Dokumen tersebut membahas hukum pengangkutan laut di Indonesia, termasuk pengertian kapal dan ruang lingkup UU Pelayaran, jenis angkutan laut, perizinan usaha angkutan laut, status hukum kapal, keselamatan pelayaran, dan pengawasan terhadap kapal.
3. DASAR HUKUM UTAMA
UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (“UU
Pelayaran”)
UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (“UU
Penerbangan”)
UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (“UU
Perkeretaapian”)
UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (“UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”).
3
4. HUKUM PENGANGKUTAN LAUT
1. Pengertian Kapal
a. Pasal 309 (1) KUHD
… segala alat berlayar bagaimanapun disebutnya dan sifatnya.
b. Pasal 1 Angka 36 UU No. 17/2008 Tentang Pelayaran:
…. Kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang
digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya,
ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung
dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan
bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
… setiap kapal dianggap memuat alat “perlengkapan kapal” yaitu, semua
benda yang diperuntukkan tetap dipergunakan dengan kapal, tetapi
bukan merupakan bagian dari kapal.
4
5. Ruang Lingkup Berlakunya UU Pelayaran
Undang-Undang ini berlaku untuk:
1. semua kegiatan angkutan di perairan, kepelabuhanan,
keselamatan dan keamanan pelayaran, serta perlindungan
lingkungan maritim di perairan Indonesia;
2. semua kapal asing yang berlayar di perairan Indonesia;
dan
3. semua kapal berbendera Indonesia yang berada di luar
perairan Indonesia.
(Pasal 4 UU Pelayaran).
5
6. Jenis Angkutan Perairan
Jenis angkutan di perairan terdiri atas:
1. Angkutan laut; (dalam negeri, luar negeri, laut khusus;
dan pelayaran-rakyat).
2. Angkutan sungai dan danau; dan
3. Angkutan penyeberangan.
(Pasal 6 UU Pelayaran)
6
7. Usaha Jasa Angkutan Perairan
Usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan dapat
berupa:
1. Bongkar muat barang;
2. Jasa pengurusan transportasi;
3. Angkutan perairan pelabuhan;
4. Penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa
terkait dengan angkutan laut;
5. tally mandiri;
6. depo peti kemas;
7. pengelolaan kapal (ship management);
8. perantara jual beli dan/atau sewa kapal (ship broker);
9. keagenan Awak Kapal (ship manning agency);
10. keagenan kapal; dan
11. perawatan dan perbaikan kapal (ship repairing and
maintenance).
7
8. Perizinan Angkutan
Untuk melakukan kegiatan angkutan di perairan orang perseorangan
warga negara Indonesia atau badan usaha wajib memiliki izin usaha (Pasal
27 UU Pelayaran)
Untuk mendapatkan izin usaha angkutan laut badan usaha wajib memiliki
kapal berbendera Indonesia dengan ukuran sekurang-kurangnya GT 175
(seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage). (Pasal 29 Ayat 1 UU Pelayaran)
Orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha dapat
melakukan kerja sama dengan perusahaan angkutan laut asing atau badan
hukum asing atau warga negara asing dalam bentuk usaha patungan (joint
venture) dengan membentuk perusahaan angkutan laut yang memiliki
kapal berbendera Indonesia sekurangkurangnya 1 (satu) unit kapal dengan
ukuran GT 5000 (lima ribu Gross Tonnage) dan diawaki oleh awak
berkewarganegaraan Indonesia. (Pasal 29 Ayat 2 UU Pelayaran)
8
9. Status hukum kapal
Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui
proses:
a. pengukuran kapal (Pasal 155 UU No.17 Th 2008 -
surat ukur, tanda selar);
b. pendaftaran kapal (Pasal 158-akta pendaftaran,
tanda pendaftaran); dan
c. penetapan kebangsaan kapal (Pasal 163-surat
tanda kebangsaan kapal Indonesia).
9
10. 2. Pendaftaran Kapal :
a. Dasar hukum :
Ps. 314 KUHD:
kapal-kapal Indonesia yang ukurannya paling sedikit 20 kubik isi kotor (dead weight)
dapat didaftarkan di suatu daftar kapal sesuai dengan peraturan, dan dimiliki oleh WNI
atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum di Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia ………..
b. Arti penting pendaftaran :
1) Identitas kapal
2) Kebangsaan kapal (harus selalu dibawa saat berlayar)
3) Perobahan kedudukan hukum kapal dari benda bergerak menjadi benda tetap,
hal ini berkaitan dengan: pembebanan sebagai benda jaminan, persyaratan peralihan
kepemilikan, kelampauan waktu penuntutan. apa konsekuensinya ?
c. Syarat pendaftaran :
1) surat ukur kapal
2) surat jual-beli atau surat lain yang membuktikan hak milik atas kapal
3) pada seorang pegawai pembalik nama kapal (syahbandar)
10
11. d. Bukti Pendaftaran:
- minut (asli) dimasukkan dalam Daftar Kapal Indonesia, dan berfungsi sebagai hak milik kapal;
- tahun, nomer, tempat pendaftaran di-cap-kan pada tubuh kapal;
e. Pencoretan Pendaftaran :
e.1) Kapal musnah/disita,
2) Dlm wkt ttt tidak ada kabar ttg kapal,
3) Kapal dirucat/dibongkar,
4) Bukan lagi sebagai kapal berkebangsaan Indonesia.
3. Kebangsaan Kapal :
a. Arti Penting :
sebagai identitas kapal dan hanya kapal-kapal yang berkebangsaan Indonesia boleh melayari seluruh perairan Indonesia (asas cabotage).
b. Syarat :
1. Surat bukti pendaftaran, surat bukti kepemilikan
2. Mono nasionalitas
c. Gugurnya Kebangsaan:
1. Sama dengan kondisi “e” di atas,
2. Menerima kebangsaan lain pada saat masih berstatus kapal Indo.
11
12. Wujud surat bagi kapal/tanda kebangsaan
Surat laut : bagi kapal laut yang bruto > 500 m3 atau
175 GT (Gross Tonase)
Pas Kapal: - pas tahunan (kapal dengan bruto 20 -
500 m3); - pas kecil (bruto < 20m3)
Surat laut sementara: untuk 1x jalan, misal: baru
beli. Maks 1 th.
12
13. Surat-surat kapal
Pasal 347 KUHD
Certificate of registry/ surat tanda kebangsaan
Meetbrief
Seaworthy certificate
Monsterol
Bill of health
13
14. Keselamatan Pelayaran dan Larangan Pencemaran Laut
Keselamatan & keamanan Pelayaran
1. Pengertian: suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan
keamanan yg menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan
lingkungan maritim: kelaiklautan & kenavigasian ( atau segala daya upaya
untuk mengurangi atau meniadakan risiko terhadap jiwa dan harta benda
dalam mengarungi lautan).
2. Landasan Hukum :
a. Nasional :
a. 1) Schepen Ordonantie 1935 ( Ordonansi Kapal)
2) Schepen Verordening 1935 ( Peraturan Kapal)
3) Uitwatering Verordening 1935
4) Constructie Verordening Passagiers Schepen 1935
5) Petroleom Vervoer Ordonantie 1927
6) Pilgrims Ordonantie 1922
7) Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
14
15. 2. Landasan Hukum :
b. Internasional :
SOLAS 1960/1974, Rat: Kepres RI no 203/1966; no.65/1980
LOAD LINE CONVENTION 1966 Rat: Kepres RI 47/1976
SPECIAL TRADE AND PASSENGERS SHIPAGREEMENT 71/73 Rat. Kepres RI no
73/1972; no. 43/ 1976
INTERNATIONAL CONFERENCE ON REVISION OF THE
INTERNATIONAL REGULATIONS FOR PREVENTING COLLISION AT SEA 1972
Rat: Kepres RI no 50/1979
3. Kelaiklautan kapal:
Pasal 343 KUHD:
nakhoda diwajibkan mengikuti dengan teliti peraturan-peraturan yang lazim dan
peraturan peraturan yang ada untuk menjamin kelaikan mengarungi laut dan keamanan
kapal……………
15
16. Pasal 1 angka 33 UU No.17 Th 2008:
Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal
yang memenuhi persyaratan keselamatan
kapal, pencegahan pencemaran perairan dari
kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan,
kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan
penumpang, status hukum kapal, manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran
dari kapal, dan manajemen keamanan kapal
untuk berlayar di perairan tertentu.
16
17. Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang
memenuhi persyaratan material, konstruksi,
bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas,
tata susunan serta perlengkapan termasuk
perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik
kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah
dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
17
18. HIPOTIK ATAS KAPAL
Kapal yang telah didaftarkan dalam Daftar Kapal Indonesia dapat
dijadikan jaminan utang dengan pembebanan hipotek atas kapal.
Pembebanan hipotek atas kapal dilakukan dengan pembuatan akta
hipotek oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal di
tempat kapal didaftarkan dan dicatat dalam Daftar Induk Pendaftaran
Kapal.
Setiap akta hipotek diterbitkan 1 (satu) Grosse Akta Hipotek yang
diberikan kepada penerima hipotek, yang mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
18
19. S.T.P. 1971 : Srtfkt keselamatan kapal penumpang angkutan khusus.
SPACE STP 1973: Srtfkt ruangan kapal penumpang khusus.
CONVENTION ON CIVIL LIABILITY FOR OIL POLUTION DAMAGE 1969:
Srtfkt Dana Jaminan Ganti Rugi.
Sertifikat kesempurnaan (sebagai dasar pemberian Surat Ijin Berlayar) diberikan
setelah diadakan pemeriksaan dan memenuhi syarat:
1. Konstruksi Kapal – geladak, lambung timbul, tanki-tanki.
2. Nautis/Perlengkapan – alat penolong, navigasi, alat pemadam
kebakaran, peta-peta pelayaran.
3. Teknis – mesin induk/bantu, pompa-pompa, instalasi listrik,
mesin, pendingin.
4. Telephony/telegraphy – pesawat penerima/pemancar radio, antena, dsb.
5. Alat pencegahan pencemaran.
19
20. Sertifikat keselamatan
Pasal 126 UU No. 17 Th 2008 : Sertifikat
keselamatan terdiri atas:
a. sertifikat keselamatan kapal penumpang;
b. sertifikat keselamatan kapal barang; dan
c. sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal
penangkap ikan.
Keselamatan kapal ditentukan melalui pemeriksaan
dan pengujian.
20
21. Sertifikat keselamatan
Penjelasan Pasal 126 UU No. 17 Th 2008--Jenis-jenis
sertifikat keselamatan kapal barang sesuai dengan
SOLAS 1974 antara lain:
1. Sertifikat Keselamatan Kapal Barang;
2. Sertifikat Keselamatan Konstruksi Kapal Barang;
3. Sertifikat Keselamatan Perlengkapan Kapal Barang;
4. Sertifikat Keselamatan Radio Kapal Barang; dan
5. Sertifikat Pembebasan (sertifikat yang
memperbolehkan
bebas dari beberapa persyaratan yang harus dipenuhi).
21
22. Pembinaan & pengawasan
Pasal 5 UU Pelayaran: (1) Pelayaran dikuasai oleh
negara dan pembinaannya dilakukan oleh
Pemerintah.
(2) Pembinaan pelayaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. pengaturan;
b. pengendalian; dan
c. pengawasan.
22
23. PENGAWASAN :
PERSYARATAN PEMBANGUNAN KAPAL
PENILIKAN KAPAL
USIA PENGGUNAAN KAPAL s.d. 25 tahun
PEMELIHARAAN KAPAL: REGULER, SEWAKTU-WAKTU
PEMERINTAH :
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
DIRJEN PERHUBUNGAN LAUT
SYAHBANDAR
P.T. KLASIFIKASI INDONESIA
23
24. Pengangkutan: proses pemindahan penunpang
dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain
dgn mengunakan berbagai jenis alat pengangkut
mekanik yang diakui dan diatur undang-undang
sesuai bidang angkutan dan kemajuan teknologi;
Unsur-unsur pengangkutan:
Ada sesuatu yang diangkut;
Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutannya;
Ada tempat yang dapat dilalui alat angkut.
24
25. Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-
ciri:
Berdasarkan suatu perjanjian;
Kegiatan ekonomi di bidang jasa;
Berbentuk perusahaan;
Mengunakan alat angkut mekanik;
25
26. Peran penting transportasi terkait dengan aspek ekonomi
Berperan dalam ketersedian barang (availability of goods);
Stabilisasi dan penyamaan harga;
Penurunan harga (price reduction);
Meningkatkan nilai tanah (land value);
Terjadinya spealisasi antar wilayah (territorial division of
labour);lapangan pekerjaan
Berkembangnya usaha skala besar (large scale production);
Terjadinya urbanisasi dan konsentrasi produk
26
27. Perusahaan pelayaran
Wilayah operasi:
pelayaran lokal (1 propinsi, 1 pulau)
pelayaran pantai/nusantara/interinsuler/antar pulau
pelayaran rakyat (menggunakan kapal kecil, tidak ada
batasan ukuran minimal & seperti pelayaran nusantara).
Pelayaran samudera (Ocean going) jauh > 5000 mil;
dekat 2000 – 5000 mil
Sifatnya
Vastelijn (jurusan tetap) bila trayek menyimpang, bisa
dituntut
Tramp mengejar target, boleh menyimpang, biasanya
tarif lebih murah, sehingga sering terjadi persaingan
usaha.
27
28. RLS (Regular Liner Service)
Untuk mengurangi persaingan usaha dalam usaha
liner, diadakan conference (persekutuan diantara
para perusahaan liner):
Freight Conference : mengatur masalah tarif
angkutan samudera, pembagian alokasi muatan
diantara para anggota conference, persyaratan
perjanjian pengangkutan
Rate Agreement : hanya bekerja sama dalam hal-hal
penetapan tarif angkutan, syarat-syarat perjanjian
pengangkutan.
28
29. Keuntungan dari conference bagi masyarakat:
Tarif uang tambang (ongkos angkutan) yang
seragam dalam jangka waktu yang panjang,
sehingga memudahkan pengguna jasa membuat
kalkulasi perniagaannya.
Dengan adanya jadwal yang teratur memungkinkan
para pengusaha dan pedagang untuk mengatur
perkapalan dan persediaannya.
sisi negatif?
29
30. Prinsip-Prinsip TanggungJawab dalam
Hukum Pengangkutan
Prinsip Fault liability, liability based on fault
(Berdasarkan adanya unsur kesalahan)
seorang pengangkut dianggap selalu
bertanggungjawab untuk kerugian-kerugian yang
ditimbulkan pada pengankutan yang
diselenggarakan;
Pasal 1365 KUH Perdata
Pasal 143 UU No. 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan
30
31. Prinsip presumption of liability
Tergugat (pengangkut) dianggap bertanggungjawab atas
segala kerugian yang timbul, akan tetapi tergugat dapat
membebaskan tanggungjawab, apabila ia dapat
membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah:
Pasal 468 Ayat 2 KUHD tentang Pengangkutan Laut
Pasal 192 Ayat (1) dan 193 Ayat (1) UU Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
31
32. Prinsip TanggungJawab Mutlak (strict liability atau
absolute liability)
Tergugat (pengangkut) selalu bertanggungjawab
tanpa melihat ada atau tidaknya kesalahan atau tidak
melihat siapa yang bersalah
Pasal 141 Ayat (1) UU Penerbangan
32
33. Prinsip Presumption of non Liability
Tergugat (pengangkut) dianggap tidak memiliki
tanggungjawab—dalam arti terdapat pengecualian-
pengecualian dalam mempertanggungjawabkan
suatu kejadian atas benda dalam angkutan
Pasal 43 Ayat (1) huruf b UU Penerbangan
33
34. Prinsip Limitation of Liability
Tanggungjawab tergugat (pengangkut) terbatas sama
limit atau batasan tertentu;
34
35. TUGAS, WEWENANG, TANGGUNG JAWAB :
PENGUSAHA:
Pasal 321 KUHD :
(1) Pengusaha kapal bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan hukum, yang oleh
orang-orang pekerja dari kapal dilakukan dalam lingkungan pekerjaan masing-masing.
(2) Pengusaha kapal bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatan
melawan hukum dari orang-orang pekerja tersebut atau dari orang-orang yang di dalam
kapal itu melakukan pekerjaan untuk keperluan kapal atau muatannya, dengan syarat,
bahwa perbuatan melanggar hukum itu dilakukan dalam lingkungan pekerjaan masing-
masing.
Pasal 41 UU 17 Th 2008:
(1) Perusahaan pengangkutan di perairan (dianggap)bertanggung jawab atas akibat yang
ditimbulkan oleh pengoperasian kapalnya berupa :
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut,
b. musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut,
c. keterlambatan angkutan penumpang, dan atau barang yang diangkut,
d. kerugian pihak ketiga.
35
36. Pengawakan Kapal
Pasal 135 UU No. 17 Th 2008
Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau
dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau
operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal
sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam
buku sijil.
Nahkoda
ABK
36
37. Tugas, wewenang, tanggung jawab
nahkoda
Nakhoda kapal adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan
mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemimpin kapal adalah salah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan di atas kapal dan bertanggung
jawab atas keselamatan, keamanan dan ketertiban kapal, dan barang muatan yang menjadi kewajibannya.
Fungsi Nakhoda:
sebagai pemimpin kapal:
a. wni dengan lulus pendidikan formal,
b. wajib di atas kapal selama berlayar
c. wajib memperhatikan memelihara,memastikan kondisi kapal laik laut untuk berlayar,
d. menolak melayarkan,bila kapal tidak laik laut,
e. hak menyimpang dari route yang telah ditetapkan,
f. wajib menyelenggarakan buku harian Kapal,
g. mengenakan tindakan disipliner pada anak buah kapal
37
38. TUGAS, WEWENANG, TANGGUNG JAWAB :
Sebagai wakil Pengusaha:
a. menerima / menyerahkan barang untuk diangkut, menerima/menagih upah pengangkutan barang,
b. mewakili pengusaha di depan/di luar pengadilan,
c. meminjam uang, menjaminkan, menjual kapal, dalam keadaan mendesak,
d. mengambil tindakan yang perlu dalam hal terjadi keadaan yang luar biasa,
Sebagai Pejabat Penolong:
a. selaku Pejabat Pembuat Catatan Sipil,
b. selaku Notaris,
Sebagai Penegak Hukum:
meyidik, menyelidiki, memeriksa, menjatuhkan pidana pada siapapun yang melakukan tindak pidana di kapal.
mengambil tindakan terhadap setiap orang yang secara tidak sah berada di atas kapal.
38
39. Pembatasan kewenangan bagi Nakhoda:
1. Dilarang menerima barang untuk diangkut atas namanya sendiri,
2. Dilarang menyimpan, meminum minuman keras hingga mabuk,
3. Dilarang membawa barang2 ilegal utk kepentingan sendiri,
4. Dalam hal-hal tertentu wajib memperoleh persetujuan dari pengusaha kapal,
5. Tidak boleh mempekerjakan seseorang tanpa di masukkan kedalam sijil
(daftar ABK),
6. Dalam keadaan bahaya ia adalah orang terakhir yang meninggalkan kapal.
39
40. ANAK BUAH KAPAL:
ANAK BUAH KAPAL adalah Awak Kapal selain Nakhoda.
Kewajiban :
1. Dalam menjalankan dinas di atas kapal, wajib menurut perintah–perintah nakhoda secara cermat,
2. Dilarang meninggalkan kapal tanpa ijin nakhoda,
3. Kembali ke kapal pada waktunya,
4. Berperilaku tertib,
5. Berperilaku sopan dan layak pada siapapun termasuk penumpang,
6. Tidak boleh membawa minuman keras atau senjata, tanpa ijin nakhoda.
Hukuman:
1. Penundaan pembayaran gaji atau
2. Penahanan
3. Pemecatan (PHK)
40
42. PENGANTAR
AKHIR ABAD 19
42
1. Cargo Owners
2. Cargo Insurers
3. Banks
Imbalancy of
interest carriers
The Harter Act 1893,
USA
The Water Carriage of
Goods Act 1910, Canada.
The International Law Association
1921
The Hague Rules 1924
VISBY
RULES
1967/68
The BRUSSELS
PROTOCOL 1978
UNCITRAL 1978: The
U.N Convention on
Carriage of Goods by
Sea / the Hamburg
Rules
43. Jenis angkutan
Angkutan perairan:
a. angkutan laut
b. angkutan sungai dan danau
c. angkutan penyeberangan
Angkutan Laut: angkutan laut dalam negeri, luar negeri,
khusus, pelayaran rakyat
43
44. Pengertian :
1. KUHD
2. The Hague Rules 1924:
berguna untuk menyeragamkan isi B/L (bill of lading) dan air way bill
3. The Hamburg Rules art. 1(6):
contract of carriage by sea means any contract whereby the carrier undertakes against
payment of freight to carry goods by sea from one part to another, however, a contract
which involves carriage by sea and also carriage by some other means is deemed to be
a contract of carriage by sea……….. ……..in so far relates to the carriage by sea.
PIHAK-PIHAK
A. PENGANGKUT [CARRIER]
B. PENGIRIM BARANG [PENGIRIM BARANG]
C. PENERIMA BARANG [CONSIGNEE]
44
45. A. PENGANGKUT [CARRIER]
- Pengertian :
Pasal 466 KUHD :
….adalah orang, yang baik karena penggunaan penyediaan kapal menurut waktu
atau penggunaan penyediaan kapal menurut perjalanan, maupun karena
perjanjian lainnya, mengikat diri untuk melaksanakan pengangkutan seluruhnya
atau sebagian menyeberang laut.
The Hague Rules 1924, art.1
“Carrier” includes the owner or the charterer who enters a contract of carriage
with a shipper.
The Hamburg Rules 1978, art.1
1. “Carrier” means any person by whom or in whose name a contract of carriage
of goods by sea has been concluded with a shipper.
2. “Actual Carrier” means any person to whom the performance of the carriage of
the goods, or of part of the carriage has been entrusted by the carrier, and
includes any other person to whom such performance has been entrusted.
45
46. KEWAJIBAN UTAMA PENGANGKUT 46
1. Menjaga keselamatan & keamanan
penumpang/barang yang diangkut sejak saat
penerimaannya sampai saat penyerahannya.
2. Menjaga muatan kapal sesuai yg tertera dalam
dokumen (bill of lading)
3. Mengasuransikan tanggung jawabnya
4. Memberikan fasilitas khusus & kemudahan bagi
penumpang tertentu
Tidak terlaksana
Timbul Pertanggungjawaban Pengangkut
48. 48
PERTANGGUNGJAWABAN PENGANGKUT
Bertanggung jawab atas kerugian:
Tidak diserahkannya
barang,
Barang diserahkan dalam
keadaan rusak, tidak
lengkap,
Kelambatan
Karena kesalahan buruh
pengusaha
Karena alat angkutan yang
dipakai
Tidak bertanggung jawab bila dapat
membuktikan bahwa kerugian sebagai:
Akibat peristiwa yang selayaknya
tidak dapat dihindarkan/dicegah oleh
pengangkut (force majeure),
Akibat dari sifat keadaan atau cacad
barang
Akibat kesalahan pengirim
PEMBATASAN BESARNYA TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT
• Dalam keadaan normal, sampai jumlah tertentu
• Pemberitaan nilai secara benar, sesuai dengan kerugian,
• Pemberitaan yang sengaja tidak benar, tidak bertanggung jawab
49. Kebebasan memperjanjikan Bebas Tanggung Jawab
Pengangkut dapat memperjanjikan tdk bertanggung
jawab terhadap kerugian bila kerugian tsb adalah:
- Tanggung jawab kapal/pengangkut /pegawai pihak
lain.
- Kesalahan Pengirim barang/sifat barang /penumpang
- Perbuatan/kesalahan master/pilot/manajemen kapal
- Kebakaran
49
50. Batas Kebebasan memperjanjikan Bebas Tanggung Jawab
Pasal 470 KUHD :
kerugian sebagai akibat :
* kurangnya pemeliharaan alat pengangkutan, perlengkapan,
* tidak tepatnya pemakaian alat pengangkutan,
* cacad alat pengangkutannya atau penyusunannya,
* keliru/kurangnya penjagaan atas barang-barang yang diangkut,
* kesalahan atau kelalaian buruh pengusaha,
Klausula –klausula semacam itu tidak berlaku bila penumpang atau
pemilik barang dapat membuktikan:
itikad buruk, kesalahan ada pada pihak pengangkut,
50
51. UPAH PENGANGKUTAN
YANG WAJIB MEMBAYAR:
pengirim/penerima barang
Berhubungan dengan upah angkutan , pengangkut:
1. Tidak boleh menahan barang agar upah dibayar;
2. Dapat minta jaminan kepada penerima bahwa upah akan dibayar, sebelum barang
diserahkan;
3. Pengangkut dalam hal tertentu wajib menyimpan barang di tempat penyimpanan atas
biaya yang berhak;
4. Bila barang lekas busuk dalam penyimpanan pengadilan dapat menguasakan
pengangkut/penyimpan untuk menjual barang sebagai pelunasan apa yang terhutang
oleh pemilik barang.
51
52. D O K U M E N
1. DOKUMEN MUATAN: KONOSEMEN/BILL OF LADING
& MANIFEST
2. KARCIS/TIKET PENUMPANG
3. (DELIVERY ORDER)
52
53. TUBRUKAN KAPAL
- pengertian: 534 (2)
“Yang diartikan dengan tubrukan adalah
pelanggaran atau penyentuhan kapal-kapal satu
sama lain”
Kemungkinan:
a. Kapal vs kapal
b. Kapal: penumpang: barang-karena kapal lain salah
cara jalannya atau melanggar suatu peraturan yang
berlaku, tanpa ada tubrukan antara dua kapal.
c. Kapal vs barang lain bukan kapal.
544, 544a
53
54. TUBRUKAN KAPAL
SEBAB:
1. Keadaan tidak dapat
dikira-kirakan;
2. Keadaan memaksa;
3. Keragu-raguan tentang
sebab-sebab tubrukan;
54
Tanggungan si
penderita (535)
4. Kesalahan dari salah
satu kapal yang
bertabrakan → perintah
kapten yang keliru-
pelaksanaan yang keliru
dari perintah itu oleh
anak buah kapal. Cacat
karena pembikinan;
pengawasan;pemeliharaan
Tanggungan pengusaha
kapal yang menabrak
55. TUBRUKAN KAPAL
SEBAB:
5. Kesalahan kapal-kapal
yang saling
bertubrukan
55
Masing-masing pengusaha
sesuai dengan berat
ringannya kesalahan
kesalahan kapal masing-
masing
57. KUHD :
1. 540: kapal → bertubrukan → berlayar ke pelabuhan
terdekat/aman → tenggelam.
Dugaan hukum: tenggelamnya kapal disebabkan karena
tubrukan kapal.
2. 544a: kapal menabrak suatu barang tetap.
Dugaan hukum: kesalahan ada pada kapal, kecuali
dapat dibuktikan bahwa tubrukan itu bukan kesalahan
kapal.
57
58. AVARY
1. PENGERTIAN:
Semua biaya-biaya luar biasa yang dipergunakan untuk kapal dan barang-barangnya,
yang diperbuat bersama-sama atau tersendiri, semua kerugian yang menimpa kapal
dan barang-barangnya selama kapal dalam pelayaran.
2. PERSOALAN:
Menjadi tanggung jawab siapa?
3. ASAS:
a. kerugian yang diderita bersama yang diperbuat untuk menyelamatkan kepentingan
bersama adalah adil bila menjadi tanggungan bersama (termasuk yang tidak menderita
kerugian, selamat).
b. kerugian yang dibuat sendiri untuk kepentingan sendiri, menjadi tanggungan sendiri
58
59. AVARY
4. PERATURAN:
a. KUHD
b. The York Antwerp Rules 1974 (24.50)
Sifatnya: HUKUM PELENGKAP
(sejauh para pihak tidak menentukan sendiri)
5. AVARY UMUM/GROSSE/GENERALAVARAGE
pada umumnya semua kerugian yang diderita yang karena terpaksa, sengaja ditimbulkan
dan diderita sebagai akibat langsung dari pada itu, dan biaya-biaya yang dalam keadaan
yang sama dibuat untuk keselamatan dan kesejahteraan umum dari kapal dan muatan.
(669 sub 23)
59
60. AVARY
6. UNSUR-UNSUR AVARY UMUM:
a. Adanya kerugian yang diderita atau biaya-biaya yang
dikeluarkan;
b. Keadaan yang mengancam seketika;
c. Ada kesengajaan dalam melakukan perbuatan itu;
d. Kesengajaan itu bertujuan menyelamatkan kapal
bersama manusia dari bahaya yang mengancam seketika;
e. Perbuatan penyelamatan itu BERHASIL.
60
61. AVARY
7. MACAM-MACAM KERUGIAN YANG DIGOLONGKAN KE
DALAM AVARY:
Yang diberikan kepada: musuh/bajak laut/kekuasaan lain;
Yang dilemparkan ke laut;
Biaya masuk ke pelabuhan darurat;
Biaya penuntutan kembali (reclame);
Biaya-biaya pembongkaran dan pemuatan kembali;
Kerugian karena kapal kandas dengan sengaja;
Pengeluaran selama perjalanan kapal dihambat kekuasaan asing;
Biaya awary grosse.
61
63. Angkutan Multimoda
Pasal 50 UU 17 Th 2008
Adl angkutan barang dengan menggunakan paling
sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda atas
dasar 1 (satu) kontrak yang menggunakan dokumen
angkutan multimoda dari satu tempat diterimanya
barang oleh operator angkutan multimoda ke suatu
tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang
tersebut.
berdasarkan perjanjian antara penyedia jasa
angkutan perairan dan badan usaha angkutan
multimoda dan penyedia jasa moda lainnya.
63
64. Pertanggungjawaban
Badan usaha: bertanggung jawab terhadap barang
yg diangkut sejak diterima s.d penyerahan kepada
penerima barang
Penyedia jasa: wajib menerbitkan dokumen,
tanggung jawab terhadap
kehilangan/kerusakan/keterlambatan
Pertanggungjawaban terbatas
Wajib mengasuransikan tanggung jawabnya
64
65. HUKUM PENGANGKUTAN DARAT
65
Sumber Hukum :
1. Undang Undang no. 13 th 1992 tentang Perkeretaapian
2. Undang-Undang No. 14 th 1992 tentang LLAJ
Angkutan
pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan
(Pasal 1 UU No.13 th 1992)
Pengangkut atau Badan Penyelenggara
BUMN yg melaksanakan penyelenggaraan angkutan kereta api (Pasal 1 butir 10 UU No. 13 th 1992).
Pengangkut: perusahaan yg menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan umum
di jalan (Pasal 1 butir 8 UU No. 14 th 1992)
Perjanjian pengangkutan
persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang
dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan pengirim atau
penumpang mengikatkan diri untuk membayar harga angkutan
Pengangkutan darat menganut prinsip pertanggungjawaban berdasarkan praduga. contoh : pengangkutan laut dan
darat (Presumption of Liability)
Dalam pengangkutan charter, pengangkut hanya menyediakan alat pengangkutannya kepada pihak tertentu untuk
menyelenggarakan pengangkutan menurut perjalanan atau waktu
66. ANGKUTAN BARANG DAN ORANG
Angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan
Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.
Angkutan orang yang menggunakan Kendaraan Bermotor
berupa Sepeda Motor, Mobil penumpang, atau bus.
Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor wajib
menggunakan mobil barang.
66
67. STANDAR PELAYANAN ANGKUTAN ORANG
Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar
pelayanan minimal yang meliputi:
1. keamanan;
2. keselamatan;
3. kenyamanan;
4. keterjangkauan;
5. kesetaraan; dan
6. keteraturan.
(Pasal 141 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan)
67
68. HUKUM PENGANGKUTAN UDARA
Sumber Hukum :
1. Undang Undang no. 1 th 2009
2. Ordonansi Pengangkutan Udara Stb 1939 no 100
3. Konvensi Warsawa 1929
4. Konvensi Roma tahun 1933 dan 1952
5. Konvensi Chicago 1944
6. Protokol Hague 1955
7. Konvensi Guadalajara 1961
8. Montreal Agreement 1966
9. Protokol Guatemala 1971
10. Perjanjian pengangkutan udara antara pengangkut dan penumpang
/pengirim barang.
68
69. Pengertian :
pesawat udara adalah setiap alat yang dapat terbang di atmosfer karena
daya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap
permukaan bumi yg digunakan utk penerbangan
pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara yg mempunyai tanda
pendaftaran dan tanda kebangsaan Indonesia
pesawat terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara,
bersayap tetap,dan dapat terbang dengan tenaga sendiri.
angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat
udara untuk mengangkut penumpang, kargo dan/ pos untuk satu perjalanan
atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau
beberapa bandar udara.
angkutan udara niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan
memungut pembayaran.
69
70. RUANG LINGKUP UU PENERBANGAN
Undang-Undang ini berlaku untuk:
1. semua kegiatan penggunaan wilayah udara, navigasi
penerbangan, pesawat udara, bandar udara, pangkalan
udara, angkutan udara, keselamatan dan keamanan
penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas
umum lain yang terkait, termasuk kelestarian lingkungan
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. semua pesawat udara asing yang melakukan kegiatan
dari dan/atau ke wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia; dan
3. semua pesawat udara Indonesia yang berada di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
70
71. Pengertian :
dokumen angkutan, tiket penumpang, tiket bagasi pada pengangkutan
bagasi tercatat dan surat muatan udara (airway bill).
pengangkut/carrier, adalah badan usaha angkutan udara niaga, pemegang
izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yg melakukan kegiatan angkutan
uara niaga berdasarkan ketentuan UU ini, dan/atau badan usaha selain
badan usaha angkutan udara niaga yg membuat kontrak perjanjian
angkutan udara niaga.
operator, orang yang mempergunakan pesawat terbang pada saat kerugian
timbul, dengan ketentuan bahwa apabila pengawasan pengemudi pesawat
udara tsb tetap pada orang yang memberikan hak untuk mempergunakan
pesawat udara tersebut, baik langsung maupun tidak, maka orang inilah
yang disebut operator.
contracting carrier, pihak yang menutup perjanjian pengangkutan
actual carrier, pihak yang senyatanya melaksanakan perjanjian
pengangkutan yang ditutup oleh the contracting carrier.
71
72. Pendaftaran dan Kebangsaan Pesawat
Tanda pendaftaran—(sertifikat pendaftaran)
Setiap pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia
wajib mempunyai tanda pendaftaran (Pasal 24 UU
Penerbangan).
Tanda kebangsaan
72
73. Persyaratan pengoperasian
Rancang bangun pesawat udara
Pemeriksaan & pengujian standar kelaikudaraan—initial
airworthiness---sertifikat tipe, sertifikat validasi tipe
(impor)
Badan usaha pemroduksi wajib memiliki sertifikat
produksi
Sertifikat kelaikudaraan (standar, khusus)
Sertifikat operator pesawat udara (air operator
sertificate)—niaga
Sertifikat pengoperasian pesawat udara—bukan niaga
Mengasuransikan
73
74. Awak pesawat udara
Kapten penerbang pesawat udara
Personel pesawat udara
Persyaratan: lisensi, sertifikat kompetensi
74
75. Perjanjian Pengangkutan Udara adalah perjanjian
antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau
pengirim kargo untuk mengangkut penumpang
dan/atau kargo dengan pesawat udara, dengan
imbalan bayaran atau dalam bentuk imbalan jasa
yang lain.
75
76. Angkutan udara
Angkutan udara niaga (dalam negeri, luar negeri)
Angkutan udara bukan niaga
Surat izin usaha angkutan udara
76
77. Pihak-pihak dalam Perjanjian Pengangkutan Udara:
a. Pengangkut/Operator/Actual Carrier
b. Penumpang
c. Pengirim Barang
Bukan pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan tetapi memiliki kepentingan terhadap
pelaksanaan kewajiban pengangkut udara.
a. Pihak ke tiga di darat
b. Pemilik barang di darat.
Bukti perjanjian pengangkutan: a. tiket penumpang
b. dokumen muatan
77
78. Dokumen angkutan udara
a. tiket penumpang pesawat udara;
b. pas masuk pesawat udara (boarding pass);
c. tanda pengenal bagasi (baggage identification/claim
tag); dan
d. surat muatan udara (airway bill).
78
79. Tanggung jawab pengangkut
Wajib angkut
Pelayanan yg layak
Bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang
meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang
diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam
pesawat dan/atau naik turun pesawat udara
79
80. Tanggung jawab pada angkutan intermoda
Pasal 182
(1) Pengangkut hanya bertanggung jawab terhadap
kerugian yang terjadi dalam kegiatan angkutan udara
dalam hal pengangkutan dilakukan melalui angkutan
intermoda.
(2) Dalam hal angkutan intermoda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), para pihak pengangkut
menggunakan 1 (satu) dokumen angkutan, tanggung
jawab dibebankan kepada pihak yang menerbitkan
dokumen
80
81. Pasal 187
(1) Angkutan udara dapat merupakan bagian
angkutan multimoda yang dilaksanakan oleh badan
usaha angkutan multimoda.
Pasal 189
(1) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
188 bertanggung jawab (liability) terhadap barang
kiriman sejak diterima sampai diserahkan kepada
penerima barang.
(2) Tanggung jawab angkutan multimoda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada barang
81
82. Prinsip Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Udara
Pengangkutan Orang dan Barang : 1. Presumption of Liability
2. Limitation of Liability
Pengangkutan Bagasi Tangan : 1. Presumption of non Liability
2. Limitation of Liability
Terhadap Pihak ke-tiga di darat : 1. Absolute Liability
2. Limitation of Liability
Terhadap Kelambatan : 1. Presumption of Liability
2. Limitation of Liability (dengan kemungkinan
diperjanjikan lain).
82
83. Sistem pertanggungjawaban pengangkut Udara
Peraturan dan konvensi Internasional yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab:
1. Ordonansi Pengangkutan Udara (Stb.1939/100 peng.DN)
2. Konvensi Warsawa, 1929, perjanjian untuk meyeragamkan
beberapa ketentuan tertentu pada peng. Udara internasional
3. Konvensi Roma 1952, mengenai kerugian yang ditimbulkan
oleh pesawat udara asing pada pihak ketiga di darat.
4. Protokol The Hague 1955, amandemen Konvensi Warsawa.
5. Konvensi Guadalajara 1961, melengkapi Konv.Warsawa yaitu perjanjian pengangkutan udara
yang dilaksanakan oleh bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan udara
6. Montreal Agreement 1966, antara IATA (International Air Transport Association) dengan
CAB (Civil Aeronautics Board), AS.
7. Protokol Guatemala 1971, amandemen amandemen prinsipiil dari Konv. Warsawa.
83
84. Sistem pertanggungjawaban pengangkut Udara
ORDONANSI PENGANGKUTAN UDARA DAN KONV. WARSAWA:
Tanggung jawab untuk:
Penumpang, bagasi tercatat,barang : Prinsip Presumption of
Liabilitydan Prinsip Limitation of Liability
Bagasi tangan: Prinsip Presumption of Non Liability dan Prinsip
Limitation of Liability.
Dalam keadaan normal berlaku prinsip anggapan bertanggung jawab.
Dalam keadan luar biasa, pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab
sepanjang ia dapat membuktikan :
(1) Ia dan pegawainya telah mengambil semua tindakan yang
diperlukan untuk menghindarkan timbulnya kerugian, atau bahwa
tidak mungkin baginya untuk mengambil tindakan-tindakan
tersebut.
84
85. (2) Dalam hal pengangkutan barang dan bagasi, dapat membuktikan
bahwa kerusakan timbul karena kesalahan dalam pengemudikan
pesawat, dalam “handling” pesawat atau dalam navigasi, dan dalam
semua hal lain, ia dan pegawai-pegawainya telah mengambil semua
tindakan yang diperlukan untuk menghindarkan timbulnya kerugian.
(3) Kerugian yang timbul disebabkan atau turut disebabkan oleh
kelalaian pihak yang dirugikan.
Ketentuan LIMIT GANTI RUGI tidak berlaku :
(1) Kepada penumpang tidak diberikan tiket penumpang,
(2) Kepada penumpang tidak diberikan tiket bagasi atau tidak
menyebutkan nomor tiket penumpang yang bersangkutan, jumlah dan
berat bagasi, atau, pemberitahuan bahwa pengangkut tunduk pada
ketentuan-ketentuan mengenai tanggung jawab yang tercantum
dalam Perjanjian Warsawa atau Ordonansi Pengangkutan Udara.
85
86. (3) Kalau pengangkut tidak memberikan surat muatan udara,
(4) Kalau dapat dibuktikan kerugian karena “wilful misconduct atau
default” dari pengangkut atau pegawai-pegawainya.
Untuk bagasi tangan:
(1) Tanggung jawab dengan limit , ada kelalaian pada pengangkut.
(2) Tanggung jawab tanpa limit, ada kesengajaan atau kesalahan berat
pada pengangkut atau pegawai-pegawainya.
86
87. PROTOKOL THE HAGUE:
Sistim pertanggung jawaban pengangkut sama dengan OPU dan Konv. Warsawa,
kecuali amandemen-amandemen :
(1) Wilful misconduct: wilful misconduct/default in accordance with the law
of the court seized of the case … (Kon.Wars.), menjadi an act or
commission of the carrier, his servants or agents, done with intent to
cause recklessly and with knowledge that damage would probably result
(Prot the Hague)
(2) Limit tanggung jawab untuk penumpang dinaikkan dari 125.000 gold franc
mjd 250.000 gold franc
(3) Pembebasan tanggung jawab pengangkut udara untuk barang dan bagasi
karena error in piloting, negligence in the handling of the aircraft or in
navigation, dihapuskan.
(4) Tambahan ketentuan bahwa pada konversi gold franc ke mata uang yang
bukan mata uang emas, dilakukan berdasarkan nilai emas pada tanggal
pengadilan memutuskan perkara.
87
88. KONVENSI ROMA 1952
Menganut prinsip Absolute Liability bagi pengangkut:
Art.1 (1) : setiap orang di darat yang menderita kerugian berhak atas ganti
rugi, hanya dengan membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan
oleh pesawat udara yang sedang terbang atau oleh orang (pemakai
pesawat) atau benda yang jatuh dari pesawat udara tersebut.
Menganjurkan kepada peserta konvensi untuk mensyaratkan bahwa operator
suatu pesawat udara yang terdaftar di negara peserta lainnya untuk
menutup asuransi kerugian bagi pihak ketiga di darat dalam wilayah
negaranya.
KONVENSI GUADALAJARA
Sistem pertanggung jawaban sama dengan OPU dan Konv. Warsawa, hanya
menambahkan forum (pengadilan) di tempat di mana actual carrier
berdomisili atau mempunyai tempat usahanya yang utama.
88
89. MONTREAL AGREEMENT
Agreement antara International Air Transport Association (IATA)
dengan US Civil Aeronautics Board (US CAB).
Penyimpangan prinsip pertanggung jawaban pengangkut pada Konv.
Warsawa menjadi prinsip absolute/strict liability.
Limit ganti rugi ditetapkan $75.000 (termasuk biaya perkara) dan
$58.000 (bila tidak termasuk biaya perkara). Persetujuan ini
hanya berlaku bagi penerbangan dari dan ke A S.
PROTOKOL GUATEMALA
1. Prinsip Absolute Liability dan Limitation of Liability untuk
penumpang, dan bagasi.
2. Prinsip Warsawa berlaku bagi cargo
3. Prinsip Warsawa berlaku bagi penumpang, bagasi dan muatan
dalam hal terjadi kelambatan. Limit dinaikkan menjadi 62.500
francs untuk penumpang dan 15.000 francs untuk bagasi per kg.
89
90. PROTOKOL GUATEMALA
4. Beberapa ketentuan baru:
a) definisi baru untuk bagasi
b) hak pengangkut untuk menuntut pihak yang sebenarnya
menimbulkan kerugian
c) negara peserta diberi kesempatan untuk mengadakan di negara
masing-masing sistem-sistem untuk menambah jumlah ganti rugi
d) kata “accident” diganti “event”
e) suatu ketentuan bahwa pengangkut tidak bertanggung jawab
untuk penumpang yang sakit
f) unbreakable limit dengan peninjauan kembali 5 tahun dan 10
tahun setelah berlakunya protokol.
g) settlement inducement clause
h) penambahan forum ( domisili penumpang atau tempat tinggal
yang tetap)
90
91. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Udara Indonesia
Pengangkutan Orang/Penumpang:
1. Dalam hal apa ada pertanggung jawaban:
terjadi kerugian sebagai akibat luka-luka atau jejas-jesas pada
tubuh, yang diderita oleh seorang penumpang, bila kecelakaan yang
menimbulkan kerugian itu ada hubungannya dengan pengangkutan
udara dan terjadi di atas pesawat terbang atau selama melakukan
tindakan dalam hubungan dengan naik ke atau turun dari pesawat
terbang.
2. Terhadap siapa pengangkut bertanggung jawab
a. Penumpang yang sah (menutup perjanjian pengangkutan atau perjanjian
lain) bila tidak meninggal;
b. ahli waris korban, bila ia meninggal dunia (suami/istri, anak, orang tua)
3. Besarnya Ganti kerugian
Ditetapkan oleh Pemerintah dengan SK Men.Hub.
Pembebasan dan pembatasan tanggung jawab
Pembebasan dan Pertanggung Jawaban tidak berlaku
91
92. 4. Pembebasan dan pembatasan tanggung jawab
a. Pembebasan :
ia dapat membuktikan bahwa ia tidak mungkin mengambil semua
tindakan yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kerugian;
prosedur penuntutan tidak dipenuhi oleh pihak yang berkepentingan;
b. Pembatasan tanggung jawab
ia dapat membuktikan bahwa kerugian disebabkan oleh kesalahan
penumpang
5. Pembebasan dan Pertanggung Jawaban tidak berlaku:
mengijinkan mengangkut penumpang tanpa tiket penumpang;
adanya unsur kesalahan berat atau sengaja (wilful misconduct) dari
pengangkut atau salah seorang dari mereka yang dipekerjakan oleh
pengangkut berhubung dengan pengangkutan tersebut.
92
93. Pengangkutan bagasi tangan, barang dan pada kelambatan.
1. Bagasi tangan, anggapan tidak bertanggung jawab dan pembatasan
tanggung jawab, kecuali disebabkan karena kesalahan
pengangkut/pegawainya
2. Bagasi, barang, berlaku anggapan bertanggung jawab dengan pembatasan
tanggung jawab. Pembatasan tanggung jawab tidak dapat dikemukakan
oleh pengangkut bila, ada kesalahan yang berat/sengaja pada
pengangkut/pegawainya, tidak menyerahkan surat muatan, atau surat
muatan tidak berisi keterangan-keterangan spt dlm pasal 10 a s/d i dan g
3. Kelambatan, prinsipnya adalah anggapan bertanggung jawab dan
pembatasan tanggung jawab, dengan kebebasan bagi pengangkut untuk
memperjanjikan secara lain.
93