Morfologi bahasa Sunda membahas tentang tata kecap (morfologi) dalam bahasa Sunda. Terdapat empat proses pembentukan kata jadian yaitu afiksasi, reduplikasi, pemajemukan, dan abreviasi. Afiks yang digunakan antara lain awalan, akhiran, sisipan, dan gabungan. Reduplikasi dibagi menjadi pengulangan seluruh, sebagian, dan kombinasi dengan afiks. Pemajemukan adalah pem
Materi Keterampilan membaca mata kuliah Dasar Keilmuan Bahasa Indonesia SD Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Dokumen tersebut membahas tentang macam-macam keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis beserta pengertian dan hubungan antarketerampilan berbahasa.
Berbicara merupakan salah satu aspek penting dalam keterampilan berbahasa. Dokumen ini membahas pengertian, tujuan, dan prinsip-prinsip berbicara serta hubungannya dengan menyimak, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara diperlukan untuk mengekspresikan ide, gagasan, dan perasaan secara lisan.
Dokumen tersebut merangkum materi dan pembelajaran Bahasa Indonesia SD yang mencakup modul 3 sampai 9. Ringkasannya adalah:
1. Materi pembelajaran Bahasa Indonesia SD mencakup fonologi, ejaan, morfologi, dan keterampilan berbahasa.
2. Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran penting di SD kelas rendah karena berperan dalam penyampaian ilmu pengetahuan.
3. Mata pelajaran Bahasa Indonesia SD bersifat strategis
Materi Keterampilan membaca mata kuliah Dasar Keilmuan Bahasa Indonesia SD Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Dokumen tersebut membahas tentang macam-macam keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis beserta pengertian dan hubungan antarketerampilan berbahasa.
Berbicara merupakan salah satu aspek penting dalam keterampilan berbahasa. Dokumen ini membahas pengertian, tujuan, dan prinsip-prinsip berbicara serta hubungannya dengan menyimak, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara diperlukan untuk mengekspresikan ide, gagasan, dan perasaan secara lisan.
Dokumen tersebut merangkum materi dan pembelajaran Bahasa Indonesia SD yang mencakup modul 3 sampai 9. Ringkasannya adalah:
1. Materi pembelajaran Bahasa Indonesia SD mencakup fonologi, ejaan, morfologi, dan keterampilan berbahasa.
2. Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran penting di SD kelas rendah karena berperan dalam penyampaian ilmu pengetahuan.
3. Mata pelajaran Bahasa Indonesia SD bersifat strategis
SMP Negeri 13 Palu adalah sekolah yang didirikan pada tahun 1992 dan mulai beroperasi pada tahun 1993 dengan luas tanah 18.330 m2 dan luas bangunan 815 m2. Sekolah ini memiliki 19 ruang kelas, ruang kepala sekolah, guru, KTU, tata usaha, perpustakaan, laboratorium IPA, dan komputer serta ruang UKS dan serba guna. Sekolah ini dipimpin oleh Kepala Sekolah Masnur, S.P
Perkembangan bahasa anak antara usia 5-9 tahun mengalami perkembangan pesat. Pada usia 5 tahun, anak sering menggunakan bahasa untuk meminta dan mengulang untuk perbaikan. Pada usia 6-7 tahun, anak mulai memahami istilah deiktis dan membuat plot naratif. Pada usia 8-9 tahun, anak mengenal makna nonliteral dan mempertimbangkan maksud lain serta memelihara topik melalui perubahan
Dokumen tersebut membahas tentang kedudukan fonologi dalam linguistik, terutama mikrolinguistik. Secara garis besar membahas tentang pembagian bidang fonologi menjadi fonetik dan fonemik, serta klasifikasi bunyi bahasa meliputi vokal, konsonan, dan bunyi lain seperti semi vokal, diftong, kluster, serta bunyi suprasegmen.
Dokumen tersebut membahas tentang pemerolehan dan perkembangan bahasa anak, meliputi teori-teori pemerolehan bahasa, faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa, tahap-tahap perkembangan bahasa anak, serta analisis pemerolehan bahasa dalam aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.
Makalah ini membahas struktur fonologi bahasa Indonesia. Fonologi adalah ilmu tentang bunyi bahasa yang terdiri dari fonetik dan fonemik. Fonetik membahas produksi bunyi, sedangkan fonemik membahas perbedaan makna akibat perbedaan bunyi. Makalah ini menjelaskan fonem-fonem bahasa Indonesia yang terdiri dari 6 vokal, 3 diftong, dan 23 konsonan.
Dokumen tersebut membahas tentang sosiolinguistik dan variasi bahasa. Variasi bahasa dapat terjadi karena keragaman penutur dan fungsi bahasa, serta dipengaruhi oleh faktor penutur seperti latar belakang sosial, jenis kelamin, dan situasi penggunaan bahasa. Variasi bahasa dapat dibedakan berdasarkan penutur, penggunaan, tingkat keformalannya, dan sarana yang digunakan.
This document provides a glossary of Indonesian words from the Sunda region and their translations. It lists Sunda words from A to P along with their equivalent meanings in Indonesian or English. Some examples include: Adu = berdebat (to debate), Api = api (fire), and Perut = perut (stomach). The glossary acts as a dictionary to help translate terms between the Sunda language and other languages.
GROUP III - MORFOLOGI BAHASA SUNDA (PAPER)yozarremixer
This document discusses the morphology of the Sundanese language, which is spoken in West Java and Banten provinces of Indonesia. It outlines the four main morphological processes in Sundanese: affixation, reduplication, compounding, and abbreviation. Affixes include prefixes, suffixes, infixes, and confixes. Reduplication can be full, partial, or combined with affixation. Compounding involves combining two or more words. Abbreviation reduces words. The document then examines verb and adjective morphemes in Sundanese and how they are realized through affixation and other processes.
SMP Negeri 13 Palu adalah sekolah yang didirikan pada tahun 1992 dan mulai beroperasi pada tahun 1993 dengan luas tanah 18.330 m2 dan luas bangunan 815 m2. Sekolah ini memiliki 19 ruang kelas, ruang kepala sekolah, guru, KTU, tata usaha, perpustakaan, laboratorium IPA, dan komputer serta ruang UKS dan serba guna. Sekolah ini dipimpin oleh Kepala Sekolah Masnur, S.P
Perkembangan bahasa anak antara usia 5-9 tahun mengalami perkembangan pesat. Pada usia 5 tahun, anak sering menggunakan bahasa untuk meminta dan mengulang untuk perbaikan. Pada usia 6-7 tahun, anak mulai memahami istilah deiktis dan membuat plot naratif. Pada usia 8-9 tahun, anak mengenal makna nonliteral dan mempertimbangkan maksud lain serta memelihara topik melalui perubahan
Dokumen tersebut membahas tentang kedudukan fonologi dalam linguistik, terutama mikrolinguistik. Secara garis besar membahas tentang pembagian bidang fonologi menjadi fonetik dan fonemik, serta klasifikasi bunyi bahasa meliputi vokal, konsonan, dan bunyi lain seperti semi vokal, diftong, kluster, serta bunyi suprasegmen.
Dokumen tersebut membahas tentang pemerolehan dan perkembangan bahasa anak, meliputi teori-teori pemerolehan bahasa, faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa, tahap-tahap perkembangan bahasa anak, serta analisis pemerolehan bahasa dalam aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.
Makalah ini membahas struktur fonologi bahasa Indonesia. Fonologi adalah ilmu tentang bunyi bahasa yang terdiri dari fonetik dan fonemik. Fonetik membahas produksi bunyi, sedangkan fonemik membahas perbedaan makna akibat perbedaan bunyi. Makalah ini menjelaskan fonem-fonem bahasa Indonesia yang terdiri dari 6 vokal, 3 diftong, dan 23 konsonan.
Dokumen tersebut membahas tentang sosiolinguistik dan variasi bahasa. Variasi bahasa dapat terjadi karena keragaman penutur dan fungsi bahasa, serta dipengaruhi oleh faktor penutur seperti latar belakang sosial, jenis kelamin, dan situasi penggunaan bahasa. Variasi bahasa dapat dibedakan berdasarkan penutur, penggunaan, tingkat keformalannya, dan sarana yang digunakan.
This document provides a glossary of Indonesian words from the Sunda region and their translations. It lists Sunda words from A to P along with their equivalent meanings in Indonesian or English. Some examples include: Adu = berdebat (to debate), Api = api (fire), and Perut = perut (stomach). The glossary acts as a dictionary to help translate terms between the Sunda language and other languages.
GROUP III - MORFOLOGI BAHASA SUNDA (PAPER)yozarremixer
This document discusses the morphology of the Sundanese language, which is spoken in West Java and Banten provinces of Indonesia. It outlines the four main morphological processes in Sundanese: affixation, reduplication, compounding, and abbreviation. Affixes include prefixes, suffixes, infixes, and confixes. Reduplication can be full, partial, or combined with affixation. Compounding involves combining two or more words. Abbreviation reduces words. The document then examines verb and adjective morphemes in Sundanese and how they are realized through affixation and other processes.
This document provides Indonesian words and their Sundanese translations. Some key points:
- It lists over 200 Indonesian words and their Sundanese equivalents in sentences or short phrases.
- The translations are written in Sundanese script and provide the high level meaning without detailed definitions.
- The list covers common nouns, verbs, adjectives related to parts of the body, animals, places, actions, and other everyday topics to facilitate basic translation between the two languages.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk kelas 2 Sekolah Dasar dan dilengkapi dengan Analisis kompetensi serta Analisis Materi Pelajaran yang akan dilaksanakan
CONTOH RPP KURIKULUM 2013 TEMATIK KELAS II SDEman Syukur
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ini membahas tentang pembelajaran di kelas II SDN 009 Imanuel Tebing tentang tema "Tugasku Sehari-hari". RPP ini berisi kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, materi, metode, dan kegiatan pembelajaran yang mencakup pendahuluan, inti, dan penutup. Materi pembelajaran meliputi menulis buku harian, mengidentifikasi gerakan, menyebutkan aturan rumah, dan men
ppt Kata, Jenis Kata, dan Pembentukkan Katadinitsyh
Dokumen tersebut membahas proses pembentukan kata dalam bahasa Indonesia melalui morfologi. Terdapat beberapa proses morfologi seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Afiksasi meliputi penggunaan awalan, infix, dan akhiran. Sedangkan reduplikasi dan komposisi merupakan cara lain dalam pembentukan kata.
1. Morfologi adalah ilmu bahasa yang membahas bentuk kata dan pengaruh perubahan bentuk kata terhadap makna dan kelas katanya.
2. Bahasa Indonesia adalah bahasa aglutinatif yang membentuk kata dengan menggabungkan berbagai imbuhan pada kata dasar.
3. Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia melibatkan penggunaan afiks, reduplikasi, dan kompleksasi.
Makalah ini membahas tentang reduplikasi dalam bahasa Indonesia. Reduplikasi adalah proses pembentukan kata dengan mengulangi bentuk dasar kata, baik secara utuh maupun sebagian. Terdapat beberapa jenis reduplikasi seperti reduplikasi sebagian, utuh, berubah bunyi, dan berimbuhan. Reduplikasi dapat memberikan makna jamak, memperkuat makna, melemahkan makna, menyatakan kegiatan berulang,
MAKALAH AFIKASI PEMBENTUKAN VERBA (Autosaved).pdfsdn2gununggede
Makalah ini membahas tentang afiksasi dalam pembentukan kata kerja (verba) dalam bahasa Indonesia. Secara singkat, afiksasi adalah proses pemberian imbuhan pada kata dasar untuk membentuk kata baru dengan makna tertentu. Makalah ini menjelaskan berbagai jenis imbuhan pembuat kata kerja seperti awalan ber-, akhiran -kan, dan -i.
Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]Yunus Thariq
Dokumen tersebut membahas tentang morfologi (tata bentuk) dan jenis-jenis kata dalam bahasa Indonesia. Terdapat penjelasan mengenai pengertian morfologi, contoh kata dan struktur katanya, jenis-jenis kata seperti kata benda, kerja, sifat, dan lainnya beserta imbuhannya.
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari struktur, bentuk dan golongan kata. Terdapat tiga aspek utama morfologi, yaitu struktur kata, bentuk kata, dan golongan kata. Struktur kata melihat susunan bunyi yang membentuk unit bahasa bermakna, bentuk kata melihat rupa tatabahasa kata seperti tunggal, terbitan, gandaan, dan majmuk, sedangkan golongan kata membagi kata berdasarkan fungsinya
Ilmu morfologi adalah ilmu yang mempelajari struktur, bentuk dan golongan kata. Struktur kata adalah susunan bunyi yang membentuk unit bahasa bermakna, bentuk kata adalah rupa tatabahasa kata yang dapat berbentuk tunggal atau terbit, dan golongan kata dibedakan berdasarkan fungsi tatabahasanya seperti kata nama, kerja, sifat dan tugas.
Dokumen tersebut membahas tentang proses morfologi khususnya afiks ber- dalam bahasa Indonesia. Secara garis besar dibahas pengertian afiks, proses morfologis afiks, jenis-jenis afiks beserta contohnya, dan fungsi serta makna dari afiks ber- dalam pembentukan kata baru.
Ilmu morfologi adalah ilmu yang mempelajari struktur, bentuk dan golongan kata. Terdapat tiga aspek utama morfologi, yaitu struktur kata, bentuk kata, dan golongan kata. Kata dapat berbentuk tunggal, terbitan, majmuk, atau ganda melalui proses seperti pengimbuhan, penggandaan, dan pemajmukan.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, jenis, makna dan fungsi kata ulang dalam bahasa Indonesia. Terdapat empat jenis kata ulang yaitu kata benda, kerja, sifat, dan bilangan. Kata ulang dibentuk melalui proses pengulangan seluruh, sebagian, atau dengan perubahan fonem dari kata dasar. Pengulangan kata dapat menyatakan makna perulangan, intensitas, duratif, atau jumlah.
Makalah ini membahas tentang pembentukan afiks verba, adjektiva, dan adverbia. Pembentukan afiks verba meliputi prefiks ber-, konfiks dan klofiks ber-an, klofiks ber-kan, dan sufiks -kan. Pembentukan afiks adjektiva meliputi prefiks ke- dan sufiks -an. Sedangkan pembentukan afiks adverbia meliputi sufiks -i dan -an. Makalah ini bertujuan menambah pengetah
Dokumen ini membahas tentang pembelajaran bahasa Sunda dan seni, dengan dosen pengampu Ibu Lina Novita. Dokumen ini membahas tentang fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik dalam bahasa Sunda.
Dokumen tersebut membahas tiga proses pembentukan kata dalam bahasa Indonesia, yaitu afikasi atau pembubuhan awalan dan akhiran, reduplikasi atau pengulangan, dan pemajemukan atau penggabungan dua kata menjadi satu kata baru. Dokumen tersebut juga menjelaskan sistem pembentukan kata dengan awalan me- dan perubahan bentuknya berdasarkan konsonan awal kata dasar.
1. MORFOLOGI BAHASA SUNDA
Oleh Kelompok III :
DIAN SWASTIKA (13020212410003)
YOZAR F. AMRULLAH (13020212410004)
CHRISTINA (13020212410005)
SOGIMIN (13020212410008)
PRAMAWATI YUSTIANA (13020211400036)
1
2. Morfologi Bahasa Sunda
Morfologi dalam bahasa Sunda disebut tata kecap. Kata
tata kecap berasal dari kata “tata” = aturan dan kecap =
ucap, omong, atau kata atau yang disebut aturan atau
kaidah yang membangun suatu kata.
Dalam bahasa Sunda bentuk kata dibagi menjadi :
1. Kata dasar
Kata dasar berasal dari satu morfem bebas tanpa
dilakukan perubahan apapun. Proses pembentukan
kata dasar tersebut adalah derivasi zero.
2
3. Morfologi Bahasa Sunda
2. Kata Jadian
kata jadian dapat diperoleh dari proses-proses
berikut :
a. Afiksasi
b. Reduplikasi
c. Pemajemukan
d. Abreviasi
3
4. Proses Morfologis Bahasa Sunda
1. Afiksasi
Afiksasi adalah proses mengubah leksem menjadi
kata kompleks.
Dalam proses ini, leksem (1) berubah bentuknya,
(2) menjadi kategori kelas kata tertentu, (3)
berubah maknanya.
Afiks (imbuhan) adalah bentuk (morfem) terikat
yang dipakai untuk menurunkan kata. Afiks yang
digunakan pada proses morfologis bahasa Sunda
berfungsi sebagai morfem terikat. Jenis afiks yang
dipakai adalah awalan (prefiks), akhiran (sufiks),
sisipan (infiks), dan gabungan (konfiks).
4
5. Proses Morfologis Bahasa Sunda
CONTOH MORFEM TERIKAT BERUPA PREFIKS
Prefiks Leksem Kelas Kata Kata Kelas Kata Arti
nga- godok adj ngagodok verb merebus
nga- lebar adj ngalebar adj melebar
di- sada noun disada verb bersuara
ciN- susu noun cinyusu verb bermata air
ka- candak verb kacandak adj terbawa
ka- dua adj kadua adj kedua
sa- gunung noun sagunung adj segunung
sa- dunya noun sadunya adj sedunia
5
6. Proses Morfologis Bahasa Sunda
CONTOH MORFEM TERIKAT BERUPA SUFIKS
Sufiks Leksem Kelas Kata Kata Kelas Kata Arti
-an seuseh verb seuseuhan noun cucian
-an cai noun caian verb berair
-an ratus adj ratusan adj beratus-ratus
-an powé noun powéan adj harian
-an opat adj opatan adj berempat
-wan cendekia adj cendekiawan noun cendekiawan
-eun cacing noun cacingeun adj cacingan
-na surat noun suratna noun surat tersebut
6
7. Proses Morfologis Bahasa Sunda
CONTOH MORFEM TERIKAT BERUPA INFIKS
Infiks Leksem Kelas Kata Kata Kelas Kata Arti
–ar– datang verb daratang verb berdatangan
–ar– muncul verb maruncul verb bermunculan
–ar– nangis verb narangis verb bertangisan
-al- lumpat verb lalumpat verb berlarian
-in- satria noun sinatria adj bersifat satria
7
8. Proses Morfologis Bahasa Sunda
CONTOH MORFEM TERIKAT BERUPA KONFIKS
Konfiks Leksem Kelas Kata Kata Kelas Kata Arti
N-keun peuntas adj meuntaskeun verb menyeberangkan
nga-keun luhur adj ngaluhurkeun verb meninggikan
nga-an beureum adj ngabereuman verb memerahi
maN-keun ical verb mangicalkeun verb menjualkan
N-an pager noun mageran verb memagari
ka-an tiris adj katirisan adj kedinginan
8
9. Proses Morfologis Bahasa Sunda
CONTOH MORFEM TERIKAT BERUPA KONFIKS
Konfiks Leksem Kelas Kata Kata Kelas Kata Arti
ka-an raja noun karajaan noun kerajaan
sa-na tugi adj satugina adj sesampainya
di-an baledog verb dibaledogan verb dilempari
paN-na tebih adj pangtebihna adj terjauh
ke – an usik noun keusikan noun berdebu
ke – an dunya noun kadunyaan noun keduniaan
9
10. Proses Morfologis Bahasa Sunda
2. PENGULANGAN (REDUPLIKASI)
Pengulangan adalah pengulangan satuan gramatikal,
baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan
variasi fonem maupun tidak.
Proses pengulangan dalam bahasa Sunda dapat
diklarifikasikan menjadi :
a. Pengulangan seluruhnya
Definisi : pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa
perubahan fonem dan penambahan afiks
Contoh : umah-umah „rumah-rumah‟
jalan-jalan „jalan-jalan‟
10
11. Proses Morfologis Bahasa Sunda
b. Pengulangan sebagian
Definisi : pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya.
Contoh :
gugulingan „bergulingan‟ = U-awal-an + guling
papariksa „memeriksa-meriksa‟= U-awal + pariksa
iimahan „rumah-rumahan‟ = U-awal-an + imah
kukudaan „kuda-kudaan‟ = U-awal-an + kuda
lalabuh „berjatuhan‟ = U-awal + labuh
cacarita „bercerita-cerita‟ = U-awal + carita
11
12. Proses Morfologis Bahasa Sunda
c. Pengulangan yang dikombinasikan dengan penambahan
afiks
Definisi : pengulangan yang terjadi bersamaan dengan
proses pembubuhan afiks.
Contoh :
pakirim-kirim „saling mengirim‟ = pa-U-dasar + kirim
ngagerak-gerakkeun„menggerak-gerakkan‟ = nga-keun-U-dasar +
gerak
sajero-jerona „sedalam-dalamnya‟ = sa-U-dasar-na + jero
kahejo-hejoan „kehijau-hijauan‟ = ka-U-dasar-an +
hejo
12
13. Proses Morfologis Bahasa Sunda
d. Pengulangan dengan merubah vokal
Pengulangan kata dengan merubah vokal lebih
memberikan makna penguatan mengenai
keanekaan dan pengulangan.
Contoh :
culang-cilong „melihat ke segala arah‟
tuwur-tawar „menawar-nawar‟
punta-penta „meminta-minta‟
13
14. Proses Morfologis Bahasa Sunda
3. Pemajemukan (Compunding)
Pemajemukan merupakan pemaduan dua kata atau
lebih yang membentuk satu kata.
Contoh :
nganggo acu „berbaju‟ = nganggo + acu
ngajadikeun bojo „memperistri‟ = ngajadikeun (nga-keun +
jadi) + bojo
silih kirim „saling mengirim‟= silih + kirim
gaduh bumi „mempunyai rumah‟= gaduh + bumi
rajin pisan „sangat rajin‟ = rajin + pisan
14
15. Proses Morfologis Bahasa Sunda
4. Abreviasi
Abreviasi (pemendekan) merupakan proses
morfologis yang berupa penanggalan satu atau
beberapa satuan kata atau kombinasi kata,
sehingga membentuk kata baru.
Contoh : dekah dewek mah
kirata dikira-kira sugan nyata
15
16. Fungsi Morfem
1. Morfem Tindakan
a. Morfem Tindakan Melakukan
Dalam bahasa Sunda direalisasikan dengan N- dan
nga-, contoh :
ngirim „mengirim‟ = N- + kirim
ngadua „berdoa‟ = nga- + dua
b. Morfem Tindakan Memakai/Mempergunakan
Dalam bahasa Sunda direalisasikan dengan
nganggo (Kasar) atau ngangge (Halus), contoh :
nganggo kaca mata „berkacamata‟ = nganggo +
kacamata
nganggo atep „beratap‟ = nganggo +
atep
16
17. Fungsi Morfem
c. Morfem Tindakan Mengeluarkan
Dalam bahasa Sunda direalisasikan dengan di-, N-, -
an, dan ciN, contoh :
ngendhog „bertelur‟ = N- + endhog
cinyusu „bermata air‟ = ciN- + susu
d. Morfem Tindakan Membawa/ Memindahkan
dalam bahasa Sunda direalisasikan dengan N-keun,
contoh :
ngandangkeun ‟mengandangkan‟ = N-keun +
kandang
mojokkeun „memojokkan‟ = N-keun +
pojok
17
18. Fungsi Morfem
e. Morfem Tindakan Menuju Ke Suatu Tempat
Dalam bahasa Sunda direalisasikan dengan kata depan ka,
contoh :
ka sisi „menepi‟ = ka + sisi
ka liang „ke lubang‟ = ka + liang
f. Morfem Tindakan Melebihkan
Dalam bahasa Sunda morfem direalisasikan dengan kata
depan nga-keun, contoh :
ngagedekkeun „membesarkan‟= nga-keun + gede
ngalebarkeun „melebarkan‟ = nga-keun + lebar
18
19. Fungsi Morfem
g. Morfem Tindakan Membuat Jadi
Dalam bahasa Sunda direalisasikan dengan nga-keun,
N-keun, dan kata yang searti ngajadikeun
„menjadikan‟, contoh :
nilukeun „membagi tiga‟ = N-keun + tilu
ngajadikeun bojo„memperistri‟= ngajadikeun (nga-
keun + jadi) + bojo
h. Morfem Tindakan Yang Tidak Disengaja
Dalam bahasa Sunda direalisasikan dengan ka-,
contoh :
katincak „terinjak‟ = ka- + tincak
kacoret „tercoret‟ = ka- + coret
19
20. Fungsi Morfem
i. Morfem Tindakan Sebab (Kausatif)
Dalam bahasa Sunda direalisasikan dengan nga-keun atau
N-keun (Kasar/Halus) dan nga-an (Kasar/Halus), contoh :
ngalebarkeun „melebarkan‟ = nga-keun + lebar
manaskeun „memanasi‟ = N-keun + panas
j. Morfem Penerima (Benefaktif)
Dalam bahasa Sunda direalisasikan dengan N-keun atau
maN-keun (Kasar/Halus), contoh :
macakeun „membacakan‟= N-keun + baca
meulikeun „membelikan‟ = N-keun + beuli
20
21. Fungsi Morfem
k. Morfem Tindakan Memberi
Dalam bahasa Sunda direalisasikan dengan N-an atau nga-an
(Kasar/Halus), contoh :
mageran „memagari‟ = N-an+ pager
ngagulaan „menggulai‟ = nga-an + gula
l. Morfem Tindakan Berulang-ulang
Dalam bahasa unda morfem irealisasikan dengan N-an, nga-
keun-U-dasar, U-awal-an, dan U-awal, contoh :
mawaan „mengambili‟ = N-an + bawa
nyowehan „menyobek-nyobek‟ = N-an + soweh
gugulingan „bergulingan‟ = U-awal-an + guling
papariksa „memeriksa-meriksa‟ = U-awal + pariksa
21
22. Fungsi Morfem
m. Morfem Tindakan Saling (Resiprokal)
Dalam bahasa Sunda direalisasikan dengan pa-U-dasar dan kata
silih „saling‟, contoh :
pakirim-kirim „saling mengirim‟= pa-U-dasar + kirim
silih kirim „saling mengirim‟= silih + kirim
patempo-tempo „saling memandang‟= pa-U-dasar + tempo
silih tempo „saling memandang‟= silih + tempo
n. Morfem Tindakan Santai
Dalam bahasa Sunda direalisasikan dengan U-N-, U-dasar, dan
U-awal, contoh :
maca-maca „membaca-baca‟ = U-N- + baca
jalan-jalan „berjalan-jalan‟ = U-dasar + jalan
cacarita „bercerita-cerita‟ = U-awal + carita
22
23. Fungsi Morfem
o. Morfem Dikenai Tindakan (Menderita)
Dalam bahasa Sunda direalisasikan dengan ka-an, contoh:
kahujanan „kehujanan‟ = ka-an + hujan
katirisan „kedinginan‟ = ka-an + tiris
kaleungitan „kehilangan‟ = ka-an + leungit
23
24. Fungsi Morfem
2. Morfem Keadaan
a. Morfem dalam keadaan pada seperti dasarnya
Dalam bahasa Sunda, direalisasikan dengan akhiran –
an
Contoh:
juta + -an = jutaan “berjuta-juta”
ribu + -an = ribuan “beribu-ribu”
ratus + -an = ratusan “beratus-ratus”
b. Morfem mengandung seperti pada dasarnya/pusatnya
Dalam bahasa Sunda, direalisasikan dengan ke – an dan
akhiran -an
Contoh:
ke - an + usik = keusikan “berdebu”
cai +-an = caian “berair”
24
25. Fungsi Morfem
c. Morfem memiliki sifat sehubungan dengan dasarnya
Dalam bahasa Sunda, direalisasikan dengan akhiran –wan
Contoh:
sukarela+-wan = sukarelawan
cendekia+-wan = cendekiawan
sosial +-wan = sosiawan
d. Morfem memiliki sesuatu
Dalam bahasa Sunda, direalisasikan dengan kata gaduh
„mempunyai‟
Contoh:
gaduh + bumi = gaduh bumi “mempunyai rumah”
gaduh + wibawa= gaduh wibawa “mempunyai wibawa”
25
26. Fungsi Morfem
e. Morfem keadaan menjadi
Dalam bahasa Sunda, direalisasikan dengan awalan nga- untuk
bentuk kata polimorfemis, dan kata yang searti “menjadi” untuk
bentuk frasa.
Contoh:
nga- + lebar = ngalebar “melebar”
nga- + batu = ngabatu “membatu”
f. Morfem keadaan sama/seperti pada dasarnya
Dalam bahasa Sunda, direalisasikan dengan sa-
Contoh:
sa- + gunung = sagunung “segunung”
sa- + bumi = sabumi “serumah”
sa- + alit = sakalit “sekecil”
26
27. Fungsi Morfem
g. Morfem keadaan menyerupai dasarnya
Dalam bahasa Sunda, direalisasikan dengan U-awal-an
Contoh:
U-awal-an + imah = iimahan “rumah-rumahan”
U-awal-an + kuda = kukudaan “kuda-kudaan”
h. Morfem keadaan agak sehubungan dengan dasarnya
Dalam bahasa Sunda, direalisasikan dengan ka-U-dasar-
an (kata polimorfemis),dan rada „agak‟ (frasa)
Contoh:
ka-U-dasar-an + hejo = kahejo-hejoan “kehijau-hijauan”
rada + beureum = rada beureum “kemerah-merahan”
27
28. Fungsi Morfem
i. Morfem keadaan paling sehubungan dengan dasar/pusatnya
Dalam bahasa Sunda, direalisasikan dengan paN-na
Contoh:
paN-na + pinter = pangpinterna “terpandai”
paN-na + tebih = pangtebihna “terjauh”
k. Morfem keadaan sampai ke tingkat yang paling
Dalam bahasa Sunda, direalisasikan dengan sa-U-dasar-na
Contoh:
sa-U-dasar-na + jero= sajero-jerona “sedalam-dalamnya”
sa-U-dasar-na + jauh= sajauh-jauhna “sejauh-jauhnya”
28
29. Fungsi Morfem
l. Morfem keadaan sangat sehubungan dengan dasar/pusatnya
Dalam bahasa Sunda, direalisasikan dengan kata pisan „sangat‟
dan maha „sangat‟
Contoh:
rajin + pisan = rajin pisan“sangat rajin”
maha- + agung = maha agung “maha agung”
29
30. Fungsi Morfem
3. Morfem Tempat
a. Morfem tempat sehubungan dengan benda pada dasarnya
Dalam bahasa Sunda, morfem tempat (lokatif) sehubungan
dengan benda pada dasarnya berupa konfiks ka-an dan per-
an, contoh:
Karajaan „karajaan‟ = ka-an + raja
Kalurahan „kelurahan‟ = ka-an + lurah
b. Morfem Tempat (Lokatif) Sehubungan Dengan Tindakan
Kerjanya
Dalam bahasa Sunda, morfem tempat (Lokatif) sehubungan
dengan tindakan kata kerjanya berupa akhiran –an (pada
konfiks N-an, nga-an, dan di-an), contoh:
Ngabaledogan „melempari‟ = nga-an+ baledog
Dibaledogan „dilempari‟ = di-an + baledog
Nyareyan „meniduri‟ = N-an + sare
30
31. Fungsi Morfem
4. Morfem Kala-Aspek (Temporal-Aspek)
Dalam bahasa Sunda, morfem kala-aspek (temporal-aspek)
“waktu telah” sehubungan dengan tindakan pada dasarnya
berupa konfiks sa-na, contoh :
Satugina „sesampai‟ = sa-na + tugi
Samulihna „sepulang‟ = sa-na + mulih
Saangkatna „seberangkat‟ = sa-na + angkat
5. Morfem Bilangan
a. Morfem Bilangan Tunggal
1) Morfem Bilangan Satu Sehubungan Dengan Dasarnya
Dalam bahasa Sunda, morfem bilangan satu
sehubungan dengan kata benda pada dasarnya
direalisasikan dalam se-, contoh :
Sadinten „sehari‟ = se- + dina
Sewengi „semalam‟ = se- + wengi
31
32. Fungsi Morfem
2) Morfem Bilangan Tiap-tiap Sehubungan Dengan Dasarnya
Arti bilangan tiap-tiap sehubungan dengan dasarnya dalam
bahasa Sunda, direalisasikan dengan morfem terikat an-,
seperti dalam contoh berikut:
Powéan „harian‟ = powé + -an
Karungan „karungan‟ = karung + -an
3) Morfem Seluruh Sehubungan Dengan Dasarnya
Dalam bahasa Sunda, morfem bilangan seluruh sebagai
kesatuan sehubungan dengan kata benda pada dasarnya
direalisasikan dengan morfem sa-, contoh :
Sadunya „sedunia‟ = sa- + dunya
Sakampung „sekampung‟ = sa- + kampung
32
33. Fungsi Morfem
b. Morfem Bilangan Jamak
1) Morfem bilangan jamak tentu
a) Morfem bilangan jamak tentu sehubungan dengan bilangan
pada dasarnya/pusatnya
Dalam bahasa Sunda morfem bilangan jamak tentu sehubungan
dengan dasarnya berupa awalan ka-, contoh :
Katilu (jalmi) „ketiga (orang)‟ = ka + tilu
kaopat (jalmi) „keempat (pasang)‟ = ka + opat
b) Morfem bilangan bersama-sama ... dalam jumlah jamak tentu
sehubungan dengan bilangan dasarnya
Dalam bahasa Sunda morfem bilangan bersama-sama …
dalam jumlah jamak tentu sehubungan dengan dasarnya
berupa akhiran -an, contoh :
Duaan „berdua‟ = dua + -an
Opatan „berempat‟ = opat + -an
Limaan „berlima‟ = lima + -an
33
34. Fungsi Morfem
2) Morfem bilangan jamak tak tentu
a)Morfem bilangan jamak tak tentu sehubungan dengan tindakan
pada dasarnya/pusatnya
Dalam bahasa Sunda morfem bilangan jamak tak tentu sehubungan
dengan tindakan pada dasarnya berupa sisipan –ar–, akhiran –an,
dan U-awal, contoh:
(seneur anu) maruncul „bermunculuan‟ = muncul + –ar–
(seneur anu) ragragan „berguguran‟ = ragrag + –an
(seneur anu) lalabuh „berjatuhan‟ = labuh + U–awal
b) Morfem bilangan jamak tak tentu sehubungan dengan benda
pada dasarnya/pusatnya
Dalam bahasa Sunda morfem bilangan jamak tak tentu
sehubungan dengan benda pada dasarnya berupa U-dasar dan
para „para‟, contoh:
Raja-raja „ raja-raja‟ = raja + U-dasar
Para tamu „para tamu‟ =Para + tamu
34
35. Fungsi Morfem
c. Morfem Bilangan Urutan
Dalam bahasa Sunda morfem bilangan urutan sesuai dengan
dasarnya/pusatnya direalisasikan dengan awalan ka-, seperti pada
contoh berikut :
Kadua „kedua‟ = ka- + dua
katilu „ketiga = ka- + tilu
kaompat „keempat‟ = ka- + ompat
kalima „kelima‟ = ka- + lima
35
36. Fungsi Morfem
6. Morfem Hal Dan Hasil
a. Morfem hal sehubungan dengan dasarnya/pusatnya
Contoh:
Hal maca „pembaca‟ = hal + maca ( n- + baca)
Hal ngalebarkeun „perluasan‟= hal + ngalebarkeun
(nga-keun +lebar)
b. Morfem hal abstraksi sehubungan dengan alasan
dasarnya/pusatnya:
Contoh :
Hal wegahan „kemalasan‟ = hal-an + wegah
Kadunyaan „keduniaan‟ = ka-an + dunya
36
37. Fungsi Morfem
c. Morfem hasil sehubungan dengan dasarnya:
Contoh:
Tulisan „tulisan‟ = tulis + an
Seuseuhan „cucian‟ = seuseh + an
Kaputan „jahitan‟ = kaput + an
7. Morfem Pelaku, Alat, Dan Penyebabnya
a. Morfem pelaku tindakan sehubungan dengan dasarnya/pusatnya:
Contoh:
anu maos „pembaca‟ = anu + maos ( N- + maos)
pemborong „pemborong, = pe-N + borong
b. Morfem pelaku profesi sehubungan dengan dasarnya/pusatnya:
Contoh:
wartawan „wartawan‟ = warta + wan
ilmuwan „ilmuwan‟ = ilmu + wan
37
38. Fungsi Morfem
c. Morfem pelaku sesuai sifat pada dasarnya:
Contoh:
sieunan „penakut‟ = sieun + -an
isinan „pelaku” = isin + -an
wanian „pemberani‟ = wani + -an
d. Morfem alat untuk melakukan tindakan sehubungan dengan
dasarnya:
Contoh:
garisan „penggaris‟ = garis + an
anu dianggo ngagaris „penggaris‟ = anu dianggo + ngagaris (nga- +
garis)
kiloan „timbangan‟= kilo + an
e. Morfem penyebab sehubungan dengan sifat pada dasarnya:
Contoh:
penyakit „penyakit‟ = peN- + sakit
tukang + ngarusak „perusak‟ = tukang + ngarusak (nga + rusak)
38
39. Daftar Pustaka
Kats, J. dan Soeriadiraja M.,1982. Tata Bahasa dan
Ungkapan Bahasa Sunda. Penerjemah Ayat Rohaedi.
Jakarta : Djambatan.
Marsono. 2011. Morfologi Bahasa Indonesia Dan
Nusantara. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Suryani Elis NS, 2011. Calakan , Aksara Basa, Sastra,
Katutu Budaya Sunda. Bogor : Ghalia Indonesia.
Sudaryat, Yayat, 2007. Tata bahasa Sunda Kiwon.
Bandung : Yrang Widya.
39