Basic Mentality adalah merupakan mentalitas dasar yang harus dipegang dan dihayati oleh Anggota GKM dalam menjalankan penerapan Pengendalian Mutu Terpadu.
"Menjelajahi Keberagaman Permainan di Sumaterabet: Situs Slot Terbesar di Ind...
Kebijakan Pengembangan PMT - GKM
1. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PMT – GKM IKM
PELATIHAN FASILITATOR GKM
DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH
TAHUN 2016
2. 2
I. PENDAHULUAN
Dengan diberlakukan UU Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, industri
nasional saat ini memiliki pijakan legalitas yang kuat dan menjadi payung hukum dalam
rangka pembinaan, pengaturan dan pengembangan industri nasional. Sejalan dengan
UU tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian diantaranya terus
melakukan upaya untuk mendorong pengembangan dan pemanfaatan teknologi
industri, tumbuhnya kreativitas dan inovasi di bidang industri, termasuk untuk
pemberdayaan IKM.
Dalam kerangka penguatan struktur industri nasional, IKM sebagai salah satu
peran terus mendapat perhatian. Diantaranya melalui program pengembangan
Pengendalian Mutu Terpadu – Gugus Kendali Mutu (PMT – GKM), sebagai peran
pembinaan pemerintah memotivasi usaha IKM untuk dapat membangun manajemen
pengendalian mutu yang lebih profesional guna meningkatkan produktivitas dan daya
saingnya.
Kebijakan penerapan GKM dalam lingkup Pembinaan Direktorat Jenderal Industri
Kecil dan Menengah (DJIKM), telah diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal IKM
No:10/IKM/PER/2/ 2007 tentang Pola Pengembangan GKM – IKM dan lebih lanjut
diperkuat dengan Peraturan Menteri Perindustrian R.I No : 49/IND /PER/4/2011 tentang
Pengembangan PMT – GKM IKM, yang implementasinya dilakukan dengan penerapan
GKM Model (PALDA, ELMA dan 3P).
II. LANDASAN HUKUM
1. Undang Undang R.I Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian.
2. Inpres No.6 Tahun 2014 tentang Peningkatan Daya Saing dalam rangka MEA.
3. Permen Perindustrian R.I No : 49/M-IND/PER/4/2011 tentang Pengembangan PMT
– GKM Industri Kecil dan Menengah.
4. Permen Perindustrian No. 86/M-IND/PER/2009 tentang Standar Nasional Indonesia
Bidang Industri.
5. Peraturan Dirjen. IKM : No.10/IKM/PER/2/2007 tentang Pola Pengembangan GKM-
IKM.
3. 3
III. PEMBINAAN PENERAPAN GKM – IKM
1. Arah dan Sasaran Pembinaan
a. Arah penerapan GKM-IKM agar dapat sejalan dengan arah tujuan IKM yang
menjadi objeck binaan. Hal ini dimaksud agar pembinaan penerapan GKM itu
dapat berjalan secara ber-kelanjutan. Dengan penerapan GKM yang
berkelanjutan itu diharapkan dapat mengawal arah pembinaan :
1) Dari kondisi IKM yang belum mempunyai standard produk dan standard proses
dibina agar mempunyai standard;
2) Dari kondisi IKM tradisional menuju posisi IKM yang mandiri dan didorong
menjadi IKM yang modern;
3) Dari kondisi IKM yang ketergantungan peran dibina untuk menumbuhkan
budaya pengendalian mutu yang profesional.
b. Sasaran penerapan GKM – IKM adalah agar berkembangnya perusahaan IKM di
daerah – daerah (Kab/Kota) Indonesia, dengan kekuatan sbb:
1) IKM terbiasa menjalankan prinsip – prinsip manajemen ”PDCA” yang
aktivitasnya dapat mengantisipasi masalah, mampu melakukan pengendalian
mutu, perbaikan dan peningkatan mutu kinerja.
2) Setiap 2(dua) tahun diharapkan Kab/Kota dapat membangun 1 (satu) unit IKM
modern.
3) Secara nasional diharapkan mampu mendorong IKM menjadi segmen produksi
yang sehat, kuat dan berkembang, berdaya saing, dapat menguasai pangsa
pasar lokal dan ekspor serta berujung dengan penguatan struktur industri
nasional yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
2. Peran Pembina
Keberhasilan penerapan GKM di daerah sangat tergantung dari peran pembina
yang berpengaruh, yaitu ;
a. Peran pimpinan perusahaan IKM yang memiliki kemauan untuk melakukan
perubahan, bersemangat dan motivasi tinggi untuk maju serta memegang
komitmen memberi kesempatan kepada SDM/karyawannya untuk berperan
memecahkan masalah mutu dan percepatan peningkatan produktivitas dalam
perusahaan yang bersangkutan.
b. Peran Pimpinan/Pembina di daerah yang memegang komitmen menjadi sponsor
untuk memfasilitasi pembinaan berkelanjutan dan memberikan pengakuan dan
penghargaan terhadap keberhasilan GKM-IKM binaan serta terus memotivasi dan
mempublikasikan dengan mengangkat keberhasilan IKM binaan.
4. 4
c. Peran Fasilitator GKM sebagai motor yang secara profesional membimbing dan
berkomitmen merawat keaktifan dan rutinitas kegiatan GKM dalam melaksanakan
perbaikan mutu kinerja IKM secara berkesinambungan dengan penuh
tanggungjawab.
d. Peran Penilai sebagai advisor yang secara objektif memberikan rekomendasi
pembinaan dalam rangka solusi dan pengembangan mutu penerapan GKM – IKM
untuk lebih baik lagi menuju arah tujuan perusahan IKM yang dinilai.
3. Siklus Pembinaan
Proses pembinaan penerapan GKM – IKM sudah harus menjadi satu bentuk
komitmen untuk mengalokasikan program kegiatan GKM – IKM yang kontinyu oleh
daerah, yaitu dengan melaksanakan paket kegiatan untuk menggerakkan siklus
pembinaan penerapan GKM – IKM.
Siklus dimaksud (lihat ilustrasi gambar di bawah ini), yaitu dimulai dari kegiatan
sosialisasi program GKM, pelatihan, penerapan GKM, pelaksanaan Konvensi GKM
sampai dengan evaluasi dan pengembangan untuk mengetahui perkembangan
prestasi GKM.
GKM
IKM
1.
Sosialisasi
2.
Pelatihan
3.
Pembimbingan
penerapan
4.
Pelaporan hasil
penerapan
5.
Pagelaran/
Konvensi
6.
Evaluasi &
Pegembangan
5. 5
1) Sosialisasi
Sebagai strategi pembinaan penerapan GKM – IKM, dilakukan dengan
mengidentifikasi terlebih dahulu objek IKM yang memiliki kemauan dan
semangat untuk melakukan perubahan dengan penerapan GKM–IKM. Untuk
itu, diperlukan kegiatan sosialisasi penerapan GKM di daerah – daerah
(Kab/Kota) yang sekaligus untuk langkah seleksi menentukan objek
pembinaan penerapan GKM.
2) Pelatihan Fasilitator GKM
Dalam rangka kesiapan peran Fasilitator GKM dan mengingat berkurangnya
jumlah Fasilitator GKM Aparatur di daerah, seyogyanya daerah dapat
mengalokasikan kegiatan Pelatihan Fasilitator GKM. Secara ideal setiap
Kab/Kota minimal mempunyai 2(dua) orang Fasilitator GKM.
3) Penerapan GKM
a) Penerapan GKM, dimulai dengan mengidentifikasi kondisi IKM guna
mendapatkan gambaran kenyataan lapangan, baru dilanjutkan dengan
melakukan bimbingan penerapan GKM oleh Fasilitator GKM dengan
materi yang sesuai kemampuan SDM dan kondisi permasalahan
perusahaan di saat awal melakukan pembimbingan dimaksud.
b) Agar terbangunnya perencanaan perbaikan mutu kinerja dengan baik
maka proses pembimbingan penerapan GKM-IKM diperlukan adanya
Desain Pengembangan dan Kontrol Penerapan GKM (DPKP – GKM),
sebagai pola pembinaan penerapan GKM – IKM per waktu satu tahun
(format rujukan DPKP – GKM lihat pada bagian pelaporan pedoman ini).
c) Dari terbentuknya GKM sudah harus diketahui kondisi nyata masalah
yang ada pada IKM dan dalam satu tahun ke depan, diwajibkan GKM
menentukan target atau goal perbaikan mutu kondisi IKM sesuai yang
diinginkan oleh pimpinan IKM.
d) Membuat DPKP – GKM, tentu perlu komitmen para Pembina/Fasilitator
GKM untuk dapat
membimbing. Hal itu
dimaksudkan agar
terbangun aktivitas
penerapan GKM yang
berkesinambungan
dengan tujuan agar IKM
binaan tersebut mampu
mengembangkan dan
membangun jaminan
mutu kinerja perusahaan
IKM yang semakin tinggi
(sebagai ilustrasi lihat
gambar dibawah ini).
6. 6
e) Kuntinyuitas penerapan GKM pada IKM binaan, diharapkan pada tahun
berikutnya juga mendapatkan perhatian para Pembina/Fasilitator GKM
untuk meneruskan pembimbingan kepada IKM binaan minimal selama 2
(dua) tahun.
f) Modul penerapan GKM dibuka luas agar kreativitas pengembangan
penerapan GKM – IKM berkembang, dengan tetap memegang acuan
prinsip manajemen “PDCA”. Modul penerapan GKM yang telah dikenalkan
dan dikuasai oleh Fasilitator GKM – IKM di daerah adalah Model Delapan
Langkah Tujuh Alat (DELTA) dan Modul dari GKM Model versi DJIKM
Tahun 2007 (PALDA, ELMA, 3P). Mudul – modul dari model GKM
tersebut, dapat digunakan menjadi pilihan untuk diterapkan oleh GKM –
IKM. Demikian juga dengan penggunaan alat – alat statistik (seven tools
dan new seven tools) dalam rangka pengembangan penerapan GKM –
IKM dapat digunakan apabila memang betul – betul diperlukan untuk
solusi pemecahan masalah perbaikan mutu kinerja.
4) Pelaporan Hasil Penerapan GKM
Pelaporan hasil penerapan GKM merupakan kegiatan perekaman dari
penerapan GKM baik terkait dengan proses maupun keluaran yang diperoleh.
Pelaporan dimaksud berbentuk Risalah GKM dan Dokumen pendukung.
5) Pagelaran/Konvensi GKM
a) Pagelaran/Konvensi hasil penerapan GKM – IKM, pelaksanaannya
diharapkan dapat dilakukan secara berjenjang, yaitu dari Konvensi GKM –
IKM Tingkat Kab/Kota, Tingkat Provinsi dan diteruskan bagi GKM terbaik
Tingkat Provinsi difasilitasi untuk mengikuti Konvensi GKM-IKM di Tingkat
Nasional.
b) Penyelenggaraan Konvensi GKM-IKM Tingkat Nasional diprogramkan 2
(dua) tahun sekali berada pada tahun ganjil. Untuk tahun genap
dimaksudkan agar terbangun kesiapan Kab/Kota dan kesiapan GKM-IKM
itu sendiri untuk berbuat optimal, agar setahun kemudian dapat
menggelarkan perbaikan mutu karya GKM terbaiknya pada Konvensi
Nasional GKM-IKM dimaksud.
6) Evaluasi dan Pengembangan GKM
Even pelaksanaan Konvensi GKM–IKM hendaknya di-manfaatkan secara
optimal, baik di Tingkat Nasional, Tingkat Provinsi maupun daerah Kab/Kota,
yaitu sebagai sarana:
a) Evaluasi program pengembangan penerapan GKM di daerah – daerah
(Kab/Kota), hal ini dapat dilakukan melalui Forum Pejabat dan Pengusaha
IKM terkait. Untuk itu maka perlu adanya dukungan dan keperdulian
Pembina maupun Pengusaha IKM di daerah.
7. 7
b) Pembinaan, melalui Forum wawancara GKM dimana Juri harus diberikan
informasi yang banyak terkait dengan fakta dan bukti – bukti penerapan
GKM guna dapat memberikan rekomendasi pembinaan yang tepat untuk
tindak lanjut pengembangan penerapan GKM ke depan.
c) Penyegaran dan pengembangan kompetensi Fasilitator GKM, melalui
Forum Fasilitator GKM-IKM dapat dilakukan untuk : (1) mengevaluasi
masalah dalam penerapan di lapangan dan (2) melakukan launching
Modul yang belum dikuasai guna Pengembangan Penerapan GKM dalam
aplikasi model-model perbaikan mutu yang dimungkinkan untuk
diimplementasikan pada IKM di daerah.
d) Penyelenggaraan Konvensi GKM-IKM Tingkat Nasional, dirancang tidak
lagi untuk menentukan GKM – IKM terbaik berdasarkan Model (PALDA,
ELMA dan 3P) tetapi dirubah menjadi berdasarkan strata/grade indikator
capaian dari GKM – IKM itu sendiri. Strata indikator dimaksud dibagi
dalam 3 (tiga), yaitu:
Strata terbawah (Bronze);
Strata menengah (Silver) dan
Strata teratas (Gold).
Hal ini dimaksudkan agar penerapan GKM tidak sekedar berorientasi
untuk menang terbaik dalam konvensi, tetapi menjadi ajang evaluasi
keberhasilan pembinaan penerapan GKM di daerah, yaitu mengetahui
posisi strata GKM binaannya dan secara nasional akan diperoleh peta
posisi GKM – IKM di Indonesia, yang berguna untuk pengembangan
penerapan GKM-IKM ke depannya.
Semoga Program pengembangan dan penerapan GKM bisa mendorong
motivasi para Pembina, Fasilitator GKM dan Penilai untuk membina IKM di seluruh
daerah tanah air Indonesia tercinta ini secara maksimal.
Selamat berjuang!
Semoga mampu meraih prestasi.
Terima kasih
HF/2016
Komitmen
Kemauan
Kesungguhan
Kejujuran
GKM - IKM
“Mutu
IKM
meningkat
Industri
Nasional
Kuat “
Komitmen
Kemauan
Kesungguhan
Kejujuran
GKM - IKM
“Mutu
IKM
meningkat
Industri
Nasional
Kuat “