SlideShare a Scribd company logo
1
BAB I
MATERI DAN METODE
Praktikum Kelenjar Endokrin dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 12
April 2013 pada pukul 13.00-15.00 WIB di Laboratorium Genetika, Pemuliaan
dan Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas
Diponegoro, Semarang.
1.1. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum Kelenjar Endokrin yaitu nampan
yang berfungsi untuk tempat peletakkan kepala ayam, gergaji digunakan untuk
membelah kepala ayam, pisau untuk memotong leher ayam dan alat tulis untuk
menggambar kelenjar hipotalamus dan hipofisa, juga digunakan untuk menulis
keterangan dan bagian yang ada di kepala ayam. Bahan yang digunakan untuk
praktikum ini adalah kepala ayam, yang akan diamati kelenjar endokrinnya.
1.2. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum Kelenjar Endokrin adalah
meletakkan kepala ayam yang sebelumnya telah dicuci bersih. Kuliti kepala ayam
dan menggergaji bagian tengah kepala ayam sampai bawah tetapi tidak sampai
putus. Mengamati kelenjar hipotalamus dan hipofisa yang ada dibagian kepala,
dan menggambar hasil pengamatan dalam buku praktikum.
2
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Anatomi Kepala Ayam
Berdasarkan hasil praktikum kelenjar endokrin, diperoleh hasil
pengamatan sebagai berikut :
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
Ilustrasi 1. Kelenjar Endokrin Kepala Ayam
Keterangan: (1). Hipotalamus (2). Ventrikel: a. Ventrikel I. b. Ventrikel II. c.
Ventrikel III. d. Ventrikel IV (3). Hipofisa (4). Tulang sphenoid
2.1.1. Hipotalamus
Hipotalamus adalah kelenjar endokrin yang menghasilkan Releasing
Factor (RF) dan Inhibitor (IH) dari hormon LH dan FSH yang mempengaruhi
aktivasi hormon tersebut pada sistem reproduksi ternak. Hipotalamus terletak
pada bagian tengah bawah dari otak besar. Hipotalamus yang berfungsi sebagai
pengatur atau mengotrol semua kerja hormon. Campbell et al. (2004) menyatakan
1
4
3
2a
aa
aa
aa
a
2d
2c
2b
3
bahwa hipotalamus terletak di didi inferior thalamus dan membentuk dasar serta
bagian bawah sisi dinding ventrikel ketiga. Hipotalamus memproduksi hormon
yang mengatur pelepasan atau inhibisi hormon kelenjar hipofis sehingga
mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin. Hal ini diperkuat oleh Hernawati
(2007) yang menyatakan bahwa hormon trofik adalah hormon perangsang thyroid
(TSH), hormon perangsang folikel (FSH), hormon penguning (LH), hormon
adenocortikotrofik (ACTH) yang merangsang korteks kelenjar adrenal untuk
menghasilkan hormon glucocorticoid dan hormon-hormon yang dihasilkan oleh
hipotalamus (hypothalamic releasing hormone atau hypothalamic releasing
factor).
2.1.2. Hipofisa
Hipofisa atau hipofisis adalah cairan dalam tulang spenoid yang terdiri
dari adenohipofisa dan neurohipofisa. Fungsi dari hipofisa adalah untuk
mensekresikan berbagai macam hormon misalnya hormon hipofisa yang berfungsi
untuk mensekesikan semua hormon-hormon reproduksi. Letak hipofisa adalah
pada rongga tengah dalam tulang spenoid. Hal ini sesuai dengan pendapat
Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa hipofisa mensekresikan sejumlah besar
hormon-hormon, beberapa diantaranya berhubungan langsung dengan reproduksi
dan yang lain tidak langsung, disamping itu hormon-hormon lain seperti MSH
(melanophore stimulating hormone) dan vasopressin juga disekresikan oleh
kelenjar hipofisa. MSH mengatur sintesa dan penyebaran melanin sedangkan
vasopressin mempengaruhi tekanan darah dan keseimbangan air dalam tubuh.
4
Campbell et al. (2004) menambahkan bahwa kelenjar hipofisis merupakan suatu
kelenjar yang sangat penting pada hampir setiap fungsi tubuh. Kelenjar ini
mengatur seluruh mekanisme yang dapat menyelamatkan keturunan makhluk
hidup.
2.1.3. Ventrikel Lateral
Ventrikel lateral terdiri dari ventrikel I dan II. Ventrikel 1 atau yang biasa
disebut dengan otak besar berfungsi sebagai pusat pengatur pengelihatan dan
penciuman.Ventrikel 2 atau otak tengah mempunyai fungsi sebagai pusat pengatur
pendengaran dan perasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Japardi (2002) yang
menyatakan bahwa Kedua ventrikel lateralis ini dihubungkan dengan ventrikel III
melalui foramen Monroe (foramen intervertebrale). Muttaqim (2008) menyatakan
bahwa ventrikel merupakan rangkaian dari 4 rongga yang saling menghubungkan
dan dibatasi oleh ependimal (semacam sel epitel yang membatasi semua rongga
otak dan medula spinalis dan mengandung CSS. Ventrikel 1 atau yang biasa di
sebut dengan otak besar berfungsi sebagai pusat pengelihatan dan penciuman.
Ventrikel 2 atau otak tengah mempunyai fungsi sebagai pusat pendengaran.
2.1.4. Ventrikel III
Ventrikel 3 atau oblongata berfungsi sebagai pusat pengatur koordinasi.
Ventrikel ketiga berhubungan dengan ventrikel keempat melalui saluran yang
disebut akueduk sylvius, yang disebut akueduk serebral. Hal ini sesuai dengan
pendapat Japardi (2002) yang menyatakan bahwa ventrikel III berhubungan
5
dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Muttaqim (2008) menyatakan
bahwa Ventrikel III berfungsi sebagai pusat koordinasi.
2.1.5. Ventrikel IV
Ventrikel 4 (otak kecil) berfungsi sebagai pusat pengatur keseimbangan.
Ventrikel keempat terletak diantara serebelum dibagian atas, serta pons dan
medula dibagian bawah, berhubungan dengan celah subaraknoid melalui foramen
magendia dan luschka. Hal ini sesuai dengan pendapat Muttaqim (2008) yang
menyatakan bahwa Ventrikel 4 atau otak kecil berfungsi sebagai pusat
keseimbangan. Menurut Musana (2010) ventrikel 4 terletak diantara brainstern
dan cereblum pada dorsal medulla oblongata.
6
2.2. Mekanisme Timbal Balik
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil sebagai berikut :
Hipotalamus
Hipofisa
Feedback
Positif
Adenohipofisa Neurohipofisa Feedback
Negatif
FSH LH
Folikel Folikel de Graff Corpus Lutheum
Estrogen Ovulasi Progesteron
Estrus Ovum
Fertilisasi
Bunting
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
Ilustrasi 2. Mekanisme Umpan Balik pada Ternak
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa mekanisme umpan
balik dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu mekanisme umpan balik positif dan
mekanisme umpan balik negatif.
2.2.1. Feedback mechanism positif
Mekanisme umpan balik positif adalah mekanisme yang terjadi saat
hormon sasaran naik dan hormon perangsang juga ikut naik, ternak terjadi ketika
7
hormon estrogen naik akibat pertumbuhan folikel untuk persiapan masa estrus,
ketika hormon estrogen mengirim respon ke hipotalamus, hipotalamus
melepaskan RF/RH FSH yang kemudian disekresi oleh hipofisa dan
mengirimkannya ke adenohipofisa sehingga akan meningkatkan FSH yang akan
mempengaruhi perkembangan folikel, peningkatan hormon FSH membuat
hormon LH juga naik untuk menyeimbangkan. Sehingga ketika konsentrasi
hormon estrogen naik, maka FSH naik, serta LH naik dengan sendirinya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Partodiharjo (1982) bahwa Umpan balik positif adalah
LH (Luteinizing Hormone) yang ikut merangsang produksi estrogen,setelah kadar
estrogen meninggi dalam darah produksi LH menjadi meningkat, LH akhirnya
menyebabkan ovulasi. Praseno et al. (2003) menambahkan bahwa kontrol sekresi
dengan mekanisme umpan balik positif salah satunya adalah sekresi hormon seks
dimana keberadaannya harus tetap stabil di dalam tubuh hewan karena tanda-
tanda seks sekunder harus tetap terpelihara selama hewan tersebut hidup,
kehadiran hormon estrogen maupun endrokrin tetap stabil pada hewan betina dan
jantan, tercapainya target regulasi hormon tersebut akan memacu sekresi hormon
LH oleh hipofisis agar sekresi hormon estrogenik atau endrogenk tetap
terpelihara, stabilitas tersebut mengakibatkan stabilitas tanda seks sekunder.
2.2.2 Feedback mechanism negatif
Mekanisme umpan balik negatif adalah mekanisme yang terjadi ketika
hormon sasaran naik tetapi hormon perangsang turun. Mekanisme umpan balik
negatif terjadi setelah berkembangnya folikel menjadi folikel de Graaff. Folikel de
8
Graaff merupakan folikel yang matang dan siap untuk proses ovulasi. Proses
ovulasi menghasilkan ovum, ketika ternak bunting maka hormon progesteron
naik, ketika hormon progesteron naik maka ada proses penghantaran impuls ke
hipotalamus. Hipotalamus menghasilkan IH-FSH yang menyebabkan turunnya
sekresi FSH, selain menghasilkan IH-FSH hipotalamus juga menghasilkan IH-LH
yang menyebabkan menurunnya sekresi LH. Menurut pendapat Toelihere (1981)
yang menyatakan bahwa pengaturan sekresi hormon-hormon sangat berbeda-beda
dan dapat meliputi beberapa mekanisme, yang pertama adalah “ mekanisme
umpan balik negatif ”, Negative feedback mechanism atau servo mechanism yang
terutama meliputi hormon tropik dari kelenjar hipofisa dan hormon-hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar sasaran. Praseno et al. (2003) yang menyatakan
sebagian besar sekresi hormon dikendalikan dengan mekanisme umpan balik
negatif, selesainya atau tercapainya target regulasi suatu hormon merupakan
inhibitor sekresi hormon tersebut.
9
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1. Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa di dalam organ
kepala ayam terdapat beberapa bagian yang berfungsi sebagai organ pengendali
tubuh ternak. Pertama Ventrikel, kedua Hipotalamus, ketiga Hipofisa. Ventrikel I
berfungsi sebagai pusat penglihatan dan penciuman. Ventrikel II berfungsi
sebagai pusat pendengaran dan perasa. Ventrikel III berfungsi sebagai pusat
koordinasi. Ventrikel IV berfungsi sebagai pusat keseimbangan. Hipotalamus
yang berfungsi sebagai pengatur atau mengotrol semua kerja hormon. Hipofisa
berfungsi untuk mensekresikan berbagai macam hormon. Mekanisme umpan balik
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu mekanisme umpan balik positif dan
mekanisme umpan balik negatif. Mekanisme umpan balik positif adalah
mekanisme yang terjadi saat hormon sasaran naik dan hormon perangsang juga
ikut naik. Mekanisme umpan balik negatif adalah mekanisme yang terjadi ketika
hormon sasaran naik tetapi hormon perangsang turun.
3.2. Saran
Praktikum ini harus dilakukan secara teliti agar dapat mengerti dan
memahami bagian-bagian dari kelenjar endokrin.
10
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A., J.B. Reece., dan L.G. Mitchell. 2004. Biologi. Erlangga, Jakarta.
Hernawati. 2007. Aspek fisiologis kelenjar endokrin. FMIPA UPI, Bandung.
Japardi. I. 2002. Tumor Ventrikel. USU Digital library.
Musana.D.K. 2010. Enchepalan dan Nern Cranialis. Yogyakarta. Presentasi
Kuliah Pengantar 6 April 2010 Fakultas Kedokteran Hewan UGM.
Muttaqim, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistim
Persyarafan. Salemba Medika, Jakarta.
Partodihardjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta
Praseno, K., Isroli, dan B. Sudarmoyo. 2003. Fisiologi Ternak. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung.
11
BAB I
MATERI DAN METODE
Praktikum Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Ternak dilaksanakan
pada hari Jum’at tanggal 19 April 2013 pada pukul 07.00-09.00 WIB di
Laboratorium Genetika, Pemuliaan dan Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan
dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.
1.2. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum Anatomi dan Fisiologi Organ
Reproduksi Ternak yaitu nampan yang berfungsi untuk tempat peletakkan organ
reproduksi jantan dan betina baik itu organ reproduksi sapi, domba dan babi, dan
alat tulis untuk menggambar organ reproduksi jantan dan betina, juga digunakan
untuk menulis keterangan dan bagian yang ada pada organ reproduksi jantan dan
betina. Bahan yang digunakan untuk praktikum ini adalah organ reproduksi jantan
ternak sapi dan babi, dan organ reproduksi betina ternak sapi, domba dan babi.
1.2. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum Anatomi dan Fisiologi Organ
Reproduksi Ternak adalah mengamati saluran reproduksi baik itu jantan dan
betina pada ternak sapi, domba dan babi, menggambar hasil pengamatan dalam
buku praktikum, menjelaskan letak serta fungsi saluran reproduksi pada ternak
jantan maupun betina.
12
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Jantan
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut :
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Reproduksi Ternak, 2013.
Sumber : Toelihere, 1981.
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Reproduksi Ternak, 2013.
Sumber : Toelihere, 1981.
Ilustrasi 3. Anatomi Organ Reproduksi Jantan
Keterangan : 1. Testis; 2. Epididimis; 3. Vas deferens; 4. Kelenjar asesories
a.vesicularis, b. Prostata, c. Cowper; 5. Penis
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa anatomi organ reproduksi
pada ternak jantan terdiri dari testis, epididimis, vas deferens, ampula, kelenjar
aksesoris, uretra dan penis. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusuf (2012) bahwa
sistem reproduksi jantan terdiri dari organ kelamin primer, sekunder, dan assesori.
1
2
3
4
5
2
1
4
4
2
3
1
5
2
4
3
1
13
Organ kelamin primer adalah testis yang berlokasi di dalam skrotum yang
menggantung secara eksternal di daerah inguinal. Oran kelamin sekunder terdiri
dari jaringan-jaringan duktus sebagai transportasi spermatozoa dari testis ke
bagian luar, dan termasuk didalamnya duktus efferent, epididimis, vas deferentia,
urethra dan penis. Sedangkan organ asesoris terdiri dari kelenjar prostat, seminal
vesicles, dan kelenjar bulbourethral (cowper’s). Penis merupakan alat reproduksi
bagian luar ternak yang berfungsi untuk pengeluaran urine dan peletakkan semen
pada saluran reproduksi ternak betina. Menurut pendapat Blakely and Bade (1998)
bahwa sistem reproduksi sapi jantan dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu testes
yang juga disebut gonad, testikel atau organ primer, kelenjar kelamin sekunder
atau kelenjar aksesoris dan organ kopulasi eksternal yaitu penis.
2.1.1. Testis
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa testis pada ternak jantan
memiliki fungsi untuk menghasilkan hormone testosterone dan menghasilkan sel
sperma.Testis berbentuk bulat, terbungkus oleh skrotum dan memiliki tekstur
padat tetapi tidak keras. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang
menyatakan bahwa testes terletak didaerah prebubis dan terbungkus oleh skrotum,
pada keadaan normal, kedua testis adalah besar dan berjumlah sepasang.
Mempunyai konsistensi padat akan tetapi tidak keras dan dapat dengan bebas
bergerak ke atas dan kebawah didalam skrotum. Ditambahkan oleh Blakely and
Bade (1998) bahwa testes terletak didalam skrotum yang merupakan suatu
struktur untuk mengatur panas didalamnya. Dalam perkembangan yang normal,
14
testis berfungsi dengan cara memproduksi sperma didalam tubulus konvolusi
(saluran berkelok) yang sangat kecil yang membentuk keseluruhan struktur testis.
Testis terbentuk karena adanya struktur tunika albugenia, septum testis, duktus
fungsi, testis efferentis, caput epididimis, corpus epididimis, cauda epididimis,
dan vas deferens.
2.1.2. Epididimis
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa fungsi dari epididimis
adalah sebagai tempat penyimpanan spermatozoa, transportasi, konsentrasi
sperma, maturasi, dan reabsorbsi). Menurut Toelihere (1981) epididimis
merupakan suatu struktur memanjang yang bertaut rapat dengan testis.
Mengandung ductus epididimis yang sangat berliku-liku dan panjang mencapai 40
meter pada jantan dewasa, kurang lebih 60 meter pada babi dan 80 meter pada
kuda.Epididimis terdiri atas kepala, badan dan ekor. Selain itu epididimis
memiliki fungsi utama sebagai transport, konsentrasi, maturasi dan penyimpana
sperma. Ditambahkan oleh Blakely and Bade (1998) bahwa epididimis memiliki 4
fungsi yaitu pengangkutan, penyimpanan, pemasakan dan pengentalan
(konsentrasi sperma). Struktur ini yang panjangnya diperkirakan sekitar 40 meter
berperan untuk menyalurkan sperma dari testes ke kelenjar kelamin aksesoris.
2.1.3. Vas Deferens
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa vas deferens berfungsi
sebagai alat transportasi spermatozoa. Mengalirkan sperma dari bagian ekor
15
epididimis kedalam ampula. Menurut pendapat Toelihere (1981) yang
menyatakan bahwa vas deferens mengangkut sperma dari ekor epididimis ke
uretra, dindingnya mengandung otot-otot licin yang penting dalam mekanisasi
pengangkutan semen waktu ejakulasi. Partodiharjo (1982) menambahkan bahwa
vas deferens terlentang mulai dari ekor ductus epididimis sampai ke uretra,
dindingnya tebal mengandung serabut-serabut urat daging licin, dan diameter
lumennya 2 mm.
2.1.4. Kelenjar Asesories
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa
Accessories gland / kelenjar asasories terdiri dari kelenjar vesikularis, kelenjar
prostata, dan kelenjar cowper. Kelenjar Vesikularis, Kelenjar vesicular seminalis
dapat bersekresi dengan mudah di post mortern dan merupakan suatu cairan keruh
dan lengket. Sekresi tersebut mengandung protein, kalium, asam sitrat, fruktosa
dan beberapa enzim. Toelihere (1981) menyatakan bahwa kelenjar vesikularis
terdapat sepasang pada sapi jantan, lobulasinya berada didalam lipatan-lipatan
urogenital lateral dari ampula. Kelenjar-kelenjar vesiculares berbeda-beda dalam
ukuran dan lobulasi antara individu hewan. Pada sapi kelenjar tersebut berukuran
panjang 10 sampai 15 cm dan diameter 2 sampai 4 cm. Saluran sekretori dari
lobuli membentuk satu saluran ekskretoris utama yang terletak pada pertengahan
kelenjar dan membentang ke kaudal dibawah kelenjar prostata. Setiap saluran
ekskretoris bersatu dengan vas deferens pada jalan keluarnya ke uretra
membentuk dua ostia ejaculatoria. Hubungan anatomik antara ampula dan
16
kelenjar vesiculares berbeda-beda antara individu dalam bangsa hewan yang
sama. Rianto dan Purbowati (2009) menambahakan bahwa kelenjar vesikularis
jumlahnya sepasang, jelas lobulasinya dan berada didalam lipatan lateral ampula.
Kelenjar Prostat, Kelenjar prostat berfungsi sebagai kontribusi cairan dan
ion anorganik terhadap semen. Sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) Kelenjar
prostate sapi mengelilingi uretra dan terdiri dari dua bagian yaitu badan prostat
(corpus prostatae) dan prostate disseminate atau prostate yang cryptic (pars
disseminate prostatae). Badan prostate berukuran lebar 2,5 sampai 4 cm dan tebal
1,0 sampai 1,5 cm. Pars disseminata mengelilingi uretra pelvis. Ditambahkan oleh
Partodiharjo (1982) yang menyatakan bahwa Kelenjar prostate merupakan sumber
anta glutinin. Kelenjar ini menghasilkan cairan yang mengandung mineral yang
berkadar tinggi.
Kelenjar Cowper, Kelenjar cowper terletak di sepanjang urethra, terdiri
dari 2 buah (sepasang), memiliki bentuk yang bundar, dan tebal. Fungsi kelenjar
cowper adalah membersihkan dan menetralisir uretra dari bekas urin dan kotoran-
kotoran lain sebelum ejakulasi berlangsung. Hal ini sesuai dengan pendapat
Toelihere (1981) bahwa kelenjar cowper terdapat sepasang, berbentuk bundar,
kompak, berselubung tebal. Terletak di atas uretra dekat jalan keluarnya dari
cavum pelvis. Ditambahkan Partodiharjo (1982) yang menyatakan bahwa kelenjar
cowper mengeluarkan cairan yang disalurkan ke penis. Semua kelenjar accessoris
bersifat apokrine, artinya sebagian dari isi sel sekretorisnya ikut keluar pada saat
sel itu mengeluarkan eksresinya.
17
2.1.5. Urethra
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa urethra merupakan
saluran yang menghubungkan antara ampula dengan penis. Tujuannya sebagai
saluran eksretori urin dan semen. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusuf (2012)
bahwa urethra adalah saluran tunggal yang memanjang dari persimpangan
ampulla ke ujung penis. Ini berfungsi sebagai saluran ekskretoris baik urin
maupun semen.
2.1.6. Penis
Penis mempunyai tugas yaitu pengeluaran urin dan perletakan semen
kedalam saluran reproduksi betina. Penis terdiri dari kepala, badan dan ekor yang
berakhir pada gland penis. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang
menyatakan bahwa penis membentang kedepan dari arcus ishciadicus pelvis
sampai ke daerah umbilicus pdaa dinding ventral perut. Penis ditunjang oleh
vaskia dan kulit. Badan penis terdiri dari corpus cavernosum penis yang relatif
besar diselaputi oleh suatu selubung fibrosa tebal berwarna putih, tunica
albuginea. Tomaszeskwka et al. (1991) menambahkan bahwa penis bentuknya
kurang lebih silinder pada semua spesies ternak. Penis memanjang kedepan dari
ischial arch kedaerah umbilical pada dinding perut dan disokong oleh fascia penis
dan kulit. Didepan skrotum, penis terletak didalam prepusium. Bagian ujung penis
disebut glands penis yang terletak bebas didalam prepusium.
18
2.2. Perbedaan Organ Reproduksi jantan pada Sapi, Babi dan Domba
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut :
Penis Sapi Penis Babi Penis Domba
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
Ilustrasi 4. Perbedaan Organ Reproduksi Jantan pada Sapi, Babi, dan Domba
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa organ
reproduksi jantan pada sapi dan babi memiliki perbedaan, perbedaan tersebut
terletak pada bagian penis. Penis pada babi memiliki bentuk berkelok, bagian
kepala agak runcing. Sedangkan pada penis sapi dan domba bentuknya tidak
berkelok. Ukuran penis sapi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran penis babi,
karena menyesuaikan bentuk vagina pada ternak betina. Menurut pendapat
Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa ukuran penis babi yaitu sekitar 45-55
cm sedangkan ukuran penis sapi sekitar 15-35 cm. Tomaszewska et al. (1991)
menambahkan bahwa penis sapi mempunyai lekukan berbentuk sigmoid dibagian
belakang atas skrotum, sedangkan pada babi mempunyai lekukan sigmoid didepan
skrotum. Lekukan sigmoid ini akan hilang dan berubah menjadi lurus apabila
terjadi ereksi.
19
2.3. Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Betina
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil sebagai berikut :
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Reproduksi Ternak, 2013.
Sumber : Toelihere, 1981.
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Reproduksi Ternak, 2013.
Sumber : Toelihere, 1981.
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Reproduksi Ternak, 2013.
Sumber : Toelihere, 1981.
Ilustrasi 5. Perbedaan Organ Reproduksi Betina
Keterangan: 1. Ovarium; 2. Oviduct;3. Uterus; 4. Serviks; 5. Vagina; 6. Vulva
1
2
3
4
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
20
2.3.1. Ovarium
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa Ovarium
berada di cavum abdominasi yang berfungsi sebagai organ eksokrin yang
menghasilkan sel telur atau ovum, selain itu ovarium berfungsi untuk
memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Menurut Partodihardjo (1982)
yang menyatakan bahwa ovarium merupakan alat kelamin yang utama, ovarium
menghasilkan telur oleh karena itu dalam bahasa Indonesia sering kali disebut
induk telur. Indung telur atau ada pula yang memberi nama pangarang telur.
Diperkuat oleh Hafez dalam Kusnandar (2001) bahwa ovarium merupakan organ
reproduksi primer hewan betina yang mempunyai fungsi dasar yaitu sebagai organ
eksokrin yang memproduksi sel telur dan sebagai organ endokrin yang
memproduksi hormon kelamin betina yaitu hormon estrogen dan progesteron.
Ovarium terdiri dari medulla dan cortex, dikelilingi oleh epitel kecambah
dan pada umumnya bertambah berat 4-7 kali berat sewaktu lahir pada waktu
hewan menjelang pubertas. Medulla ovary terdiri dari jaringan ikat fibrio elastic
yang tidak teratur dan sistem syaraf serta pembuluh darah yang memasuki
ovarium melalui hilus (pertautan antara ovarium dan mesovarium), cortex
mengandung folikel-folikel ovary, bakat-bakat dan hasil akhirnya. Cortex
merupakan tempat pembentuk ovum dan hormon. Hal ini sesuai dengan pendapat
Partodihardjo (1982) bahwa ovarium digantung oleh alat penggantung
mesovarium dan ligamentum utero ovarika. Pada sapi dan domba, ovarium
berbentuk oval sedangkan pada babi ovarium berupa gumpalan anggur, folikel –
folikel dan corpora lutea menutupi jaringan-jaringan ovarial dibawahnya, dan
21
hasil akhirnya Cortex merupakan tempat pembentuk ovum dan hormone. Menurut
Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa bentuk dan ukuran ovarium pada ternak
berbeda-beda menurut spesies dan siklus birahi. Menurut Hafez (1972) ovarium
tidak seperti testis, tetap dalam rongga perut. Ini performans kedua eksokrin dan
sebuah fungsi endokrin. Bentuk dan ukuran ovarium pada sapi dan domba
ovarium ini berbentuk almond. Pada babi ovarium menyerupai sekelompok
anggur, folikel nyata menonjol dan corpora lutea.
2.3.2. Oviduk
Oviduk berfungsi sebagai alat transportasi antara gamet jantan dan betina
(spermatozoa dan ovum), selain itu oviduk sebagai tempat fertilisasi. Menurut
Toelihere (1981) menyatakan bahwa oviduk merupakan saluran kelamin paling
anterior, kecil, berliku-liku, dan terasa keras seperti kawat terutama pada
pangkalnya. Panjang dan derajat liku-likunya berbeda-beda menurut spesies.
Antara ovarium dan oviduk terdapat suatu hubungan anatomik yang intim
walaupun tidak bersambung dalam arti kata yang sebenarnya. Oviduk tergantung
dalam mesosalpinx, oviduk dapat dibagi atas infundibulum dengan infimbriaenya,
ampula dan istmus. Menurut Hafez (1993) yang menyatakan bahwa Oviduk
sendiri terdiri dari tiga bagian yaitu infundibulum, ampula, dan isthmus. Pada
masing-masing bagian memiliki keunikan tersendiri, seperti misalnya bagian
infundibulum, bagian ujung infundibulum terdapat jumbai-jumbai yang disebut
fimbria. Bagian isthmus dengan ampula dibatasi oleh suatu ampulari ismic
22
junction yang berperan dalam pembuahan, sedangkan batas antara isthmus dengan
uterus adalah uteri tubal junction.
2.3.3. Uterus
Uterus berfungsi untuk mempertahankan embrio, serta pertumbuhan
embrio sampai masa kelahiran. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981)
yang menyatakan bahwa uterus memiliki sejumlah fungsi. Sewaktu perkawinan
kerja kontraksi uterus mempermudah pengangkutan sperma ke tuba falopii.
Uterus sanggup menjalani perubahan-perubahan besar dalam ukuran struktur dan
posisi agar dapat menampung kebutuhan konseptus yng bertumbuh. Uterus dan
ovarium memiliki hubungan kerja timbal balik dimana corpus luteum merangsang
uterus untuk menghasilkan suatu substansi dan sebaliknya melisiskan corpus
luteum. Substansi luteolitik ini yang dibentuk oleh endometerium, adalah
prostaglandin F2α yang berdifusi dari vena uterus langsung ke dalam arteri
ovarim, jadi adanya uterus penting untuk regresi corpus luteum secara normal.
Tomaszewska et al. (1991) menambahkan bahwa uterus terdriri atas bagian-
bagian badan yang pendek 3-4 cm dan 2 cornua (tanduk) yang menggulung
dengan panjang kira-kira 10 cm, kedua cornua kelihatannya agak lebih panjang.
Uterus digambarkan terdiri dari indometrium yaitu mucosa dan sub mucosa, mio
metrium/lapisan urat daging dan perimetrium/serosa yaitu sebuah membran yang
terus menjadi ligamentum lebar.
23
2.3.4. Serviks
Serviks berfungsi untuk menghindari kontaminasi mikroba terhadap
uterus, penyimpanan sprerma yang telah masuk dan sebagai alat transportasi
spermatozoa. Toelihere (1981) menyatakan bahwa serviks adalah suatu struktur
berupa sphincter yang menonjol ke caudal kedalam vagina. Ia dikenal dari
dindingnya yang tebal dan lumen yang merapat walaupun struktur servik yang
berbeda antar ternak mamalia, dindingnya ditandai oleh berbagai penonjolan-
penonjolan. Pada ruminansia penonjolan ini terdapat bentuk lereng transfersal dan
saling menyilang disebut cincin anular. Tomaszewska et al. (1991) menambahkan
bahwa mukosa pada serviks mempunyai epitel columnar tinggi dengan banyak sel
goblet, mukosa ini menghasilkan musin. Lendir dari serviks menjadi lebih cair
pada waktu birahi dan membentuk sumbatan selama bunting. Mukosa serviks
terbentuk dari lipatan-lipatan melingkar (gelaang-gelang) sehingga membentuk
legokan dalam sehingga kelihatan seperti kelenjar tetapi tidak terdapat kelenjar
pada serviks. Fungsi serviks adalah menutp lumen uterus sehingga tak member
kemungkinan untuk jasad miroskopik maupan makrokospik ke dalam uterus
(Partodiharjo, 1982).
2.3.5. Vagina
Vulva memiliki fungsi sebagai tempat kopulasi pada saat perkawinan dan
sebagai saluran kelahiran. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang
menyatakan bahwa vagina merupakan organ kelamin betina dengan struktur
selubung muscular yang terletak di dalam rongga dorsal dari vesika urinaria, dan
24
berfungsi sebagai alat kopulatoris dan sebagai tempat berlalu bagi foetus
sewaktu.Vagina mempunyai kesanggupan berkembang yang cukup besar. Dinding
vaginaterdiri dari mukosa, muskularis dan serosa. Ditambahkan oleh
Tomaszewska et al. (1991) yang menyatakan bahwa vagina dan vestibula terletak
dalam pelvis. Vagina dan vestibula terletak memanjang dari depan dari mulut
serviks luar sampai kebelakang pada vulva. Vagina merupakan bagian dari saluran
alat kelamin yang memanjang dari mulut serviks luar sampai tepat di bagian
depan (cranial) dari munculnya ureter. Vagina terbagi atas bagian vestibulum
yaitu bagian kesebelah luar yang berhubungan dengan vulva dan portio vaginalis
cervicis yaitu bagian kesebelah serviks bats dari kedua bagian itu ialah tepat ke
cranial, daripada munculnya uretra. Jadi muara uretra itu ikut vertibulum vagina
(Partodiharjo, 1982).
2.3.6. Vulva
Berdasarkan pengamatan diperoleh hasil bahwa didalam vulva terdapat
klitoris yang akan bereaksi pada waktu kopulsi, bagian luar organ reproduksi
betina. Menurt pendapat Toelihere (1981) bahwa labia atau vulva secara normal
selalu berdampingan tidak menganga dan lubang vulva terletak tegak luru
terhadap lantai pelvis. Dinding labia majora banyak mengandung kelenjar-
kelenjar sebaseus dan tubuler, deposit-deposit lemak, jaringan elastik dan selapis
tipis otot licin yang mempunyai struktur permukaan luar yang sama seperti kulit.
Ditambahkan oleh Tomaszewska et al. (1991) yang menyatakan bahwa labia
vulva ditutupi oleh bulu-bulu yang jarang dan menjaga lubang luar saluran
25
reproduksi. Labia dan again sentral tepat di sebelah dalam lubang luar ureter
terdapat klistoris (homolog dengan penis pada jantan). Klistoris kecil tapi
mempnyai krura seperti halnya pada jantan, dan akan bereksi pada waktu
kopulasi.
2.4. Perbedaan Anatomi Organ Reproduksi Ternak Betina Pada Sapi,
Domba dan Babi
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut :
Ovarium Sapi Ovarium Domba Ovarium Babi
Ilustrasi 6. Perbedaan Anatomi Organ Reproduksi Betina pada Sapi, Domba, dan
Babi
Berdasarkan hasil pengamatan anatomi organ reproduksi betina pada sapi
dan babi diperoleh hasil bahwa pada ukuran organ reproduksi betina pada sapi
lebih kecil dari pada ukuran organ reproduksi pada babi. Ovarium babi berkelok-
kelok sedangkan pada sapi dan domba tidak berkelok-kelok.Babi memiliki
ovarium berkelok-kelok karena memiliki folikel yang banyak. Sedangkan pada
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
26
sapi hanya memiliki satu folikel. Serviks pada sapi tidak terlalu kuat dan tebal
karena hanya dapat menghasilkan satu anak, sedangkan pada babi memiliki
serviks yang tebal dan kuat karena dapat memiliki jumlah anak yang banyak.Hal
ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa bentuk dan
ukuran ovarium berbeda-beda menurut spesies dan siklus birahi pada sapi dan
domba ovarium berbentuk oval, sedangkan pada babi ovarium bagaikan setangkai
buah anggur karena banyaknya folikel corpora lutea. Menurut Hafez (1972) Sapi
dan domba memiliki tipe uterus bipartitus. Dangkal tubuh rahim pada sapi dan
domba tampak lebih besar daripada sebenarnya bisa karena bagian-bagian ekor
dari tanduk terikat bersama oleh ligamentum intercounal. Pada ruminansia, tanduk
uterus secara khusus berkembang dengan baik karena ini adalah di mana janin
berada. Bentuk serviks pada sapi dan domba yaitu berbentuk spiral. Pada sapi,
spiral ini berbentuk seperti cincin dan terdiri dari empat buah.Sedangkan pada
Babi bentuknya seperti pembuka botol (setengah spiral).
27
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
Organ reproduksi ternak jantan meliputi testis, epididimis, vas deferens,
ampula, kelenjar aksesoris, uretra dan penis. Anatomi organ reproduksi betina
pada sapi dan babi pada ukuran organ reproduksi betina pada sapi lebih kecil dari
pada ukuran organ reproduksi pada babi. Ovarium babi berkelok-kelok sedangkan
pada sapi dan domba tidak berkelok-kelok. Babi memiliki ovarium berkelok-
kelok karena memiliki folikel yang banyak.Sedangkan pada sapi hanya memiliki
satu folikel. Serviks pada sapi tidak terlalu kuat dan tebal karena hanya dapat
menghasilkan satu anak, sedangkan pada babi memiliki serviks yang tebal dan
kuat karena dapat memiliki jumlah anak yang banyak.
3.2 Saran
Praktikum ini harus dilakukan secara teliti agar dapat mengerti dan
memahami bagian-bagian dari anatomi dan fisiologi organ reproduksi.
28
DAFTAR PUSTAKA
Blakely, J. and Bade, D. 1998. Ilmu Peternakan Edisi Keempat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
E.S.E.Hafez. 1972. Reproduction in Farm Animal (second edition). Washington
State University Pullman, Washington.
Kusnandar, D. 2001. Morfologi dan Struktur Fungsional Ovarium Kambing serta
Kualitas Oosit pada Saru Periode Siklus Estrus. Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Partodihardjo,S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta.
Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa,
Bandung (diterjemahkan oleh Fakultas Kedokteran Hewan, IPB).
Tomaszewska, M.W., I.K. Sutama., I.G. Putu., dan T.D. Chaniago. 1991.
Reproduksi, Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yusuf, M. 2012. Ilmu Reproduksi Ternak. Universitas Hasanudin, Makasar.
29
BAB I
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak dengan materi Sel Gamet
dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 26 april 2013 pukul 07.00 - 09.00 WIB di
Laboratorium Genetika, Pemuliaan dan Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan
dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.
1.1. Materi
Alat yang digunakan adalah mikroskop untuk mengamati sel spermatozoa,
kaca preparat digunakan untuk tempat pengamatan sel spermatozoa dan alat tulis
untuk menggambar sel spermatozoa. Sedangkan bahan yang digunakan adalah
semen beku untuk diamati sel spermatozoa.
1.2. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah mengambil semen
beku dari container, mencairkan kedalam air bersuhu 27°C selama 29 detik,
mengambil dengan menggunakan pinset, menempatkan ke dalam tabung reaksi,
menyiapkan sel spermatozoa, menempatkannya diatas kaca preparat, diamati
dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000x.
30
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Spermatogenesis
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilaksanakan diperoleh hasil
bahwa spermatogenesis merupakan proses pembentukan sperma yang ada pada
ternak. Spermatogenesis diawali dari spermatogonium mengalami pembelahan
mitosis menjadi spermatosit primer. Selanjutnya, Spermatosit primer mengalami
pembelahan meiosis menjadi spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder
kemudian akan mengalami pembelahan secara meiosis sehingga menjadi
spermatid. Spermatid akan mengalami proses maturasi (pematangan) dan pada
akhirnya akan menjadi sperma. Hal ini sesuai dengan pendapat Praseno et al.
(2003) yang menyatakan bahwa spermatogenesis merupakan proses diferensiasi
spermatogonium sehingga dihasilkan sel spermatozoon. Proses diferensiasi ini
terjadi dalam tubulus contortus seminiferus, bersifat hormonal dan melalui
beberapa tahap yaitu tahap prolirefatif, tahap pertumbuhan dan tahap
metamorphosis. Ditambahkan oleh Toelihere (1981) bahwa selama proses
diferensiasi tersebut jumlah kromosom direduksi dari haploid (2n) menjadi
haploid (n) pada setiap sel.
Proses pembelahan dari diploid (2n) menjadi haploid (n) berada pada saat
spermatosit primer membelah menjadi spermatosit sekunder, inilah yang
dinamakan pembelahan secara miosis, sedangkan pembelahan mitosis hasil
pembelahannya tetap sama dengan induknya (diploid atau 2n). Hal ini sesuai
31
dengan pendapat Frandson (1996) bahwa spermatogenesis merupakan serangkaian
tahapan dalam pembentukan spermatozoa yang terdiri dari spermatogonia yang
jumlahnya bertambah secara mitosis (pembelahan sel yang menghasilkan anakan,
hasil pembelahan memiliki sel yang jumlah kromosom maupun gen sama dengan
induknya), spermatosit primer yang dihasilkan oleh spermatogonia yang
mengalami pembelahan miosis (pembelahan sel yang menghasilkan sel anakan
yang jumlah kromosom dan gen 0,5 dari sel induk), dua spermatosit sekunder
yang terbentuk dari masing-masing spermatosit primer terbagi secara mitosis
menjadi empat spermatid, dan masing-masing spermatid mengalami serangkaian
perubahan nucleus dan sitoplasma (sperrmiogenesis) dari sel yang bersifat non
motil menjadi sel motil (sel yang mampu bergerak) dengan membentuk flagellum
(ekor) untuk membentuk spermatozoa.
2.2. Sel Gamet Jantan
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut :
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Reproduksi Ternak, 2013.
http://planetsehat.com
Ilustrasi 7. Sel Gamet Jantan
Keterangan: 1. Membran plasma 2. Akrosom 3. Sentriol 4. Badan sperma 5. Ekor
32
2.2.1. Kepala dan leher sperma
Kepala sperma terdiri dari membran plasma, akrosom dan nukleus.
Membran plasma berfungsi untuk melindungi bagian dalam sperma. Akrosom
berfungsi untuk mensekresi enzim hyaluronidase dan akrosin, enzim ini yang
akan membantu sperma menembus ovum. Sedangkan nukleus berisi materi
genetik yang berfungsi untuk mengatur aktivitas sperma dan informasi genetik.
Hal ini sesuai dengan pendapat Campbell et al. (2004) bahwa akrosom merupakan
tudung bagian kepala sperma yang mengandung enzim untuk membantu sperma
menembus sel telur. Ditambahkan oleh Toelihere (1981) bahwa kepala sperma
terisi sepenuhnya dengan materi inti, chromosom, terdiri dari DNA yang
bersenyawa dengan protein. Informasi genetik yang dibawa oleh spermatozoa
diterjemahkan dan disimpan di dalam molekul DNA yang tersusun oleh banyak
nukleotida. Bagian leher terdapat mitokondria yang berfungsi sebagai sumber
energi bagi sperma. Toelihere (1981) memperkuat bahwa mitokondria
mengandung enzim-enzim yang berhubungan dengan metabolisme spermatozoa.
Plasmalogen yang terdapat dalam mitokondria berhubungan dengan gliserol.
Asam lemak ini dapat dioksidasi dan dijadikan sumber energi.
2.2.2. Ekor sperma
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa ekor sperma
dikelilingi oleh cincin yang terdiri dari 9 fibril yang pada akhirnya membentuk
suatu cilia dan flagelata, sehingga ekor sperma ini berfungsi sebagai alat
penggerak hingga sperma dapat mencapai ovum. Hal ini sesuai dengan pendapat
33
Toelihere (1981) bahwa inti ekor terdiri atas dua serabut sentral yang dikelilingi
oleh suatu cincin yang terdiri dari 9 fibril yang berjalan hingga akhirnya
membentuk suatu pola yang umum ditemukan pada cilia dan flagelata. Sepanjang
bagian utama fibril-fibril dibungkus oleh suatu selubung ekor fibrosa. Bagian
utama ekor mengandung sebagian besar mekanisme daya gerak spermatozoa.
Sperma tidak hidup dalam waktu yang lama, dan untuk membuatnya
bertahan hidup lebih lama yaitu dengan diawetkan dalam container dan disimpan
dalam kondisi 1000
C untuk membuat sperma dorman. Blakely dan Bade (1991)
menyatakan bahwa sperma yang disimpan dalam container yang suhu dalamnya
dipertahankan sangat rendah yaitu -194ºC dengan bantuan nitrogen cair. Satu
tangki yang dimanfaatkan untuk keperluan dilapangan dapat menyimpan 600 atau
1200 straw palstik yang berisi semen yang telah diproses yang telah diencer.
Apabila container penyimpanan itu diisi kembali dengan nitrogen cair tiap 60-90
hari maka cara simpan ini dapat mengawetkan semen untuk jangka waktu yang
tidak terbatas. Satu ampul atau straw plastik digunakan setiap kali inseminasi dan
masing-masing mengandung sedikitnya 10.000 sel seprma yang hidup.
34
2.3. Perbedaan Sperma pada Sapi, Kambing dan Ayam
Berdasarkan data praktikum diperoleh hasil sebagai berikut :
Sel sperma sapi Sel sperma kambing Sel sperma ayam
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
Ilustrasi 8. Gambar sel sperma jantan pada Sapi, Kambing, dan Ayam
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa
adanya perbedaan bentuk dan ukuran sperma dari masing-masing ternak. Pada
sapi ukuran kepala sperma lebih besar dibandingkan dengan sperma kambing dan
sperma ayam, dan juga panjang ekornya lebih panjang dan terlihat gerakannya
saat berada dalam mikroskop sedangkan pada ayam pergerakannya sangat cepat,
dan bentuk kepala sperma sapi berbentuk bulat dengan ukuran lebih besar
dibandingkan pada kambing dan ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere
(1981) yang menyatakan bahwa kepala spermatozoa berbentuk oval memanjang,
lebar, dan datar pada satu pandangan sempit pada pandanga lain dengan bagian
paling tebal pada pangkal yang melangsing ke apex yang tipis. Panjang dan lebar
kepala kira-kira 8,0 sampai 10,0 mikron kali 4,0 sampai 4,5 mikron pada sapi,
domba, dan babi. Sperma akan bertahan hidup hingga lama apabila ada proses
pembekuan dengan tambahan bahan pengencer. Hal ini sesuai dengan pendapat
35
Minitub dalam Suharyanti dan Hartono (2011) bahwa komposisi kimia bahan
pengencer Andromed tersusun dari beberapa bahan yang dibutuhkan oleh
spermatozoa selama proses pembekuan, diantaranya natrium dan kalium yang
berperan dalam menjaga integritas fungsional membran plasma spermatozoa.
Kalium juga perperan dalam menginduksi motilitas dan hiperaktivasi
spermatozoa, serta dapat memengaruhi daya tahan hidup spermatozoa.
2.4. Oogenesis
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa Oogenesis
merupakan proses pematangan ovum dalam ovarium. Hal ini sesuai dengan
pendapat Praseno et al. (2003) bahwa proses produksi ovum dinamakan oogenesis
dan fenomena oogenesis terdapat dalam follikuli ovari berbagai tahap, yang
terdapat pada korteks ovari. Pada tahap awal sel oogonium akan membelah secara
mitosis hingga menjadi oosit primer (2n) dan badan polar I, kemudian oosit
primer akan membelah secara miosis (n) dan menghasilkan oosit sekunder dan
badan polar II, selanjutnya oosit sekunder akan berkembang menjadi ootid (n).
Ootid ini akan mengalami proses pematangan hingga terbentuknya ovum. Hal ini
sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) bahwa dalam proses oogenesis terdapat
oogonium (diploid) memperbanyak diri dengan sangat cepat melalui pembelahan
mitosis berkali-kali, dan akhirnya berdeferensiasi menjadi oosit primer yang
masih diploid juga. Ooosit primer kemudian mengalami proses miosis I dan
menghasilkan 2 buah sel haploid yang masing-masing mengandung satu anggota
pasangan kromosom homolog dalam keadaan mengganda yaitu oosit sekunder
36
dan badan polar. Kemudian oosit sekunder mengalami miosis II hingga
memperoleh ootid dan badan polar II. Pada akhir miosis II akan diperoleh empat
buah sel haploid yang terdiri dari satu ovum dan dua badan polar.
2.5. Sel Gamet Betina
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut :
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Reproduksi Ternak, 2013.
http://nulisonline.wordpress.com
Ilustrasi 9. Sel Gamet Betina
Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5.
2.5.1. Ovum
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh bahwa Ovum
merupakan hasil dari proses oogenesis dari organ utama reproduksi betina yaitu
ovarium. Menurut pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa sel gamet
betia disebut juga sel telur, sel ini diproduksi didalam folikel yang terdapat
didalam ovarium. Sel telur berkembang seiring dengan perkembangan folikel.
Dibawah pengaruh hormone-hormon gonadotropin FSH dan LH, folikel-filkel
37
vesikuler bertumbuh dan berkembang. Perkembangan ini terjadi pada masa foetal,
paa waktu menjelang masa pubertas, dan selama masa kebuntingan. Menurut
Hardjopranjoto (1995) jumlah sel telur ovum dapat mencapai berjuta-juta namun
akan berkurang karena proses degenerasi.
2.5.2. Zona pellusida
Zona pellucida merupakan lapisan yang terdapat disekeliling ovum, zona
ini bertugas menyeleksi sperma yang akan masuk ke dalam ovum. Hal ini sesuai
dengan pendapat Toelihere (1981) bahwa zona pellusida yang merupakan suatu
selaput homogeny dan semi permeable, dan berfungsi meyeleksi sel sperma yang
baik.
2.5.2. Cumulus oophorus
Cumulus oophorus merupakan tonjolan-tonjolan kecil yang ada pada di
lapisan luar ovum. Hal ini sesuai dengan pendapat Junguiera dalam Kristanti
(2010) bahwa selama perkembangan folikel terjadi akumulasi dari cairan folikular
yang terlihat diantara sel-sel. Kavitas yang berisi cairan ini bergabung dan
akhirnya membentuk suatu cavum yaitu antrum. Folikel ini dinamakan secondary
(vesicular) follicles. Sel-sel membran granulosa lebih banyak pada satu tempat
tertentu dari dinding folikular, membentuk tonjolan-tonjolan kecil sel-sel yang
disebut cumulus ooporus yang terdapat oosit. Cumulus ooporus menonjol
kedalam antrum.
38
2.6. Tipe-Tipe Ovum
Berdasarkan data praktikum diperoleh hasil sebagai berikut :
Sel ovum tipe A Sel ovum tipe B
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Reproduksi Ternak, 2013.
Sumber :Data Primer PraktikumIlmu
Reproduksi Ternak, 2013.
Sel ovum tipe C Sel ovum tipe D
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Reproduksi Ternak, 2013.
Sumber : Data Primer Praktikum
Ilmu Reproduksi Ternak,
2013.
Ilustrasi 10. Gambar Sel Ovum tipe A, B, C dan D
Berdasarkan hasil foto sel ovum yang diamati didapatkan bahwa sel ovum
berada di dalam folikel-folikel kecil. Dalam hasil pengamatan di foto sel ovum
dapat dibedakan menjadi 4 tipe yaitu tipe A, B, C, dan D, dari masing-masing tipe
memiliki perbedaan, dan perbedaan tersebut terletak pada jumlah bolus-bolus
kecil yang disebut cumulus oophorus. Untuk tipe A jumlah cumulus oophorus
lebih dari 6 lapisan, tipe B 4 sampai 6 lapisan, tipe C 2 sampai 4 lapisan dan tipe
D kurang dari 2 lapisan. Semakin banyak tingkat lapisannya maka semakin baik
kualitasnya karena akan bermanfaat juga untuk seleksi sperma. Hal ini sesuai
39
dengan pendapat Toelihere (1981) bahwa pemecahan Folikel de Graft terjadi
sewaktu ovum dilepaskan dari ovarium yang disebut dengan ovulasi. Sebelum
ruptura folikel terjadi, ovum dibungkus oleh sel-sel folikuler, Cumulus Oophorus.
40
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1. Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum spermatogenesis adalah proses pembentukan
sperma. Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
kualitas dan kuantitas pakan, hormone dan kondisi lingkungan. Spermatogenesis
esensinya adalah pembentukan sel, dengan demikian kandungan protein atau asam
amino pakan merupakan hal sangat penting. Oogenesis merupakan proses
pematangan ovum didalam ovarium yang hanya dapat menghasilkan satu ovum
matang sekali waktu. Oogenesis terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap proliferasi,
tahap pertumbuhan dan tahap pematangan. Sel ovum dapat dibedakan menjadi 4
tipe yaitu tipe A, B, C, dan D, dari masing-masing tipe memiliki perbedaan, dan
perbedaan tersebut terletak pada jumlah bolus-bolus kecil yang disebut cumulus
oophorus. Untuk tipe A jumlah cumulus oophorus lebih dari 6 lapisan, tipe B 4
sampai 6 lapisan, tipe C 2 sampai 4 lapisan dan tipe D kurang dari 2 lapisan.
3.2. Saran
Praktikum ini harus dilakukan secara teliti agar dapat mengerti dan
memahami bagian-bagian dari sel gamet
41
DAFTAR PUSTAKA
Blakely, J and D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan Edisi Keempat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh B. Srigandono).
Campbell, Neil A. 2004. Biologi Jilid 3, Edisi ke 5. Erlangga. Jakarta.
Frandson. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi Keempat. Gadjah Mada
University Press. Penerjemah : Srigandono dan Koen Praseno.
Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University
Press, Surabaya.
Kristanti, A.N. 2010. Potensi Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica (L.)
Urban) Dosis Tinggi Sebagai Antifertilitas pada Mencit (Mus musculus)
Betina. Fakultas Sains dan Tekhnologi Universitas Islam Negri Maulana
Malik Ibrahim Malang, Skripsi.
Praseno, K., Isroli, dan B. Sudarmoyo. 2003. Fisiologi Ternak. Fakultas
Peternakan Program D3 Manajemen Usaha Peternakan. Semarang.
Suharyanti,S. dan M. Hartono. 2011. Preservasi dan kriopreservasi semen sapi
limousin dalam berbagai bahan pengencer. Jurnal Kedokteran Hewan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Vol 5 (2) : 53-58.
Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa,
Bandung (diterjemahkan oleh Fakultas Kedokteran Hewan, IPB).
Williamson and Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta. Penerjemah : Djiwa Darmadja dan
Ida Bagus Djagra.

More Related Content

What's hot

PPT PARASITOLOGI - PINJAL DAN KUTU
PPT PARASITOLOGI - PINJAL DAN KUTU PPT PARASITOLOGI - PINJAL DAN KUTU
PPT PARASITOLOGI - PINJAL DAN KUTU
Riskymessyana99
 
Mikroba rumen ruminansia
Mikroba rumen ruminansiaMikroba rumen ruminansia
Mikroba rumen ruminansia
Ramaiyulis Ramai
 
Laporan Praktikum 6 Identifikasi Burung
Laporan Praktikum 6 Identifikasi BurungLaporan Praktikum 6 Identifikasi Burung
Laporan Praktikum 6 Identifikasi Burung
Selly Noviyanty Yunus
 
Bab 7. Osteichthyes
Bab 7. Osteichthyes Bab 7. Osteichthyes
Bab 7. Osteichthyes
Nana Citra
 
TERMOREGULASI
TERMOREGULASITERMOREGULASI
TERMOREGULASI
REVINA SRI UTAMI,S.Pd
 
Biologi : aves
Biologi :   avesBiologi :   aves
Biologi : aves
IndriHutami
 
Avertebrata penyusun terumbu karang
Avertebrata penyusun terumbu karangAvertebrata penyusun terumbu karang
Avertebrata penyusun terumbu karang
Teguh Edogawa
 
Sistem indra pada hewan
Sistem indra pada hewanSistem indra pada hewan
Sistem indra pada hewanHafiza Maulita
 
Struktur Integumen Insecta
Struktur Integumen InsectaStruktur Integumen Insecta
Struktur Integumen Insecta
alias makayasa
 
contoh Proposal praktikum
contoh Proposal praktikumcontoh Proposal praktikum
contoh Proposal praktikum
Badi'atur Rohmah
 
Fisiologi serangga
Fisiologi seranggaFisiologi serangga
Fisiologi serangga
Jessy Damayanti
 
Reproduksi Hewan 1
Reproduksi Hewan 1Reproduksi Hewan 1
Reproduksi Hewan 1
lombkTBK
 
Laporan Praktikum 4 Identifikasi Reptil
Laporan Praktikum 4 Identifikasi ReptilLaporan Praktikum 4 Identifikasi Reptil
Laporan Praktikum 4 Identifikasi Reptil
Selly Noviyanty Yunus
 
Sejarah mikrobiologi
Sejarah mikrobiologiSejarah mikrobiologi
Sejarah mikrobiologi
Agnescia Sera
 
Hormon hormon reproduksi 2010
Hormon hormon reproduksi 2010Hormon hormon reproduksi 2010
Hormon hormon reproduksi 2010
udayana
 
MEKANISME PERNAPASAN BURUNG
MEKANISME PERNAPASAN BURUNGMEKANISME PERNAPASAN BURUNG
MEKANISME PERNAPASAN BURUNG
gitaatr
 
laporan produksi ternak unggas
laporan produksi ternak unggaslaporan produksi ternak unggas
laporan produksi ternak unggas
Nurul Afriyanti
 

What's hot (20)

Peredaran darah ikan
Peredaran darah ikanPeredaran darah ikan
Peredaran darah ikan
 
PPT PARASITOLOGI - PINJAL DAN KUTU
PPT PARASITOLOGI - PINJAL DAN KUTU PPT PARASITOLOGI - PINJAL DAN KUTU
PPT PARASITOLOGI - PINJAL DAN KUTU
 
Genetika bakteri
Genetika bakteriGenetika bakteri
Genetika bakteri
 
Mikroba rumen ruminansia
Mikroba rumen ruminansiaMikroba rumen ruminansia
Mikroba rumen ruminansia
 
Laporan Praktikum 6 Identifikasi Burung
Laporan Praktikum 6 Identifikasi BurungLaporan Praktikum 6 Identifikasi Burung
Laporan Praktikum 6 Identifikasi Burung
 
Bab 7. Osteichthyes
Bab 7. Osteichthyes Bab 7. Osteichthyes
Bab 7. Osteichthyes
 
TERMOREGULASI
TERMOREGULASITERMOREGULASI
TERMOREGULASI
 
Biologi : aves
Biologi :   avesBiologi :   aves
Biologi : aves
 
Avertebrata penyusun terumbu karang
Avertebrata penyusun terumbu karangAvertebrata penyusun terumbu karang
Avertebrata penyusun terumbu karang
 
Sistem indra pada hewan
Sistem indra pada hewanSistem indra pada hewan
Sistem indra pada hewan
 
Struktur Integumen Insecta
Struktur Integumen InsectaStruktur Integumen Insecta
Struktur Integumen Insecta
 
contoh Proposal praktikum
contoh Proposal praktikumcontoh Proposal praktikum
contoh Proposal praktikum
 
Fisiologi serangga
Fisiologi seranggaFisiologi serangga
Fisiologi serangga
 
Reproduksi Hewan 1
Reproduksi Hewan 1Reproduksi Hewan 1
Reproduksi Hewan 1
 
Laporan Praktikum 4 Identifikasi Reptil
Laporan Praktikum 4 Identifikasi ReptilLaporan Praktikum 4 Identifikasi Reptil
Laporan Praktikum 4 Identifikasi Reptil
 
Sejarah mikrobiologi
Sejarah mikrobiologiSejarah mikrobiologi
Sejarah mikrobiologi
 
Hormon hormon reproduksi 2010
Hormon hormon reproduksi 2010Hormon hormon reproduksi 2010
Hormon hormon reproduksi 2010
 
Pengenalan dan pengawetan kupu kupu
Pengenalan dan pengawetan kupu kupuPengenalan dan pengawetan kupu kupu
Pengenalan dan pengawetan kupu kupu
 
MEKANISME PERNAPASAN BURUNG
MEKANISME PERNAPASAN BURUNGMEKANISME PERNAPASAN BURUNG
MEKANISME PERNAPASAN BURUNG
 
laporan produksi ternak unggas
laporan produksi ternak unggaslaporan produksi ternak unggas
laporan produksi ternak unggas
 

Viewers also liked

11.reproduksi
11.reproduksi11.reproduksi
11.reproduksi
gusharya
 
Anatomi organ reproduksi ternak jantan
Anatomi organ reproduksi ternak jantanAnatomi organ reproduksi ternak jantan
Anatomi organ reproduksi ternak jantanJuaini Suhardani
 
X 1 reproduksi-hewan
X 1 reproduksi-hewanX 1 reproduksi-hewan
X 1 reproduksi-hewan
Darussalam Abinya Faizah Lz
 
pituitary hormones
 pituitary hormones pituitary hormones
pituitary hormones
rukiyanahbaru
 
Power point menstruasi kelas 9 SMP/MTsN
Power point menstruasi kelas 9 SMP/MTsNPower point menstruasi kelas 9 SMP/MTsN
Power point menstruasi kelas 9 SMP/MTsN
MTsN PASIR TALANG
 
Siklus menstruasi
Siklus menstruasiSiklus menstruasi
Siklus menstruasi
Nurul Jalilah
 
Teknologi Reproduksi Hewan
Teknologi Reproduksi HewanTeknologi Reproduksi Hewan
Teknologi Reproduksi Hewan
Riris Ros Lina
 
Otak
OtakOtak
Fertilisasi
FertilisasiFertilisasi
Fertilisasi
azhar wiranata
 
Gamet dan Fertilisasi
Gamet dan FertilisasiGamet dan Fertilisasi
Gamet dan Fertilisasi
Misterluthfi Ecrivain
 
Sherlyindahpuspitasari3425122223uasstrukturhewan 160413215726
Sherlyindahpuspitasari3425122223uasstrukturhewan 160413215726Sherlyindahpuspitasari3425122223uasstrukturhewan 160413215726
Sherlyindahpuspitasari3425122223uasstrukturhewan 160413215726
Gren Dark
 
Sistem Saraf pada Manusia
Sistem Saraf pada ManusiaSistem Saraf pada Manusia
Sistem Saraf pada Manusia
Hudaya Sumeri
 
Sel
SelSel
Bab iii sistim dan cara pemeliharaan
Bab iii sistim dan cara pemeliharaanBab iii sistim dan cara pemeliharaan
Bab iii sistim dan cara pemeliharaanRMontong
 
Presentasi sistem-reproduksi-manusia
Presentasi sistem-reproduksi-manusiaPresentasi sistem-reproduksi-manusia
Presentasi sistem-reproduksi-manusia
topler45
 
Ppt jamur
Ppt jamurPpt jamur
Ppt jamur
Sartini Hita
 
Bab v pemuliaan dan perkawinan
Bab v pemuliaan dan perkawinanBab v pemuliaan dan perkawinan
Bab v pemuliaan dan perkawinanRMontong
 
PENYAKIT REPRODUKSI TERNAK
PENYAKIT REPRODUKSI TERNAKPENYAKIT REPRODUKSI TERNAK
PENYAKIT REPRODUKSI TERNAKbibbanyumulek
 
13 jaringan
13 jaringan13 jaringan
13 jaringanbonils
 

Viewers also liked (20)

11.reproduksi
11.reproduksi11.reproduksi
11.reproduksi
 
Anatomi organ reproduksi ternak jantan
Anatomi organ reproduksi ternak jantanAnatomi organ reproduksi ternak jantan
Anatomi organ reproduksi ternak jantan
 
X 1 reproduksi-hewan
X 1 reproduksi-hewanX 1 reproduksi-hewan
X 1 reproduksi-hewan
 
pituitary hormones
 pituitary hormones pituitary hormones
pituitary hormones
 
Power point menstruasi kelas 9 SMP/MTsN
Power point menstruasi kelas 9 SMP/MTsNPower point menstruasi kelas 9 SMP/MTsN
Power point menstruasi kelas 9 SMP/MTsN
 
Siklus menstruasi
Siklus menstruasiSiklus menstruasi
Siklus menstruasi
 
Teknologi Reproduksi Hewan
Teknologi Reproduksi HewanTeknologi Reproduksi Hewan
Teknologi Reproduksi Hewan
 
Otak
OtakOtak
Otak
 
Fertilisasi
FertilisasiFertilisasi
Fertilisasi
 
Gamet dan Fertilisasi
Gamet dan FertilisasiGamet dan Fertilisasi
Gamet dan Fertilisasi
 
Sherlyindahpuspitasari3425122223uasstrukturhewan 160413215726
Sherlyindahpuspitasari3425122223uasstrukturhewan 160413215726Sherlyindahpuspitasari3425122223uasstrukturhewan 160413215726
Sherlyindahpuspitasari3425122223uasstrukturhewan 160413215726
 
Sistem Saraf pada Manusia
Sistem Saraf pada ManusiaSistem Saraf pada Manusia
Sistem Saraf pada Manusia
 
Sel
SelSel
Sel
 
Bab iii sistim dan cara pemeliharaan
Bab iii sistim dan cara pemeliharaanBab iii sistim dan cara pemeliharaan
Bab iii sistim dan cara pemeliharaan
 
Presentasi sistem-reproduksi-manusia
Presentasi sistem-reproduksi-manusiaPresentasi sistem-reproduksi-manusia
Presentasi sistem-reproduksi-manusia
 
Ppt jamur
Ppt jamurPpt jamur
Ppt jamur
 
Bab v pemuliaan dan perkawinan
Bab v pemuliaan dan perkawinanBab v pemuliaan dan perkawinan
Bab v pemuliaan dan perkawinan
 
PENYAKIT REPRODUKSI TERNAK
PENYAKIT REPRODUKSI TERNAKPENYAKIT REPRODUKSI TERNAK
PENYAKIT REPRODUKSI TERNAK
 
13 jaringan
13 jaringan13 jaringan
13 jaringan
 
Fisiologi sistem endokrin
Fisiologi sistem endokrinFisiologi sistem endokrin
Fisiologi sistem endokrin
 

Similar to ILMU REPRODUKSI TERNAK

187905914-MAKALAH-HIPOTALAMUS.docx
187905914-MAKALAH-HIPOTALAMUS.docx187905914-MAKALAH-HIPOTALAMUS.docx
187905914-MAKALAH-HIPOTALAMUS.docx
widarma atmaja i komang
 
Sistem Endokrin
Sistem EndokrinSistem Endokrin
Sistem Endokrin
Rizal M Suhardi
 
Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin
Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin
Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin
pjj_kemenkes
 
Hormon
HormonHormon
Hormon
REISA Class
 
HORMON.pptx
HORMON.pptxHORMON.pptx
HORMON.pptx
ELYSAPUTRI4
 
Power Point Hormon - Struktur dan Fungsi Biomolekul
Power Point Hormon - Struktur dan Fungsi BiomolekulPower Point Hormon - Struktur dan Fungsi Biomolekul
Power Point Hormon - Struktur dan Fungsi Biomolekul
pure chems
 
ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA (SISTEM ENDOKRIN)
ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA (SISTEM ENDOKRIN)ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA (SISTEM ENDOKRIN)
ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA (SISTEM ENDOKRIN)
RizkiPrasetio2
 
Endrokinologi Hewan.pptx
Endrokinologi Hewan.pptxEndrokinologi Hewan.pptx
Endrokinologi Hewan.pptx
natalia615179
 
Makalah sistem endokrinologi
Makalah sistem  endokrinologiMakalah sistem  endokrinologi
Makalah sistem endokrinologi
Sentra Komputer dan Foto Copy
 
KELOMPOK 6 (MEKANISME SISTEM HORMON).ppt
KELOMPOK 6 (MEKANISME SISTEM HORMON).pptKELOMPOK 6 (MEKANISME SISTEM HORMON).ppt
KELOMPOK 6 (MEKANISME SISTEM HORMON).ppt
arindanurcahyani1
 
Pjm3106.n4
Pjm3106.n4Pjm3106.n4
Pjm3106.n4
Ahmad Imran Md Isa
 
Biologi pelajaran biologi mengenai biologi
Biologi pelajaran biologi mengenai biologiBiologi pelajaran biologi mengenai biologi
Biologi pelajaran biologi mengenai biologi
ChildrenLondon
 
Anfis endokrin
Anfis endokrinAnfis endokrin
Anfis endokrin
materi-x2
 
Modul 1 kb 5
Modul 1 kb 5Modul 1 kb 5
Modul 1 kb 5
Uwes Chaeruman
 
Sistem endokrin
Sistem endokrinSistem endokrin
Sistem endokrin
Julianti Silaen
 
fungsi-neuroendokrin
fungsi-neuroendokrinfungsi-neuroendokrin
fungsi-neuroendokrin
Ramadhani Rahayu
 
Sistem endokrin AKPER PEMKAB MUNA
Sistem endokrin AKPER PEMKAB MUNA Sistem endokrin AKPER PEMKAB MUNA
Sistem endokrin AKPER PEMKAB MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 

Similar to ILMU REPRODUKSI TERNAK (20)

187905914-MAKALAH-HIPOTALAMUS.docx
187905914-MAKALAH-HIPOTALAMUS.docx187905914-MAKALAH-HIPOTALAMUS.docx
187905914-MAKALAH-HIPOTALAMUS.docx
 
Sistem Endokrin
Sistem EndokrinSistem Endokrin
Sistem Endokrin
 
Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin
Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin
Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin
 
Hormon
HormonHormon
Hormon
 
HORMON.pptx
HORMON.pptxHORMON.pptx
HORMON.pptx
 
Power Point Hormon - Struktur dan Fungsi Biomolekul
Power Point Hormon - Struktur dan Fungsi BiomolekulPower Point Hormon - Struktur dan Fungsi Biomolekul
Power Point Hormon - Struktur dan Fungsi Biomolekul
 
ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA (SISTEM ENDOKRIN)
ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA (SISTEM ENDOKRIN)ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA (SISTEM ENDOKRIN)
ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA (SISTEM ENDOKRIN)
 
Endrokinologi Hewan.pptx
Endrokinologi Hewan.pptxEndrokinologi Hewan.pptx
Endrokinologi Hewan.pptx
 
Makalah sistem endokrinologi
Makalah sistem  endokrinologiMakalah sistem  endokrinologi
Makalah sistem endokrinologi
 
KELOMPOK 6 (MEKANISME SISTEM HORMON).ppt
KELOMPOK 6 (MEKANISME SISTEM HORMON).pptKELOMPOK 6 (MEKANISME SISTEM HORMON).ppt
KELOMPOK 6 (MEKANISME SISTEM HORMON).ppt
 
Pjm3106.n4
Pjm3106.n4Pjm3106.n4
Pjm3106.n4
 
Biologi pelajaran biologi mengenai biologi
Biologi pelajaran biologi mengenai biologiBiologi pelajaran biologi mengenai biologi
Biologi pelajaran biologi mengenai biologi
 
Anfis endokrin
Anfis endokrinAnfis endokrin
Anfis endokrin
 
Sistem endokrin
Sistem endokrinSistem endokrin
Sistem endokrin
 
Modul 1 kb 5
Modul 1 kb 5Modul 1 kb 5
Modul 1 kb 5
 
Sistem endokrin
Sistem endokrinSistem endokrin
Sistem endokrin
 
fungsi-neuroendokrin
fungsi-neuroendokrinfungsi-neuroendokrin
fungsi-neuroendokrin
 
Sistem endokrin AKPER PEMKAB MUNA
Sistem endokrin AKPER PEMKAB MUNA Sistem endokrin AKPER PEMKAB MUNA
Sistem endokrin AKPER PEMKAB MUNA
 
Sistem endokrin AKPER PEMKAB MUNA
Sistem endokrin AKPER PEMKAB MUNA Sistem endokrin AKPER PEMKAB MUNA
Sistem endokrin AKPER PEMKAB MUNA
 
Sistem endokrin
Sistem endokrinSistem endokrin
Sistem endokrin
 

More from Ilmianisa Azizah

LAPORAN ILMU KESEHATAN TERNpict
LAPORAN ILMU KESEHATAN TERNpictLAPORAN ILMU KESEHATAN TERNpict
LAPORAN ILMU KESEHATAN TERNpictIlmianisa Azizah
 
Review Manajemen ternak unggas - Ayam Arab
Review Manajemen ternak unggas - Ayam ArabReview Manajemen ternak unggas - Ayam Arab
Review Manajemen ternak unggas - Ayam Arab
Ilmianisa Azizah
 
Makalah manajemen ternak unggas
Makalah manajemen ternak unggasMakalah manajemen ternak unggas
Makalah manajemen ternak unggasIlmianisa Azizah
 
"CHORD" More than words
"CHORD" More than words "CHORD" More than words
"CHORD" More than words
Ilmianisa Azizah
 
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
Ilmianisa Azizah
 
LAPORAN Produksi Ternak Potong dan Kerja
LAPORAN Produksi Ternak Potong dan KerjaLAPORAN Produksi Ternak Potong dan Kerja
LAPORAN Produksi Ternak Potong dan KerjaIlmianisa Azizah
 
Artikel peternakan
Artikel peternakanArtikel peternakan
Artikel peternakan
Ilmianisa Azizah
 
Mikrobiologi fermentasi pangan
Mikrobiologi fermentasi panganMikrobiologi fermentasi pangan
Mikrobiologi fermentasi pangan
Ilmianisa Azizah
 

More from Ilmianisa Azizah (8)

LAPORAN ILMU KESEHATAN TERNpict
LAPORAN ILMU KESEHATAN TERNpictLAPORAN ILMU KESEHATAN TERNpict
LAPORAN ILMU KESEHATAN TERNpict
 
Review Manajemen ternak unggas - Ayam Arab
Review Manajemen ternak unggas - Ayam ArabReview Manajemen ternak unggas - Ayam Arab
Review Manajemen ternak unggas - Ayam Arab
 
Makalah manajemen ternak unggas
Makalah manajemen ternak unggasMakalah manajemen ternak unggas
Makalah manajemen ternak unggas
 
"CHORD" More than words
"CHORD" More than words "CHORD" More than words
"CHORD" More than words
 
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
 
LAPORAN Produksi Ternak Potong dan Kerja
LAPORAN Produksi Ternak Potong dan KerjaLAPORAN Produksi Ternak Potong dan Kerja
LAPORAN Produksi Ternak Potong dan Kerja
 
Artikel peternakan
Artikel peternakanArtikel peternakan
Artikel peternakan
 
Mikrobiologi fermentasi pangan
Mikrobiologi fermentasi panganMikrobiologi fermentasi pangan
Mikrobiologi fermentasi pangan
 

Recently uploaded

Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
ahyani72
 
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul AjarPowerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
MashudiMashudi12
 
SINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIAN
SINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIANSINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIAN
SINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIAN
NanieIbrahim
 
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKANSAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
NURULNAHARIAHBINTIAH
 
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPALANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
Annisa Syahfitri
 
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdekaSOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
NiaTazmia2
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
indraayurestuw
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARUAKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
junaedikuluri1
 
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfRANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
junarpudin36
 
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Sosdiklihparmassdm
 
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Fathan Emran
 
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptxRENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
mukminbdk
 
PPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptx
PPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptxPPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptx
PPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptx
AqlanHaritsAlfarisi
 
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docxLaporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
RUBEN Mbiliyora
 
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs KonsekuensiAksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
sabir51
 
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
YongYongYong1
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
nasrudienaulia
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
fadlurrahman260903
 

Recently uploaded (20)

Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
 
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul AjarPowerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
 
SINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIAN
SINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIANSINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIAN
SINOPSIS, TEMA DAN PERSOALAN NOVEL MENITI IMPIAN
 
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKANSAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
 
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPALANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
 
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdekaSOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARUAKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
 
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfRANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
 
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
 
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
 
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptxRENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
 
PPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptx
PPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptxPPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptx
PPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptx
 
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docxLaporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
 
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs KonsekuensiAksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
 
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
 

ILMU REPRODUKSI TERNAK

  • 1. 1 BAB I MATERI DAN METODE Praktikum Kelenjar Endokrin dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 12 April 2013 pada pukul 13.00-15.00 WIB di Laboratorium Genetika, Pemuliaan dan Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 1.1. Materi Alat yang digunakan dalam praktikum Kelenjar Endokrin yaitu nampan yang berfungsi untuk tempat peletakkan kepala ayam, gergaji digunakan untuk membelah kepala ayam, pisau untuk memotong leher ayam dan alat tulis untuk menggambar kelenjar hipotalamus dan hipofisa, juga digunakan untuk menulis keterangan dan bagian yang ada di kepala ayam. Bahan yang digunakan untuk praktikum ini adalah kepala ayam, yang akan diamati kelenjar endokrinnya. 1.2. Metode Metode yang digunakan dalam praktikum Kelenjar Endokrin adalah meletakkan kepala ayam yang sebelumnya telah dicuci bersih. Kuliti kepala ayam dan menggergaji bagian tengah kepala ayam sampai bawah tetapi tidak sampai putus. Mengamati kelenjar hipotalamus dan hipofisa yang ada dibagian kepala, dan menggambar hasil pengamatan dalam buku praktikum.
  • 2. 2 BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1. Anatomi Kepala Ayam Berdasarkan hasil praktikum kelenjar endokrin, diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut : Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013. Ilustrasi 1. Kelenjar Endokrin Kepala Ayam Keterangan: (1). Hipotalamus (2). Ventrikel: a. Ventrikel I. b. Ventrikel II. c. Ventrikel III. d. Ventrikel IV (3). Hipofisa (4). Tulang sphenoid 2.1.1. Hipotalamus Hipotalamus adalah kelenjar endokrin yang menghasilkan Releasing Factor (RF) dan Inhibitor (IH) dari hormon LH dan FSH yang mempengaruhi aktivasi hormon tersebut pada sistem reproduksi ternak. Hipotalamus terletak pada bagian tengah bawah dari otak besar. Hipotalamus yang berfungsi sebagai pengatur atau mengotrol semua kerja hormon. Campbell et al. (2004) menyatakan 1 4 3 2a aa aa aa a 2d 2c 2b
  • 3. 3 bahwa hipotalamus terletak di didi inferior thalamus dan membentuk dasar serta bagian bawah sisi dinding ventrikel ketiga. Hipotalamus memproduksi hormon yang mengatur pelepasan atau inhibisi hormon kelenjar hipofis sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin. Hal ini diperkuat oleh Hernawati (2007) yang menyatakan bahwa hormon trofik adalah hormon perangsang thyroid (TSH), hormon perangsang folikel (FSH), hormon penguning (LH), hormon adenocortikotrofik (ACTH) yang merangsang korteks kelenjar adrenal untuk menghasilkan hormon glucocorticoid dan hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus (hypothalamic releasing hormone atau hypothalamic releasing factor). 2.1.2. Hipofisa Hipofisa atau hipofisis adalah cairan dalam tulang spenoid yang terdiri dari adenohipofisa dan neurohipofisa. Fungsi dari hipofisa adalah untuk mensekresikan berbagai macam hormon misalnya hormon hipofisa yang berfungsi untuk mensekesikan semua hormon-hormon reproduksi. Letak hipofisa adalah pada rongga tengah dalam tulang spenoid. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa hipofisa mensekresikan sejumlah besar hormon-hormon, beberapa diantaranya berhubungan langsung dengan reproduksi dan yang lain tidak langsung, disamping itu hormon-hormon lain seperti MSH (melanophore stimulating hormone) dan vasopressin juga disekresikan oleh kelenjar hipofisa. MSH mengatur sintesa dan penyebaran melanin sedangkan vasopressin mempengaruhi tekanan darah dan keseimbangan air dalam tubuh.
  • 4. 4 Campbell et al. (2004) menambahkan bahwa kelenjar hipofisis merupakan suatu kelenjar yang sangat penting pada hampir setiap fungsi tubuh. Kelenjar ini mengatur seluruh mekanisme yang dapat menyelamatkan keturunan makhluk hidup. 2.1.3. Ventrikel Lateral Ventrikel lateral terdiri dari ventrikel I dan II. Ventrikel 1 atau yang biasa disebut dengan otak besar berfungsi sebagai pusat pengatur pengelihatan dan penciuman.Ventrikel 2 atau otak tengah mempunyai fungsi sebagai pusat pengatur pendengaran dan perasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Japardi (2002) yang menyatakan bahwa Kedua ventrikel lateralis ini dihubungkan dengan ventrikel III melalui foramen Monroe (foramen intervertebrale). Muttaqim (2008) menyatakan bahwa ventrikel merupakan rangkaian dari 4 rongga yang saling menghubungkan dan dibatasi oleh ependimal (semacam sel epitel yang membatasi semua rongga otak dan medula spinalis dan mengandung CSS. Ventrikel 1 atau yang biasa di sebut dengan otak besar berfungsi sebagai pusat pengelihatan dan penciuman. Ventrikel 2 atau otak tengah mempunyai fungsi sebagai pusat pendengaran. 2.1.4. Ventrikel III Ventrikel 3 atau oblongata berfungsi sebagai pusat pengatur koordinasi. Ventrikel ketiga berhubungan dengan ventrikel keempat melalui saluran yang disebut akueduk sylvius, yang disebut akueduk serebral. Hal ini sesuai dengan pendapat Japardi (2002) yang menyatakan bahwa ventrikel III berhubungan
  • 5. 5 dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Muttaqim (2008) menyatakan bahwa Ventrikel III berfungsi sebagai pusat koordinasi. 2.1.5. Ventrikel IV Ventrikel 4 (otak kecil) berfungsi sebagai pusat pengatur keseimbangan. Ventrikel keempat terletak diantara serebelum dibagian atas, serta pons dan medula dibagian bawah, berhubungan dengan celah subaraknoid melalui foramen magendia dan luschka. Hal ini sesuai dengan pendapat Muttaqim (2008) yang menyatakan bahwa Ventrikel 4 atau otak kecil berfungsi sebagai pusat keseimbangan. Menurut Musana (2010) ventrikel 4 terletak diantara brainstern dan cereblum pada dorsal medulla oblongata.
  • 6. 6 2.2. Mekanisme Timbal Balik Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil sebagai berikut : Hipotalamus Hipofisa Feedback Positif Adenohipofisa Neurohipofisa Feedback Negatif FSH LH Folikel Folikel de Graff Corpus Lutheum Estrogen Ovulasi Progesteron Estrus Ovum Fertilisasi Bunting Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013. Ilustrasi 2. Mekanisme Umpan Balik pada Ternak Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa mekanisme umpan balik dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu mekanisme umpan balik positif dan mekanisme umpan balik negatif. 2.2.1. Feedback mechanism positif Mekanisme umpan balik positif adalah mekanisme yang terjadi saat hormon sasaran naik dan hormon perangsang juga ikut naik, ternak terjadi ketika
  • 7. 7 hormon estrogen naik akibat pertumbuhan folikel untuk persiapan masa estrus, ketika hormon estrogen mengirim respon ke hipotalamus, hipotalamus melepaskan RF/RH FSH yang kemudian disekresi oleh hipofisa dan mengirimkannya ke adenohipofisa sehingga akan meningkatkan FSH yang akan mempengaruhi perkembangan folikel, peningkatan hormon FSH membuat hormon LH juga naik untuk menyeimbangkan. Sehingga ketika konsentrasi hormon estrogen naik, maka FSH naik, serta LH naik dengan sendirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Partodiharjo (1982) bahwa Umpan balik positif adalah LH (Luteinizing Hormone) yang ikut merangsang produksi estrogen,setelah kadar estrogen meninggi dalam darah produksi LH menjadi meningkat, LH akhirnya menyebabkan ovulasi. Praseno et al. (2003) menambahkan bahwa kontrol sekresi dengan mekanisme umpan balik positif salah satunya adalah sekresi hormon seks dimana keberadaannya harus tetap stabil di dalam tubuh hewan karena tanda- tanda seks sekunder harus tetap terpelihara selama hewan tersebut hidup, kehadiran hormon estrogen maupun endrokrin tetap stabil pada hewan betina dan jantan, tercapainya target regulasi hormon tersebut akan memacu sekresi hormon LH oleh hipofisis agar sekresi hormon estrogenik atau endrogenk tetap terpelihara, stabilitas tersebut mengakibatkan stabilitas tanda seks sekunder. 2.2.2 Feedback mechanism negatif Mekanisme umpan balik negatif adalah mekanisme yang terjadi ketika hormon sasaran naik tetapi hormon perangsang turun. Mekanisme umpan balik negatif terjadi setelah berkembangnya folikel menjadi folikel de Graaff. Folikel de
  • 8. 8 Graaff merupakan folikel yang matang dan siap untuk proses ovulasi. Proses ovulasi menghasilkan ovum, ketika ternak bunting maka hormon progesteron naik, ketika hormon progesteron naik maka ada proses penghantaran impuls ke hipotalamus. Hipotalamus menghasilkan IH-FSH yang menyebabkan turunnya sekresi FSH, selain menghasilkan IH-FSH hipotalamus juga menghasilkan IH-LH yang menyebabkan menurunnya sekresi LH. Menurut pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa pengaturan sekresi hormon-hormon sangat berbeda-beda dan dapat meliputi beberapa mekanisme, yang pertama adalah “ mekanisme umpan balik negatif ”, Negative feedback mechanism atau servo mechanism yang terutama meliputi hormon tropik dari kelenjar hipofisa dan hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar sasaran. Praseno et al. (2003) yang menyatakan sebagian besar sekresi hormon dikendalikan dengan mekanisme umpan balik negatif, selesainya atau tercapainya target regulasi suatu hormon merupakan inhibitor sekresi hormon tersebut.
  • 9. 9 BAB III SIMPULAN DAN SARAN 3.1. Simpulan Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa di dalam organ kepala ayam terdapat beberapa bagian yang berfungsi sebagai organ pengendali tubuh ternak. Pertama Ventrikel, kedua Hipotalamus, ketiga Hipofisa. Ventrikel I berfungsi sebagai pusat penglihatan dan penciuman. Ventrikel II berfungsi sebagai pusat pendengaran dan perasa. Ventrikel III berfungsi sebagai pusat koordinasi. Ventrikel IV berfungsi sebagai pusat keseimbangan. Hipotalamus yang berfungsi sebagai pengatur atau mengotrol semua kerja hormon. Hipofisa berfungsi untuk mensekresikan berbagai macam hormon. Mekanisme umpan balik dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu mekanisme umpan balik positif dan mekanisme umpan balik negatif. Mekanisme umpan balik positif adalah mekanisme yang terjadi saat hormon sasaran naik dan hormon perangsang juga ikut naik. Mekanisme umpan balik negatif adalah mekanisme yang terjadi ketika hormon sasaran naik tetapi hormon perangsang turun. 3.2. Saran Praktikum ini harus dilakukan secara teliti agar dapat mengerti dan memahami bagian-bagian dari kelenjar endokrin.
  • 10. 10 DAFTAR PUSTAKA Campbell, N.A., J.B. Reece., dan L.G. Mitchell. 2004. Biologi. Erlangga, Jakarta. Hernawati. 2007. Aspek fisiologis kelenjar endokrin. FMIPA UPI, Bandung. Japardi. I. 2002. Tumor Ventrikel. USU Digital library. Musana.D.K. 2010. Enchepalan dan Nern Cranialis. Yogyakarta. Presentasi Kuliah Pengantar 6 April 2010 Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Muttaqim, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistim Persyarafan. Salemba Medika, Jakarta. Partodihardjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta Praseno, K., Isroli, dan B. Sudarmoyo. 2003. Fisiologi Ternak. Universitas Diponegoro, Semarang. Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung.
  • 11. 11 BAB I MATERI DAN METODE Praktikum Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Ternak dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 19 April 2013 pada pukul 07.00-09.00 WIB di Laboratorium Genetika, Pemuliaan dan Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 1.2. Materi Alat yang digunakan dalam praktikum Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Ternak yaitu nampan yang berfungsi untuk tempat peletakkan organ reproduksi jantan dan betina baik itu organ reproduksi sapi, domba dan babi, dan alat tulis untuk menggambar organ reproduksi jantan dan betina, juga digunakan untuk menulis keterangan dan bagian yang ada pada organ reproduksi jantan dan betina. Bahan yang digunakan untuk praktikum ini adalah organ reproduksi jantan ternak sapi dan babi, dan organ reproduksi betina ternak sapi, domba dan babi. 1.2. Metode Metode yang digunakan dalam praktikum Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Ternak adalah mengamati saluran reproduksi baik itu jantan dan betina pada ternak sapi, domba dan babi, menggambar hasil pengamatan dalam buku praktikum, menjelaskan letak serta fungsi saluran reproduksi pada ternak jantan maupun betina.
  • 12. 12 BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1. Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Jantan Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut : Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013. Sumber : Toelihere, 1981. Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013. Sumber : Toelihere, 1981. Ilustrasi 3. Anatomi Organ Reproduksi Jantan Keterangan : 1. Testis; 2. Epididimis; 3. Vas deferens; 4. Kelenjar asesories a.vesicularis, b. Prostata, c. Cowper; 5. Penis Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa anatomi organ reproduksi pada ternak jantan terdiri dari testis, epididimis, vas deferens, ampula, kelenjar aksesoris, uretra dan penis. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusuf (2012) bahwa sistem reproduksi jantan terdiri dari organ kelamin primer, sekunder, dan assesori. 1 2 3 4 5 2 1 4 4 2 3 1 5 2 4 3 1
  • 13. 13 Organ kelamin primer adalah testis yang berlokasi di dalam skrotum yang menggantung secara eksternal di daerah inguinal. Oran kelamin sekunder terdiri dari jaringan-jaringan duktus sebagai transportasi spermatozoa dari testis ke bagian luar, dan termasuk didalamnya duktus efferent, epididimis, vas deferentia, urethra dan penis. Sedangkan organ asesoris terdiri dari kelenjar prostat, seminal vesicles, dan kelenjar bulbourethral (cowper’s). Penis merupakan alat reproduksi bagian luar ternak yang berfungsi untuk pengeluaran urine dan peletakkan semen pada saluran reproduksi ternak betina. Menurut pendapat Blakely and Bade (1998) bahwa sistem reproduksi sapi jantan dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu testes yang juga disebut gonad, testikel atau organ primer, kelenjar kelamin sekunder atau kelenjar aksesoris dan organ kopulasi eksternal yaitu penis. 2.1.1. Testis Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa testis pada ternak jantan memiliki fungsi untuk menghasilkan hormone testosterone dan menghasilkan sel sperma.Testis berbentuk bulat, terbungkus oleh skrotum dan memiliki tekstur padat tetapi tidak keras. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa testes terletak didaerah prebubis dan terbungkus oleh skrotum, pada keadaan normal, kedua testis adalah besar dan berjumlah sepasang. Mempunyai konsistensi padat akan tetapi tidak keras dan dapat dengan bebas bergerak ke atas dan kebawah didalam skrotum. Ditambahkan oleh Blakely and Bade (1998) bahwa testes terletak didalam skrotum yang merupakan suatu struktur untuk mengatur panas didalamnya. Dalam perkembangan yang normal,
  • 14. 14 testis berfungsi dengan cara memproduksi sperma didalam tubulus konvolusi (saluran berkelok) yang sangat kecil yang membentuk keseluruhan struktur testis. Testis terbentuk karena adanya struktur tunika albugenia, septum testis, duktus fungsi, testis efferentis, caput epididimis, corpus epididimis, cauda epididimis, dan vas deferens. 2.1.2. Epididimis Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa fungsi dari epididimis adalah sebagai tempat penyimpanan spermatozoa, transportasi, konsentrasi sperma, maturasi, dan reabsorbsi). Menurut Toelihere (1981) epididimis merupakan suatu struktur memanjang yang bertaut rapat dengan testis. Mengandung ductus epididimis yang sangat berliku-liku dan panjang mencapai 40 meter pada jantan dewasa, kurang lebih 60 meter pada babi dan 80 meter pada kuda.Epididimis terdiri atas kepala, badan dan ekor. Selain itu epididimis memiliki fungsi utama sebagai transport, konsentrasi, maturasi dan penyimpana sperma. Ditambahkan oleh Blakely and Bade (1998) bahwa epididimis memiliki 4 fungsi yaitu pengangkutan, penyimpanan, pemasakan dan pengentalan (konsentrasi sperma). Struktur ini yang panjangnya diperkirakan sekitar 40 meter berperan untuk menyalurkan sperma dari testes ke kelenjar kelamin aksesoris. 2.1.3. Vas Deferens Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa vas deferens berfungsi sebagai alat transportasi spermatozoa. Mengalirkan sperma dari bagian ekor
  • 15. 15 epididimis kedalam ampula. Menurut pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa vas deferens mengangkut sperma dari ekor epididimis ke uretra, dindingnya mengandung otot-otot licin yang penting dalam mekanisasi pengangkutan semen waktu ejakulasi. Partodiharjo (1982) menambahkan bahwa vas deferens terlentang mulai dari ekor ductus epididimis sampai ke uretra, dindingnya tebal mengandung serabut-serabut urat daging licin, dan diameter lumennya 2 mm. 2.1.4. Kelenjar Asesories Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa Accessories gland / kelenjar asasories terdiri dari kelenjar vesikularis, kelenjar prostata, dan kelenjar cowper. Kelenjar Vesikularis, Kelenjar vesicular seminalis dapat bersekresi dengan mudah di post mortern dan merupakan suatu cairan keruh dan lengket. Sekresi tersebut mengandung protein, kalium, asam sitrat, fruktosa dan beberapa enzim. Toelihere (1981) menyatakan bahwa kelenjar vesikularis terdapat sepasang pada sapi jantan, lobulasinya berada didalam lipatan-lipatan urogenital lateral dari ampula. Kelenjar-kelenjar vesiculares berbeda-beda dalam ukuran dan lobulasi antara individu hewan. Pada sapi kelenjar tersebut berukuran panjang 10 sampai 15 cm dan diameter 2 sampai 4 cm. Saluran sekretori dari lobuli membentuk satu saluran ekskretoris utama yang terletak pada pertengahan kelenjar dan membentang ke kaudal dibawah kelenjar prostata. Setiap saluran ekskretoris bersatu dengan vas deferens pada jalan keluarnya ke uretra membentuk dua ostia ejaculatoria. Hubungan anatomik antara ampula dan
  • 16. 16 kelenjar vesiculares berbeda-beda antara individu dalam bangsa hewan yang sama. Rianto dan Purbowati (2009) menambahakan bahwa kelenjar vesikularis jumlahnya sepasang, jelas lobulasinya dan berada didalam lipatan lateral ampula. Kelenjar Prostat, Kelenjar prostat berfungsi sebagai kontribusi cairan dan ion anorganik terhadap semen. Sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) Kelenjar prostate sapi mengelilingi uretra dan terdiri dari dua bagian yaitu badan prostat (corpus prostatae) dan prostate disseminate atau prostate yang cryptic (pars disseminate prostatae). Badan prostate berukuran lebar 2,5 sampai 4 cm dan tebal 1,0 sampai 1,5 cm. Pars disseminata mengelilingi uretra pelvis. Ditambahkan oleh Partodiharjo (1982) yang menyatakan bahwa Kelenjar prostate merupakan sumber anta glutinin. Kelenjar ini menghasilkan cairan yang mengandung mineral yang berkadar tinggi. Kelenjar Cowper, Kelenjar cowper terletak di sepanjang urethra, terdiri dari 2 buah (sepasang), memiliki bentuk yang bundar, dan tebal. Fungsi kelenjar cowper adalah membersihkan dan menetralisir uretra dari bekas urin dan kotoran- kotoran lain sebelum ejakulasi berlangsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) bahwa kelenjar cowper terdapat sepasang, berbentuk bundar, kompak, berselubung tebal. Terletak di atas uretra dekat jalan keluarnya dari cavum pelvis. Ditambahkan Partodiharjo (1982) yang menyatakan bahwa kelenjar cowper mengeluarkan cairan yang disalurkan ke penis. Semua kelenjar accessoris bersifat apokrine, artinya sebagian dari isi sel sekretorisnya ikut keluar pada saat sel itu mengeluarkan eksresinya.
  • 17. 17 2.1.5. Urethra Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa urethra merupakan saluran yang menghubungkan antara ampula dengan penis. Tujuannya sebagai saluran eksretori urin dan semen. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusuf (2012) bahwa urethra adalah saluran tunggal yang memanjang dari persimpangan ampulla ke ujung penis. Ini berfungsi sebagai saluran ekskretoris baik urin maupun semen. 2.1.6. Penis Penis mempunyai tugas yaitu pengeluaran urin dan perletakan semen kedalam saluran reproduksi betina. Penis terdiri dari kepala, badan dan ekor yang berakhir pada gland penis. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa penis membentang kedepan dari arcus ishciadicus pelvis sampai ke daerah umbilicus pdaa dinding ventral perut. Penis ditunjang oleh vaskia dan kulit. Badan penis terdiri dari corpus cavernosum penis yang relatif besar diselaputi oleh suatu selubung fibrosa tebal berwarna putih, tunica albuginea. Tomaszeskwka et al. (1991) menambahkan bahwa penis bentuknya kurang lebih silinder pada semua spesies ternak. Penis memanjang kedepan dari ischial arch kedaerah umbilical pada dinding perut dan disokong oleh fascia penis dan kulit. Didepan skrotum, penis terletak didalam prepusium. Bagian ujung penis disebut glands penis yang terletak bebas didalam prepusium.
  • 18. 18 2.2. Perbedaan Organ Reproduksi jantan pada Sapi, Babi dan Domba Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut : Penis Sapi Penis Babi Penis Domba Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013. Ilustrasi 4. Perbedaan Organ Reproduksi Jantan pada Sapi, Babi, dan Domba Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa organ reproduksi jantan pada sapi dan babi memiliki perbedaan, perbedaan tersebut terletak pada bagian penis. Penis pada babi memiliki bentuk berkelok, bagian kepala agak runcing. Sedangkan pada penis sapi dan domba bentuknya tidak berkelok. Ukuran penis sapi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran penis babi, karena menyesuaikan bentuk vagina pada ternak betina. Menurut pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa ukuran penis babi yaitu sekitar 45-55 cm sedangkan ukuran penis sapi sekitar 15-35 cm. Tomaszewska et al. (1991) menambahkan bahwa penis sapi mempunyai lekukan berbentuk sigmoid dibagian belakang atas skrotum, sedangkan pada babi mempunyai lekukan sigmoid didepan skrotum. Lekukan sigmoid ini akan hilang dan berubah menjadi lurus apabila terjadi ereksi.
  • 19. 19 2.3. Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Betina Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil sebagai berikut : Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013. Sumber : Toelihere, 1981. Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013. Sumber : Toelihere, 1981. Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013. Sumber : Toelihere, 1981. Ilustrasi 5. Perbedaan Organ Reproduksi Betina Keterangan: 1. Ovarium; 2. Oviduct;3. Uterus; 4. Serviks; 5. Vagina; 6. Vulva 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
  • 20. 20 2.3.1. Ovarium Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa Ovarium berada di cavum abdominasi yang berfungsi sebagai organ eksokrin yang menghasilkan sel telur atau ovum, selain itu ovarium berfungsi untuk memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Menurut Partodihardjo (1982) yang menyatakan bahwa ovarium merupakan alat kelamin yang utama, ovarium menghasilkan telur oleh karena itu dalam bahasa Indonesia sering kali disebut induk telur. Indung telur atau ada pula yang memberi nama pangarang telur. Diperkuat oleh Hafez dalam Kusnandar (2001) bahwa ovarium merupakan organ reproduksi primer hewan betina yang mempunyai fungsi dasar yaitu sebagai organ eksokrin yang memproduksi sel telur dan sebagai organ endokrin yang memproduksi hormon kelamin betina yaitu hormon estrogen dan progesteron. Ovarium terdiri dari medulla dan cortex, dikelilingi oleh epitel kecambah dan pada umumnya bertambah berat 4-7 kali berat sewaktu lahir pada waktu hewan menjelang pubertas. Medulla ovary terdiri dari jaringan ikat fibrio elastic yang tidak teratur dan sistem syaraf serta pembuluh darah yang memasuki ovarium melalui hilus (pertautan antara ovarium dan mesovarium), cortex mengandung folikel-folikel ovary, bakat-bakat dan hasil akhirnya. Cortex merupakan tempat pembentuk ovum dan hormon. Hal ini sesuai dengan pendapat Partodihardjo (1982) bahwa ovarium digantung oleh alat penggantung mesovarium dan ligamentum utero ovarika. Pada sapi dan domba, ovarium berbentuk oval sedangkan pada babi ovarium berupa gumpalan anggur, folikel – folikel dan corpora lutea menutupi jaringan-jaringan ovarial dibawahnya, dan
  • 21. 21 hasil akhirnya Cortex merupakan tempat pembentuk ovum dan hormone. Menurut Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa bentuk dan ukuran ovarium pada ternak berbeda-beda menurut spesies dan siklus birahi. Menurut Hafez (1972) ovarium tidak seperti testis, tetap dalam rongga perut. Ini performans kedua eksokrin dan sebuah fungsi endokrin. Bentuk dan ukuran ovarium pada sapi dan domba ovarium ini berbentuk almond. Pada babi ovarium menyerupai sekelompok anggur, folikel nyata menonjol dan corpora lutea. 2.3.2. Oviduk Oviduk berfungsi sebagai alat transportasi antara gamet jantan dan betina (spermatozoa dan ovum), selain itu oviduk sebagai tempat fertilisasi. Menurut Toelihere (1981) menyatakan bahwa oviduk merupakan saluran kelamin paling anterior, kecil, berliku-liku, dan terasa keras seperti kawat terutama pada pangkalnya. Panjang dan derajat liku-likunya berbeda-beda menurut spesies. Antara ovarium dan oviduk terdapat suatu hubungan anatomik yang intim walaupun tidak bersambung dalam arti kata yang sebenarnya. Oviduk tergantung dalam mesosalpinx, oviduk dapat dibagi atas infundibulum dengan infimbriaenya, ampula dan istmus. Menurut Hafez (1993) yang menyatakan bahwa Oviduk sendiri terdiri dari tiga bagian yaitu infundibulum, ampula, dan isthmus. Pada masing-masing bagian memiliki keunikan tersendiri, seperti misalnya bagian infundibulum, bagian ujung infundibulum terdapat jumbai-jumbai yang disebut fimbria. Bagian isthmus dengan ampula dibatasi oleh suatu ampulari ismic
  • 22. 22 junction yang berperan dalam pembuahan, sedangkan batas antara isthmus dengan uterus adalah uteri tubal junction. 2.3.3. Uterus Uterus berfungsi untuk mempertahankan embrio, serta pertumbuhan embrio sampai masa kelahiran. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa uterus memiliki sejumlah fungsi. Sewaktu perkawinan kerja kontraksi uterus mempermudah pengangkutan sperma ke tuba falopii. Uterus sanggup menjalani perubahan-perubahan besar dalam ukuran struktur dan posisi agar dapat menampung kebutuhan konseptus yng bertumbuh. Uterus dan ovarium memiliki hubungan kerja timbal balik dimana corpus luteum merangsang uterus untuk menghasilkan suatu substansi dan sebaliknya melisiskan corpus luteum. Substansi luteolitik ini yang dibentuk oleh endometerium, adalah prostaglandin F2α yang berdifusi dari vena uterus langsung ke dalam arteri ovarim, jadi adanya uterus penting untuk regresi corpus luteum secara normal. Tomaszewska et al. (1991) menambahkan bahwa uterus terdriri atas bagian- bagian badan yang pendek 3-4 cm dan 2 cornua (tanduk) yang menggulung dengan panjang kira-kira 10 cm, kedua cornua kelihatannya agak lebih panjang. Uterus digambarkan terdiri dari indometrium yaitu mucosa dan sub mucosa, mio metrium/lapisan urat daging dan perimetrium/serosa yaitu sebuah membran yang terus menjadi ligamentum lebar.
  • 23. 23 2.3.4. Serviks Serviks berfungsi untuk menghindari kontaminasi mikroba terhadap uterus, penyimpanan sprerma yang telah masuk dan sebagai alat transportasi spermatozoa. Toelihere (1981) menyatakan bahwa serviks adalah suatu struktur berupa sphincter yang menonjol ke caudal kedalam vagina. Ia dikenal dari dindingnya yang tebal dan lumen yang merapat walaupun struktur servik yang berbeda antar ternak mamalia, dindingnya ditandai oleh berbagai penonjolan- penonjolan. Pada ruminansia penonjolan ini terdapat bentuk lereng transfersal dan saling menyilang disebut cincin anular. Tomaszewska et al. (1991) menambahkan bahwa mukosa pada serviks mempunyai epitel columnar tinggi dengan banyak sel goblet, mukosa ini menghasilkan musin. Lendir dari serviks menjadi lebih cair pada waktu birahi dan membentuk sumbatan selama bunting. Mukosa serviks terbentuk dari lipatan-lipatan melingkar (gelaang-gelang) sehingga membentuk legokan dalam sehingga kelihatan seperti kelenjar tetapi tidak terdapat kelenjar pada serviks. Fungsi serviks adalah menutp lumen uterus sehingga tak member kemungkinan untuk jasad miroskopik maupan makrokospik ke dalam uterus (Partodiharjo, 1982). 2.3.5. Vagina Vulva memiliki fungsi sebagai tempat kopulasi pada saat perkawinan dan sebagai saluran kelahiran. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa vagina merupakan organ kelamin betina dengan struktur selubung muscular yang terletak di dalam rongga dorsal dari vesika urinaria, dan
  • 24. 24 berfungsi sebagai alat kopulatoris dan sebagai tempat berlalu bagi foetus sewaktu.Vagina mempunyai kesanggupan berkembang yang cukup besar. Dinding vaginaterdiri dari mukosa, muskularis dan serosa. Ditambahkan oleh Tomaszewska et al. (1991) yang menyatakan bahwa vagina dan vestibula terletak dalam pelvis. Vagina dan vestibula terletak memanjang dari depan dari mulut serviks luar sampai kebelakang pada vulva. Vagina merupakan bagian dari saluran alat kelamin yang memanjang dari mulut serviks luar sampai tepat di bagian depan (cranial) dari munculnya ureter. Vagina terbagi atas bagian vestibulum yaitu bagian kesebelah luar yang berhubungan dengan vulva dan portio vaginalis cervicis yaitu bagian kesebelah serviks bats dari kedua bagian itu ialah tepat ke cranial, daripada munculnya uretra. Jadi muara uretra itu ikut vertibulum vagina (Partodiharjo, 1982). 2.3.6. Vulva Berdasarkan pengamatan diperoleh hasil bahwa didalam vulva terdapat klitoris yang akan bereaksi pada waktu kopulsi, bagian luar organ reproduksi betina. Menurt pendapat Toelihere (1981) bahwa labia atau vulva secara normal selalu berdampingan tidak menganga dan lubang vulva terletak tegak luru terhadap lantai pelvis. Dinding labia majora banyak mengandung kelenjar- kelenjar sebaseus dan tubuler, deposit-deposit lemak, jaringan elastik dan selapis tipis otot licin yang mempunyai struktur permukaan luar yang sama seperti kulit. Ditambahkan oleh Tomaszewska et al. (1991) yang menyatakan bahwa labia vulva ditutupi oleh bulu-bulu yang jarang dan menjaga lubang luar saluran
  • 25. 25 reproduksi. Labia dan again sentral tepat di sebelah dalam lubang luar ureter terdapat klistoris (homolog dengan penis pada jantan). Klistoris kecil tapi mempnyai krura seperti halnya pada jantan, dan akan bereksi pada waktu kopulasi. 2.4. Perbedaan Anatomi Organ Reproduksi Ternak Betina Pada Sapi, Domba dan Babi Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut : Ovarium Sapi Ovarium Domba Ovarium Babi Ilustrasi 6. Perbedaan Anatomi Organ Reproduksi Betina pada Sapi, Domba, dan Babi Berdasarkan hasil pengamatan anatomi organ reproduksi betina pada sapi dan babi diperoleh hasil bahwa pada ukuran organ reproduksi betina pada sapi lebih kecil dari pada ukuran organ reproduksi pada babi. Ovarium babi berkelok- kelok sedangkan pada sapi dan domba tidak berkelok-kelok.Babi memiliki ovarium berkelok-kelok karena memiliki folikel yang banyak. Sedangkan pada Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013.
  • 26. 26 sapi hanya memiliki satu folikel. Serviks pada sapi tidak terlalu kuat dan tebal karena hanya dapat menghasilkan satu anak, sedangkan pada babi memiliki serviks yang tebal dan kuat karena dapat memiliki jumlah anak yang banyak.Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa bentuk dan ukuran ovarium berbeda-beda menurut spesies dan siklus birahi pada sapi dan domba ovarium berbentuk oval, sedangkan pada babi ovarium bagaikan setangkai buah anggur karena banyaknya folikel corpora lutea. Menurut Hafez (1972) Sapi dan domba memiliki tipe uterus bipartitus. Dangkal tubuh rahim pada sapi dan domba tampak lebih besar daripada sebenarnya bisa karena bagian-bagian ekor dari tanduk terikat bersama oleh ligamentum intercounal. Pada ruminansia, tanduk uterus secara khusus berkembang dengan baik karena ini adalah di mana janin berada. Bentuk serviks pada sapi dan domba yaitu berbentuk spiral. Pada sapi, spiral ini berbentuk seperti cincin dan terdiri dari empat buah.Sedangkan pada Babi bentuknya seperti pembuka botol (setengah spiral).
  • 27. 27 BAB III SIMPULAN DAN SARAN 3.1 Simpulan Organ reproduksi ternak jantan meliputi testis, epididimis, vas deferens, ampula, kelenjar aksesoris, uretra dan penis. Anatomi organ reproduksi betina pada sapi dan babi pada ukuran organ reproduksi betina pada sapi lebih kecil dari pada ukuran organ reproduksi pada babi. Ovarium babi berkelok-kelok sedangkan pada sapi dan domba tidak berkelok-kelok. Babi memiliki ovarium berkelok- kelok karena memiliki folikel yang banyak.Sedangkan pada sapi hanya memiliki satu folikel. Serviks pada sapi tidak terlalu kuat dan tebal karena hanya dapat menghasilkan satu anak, sedangkan pada babi memiliki serviks yang tebal dan kuat karena dapat memiliki jumlah anak yang banyak. 3.2 Saran Praktikum ini harus dilakukan secara teliti agar dapat mengerti dan memahami bagian-bagian dari anatomi dan fisiologi organ reproduksi.
  • 28. 28 DAFTAR PUSTAKA Blakely, J. and Bade, D. 1998. Ilmu Peternakan Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. E.S.E.Hafez. 1972. Reproduction in Farm Animal (second edition). Washington State University Pullman, Washington. Kusnandar, D. 2001. Morfologi dan Struktur Fungsional Ovarium Kambing serta Kualitas Oosit pada Saru Periode Siklus Estrus. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Partodihardjo,S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta. Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung (diterjemahkan oleh Fakultas Kedokteran Hewan, IPB). Tomaszewska, M.W., I.K. Sutama., I.G. Putu., dan T.D. Chaniago. 1991. Reproduksi, Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yusuf, M. 2012. Ilmu Reproduksi Ternak. Universitas Hasanudin, Makasar.
  • 29. 29 BAB I MATERI DAN METODE Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak dengan materi Sel Gamet dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 26 april 2013 pukul 07.00 - 09.00 WIB di Laboratorium Genetika, Pemuliaan dan Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang. 1.1. Materi Alat yang digunakan adalah mikroskop untuk mengamati sel spermatozoa, kaca preparat digunakan untuk tempat pengamatan sel spermatozoa dan alat tulis untuk menggambar sel spermatozoa. Sedangkan bahan yang digunakan adalah semen beku untuk diamati sel spermatozoa. 1.2. Metode Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah mengambil semen beku dari container, mencairkan kedalam air bersuhu 27°C selama 29 detik, mengambil dengan menggunakan pinset, menempatkan ke dalam tabung reaksi, menyiapkan sel spermatozoa, menempatkannya diatas kaca preparat, diamati dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000x.
  • 30. 30 BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1. Spermatogenesis Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa spermatogenesis merupakan proses pembentukan sperma yang ada pada ternak. Spermatogenesis diawali dari spermatogonium mengalami pembelahan mitosis menjadi spermatosit primer. Selanjutnya, Spermatosit primer mengalami pembelahan meiosis menjadi spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder kemudian akan mengalami pembelahan secara meiosis sehingga menjadi spermatid. Spermatid akan mengalami proses maturasi (pematangan) dan pada akhirnya akan menjadi sperma. Hal ini sesuai dengan pendapat Praseno et al. (2003) yang menyatakan bahwa spermatogenesis merupakan proses diferensiasi spermatogonium sehingga dihasilkan sel spermatozoon. Proses diferensiasi ini terjadi dalam tubulus contortus seminiferus, bersifat hormonal dan melalui beberapa tahap yaitu tahap prolirefatif, tahap pertumbuhan dan tahap metamorphosis. Ditambahkan oleh Toelihere (1981) bahwa selama proses diferensiasi tersebut jumlah kromosom direduksi dari haploid (2n) menjadi haploid (n) pada setiap sel. Proses pembelahan dari diploid (2n) menjadi haploid (n) berada pada saat spermatosit primer membelah menjadi spermatosit sekunder, inilah yang dinamakan pembelahan secara miosis, sedangkan pembelahan mitosis hasil pembelahannya tetap sama dengan induknya (diploid atau 2n). Hal ini sesuai
  • 31. 31 dengan pendapat Frandson (1996) bahwa spermatogenesis merupakan serangkaian tahapan dalam pembentukan spermatozoa yang terdiri dari spermatogonia yang jumlahnya bertambah secara mitosis (pembelahan sel yang menghasilkan anakan, hasil pembelahan memiliki sel yang jumlah kromosom maupun gen sama dengan induknya), spermatosit primer yang dihasilkan oleh spermatogonia yang mengalami pembelahan miosis (pembelahan sel yang menghasilkan sel anakan yang jumlah kromosom dan gen 0,5 dari sel induk), dua spermatosit sekunder yang terbentuk dari masing-masing spermatosit primer terbagi secara mitosis menjadi empat spermatid, dan masing-masing spermatid mengalami serangkaian perubahan nucleus dan sitoplasma (sperrmiogenesis) dari sel yang bersifat non motil menjadi sel motil (sel yang mampu bergerak) dengan membentuk flagellum (ekor) untuk membentuk spermatozoa. 2.2. Sel Gamet Jantan Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut : Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013. http://planetsehat.com Ilustrasi 7. Sel Gamet Jantan Keterangan: 1. Membran plasma 2. Akrosom 3. Sentriol 4. Badan sperma 5. Ekor
  • 32. 32 2.2.1. Kepala dan leher sperma Kepala sperma terdiri dari membran plasma, akrosom dan nukleus. Membran plasma berfungsi untuk melindungi bagian dalam sperma. Akrosom berfungsi untuk mensekresi enzim hyaluronidase dan akrosin, enzim ini yang akan membantu sperma menembus ovum. Sedangkan nukleus berisi materi genetik yang berfungsi untuk mengatur aktivitas sperma dan informasi genetik. Hal ini sesuai dengan pendapat Campbell et al. (2004) bahwa akrosom merupakan tudung bagian kepala sperma yang mengandung enzim untuk membantu sperma menembus sel telur. Ditambahkan oleh Toelihere (1981) bahwa kepala sperma terisi sepenuhnya dengan materi inti, chromosom, terdiri dari DNA yang bersenyawa dengan protein. Informasi genetik yang dibawa oleh spermatozoa diterjemahkan dan disimpan di dalam molekul DNA yang tersusun oleh banyak nukleotida. Bagian leher terdapat mitokondria yang berfungsi sebagai sumber energi bagi sperma. Toelihere (1981) memperkuat bahwa mitokondria mengandung enzim-enzim yang berhubungan dengan metabolisme spermatozoa. Plasmalogen yang terdapat dalam mitokondria berhubungan dengan gliserol. Asam lemak ini dapat dioksidasi dan dijadikan sumber energi. 2.2.2. Ekor sperma Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa ekor sperma dikelilingi oleh cincin yang terdiri dari 9 fibril yang pada akhirnya membentuk suatu cilia dan flagelata, sehingga ekor sperma ini berfungsi sebagai alat penggerak hingga sperma dapat mencapai ovum. Hal ini sesuai dengan pendapat
  • 33. 33 Toelihere (1981) bahwa inti ekor terdiri atas dua serabut sentral yang dikelilingi oleh suatu cincin yang terdiri dari 9 fibril yang berjalan hingga akhirnya membentuk suatu pola yang umum ditemukan pada cilia dan flagelata. Sepanjang bagian utama fibril-fibril dibungkus oleh suatu selubung ekor fibrosa. Bagian utama ekor mengandung sebagian besar mekanisme daya gerak spermatozoa. Sperma tidak hidup dalam waktu yang lama, dan untuk membuatnya bertahan hidup lebih lama yaitu dengan diawetkan dalam container dan disimpan dalam kondisi 1000 C untuk membuat sperma dorman. Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa sperma yang disimpan dalam container yang suhu dalamnya dipertahankan sangat rendah yaitu -194ºC dengan bantuan nitrogen cair. Satu tangki yang dimanfaatkan untuk keperluan dilapangan dapat menyimpan 600 atau 1200 straw palstik yang berisi semen yang telah diproses yang telah diencer. Apabila container penyimpanan itu diisi kembali dengan nitrogen cair tiap 60-90 hari maka cara simpan ini dapat mengawetkan semen untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Satu ampul atau straw plastik digunakan setiap kali inseminasi dan masing-masing mengandung sedikitnya 10.000 sel seprma yang hidup.
  • 34. 34 2.3. Perbedaan Sperma pada Sapi, Kambing dan Ayam Berdasarkan data praktikum diperoleh hasil sebagai berikut : Sel sperma sapi Sel sperma kambing Sel sperma ayam Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013. Ilustrasi 8. Gambar sel sperma jantan pada Sapi, Kambing, dan Ayam Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa adanya perbedaan bentuk dan ukuran sperma dari masing-masing ternak. Pada sapi ukuran kepala sperma lebih besar dibandingkan dengan sperma kambing dan sperma ayam, dan juga panjang ekornya lebih panjang dan terlihat gerakannya saat berada dalam mikroskop sedangkan pada ayam pergerakannya sangat cepat, dan bentuk kepala sperma sapi berbentuk bulat dengan ukuran lebih besar dibandingkan pada kambing dan ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa kepala spermatozoa berbentuk oval memanjang, lebar, dan datar pada satu pandangan sempit pada pandanga lain dengan bagian paling tebal pada pangkal yang melangsing ke apex yang tipis. Panjang dan lebar kepala kira-kira 8,0 sampai 10,0 mikron kali 4,0 sampai 4,5 mikron pada sapi, domba, dan babi. Sperma akan bertahan hidup hingga lama apabila ada proses pembekuan dengan tambahan bahan pengencer. Hal ini sesuai dengan pendapat
  • 35. 35 Minitub dalam Suharyanti dan Hartono (2011) bahwa komposisi kimia bahan pengencer Andromed tersusun dari beberapa bahan yang dibutuhkan oleh spermatozoa selama proses pembekuan, diantaranya natrium dan kalium yang berperan dalam menjaga integritas fungsional membran plasma spermatozoa. Kalium juga perperan dalam menginduksi motilitas dan hiperaktivasi spermatozoa, serta dapat memengaruhi daya tahan hidup spermatozoa. 2.4. Oogenesis Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa Oogenesis merupakan proses pematangan ovum dalam ovarium. Hal ini sesuai dengan pendapat Praseno et al. (2003) bahwa proses produksi ovum dinamakan oogenesis dan fenomena oogenesis terdapat dalam follikuli ovari berbagai tahap, yang terdapat pada korteks ovari. Pada tahap awal sel oogonium akan membelah secara mitosis hingga menjadi oosit primer (2n) dan badan polar I, kemudian oosit primer akan membelah secara miosis (n) dan menghasilkan oosit sekunder dan badan polar II, selanjutnya oosit sekunder akan berkembang menjadi ootid (n). Ootid ini akan mengalami proses pematangan hingga terbentuknya ovum. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) bahwa dalam proses oogenesis terdapat oogonium (diploid) memperbanyak diri dengan sangat cepat melalui pembelahan mitosis berkali-kali, dan akhirnya berdeferensiasi menjadi oosit primer yang masih diploid juga. Ooosit primer kemudian mengalami proses miosis I dan menghasilkan 2 buah sel haploid yang masing-masing mengandung satu anggota pasangan kromosom homolog dalam keadaan mengganda yaitu oosit sekunder
  • 36. 36 dan badan polar. Kemudian oosit sekunder mengalami miosis II hingga memperoleh ootid dan badan polar II. Pada akhir miosis II akan diperoleh empat buah sel haploid yang terdiri dari satu ovum dan dua badan polar. 2.5. Sel Gamet Betina Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut : Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013. http://nulisonline.wordpress.com Ilustrasi 9. Sel Gamet Betina Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 2.5.1. Ovum Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh bahwa Ovum merupakan hasil dari proses oogenesis dari organ utama reproduksi betina yaitu ovarium. Menurut pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa sel gamet betia disebut juga sel telur, sel ini diproduksi didalam folikel yang terdapat didalam ovarium. Sel telur berkembang seiring dengan perkembangan folikel. Dibawah pengaruh hormone-hormon gonadotropin FSH dan LH, folikel-filkel
  • 37. 37 vesikuler bertumbuh dan berkembang. Perkembangan ini terjadi pada masa foetal, paa waktu menjelang masa pubertas, dan selama masa kebuntingan. Menurut Hardjopranjoto (1995) jumlah sel telur ovum dapat mencapai berjuta-juta namun akan berkurang karena proses degenerasi. 2.5.2. Zona pellusida Zona pellucida merupakan lapisan yang terdapat disekeliling ovum, zona ini bertugas menyeleksi sperma yang akan masuk ke dalam ovum. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) bahwa zona pellusida yang merupakan suatu selaput homogeny dan semi permeable, dan berfungsi meyeleksi sel sperma yang baik. 2.5.2. Cumulus oophorus Cumulus oophorus merupakan tonjolan-tonjolan kecil yang ada pada di lapisan luar ovum. Hal ini sesuai dengan pendapat Junguiera dalam Kristanti (2010) bahwa selama perkembangan folikel terjadi akumulasi dari cairan folikular yang terlihat diantara sel-sel. Kavitas yang berisi cairan ini bergabung dan akhirnya membentuk suatu cavum yaitu antrum. Folikel ini dinamakan secondary (vesicular) follicles. Sel-sel membran granulosa lebih banyak pada satu tempat tertentu dari dinding folikular, membentuk tonjolan-tonjolan kecil sel-sel yang disebut cumulus ooporus yang terdapat oosit. Cumulus ooporus menonjol kedalam antrum.
  • 38. 38 2.6. Tipe-Tipe Ovum Berdasarkan data praktikum diperoleh hasil sebagai berikut : Sel ovum tipe A Sel ovum tipe B Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013. Sumber :Data Primer PraktikumIlmu Reproduksi Ternak, 2013. Sel ovum tipe C Sel ovum tipe D Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013. Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak, 2013. Ilustrasi 10. Gambar Sel Ovum tipe A, B, C dan D Berdasarkan hasil foto sel ovum yang diamati didapatkan bahwa sel ovum berada di dalam folikel-folikel kecil. Dalam hasil pengamatan di foto sel ovum dapat dibedakan menjadi 4 tipe yaitu tipe A, B, C, dan D, dari masing-masing tipe memiliki perbedaan, dan perbedaan tersebut terletak pada jumlah bolus-bolus kecil yang disebut cumulus oophorus. Untuk tipe A jumlah cumulus oophorus lebih dari 6 lapisan, tipe B 4 sampai 6 lapisan, tipe C 2 sampai 4 lapisan dan tipe D kurang dari 2 lapisan. Semakin banyak tingkat lapisannya maka semakin baik kualitasnya karena akan bermanfaat juga untuk seleksi sperma. Hal ini sesuai
  • 39. 39 dengan pendapat Toelihere (1981) bahwa pemecahan Folikel de Graft terjadi sewaktu ovum dilepaskan dari ovarium yang disebut dengan ovulasi. Sebelum ruptura folikel terjadi, ovum dibungkus oleh sel-sel folikuler, Cumulus Oophorus.
  • 40. 40 BAB III SIMPULAN DAN SARAN 3.1. Simpulan Berdasarkan hasil praktikum spermatogenesis adalah proses pembentukan sperma. Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kualitas dan kuantitas pakan, hormone dan kondisi lingkungan. Spermatogenesis esensinya adalah pembentukan sel, dengan demikian kandungan protein atau asam amino pakan merupakan hal sangat penting. Oogenesis merupakan proses pematangan ovum didalam ovarium yang hanya dapat menghasilkan satu ovum matang sekali waktu. Oogenesis terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap proliferasi, tahap pertumbuhan dan tahap pematangan. Sel ovum dapat dibedakan menjadi 4 tipe yaitu tipe A, B, C, dan D, dari masing-masing tipe memiliki perbedaan, dan perbedaan tersebut terletak pada jumlah bolus-bolus kecil yang disebut cumulus oophorus. Untuk tipe A jumlah cumulus oophorus lebih dari 6 lapisan, tipe B 4 sampai 6 lapisan, tipe C 2 sampai 4 lapisan dan tipe D kurang dari 2 lapisan. 3.2. Saran Praktikum ini harus dilakukan secara teliti agar dapat mengerti dan memahami bagian-bagian dari sel gamet
  • 41. 41 DAFTAR PUSTAKA Blakely, J and D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh B. Srigandono). Campbell, Neil A. 2004. Biologi Jilid 3, Edisi ke 5. Erlangga. Jakarta. Frandson. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press. Penerjemah : Srigandono dan Koen Praseno. Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press, Surabaya. Kristanti, A.N. 2010. Potensi Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Dosis Tinggi Sebagai Antifertilitas pada Mencit (Mus musculus) Betina. Fakultas Sains dan Tekhnologi Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim Malang, Skripsi. Praseno, K., Isroli, dan B. Sudarmoyo. 2003. Fisiologi Ternak. Fakultas Peternakan Program D3 Manajemen Usaha Peternakan. Semarang. Suharyanti,S. dan M. Hartono. 2011. Preservasi dan kriopreservasi semen sapi limousin dalam berbagai bahan pengencer. Jurnal Kedokteran Hewan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Vol 5 (2) : 53-58. Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung (diterjemahkan oleh Fakultas Kedokteran Hewan, IPB). Williamson and Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Penerjemah : Djiwa Darmadja dan Ida Bagus Djagra.