1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. R DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERKEMIHAN : CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
DI RUANG FRESIA II RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan
Program Diploma III Keperawatan Pada Akademi Keperawatan
Pemerintah Kabupaten Muna
Disusun Oleh :
BATLYOL LADISLAUS JOHANIS
NIM : 13.13.1094
PEMERINTAH KABUPATEN MUNA
AKADEMI KEPERAWATAN
RAHA
2016
2. ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah yang berjudul:
“Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. R Dengan Gangguan Sistem Perkemihan
: Chronic Kidney Disease Di Ruang Fresia II Rumah Sakit Umum Pusat dr.
Hasan Sadikin Bandung”.
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dan dipertahankan di
hadapan dewan penguji.
Raha, 25 Juni 2016
Pembimbing
MUSRIANI, S. kep., Ns., M. kes
NIP. 19871123 201101 2 019
Mengetahui :
Direktur Akper Pemkab Muna
S A N T H Y, S. kep., Ns., M. kep
NIP.19800212 200312 2 006
3. iii
PEMERINTAH KABUPATEN MUNA
AKADEMI KEPERAWATAN
Jln. POROS RAHA-TAMPO KM.6 MOTEWE TELP. 0403-22945
HALAMAN PENGESAHAN
Karya tulis ilmiah ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada Tanggal 30 Juni 2016
Dewan Penguji
1. Musriani, S.Kep., Ns., M.Kes (………………………….)
2. Yataba, S.Kep., Ns., M.kes (……………………….....)
3. Mursalin, SKM., M.Kes (……………………….....)
Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan pada Akademi Keperawatan
Pemerintah Kabupaten Muna
Tanggal 30 Juni 2016
Direktur Akper Pemkab Muna
S A N T H Y, S. Kep., Ns., M.Kep
NIP.19800212 200312 2 006
4. iv
ABSTRAK
Latar belakang, Menurut catatan medical record Ruang Fresia II RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
dalam kurun waktu 1 tahun 2 bulan yaitu periode Januari sampai dengan Desember 2015 dan Januari
sampai dengan Februari 2016 didapatkan bahwa kasus Chronic Kidney Disease (CKD) menempati
urutan kedua atau terdapat 98 (9,12%) kasus dari 1074 kasus penyakit. Penyakit Chronic Kidney
Disease (CKD) merupakan masalah yang sangat memerlukan perhatian dan penatalaksanaan yang
sangat komprehensif dan intesif bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan
keperawatan.
Tujuan, Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas
dan nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system perkemihan :
Chronic Kidney Disease (CKD) dengan pendekatan proses keperawatan dimulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Metode Telaahan, Metode yang digunakan dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini yaitu metode
analisis deskriptif melalui studi kasus berdasarkan pendekatan proses keperawatan dengan tehnik
pengumpulan data melalui wawancara, observasi, studi dokumentasi, studi kepustakan dan pemeriksaan
fisik.
Hasil, Pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Ny. R mulai tanggal 19 – 22 Februari 2016 di
Ruang Fresia II RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung ditemukan tiga diagnosa keperawatan yaitu nyeri,,
perubahan pola nutrisi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan intoleransi aktivitas. Setelah dilakukan
evaluasi selama 3 hari dari tiga diagnosa keperawatan atau masalah yang ditemukan, belum ada
masalah yang teratasi, tetapi masalah keperawatan tersebut sudah menunjukan perubahan yang baik.
Hal ini terjadi karena masalah keperawatan membutuhkan waktu yang berbeda-beda dalam proses
penyembuhan.
Kesimpulan, Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease
(CKD) perawat harus menerapkan proses keperawatan secara proaktif dan meningkatkan frekuensi
kontak dengan klien serta dalam melaksanakan asuhan keperawatan diperlukan adanya
pendokumentasian yang dicatat dalam status kesehatan klien dan diperlukan adanya kerjasama yang
baik dengan tim kesehatan lainnya.
5. v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Karya tulis ini berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien Ny. R dengan
Gangguan Sistem Perkemihan : Chronic Kidney Disease di Ruang Fresia II RSUP dr.
Hasan Sadikin Bandung” disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Program Pendidikan Diploma III Keperawatan pada Akper Pemkab Muna.
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
bimbingan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sangat mendalam kepada :
1. Ibu dr. Hj. Ayi Djembarsari, MARS, selaku Direktur Utama Rumah Sakit Umum
Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung yang telah memberikan waktu dan kesempatan
untuk praktek dan melaksanakan ujian praktek klinik keperawatan di Rumah Sakit
Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung.
2. Ibu Santhy, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Direktur Akper Pemkab Muna yang telah
memberikan waktu dan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di
kampusAkper Pemkab Muna.
3. Bapak Yayan Karyana, S.Kep., selaku penguji lahan ujian praktek di Ruang Fresia
Lantai II Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung dan juga selaku
CI ruangan, yang telah memberikan petunjuk dan nasehat serta kerjasama dalam
melaksanakan asuhan keperawatan yang dipimpinnya.
4. Bapak Yataba, S.Kep., Ns., Mkes, selaku penguji institusi ujian praktek di Ruang
Fresia Lantai II Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung.
5. Ibu Musriani, S.Kep., Ns., M.kes selaku pembimbing dalam penulisan karya tulis
ilmiah ini yang telah meluangkan banyak waktu dan pemikiran sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
6. Seluruh Staf dan Dosen Akper Pemkab Muna yang telah memberikan dukungan
dan bantuan serta kerja sama dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini.
6. vi
7. Klien Ny. R dan keluarganya yang telah senang hati menerima penulis untuk
mengadakan studi kasus berupa pelaksanaan asuhan keperawatan dalam rangka
menyusun Karya Tulis Ilmiah.
8. Sahabat-sahabatku, rekan-rekan mahasiswa Akper Pemkab Muna angkatan XIII
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan
motivasinya dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih
banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun isinya. Olehnya itu, penulis
mengharapkan adanya masukan, baik kritik ataupun saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini, sehingga bermanfaat bagi dunia
keperawatan, amin.
Raha, 25 Juni 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................. ii
7. vii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL..................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................. 1
B. Ruang Lingkup Pembahasan ............................................. 4
C. Tujuan ............................................................................... 4
D. Manfaat ............................................................................. 5
E. Metode Telaahan ............................................................... 6
F. Waktu Pelaksanan ............................................................. 7
G. Tempat Pelaksanan ............................................................ 7
H. Sistematika Telaahan ........................................................ 7
BAB II TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN :
NEFROSTOMI CHRONIC KIDNEY DISEASE
A. Konsep Dasar .................................................................... 9
1. Pengertian .................................................................... 9
2. Anatomi dan Fisiologi.................................................. 10
3. Etiologi ........................................................................ 14
4. Patofisiologi.................................................................. 15
5. Tanda dan Gejala ........................................................ 17
6. Pemeriksaan Penunjang ............................................... 18
7. Penatalaksanaan Medis................................................. 19
8. Komplikasi.................................................................... 20
B. Tinjauan Teoritis Tentang Asuhan Keperawatan............... 20
1. Pengkajian.................................................................... 21
2. Diagnosa Keperawatan ............................................... 33
3. Perencanaan ................................................................. 34
8. viii
4. Implementasi ............................................................... 40
5. Evaluasi ....................................................................... 40
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Laporan Kasus.................................................................... 63
1. Pengkajian ................................................................... 63
2. Diagnosa Keperawatan ................................................ 81
3. Rencana Tindakan Keperawatan ................................. 84
4. Implementasi dan Evaluasi ......................................... 88
5. Catatan Perkembangan................................................. 92
B. Pembahasan ....................................................................... 102
1. Pengkajian ................................................................... 102
2. Diagnosa Keperawatan................................................ 114
3. Perencanaan................................................................. 117
4. Implementasi ............................................................... 118
5. Evaluasi ....................................................................... 119
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan ........................................................................ 122
B. Rekomendasi...................................................................... 124
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sepuluh penyakit besar yang dirawat di Ruang Fresia Lantai II
Halaman
9. ix
RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung .......................................... 3
Tabel 2. Pola aktivitas sehari-hari ....................................................... 73
Tabel 3. Hasil pemeriksaan laboratorium ............................................. 75
Tabel 4. Analisa data ............................................................................. 78
Tabel 5. Rencana tindakan keperawatan ............................................... 84
Tabel 6. Implementasi dan evaluasi ...................................................... 88
Tabel 7. Catatan perkembangan ............................................................ 92
DAFTAR GAMBAR
Halaman
10. x
Gambar 1. Anatomi ginjal tampak dari depan .......................................... 10
Gambar 2. Struktur makroskopis ginjal .................................................... 13
11. xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Satuan Acara Penyuluhan
Lampiran 2 : Materi
Lampiran 3 : Leaflet
Lampiran 4 : Lembar Konsul
Lampiran 5 : Riwayat Hidup
13. vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………... i
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………. iii
ABSTRAK………………………………………………………….……….. iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………… v
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… Vii
DAFTAR TABEL ……………….………………………………………….. Xi
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..
DAFTAR BAGAN …………………………………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..
MOTTO………………………………………………………………………
xii
xiii
xiv
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………..……………….………………….
B. Ruang Lingkup Pembahasan ………………….………………….……….
C. Tujuan ...................……………………......................................................
D. Manfaat .......................................................................................................
E. Metode Telaahan .........................................................................................
F. Waktu Pelaksanaan .....................................................................................
G. Tempat Pelaksanaan ..................................................................................
H. Sistematika Telaahan...................................................................................
1
4
4
5
6
7
8
8
BAB II TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN ANAK M
DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE
A. Konsep Dasar ............................………………………………………….
1. Pengertian ………………………………………………………….
2. Anatomi Fisiologi sistem pencernaan…….......……………………
10
10
11
14. viii
3. Etiologi …………………………………………………………….
4. Patofisiologi ………………………………………………………..
5. Tanda dan Gejala …………………………………………………..
6. Klasifikasi …………………………………………………………
7. Pemeriksaan Penunjang ……………………………………………
8. Penatalaksanaan Medis .……………………………………………
9. Komplikasi ………………………………………………………..
10. Penyimpangan KDM ………………………………………………
B. Tinjauan teoritis tentang asuhan keperawatan ...........…………………….
1. Pengkajian ………………………………………………………..
2. Diagnosa Keperawatan ……………………………………………
3. Perencanaan ..……………………………………………………..
4. Implementasi ……………………………………………………...
5. Evaluasi …………………………………………………………..
28
28
29
30
31
31
34
35
36
36
54
55
62
62
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Laporan Kasus …………………………………………………................
1. Pengkajian …………………………………………………………
a. Pengumpulan data ………………………………………….…
b. Klasifikasi data ………………………………………………..
c. Analisa data …………………………………………………...
d. Prioritas Masalah .……………………………………………..
2. Diagnosa keperawatan …………………………………………….
3. Perencanaan...............................…………………………………….
4. Implementasi dan evaluasi ………………………………………...
5. Catatan perkembangan ……………………………………………
B. Pembahasan
1. Pengkajian ………………………………………………………..
2. Diagnosa keperawatan …………………………………………….
64
64
64
83
85
87
89
92
96
101
110
110
113
15. ix
3. Perencanaan ……………………………………………………...
4. Implementasi ……………………………………………………..
5. Evaluasi …………………………………………………………..
117
118
119
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
121
123
A. Kesimpulan ...............................................................................................
B. Rekomendasi ..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
16. x
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Distribusi 10 Penyakit Terbesar di Gedung Kemuning Lantai II Ruang
Bedah Anak …………………………………………………………….
Klasifikasi Malformasi Anorektal,……………………………………...
Intervensi dan Rasional Nyeri Akut ……………………………….
Intervensi dan Rasional Integritas Kulit ………………………………..
Intervensi dan Rasional Nutrisi ………………………………………...
Intervensi dan Rasional Kurang Pengetahuan …………………………
Intervensi dan Rasional Resiko Terjadinya Infeksi …………………….
Riwayat Imunisasi ……………………………………………………...
Aktivitas Sehari – hari ………………………………………………….
Data Penunjang …………………………………………………………
Analisa Data ……………………………………………………………
Rencana Keperawatan ………………………………………………….
Implementasi dan Evaluasi ……………………………………………..
Catatan Perkembangan …………………………………………………
4
28
44
45
46
47
48
54
56
60
62
67
70
75
18. xii
DAFTAR BAGAN
Halaman
1. Penyimpangan KDM ……………………………………………………. 33
2. Genogram 3 Generasi ................................................................................ 68
19. xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
:
:
:
:
:
Rencana penyuluhan
Satuan acara penyuluhan
Materi penyuluhan
Leaflet
Lembar konsultasi
20. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan
oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh
kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan
upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya. Untuk
mewujudkan keberhasilan pembangunan kesehatan harus didukung oleh
pelayanan kesehatan yang komprehensif, termasuk pelayanan keperawatan.
(Kemenkes RI, 2015).
Derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai melalui
penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi
bangsa. Secara umum upaya kesehatan terdiri dari dua unsur utama yaitu upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Salah satu upaya
kesehatan masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak
menular. Berbagai jenis penyakit menular tertentu telah dapat diatasi, akan tetapi
dilain pihak timbul pula masalah baru yaitu meningkatnya penyakit tidak
menular. Perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat
21. 2
karena semakin tinggi frekuensi kejadiannya pada masyarakat, keadaan ini terjadi
di negara maju maupun di negara ekonomi rendah- (Rahayu, 2015).
Menurut WHO (World Health Organization) , pada tahun 2008 terdapat 57
juta kematian di dunia, dimana Proportional Mortality Rate (PMR) penyakit
tidak menular di dunia adalah sebesar 36 juta (63%). Balitbangkes (2008)
melaporkan bahwa PMR penyakit tidak menular di Indonesia pada tahun 2007
sebesar 59,5%. Gagal ginjal kronik merupakan salah satu contoh penykit tidak
menular (Rahayu, 2015).
CKD atau Penyakit ginjal kronik didefinisikan ginjal kehilangan
kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh
dalam keadaan asupan makanan normal. Penyakit ginjal kronik merupakan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron
(biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak revesible) (Price & Wilson,
2006).
Kematian biasanya disebabkan karena penyakit penybab, bukan gagal ginjal
itu sendiri. Progronis buruk pada pasien lanjut usia dan bila terdapat gagal organ
lain (Mansjoer, 2000).
Berdasarkan catatan Medical Record Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan
Sadikin Bandung, dalam kurun waktu 1 tahun 2 bulan yaitu periode Januari
sampai dengan Desember 2015 dan Januari sampai dengan Februari 2016, ada
sepuluh kasus terbanyak yaitu dapat dilihat pada tabel berikut:
22. 3
Tabel 1. Distribusi 10 Penyakit Terbesar di Ruang Fresia Lantai II Rumah Sakit Umum
Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung Peirode Bulan Januari-Desember 2015
No Jenis penyakit Jumlah Presentase (%)
1
2
3
Chemotherapy session for neoplasma
End – stage renal failure
Other pneumonia, organism unspecified
465
98
94
43,29
9.12
8,75
4
5
6
7
8
9
10
Other prophylactic chemoteraphy
Malignant neoplasm of broncus or lung, unsspecified
Artherosclerotic heart disease
Other dan unspecified cirroshis of liver
Dengue haenorrhage fever
Systemic lupus erythemathosus with organ or system
involvement
Hypertensive heart disease with (congestive) heart
failure
86
72
63
59
51
43
43
8,00
6,70
5,86
5,49
4.74
4,00
4,00
Total 1074 100
Sumber: Medical Record Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung di Ruang
Fresia Lantai II 2015
Dari tabel 1. di atas dapat dilihat bahwa penyakit gagal ginjal menduduki
peringkat kedua dari sepuluh penyakit terbesar di Ruang Fresia Lantai II Rumah
Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari sampai
Desember 2015 dengan jumlah penderita 98 orang (9,12 %). Hal tersebut
menunjukkan bahwa penyakit gagal ginjal memiliki angka kejadian tertinggi
setelah Chemotherapy Session For Neoplasma. Jika tidak ditangani dengan baik
maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan dampak yang buruk bagi
sistem tubuh yang lainnya. Oleh karena itu, diharapkan asuhan keperawatan
yang optimal dan profesional yang dilakukan secara komprehensif meliputi
aspek bio, psiko, sosio dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menulis Karya Tulis
Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. R dengan
Gangguan Sistem Perkrmihan: Chronic Kidney Disease (CKD) di Ruang
Fresia II Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung”.
23. 4
B. Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam pembahasan karya tulis ilmiah ini, penulis membatasi ruang lingkup
masalah yaitu “Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. R Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan : Chronic Kidney Disease (CKD) di Ruang Fresia II
Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : Chronic
Kidney Disease secara langsung pada situasi nyata yang komperhensif
meliputi aspek bio, psiko, sosial dan spiritual yang berdasarkan pada ilmu
dan kiat perawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis dapat melaksanakan pengkajian yang komperhensif pada klien
dengan gangguan sistem perkemihan : Chronic Kidney Disease.
b. Penulis dapat merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas
masalah pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : Chronic
Kidney Disease.
c. Penulis dapat menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem perkemihan : Chronic Kidney Disease.
d. Penulis dapat melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana
yang telah disusun pada klien dengan gangguan sistem perkemihan :
Chronic Kidney Disease.
24. 5
e. Penulis dapat mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan pada
kien dengan gangguan sistem perkemihan : Chronic Kidney Disease.
f. Penulis dapat mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem perkemihan : Chronic Kidney Disease.
D. Manfaat
1. Untuk Rumah Sakit
Sebagai masukan kepada rumah sakit untuk mengambil langkah
kebijaksanaan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
khususnya penerapan proses perawatan pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan : Chronic Kidney Disease.
2. Bagi Institusi
Sebagai bahan bacaan untuk mengembangkan pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : Chronic
Kidney Disease.
3. Bagi Profesi
Sebagai masukan atau menambah pengetahuan, wawasan pengalaman bagi
rekan seprofesi tentang pelaksanaan asuhan keperawatan dengan gangguan
sistem perkemihan : Chronic Kidney Disease.
4. Bagi Penulis
Sebagai konstribusi pengetahuna dan pengalaman bagi penulis dalam
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti pendidikan.
25. 6
E. Metode Telaahan
Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun karya Tulis Ilmiah ini
adalah metode analisis deskriptif yang berbentuk studi kasus dengan
berdasarkan pendekatan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Adapun Tehnik yang digunakan penulis dalam pengumpulan data pada
karya tulis ilmiah ini adalah :
1. Wawancara
Mengadakan tanya jawab langsung dengan klien dan keluarga klien serta
tenaga kesehatan lain untuk memperoleh informasi yang akurat yang
mendukung terhadap adanya masalah pada anak.
2. Observasi
Mengamati keadaan klien secara langsung yang meliputi bio, psiko, sosial,
kultural dan spiritual.
3. Pemeriksaan Fisik
Pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan fisik pada klien secara
head to toe dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi yang diaplikasikan secara persistem sehingga dapat dijadikan data
objektif yang mendukung terhadap adanya masalah pada anak.
4. Studi Dokumentasi
Pengumpulan data atau informasi yang diperoleh dari buku status klien yang
meliputi catatan atau arsip dari medical record yang berhubungan dengan
perkembangan kesehatan klien pada saat itu untuk dijadikan salah satu dasar
dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
26. 7
5. Studi Kepustakaan
Mengumpulkan informasi dan bahan – bahan bacaan dari berbagai buku- buku
literatur dan internet yang relevan yang dapat dipercaya untuk mendapatkan
kejelasan teori yang berhubungan dengan masalah klien (Nursalam, 2013).
F. Waktu Pelaksanaan
Studi kasus ini dilaksanakan selama 3 hari pada tanggal 19 – 22 Februari
2016.
G. Tempat Pelaksanaan
Studi kasus ini dilaksanakan di Ruang Fresia II Rumah Sakit Umum Pusat
dr. Hasan Sadikin Bandung.
H. Sistematika Telaahan
Penulisan karya ilmiah ini dibagi dalam 4 (empat) BAB dengan susunan
sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan: yang terdiri dari Latar belakang, Ruang Lingkup
Pembahasan, Tujuan, Manfaat, Metode Telaahan, Waktu
Pelaksanaan, Tempat Pelakanaan dan Sistematika Telaahan.
BAB II : Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan : Chronic Kidney Disease, bab
ini menguraikan tentang konsep dasar yang meliputi Pengertian,
Anatomi Fisiologi, Etiologi, Patofisiologi, Tanda dan Gejala,
Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan Medic, Komplikasi
Serta Tinjauan Teoritis Tentang Asuhan Keperawatan yang
27. 8
meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan,
Implementasi Evaluasi dan Dokumentasi.
BAB III : Tinjauan Kasus dan Pembahasan: bab ini berisikan laporan
kasus yang merupakan laporan Asuhan Keperawatan Pada Klien
Ny. R Dengan Gangguan Sistem Perkemihan : Chronic Kidney
Disease di Ruang Fresia II Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan
Sadikin Bandung dan Pembahasan yang berisikan ulasan naratif
dari sertiap tahapan proses keperawatan yang dilakukan serta
perbandingan antara teori dan kasus secara sistematis mulai dari
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Implementasi,
Evaluasi dan Dokumentasi.
BAB IV : Kesimpulan dan Rekomendasi: bab ini berisikan kesimpulan
dan rekomendasi dari pelaksanaan asuhan keperawatan dan
formulasi saran atau rekomendasi yang optimal terhadap masalah
yang ditemukan.
28. 9
BAB II
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: CRONIC
KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Chronic kidney disease (CKD) adalah biasanya merupakan akibat akhir
dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap, penyebab termasuk
glomerulusnefritis, infeksi kronis, penyakit vascular, proses obstruktif , agen
nefrotik, penyakit endokrin, berlanjutnya sindrom ini melalui tahap dan
menghasilkan perubahan utama pada semua sistem tubuh (Doenges, 2002).
Gagal ginjal kronik adalah penyakit renal tahap akhir dan ireversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia atau retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah (Brunner & Suddarth 2001).
CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat pulih
dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai
sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang
kita sadari bahwa gejala CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea
dalam darah (Panggabean & Gultom, 2005).
Berdasarkan defenisi tersebut diatas penulis menyimpulkan bahwa
chronic kidney disease atau gagal ginjal kronik adalah penyakit renal tahap
akhir dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
29. 10
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
biasanya merupakan akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara
bertahap.
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
a. Anatomi Ginjal
Gambar 1 : Anatomi Ginjal Tampak Dari Depan (http://adamimage.com).
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Anatomi ginjal tampak dari depan, di sini
dapat kita ketahui bahwa ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas,
dibelakang peritonium (retroperitoneal), didepan dua kostaterakhir dan
tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan
psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Kedua ginjal terletak di sekitar
vertebra T12 hingga L3 (Syaifuddin, 2006).
30. 11
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)
dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak
ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11
(vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga
11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus
transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan
kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-
batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri (Syaifuddin, 2006).
Panjang ginjal pada orang dewasa adalah sekitar 12 sampai 13 cm
(4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci),
dan beratnya sekitar 150 gram. Ukuranya tidak berbeda menurut bentuk
dan ukuran tubuh. Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal
(dibandingkan dengan pasanganya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci) atau
perubahan bentuk merupakan tanda yang paling penting (Syaifuddin,
2006).
Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah serta tepi
lateral ginjal berbentuk cembung, sedangkan tepi medialnya berbentuk
cekung karena adanya hilus. Beberapa struktur yang masuk atau keluar
dari ginjal melalui hilus adalah arteria dan vena renalis, saraf, pembuluh
limfatik dan ureter. Ginjal diliputi oleh suatu kapsula fibrosa tipis
mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan di bawahnya dan
dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal (Price dan
Wilson, 2006).
31. 12
Secara umum struktur makroskopis ginjal terdiri dari beberapa
bagian:
1) Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/ terdiri
dari korpus renalis/ Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman),
tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
2) Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari
tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).
3) Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal.
4) Processus renalis, yaitu bagian pyramid/ medula yang menonjol ke
arah korteks.
5) Hilus renalis, yaitu suatu bagian/ area di mana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki/ meninggalkan ginjal.
6) Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
7) Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
8) Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9) Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter (Price dan Wilson,
2006).
32. 13
Gambar 2 : Struktur makroskopis ginjal (http://novartis.com).
Struktur ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
renalis yang terdiri dari jaringan fibrosa berwarna ungu tua. Lapisan luar
terdapat lapisan korteks (substansia kortekalis), dan lapisan sebelah
dalam bagian medulla (substansia medularis) berbentuk kerucut yang
disebut renal piramid. Puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang
terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papila renalis. Masing-masing
piramid saling dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah renalis 15-16 buah
(Price dan Wilson, 2006).
Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-
lubang yang terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk 13
simpul dan kapiler satu badan malfigi yang disebut glomerulus.
Pembuluh aferen yang bercabang membentuk kapiler menjadi vena
33. 14
renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior (Price dan
Wilson, 2006).
Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf
ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal,
saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ginjal
(Price dan Wilson, 2006).
Di atas ginjal terdapat kelenjar suprarenalis, kelenjar ini merupakan
sebuah kelenjar bantu yang menghasilkan dua macam hormon yaitu
hormon adrenalin dan hormon kortison. Adrenalin dihasilkan oleh
medulla (Price dan Wilson, 2006).
Struktur mikroskopik ginjal adalah nefron. Unit kerja fungsional
ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1 juta
nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi sama. Setiap
nefron terdiri dari Kapsula Bowman, yang mengitari rumbai kapiler
glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus
kontortus distal, yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Duktus
berjalan lewat korteks dan medulla renal untuk mengosongkan isinya ke
dalam pelvis ginjal (Price dan Wilson, 2006).
b. Fisiologi Ginjal
Fungsi ginjal menurut Price dan Wilson (2006) di bedakan menjadi
dua yaitu fungsi eksresi dan non ekskresi, antara lain:
1) Fungsi Ekskresi
a) Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mosmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air.
34. 15
b) Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan
mengubah-ubah ekskresi Na+.
c) Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit
individu dalam rentang normal.
d) Mempertahankan PH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3.
e) Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein
(terutama urea, asam urat dan kreatinin).
f) Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.
2) Fungsi non ekskresi
a) Menghasilkan renin : penting dalam pengaturan tekanan darah.
b) Menghasilkan eritropoetin : meransang produksi sel darah merah
oleh sumsum tulang.
c) Menghasilkan 1,25 - dihidroksivitamin D3 : hidroksilasi akhir
vitamin D3 menjadi bentuk yang paling kuat.
d) Mengaktifkan prostaglandin : sebagian besar adalah vasodilator,
bekerja secara lokal, dan melindungi dari kerusakan iskemik
ginjal.
e) Mengaktifkan degradasi hormon polipeptida.
f) Mengaktifkan insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon
pertumbuhan, ADH, dan hormon gastrointestinal (gastrin,
polipeptida intestinal vasoaktif).
35. 16
Ada tiga tahap pembentukan urine:
a) Proses filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferen
lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan
darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan
darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh
simpai Bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida,
sulfat, bikarbonat, yang diteruskan ke tubulus ginjal.
b) Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar
glukosa, natrium, klorida, fosfat dan ion bikarbonat. Prosesnya
terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorbsi
terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian
bawah terjadi kembali penyerapan natrium dan ion bikarbonat.
Bila diperlukan akan diserap kembali kedalam tubulus bagian
bawah. Penyerapanya terjadi secara aktif dikenal dengan
reabsorbsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papila renalis.
c) Proses sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali yang pada tubulus dan
diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk
kevesika urinaria.
36. 17
3. Etiologi
CKD atau gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh :
a. Dehidrasi
Dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat menyebabkan gagal ginjal
prarenal yang masih dapat diperbaiki
b. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih disertai kelianan urologik akan memperburuk faal
ginjal. sperti misalnya yang terjadi bila ada batu ginjal.
c. Uropati obstruktif
Penyumbatan saluran kemih antara lain dapat disebabkan oleh ginjal
yang nefrotik (diabetes mellitus, neuropati, agen analgetik).
d. Curah jantung yang rendah
Laju filtrasi glomerulus menurun pada gagal jantung sehingga faal ginjal
akan menurun pula.
e. Hipertensi yang tak terkendali
Seiring tekanan darah meningkat pada penderita yang makin
memburuk faal ginjalnya, kenaikan tekanan darah ini, apalagi bila
maligna akan menurunkan faal ginjalnya (Brunner & Suddarth, 2001).
4. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang
menghancurkan masa nefron ginjal. Keadaan ini mencakup penyakit
parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi obstruksi pada traktus urinarius.
Mula-mula terjadi beberapa serangan penyakit ginjal terutama menyerang
37. 18
glomerulus (glumerolunephiritis), yang menyerang tubulus ginjal
(pyelonephiritis atau penyakit polikistik) dan yang mengganggu perfusi
fungsi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis) (Price dan Wilson, 2006).
a. Tahap-tahap gagal ginjal yaitu :
1) Stadium I
Penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN normal dan
pasien asimtomatik, homeostsis terpelihara, tidak ada keluhan dan
cadangan ginjal residu 40 % dari normal.
2) Stadium II
Insufisiensi ginjal
Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, azotemia ringan,
anemi. Tidak mampu memekatkan urine dan menyimpan air, Fungsi
ginjal residu 15-40 % dari normal, GFR menurun menjadi 20
ml/menit. (normal : 100-120 ml/menit). Lebih dari 75 % jaringan
yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal), kadar
BUN meningkat, kreatinine serum meningkat melebihi kadar normal
serta gejala yang timbul nokturia dan poliuria (akibat kegagalan
pemekatan urine).
3) Stadium III
Payah ginjal stadium akhir
Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10% dari normal).
BUN meningkat, klieren kreatinin 5- 10 ml/menit. Pasien oliguria.
Gejala lebih parah karena ginjal tak sanggup lagi mempertahankan
38. 19
homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Azotemia dan anemia
lebih berat, nokturia, gangguan cairan dan elektrolit, kesulitan dalam
beraktivitas.
4) Stadium IV
Tidak terjadi homeotasis, keluhan pada semua sistem, fungsi ginjal
residu kurang dari 5 % dari normal (Price, dkk, 2002).
b. Permasalahan fisiologis yang disebabkan oleh Chronic Kidney Disease
(CKD) atau gagal ginjal kronik yaitu :
1) Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu
memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang
berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau
berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh
peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan
nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-
nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik,
menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat
difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan
cairan dengan retensi air dan natrium.
2) Ketidakseimbangan Natrium
Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron
theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak
terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium
39. 20
sehingga menyebabkan GFR (Glomerulus Filtrasi Rate) menurun dan
dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan
gastrointstinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk
hiponatremia dan dehidrasi. Pada CKD yang berat keseimbangan
natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang
fleksibel nilai natrium.
3) Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka
hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan
kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Hiperkaliemia terjadi
karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,
hiperkatabolik (infeksi) atau hiponatremia. Hiperkalemia juga
merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada
penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga
ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan
GFR menurun dan produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan
natrium bertahan.
4) Ketidakseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu
mengekskresikan ion Hidrogen untuk menjaga pH darah normal.
Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran
ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H + sebanding
dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk
40. 21
oleh metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati
GBM, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan
pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan.
5) Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CKD adalah normal, tetapi menurun
secara progresif dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi.
Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan
mengakibatkan henti napas dan jantung.
6) Ketidakseimbangan Calsium dan Fosfor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid
hormon yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi
calsium dari tulang dan depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila
fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal, hiperpospatemia dan
hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder.
Metabolisme vitamin D terganggu.
7) Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh: masa hidup sel darah merah pendek
karena perubahan plasma, peningkatan kehilangan sel darah merah
karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan pengambilan darah untuk
pemeriksaan laboratorium., defisiensi folat, defisiensi iron/zat besi,
8) Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat
(terakumulasi). Kadar BUN (Bload Urea Nitrogen) bukan indikator
yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi
41. 22
pada penurunan GFR (Glomerulus Filtrasi Rate) dan peningkatan
intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah indikator yang lebih
baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan
jumlah yang diproduksi tubuh (Price, 2002).
5. Tanda dan Gejala
Karena pada CKD setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia,
maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda
dan gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, dan kondisi
lain yang mendasari. Manifestasi yang terjadi pada CKD antara lain terjadi
pada sistem kardio vaskuler, dermatologi, gastro intestinal, neurologis,
pulmoner, muskuloskletal dan psiko-sosial menurut Smeltzer dan Bare
(2002) diantaranya adalah :
a. Kardiovaskuler :
1) Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron,
2) Gagal jantung kongestif.
3) Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
b. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual
sampai dengan terjadinya muntah.
c. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
d. Pulmoner seperti adanya seputum kental, pernapasan dangkal, kusmol,
sampai terjadinya edema pulmonal.
42. 23
e. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan
pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi
feron.
f. Dermatologi seperti pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
g. Psiko sosial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri sampai
pada harga diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan kematian.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urine:
(a) Volume biasanya kurang 400 ml/ 24 jam dan tidak ada urine.
(b) Warna secara abnormal biasanya keruh.
(c) Klirens kreatinin mungkin agak menurun.
(d) Natrium > 40 mEq /l karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.
(e) Protein derajat tinggi proteinuria (3-4).
2) Darah
(a) BUN/ kreatinin meningkat.
(b) Darah lengkap HT menurun, adanya anemia, HB biasanya kurang
dari 7-8 g/dl.
(c) SDM waktu hidup menurun, defisiensi eritropetin.
(d) GDA PH menurun, asidosis metabolik (<7,2).
(e) Natrium serum mungki rendah.
(f) Kalium meningkat karena adanya retensi.
43. 24
(g) Magnesium/ fosfat meningkat.
(h) Protein (albumin) menurun karena kehilangan protein melalui
urine.
(i) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidak seimbangan
elektrolit dan cairan.
(j) Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnisis histologis (Marilyn E. Doenges, 2002).
b. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk
mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain:
1) Flat-Plat Radiografy/Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika
urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi
dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil
yang mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
2) Computer Tomography (CT) Scan yang digunakan untuk melihat
secara jelas sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan
memakai kontras atau tanpa kontras.
3) Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi
keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan
pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma,
pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat, calculi ginjal,
abses/batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
4) Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem aretri,
vena, dan kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras.
44. 25
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis,
aneurisma ginjal, arterovenous fistula, serta beberapa gangguan
bentuk vaskuler (Brunner & Suddarth, 2002).
7. Penatalaksanaan Medis
1) Penatalaksanaan Nefrostomi
1) Pengertian
Nefrostomi merupakan suatu tindakan diversi urine
menggunakan tube, stent, atau kateter melalui insisi kulit, masuk ke
parenkim ginjal dan berakhir di bagian pelvis renalis atau kaliks.
Nefrostomi biasanya dilakukan pada keadaan obstruksi urine akut
yang terjadi pada sistem saluran kemih bagian atas, yaitu ketika
terjadi obstruksi ureter atau ginjal. Nefrostomi dapat pula digunakan
sebagai prosedur endourologi, yaitu intracorporeal lithotripsy,
pelarutan batu kimia, pemeriksaan radiologi antegrade ureter, dan
pemasangan double J stent (DJ stent) (Robert R. Cirillo, 2008).
2) Fungsi
a) Melarutkan dan mengeluarkan batu ginjal.
b) Membantu prosedur endourologi, yaitu pemeriksaan saluran
kemih atas.
c) Membantu penegakkan diagnosa obstruksi ureter, filling defects,
dan kelainan lainnya melalui radigrafi antegrad.
d) Memasukkan obat-obatan kemoterapi ke dalam sistem
pengumpul ginjal.
45. 26
e) Memberikan terapi profilaksis kemoterapi setelah reseksi pada
tumor ginjal.
3) Indikasi
a) Pengalihan urine sementara yang berhubungan dengan adanya
obstruksi urin sekunder terhadap kalkuli
b) Pengalihan urine dari sistem pengumpul ginjal sebagai upaya
penyembuhan fistula atau kebocoran akibat cedera traumatik atau
iatrogenik, fistula ganas atau inflamasi, atau sistitis hemoragik.
c) Pengobatan uropathy obstruktif nondilated
d) Pengobatan komplikasi yang berhubungan dengan transplantasi
ginjal.
e) Pengobatan obstruksi saluran kemih yang berhubungan dengan
kehamilan.
f) Memberikan akses untuk intervensi seperti pemberian substansi
melalui infus secara langsung untuk melarutkan batu, kemoterapi,
dan terapi antibiotik atau antifungi.
g) Memberikan akses untuk prosedur lain (misalnya penempatan
stent ureter antegrade, pengambilan batu, pyeloureteroscopy, atau
endopyelotomy)
h) Dekompresi kumpulan cairan nephric atau perinephric (misalnya
abses atau urinomas) (Robert R. Cirillo, 2008).
4) Konta Indikasi
a) Penggunaan antikoagulan (aspirin, heparin, warfarin).
46. 27
b) Gangguan pembekuan darah (heofilia, trombositopeni) dan
hipertensi tidak terkontrol (dapat menyebabkan terjadinya
hematom perirenal dan perdarahan berat renal).
c) Terdapat nyeri yang tidak dapat diatasi pada saat tindakan
nefrostomi.
d) Terjadi asidosis metabolik berat.
e) Terjadi hiperkalemia (Robert R. Cirillo, 2008).
5) Komplikasi
a) Perdarahan
b) Sepsis
c) Cedera pada organ yang berdekatan (Robert R. Cirillo, 2008).
6) Perawatan Nefrostomi
a) Monitor tanda vital secara berkala untuk mengevaluasi terjadinya
kehilangan darah yang terus berlangsung atau untuk menilai
timbulnya komplikasi sepsis pada pasien beresiko.
b) Untuk nefrostomi dengan indikasi pionefrosis, abses (infeksi),
maka pemberian antibiotika sejak sebelum tindakan, diteruskan
dengan pedoman :
(1) Jenis antibiotika berdasarkan hasil kultur dan antibiogram.
(2) Bila belum ada kultur dan antibiogram :
(a) Kombinasi ampisilin atau derivatnya dan aminoglikosida.
(b) Cefalosforin generasi III untuk kasus gagal ginjal Bila
tidak ada infeksi, cukup diberikan obat golongan
nitrofurantoin atau asam nalidisat perioperatif.
47. 28
(3) Observasi tanda-tanda infeksi.
(4) Perhatikan selang neprostomi jangan sampai tersumbat.
(5) Spool neprostomi dengan cairan (aqua steril, NACL, revanol,
betadin 1 %), cairan maksimal 20 cc. Spool dilakukan secara
pelan-pelan, bila lancar urin akan menetes secara terus-
menerus/konstan.
(6) Perhatikan kateter/pipa drainage, jangan sampai buntu karena
terlipat, dll.
(7) Perhatikan dan catat secara terpisah produksi cairan dari
nefrostomi.
(8) Usahakan diuresis yang cukup.
(9) Periksa kultur urin dari nefrostomi secara berkala.
(10) Hematuria, yang umumnya terjadi pada pasien ynag
dilakukan nefrostomi, harus berkurang secara bertahap setelah
24 jam.
(11) Bila ada boleh spoelling dengan larutan asam asetat 1%
seminggu 2x.
(12) Kateter diganti setiap lebih kurang 2 minggu. Bila nefrostomi
untuk jangka lama pertimbangkan memakai kateter silikon.
(13) Pelepasan kateter sesuai indikasi.
(14) Pelepasan drain bila dalam 2 hari berturut-turut setelah
pelepasan kateter produksinya < 20 cc/24 jam.
(15) Pelepasan benang jahitan keseluruhan 10 hari pasca operasi
(Robert R. Cirillo, 2008).
48. 29
2) Penatalaksanaan CKD
Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum
antara lain adalah sebagai berikut :
1) Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah
sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi
ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara
ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan histopatologi ginjal dapat
menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya
bila LFG sudah menurun sampai 20–30 % dari normal terapi dari
penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.
2) Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan
LFG pada pasien penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui
kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-
faktor komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan cairan,
hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi
traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radio kontras, atau
peningkatan aktifitas penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan
elektrolit pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut
diperlukan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang antara masukan dan
pengeluaran urin serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan asumsi
antara 500-800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit
yang harus diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium.
Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemi dapat
49. 30
mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu
pembatasan obat dan makanan yang mengandung kalium (sayuran
dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5-5,5 mEg/lt. sedangkan
pada natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi dan
edema. Jumlah garam disetarakan dengan tekanan darah dan adanya
edema.
3) Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi
ginjal adalah hiperventilasi glomerulus yaitu :
a) Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt,
sedangkan diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan
protein. Protein yang dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-
0,50 gr diantaranya protein nilai biologis tinggi. Kalori yang
diberikan sebesar 30-35 kkal/ kg BB/hr dalam pemberian diit.
Protein perlu dilakukan pembatasan dengan ketat, karena protein
akan dipecah dan diencerkan melalui ginjal, tidak seperti
karbohidrat. Namun saat terjadi malnutrisi masukan protein dapat
ditingkatkan sedikit, selain itu makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, fosfor, sulfur, dan ion anorganik lain
yang diekresikan melalui ginjal. Selain itu pembatasan protein
bertujuan untuk membatasi asupan fosfat karena fosfat danprotein
berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi hiperfosfatemia.
b) Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.
Pemakaian obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk
memperkecil resiko komplikasi pada kardiovaskuler juga penting
50. 31
untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan cara
mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.
Selain itu pemakaian obat hipertensi seperti penghambat enzim
konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzim / ACE
inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal ini
terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti
proteinuri.
4) Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang
penting, karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan
oleh penyakit komplikasinya pada kardiovaskuler. Hal-hal yang
termasuk pencegahan dan terapi penyakit vaskuler adalah
pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia, anemia, hiperfosvatemia,
dan terapi pada kelebian cairan dan elektrolit. Semua ini terkait
dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi CKD secara
keseluruhan.
5) CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai
dengan derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan
penambahan/tranfusi eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk
mengatasi osteodistrasi renal. Namun dalam pemakaiannya harus
dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi fosfat.
6) Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD
derajat 4-5. Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti
ginjal.
51. 32
8. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Suwitra
(2006) antara lain adalah :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
b. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
f. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
g. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
h. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
9. Dampak Masalah Terhadap Perubahan Struktur / Pola Fungsi Sistem
Tubuh Tertentu Terhadap Kebutuhan Klien Sebagai Makhluk Holistic
a. Pola Pemeliharaan Kesehatan
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang
sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari
dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat
52. 33
bingung kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah
dilarang telah dihindari.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
c. Pola Eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
d. Pola Aktifitas dan Latian.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta
pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas
dibantu.
e. Pola Istirahat dan Tidur.
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung
mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
f. Persepsi dan Kognitif.
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah penurunan
kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi
dengan jelas.
g. Hubungan dengan Orang Lain.
53. 34
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri
sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih
menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
h. Reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan
kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan
saat berhubungan, penurunan kualitas hubungan.
i. Persepsi Diri.
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi
edema, citra diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik,
perubahan peran, dan percaya diri.
j. Mekanisme Koping.
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil
keputusan dengan tepat, mudah terpancing emosi.
k. Pola Kepercayaan.
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah
meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak dapat melakukan
kegiatan agama seperti biasanya (Carpenito, 2006).
A. Tinjauan Teoritis Tentang Asuhan Keperawatan
Secara umum dapat dikatakan bahwa proses keperawatan adalah metode
pengorganisasian yang sistematis, dalam melakuan asuhan keperawatan pada
individu, kelompok dan masyarakat yang berfokus pada identifikasi dan
pemecahan masalah dari respon pasien terhadap penyakitnya (Asmadi, 2008).
54. 35
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Asmadi, 2008).
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan mengumpulkan informasi
tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan
masalah-masalah serta kebutuhan-kebutuhan klien, biasanya
menggunakan anamnese atau wawancara, observasi, pemeriksaan fisik,
studi dokumentasi. Data dapat diperoleh dari klien sendiri, keluarga klien
atau orang lain yang ada hubunganya dengan klien, catatan medik serta
tim kesehatan lainnya (Allen, 2003).
1) Biodata
a) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,
pendidikan terakhir, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, nomor register, diagnosa medik dan alamat.
b) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,
pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
55. 36
(1) Riwayat Saat Masuk Rumah Sakit
Cenderung didapatkan klien pada awalnya mengeluh adanya
perubahan pada pola berkemih seperti kelemahan atau
penghentian urine, kesulitan untuk memulai dan mengakhiri
proses berkemih, sering berkemih terutama malam hari, nyeri
terbakar saat berkemih, darah dalam urine, tidak mampu
berkemih, dan disertai dengan keluhan bengkak-
bengkak/edema pada ekstremitas, dan perut kembung Gale,
2001)
(2) Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian.
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : chronic
kidney disease cenderung didapatkan keluhan utama yaitu
nyeri berhubungan dengan luka operasi.
(3) Riwayat Keluhan Utama
Pengkajian meliputi keluhan pada saat datang ke rumah sakit
dan keluhan pada saat pengkajian, dikembangkan dengan
menggunakan analisa PQRST.
P : (Provokatif atau Paliatif), Apakah yang
meyebabkan keluhan dan memperingan serta
memberatkan keluhan.
Q : Quality/Quantity), Seberapa berat keluhan dan
bagaimana rasanya serta berapa sering keluhan itu
muncul.
56. 37
R : (Region/Radiation), Lokasi keluhan dirasakan dan
juga arah penyebaran keluhan sejauh mana.
S : (Scale/Severity), Intensitas keluhan yang dirasakan,
apakah sampai mengganggu atau tidak.
T : (Timing), Kapan keluhan dirasakan, seberapa
sering, apakah berulang-ulang, dimana hal ini
menentukan waktu dan durasi (Muttaqin, 2008).
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan atau
memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien pada
saat ini termasuk faktor predisposisi penyakit dan kebiasaan-
kebiasaan klien. Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan :
post op nefrostomi a/i chronic kidney disease perlu ditanyakan
riwayat sebelumnya seperti infeksi dan obstruksi saluran kemih,
BAK keluar batu, riwayat penggunaan obat-obatan nefrotoksik,
riwayat dehidrasi, hipertensi yang tidak terkendali, dan riwayat
diet (Basuki, 2003).
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit chronic kidney disease seperti
hipertensi, adanya riwayat neprolithiasis, dan diabetes mellitus.
3) Pemeriksaan Fisik
57. 38
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe dan
didokumentasikan secara persistem meliputi :
a) Keadaan Umum
Keadaan umum pasien diamati mulai ssat pertama kali
bertemu dengan pasien dan dilanjutkan dengan mengukur tanda-
tanda vital (Priharjo, 2002).
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : post op
nefrostomi a/i chronic kidney disease cenderung ditemukan
keadaan umum saat pengkajian dilakukan yaitu baik, lemah
hingga tidak sadar (Gale, 2001).
b) Kesadaran
Pada umumnya tingkatan kesadaran terdiri dari enam
tingkatan yaitu :
(1) Kompos mentis : sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
(2) Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
(3) Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja dapat
dibangunkan dengan rangsangan nyeri akan tetapi jatuh tidur
lagi.
(4) Delirium : keadaan kacau motorik seperti memberontak dan
tidak sadar terhadap orang lain, tempat dan waktu.
(5) Sopor : keadaan kesadaran yang menyerupai koma, reaksi
hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri.
58. 39
(6) Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak
dapat dibangunkan dengan rangsang apapun (Priharjo, 2002).
Pada kesadaran klien dengan post op nefrostomi a/i
chronic kidney disease cenderung ditemukan adanya
penurunan tingkat kesadaran akibat dari peningkatan kadar
ureum dan kreatinin dalam plasma darah, dan pada tahap
lanjut cenderung terjadi koma uremia (Gale, 2001).
c) Tanda - Tanda Vital
Sebelum melakukan tindakan lain, yang perlu
diperhatikan adalah tanda-tanda vital karena sangat berhubungan
dengan fungsi kehidupan dan tanda-tanda lain yang berkaitan
dengan masalah yang terjadi. Perubahan tanda-tanda vital dapat
terjadi pada penigkatan tekanan intrakranial. Tubuh akan
berusaha mencukupi kebutuhan oksigen dan glukosa di otak
dengan meningkatkan aliran darah ke otak sebagai akibat
meningkatnya tekanan intrakranial (Priharjo, 2002).
Pada klien dengan post op nefrostomi cenderung
ditemukan tekanan darah yang meningkat, takik kardi, suhu tubuh
yang meningkat, dan pernapasan yang cepat (Gale, 2001).
d) Pemeriksaan Persistem
Menurut Denison (2001) dan Doenges (2002) pada pengkajian
persisitem akan ditemukan hal-hal berikut :
59. 40
(1) Sistem Pernapasan
Pada sistem pernapasan cenderung ditemukan adanya
pernafasan yang cepat dan dangkal (kussmaul), irama nafas
yang tidak teratur, frekuensi nafas yang meningkat diatas
normal, adanya retraksi interkostalis, dan epigastrium, sebagai
upaya untuk mengeluarkan ion H+
akibat dari asidosis
metabolik, pergerakan dada yang tidak simetris, vokal
fremitus cenderung tidak sama getarannya antar lobus paru,
terdengar suara dullness saat perkusi paru sebagai akibat dari
adanya edema paru, dan pada auskultasi paru cenderung
terdengar adanya bunyi rales. Pada tahap lanjut akan
ditemukan adanya sianosis perifer ataupun sentral sebagai
akibat dari ketidakadekuatan difusi oksigen di membran
alveolar karena adanya edema paru.
(2) Sistem Kardiovakuler
Pada sistem kardiovaskuler cenderung ditemukan adanya
anemis pada konjungtiva palpebra, denyut nadi yang menurun
sebagai akibat dari adanya edema anasarka, tekanan darah
meningkat, CRT (Cafilari Refilling Time) menurun, terdapat
pelebaran pulsasi jantung, dan irama jantung cenderung
terdengar irregular yang dapat diketahui dari gambaran EKG
(Elektro Kardiografi).
60. 41
(3) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan cenderung ditemukan adanya
mual, muntah, kembung dan diare serta perubahan mukosa
mulut sebagai akibat dari tingginya kadar ureum dan kreatinin
dalam darah atau karena tidak adekuatnya oksigen yang
masuk ke saluran cerna yang akan merangsang refleks
vasovagal berupa peningkatan asam lambung (HCL), atau
bahkan konstipasi sebagai akibat hal tersebut diatas, motilitas
usus akan menurun. Penurunan berat badan (malnutrisi) atau
peningkatan berat badan dengan cepat (edema).
(4) Sistem Integumen
Pada sistem integumen cenderung ditemukan adanya rasa
gatal sebagai akibat dari uremi fross, kulit tampak bersisik,
kelembaban kulit menurun, turgor kulit cenderung menurun.
Pada tahap lanjut cenderung akan terjadi ketidakseimbangan
thermoregulasi tubuh dan akral teraba dingin.
(5) Sistem Perkemihan
Klien dengan chronic kidney disease post nefrotomi
cenderung akan ditemukan adanya edema anasarka dan
keseimbangan cairan (balance) positif, terdapat selang
nefrostomi, terdapat luka post op nefrostomi, nyeri luka
operasi saat bergerak, nyeri tekan dan teraba pembesaran pada
saat palpasi ginjal, nyeri tekan pada vesika urinaria, nyeri saat
berkemih, perubahan pola BAK, oliguri atau poliuri, dan pada
61. 42
tahap lanjut dapat ditemukan adanya bunyi bruits sign pada
percabangan arteri renalis bila terjadi gangguan vaskularisasi.
(6) Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi cenderung ditemukan adanya
disfungsi seksual berupa penurunan libido dan impotensi.
(7) Sistem Persarafan
Pada sistem persarafan cenderung ditemukan adanya
penurunan tingkat kesadaran akibat dari peningkatan kadar
ureum dan kreatinin dalam plasma darah, dan pada tahap
lanjut cenderung terjadi koma uremia. Selain itu juga dapat
ditemukan adanya penyakit hipertensi yang beresiko
terjadinya penyakit serebrovaskuler berupa stroke TIA
(Transient Ischemic Attack).
(8) Sistem Muskuloskeletal
Kaji derajat Range Of Motion (ROM) dari pergerakan
sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah,
ketidaknyamanan atau rasa nyeri yang dilaporkan klien waktu
bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya
luka pada otot, kaji adanya devormitas sendi dan atrofi otot.
Selain ROM, tonus dan kekuatan tonus harus dikaji karena
klien imobilisasi biasanya tonus dan kekuatan ototnya
menurun.
62. 43
(9) Sistem Endokrin
Kaji apakah ada pembesaran kelenjar misalnya:
pembesaran kelenjar getah bening, kelenjar thyroid. Pada
klien dengan chronic kidney disease cenderung ditemukan
gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan gangguan
sekresi insulin, gangguan metabolisme lemak dan vitamin D.
(10) Sistem Indra
Pada umumnya yang perlu dikaji yaitu bentuk,
kesimetrisan, ketajaman penglihatan, lapang pandang,
konjungtiva anemis atau tidak anemis, sklera icterus atau
tidak, adanya odema pada kelopak mata atau tidak, bentuk
hidung, warna, adanya sekret atau tidak di hidung, adanya
nyeri tekan atau tidak, adanya oedema atau tidak pada hidung,
bentuk telinga, adanya oedema atau tidak, adanya nyeri tekan
atau tidak.
(11) Sistem Imun
Dikaji adanya nyeri tekan atau tidak pada kelenjar getah
bening, adanya oedema atau tidak pada kelenjar getah bening,
ada riwayat alergi atau tidak.
4) Pola Aktivitas Sehari-hari
a) Nutrisi: pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah,
asupan nutrisi dan air naik atau turun.
63. 44
b) Eliminasi BAB dan BAK: terjadi ketidak seimbangan antara
output dan input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien
terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
c) Istirahat dan tidur: pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat
kantung mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
d) Personal hygiene : pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini
sedang sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah
menghindari larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien
terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung kenapa
kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah dilarang telah
dihindari.
e) Aktifitas: pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta
pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah
aktifitas dibantu (Carpenito, 2006).
5) Data Psikologis
Menurut Zaidin (2002), data psikologis mencakup :
a) Status emosi
Klien menjadi iritable atau emosi yang labil secara tiba-tiba klien
mudah tersinggung.
b) Konsep diri
(1) Body image : Sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara
sadar maupun tidak sadar, meliputi: performance, potensi
64. 45
tubuh, bentuk tubuh serta persepsi dan perasaan tentang
ukuran dan bentuk tubuh.
(2) Ideal : persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan
dengan standar pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan
dan keinginan.
(3) Harga diri : penilaian individu terhadap hasil yang dicapai,
dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu
tersebut dengan ideal diri. Aspek utama harga diri adalah
dicintai, disayangi, dikasihi orang lain dan mendapat
penghargaan orang lain.
(4) Peran: pola perilaku, sikap, nilai, dan aspirasi yang
diharapkan individu berdasarkan posisinya di masyarakat.
(5) Identitas diri: kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari
pengamatan dan penilaian, sebagai sintesis semua aspek
konsep diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh (Sunaryo,
2004).
c) Pola Koping
Hal apa yang dilakukan klien dalam mengatasi masalahnya
adalah tindakan yang mal adaptif dan kepada siapa klien meminta
bantuan atau menceritakan apabila ada masalah.
65. 46
6) Data Sosial
Yang perlu diperhatikan adalah hubungan sosial klien dengan
keluarga apakah klien dapat melakukan komunikasi secara adekuat
atau tidak.
7) Data Spiritual
Pengkajian ditujukan terhadap harapan kesembuhan,
kepercayaan dan penerimaan mengenai keadaan sakit serta keyakinan
yang dianut oleh klien maupun keluarga klien.
8) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Urine
(a) Volume biasanya oliguri sampai anuri
(b) Warna urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, partikel koloid dan fosfat, sedimen kotor
atau kecoklatan menunjukkan adanya darah
(c) Berat jenis menurun, kurang dari 1,025 (menetap pada
1,035 menunjukkan kerusakan ginjal berat).
(d) Osmolalitas menurun kurang dari 350 mOsm/kg,
menunjukkan kerusakan tubular.
(e) Klirens kreatinin menurun
(f) Natrium meningkat karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
(g) Protein meningkat
66. 47
(2) Darah
(a) Serum kreatinin meningkat.
(b) Blood Urea Nitrogen meningkat.
(c) Kadar kalium meningkat sehubungan dengan adanya
retensi sesuai dengan perpindahan selular (asidosi) atau
pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
(d) Hematokrit dan Hemoglobin menurun
(e) Natrium, kalsium menurun
(f) Magnesium / posfat meningkat
(g) Protein (khususnya albumin menurun)
(h) pH menurun pada keadaan asidosis metabolik (kurang
dari 7,2).
(i) Asam fosfatase akan meningkat pada kanker prostat
yang bermetastasis.
b) Pyelogram Retrograd menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter.
c) Arteriogram mengidentifikasi adanya massa.
d) Ultrasonogarafi ginjal dan vesika urinaria menentukan ukuran
ginjal, adanya massa, obstruksi pada saluran perkemihan bagian
bawah..
e) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa. Yaitu :
(1) Hyperkalemia : gelombang T naik, kompleks QRS terbuka,
PR diperpanjang.
67. 48
(2) Hypokalemia : Gelombang T mendatar/terbalik, ST turun
dan QT diperpanjang.
(3) Hiperkalsemia : gelombang QT pendek, dan ST pendek.
(4) Hipokalsemia : gelombang QT diperpanjang, ST
diperpanjang.
(5) Alkalosis : gelombang T mendatar.
(6) Asidosis : gelombang T naik.
f) Pemeriksaan rektal manual atau digital terhadap adanya nodul-
nodul atau prostat yang irregular.
b. Pengelompokan Data
Pengelompokkan data adalah pengelompokan data-data klien atau
keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau
keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya. Setelah data
dikelompokkan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah
keperawatan klien dengan merumuskanya (Nursalam, 2001).
c. Analisa Data
Analisa data adalah proses intelektual yaitu kegiatan mentabulasi,
menyelidiki, mengklasifikasi dan mengelompokkan data serta
mengaitkannya untuk menentukan kesimpulan dalam bentuk diagnosa
keperawatan, biasanya ditemukan data subjektif dan data objektif
(Carpenito, 2006).
68. 49
Analisa data terdiri dari :
1) Problem yaitu suatu masalah yang muncul dalam keperawatan
2) Etiologi yaitu penyebab dari timbulnya suatu masalah keperawatan
3) Symptom yaitu gejala yang menyebabkan timbulnya suatu masalah.
Setelah masalah dianalisa diprioritaskan sesuai dengan kriteria
prioritas masalah untuk menentukan masalah yang harus segera diatasi
yaitu:
1) Masalah yang dapat mengancam jiwa klien
2) Masalah aktual
3) Masalah potensial atau resiko tinggi
d. Prioritas Masalah
Prioritas masalah dituliskan dalam urutan tertentu untuk
memudahkan pengurutan diagnosa keperawatan berkaitan yang dipilih,
yang tersaji dalam pedoman perawatan (Doenges, 2002).
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan
dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap maslah
aktual dan resiko tinggi (Allen, 2003).
Diagnosa yang muncul menurut Doenges (2002) dan Carpenito (2006)
pada klien dengan Post Op Nefrostomi a/i Chronic Kidney Disease adalah:
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
b. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
69. 50
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin
dan retensi cairan dan natrium.
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
e. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2
dan nutrisi ke jaringan sekunder.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
g. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak
seimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan
vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak
seimbangan elektrolit).
h. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik
dalam kulit dan gangguan turgor kulit atau uremia.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah acuan tertulis sebagai imtervensi keperawatan yang
direncanakan agar dapat mengatasi diagnosa keperawatan sehingga pasien
dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (Asmadi, 2008).
Dari diagnosa keperawatan Post Op Nefrostomi a/i Chronic Kidney
Disease dapat dibuat suatu perencanaan sebagai berikut :
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Tujuan : Nyeri hilang
Kriteria : Klien nampak rileks, mampu tidur/istrahat dengan tepat
70. 51
Intervensi :
1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya dan intensitas (skala
0-5) perhatikan petunjuk verbal dan non verbal.
2) Bantu pasien menemukan posisi yang nyaman.
3) Berikan tindakan kenyamanan dasar misalnya perubahan posisi pada
punggung atau sisi yang tidak sakit.
4) Tekan sokong atau dada saat latihan batuk/napas dalam.
5) Berikan analgesik sesuai indikasi
Rasional :
1) Membantu dalam mengindentifikasi derajat ketidaknyamanan dan
kebutuhan untuk keefektifan analgesik.
2) Peninggian lengan dan adanya drain mempengaruhi kemampuan
pasien untuk rileks dan istrahat secara efektif.
3) Meningkatkan relaksasi, membantu untuk memfokuskan perhatian
dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
4) Memudahkan partisipasi pada aktivitas tanpa timbul
ketidaknyamanan.
5) Menghilangkan ketidaknyamanan / nyeri dan memfasilitasi tidur.
b. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan
pola napas efektif.
Kriteria : Gas Darah Analisa (GDA) dalam rentang normal, tidak ada
tanda sianosis maupun dispnea, bunyi napas tidak
mengalami penurunan, tanda-tanda vital dalam batas normal
71. 52
(RR 16-24 x/menit).
Intervensi :
1) Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya gerak otot
dada, dispnea, sianosis, dan perubahan tanda vital.
2) Catat pengembangan dada dan posisi trakea
3) Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau napas dalam.
4) Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semi fowler
5) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit).
6) Kolaborasikan pemberian oksigen pada ahli medis.
Rasional :
1) Distress pernapasan dan perubahan tada vital dapat terjadi sebagai
akibat dari patofisiologi dan nyeri.
2) Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat menurun apabila
terjadi ansietas atau edema pulmonal.
3) Tekanan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih
efektif dan dapat mengurangi trauma.
4) Meningkatkan ekspansi paru.
5) Untuk mengetahui elektrolit sebagai indikator keadaan status cairan.
6) Menghilangkan distress respirasi dan sianosis.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine
dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan : Kelebihan cairan / edema tidak terjadi.
Kriteria : Tercipta kepatuhan pembatasan diet dan cairan, turgor kulit
normal tanpa edema, dan tanda-tanda vital normal.
72. 53
Intervensi :
1) Monitor status cairan, timbang berat badan harian, keseimbangan
input dan output, turgor kulit dan adanya edema, tekanan darah,
denyut dan irama nadi.
2) Batasi masukan cairan
3) Identifikasi sumber potensial cairan, medikasi dan cairan yang
digunakan untuk pengobatan, oral dan intravena.
4) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.
5) Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
6) Kolaborasi pada medis dalam pembatasan cairan intravena antara 5-
10 tetes permenit, dan pembatasan obat-obatan cair.
Rasional :
1) Pengkajian merupakan dasar berkelanjutan untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2) Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, keluaran urine
dan respons terhadap terapi.
3) Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
4) Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan.
5) Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan
diet.
6) Dengan pembatasan cairan intravena dapat membantu menurunkan
resiko kelebian cairan.
73. 54
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake inadekuat, mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria : Perlambatan atau penurunan berat badan yang cepat tidak
terjadi, pengukuran albumin dan kadar elektrolit dalam batas
normal, peneriksaan laboratorium klinis dalam batas normal,
pematuhan makanan dalam pembatasan diet dan medikasi
sesuai jadwal untuk mengatasi anoreksia.
Intervensi :
1) Kaji status nutrisi, perubahan berat badan, pengukuran antropometri,
nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein, dan
kadar besi).
2) Kaji pola diet dan nutrisi pasien, riwayat diet, makanan kesukaan,
hitung kalori.
3) Kaji faktor-faktor yang dapat merubah masukan nutrisi misalnya
adanya anoreksia, mual dan muntah, diet yang tidak menyenangkan
bagi pasien, kurang memahami diet.
4) Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batasan diet.
5) Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium,
diantara waktu makan.
6) Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit
ginjal dan peningkatan urea serta kadar kreatinin.
74. 55
7) Sediakan jadwal makanan yang dianjurkan secara tertulis dan
anjurkan untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium atau
kalium.
8) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
9) Timbang berat badan harian.
10) Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat, pembentukan
edema, penyembuhan yang lambat, penurunan kadar albumin.
Rasional :
1) Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi
2) Pola diet sekarang dan dahulu dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
3) Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau
dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4) Mendorong peningkatan masukan diet.
5) Mengurangi makanan dan protein yang dibatasi dan menyediakan
kalori untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan dan
penyembuhan jaringan.
6) Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, urea,
kadar kreatinin dengan penyakit renal.
7) Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap
pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan keluarga
yang dapat digunakan dirumah.
75. 56
8) Faktor yang tidak menyenagkan yang berperan dalam menimbulkan
anoreksia dihilangkan.
9) Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
10) Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan penurunan
albumin dan protein lain, pembentukan edema dan perlambatan
peyembuhan.
e. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2
dan nutrisi ke jaringan sekunder.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan
adekuat.
Kriteria : Membran mukosa warna merah muda, kesadaran pasien
compos mentis, pasien tidak ada keluhan sakit kepala, tidak
ada tanda sianosis ataupun hipoksia, capillary refill kurang
dari 3 detik, nilai laboratorium dalam batas normal (Hb 12
15 gr %), konjungtiva tidak anemis, tanda-tanda vital stabil:
TD 120/80 mmHg, nadi 60-80 x/menit.
Intervensi :
1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit dan dasar
kuku.
2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
3) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh
hangat sesuai dengan indikasi.
4) Kolaborasi untuk pemberian O2.
5) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (hemoglobin).
76. 57
Rasional :
1) Memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menentukan kebutuhan tubuh.
2) Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler, vasokonstrisi (ke organ vital) menurunkan
sirkulasi perifer.
3) Kenyamanan klien atau kebutuhan rasa hangat harus seimbang
dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus
vasodilatasi (penurunan perfusi organ).
4) Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
5) Mengetahui status transport O2.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria : Berpartisipasi dalam aktivitas keluwarga sesuai kemampuan,
melaporkan peningkatan rasa segar dan bugar, melakukan
istirahat dan aktivitas secara bergantian, berpartisipasi dalam
aktivitas perawatan mandiri yang dipilih.
Intervensi :
1) Kaji faktor yang menyebabkan keletihan, anemia, ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, retensi produk sampah, dan depresi.
2) Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat
ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.
3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
77. 58
4) Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
Rasional :
1) Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.
2) Meningkatkan aktivitas ringan / sedang dan memperbaiki harga diri.
3) Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat
ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
4) Dianjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak pasien sangat
melelahkan.
g. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan
tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung
(ketidakseimbangan elektrolit).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan curah jantung
dapat dipertahankan.
Kriteria : Tanda-tanda vital dalam batas normal, tekanan darah 120/80
mmHg, nadi 60-80 x/menit, kuat, teratur, akral hangat,
Capillary refil kurang dari 3 detik, nilai laboratorium dalam
batas normal (kalium 3,5-5,1 mmol/L, urea 15-39 mg/dl).
Intervensi :
1) Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer
atau kongesti vaskuler dan keluhan dispnea, awasi tekanan darah,
perhatikan postural misalnya duduk, berbaring dan berdiri.
2) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi dan beratnya.
78. 59
3) Evaluasi bunyi jantung akan terjadi frictionrub, tekanan darah, nadi
perifer, pengisisan kapiler, kongesti vaskuler, suhu tubuh dan mental.
4) Kaji tingkat aktivitas dan respon terhadap aktivitas.
5) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium yaitu kalium.
6) Berikan obat anti hipertensi sesuai dengan indikasi.
Rasional :
1) Mengkaji adanya takikardi, takipnea, dispnea, gemerisik, mengi dan
edema.
2) Hipertensi ortostatik dapat terjadi sehubungan dengan defisit cairan.
3) Mengkaji adanya kedaruratan medik.
4) Kelelahan dapat menyertai gagal jantung kongestif juga anemia.
5) Ketidakseimbangan dapat mengangu kondisi dan fungsi jantung.
6) Menurunkan tahanan vaskuler sistemik.
h. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik
dalam kulit dan gangguan turgor kulit (uremia).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
kerusakan integritas kulit.
Kriteria : Klien menunjukkan perilaku atau tehnik untuk mencegah
kerusakan atau cidera kulit, tidak terjadi kerusakan integritas
kulit dan tidak terjadi edema.
Intervensi :
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor dan perhatikan
adanya kemerahan, ekimosis.
2) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit serta membran mukosa.
79. 60
3) Inspeksi area tubuh terhadap edema.
4) Ubah posisi dengan sering menggerakkan klien dengan perlahan, beri
bantalan pada tonjolan tulang.
5) Pertahankan linen kering, dan selidiki keluhan gatal.
6) Pertahankan kuku pendek.
Rasional :
1) Menandakan adanya sirkulasi atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus atau infeksi.
2) Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler.
3) Jaringan edema lebih cenderung rusak atau robek.
4) Menurunkan tekanan pada edema, meningkatkan peninggian aliran
balik statis vena sebagai pembentukan edema.
5) Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.
6) Menurunkan resiko cedera dermal.
4. Implementasi
Implementasi adalah suatu tahap dimana perawat membantu pasien
untuk mencapai kesehatan yang optimal. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan
yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor- faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien. Dalam pelaksanaan ini perawat
80. 61
melakukan tindakan sesuai dengan hasil perencanaan yang disesuaikan
dengan kondisi dan keadaan di lapangan (Nursalam, 2001).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan yang
berguna untuk menilai kemajuan dan kemunduran kesehatan setelah
dilakukan asuhan keperawatan. Dalam evaluasi, proses perkembangan klien
dinilai selama 24 jam terus menerus yang ditulis dalam bentuk catatan atau
laporan keperawatan (Hidayat, 2009).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
sebagai pola pikir yaitu sebagai berikut :
S : Respon subyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
O : Respon obyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subyektif dan data obyektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau ada masalah baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon (Hidayat, 2009).
81. 9
BAB II
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : CRONIC
KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
CKD atau gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang
bersifat persisten dan irevesibel. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan (Mansjoer, 2000).
CKD adalah penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah
(Brunner & Suddarth, 2002).
CKD biasanya merupakan akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk glomerlonefritis, infeksi kronis,
penyakit vaskular proses abstruktif, penyakit kolagen, agen nefrotik,
penyakit endokrin, berlanjutnya sindrom ini melalui tahap dan menghasilkan
perubahan utama pada semua sistem tubuh (Doenges, 2000).
Berdasarkan defenisi tersebut diatas penulis menyimpulkan bahwa
chronic kidney disease atau gagal ginjal kronik adalah penyakit renal tahap
akhir dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
82. 10
biasanya merupakan akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara
bertahap.
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
a. Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ yang terpenting dalam mempertahankan
homeostasis cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan
homeostasis dengan mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik,
asam basa, ekskresi sisa metabolisme, dan sistem pengaturan hormonal
dan metabolisme. Ginjal terletak dalam rongga abdomen retroperitonial
kiri dan kanan kolumna vertebralis, dikelilingi oleh lemak dan jaringan
ikat di belakang peritoneum (Syaifuddin, 2006).
Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke 11 dan ginjal kanan setinggi iga
ke 12, sedangkan batas bawah setinggi vertebralis lumbalis ke 3. Setiap
ginjal mempunyai panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm, dan tebal 2,5 cm.
Ginjal kiri memilik ukuran lebih panjang daripada ginjal kanan. Berat
ginjal pria dewasa 150-170 gr dan wanita 115-155 gr. (Syaifuddin,
2006).
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki
banyak ruang di sebelah kanan. Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi
dalamnya atau hilum menghadap ke tulang punggung. Sisi luarnya
cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada
hilum. Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal
kanan lebih pendek dan lebih tebal daripada ginjal kiri (Pearce, 2010).
83. 11
Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dari jaring fibrus yang rapat
membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus. Di
dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal. Warnanya ungu tua dan
terdiri atas bagian korteks di sebelah luar, dan bagian medula di sebelah
dalam. Bagian medula ini tersusun atas lima belas sampai enam belas
masss berbentuk piramida, yang disebut piramis ginjal. Puncak-
puncaknya langsung mengarah ke hilum dan berakhir di kalises. Kalises
ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal (Pearce, 2010).
Gambar 2 : Struktur makroskopis ginjal (Syaifuddin,2006).
Ginjal di tutup oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat. Apabila
kapsula dibuka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah
tua. Dengan potongan melintang vertikal dari ginjal melalui margo
84. 12
lateralis ke margo medialis akan terlihat hilus yang meluas ke ruangan
sentral yang disebut sinu renalis yaitu bagian atas dari pelvis renalis.
Ginjal terdiri atas :
1). Medula (bagian dalam) : substansi medularis terdiri atas
pyramid renalis, jumlahnya antara 8-16 buah yang
mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan aspeksnya
menghadap ke sinus renalis.
2). Korteks (bagian luar) : substansi kortekalis berwarna coklat
merah, konsistensi lunak, dan bergranula. Substansi tetap di
bawah fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang
berdekatan dengan sinus renalis. Bagian dalam di antara
piramid dinamakan kolumna renalis (Syaifuddin, 2006).
Satuan fungsional ginjal disebut juga nefron, mempunyai sekitar 1,3
juta. Selama 24 jam nefron menyaring 170 liter darah. Arteri renalis
membawa darah murni dari aorta ke ginjal. Lubang- lubang yang
terdapat pada renal piramid masing-masing membentuk simpul yang
terdiri atas satu badan malpigi yang disebut glomerulus (Syaifuddin,
2006).
Adapun bagian-bagian dari nefron yaitu :
1). Glomerulus merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang
terletak di dalam kapsula bowman menerima darah darin
arteriole aferen dan meneruskan ke sistem vena melaui arteriol
aferen.
85. 13
2). Tubulus proksimal konvulta, tubulus ginjal yang langsung
berhubungan dengan kapsula bowman dengan panjang 15 mm
dan diameter 55 mm.
3). Gelung henle, bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen
tipis selanjutnya ke segmen tebal, panjangnya 12 mm, total
panjang gelun henle 2-14 mm.
4). Tubulus distal konvulta, bagian ini adalah bagian tubulus ginjal
yang berkelok-kelok dan letaknya jauh dari kapsula bowman,
panjangnya 5 mm.
5). Duktus koligentis medula, saluran yang secara metabolik tidak
aktif. Pengaturan secara halus dari ekskresi natrium urine terjadi
di sini dengan aldosteron yang paling berperan terhadap
reabsorbsi natrium (Syaifuddin, 2006).
b. Fisiologi Ginjal
Ginjal berfungsi sebagai pengatur keseimbangan air, konsentrasi
garam dalam darah, keseimbangan asam-basa darah, serta ekskresi
bahan buangan dan kelebihan garam (Pearce, 2010).
Mekanisme fungsi ginjal dimulai dari glomerulus yang merupakan
saringan. Setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 500 ccm
plasma mengalir melaui semua glomeruli dan sekitar 100 ccm (10 %)
disaring keluar. Plasma yang berisi semua garam, glukosa, dan benda
halus lainnya disaring. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat
menembus pori saringan dan tetap tinggal dalam aliran darah.
86. 14
Cairan yang disaring, yaitu filtrat glomerulus, kemudian mengalir
melalui tubula renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang
diperlukan. Dengan mengubah-ubah jumlah yang diserap atau
ditinggalkan dalam tubula, sel dapat mengatur susunan urine di satu sisi
dan susunan darah di sisi sebaliknya. Dalam keadaan normal semua
glukosa diabsorbsi kembali; air sebagian besar diabsorbsi kembali,
kebanyakan produk buangan dikeluarkan. Dengan demikian sekresi
terdiri atas 3 faktor yaitu filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulu dan
sekresi tubula (Pearce, 2010).
3. Etiologi
Organisme penyebab infeksi pada saluran kemih yang tersering adalah
Escherichia coli, yang menjadi penyebab pada lebih dari 80% kasus. E. Coli
merupakan penghuni normal pada kolon. Organisme lain yang juga dapat
menimbulkan infeksi adalah golongan Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dan
Pseudomonas. Organisme gram positif kurang berperan dalam UTI kecuali
Staphylococcus saprophyticus, yang menyebabkan 10% hingga 15% UTI
pada perempuan muda. Pada kebanyakan kasus, organisame tersebut dapat
mencapai vesika urinaria melalui uretra. Infeksi dimulai sebagai sistitis,
dapat terbatas di vesika urinaria saja atau dapat pula merambat ke atas
melalui ureter sampai ke ginjal (Price & Wilson, 2006).
87. 15
Tabel 2. Klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik
Klasifikasi penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointersttial Pielonefitis kronik atau refluks nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensf Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan ikat Lupus eritematosus sistemik
Poliarteritis nodosa
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik Diabetes melitus
Goat
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis
;kkNefropati toksik Penyalahgunaan analgetic
Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas : batu, neoplasma,
fibrosis retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah : hipertrofi
prostat, struktur uretra, anomaly congenital,
leher vesika urinaria dan uretra
Sumber : patofisiologi vol 2
4. Patofisiologi
Terdapat dua pendekatan teoritis yang umumnya diajukan untuk
menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik. Sudut
pandangan tradisional mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang
penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian-bagian
spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat dapat saja
benar-benar rusak. Misalnya, lesi organik pada medula akan merusak
susunan anatomik pada lengkung henle dan vasa rekta, atau pompa klorida
pada pars asendens lengkung henle yang akan mengganggu proses aliran
balik pemekat dan aliran balik penukar. Pendekatan kedua dikenal dengan
nama hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh, maka seluruh
unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja
normal. Uremia akan terjadi bila jumlah sudah sangat berkurang sehingga