Karya tulis ilmiah ini membahas asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pencernaan yaitu post op laparatomy akibat peritonitis dan perforasi appendisitis. Penulis menggunakan studi kasus untuk mengumpulkan data dan melakukan pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi terhadap pasien. Tujuan penulisan ini adalah memperoleh pengalaman nyata dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan keperawatan se
1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. R DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN : POST OP LAPARATOMY POD III a/i
PERITONITIS LOKAL Ec PERFORASI APPENDISITIS
DI RUANG KANA LANTAI II RSUP Dr. HASAN
SADIKIN BANDUNG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan
Program Diploma III Keperawatan Pada Akademi Keperawatan
Pemerintah Kabupaten Muna
DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD SALEH
NIM : 12.12 1025
PEMERINTAH KABUPATEN MUNA
AKADEMI KEPERAWATAN
RAHA
2015
2. HALAMAN PERSETUJUAN
Karya tulis ilmiah ini berjudul :
“Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. R dengan Gangguan Sistem Penernaan : Post
Op Laparatomy POD III a/i Peritonitis Lokal Ec Perforasi Appendisitis Di Ruang Kana
Lantai II Di RUSP Dr. Hasan Sadikin Bandung”.
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dan di pertahankan di hadapan penguji.
Raha, Juni 2015
Pembimbing,
Ns. SANTHY, S. Kepp
NIP. 19800212 200312 2 006
Mengetahui,
Direktur Akper Pemkab Muna
Ns. SANTHY, S. Kep
NIP. 19800212 200312 2 006
3. PEMERINTAH KABUPATEN MUNA
AKADEMI KEPERAWATAN
Jln. Poros Raha-Tampo Km. 6 Motewe Tlp. 0403-2522954
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji
pada tanggal
DEWAN PENGUJI
1. YATABA, S. Kep, Ns (…………..…….)
2. Ns. MUSRIANI, S.Kep, M.Kes (…………….…..)
3. La RANGKI, S.Kep, Ns, M.Kep (…………...……)
Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
untuk menyelesaikan pendidikan diploma III keperawatan pada
Akademi Keperawatan PemKab. Muna
Raha, Juni 2015
Direktur Akper PemKab. Muna
Ns. S A N T H Y , S. Kep
NIP.19800212 200312 2 006
4. ABSTRAK
Latar Belakang. Salah satu sistem tubuh yang sering mengalami gangguan adalah sistem pencernaan. Salah
satunya adalah peradangan pada apendiks atau yang lebih dikenal dengan apendisitis. Apendisitis, adalah
kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering
terjadi. (Smeltzer,2007). Apendisitis dapat mengakibatkan peritonitis jika tidak ditangani dengan baik.
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum).
Peradangan ini merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ -organ
abdomen (misalnya apendisitis).Berdasarkan data hasil rekam medik menunjukan persentase yaitu 9,09 % dari
sepuluh penyakit terbesar yang dirawat di Ruang Kana Lantai II RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. Hal ini
menunjukan angka kejadian Post Op Laparatomy POD III a/i Peritonitis Lokal Ec Perforasi Appendis itis masih
tinggi yang mana hal ini masih memerlukan penanganan yang serius.
Tujuan Penulisan. Penulis memperoleh dan pengalaman secara nyata dan mampu menerapkan pengetahuan
dan keterampilan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan Appendis itis pada situasi nyata
dan komperensif meliputi aspek bio-psiko-sosial dan spiritual yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan.
Metode Telaahaan. Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif
dalam bentuk studi kasus dengan menggunakan pendekatan dalam proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Hasil. Dari hasil pengkajian didapatkan 5 diagnosa yakni nyeri, resiko tinggi infeksi, mobilitas fisik, defisit
perawatan diri, dan ansietas. Semua diagnosa tercapai.
Kesimpulan. Appendisitis merupakan peradangan pada usus buntu (apendiks), atau radang pada apendiks
vermiformi yang terjadi secara akut. Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari, yang
terdapat diusus besar, tepatnya didaerah perbatasan dengan usus halus. Untuk tercapainya penyembuhan dari
penyakit diperlukan evaluasi secara berkelanjutan dan terarah dengan adannya catatan perkembangan, juga
diperlukan pengobatan sesuai dengan programterapi teratur.
5. KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. R dengan Post Op Laparatomy
POD III a/i Peritonitis Lokal Ec Perforasi Appendisituis Di Ruang Kana Lantai II Di RUSP
Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Adapun dari peryataan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk memenuhi salah satu
syarat dalam menyelesaikan pendidikan program Diploma III Keperawatan pada Akper
Pemerintah Kabupaten Muna.
Dalam penyusunan Karya Tulia Ilmiah ini tidak terlepas atas bimbingan, dorongan
dan bantuan dari berbagai pihak moral maupun material, oleh karena itu penulis pada
kesempatan ini mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Hj. Ayi Djembarsari, MARS selaku Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan
Sadikin Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
ujian studi kasus karya tulis ilmiah.
2. Ibu Ns. Santhy, S.kep, selaku Direktur Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten
Muna, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di
Akper Pemkab Muna. Serta selaku pembimbing untuk karya tulis ilmiah ini yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam memberikan petunjuk dan
pemahaman kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.
3. Bapak Almawin Susen, S.Kep, M.Kes selaku penguji ujian yang telah membimbing dalam
melaksanaakan ujian praktek di ruang Kana Lantai II.
4. Klien Tn. R beserta keluarga yang telah bersedia untuk penulis jadikan objek kasus dalam
melaksanakan asuhan keperawatan dalam rangka menyusun karya tulis ilmiah ini.
5. Teristimewa ayahanda dan Ibunda serta saudara-saudaraku tercinta yang telah
memberikan kasih sayang, Do’a serta dukungan baik moril maupun materil selama
mengikuti pendidikan pada Akper Pemkab Muna hingga selesai.
6. Sahabat-sahabatku Arni, Jupe, Halami, Harianton yang selalu memberikan dukungan
selama mengikuti pendidikan pada Akper Pemkab Muna hingga selesai dan selama
penyusunan karya tulis ilmiah ini.
6. 7. Rekan-rekan mahasiswa Akper Pemkab Muna Khususnya kepada Angkatan XII yang
selalu memberikan dukungan kepada penulis selama mengikuti pendidikan akper pemkab
muna dan penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan yang setimpal atas segala bantuannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah masih banyak
kekurangan baik dari segi penulisan maupun isinya, olehnya itu penulis mengharapkan
masukan, baik kritik ataupun saran yang bersifat membangaun demi kesempurnaan karya
tulis ilmiah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
penulis, Profesi keperawatan dan membaca pada umumnya, kiranya Allah SWT meridhoi
segala aktivitas kita untuk kemaslahatan. Amin !!!
Raha, Juni 2015
Penulis
7. DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................. ii
HALAMA PENGESAHAN.................................................................................. iii
ABSTRAK.............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR.......................................................................................... v
DAFTAR ISI.......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Ruang Lingkup Pembahasan......................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................. 4
D. Manfaat .......................................................................................... 5
E. Metode Telaahan ............................................................................ 6
F. Waktu Pelaksanaan ....................................................................... 7
G. Tempat Pelaksanaan ...................................................................... 7
H. Sistematika Telaahan ..................................................................... 7
BAB II TINJAUAN TEORITIS ASUAHAN KEPERAWATAN............. 9
A. Konsep Dasar .................................................................................. 9
1. Pengertian ................................................................................. 9
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan............................. 11
3. Etiologi ...................................................................................... 21
4. Klasifikasi ................................................................................. 23
5. Patofisiologi .............................................................................. 25
6. Manifestasi klinis....................................................................... 26
7. Pemeriksaan penunjang............................................................ 27
8. Penatalaksanaan Medik............................................................ 30
9. Komplikasi.................................................................................. 30
10. Dampak Appendisitis Terhadap Sistem Tubuh...................... 30
8. B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan......................................... 32
1. Pengkajian ................................................................................... 32
2. Diagnosa ...................................................................................... 43
3. Perencanaan................................................................................. 43
4. Implementasi................................................................................ 46
5. Evaluasi........................................................................................ 46
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN...................................... 47
A. Tinjauan Kasus................................................................................ 47
1. Pengkajian.................................................................................. 47
2. Diagnosa Keperawatan............................................................. 58
3. Rencana Keperawatan.............................................................. 62
4. Implementasi Dan Evaluasi...................................................... 65
5. Catatan Perkembangan............................................................. 68
B. Pembahasan ..................................................................................... 73
1. Pengkajian.................................................................................. 73
2. Diagnosa Keperawatan............................................................. 74
3. Perencanaan............................................................................... 75
4. Implementasi............................................................................... 75
5. Evaluasi........................................................................................ 76
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................... 77
A. Kesimpulan........................................................................................ 77
B. Rekomendasi .................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP..............................................................................
LAMPIRAN............................................................................................................
9. DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1 : Distribusi Sepuluh Penyakit Terbesar............................................... 3
Tabel 2 : Intervensi Dan Rasional Nyeri......................................................... 42
Tabel 3 : Intervensi Dan Rasional Resiko Tinggi Infeksi ................................ 43
Tabel 4 : Intervensi Dan Rasional Ansietas................................................... 43
Tabel 5 : Intervensi Dan Rasional Defisit Perawatan Diri............................. 43
Tabel 6 : Intervensi Dan Rasional Gangguan Mobilitas Fisik ........................ 44
Tabel 7 : Pola Aktivitas Sehari-Hari.............................................................. 54
Tabel 8 : Pemeriksaan Diagnostik................................................................. 55
Tabel 9 : Therapy Medis............................................................................... 56
Tabel 10 : Analisa Data.................................................................................... 57
Tabel 11 : Rencana Asuhan Keperawatan........................................................ 61
Tabel 12 : Implementasi Dan Evaluasi............................................................. 64
Tabel 13 : Catatan Perkembangan..................................................................... 67
10. DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1 : Anatomi Sistem Pencernaan..................................................... 13
12. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan perlu bekerjasama
dengan tim kesehatan lainnya agar dapat mewujudkan tingkat kesehatan yang optimal
agar tujuan dari pembangunan kesehatan terwujud diperlukan adanya peningkatan
pengetahuan masyarakat dibidang kesehatan yang optimal agar tujuan dari pembangunan
kesehatan terwujud diperlukan adanya peningkatan pengetahuan masyarakat dibidang
kesehatan, bimbingan dan peningkatan ilmu masyarakat adalah salah satu upaya yang
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan agar masyarakat dapat lebih mengetahui tentang
cara hidup sehat. Dalam hal ini tidak ada tenaga kesehatan yang harus aktif tetapi
masyarakat juga harus proaktif dalam meningkatkan dan mempertahankan kelangsungan
hidup untuk tetap hidup sehat, terutama menjaga fisik agar tetap seimbang dari sistem-
sistem tubuh yang ada dimana antara satu sistem dengan sistem yang lainnya saling
berkaitan dan saling mempengaruhi (Gasper, 2005).
Salah satu sistem tubuh yang sering mengalami gangguan adalah sistem
pencernaan. Salah satunya adalah peradangan pada apendiks atau yang lebih dikenal
dengan apendisitis. Apendisitis, adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai
apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.
(Smeltzer,2007). Apendisitis dapat mengakibatkan peritonitis jika tidak ditangani dengan
baik. Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput
rongga perut (peritoneum). Peradangan ini merupakan komplikasi berbahaya yang sering
terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis).
13. Tingginya angka kejadian menunjukan perlunnya penanganan melalui pemberian
asuhan keperawatan oleh karena dapat mengganggu kebutuhan dasar manusia yakni
nyeri perut, resiko infeksi, kecemasan klien, defisit perawatan diri, gangguan mobilitas
fisik dan jika ini tidak ditangani maka akan menimbulkan masalah pada kondisi
kesehatan.
Survei WHO, kasus Laparatomy di dunia berkisar antara 5% sampai 34%. Jenis
patogen yang terbanyak yang ditemukan dari spesimen yang diambil dari luka operasi
adalah Escherichia coli 31,25% (WHO). Pada penelitian multietnik yang dilakukan di
Amerika Serikat pada tahun 2007, dihasilkan data 4 dari 10000 anak usia dibawah 14
tahun menderita Perforasi Appendisitis dan lebih dari 80.000 kasus Perforasi
Appendisitis terjadi di Amerika Serikat dalam setahun. WHO memperkirakan insiden
Perforasi Appendisitis di dunia tahu 2007 mencapai 7% dari keseluruhan jumlah
penduduk dunia (Juliansyah, 2008). Di Amerika, kejadian Perforasi Apendisitis
dikatakan 7% dari seluruh populasi dengan insiden 1,1 kasus per 1000 penduduk
pertahun. Dari segi usia, usia 20-30 tahun adalah usia yang paling sering mengalami
Perforasi Appendisitis, laki-laki 1,4 kali lebih sering dari pada wanita. Angka kematian
secara keseluruhan adalah 0,2-0,8% dan lebih sering oleh karena komplikasi yang terjadi
dari pada akibat tindakan bedah yang dilakukan. Insiden Perforasi lebih tinggi pada
pasien usia <18 tahun dan > 50 tahun, hal ini kemungkinan terjadi terkait keterlambatan
diagnosis yang kemudian meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas.
Berdasarkan, laporan Departemen Kesehatan Indonesia (DEPKES RI) Post
operasi laparatomi di Indonesia meningkat dari 189 kasus pada tahun 2008 menjadi 678
kasus pada tahun 2009 dan 1.161 kasus pada tahu 2010. Laporan Departemen Kesehatan
Indonesia (DEPKES RI) penyakit sistem pencernan khususnya peritonitis yaitu 42 kasus
dari 2244 klien, hal ini memberikan gambaran bahwa kasus peritonitis adalah 1,9%.
14. Dari data yang diperoleh diatas, kasus peritonitis relatif sedikit, namun penyaki
ini memerlukan perhatian yang khusus karena jika peritonitis tidak ditangani segera dan
benar dapat menyebabkan komplikasi yang sangat berat dan menyebabkan penderita
sangat terganggu dalam aktifitasnya, sehingga peran tenaga kesehatan khususnya
perawat sangat penting dalam upaya membantu menangani secara serius kasus ini,
dengan didasarkan kepada konsep pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual secara menyeluruh
(komprehensif).
Untuk Indonesia sendiri kasus Perforasi Appendisitis merupakan penyakit dengan
urutan keempat terbanyak pada tahun 2006. Data yang dirilis oleh Departemen
Kesehatan RI pada tahun 2008 jumlah penderita Perforasi Appendisitis di Indonesia
mencapai 591.819 orang dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang.
Kelompok usia yang umumnya mengalami Perforasi Appendisitis yaitu pada usia antara
10-30 tahun. Dimana insiden laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan (Eylin, 2009).
Berdarasarkan rekam medis di didapatkan sepuluh penyakit terbesar Di Ruang
Kana Lantai II Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Tabel. 1 Distribusi Sepuluh Penyakit Terbesar Diruang Kana Lantai II Rumah Sakit Pusat Dr. Hasan
Sadikin Bandung Periode Bulan Oktober 2014 Sampai Dengan Maret 2015.
No. Nama Penyakit Jumlah Pasien Persentase (%)
1. Efusi Pleura 7 15,91 %
2. Other Chronic 6 13,64 %
3. Calculus Of Kidney 6 13,64 %
4. CA Thiroid 5 11,36 %
5. Retensi Urine 4 9,09 %
6. Peritonitis 4 9,09 %
7. Hyperplasia Of Prostate 4 9,09 %
8. Hypertensi 3 6,82 %
9. Urethral Syndroma 3 6,82 %
10. Sinus Paranasal 2 4,55 %
Jumlah 44 100
Sumber : RekamMedis di Ruang Kana Lantai II Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin
Bandung Bulan Oktober2014 – Maret 2015
15. Dari tabel di atas menunjukkan bahwa penyakit Peritonitis menempati urutan
keenam dengan jumlah penderita 4 orang (9,09%) dari 10 jenis penyakit terbesar di ruang
Kana RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung.
Melihat keadaan tersebut dan mengingat dampak yang ditimbulkan pada penderita
Peritonitis. Penulis tertarik untuk melaksanakan asuhan keperawatan dan menuangkannya
dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. R
dengan gangguan sistem pencernaan; Post Op Laparatomi POD III a/i Peritonitis Lokal
Ec Perforasi Appendisitis di Ruang Kana RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung”.
B. Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis membatasi ruang lingkup
pembahasan asuhan keperawatan hanya pada salah satu kasus yaitu “Asuhan
Keperawatan Pada Klien Tn. R dengan gangguan sistem pencernaan; Post Op Laparatomi
POD III a/i Peritonitis Lokal Ec Perforasi Appendisitis di Ruang Kana RSUP dr. Hasan
Sadikin Bandung.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran yang jelas tentang penerapan proses “Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan gangguan sistem pencernaan; Post Op Laparatomi a/i
Peritonitis Lokal Ec Perforasi Appendisitis di Ruang Kana RSUP dr. Hasan Sadikin
Bandung.
16. 2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian secara komprehensif pada klien dengan
gangguan sistem pencernaan Post Op Laparatomi a/i Peritonitis Lokal Ec
Perforasi Appendisitis.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas masalah pada
klien dengan Post Op Laparatomi a/i Peritonitis Lokal Ec Perforasi Appendisitis.
c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pencernaan : Post Op Laparatomi a/i Peritonitis Lokal Ec Perforasi Appendisitis.
d. Mampu mengimplementasikan rencana keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem pencernaan : Post Op Laparatomi a/i Peritonitis Lokal Ec Perforasi
Appendisitis.
e. Mampu mengevaluasi implementasi keperawatan yang telah di berikan pada klien
dengan gangguan sistem pencernaan : Post Op Laparatomi a/i Peritonitis Lokal Ec
Perforasi Appendisitis.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang di laksanakan pada klien
dengan gangguan sistem pencernaan : Post Op Laparatomi a/i Peritonitis Lokal Ec
Perforasi Appendisitis.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah :
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai pedoman dan petunjuk dalam penerapan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem pencernaan Post Op Laparatomi a/i Peritonitis Lokal Ec
Perforasi Appendisitis.
17. 2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan ilmiah atau bahan perbandingan dalam mengembangkan
ilmu keperawatan dan sebagai masukan bagi rekan – rekan sejawat khususnya rekan -
rekan di Akper Pemkab Muna dalam melakukan penelitian lebih lanjut dengan
gangguan sistem pencernaan : Post Op Laparatomi a/i Peritonitis Lokal Ec Perforasi
Appendisitis.
3. Bagi profesi keperawatan
Sebagai bahan acuan yang dapat digunakan dalam melaksanakan tindakan
asuhan keperawatan khususnya bagi pasien dengan Post Op Laparatomi a/i Peritonitis
Lokal Ec Perforasi Appendisitis
4. Bagi Penulis
Merupakan pengalaman berharga bagi penulis dalam meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem pencernaan : Post Op Laparatomi a/i Peritonitis Lokal Ec Perforasi
Appendisitis.
.
E. Metode Telaahan
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan metode analisis
deskriptif dalam bentuk studi kasus, sedangkan dalam pengumpulan data penulis
menggunakan teknik sebagai berikut :
1. Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan menggunakan komunikasi lisan yang
diperoleh secara langsung baik dari klien maupun dari keluarganya, perawat serta
tenaga kesehatan lain yang berkaitan dengan kesehatan klien.
2. Observasi yaitu mengamati keadaan klien yang meliputi bio, psiko, sosial, kultural
dan spiritual.
18. 3. Pemeriksaan Fisik yaitu pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan fisik pada
klien dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
4. Studi Dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan mempelajari data dan status klien
melalui rekam medic.
5. Studi Kepustakaan yaitu dengan membaca dan mempelajari teori – teori dari buku –
buku yang telah dijadikan acuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagai
kerangka teori.
F. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan studi kasus ini yaitu tanggal 18-21 April.2015
G. Tempat Pelaksanaan
Studi kasus ini penulis laksanakan di Ruang Kana Lantai II Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung.
H. Sistematika Telaahan
Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari 4 (empat) bab yaitu :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, ruang lingkup
pembahasan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode telaahan, waktu
pelaksanaan, tempat pelaksanaan dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Teoritis Asuhan keperawatan Post Op Laparatomi a/i
Peritonitis Lokal Ec Perforasi Appendisitis. Bab ini membahas tentang
konsep dasar, mulai dari pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan diagnostik, komplikasi, penatalaaksanaan dan tinjauan teoritis
tentang asuhan keperawatan.
19. BAB III : Tinjauan kasus dan pembahasan yang merupakan laporan studi kasus dengan
asuhan keperawatan Tn. R dengan gangguan sistem pencernaan : Post Op
Laparatomi POD III a/i Peritonitis Lokal Ec Perforasi Appendisitis di Ruang
Kana Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung dan membahas
tentang perbandingan antara teori dan kasus nyata yang disusun secara
sistematis berdasarkan tahapan proses keperawatan mulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan catatan
perkembangan.
BAB IV : Penutup yang menguraikan hasil asuhan keperawatan dan rekomendasi
operasional bagi penatalaksanaan asuhan keperawatan Post Op Laparatomi
a/i Peritonitis Lokal Ec Perforasi Appendisitis.
20. BAB II
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN POST OP
LAPARATOMY POD III a/i PERITONITIS LOKAL
Ec PERFORASI APPENDISITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian atau Defenisi
a. Appendisitis
Appendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltzer, 2007).
Appendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi diumbai cacing dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparatomy dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak
terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh Peritonitis dan syok
ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur ( Anonim, 2007 ).
Appendisitis adalah peradangan pada usus buntu (apendiks), atau radang
pada apendiks vermiformi yang terjadi secara akut. Usus buntu merupakan
penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari, yang terdapat diusus besar, tepatnya
didaerah perbatasan dengan usus halus.
Appendisitis adalah ujung peradangaan dari apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab yang umum dari radang abdomen akut yang paling sering
(Mansjoer, 2005).
21. b. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritonium-lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantarannya
nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien
dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas,
atau penyakit berat (Brunner, 2006).
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu membrane yang
melapisi rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masunya bakteri dari
saluran cerna atau organ-organ abdomen ke dalam ruang perotonium melalui
perforasi usus atau rupturnya suatu organ (Syaifudin, 2001).
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan
oleh infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan
atau pada organ-organ reproduktif internal wanita (Farid, 2005).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peritonitis adalah
radang selaput perut atau inflamasi peritoneum baik bersifat primer atau
sekunder, akut atau kronis yang disebabkan oleh kontaminasi isi usus, bakteri
atau kimia.
22. 2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Gambar : Sistem Pencernaan (Elizabeth, 2005).
a. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air
pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian
awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam
dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa
yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari
23. manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung
dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah
oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih
mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.
Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.
b. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal
dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil
( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan
merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan
nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
didepan ruas tulang belakang.
Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga
mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium
Tekak terdiri dari; Bagian superior =bagian yang sangat tinggi dengan
hidung, bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian
inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut
24. orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut
laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring
c. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan
berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering
juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: , oeso - "membawa", dan , phagus -
"memakan").
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
histologi esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
1) Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
2) Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
3) Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
d. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu
1) Kardia.
2) Fundus.
3) Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan.
25. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara
ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi
lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga
berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
berbagai bakteri.
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
e. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan
serosa ( Sebelah Luar ). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas
jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
26. f. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai
dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang
normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal
dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus
halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
a) Usus jejenum
Usus jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua
dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2
meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
b) Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki
27. pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam-garam empedu.
g. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
1) Kolon asendens (kanan)
2) Kolon transversum
3) Kolon desendens (kiri)
4) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa
penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri
didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
h. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian
kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
28. i. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,
vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang
dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai
20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa
berbeda - bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di
peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial
(sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam
sistem limfatik.
j. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir
di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,
yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke
dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum
akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
29. defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke
usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian
otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit)
dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar -
BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
k. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat
dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
1) Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
2) Pulau pankreas, menghasilkan hormon
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan
melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan
mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke
dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk
inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan.
30. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi
melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
l. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki
beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein
plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam
pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam
hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan
pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke
dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya
masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-
pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan
proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat
gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
m. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk
buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh
untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar
7-10 cm dan berwarna hijau gelap - bukan karena warna jaringannya, melainkan
karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan
hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
1) Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
31. 2) Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb)
yang berasaldari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol (Syaifudin,
2001).
3. Etiologi
A. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus appendisitis :
a. Sumbatan pada lumen apendiks merupakan faktor dari apendisitis akut.
b. Hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid yang biasa terjadi pada anak-anak.
c. Timbulnya tinja / feses yang keras (fekalit)
d. Erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
e. Benda asing dalam (biji-bijian, biji jambu) juga dapat menyebabkan sumbatan.
f. Penyebab lain apendisitis adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman-kuman
seperti Escherichia coli (80%), stepcoccus tapi kuman yang lain jarang terjadi
(Smeltzer, 2007).
B. Etiologi dari peritonitis adalah sebagai berikut :
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Apendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak thypoid
d. Tukan disertai amuba/colitis
e. Tukak pada tumor
f. Salpingitis (Farid, 2005).
32. 4. Klasifikasi
A. Kasifikasi Appendisitis
Di klasifikasikan sebagai berikut :
a. Appendisitis akut
Appendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Appendisitis pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks.
b. Appendisitis pululenta (supurative apendisitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan
thrombosis. Mikroorganisme yang ada diusus besar berinvasi kedalam dinding
apendiks menimbulkan ifeksi serosa sehinngga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin.
c. Appendisitis kronik
Diagnosis apendikdisitis kronik baru dapat ditegakan jika dipenuhi semua
syarat :
1) Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu.
2) Radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik.
3) Dan keluhan menghilang setelah apendektomi (Mansjoer, 2005).
B. Klasifikasi Peritonitis
Berdasarkan pathogenesis peritonitis dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
a. Peritonitis bacterial primer
Akibat kontaminasi bacterial secara hematogen pada cavum
peritoneum dan tidak ditemukan focus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya
33. bersifat monomikrobial, biasanya E.coli, Streotokokus atau Pneumococus,
peritonitis ini dibagi menjadi dua yaitu:
Spesifik : Seperti Tuberculosa.
Non-spesifik : Pneumonia non tuberculosis dan tonsillitis.
Factor yang beresiko pada peritonitis ini adalah malnutrisi, keganasan intra
abdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah
dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan
sirosis hepatis dengan asites.
b. Peritonitis bacterial akut sekunder(supurative)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akaut atau perforasi traktus
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umunya organism tunggal tidak
akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multiple organism
dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies
bacteroides dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi. Luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat
peritonitis. Kuman dapat berasal :
Luka trauma atau penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke
dalam cavum peritoneal.
Perforasi organ-organ dalam perut. Seperti di akibatkan oleh bahan kimia.
Perforasi usus sehingga feces keluar dari usus. Komplikasi dari proses
inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendicitis.
c. Peritonitis Tersier
Peritonitis ini terjadi akibat timbulnya abses atau flagmon dengan atau
tanpa fistula. Yang disebabkan oleh jamur, peritonitis yang sumber kumannya
34. tidak dapat ditemukan. Seperti disebabkan oleh iritan langsung, seperti
misalnya empedu, getah lambung, getah pancreas, dan urine (Farid, 2005).
5. Patofisiologi
A. Patofisiologi Appendisitis
Appendisitis biasannya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks.
Obsturksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa apendiks
mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elasitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran
limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi
apendisitis akut lokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus
dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium yang
dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis
supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding apendiks yang
diikuti ganggren. Stadium ini disebut appendisitis ganggrenosa bila dinding
apendiks rapuh maka akan terjadi perforasi disebut appendisitis perforasi. Bila
proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah
apendiks hingga muncul infiltrate apendikularis. Pada anak-anak karena
omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
35. untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada
gangguan pembuluh darah.
Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (masa keras dari
feses) atau benda asing, apendiks terinflamasi dan mengalami edema. Proses
inflamasi tersebut menyebabkan aliran limfe dan darah tidak sempurna,
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam
beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah abdomen
B. Patofisiologi Peritonitis
Reaksi awal peritonium terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Perlekatan biasannya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan
obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa keperkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena
tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juka ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkat
curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritonium termasuk dinding abdomen
mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah
kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulancairan didalam rongga
peritonium dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan
36. oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan
hipovelemia. Hipovelemia bertambah dengan adannya kenaikan suhu, masukan
yang tidak ada, serta muntah (Farid, 2005).
6. Manifestasi klinis
A. Appendisitris
Ada beberapa gejala awal khas yakni :
a. Nyeri yang dirasakan secara samar (nyeri tumpul) di daerah sekitar pusar.
Kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda
yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pada titik Mc Burney. Nyeri perut
ini akan bertambah sakit apabila terjadi pergerakan seperti batuk, bernapas
dalam, bersin, dan disentuh daerah yng sakit.
b. Seringkali sering disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah.
c. Demam derajad rendah (37,50C-38,50C) dan terasa sangat lelah.
d. Mules.
e. Konstipasi atau diare.
f. Tidak ada nafsu makan.
g. Malaise.
h. Leukositosis (lebih dari 12.000/mm3) dengan peningkatan jumlah neutrofil
sampai 75%.
Tanda dan gejala post apendiktomi :
a. Nyeri pada area luka operasi yang kemungkinan dapat menghambat aktifitas.
b. Mual dan muntah.
c. Keterbatasan dalam melakukan aktifitas perawatan diri.
37. d. Dehidrasi karena adanya pembatasan masukan oral pada periode pertama post
operasi.
e. Kontipasi karena adanya pengaruh anastesi pada fungsi pencernaa.
f. Ketidak tahuan klien dalam pemulihan pasca operasi (Syaifudin, 2001).
B. Manifestasi klinis Peritonitis
Adannya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan
tanda-tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri
tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas
dibawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan
sementara usus.
Bila terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan
terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan
ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran
peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita
bergerak seperti berjalan, bernapas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa
nyeri jika digerakan seperti palapasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi (Farid 2005).
a. Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga
apendisitis akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan tes protein reactive (CRP),
pada pemeriksaan darah lengkap sebagian besar pasien biasannya ditemukan
juklah leukosit diata 10.000 dan neutrofil diatas 75%. Sedang pada pemeriksaan
38. CRP ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada 6-12 jam setelah
inflamasi jaringan.
b. Pemeriksaan radiologi
Yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga apendisitis akut antara lain USG,
CT-Scen. Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks sedangakan pada pemeriksaan CT-Scen
ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalith serta peluasan dari
apendiks yang mengalami inflamasi serta adannya pelebaran pada sekum.
c. Kelainan radiologi non spesifik, diatas sekum, ada bayangan perforasi. Ditemukan
sejumlah kecil eritrosit dan leukosit pada urin.
d. Pemeriksaan urin.
e. Pemeriksaan USG bila terjadi infiltrak apendikularis.
8. Penatalaksanaan Medik
A. Appendisitis
Pada apendisitis akut pengobatan yang paling baik perbedaan pada
apendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita diobservasi, istirahat
dalam posisi fowler, berikan antibiotik dan diberikan makanan yang
merangsang peristaltic.
Maka terapi yang paling tepat dan tindakan operasi yaitu :
1. Tindakan pre operatif, meliputi penderita dirawat, pemberian antibiotik dan
kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tidak
baring dan dipuasakan.
2. Apendioktomi atau operasi terbuka.
39. 3. Laparaskopi yaitu sayatan dibuat sekitar 2-4 buah satu didekat pusar yang
lainnya disekitar perut.
4. Laparatomy
a. Pengertian
Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding abdomen seperti
caesarean section sampai membuka selaput perut. Perawatan post
laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada
pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.
Post op atau post operatif laparatomi merupakan tahapan setelah
proses pembedahan pada area abdomen (laparotomi) dilakukan. Dalam
Perry dan Potter (2005) dipaparkan bahwa tindakan post operatif
dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan
berkelanjutan setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut
membutuhkan perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi
adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada klien yang
telah menjalani operasi pembedahan abdomen.
Post operasi laparotomi yang tidak mendapatkan perawatan
maksimal setelah pasca bedah dapat memperlambat penyembuhan pasien
itu sendiri.
b. Tujuan perawatan post laparatomi
Tujuan perawatan post laparatomi anatara lain : mengurangi
komplikasi akibat pembedahan, mempercepat penyembuhan,
mengembalikan fumgsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi, mempertahankan konsep diri pasien dan mempersiapkan pasien
40. pilang, hal inilah yang membuat pasien dengan pasca bedah memerlukan
perawatn yang maksimal.
c. Manifestasi klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomi diantaranya :
1. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan.
2. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
3. Kelemahan.
4. Mual, muntah, anoreksia.
5. Konstipasi.
d. Komplikasi
Syok, digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi seluler
yang disertai dengan ketidak mampuan untuk mengekspresikan produk
metabolisme.
B. Penatalaksanaan Peritonitis
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai
berikut :
a) Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik.
b) Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
c) Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
d) Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi
ventilasi.
e) Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga
diperlukan.
f) Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
g) Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi ( appendks ), reseksi ,
memperbaiki (perforasi ), dan drainase ( abses ).
h) Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal
41. 9. Komplikasi
A. Komplikasi Appendisitis
Komplikasi paling serius adalah ruptur apendiks. Hal ini terjadi jika
apendisitis terlambat didiagnosis atau diterapi. Kasus ini paling sering terjadi
pada bayi, anak, atau orang tua. Bocornya apendiks dpat menyebabkan peritonitis
dan pembentukan abses.
Peritonitis adalah infeksi berbahaya yang terjadi akibat bakteri dan isi
apendiks keluar mencemari rongga perut. Jika tidak diobati dengan cepat,
peritonitis dapat berakibat kematian. Abses adalah massa lunak yang berisi cairan
dan bakteri, biasannya terbentuk sebagai upaya tubuh untuk melokalisir infeksi.
B. Komplikasi Peritonitis
a. Septikemia dan syok septic.
b. Syok hipovelmia.
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multi system.
d. Abses residual intraperitoneal
e. Eviserasi luka.
f. Obstruksi usus
g. Oliguri
10. Dampak Masalah Terhadap Perubahan Struktur / Pola Fungsi Sistem Tubuh
Tertentu Terhadap Kebutuhan Klien Sebagai Makhluk Holistic
b. Sistem pencernaan
Terjadi penurunan kerja peristaltik usus akibat efek anastesi, enam jam
pertama tidak diperbolehkan makan untuk mengurangi resiko aspirasi, peristaltik
lemah mempengaruhi kekuatan otot abdominal, mual dan muntah post laparatomi
42. jarang ditemukan karena kemajuan dibidang anastesi, 24 jam pertama klien dapat
infus intravena untuk memenuhi kebutuhannya, klien dipuaskan sampai bising
usus positif, lakukan tes feeding setelah bising usus positif.
c. Sistem perkemihan
Anastesi dapat mengakibatkan hilangnya sensasi pada area bladder sampai
anastesi hilang, kateter dapat dilepas dari setelah 12 jam operasi atau keesokan
harinya.
d. Sistem muskuloskeletal
Merasa tidak mampu mengerjakan sesuatu karena kelemahan fisik, citra tubuh
menjadi rusak mengakibatkan ibu merasa sensitif dan cepat tersinggung.
43. B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah tindakan yang berurutan, dilakukan secara sistematik
untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya,
melaksanakan rencana, dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah
yang diatasinya. (Potter, 2005).
Komponen rencana asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Gartina, 2005).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah bagian dari proses keperawatan yang terdiri dari
pengumpulan data yang tepat untuk memperoleh asuhan keperawatan kepada klien.
Data yang dikumpulkan adakah data subjektif dan data objektif. Metode yang
digunakan melalui wawancara, inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi (Long, 2005).
Menurut Potter 2005, langkah-langkah proses keperawatan dibagi 5 tahap
diperoleh dari klien yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan kegiatan mengumpulkan informasi tentang klien
yang dilakukan secara sistemis untuk menentukan masalah serta kebutuhan-
kebutuhan klien, biasannya menggunakan anamnese atau wawancara, obserfasi,
pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Data dapat diperoleh dari klien sendiri,
catatan medik serta tim kesehatan lain.
44. 1) Biodata
a) Identitas klien
Identitas klien yang mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, pendidikan terakhir, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, nomor register, diagnosa medikdan alamat.
b) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, agama, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
c) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat kesehatan sekarang
a) Alasan masuk rumah sakit
Alasan utama klien saat masuk rumah sakit didapatkan saat masuk
rumah sakit yang dijadikan dasar untuk menggali kondisi klien saat
ini (priharjo, 2006).
b) Keluhan utama masuk rumah sakit. Biasannya klien dengan sakit
perut sebelah kanan. Setelah operasi yang dirasakan klien adalah
nyeri pada bekas opersi.
c) Keluhan utama saat pengkajian berisi tentang keluhan klien saat
pengkajian. Biasannya pada klien post op laparatomi keluhan
utama yang dirasakan klien adalah nyeri yang berkembangkan
dengan teknik PQRST.
Paliative : penyebab nyeri klien pada pasien post op laparatomi
dengann pembedahan pada daerah bagian perut.
Quality : seberapa berat keluhan terasa, bagaimana rasanya,
seberapa sering terjadi atau bagaimana bentuk serta
45. gambaran keluhan dan sejauh mana tingkat keluhannya.
Kualitas nyeri yang dirasakan pada umumnya berat.
Region : lokasi keluhan yang dirasakan pada klien post op
laparatomi didaerah perut.
Skala : intensitas keluhan apakah sampai mengganggu atau
tidak. Pada penderita nyeri dinilai berdasarkan skala
nyeri berkaitan dengan keluhan nyeri. Pengukuran yang
dilakukan untuk skala nyeri dapat dilakukan dengan cara
Numerical Rating Scale (NRS). Pasien diminta untuk
memilih angka di antara 0-10. Angka 0 menandakan
tidak nyeri dan 10 menandakan nyeri yang sangat hebat.
Gambar 4. Numerical Rating Scale (Rubrik Kesehatan.
Majalah 1000 guru, 2015)
Selain Numerical Rating Scale,ada beberapa variasiskala
lain yang dapat digunakan dalam pengukuran nyeri, seperti
Visual Analog Scale (VAS) dan Faces Rating Scale (FRS).
Pasien diberikan gambar garis, kemudian diminta untuk
memberi titik pada garis. Semakin ke kiri berarti semakin
tidak nyeri. Sebaliknya, semakin ke kanan, semakin hebat
nyeri yang dialami.
46. Gambar 5. Visual Analog Scale (Rubrik Kesehatan.
Majalah 1000 guru, 2015)
Pasien yang kesulitan menentukan skala sakitnya dengan
VAS maupun NRS dapat ditunjukkan gambar berisi
ekspresi wajah dari mulai yang paling kiri (tidak nyeri)
hingga paling kanan yang berarti nyeri paling hebat.
Gambar 6. Faces Rating Scale (Rubrik Kesehatan.
Majalah 1000 guru, 2015)
Timming: kapan waktu mulai terjadi keluhan dan berapa lama
kejadian ini berlangsung serta pada saat apa serangan
terjadi. Pada penderita post op laparatomi keluhan
dirasakan pada saat beraktivitas dan istirahat (Priharjo,
2006).
(2) Riwayat kesehatan dahulu
Mengkaji apakah ada riwayat pembedahan laparatomy sebelumnya
yang berhubungan dengan sekarang, selain itu mengkaji pengakit lain
yang sebelumnya pernah diderita apakah pernah menderita Hyperplasia
(pembesaran) jaringan limfoid.
47. (3) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji apakah dari keluarga ada riwayat penyakit yang sama dengan
klien.
d) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe di dokumentasikan secara
persistem meliputi :
(1) Keadaan umum
Klien dengan post laparatomy akan mengalami kelemahan.
(2) Tanda-tanda Vital
Hal-hal yang dilakukan pada pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien
post op laparatomy biasannya tekanan darah menurun, suhu meningkat,
nadi meningkat, pernapasan meningkat.
(3) Sistem Pernafasan
Aspek yang dikaji meliputi kesimetrisan hidung, warna mukosa, nyeri
sinus, bentuk dada, frekuensi nafas, jenis pernafasan, adanya nyeri
dada, bunyi nafas, batuk, apakah ada sputum, ekspansi dada, riwayat
pernah mengkonsumsi rokok/alkohol, adakah riwayat penyakit yang
berhubungan dengan sistem pernafasan.
(4) Sistem Kardiovaskuler
Aspek yang dikaji meliputi konjungtiva, pembesaran vena jugularis,
apakah terjadi palpitasi, bunyi jantung, frekuensi nadi, tekanan darah,
warna kulit, kuku, membran mokosa, serta pengisian kapiler.
48. (5) Sistem Pencernaan
Biasanya pada klien dengan post op laparatomy, keadaan mulut,
gigi, dan bibir kotor, terjadi penurunan kerja peristaltik usus akibat efek
anastesi, enam jam pertama tidak diperbolehkan makan untuk
mengurangi resiko aspirasi, peristaltik lemah mempengaruhi kekuatan
otot abdominal, adanya nyeri tekan. Mual dan muntah post laparatomi
jarang ditemukan karena kemajuan dibidang anastesi, 24 jam pertama
klien dapat infus intravena untuk memenuhi kebutuhannya, klien
dipuaskan sampai bising usus positif, lakukan tes feeding setelah bising
usus positif.
(6) Sistem muskuloskeletal
Aspek yang dikaji meliputi kekuatan/tonus otot, bentuk dan
ukuran,pergerakan (adakah pembatasan aktivitas), terpasang infus atau
tidak, deformitas, oedema, nyeri tekan, pembengkakan, nodulla,
rentang gerak persendiaan (ROM).
(7) Sistem Indara
(a) Mata : aspek yang dikaji meliputi kesimetrisan, reflek pupil,
pergerakan bola mata, apakah menggunakan alat bantu
penglihatan, fungsi penglihatan, dan kebersihan
(b) Telinga : aspek yang dikaji meliputi kesimetrisan, fungsi
pendengaran, serumen, apakah mnggunakan alat bantu
pendengaran, dan kebersihan.
(c) Hidung : aspek yang dikaji meliputi kebersihan, sekret, fungsi
penciuman
49. (d) Lidah : aspek yang dikaji meliputi kebersihan, warna lidah,
fungsi pengecapan (sensasi rasa), pergerakan lidah.
(e) Kulit : aspek yang dikaji meliputi warna, fungsi perabaan
sensasi kulit, kebersihan.
(8) Sistem Perkemihan
Aspek yang dikaji meliputi frekuensi buang air kecil, warna, bau,
konsentrasi urine, keluhan sebelum/selama/setelah buang air kecil,
jumlah urine, distensi kandung kemih, dipasang kateter atau tidak.
(9) Sistem Integumen
Aspek yang dikaji meliputi warna kulit, suhu, jaringan parut, lesi,
vaskularisasi, tekstur, turgor, warna kuku, keutuhan, bentuk kuku,
warna rambut, distribusi, tekstur, dan kebersihan.
(10) Sistem Reproduksi
Aspek yang dikaji meliputi kesimetrisan payudara, warna areola dan
puting susu, adakah nyeri, pembengkakan, sekresi mammae, tinggi
fundus uteri, pengeluaran lochea, pembesaran labia, pembengkakan,
varises.
(11) Sistem Endokrin
Aspek yang dikaji meliputi pembesaran kelenjar tiroid, adakah tremor,
serta riwayat penyakit diabetes mellitus.
(12) Sistem Persarafan
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Status mental
a) Klien dapat berorientasi terhadap orang, tempat, dan waktu.
b) Klien berbicara dengan jelas.
50. 3. Tes fungsi kranial
a) Nervus I (olfaktorius)
Dapat membedakan bau.
b) Nervus II (optikus)
Dapat membaca papan nama dalam jarak 30 cm.
c) Nervus III,IV,VI (Okulokotorius, Troclearis, dan Abdusen)
Fungsi koordinasi gerakan mata baik, dapat menggerakan bola
mata kearah sesuai petunjuk pemeriksa, kontraksi
pupilterhadap cahaya ada, pupil mengecil saat terkena cahaya.
d) Nervus V (Trigeminus)
Dapat merasakan sentuhan dan dapat membuka mulut dan
mengunyah.
e) Nervus VII (Facialis)
Dapat membuka mulut dan menjulurkan lidahnya, dan dapat
membedakan rasa.
f) Nervus VIII (Akustikus)
Dapat mendengar dengan baik.
g) Nervus IX (Glosofaringeus)
Dapat melakukan gerakan menelan.
h) Nervus X (Vagus)
Saat mengucapkan kata “ah” uvula tertarik keatas
i) Nervus XI (Assesorius)
Mampu mengangkut bahu.
j) Nervus XII (Hipoglosus)
Dapat menggerakan lidahnya kesegalah arah.
51. (13) Pola aktivitas sehari-hari
Yang perlu dikaji dalam kegiatan sehari-hari pada klien post op
laparatomi yaitu :
(a) Nutrisi : tidak terjadi perubahan pola makan
(b) Eliminasi : terjadi perubahan pola berkemih.
(c) Istirahat dan tidur : adanya kesulitan tidur pada malam hari karena
timbulnya nyeri.
(d) Personal hygiene : mencakup berapa kali sehari klien mandi, gosok
gigi, mencuci rambut dan potong kuku. Biasanya pada klien post op
laparatomi timbul ketergantungan karena kelemahan dan tirah
baring.
(e) Aktifitas gerak : pada klien dengan post op laparatomy tidak
mampu melakukan aktifitas sehari-hari karena nyeri pada luka
bekas opererasinya.
(14) Data Psikologis
Menurut Zaidin (2002), data psikologis mencakup :
1. Status emosi
Klien menjadi iritable atau emosi yang labil terjadi secara tiba-tiba
menjadi mudah tersinggung.
2. Konsep diri
(a) Body image : klien memiliki persepsi dan merasa bahwa
bentuk tubuh dan penampilan sekarang mengalami penurunan,
berbeda dengan keadaan sebelumnya.
(b) Ideal diri : klien merasa tidak dapat mewujudkan cita-cita yang
diinginkan.
52. (c) Harga diri : klien merasa tidak berharga, lain dengan
kondisinya yang sekarang, klien merasa tidak mampu dan tidak
berguna serta cemas dirinya akan selalu memerlukan orang
lain.
(d) Peran : klien merasa dengan kondisinya yang sekarang, tidak
dapat melakukan peran yang dimilikinya baik sebagai orang
tua, suami / istri ataupun seorang pekerja.
(e) Identitas diri : klien memandang dirinya berbeda dengan orang
lain karena kondisi badanya yang disebabkan oleh
penyakitnya.
3. Pola koping
Klien biasanya tampak menjadi pendiam atau menjadi tertutup.
(15) Data Sosial
Klien dengan post op laparatomy cenderung tidak mau bersosialisasi dengan
orang lain yang disebabkan oleh rasa malu terhadap keadaannya.
(16) Data Spiriyual
Perlu dikaji keyakinan klien tentang kesembuhannya dihubungkan dengan
agama yang dianut klien, dan bagaimana persepsi klien tentang penyakitnya.
Bagaimana aktivitas spiritual klien selama menjalani perawatan di rumah
sakit, dan siapa yang menjadi pendorong dan motivasi bagi kesembuhan
klien.
(17) Pemeriksaan Penunjang
Kaji pemeriksaan darah hb, leukosit dan USG
53. b. Pengelompokan Data
Pengelompokan data adalah mengelompokan data-data klien atau keadaan tertentu
dimana klien mengalami permasalahan kesehatan ataukeperawatan berdasarkan kriteria
permasalahannya. Setelah dapat dikelompokan, maka perawat dapat mengidentifikasi
masalah keperawatan klien dengan merumuskannya. Adapun data-data yang muncul
diklasifikasikan dalam data subjektif dan data objektif. Data subjektif adalah kata yang
diungkapkan atau dikeluhkan klien sedangkan data objektif adalah data yang diperoleh
dari hasil observasi atau pengukuran (Nursalam, 2005).
c. Analisa Data
Analisa data adalah proses intelektual yaitu kegiatan mentabulasi, menyelidiki,
mengklasifikasi, dan mngelompokan data serta mengkaitkannya untuk menentukan
kesimpulan dalam bentuk diagnosa keperawatan, biasannya ditemukan data
subjektif dan objektif (Carpenito, 2006).
Dalam analisa data mengandung 3 komponen utama yaitu :
1) Problem (P / Maslah), merupakan gambaran keadaan dimana tindakan
keperawatan diberikan.
2) Etiologi (E / penyebab), keadaan ini menunjukan penyebab keadaan atau
masalah kesehatan yang memberikan arah terhadap terapi keperawatan.
3) Symptom (S / tanda dan gejala), adalah ciri tanda dan gejala, yang merupakan
suatu informasi yang diperlukan untuk dapat merumuskan suatu diagnosis
keperawatan.
54. 2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah peryataan yang menguraikan respon aktual atau
potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial klien didapatkan dari
data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis klien lalu dan
konsultasi dengan profesi lain, yang kesemuanya dikumpulkan selama pengkajian
(Doenges, 2006).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan post op
laparatomy a/i peritonitis lokal Ec appendisitis adalah :
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi.
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka bekas operasi.
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahauan tentang penyakitnya.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya perawatan terhadap diri
sendiri.
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Perencanaan
Perancanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan
yang dilaksanakan untuk mengulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang
telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.
a) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi.
Tujuan : rasa nyaman terpenuhi dan tidak terasa nyeri.
Kriteria :
1) Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri / ketidak
nyamanan nyeri dengan tepat.
55. 2) Mengungkapkan berkurangnya nyer.
3) Tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat.
Tabel 2. Intervensi dan Rasional nyeri.
No Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi nyeri Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri.
2. Jelaskan pada pasien tentang
penyebab penyakitnya.
Informasi yang tepat dapat menurunkan tingkat
kecemasan klien.
3. Ajarkan teknik nafas dalam. Nafas dalam dapat menghirup O2 secara
adequad sehingga menjadi relaksasi.
4. Observasi tanda-tanda vital. Untuk perencanaan selanjudnya.
5. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik.
Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan
rasa nyeri.
b) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya pembedahan.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria :
1) Menunjukan luka bebas dari drainage puryulen dengan tanda awal
penyembuhan, tidak nyeri tekan, dengan aliran dan karakter lochea normal.
2) Bebas dari infeksi dan tidak demam.
Tabel 3. Intervensi dan Rasional Resiko Infeksi
No Intervensi Rasional
1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi. Dugaan adanya infeksi
2. Monitor tanda-tanda vital ,
perhatiakan demam.
Dugaan adanya infeksi / terjadi sepsis,abses,
peritonitis.
3. Pertahankan teknik aseptik pada
perawatan luka.
Mencegah meluas dan membatasi penyebaran
organisme infektif / kontaminasi silang.
56. 4. Awasi / batasi pengunjung Meningkatkan resiko terpajan.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian antibiotik
Terapi ditujukan pada bakteri aerob gram
negatif.
c) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa aman klien terpenuhi dengan cemas hilang.
Kriteria: klien tidak cemas lagi.
Tabel 4. Intervensi dan Rasional Kecemasan
No. Intervensi Rasional
1. Evaluasi tingkat ansietas dan catat
verbal.
Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat.
2. Jelaskan dan persiapkan tindakan
prosedursebelum dilakuka.
Dapat meringankan ansietas
3. Jadwalkan istirahat adequat dan
periode menghentikan tidur.
Membatasi kelemahan, menghemat energi dan
meningkatkan koping.
4. Anjurkan keluarga klien untuk
menemani disamping klien.
Mengurangi kecemasan klien.
d) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya perawatan terhadap diri
sendiri.
Tujuan : perawatan diri klien teratasi.
Kriteria : penampilan klien rapi.
Tabel 5.Intervensi dan Rasional defisit perawatan diri
No
Intervensi
Rasional
1. Kaji kemampuan klien unuk
merawat diri.
Untuk mengetahui tingkat kemampuan klien
dalam melakukan perawatan diri.
2. Bantu klien untuk memenuhi
personal hygiene dengan cara
Memberikan rasa nyaman kepada klien dan
57. memendikan. mempertahankan kebersihan diri.
3. Beri HE pada klien dan keluarga
tentang pentingnya perawtan diri.
Agar klien dan keluarga dapat memahami
tentang pentingnya perawata diri.
e) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas sendiri
Kriteria : klien mampu melakukan aktivitas secara sendiri.
Tabel 6. Intervensi dan Rasional Gangguan Mobilitas Fisik
No. Intervensi Rasional
1. Kaji derajat mobilitas klien dengan
menggunakan skala
ketergantungan.
Mengetahuiderajat mobilitas klien.
2. Bantu pasien dan anjurkan kepada
keluarga untuk melakukan
perubahan posisipada setiap pasien
setiap 2 jam secara berkala.
Dapat meningkatkan sirkulasi pada seluruh
bagian tubuh.
3. Beri Heat Education mengenai
mobilisasi dan ajarkan keluaraga
untuk melatih pasien dalam
melakukan rentang gerak aktif dan
pasif.
Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi.
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dn
mempasilitasi koping. (Nursalam, 2005 ).
58. 5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya
sudah dicapai. (Hidayat, 2007).
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan, berdasarkan
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat
mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan.
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan
59. BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Kasus
Dalam bab ini diuraikan secara khusus asuhan keperawatan kepada klien Tn. R
denagan gangguan sistem pencernaan : Post Op Laparatomy POD III a/i “Peritonitis
Lokal Ec Perforasi Appendisitis” di Ruang Kana Lantai II RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung.
1. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas klien
1) N a m a : Tn. R
2) U m u r : 27 tahun
3) Jenis kelamin : Laki-Laki
4) A g a m a : Islam
5) Pendidikan : SMA
6) Pekerjaan : Buruh
7) Alamat : Kampung Pasar Baru, RT 02, RW 03
8) Tanggal MRS : 10 April 2015
9) Tgl pengkajian : 18 April 2011
10) No. Register : 00010802
11) Ruangan : Ruang KANA
12) Diagnosa medic : Post Op Laparatomy a/i Peritonitis Lokal Ec
Perforasi Appendisitis
60. b. Identitas Penanggung Jawab
1) Nama : Tn. T
2) Umur : 55 tahun
3) Jenis kelamin : Laki-Laki
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SD
6) Alamat : Kampung Pasar Baru, RT 02, RW 03
7) Hubungan dengan klien : Ayah Klien
2. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
a. Keluhan utama : Nyeri
b. Riwayat keluhan utama:
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 18 april 2015, klien mengatakan
nyeri pada perutnya karena habis operasi, dengan sakal 7(0-10), nyerinya
dirasakan seperti dirusuk-tusuk, nyerinya dirasakan pada saat bergerak, dan
nyerinya berkurang bila beristirahat dan yang memperberat jika klien banyak
bergerak.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
a) Klien mengatakan baru pertama kali dirawat dirumah sakit.
b) Klien mengatakan baru mengalami penyakit yang dialami sekarang.
61. 3) Riwayat kesehatan keluarga
a. Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang
sama dengan klien.
b. Klien mengatakan tidak ada penyakit turunan dalam anggota keluarga.
Genogram 3 generasi
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
? : Tidak dikrtahui
: Meninggal
: Garis keturunan
: Tinggal serumah
X X X X
??
55 45
1527
77
7
1123
??? ???
62. 3. Riwayat Psikososial
1) Pola konsep diri
Ideal diri : klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakitnya dan ingin
segera pulang.
Gambaran diri : klien mengatakan tubuhnya lemah dan tidak dapat melakukan
aktivitas seperti biasa.
Harga diri : klien merasa penyakitnya sangat membebani orang tuanya.
Identitas diri : klien adalah anak pertama dari 4 bersaudara dan klien belum
menikah.
Peran : klien berperan membatu ayahnya mencari nafka untuk
keluarganya.
Pola kognitif : klien tidak mengetahui penyebab penyakitnya.
2) Pola koping
Klien merasa cemas dengan penyakitnya, klien menerima dengan keadanya
sekarang, keluarga klien berharap agar klien epat sembuh.
3) Pola interaksi
Klien mengatakan hubungan keluarga baik-baik saja. Pada saat dirumah sakit
klien berinteraksi dengan klien yang lain dan perawat.
4. Riwayat Spiritual
a. Ketaatan klien beribadah
Selama klien dirawat dirumah sakit klien tidak beribadah.
b. Dukungan keluarga
Keluarga klien selalu mendukung klien agar cepat sembuh.
63. c. Ritual yang sering dijalankan
Sebelum klien masuk dirumah sakit klien selalu mengikuti kegiatan keagamaan.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis, GCS 15
b. Tanda-tanda vital
Suhu tubuh : 36,5 0 C
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Tekanan darah : 110/70 mmHg
c. Sistem pernapasan
Bentuk hidung simetris kiri dan kanan, tidak terdapat pernapasan cuping hidung,
mukosa hidung basah, tidak ada nyeri tekan pada hidung, tidak terdapat
pembesaran kelenjar thyroid, tidak nampak vena jugularis, tidak teraba adanya
pembesaran kelenjar thyroid, bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris kiri
dan kanan, irama pernapasan teratur dengan frekuensi 20x/menit, tidak ada suara
nafas tambahan, tidak ada nyeri tekan, terdengar bunyi sonor.
d. Sistem kardiovaskuler
Konjungtiva nampak merah muda, sclera berwarna putih, tidak terdapat cianosis,
tidak terdapat peningkatan vena jugularis, auskultasi terdengar bunyi jantung SI
64. dan S2 teratur, CRT kurang dari 2 detik, akral teraba hangat, tekanan darah 110/70
mmHg, nadi 80x/mnt.
e. Sistem pencernaan
Mukosa bibir lembab, gigi nampak kotor, jumlah gigi masih lengkap, tidak
menggunakan gigi palsu, lidah nampak kotor, pergerakan lidah bebas, tidak ada
pembesaran kelenjar thyiroid, menelan baik, bentuk perut datar, ada nyeri tekan
pada daerah sekitar luka opersi, perkusi bunyi tyimpani, nampak luka bekas operasi
pada daerah abdomen dengan panjang luka 15 cm, auskultasi bising usus
12x/menit.
f. Sistem perkemihan
Tidak ada pembesaran suprapubik, tidak ada nyeri tekan pada supra pubik,
terpasang kateter dengan jumlah urine 200 cc.
g. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada nyeri tekan.
h. Sistem integument
Warna rambut hitam, penyebaran rambut merata, kulit nampak kotor, tidak mudah
rontok/tercabut, turgor kulit baik, kuku klien nampak panjang dan kotor, warna
kulit kuning langsat dan kulit lembab, saat palpasi akral teraba hangat.
i. Sistem persarafan
a. Fungsi serebral
1) Status mental
a) Klien dapat berorientasi terhadap orang, tempat dan waktu dengan baik.
65. b) Memori baik dan dapat mengingat orang yang selalu dekat dengan klien.
c) Bahasanya jelas
2) Kesadaran : Komposmentis (GCS : 15)
- Eyes dapat membuka mata dengan spontan (4)
- Motorik dapat berespon terhadap perintah dengan baik (6)
- Verbal dapat berkomunikasi dengan baik (5)
3) Bicara
a) Dapat mengungkapkan perasaan sakit (akspresive)
b) Klien dapat mengikuti ucapan yang diperintahkan (reseptive)
c) Bicara lambat tapi jelas (reseditif)
b. Fungsi cranial
N.I. (Olfaktorius) : Dapat membedakan bau betadine dan alkohol
N.II. (Optikus) : Klien dapat melihat tangan perawat
yang ada disebelah kiri dan kanan klien.
N.III (Okulamotorius) : Pupil ishokor (refleks pupil saat kena cahaya
mengecil).
N. IV (Troclearis) : Mata dapat digerakkan ke atas dan ke bawah
dengan mengikuti obyek.
N.V. (Trigemenus)
1) Sensorik : Klien dapat merasakan sentuhan kertas pada
pipi sambil mata klien tertutup.
2) Motorik : Klien dapat mengatupkan rahang
66. dan mengunyah dengan baik.
N. VI (Abdusen) : Mata dapat digerakkan ke lateral kiri
dan kanan dengan mengikuti objek.
N.VII (Fasialis)
a) Sensorik : Fungsi pengecapan baik, dapat membedakan
rasa manis, asam dan asin.
b) Mororik : Klien dapat mengangkat alis secara bersamaan
N.VIII (Akustik) : Klien dapat mendengar gesekan tangan
perawat dengan jarak 10 cm.
N.IX (Glosapherengeal) : Refleks muntah baik
N.X. (vagus) : Refleks menelan dan muntah (+)
N.XI. (Asesory) : Dapat mengangkat kedua bahu dan
menggerakkan leher kesemua arah
N.XII. (Hipoglosus) : Gerakan lidah baik simetris kiri dan kanan
j. Sistem musculoskeletal
1. Ekstermitas atas:
- Simetris kiri dan kanan
- Terpasang infus pada tangan kanan, infus yang terpasang cairan RL 20
tetes/menit.
- Tidak ada pergerakan yang abnormal.
- Kekuatan otot normal 5 5, reflek bisep +, reflek trisep +.
67. - Tidak ada udema, tidak ada nyeri tekan.
2. Ekstermitas bawah
- Simetris kiri dan kanan
- Tidak ada pergerakan yang anormal.
- Kekuatan otot normal 5 5, reflek patella +, reflek babinski +.
- Tidak ada udema, tidak ada nyer tekan.
k. Sistem imun
Tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan maupun makanan tertentu.
l. Sistem indera
1. Mata : simetris, tidak ada pembekakan pada kelopak mata, konjungtifa nampak
merah muda, sklera putih, tidak memakai kaca mata, tidak terdapat nyeri tekan
pada mata.
2. Hidung : hidung simetris kiri dan kanan, tidak nampak polip, tidak nampak
pernafasan cuping hidung, tidak nampak adanya peradangan, tidak ada nyeri
tekan.
3. Telinga : simetris kiri dan kanan, tidak terdapat serumen, tidak menggunakan
alat bantu pendengaran, tidak ada nyeri tekan.
4. Lidah : lidah warna merah muda, dapat membedakan rasa (manis, asin, asam,
pahit), tidak ada nyeri tekan.
5. Kulit : warna kulit kuning langsat, turgor kulit baik, akral tubuh teraba hangat,
tidak ada bekas luka, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.
6. Pola kegiatan sehari-hari
Tabel 7. Pola Kegiatan sehari-hari
No Jenis Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Nutrisi :
- makanan
Selera makan
Menu makan
Baik
Nasi, sayur, ikan dan buah.
Kurang.
Bubur, sayur, ikan ½
68. Frekuensi makan
Porsi makan
- Minuman
Menu
Frekuensi
3 kali sehari
1 porsi dihabiskan
Air putih
7-8 gelas/hari
tidak dihabiskan.
3 kali sehari
½ tidak dihabiskan
Air putih
5 gelas/hari
2. Eliminasi :
- BAB
Tempat
Frekuensi
Warna
Konsistensi
- BAK
Tempat
Frekuensi
Warna
Bau
WC
1x sehariAir
Kuning kecoklatan
Padat
WC
4-5 x/hari
Kuning
Anomiak
WC
Belum pernah
-
-
WC
Memakai kateter
Kuning
Amoniak
3. Istirahat dan tidur :
Jam tidur siang
Jam tidur malam
Kebiasaan sebelum tidur
Frekuensi tidur
13.00-14.00
22.00-05.00
Menonton
8 jam/24 jam
Tidak tetap
22.00-05.00
Tidak ada
8 jam/24 jam
4. Personal Hygiene :
Mandi :
a. Frekuensi
b. Cara
c. Alat mandi
Cuci rambut :
a. Frekuensi
b. Cara
Gunting kuku :
a. Frekuensi
b. Cara
2 – 3 x/hari
Guyur
Sabun
1 x/minggu
Guyur / sampo
1 x/minggu
Pakai gunting kuku
Tidak pernah
dilakukan
lap basah
Tidak pernah
dilakukan
-
Tidak pernah
dilakukan
-
7. Test diagnostik
Tabel 8. Pemeriksaan laboratorium tanggal 17 april 2015
a. Hematologi
Hematologi 8 parameter
- Hemoglobin
- Hematoksin
- Leukosit
- Eritrosit
- Trombosit
Indeks eritrosit
- MCH
Hasil
14,3
42
10,900
4,99
165,000
85.0
Satuan
g/dL
%
/mm3
Juta/uL
/mm3
69. - MCV
- MCHC
b. Kimia klinik
- Ureum
- Kreatinin
- Natrium
- Kalium
- Klorida
- Kalsium
- Maknesium
28.9
32-36
53
1.01
136
4.5
103
4.79
1.91
fL
pg
%
mg/dL
mg/dL
mEq/dL
mEq/dL
8. Therapy medis
Tabel 9. Therapy medis
No Jenis Obat Dosis Indikasi
1.
2.
3.
4.
5.
IVFD Ringer Laktat
Ceftriaxone
Ranitide
Tramadol
Metronidazole
20 Tetes/menit
1 gr / 12 jam / IV
25 mg / 12 jam / IV
10 mg / 12 jam / Drips
500 mg / 8 jam / drips
Antibiotik
Penetral asam lambung
Antipiretik
Antibiotik
9. Klasifikasi Data
1) Data Subjektif :
a) Klien mengatakan nyeri pada bekas luka operasi.
b) Klien mengatakan nyeri dirasakan pada saat klien bergerak.
c) Klien mengatakan lukanya masih basah.
d) Klien mengatakan cemas dengan penyakitnya.
e) Klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya.
f) Klien mengatakan kuku panjang dan kotor.
g) Klien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas sendiri.
h) Klien mengatakan lemah dan tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa.
2) Data Objektif :
a) Klien nampak meringis.
b) Skala nyeri 7 (0-10)
70. c) Nampak luka masih basah
d) Panjang luka 15 cm
e) Leukosit 10,900/mm3
f) Nampak kuku kotor dan panjang
g) Klien nampak lemah
h) Aktivitas klien tampak dibantu oleh keluarga
i) Tanda-tanda vital : tekanan darah : 110/70 mmHg, nadi : 80 x/menit,
pernafasan : 20 x/menit, suhu : 36,50 C.
10. Analisa Data
Tabel 10. Analisa data
N
o
Data Etiologi Masalah
1 2 3 4
1. Data Subjektif :
- Klien mengatakan nyeri pada bekas
luka operasi.
- Klien mengatakan nyeri dirasakan pada
saat klien bergerak.
Data Objektif :
- Klien nampak meringis.
- Skala nyeri 7 (0-10)
- Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk
Adanya insisi pembedahan
Erosi mukosa lambung
Obstruksi
Mukosa lambung
Apendiks teregang
Tekanan intraluminal
Aliran darah terganggu
Ulserasi dan infasi bakteri
pada dinding apendiks
Appendisitis
Perforasi
Pembedahan operasi
Nyeri
71. Nyeri dipersepsikan
2. Data Subjektif :
Klien mengatakan lukanya masih basah.
Data Objektif :
- Nampak luka masih basah.
- Panjang luka 15 cm
- Leukosit 10.900/mm3
Adanya insisi pembedahan
Terdapat / nampak luka
pada perut perdarahan
Jalan masuk kuman
Resiko tinggi infeksi
Resiko tinggi
infeksi
3. Data Subjektif :
- Klien mengatakan tidak bisa
melakukan aktivitas sendiri.
- Klien mengatakan badanya lemah.
Data Objektif :
- Klien nampak lemah.
- Aktivitas klien tampak dibantu oleh
keluarga
Penurunan fungsi motorik
kelemahan
imobilisasi
Hambatan mobilitas fisik
(gangguan mobilitas fisik)
Gangguan mobilitas
fisik
4. Data subyektif:
- Klien mengatakan kukunya panjang
dan kotor
Data objektif :
- Nampak kuku panjang dan kotor.
Adanya insisi pembedahan
Appedicitis
Perforasi
Pembedahan operasi
Kurangnya perawatan
terhadap diri sendiri
Defisit perawatan diri
Defisit perawatan
diri
5. Data subyektif:
- Klien mengataka cemas dengan
penyakitnya.
- Klien mengatakan ingin cepat
sembuh dari penyakitnya.
Data obyektif :
Klien nampak cemas
Adanya insisi pembedahan
Appendisitis
Kurangnya pengetahuan
tentang penyakitnya
Ansietas
Ansietas
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan adanya bekas luka operasi,
ditandai dengan :
Data Subjektif :
72. a) Klien mengatakan nyeri pada bekas luka operasi.
b) Klien mengatakan nyeri bertambah bila bergerak.
Data Objektif :
a) Klien nampak meringis
b) Skala nyeri 7 (0-10)
c) Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk.
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka bekas operasi, ditandai dengan :
Data subyektif :
Klien mengatakan lukanya masih basah.
Data objektif :
a) Nampak luka masih basah.
b) Panjang luka kurang lebih 15 cm.
c) Leukosit 10.900/mm3
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik, ditandai dengan :
Data subjektif :
a) Klien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitasnya sendiri.
b) Klien mengatakan badanya lemah.
Data objektif :
a) Klien nampak lemah.
b) Aktivitas klien tampak dibantu oleh keluarga.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya perawatan terhadap diri
sendiri, ditandai dengan :
Data subjektif :
Klien mengatakan kukunya panjang dan kotor.
Data objektif :
73. Nampak kuku panjang dan kotor.
5) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya,
ditandai dengan :
Data Subjektif :
a) Klien mengatakan cemas dengan penyakitnya.
b) Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakitnya.
Data objektif :
Klien nampak cemas
74. 3. Rencana Tindakan Keperawatan
Nama : Tn. R Tanggal Masuk RS : 10 april 2015
Umur : 27 Tahun Tanggal Pengkajian : 18 april 2015
Jenis Kelamin : Laki-laki No. Register : 00010802
Alamat : Kampung pasar baru Diagnosa : Appendisitis
Tabel 11. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Intervensi
Rasional
1 2 3 4 5
1 Gangguan rasa nyaman
(nyeri) berhubungan dengan
adanya bekas luka operasi,
ditandai dengan :
Data Subjektif :
a) Klien mengatakan
nyeri pada bekas luka
operasi.
b) Klien mengatakan
nyeri bertambah bila
bergerak.
Data Objektif :
a) Klien nampak
meringis
b) Skala nyeri 7 (0-10)
c) Nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk.
Setelah dilakukan tindakan
asuhan keperawatan
selama 3 hari nyeri
berkutang dengan kriteria :
- Klien mengatakan nyeri
berkurang.
- Ekspresi wajah lebih
tenang.
- Skala nyeri 3 (0-10).
1. Observasi tingkat nyeri,
lokasi nyeri.
2. Jelaskan kepada pasien
tentang penyakitnya.
3. Ajarkan teknik untuk
pernafasan diafragmatik
lamat/napas dalam.
4. Observasi tanda-tanda vital.
5. Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian analgetik.
1. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri.
2. Informasi yang tepat dapat menurunkan tingkat
kecemasan pasien.
3. Napas dalam dapat menghirup O2 secara adequat
sehingga menjadi relaksasi.
4. Untuk perencanaan selanjudnya.
5. Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa
nyeri.
75. 2 Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan luka
bekas operasi, ditandai
dengan :
Data subyektif :
Klien mengatakan lukanya
masih basah.
Data objektif :
a) Nampak luka masih
basah.
b) Panjang luka kurang lebih
15 cm.
c) Leukosit 10.900/mm3
Setelah dilakukan tindakan
kepertawatan selama 3 hari
tidak terjadi infeksi,
dengan kriteria hasil :
- Klien bebas dari tanda-
tanda infeksi.
- Menunjukan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi.
- Luka mulai kering.
1. Kaji adanya tanda-tanda
infeksi.
2. Monitor tanda-tanda vital,
perhatikan demam,
menggigil, berkeringat.
3. Perhatikan teknik aseptik
pada perawatan luka
insisi/terbuka.
4. Awasi/batasi pengunjung.
5. Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian antibiotik.
1. Dugaan adanya infeksi.
2. Dugaan adanya infeksi / terjadi sepsis, abses, peritonitis.
3. Mencegah meluas dan membatasi penyebaran organisme
infektif dan kontaminasi silang.
4. Meningkatkan resiko terpajan.
5. Terapo ditujukan pada bakteri aerob gram negatif.
3 Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan
kelemahan fisik, ditandai
dengan :
Data subjektif :
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 3 hari,
mobilitas fisik membaik.
Kriteria hasil :
a. Klien mampu
melakukan aktivitas
1. Kaji derajat mobilitas klien
dengan menggunakan skala
ketergantungan.
2. Bantu pasien dan anjurkan
kepada keluarga untuk
melakukan perubahan posisi
1. Mengetahui derajat mobilisasi klien.
2. Dapat meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh.
76. a) Klien mengatakan tidak
bisa melakukan
aktivitasnya sendiri.
b) Klien mengatakan
badanya lemah.
Data objektif :
a) Klien nampak lemah.
b) Aktivitas klien tampak
dibantu oleh keluarga.
dengan bantuan
minimal.
b. Klien mampu duduk.
c. Klien dapat melakukan
rentang gerak.
pada pasien setiap 2 jam
secara berkala.
3. Beri Heath Education
mengenai mobilisasi dan
ajarkan keluarga untuk
melatih pasien dalam
melakukan rentang gerak
aktif dan pasif.
3. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi.
4 Defisit perawatan diri
berhubungan dengan
kurangnya perawatan
terhadap diri sendiri,
ditandai dengan :
Data subjektif :
Klien mengatakan kukunya
panjang dan kotor.
Data objektif :
Nampak kuku panjang dan
kotor.
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selam 3 hari
defisit perawatan diri baik
dengan kriyeria hasil :
- kuku klien bersih.
- kuku klien pendek.
1. Kaji kemampuan klien untuk
merawat diri.
2. Bantu klien untuk memenuhi
personal hygiene dengan cara
memandikan.
3. Beri HE pada klien dan
keluarga tentang pentingnya
perawatan diri.
1. Untuk mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
melakukan perawatan diri.
2. Memberi rasa nyaman kepada klien dan mempertahankan
kebersihan diri.
3. Agar klien dan keluarga dapat memahami tentang
pentingnya perawatan diri.
5 Ansietas berhubungan dngan
kurangnya pengetahuan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 hari
1. Evaluasi tingkat ansietas.
2. Jelaskan dan persiapkan
tindakan prosedur sebelum
1. Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat.
2. Dapat meringankan ansietas.
77. 4. Implementasi dan Evaluasi
Table 12. Implementasi dan Evaluasi
No.
Dx
Hari / Tanggal Jam Implementasi Jam Evaluasi
I. Sabtu
18 april 2015
07.30 1. Mengobservasi tingkat nyeri, lokasi nyeri.
Hasil :
Nyeri berkurang.
2. Menjelaskan pada pasien tentang penyebab nyeri.
08.30 S :-
Klien mengatakan neyri berkurang.
tentang penyakitnya,
ditandai dengan :
Data subjektif :
- klien mengatakan cemas
dengan penyakitnya.
- klien mengatakan ingin
cepat sembuh dari
penyakitnya.
Data objektif :
- klien nampak cemas.
kecemasan klien berkurang
dengan kriteria hasil :
- Klien nampak rileks.
- Klien mengatakan
sudah memahami
penyakitnya.
- Klien tidak banyak
bertanya lagi tentang
penyakitnya.
dilakukan.
3. Jadwalkan istirahat adekuat
dan periode menghentikan
tidur.
4. Anjurkan keluarga untuk
menemani disamping klien.
3. Membatasi kelemahan, menghemat energi dan
meningkatkan koping.
4. Mengurangi kecemasan klien.
78. 07.35
07.40
07.45
07.50
Hasil : pasien mendengarkan.
3. Mengajarkan teknik untuk pernafasan diafragmatik
lambat/nafas dalam..
Hasil : pasien kooperatif.
4. Mengobservasi tanda-tanda vital.
Hasil :
TD : 110/70 mmHG
N : 80x/menit.
R : 20x/menit.
S : 36.50 C
5. Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgetik.
Hasil : Tramadol 100 mg.
O :
Sakala nyeri 4 (0-10).
A :
Tujuan belum tercapai.
P :
Pertahankan intervensi.
- Kaji tingkat nyeri klien, lokasi nyeri.
- Jelaskan pada pasien tentang penyebab nyeri.
- Ajarkan teknik untuk pernapasan diafragmatik
lambat / nafas dalam.
- Observasi tanda-tanda vital.
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgetik.
II Sabtu
18 april 2015
08.35
08.40
1. Mengkaji adanya tanda-tanda infeksi.
Hasil : ad a push.
2. Memonitor tanda-tanda vital, memperhatikan demam,
dan keringat.
Hasil :
TD : 110/70 mmHG
N : 80x/menit.
R : 20x/menit.
09.40 S :
Kien mengatakan lukanya basah..
O :
Nampak basah
A :
79. 08.45
08.50
08.55
S : 36.50 C
3. Mempertahankan teknik aseptik pada perawatan luka
insisi/terbuka.
Hasil :
4. Mengevaluasi pengunjung dan siap dengan kebutuhan
pasien.
Hasil : pasien kooperatif.
5. Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
antibiotik.
Hasil : ceftriaxone 1 gr / 12 jam /IV.
Metronidazol 500 mg / 8 jam/ drips
Tujuan belum tercapai.
P :
Lanjutkan intervensi.
- Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
- Monitor tanda-tanda vital, memperhatikan demam,
dan kerinngat.
- Pertahankan teknik aseptik pada perawtan luka insisi
/ terbuka.
- Evaluasi pengunjung dan siap dengan kebutuhan
pasien.
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
antibiotik
III Sabtu
18 april 2015
09.45
09.50
1. Mengevaluasi tingkat ansietas.
Hasil :klien cemas dengan penyakitnya.
2. Menjelaskan dan mempersiapkan tindakan prosedur
sebelum dilakukan.
Hasil : pasien mendengarkan penjelaskan perawat.
3. Menjadwalkan istirahat adekuat dan periode
menghentikan tidur.
Hasil : pasien kooperatif dengan anjuran perawat.
10.30 S :
Klien tidak cemas lagi dengan penyakitnya.
O :
Klien nampak tenang.
A :
80. 09.55
10.00
4. Menganjurkan keluarga untuk menemani disamping
klien.
Hasil : keluarga menemani pasien.
Tujuan tercapai.
P :
Hentikan intervensi.
IV Sabtu
18april 2015
10.40
10.45
10.50
1) Mengkaji kemampuan klien untuk merawat diri.
Hasil : klien belum mampu melakukan ADL sendiri.
2) Membantu klien untuk memenuhi personal hygiene
dengan cara potong kuku.
Hasil : klien mau dipotong kukunya oleh perawat.
3) Beri HE pada klien dan keluarga tentang pentingnya
perawatan diri.
Hasil : keluarga dan klien kooperataif.
11.25 S :
Klien mengatakan kukunya tidak panjang lagi.
O :
Kuku nampak bersih.
A :
Tujuan tercapai.
P :
Hentikan intervensi.
V Sabtu
18 april 2015
11.30 1. Mengkaji derajat mobilisasi klien dengan
menggunakan skala ketergantungan.
Hasil : rentang gerak klien sebagian dibantu oleh
keluarga.
2. Membantu pasien dan menganjurkan kepada keluarga
untuk melakukan perubahan posisi pada pasien setiap
2 jam secara berkala.
12.00 S :
Klien mengatakan selalu melakukan perubahan posisi setiap 2
jam dengan bantuan keluarga.
O :
81. 11.35
11.40
Hasil : klien dan keluarga sangat kooperatif , klien
melakukan mika, terlentang dan miki.
3. Memberi HE mengenai mobilisasi dan mengajarkan
keluarga untuk melatih pasien dalam melakukan
rentang gerak aktif dan pasif.
Hasil : klien dan keluarga sangat kooperatif.
Klien nampak lemah
Klien nampak melakukan latihan rentang gerak mika,
terlentang dan miki.
Klien belum bisa duduk.
A : tujuan belum tercapai
P :
Lanjutkan intervensi 1,2 dan 3
82. 5. Catatan Perkembangan
Tabel 13. Catatan perkembangan
No Dx
kep
Hari/tanggal Jam Catatan Perkembanagan
1 1 Minggu 19 april
2015
08.00 S :
Klien mengatakan nyerinya mulai berkurang.
O :
Sakala nyeri 4 (0-10).
A : tujuan tercapai sebagaian
P : pertahankan intervensi.
I :
- Kaji tingkat nyeri klien, lokasi nyeri.
- Jelaskan pada pasien tentang penybab nyeri.
- Ajarkan teknik untuk pernapasan diafragmatik lambat /
nafas dalam.
- Observasi tanda-tanda vital
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgetik.
E :
- Nyeri belum hilang, tetapi mulai berkurang.
- Nyeri hanya dirasakan pada pagi dan malam hari.
2 2 Minggu 19 april
2015
08.30 S :
Klien mengatakan lukanya masih basah.
O :
- Nampak basah.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti : Rubor, Dolor,
Kalor, Tumor, Functio Laesa.
A :
Tujuan belum tercapai.
P :
Lanjutkan intervensi
I :
- Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
- Monitor tanda-tanda vital, memperhatiakn demam.
- Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka insisi /
terbuka.
- Evaluasi pengunjung dan siap dengan kebutuhan pasien.
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
83. antibiotik.
E :
- Luka masih basah
- Nampak ada balutan pada luka dan panjang luka kurang
lebih 15 cm.
3 3 Minggu 19 april
2015
09.00 S :
- Klien mengtakan selalu melakukan perubahan posisi
setiap 2 jam dengan bantuan keluarga.
O :
- Klien nampak lemah.
- Klien nampak melakukan latiahan rentang gerak mika,
terlentang dan miki
- Klien belum bisa duduk.
A :
Tujuan belum tercapai.
P :
Lanjutkan intervensi.
I :
- Kaji derajat mobilisasi klien dengan menggunakan skala
ketergantungan.
- Bantu pasien dan menganjurkan kepada keluarga untuk
melakukan perubahan posisi pada pasien setiap 2 jam
secara berkala.
- Beri HE mengenai mobilisasi dan mengajarkan keluarga
untuk, melatih pasien dalam melakukan rentang gerak
aktif dan pasif.
E :
- Klien nampak lemah.
1 1 Senin 20 april
2015
08.00 S :
Klien mengatakan nyerinya mulai berkurang.
O :
Sakala nyeri 4 (0-10).
A : tujuan tercapai sebagaian
P : pertahankan intervensi.
I :
- Kaji tingkat nyeri klien, lokasi nyeri.
- Jelaskan pada pasien tentang penybab nyeri.
- Ajarkan teknik untuk pernapasan diafragmatik lambat /
nafas dalam.
84. - Observasi tanda-tanda vital
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgetik.
E :
- Nyeri belum hilang, tetapi mulai berkurang.
- Nyeri hanya dirasakan pada pagi dan malam hari.
2 2 Senin 20 april
2015
08.30 S :
Klien mengatakan lukanya masih basah.
O :
- Nampak basah.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti : Rubor, Dolor,
Kalor, Tumor, Functio Laesa.
A :
Tujuan belum tercapai.
P :
Lanjutkan intervensi
I :
- Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
- Monitor tanda-tanda vital, memperhatiakn demam.
- Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka insisi /
terbuka.
- Evaluasi pengunjung dan siap dengan kebutuhan pasien.
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
antibiotik.
E :
- Luka masih basah
- Nampak ada balutan pada luka dan panjang luka kurang
lebih 15 cm.
3 3 Senin 20 april
2015
09.00 S :
- Klien mengtakan selalu melakukan perubahan posisi
setiap 2 jam dengan bantuan keluarga.
O :
- Klien nampak lemah.
- Klien nampak melakukan latiahan rentang gerak mika,
terlentang dan miki
- Klien belum bisa duduk.
A :
Tujuan belum tercapai.
P :
Lanjutkan intervensi.
85. I :
- Kaji derajat mobilisasi klien dengan menggunakan skala
ketergantungan.
- Bantu pasien dan menganjurkan kepada keluarga untuk
melakukan perubahan posisi pada pasien setiap 2 jam
secara berkala.
- Beri HE mengenai mobilisasi dan mengajarkan keluarga
untuk, melatih pasien dalam melakukan rentang gerak
aktif dan pasif.
E :
- Klien nampak lemah.
1 1 Selasa 21 april
2015
08.00 S :
Klien mengatakan nyerinya mulai berkurang.
O :
Sakala nyeri 3 (0-10)
A : tujuan tercapai.
P : hentikan intervensi.
E :
- Nyeri sudah mulai berkurang.
2 2 Selasa 21 april
2015
08.30 S :
Klien mengatakan lukanya masih basah.
O :
- Nampak basah.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti : Rubor, Dolor,
Kalor, Tumor, Functio Laesa.
A :
Tujuan belum tercapai.
P :
Lanjutkan intervensi
I :
- Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
- Monitor tanda-tanda vital, memperhatiakn demam.
- Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka insisi /
terbuka.
- Evaluasi pengunjung dan siap dengan kebutuhan pasien.
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
antibiotik.
E :
- Luka masih basah