2.
ْ
َنع
َْرَمُع
َْي ِ
ضَر
ْ
ُ َ
ّللا
ْ
ُهَنع
،
ْ
ُلوُقَي
:
ُْتعِمَس
ْ
َلوُسَر
ْ
ِ َ
ّللا
صلى
هللا
عليه
وسلم
ْ
ُلوُقَي
:
اَمَنِإ
ْ
ُلاَمعَاأل
اتَيِالنِب
،
اَمنَإو
لكل
ْ
ام
ْ
ئ ِ
ر
اَم
ىَوَن
،
ْ
نَمَف
ْ
تَنَاك
ْ
جِه
ْ
ُهُتَر
ىَلِإ
ْ
ِ َ
ّللا
وإلى
َْ
ِْهِلوُسَر
ْ
ُهُتَرجِهَف
ىَلِإ
ْ
ِ َ
ّللا
وإلى
َْ
ِْهِلوُسَر
،
ْ
نَمَو
ْ
تَنَاك
َْرجِه
ْ
ُهُت
ىَلِإ
اَيُند
اَهُبي ِ
صُي
ِْوَأ
ْ
ةَأَرام
اَهُجَوَزَتَي
ْ
جِهَف
ْ
ُهُتَر
ىَلِإ
اَم
َْرَجاَه
ِْهيَلِإ
(
متفق
عل
يه
)
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya
mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada
Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang
hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.”
(HR. Bukhari, Muslim(
HADIS TENTANG NIAT
3. A. AMIR AL-MUKMININ UMAR IBN AL-KHATTHAB
Profil beliau sangat masyhur bahwa beliau adalah
sahabat Baginda saw dan beliau adalah khalifah kedua
dari khulafarasyidin. Beliaulah orang yang pertama
meriwayatkan hadis ini langsung dari Baginda saw.
SEKILAS PROFIL RAWI
4. B. IMAM AL-BUKHARI
Nama asli beliau ra adalah; al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin
Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju’fiy al-Bukhari.
Beliau ra dilahirkan setelah shalat Jumat tanggal 13 bulan Syawal
pada tahun 194 H. pada masa kerajaan Bani Abasyiah, dimana saat
itu puncak kejayaan masa-masa kekhalifahan Islam.
Ayahnya wafat saat beliau ra masih kecil, kemudian tumbuh besar
di bawah asuhan sang ibu.
Beliau belajar menulis di negeri Bukhara. Saat usianya sepuluh
tahun beliau bersama sang ibu melaksanakan ibadah haji, lalu
beliau ra menetap di Makkah untuk mencari dan belajar ilmu.
Dalam soal ilmu, beliau saat itu lebih gandrung terhadap Hadis. Dan
beliau sangat terdepan rangkingnya dalam soal hafalan dan
kemantapan hadisnya.
Beliau ra sangat zuhud dan warak dalam menjalani hidupnya.
Beliau— berpulang ke rahmatullah pada hari jumat selesai shalat
Isya di hari raya I’ed al-Fitri pada tahun 256 H.
5. C. IMAM MUSLIM
Beliau ra bernama; Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi
Abu al-Hasan al-Naisabury. Lahir pada tahun 204. H.
Beliau adalah salah satu murid imam bukhari
Beliau juga mengambil hadis dari; Qutaibah, al-Qonaby, Imam
Ahmad bin Hambal, Ismail bin Abi Uwais, Abu Bakar dan
Usman Ibn Abi Syaibah dan banyak lagi.
Beliau juga banyak memiliki murid yang menjadi pembesar
ulama Islam. Di antaranya adalah; Abu Isa at-Tirmidzi, Abu
Awanah Yakub bin Ishak al-Isfirayany, Abu Amr Ahmad bin al-
Mubarak al-Mustamaly, Abu Hamid Ahmad bin Hamdun al-
Amasy, dan lainnya.
Imam wafat di daerah Naisabur pada tahun 261 H. Pada hari
minggu petang. Dan dikebumikan pada hari senin pada
tanggal 25 bulan Rajab dalam usia 55 tahun.
6. Al-Imam at-Thabrâny ra meriwayatkan dalam
kitab “Mu’jam Kabir” dengan sanad atau sandaran
rawi hadis yang “Tsiqqôh”, dari sahabat Ibn Mas’ud
ra. Berkata;
di kalangan kami terdapat seorang lelaki yang berniat
menyunting seorang wanita yang bernama; Ummu
Qais. Lalu wanita itu menolak untuk dipersuntingnya
kecuali hingga datang saat Hijrah ke Madinah. Maka,
hijrahlah lelaki itu, dan kemudian berhasil
mempersuntingnya sesuai permintaan wanita yang
bernama Ummu Qais itu. Lalu kami menjulukinya
dengan; “Muhajir Ummu Qais”.
ASBABUL WURUD
7. Mayoritas ulama berpendapat bahwa hadits ini
sepertiga Islam. Mengapa demikian?
Menurut Imam Baihaqi, karena tindakan seorang hamba
itu terjadi dengan hati, lisan dan anggota badannya, dan
niat yang tempatnya di hati adalah salah satu dari tiga
hal tersebut dan yang paling utama.
KEDUDUKAN NIAT DALAM ISLAM
8.
النية
القصد تعني اللغة في
والعزم واإلرادة
Niat secara bahasa berarti bermaksud, berkeingingan
dan tekad
النية
في
االصطالح
قصد
الشيىء
مقترنا
بالفعل
Niat secara istilah adalah menyengaja untuk melakukan
suatu amal perbuatan
PENGERTIAN NIAT
9. Semua ulama bersepakat bahwa tempat niat adalah hati.
Niat dengan hanya melafalkannya di lisan saja belum
dianggap cukup. Melafalkan niat bukanlah suatu syarat,
namun ia disunnahkan oleh ulama madzhab Syafi’i dengan
maksud untuk membantu hati dalam menghadirkan niat.
Dengan kata lain, supaya ucapan lisan dapat membantu
ingatnya hati.
Bagi madzhab Maliki, yang terbaik adalah meninggalkan
melafalkan niat, karena tidak ada dalil yang bersumber
dari Rasulullah saw. dan sahabatnya bahwa mereka
melafalkan niat. Begitu juga, tidak ada infor-masi yang
mengatakan bahwa imam madzhab empat berpendapat
demikian.
TEMPAT NIAT
10.
العبادة اول في ووقتها
النوافل بعض و الصيام اال
.
Secara umum waktu niat adalah di awai melakukan
ibadah, kecuali puasa dan beberapa amalan sunnah
WAKTU NIAT
11. 1) Pembeda antara ibadah yang satu dengan yang
lainnya. Misalnya antara shalat fardhu dengan shalat
sunat, shalat Zhuhur dengan shalat Ashar, puasa
wajib dengan puasa sunnah, dst.
2) Pembeda antara kebiasaan dengan ibadah. Misalnya
mandi karena hendak mendinginkan badan dengan
mandi karena janabat, menahan diri dari makan
untuk kesembuhan dengan menahan diri karena
puasa.
FUNGSI NIAT
12. Ibnu Hajar Al ‘Asqalaaniy berkata:
“Para fuqaha (ahli fiqh) berselisih apakah niat itu
rukun (masuk ke dalam suatu perbuatan) ataukah
hanya syarat (di luar suatu perbuatan)?
Yang kuat adalah bahwa niat adalah rukun dalam
suatuibadah.
HUKUM FIQIH TERKAIT NIAT
14. Suatu amalan tidak diakui oleh syara’ kecuali apabila
disertai dengan niat.
Suatu amalan harus diniati secara tepat dan menjelaskan
perbedaannya dengan amalan-amalan yang lain. Oleh sebab
itu tidaklah cukup niat melakukan shalat secara umum,
melainkan harus ada penentuan shalat Zhuhur, Ashar, atau
Shubuh misalnya. Ini adalah kesepakatan semua ulama.
Barangsiapa berniat melakukan amal saleh, kemudian ada
sesuatu yang menghalanginya untuk merealisasikan niatnya
itu seperti sakit atau mati, maka dia tetap mendapatkan
pahala.
PELAJARAN DARI HADIS
15.
َلقا
يَلَع ُ ه
َّللا ىهلَص ِ ه
َّللا ُلوُسَر
ال َض ِ
رَم اَذِإ َمهلَس َو ِه
وَأ ُدبَع
َانَك اَم ُلثِم ُهَل َبِتُك َرَفاَس
عَي
ُلََم
اًَميِقُم
اًحي ِحَص
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Apabila
seorang hamba sakit atau bepergian (safar), dicatat
(amalannya) seperti apa yang dikerjakannya ketika dia
bermukim dan sehat.’” (HR Bukhari)
16. Barangsiapa berniat melakukan kejelekan namun dia tidak
jadi melakukannya, maka dosa tersebut tidak dicatat.
Rasulullah SAW Bersabda :
إن
هللا
تجاوز
عن
أمتي
ما
حدثت
به
أنفسها
ما
لم
تعمل
أو
تت
كلم
"Sesungguhnya Allah SWT mengampuni umatku dari apa saja
yang terbetik dalam hatinya, selagi belum terucap atau belum
terlaksana."
17. Keikhlasan dalam beribadah dan dalam melakukan amalan-
amalan syara’ adalah asas untuk mendapatkan pahala di
akhirat, kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia.
Semua amal yang bermanfaat, atau pekerjaan yang mubah,
atau meninggalkan sesuatu yang dilarang apabila disertai
dengan niat yang baik dan dimaksudkan untuk melaksanakan
perintah Allah, maka hal tersebut dianggap ibadah dan akan
mendapatkan pahala dari Allah.
Apabila tujuan ketika mengerjakan sesuatu adalah untuk
disenangi orang, supaya terkenal atau untuk mendapatkan
kemanfaatan duniawi sebagaimana yang dilakukan oleh
Muhajir Ummi Qais, maka orang yang melakukannya tidak akan
mendapat pahala di akhirat.