Dipresentasikan dalam acara Webinar Nasional “Kajian Kubah Gambut dan Penerapan Metode Paludikultur dalam Rehabilitasi dan Restorasi Lahan Gambut”, 22 Desember 2020.
Penataan kawasan tambak udang dalam upaya revitalisasinyaDidi Sadili
tambak udang di pantura jawa sudah lama tidak berproduksi yang disebabkan kerusakan lingkungannya. untuk revitalisasinya maka diperlukan penataan kawasan-nya sesuai dengan daya dukung lingkungannya
Penataan kawasan tambak udang dalam upaya revitalisasinyaDidi Sadili
tambak udang di pantura jawa sudah lama tidak berproduksi yang disebabkan kerusakan lingkungannya. untuk revitalisasinya maka diperlukan penataan kawasan-nya sesuai dengan daya dukung lingkungannya
Presented by Siti Nurbaya, Minister of Environment and Forestry, Indonesia, at "Peatlands, a Super Nature Based Solution Teleconference", July 5th, 2021
Presented by Sonya Dewi, ICRAF Country Programme Coordinator of Indonesia, on G20 Diplomatic Assistance and Partnership Team Visit to ITPC, at the ITPC Secretariat, CIFOR-ICRAF Office, Bogor, 6 June 2022.
More Related Content
Similar to Kajian aspek lingkungan restorasi dan rehabilitasi kubah gambut
Presented by Siti Nurbaya, Minister of Environment and Forestry, Indonesia, at "Peatlands, a Super Nature Based Solution Teleconference", July 5th, 2021
Presented by Sonya Dewi, ICRAF Country Programme Coordinator of Indonesia, on G20 Diplomatic Assistance and Partnership Team Visit to ITPC, at the ITPC Secretariat, CIFOR-ICRAF Office, Bogor, 6 June 2022.
Presented by Haruni Krisnawati, ITPC Lead Coordinator, on G20 Diplomatic Assistance and Partnership Team Visit to ITPC, at the ITPC Secretariat, CIFOR-ICRAF Office, Bogor, 6 June 2022.
Presented by Dyah Puspitaloka, CIFOR-ICRAF Research Officer, on G20 Diplomatic Assistance and Partnership Team Visit to ITPC, at the ITPC Secretariat, CIFOR-ICRAF Office, Bogor, 6 June 2022.
Presented by Michael Brady, CIFOR-ICRAF Principal Scientist, on G20 Diplomatic Assistance and Partnership Team Visit to ITPC, at the ITPC Secretariat, CIFOR-ICRAF Office, Bogor, 6 June 2022.
Presented by Iwan Setiawan, Deputy Director Corporate Strategic and Relations, Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas, on the ITPC side event “Could a virtual collaborative platform help to preserve tropical peatlands?” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 5 May 2022.
Presented by Choi Hyung Soon, Director of Global Forestry Research Division, National Institute of Forest Science (NIFoS) – Republic of Korea, on the ITPC side event “Could a virtual collaborative platform help to preserve tropical peatlands?” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 5 May 2022.
Presented by Muhammad Askary, Deputy Director for Sources Control of Peatland Ecosystem Degradation, Ministry of Environment and Forestry, Indonesia, on the ITPC side event “Could a virtual collaborative platform help to preserve tropical peatlands?” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 5 May 2022.
Presented by Sufiet Erlita, Manager, Data and Information Services, CIFOR-ICRAF, on the ITPC side event “Could a virtual collaborative platform help to preserve tropical peatlands?” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 5 May 2022.
Presented by Haruni Krisnawati, ITPC Lead Coordinator, on the ITPC side event “Could a virtual collaborative platform help to preserve tropical peatlands?” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 5 May 2022.
Presented by Himlal Baral, Senior Scientist, CIFOR-ICRAF, on the ITPC side event “Can bioenergy from degraded peatlands provide a potential alternative to meet growing energy demands? Lesson learned from Indonesia” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 4 May 2022.
Presented by Sung Ho Choi, Program Officer for Implementation and Management Cooperation & Project Division, AFoCO, on the ITPC side event “Can bioenergy from degraded peatlands provide a potential alternative to meet growing energy demands? Lesson learned from Indonesia” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 4 May 2022.
Presented by Mi Hyun Seol, Scientist, CIFOR-ICRAF, on the ITPC side event “Can bioenergy from degraded peatlands provide a potential alternative to meet growing energy demands? Lesson learned from Indonesia” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 4 May 2022.
Presented by Budi Leksono, Senior Scientist, National Research and Innovation Agency (BRIN), Indonesia, on the ITPC side event “Can bioenergy from degraded peatlands provide a potential alternative to meet growing energy demands? Lesson learned from Indonesia” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 4 May 2022.
Presented by Indroyono Soesilo, Chairman, Association of Indonesia Forest Concession Holder (APHI), on the ITPC side event “Can bioenergy from degraded peatlands provide a potential alternative to meet growing energy demands? Lesson learned from Indonesia” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 4 May 2022.
Presented by Robert Nasi, Managing Director, CIFOR-ICRAF, on the ITPC side event “Peatland restoration in SE Asia: Challenges and opportunities” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 2 May 2022.
Presented by Brad Sanders, Head of Operations, Restorasi Ekosistem Riau (RER), Riau Andalan Pulp and Paper, on the ITPC side event “Peatland restoration in SE Asia: Challenges and opportunities” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 2 May 2022.
Presented by Adam Gerrand, Chief Technical Advisor, Food and Agriculture Organization (FAO) of the United Nations, on the ITPC side event “Peatland restoration in SE Asia: Challenges and opportunities” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 2 May 2022.
Presented by Kim Hyoung Gyun, Project Manager, Korea-Indonesia Forest Cooperation Center, on the ITPC side event “Peatland restoration in SE Asia: Challenges and opportunities” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 2 May 2022.
Presented by Vong Sok, Head of Environment Division, Assistant Director of Sustainable Development Director, ASEAN Secretariat, on the ITPC side event “Peatland restoration in SE Asia: Challenges and opportunities” at the XV World Forestry Congress, Seoul, Republic of Korea, 2 May 2022.
More from International Tropical Peatlands Center (20)
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
pelajaran geografi kelas 10
Geografi pada hakekatnya mempelajari permukaan bumi melalui pendekatan keruangan yang mengkaji keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan kewilayahannya. Pentransformasian pengetahuan geografi lebih efektif jika disajikan melalui media peta, hal ini karena peta merupakan media yang sangat penting dalam pem-belajaran geografi. Pembelajaran Geografi pada materi “Peta tentang pola dan bentuk-bentuk muka bumi” merasa belum mampu mengoptimalkan aktivitas siswa khususnya kemampuan membaca peta sehingga ber-pengaruh pada perolehan hasil belajar. Guru merasa kesulitan mem-belajarkan konsep-konsep geografi pada siswa. Hasil identifikasi awal, ditemukan beberapa indikator penyebab diantaranya: (1) minimnya kemampuan siswa menunjukkan letak suatu tempat/lokasi geografis tertentu, (2) kurangpahamnya siswa tentang orientasi peta (menentukan arah pada peta), (3) minimnya kemampuan siswa dalam mengartikan simbol-simbol yang ada pada peta, dan (4) kemampuan siswa mengungkap informasi yang ada pada peta sangat kurang. Pelatihan melengkapi peta diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam membaca peta sehingga ada peningkatan pada hasil belajar geografi.
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca peta. Kemampuan membaca peta tersebut meliputi: (1) kemampuan menunjukkan letak suatu tempat/ lokasi geografis tertentu, (2) kemampuan mengartikan/ membaca simbol-simbol yang ada pada peta, dan (3) kemampuan memahami orientasi peta (menentukan arah pada peta).
Dalam penelitian ini digunakan desain penelitian tindakan kelas model spiral Kemmis Taggart 1999. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan rumus ”Gain Score” yaitu membandingkan data sebelum tindakan dengan data sesudah dilakukan tindakan. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, angket, dan test. Instrumen penelitian adalah peneliti dan pedoman atau pengumpul data.
Hasil penelitian dalam tindakan siklus I, II, dan III pada pembelajaran geografi (materi peta tentang pola bentuk-bentuk muka bumi) melalui pelatihan melengkapi peta setelah dilakukan refleksi, evaluasi serta analisis statistik deskriptif ternyata memperoleh peningkatan dalam hal; pertama, kemampuan membaca peta pada pra tindakan hanya memperoleh nilai 50% akan tetapi setelah dilakukan tindakan dalam setiap siklus ternyata mengalami peningkatan yaitu 56% (siklus I), 63% (siklus II), dan 72% (siklus III); kedua, proses pembelajaran geografi (materi peta tentang pola bentuk-bentuk muka bumi) pada siswa kelas IX SMP Negeri 1 Rubaru melalui pelatihan melengkapi peta pada setiap siklus juga memperoleh peningkatan yaitu 63% (siklusI), 65% (siklus II), dan 70% (siklus III); ketiga, aktivitas belajar siswa pada setiap siklus mengalami peningkatan yaitu 50% (siklus I), 65% (siklus II), dan 75% (siklus III).
Temuan penelitian ini mendukung teori perkembangan yang dikemukakan Piaget dan Vygotsky bahwa pros
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...d1051231039
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan penting secara global. Terbentuk dari endapan bahan organik yang terdekomposisi selama ribuan tahun, lahan gambut memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, serta mengatur siklus air. Kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya habitat, degradasi lingkungan, dan penurunan kesuburan tanah. Kerusakan lahan gambut di Indonesia telah meningkat seiring waktu, dengan laju deforestasi dan degradasi lahan gambut yang signifikan. Menurut data, sekitar 70% dari lahan gambut di Indonesia telah rusak, dan angka tersebut terus meningkat. Kerusakan lahan gambut memiliki dampak yang luas dan serius, tidak hanya secara lokal tetapi juga global. Selain menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang khas bagi ekosistem gambut, kerusakan lahan gambut juga melepaskan jumlah karbon yang signifikan ke atmosfer, berkontribusi pada perubahan iklim global.Kerusakan lahan gambut memiliki dampak negatif yang luas pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya sumber daya alam, penurunan kesuburan tanah, dan peningkatan risiko bencana alam.
“ANALISIS DINAMIKA DAN KONDISI ATMOSFER AKIBAT PENINGKATAN POLUTAN DAN EMISI...aisyrahadatul14
Pencemaran udara adalah pelepasan zat-zat berbahaya ke atmosfer, seperti polusi industri, kendaraan bermotor, dan pembakaran sampah. Dampaknya terhadap lingkungan sangat serius. Udara yang tercemar dapat merusak lapisan ozon, memicu perubahan iklim, dan mengurangi kualitas udara yang kita hirup setiap hari. Bagi makhluk hidup, pencemaran udara dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit pernapasan, iritasi mata, dan bahkan kematian. Lingkungan juga terdampak dengan terganggunya ekosistem dan berkurangnya keanekaragaman hayati.
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
DAMPAK KEBAKARAN LAHAN GAMBUT TERHADAP KUALITAS AIR DAN KESEHATAN MASYARAKAT.pdfd1051231031
Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran permukaan dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan seperti pepohonan maupun semak-semak, kemudian api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan (Ground fire), membakar bahan organicmelalui pori-pori gambut dan melalui akar semak belukar ataupun pohon yang bagian atasnya terbakar. Selanjutnya api menjalar secara vertical dan horizontal berbentuk seperti kantong asap dengan pembakaran yang tidak menyala (smoldering) sehingga hanya asap yang berwarna putih saja yang Nampak di atas permukaan, yang sering dikenal dengan kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan yang bersifat masiv. Oleh karena peristiwa kebakaran tersebut terjadi di bawah tanah dan tidak nampak di permukaanselain itu tanahnya merupakan tanah basah/gambut yang mengandung air maka proses kegiatan pemadamannya tentu akan menimbulkan kesulitan.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...d1051231053
Gambut merupakan tanah yang memiliki karakteristik unik. Lahan gambut yang begitu luas di beberapa pulau besar di Indonesia, menjadikan pengelolaan lahan gambut sering dilakukan, terutama dalam peralihan fungsi menjadi perkebunan, pertanian, hingga pemukiman. Pada studi kasus ini lebih berfokus pada degradasi lahan gambut menjadi media tanam, proses, dampak, serta upaya pemulihan dampak yang dihasilkan dari degradasi lahan gambut tersebut
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
ANALISIS DAMPAK DAN SOLUSI HUJAN ASAM: PENGARUH PEMBAKARAN BAHAN BAKAR FOSIL ...d1051231079
Hujan asam merupakan kombinasi ringan dari asam sulfat dan asam nitrat. Hujan asam biasanya terjadi di daerah-daerah yang padat penduduk dan banyaknya aktivitas manusia dalam kegiatan transportasi. Emisi gas SO2 dan NO2 yang berasal dari kegiatan industri dan transportasi merupakan penyebab terjadinya peristiwa hujan asam apabila emisi gas tersebut bereaksi dengan air hujan, dimana senyawa yang bersifat asam terbentuk. Emisi gas SO2 dan NO2 yang berasal dari aktivitas manusia dapat berubah menjadi nitrat (NO3 - ) dan sulfat (SO4 2-) melalui proses fisika dan kimia yang kompleks. Sulfat dan nitrat lebih banyak berbentuk asam yang terlarut dalam air hujan. Keasaman air hujan berhubungan erat dengan konsentrasi SO2 dan NO2 yang terlarut di dalam air hujan. Semakin tinggi konsentrasi SO2 dan NO2 , maka dapat mengakibatkan nilai keasaman air hujan semakin asam .Deposisi asam yang berasal dari emisi antropogenik SO2 dan NOx , memiliki pengaruh besar pada biogeokimia, dan menyebabkan pengasaman tanah dan air permukaan, eutrofikasi ekosistem darat dan air dan penurunan keanekaragaman hayati di banyak wilayah.
DAMPAK PIRIT ANTARA MANFAAT DAN BAHAYA BAGI LINGKUNGAN DAN KESEHATAN.pdfd1051231033
Tanah merupakan bagian terpenting dalam bidang pertanian, peranan tanah juga sangat kompleks bagi media perakaran tanaman. Tanah mampu menopang dan menyediakan unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Tanah tersusun dari bahan mineral, bahan organik, udara dan air. Bahan mineral tersusun dari hasil aktivitas pelapukan bebatuan, sedangkan bahan organik berasal dari pelapukan serasah tumbuhan akibat adanya aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Salah satu jenis tanah adalah tanah sulfat masam. Tanah sulfat masam ini keberadaannya di daerah rawa pasang surut. Sering kali tanah sulfat masam dijumpai pada lahan gambut terdegradasi yang mengakibatkan tanah mengandung pirit (FeS2) naik kepermukaan. Tanah sulfat masam yang mengandung pirit ini juga mengganggu pertumbuhan tanaman. Terganggunya pertumbuhan tanaman menyebabkan lahan ini nantinya akan ditinggalkan petani bila tidak dilakukan usaha perbaikan atau menjadi lahan bongkor.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI...
Kajian aspek lingkungan restorasi dan rehabilitasi kubah gambut
1. KAJIAN ASPEK LINGKUNGAN RESTORASI DAN REHABILITASI
KUBAH GAMBUT
Oleh :
EDY JUNAIDI-P3KLL
Pusat Litbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan
Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
3. PERMASALAHAN RESTORASI INDIKATOR LINGKUNGAN
HUTAN PERKEBUNAN
ALIH
FUNGSI
PENGERINGAN
(PEMBUTAN KANAL)
KEBAKARAN LAHAN
KUALITAS AIR
DAYA DUKUNG/TATA AIR
KUALITAS TANAH
KEARIFAN LOKAL
4. Berdasarkan PP.57 tahun 2016,
Pemulihan ekosistem gambut Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) memperhatikan fungsi lindung dan fungsi
budidaya
10. KONDISI KUALITAS TANAH KHG KAHAYAN-SEBANGAU
KADAR AIR
TANAH
GAMBUT
POROSITAS
TANAH
GAMBUT
pH TANAH
GAMBUT
C-ORGANIK
TANAH GAMBUT
11. KONDISI KUALITAS TANAH SECARA UMUM
Perlu diwaspadai degradasi tanah gambut
porositasnya mendekati 0,5 dan kadar airnya mendekati 100%
Indikator Nilai
Berat Volume (gr/cm3) 0.28
Porositas 0.53
Kadar air (%) 103.42
FISIKA TANAH
12. KONDISI KUALITAS TANAH SECARA UMUM
KIMIA TANAH
Indikator Nilai Kriteria
pH H2O 3.72 sangat masam
N TOTAL (%) 0.86 sangat tinggi
C_Organik 47.90 sangat tinggi
C/N rasio 57.57
P TOTAL (ppm) 308.42 rendah
K TOTAL (ppm) 409.57 sangat rendah
Kejenuhan basa (%) 13.13 sangat rendah
KTK (me/100 gr) 105.00 sangat tinggi
Indikator (ppm) Nilai Baku mutu
FE TOTAL 62.34 10000-100000
Mn TOTAL 1.69 1000
Pb TOTAL 1.94 100 – 400
Zn TOTAL 4.00 70 – 400
Cd TOTAL 1.98 3 – 8
Cu TOTAL 4.52 60 – 125
Tingkat kesuburan gambut
oligotrofik (tingkat kesuburan yang
rendah), sehingga apabila
digunakan untuk fungsi budidaya
pertanian perlu tingkat masukan
tinggi
13. KONDISI KUALITAS TANAH DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN
Belukar; 0,26
Belukar Rawa; 0,23
Hutan Rawa Sekunder; 0,22
Perkebunan; 0,44
Permukiman; 0,52
Pertanian Lahan Kering; 0,26
Pertanian Lahan Kering Campur; 0,16
Rawa; 0,20
Sawah; 0,30
Tanah Terbuka; 0,20
- 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20
Belukar
Belukar Rawa
Hutan Rawa Sekunder
Perkebunan
Permukiman
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Lahan Kering Campur
Rawa
Sawah
Tanah Terbuka
Nilai (gr/cm3)
Berat Jenis Berat Volume
14. KONDISI KUALITAS TANAH DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN
157,34
105,20
174,47
89,46
30,97
94,35
93,03
76,46
148,58
111,35
- 50,00 100,00 150,00 200,00
Belukar
Belukar Rawa
Hutan Rawa Sekunder
Perkebunan
Permukiman
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Lahan Kering Campur
Rawa
Sawah
Tanah Terbuka
Nilai
Kadar Air
0,67
0,62
0,68
0,38
0,46
0,55
0,55
0,35
0,46
0,67
- 0,20 0,40 0,60 0,80
Belukar
Belukar Rawa
Hutan Rawa Sekunder
Perkebunan
Permukiman
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Lahan Kering Campur
Rawa
Sawah
Tanah Terbuka
Nilai (%)
Porositas
18. KONDISI KUALITAS TANAH DAMPAK KEBAKARAN
- 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00
Area Terbakar
Area tidak terbakar
Area Terbakar Area tidak terbakar
C/N rasio 69,79 49,22
C_Organik 51,44 41,49
- 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
Area Terbakar
Area tidak terbakar
Area Terbakar Area tidak terbakar
KTK 111,99 92,82
Kejenuhan basa 28,41 15,90
- 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00
Area Terbakar
Area tidak terbakar
Area Terbakar Area tidak terbakar
Cu TOTAL 24,37 9,78
Cd TOTAL 20,66 7,15
Zn TOTAL 20,18 7,92
Pb TOTAL 18,61 6,52
Mn TOTAL 17,38 6,03
FE TOTAL 66,37 58,54
23. PERMODELAN PADA KANAL DI DESA GARUNG
650 m
320 m
Kanal (620 m)
Plot TMA sesaat
Constant head
Boundary:
• Domain = 320 x 650 m
• Canal = 620 m
• Constant head
Model Layer
➢ TOP = 3 m; BOTTOM = 0 m; THICKNESS = 3 m
➢ STRT (Initial condition) = 2.3 m
➢ Kx = Ky = 25 m/day
RIV Layer
➢ River stage = 1 m
➢ Bottom elev. = 0 m
➢ HC bed = 0.08 m/day (asumsi : silt)
➢ Thick of bed = 0.1 m
EVT Layer
➢ surf = TOP - 0.1 m = 2.9 m
➢ evapo potential = 0.00334 m/day
RCH Layer
➢ precipitation = 0.0055 m/day
QGIS-FREEWAT
KONDISI DAYA DUKUNG AIR DAN TATA AIR PUNCAK KUBAH BAGIAN TENGAH
24. SKENARIO 1 (KANAL TANPA SEKAT)
Tinggi muka airtanah diatas muka laut
(m)
Kedalaman muka airtanah (m) dari
permukaan tanah
Statistik TMA :
Max : 2.57 m
Min : 1.07 m
Mean : 1.91 m
Statistik Ked. Airtanah :
Max : 1.93 m
Min : 0.43 m
Mean : 1.09 m
Simulasi skenario pertama dilakukan untuk
memperlihatkan pengaruh kanal terbuka
terhadap TMAT gambut di sekitarnya.
Berdasarkan peta kontur tersebut dapat dilihat
bahwa kedalaman muka air tanah di lahan
gambut pada lokasi yang dimodelkan
seluruhnya telah melewati kriteria baku
kerusakan lahan gambut, yaitu 40 cm. Pada
lokasi model di bagian tengah ditemukan TMAT
maksimum atau paling dekat dengan
permukaan tanah, yaitu sedalam 43 cm dan
semakin ke pinggir tinggi muka air tanahnya
semakin dalam sampai mencapai 193 cm,
sedangkan rata-rata TMAT adalah109 cm.
25. SKENARIO 02 (DISEKAT)
Tinggi muka airtanah (m) Kedalaman muka airtanah (m)
Skenario kedua dilakukan untuk memprediksi
pengaruh sekat kanal terhadap TMAT gambut
sekitarnya.
Teknik bangunan sekat kanal yang digunakan
dalam permodelan ini menggunakan bangunan
pelimpah (spillway) dengan tinggi 50 cm.
Hasil simulasi skenario 2 memperlihatkan bahwa
penerapan teknologi penyekatan kanal dengan
ketinggian spillway 50 cm berefek pada
penambahan ketinggian rata-rata muka air tanah
gambut. Kedalaman muka air tanah terdekat
dengan muka tanah sebesar 28 cm yang terletak di
bagian tengah wilayah yang dimodelkan dan yang
terdalam 143 cm berada di bagian pinggir wilayah
yang dimodelkan, sedangkan kedalaman rata-
ratanya adalah 83 cm. Dengan demikian, rata-rata
tersebut masih lebih tinggi dibandingkan kriteria
baku kerusakan lahan gambut (40 cm).
Statistik TMA :
Max : 2.70 m
Min : 1.57 m
Mean : 2.14 m
Statistik Ked. Airtanah :
Max : 1.43 m
Min : 0.29 m
Mean : 0.86 m
26. SKENARIO 03 PENIMBUNAN KANAL (BACKFILLING CANAL)
Tinggi muka airtanah (m) Kedalaman muka airtanah (m)
Skenario ketiga dilakukan untuk
mensimulasikan efek penimbunan kanal
terhadap TMAT gambut di sekitarnya
Hasil simulasi skenario 3 ini memperlihatkan
bahwa penimbunan kanal sepanjang 250 m
berefek sangat signifikan pada penambahan
ketinggian rata-rata muka air tanah gambut.
Penimbunan kanal menyebabkan kedalaman
muka air tanah terdekat dengan muka tanah
sebesar 41 cm yang terletak di wilayah yang
paling dekat dengan penimbunan kanal,
sedangkan yang terdalam sekitar 194 cm
berada di bagian paling jauh dari lokasi
penimbunan kanal, sedangkan rata-rata
kedalamannya adalah 92 cm.
Statistik TMA :
Max : 2.59 m
Min : 1.06 m
Mean : 2.08 m
Statistik Ked. Airtanah :
Max : 1.94 m
Min : 0.41 m
Mean : 0.92 m
27. SKENARIO 04 (Backfilling +Revegetasi)
Tinggi muka airtanah (m) Kedalaman muka airtanah (m)
Statistik TMA :
Max : 2.69 m
Min : 1.07 m
Mean : 2.15 m
Statistik Ked. Airtanah :
Max : 1.93 m
Min : 0.32 m
Mean : 0.85 m
Permodelan TMAT skenario keempat dilakukan untuk
memprediksi pengaruh gabungan penerapan restorasi dengan
metode penimbunan kanal dan penaman pohon tertentu
(revegetasi) terhadap TMAT
Hasil simulasi skenario 4 ini memperlihatkan bahwa kombinasi
penimbunan kanal sepanjang 250 m dan penanaman pohon
berefek sangat signifikan pada penambahan ketinggian rata-
rata muka air tanah gambut. Kombinasi metode restorasi
menyebabkan kedalaman muka air tanah maksimum sebesar
32 cm yang terletak di wilayah yang paling dekat dengan
penimbunan kanal, sedangkan yang terdalam sekitar 193 cm
berada di bagian paling jauh dari lokasi penimbunan kanal,
sedangkan rata-rata kedalamannya adalah 85 cm. Karena
kanal yang ditimbun hanya mencakup panjang 250 cm, maka
wilayah yang terpengaruh hanya yang dekat dengan kanal
yang ditimbun. Namun demikian luasan lahan yang memenuhi
kriteria baku kerusakan (kedalaman muka air tanah lebih kecil
dari 40 cm) relatif luas.
28. Perbandingan Pengaruh Empat Metode Restorasi Terhadap TMAT
Gambut (Transect of GW Level)
Canal
Peatland
Skenario 1 kanal tanpa sekat
Skenario 2 Sekat kanal (spillway -- h = 50 cm
Skenario 3 backfilling (canal backfill = 250 m)
Skenario 4 backfilling + revegetasi
Kesimpulan:
• Metode gabungan penimbunan kanal
dan revegetasi paling efektif, disusul
oleh metode penimbunan kanal, dan
terakhir metode sekat kanal.
• Meskipun demikian, masing-masing
metode tersebut memiliki keunggulan
dan kelemahan.
29. KONDISI KUALITAS AIR PUNCAK KUBAH BAGIAN TENGAH
Desa Buntoi
• Dominis tanaman perkebunana karet
• Kubah gambut sering terbakar, semula
hutan dengan vegetasi yang yang
didominasi pohon-pohon besar
berubah menjadi hamparan semak
belukar minim pohon.
Klasifikasi mutu air kelas II (PP 82
tahun 2001) untuk peruntukan
air sebagai sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut
31. KONDISI KUALITAS AIR PUNCAK KUBAH BAGIAN TENGAH
Desa Garung
• Vegetasi yang mendominasi areal
kubah gambut jambu-jambuan tumih
dan geronggang
• Kawasan kubah gambut mengalami
beberapa kali kebakaran.
33. KONDISI KUALITAS AIR PUNCAK KUBAH BAGIAN TENGAH
Desa Kanamit Barat
• Jenis tanaman perkebunan yang paling
banyak adalah karet dan kelapa sawit.
• Kondisi hutan pada kawasan kubah
gambut beberapa kali mengalami
kebakaran. Lima tahun terakhir areal
hutan desa ini beberapa di rehabilitasi
dimana tanaman yang telah ditanam
adalah belangiran
35. Kearifan Lokal Masyarakat Pemanfaatan Lahan Gambut
- Pemukiman cenderung terkumpul pada sekitar sungai
Kahayan dan sepanjang tepi jalan raya.
- Pertanian yang ditemukan adalah pertanian lahan
kering dengan tanaman palawija dan tanaman
perkebunan karet.
- Konservasi yang dilakukan adalah parit sederhana atau
kanal.
- Masih ditemukan sarana sanitasi yang membuang
limbah rumah tangga langsung ke sungai, tanpa
pengolahan limbah.
- Belum ada TPS dan sistem pengangkutan sampah
yang terintegrasi.
Transek
- Kebiasaan penduduk untuk membangun pemukiman
yang terpusat.
- Kebiasaan perladangan secara berpindah dan
pembukaan lahan secara membakar, dari tahun 1990
sampai pada tahun 2008.
- Setelah 2008, beberapa desa memberlakukan aturan
pelarangan pembukaan lahan dengan cara membakar.
- Tahun 2015, terjadi kebakaran lahan yang luas,
termasuk pada ketiga desa dan kelurahan, dan memicu
pelarangan pembukaan lahan dengan cara membakar
pada desa-desa yang lebih luas.
- Terbentuknya Masyarakat Peduli Api (MPA).
lokasi : Desa Buntoi, Mantaren I, Kelurahan Kalawa dan Desa Pilang
36. 36
Kalender musim
- Musim kemarau terjadi pada bulan Juni-Oktober, mengakibatkan
kekeringan, peluang terjadinya kebakaran lahan semakin tinggi, sulitnya
transportasi pada beberapa desa.
- Sedangkan musim hujan pada umumnya terjadi pada bulan Januari-
Maret dan November-Desember yang mengakibatkan banjir, kanal
penuh karena banyak sampah dan tidak dibersihkan dan susah untuk ke
ladang.
- Kalender musim bukan hanya berbicara tentang musim kemarau dan
hujan saja tetapi juga terdapat musim komoditas, misalnya karet yang
dimana bulan Januari-April adalah penanaman, bulan Mei-Juni
pembersihan pada lahan dan bulan Agustus-September membuat
bedengan. Proses itu berlangsung selama lima tahun dan setelah 10
tahun bisa untuk dipanen. Permasalahan dalam penanaman karet yaitu
terkait harga karet yang tidak stabil dan tidak seimbangnya kemampuan
pasokan bahan olah karet sementara tingkat produksi atau permintaan
industri masih tetap tinggi.
- Terdapat pembagian peran yang seimbang antara
laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sehari-
hari.
- Permasalahan yang terkait dengan peran gender
ini yaitu masyarakatnya yang bekerja sebagai
petani pada umumnya hanya bekerja setengah
hari saja yaitu sampai pukul 12.00 saja. Setelah
mereka makan siang dan istirahat, sorenya yang
laki-lakinya pergi memancing dan melanjutkan
pekerjaannya kembali besok hari
Peran Gender
38. No. Pertanyaan
Indeks
Likert
Kelas
1 Lahan gambut adalah penyerap/penyimpan karbon 83,89 Sangat Setuju
2 Lahan gambut berfungsi menjaga ketersediaan air 83,70 Sangat Setuju
3 Lahan gambut adalah tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan hewan tertentu 85,21 Sangat Setuju
4 Lahan gambut adalah tempat mencari mata pencaharian/pendapatan bagi
masyarakat yang tinggal di sekitarnya
81,90 Sangat Setuju
5 Lahan gambut dibuka untuk menjadi tempat aktivitas yang produktif 80,95 Sangat Setuju
6 Lahan gambut dibuka untuk menjadi lahan pertanian padi sawah 78,10 Setuju
7 Lahan gambut dibuka untuk menjadi lahan pertanian padi ladang 79,05 Setuju
8 Lahan gambut dibuka menjadi perkebunan sawit 57,06 Ragu-ragu
9 Lahan gambut dibuka menjadi perkebunan karet 80,66 Sangat Setuju
10 Lahan gambut dibuka untuk ditanami tanaman kehutanan (kekayuan) 83,70 Sangat Setuju
11 Lahan gambut dimanfaatkan untuk wisata alam 79,05 Setuju
12 Lahan gambut di Provinsi Kalimantan Tengah telah mengalami kerusakan 72,80 Setuju
13 Lahan gambut dibuka menjadi lahan pertanian dengan cara dibakar 53,18 Ragu-ragu
14 Pembuatan kanal yang tidak terkontrol menyebabkan kerusakan lahan gambut 76,11 Setuju
15 Perubahan penggunaan lahan menjadi penyebab rusaknya gambut 74,60 Setuju
16 Kegiatan konservasi/ restorasi/ pelestarian lahan gambut dilaksanakan di desa/
wilayah ini
82,27 Sangat Setuju
Persepsi masyarakat terhadap lahan gambut
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
39. Rekomendasi Restorasi dan rehabilitasi Ekosistem Gambut
39
▪ Restorasi atau pemulihan lahan gambut (Permen LHK Nomor
P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Pedoman Teknis
Pemulihan Ekosistem Gambut) : (1)
penutupan/pengurugan/penimbunan kanal, (2) pembangunan
sekat/tabat kanal di lahan gambut dengan fungsi lindung dan di seluruh
lahan gambut yang terlanjur dibangun dan (3) penanaman vegetasi
yang dapat meningkatkan kemampuan lahan gambut dalam menahan
air (revegetasi)
▪ Untuk mendukung restorasi dan rehabilitasi KHG Kahayan sebangau
dihasilkan kelas kemampuan dan kesesuain ekosistem gambut
40. Kemampuan lahan
untuk ekosistem
gambut pada
gambut budidaya
40
• Pada kubah gambuttutupan lahan yang
tidak sesuai peruntukannya sekitar 28
% berada pada fungsi lindung dengan
kondisi gambut pada area tidak mudah
terbakar dan sekitar 11 % berada pada
area mudah terbakar.
• Untuk tutupan lahan yang tidak sesuai
peruntukannya sekitar 5 % berada pada
fungsi budidaya terbatas (pertanian dan
perkebunan) pada kondisi gambut pada
area mudah terbakar dan sekitar 13 %
berada pada area tidak mudah
terbakar.