Dokumen tersebut membahas kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, dan lokal yang terkait dengan RTRW, RPJM, dan rencana-rencana sektoral. Dibahas dasar hukum dan ruang lingkup perencanaan pembangunan nasional berdasarkan UU No. 25/2004. Juga dibahas perbedaan dan keterkaitan antara perencanaan nasional, wilayah, dan kota serta pentingnya memadukan pendek
Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik+Lingkungan, Aspek Ekonomi, Aspek Sosial dan Budaya. Berisi definisi aspek, meliputi apa saja, dan kebutuhan data yang akan dicari dalam rencana tata ruang.
Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik+Lingkungan, Aspek Ekonomi, Aspek Sosial dan Budaya. Berisi definisi aspek, meliputi apa saja, dan kebutuhan data yang akan dicari dalam rencana tata ruang.
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
Instrumen pengendalian pemanfaattan ruang di Indonesia.
Sebuah rekomendasi untuk memasukkan aspek-aspek science dan lingkungan hidup dalam proses tata ruang di Indonesia
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota. Berisikan ketentuan teknis muatan rencana tata ruang wilayah, proses dan prosedur penyusunan rencana tata ruang wilayah.
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
Instrumen pengendalian pemanfaattan ruang di Indonesia.
Sebuah rekomendasi untuk memasukkan aspek-aspek science dan lingkungan hidup dalam proses tata ruang di Indonesia
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota. Berisikan ketentuan teknis muatan rencana tata ruang wilayah, proses dan prosedur penyusunan rencana tata ruang wilayah.
Metodologi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Dalam Mendukung Pengembang...Fitri Indra Wardhono
Pekerjaan Rencana Pengembangan Kawasan Dalam Mendukung Pengembangan Sektor Strategis Kawasan Andalan Yogyakarta ini dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan dasar penduduk (basic need) dan kebutuhan untuk terselenggaranya fungsi dan peran kawsan (development need) yang dapat memberikan kontribusi terhadap sasaran pembangunan nasional.
Data primer dapat diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan, dan wawancara dengan Pemerintah Daerah di Kawasan Andalan Yogyakarta, tokoh masyarakat dan penduduk setempat. Sebelum kegiatan pengamatan di lapangan (survei) dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan. Pada tahap ini segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan survei diterjemahkan ke dalam bentuk disain survei dan rencana kerja survei. Selain itu, perlu juga disiapkan dana dan peralatan pendukung (peta, alat tulis, dokumentasi, dan lainnya), serta konfirmasi dengan instansi terkait di daerah penelitian mengenai kegiatan survei tersebut. Pelaksanaan survei ditentukan berdasarkan pertimbangan waktu yang tepat untuk dapat menemui penduduk di tempat mereka masing-masing. Kualitas hasil survei sangat tergantung pada kebenaran pelaksanaan survei.
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan RuangOswar Mungkasa
disampaikan oleh OSwar Mungkasa (Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas) pada Rakor BKPRD Provinsi Jawa Tengah di Semarang tanggal 12 Desember 2013
Penyusunan Rencana (studi rinci) ini, untuk membuat dokumen panduan dalam merancang dan membangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan penataan lingkungan
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...Dadang Solihin
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan
Similar to Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, dan lokal terkait dengan RTRW, RPJM, rencana-rencana sektoral (20)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang, ruang merupakan wadah yang meliputi ruang dara, laut, dan udara termasuk pula ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup tinggal dan melakukan kegiatan untuk memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan tata ruang merupakan wujud struktur ruang dan pola ruang.
Penataan ruang merupakan suatu sistem di dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam penyelenggaraan penataan ruang diperlukan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mengawasi jalannya proses penataan ruang tersebut. Kebijakan tersebut adalah rencana tata ruang yang merupakan hasil perencanaan tata ruang yang berfungsi untuk mewujudkan suatu tata ruang secara tertib.
Ruang dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi sistem sosial yang meliputi manusia dengan seluruh kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya dengan ekosistem yang terdiri dari sumber daya alam, dan sumber daya buatan berlangsung. Interaksi ini tidak selalu secara otomatis berlangsung seimbang dan saling menguntungkan berbagai pihak karena adanya perbedaan kemampuan, kepentingan, dan adanya sifat perkembangan ekonomi yang akumulatif. Oleh karena itu, ruang perlu ditata agar dapat memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan terhadap manusia serta makhluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya secara optimal.
Sebagai suatu keadaan, tata ruang mempunyai ukuran kualitas yang bukan semata menggambarkan mutu tata letak dan keterkaitan hirarkis baik antara kegiatan maupun antar pusat, akan tetapi juga menggambarkan mutu komponen penyusunan ruang. Mutu ruang itu ditentukan dengan terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan pemanfaatan ruang yang mengindahkan faktor daya dukung lingkungan, fungsi lingkungan, lokasi, dan struktur (keterkaitan jaringan infrastruktur, pusat permukiman, dan jasa).
Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan sebagai salah satu yang berasaskan keterpaduan. Keterpaduan yang dimaksud adalah terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia. Untuk menjamin ketercapaian tujuan dalam penyelenggaraan penataan ruang maka perlu dilakukan pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang. Dalam pengawasan penataan ruang terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. Pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian antara penyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai evaluasi dalam kebijakan penataan ruang tersebut.
Membahas pengertian good governance, karakteristik good governance, ciri-ciri good governance, peran institusi, dan mekanisme pelaksanaan pembangunan daerah
Menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau biasa disebut Undang-Undang Pokok Agraria yang disingkat (UUPA) di atur tentang hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada warga negaranya.
Hak atas tanah akan berbeda dengan hak yang melekat pada tanah tersebut, dengan demikian ganti rugi yang diberikan atas tanah itu juga menentukan berapa besar yang harus diterima dengan adanya hak berbeda itu, namun demikian negara mempunyai wewenang untuk melaksanakan pembangunan sebagaimana di atur dalam peraturan perundang-undangan baik dengan pencabutan hak maupun dengan pembebasan tanah.
Kondisi tanah (terindikasi) terlantar di Indonesia saat ini cukup luas. Berdasarkan hasil identifikasi BPN pada tahun 2011, terdapat sekitar 7,3 juta hektar tanah yang terindikasi terlantar; sedangkan tanah yang sudah dinyatakan terlantar adalah 459 bidang, yang luasnya mencakup 4,8 juta hektar. Luas tanah terlantar ini bertambah, karena data pada tahun 2007 tanah terlantar seluas 7,1 juta hektar di luar kawasan hutan. Tanah terlantar seluas itu sama dengan 14 kali luas wilayah Singapura. Data terakhir (2014), potensi tanah (terindikasi) terlantar mencapai 7,5 juta ha.
Data-data tersebut menunjukkan tanah (terindikasi) terlantar perlu ditangani sesegera mungkin dan penanganannya bersifat multi sektor. Dalam arti harus melibatkan kontribusi berbagai sektor yang terkait dan partisipasi aktif masyarakat, baik pemilik hak atas tanah maupun masyarakat yang berkepentingan pada penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Berbagai peraturan perundang-undangan telah dibentuk, kebijakan telah diambil untuk menangani masalah tanah terlantar, namun hasilnya masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Di era Orde Baru, telah ada Instruksi Mendagri No. 2 tahun 1982 tentang Penertiban Tanah Terlantar di Daerah Perkotaan yang Dikuasai oleh Badan Hukum/Perorangan yang tidak Dimanfaatkan/ Diterlantarkan,. Setelah itu kemudian terbit Keputusan Mendagri No. 268 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Kebijakan Penertiban/Pemanfaatan Tanah yang Dicadangkan bagi dan/atau Dikuasai oleh Perusahaan-Perusahaan.
Di era Reformasi, muncul PP No. 36 tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Keputusan Ka. BPN No. 24 tahun 2002 sebagai peraturan pelaksanaannya. Selanjutnya PP tersebut diganti oleh PP No. 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, dan ditindak lanjuti oleh Perkaban No. 4 tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar, dan Perkaban No. 5 tahun 2011 tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar. Meskipun peraturan dan kebijakan telah dibentuk namun faktanya jumlah tanah (terindikasi) terlantar justru meningkat, sehingga upaya penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar semakin jauh dari tujuan awalnya, yaitu mewujudkan keadilan agraria. dalam kerangka reforma agraria.
Urban design merupakan cara untuk mengembangkan kerangka kebijakan dalam menyusun rancangan fisik, pada rancangan elemen utama wujud kota, yang didistribusikan dalam ruang dan dibangun pada waktu yang berbeda oleh orang yang berbeda (Shirvani; 1985). Disamping itu, urban design ini merupakan bagian dari proses perencanaan kota yang menyangkut aspek tiga dimensi dan non visual: kebisingan, aroma, rasa nyaman, bahaya, rasa aman; aspek sosial, ekonomi, kebijakan (Gosling dan Maitland; 1984). Menurut Trancik pendekatan, pendekatan figure/gound, linkage, and place merupakan landasan yang dapat digunakan untuk melakukan perancangan kota, baik secara historis maupun modern. Ketiga pendekatan tersebut secara bersamaan memiliki potensi sebagai salah satu strategi perancangan kota yang menekankan produk rancang kota secara terpadu. Ketidak pahaman terhadap tiga pendekatan ini (Zahnd; 1999) seringkali menyebabkan kegagalan dalam mendesain kawasan kota dengan baik, terutama terhadap hubungan-hubungan antara tiga pendekatan tersebut
Setelah menggambarkan kondisi faktual elemen-elemen urban design berupa solid-void-lingkage kawasan Koridor Jalan Dr. H. Ir. Soekarno (MERR) pada tugas sebelumnya, maka pada tugas kali ini akan membahas mengenai rencana MERR International Shopping Belt (MISB) pada kawasan Koridor Jalan Dr. H. Ir. Soekarno (MERR). Menurut Kevin Lynch, rencana identitas yang digunakan pada suatu kawasan dibentuk oleh lima elemen yakni landmark, path, nodes, district. Wujud dari citra kota terbentuk dari keteraturan dan ketertiban rancangan ruang yang ada dalam kota tersebut.
Perencanaan dan perancangan tata ruang Kota Surabaya mengacu pada arahan Rencana Tata Ruang Kota Surabaya, dimana seluruh ketentuan peruntukan lahan di Kota Surabaya diatur di dalam RTRW ini. Secara detail bangunan arahan pengembangan yang terdapat pada kawasan Koridor Jalan Dr. H. Ir. Soekarno (MERR) ini diatur dalam RDTRK UP II Kertajaya. Dengan demikian, rencana perancangan MERR International Shopping Belt (MISB) pada kawasan Koridor Jalan Dr. H. Ir. Soekarno (MERR) yang kami sajikan dalam makalah ini dilakukan berdasarkan arahan pengembangan yang terdapat dalam produk perencanaan tersebut.
Wilayah studi dalam penulisan makalah ini yaitu kawasan Koridor Jalan Dr. H. Ir. Soekarno (MERR), yang merupakan salah satu akses penting yang berada di Surabaya bagian timur. Pada Kawasan Koridor Jalan Dr. H. Ir. Soekarno (MERR) terdapat karakteristik yang berasal dari potensi dan permasalahan yang ada. Dari karakteristik tersebut dibutuhkan suatu rencana yang mungkin dapat diimplementasikan dalam bentuk tiga dimensi berdasarkan Solid-Void-Linkage dan Place.
Pertambahan jumlah yang penduduk yang terus meningkat menjadi penyebab tingginya tekanan penduduk terhadap daya dukung lahan.
Sebagian besar memanfaatkan lahan sebagai permukiman tanpa memperhatikan aspek kelestarian alam.
Dengan demikian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (Puslitbangkim) merancang suatu pola pengelolaan DAS hulu yang berwawasan lingkungan, yaitu melalui model eco-settlements.
Koridor Jalan Gajahmada yang terletak berbatasan dengan kawasan Simpang Lima turut berkembang seiring dengan pesatnya pertumbuhan aktivitas komersial di kawasan Simpang Lima, Semarang.
Pada tahun 1990-an, dimana aktivitas komersial mulai berkembang, harga lahan di koridor Jalan Gajahmada berada pada kisaran harga Rp 5 juta/m2 dan pada tahun 2011 sekarang berkisar belasan juta.
Kota merupakan sebuah wilayah yang mempunyai penduduk relatif besar, luas area terbatas, pada umumnya bersifat non-agraris dengan kepadatan penduduk relatif tinggi (Kamus Tata Ruang). Jumlah penduduk di kota-kota besar salah satunya Kota Surabaya terus meningkat, salah satu faktor yang meyebabkan jumlah penduduk terus meningkat di Kota Surabaya adalah karena urbanisasi dari desa/kota-kota kecil ke Kota Surabaya dengan alasan untuk mencari pekerjaan. Banyaknya urbanisasi dari desa/kota-kota kecil ke Surabaya menyebabkan banyak keinginan penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mall adalah salah satu pusat perbelanjaan yang menawarkan berbagai macam barang yang dijual sehingga konsumen berbondong-bondong datang kesana.
Banyaknya pembangunan mall di Kota Surabaya terkadang tidak disertai dengan ijin analisis dampak lalu lintas (andalalin). Padahal analisis dampak lalu lintas sangat penting dilakukan ketika mall tersebut dibangun agar tidak terjadi kemacetan yang disebabkan oleh kendaraan yang masuk dan keluar dari mall tersebut. Grand City adalah salah satu mall di Kota Surabaya yang terletak di kawasan Surabaya Pusat yang ketika pendirian mall tersebut tidak mengkaji analisis dampak lalu lintas (andalalin) dan seharusnya pendirian mall grand city mengkaji adanya andalalin atau mengikuti regulasi yang telah ditetapkan karena jika terjadi penyimpangan atau pelanggaran, dampak yang ditimbulkan besar yang dapat menimbulkan kerugian di berbagai pihak dan juga kerusakan lingkungan.
kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan di Indonesia.
Proyek adalah kegiatan – kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber – sumber untuk mendapatkan keuntungan. Kegiatan – kegiatan tersebut dapat berbentuk investasi baru seperti pembangunan pabrik, pembuatan jalan raya atau kereta api, irigasi, bendungan, perkebunan, pembukaan hutan, dan sebagainya. Suatu proyek dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah, badan – badan swasta, atau orginasi – orginasi sosial maupun oleh perorangan
Sumber - sumber yang digunakan dalam pelaksanaan proyek dapat berbentuk barang – barang modal, tanah, bahan - bahan setengah jadi, bahan – bahan mentah, tenaga kerja, dan waktu. Sumber – sumber tersebut sebagian, sebagian atau seluruhnya, dapat dianggap sebagai barang atau jasa konsumsi yang dikorbankan dari penggunaan masa sekarang untuk memperoleh benefit yang lebih besar di masa yang akan datang
Benefit tersebut dapat berbentuk tingkat konsumsi yang lebih besar, penambahan kesempatan kerja, perbakan tingkat pendidikan atau kesehatan, dan perubahan / perbaikan suatu sistem atau struktur. Suatu proyek dapat dinyatakan berakhir bila sudah pasti atau diduga tidak memberikan benefit lagi.
Kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan berarti bahwa baik sumber – sumber yang dipergunakan dalam satu proyek maupun hasil – hasil proyek tersebut dapat dipisahkan dari sumber – sumber yang dipergunakan dalam satu proyek maupun hasil – hasil proyek tersebut dapat dipisahkan dari sumber – sumber yang dipergunakan oleh dan hasil – hasil dari kegiatan yang lain.
Kegiatan yang dapat direncanakan berarti bahwa :
Baik biaya maupun hasil – hasil pokok dari proyek dapat dihitung atau diperkirakan; dan
Kegiatan – kegiatan dapat disusun sedemikian rupa sehingga dengan penggunnan sumber–sumber yang terbatas dapat diperoleh benefit yang sebesar mungkin.
Proyek adalah kegiatan – kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber – sumber untuk mendapatkan keuntungan. Kegiatan – kegiatan tersebut dapat berbentuk investasi baru seperti pembangunan pabrik, pembuatan jalan raya atau kereta api, irigasi, bendungan, perkebunan, pembukaan hutan, dan sebagainya. Suatu proyek dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah, badan – badan swasta, atau orginasi – orginasi sosial maupun oleh perorangan
Sumber - sumber yang digunakan dalam pelaksanaan proyek dapat berbentuk barang – barang modal, tanah, bahan - bahan setengah jadi, bahan – bahan mentah, tenaga kerja, dan waktu. Sumber – sumber tersebut sebagian, sebagian atau seluruhnya, dapat dianggap sebagai barang atau jasa konsumsi yang dikorbankan dari penggunaan masa sekarang untuk memperoleh benefit yang lebih besar di masa yang akan datang
Benefit tersebut dapat berbentuk tingkat konsumsi yang lebih besar, penambahan kesempatan kerja, perbakan tingkat pendidikan atau kesehatan, dan perubahan / perbaikan suatu sistem atau struktur. Suatu proyek dapat dinyatakan berakhir bila sudah pasti atau diduga tidak memberikan benefit lagi.
Kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan berarti bahwa baik sumber – sumber yang dipergunakan dalam satu proyek maupun hasil – hasil proyek tersebut dapat dipisahkan dari sumber – sumber yang dipergunakan dalam satu proyek maupun hasil – hasil proyek tersebut dapat dipisahkan dari sumber – sumber yang dipergunakan oleh dan hasil – hasil dari kegiatan yang lain.
Kegiatan yang dapat direncanakan berarti bahwa :
Baik biaya maupun hasil – hasil pokok dari proyek dapat dihitung atau diperkirakan; dan
Kegiatan – kegiatan dapat disusun sedemikian rupa sehingga dengan penggunnan sumber–sumber yang terbatas dapat diperoleh benefit yang sebesar mungkin.
Landasan dari teori lokasi adalah ruang. Tanpa ruang maka tidak mungkin ada lokasi. Dalam studi tentang wilayah, yang dimaksud dengan ruang adalah permukaan baik yang berada diatasnya maupun dibawahnya. Lokasi menggambarkan posisi dalam ruang tersebut (dapat ditentukan bujur dan lintangnya).
Teori lokasi mempelajari analisa keruangan dan aplikasinya yang dapat dipahami melalui hubungan politis dan ekonomis antara satu daerah dengan daerah yang lain, bentuk hubungan sosial ekonomi serta dapat memahami bagaimana bagaimana suatu daerah-daerah berkembang berhubungan dengan daerah yang lain. Analisis pola keruangan yang ada dalam suatu regional wilayah.
Teori lokasi adalah ilmu yang yang menyelidiki tata ruang (spatial order) dengan kegitan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang langka, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Dalam mempelajari lokasi berbagai kegitan, ahli ekonomi regional atau geografi terlebih dahulu membuat asumsi bahwa ruang yang dianalisis adalah datar dan kondisinya disemua arah adalah sama. Salah satu unsur ruang adalah jarak. Jarak menciptakan ‘gangguan’ ketika manusia berhubungan atau berpegian dari satu tempat ke tempat lainnya. Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi kelokasi lainnya.
Dalam penentuan lokasi permukiman, dibutuhkan analisis dengan metode yang tepat agar lokasi tersebut optimal. Penentuan lokasi permukiman ini perlu memperhatikan aspek-aspek yang terdapat di dalamnya. Aspek tersebut dapat disebut sebagai satuan permukiman. Adapun syarat dari satuan permukiman antara lain adanya lokasi (lahan) dengan lingkungan dan sumber daya yang mendukung, adanya kelompok manusia (masyarakat), sumber daya buatan, dan terdapat fungsi kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya. Teori Christaller (1993) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya dalam satu wilayah. Bunyi teori Cristaller adalah jika persebaran penduduk dan daya beli sama baiknya dengan bentang alam, sumber daya, dan fasilitas transportasinya semuanya berjalan seragam, lalu pusat-pusat permukiman menyediakan layanan yang sama besar, maka hal tersebut akan membentuk kesamaan jarak antara satu pusat permukiman lainnya.
Landasan dari teori lokasi adalah ruang. Tanpa ruang maka tidak mungkin ada lokasi. Dalam studi tentang wilayah, yang dimaksud dengan ruang adalah permukaan baik yang berada diatasnya maupun dibawahnya. Lokasi menggambarkan posisi dalam ruang tersebut (dapat ditentukan bujur dan lintangnya).
Teori lokasi mempelajari analisa keruangan dan aplikasinya yang dapat dipahami melalui hubungan politis dan ekonomis antara satu daerah dengan daerah yang lain, bentuk hubungan sosial ekonomi serta dapat memahami bagaimana bagaimana suatu daerah-daerah berkembang berhubungan dengan daerah yang lain. Analisis pola keruangan yang ada dalam suatu regional wilayah.
Teori lokasi adalah ilmu yang yang menyelidiki tata ruang (spatial order) dengan kegitan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang langka, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Dalam mempelajari lokasi berbagai kegitan, ahli ekonomi regional atau geografi terlebih dahulu membuat asumsi bahwa ruang yang dianalisis adalah datar dan kondisinya disemua arah adalah sama. Salah satu unsur ruang adalah jarak. Jarak menciptakan ‘gangguan’ ketika manusia berhubungan atau berpegian dari satu tempat ke tempat lainnya. Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi kelokasi lainnya.
Dalam penentuan lokasi permukiman, dibutuhkan analisis dengan metode yang tepat agar lokasi tersebut optimal. Penentuan lokasi permukiman ini perlu memperhatikan aspek-aspek yang terdapat di dalamnya. Aspek tersebut dapat disebut sebagai satuan permukiman. Adapun syarat dari satuan permukiman antara lain adanya lokasi (lahan) dengan lingkungan dan sumber daya yang mendukung, adanya kelompok manusia (masyarakat), sumber daya buatan, dan terdapat fungsi kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya. Teori Christaller (1993) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya dalam satu wilayah. Bunyi teori Cristaller adalah jika persebaran penduduk dan daya beli sama baiknya dengan bentang alam, sumber daya, dan fasilitas transportasinya semuanya berjalan seragam, lalu pusat-pusat permukiman menyediakan layanan yang sama besar, maka hal tersebut akan membentuk kesamaan jarak antara satu pusat permukiman lainnya.
Perkembangan klaster industri digambarkan sebagai suatu siklus hidup klaster industri. Siklus hidup klaster merupakan sesuatu hal yang mulai menjadi prioritas untuk dipelajari saat ini (Bergman, 2008). Semenjak tahun 1998 hingga sekarang, telah banyak penelitian dilakukan untuk mempelajari dinamika klaster dengan tujuan mencari bagaimana bentuk siklus hidup klaster (Maskell & Kebir, 2005). Penelitian tersebut dilakukan untuk melakukan identifikasi karakteristik serta kebijakan dan strategi yang diberikan dalam tiap tahapan perkembangan klaster. Selain itu, penelitian dilakukan dengan mempelajari kondisi nyata yang terjadi pada klaster yang telah dikembangkan. Hal itu dilakukan untuk menjawab mengapa klaster-klaster dengan kondisi awal yang sama ketika terbentuk, tetapi hasil perkembangannya dapat jauh berbeda (Bergman, 2008). Kemungkinan hasil perkembangan yang dapat terjadi yaitu terdapat klaster yang berkembang dengan pesat sedangkan lainnya justru mengalami penurunan kinerja bahkan dapat mengalami kegagalan.
Penelitian untuk mengidentifikasi siklus hidup klaster telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda ((Swann, 2002); (Brenner, 2004); (Maskell & Kebir, 2005); (Bergman, 2008); (Menzel & Fornahl, 2009)). Brenner (2004) mengemukakan teori klaster serta teori siklus hidup klaster secara lengkap setelah melakukan identifikasi menyeluruh pada keseluruhan tahapan siklus hidup mulai dari entry, exit dan growth. Penelitian tersebut disempurnakan oleh Menzel (2009). Dalam penelitiannya, Menzel (2009) menggunakan pendekatan knowledge-based dalam menganalisa siklus hidup klaster. Penelitian tersebut berhasil menemukan penjelasan mengapa siklus hidup klaster berbeda dengan siklus hidup industri serta menemukan kemungkinan adanya tahap renewal setelah klaster mengalami tahap decline atau lock-in.
Kebanyakan penelitian yang telah dilakukan tersebut menggunakan obyek yaitu spontaneus cluster yang berada pada negara maju. Sedangkan penelitian tentang siklus hidup pada government driven cluster (klaster inisiasi pemerintah) yang biasanya banyak terdapat pada negara berkembang, masih sedikit dilakukan.
Telah diketahui bahwa klaster Industri di Indonesia secara dominan merupakan hasil inisiasi pemerintah (Depperin, 2008). Klaster industri telah menjadi suatu kebijakan pemerintah Indonesia dengan tujuan memperkuat struktur industri Indonesia semenjak tahun 2005 (Depperin, 2007). Tetapi dalam perkembangannya masih belum menunjukkan hasil positif yang signifikan memperkuat struktur industri.Dalam makalah ini penulis membahas tentang Klaster Industri dan Aglomerasi serta study kasus terkait Klaster dan Aglomerasi serta keterkaitan antara Klaster dan Aglomerasi dalam pengembangan ekonomi wilayah.
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, dan lokal terkait dengan RTRW, RPJM, rencana-rencana sektoral
1. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI
INDONESIA DALAM SKALA NASIONAL,
WILAYAH, DAN LOKAL TERKAIT DENGAN
RTRW, RPJM, RENCANA-RENCANA
SEKTORAL
Cindy Nur A. R_3612100009|Amalia Puspasari_3612100019|Yuliastika
2. Kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan
oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang
membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut.
Kebijakan Perencanaan Wilayah adalah Suatu
kebijakan dalam suatu daerah baik propinsi atau kabupaten merupakan
suatu aturan hukum yang diharapkan mampu menjadi acuan dalam
pengambilan tindakan. Kebijakan berupa Perda, Keputusan-keputusan
Gubernur/Bupati menjadi acuan paling detail dalam menjawab
permasalahan di daerah.
3. Dasar Hukum Kebijakan Pengembangan Wilayah di
Indonesia
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan pembangunan Nasional.
Ruang Lingkup Perencanaan (UU25/2004):
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-
Nasional)
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJM Nasional)
3. Renstra Kementerian / Lembaga (Renstra KL) Peraturan
Pimpinan KL
4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Per Pres
5. Rencana Kerja Kementerian / Lembaga (Renja KL)
Peraturan Pimpinan KL
4. Peraturan Perundang-undangan di dalam Perencanaan
1. Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN);
2. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
3. Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025;
4. Peraturan Pemerintah No 39 tahun 2006 tentang Tata cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
5. Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2006 tentang Tatacara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional;
6. Peraturan Pemerintah No 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Daerah;
8. Peraturan Presiden No 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014
5. Pendekatan Sektoral adalah dimana seluruh kegiatan ekonomi di dalam
wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor
Pendekatan regional adalah pendekatan ekonomi dan pendekatan
ruang. Pendekatan ekonomi terutama untuk cabang ekonomi regional dan
dapat dipakai berbagai peralatan analisis baik dari ekonomi umum/ekonomi
pembangunan, atau lebih khusus ekonomi regional untuk melihat arah
perkembangan suatu daerah di masa yang akan dating.
Perlu Memadukan Pendekatan Sektoral
Dan Regional Dalam Perencanaan
Pembangunan Wilayah
6. Perbedaan Perencanaan Wilayah dan
Perencanaan Sektoral
No. Perencanaan Sektoral Perencanaan Wilayah
1. Kepentingan untuk pengembangan
sektor itu sendiri sehingga yang
dimaksimalkan adalah pengembangan
sektor itu sendiri misalnya sektor
pertanian, pertambangan, industri, dan
sebagainya
Kepentingan untuk wilayah secara
keseluruhan termasuk sektor-sektor
sert sub-sub wilayah
2. Sektor-sektor jika diperlukan harus
“mengalah” demi kepentingan wilayah
secara keseluruhan
Rencana wilayah merupakan “payung”
bagi rencana sektor
3. Direncanakan oleh departemen atau
dinas dan dilaksanakan oleh
departemen atau dinas
Direncanakan oleh badan perencana,
dilaksanakan oleh dinas
7. Perbedaan Dan Persamaan Antara Perencanaan Nasional ,
Perencanaan Wilayah dan Perencanaan Kota
Perencanaan Perbedaan Persamaan
Kaitan ketiga
perencanaan
Perencanaan Nasional bertujuan mengendalikan
inflasi seeta kebijakan
stabilitas ekonomi
menekankan pada
masalah-masalah ekonomi
tetapi tetap memperhatikan
masalah ruang seperti
masalah kesenjangan
wilayah, pemilihan lokasi
investasi, dll
Perencanaan wilayah
mempengaruhi
perencanaan kota,
perencanaan kota tidak
dapat mengabaikan
perkembangan kota itu
sendiri. Demikian dengan
perencanaan nasional dan
perencanaan kota yang
saling mempengaruhi
sehingga disebut
perencanaan ruang.
Perencanaan Wilayah untuk mengembangkan
ekonomi wilayah jangka
panjang, distribusi
penduduk dan kegiatan
ekonomiyang efisien, serta
kualitas lingkungan yang
baik dan
berkesinambungan
menekankan pada masalah
lokasi atau ruang dimana
aktivitas ekonomi tersebut
berada. Salah satu elemen
penting adalah pola tata
ruang wilayah.
Perencanaan Kota menekankan pada
masalah-masalah yang
berada di dalam kota
karena secara definisi kota
merupakan daerah
pemusatan penduduk dan
aktivitas serta mempunyai
fungsi sebagai pusat
sehingga intensitas
kegiatan serta penggunaan
lahan sangat tinggi
perencanaan wilayah
berperan dalam
menentukan fungsi kota di
dalam struktur wilayah
9. HUBUNGAN DOKUMEN RENCANA TATA RUANG
DAN RENCANA PEMBANGUNAN
RENCANA TATA RUANG KAB A.1
RENCANA TATA RUANG KAB A.2
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Berdasarkan UU No. 24/2005 dan UU 32/2004
PENATAAN RUANG
berdasarkan UU No. 26/2007 dan Permen 15, 16, dan 17/PRT/M/2009
RPJP
Nasional
RPJP
Provinsi
RPJM
Nasional
RPJM
Provinsi
Renstra
KL
(Dep. PU, Dep.
Pertanian, dll)
Renja
KL
(Dep. PU, Dep.
Pertanian, dll)
RKP
Renstra
SKPD
(Tata Ruang,
Pertanian,
Kehutanan, dll)
Renja
SKPD
(Tata Ruang,
Pertanian,
Kehutanan, dll)
diacu
pedoman
pedoman
diperhatikan diserasikan melalui
musrenbang
NASIONAL
RPJP
Kab/Kota
RPJM
Kab/Kota
Renstra
SKPD
(Tata Ruang,
Pertanian,
Kehutanan, dll)
Renja
SKPD
(Tata Ruang,
Pertanian,
Kehutanan, dll)
diacu
pedoman
pedoman
pedoman
KAB/KOTA
diperhatikan
PROVINSI
pedoman
pedoman
pedoman
dijabarkan
pedoman
dijabarkan
dijabarkan
diserasikan melalui
musrenbang
1. PRESIDEN &
MENTERI
2. BAPPENAS
3. BKPRN
4. TIAP
DEPARTEMEN/
KEMENTERIAN
A. DEP. PU
B. DEPDAGRI
C. dll
RTRW
Provinsi
· RTR Kawasan Strategis Provinsi
· RDTR Kabupaten
· RTR Kawasan Strategis Kota
RTRW
Kabupaten
RTRW Kota
· RTR Kawasan Strategis Kabupaten
· RDTR Kota
RencanaTataRuang
Daerah
diacu
diacu
RTRW
Nasional
· RTR Kawasan Strategis Nasional
· RTR Pulau
diselaraskan
RENCANA TATA RUANG PROV A
RENCANA TATA RUANG PROV B
semua produk
rencana tata ruang
nasional yang terkait
dipertimbangkan
diselaraskan
diacu
diacu
1
2 2
4 4
5. GUBERNUR
6. BAPPEDA PROV
7. BKPRD PROV
8. SKPD PROV
A. DINAS TATA
RUANG
B. DINAS
KEHUTANAN
C. dll
9. WALIKOTA/BUPATI
10. BAPPEDA KAB/
KOTA
11. BKPRD KAB/
KOTA
12. SKPD KAB/KOTA
A. DINAS TATA
RUANG
B. DINAS
KEHUTANAN
C. dll
5 6 6
8 8
9 10 10
12 12
diacu
RKP
Provinsi
RKP
Kab/Kota
diacu
diacu
Keterangan : Diacu Diturunkan Diselaraskan
2, 3, 4A
6,7,8A
10,11,12A
Perencanaan Pembangunan
(UU 25/2004 dan 32/2004)
Penataan Ruang
(UU 26/2007 dan Permen PU no. 15, 16, 17 /PRT/M/2009)
RTRW
Kabupat
en
RTRW
Kota
9
10. KETERKAITAN MUATAN ANTARA DOKUMEN RPJPD
DENGAN RTRW
RPJPD RTRWP
Pendahuluan Pendahuluan
Gambaran Umum Kondisi Daerah
Dasar Hukum Penyusunan RTRWP
Profil Wilayah Provinsi
Isu-Isu Strategis
Peta-Peta
Analisis Isu-Isu Strategis Tujuan Penataan Ruang
Visi dan Misi Daerah
Kebijakan dan Strategi Penataan
Ruang Wilayah
Arah Kebijakan Rencana Struktur Ruang
Tahapan & Prioritas
Pembangunan
Rencana Pola Ruang
Penetapan Kawasan Strategis Prov.Kaidah Pelaksanaan
Arahan Pemanfaatan Ruang
(Indikasi Program Utama 5 Tahunan)
Arahan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang
Sumber: (1) PP No. 08/2008; (2) Permendagri No. 54/2010; (3) Permen PU No. 15/PRT/M/2009, Lampiran 5
Keterangan: Arah Keterkaitan
10
11. KETERKAITAN MUATAN ANTARA DOKUMEN RPJPD-RPJMD
DENGAN RTRWP
RPJPD RPJMD RTRWP
Pendahuluan Pendahuluan Pendahuluan
Gambaran Umum
Kondisi Daerah
Gambaran Umum
Kondisi Daerah
Dasar Hukum Penyusunan
RTRWP
Profil Wilayah Provinsi
Isu-Isu Strategis
Peta-Peta
Analisis Isu-Isu
Strategis
Gambaran Pengelolaan
Keuangan Daerah Tujuan Penataan Ruang
Visi dan Misi Daerah
Analisis Isu-Isu
Strategs
Kebijakan dan Strategi Penataan
Ruang Wilayah
Arah Kebijakan
Visi, Misi, Tujuan,
Sasaran
Rencana Struktur Ruang
Tahapan & Prioritas
Pembangunan
Strategi & Arah Kebijakan Rencana Pola Ruang
Kaidah Pelaksanaan
Kebijakan Umum & Program
Pembangunan Daerah
Penetapan Kawasan Strategis Prov.
Indikasi Rencana Program
Prioritas + Kebutuhan
Pendanaan
Arahan Pemanfaatan Ruang
(Indikasi Program Utama 5 Tahunan)
Penetapan Indikator Kinerja
Daerah
Arahan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang
Pedoman Transisi dan
Kaidah Pelaksanaan
Sumber: (1) PP No. 08/2008; (2) Permendagri No. 54/2010; (3) Permen PU No. 15/PRT/M/2009, Lampiran 5
Keterangan: Arah Keterkaitan
11
14. RENCANA UMUM RENCANA RINCI
RENCANA TATA RUANG
RTRW NASIONAL
RTRW PROVINSI RTR KWS STRATEGIS PROVINSI
RTR PULAU/KEPULAUAN
RTR KWS STRATEGIS NASIONAL
Hirarki Rencana Tata Ruang
NASIONAL
PROVINSI
KABUPATEN/
KOTA
PERATURAN ZONASI
RTRW KABUPATEN *)
RTRW KOTA
RTR KWS STRATEGIS KAB / KOTA
RDTR KABUPATEN / KOTA
*) Di dlmnya tercakup kws perdesaan
15.
16. KesimpulanDasar Hukum Kebijakan Pengembangan
Wilayah di Indonesia adalah Undang-Undang No. 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional. Dalam
merencankan perlu adanya memadukan pendekatan sektoral dan
regional. Terdapat subtasi yang berbeda disetiap dokumen
perencanaan namun terdapat keterkaitan satu dengan yang lain.