PPT materi biologi kelas 12 pola pewarisan sifat. PPT ini berisi penjelesan tentang Hukum Mendel 1 dan 2, dan juga terdapat penyimpangan hukum mendel. semoga dapat membantu
PPT materi biologi kelas 12 pola pewarisan sifat. PPT ini berisi penjelesan tentang Hukum Mendel 1 dan 2, dan juga terdapat penyimpangan hukum mendel. semoga dapat membantu
Laporan Praktikum PEMBELAHAN SEL || Biologi Tanamanshafirasalsa11
Laporan ini ditujukan kepada kamu yang malas membuat laporan praktikum, but sebaiknya jangan copas semua, karena yang dikhawatirkan disuruh untuk membuat laporan lagi, SEMANGAT pejuang laprak!
1. Bagaimana struktur benih Kedelai (Glycine max), Jagung (Zea mays), Kacang Tanah (Arachis hypogaea), dan Padi (Oryza sativa)?
2. Apa saja tipe perkecambahan benih Kedelai (Glycine max), Jagung (Zea mays), Kacang Tanah (Arachis hypogaea), dan Padi (Oryza sativa)?
Laporan Praktikum PEMBELAHAN SEL || Biologi Tanamanshafirasalsa11
Laporan ini ditujukan kepada kamu yang malas membuat laporan praktikum, but sebaiknya jangan copas semua, karena yang dikhawatirkan disuruh untuk membuat laporan lagi, SEMANGAT pejuang laprak!
1. Bagaimana struktur benih Kedelai (Glycine max), Jagung (Zea mays), Kacang Tanah (Arachis hypogaea), dan Padi (Oryza sativa)?
2. Apa saja tipe perkecambahan benih Kedelai (Glycine max), Jagung (Zea mays), Kacang Tanah (Arachis hypogaea), dan Padi (Oryza sativa)?
Prototipe Alat pengering Otomatis Berbasis Gerbang LogikaAffandi Arrizandy
Telah dirancang prototipe alat pengering otomatis dengan mengaplikasikan rangkaian gerbang logika, untuk menentukerja alat pengering otomatis. Prototipe alat pengering memanfaatkan tiga buah push on yang
saumsikan sebagai sensor suhu, sensor cahaya dan sensor kelembaban. 50 persen kerja alat sangat ditukan oleh kelembaban lingkungan luar, sedangkan 25 persen sisanya ditentukan oleh suhu dan intensitas cahaya. Alasan mengapa parameter kelembaban dipilih sebagai faktor utama kerja alat adalah
karena kelembaban merupakan lawan dari kering, sehingga dalam hal ini, prototipe alat pengering yang di
buat diharapkan dapat menjadi alternatif saat musim hjan dan keadaan lembab. Berdasarkan pereancang dkondisi yang telah diinginkanan, maka digunakan jenis gerbang logika AND dan OR sebagai rangkaianyang cocok untuk prototipe alat pengering tersebut.
Solusi Persamaan Laplace Dua Dimensi Untuk Metode NumerikAffandi Arrizandy
Persamaan laplace umumnya digunakan dalam menganalisis persebaran panas maupun potensial listrik dalam suatu bahan, dimana bentuk persamaan tersebut dapat diubah kedalam bentuk numeriknya melalui pendekatan numerik guna mempermudah perhitungan. Selain itu untuk mempercepat iterasi juga dapat digunakan metode SOR.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Laporan Pembina Pramuka SD dalam format doc dapat anda jadikan sebagai rujukan dalam membuat laporan. silakan download di sini https://unduhperangkatku.com/contoh-laporan-kegiatan-pramuka-format-word/
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdffadlurrahman260903
Ppt landasan pendidikan tentang pendidikan seumur hidup.
Prodi pendidikan agama Islam
Fakultas tarbiyah dan ilmu keguruan
Universitas Islam negeri syekh Ali Hasan Ahmad addary Padangsidimpuan
Pendidikan sepanjang hayat atau pendidikan seumur hidup adalah sebuah system konsepkonsep pendidikan yang menerangkan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajarmengajar yang berlangsung dalam keseluruhan kehidupan manusia. Pendidikan sepanjang
hayat memandang jauh ke depan, berusaha untuk menghasilkan manusia dan masyarakat yang
baru, merupakan suatu proyek masyarakat yang sangat besar. Pendidikan sepanjang hayat
merupakan asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam dunia
transformasi dan informasi, yaitu masyarakat modern. Manusia harus lebih bisa menyesuaikan
dirinya secara terus menerus dengan situasi yang baru.
1. Bab 2
Teori Dasar Gelombang Gravitasi
2.1 Gravitasi terlinearisasi
Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik
ruang waktu, gab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, ηab [13]:
gab = ηab + hab, hab 1, (2.1)
di mana, ηab = metrik diagonal (−1, 1, 1, 1) hab = besaran dari komponen tidak
nol dari hab . Kondisi hab 1 membatasi medan gravitasi sebagai medan
yang lemah, sehingga membatasi sistem koordinat menjadi sistem koordinat
kartesian. hab menggambarkan gelombang gravitasi, tetapi memiliki derajat
kebebasan non-radiatif sehingga yang digunakan hanya suku linear pada hab
saja. Sebagai akibatnya, indeks dinaikkan dan diturunkan dengan menggu-
nakan ηab. Metrik hab bertransformasi sebagai tensor di bawah transformasi
Lorentz, tapi tidak di bawah transformasi koordinat secara umum.
Untuk menjelaskan gravitasi terlinearisasi, semua kuantitas yang diper-
lukan dihitung terlebih dahulu. Komponen Simbol Christoffel diberikan seba-
gai berikut:
Γa
bc =
1
2
ηad
(∂chdb + ∂bhdc − ∂dhbc)
=
1
2
(∂cha
b + ∂bha
c − ∂a
hbc). (2.2)
Indeks bagian ruang dapat ditulis sebagai ’dinaikkan’ atau ’diturunkan’ tan-
pa mengubah kuantitasnya, sedangkan operasi menaikkan dan menurunkan
indeks pada bagian waktu akan mengubah tanda.
7
2. 2.1. GRAVITASI TERLINEARISASI 8
Tensor Riemann dapat dibangun sebagai berikut:
Ra
bcd = ∂cΓa
bd − ∂dΓa
bc
=
1
2
(∂c∂bha
d + ∂d∂a
hbc − ∂c∂a
hbd − ∂d∂bha
c). (2.3)
Persamaan (2.3) dapat digunakan untuk membangun Tensor Ricci:
Rab = Rc
acb =
1
2
(∂c∂bhc
a + ∂c
∂ahbc − hab − ∂a∂bh), (2.4)
di mana, ha
a = h adalah trace dari metrik gangguan hab dan ∂c∂c = 2 −∂2
t =
adalah operator gelombang
Dari persamaan (2.4) dibangun skalar kurvatur:
R = Ra
a = (∂c∂a
hc
a − h). (2.5)
Kemudian persamaan (2.5) digunakan untuk membangun tensor Einstein:
Gab = Rab −
1
2
ηabR
=
1
2
(∂c∂bhc
a + ∂c
∂ahbc − hab − ∂a∂bh
−ηab∂c∂d
hc
d + ηab hab). (2.6)
Persamaan (2.6) dapat disederhanakan dengan menggunakan gangguan trace
reversed:
¯hab = hab −
1
2
ηabh. (2.7)
Dengan memasukkan persamaan (2.7) ke persamaan (2.6) diperoleh:
Gab =
1
2
(∂c∂b
¯hc
a + ∂c
∂a
¯hbc − ¯hab − ηab∂c∂d¯hc
d). (2.8)
Persamaan (2.8) dapat disederhanakan kembali dengan melakukan transfor-
masi koordinat yang dikenal sebagai transformasi gauge. Transformasi koordi-
nat infinitesimal dapat ditulis sebagai x a = xa + ξa, di mana ξa(xb) merupakan
medan vektor infinitesimal yang berubah-ubah. Transformasi ini mengubah
metrik melalui,
hab = hab − 2∂aξb, (2.9)
sehingga metrik trace reversed menjadi
¯h ab = hab −
1
2
ηabh
= ¯h ab − 2∂<bξa > +ηab∂c
ξc. (2.10)
3. 2.2. PERAMBATAN GELOMBANG GRAVITASI 9
Untuk memenuhi radiasi, maka digunakan kondisi Lorentz gauge
∂a ¯h ab = 0. (2.11)
Jika metrik gangguan tidak berada di bawah Lorentz gauge, maka perlu dicari
metrik h ab yang baru di mana ∂a¯hab:
∂a ¯h ab = ∂a¯hab − ∂a
∂bξa − ξb + ∂b∂c
ξc (2.12)
= ∂a¯hab − ξb. (2.13)
Metrik gangguan hab dapat dimasukkan ke dalam Lorentz gauge dengan meng-
gunakan transformasi koordinat infinitesimal yang memenuhi
∂a ¯h ab = ξb. (2.14)
Dengan menemukan solusi dari persamaan gelombang (2.14), gauge Lorentz
dapat dicari.
Dengan memasukkan persamaan (2.11) ke persamaan (2.8), diperoleh:
Gab = −
1
2
¯hab. (2.15)
Dengan demikian, dalam gauge Lorentz, tensor Einstein tereduksi menjadi op-
erator gelombang yang bekerja pada metrik gangguan trace reversed (sampai
dengan faktor −1
2). Persamaan Einstein yang terlinearisasi dengan demikian
adalah
¯hab = −16πTab. (2.16)
2.2 Perambatan Gelombang Gravitasi
Dalam ruang vakum (Tab = 0),persamaan Einstein yang terlinearisasi (2.16)
tereduksi menjadi [18]:
¯hab = 0. (2.17)
Solusi persamaan di atas diberikan sebagai berikut:
¯hab = Aab exp(ika
xa) (2.18)
4. 2.2. PERAMBATAN GELOMBANG GRAVITASI 10
yang jika diturunkan akan memberikan hasil sebagai berikut:
∂c
hab = kc¯hab. (2.19)
Persamaan (2.17) akan mengambil bentuk yang sederhana jika diajukan kon-
disi gauge
∂a¯hab = 0, (2.20)
dari persamaan (2.19) dan (2.20) diperoleh
Aabka
= 0. (2.21)
Hal ini berarti bahwa Aab harus tegak lurus terhadap k. Dengan menggunakan
kebebasan gauge lainnya, maka amplitudo gelombang gravitasi dapat dibatasi
lebih jauh dengan mengganti gauge tanpa mengubah kelas Lorentz dengan
menggunakan vector yang dapat menyelesaikan
∂c∂c
ξa = 0, (2.22)
yang solusinya adalah
ξa = Ba exp(ikcxc
), (2.23)
dimana Ba adalah konstanta dan kc adalah null vector. ξ ini memberikan pe-
rubahan pada hab menjadi
hab = hab − 2∂<aξb> (2.24)
dan
hab = ¯hab − 2∂<aξb> + ηab∂c
ξc. (2.25)
Dengan mensubtitusi persamaan (2.23) ke persamaan (2.25) lalu menghilangkan
semua faktor eksponensial yang sama diperoleh
Aab = Aab − iBakb − iBbka + iηabBc
kc, (2.26)
dan Ba dapat dipilih sedemikian untuk membatasi Aab :
Aa
a = 0, (2.27)
dan
AabUb
= 0, (2.28)
5. 2.2. PERAMBATAN GELOMBANG GRAVITASI 11
di mana U merupakan kecepatan-4 tertentu, vektor unit timelike konstan yang
hendak kita pilih. Persamaan (2.21), (2.27), dan (2.28) disebut sebagai kondisi
gauge transverse traceless.
Pada latar belakang transformasi Lorentz, di mana vektor U merupakan ba-
sis vektor Ub = δb
0, maka persamaan (2.28) mengimplikasikan bahwa Aa0 = 0
untuk semua a . Dalam kerangka ini, dimisalkan gelombang merambat dalam
arah z, k → (ω, 0, 0, ω). Maka persamaan (2.21), (2.28) mengimplikasikan bah-
wa Aax = 0 untuk semua a. Kedua implikasi ini menunjukkan bahwa hanya
komponen Axx, Ayy, dan Axy = Ayx yang tidak nol. Dari persamaan (2.27),
maka didapat bahwa dalam bentuk matriks, kerangka ini dapat dituliskan se-
bagai berikut:
Aab =
0 0 0 0
0 Axx Axy 0
0 Axy −Axx 0
0 0 0 0
. (2.29)
Efek dari gelombang gravitasi adalah dapat mengubah jarak proper antara dua
buah partikel.
Pada ruang waktu datar, cahaya akan mengikuti lintasan garis lurus. Namun,
pada ruang-waktu lengkung, lintasan lurus yang dilalui oleh cahaya akan men-
galami deviasi dari koordinat pada ruang-waktu datar.
Sebagai contoh, misalkan terdapat 2 buah massa yang berdekatan. Massa yang
pertama terletak pada (0, 0, 0) dan massa yang kedua terletak pada ( , 0, 0).
Dengan menggunakan persamaan deviasi geodesik,
d2
dτ2
ξa
= Ra
cdbUc
Ud
ξb
(2.30)
dimana vektor ξb menghubungkan kedua partikel dan U = dx
dτ adalah vektor
kecepatan-4 dari kedua partikel, di mana U → (1, 0, 0, 0) dan pada awalnya,
ξ → (0, , 0, 0). Maka persamaan (2.30) tereduksi menjadi orde pertama ¯hab:
d2
dτ2
ξa
= ∂2
t ξa
= Ra
00x = − Ra
0x0. (2.31)
6. 2.2. PERAMBATAN GELOMBANG GRAVITASI 12
Dengan menggunakan persamaan (2.3) untuk menunjukkan, dalam gauge TT:
Rx
0x0 = Rx0x0 = −1
2∂2
0hxx
tt ,
Ry
0x0 = Ry0x0 = −1
2∂2
0hxy
tt ,
Ry
0y0 = Ry0y0 = −1
2∂2
0hyy
tt , = −Rx
0x0
(2.32)
dengan komponen independen lainnya menghilang. Hal ini berarti kedua par-
tikel memiliki vektor pemisahan dalam arah x:
∂2
t ξx
=
1
2
ε∂2
t hTT
xx , ∂2
t ξy
=
1
2
ε∂2
t hTT
xy , (2.33)
dan dalam arah y:
∂2
t ξy
= 1
2ε∂2
t hTT
yy = −
1
2
ε∂2
t hTT
xx ,
∂2
t ξx
= 1
2ε∂2
t hTT
xy . (2.34)
Persamaan (2.34a) dan (2.34b) akan membantu dalam menjelaskan polarisasi
gelombang gravitasi.
Gambar 2.1 (a) Lingkaran partikel sebelum gelombang merambat melewati lingkaran terse-
but dalam arah sumbu z. (b) distorsi yang dihasilkan oleh gelombang dengan
polarisasi ’+’. (c) Seperti (b) tapi dengan polarisasi ’x’
Karakteristik dari gelombang gravitasi akan lebih jelas terlihat dengan tidak
hanya mempertimbangkan dua buah partikel saja, melainkan sejumlah par-
tikel yang tersusun dalam bentuk lingkaran pada bidang x − y pada z = 0
7. 2.3. PEMBANGKITAN GELOMBANG GRAVITASI 13
dengan sebuah massa lainnya pada bagian pusat. Misalkan lingkaran partikel
tersebut pada awalnya diam (lihat Gambar 2.1a).
Lalu gelombang gravitasi dengan hTT
xx = 0, hTT
xy = 0 melewati lingkaran partikel
ini, maka lingkaran partikel akan terdistorsi (jarak proper relatif terhadap
massa pada pusat) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1b, awalnya ma-
suk, lalu keluar, dimana gelombang berosilasi dan hxx berubah tanda. Jika
partikel memiliki hTT
xx = 0 tetapi hTT
xx = hTT
yy = 0, maka lingkaran partikel
tersebut akan berdistorsi seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.1c. Kare-
na hTT
xx dan hTT
xy tidak saling bergantung, maka Gambar 2.1b dan 2.1c meru-
pakan gambaran dari dua buah polarisasi yang berbeda. Polarisasi gelombang
memiliki pola seperti yang digambarkan pada Gambar 2.1 karena gravitasi
direpresentasikan oleh tensor simetrik rank-2 hcd.
2.3 Pembangkitan Gelombang Gravitasi
Persamaan medan lemah Einstein adalah
¯hab = −16πTab. (2.35)
Beberapa asumsi yang diambil untuk memecahkan masalah ini adalah:
1. Komponen riil yang bergantung waktu berosilasi secara sinusoidal den-
gan frekuensi Ω sebagai berikut:
Tab = Sab(xi
) exp(−iωt). (2.36)
Daerah dimana Sab = 0 lebih kecil dibandingkan dengan panjang gelom-
bang dari gelombang gravitasi dengan frekuensi 2π/Ω.
2. Sumber bergerak lambat. Kecepatan khas di dalam daerah sumber harus
lebih kecil dari 1. Hal ini dipenuhi oleh semua sumber gravitasi kecuali
sumber yang sangat kuat.
Solusi untuk ¯hab dari bentuk
¯hab = Bab(xi
) exp(−iΩt) (2.37)
8. 2.3. PEMBANGKITAN GELOMBANG GRAVITASI 14
didapatkan dengan mensubtitusi persamaan (2.37) ke persamaan (2.35):
( 2
+ Ω2
)Bab = −16πTab. (2.38)
Untuk daerah di luar sumber diperlukan solusi dari persamaan (2.38) yang
menunjukkan radiasi gelombang ke luar dan yang mendominasi di daerah ger-
ak lambat. Didefinisikan r sebagai komponen radial koordinat polar dengan
titik asalnya terletak di dalam sumber. Solusi dari persamaan (2.38) adalah:
Bab =
Aab
r
exp(iΩr) +
Zab
r
exp(−iΩr) (2.39)
Suku Zab menyatakan gelombang yang merambat ke arah titik asal r = 0,
sementara suku Aab menyatakan gelombang yang merambat ke luar dari sum-
ber. Karena solusi yang dicari adalah gelombang yang diemisikan ke luar oleh
sumber, maka Zab = 0.
Pendekatan yang dilakukan untuk menentukan di dalam sumber adalah bah-
wa sumber bernilai tidak nol hanya di dalam bola dengan radius: ε 2π/Ω.
Integrasi komponen waktu dari ruas kiri persamaan (2.38) sepanjang bagian
dalam bola adalah
Ω2
Babd3
x ≤ Ω2
|Bab|max4πε3
/3. (2.40)
Dengan menggunakan teorema Gauss, maka integrasi komponen ruang dari
suku bagian kiri persamaan (2.38) adalah
2
Babd3
x = n · BabdS, (2.41)
namun karena integral permukaan berada di luar sumber, dimana diberikan
oleh persamaan (2.39), yang simetris secara sferis:
n · BabdS = 4πε2
(
d
dr
Bab)r=ε ≈ −4πAab, (2.42)
dimana integral dari ruas kanan persamaan (2.38) didefinisikan sebagai:
Jab = Sabd3
x. (2.43)
Dengan membatasi hasil-hasil di atas dalam limit ε → 0, maka diperoleh
Aab = 4Jab (2.44)
¯hab = 4Jab exp(iω(r − t)/r) (2.45)
9. 2.3. PEMBANGKITAN GELOMBANG GRAVITASI 15
Persamaaan (2.44) dan (2.45) merupakan pernyataan untuk gelombang grav-
itasi yang dibangkitkan oleh sumber, dimana suku dengan orde r−2 dan suku
r−1 dengan orde yang lebih tinggi dari orde εΩ diabaikan.
Persamaan di atas dapat disederhanakan dengan memanfaatkan kenyataan
bahwa {hab} merupakan komponen dari tensor tunggal. Dari persamaan (2.43)
didapatkan
Jab exp(−iΩt) = Tabd3
x, (2.46)
dengan konsekuensi:
−iΩJab exp(−iΩt) = ∂tTatd3
x. (2.47)
Dari hukum kekekalan untuk Tab ,
∂aTab
= 0, (2.48)
disimpulkan bahwa
∂tTat
= −∂kTak
. (2.49)
Sehingga
−iΩJat
exp(−iΩt) = ∂kTakd3
x = Tak
nkdS, (2.50)
dimana Teorema Gauss kembali digunakan. Hal ini berarti bahwa Tab = 0 pada
permukaan yang melingkupi volume ini, sehingga ruas kanan dari persamaan
(2.50) menghilang.
Jika Ω = 0, maka
Jab
= 0, ¯hab
= 0. (2.51)
Pernyataan Jij juga dapat dituliskan sebagai berikut:
d2
dt2
T00
xl
xm
d3
x, (2.52)
dimana integral pada ruas kanan dari persamaan (2.52) merupakan tensor mo-
men quadrupol dari distribusi massa,
Ilm
= T00
xl
xm
d3
x (2.53)
= Dlm
exp(−iΩt), (2.54)
10. 2.3. PEMBANGKITAN GELOMBANG GRAVITASI 16
sehingga
¯hjk = −2Ω2
Djk
exp(iΩ(r − t)). (2.55)
Persamaan (2.55) sering disebut sebagai pendekatan quadrupol untuk gelom-
bang gravitasi. Persamaan (2.21) dapat dilengkapi dengan memilih kondisi
dimana gelombang merambat dalam arah z, dan dalam gauge TT sehingga
didapatkan bentuk paling sederhana dari gelombang:
¯hTT
zi = 0 (2.56)
¯hTT
xx = ¯hTT
yy = −Ω2
(łxx − łyy) exp(iΩr/r) (2.57)
¯hTT
xx = −2Ω2
łxy
exp(iΩr/r)) (2.58)
dimana
łjk = Ijk −
1
3
δjkIl
l (2.59)
disebut sebagai tensor trace-free atau tensor momen quadrupole tereduksi. So-
lusi untuk radiasi gravitasi yang teremisi pada persamaan (2.35) untuk nilai
yang berubah-ubah diberikan oleh integral retarded
¯hab(t, xi
) = 4
τab(t − R, yi)
R
d3
x, (2.60)
dimana integral dilakukan melewati kerucut cahaya masa lalu (t, xi) dimana
¯hab dihitung. Misalkan titik asal berada di dalam sumber dan dimisalkan bah-
wa titik medan xi terletak jauh sekali:
|xi
| ≡ r |yi
| ≡ y (2.61)
sehingga turunan komponen waktu dari Tab sangat kecil, maka, di dalam inte-
gral dari persamaan (2.60), kontribusi yang dominan berasal dari pertukaran
R oleh r:
¯hab(t, xi
) ≈
4
r
Tab(t − r, yi
)d3
x. (2.62)
Persamaan (2.62) merupakan generalisasi dari dari persamaan (2.45). Dengan
memanfaatkan hukum kekekalan
∂aTab
= 0, (2.63)
11. 2.4. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA 17
maka akan diperoleh
Ttad3
y = const. (2.64)
Bagian r−1 dari ¯hta tidak ber-gantung waktu sehingga tidak akan berkontribusi
pada bidang gelombang manapun. Hal ini akan menghasilkan persamaan
(2.51). Lalu, dengan menggunakan persamaan (2.52), maka didapatkan per-
samaan generalisasi dari persamaan (2.55):
¯hjk(t, xi
) =
2
r
∂2
t Ijk(t − r). (2.65)
Dengan menggunakan gauge TT, maka diperoleh
¯hTT
xx = 1
r[∂2
t łxx(t − r) − ∂2
t łyy(t − r)]
¯hTT
xy = 2
r∂2
t łxy(t − r)
. (2.66)
2.4 Radiasi Gravitasi Sistem Bintang Ganda
Salah satu sumber gravitasi yang sangat umum adalah sistem 2 bintang yang
mengorbit mengitari titik pusat massanya di bawah pengaruh gravitasi masing-
masing bintang. Dari seluruh sistem bintang di alam semesta ini, kurang lebih
2/3 nya merupakan sistem bintang ganda [14]. Pendekatan untuk sumber yang
bergerak lambat seperti yang dilakukan pada bagian §2.3 cukup memadai un-
tuk diterapkan pada sistem bintang ganda.
Kasus yang akan ditinjau ditunjukkan pada Gambar 2.2. Dengan menga-
sumsikan bahwa Hukum Newton cukup akurat, maka dengan memanfaatkan
Hukum Newton (gaya gravitasi = gaya sentrifugal) dan mengambil G = 1:
M2
4R2
= Mω2
R : ω =
V
R
1
2
, (2.67)
dimana ω merupakan kecepatan sudut orbit.
Dari Gambar 2.2 geometri untuk kasus yang ditinjau adalah:
x1(t) = R cos(ωt), y1(t) = R sin(ωt), z1(t) = 0
x2(t) = −x1(t), y2(t) = −y1(t), z2(t) = 0.
(2.68)
12. 2.4. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA 18
Gambar 2.2 sistem bintang ganda yang mengitari titik pusat massa nya akibat pengaruh
gravitasi masing-masing bintang. Kedua bintang memiliki massa yang sama M,
dan bergerak dengan kecepatan sudut ω
Komponen tensor momen quadrupol untuk kedua bintang dapat dihitung dari
persamaan (2.53):
Ixx = 2MR2 cos2(ωt) = MR2(1 + cos(2ωt)),
Iyy = 2MR2 sin2
(ωt) = MR2(1 − cos(2ωt)),
Ixy = 2MR2 sin(ωt) cos(ωt) = MR2 sin(2ωt).
(2.69)
Tensor momen quadrupol tereduksinya adalah:
łxx
= −łyy
= MR2 exp(−2iωt),
łyy
= MR2 exp(−2iωt).
(2.70)
Dengan memasukkan persamaan (2.70) ke persamaan (2.56-2.58):
¯hxx = −¯hyy = −−8ω2
MR2
r exp(−2iω(r − t)/r),
¯hxy = −¯hyy = −−8iω2
MR2
r exp(−2iω(r − t)/r).
(2.71)
Dari persamaan (2.71) dapat dilihat bahwa frekuensi dari radiasi yang teremisi
adalah dua kali frekuensi orbit (Ω = 2ω) yang mengimplikasikan bahwa polar-
isasi gelombang yang diemisikan sistem bintang ganda ini merupakan polar-
isasi melingkar dimana partikel-partikel dengan elips yang tegak lurus, seperti
13. 2.4. RADIASI GRAVITASI SISTEM BINTANG GANDA 19
yang ditunjukkan oleh Gambar 2.1, berotasi dengan frekuensi sudut 2ω ter-
hadap gelombang.
Sedangkan untuk radiasi gelombang gravitasi yang merambat dalam arah
sumbu x ditunjukkan oleh persamaan (2.71), namun tidak dalam gauge trans-
verse traceless-nya. Dengan menghilangkan komponen longitudinal xx dan xy
dari ¯hij dan mengurangi trace, maka diperoleh:
¯hyy = −¯hxx = −
−4ω2MR2
r
exp(−2iω(r − t)/r). (2.72)
Persamaan (2.72) merupakan polarisasi linear yang sejajar dengan bidang or-
bit.