Pendidikan holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas, makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai spiritual. Secara historis, pendidikan holistik sebetulnya bukan hal yang baru.
Tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya (Basil Bernstein).
Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spritual. Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar dan bagaimana orang belajar. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik, diantaranya: (1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif; (2) prosedur pembelajaran yang fleksibel; (3) pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu, (4) pembelajaran yang bermakna, dan (5) pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada.
Dalam pendidikan holistik, peran dan otoritas dosen untuk memimpin dan mengontrol kegiatan pembelajaran hanya sedikit dan dosen lebih banyak berperan sebagai sahabat, mentor, dan fasilitator. Peran dosen seperti seorang teman dalam perjalanan yang telah berpengalaman dan menyenangkan.
Kampus sebagaimana Sekolah hendaknya menjadi tempat peserta didik dan dosen bekerja guna mencapai tujuan yang saling menguntungkan. Komunikasi yang terbuka dan jujur sangat penting, perbedaan individu dihargai dan kerjasama (kolaborasi) lebih utama dari pada kompetisi.
Pendidikan holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas, makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai spiritual. Secara historis, pendidikan holistik sebetulnya bukan hal yang baru.
Tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya (Basil Bernstein).
Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spritual. Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar dan bagaimana orang belajar. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik, diantaranya: (1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif; (2) prosedur pembelajaran yang fleksibel; (3) pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu, (4) pembelajaran yang bermakna, dan (5) pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada.
Dalam pendidikan holistik, peran dan otoritas dosen untuk memimpin dan mengontrol kegiatan pembelajaran hanya sedikit dan dosen lebih banyak berperan sebagai sahabat, mentor, dan fasilitator. Peran dosen seperti seorang teman dalam perjalanan yang telah berpengalaman dan menyenangkan.
Kampus sebagaimana Sekolah hendaknya menjadi tempat peserta didik dan dosen bekerja guna mencapai tujuan yang saling menguntungkan. Komunikasi yang terbuka dan jujur sangat penting, perbedaan individu dihargai dan kerjasama (kolaborasi) lebih utama dari pada kompetisi.
Banyak ahli yang merumuskan pengertian pengembangan kurikulum, menurut Miller dan Seler (1985:3) pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dimulai dari menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan yang umum. Misalnya arah dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakekat kurikulum dan lainnya. Sementara itu Proses pengembangan kurikulum menurut Sagala (2000:232) ialah kebutuhan untuk menspesifikasi peranan-peranan lulusan menggambarkan kemampuan dan keterampilan yang harus dilaksanakan dalam bidang tertentu.
Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang disebut sebagai dasar filsafat negara.
Dalam kedudukan ini pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara dan sumber tertib hukum.Negara Indonesia adalah negara demokrasi berdasarkan atas hukum,maka segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur melalui peraturan perundangan
Pancasila dalam kontek ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam undang undang dasar negara.
Banyak ahli yang merumuskan pengertian pengembangan kurikulum, menurut Miller dan Seler (1985:3) pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dimulai dari menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan yang umum. Misalnya arah dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakekat kurikulum dan lainnya. Sementara itu Proses pengembangan kurikulum menurut Sagala (2000:232) ialah kebutuhan untuk menspesifikasi peranan-peranan lulusan menggambarkan kemampuan dan keterampilan yang harus dilaksanakan dalam bidang tertentu.
Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang disebut sebagai dasar filsafat negara.
Dalam kedudukan ini pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara dan sumber tertib hukum.Negara Indonesia adalah negara demokrasi berdasarkan atas hukum,maka segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur melalui peraturan perundangan
Pancasila dalam kontek ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam undang undang dasar negara.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
Kebijakan Pendidikan
1. MAKALAH
“Kebijakan Pendidikan Sekolah dan Madrasah”
(Pengertian, Tujuan, Prinsip, dan Fungsi Kebijakan Pendidikan
Sekolah/Madrasah)
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen
Sekolah dan Madrasah
Dosen pengampu : Dr. Subiyantoro, M. Ag
Disusun oleh :
Abdau Qur’ani Habib (12490128)
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
2. KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmat Allah SWT, saya dari kelompok 7 mata kuliah
Manajemen Sekolah dan Madrasah dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
mengenai materi “Kebijakan Pendidikan Sekolah dan Madrasah (Pengertian,
Tujuan, Prinsip, dan Fungsi Kebijakan Pendidikan Sekolah/Madrasah)”.
Maksud penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas perkuliahan
mata kuliah Manajemen Sekolah dan Madrasah yang diselenggarakan di semester
V ini.
Hanya doa kepada Allah SWT sebagai rasa syukur atas anugerah yang
saya terima. Dan penulis harap karya ini dapat membawa manfaat bagi kemajuan
ilmu pengetahuan pada khususnya serta bagi masyarakat pada umumnya.
Akhir kata tiada gading yang tak retak, tiada karya dan karsa yang
sempurna sehingga saran dan kritik yang membangun, akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini. Dan semoga segala amal kita selalu dapat diterima
dan diridhoi-Nya.
3. DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................................
Daftar Isi ...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................
A. Latar Belakang Masalah........................................................................
B. Rumusan Masalah .................................................................................
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................
A. Pengertian Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Sekolah ...................
B. Tujuan dari Kebijakan Pendidikan ........................................................
C. Prinsip-Prinsip dalam Kebijakan Pendidikan ........................................
D. Fungsi-Fungsi Kebijakan dalam Pendidikan .........................................
BAB III PENUTUP ..........................................................................................
A. Kesimpulan ............................................................................................
B. Daftar Pustaka.......................................................................................
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang
Sisdiknas merupakan bahan atau pedoman dalam pelaksanaan proses
pendidikan maupun mengadakan standarisasi pendidikan. Dan hal ini
mencakup ke dalam komponen-komponen pendidikan baik dalam segi
konsep, teknis, maupun aplikasi yang tentunya berperan penting dalam
keberhasilan dan kesuksesan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Selain itu, sistem pendidikan nasional juga menjadi acuan dalam
pembuatan kebijakan pendidikan maupun manajemen pendidikan baik di
tingkat nasional, daerah, maupun sekolah. Yang semuanya bertujuan untuk
menyiapkan maupun memproses sumber daya manusia (SDM) yang
memiliki kompetensi serta kualitas yang optimal dalam upaya
pembangunan nasional serta meningkatkan kinerja yang mempunyai daya
saing tinggi. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan mempunyai posisi
yang sangat urgent serta sangat menentukan arah serta jalur dalam proses
pendidikan itu sendiri. Karena sekali salah langkah dalam pengambilan
keputusan untuk menentukan kebijakan pendidikan yang akan diambil,
maka hal ini akan sangat berpengaruh pada kualitas mutu pendidikan dari
tingkat satuan pendidikan sampai nasional. Agar dampak negatif dapat
dikurangi bahkan dihindari, maka diperlukan suatu efektivitas dan
efisiensi dalam proses kebijakan pendidikan dengan memahami secara
mendalam hakikat kebijakan pendidikan itu sendiri.
5. B. Rumusan Masalah
1) Apakah yang dimaksud dengan kebijakan pendidikan dan kebijakan
sekolah?
2) Apakah tujuan dari kebijakan pendidikan?
3) Bagaimana prinsip-prinsip dalam kebijakan pendidikan?
4) Bagaimana fungsi- fungsi dari kebijakan dalam pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
1) Mahasiswa mampu memahami pengertian kebijakan pendidikan dan
kebijakan sekolah.
2) Mahasiswa dapat mengerti tujuan dari kebijakan pendidikan.
3) Mahasiswa dapat mengetahui prinsip-prinsip dalam kebijakan
pendidikan.
4) Mahasiswa mampu memahami fungsi-fungsi dari kebijakan dalam
pendidikan.
6. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Sekolah
Kebijakan Pendidikan terdiri dari dua kata yaitu kebijakan (policy) dan
pendidikan (education). Kebijakan dapat diartikan sebagai: kepandaian;
kemahiran; kebijaksanaan; atau rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan,
dan cara bertindak; pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai
garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran; garis haluan.1
Sedangkan Pendidikan dapat diartikan sebagai hak asasi manusia, kunci
pembangunan berkelanjutan, dan perdamaian serta stabilitas dalam suatu
negeri.2
Kebijakan pendidikan merupakan rumusan dari berbagai cara untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.3 Kebijakan pendidikan adalah
keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan
yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan
tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun
waktu tertentu.4 Menurut Onisimus, kebijakan pendidikan apabila dikaitkan
dengan kebijakan publik ialah proses, aktivitas, strategi, prosedur, dan
alternatif langkah-langkah yang digunakan untuk memecahkan permasalahan
pendidikan nasional yang ditetapkan secara komprehensif dalam suatu kurun
waktu tertentu.5
1 Onisimus Amtu, Manajemen Pendidikan di Era Otonomi Daerah Konsep, Strategi, dan
Implementasi (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 207
2 Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan Konsep, Strategi, dan Aplikasi Kebijakan menuju
Organisasi Sekolah Efektif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 58
3 H. A. R. Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan Manajemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran
Kekuasaan (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 7
4 H. A. R Tilaar, Kebijakan Pendidikan Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan
Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 140
5 Onisimus Amtu, Manajemen Pendidikan di Era Otonomi Daerah Konsep, Strategi, dan
Implementasi (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 213
7. Jadi, kebijakan pendidikan dapat disimpulkan sebagai suatu rangkaian
kegiatan yang meliputi perumusan, analisis, implementasi,
monitoring/pemantauan serta evaluasi seputar masalah pendidikan yang
diterapkan dalam menjawab tantangan pendidikan dan diberlakukan dan
diperbarui secara periodik.
Adapun pengertian kebijakan sekolah menurut Duke dan Canady
(1991: 2) adalah kerja sama dan keputusan oleh individu atau keinginan
kelompok dengan kewenangan yang sah dari dewan sekolah, pengawas,
administrator sekolah atau komite sekolah dan tanggung jawab bagi kontrak
negosiasi.6 Dalam arti lain, kebijakan sekolah merupakan kebijakan pendidikan
yang telah memasuki tingkat satuan pendidikan setempat yang dilakukan
secara mutualistik serta mandiri dengan melibatkan sumber daya yang dimiliki
sekolah maupun pihak-pihak yang terkait langsung dengan proses
implementasi kebijakan di sekolah.
B. Tujuan dari Kebijakan Pendidikan
Dilihat dari pemahaman tentang pandangan-pandangan dasar tujuan
kebijakan apabila dihubungkan dengan dunia pendidikan7 dapat
dikelompokkan menjadi:
1. Tujuan Kebijakan Dilihat dari Sisi Tingkatan Masyarakat
Tujuan kebijakan disini dapat diamati dan ditelusuri dari hakikat
tujuan pendidikan yang universal. Hal tersebut merupakan analisis pada
fakta dan realita yang tersebar luas di masyarakat dan dikarenakan
pendidikan dalam arti umum merupakan suatu proses yang mentransfer
nilai-nilai yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa baik dari
segi pengetahuan maupun karakter.
6 Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan Konsep, Strategi, dan Aplikasi Kebijakan menuju
Organisasi Sekolah Efektif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 118
7 Yoyon Bahtiar Irianto, Kebijakan Pembaruan Pendidikan Konsep, Teori, dan Model (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 56-64
8. 2. Tujuan Kebijakan Dilihat dari Sisi Tingkatan Politisi
Tujuan kebijakan ini dapat diamati dan ditelusuri dari sumbangan
pendidikan terhadap perkembangan politik pada tingkatan sosial yang
berbeda. Pendidikan yang telah menjadi suatu kebijakan publik diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang positif supaya tercipta generasi
masyarakat dalam aspek keseimbangan antara hak dan kewajiban sehingga
wawasan, sikap, dan perilakunya semakin demokratis.
3. Tujuan Kebijakan Dilihat dari Sisi Tingkatan Ekonomi
Tujuan kebijakan ini dapat dilihat dan ditelusuri dari kesadaran
pentingnya pendidikan sebagai investasi jangka panjang, yang didasarkan
pada beberapa alasan yaitu:
a) Pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekadar
pertumbuhan ekonomi. Dalam bidang ekonomi, pendidikan dapat
berperan sebagai pasokan energi yang terus menjamin keberlangsungan
serta pengembangan ekonomi karena pendidikan merupakan dasar yang
perlu dikuasai untuk memacu produktivitas serta kinerja perekonomian
secara nasional. Selain itu, pendidikan dapat menjadi benteng pertahanan
yang kokoh untuk memajukan kesejahteraan dengan menciptakan
berbagai usaha kreatif serta inovatif dalam rangka upaya pengurangan
angka pengangguran yang terjadi terutama di negara tertinggal maupun
berkembang bahkan di negara maju.
9. b) Investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih
tinggi daripada investasi fisik di bidang lain. Pendidikan mempunyai
kedudukan yang cukup signifikan terutama ketika seseorang telah
mengenyam pendidikan dalam menggali dan mengaktualisasikan potensi
diri dan mempunyai kompetensi yang cukup mumpuni sesuai dengan
bidangnya masing-masing. Namun, di sini perlu digarisbawahi bahwa
investasi pendidikan juga harus mempertimbangkan tingkatan
pendidikan. Karena semakin tinggi tingkatan pendidikan, maka semakin
kecil manfaat sosialnya. Hal ini disebabkan semakin tinggi jenjang
pendidikan maka akan semakin mengerucutkan kajian ilmu pengetahuan
yang akan dibahas dan dikuasai.
Tentunya untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan perlu
dilakukan suatu pembaruan dalam setiap kebijakan pendidikan mulai dari
proses perumusan sampai pengimplementasian. Hal ini bertujuan untuk
menggunakan suatu pijakan dalam melakukan analisis terhadap kebijakan yang
telah diputuskan. Analisis kebijakan tersebut harus didasarkan pada nilai dan
tujuan bahwa investasi dalam bidang pendidikan tidak semata-mata untuk
mendongkrak pertumbuhan ekonomi, tetapi lebih luas lagi yaitu perkembangan
ekonomi. Perkembangan ekonomi akan tercapai apabila sumber daya
manusianya memiliki etika, moral, rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur,
serta menyadari hak dan kewajiban yang kesemuanya itu merupakan indikator
hasil pendidikan yang baik.8
8 Yoyon Bahtiar Irianto, Kebijakan Pembaruan Pendidikan Konsep, Teori, dan Model (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 63-64
10. C. Prinsip-Prinsip dalam Kebijakan Pendidikan
Dalam kaitan dengan pembahasan mengenai kebijakan pendidikan
adalah sebagai kebijakan publik, maka berikut dikemukakan beberapa prinsip:
1. Nilai-nilai pendidikan harus mewarnai setiap kebijakan negara dalam
berbagai bidang (ekonomi, sosial, budaya, hukum, perdagangan, dan lain-lain)
sehingga aspek-aspek kemanusiaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi,
pemerataan pembangunan, keadilan hukum, dan sebagainya mencerminkan
kepribadian suatu bangsa yang bermoral dan bermartabat. Jadi, nilai-nilai
pendidikan harus berperan secara proaktif untuk memasuki semua ranah
bidang yang berkembang dalam masyarakat sejalan dengan era globalisasi
yang semakin cepat serta memberikan pengaruh yang besar dalam
kehidupan di masyarakat.
2. Pendidikan harus terbebas dari intervensi kekuasaan dan konflik
kepentingan. Namun, pada kenyataannya pendidikan tidak dapat dipisahkan
sebagai alat untuk merayu masyarakat secara umum dalam perebutan
kekuasaan terutama ketika pada masa kampanye pemilihan umum baik
tingkat pusat maupun daerah. Hal tersebut mengakibatkan penentuan
pembuat kebijakan pendidikan dalam hal ini pemerintah pusat akan
dipengaruhi oleh nuansa politis dan sarat dengan kepentingan tertentu.
3. Nilai-nilai pendidikan harus menjiwai sistem perpolitikan dan prinsip
penyelenggaraan negara dan tata kelola pemerintahan. Pendidikan berperan
memberikan masukan berupa penguasaan kompetensi serta aspek
keprofesionalitas dan tidak kalah pentingnya juga harus mengubah moral
dalam dunia perpolitikan maupun pengelolaan pemerintahan yang selama
ini dicap negatif dan tidak mencerminkan sebagai individu yang memiliki
moralitas yang terdidik.
11. 4. Nilai-nilai pendidikan harus menjadi spirit yang menjiwai kepribadian dan
budaya bangsa yang menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda
tetapi tetap satu). Pendidikan mempunyai peran penting yang bertugas
untuk menyatukan dan memberikan keseimbangan bahwa masing-masing
individu meskipun memiliki sifat dan perilaku yang berbeda-beda yang
dilatarbelakangi oleh kebudayaan mereka tidak menyurutkan untuk
senantiasa saling menghargai dan menghormati demi tercapainya
pemerataan pendidikan secara nyata.
5. Pendidikan harus menjadi garda terdepan dari suatu proses perubahan dan
menjadi lokomotif perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena
pendidikan merupakan pusat atau inti dari perkembangan serta
pengembangan peradaban berbagai macam bangsa dengan cara mengubah
pola pikir atau mindset yang diaktualisasikan secara langsung dalam
kehidupan serta mempunyai andil yang besar sebagai agen perubahan untuk
memajukan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Namun, tetap
mengedepankan kearifan lokal yang menjadi ciri dan kepribadian bangsa.
D. Fungsi-Fungsi Kebijakan dalam Pendidikan
Kebijakan dalam pendidikan ditetapkan oleh pemerintah yang mengatur
pengelolaan sekolah yang tidak terbatas pada kurikulum, pedagogi, dan
penilaiannya, tetapi juga kondisi guru dan pemeliharaan sarana fisik sekolah.
Adapun menurut Nanang Fattah, fungsi kebijakan dalam pendidikan adalah:
1. Menyediakan akuntabilitas norma budaya yang menurut pemerintah perlu
ada dalam pendidikan. Hal ini berkaitan erat dengan karakter kepribadian
yang sangat beragam dan berbeda-beda. Selain itu, perlu dimasukannya
muatan pelajaran pendidikan karakter terhadap masing-masing sekolah di
mana sekolah harus konsekuen dan bertanggung jawab untuk bertugas
menjalankan maupun memasukan pendidikan karakter sebagai penyedia
layanan pendidikan.
12. 2. Melembagakan mekanisme akuntabilitas untuk mengukur kinerja siswa dan
guru. Evaluasi maupun pengawasan pendidikan diperlukan untuk menjamin
ataupun menilai kualitas pendidikan didasarkan pada subjek maupun objek
pendidikan. Untuk itu, perlu diupayakan pendirian suatu lembaga
independen dan mandiri yang bertugas khusus untuk melakukan kegiatan
evaluasi dan pengawasan sehingga sekolah dalam menjalankan proses
pendidikannya dapat terkontrol dengan baik.9
Sedangkan menurut Pongtuluran, (1995: 7) fungsi kebijakan dalam
pendidikan sebagai berikut:
1. Pedoman untuk bertindak. Hal ini mengungkapkan bahwa kebijakan
pendidikan mempunyai posisi yang sentral dalam menentukan suatu acuan
dalam implementasi program pendidikan serta sebagai tuntunan ke mana
arah sistem pendidikan akan tertuju dan berjalan.
2. Pembatas perilaku. Apabila dikaitkan dengan pendidikan kebijakan
pendidikan tidak dapat dilepaskan dari norma serta aturan dalam setiap
tindakan yang diaktualisasikan berkaitan dengan aktivitas pendidikan. Ini
diperlukan untuk membatasi sikap yang tidak sesuai atau sejalan bahkan
bertentangan dengan tujuan pendidikan.
3. Bantuan bagi pengambil keputusan. Kebijakan pendidikan di sini adalah
sebagai ujung tombak dalam mengambil keputusan yang tepat dan benar
setelah melalui serangkaian proses perumusan oleh para pembuat kebijakan
pendidikan dan sesuai dengan tuntutan stakeholders yang berkepentingan di
dunia pendidikan.10
9 Nanang Fattah, Analisis Kebijakan Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 132-
133
10 Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan Konsep, Strategi, dan Aplikasi Kebijakan menuju
Organisasi Sekolah Efektif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 77-78
13. BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebijakan pendidikan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
perumusan, analisis, implementasi, monitoring/pemantauan serta evaluasi
seputar masalah pendidikan yang diterapkan dalam menjawab tantangan
pendidikan dan diberlakukan dan diperbarui secara periodik.
Tujuan dari kebijakan pendidikan diantaranya yaitu: apabila dikaitkan
dengan tingkatan masyarakat tujuannya berkaitan dengan upaya
menselaraskan dengan pendidikan secara universal; apabila dikaitkan
dengan tingkatan politisi tujuannya pada sasaran objek pendidikan dalam
rangka upaya menyeimbangkan porsi hak dan kewajiban untuk mewujudkan
kehidupan yang demokratis; dan apabila dikaitkan dengan tingkatan
ekonomi tujuannya sebagai investasi jangka panjang yang berhubungan
dengan pengembangan perekonomian serta nilai balik pendidikan.
Prinsip-prinsip dalam kebijakan pendidikan diantaranya sebagai berikut:
nilai-nilai pendidikan harus mewarnai setiap kebijakan negara dalam
berbagai bidang (ekonomi, sosial, budaya, hukum, perdagangan, dan lain-lain);
pendidikan harus terbebas dari intervensi kekuasaan dan konflik
kepentingan; nilai-nilai pendidikan harus menjiwai sistem perpolitikan dan
prinsip penyelenggaraan negara dan tata kelola pemerintahan; nilai-nilai
pendidikan harus menjadi spirit yang menjiwai kepribadian dan budaya
bangsa yang menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi
tetap satu); pendidikan harus menjadi garda terdepan dari suatu proses
perubahan dan menjadi lokomotif perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Fungsi-fungsi kebijakan dalam pendidikan diantaranya ialah: menyediakan
akuntabilitas norma budaya yang menurut pemerintah perlu ada dalam
pendidikan; melembagakan mekanisme akuntabilitas untuk mengukur
kinerja siswa dan guru.
14. DAFTAR PUSTAKA
Amtu, Onisimus. 2013. Manajemen Pendidikan di Era Otonomi Daerah Konsep,
Strategi, dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Fattah, Nanang. 2013. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Irianto, Bahtiar, Yoyon. 2012. Kebijakan Pembaruan Pendidikan Konsep, Teori,
dan Model. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Syafaruddin. 2008. Efektivitas Kebijakan Pendidikan Konsep, Strategi, dan
Aplikasi Kebijakan menuju Organisasi Sekolah Efektif. Jakarta: Rineka Cipta.
Tilaar, H. A. R. 2009. Kebijakan Pendidikan Pengantar untuk Memahami
Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik .
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tilaar, H. A. R. 2009. Kekuasaan dan Pendidikan Manajemen Pendidikan
Nasional dalam Pusaran Kekuasaan. Jakarta: Rineka Cipta.