Dokumen tersebut membandingkan pengembangan kurikulum berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan kurikulum merdeka. Kedua pengembangan kurikulum tersebut bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan dunia kerja dan industri serta memberikan fleksibilitas pembelajaran."
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
KKNI dan Kurikulum Merdeka Belajar.docx
1. Perencanaan Pengembangan Kurikulum berdasarkan KKNI versus
Pengembangan Kurikulum berdasarkan “Kurikulum Merdeka”
Nama Kelompok:
Achmad Yunus Arbiyan (yunuspapanyavelo@gmail.com)
Ratih Sulistyowati (ratihsulistyowati13@gmail.com)
Ari Edi Handayani (ariedihandayani@gmail.com)
PENGEMPU MATA KULIAH: Dr. Drs. Achmad Noor Fatirul, ST., M.Pd.
e-mail: anfatirul@unipasby.ac.id
ABSTRAK
Pembelajaran di Indonesia hingga saat ini masih dianggap belum maksimal. Pembelajaran di
sekolah memberikan dampak pada pendidikan di Indonesia. Pendidikan harus dapat
menyikapi dan mengantisipasi perkembangan liberalisasi pasar kerja dan perkembangan
masyarakat berbasis ilmu pengetahuan. Pengembangan kerangka kualifikasi di tingkat
nasional yang kemudian diberi nama KerangkaKualifikasi Nasional Indonesia atau disingkat
dengan KKNI dan pengembangan kurikulum merdeka terus dilakukan dan dikaji untuk
dijadikan solusi dalam mengatasi permasalahan kurikulum di Indonesia. Metode yang kami
gunakan dalam pencarian literatur adalah melalui buku dan pencarian situs yang ada
kaitannya dengan permasalahan kurikulum. Hasil yang kami peroleh dalam menuntaskan
masalah kurikulum di Indonesia adalah dengan mengkaji pengembangan kurikulum
berdasarkan KKNI dan berdasarkan kurikulum merdeka yang notabene memiliki kesamaan
dalam pengembangannya. Program kurikulum harus disusun dan mengandung materi sosial
budaya dalam masyarakat. Ini bukan hanya dimaksudkan untuk membudayakan anak didik,
tetapi sejalan dengan usaha mengawetkan kebudayaan itu sendiri. Prinsip dasar yang
dikembangkan dalam KKNI adalah menilai unjuk kerja seseorang dalam aspek-aspek
keilmuan, keahlian dan keterampilan sesuai dengan capaian pembelajaran (learning
outcomes) yang diperoleh melalui proses pendidikan, pelatihan atau pengalaman yang
telah dilampauinya, yang setara dengan deskriptor kualifikasi untuk suatu jenjang
tertentu. Salah satu orientasi kurikulum merdeka belajar adalah OBE. OBE adalah proses
pendidikan yang berfokus pada pencapaian hasil konkret yang ditentukan (pengetahuan
yang berorientasi pada hasil, kemampuan dan perilaku). pengembangan kurikulum
berdasarkan KKNI dan berdasarkan kurikulum merdeka memiliki kecenderungan yang sama
yakni mempersiapkan peserta didik untuk siap menghadapi dunia kerja dan tantangan jaman
di dunia industry.
PENDAHULUAN
Globalisasi yang terjadi pada abad ini berakibat pada perubahan keseluruhan
kehidupan bermasyarakat, tidak terkecuali sektor pendidikan. Pada era ini, pendidikan harus
dapat menyikapi dan mengantisipasi perkembangan liberalisasi pasar kerja dan perkembangan
masyarakat berbasis ilmu pengetahuan. Mobilitas mahasiswa dan tenaga kerja antar negara
juga memberikan tantangan bagi dunia pendidikan untuk melakukan komparasi mutu antar
negara. Kesetaraan sistem kualifikasi antar negara akan memberikan mobilitas yang lebih luas,
menciptakan pengakuan kesetaraan internasional terhadap ijazah atau sertifikat kompetensi
yang dihasilkan oleh institusi pendidikan dan pelatihan, serta akan mempermudah pertukaran
pelajar, mahasiswa atau pakar.
2. Pembelajaran di Indonesia hingga saat ini masih dianggap belum maksimal.
Pembelajaran di sekolah memberikan dampak pada pendidikan di Indonesia. Jika
dibandingkan dengan negara lain, pendidikan di Indonesia masih sangat jauh. Pendidikan
merupakan hal yang berkaitan dengan sistem kurikulum yang dijalankan. Kemerosotan
pendidikan di Indonesia yang tertinggal dari negara lain, sangat erat kaitannya dengan masalah-
masalah kurikulum yang dijalankan oleh para tenaga pendidik dan Mendiknas. Untuk
memajukan kembali pendidikan di Indonesia, maka kita harus terlebih dahulu mengetahui
masalah-masalah yang telah dihadapi oleh kurikulum Indonesia. Setelah itu, barulah kita
mampu mencari solusi untuk memecahkan masalah kurikulum di Indonesia. pengembangan
sistem kesetaraan kualifikasi dari semua luaran pendidikan dan pelatihan di Indonesia harus
dapat mengantisipasi 4 (empat) hal pokok yaitu (1) sinkronisasi kebijakan lintas kementerian
serta antar lembaga atau asosiasi yang terkait dengan ketenagakerjaan (2) penyelarasan mutu
capaian pembelajaran dari institusi atau lembaga penyelenggara pendidikan dan pelatihan
(3) koordinasi dan sinkronisasi lembaga- lembaga penjaminan mutu yang telah ada maupun
yang akan dikembangkan kemudian (4) menjamin terbentuknya kerjasama dan komunikasi
yang berkesinambungan antar stakeholders ketenagakerjaan di Indonesia. Permasalahan lain
yang dihadapi oleh para pemaengku kepentingan adalah mengimplementasikan sistem
pendidikan di Indonesia yang menganut Sistem Terbuka (UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 12 ayat (1) huruf e dan f). Berdasarkan Sistem
Terbuka, pendidikan harus diselenggarakan dengan fleksibilitas dalam pemilihan jalur
pendidikan dan waktu penyelesaian program lintas satuan atau jalur pendidikan (multi entry-
multi exit system). Peserta didik dapat belajar sambil bekerja serta mengikuti pembelajaran
tatap muka atau jarak jauh. Pelaksanaan mandat undang-undang tersebut menimbulkan
konsekuensi untuk memberi peluang seluas-luasnya bagi setiap individu untuk memperoleh
kesetaraan jenjang kualifikasi melalui setiap jalur atau berpindah jalur pendidikan sesuai
dengan pilihanya masing-masing.
Menanggapi berbagai permasalahan dan tantangan ke depan yang akan
dihadapi oleh Indonesia di sektor pendidikan dan ketenagakerjaan tesebut maka pada
akhir Tahun 2009 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi KEMENDIKBUD, melalui kegiatan
yang dikembangkan di dalam lingkungan Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan
(BELMAWA), mengambil inisiatif yang sejalan dengan gagasan Direktorat Bina Instruktur
dan Tenaga Kepelatihan, KEMENNAKERTRANS untuk mengembangkan kerangka
kualifikasi di tingkat nasional yang kemudian diberi nama Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia atau disingkat dengan KKNI.
Tantangan yang dihadapi perguruan tinggi dalam pengembangan kurikulum – apalagi
di era Industri 4.0 -- adalah menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan literasi
baru, yakni literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia yang berporos kepada
berakhlak mulia. Salah satu upaya untuk menjawab tantangan tersebut adalah lahirnya
kebijakan hak belajar bagi mahasiswa di luar program studi (Permendikbud Nomor 3
Tahun 2020 tentang Standar Pendidikan Tinggi). Kebijakan yang populer dengan nama
Merdeka Belajar-Kampus Merdeka dimaksudkan untuk mewujudkan proses pembelajaran di
perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel sehingga tercipta kultur belajar yang inovatif,
tidak mengekang, sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. mendorong mahasiswa untuk
menguasai berbagai keilmuan yang berguna untuk memasuki dunia kerja, serta memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk menentukan mata kuliah yang akan diambil.
Kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan link and matchdengan dunia usaha dan dunia
industri, serta untuk mempersiapkan mahasiswa dalam dunia kerja sejak awal.
Dari sini penulis mencoba untuk melakukan perbandingan antara pengembangan
kurikulum berdasarkan KKNI dan pengembangan kurikulum berdasarkan Kurikulum
Merdeka.
3. METODE
Metode yang kami gunakan dalam pencarian literatur adalah melalui buku yakni
diambil dari bahan ajar buku berjudul perencanaan dan pengembangan kurikulum karya Dr.
Drs. Achmad Noor Fatirul, ST, M.Pd. ini kami lakukan karen didalam buku tersebut sangatlah
lengkap dan komplek dalam pembahasan permasalahan, perencanaan dan pengembangan
kurikulum. Kami juga menggunakan internet baik berupa slide share maupun situs yang
berkaitan dengan pengembangan kurikulum yang berdasarkan KKNI dan kurikulum merdeka.
Ini kami lakukan untuk menambah wawasan kami terkait dengan judul diatas sehingga kami
mampu untuk membandingkan kedua pengembangan kurikulum tersebut.
HASIL
Selama periode pengembangan konsep-konsep dasar KKNI tersebut, pihak-pihak
di dalam lingkungan KEMENDIKBUD dan KEMENNAKERTRANS serta pihak-pihak lain
yang terkait seperti misalnya asosiasi industri, asosiasi profesi, badan atau lembaga
sertifikasi profesi, institusi pendidikan dan pelatihan tingkat menengah dan tinggi, badan atau
lembaga akreditasi, telah diikutsertakan secara intensif untuk menjamin terciptanya suatu
landasan pengembangan KKNIyang handal dan komprehensif. KKNI diatur dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2012. KKNI merupakan perwujudan mutu dan
jati diri bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan nasional, sistem pelatihan kerja
nasional dan sistem penilaian kesetaraan nasional, yang dimiliki Indonesia untuk
menghasilkan sumberdaya manusia dari capaian pembelajaran, yang dimiliki setiap insan
pekerja Indonesia dalam menciptakan hasil karya serta kontribusi yang bermutu di bidang
pekerjaannya masing-masing. Pengembangan kurikulum berdasarkan kurikulum merdeka pun
menjadikan solusi dalam mengatasi permasalahan kurikulum di Indonesia.
PEMBAHASAN
Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami Indonesia.
Masalah-masalah ini turut andil dalam dampaknya terhadap pembelajaran dan pendidikan
Indonesia. Berikut ini adalah beberapa masalah kurikulum: 1) Kurikulum Indonesia Terlalu
Kompleks. Siswa akan terbebani dengan segudang materi yang harus dikuasainya. Siswa harus
berusaha keras untuk memahami dan mengejar materi yang sudah ditargetkan. Hal ini akan
mengakibatkan siswa tidak akan memahami seluruh materi yang diajarkan. Siswa akan lebih
memilih untuk mempelajari materi dan hanya memahami sepintas tentang materi tersebut.
Dampaknya, pengetahuan siswa akan sangat terbatas dan siswa kurang mengeluarkan
potensinya, daya saing siswa akan berkurang. Selain berdampak pada siswa, guru juga akan
mendapat dampaknya. Tugas guru akan semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam
memberikan pengajaran. Guru akan terbebani dengan pencapaian target materi yang terlalu
banyak, sekalipun masih banyak siswa yang mengalami kesulitan, guru harus tetap
melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai dengan peran guru. 2) Sering Berganti Nama.
Kurikulum di Indonesia sering sekali mengalami perubahan. Namun, perubahan tersebut
hanyalah sebatas perubahan nama semata. Tanpa mengubah konsep kurikulum, tentulah tidak
akan ada dampak positif dari perubahan kurikulum Indonesia. 3) Kesulitan Guru dalam
memahami Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Kesulitan yang paling banyak
dikeluhkan oleh para guru adalah mengenai pemahaman tentang Kompetensi Inti (KI) dan
Kompetensi Dasar (KD).4) Guru Merasa Kurang Dilatih untuk Melaksanakan Kurikulum 2013
dalam Kegiatan Pembelajarannya. Para guru Sekolah Menengah Atas (SMA) merasa
kebingungan karena semula hanya tiga mata pelajaran saja yang menggunakan kurikulum 2013
yaitu matematika, bahasa Indonesia, dan sejarah namun tiba-tiba kurikulum 2013 diterapkan
untuk semua mata pelajaran padahal guru-guru lain selain matematika, bahasa Indonesia, dan
4. Sejarah belum dilatih bagaimana menerapkan kurikulum 2013 pada mata pelajaran yang
diampunya. 5) Belum Adanya Silabus Final Mengakibatkan Kesulitan dalam Pembuatan RPP.
Selain itu, dokumen silabus final belum diterima oleh para guru, padahal dalam pembuatan
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dasarnya adalah silabus. 6) Keluhan Tentang
Keterurutan Materi Pelajaran. Keluhan umum para guru ialah mengharapkan ada perbaikan
dalam susunan urutan pengajaran materi yang ada di buku ajar. “Banyak yang menilai susunan
urutan pengajaran materi tiap minggunya yang tercantum di buku ajar perlu diperbaiki”.
Keluhan ini paling banyak muncul dari para guru SMA dan SMK. Pada kenyataannya, karena
adanya perbedaan kemampuan dan pengetahuan guru, belum semua guru mampu
mengembangkan kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengamati
fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan materi pelajarannya. Hal inilah salah satunya
yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Oleh karena itu, sangat perlu bagi
masing-masing sekolah mengadakan kegiatan: 1) Mengubah paradigma dari pengajaran yang
berbasis sistetik-materialistik menjadi religius. Solusi ini menunjukan akan berkurangnya
kemerosotan moral. Dimana tidak akan ada lagi siswa cerdas yang tidak bermoral. 2)
Mengubah konsep awal paradigma kurikulum menjadi alur yang benar untuk mencapai suatu
tujuan yang sebenarnya. 3) Melakukan pemerataan pendidikan melalui pemerataan sarana dan
prasarana ke sekolah terpencil, sehingga tidak akan ada lagi siswa di daerah terpencil yang
terbelakang pendidikan. 4) Menjalankan kurikulum dengan sebaik mungkin. 5) Membersihkan
organ-organ kurikulum darin oknum-oknum tak bertanggung jawab. 6) Lesson study ataupun
workshop yang membahasa cara mengajarkan kegiatan pembelajaran yang dimaksudkan
dalam kurikulum baru. Lesson study merupakan satu upaya meningkatkan proses dan hasil
pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru.
dengan berkolaborasi guru mampu mengembangkan bagaimana siswa belajar dan bagaimana
membelajarkan siswa. Selain itu melalui lesson study guru dapat memperoleh pengetahuan dari
guru lainnya atau narasumber. Hal ini diperoleh melalui adanya umpan balik dari anggota
lesson study. 7) Pertemuan antar sekolah yang sudah menerapkan kurikulum baru. Dengan
adanya forum ini akan terjalin tukar menukar pengalaman tentang pelaksanaan kurikulum baru
di masing-masing sekolah. Faktor sosial budaya sangat penting dalam penyusunan kurikulum
yang relevan, karena kurikulum merupakan alat untuk merealisasikan sistem pendidikan,
sebagai salah satu dimensi dari kebudayaan. Implikasi dasarnya adalah sebagai berikut: 1)
Kurikulum harus disusun berdasarkan kondisi sosial-budaya masyarakat. Kurikulum disusun
bukan saja harus berdasarkan nilai, adat istiadat, cita-cita dari masyarakat, tetapi juga harus
berlandaskan semua dimensi kebuadayaan seperti kehidupan keluarga, ekonomi, politik,
pendidikan dan sebagainya. 2) Karena kondisi sosial budaya senantiasa berubah dan
berkembang sejalan dengan perubahan masyarakat, maka kurikulum harus disusun dengan
memperhatikan unsur fleksibilitas dan bersifat dinamis, sehingga kurikulum tersebut
senantiasa relevan dengan masyarakat. Konsekuensi logisnya, pada waktunya perlu diadakan
perubahan dan revisi kurikulum, sesuai dengan perkembangan dan perubahan sosial budaya
yang ada pada saat itu. Program kurikulum harus disusun dan mengandung materi sosial
budaya dalam masyarakat. Ini bukan hanya dimaksudkan untuk membudayakan anak didik,
tetapi sejalan dengan usaha mengawetkan kebudayaan itu sendiri. Kemajuan dalam bidang
teknologi akan memberikan bahan yang memadai dalam penyampaian teknologi baru itu
kepada siswa, yang sekaligus mempersiapkan para siswa tersebut agar mampu hidup dalam
teknologi itu. Dengan demikian, sekolah benar-benar dapat mengemban peran dan fungsinya
sebagai lembaga modernisasi.
Prinsip dasar yang dikembangkan dalam KKNI adalah menilai unjuk kerja
seseorang dalam aspek-aspek keilmuan, keahlian dan keterampilan sesuai dengan
capaian pembelajaran (learning outcomes) yang diperoleh melalui proses pendidikan,
pelatihan atau pengalaman yang telah dilampauinya, yang setara dengan deskriptor
5. kualifikasi untuk suatu jenjang tertentu. Terkait dengan proses pendidikan, capaian
pembelajaran merupakan hasil akhir atau akumulasi proses peningkatan keilmuan, keahlian
dan keterampilan seseorang yang diperoleh melalui pendidikan formal, informal atau
nonformal. Dalam arti yang lebih luas, capaian pembelajaran juga diartikan sebagai hasil akhir
dari suatu proses peningkatan kompetensi atau karir seseorang selama bekerja. Pinsip dasar ini
sesuai dengan pendekatan yang dilakukan oleh negara-negara lain dalam mengembangkan
kerangka kualifikasi masing-masing. Indonesia menganut unified system atau sistem terpadu.
Capaian pembelajaran untuk jenis pendidikan akademik, vokasi maupun profesi untuk jenjang
kualifikasi yang sama atau setara, bahkan dapat disetarakan dengan hasil pendidikan
nonformal atau informal, mendapat perhatian dalam KKNI. Oleh karena itu, KKNI di
Indonesia disusun sebagai satu kesatuan kerangka kualifikasi untuk seluruh sektor pendidikan,
pelatihan, dan ketenagakerjaan. Pengembangan kurikulum KKNI memiliki peran diantaranya:
1) Pengembangan kurikulum berdasarkan KKNI bersifat lentur (flexible) sehingga dapat
mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan keilmuan, keahian
dan keterampilan di tempat kerja serta selalu dapat diperbaharui secara berkelanjutan, dapat
pula memberikan peluang seluas-luasnya bagi seseorang untuk mencapai jenjang kualifikasi
yang sesuai melalui berbagai jalur pendidikan, pelatihan atau pengalaman kerja termasuk
perpindahan dari satu jalur ke jalur kualifikasi yang lain. 2) Pengembangan kurikulum
berdasarkan KKNI mencakup pengembangan sistem penjaminan mutu yang memiliki fungsi
pemantauan (monitoring) dan pengkajian (assessment) terhadap badan atau lembaga yang
terkait dengan proses-proses penyetaraan capaian pembelajaran dengan jenjang kualifikasi
yang sesuai. 3) Pengembangan kurikulum berdasarkan KKNI mencakup sistem Rekognisi
Pembelajaran Lampau (RPL) sedemikian sehingga dapat menjamin terjadinya fleksibilitas
pengembangan karir atau peningkatan jenjang kualifikasi. Penggunaan pengembangan
kurikulum berdasarkan KKNI dapat dengan tepat memposisikan kemampuan lulusannya pada
salah satu jenjang kualifikasi KKNI dan memperkirakan kesetaraannya dengan jenjang karir
di dunia kerja.
Gambar 1: Penjenjangan KKNI melalui 4 jejak jalan (pathways) serta
kombinasi ke-empatnya
Secara konseptual, setiap jenjang kualifikasi dalam KKNI disusun oleh enam
parameter utama yaitu (a) Ilmu pengetahuan (science), (b) pengetahuan (knowledge), (c)
pengetahuan prakatis (know-how), (d) keterampilan (skill), (e) afeksi (affection) dan (f)
kompetensi (competency).
6. Salah satu orientasi kurikulum merdeka belajar adalah OBE. OBE adalah proses
pendidikan yang berfokus pada pencapaian hasil konkret yang ditentukan (pengetahuan
yang berorientasi pada hasil, kemampuan dan perilaku). OBE adalah proses yang melibatkan
penataan kurikulum, penilaian, dan praktik pelaporan dalam pendidikan yang mencerminkan
pencapaian pembelajaran dan penguasaan tingkat tinggi daripada akumulasi kredit. Terdapat
lima prinsip OBE, yakni (1) fokus pada CP, (2) rancangan kurikulum menyeluruh, (3)
memfasilitasi kesempatan belajar, (4) sesuai dengan pembelajaran konstruktif, dan (5)
menggunakan siklus Plan-Do-Check-Action (PDCA). CPharus disusun berdasarkan visi dan
misi PT dan tujuan program studi serta sesuai dengan Profil Lulusan dengan selalu
menyesuaikan pada para pemangku kepentingan (internal dan eksternal). CP yang sudah sesuai
menjadi tumpuan dalam merumuskan CPL, CPMK, dan sub-CPMK. Rancangan kurikulum
harus ditinjau secara menyeluruh: CP, asesmen, dan pusat pembelajaran agar saling
bersesuaian. Kesempatan belajar mahasiswa difasilitasi sampai pada bentuk tugas, projek,
praktik, e-learning, dan mentoring. Hal ini senada dengan sistem pembelajaran 4.0, yakni
pembelajaran konstruktif yang dapat memfasilitasi terjadinya kesesuian antara CPL/CPMK
dengan aktivitas pembelajaran dan asesmen Siklus pendidikan berbasis capaian program
meliputi disain kurikulum, peta kurikulum, implementasi pembelajaran, asesmen MK dan
CPL, benchmarking, tindak lanjut dan peningkatan mutu, sampai kemudian merevisi CPL yang
terukur. Seluruh siklus tersebut dituangkan dalam dokumen kurikulum, RPS MK, Portofolio
MK, dan Portofolio Prodi.
Kebijakan Pemerintah dengan lahirnya Perpres Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Permenristekdikti Nomor 44 tahun
2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti) serta Permendikbud Nomor 3
Tahun 2020 tentang Standar Pendidikan Tinggi mengindikasikan bahwa pendidikan tinggi
harus mampu melahirkan manusia Indonesia yang cakap, berkarakter, dan berdaya saing.
Kurikulum menjadi salah satu komponen yang dapat membawa misi pencapaian harapan (visi)
tersebut untuk menghadapi tantangan ke depan atau menurut Maksum (2015:4) sebagai peta
jalan menuju harapan, yakni manusia Indonesia yang hendak kita wujudkan. Perlu disadari
bahwa tantangan generasi berubah dari waktu ke waktu, dan oleh karena itu pula, kurikulum
tentu perlu menyesuaikan dengan kebutuhan zamannya. Masalah yang saat ini dihadapi adalah
persoalan “pergulatan” antara kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum in action. Acapkali
kurikulum sebagai dokumen telah tersusun dengan begitu baik, namun pelaksanaannya “jauh
panggang dari api”. Dalam konteks ini, peran pengelola kurikulum, dalam hal ini ketua
program studi dan peran pelaksana kurikulum, yakni dosen serta mahasiswa, menjadi
sangat urgen. Ada korelasi yang sangat kuat antara kepemimpinan akademik dan kualitas
dosen terhadap keberhasilan pelaksanaan kurikulum. Artinya, semakin tinggi komitmen
kepemimpinan akademik dan dosen dalam melaksanakan kurikulum, semakin tinggi pula
peluang keberhasilan capaian-capaian kurikulum.
Keunggulan kurikulum merdeka diantaranya: 1) lebih sederhana dan mendalam.
Focus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya.
Belajar menjadi lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru dan menyenangkan, 2) lebih
merdeka. Bagi peserta didik: tidak ada program peminatan di SMA, peserta didik memilih mata
pelajaran sesuai minat, bakat dan aspirasinya. Bagi guru: guru mengajar sesuai tahap capaian
dan perkembangan peserta didik. Bagi sekolah: memiliki wewenang untuk mengembangkan
dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidik dan
peserta didik, 3) lebih relevan dan interaktif. Pembelajaran melalui kegiatan projek
memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-
isu actual misalnya isu lingkungan, Kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan
karakter dan kompetensi profil pelajar Pancasila.
7. SIMPULAN
Penjenjangan dalam KKNI memiliki karakteristik. dimana dalam Setiap deskriptor
KKNI untuk pada jenjang kualifikasi yang sama dapat mengandung atau terdiri dari komposisi
unsur-unsur keilmuan (science), pengetahuan (knowledge), pemahaman (know-how atau
understanding) dan keterampilan (skill) yang bervariasi satu dengan yang lain. Hal ini berarti
pula bahwa setiap capaian pembelajaran suatu pendidikan dapat memiliki kandungan
keterampilan (skill) yang lebih menonjol dibandingkan dengan keilmuan-nya (science), akan
tetapi diberikan pengakuan penjenjangan kualifikasi yang setara. Karakteristik lainnya adalah
jenjang kualifikasi yang semakin tinggi akan memiliki deskriptor KKNI yang semakin
berkarakter keilmuan (science), sedangkan semakin rendah suatu kualifikasi akan semakin
menekankan pada penguasaan keterampilan (skill). Indonesia mengalami kemerosotan di
bidang pendidikan. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia menduduki peringkat di
bawah negara-negara di Asia. Hal ini sangat berkatan dengan masalah-masalah kurikulum yang
dihadapi Indonesia. Masalah kurikulum di Indonesia dapat diselesaikan, tidak cukup dengan
mengganti namanya saja, melainkan harus melakukan perombakan secara menyeluruh dari
kurikulum.
Terdapat implikasi yang kuat bagi peningkatan mutu pembelajaran jika kurikulum
dapat dirancang secara optimal. Kondisi demikian berelasi dengan konsepsi-konsepsi
perkembangan IPTEKS. Seperti dipahami bersama bahwa universitas tidak steril dari tuntutan
dan perkembangan zaman. Kemampuan menyikapi tantangan dan kecenderungan zaman
menjadi standar bagi sebuah universitas untuk tetap kompetitif. Tantangan dan kecenderungan
memaksa dan mengharuskan universitas untuk menerapkan logika korporasi dengan
mengedepankan prinsip-prinsip efisiensi pembiayaan, perhitungan resiko, dan kemampuan
prediktif. Untuk itulah, diperlukan pengerahan segenap potensi sumber daya universitas
untuk melakukan inovasi. Inovasi merupakan bagian dari validasi dan perluasan keilmuan yang
bermanfaat. Salah satu aspek yang penting untuk diinovasi adalah kurikulum. Hal ini didasari
oleh asumsi bahwa kurikulum merupakan salah satu komponen utama yang strategis di dalam
sistem pendidikan. Asumsi ini memberikan dasar bahwa kurikulum tidak hanya berisi
tujuan yang harus dicapai, melainkan juga memberikan pemahaman tentang pengalaman
belajar bagi mahasiswa. Artinya, dalam perspekstif pembelajaran kurikulum merdeka belajar
menjadi dasar yang kuat untuk menggerakkan komponen-komponen pembelajaran secara
terintegrasi dan bermakna dalam menghasilkan lulusan yang unggul dan berdaya secara global.
Dari sini bisa kami simpulkan bahwa pengembangan kurikulum berdasarkan KKNI
dan berdasarkan kurikulum merdeka memiliki kecenderungan yang sama yakni
mempersiapkan peserta didik untuk siap menghadapi dunia kerja dan tantangan jaman di dunia
industry.
Saran
Persoalan yang sering kita temui di lapangan jangankan menyusun kurikulum, menjalankan
kurikulum yang sudah ada sulitnya bukan main. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya
kongkrit untuk mengiringi suksesnya penyempurnaan kurikulum ini. Langkah perbaikan itu
ibarat pepatah tiada rotan akarpun berguna, maka pemerintah sebaiknya melakukan berbagai
langkah perbaikan konsep dengan melibatkan berbagai unsur/stakeholders pendidikan dan
melakukan studi/penelitian lebih mendalam sebelum kebijakan tersebut bergulir
8. DAFTAR PUSTAKA
Fatirul, Achmad, Noor, 2022. Perencanaan & Pengembangan Kurikulum. Surabaya:
University Adibuana Press
Siska, Devi, 2019. Permasalahan kurikulum masa kini dan solusinya (Online)
(https://siskadevie.wordpress.com/2019/02/27/permasalahan-kurikulum-masa-kini-
dan-solusinya/), diakses 20 April 2022
Jendral, D., Riset, K., & Tinggi, P. (2015). KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL
INDONESIA Dokumen 001. 1–9.
Suryaman, M. (2020). Orientasi Pengembangan Kurikulum Merdeka Belajar. 13–28.