Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dan perilaku agresif pada santri di Pondok Pesantren. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif antara religiusitas dengan perilaku agresif, dimana semakin tinggi religiusitas maka perilaku agresif semakin rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresif antara lain religiusitas, kecerdasan emosi, lingkungan keluarga dan sekolah.
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Jurnal inspirasi
1. Jurnal Inspirasi
BPSDM Provinsi Jawa Barat
Volume 10 | Nomor 2 | Desember 2019
Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 2 | Desember 2019 151
Hubungan Religiusitas Dengan Perilaku Agresif Remaja Di Pondok
Pesantren
Religiosity Relationship With Aggressive the youth Behavior
In islamic boarding schools
Angga Sho-hibul Ulum1, Kamsih Astuti
Magister Psikologi, Universitas Mercu Buana Yogyakarta
(Naskah Diterima Tanggal 12 Maret 2019—Direvisi Akhir Tanggal 28 Mei 2019—Disetujui Tanggal 06
Desember 2019 )
DOI: https://doi.org/10.35880/inspirasi.v10i2.69
Abstract
This study aims to determine the relationship between religiosity and aggressively challenge
the students at boarding school. The population in this study were students or students of
class VIII and IX class in boarding school to accommodate 160 students with a sample of 113
students. Methods of data collection using a scale, there are three scales that religiustas,
logistics intelligence, and intelligence aggressive. The results of this study concluded: There is
a negative relationship between religiosity and aggressive policy of the students at the
boarding school at the moment the motivation test results of products -0.762 (p <0.05). The
higher the religiosity, the aggressive, low religiosity otherwise it aggressively 52.83%.
Keywords: Religiosity, Aggressive Behavior.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan
perilaku agresif pada santri di Pondok Pesantren. Populasi dalam penelitian ini
adalah santri atau siswa kelas VIII dan kelas IX di Pondok Pesantren berjumlah 160
siswa dengan jumlah sampel 113 siswa. Metode pengumpulan data menggunakan
skala, ada tiga skala yaitu religiustas, kecerdasan emosi, dan perilaku agresif. Hasil
penelitian dapat disimpulkan: Ada hubungan negatif antara religiusitas dengan
perilaku agresif pada santri di pondok pesantren dengan hasil uji korelasi product
moment sebesar -0,762 (p < 0,05). Artinya semakin tinggi religiusitas maka perilaku
agresif semakin rendah, sebaliknya religiusitas rendah maka perilaku agresif tinggi.
Adapun sumbangan efektif religiusitas dengan perilaku agresif adalah 52,83%.
Kata Kunci: Religiusitas, Perilaku Agresif.
1. Pendahuluan
Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia telah
menunjukkan kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama dan turut berjasa dalam
mencerdaskan masyarakat. Seiring tuntutan zaman penyelenggaraan pendidikan formal
berbentuk madrasah terbagi dalam berbagai tingkatan dan aneka kejuruan menurut
kebutuhan masyarakat turut mewarnai sistem pendidikan pondok pesantren dewasa ini.
1 Email: Anggashohibul08@gmail.com
2. 152 Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 2 | Desember 2019
Jurnal Inspirasi
Pondok pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan non-formal memiliki peran dan
fungsi antara lain: (1) Pondok pesantren sebagai lembaga keagamaan yang mempunyai
fungsi pemeliharaan, pengembangan, penyiaran, dan pelestarian Islam. Implikasi dari
semua itu adalah pembangunan akhlak dan mental masyarakat diharapkan dapat
menghasilkan manusia yang berbudi tinggi, mengetahui nilai-nilai yang berhubungan
dengan manusia, alam, dan Tuhan yang merupakan tujuan akhir hidup dan kehidupan. (2)
Pondok pesantren sebagai lembaga sosial berarti dengan perantara jalur pendidikan
pesantren diharapkan mampu menghasilkan sumber daya agama Islam dengan ilmu-ilmu
yang menyangkut kehidupan bermasyarakat. (3) Pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan tumbuh dari dan dalam masyarakat untuk melayani berbagai kebutuhan
masyarakat yang motif, tujuan serta usahanya bersumber pada agama Islam (Hasbullah,
2001).
Pondok Pesantren Ar-Risalah Cijantung IV di Ciamis dapat memberikan suatu upaya
pendalaman ajaran Islam yang bertujuan agar para santrinya mempunyai keteguhan hati
yang kuat, sulit untuk dipengaruhi orang lain, dan memiliki sikap sopan santun yang baik
serta perilaku keagamaan yang baik pula. Selain itu, para santri juga dibina dan dibimbing
dengan penuh kesadaran untuk mendapatkan kasih sayang dan perhatian sebagaimana
layaknya anak-anak yang lain. Dalam pesantren ini juga terdapat sekolah formal yang
berbasis agama, sehingga jelas rutinitas sehari-hari yang selalu bernuansa agama
menjadikan ajaran agama lebih kuat menginspirasi kepribadian para santrinya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengasuh pondok yang dilakukan pada tanggal
24 Maret 2016, 13 Oktober 2016 dan 06 September 2018, disimpulkan bahwa pondok
pesantren Ar-Risalah Cijantung IV Ciamis adalah pondok pesantren yang memiliki
keagamaan yang kental, dengan kegiatan yang berbasis ilmu agama lebih banyak
diterapkan dari pada kegiatan yang berbasis ilmu umum. Kegiatan yang berbasis ilmu
agama, misalnya pengajian Al-Qur’an, pengajian kitab kuning, pengajian amsilati, dan lain-
lain, sedangkan kegiatan yang berbasis ilmu umum, misalnya kegiatan ekstrakulikuler
seperti drum band, sepak bola, basket, futsal, pencak silat, dan lain sebagainya. Dengan
diberi ilmu keagamaan dan ilmu umum, idealnya santri di Pondok Pesantren Ar-Risalah
menunjukkan perilaku dan kebiasaan yang positif, namun dalam kenyataannya masih
dijumpai perilaku siswa yang tidak diharapkan seperti mencuri barang milik teman, tidak
mengikuti pengajian juz’ama, berkelahi, membully teman, dan lain sebagainya.
Perilaku tersebut cenderung dilakukan oleh siswa usia remaja. Remaja identik dengan
energi yang berlebih. Energi ini harus disalurkan pada jalur yang benar. Bila aktivitas-
aktivitas di sekolah maupun lingkungan sosial tidak memadai untuk memenuhi tuntutan
gejolak energinya, maka sering kali remaja meluapkan kelebihan energinya ke arah yang
negatif seperti perilaku agresi. Dalam psikologi, perilaku yang dimaksudkan untuk
menyerang, menyakiti orang lain disebut dengan agresi. Seperti yang dikatakan Myers
(2005) bahwa agresi merupakan perilaku fisik maupun verbal yang disengaja maupun tidak
disengaja namun memiliki maksud untuk menyakiti, menghancurkan atau merugikan
orang lain untuk melukai objek yang menjadi sasaran agresi.
Ditambahkan pendapat Davidoff (1981) bahwa perilaku agresif ialah setiap tindakan
makhluk yang ditujukan untuk menyerang dan menyakiti makhluk lainnya, meskipun
agresi yang terjadi pada manusia lebih banyak bersifat verbal. Buss & Perry (1992)
mengelompokkan perilaku agresi kedalam empat aspek yaitu agresi fisik, agresi verbal,
agresi dalam bentuk kemarahan dan agresi dalam bentuk kebencian. Dijelaskan sebagai
berikut: (1) Agresi fisik, merupakan komponen perilaku motorik, seperti melukai dan
menyakiti orang lain secara fisik. Misalnya memukul, menyerang, menendang atau
membakar; (2) Agresi verbal, merupakan komponen motorik seperti melukai dan menyakiti
orang lain melalui verbalis, misalnya berdebat menunjukkan ketidak sukaan atau
ketidaksetujuan, menyebar gossip dan kadang bersikap sarkastis; (3) Rasa marah,
3. Jurnal Inspirasi
BPSDM Provinsi Jawa Barat
Volume 10 | Nomor 2 | Desember 2019
Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 2 | Desember 2019 153
merupakan emosi atau afektif seperti keterbangkitan dan kesiapan psikologis untuk
bersikap agresif. Misalkan mudah kesal, hilang kesabaran dan tidak mampu mengontrol
rasa marah; (4) Sikap permusuhan, merupakan perwakilan dari komponen perilaku kognitif
seperti perasaan benci dan curiga pada orang lain, merasa kehidupan yang dialami tidak
adil dan iri hati.
Berdasarkan hasil wawancara oleh peneliti tanggal 24 Maret 2016, 13 Oktober 2016
dan 06 September 2018 di Pondok Pesantren Ar-Risalah dengan pengurus atau ustadz dan
guru, perilaku agresif (agresi fisik dan agresi verbal)terjadi di kalangan santri laki-laki
dengan korban teman sekelas atau adik kelas dengan berbagai bentuk perilaku agresif
seperti memukul dan mencubit temannya, berkata kasar, menghina dan mengejek, serta
merusak benda milik sekolah dan milik teman-temannya, sehingga menyebabkan sakit fisik
seperti memar dan luka bagi yang mendapatkan perlakuan fisik dan sakit hati bagi siswa
lain.
Selain dengan pengurus dan guru, peneliti juga melakukan wawancara dengan 10
orang santri laki-laki yang berada di kamar Santri Luar Biasa (SLB) pada tanggal 24 Maret
2016, 13 Oktober 2016 dan 06 September 2018. Kamar SLB adalah kamar khusus yang
diperuntukkan bagi santri yang berperilaku agresif seperti berkelahi, mencuri, dan lain
sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dari 10 orang santri yang melakukan
perilaku agresif seperti berkelahi, mencuri, melanggar peraturan pondok pesantren lima
diantaranya mengakui bahwa mereka melakukan perilaku agresif dikarenakan melakukan
pembelaan ketika dirinya tidak nyaman dengan keadaan sekitar, ajakan dari teman, ingin
mendapat perhatian dari lingkungan pesantren, kurang mampu mengendalikan emosinya,
ingin memamerkan kemampuan diri, dan ingin mengganggu santri lain.
Menurut bagian pengajaran Pondok Pesantren Ar-Risalah bagi santri yang melakukan
tindakan kekerasan dan tindakan yang merugikan orang lain akan mendapatkan hukuman,
contohnya jika santri berkelahi akan diberi hukuman potong rambut tidak rapi, direndam
dikolam, hafalan 2 juz, dan disuruh berdiri dihadapan para santri untuk mengakui
kesalahannya. Selanjutnya, apabila santri ketahuan melakukan tindakan yang dapat
merugikan orang lain seperti memukuli, maka akan diberi hukuman berupa pemanggilan
orangtua sampai dikeluarkan dari Pondok Pesantren.
Jadi dari data yang peneliti dapatkan dari pengurus Pondok Pesantren Ar-Risalah
diketahui bahwa di kalangan Pondok masih terjadi perilaku agresif yang dilakukan oleh 10
santri. Perilaku agresif tersebut di antaranya, berkelahi, mencuri, melanggar peraturan
pondok pesantren lima diantaranya mengakui bahwa alasan mereka melakukan perilaku
agresif dikarenakan melakukan pembelaan ketika dirinya tidak nyaman dengan keadaan
sekitar, ingin mendapat perhatian dari lingkungan pesantren, kurang mampu
mengendalikan emosinya, ingin memamerkan kemampuan diri, dan ingin mengganggu
santri lain.
Perilaku agresif memiliki dampak bagi para pelakunya, diantaranya pelaku memiliki
hubungan yang kurang baik dengan teman ataupun lingkungannya, prestasi akademik
yang kurang baik dibandingkan dengan teman-teman lainnya, dan akan berpengaruh
terhadap keterampilan dirinya, dengan demikian siswa pun tidak dapat berkembang secara
maksimal. Dengan demikian perlu ditelusuri lebih lanjut mengapa santri yang lebih banyak
belajar tentang ilmu-ilmu agama masih terlibat dalam bentuk-bentuk perilaku negatif
seperti agresif. Menurut Todd, Joana, dkk. (dalam Nataliani, 2006), kekerasan dalam bentuk
fisik maupun verbal di kalangan siswa telah menjadi sebuah masalah serius yang ada di
berbagai negara di seluruh dunia. Perilaku agresif siswa telah menimbulkan dampak
negatif, baik bagi siswa itu sendiri maupun bagi orang lain. Anak yang mengalami
kekerasan akan mengalami masalah di kemudian hari baik dalam hal kesehatan juga
kehidupanya.
4. 154 Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 2 | Desember 2019
Jurnal Inspirasi
Sehubungan dengan perilaku agresif siswa di sekolah, Wilson, et al. (2003)
menyatakan jika perilaku agresif yang terjadi di lingkungan sekolah tidak segera ditangani,
di samping dapat menggangu proses pembelajaran, juga akan menyebabkan siswa
cenderung untuk beradaptasi pada kebiasaan buruk tersebut. Semakin sering siswa
dihadapkan pada perilaku agresif, siswa akan semakin terbiasa dengan situasi buruk
tersebut, kemampuan siswa untuk beradaptasi dengan perilaku agresif akan semakin tinggi,
dan akan berkembang pada persepsi siswa bahwa perbuatan agresif merupakan perbuatan
biasa-biasa saja, apalagi jika keadaan ini diperkuat dengan perilaku sejumlah guru yang
cenderung agresif pula ketika menghadapi murid-muridnya. Situasi demikian akan
membentuk siswa untuk meniru dan berperilaku agresif pula, sehingga perilaku agresif
siswa di sekolah dianggap biasa dan akan semakin meluas. Halimah dan Zainuddin (2015)
menyatakan bahwa dampak perilaku agresif bagi korban dan pelaku perlu penanganan
secepat mungkin, dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
agresif.
Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku agresif, secara garis besar dibedakan
menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dijelakan oleh Rigby (2007),
faktor internal berasal dalam diri individu yaitu religiusitas, kecerdasan emosi, kepribadian,
perasaan berkuasa dan gender. Faktor eksternal menurut Wiyani (2013) meliputi perbedaan
kelas, lingkungan keluarga (komunikasi orangtua-anak), lingkungan teman sebaya, dan
lingkungan sekolah. Sedangkan menurut Buss & Perry (1992) perilaku agresif dipengaruhi
oleh dua faktor utama, yaitu faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal meliputi
karakter bawaan individu yang menentukan reaksi individu ketika menghadapi situasi
tertentu. Sementara itu, faktor situasional mencakup hal-hal yang terjadi dilingkungan yang
mempengaruhi reaksi individu terhadap suatu peristiwa.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku agresif di atas, dalam penelitian ini
difokuskan faktor internal yaitu religiusitas. Faktor religiusitas merupakan salah satu faktor
penting dalam membentuk sikap dan moral siswa mengenai perbuatan yang baik dan
buruk. Adapun alasan digunakannya faktor religiusitas karena menanamkan ajaran yang
baik dan buruk, yang dilarang dan boleh dilakukan oleh ajaran agama, sehingga
membentuk moral seseorang menjadi baik dan mampu mengontrol perilaku untuk tidak
melakukan perilaku agresif (Ismail, 2010).
Religiusitas memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan dimana terdapat kaidah-
kaidah yang dapat membimbing manusia ke arah jalan yang benar. Religiusitas mencakup
seluruh hubungan dan konsekuensi hubungan antara manusia dengan penciptanya dan
sesamanya di dalam kehidupan sehari-hari. Jadi religiusitas adalah perilaku ketaatan
beragama.
Dijelaskan oleh Ismail (2010) bahwa religiusitas merupakan sikap batin pribadi
(personal) setiap manusia yang berupa sikap dan keyakinan seseorang terhadap Tuhan
sesuai dengan tata aturan agama yang dianut oleh orang tersebut. Di dalam religiusitas
terdapat lima aspek yaitu: (1) ideological berkaitan dengan tingkatan seseorang dalam
meyakini kebenaran ajaran agamanya (2) ritualistic, kepatuhan seseorang mengerjakan
kewajiban ritual, (3) experiential, tingkatan seseorang dalam keagamaan, (4) consequential,
mengukur sejauhmana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya, dan (5)
intelectual berkaitan dengan tingkatan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap
ajaran agama yang dianutnya.
Berdasarkan uraian dan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis dapat
merumuskan permasalahan penelitian yakni apakah ada hubungan antara religiusitas
dengan perilaku agresif santri remaja di pondok pesantren?.
2. Tinjauan Teoretis
5. Jurnal Inspirasi
BPSDM Provinsi Jawa Barat
Volume 10 | Nomor 2 | Desember 2019
Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 2 | Desember 2019 155
2.1 Perilaku Agresif
Menurut Baron (2005) mendefinisikan perilaku agresif sebagai tingkah laku yang
diarahkan untuk tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang ingin menghindari perlakuan
semacam menyakiti. Menurut Sarwono (2009) perilaku agresif merupakan setiap perilaku
yang merugikan atau menimbulkan korban pada pihak lain. Buss & Perry (1992)
menyatakan perilaku agresif sebagai perilaku atau kecenderungan perilaku yang niatnya
untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun secara psikologis.
Loeber & Hay (dalam Krahe, 1997) mengemukakan bahwa perilaku agresif berubah
tingkat dan polanya pada masa remaja dan pada masa dewasa muda. Perilaku agresif
cenderung lebih merugikan karena tingginya prevalensi senjata api dan senjata lain
dikalangan remaja. Sudutpandang psikologi sosial, agresi dikonsepkan sebagai bentuk
perilaku sosial tertentu yang dibentuk dan sekaligus mempengaruhi dunia sosial dan
warganya (Krahe, 1997).
Moor & Fine (Maryati, 2012) mendefinisikan perilaku agresif sebagai tingkah laku
kekerasan secara fisik ataupun verbal terhadap individu atau objek tertentu. Kata agresi
berasal dari bahasa latin yaitu agresi yang berarti menyerang atau bergerak ke depan.
Pengertian ini merupakan pengertian sederhana dan sering dikaitkan dengan peperangan.
Dalam kajian psikologi, agresi mengandung dua makna yakni yang baik (good sense) dan
yang buruk (bad sense).
Menurut Buss & Perry (1992), terdapat empat aspek perilaku agresif yang didasari dari
tiga dimensi dasar yaitu motorik, afektif, dan kognitif. Empat aspek perilaku agresif yang
dimaksud yaitu: 1) Physical aggression 2) Verbal aggression 3) Anger 4) Hostility.
2.2 Religiusitas
Menurut Glock & Strak (dalam Ancok & Suroso 1995) mendefinisikan agama
merupakan sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan system perilaku yang
terlambangkan yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati
sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning).
Menurut Glock & Strak (dalam Yunita dkk, 2012) religiusitas adalah tingkat konsepsi
seseorang terhadap agama dan tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya. Tingkat
konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agamanya, sehingga
terdapat berbagai cara bagi individu untuk menjadi religius.
Sitanggang (2003) menyatakan bahwa manusia religius adalah manusia yang
mempunyai hati nurani serius, taat, saleh dan teliti menurut norma atau ajaran agama
Islam. Joshi (2012) menyatakan bahwa agama memainkan peran yang sangat penting dalam
membentuk pola perilaku sosial seseorang. Kehidupan pribadi, rumah tangga dan sosial
masyarakat sangat dipengaruhi oleh agama mereka sendiri. Aqbaria (2014) menjelaskan jika
seseorang mempunyai religiusitas tinggi maka seseorang tersebut akan mempertahankan
keyakinan sehingga dapat memberikan ketenangan hidup dan dapat mengontrol diri.
Menurut Glock dan Stark (dalam Ancok, 2005), ada 5 dimensi religiusitas (keagamaan)
yaitu: 1) dimensi keyakinan/ ideologic 2) dimensi praktik agama/ peribadatan 3) dimensi
pengalaman 4) dimensi pengetahuan agama 5) dimensi konsekuensi.
2.3 Kerangka Penelitian
Dari rumusan, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian maka peneliti membuat
kerangka penelitian seperti di bawah ini :
Religiusitas
(X)
Perilaku
Agresif (Y)
6. 156 Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 2 | Desember 2019
Jurnal Inspirasi
Gambar 1. Kerangka Penelitian
2.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara
religiusitas dengan perilaku agresif santri remaja di pondok pesantren.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di pondok pesantren Ar-Risalah Cijantung IV Ciamis.
Adapun populasi dalam penelitian ini seluruh siswa kelas VIII dan IX yang berjumlah
160 siswa dengan sampel berjumlah 113 siswa.
3.1.Definisi Operasional Variabel
a. Perilaku Agresif (Y)
Perilaku agresif adalah perilaku yang niatnya untuk menyakiti orang lain baik
secara fisik maupun secara psikologis.
Perilaku agresif diukur dengan skala perilaku agresif yang disusun peneliti dan
mengacu pada pandangan Buss dan Perry (1992) tentang aspek-aspek perilaku
agresif, antara lain:
1) Agresi fisik (physical aggression)
2) Agresi verbal (verbal aggression)
3) Agresi kemarahan (anger aggression)
4) Permusuhan (hostility aggression)
b. Religiusitas (X)
Religiusitas adalah tingkat konsepsi seseorang terhadap agama dan tingkat
komitmen seseorang terhadap agamanya.
Religiusitas diukur dengan menggunakan skala religiusitas yang disusun peneliti
berdasarkan aspek-aspek yang dipilih peneliti untuk menyusun skala religiusitas
dengan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Glock dan Stark (dalam Ancok, 2005).
Lima dimensi religiusitas antara lain:
1) Dimensi keyakinan
2) Dimensi praktik agama
3) Dimensi pengalaman
4) Dimensi konsekuensi
5) Dimensi pengetahuan agama.
3.2.Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif
dengan menggunakan metode skala. Metode skala adalah metode yang digunakan
untuk mengungkap konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek
kepribadian individu (Azwar, 2013).
Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan skala dan tes pengetahuan agama yang dibuat oleh peneliti sendiri. Data
yang ingin dikumpulkan adalah religiusitas, dan perilaku agresif. Data dari kedua
variabel tersebut dikumpulkan melalui skala religiusitas, dan skala perilaku agresif
yang keduanya disusun sendiri oleh peneliti. Adapun skala yang digunakan berjenis
skala Likert untuk mengukur perilaku agresif sedangkan untuk mengukur religiusitas
menggunakan dua dua alat ukur yaitu skala likert dan tes pengetahuan intelektual.
3.3.Metode Analisis Data
7. Jurnal Inspirasi
BPSDM Provinsi Jawa Barat
Volume 10 | Nomor 2 | Desember 2019
Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 2 | Desember 2019 157
Data yang didapatkan dari subyek penelitian melalui skala ukur diubah atau
ditransformasi ke dalam bentuk angka-angka sehingga menjadi data kuantitatif. Hal ini
bertujuan agar data tersebut dapat diolah atau dianalisis dengan pendekatan statistik.
Pada level ini terdapat dua hal yang dilakukan dalam cara analisis data kuantitatif.
Sesuai dengan hipotesis pada penelitian ini yaitu mencari hubungan, maka diperlukan
uji normalitas, uji linearitas, dan uji hipotesis sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji yang bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Tujuan dari uji
normalitas yaitu untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu
atau residual memiliki distribusi normal. Hal ini disebabkan karena uji t dan F
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Seandainya
asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel
yang kecil (Ghozali, 2011). Kaidah yang digunakan adalah jika p > 0.05 maka
sebaranya normal dan sebaliknya apabila p < 0.05 maka sebaranya tidak normal.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen dan
variabel dependen dalam penelitian ini mempunyai hubungan yang linear jika
kenaikan skor variabel independen diikuti kenaikan skor variabel dependen
(Ghozali, 2011). Uji linearitas dengan menggunakn uji Anova (uji F). Perhitungan
ini akan dibantu dengan IBM SPSS Statistics 24. Dasar pengambilan keputusan
dalam uji linearitas adalah: a) jika nilai probabilitas ≥ 0,05, maka hubungan antara
variabel X dengan Y adalah linear. b) jika nilai probabilitas ≤ 0,05, maka hubungan
antara variabel X dengan Y adalah tidak linear.
c. Uji Hipotesis
Uji hipotesis menggunakan analisis korelasi product moment dan regresi berganda,
maksud analisis korelasi product moment dan regresi ini digunakan adalah untuk
menentukan hubungan sebab akibat antara variabel dependen dengan variabel
independen (Sugiyono, 2010).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Normalitas
a. Uji normalitas variabel perilaku agresif diperoleh p sebesar 0,091 (p > 0,05). Hal
tersebut menunjukkan bahwa variabel perilaku agresi memiliki sebaran normal.
b. Uji normalitas variabel religiusitas diperoleh p sebesar 0,079 (p > 0,05). Hal tersebut
menunjukkan bahwa variabel religiusitas memiliki sebaran normal.
4.2 Hasil Uji Linearitas
Hasil untuk perilaku agresif dengan reliugisitas diperoleh F sebesar 156,7024 dan nilai
signifikan pada linearity sebesar 0,000 lebih dari 0,05 (p > 0,05), sehingga disimpulkan
variabel perilaku agresif dengan religiusitas terdapat hubungan linear.
4.3 Hasil Uji Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah ada hubungan negatif antara religiusitas dengan perilaku
agresif pada santri di Pondok Pesantren Ar-Risalah Cijantung IV Ciamis. Hasil
penelitian memperlihatkan besarnya koefisien korelasi antara variabel religiusitas (X)
dengan perilaku agresif (Y) adalah -0,762 dan p sebesar 0,000 (p < 0,05). Berdasarkan
hasil uji korelasi product moment ini dapat diketahui bahwa variabel religiusitas
mempunyai hubungan negatif dengan variabel perilaku agresif. Berdasarkan nilai R
square (R2) sebesar 0,528. Hal ini berarti hipotesis pertama diterima. Sumbangan
efektif religiusitas bagi perilaku agresif adalah 52,8% sedangkan 47,2% dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak diukur dalam penelitian ini.
8. 158 Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 2 | Desember 2019
Jurnal Inspirasi
4.4 Pembahasan
Penelitian yang dibuat ini dimaksudkan untuk menguji secara empirik tentang
hubungan antara antara religiusitas dengan perilaku agresif. Hipotesis yang diajukan
dalam penelitian yaitu ada hubungan negatif antara religiusitas dengan perilaku agresif,
diterima. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi product moment ditunjukkan hasil sebesar
-0,762 dengan p < 0,05. Nilai korelasi product moment menunjukkan arah hubungan yang
negatif diantara kedua variabel, artinya semakin tinggi religiusitas maka cenderung
semakin rendah perilaku agresif. Sebaliknya, religiusitas rendah maka perilaku agresif
cenderung semakin tinggi.
Besarnya kontribusi variabel religiusitas terhadap perilaku agresif sebesar 52,83%,
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian
ini. Variabel yang tidak masuk dalam penelitian yaitu lingkungan sekolah, teman sebaya,
gender, atau lingkungan sekolah (Wiyani, 2013).
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan
analisis korelasi product moment dan analisis regresi berganda, maka dapat
disimpulkan, sebagai berikut:
Ada hubungan negative yang signifikan antara religiusitas dengan perilaku
agresif santri remaja di pondok pesantren Ar-Risalah Cijantung IV Ciamis. Artinya,
semakin tinggi religiusitas maka perilaku agresif semakin rendah. Sebaliknya, semakin
rendah religiusitas maka perilaku agresif semakin tinggi
Saran
Berdasarkan penelitian ini, maka dapat diberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Siswa, diharapkan untuk meningkatkan religiusitas. Beberapa upaya yang
dapat dilakukan siswa untuk meningkatkan religiusitas antara lain yaitu ikut
berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan di sekolah atau pondok pesantren, seperti
pengajian juz’ama, rajin mengikuti hafalan amsilati dan belajar memaknai Al-
Qur’an. Ajaran agama yang diperoleh dari berbagai kegiatan keagamaan tersebut
akan menumbukan rasa kebersamaan terhadap teman, sehingga siswa tidak
berperilaku agresif kepada temannya.
2. Bagi Guru, berdasarkan penelitian menunjukan perilaku agresif sebesar 79,65%
hendaknya guru tetap berupaya agar siswa tidak melakukan perilaku yang dapat
merugikan orang lain, adapun cara yang dapat dilakukan oleh guru antara lain
secara rutin tetap melakukan pengawasan terhadap siswa saat jam istirahat atau
memberikan nasihat.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya, hasil sumbangan religiusitas terhadap perilaku agresif
sebesar 52,83% sehingga masih ada variabel lain yang berpengaruh terhadap
perilaku agresif. Peneliti selanjutnya dapat meneliti variabel lain dengan alasan
perilaku agresif tidak hanya diperngaruhi oleh faktor religiusitas tetapi juga
dipengaruhi banyak faktor lainnya, seperti faktor internal pada gender, perasaan
berkuasa, atau kepribadian. Sedangkan faktor eksternalnya seperti konformitas
teman sebaya dan pola asuh orang tua.
DAFTAR PUSTAKA
Ancok & Suroso. (2001). Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, P, E. Aliansi diri Ditinjau dari Tingkat Relegiusitas dan konsep Diri pada Remaja
Akhir Berstatus Mahasiswa, Fakultas Pikologi UGM.
Arikunto. (2002). Prosedur penelitian “suatu pendekatan praktek” Yogyakarta: Rineka
Cipta.
9. Jurnal Inspirasi
BPSDM Provinsi Jawa Barat
Volume 10 | Nomor 2 | Desember 2019
Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 2 | Desember 2019 159
Azwar, S. (1999). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2004). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2006). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Berkowitz, L. M. (1995). Agresi: Sebab dan Akibatnya. (Penterjemah Hartati Woro Susianti).
Jakarta: PT Pustaka Binaan.
Bjorkkqvist, K, Langerspetz, M. J. &Kaukiainen A. (1992). Do Girls manipulate and Boys
Figh Developmental Trends in Regard Direct and Indirect Aggression.
JournalAggressive Behavior, Vol 18, pp. 411- 423.
Buss, A. & Perry, M. (1992). The Aggression Questionnaire: Journal of PersonalitySocial
Psychology, 63 No. 3. 452-459.
Baron, R.A. (2005). Psikologi Sosial jilid 2. Eidsi ke 10. Jakarta. Erlangga
Coleman, J.C. (1976). Abnormal Psychology andModern Life (5th ed). India: D.B. MCGraw
Hill. Inc.
Daradjat, Z. (1975). Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental. Jakarta: Penerbit Bulan
Bintang.
Daradjat, Z. (1991). Ilmu Jiwa Agama. Cet. Ke-14. Jakarta. Bulan Bintang.
Dariyo. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Ciawi: Penerbit Ghalia Indonesia.
Davidoff, L.L. (1981). Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Depag RI. (2003). Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jakarta: Depag RI.
Ghufron, M.N & Risnawati, R. (2016). Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.
Harawi, D. (2005). Dimensi Religi Dalam Praktek Psikiatri Dan Psikologi.FKUI: Jakarta.
Hasbullah. (2001). Sejarah pendidikan islam di Indonesia, lintasan sejarah pertumbuhan dan
perkembangan. Jakarta: LSIK.
Hurlock E.B. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Jalaluddin, H. (2016). Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kartono, K. (1985). Bimbingan Anak dan Remaja yang Bermasalah. Jakarta: Rajawali.
Krahe. (2005). Perilaku Agresi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Masyhud, S & Khusnurdilo. (2003). Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta; Diva Pustaka
Press.
Mu’tadin. (2002). Faktor Penyebab Perilaku Agresif. Jakarta.
Mujib, A. (2006). Kepribadian dalam Psikologi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Myers, D. G. (2005). Social Psychology. New York : McGraw Hill, Higher Education.
Nasari, M.F. (1993). Agama di Mata Remaja. Padang: Angkasa Raya.
Nawawi, H., &Kartini, M,.(1994). Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University.
Poloutzian, F.R. (1996). Psychology of Religion. Needham Heights, Massachusetts: A Simon
& Schuster Comp.
Puspito, H. (1990). Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanaisius dan BPK Gunung Mulia.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sulaiman, T. (2013). The Level of Stress Among Students in Urban and Rural Secondary
Schools in Malaysia. European Journal of Social Sciences. Vol 10. No. 2, 179-184.
Sulastri, Rifa, & Melly. (1987). Psikologi Perkembangan Remaja dari Segi Kehidupan Social.
Jakarta: Bimasakti
Triatna, C & Kharisma, R. (2008). EQ Power Panduan meningkatkan Kecerdasan Emosional.
Bandung: Citra Praya.
Walgito, B. (1986). Pengantar Psikologi Umum. Cetakan. IV. Yogyakarta: Yayasan
Penerbitan Fakultas Psikologi. UGM.