepala dan pelvis, tulang kuboid seperti tulang vertebrata serta tulang
tarsalia dan tulang panjang seperti tulang femur dan tibia. Tulang
panjang umumnya berbentuk lebar pada bagian ujung tulang panjang
dilapisi oleh kartilago dan secara anatomis tulang panjang tersebut
epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang yang akan
menyatu pada tulang orang dewasa. Sedangkan pada anak – anak
terpisah dan lebih elastis (Syaifuddin, 2006).
Tulang ekstremitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan
kepada batang tubuh dengan perantara gelang panggul. Pada tulang
anggota gerak bawah terdiri dari :
1 Tulang Koxae : Tulang kering: Tulang pangkal paha
1 Femur : Tulang paha
1 Tibia : Tulang kering
1 Fibula : Tulang betis
1 Patela : Tempurung lutut
1 Tulang Tarsal : Tulang pangkal kaki
5 Tulang Metatarsal : Tulang telapak kaki
14 Falanx : Ruas jari kaki
27. 13
a) Tulang Koxae adalah tulang pipih berbentuk tak teratur dan
dibentuk oleh 3 tulang yang bermutu diasetabulum yaitu semua
rongga berbentuk sawan dipermukaan eksternal dari tulang koxa
dan menekan kepala femur dalam formasi gelang panggul.
b) Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh.
Tulang ini bersendi dengan asetabulum dan formasi persendian
panggul dan dari sini ia menjulur medial kelutut dan membuat
sendi dengan tibia. Tulangnya berupa tulang pipa dan
mempunyai sebuah batang dan dua ujung yaitu ujung atas dan
ujung bawah.
c) Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari
tungkai bawah dan terletak medial dari tibula atau tulang betis.
Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang dengan dua buah
ujung yaitu ujung atas memperlihatkan kondil medial dan
kondial lateral sedangkan ujung bawah masuk kedalam formasi
persendian mata kaki. Tulangnya sedikit melebar dan kebawah
sebelah medial atau malcolus tibiae.
d) Tibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai
bawah. Tulang ini adalah tulang dengan sebuah batang dua
ujung. Ujung atas kepala dan bersendi dengan bagian belakang
luar dari tibia tetapi tidak masuk kedalam formasi sendi lutut.
Batangnya ramping dan terbenam dalam otot tungkai dan
memberi banyak kaitan, sedangkan ujung bawah disebelah
28. 14
bawah lebih memanjang menjadi malwolus lateraus atau
maleolus fibulae.
e) Patela atau tempurung lutut adalah tulang biji atau tulang
sesamoid yang berkembang didalam tendondan otot kwadrisep
extensor. Apex patela meruncing kebawah. Permukaan anterior
dari tulang adalah kasar permukaan, posteriornya halus dan
bersendi dengan permukaan pateler dari ujung bawah femur.
Letaknya didepan sendi lututtetapi tidak ikut serta didalamnya.
f) Tulang tarsal atau tulang pangkal kaki. Ada tujuh buah tulang –
tulang yang secara kolektif digunakan tarsus. Tulang – tulang itu
terbentuk jala dalam pembungkus jaringan kompak. Tulang –
tulang ini mendukung berat badan kalau berdiri.
g) Kalkaneus atau tulang tumit adalah tulang terbesar dari tulang
tapak kaki. Tulang itu ada disebelah belakang dan membentuk
tumit serta mengalihkan berat badan diatas tanah kebelakang.
Memberi kaitan pada otot besar dari betis dengan perantara
tendon achiles atau tendon kalkaneus, disebelah atas bersendi
dengan taltus dan didepan dengan kuboid (Syaifuddin, 2006).
2) Sendi
Sendi adalah pertemuan antara dua atau beberapa tulang dari
kerangka. Sendi terdiri dari tiga jenis yaitu : sendi fibrous, sendi
kartilaginosa / sendi tulang rawan dan sendi sinovial atau diartroses.
29. 15
a) Sendi fibrous atau sinartroses adalah sendi yang tidak dapat
bergerak atau merekat ikat (Syaifuddin, 2006).
b) Sendi kartilagenesta atau sendi tulang rawan.
Sendi kartilago atau sendi tulang rawan adalah sendi
dengan gerakan sedikit, dan permukaan persendiannya
dipisahkan oleh bahan antara dan hanya mungkin sedikit
gerakan, misalnya : simfisis pubis, dimana sebuah bantalan
tulang rawan mempersatukan kedua tulang pubis yaitu sendi
intervertebral dengan cakram intervetebral dari pada tulang
rawan fibro. Simfisis adalah istilah yang digunakan untuk
melukiskan sebuah persendian yang hanya dapat bergerak
sedikit, sedangkan ujung – ujung tulang dipisahkan oleh sebuah
bantalan tulang rawan (Syaifuddin, 2006).
c) Sendi sinovial adalah persendian yang bergerak bebas dan
terdapat banyak ragamnya. Semuanya mempunyai ciri yang
sama yaitu : Ujung tulang – tulang yang masuk dalam formasi
persendian ditutupi oleh tulang rawan hialin, ligamen diperlukan
untuk mengikat tulang – tulangnya, bersama sebuah rongga
persendian rongganya terbungkus oleh sebuah kapsul dari pada
jaringan fibrous yang biasanya diperkuat oleh ligamen
(Syaifuddin, 2006).
30. 16
Jenis sendi sinovial terdiri dari 6 jenis yaitu : sendi datar
atau sendi geser, sendi putar, sendi engsel, sendi kendiloid, sendi
berporos dan sendi pelana.
(1) Sendi datar atau sendi geser yaitu dua permukaan datar
tulang saling melincur satu atas yang lainnya, misalnya
sendi karpys dan tarsus.
(2) Sendi putar yaitu dimana sebuah ujung bulat tepat masuk
didalam sebuah rongga cawan tulang lain, mengijinkan
gerakan kesegala jurusan, misalnya sendi panggul dan sendi
bahu.
(3) Sendi engsel yaitu didalam jenis ini satu permukaan bundar
diterima oleh yang lain sedemikian rupa sehingga hanya
mungkin gerakan dalam satu bidang seperti gerakan engsel.
Contoh yang baik adalah sendi siku.
(4) Sendi kendiloid mirip sendi engsel tetapi dapat bergerak
dalam dua bidang, lateral, kebelakang, dan kedepan
sehingga fleksibel dan ekstensi, adduksi (kesamping atau
ketengah) dan sedikit sirkunduksi, sedikit pada pergelangan
tangan tetapi bukan rotasi.
(5) Sendi berporos atau sendi putar ialah yang hanya mungkin
berputaran seperti pada gerakan kepala, dimana atlas yang
berbentuk cincin berputar sekitar proses yang berbentuk
paku dari axis (servikal kedua atau epistroveus).
31. 17
(6) Sendi pelana atau sendi yang timbul bolak balik menerima
misalnya sendi antara trapezium (multagulum mayus) dan
tulang metakarpal pertama dari ibu jari, memberi banyak
kebebasan bergerak, memungkinkan ibu jari berhadapan
dengan jari-jari lainya (Syaifuddin, 2006).
3) Otot dan Tendon
Otot dengan kemampuan berkontraksi memungkinkan tubuh
bergerak sesuai dengan keinginan. Otot memiliki orido dan inserasi
tulang otot dihubungkan dengan tulang melalui tendon yakni satu
jaringan ikat yang melekat dengan sangat kuat pada tempat
insersinya ditulang (Syaifuddin, 2006).
4) Ligamen
Mengikat tulang dalam sendi ligamen dan tendon otot, yang
melintasi sendi, menjaga stabilitas sendi pada beberapa sendi,
ligamen antara beberapa sendi (misalnya : ligamen kurstatum
dilutut) terletak di dalam kapsul sendi dan memperkuat stabilitas
sendi.
5) Bursa
Bursa adalah suatu kantung berisi cairan sinovial yang terletak
dititik pergeseran, bursa biasanya merupakan bantalan bagi
pergeseran tendon. Ligamen dan tulang di siku, lutut dan beberapa
sendi lainnya.
32. 18
b. Fisiologi Sistem Muskuloskeletal
Fungsi dari tulang adalah sebagai berikut :
1) Menyediakan tempat melekatnya otot untuk bekerja.
2) Melindungi organ.
3) Membentuk eritrosit dalam sum – sum tulang.
4) Menyimpan kalsium dan fosfor.
Fungsi Umum Tulang :
1) Formasi Kerangka
2) Formasi sendi- sendi
3) Perlengketan otot
4) Sebagai Pengungkit
5) Penyokong berat badan
6) Proteksi
7) Haemopoeisis
8) Imunologi
9) Penyimpanan kalsium (97%)
Fungsi Khusus Tulang :
1) Sinus-sinus paranasalis : menimbulkan nada pada suara
2) Email gigi : memotong, menggigit dan menggilas makanan
3) Tulang kecil telinga : mengkonduksi gelombang suara
4) Panggul wanita : memudahkan proses partus
Fungsi utama sendi adalah memberi pergerakan dan
fleksibilitas dalam tubuh.
33. 19
Jenis Sendi Berdasarkan strukturnya :
1) Fibrosa : hubungan antar sendi oleh jaringan fibrosa
2) Kartilago/tulang rawan : ruang antar sendinya berikatan dengan
tulang rawan.
3) Sinovial/sinovial joint : ada ruang sendi dan ligament untuk
mempertahankan persendian.
Otot adalah jaringan tubuh yang berfungsi mengubah energi
kimia menjadi kerja mekanik sebagai respons tubuh terhadap
perubahan lingkungan. Fungsi otot adalah mengontrol pergerakan,
mempertahankan postur tubuh dan menghasilkan panas (Syaifuddin,
2006).
Otot terdiri dari 3 jenis :
1) Otot bergaris (otot lurik, otot rangka, otot sadar) dan akan
berkontraksi jika dirangsang oleh stimulus saraf. Misalnya otot
pada ekstremitas.
2) Otot polos (otot tidak bergaris, otot licin, otot tidak sadar) dan
berkontraksi tanpa stimulus saraf. Misalnya pembuluh darah,
pembuluh limfe, dan lain - lain.
3) Otot spinkter, misalnya. spinkter ani, spinkter pilorus.
3. Etiologi
a. Pukulan langsung
b. Jatuh dengan kaki fleksi
c. Gerakan memutir yang keras (Solihati, 2007).
34. 20
4. Klasifikasi
a. Fraktur tertutup, yaitu Fraktur ini tanpa adanya komplikasi, kulit
masih utuh, tulang tidahk menonjol atau menembus kulit/ terhubungan
dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka, bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan
dunia luar, dibagi dalam tiga derajat yaitu :
Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka
kecil kurang dari 1 cm, luka terbuka bersih, biasanya
diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam
menembus keluar, benturan otot minimal, biasanya pada
fraktur simple transfersal atau fraktur oblig.
Derajat II : Luka lebih besar dari 1 cm, dengan kerusakan jaringan
yang luas, dengan fraktur minimal, fraktur simple dengan
minimal cominutif, luka disebabkan karena benturan dari
luar.
Derajat III : Lukanya lebih luas termasuk otot, kulit dan struktur
pembuluh darah dan saraf, kondisi luka kotor, dapat
dibagi menjadi 3. III A : Laserasi jaringan lunak cukup
luas dengan terangkatnya periosteum minimal dan kulit
masih dapat menutup luka, biasanya terjadi pada fraktur
segmental, luka tembak. III B : Kerusakan jaringan lunak
yang luas dengan terangkatnya periosteum dan terjadi
bone expose yang membutuhkan penutupan jaringan
35. 21
lunak dengan flap, biasanya terjadi kontaminasi luas
pada luka. III C : Terjadi cedera pada pembuluh darah
yang membutuhkan repair (Solihati, 2007).
5. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan ooleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik, kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka maupun yang tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan
mengakibatkan pendarahan, maka volume darah turun. COP menurun
maka akan terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematomaakan
mengeksudasi plasma atau poliferasi menjadi edem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai
serabu saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain
itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehinggah mobilits fisik terganggu .disamping
itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan
dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan
jaringan lunak akan mengakibatkan gangguan integritas kulit. Fraktur
adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh gangguan metabolik,
patologik yang terjadi itu terbuka dan tertutup. Pada umumya pada pasien
fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen tulang yang telah di hubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh (Sylvia, 2006).
36. 22
6. Tanda dan Gejala
a. Nyeri, dinyatakan langsung setelah terjadi trauma, hal ini disebabkan
adanya spasme (mengalami peregangan) otot, tekanan dari patahan
tulang atau jaringan sekitarnya.
b. Deformitas, disebabnkan adanya trauma dan pergerakan otot yang
mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, sehingga tulang
kehilngan bentuk normalnya.
c. Hematoma yang jelas, merupakan perubahan warna kulit sebagai
akibat dari ektravasasi di jaringan sekitarnya.
d. Edema berat, biasanya timbul lebih cepat karena cairan serosa
terlokalisir pada daerah fraktur dan terjadi ekstravasasi di sekitar
jaringan (Solihati, 2007).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Rontgen, menentukan lokasi./.luasnya fraktur dan jenis
fraktur.
b. CT Scan tulang, digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c. Hitung darah lengkap, hematokrit dan leukosit mungkin meningkat
atau menurun.
d. Arteriogram bila terjadi kerusakan vaskuler (Solihati, 2007).
37. 23
8. Penatalaksanaan medik
a. Debridement
1) Pengertian
Debridement merupakan suatu tindakan eksisi yang
bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis maupun debris yang
mengahalangi proses penyembuhan luka dan potensial terjadi atau
berkembangnya infeksi sehingga merupakan tindakan pemutus
rantai respon inflamasi sistemik dan maupun sepsis. Tindakan ini
dilakukan seawal mungkin, dan dapat dilakukan tindakan ulangan
sesuai kebutuhan (Price & Wilson, 2005).
2) Tujuan
Debridement merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar.
Tindakan ini memiliki dua tujuan :
a) Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh
bakteri dan benda asing.
b) Untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati dalam
persiapan kesembuhan luka.
3) Jenis-jenis debridement
a) Debridement alami
Pada peristiwa Debridement alami, jaringan mati akan
memisahkan diri secara spontan dari jaringan viable yang ada di
bawahnya. Namun, pemakaian preparat topical anti bakteri
cenderung memperlambat proses pemisahan ester yang alami.
38. 24
Tindakan mempercepat proses ini akan menguntungkan bagi
pasien dan dapat dilakukan dengan cara-cara lain seperti
Debridement mekanis atau bedah sehingga waktu antara
terjadinya invasi bakteri dan tumbuhnya masalah yang lain
dapat dikurangi.
b) Debridement mekanis
Debridement mekanis meliputi penggunaan gunting
bedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat
eskar.Teknik ini dapat dilakukan oleh dokter atau perawat yang
berpengalaman, dan biasanya Debridement mekanis dikerjakan
setiap hari pada saat penggantian balutan serta pembersihan
luka. Debridement dengan cara-cara ini dilaksanakan sampai
tempat yang masih terasa sakit dan mengeluarkan darah.
Preparat hemostatik atau balutan tekan dapat digunakan untuk
menghentikan perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah yang
kecil.
c) Debridement bedah
Debridement bedah merupakan tindakan operasi dengan
melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai fasia (eksisi
tangensial) atau dengan mengupas lapisan kulit yang terbakar
secara bertahap hingga mengenai jaringan yang masih berdarah.
Tindakan ini dapat dimulai beberapa hari atau segera setelah
kondisi hemodinamik pasien stabil dan edemanya berkurang.
39. 25
Kemudian lukanya segera ditutup dengan graf kulit atau
balutan.Balutan biologic temporer atau balutan biosintetik dapat
digunakan dahulu sebelum graf kulit dipasang pada pembedahan
berikutnya.
4) Prosedur Tindakan Debridemnt
Sebelum dilakuk debridement, diberikan antibiotik profilaks
yang dilakukan di ruangan emergency. Yang terbaik adalah golongan
sefalosforin. Biasanya di pakai sefalosforin golongan pertama pada
fraktur terbuka gustilo tape III, diberikan tambahan berupa golongan
amoniklikosida, seperti tobramicin atau gentamicin. Golongan
sefalosforin golongan III dipertimbangkan disini. Sedangkan pada
fraktur yang dicurigai terkontaminasi kuman cloctridia, diberikaqn
penicilin.
Peralatan proteksi diri yang dibutuhkan saat operasi adalah
google, boot dan sarung tangan tambahan. Sebelum dilakukan
operasi, dilakukan pencucian dengan povine iodine, lalu drapping
area operasi. Penggunaan tidak dianjurkan, karena kita akan
melakukan pengamatan terhadap perdarahan jaringan. Debridement
dilakukan pertama kali pada daerah kulit. Kemudian rawat
perdarahan di vena dengan melakukan koagulasi. Buka fascia untuk
menilai otot dan tendon. Viabilitas otot dinilai dengan empat C,
“Color, Cotractility, Circulation and Consistency”. Lakukan
pengangkatan kontaminasi canal medullary dengan saw atau
40. 26
rongeour. Curittage canal medullary dihindarkan dengan alasan
mencegah infeksi kearah proksimal. Irigasi dilakukan dengan normal
salien penggunaan normal saline adalah 6 – 10 liter untuk fraktur
terbuka grade II dan III. Tulang dipertahankan dengan reposisi. Bisa
digunkan eksternal fiksasi pada fraktur grade III4. Penutupan luka
dilakukan jika memungkinkan. Pada fraktur tipe III yang tidak bisa
dilakukan penutupan luka, dilakukan rawat luka terbuka, hingga luka
dapat ditutupsempurna (Solihati, 2007).
b. ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
1) Definisi
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan
internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur.
2) Tujuan
Tujuan dari operasi ORIF untuk mempertahankan posisi
fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran.
Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan
untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers
3) Indikasi
a) Pasien penderita dan pasca stroke.
b) Pasien yang menderita kelumpuhan.
c) Pasien yang menderita fraktur.
4) Kontra Indikasi
a) Pasien dengan penurunan kesadaran.
41. 27
b) Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
c) Pasien yang mengalami kelemahan (malaise).
5) Persiapan atau Prosedur Pemasangan Orif
a) Persiapan alat dan Ruangan
(1) Alat tidak steril : Lampu operasi, Cuter unit, Meja operasi,
Suction, Hepafik, Gunting.
(2) Alat Steril : Duk besar 3, Baju operasi 4, Selang suction
steril, Selang cuter Steril,side 2/0, palain 2/0,berbagai macam
ukuran jarum.
(3) Set Orif : Koker panjang 2, Klem bengkok 6, Bengkok
panjang 1, Pinset cirugis 2, Gunting jaringan 1, Kom 2,
Pisturi 1, Hand mest Platina 1 set, Kassa steril, Gunting
benang 2, Penjepit kasa 1, Bor 1, Hak Pacul 1, Hak Sedang 1,
dan Hak Duk 3
b) Prosedur Operasi :
(1) Pasien sudah teranastesi GA
(2) Tim bedah melakukan cuci tangan (Scrub)
(3) Tim bedah telah memakai baju operasi (Gloving)
(4) Lakukan disinfeksi pada area yang akan dilakukan sayatan
dengan arah dari dalam keluar, alkohol dua kali, betadine 2x.
(5) Pasang duk pada area yang telah di disinfeksi (Drapping)
(6) Hidupkan cuter unit
(7) Lakukan sayatan dengan hand mest dengan arah paramedian
42. 28
(8) Robek subkutis dengan menggunakan cuter hingga terlihat
tulang yang fraktur.
(9) Lakukan pengeboran pada tulang
(10)Pasang platina
(11)Lakukan pembersihan bagian yang kotor dengan cairan NaCl
(12)Jahit subkutis dengan plain 2/0
(13)Jahit bagian kulit dengan side 2/0
(14)Tutup luka dengan kassa betadine, setelah itu diberi hepafik
(Solihati, 2007).
9. Komplikasi
a. Gangguan saraf proneus, klien tidak dapat melakukan dorsofleksi ibu
jari dan gangguan.
b. Sensasi pada sela jari pertama dan kedua.
c. Kerusakan arteri tibialis.
d. Sindrom kompartemen.
e. Hemartrosis dan kerusakan ligament bila fraktur terjadi didekat sendi.
f. Komplikasi yang lain :
1) Malunion: tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya.
2) Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3) Non union : tulang yang tidak menyambung kembali (Solihati,
2007).
45. 31
B. Tinjauan Teoritis Tentang Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu metode yang tereorganisasi dan
sistematis dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien, yang berfokus
pada respon manusia baik sebagai individu, keluarga maupun masyarakat
karena adanya gangguan kesehatan aktual maupun potensial (Asmadi, 2008).
Tujuan proses keperawatan secara umum adalah untuk menyusun
kerangka konsep berdasarkan keadaan individu (klien), keluarga, dan
masyarakat agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi (Nursalam, 2013)
Proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan ilmiah
yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai
atau mempertahankan keadaan biologis, psikologis, social dan spiritual yang
optimal, melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosis keperawatan,
penentuan rencana keperawatan, serta evaluasi tindakan keperawatan
(Asmadi, 2008).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2013). Pengkajian dapat dilakukan persistem tubuh dengan
menggunakan 4 metode yaitu: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Dalam pengkajian yang dilakukan dalam tahapannya meliputi:
46. 32
a. Pengumpulan data
Tipe data pada pengkajian keperawatan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu data subjektif dan data objektif. Penjelasan
mengenai kedua tipe tersebut adalah sebagai berikut (Nursalam,
2013).
1) Data subjektif, adalah data yang didapatkan dari klien sebagai
suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Data subjektif
diperoleh dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien,
perasaan, dan ide tentang status kesehatnnya.
2) Data objektif, adalah data yang dapat diobservasi dan diukur oleh
perawat. Yang termasuk data objektif adalah frekuensi
pernapasan, tekanan darah, adanya edema, dan berat badan
Pengumpulan data dari klien fraktur terdiri dari :
1) Biodata klien
1) Identitas klien
Biodata klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, status marital, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no.medrek, diagnosa
medis dan alamat.
2) Identitas penanggung
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
dan hubungan dengan klien.
47. 33
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
(1) Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit
Alasan utama klien saaat masuk rumah sakit di dapatkan
saat masuk rumah sakit yang di jadikan dasar untuk
menggali kondisi klien saat ini.
(2) Keluhan Utama
Keluhan yang paling di rasakan yang merupakan alasan
klien sehingga masuk rumah sakit atau di bawah ke rumah
sakit. Pada umunya pada kasus fraktur yang menjadi
keluhan utama adalah nyeri baik nyeri tekan maupun nyeri
gerak.
(3) Riwayat Keluhan Utama
Yaitu kapan keluhan mulai timbul, bagaimana terjadinya
apakah tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang
dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang
digunakan, adakah keluhan yang menyertai. Riwayat
keluhan utama dijabarkan dengan PQRST
P : Paliative/Provokatif yaitu yang menyebabkan
gejala, apa saja yang dapat mengurangi dan
memperberatnya.faktor pencetusnya adalah fraktur.
Q : Quality/Quantity yaitu bagaimana gejala dirasakan
oleh klien (panas, pedih) dan lain-lain.pada kasus
48. 34
fraktur nyeri yang dirasakan bisanya berdenyut,
ketat, tumpul atau seperti ditusuk-tusuk.
R : Region/Radiasi yaitu dimana gejala terasa ? Apakah
rasa nyeri tersebut menjalar atau menyebar ke area
lain. untuk kasus ini biasanya terlokalisasi hanya
pada daerah frakturnya.
S : Severe/Scale yaitu sejauh mana keluhan tersebut
mengganggu aktivitasnya, dengan menggunakan
skala nyeri. biasanya nyeri selalu mengganggu
dengan skala 3-4 (0-10).
T : Timing/Time yaitu kapan terjadinya gejala dan
frekuensi terjadinya keluhan. biasanya pada kasus
fraktur berlangsung terus-menerus sampai keadaan
fraktur membaik.
b) Riwayat Kesehatan Terdahulu
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah klien pernah mengalami
sesuatu penyakit yang berat atau penyakit tertentu yang
memungkinkan akan berpengaruh pada kesehatannya sekarang.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu diketahui untuk menentukan apakah dalam keluarga ada
penyakit keturunan atau penyakit – penyakit karena lingkungan
yang kurang sehat yang berdampak negatif sehingga
memperberat penyakitnya. Biasanya fraktur tidak ada
49. 35
kecenderungan menurun dari keluarga karena penyebab
biasanya kecelakaan.
3) Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
terhadap berbagai sistim tubuh. Maka akan ditemukan hal-hal
sebagai berikut :
a) Keadaan Umum
Pada klien yang imobilisasi perlu dilihat dalam hal keadaan
umumnya, meliputi penampilan, postur tubuh dan gaya bicara,
karena imobilisasi biasanya akan mengalami kelemahan.
b) Tanda-tanda vital yaitu pengukuran yang meliputi suhu badan,
tekanan darah, pernapasan, serta denyut nadi.
c) Kesadaran
Tingkat kesadaran yaitu pengamatan yang dilakukan oleh perawat
tentang kondisi atau tingkat kesadaran klien dengan mengunakan
Glows Coma Skala (GCS) yang meliputi Eye (mata) dengan nilai
tertinggi yaitu 4 jika klien membuka mata spontan, 3 jika klien
membuka mata dengan rangsangan suara, 2 jika klien membuka
mata dengan rangsangan nyeri dan 1 jika tidak ada respon.
Motorik (pergerakan) diberikan nilai 6 jika klien menggerakan
tangan sesuai perintah, nilai 5 jika klien dapat melokalilasi nyeri,
dan 4 jika klien bergerak menjauhi sumber nyeri, 3 jika fleksi
abnormal, dan 2 jika ekstensi abnormal. Verbal (suara) di beri
50. 36
nilai 5 jika klien terorientasi, nilai 4 jika klien bingung, 3 jika
kata-kata tidak teratur, 2 jika suara tidak dapat dimengerti, 1 jika
tidak ada respon. Klien di kategorikan dengan kesadaran kompos
metis jika nilai GCS 14-15, kesadaran apatis jika GCS 12-13,
somnolen jika GCS 11-12, sopor jika nilai GCS 8-10 dan koma
jika nilai GCS ≥5.
d) Pemeriksaan Antropometri
Antropometri yaitu pemeriksaan yang di lakukan dengan
mengukur berat badan tinggi dan badan dalam menentukan berat
badan ideal seseorang, dapat digunakan rumus keadaan berat
badan dalam satuan kilogram dibagi tinggi badan dalam satuan
meter, maka akan diperoleh nilai indeks masa tubuh (IMT).
Untuk mengetahui batas normal IMT dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 2. Klasifikasi Nilai IMT
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Sumber : (Hardi, 2015).
e) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan secara head to toe dengan
mengunkan empat langkah yaitu inspeksi (melihat), Palpasi
(meraba), auskultasi (mendengar) dan palpasi (mengetuk) dan di
dokumentasikan secara persistem.
51. 37
(1) Sistem Pernapasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sekret
pada lubang hidung, pergerakkan cuping hidung waktu
bernafas, auskultasi bunyi nafas. Hal ini penting karena
imobilisasi berpengaruh pada pengembangan paru dan
mobilisasi sekret pada jalan nafas.
(2) Sistem Kardiovaskuler
Pengkajian mulai dilaksanakan dari warna konjungtiva,
warna bibir, ada tidaknya peninggian vena jugularis, dengan
auskultasi dapat dikaji bunyi jantung pada daerah dada dan
pengukuran tekanan darah, dengan palpasi dapat dihitung
frekuensi denyut nadi.
(3) Sistim Pencernaan
Konstipasi, perubahan pola makan dan minum dari normal,
kurang kegiatan dan BAB harus menggunakan pispot juga
merupakan hal yang dapat menyebabkan perubahan pola
eliminasi BAB.
(4) Sistim Genitourinaria
Dapat dikaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada
daerah pinggang. Observasi dan palpasi
(5) Sistem musculoskeletal
Yang perlu dikaji pada sistim ini adalah range of motion dari
pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak
52. 38
bawah. Ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien
waktu bergerak. Toleransi klien waktu bergerak dan
observasi adanya luka pada otot akibat fraktur terbuka. Selain
ROM tonus dan kekuatan otot dikaji karena klien immobilitas
biasanya tonus dan kekuatan otot menurun.
Terdapat nyeri pada daerah yang terkena, terjadi deformitas,
spasme otot dan kelemahan otot.
(6) Sistem integumen
Pada fraktur biasanya terjadi pembengkakan kulit dan
jaringan, perubahan warna kulit, laserasi kulit, avulasi
jaringan dan perubahan suhu.
(7) Sistem Endokrin
Pada fraktur biasanya dapat ditemukan pembesaran kelenjar
limfe sebagai dampak dari respon tubuh terhadap
perlindungan dari adanya infeksi.
(8) Sistem Indera
Pada klien dengan fraktur biasanya tidak ditemukan adanya
kelainan pada sistem ini.
(9) Sistem Imun
Pada klien dengan fraktur akan mengalami penurunan sistem
imunitas tubuh hal ini dikarenakan oleh infasi
mikroorganisme patogen yang dapat masuk melalui luka.
53. 39
(10) Sistem Reproduksi
Pada klien dengan fraktur tidak ditemukan kelainan dalam
sistem reproduksi.
(11) Sistem neurosensori
Yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf kranial,
fungsi sensori serta refleks. Pada klien dengan fraktur
biasanya terjadi hilang gerakan atau sensasi, spasme otot,
kesemutan atau paraestesis.
4) Pola Aktivitas Sehari-Hari
a) Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan klien, apakah ada perubahan
selama dirumah sakit dan perlu dikaji frekwensi dan makanan
yang disukai dan yang tidak disukai pada klien dengan fraktur
nafsu makan bisanya tidak ada perubahan.
b) Eliminasi
Bagaimana pola eliminasi BAK dan BAB, apakah ada
perubahan selama sakit atau tidak. Pada klien dengan fraktur
biasanya terjadi perubahan pola bab akibat kurangnya gerakan
sehingga mempengaruhi mobilitas usus berkurang.
c) Personal higiene
Bagaimana kebiasaan mandi , mencuci rambut dan gosok gigi
klien. Apakah ada perubahan atau tidak. Pada klien dengan
fraktur biasanya kebutuhan personal higiene tidak dapat
54. 40
dilakukan sendiri karena keterbatsan gerak, sehingga
memerlukan bantuan dari perawat dan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan personal higienenya.
d) Istirahat tidur
Bagaimana kebisaan istirahat dan tidur klien, apakah ada
perubahan selama sakit atau tidak. Pada klien dengan fraktur
pola tidur terganggu akibat nyeri yang dirasakan.
e) Aktivitas dan Olahraga
Bagaimana kebisaan olahraga klien, apakah ada perubahan
selama sakit atau tidak. Pada klien dengan fraktur tidak dapat
lagi melakukan olahraga dan berhubungan dengan
ekstremitas. Namun mobilisasi ringan dapat dilakukan dengan
menggerakkan bagian ekstremitas yang tidak fraktur.
5) Data Psikososial
Pengkajian pada klien yang imobilisasi pada dasarnya sama dengan
pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain, yaitu mengenai
konsep diri (gambaran diri, ideal diri, citra tubuh, harga diri, peran
diri dan identitas diri) dan hubungan atau intreraksi klien baik
dengan anggota keluarganya maupun dengan lingkungan disekitar
ruangan rumah sakit. Pada klien yang mengalami fraktur dan
immobilisasi, adanya perubahan pada konsep diri terjadi secara
perlahan-lahan yang dapat dilakukan melalui observasi terhadap
adanya perubahan yang kurang wajar dalam status emosional,
55. 41
perubahan tingkah laku serta menurunnya kemampuan dalam
pemecahan masalah.
6) Data Spiritual
Klien yang mengalami fraktur perlu dikaji tentang agama dan
kepribadiannya, keyakinan, harapan serta semangat yang terkadang
dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan
penyakitnya.
7) Data Penunjang
a) Laboratorium
Dengan pemeriksaan darah, urine untuk mengetahui kadar
alkali fosfatase, kalsium, kreatinin dan fosfat.
b) Diagnostik
Uji sinar dan rontgen digunakan untuk mengetahui luasnya
fraktur, bone scane, tomografi, CT-Scan digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan. Hasil pemeriksaan
prosedur diagnostik merupakan dasar diagnosa, pengobatan
serta kemajuan dari suatu penyakit atau status kesehatan.
Prosedur diagnostik merupakan suatu proses multifase, yaitu
mengidentifikasi kebutuhan dari pemeriksaan, persiapan
pemeriksaan fisik serta edukasi bagi klien dan keluarganya,
pengumpulan, pemberian label dan penyimpanan spesimen.
56. 42
8) Pengobatan Dan Perawatan
a) Pengobatan
Pada klien dengan fraktur tindakan yang pertama yaitu
tindakan debridement dan pemasangan fiksasi pada daerah
fraktur, serta pemberian obat yang dilakukan seperti
antibiotik, analgetik.
b) Perawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien
dengan fraktur yaitu perawatan luka serta membantu klien
memenuhi kebutuhan KDM klien yang tidak dapat
dilakukan sendiri.
c. Pengelompokan Data
Pengelompokan data adalah kegiatan mengumpulkan informasi
tentang klien yanmg dilakukan secara sistematis untuk menentukan
masalah-masalah serta kebutuhan klien. Biasanya menggunakan
wawancara, observasi pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi dari
diri klien, keluarga dan orang lain. Dalam pendokumentasiannya
pengelompokan data dibagi menjadi dua yaitu data subjektif (DS)
yang merupakan keluhan yang di ungkapan oleh klien, serta data
Objektif (DO) yang merupakan data yang di perolah dari hasil
obserfasi perawat (Nursalam, 2013).
57. 43
d. Analisa Data
Analisa data adalah proses intelektual yaitu kegiatan
mentabulasi, mengklasifikasi dan mengelompokan data serta
mengaitkan dengan menentukan kesimpulan dalam bentuk diagnosa
keperawatan, biasanya ditemukan data subyektif dan objektif.
Rumusan diagnosis keperawatan mengandung tiga komponen
utama, yaitu :
1) Problem (Masalah) merupakan gambaran keadaan klien dimana
tindakan keperawatan dapat diberikan. Masalah adalah
kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal yang
seharusnya tidak terjadi.
2) Etiologi (Penyebab), keadaan ini menunjukkan penyebab
keadaan atau masalah kesehatan yang memberikan arah terhadap
terapi keperawatan. Penyebabnya meliputi : perilaku,
lingkungan, interaksi antara perilaku dan lingkungan.
3) Sign & Symptom (Tanda& Gejala) adalah ciri, tanda atau gejala
yang merupakan informasi yang diperlukan untuk merumuskan
diagnosis keperawatan (Nursalam, 2013).
e. Prioritas Masalah
Prioritas keperawatan dituliskan dalam urutan tertentu untuk
memudahkan pengurutan diagnose keperawatan berkaitan yang
dipilih yang tersaji dalam pedoman rencana perawatan (Doenges,
2000).
58. 44
Setelah masalah dianalisa diprioritaskan sesuai dengan criteria
prioritas masalah untuk menentukan masalah yang harus segera
diatasi :
1) Masalah dapat mengancam jiwa klien
2) Masalah actual
3) Masalah potensial atau resiko tinggi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respons manusi (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari individu
atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi
dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,
menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah (Nursalam, 2013).
Adapun diagnosa yang sering muncul pada gangguan sistem
muskuloskeletal : fraktur (Doengoes, 2000)
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang edema,
cedara pada jaringan tulang lunak, alat traksi atau immobilisasi, stress,
ansietas.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuro
muskukler : nyeri/ ketidaknyamanan, terapi rekritif (imobilisasi tungkai)
c. Kerusakan integritas kulit (actual/resiko) berhubungan dengan cedara
tusuk; fraktur terbuka; bedah perbaikan; pemasangan traksi, kawat,
sekrup, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksudasi/secret dan
imobilisasi fisik.
59. 45
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajang/ mengigat,
salah interpretasi informasi.
e. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
ketahanan primer : kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajang pada
lingkungan, prosedur infasif trauma tulang.
f. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler berhubungan dengan
penurunan/iterupsi aliran darah; cedara vaskuler langsung, udema paru
berlebihan, pembentukan thrombus, hipovilemia.
g. Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan aliran darah/emboli lemak, perubahan membran
alveolar/kapiler :intertisial udema paru, kongesti.
h. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan fraktur
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan merupakan bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan yang meliputi tujuan keperawatan, menetapkan
pemecahan masalah dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengetahui
masalah klien (Doenges, 2000).
Tujuan adalah hasil yang diharapkan dari setiap asuhan keperawatan
yang dapat dicapai dalam upaya menanggulangi masalah kesehatan klien
yang telah teridentifikasi dalam merumuskan tujuan harus jelas dengan
kriteria yang dapat diukur.
60. 46
Adapun rencana keperawatan untuk penderita fraktur berdasarkan
beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang
edema, cedera pada jaringan lunak, alat traksi / imobilisasi, stress,
ansietas.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berangsur-angsur
berkurang dengan kriteria :
1) Wajah tidak meringis lagi
2) Nampak tenang
Tabel 3. Intervensi dan Rasional : Nyeri
Intervensi Rasional
1. Pertahankan imobilisasi pada
bagian yang sakit dengan tirah
baring, gips, pembebat, traksi.
2. Tinggikan dan dukung
ekstremitas yan terkena.
3. Hindari penggunaan seprei /
bantal plastik dibawah
ekstremitas dalam gips.
4. Tinggikan penutup tempat tidur,
pertahan linen tebuka pad ibu jari
kaki.
5. Evaluasi keluhan nyeri / ketidak-
nyaman, perhatikan lokasi dan
karakteristik termasuk intensitas
(skala 0 – 10).
6. Dorong pasien untuk
mendiskusikan masalah
sehubungan dengan cedera.
7. Berikan alternatif tindakan
kenya-man, contoh pijatan,
pijatan pung-gung, perubahan
posisi.
8. Dorong menggunakan
menajemen stress contohnya
relaksasi progresif, latihan napas
dalam, imajinasi visualisasi dan
1. Menghilangkan nyeri dan mencegah
kesalahan posisi tulang / tegangan
jaringan yang cedera.
2. Meningkatkan aliran balik vena,
menurunkan edema dan menurunkan
nyeri.
3. Dapat meningkatkan ketidaknyama-
nan karena peningkatan produksi
panas dalam gips yang kering.
4. Mempertahankan kehangatan tubuh
tanpa ketidaknyamanan karena
tekanan selimut pada bagian yang
sakit.
5. Mempengaruhi pilihan / pengawasan
keefektifan intervensi.
6. Membantu untuk menghilangkan
ansietas. Pasien dapat merasakan
kebutuhan untuk menghilangkan
pengalaman kecelakaan.
7. Meningkatkan sirkulasi umum,
menurunkan tekanan area lokal dan
kelelahan otot.
8. Memfokuskan kembali perhatian,
meningkatkan rasa kontrol, dan
dapat meningkatkan kemampuan
koping dalam menajemen nyeri,
yang mungkin menetap untuk
61. 47
sentuhan terapeutik.
9. Identifikasi aktivitas terapeutik
yang tepat untuk usia pasien,
kemampuan fisik dan
penampilan peribadi.
10. Lakukan kompres dingin 24 – 48
jam pertama dan sesuai
keperluan.
11. Kolaborasi pemberian obat
analgetik.
periode lebih lama.
9. Mencegah kebosanan, menurunkan
tegangan dan dapat meningkatkan
kekuatan otot, dapat meningkatkan
harga diri dan kemampuan koping.
10. Menurunkan edema / pembentukan
hematom, menurunkan sensasi
nyeri.
11. Analgetik berfungsi untuk memblok
reseptor saraf nyeri sehingga nyeri
tidak dipersepsikan.
Sumber : (Doengoes 2000).
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler : Nyeri/ ketidaknyamanan, terapi restriktif (imobilisasi
tungkai).
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan klien akan mempertahankan
mobilisasi pada tingkat lebih tinggi dengan kriteria :
1) Menyatakan ketidaknyamanan hilang
2) Pada daerah fraktur bisa berfungsi lagi
Tabel 4. Intervensi dan Rasional : Kerusakan Mobilitas Fisik
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat imobilisasi yang
di-hasilkan oleh cedera /
pengobatan dan perhatian
pasien terhadap imobilisasi.
2. Instruksikan pasien untuk /
bantu dalam rentang gerak
pasien / aktif pada
ekstremitas yang sakit dan
yang tak sakit.
3. Dorong latihan isometrik
mulai dengan tungkai yang
tak sakit.
4. Berikan papan kaki, bebat
perge-langan, gulungan
trokanter / tangan yang
sesuai.
5. Tempatkan dalam posisi
terlen-tang secara periodik,
bila traksi digunakan untuk
menstabilkan fraktur tungkai
1. Pasien mungkin dibatasi oleh panda-
ngan diri / persepsi diri tentang
keterbatasan fisik aktual, memerlukan
informasi / intervensi untuk mening-
katkan kemajuan kesehatan.
2. Meningkatkan aliran darah ke otot dan
tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi, mence-
gah kontraktur / atropi, dan resorpsi
kalsium karena tidak digunakan.
3. Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk
sendi atau menggerakan tungkai dan
membantu memperta-hankan kekuatan
dan massa otot.
4. Berguna dalam mempertahankan
fungsional ekstremitas, tangan / kaki
dan mencegah komplikasi contohnya
kontraktur / kaki jatuh.
5. Menurunkan resiko kontraktur flekasi
panggul.
62. 48
bawah.
6. Bantu / dorong perawatan diri
/ kebersihan contoh mandi.
7. Berikan / bantu dalam
mobilisasi dengan kursi roda,
tongkat sesegera mungkin.
Instruksikan keamanan dalam
menggunakan alat mobilitas.
8. Ubah posisi secara periodik
dan dorong untuk latihan
batuk / napas dalam.
6. Meningkatkan kekuatan otot dan
sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien
dalam situasi, meningkatkan kesehatan
diri langsung.
7. Mobilisasi dini menurunkan komp-
likasi tirah baring contoh plebitis dan
meningkatkan penyembuhan dan
normalisasi fungsi organ.
8. Mencegah / menurunkan insiden kom-
plikasi kulit / pernapasan (contohnya
dekobitus atelektasis, pneumonia)
Sumber : (Doengoes 2000).
c. Kerusakan integritas kulit (actual/resiko) berhubungan dengan cedara
tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi, kawat,
sekrup, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksudasi/secret dan
imobilisasi fisik.
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan tidak ada tanda-tanda kerusakan
integritas kulit dengan kriteria luka mulai sembuh.
Tabel 5. Intervensi dan Rasional : Kerusakan Integritas Kulit
Intervensi Rasional
1. Kaji daerah luka terbuka,
adanya benda asing,
perdarahan, perubahan
warna (kelabu, memutih).
2. Ubah posisi dengan sering.
3. Beri penguatan pada
balutan awal / penggantian
sesuai indikasi. Gunakan
teknik aseptik yang ketat.
4. Periksa luka secara teratur,
catat karakteristik dan
integritas kulit.
5. Biarkan terjadi kontak
antara luka dengan udara
sesegera mungkin atau usap
dengan kain kasa tipis
sesuai kebutuhan.
1. Memberikan informasi tentang sirku-lasi
kulit dan masalah yang disebab-kan oleh
alat dan atau pemasangan gips / bebat atau
traksi, atau pemben-tukan edema yang
membutuhkan intervensi medik lanjut.
2. Mengurangi tekanan konstan pada area
yang sama dan meminimalkan resiko
kerusakan kulit.
3. Melindungi luka dari perlukaan mekanis
dan kontaminasi, mencegah akumulasi
cairan yang dapat menyebabkan ekskoriasi.
4. Pengenalan akan adanya kegagalan proses
penyembuhan luka / berkem-bangnya
komplikasi secara dini dapat mencegah
terjadinya kondisi yang lebih buruk.
5. Membantu mengeringkan luka dan
memfasilitasi proses penyembuhan luka.
Sumber : (Doengoes 2000).
63. 49
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajang/
mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan menyatakan pemahaman
kondisi prognosis, dan pengobatan dengan kriteria :
1) Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan
alasan tindakan.
Tabel 6. Intervensi dan Rasional : Kurang Pengetahuan
Intervensi Rasional
1. Kaji ulang proses
penyekit, prosedur
pembedahan.
2. Dorong memilih tidur
dan aktivitas.
3. Kaji ulang perawatan
luka.
4. Identifikasi
kewaspadaan
perdarahan.
1. Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien
dapat membuat pilihan informasi.
2. Mengubah energi untuk penyembuhan dan
mencegah kelelahan yang dapat meningkatkan
resiko cedera / jatuh.
3. Meningkatkan kemandirian pada perawatan
diri, menurunkan resiko komplikasi.
4. Menurunkan resiko perdarahan karena terapi
atau tindakan pembedahan.
Sumber : (Doengoes 2000).
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
ketahanan primer : Kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajang pada
lingkungan, prosedur invasif traksi tulang.
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan terjadinya infeksi dengan kriteria :
1) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen
atau eritema, dan demam.
64. 50
Tabel 7. Intervensi dan Rasional : Resiko Tinggi Infeksi
Intervensi Rasional
1. Catat adanya tanda-
tanda infeksi,
pertahankankan
tindakan sterilisasi dan
prosedur / kebijakan
aseptik.
2. Uju kesterilan semua
peralatan.
3. Periksa kulit untuk
mengetahui adanya
infeksi yang terjadi.
4. Sediakan pembalut yang
steril.
5. Lakukan irigasi luka
yang banyak, misalnya
salin air, antibiotik, dan
anseptik.
1. Mengetahui adanya tanda-tanda infeksi
sehingga memudahkan dalam memilih
intervensi yang tepat.
2. Membantu mencegah terjadinya infeksi lebih
lanjut akibat peralatan yang tidak steril.
3. Gangguan pada integritas atau dekat dengan
lokasi operasi adalah sumber kontaminasi
luka. Menggunting / bercukur secara berhati-
hati adalah imperatif untuk mencegah abrasi
dan penorehan pada kulit.
4. Mencegah kontaminasi lingkungan pada luka
yang baru.
5. Dapat digunakan pada intraoperasi untuk
mengurangi jumlah bakteri pada lokasi dan
pembersihan luka debris, mis : tulang,
jaringan iskemik, kontaminan usus, toksin.
Sumber : (Doengoes 2000).
f. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler berhubungan dengan
penurunan/iterupsi aliran darah ; cedera vaskuler langsung, udema paru
berlebihan, pembentukan thrombus, hipovilemia.
Tujuan :
setelah diberi tindakan keperawatan tidak ada tanda-tanda disfungsi
neurovaskuler.
Tabel 8. Intervensi dan Rasional : Resiko Tinggi Terhadap Disfungsi
Neurovaskuler
Intervensi Rasional
1. Lepaskan perhiasan dari
ekstrimitas yang sakit
2. Kaji aliran kapiler, warna
kulit, dan kehangatan distal
pada fraktur
3. Lakukan pengkajian
neuromuskular, perhatikan
perubahan fungsi
motor/sensor
4. Kaji keluhan rasa terbakar
dibawah gips
5. Awasi posisi/lokasi cincin
penyokong bebat
6. Selidiki tanda iskemia
ekstrimitas tiba-tiba, contoh
1. Dapat membendung sirkulasi bila terjad
edema
2. Warna kulit putih menunjukkan
gangguan arterial. Sianosis di gangguan
vena
3. Gangguan perasaan kebas, kesemutan,
peningkatan nyeri terjadi bila sirkulasi
pada saraf tidak adekuat atau saraf rusak
4. Faktor ini disebabkan atau
mengidentifikasikan tekanan
jaringan/iskemia, menimbulkan
kerusakan atau nekrosis
5. Alat traksi dapat menyebabkan tekanan
pada pembuluh darah/saraf, terutama
pada aksila dan lipat paha.
65. 51
peniurunan suhu kulit, dan
peningkatan nyeri
7. Dorong pasien untuk
melakukan ambulasi sesegera
mungkin
8. Awasi tanda vital.
6. Dislokasi fraktur sendi (khususnya lutut)
dapat menyebabkan kerusakan arteri
yang berdekatan, dengan akibat
hilangnya aliran darah ke distal
7. Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan
pengumpulan darah khususnya pada
ekstrimitas bawah
8. Perubahan tanda-tanda vital
menunjukkan peningkatan sirkulasi
Sumber : (Doengoes 2000).
g. Resiko tinggi terhadap pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
aliran darah/emboli lemak, perubahan membran alveolar/kapiler
:intertisial udema paru, kongesti.
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan tidak menunjukkan terjadinya
gangguan pola napas.
Tabel 10. Intervensi dan Rasional : Resiko Tinggi Terhadap Pertukaran Gas
Intervensi Rasional
1. Awasi frekuensi pernafasan
dan upayanya. Perhatikan
stridor, penggunaan otot
bantu retraksi, terjadinya
sianosis sentral.
2. Auaskultasi bunyi nafas
perhatikan terjadinya ketidak
samaan
3. Atasi jaringan cedera/tulang
dengan lembut, khusunya
selama beberapa hari pertama
4. Bantu dalam latihan nafas
dalam
5. Observasi sputum untuk tanda
adanya darah.
1.Tarkipnea, dispnea, dan perubahan dalam
mental dan tanda dini insufisiensi
pernafasan dan mungkin hanya indikator
terjadinya emboli paru tahap awal
2.Perubahan dalam bunyi adventisius
menunjukan terjadinya komplikasi
pernafasan
3.Dapat mencegah terjadinya emboli lemak,
yang erat hubungannya dengan fraktur.
4.Menungkatkan ventilasi alveolar dan
perfusireposisi meningkatkan drimnage
sekret dan menurunkan kongesti pada area
dependen.
5.Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli
paru.
Sumber : (Doengoes 2000)
h. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan fraktur
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan pasien akan :
1. mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur
66. 52
2. menunjukan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi
fraktur
Tabel 11. Intervensi dan Rasional: Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan
dengan fraktur
Intervensi Rasional
1. Pertahankan cara baring
/ekstremitas sesuai
indikasi
2. Letakan papan dibawah
tempat tidur atau
tempatkan pasien pada
tempat tidur ortopedik
3. Sokong fraktur dengan
bantal atau gulungan
selimut, pertahankan
posissi netral padabagian
yang sakit dengan bantal
pasir.
4. Bantu letakan beban di
bawah roda tempat tidur
bila di indikasikan
5. Kaji ulang tahanan yang
mungkin timbul karena
terapi,contoh pergelangan
tidak menekuk atau
duduk dengan traksi buck
atau tidak memutar di
pergelangan dengan traksi
russel.
1. Meningkatkan stabilitas,menurunkan
kemungkinan gangguan posisi atau
penyembuhan
2. Tempat tidur lembut atau lentur dapat
membuat deformasi gips yang masih basah,
mematahkan gips yang sudah kering, atau
mempengaruhi dengan penarikan traksi.
3. Mencegah gerakan yang tidak perlu dan
perubahan-perubahan posisi yang tepat dari
bantal juga dapat mencegah tekanan
deformitas pada gips yang kering.
4. Membantu posisi tepat pasien dan fungsi
traksi dengan memberikan keseimbangan
timbal balik.
5. Mempertahankan interaksi tarikan traksi.
Sumber : (Doengoes 2001)
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan mencakup
peningkatan kesehatan (Nursalam, 2013)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
67. 53
rencana intervensi, dan implementasinya. Tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan (Nursalam, 2013).
Sistem penulisan ini dapat menggunakan system SOAP atau model
dokumentasi lainnya (Nursalam, 2013).
S : Respon subjektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
O : Respon objektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan data objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau ada masalah
baru.
P : Perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon.
68. 54
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. LAPORAN KASUS
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Biodata
a) Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 39 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Alamat : Garut
Suku / bangsa : Sunda / Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal masuk : 26-02-2016
Tanggal pengkajian : 01-03-2016
Dx. Medis : Post Debridement POD IV a/i
Fraktur Tibia Fibula Dextra
No. Register : 000151413
69. 55
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. D
Usia : 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Kawin
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan klien : Istri Klien
Alamat : Garut
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
(1) Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit
Pada saat di lakukan pengkajian pada tanggal 01-03-2016
klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit, klien
mengalami kecelakaan lalu lintas akibat tertabrak mobil dan
tidak sadarkan diri beberapa menit, klien lansung di bawah
ke Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung
untuk mendapatkan tindakan/perawatan.
(2) Keluhan Utama : Nyeri
(3) Riwayat Keluhan Utama
Pada saat di lakukan pengkajian pada tanggal 01-03-2016
klien mengeluh nyeri yang disebabkan oleh luka bekas
operasi, sifat nyeri seperti tersayat benda tajam, yang
dirasakan secara hilang timbul, pada daerah betis kanan,
70. 56
Skala nyeri yang dirasakan 6 (0-10), ekspresi wajah
meringis saat nyeri, nyeri bertambah saat klien
bergerak/beraktivitas dan berkurang saat klien istrahat/tidak
beraktivitas.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
(1) Klien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
(2) Klien tidak pernah mengalami kecelakaan lalulintas.
(3) Klien tidak alergi terhadap makanan ataupun jenis alergi
lainnya.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
(1) Klien mangatakan tidak ada yang menderita penyakit yang
sama dalam keluarga.
(2) Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keturunan
dalam keluarga
(3) Genogram..
?
?
39
?
?
??
?
?
??
?
35
5
71. 57
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
? : Usia tidak dikaji
: Klien
-------- : Tinggal serumah
X : Meninggal
: Garis keturunan
Bagan 2 : Genogram 3 generasi
3) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : lemah
b) Kesadaran : Compos Mentis (E4 M6 V5)
c) Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36,5 0
C
Pernapasan : 22 x/menit
d) Berat badan dan tinggi badan
BB : 54 kg
TB : 165 cm
Indeks Masa Tubuh
IMT = ( , )
= 23 kg/m
72. 58
Jadi IMT / klien adalah 23 kg/m (normal).
e) Pemeriksaan Fisik Persistem
(1) Sistem Pernapasan
Bentuk hidung simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung,
bentuk dada normal dengan perbandingan diameter anterior
posterior : transversal 1 : 2, pergerakan dada simetris, tidak
terdapat retraksi dinding dada, tidak ada penggunaan otot-
otot pernapasan, napas teratur, frekuensi pernapasan 22
x/menit, vokal fremitus teraba sama antara kiri dan kanan
pada saat klien mengatakan tujuh-tujuh, saat diperkusi suara
paru resonan, saat dilakukan auskultasi bunyi napas vasikuler
dan tidak terdengar bunyi napas tambahan.
(2) Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 82 x/menit,
konjungtiva merah mudah, tidak terdapat peninggian JVP,
CRT < 2 detik, akral teraba hangat dengan suhu 36,50
C,
irama jantung reguler, bunyi jantung murni S1 lup pada linea
midelavicula kiri ICS V dan linea sternal kanan ICS IV dan
bunyi jantung S2 dup pada linea sternal kiri dan kanan ICS II,
tidak terdengar bunyi jantung tambahan seperti mur-mur
ataupun gallops.
73. 59
(3) Sistem Pencernaan
Bentuk bibir simetris, keadaan gigi nampak kotor, tidak ada
karies gigi, nafsu makan baik, tidak memakai gigi palsu,
lidah berwarna merah muda dan dalam keadaan bersih dan
lembab, mulut nampak berbau, tidak terdapat lesi pada
mukosa mulut, bising usus 6 x/menit, tidak ada nyeri tekan
pada abdomen saat dilakukan palpasi, tidak terdapat
pembesaran hepar dan limfa, BAB lancar, klien minum
sekitar 1500 cc/hari, saat diperkusi terdengar bunyi timpani
pada abdomen.
(4) Sistem Perkemihan
Tidak ada pembesaran ginjal, tidak ada keluhan nyeri tekan,
BAK lancar, terpasang dower kateter, jumlah urine 1500 cc
/24 jam dalam urine bag.
(5) Sistem Musculoskeletal
(a) Ekstremitas Atas
Ekstremitas kanan dan kiri simetris, tidak terdapat
oedema, pada tangan kanan terpasang infus NaCl 0,9%
28 tetes/menit, pergerakan tangan bebas, kuku nampak
kotor, tidak terdapat nyeri tekan, CRT < 2 detik, kekuatan
otot 5/5.
74. 60
(b) Ekstremitas Bawah
Ekstremitas kanan dan kiri simetris, tampak terpasang
pen pada kaki kanan. Kekuatan otot 5/1, klien
mengatakan kaki kanan susah digerakan, nyeri tekan
pada betis kanan.
(6) Sistem Integumen
Warna kulit sawo matang, rambut klien nampak kusam dan
berminyak, rambut berwarna hitam, selama masuk dirumah
sakit belum pernah mandi hanya dilap basah, distribusi
rambut merata, rambut mudah rontok, akral teraba hangat,
suhu tubuh 36,5 0
C, terdapat nyeri tekan pada daerah
disekitar luka, tampak luka masih basah dengan panjang
±8 cm, kemerahan, dan tertutup verban.
(7) Sistem Endokrin
Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid.
(8) Sistem Reproduksi
Pada daerah genitalia tidak dilakukan pengkajian.
(9) Sistem Persarafan
(a) Test Fungsi Cerebrum
i. Tingkat Kesadaran
Compos mentis, GCS 15 (Eye : terbuka spontan 4 ;
Motorik : mengikuti perintah ketika disuruh
mengangkat tangan 6 : Verbal : oriented 5).
75. 61
ii. Status Mental
Status mental klien jelas, klien dapat berkomunikasi
dengan baik dan dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh perawat.
iii. Pengkajian Bicara
Bicara jelas, klien dapat berkomunikasi dengan baik
dan dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
perawat.
(b) Tes Nervus Kranial
i. Nervus 1 (Olfaktorius)
Klien dapat mencium dan membedakan bau minyak
kayu putih dan kopi dengan mata klien dipejamkan
dan salah satu lubang hidung klien ditutup.
ii. Nervus II (Optikus)
Klien dapat membaca papan nama perawat pada
jarak + 80 cm tanpa menggunakan kaca mata. Lapang
pandang klien baik, ketika klien dapat melihat jari
perawat saat perawat mengarakan jari dari saping ke
tengah atau dari tengah ke samping.
iii. Nervus III, IV dan VI (Okulomotorius, khoklearis,
abdusen).
Pupil isokor, reaksi pupil terhadap cahaya kontriksi
+/+ ketika disinari dengan menggunakan penlight,
76. 62
kedudukan bola mata simetris dan tidak menonjol,
tidak terdapat strabismus, gerak bola mata kesegala
arah ketika diuji dengan menggunakan pulpen yang
digerakan kelateral, medial, atas dan bawah.
iv. Nervus V (Trigeminus)
Ketika disuru merapatkan gigi dengan kuat, teraba
otot masseter dan otot temporalis.
v. Nervus VII (Fasialis)
Klien dapat mengangkat alis dan mengerutkan dahi,
klien dapat memejamkan mata dan menyeringai, klien
dapat merasakan pilinan kapas yang diusapkan ke
daerah pipi dan kelopak mata klien.
vi. Nervus VIII (Akustikus)
Klien disuruh tutup mata, kemudian klien disuruh
mendengarkan remasan kertas ditelinga kanan dan
kiri, klien dapat mendengarkan pada jarak + 15 cm.
vii. Nervus IX dan X (Glosopharingeus dan Vagus)
Pada saat disuru mengucapkan “Aaaa….” suara klien
jelas, uvula klien terletak ditengah, ini terlihat pada
saat klien disuru membuka mulutnya.
77. 63
viii. Nervus XI (Aksesorius)
Klien dapat menoleh ke kanan dan ke kiri dengan
mengikuti tangan perawat.
ix. Nervus XII (Hipoglosus)
Pada saat klien disuruh membuka mulut dan
menjulurkan lidah ke segala arah, klien dapat
melakukannya, lidah klien tidak atrofi.
(c) Pemeriksaan Fungsi Sensori
Klien dapat merasakan usapan atau sentuhan pilinan
kapas di daerah pipi, kelopak mata, dan dahi klien.
(d) Pemeriksaan Refleks
Refleks tendon ekstremitas atas : Trisep +/+, bisep +/+
Refleks tendon ekstremitas bawah sebelah kanan : tidak
dilakukan pemeriksaan disebabkan nyeri dirasakan klien
pada saat bergerak.
(10). Sistem Panca Indera
(1) Mata
Bentuk mata simetris, sklera ikteris, tidak ada gangguan
penglihatan.
(2) Hidung
Tidak terdapat lendir, tidak ada gangguan penciuman serta
klien dapat membedakan bau kopi dan alkohol.
78. 64
(3) Lidah
Lidah nampak bersih, pergerakan lidah baik, serta klien
dapat merasakan rasa manis, asin dan pahit.
(4) Pendengaran / Telinga
Bentuk telinga simetris, tidak terdapat gangguan
pendengaran.
(5) Kulit
Kulit nampak kotor, tidak ada moonfice, tidak ada
pembengkakan periorbital, serta klien dapat merasakan
sensasi tajam dan sentuhan.
(11). Sistem imun
Tidak ada pembesaran pada kelenjar limfe dan tidak ada
tekan di daerah kelenjar limfe.
2) Pola Aktivitas Sehari-hari
Tabel 12. Pola Aktivitas Sehari - hari
a) Nutrisi
Sebelum sakit Saat sakit
Makan :
(1). Pola makan : teratur, porsi makan
dihabiskan
(2). Frekuensi makan: 3 kali perhari
(3). Jenis makanan : nasi, lauk pauk
dan sayuran.
(4). Keluhan : tidak ada
Minum :
1) Pantangan : tidak ada pantangan
2) Intake cairan perhari : 7 – 8 gelas
perhari
3) Jenis cairan : air putih dan susu
4) Keluhan : Tidak ada
Makan :
(1) Pola makan : teratur, porsi
makan dihabiskan
(2) Frekuensi makan : 3 kali perhari
(3) Jenis makanan: bubur, lauk pauk
dan sayuran
(4) Keluhan : tidak ada
Minum :
(1) Intake cairan perhari 6-7
gelas/hari
(2) Jenis cairan : air putih dan cairan
infus NaCl 0,9% 20 tetes/menit
(3) Keluhan : tidak ada
b) Pola eliminasi
Sebelum sakit Saat sakit
BAK :
(1) Frekuensi BAK/hari : 4-5 kali/hari
(2) .Warna urine : kuning jernih
(3) .Bau : amoniak
(4) Keluhan : Tidak ada
BAK :
(1)...terpasang dower kateter dengan
jumlah urine 1500 cc/24 jam
dalam urine bag.
(2)...Warna urine : kuning.
79. 65
BAB :
(1) .Frekuensi BAB: 1 kali sehari
(2) .Konsistensi : lunak
(3) .Warna feses : kuning
(4) Bau : bau khas feses
(5) Keluhan : tidak ada
(3)...Bau : amoniak
(4) Keluhan : tidak ada
BAB :
(1)...Frekuensi BAB : 1 kali sehari
(2)...Konsistensi : lunak
(3)...Warna feses : kuning
(4)...Bau : bau khas feses
(5) Keluhan : Tidak ada
c) Personal hygiene
Sebelum sakit Saat sakit
(1)..Frekuensi mandi : 2 kali
sehari
(2).Frekuensi cuci rambut : 2 kali
perminggu
(3).Frekuensi gosok gigi : 3 kali sehari
(4).Frekuensi potong kuku : 1
kali perminggu
(5) keluhan : tidak ada
(1) 1 X seminggu dengan hanya
menggunakan waslap.
(2) 1 X seminggu
(3) belum pernah
(4) belum pernah
(5) Keluhan :
Klien mengatakan selama di rumah
sakit klien belum pernah mandi
hanya dilap basah saja, dan selama
dirawat dirumah sakit hanya sekali
cuci rambut, belum pernah gosok
gigi, belum pernah potong kuku.
d) Gangguan istirahat tidur
Sebelum sakit Saat sakit
(1) .Kebiasaan tidur siang : pukul
13.00 – 16.00
(2) .Kebiasaan tidur malam :
pukul 21.00 – 06.00
(3) keluhan : tidak ada
(1) tidur siang pukul 13.00-16.00
(2) tidur malam pukul 20.00-06.00
(3) keluhan : tidak ada
e) Pola aktivitas
Sebelum sakit Saat sakit
klien mengatakan klien adalah seorang
wiraswasta dan tidak ada keterbatasan
dalam bergerak.
Keluhan : tidak ada
Tampak aktivitas klien di bantu oleh
perawat dan keluarga.
Keluhan :
Klien mengatakan bahwa selama
berada di rumah sakit aktivitasnya di
bantu oleh keluarga dan perawat.
2) Keadaan psikologi
(a) Klien mengatakan cemas dengan keadaannya
(b) klien sering bertanya tentang proses pengobatannya.
(c) Klien berharap agar cepat sembuh.
80. 66
3) Pola Interaksi Sosial
a) Klien mudah bergaul dengan orang-orang dilingkungan tempat
tinggalnya.
b) Hubungan antara klien dengan keluarga baik.
c) Orang terdekat klien adalah orang tua dan istri.
4) Data Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Tabel 13. Pemeriksaan laboratorium ( tanggal 11 maret 2016)
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
1. I. Hematologi
* PT.INR
Masa prothroinbin
(PT)
INR
APTT
* Darah rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
13.1
0.99
11,8
36
9000
4,15
308.000
11.1 – 15.1
0.83-1.16
12-16
35-47
4400-11300
3,6-5,8
15.000-450.000
Detik
Detik
g/dl%
%
/mm³
Juta/ul
/mm3
2 * Indeks Eritrosit
MCU
McH
McHc
82.4
25.5
30.9
80-100
26-34
32-36
Fl
Pg
%
5) Perawatan dan Pengobatan
(a) Perawatan
1) Observasi TTV
2) Perawatan luka 2 kali sehari
(b) Pengobatan
1) IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit
2) Ranitidin 50 mg tiap 12 jam / IV
81. 67
3) Ketorolac 30 mg tiap 12 jam / IV
4) Cefazolin 1000 mg tiap 12 jam / IV.
b. Pengelompokan Data
1) Data Subjektif
a) Klien mengeluh nyeri pada betis kanan
b) Klien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul.
c) Klien mengatakan susah melakukan aktifitas.
d) Klien mengatakan bahwa selama berada di rumah sakit
aktifitasnya di bantu oleh keluarga dan perawat
e) Klien mengatakan bahwa selama berada di rumah sakit klien
belum pernah mandi, hanya di lap saja dan 1 kali, belum pernah
keramas dan potong kuku.
f) Klien mengatakan cemas dengan keadaannya.
g) Klien sering bertanya tantang proses pengobatannya.
2) Data Objektif
a) Ekspresi wajah meringis.
b) Skala nyeri 6 (0-10 ).
c) Nyeri tekan pada betis kanan.
d) Klien mengatakan kaki kanan susah digerakan.
e) Keadaan umum lemah.
f) Tampak aktivitas dibantu oleh keluarga dan perawat.
g) Tampak terpasang pen pada kaki kanan
h) Kekuatan otot 5/1.
82. 68
i) Penampilan klien nampak kotor.
j) Kuku klien nampak panjang dan kotor.
k) Rambut nampak kusam dan berminyak.
l) Keadaan gigi nampak kotor dan mulut berbau
m)Klien nampak cemas.
n) Nampak luka masih basah kemerahan dengan panjang ± 8 cm
dan tertutup verban.
o) Lab : Leukosit 9000/mm³
c. Analisa Data
Tabel 14. Analisa Data
No. Simptom Etiologi Problem
1 DS :
a. Klien mengeluh nyeri
pada betis kanan.
b. Klien mengatakan nyeri
yang dirasakan hilang
timbul.
DO :
a. Ekspresi wajah meringis
b. Skala nyeri 6 (0-10).
c. Nyeri tekan pada betis
kanan.
Post Debridement
Terputusnya kontinuitas
jaringan tulang
Pelepasan zat – zat kimia
seperti bradikinin, histamin,
dan serotonin
Merangsang saraf perifer
dihantarkan ke jalur korda
spinalis
Dihantarkan ke jalur
Spinothalamic traet (STT)
Diteruskan ke medulla
spinalis
Thalamus
Korteks serebri
Nyeri di persepsikan
Nyeri
2 DS:
a. Klien mengatakan kaki
kanan susah digerakan.
b. Klien mengatakan nyeri
Post Debridement
Terputusnya kontinuitas
Gangguan
mobilitas fisik
83. 69
bertambah saat
melakukan aktifitas.
c. Klien mengatakan susah
melakukan aktifitas.
d. Klien mengatakan selama
di RS aktifitas di bantu
oleh perawat dan keluarga
DO :
a. Keadaan umum lemah
b. Tampak aktifitas dibantu
oleh keluarga dan
perawat.
c. Tampak terpasang pen
pada betis kanan.
d. Kekuatan otot 5/1.
jaringan akibat trauma
eksternal
Nyeri
Bertambah bila bergerak
Terjadi pembatasan gerak
Pergerakan tidak maksimum
Gangguan mobilitas fisik
3 DS :
a. Klien mengatakan bahwa
selama berada di rumah
sakit klien belum pernah
mandi, hanya di lap saja
dan 1 kali, belum pernah
keramas dan potong kuku
DO :
a. Kulit nampak kotor.
b. Rambut nampak kusam
dan berminyak.
c. Gigi nampak kotor dan
berbau.
d. Kuku klien nampak
panjang dan kotor
Post Debridement
Nyeri
Bertambah bila bergerak
Terjadi pembatasan gerak
Pergerakan tidak maksimum
Ketidakmampuan dalam
melakukan perawatan diri
Defisit perawatan diri.
Defisit
perawatan diri
4 Ds :
a. Klien mengatakan cemas
dengan keadaannya.
b. Klien sering bertanya
tentang proses
pengobatannya
Do :
a. Klien nampak cemas.
Post Debridement
Adanya perubahan status
kesehatan
Kurangnya pengetahuan
tentang penyakit yang di
alami
Stress psikologis
Ansietas
Ansietas
5 DS :
DO :
a. Nampak luka masih
basah kemerahan dengan
panjang ± 8 cm dan
tertutup verban
b. Suhu : 36,50
C
c. Laboratorium..: leukosit
9000 mm3
Post Debridement
Terputusnya kontinuitas
jaringan
Kerusakan pelindung kulit
primer
Kecenderungan
mikroorganisme untuk
berkembang biak
Resiko tinggi
infeksi
84. 70
Portal of entry
Resiko tinggi infeksi
Sumber : Hasil Analisa Data Primer.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan akibat Tindakan debridement ditandai
dengan :
DS :
1) Klien mengeluh nyeri pada betis kanan.
2) Klien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul.
DO :
1) .Ekspresi wajah meringis
2) Skala nyeri 6 (0-10).
3) Nyeri tekan pada betis kanan.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri kerusakan
gerakan sendi ditandai dengan :
DS:
1) Klien mengatakan kaki kanan susah digerakan.
2) Klien mengatakan nyeri bertambah saat melakukan aktifitas.
3) Klien mengatakan susah melakukan aktifitas.
4) Klien mengatakan selama di RS aktifitas di bantu oleh perawat dan
keluarga
DO :
1) Keadaan umum lemah
2) Tampak aktifitas dibantu oleh keluarga dan perawat.
85. 71
3) Tampak terpasang pen pada betis kanan.
4) Kekuatan otot 5/1.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan rentang gerak
yang ditandai dengan :
DS :
1) Klien mengatakan bahwa selama berada di rumah sakit klien belum
pernah mandi, hanya di lap saja dan 1 kali, belum pernah keramas
dan potong kuku
DO :
1) Kulit nampak kotor.
2) Rambut nampak kusam dan berminyak.
3) Gigi nampak kotor dan mulut berbau
4) Kuku klien nampak panjang dan kotor
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ditandai
dengan :
DS :
1) Klien mengatakan cemas dengan keadaannya.
2) Klien sering bertanya tentang proses pengobatannya
DO :
1) Klien nampak cemas.
e. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka post
operasi yang ditandai dengan :
DS : -
86. 72
DO :
1) Nampak luka masih basah kemerahan dengan panjang ± 8 cm dan
tertutup verban
2) Suhu 36,50
C
3) Laboratorium..: leukosit 9000 mm3
87. 73
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Nama : Tn. A Tanggal masuk : 26 Februari 2016
Umur : 39 Tahun Tanggal pengkajian : 01 Maret 2016
Jenis kelamin : Laki-Laki No. Register : 000151413
Alamat : Garut Diagnosa : Fraktur Tibia Fibula Post
Debridement
Tabel 15. Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1 2 3 4 5
1. Nyeri berhubungan dengan akibat
tindakan debridement ditandai dengan :
DS :
a. Klien mengeluh nyeri pada betis
kanan.
b. Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan hilang timbul.
DO :
a. Ekspresi wajah meringis
b. Skala nyeri 6 (0-10).
c. Nyeri tekan padabetis kanan.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 4 hari
nyeri teratasi dengan
kriteria :
a. Ekspresi wajah nampak
rileks
b. Skala nyeri 0 (0-10)
c. Tidak ada nyeri tekan
1. Catat lokasi dan intensitas
nyeri.
2. Beri posisi yang nyaman
3. Ajarkan teknik relaksasi
dan distraksi pada klien jika
mengalami nyeri.
4. Lanjutkan program dalam
pemberian obat analgetik.
1. Membantu dalam evaluasi
kebutuhan dan keefektifan
intervensi.
2. Untuk mengurangi rasa nyeri
3. Dapat mengalihkan perhatian
klien terhadap nyeri.
4. Obat analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri kerusakan gerakan sendi
ditandai dengan :
DS :
a. Klien mengatakan kaki kanan susah
digerakan.
b. Klien mengatakan nyeri bertambah
saat melakukan aktifitas.
Tujuan :
Setelah diberi tindakan
keperawatan selama 4 hari
gangguan mobilitas fisik
teratasi dengan kriteria :
a. Klien dapat beraktifitas
secara mandiri.
b. Kekuatan otot normal
1. Observasi tingkat
kemampuan mobilitas
klien.
2. Bantu klien dalam
memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari.
3. Bantu klien melakukan
gerakan-gerakan sendi
1. Untuk menentukan tingkat
aktivitas dan bantuan yang
diberikan.
2. Bantuan yang diberikan
mampu memenuhi kebutuhan
aktivitasnya.
3. Mempertahankan fungsi sendi
dan mencegah penurunan
88. 74
c. Klien mengatakan susah melakukan
aktifitas.
d. Klien mengatakan selama di RS
aktifitas di bantu oleh perawat dan
keluarga
DO :
a. Keadaan umum lemah
b. Tampak aktifitas dibantu oleh
keluarga dan perawat.
c. Tampak terpasang pen pada betis
kanan.
a. Kekuatan otot 5/1.
5/5. secara aktif.
4. Anjurkan keluarga klien
untuk turut membantu
melatih dan memberikan
motivasi kepada klien.
tonus dan kekuatan otot serta
mencegah kontraktur.
4. Keterlibatan keluarga sangat
berarti dalam memberikan
dukungan moril klien
sehingga klien akan optimis
dalam keterbatasanya.
3. Defisit perawatan diri berhubungan
dengan kelemahan yang ditandai dengan
:
DS :
a. Klien mengatakan bahwa selama
berada di rumah sakit klien belum
pernah mandi, hanya di lap saja dan 1
kali, belum pernah keramas dan
potong kuku
DO :
a. Kulit nampak kotor.
b. Rambut nampak kusam dan
berminyak.
c. Gigi nampak kotor dan mulut berbau
d. Kuku klien nampak panjang dan
kotor
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 4 hari
defisit perawatan diri
teratasi dengan kriteria :
a. Penampilan klien rapi
dan bersih.
b. Dapat melakukan
perawatan diri secara
mandiri.
c. Rambut tampak bersih.
d. Gigi nampak bersih
dan mulut tidak berbau
e. Kuku bersih dan
pendek.
1. Kaji hambatan terhadap
partisipasi dalam perawatan
diri. Identifikasi atau
rencana untuk
memodifikasi lingkungan.
2. Berikan HE pada klien dan
keluarga akan pentingnya
perawatan diri.
3. Bantu klien dalam
melakukan perawatan diri
seperti mandi, keramas dan
memotong kuku bila
panjang serta lakukan
perawatan oral higiene.
4. Anjurkan keluarga klien
untuk membantu aktivitas
perawatan diri klien sampai
klien bisa melakukan secara
mandiri.
1. Mengetahui sejauh mana klien
dapat melakukan perawatan
diri sehingga perawat dapat
membuat intervensi yang dapat
membantu dalam penentuan
selanjutnya.
2. Membantu menambah
pengetahuan klien akan
pentingnya perawatan diri
selama proses penyem-buhan
klien.
3. Membantu memenuhi
kebutuhan akan perawatan diri
selama proses penyembuhan
klien.
4. Keterlibatan keluarga
merupakan support bagi klien
sehingga klien mau untuk ikut
serta dalam perawatan diri
sampai klien bisa melakukan
secara mandiri.