Ragam bahasa merupakan variasi bahasa berdasarkan faktor seperti daerah, pendidikan, situasi formalitas, dan bidang pemakaian. Terdapat berbagai jenis ragam bahasa lisan dan tulis, serta ragam baku dan tidak baku yang digunakan sesuai konteks komunikasi.
Ada dua pendekatan dalam mempelajari bahasa yaitu linguistik sinkronik dan diakronik. Linguistik sinkronik mempelajari bahasa pada masa tertentu sedangkan linguistik diakronik mempelajari evolusi bahasa dari masa ke masa. Ferdinand de Saussure membedakan kedua pendekatan ini dalam bukunya yang menjadi dasar linguistik modern.
Sejarah, fungsi, perkembangan, dan kedudukan bahasa indonesianoussevarenna
Bahasa manusia berkembang dari sistem komunikasi primata. Terdapat dua pendekatan utama mengenai asal mula bahasa: teori keberlanjutan yang menyatakan bahwa bahasa berkembang secara bertahap dari sistem pra-bahasa, dan teori ketakberlanjutan yang menyatakan bahasa muncul secara tiba-tiba. Bahasa vokal kemungkinan telah berdiversifikasi pada Homo sapiens sekitar 100.000 tahun l
Bahasa standar,nonstandar, dan bahasa ilmiahNanda Saragih
Dokumen tersebut membahas tiga jenis bahasa yaitu bahasa standar, non-standar, dan ilmiah. Bahasa standar adalah bahasa yang menjadi acuan dan digunakan dalam situasi resmi. Bahasa non-standar dipakai dalam situasi tidak resmi. Bahasa ilmiah digunakan dalam tulisan ilmiah untuk menyampaikan informasi secara objektif, jelas, dan tepat.
Dokumen tersebut membahas tentang morfologi bahasa, yang merupakan ilmu yang mempelajari struktur kata dan pengaruh perubahan bentuk kata terhadap makna. Ia membahas pengertian morfem sebagai satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna, serta proses-proses morfologi seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Dokumen ini juga menjelaskan klasifikasi morfem berdasarkan posisi, bentuk, dan makn
Ragam bahasa merupakan variasi bahasa berdasarkan faktor seperti daerah, pendidikan, situasi formalitas, dan bidang pemakaian. Terdapat berbagai jenis ragam bahasa lisan dan tulis, serta ragam baku dan tidak baku yang digunakan sesuai konteks komunikasi.
Ada dua pendekatan dalam mempelajari bahasa yaitu linguistik sinkronik dan diakronik. Linguistik sinkronik mempelajari bahasa pada masa tertentu sedangkan linguistik diakronik mempelajari evolusi bahasa dari masa ke masa. Ferdinand de Saussure membedakan kedua pendekatan ini dalam bukunya yang menjadi dasar linguistik modern.
Sejarah, fungsi, perkembangan, dan kedudukan bahasa indonesianoussevarenna
Bahasa manusia berkembang dari sistem komunikasi primata. Terdapat dua pendekatan utama mengenai asal mula bahasa: teori keberlanjutan yang menyatakan bahwa bahasa berkembang secara bertahap dari sistem pra-bahasa, dan teori ketakberlanjutan yang menyatakan bahasa muncul secara tiba-tiba. Bahasa vokal kemungkinan telah berdiversifikasi pada Homo sapiens sekitar 100.000 tahun l
Bahasa standar,nonstandar, dan bahasa ilmiahNanda Saragih
Dokumen tersebut membahas tiga jenis bahasa yaitu bahasa standar, non-standar, dan ilmiah. Bahasa standar adalah bahasa yang menjadi acuan dan digunakan dalam situasi resmi. Bahasa non-standar dipakai dalam situasi tidak resmi. Bahasa ilmiah digunakan dalam tulisan ilmiah untuk menyampaikan informasi secara objektif, jelas, dan tepat.
Dokumen tersebut membahas tentang morfologi bahasa, yang merupakan ilmu yang mempelajari struktur kata dan pengaruh perubahan bentuk kata terhadap makna. Ia membahas pengertian morfem sebagai satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna, serta proses-proses morfologi seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Dokumen ini juga menjelaskan klasifikasi morfem berdasarkan posisi, bentuk, dan makn
Makalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesiaDian Kirtley Kristi
Makalah ini membahas tentang bahasa Indonesia dan bahasa gaul. Bahasa gaul adalah bahasa nonstandar yang banyak digunakan oleh remaja di Indonesia. Bahasa gaul memiliki pengaruh terhadap bahasa Indonesia karena sering digunakan di media dan oleh artis, sehingga mengakibatkan bahasa Indonesia yang baik dan benar mulai tergeser. Namun demikian, bahasa gaul juga berperan dalam pembentukan bahasa remaja secara santai dan
This document discusses the importance of the English language for the present and future. It begins by providing background on why English is studied by over 1 billion people worldwide and its importance as a global language. The purpose of the paper is then stated as knowing the importance, applications, and reasons for English being used internationally. The paper goes on to discuss reasons why English is used globally including historical factors from British imperialism, its structured order, and the advanced development of English-speaking countries. It also outlines how English is important now in fields like business, media, and entertainment. The document concludes that English proficiency among Indonesians remains low and emphasizes the importance of English for career opportunities and global competitiveness.
RUMUSAN MASALAH sebagai berikut :
- Bagaimana konsep tentang bahasa ?
- Bagaimana sejarah bahasa Indonesia ?
- Bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia ?
- Bagaimana bentuk ragam bahasa Indonesia ?
berbahasa indonesia yang baik dan benardila monica
Dokumen membahas penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan konteks dan situasi, sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah tata bahasa. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa yang memperhatikan konteks, situasi, dan kaidah tata bahasa.
Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia dan Ragam BahasaNini Ibrahim01
Dokumen tersebut membahas sejarah perkembangan bahasa Indonesia, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan negara, fungsi bahasa Indonesia, serta pengertian dan jenis-jenis ragam bahasa.
Dokumen tersebut membahas tentang linguistik umum yang mencakup tiga tahap perkembangan ilmu bahasa yaitu tahap spekulasi, observasi, dan perumusan teori. Selanjutnya membahas subdisiplin ilmu bahasa berdasarkan objek kajian seperti linguistik umum, khusus, sinkronik, diakronik, mikro, serta sosiolinguistik, psikolinguistik, dan antropolinguistik. Terakhir membahas hakikat b
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,di dalam, tempat, dan situasi tertentu. Jadi interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu mengunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa kita dapati juga dalam acara diskusi di ruang kuliah, rapat dinas di kantor, sidang di pengadilan, dan sebagainya.
Bagaimana percakapan di bus kota atau sedang di kereta api yang terjadi di antara penumpang yang tidak saling kenal (pada mulanya) dengan topik pembicaraan tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti, apakah dapat juga di sebut sebagai peristiwa tutur? Secara sosiolinguistik percakapan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai peristiwa tutur, sebab pokok percakapan tidak menentu (berganti-ganti menurut situasi), tanpa tujuan dilakukan oleh orang-orang yang tidak segaja untuk bercakap-cakap, dan mengunakan ragam bahasa yang berganti-ganti. Sebuah percakapan baru dapat di sebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi syarat.
Menurut Dell Hymes (1972) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur mempunyai delapan komponen, dan dibentuk menjadi akronim SPEAKING (diangkat dari Wadhaugh 1990):
Pengajaran Bahasa Indonesia Penutur Asing Tingkat Madya (Menulis)Rini Adiani
Makalah ini membahas pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) pada tingkat menengah. Ia menjelaskan pengertian BIPA, media pengajaran tulis BIPA tingkat menengah seperti permainan dan lingkungan sekitar, serta jenis-jenis tulisan yang diajarkan seperti narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai gingival indeks, yang merupakan alat ukur tingkat peradangan pada gingiva dengan melihat warna, konsistensi, dan perdarahan saat probing. Diberikan pula cara pengukuran gingival indeks yang meliputi persiapan, teknik probing, penilaian skor peradangan, dan rumus untuk menghitung nilai indeks berdasarkan hasil pengukuran pada beberapa gigi dan permukaan gingiva.
Presentasi kata baku dan non baku (AKADEMI KEPERAWATAN dr.soedono Madiun)deywoon
Dokumen tersebut membahas tentang diksi dan penggunaan kata baku dan non baku dalam bahasa Indonesia. Diksi didefinisikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras untuk mengungkapkan gagasan agar diperoleh efek tertentu. Kata baku adalah kata yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia sedangkan kata non baku tidak memenuhi standar baku. Dokumen ini memberikan contoh perbedaan penggunaan kata baku dan non baku
Dokumen ini membahas tentang kohesi gramatikal yang merupakan kepaduan yang dicapai dengan menggunakan elemen dan aturan gramatikal seperti pengimbuhan, pengulangan, dan pemajemukan kata untuk menghubungkan kohesi di dalam klausa. Kohesi gramatikal berbeda dengan kohesi leksikal karena maknanya dapat berubah sesuai konteks sedangkan kohesi leksikal bersifat tetap.
Dokumen ini membahas sejarah, kedudukan, dan fungsi bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu dan menjadi bahasa persatuan bangsa Indonesia sejak Kongres Pemuda 1928. Bahasa Indonesia menduduki posisi terkemuka sebagai bahasa nasional dan bahasa negara berdasarkan UUD 1945, dan berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, alat penyatuan berbagai suku, serta bahasa resmi pemerintahan dan pendidikan.
Makalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesiaDian Kirtley Kristi
Makalah ini membahas tentang bahasa Indonesia dan bahasa gaul. Bahasa gaul adalah bahasa nonstandar yang banyak digunakan oleh remaja di Indonesia. Bahasa gaul memiliki pengaruh terhadap bahasa Indonesia karena sering digunakan di media dan oleh artis, sehingga mengakibatkan bahasa Indonesia yang baik dan benar mulai tergeser. Namun demikian, bahasa gaul juga berperan dalam pembentukan bahasa remaja secara santai dan
This document discusses the importance of the English language for the present and future. It begins by providing background on why English is studied by over 1 billion people worldwide and its importance as a global language. The purpose of the paper is then stated as knowing the importance, applications, and reasons for English being used internationally. The paper goes on to discuss reasons why English is used globally including historical factors from British imperialism, its structured order, and the advanced development of English-speaking countries. It also outlines how English is important now in fields like business, media, and entertainment. The document concludes that English proficiency among Indonesians remains low and emphasizes the importance of English for career opportunities and global competitiveness.
RUMUSAN MASALAH sebagai berikut :
- Bagaimana konsep tentang bahasa ?
- Bagaimana sejarah bahasa Indonesia ?
- Bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia ?
- Bagaimana bentuk ragam bahasa Indonesia ?
berbahasa indonesia yang baik dan benardila monica
Dokumen membahas penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan konteks dan situasi, sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah tata bahasa. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa yang memperhatikan konteks, situasi, dan kaidah tata bahasa.
Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia dan Ragam BahasaNini Ibrahim01
Dokumen tersebut membahas sejarah perkembangan bahasa Indonesia, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan negara, fungsi bahasa Indonesia, serta pengertian dan jenis-jenis ragam bahasa.
Dokumen tersebut membahas tentang linguistik umum yang mencakup tiga tahap perkembangan ilmu bahasa yaitu tahap spekulasi, observasi, dan perumusan teori. Selanjutnya membahas subdisiplin ilmu bahasa berdasarkan objek kajian seperti linguistik umum, khusus, sinkronik, diakronik, mikro, serta sosiolinguistik, psikolinguistik, dan antropolinguistik. Terakhir membahas hakikat b
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,di dalam, tempat, dan situasi tertentu. Jadi interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu mengunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa kita dapati juga dalam acara diskusi di ruang kuliah, rapat dinas di kantor, sidang di pengadilan, dan sebagainya.
Bagaimana percakapan di bus kota atau sedang di kereta api yang terjadi di antara penumpang yang tidak saling kenal (pada mulanya) dengan topik pembicaraan tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti, apakah dapat juga di sebut sebagai peristiwa tutur? Secara sosiolinguistik percakapan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai peristiwa tutur, sebab pokok percakapan tidak menentu (berganti-ganti menurut situasi), tanpa tujuan dilakukan oleh orang-orang yang tidak segaja untuk bercakap-cakap, dan mengunakan ragam bahasa yang berganti-ganti. Sebuah percakapan baru dapat di sebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi syarat.
Menurut Dell Hymes (1972) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur mempunyai delapan komponen, dan dibentuk menjadi akronim SPEAKING (diangkat dari Wadhaugh 1990):
Pengajaran Bahasa Indonesia Penutur Asing Tingkat Madya (Menulis)Rini Adiani
Makalah ini membahas pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) pada tingkat menengah. Ia menjelaskan pengertian BIPA, media pengajaran tulis BIPA tingkat menengah seperti permainan dan lingkungan sekitar, serta jenis-jenis tulisan yang diajarkan seperti narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai gingival indeks, yang merupakan alat ukur tingkat peradangan pada gingiva dengan melihat warna, konsistensi, dan perdarahan saat probing. Diberikan pula cara pengukuran gingival indeks yang meliputi persiapan, teknik probing, penilaian skor peradangan, dan rumus untuk menghitung nilai indeks berdasarkan hasil pengukuran pada beberapa gigi dan permukaan gingiva.
Presentasi kata baku dan non baku (AKADEMI KEPERAWATAN dr.soedono Madiun)deywoon
Dokumen tersebut membahas tentang diksi dan penggunaan kata baku dan non baku dalam bahasa Indonesia. Diksi didefinisikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras untuk mengungkapkan gagasan agar diperoleh efek tertentu. Kata baku adalah kata yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia sedangkan kata non baku tidak memenuhi standar baku. Dokumen ini memberikan contoh perbedaan penggunaan kata baku dan non baku
Dokumen ini membahas tentang kohesi gramatikal yang merupakan kepaduan yang dicapai dengan menggunakan elemen dan aturan gramatikal seperti pengimbuhan, pengulangan, dan pemajemukan kata untuk menghubungkan kohesi di dalam klausa. Kohesi gramatikal berbeda dengan kohesi leksikal karena maknanya dapat berubah sesuai konteks sedangkan kohesi leksikal bersifat tetap.
Dokumen ini membahas sejarah, kedudukan, dan fungsi bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu dan menjadi bahasa persatuan bangsa Indonesia sejak Kongres Pemuda 1928. Bahasa Indonesia menduduki posisi terkemuka sebagai bahasa nasional dan bahasa negara berdasarkan UUD 1945, dan berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, alat penyatuan berbagai suku, serta bahasa resmi pemerintahan dan pendidikan.
Dokumen tersebut membahas tentang puisi dan unsur-unsur yang membentuk puisi seperti diksi, makna denotatif dan konotatif, majas, dan cara memahami makna puisi.
This document discusses several key properties of human language and compares it to communication systems in animals. It notes that human language allows for references to past, present and future, has arbitrary connections between forms and meanings, and has an infinite potential number of utterances due to its productivity. It also discusses the discreteness and duality of language. The document then provides examples of bird calls and songs, primate communication using gestures, and characteristics of animal communication systems like their signals having set responses and functions, lack of creativity, and transmission without change across generations.
Bahan bacaan ini menjelaskan 10 hakikat bahasa, yaitu: (1) bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk berkomunikasi, (2) bahasa bersifat produktif dan unik pada setiap bahasa, (3) bahasa digunakan untuk mengidentifikasi diri kelompok sosial, dan (4) bahasa memiliki berbagai fungsi yang bergantung pada konteks penggunaannya.
Makalah ini membahas tentang sifat-sifat bahasa. Beberapa sifat bahasa yang dijelaskan antara lain bahasa sebagai sistem yang terdiri dari unsur-unsur dan aturan-aturan, bersifat lambang berupa bunyi, bermakna, bersifat arbitrer namun konvensional, universal, dinamis, bervariasi, manusiawi, dan produktif.
Dokumen tersebut membahas tentang ciri-ciri bahasa dan ragam bahasa. Ciri-ciri bahasa yang dijelaskan antara lain bahwa bahasa bersifat sistematis, bermakna, arbitrer, konvensional, unik, universal, produktif, bervariasi, dinamis, dan manusiawi. Ragam bahasa yang disebutkan adalah ilmiah, jurnalistik, sastra, dan undang-undang.
Ringkasan presentasi tutor mata kuliah Bahasa dan Sastra Indonesia di SD adalah:
1. Mata kuliah ini membahas konsep dasar bahasa dan sastra serta kaidah bahasa Indonesia.
2. Terdiri atas 9 modul yang mencakup hakikat bahasa, tata bahasa, kosa kata, konsep sastra, dan jenis-jenis karya sastra anak.
3. Tujuannya agar mahasiswa dapat menguasai konsep dan keterampilan pengajaran
Dokumen tersebut membahas tentang mata kuliah Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Mata kuliah ini membahas konsep-konsep dasar bahasa dan sastra Indonesia, meliputi 9 modul pelajaran seperti hakikat bahasa, tata bahasa, kosa kata, jenis-jenis sastra anak, dan apresiasi sastra. Tujuannya adalah memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa dalam pengajaran bahasa dan sastra di sekolah
Dokumen tersebut membahas tentang definisi bahasa menurut dua pakar yaitu Kridalaksana dan Djoko Kentjono, yaitu bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk berkomunikasi. Dokumen tersebut juga menjelaskan bahwa salah satu ciri bahasa adalah sebagai sistem yang terdiri atas unsur-unsur yang tersusun secara teratur menurut pola tertentu. Jen
Linguistik adalah ilmu bahasa yang mempelajari bahasa secara umum, bukan bahasa tertentu. Objek utama linguistik adalah bahasa yang merupakan sistem lambang bunyi yang digunakan oleh kelompok sosial untuk berkomunikasi.
Similar to Hakikat, Fungsi dan Keunikan Bahasa (20)
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat
interaksi yang hanya dimiliki manusia. Di dalam kehidupannya
bermasyarakat, sebenarnya manusia dapat juga menggunakan alat
komunikasi lain, selain bahasa. Namun, tampaknya bahasa merupakan alat
komunikasi yang paling baik, paling sempurna, dibandingkan dengan alat-
alat komunikasi lain; termasuk juga alat komunikasi yang digunakan para
hewan. Oleh karena itu, untuk memahami bagaimana wujud komunikasi
yang dilakukan dengan bahasa ini, terlebih dahulu akan dibicarakan apa
hakikat bahasa, apa hakikat komunikasi, kemudian baru dibicarakan apa
dan bagaimana komunikasi bahasa itu, serta apa dan bagaimana kelebihan
dari alat komunikasi lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah hakikat bahasa?
2. Apa saja fungsi-fungsi bahasa?
3. Bagaimana hakikat komunikasi?
4. Bagaimana berlangsungnya komunikasi bahasa?
5. Apa saja keistimewaan bahasa manusia?
2. 2
BAB II
PEMBAHASAN
Pada bagian pendahuluan yang lalu telah disebut-sebut bahwa fungsi
utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya
dimiliki manusia. Di dalam kehidupannya bermasyarakat,sebenarnya manusia
dapat juga menggunakan alat komunikasi lain, selain bahasa. Namun, tampaknya
bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik, paling sempurna,
dibandingkan dengan alat-alat komunikasi lain; termasuk juga alat komunikasi
yang digunakan para hewan. Oleh karena itu, untuk memahami bagaimana wujud
komunikasi yang dilakukan dengan bahasa ini, terlebih dahulu akan dibicarakan
apa hakikat bahasa, apa hakikat komunikasi, kemudian baru dibicarakan dan
bagaimana komunikasi bahasa itu, serta apa dan bagaimana kelebihannya dari alat
komunikasi lain.
A. Hakikat Bahasa
Kalau kita membuka buku linguistik dari berbagai pakar akan kita
jumpai berbagai rumusan mengenai hakikat bahasa. Rumusan-
rumusan itu kalau dibutiri akan mengkasilkan sejumlah ciri yang
merupakan hakikat bahasa. Ciri-ciri yang merupakan hakikat bahasa
itu, antara lain, adalah bahwa bahasa itu sebuah sistem lambang,
berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan
manusiawi. Berikut dibicarakan ciri-ciri tersebut secara singkat.
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh
sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan.
Bagi orang yang mengerti sistem bahasa indonesia akan mengakui
bahwa susunan “Ibu meng....seekor....di...” adalah sebuah kalimat
bahasa indonesia yang benar sistemnya, meskipun ada sejumlah
komponennya yang ditanggalkan. Tetapi susunan “Meng ibu se ikan
goreng di ekor dapur” bukanlah kalimat bahasa indonesia yang
benar.karenatidak tersusun menurut sistem kalimat bahasa indonesia.
3. 3
Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat sistematis juga bersifat
sistemis. Dengan sistematis maksudnya, bahasa itu tersusun menurut
suatu pola tertentu, tidak tersusun secara acak atau sembarangan.
Sedangkan sistemis, artinya, sistem bahasa itu bukan merupakan
sebuah sistem tunggal, melainkan terdiri dari sejumlah subsistem,
yakni subsistem leksikon. Setiap bahasa biasanya memiliki sistem
yang berbeda dari bahasa lainnya. Misalnya, urutan kata di dalam
kalimat bahasa latin adalah tidak penting, sebab susunan kalimat
Paulus vidit Mariam vidit Paulus, atau Vidit Mariam Paulus, yaitu
‘Paul melihat Maria’; padahal susunan kalimat bahasa indonesia Nenek
melirik kakek tidak sama maknanya dengan Kakek melirik nenek.
Mengapa demikian ? karena yang penting dalam sistem bahasa latin
adalah bentuk kata maupun urutan kata sama-sama penting; dan
kepentingsnnya itu berimbang. Oleh karena itu, lazim juga disebut
bahwa bahasa itu bersifat unik, meskipun juga bersifat universal. Unik,
artinyamemiliki ciri atau sifat khas yang tidak dimiliki bahasa lain; dan
universal berarti, memiliki ciri yang sama yang ada pada semua
bahasa.
Sistem bahasa yang dibicarakan di atas adalah berupa lambang-
lambang dalam bentuk bunyi. Artinya, lambang -lambang itu
berbentuk bunyi, yang lazim disebut bunyi ujar atau bunyi bahasa.
Setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna
atau konsep. Umpamanya, lambang bahasa yang berbunyi [kuda]
melambangkan konsep atau makna ‘sejenis binatang berkaki empat
yang biasa dikendarai’; dan lambang bahasa yang berbunyi [spidol]
melambangkan konsep atau makna ‘sejenis alat tulis bertinta ‘. Karna
setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau
makna maka dapat disimpulkan setiap satuan ujaran bahasa memiliki
makna. Jika ada lambang bunyi yang tidak bermakna atau tidak
menyatakan suatu konsep, maka lambang tersebut tidak termasuk
sistem suatu bahasa. Dalam bahasa indonesia satuan bunyi [air], [kuda]
4. 4
dan [meja] adalah lambang ujaran karna memiliki makna; tetapi bunyi-
bunyi [rai], [akud], dan [ajem] bukanlah lambang ujaran karna tidak
memiliki makna.
Lambang bunyi bahasa itubersifat arbitrer. Artinya, hubungan
antara lambang dengan yang dilambangkannya tidak bersifat wajib,
bisa berubah, dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang bunyi
tersebut mengonsepi makna tertentu. Secara konkret, mengapa
lambang bunyi [kuda]digunakan untuk menyatakan ‘sejenis binatang
berkaki empat yang biasa dikendarai’ adalah tidak dapat dijelaskan.
Andaikata hubungan itu bersifat wajib, tentu untuk menyatakan
binatang dalam bahasa indonesia itu disebut [kuda] tidak ada yang
menyebutkan <jaran>,<horse>, atau <paard>. Bukti kearbitreran ini
juga dapat juga dilihat dari banyaknya sebuah konsep yang
dilambangkan dengan beberapa lambang bunyi yang berbeda. Isalnya,
untuk konsep ‘setumpuk lembaran kertas bercetak dan berjilid’ dalam
bahasa indonesia disebut [buku] dan [kitab]. Untuk konsep besarnya
tubuh yang lebih kecil dari ukuran normal dalam bahasa indonesia
disebut [kurus], [langsing], [ramping], dan [kerempeng].
Meskipun lambang-lambang bahasa itu bersifat arbitrer,tetapi juga
mersifat konvensional. Artinya, setiap penutur suatu bahasa akan
mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya.
Dia akan mematuhi, misalnya, lambang [kuda] hanya digunakan untuk
menyatakan ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’.
Dan tidak untuk melambangkan konsep yang lain, sebab jika
dilakukannya berarti dia telah melanggar konvensi itu. Sebagai
akibatnya, tentu komunikasi akan terhambat. Begitu pun seseorang
tidak dapat mengganti lambang untuk sesuatu dengan semaunya saja.
Umpamanya, untuk konsep ‘sejenis alat tulis bertinta’ dia tidak
menggunakan lambang [spidol], tetapi menggunakan lambang lain,
misalnya, [dolspi], [pisdol], atau [dospil]. Kalau dikomunikasikan juga
akan terhambat.
5. 5
Bahasa itu bersifat produktif, artinya, dengan sejumlah unsur yang
terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir idak
terbatas. Umpamanya, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
susunan W.J.S. Purwadarminta bahasa Indonesia hanya mempunyai
lebih kurang 23.000 buah kata, tetapi dengan 23000 buah kata itu
dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas. Silahkan coba kalau
mau!
Bahasa itu bersifat dinamis, maksudnya, bahasa itu tidak terlepas
dari berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu dapat
terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja: fonologos,
morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikon. Yang tampak jelas
biasanya adalah pada tataran leksikon. Pada setiap waktu mungkin saja
ada kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata lama yang
tenggelam, tidak digunakan lagi. Sebaliknya, kata-kata seperti riset,
kolusi, dan ulang-alik yang dulu tidak dikenal, kini sudah biasa
digunakan. Kedinamisan bahasa dalam tataran gramatuka juga banyak
menyebabkan terjadinya perubahan kaidah. Ada kaidah yang dulu
berlaku, kini tidak berlaku lagi.umpamanya, dalam bahasa indonesia
dulu haruslah dikatakan “bertemu dengan dua orang orang Inggris”
dengan alasan “dua orang” adalah kata bilangannya, dua “orang
inggris” adalah kata bendanya. Sekarang, susunan kalimat tersebut
haruslah berbentuk “Bertemu dengan dua orang inggris”. Bahasa
inggris sebelum zaman shakespeare mempunyai susunan kalimat
seperti Know ye this man? Yang pada zaman sekarang tentunya harus
berbunyi Do you know this man? (mengenai perubahan bahasa lebih
jauh lihat bab 9).
Bahasa itu beragam, artinya, meskipun sebuah bahasa mempunyai
kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu
digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar
belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi
beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis, maupun
6. 6
pada tataran leksikon. Bahasa jawa ynga digunakan di Surabaya tidak
persis sama dengan bahasa Jawa yang digunakan di Yogyakarta.
Begitu juga bahasa inggris yang digunkan di Birmingham, di Kanada,
di Australia, maupun di Amerika (Lebih jauh lihat Bab lima)
Bahasa itu bersifat manusiawi. Artinya, bahasa sebagai alat
komunikasi verbal hanya dimiliki manusia. Haewan tidak mempunyai
bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa
bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan tidak dinamis.
Dikuasai oleh para hewan itu secara instingtif, atau secara naluriah.
Padahal manusia dalam menguasai bahasa bukanlag secara instingtif
atau naluriah, melainkan dengan cara belajar. Tanpa belajar manusia
tidak akan dapat berbagasa. Hewan tidak mempunyai kemampuan
untuk mempelajari bahasa manusia. Oleh karena itulah dikatakan
bahwa bahasa itu bersifat manusiawi, hanya dimiliki oleh manusia.
Ciri-ciri bahasa seperti yang dibicarakan di atas, yang menjadikan
indikator akan hakikat bahasa adalah menurut pandangan linguistik
umum (general linguiatics), yang melihat bahasa sebagai bahasa.
Menurut pandangan sosiolinguistik bahasa itu juga mempunyai ciri
sebagai alat interaksi sosial dan sebagai alat mengidentifikasi diri.
B. Fungsi-fungsi Bahasa
Secara tradisional kalau dinyatakan apakah bahasa itu, akan
dijawab bahawa bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk
berkomunikasi, dalam arti, alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan,
konsep, atau juga perasaan. Konsep bahwa bahasa adalah alat untuk
menyampaikan pikiran sudah mempunyai sejarah yang panjang jika
kita menelusuri sejarah studi bahasa pada masa lalu. Pada abad
pertengahan (500- 1500 M) studi kebanyakan dilakukan oleh para ahli
logika atau ahli filsafat. Mereka menitikberatkan penyelidikan bahasa
pada satuan- satuan kalimat yang dapat dianalisis sebagai alat untuk
menyatakan proporsi benar atau salah. Mengapa? Karena studi bahasa
7. 7
mereka satukan dengan studi retorika dan logika. Keberetan kita
terhadap pendekatan atau cara seperti ini adalah apakah ekspresi,
keinginan, kesenagan, rasa nyeri, pertanyaan, dan perintah juga
merupakan dikotomi salah benar? Dalam logika kalimat yang
mempunyai nilai benar atau salah hanyalah kalimat deklaratif saja,
atau menggunakan bahasa hanya untuk memuat pernyataan salah atau
benar saja, sesuai dengan pikiran kita. Dalam proses berkomunikasi
pikiran hanyalah satu bagian dari sekian banyak informasi yang
disampaikan. Dalam hai ini, Wardhaugh (1973:3-8) juga menyatakan
bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik tertulis
maupun lisan. Namun, fungsi ini sudah mencangkup lima fungsi dasar,
yang menurut Kinneavy disebut expression, information, exploration,
persuation, dan entertaiment (Michel 1967:51).
Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau
berfungsi untuk menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab
seperti dikemukakan Fishman (1972) bahwa yang menjadi persoalan
sosiolinguistik adalah “who speak what language to whom, when and
to what end”. Oleh karena itu, fungsi-fungsi bahasa itu, diantara lain,
dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topik, kode, dan amanat
pembicara.
Dilihat dari sudut penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau
pribadi (lihat Halliday 1973, Finnocchiaro 1974; Jakobson 1960
menyebutnya fungsi emotif). Maksudnya, si penutur menyatakan sikap
terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya
mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan
emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak si
pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedih, marah, atau
gembira.
Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu
berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar (lihat
Finnocchiaro 1974; Halliday 1973 menyebutnya fungsi instrumental;
8. 8
dan Jakobson 1960 menyebutnya fungsi retorikal). Disini bahasa itu
tidak “hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi
melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dimaui si pembicara”.
Hal ini dapat dilakukan si penutur dengan menggunakan kalimat-
kalimat yang menyatakan perintah, himbauan, permintaan, maupun
rayuan. Perhatikan kalimat-kalimat berikut:
- Harap tenang. Ada ujian.
- Sebaiknya Anda menelepon dulu.
- Anda tentu mau membantu kami.
Bila dilihat dari segi kontak antara penutur dan pendengar maka
bahasa di sini berfungsi fanatik (Jakobson 1960; Finnocchiaro 1974
menyebutnya interpersonal; dan Halliday 1973 menyebutnya
interactional), yaitu fungsi menjalin hubungan, memelihara,
memperlihatkan perasaan bersahabat, atau solidaritas sosial.
Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap,
seperti pada waktu berjumpa, pamit, membicarakan cuaca atau
menanyakan keadaan keluarga. Oleh karena itu, ungkapan-
ungkapannya tidak dapat diartikan atau diterjemahkan secara harfiah.
Misalnya, dalam bahasa Inggris ungkapan How do you do, How are
you, Here you are dan Nice day; dalam bahasa indonesia adalah
seperti ungkapan Apa kabar, Bagaimana anak-anak, Mau kemana nih,
dan sebagainya. Ungkapan-ungkapan fatik ini biasanya juga disertai
dengan unsur paralinguistik, seperti senyuman, gelengan kepala,
gerak-gerik tangan, air muka, dan kedipan mata. Ungkapan-ungkapan
tersebut yang disertai unsur paralinguistik tidak mempunyai arti,
dalam arti memberikan informasi, tetapi membangun kontak sosial
antara para partisipan dalam penuturan itu.
Bila dilihat dari segi topik ujaran, maka bahasa itu berfungsi
sebagai referensial (Finnocchiaro 1974; Halliday 1973 menyebutnya
representational; Jakobson 1960 menyebutnya fungsi kognitif), ada
juga yang menyebutnya fungsi denotatif atau fungsi informatif. Disini
9. 9
bahasa itu berfungsi sebagai alat untuk membicarakan objek atau
peristiwa yang ada di sekeliling penutur atau yang ada dalam budaya
pada umumnya. Fungsi referensial ini adalah yang melahirkan paham
tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran,
untuk menyatakan bagaimana pendapat si penutur tentang dunia di
sekelilingnya. Ungkapan-ungkapan seperti “Ibu dosen itu cantik
sekali”, atau “Gedung perpustakaan itu baru dibangun” adalah contoh
penggunaan bahasa yang berfungsi referensial.
Kalau dilihat dari segi kode yang digunakan, maka bahasa itu
berfungsi metalingual atau metalinguistik (Jakobson 1960;
Finnacchiaro 1974), yakni bahasa itu digunakan untuk membicarakan
bahasa itu sendiri. Memang tampaknya aneh; biasanya bahasa itu
digunakan untuk membicarakan masalah lain, seperti masalah politik,
ekonomi atau pertanian. Tetapi dalam fungsinya di sini bahasa itu
digunakan untuk membicarakn atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat
dilihat dari proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah atau
aturan-aturan bahasa dijelaskan dengan bahasa. Juga dalam kamus
monolingual, bahasa digunakan untuk menjelaskan arti bahasa (dalam
hal ini kata) itu sendiri.
Kalau dilihat dari segi amanat (message) yang akan disampaikan
maka bahsa itu berfungsi imaginatif (Halliday 1973; Finnocchiaro
1974; Jakobson 1960 menyebutnya fungsi poetic speech).
Sesungguhnya bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan; baik yang sebenarnya, maupun yang
cuma imaginasi (khayalan, rekaan) saja. Fungsi imaginatif ini
biasanya berupa karya seni ( pisi, cerita, dongeng, lelucon) yang
digunakan untuk kesenagan penutur, maupun para pendengarnya.
Jika kita melihat buku atau sumber lain, misalnya Nababan (1983)
tentu kita akan menemukan berbagai fungsi bahasa yang lain, yang
dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Sebagai perkenalan terhadap
10. 10
sosiolinguistik kiranya fungsi-fungsi bahasa yang dibicarakan di ataas
sudah mencukupi untuk pemahaman lebih lanjut.
C. Hakikat Komunikasi
Salah satu fungsi bahasa seperti yang dibicarakan di atas adalah
sebagai alat komunikasi atau alat interaksi. Lalu, masalah kita
sekarang adalah: apakah komunikasi itu. Dalam Webster S New
Collegiate Dictionary (1981: 225) dikatakan:
Communication is a process by which information is exchange
between individuals through a common system of symbols, signs,
or behavior (komunikasi adalah proses pertukaran informasi
antarindividual melalui sistem, simbol, atau tingkah laku yang
umum).
Kalau disimak batasan di atas, maka kita dapatkan tiga komponen
yang harus ada dalam setiap proses komunikasi, yaitu (1) pihak yang
berkomunikasi, yakni pengirim dan penerima informasi yang
dikomunikasikan, yang lazim disebut partisipan; (2) informasi yang
dikomunikasikan; dan (3) alat yang digunakan dalam komunikasi itu.
Pihak yang terlibat dalam suatu proses komunikasi tentunya ada dua
orang atau dua kelompok orang, yaitu pertama yang mengirim
(sender) informasi, dan yang kedua yang menerima (receiver)
informasi. Informasi yang disampaikan tentunya berupa suatu ide,
gagasan, keterangan, atau pesan. Sedangkan alat yang digunakan
dapat berupa simbol/lambang seperti bahasa (karena hakikat bahasa
adalah sebuah sistem lambang); berupa tanda-tanda, seperti rambu-
rambu lalulintas, gambar, atau petunjuk; dan dapat juga berupa gerak-
gerik anggota badan (kinesik).
Sebelum kita bahas lebih jauh bagaimana proses komunikasi itu
berlangsung, kita lihat dulu bagaimana “perbuatan” manusia yang
dapat dikategorikan sebagai perbuatan komunikasi dan yang bukan
perbuatan komunikasi. Setiap perbuatan atau tingkah laku manusia
11. 11
dapat memberi informasi pada orang yang sengaja atau tidak sengaja
mengamatinya. Umpamanya jika kita melihat orang sedang duduk
memegang koran yang dibuka lebar-lebar, maka kita akan mendapat
informasi dari perbuatan itu bahwa orang itu sedang membaca koran.
Apakah informasi ini benar? Menurut interpretasi kita berdasarkan
kebiasaan yang berlaku, informasi itu memang benar: orang itu sedang
membaca koran. Namun, tidak terlepas kemungkinan orang itu Cuma
pura-pura saja membaca koran, padahal perbuatan sebenarnya yang
sedang dilakukan adalah memperhatikan gerak-gerik orang lain yang
ada di sekitarnya. Memang ada perbuatan atau gerak-gerik yang dapat
“dipura-purakan”, tetapi ada pula yang tidak dapat, yakni gerak-gerik
yang sudah mempola sebagai kebiasaan dalam suatu masyarakat
budaya. Umpamanya, anggukan kepala dalam masyarakat Indonesia
tidak dapat tidak tentu memberikan informasi ‘setuju’; sedangkan
gelengan kepala memberi informasi ‘tidak setuju’.
Setiap perbuatan memang memberikan informasi, yang bisa
ditafsirkan sesuai dengan kebiasaan budaya dalam suatu masyarakat.
Namun, apakah setiap perbuatan manusia itu bersifat komuikatif?
Tentu saja tidak. Suatu perbuatan untuk dapat disebut komunikatif
adalah kalau perbuatan itu dilakukan dengan sadar dan tidak ada pihak
lain yang bertindak sebagai penerima pesan dari perbuatan itu.
Penerimaan pesan itu juga harus dilakukan dengan sadar. Jika
mendengar suara “ngorok” keluar dari sebuah kamar maka kita
mendapat informasi bahwa di dalam kamar itu ada seorang yang
sedang tidur. Dalam peristiwa itu yang ada hanyalah informasi saja
seperti yang dianggap oleh si pendengar. Tetapi tidak ada peristiwa
komunikasi, sebab “si pengorok” mengeluarkan bunyi “ngorok”nya
itu tanpa kesadaran. Andai kata “si pengorok” tidak tidur tetapi ia
dengan sengaja pura-pura “ngorok”, maka si pendengar yang
menafsirkan ada orang yang sedang tidur telah menerima informasi
yang keliru. Atau dengan kata lain, dia telah tertipu dengan suara
12. 12
“ngorok” tadi. Lalu, andai kata ada orang yang ingin meyatakan
kehadirannya, kemudian dia berdehem-dehem, maka kita yang
mendengarnya telah menerima informasi akan kehadirannya itu.
Peristiwa ini adalah peristiwa komunikasi, sebab si pengirim pesan
dengan sengaja melakukan perbuatan itu; sedangkan si pendengar atau
para pendengar kemudian memberi respon, misalnya, dengan menoleh
ke arah suara dehem-dehem itu.
Dua orang yang berlainan kode (bahasa) dapat juga berkomunikasi.
Si pengirim pesan melakukan dengan isyarat (entah berupa gerakan
tangan atau gerak-gerik lainnya), lalu si penerima pesan juga
merespon dengan isyarat pula. Jadi, meskipun hanya isyarat saja asal
ada kesadaran di antara pengirim dan penerima pesan, peristiwa
komunikasi telah terjadi. Sebaliknya, meskipun dengan menggunakan
bahasa, jika tidak disertai kesadaran di antara kedua partisipannya,
maka komunikasi tidak terjadi. Atau, walaupun terjadi akan berakhir
dengan efek kekeliruan informasi. Menurut istilah orang di Jakarta,
informasinya tidak “nyambung”. Sebagai contoh, camkan ilustrasi
berikut. Ada seorang ibu muda (sedang hamil) akan membayar iuran
televisi di kantor pos ketika petugas di loket bertanya “Bu, berapa
bulan?” dengan tenang dia menjawab “Tujuh bulan”. Beberapa saat
kemudian si petugas loket bertanya lagi kepada ibu itu sambil
menyodorkan kartu iuran televisinya, “Bu, ini semua menjadi Rp.
21.000”. Si ibu muda berkata lagi, “Saya hanya mau membayar 3
bulan, bukan 7 bulan!” dengan menggerutu si petugas loket menyahut,
“Loh tadi ibu bilang 7 bulan, bukan 3 bulan, gimana sih?” si ibu muda
ini baru sadar bahwa memang tadi dia menjawab “7 bulan”. Tetapi
bukan untuk membayar iuran televisi, melainkan usia kandungannya.
Kiranya pada waktu petugas loket bertanya si ibu muda tadi “sedang
melamun”, membayangkan bayinya yang akan lahir; dan selama ini
kalau ada pertanyaan “berapa bulan” adalah selalu ditujukan kepada
usia kandungannya.
13. 13
Jadi meskipun dalam peristiwa itu kdua partisipan ada, pesa yang
disampaikan juga ada, dan alat yang digunakan jugaada (dalam hal ini
berupa bahasa), tetapi komunikasi tidak berlangsung dengan benar,
karena kesadaran dari pihak penerima pesan tidak ada. Tiadanya
kesadaran ini merupakan gangguan atau hambatan dalam proses
komunikasi.
Suatu proses kominikasi memang sering kalai tidak dapat berjalan
dengan mulus karena adanya gangguan atau hambatan. Tiadanya
kesadaran dari salah satu pihak partisipan merupakan hambatan.
Gangguan atau hambatan lain, misalnya, daya pendengaran salah satu
partisipa yang kurang baik, suara bising di tempat komunikasi
berlangsung, atau kemampuan penggunaan bahasa yang kurang.
Komponen ketiga dalam peristiwa komunikasi adalah alat
komunikasi yang dignakan, yaitu bahasa (sebagai sebuah sistem
lambang), tanda-tanda (baik berupa gambar, warna, taupun bunyi),
dan gerak-gerik tubuh. Berdasarkan alat yang digunakan ini dibedakan
adanya dua macam komunikasi, yaitu (1) komunikasi non-verbal dan
(2) komunikasi verbal atau komunikasi bahasa. Komunukasi
nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan alat bukan bahasa,
seperti, bunyi peluit, cahaya (lampu, api), semafor, dan termasuk juga
alat komunikasi dalam masyarakat hewan. Sedangkomunikasi verbal
atau komunikasi bahasa adalah komunikasi yang menggunakan
bahasa sebagai alatnya. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ini
tentunya harus berupa kode yang sama-sama dipahami oleh pihak
penutur dan pihak pendengar.
D. Komunikasi Bahasa
Berlangsungnya proses komunikasi bahasa dapat digambarkan
sebagai berikut:
14. 14
Dalam setiap komunikasi- bahasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu
pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver). Ujaran
(berupa kalimat atau kalimat-kalimat) yang digunakan untuk
menyampaikan pesan (berupa gagasan, pikiran, saran, dan sebagainya)
itu disebut pesan. Dalam dalam hal ini pesan tidak lain pembawa
gagasan (pikiran, saran, dan sebagainya) yang disampaikan pengirim
(penutur) kepada penerima (pendengar). Setiap komunikasi- bahasa
dimulai dengan si pengirim merumuskan terlebih dahulu yang ingin
diujarkan dalam suatu kerangka gagasan. Proses ini dikenal dengan
istilah semantic ecoding. Gagasan itu lalu disusun dalam bentuk
kalimat atau kalimat-kalimat yang gramatikal; proses memindahkan
gagasan dalam bentuk kalimat yang gramatikal ini disebut
garammatical encoding. Setelah tersusun dalam kalimat yang
garmatikal, lalu kalimat (yang berisi gagasan tadi) diucapkan. Proses
ini disebut phonological encoding. Selanjutnya proses ini diikuti
dengan proses grammatical decoding; dan diakhiri dengan proses
semantic decoding.
Dalam praktiknya urutan-urutan proses ini berlangsung dengan
cepat. Lebih-lebiih jika yang terlibat dalam proses komunikasi itu
mempunyai kemampuan bahasa yang sangat tinggi. Semakin tinggi
kemampua berbahasa dari kedua pihak yang berkomunikasi itu, maka
semakin lancarlah pkomunikasi itu terjadi. Kelancaran proses
komunikasi, seperti telah disebut di muka, dapat juga mengalami
hambatan karena adanya unsur gangguan. Misalnya, ketika
komunikasi itu berlangsung terjadi kebisinga suara di tempat
berlangsungnyakomunikasi itu; atau salah satu pihak yang
berkomunikas mempunyai pendengaran yang kurang baik.
Ada dua macam komunikasi bahasa, yaitu komunikasi searah dan
komunikasi dua arah. Dalam komunikasi searah, si pengirim tetap
sebagai pengirim, dan si penerima tetap sebagai penerima.
Komunikasi searah ini terjadi, misalna, dalam komunikasi yang ersifat
15. 15
memberitahukan, khotbah di mesjid atau gereja, ceramah yang tidak
diikuti adanya tanya jawab, dan sebagainya. Dalam komunikasi dua
arah, secara berganti-ganti si pengirim bisa menjadi si penerima, dan
si penerima bisa menjadi si pengirim. Komunikasi dua arah ini terjadi,
misalnya, dalam rapat, perundingan, diskusi, dan sebagainya.
Bahasa itu dapat mempengaruhi perilaku manusia. Maka kalau si
penutur ingin mengetahui respon si pendengar terhadap tuturannya,
dia bisa melihat umpan balik, yang dapat berwujud perilaku tertantu
yang dilakukan pendengar setelah mendengar penuturan si penutur.
Dengan demikian, umpan balik penutur dapat menyesuaika diri dalam
menyampaikan pesan/ tuturan berikutnya. Tentu saja umpan balik ini
hanya ada pada komunikasi dua arah.
Sebagai alat komunikasi, bahasa itu terdiri dari dua aspek, yaitu
aspek linguistik dan nonlinguistik atau paralinguistik. Kedua aspek ini
“bekerja sama” dalam membangun komunikasi bahasa itu. Aspek
linguistik mencnagkup tataran fonologis, morfologis dan sintaktis.
Ketiga tataran ini mendukung terbentuknya yang akan disampaika,
yaitu semantik (yang didalamnya terdapat makna, gagasan, ide, atau
konsep). Aspek paralinguistik mencakup (1) kualitas ujaran, yaitu pola
ujaran seseorang, seperti falseta (suara tinggi), staccato (suara putus-
putus),dan sebagainya; (2) unsur supra segmental, yaitu tekanan
(stress), nada (pitch), dan intonasi; (3) jarak dan gerak-gerik tubuh,
seperti gerakan tanga, anggukan kepala, dan sebagainya; (4) rabaan,
yakni yang berkenaan dengan indra perasa (pada kulit).
Aspek linguistik dan paralinguistik tersebut berfungsi sebagai alat
komunikasi, bersama-sama dengan konteks situasi membentuk atau
membangun situasi tertentu dalam proses komunikasi. Hubungan alat-
alat komunikasi dengan konteks situasi itu dapat digambarkan sebagai
berikut:
16. 16
Komunikasi-bahasa atau komunikasi yang menggunakan bahasa
sebagai lalat mempunyai kelebihan dibandingkan komunikasi lainya,
termasuk komunikasi yang berlaku pada masyarakat hewan.
Komunikasi dengan gerak isyarat tangan yang berlaku untuk orang
bisu tuli dan komunikasi membaca gerak bibir yang juga berlaku
untuk orang bisu tuli sudah tidak dapat digunakan lagi dalam keadaan
gelap atau tidak ada cahaya, karena kedua jenis komunikasi itu sangat
mengandalkan penglihatan mata untuk dapat melihat dan memahami
bahasa gerak tangan dan bahasa gerak bibir itu. Sedangakan
komunikasi-bahasa masih dapat digunakan meski dalam keadaan
gelap sekalipun. Malah dengan bantuan alat-alat modern dewas ini
sistem komunikasi-bahasa telah dapat menembuh jarak dan waktu.
Untuk dapat lebih memahami kelebihan komunikasi-bahasa ini,
baiklah kita bandingkan dengan sistem komunikasi yang ada dalam
dunia hewan. Sudah sejak lama para ahli meneliti sistem kerja alat
komunikasi hewan dengan harapan barangkali dapat digunakan untuk
mengungkapkan pelbagai rahasia alam yang masih banyak merupakan
misteri bagi manusia. Para pakar tertarik untuk meneliti sistem
komunikasi hewan dengan maksud untuk mengetahui:
1) bagaimana sistem komunikasi hewan itu;
2) binatang apa yang sistem komunikasinya paling baik;
3) apakah binatang dapat memperoleh kemampuan berbahasa bila
dilatih sejak bayi;
4) bagaimanakah persamaan dan perbedaan sistem komunikasi
binatang dan manusia.
Terhadap pertanyaan pertama, telah pernah dilakukan penelitian
terhadap lebah, burung, ikan lumba-lumba dan simpanse. Secara
singkat hasil penelitian itu kita bicarakan berikut ini, yang diangkat
dari Fromkin dan Rodman 1974 dan Akmajian dkk. 1979.
Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap sistem
komunikasi pelbagai jenis burung. Penelitian itu menyimpulkan
17. 17
bahwa dalam sistem komunikasi burung yang berupa “bunyi burung”
dapat dibedakan adanya dua macam bentuk komunikasi, yaitu (1)
panggilan (bird call), dan (2) nyanyian (bird song). Jenis komunikasi
burung yang disebut panggilan berupa bunyi yang terdiri dari satu
nada pendek atau lebih, yang isinya atau pesannya sudah ditentukan
sejak lahir. Isi atau pesan ini berhubungan dengan bahaya, makanan,
bersarang dan berkelompok. Panggilan mempunyai makna jadi,
merupakan satu bentuk komunikasi. Namun, hanya terbatas pada
keadaan “sekarang” dan “di sini”. Tidak ada panggilan untuk masa
lalu dan masa yang akan datang, serta di tempat yang lain. Maka,
dapat dikatakan bentuk komunikasi burung yang disebut panggilan ini
tidak dapat berubah, disusun kembali untuk hal yang lain. Oleh karena
itu, dapat dikatakan tidak ada panggilan burung yang menunjukkan
kreativitas seperti pada bahasa manusia. Bentuk komunikasi burung
yang disebut nyanyian bunyinya lebih panjang daripada panggilan dan
memiliki pola-pola nada yang lebih kompleks daripada panggilan.
Nyanyian ini digunakan untuk dua maksud, yaitu (1) untuk menandai
penguasaan suatu daerah kekuasaan burung, dan (2) untuk menarik
perhatian jenis kelamin lain dengan tujuan biologis. Meskipun
nyanyian burung tampaknya kompleks, tetapi tidak dapat diuraikan
atau disegmentasikan dalam bagian-bagian yang bermakna seperti
bahasa manusia, yang dapat diuraikan menjadi frase, kata, morfem
dan fonem.
Burung-burung dari jenis yang sama, tetapi tinggal di daerah yang
berlainan, ternyata dapat mengungkapkan pesan yang sama dengan
bunyi panggilan yang berlainan. Hasil penelitian itu menyimpulkan
juga, bahwa kemampuan untuk berkomunikasi dengan panggilan dan
nyanyian itu sudah dikuasai sejak lahir, tetapi hanya ‘versi dasar’nya
saja. Kemampuan dan penguasaan akan panggilan dan nyanyian itu
akan diperolehnya kelak dari belajar.
18. 18
Beberapa jenis burung, termasuk beo dan kakak tua, dapat dapat
meniruka bunyi burunglain termasuk manusia kalau burung tersebut
dikurung dan dipelihara. Tetapi kemampuan yang similiki burung-
burung itu hanyalah sampai tahap menirukan bunyi (termasuk ujaran)
yang pernah didengarkan. Dia tidak mempunyai kemampuan untuk
membuat kalimat-kalimat baru dari kata-kata yang sudah dapat
ditirukannya. Jadi jelas berbeda dengan manusia yang dapat membuat
kalimat-kalimat baru dalam jumlah yang tidak terbatas, yang belum
pernah didengar atau dibuat orang, dari kata-kata yang sudah
diketahuinya.
Penelitian terhadap sistem komunikasi lebah madu yang
dilakukan oleh Von Frisch (Akmajian 1979) menunjukkan bahwa
lebah pekerja (yang bertugas mencari makan, setelah keluar dari
sarangnya dan terbang jauh dapat kembali ke sarangnya dan memberi
tahu lebah-lebah lainya di mana ada sumber makanan. Pmberian
iformasi mengenai tempat dimana adanya sumber makanannya itu
dilakukan dengan cara melakukan tarian di dinding sarangnya. Dalam
hal ini ada tiga macam tarian, yaitu (1) membuatlingkaran; (2)
membuat bentuk seperti sabit, dan (3) membuat gerakan-gerakan
dengan ekor. Tarian (1), membuat lingkaran apabila sumber makanan
itu dekat sekali, yakni sekitar 20 kaki atau 613 cm. Bagaimana mutu
makanan ditunjukkan dengan jumlah pengulangan tarian lingkaran itu,
serta semangat dalam melakukan tarian itu. Tarian (2), yakni
membentuk semacam sabit dilakukan dengan memuat angka delaan
pada dinding sarang; dan sudut yang terbentuk oleh arah bebtuk sabit
denga garis vertikal menunjkkan temay makanan ditinjau dari
matahari. Jadi, tarian sabit itu memberi informasi mengenai jarak
(kira-kira 2-6 kaki atau 613- 1839 cm), arah, dan mutu makanan.
Tarian (3) yaitu membuat gerakan-gerakan dengan ekor memberi
informasi mengenai jarak lokasi makanan yang ditandai dengan
jumlah engulangan ola tari. Makain lambat ola engulangan, makin
19. 19
jauh lokasi makanan dari sarang lebah. Dalam enelitian alat
komunikasi lebah ini, ernah dilakukan seekor lebah ditangka langsung
di temat makanan. Teryata, dia daat kembali ke sarangnya, tetapi tidak
daat melakukan terian aa-aa. Artinya, dia tidak tahu jarak ke temat
makanan itu dari sarnagnya.
Sistem komunikasi lebah ini memang cukup efektif dan daat
digunakan untuk memyampaikan esan dalam jumlah yang banyak.
Namun, pesan yang disamaikan hanya terbatas untuk masalah
makanan, tidak untuk masalah lain. Alat komunikasi lebah ini bukan
dieroleh dari belajar atau terjadi karena adanya rangsangan dari luar,
melainkan dikuasai secara alamiah sejak lahir.
Penelitian terhadap alat komunikasi lumba-lumba (dolfin)
menunjukkan bahwa lumba-lumba menggunakan bunyi vokal yang
mirip bunyi “ceklean” (inggris: clicking sound)untuk mengetahui
dengan tepat lokasi objek-objek yang mungkin menghalangi
perjalanan di dalam laut.selain bunyi vokal itu, lumba-lumba bisa
mengeluarkan bunyi seperti bersiul dan bunyi”berkuak” (inggris:
squawk). Kedua jenis bunyi ini berkenaan dengan situasi emosi
lumba-lumba itu. Bunyi siulan yang tinggi nadanya lalu turun
merendah menunjukkan bahwa lumba-lumba itu minta tolong karena
berada dalam keadaan bahaya. Ada juga bunyi untuk memanggil
lawan jenisnya untuk keperluan biologis. Bunyi lumba-lumba ini
dapat merambat dengan cepat di dalam air sehingga dapat ditangkap
denga segera oleh lumba-lumba lainnya. Eksperimen yang dilakukan
membuktikan bahwa lumba-lumba tidak berkomunikasi selamanya
dengan bunyi-bunyi tersebut; dan kalaupun tampak lumba-lumba
dapat berkomunikasi dengan manusia adalah sebagai hasil respon-
respon yang telah dilatihkan (conditional responses).
Penelitian terhadap simpanse dan terhadap beberapa hewan
primata lainnya menunjukkan bahwa simpanse berkomunikasi dengan
menggunakan sistem yang termasuk tanda-tanda visual, tanda-tanda
20. 20
yang dilihat berupa gerakan tubuh dan anggota badan lainnya; serta
melalui pendengaran, penciuman, dan perabaan. Tanda-tanda yang
digunakan itu hanyalah yang berkenaan dengan keadaan lingkungan
hewan itu saja, atau yang berkenaan dengan keadaan afektifnya.
Semua isyarat dan tanda yang digunakan simpanse itu tidak bervariasi,
dan terbatas pada pesan-pesan yang disampaikan, yang merujuk pada
waktu itu juga. Simpanse tidak mampu menyatakan perasaan senang
atau marah yang dialami pada masa lampau atau masa yang akan
datang.
Ada beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh sejumlah
pakar untuk mengetahui apakah simpanse yang dipelihara sejak kecil,
dibesarkan bersama keluarga manusia, dapat diajak berbicara seperti
manusia. Hasil percobaan menunjukkan bahwa simpanse itu dapat
memahami sejumlah kosa kata dan dapat memahami sejumlah
kalimat-kalimat sederhana, tetapi tidak dapat berkreasi untuk
membuat kalimat-kalimat baru. Inilah beda yang paling utama antara
manusia dan hewan: manusia dapat dan mempunyai kemampuan
untuk menciptakan kalimat-kalimat baru, sedangkan hewan tidak
dapat. Oleh karena itu, kalau bahasa didefinisikan hanya sebagai alat
komunikasi, maka hewan pun mempunyai bahasa.
E. Keistimewaan Bahasa Manusia
Hakikat bahasa sebagai bahasa dan bahasa sebagai alat interaksi
sosial sudah dibicarakan pada subbab di atas. Begitu jika hakikat
komunikasi sebagai suatu sistem yang dimiliki manusia maupun yang
ada pada dunia hewan. Berikut ini kita lihat bagaimana kelebihan atau
keistimewaan bahasa sebagai alat komunikasi manusia dibandingkan
dengan alat-alat komunikasi yang ada pada dunia hewan.
Setidaknya ada tiga pakar yang tertarik pada masalah ini, yaitu
Hockett, Mc Neill dan Chomsky. Bila disarikan dari Hockett dan Mc
Neill setidaknya ada 16 butir ciri khusus yang membedakan sistem
21. 21
komunikasi bahasa dari sistem komunikasi makluk lainnya.
Kesepuluh ciri itu adalah sebagai berikut.
1. Bahasa itu menggunakan jalur vokal auditif. Banyak hewan,
termasuk jangkrik, katak dan burung, yang sistem
komunikasinya dapat didengar. Namun, tidak semuanya
merupakan bunyi vokal. Katak, burung, dan orang utan ini
juga mempunyai jalur vokal auditif ini, seperti yang dimiliki
manusia. Tetapi sistem komunikasinya itu tidak mempunyai
beberapa ciri lainnya yang dimiliki manusia.
2. Bahasa dapat tersiar ke segala arah; tetapi penerimaannya
terarah. Maksudnya, bunyi bahasa yang diucapkan dapat
didengar di semua arah karena suara atau bunyi bahasa itu
merambat melalui udara; tetapi penerima atau pendengar
dapat mengetahui dengan tepat dari mana arah bunyi bahasa
itu datang.
3. Lambang bahasa yang berupa bunyi itu cepat hilang setelah
diucapkan. Hal ini berbeda dengan tanda atau lambang lain,
seperti bekas tapak kaki hewan, dan patung kepahlawanan
yang dapat bertahan lama. Oleh karena ciri cepat hilangnya,
maka sejak dulu orang berusaha melestarikan lambang bunyi
bahasa ini dalam bentuk tulisan. Pada zaman modern kini
bunyi bahasa itu sudah dapat direkam dengan peralatan
elektronik, dan sewaktu-waktu dapat diperdengarkan kembali.
4. Partisipan dalam komunikasi bahasa dapat saling
berkomunikasi (interchangeability). Artinya, seorang penutur
bisa menjadi seorang pengirim lambang dan dapat juga
menjadi penerima lambang itu. Dalam dunia hewan, ada jenis
jangkrik yang hanya jantannya yang dapat mengeluarkan
bunyi, tetapi baik jantan maupun betina dapat mendengar dan
mengerti.
22. 22
5. Lambang bahasa itu dapat menjadi umpan balik yang lengkap.
Artinya, pengirim lambang (penutur) dapat mendengar sendiri
lambang bahasa itu. Padahal dalam beberapa macam
komunikasi kinetik (gerakan) dan visual (penglihatan) seperti
dalam tarian lebah, si pengirim informasi tidak dapat melihat
bagian-bagian penting dari tariannya.
6. Komunikasi bahasa mempunyai spesialisasi. Maksudnya,
manusia dapat berbicara tanpa harus mengeluarkan gerakan-
gerakan fisik yang mendukung proses komunikasi itu.
Manusia dapat berbicara sambil mengerjakan pekerjaan lain
yang tidak berhubungan dengan topik pembicaraan. Padahal
komunikasi lebah dengan tariannya memaksa si lebah secara
fisik terlibat dalam tarian itu. Komunikasi manusia tidak
memerlukan kekuatan fisik yang besar tetapi dapat memberi
efek yang sangat besar.
7. Lambang-lambang bunyi dalam komunikasi bahasa adalah
bermakna atau merujuk pada hal-hal tertentu. Umpamanya
kata kuda mengacu pada sejenis hewan berkaki empat yang
biasa dikendarai. Kalimat Dika menendang bola mempunyai
makna seseorang yang bernama Dika melakukan perbuatan
atau tindakan yaitu menendang bola. Begitu juga dengan
lambang-lambang lain.
8. Hubungan antara lambang bahasa dengan maknanya bukan
ditentukan oleh adanya suatu ikatan antara keduanya; tetapi
ditentukan oleh suatu persetujuan atau konvensi di antara para
penutur suatu bahasa. Jadi hubungan antara lambang bunyi
(kuda) dengan maknanya, yaitu ‘sejenis binatang berkaki
empat yang biasa dikendarai’ bersifat arbitrer, semaunya.
Padahal paa alat komunikasi lebah yang berupa tarian ada
hubungan antara besar kecilnya sudut gerakan tari itu dengan
23. 23
sudut arah ke sumber makanan dari sarang lebah dengan garis
antara sarang dengan matahari.
9. Bahasa sebagai alat komunikasi manusia dapat dipisahkan
menjadi unit satu-satuan, yakni, kalimat kata, morfem, dan
fonem. Padahal alat komunikasi makhluk lain merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
10. Rujukan yang sedang dibicarakan dalam bahasa tidak harus
selalu ada pada tempat dan waktu ini. Kita dapat
menggunakan bahasa untuk sesuatu yang telah lalu, yang akan
datang, atau yang berada di tempat yang jauh. Bahkan juga
yang hanya ada dalam khayalan. Komunikasi makhluk lain,
seperti tarian lebah, atau teriakan orang utan, hanya merujuk
pada yang ada di tempat dan waktu tertentu.
24. 24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, tampak bahwa kontribusi sosiolinguistik
dalam pembelajaran bahasa memang cukup signifikan terutama dalam
memberikan informasi tentang hakekat bahasa yang sesuai dengan konteks
kemasyarakatan dan kondisi sosial pembelajar bahasa. Karena itu, tenaga
edukatif yang bertugas sebagai pengajar bahasa, seharusnya memahami
kajian teori lingustik yang meliputi ilmu-ilmu kebahasaan. Selain itu, ia
juga memperdalam Sosiolinguistik. Mengingat bahwa bahasa tidak bisa
lepas dari gejala dan fenomena sosial yang dalam hal edukasi, pengajar
bahasa perlu memahami tingkat sosial kebahasaan pada anak didiknya dan
lingkungan tempat proses pembelajaran dan pemerolehan bahasa
dilangsungkan.
B. Saran
Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami sangat membutuhkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan makalah ini. Kami juga berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin. Wassalam.
25. 25
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta.
www.google.com