3. Pelaksanaan Kelompok Dukungan Sebaya
Pada Warga Binaan Pemasyarakatan Dengan
Human Immunodeficiency Virus Di Lembaga
Pemasyarakatan Jawa Tengah
Marsela Riska Raswandaru, Megah Andriany,
Nur Setiawati Dewi
2023
Jurnal Ilmu Keperawatan Komunitas
https://journal.ppnijateng.org/ind
ex.php/jikk/article/view/2336/851
1
6
23 – 32
4. Masalah HIV di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan di masyarakat sekitarnya. Peningkatan kasus HIV di Lapas dapat disebabkan oleh faktor
internal serta eksternal.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah melalui pembentukan Kelompok Dukungan
Sebaya (KDS) atau peer support group untuk mendampingi WBP yang hidup dengan HIV positif.
Tantangan terkait kebijakan yang belum jelas, kendala teknis, dan keterbatasan anggaran dalam
melaksanakan program pencegahan menjadi faktor eksternal yang perlu diatasi.
Faktor Internal:
Penggunaan narkotika, psikotropika, dan
bahan adiktif suntik (Narkoba) oleh individu
yang disebut Penasun.
Faktor Eksternal:
o Hubungan seks tanpa kondom atau seks
sesama pria
o Pergantian pasangan di antara Warga
Binaan Pemasyarakatan (WBP)
o Pengaruh teman sebaya dan pelayanan
kesehatan.
5. Studi pendahuluan melalui wawancara awal dengan perawat pemasyarakatan
di dua Lapas/Rutan mengidentifikasi beberapa permasalahan dalam
pelaksanaan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), termasuk :
• Peran perawat pemasyarakatan
• Respon WBP terhadap HIV
• Komitmen pelaksanaan KDS
• Ketersediaan ruang, penjadwalan dan waktu
• Isi program KDS
• Ketiadaan SOP khusus untuk KDS, kebutuhan pelatihan, serta
kurangnya monitoring dan evaluasi program KDS
6. Sebagai konselor, perawat memberikan motivasi kepada WBP untuk
menerima status HIV positif, bertujuan mengurangi stigma dan diskriminasi.
Sebagai fasilitator, perawat mendampingi KDS untuk membantu WBP
memahami kondisinya, mengatasi keterbatasan lingkungan, dan menyediakan
fasilitas, termasuk menghubungkan WBP dengan layanan kesehatan di luar
pemasyarakatan.
Peran perawat sebagai konselor dan fasilitator
01
Kegiatan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) untuk WBP dengan HIV selama ini
terbatas pada penyuluhan, sharing, dan tanya jawab, yang menyebabkan rasa
jenuh. Untuk mengatasi kejenuhan tersebut, perawat pemasyarakatan dapat
mengimplementasikan strategi dengan menambahkan variasi kegiatan, seperti
menonton film motivasi, bernyanyi bersama, dan kegiatan lainnya.
KDS dilaksanakan rutin dan fleksibel, namun monoton
Berikut ini adalah pokok pembahasan yang sesuai dengan tujuan
peneliti:
02
7. Pendampingan oleh perawat dapat menjadi kunci dalam meningkatkan minat ODHA
untuk membuka status HIV. Perawat dapat menggunakan strategi dengan
mendorong interaksi antara ODHA dan perawat sebelum dan selama perawatan
kesehatan, bertujuan untuk membangun kepercayaan dan meningkatkan minat
ODHA untuk mengungkapkan status mereka.
KDS dipengaruhi oleh minat WBP dengan HIV untuk
membuka status
03
Belum terbukanya status HIV, keterbatasan sumber daya, dan
perpindahan WBP dengan HIV menjadi kendala KDS.
04
Ketidakbukaan status HIV oleh WBP dapat mengurangi partisipasi aktif dalam Kelompok
Dukungan Sebaya (KDS), menyulitkan perawatan kesehatan, pemecahan masalah, dan
edukasi kesehatan. Keterbatasan SDM perawat juga dapat menunda perawatan WBP
dengan HIV terkait KDS, berpotensi menyebabkan kegagalan dalam mengelola gangguan
mental dan meningkatkan risiko penderitaan, bahkan bunuh diri. Masalah tambahan
timbul saat WBP dengan HIV pindah ke institusi pemasyarakatan lain, memerlukan
adaptasi dengan lingkungan dan teman baru, menciptakan ketidaknyamanan.
8. Perawat pemasyarakatan mengadopsi pendekatan profesional yang
bertujuan untuk mengumpulkan data dasar tentang status kesehatan dan
kebutuhan yang diperlukan. Melalui pendekatan ini, WBP dengan HIV dapat
aktif terlibat dalam kegiatan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS).
Pendekatan Profesional pada WBP dengan HIV
Bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan ODHA juga
diperhatian sebagaimana kebutuhan WBP lainnya. Kegiatan
KDS di dalam institusi pemasyarakatan dianggap penting
bagi WBP dengan HIV.
Berkoordinasi dengan Pimpinan Institusi
Pemasyarakatan
9. Dalam pelaksanaan KDS, perawat dapat mengatasi kendala
dengan bekerja sama secara efektif dengan pihak-pihak terkait,
seperti LSM, rumah sakit, pemangku kebijakan, KPA, puskesmas,
dan dinas kesehatan. Kerjasama ini bertujuan untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal bagi WBP dengan HIV.
Bekerja Sama dengan Stakeholder Terkait
10. Tinjauan dilihat dari teori komunitas dengan HIV, koordinasi dengan
pimpinan institusi pemasyarakatan, dan kerjasama dengan
stakeholder terkait. Tema-tema tersebut mencerminkan kompleksitas
pelaksanaan KDS di lapas. Beberapa kendala yang diidentifikasi,
seperti keterbatasan sumber daya dan perpindahan WBP dengan HIV,
menunjukkan bahwa pelaksanaan KDS tidak hanya bergantung pada
peran perawat, tetapi juga faktor-faktor eksternal dan kondisi
struktural institusi pemasyarakatan. Penekanan pada pendekatan
profesional, koordinasi dengan pimpinan, dan kerjasama dengan
berbagai pihak terkait menunjukkan bahwa peningkatan kualitas dan
efektivitas KDS memerlukan upaya bersama dari berbagai pihak
terlibat. Simpulan tersebut menggarisbawahi kompleksitas tantangan
dalam meningkatkan efektivitas KDS di lembaga pemasyarakatan,
dan memberikan dasar untuk perbaikan dan pengembangan lebih
lanjut dalam memberikan dukungan kepada WBP dengan HIV.
11. Teori keperawatan komunitas menekankan tindakan pencegahan dan promosi kesehatan sebagai
upaya utama. Fokusnya adalah mencegah penyakit dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pencegahan dan Promosi Kesehatan:
Keterlibatan Komunitas:
Tinjauan dilihat dari teori keperawatan komunitas, menggunakan beberapa teori, yaitu :
01
Empowerment Masyarakat:
Teori ini mendorong pemberdayaan masyarakat untuk mengambil peran aktif dalam pemeliharaan
kesehatan mereka sendiri. Ini melibatkan pendekatan kolaboratif antara perawat dan masyarakat.
02 Perawat bekerja sama dengan komunitas untuk mengidentifikasi masalah kesehatan, memahami
budaya lokal, dan membangun solusi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
03
12. Memandang kesehatan sebagai suatu kesatuan yang melibatkan aspek fisik, mental, sosial, dan
lingkungan. Perawat berusaha memahami faktor-faktor ini dalam konteks masyarakat.
Pendekatan Holistik:
Advokasi:
Tinjauan dilihat dari teori keperawatan komunitas, menggunakan beberapa teori, yaitu :
04
05 Perawat komunitas bertindak sebagai advokat untuk meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan,
hak individu, dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam konteks kelompok dukungan sebaya, teori ini dapat diterapkan dengan melibatkan anggota
komunitas untuk saling mendukung, berbagi pengalaman, dan memahami tantangan bersama terkait
kesehatan, termasuk bagi warga binaan pemasyarakatan dengan HIV.
13. Berdasarkan artikel, didapatkan bahwa peran perawat dalam pelaksanaan KDS
pada WBP dengan HIV dilembaga pemasyarakatan Jawa Tengah, yaitu sebagai:
o Perawat memberi motivasi kepada WBP dengan HIV, karena tidak mudah bagi
WBP dengan HIV untuk menerima status kesehatannya (HIV positif)
o Memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dalam pelayanan
menyeluruh HIV/AIDS dengan media dan pendekatan implementasi layanan
pendidikan dan informasi untuk WBP tentang cara pencegahan penularan HIV
dan infeksi oportunistik, peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba
o Perawat berperan aktif menjadi pendamping KDS, menyediakan fasilitas kepada
WBP dengan HIV menggunakan sumber daya dan menghubungkan WBP dengan
HIV ke layanan kesehatan di luar institusi permasyarakat.
o Memberikan bimbingan, motivasi dan edukasi
o Memantau kesehatan WBP dengan HIV
o Memberikan dan mengambil ARV
14. Otonomi (menghormati hak pasien) Justice (bersikap adil
kepada semua pasien)
Etika keperawatan yang di lakukan pada artikel tersebut
Perawat menghormati pasien dan membantu minat
pasien HIV membuka status, dengan cara melakukan
pendampingan yaitu perawat dapat melakukan
strategi untuk meningkatkan minat ODHA dalam
membuka status dengan cara mendorong interaksi
ODHA-perawat sebelum dimulainya dan selama
perawatan kesehatan untuk mendapatkan
kepercayaan WBP dengan HIV yang mempunyai
minat untuk membuka status dapat berpartisipasi
aktif dalam kegiatan KDS, sehingga kepatuhan
terhadap terapi ARV dan perawatan kesehatan dapat
berjalan dengan baik.
KDS dalam perawatan HIV sesuai dengan panduan
dari WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), yang
mendorong individu dengan HIV/AIDS (ODHA)
untuk aktif terlibat dalam solusi masalah kesehatan
mereka sendiri dan mempromosikan keterlibatan
yang lebih besar dari ODHA dalam perawatan diri
mereka. Membentuk KDS untuk WBP dengan HIV
positif:
o Pendidikan dan Informasi
o Pembentukan Kelompok Dukungan
o Pengembangan Keterampilan Manajemen
Kesehatan
15. Perawat Sebagai
Edukator:
Perawat Sebagai
Konselor:
Perawat bertanggung jawab untuk memberikan pengetahuan yang tepat dan
komprehensif kepada WBP dengan HIV atau penyakit menular lainnya. Ini mencakup
informasi tentang HIV/AIDS, cara penularannya, langkah-langkah pencegahan,
pengobatan yang tersedia, serta pentingnya perawatan yang tepat. Edukasi ini juga
dapat melibatkan pemahaman tentang manajemen obat-obatan dan tindakan
preventif lainnya.
Perawat di dalam fasilitas pemasyarakatan dapat berfungsi sebagai
pendamping aktif bagi ODHA. Mereka membantu ODHA dalam memahami
kondisi kesehatan mereka, memberikan dukungan emosional, memberikan
informasi yang jelas tentang kondisi mereka, dan membantu dalam
menghadapi stigma atau masalah psikologis yang terkait dengan HIV/AIDS.
Memberikan
Dukungan Holistik:
Perawat tidak hanya memberikan informasi medis, tetapi juga memberikan
dukungan holistik. Mereka membantu WBP untuk memahami aspek-aspek
kesehatan lain yang terkait dengan kondisi mereka, seperti kesehatan mental,
nutrisi, dan pola hidup sehat.
16. Jadwal Rutin:
Sistem jadwal KDS yang rutin dan fleksibel untuk WBP dengan HIV adalah penting untuk memberikan
perawatan yang efektif dan mendukung. Dua pendekatan ini memiliki keuntungan masing-masing:
o Mencegah Perasaan Kesepian: Dengan jadwal rutin,
WBP dengan HIV memiliki ekspektasi yang jelas
tentang kapan mereka akan mendapatkan
kunjungan KDS. Hal ini dapat membantu mencegah
perasaan kesepian atau terisolasi di lingkungan
pemasyarakatan.
o Kontinuitas Dalam Perawatan: Jadwal rutin
memungkinkan perawat atau petugas kesehatan
untuk melakukan pemantauan yang teratur terhadap
kondisi kesehatan WBP dengan HIV, memastikan
kepatuhan terhadap pengobatan, dan memberikan
perawatan yang diperlukan secara konsisten.
Jadwal Fleksibel:
o Respons Terhadap Kebutuhan Mendesak: Dalam
kasus di mana WBP dengan HIV mengalami masalah
kesehatan yang mendesak atau butuh bantuan,
jadwal fleksibel memungkinkan petugas kesehatan
untuk memberikan layanan atau kunjungan dengan
lebih cepat tanpa harus menunggu jadwal rutin.
o Memberikan Dukungan Lebih Personal: Fleksibilitas
dalam jadwal memungkinkan petugas kesehatan
untuk memberikan perhatian yang lebih personal dan
mendesak bagi WBP dengan HIV yang mungkin
memerlukan perawatan atau dukungan tambahan di
luar jadwal rutin.
17. Pendekatan pada
WBP dengan HIV
Pada artikel terdapat kendala yang dapat merugikan pasien, namun juga terdapat cara mengatasi kendala
KDS yang dipengaruhi oleh minat WBP dengan HIV untuk membuka status yaitu:
Perawat melakukan pada WBP dengan HIV
untuk menemukan data dasar status
kesehatan dan kebutuhan yang diperlukan
serta WBP dengan HIV dapat terlibat aktif
dalam kegiatan KDS. Perawat
pemasyarakatan dalam pelaksanaan KDS
mempunyai strategi dengan cara
melakukan pendekatan profesional karena
WBP dengan HIV, mempunyai karakteristik
yang unik daripada WBP lainnya.
Berkordinasi dengan pimpinan
institusi permasyarakatan
Perawat pemasyarakatan dalam
melaksanakan KDS pada WBP dengan HIV
dapat mengatasi kendala dengan
melakukan strategi yaitu berkoordinasi
dengan pimpinan institusi pemasyarakatan
agar kebutuhan ODHA juga diperhatikan.
18. Perawat dapat melakukan strategi yaitu
bekerja sama dengan pihak-pihak terkait
seperti LSM, rumah sakit, pemangku
kebijakan, KPA, puskesmas, dinas
kesehatan agar dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal.
Penekanan kebutuhan perawatan
kesehatan pada WBP dengan HIV
mengintegrasikan kerjasama multidisiplin
dan lintas batas organisasi
19. Pelaksanaan KDS warga binaan dengan HIV oleh perawat pemasyarakatan
memberikan gambaran yang sangat menarik. Penelitian ini menghasilkan
lima tema. Tema yang pertama yaitu peran perawat sebagai konselor dan
fasilitator. Tema yang kedua yaitu KDS dilaksanakan rutin dan fleksibel,
namun monoton. Tema yang ketiga yaitu KDS dipengaruhi oleh minat
WBP dengan HIV untuk membuka status. Tema yang keempat yaitu belum
terbukanya status HIV, keterbatasan sumber daya dan perpindahan WBP
dengan HIV menjadi kendala KDS. Tema yang kelima yaitu kendala diatasi
dengan pendekatan pada WBP dengan HIV, pimpinan dan stakeholder.
Tema yang didapatkan peneliti perlu mendapatkan perhatian dari semua
pihak untuk menjaga kualitas pelayanan perawatan dan perawat
pemasyarakatan dalam melaksanakan KDS pada WBP dengan HIV.