SlideShare a Scribd company logo
1 of 241
1
PASSION, CHARACTER, Dan
COMPETENCY
Take our 20 Best people away and I can tell you that Microsoft
would become an unimportant company
(Bill Gate)
2
1
Passion, Character, Competency
Take our 20 Best people away and I can tell you that Microsoft
would become an unimportant company (Bill Gate)
Jika kita melihat sebuah organisasi, bisa dipastikan selalu
memiliki resources diantara lima hal berikut, people atau orang,
machine atau teknologi, work method, dan material atau bahan
baku. Menariknya dari kelima resources tadi peran people
menjadi pembeda utama antara organisasi satu dengan
organisasi lain.
Karena selama organisasi memiliki dana yang cukup ketiga
resources lain bisa diadaptasi dan dibeli. Dengan dana yang
cukup, organisasi bisa membeli technology atau machine-
machine terbaru dan tercanggih. Dengan dana yang cukup,
organisasi bisa menghire consultant untuk membuatkan metode
kerja yang effective dan effisien. Dengan dana yang cukup,
organisasi bisa membeli material terbaik.
Bagaimana dengan people? Orang terbaik tidak selalu bisa
dibeli dengan berjuta-juta uang. Orang-orang terbaik memiliki
pertimbangan nya sendiri-sendiri untuk berpindah ke organisasi.
BJ. Habibie misalnya, Beliau pernah bekerja di Messerchitt-
Bolkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat
di Hamburg, Jerman. Di sana BJ. Habibie mencapai puncak
karier sebagai seorang Vice President bidang teknologi dan
menjadi Penasehat Senior bidang teknologi untuk Dewan
Direktur MBB.
Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie sudah sangat
cemerlang, terutama dalam desain dan konstruksi pesawat.
3
Habibie pun mendapat kedudukan terhormat, baik secara materi
maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Bahkan Beliau
sempat mematenkan rumus teorinya yang dikenal dunia pesawat
terbang seperti “Habibie Factor”, “Habibie Theorem” dan
“Habibie Method”.
Bayangkan betapa sudah nyamannya kehidupan Beliau.
Andaikan mau diukur dengan uang, sudah tidak terbayang lagi
pendapatan Beliau. Namun, Habibie ternyata mau berpindah
organisasi, dari perusahaan Jerman kembali ke Indonesia pada
tahun 1973 atas permintaan presiden Soeharto. Dan BJ. Habibie
pun memegang posisi sebagai Menteri Negara Rist dan
Teknologi.
Perhatikan saja alasan Beliau saat berpindah. BJ. Habibie bukan
mencari uang saat berpindah ke Indonesia, namun karena value
atau nilai pribadi yang Beliau pegang, “pengabdian untuk
bangsanya”. Artinya alasan kepindahan people ke organisasi ang
bukan saja masalah organisasi bisa membayar lebih tinggi.
Perhatikan lagi kiri-kanan kita, atau tanyakan kepada diri Anda.
Seandainya Anda dibayar lebih tinggi, namun diminta pindah
keperusahaan lain yang lokasinya tidak sesuai dengan Anda,
apakah Anda mau? Beberapa orang akan menjawab “tentu saja
mau”, dan lebih banyak orang yang menjawab “mending saya
tetap di sini”.
Atau seandainya Anda adalah orang terbaik perusahaan yang
coba dibajak atau dihire oleh perusahaan lain. Anda ditawari
gaji yang lebih tinggi, namun diminta bekerja dengan orang
yang tidak memiliki chemistry dengan Anda, apakah Anda mau?
Beberapa orang akan menjawab “tentu saja mau”, dan lebih
banyak orang yang menjawab “mending saya tetap di sini”
4
Hal ini lah yang menjadikan people sebagai unsur pembeda
dalam organisasi. Walaupun organisasi memiliki dana yang
cukup besar untuk membajak atau menghire people dari
organisasi lain, belum tentu people tadi akan menjadi bagian
dari resources perusahaan.
Keunggulan people kedua dibandingkan dengan resources yang
lain berkenaan dengan competency atau keahlian yang dimiliki.
Jika sebuah organisasi memiliki machine atau teknologi yang
bagus untuk menghasilkan produk yang bagus namun people
yang menjalankan machine atau teknologi tersebut tidak bagus
yang terjadi adalah bencana. Bukannya menghasilkan produk
yang bagus, malah bisa jadi machine atau teknologi yang
dimiliki perusahaan menjadi rusak.
Begitu juga dengan resources yang lain, hasil produk yang
dihasilkan organisasi tergantung pada people yang mengerjakan
produk tersebut. Jika sebuah organisasi memiliki material atau
bahan baku bagus yang digunakan untuk menghasilkan product
terbaik, belum tentu hasil product nya akan baik, seandainya
people yang mengelola product tersebut tidak punya competency
atau keahlian untuk mengelola bahan baku. Sebaliknya, saat
people atau orang yang mengelola bahan baku memiliki
keahlian yang istimewa, bisa jadi bahkan material atau bahan
baku yang jelek pun berubah menjadi product yang istimewa.
Contoh sederhananya adalah mechanic. Saat Anda membawa
mobil Anda yang rusak ke bengkel, saat dikerjakan oleh
mechanic yang ahli maka mobil Anda akan segera benar, dan
bahkan saat dikendarai bisa lebih nyaman. Sebaliknya, saat
Anda membawa mobil Anda yang masih bagus untuk dibuat
lebih nyaman lagi ke mechanic yang tidak memiliki keahlian,
bukannya mobil Anda bertambah nyaman, yang ada adalah
mobil Anda yang awalnya tidak bermasalah menjadi memiliki
masalah.
5
Bahkan, saat resources lain begitu terbatas namun organisasi
memiliki people yang hebat, produk yang dihasilkan menjadi
begitu luar biasa. Jepang misalnya, siapa yang tidak mengenal
Jepang? Organisasi besar bernama negara Jepang hanya
memiliki resources yang terbatas, namun Jepang mampu
membuktikan diri sebagai negara yang patut diperhitungkan.
Dari sisi people nya, kualitas orang-orang Jepang dibuktikan
dengan masuknya Jepang kedalam peringkat ke delapan Indek
Pembangunan Manusia. Sehingga tak heran dengan keterbatasan
resources diluar people mampu dirubah dan menjadikan Jepang
sebagai negara maju. Bahkan, negara kecil mampu memiliki
produk domestic bruto terbesar nomer dua setelah Amerika
Serikat, dan masuk dalam urutan tiga besar dalam keseimbangan
kemampuan berbelanja.
Tak heran jika organisasi-organisasi atau perusahaan yang
memiliki people terbaik di organisasinya memiliki nilai pasar
yang lebih tinggi dari pada organisasi lain. Hal ini terbukti dari
hasil penelitian yang dilakukan Roos Johan, Garan Roos, Nicola
C. Dragonetti dan Leiv Edvinson (1997):
Perusahaan
Nilai
Pasar
Harta
“nyata”
Harta
Tersembunyi
% Harta
Tersembunyi
General
Electric
169 31 138 82%
Coca Cola 148 6 142 96%
Exxon 125 43 82 66%
Microsoft 119 7 112 94%
Intel 113 17 96 85%
6
Bisa jadi gelora semangat Bung Karno dengan pekikan “Berikan
saya sepuluh pemuda, dan saya akan mengguncang dunia”
adalah ekspresi dari kesadaran Beliau bahwa people adalah
faktor terpenting sebuah organisasi, dimana dalam hal ini
organisasi itu bernama negara.
Bill Gate nampaknya juga menyadari betapa pentingnya people
dalam sebuah organisasi, tak heran Bill Gate kemudian
membuat pernyataan seperti di atas, “Ambil 20 orang terbaik
kami dan saya akan menceritakan kepada Anda bahwa Microsof
menjadi perusahaan yang tidak penting”.
Manariknya secara specific, Bill Gate menyebut jumlah berupa
20 orang terbaik. Bill Gate tidak menyebut “ambil seperempat
karyawan saya”, atau “ambil seperdelapan karyawan saya”,
namun Bill Gate hanya menyebut 20 orang terbaik. Ada apa
dibalik angka 20 tersebut sebenarnya?
Sebenarnya bukan angka nya yang menjadi fokus perhatian,
namun pada kata dibelakang 20, atau kata “terbaik”. Memang
dari semua people yang berkarya dalam organisasi, jika
dipetakan Anda akan menemukan orang-orang yang bisa
diklaster sebagai karyawan “terbaik”, karyawan “biasa-biasa
saja” atau mungkin karyawan “bermasalah”. Orang-orang
terbaik inilah yang kemudian disebut sebagai “talent”.
Selajan dengan pemikiran Bill Gate, sebuah studi tentang
Indonesia Strategy and Performance Management yang
dilakukan oleh GML Performance Consulting pada tahun 2014
juga menunjukan ada lima prioritas utama dalam pengelolaan
SDM dan organisasi agar dapat meningkatkan kinerja
organisasi, yaitu :
1. Mengembangkan SDM secara berkesinambungan (74%
responden)
7
2. Merekrut orang yang tepat (63% responden)
3. Mengelola talent (61% responden)
4. Mengembangkan budaya organisasi (45% responden)
5. Membangun career path (44 responden)
Hasil survey lain yang dilakukan oleh McKinsey & Co
(multinational consultant) juga menunjukan hal yang sejalan.
Survei yang melibatkan 77 perusahaan dengan 6.000-an
responden tersebut menyimpulkan bahwa di era new economy,
ajang kompetisi terjadi pada tingkat global. Ketika itu modal
bukan lagi persoalan. Ide-ide bisnis berkembang dengan sangat
cepat dan kian murah. Dalam kondisi seperti ini, hingga 20
tahun ke depan, sumber daya perusahaan bukan lagi modal,
bahan baku, dan bahkan teknologi, melainkan talent.
Celakanya, McKinsey & Co. juga menemukan meski
permintaan akan talent di dunia terus meningkat, namun
pasokan talent justru kian menurun. Sehingga akan
menyebabkan terjadi peperangan dalam memperebutkan talent-
talent tersebut.
8
Mengelola talent menjadi peringkat fokus ketiga dalam
meningkatkan kinerja organisasi dan talent menjadi begitu
berharga bagi setiap organisasi. Kata talent tentunya bukan lah
sebuah bahasa asing bagi rekan-rekan yang berkecimpung di
dunia HR. Talent digunakan para HR sebagai bahasa
practicioner untuk menyebut karyawan terbaik yang memiliki
ciri mempunyai high competency, high performance dan high
potential (HiPo) untuk lebih berkembang.
Bagaimana dengan karyawan karyawan “biasa-biasa saja” atau
mungkin karyawan “bermasalah”, apa sebutan practicioner
untuk karyawan-karyawan tersebut? Anda bisa memperhatikan
table berikut untuk menghambarkan tipikal karyawan yang lain.
Enigma Growth Employee Talent
Dilemma Core Employee Star
Die Wood Effective Trsuted Proffesional
Potency
Performance
Anda bisa melihat table diatas, karyawan sering kali
dikelompokan menjadi sembilan kategori. Secara sederhana
pengelompokan karyawan menjadi sembilan kategori ini
didasari dari dua hal, yaitu performance atau hasil kerja, dan
potency untuk berkembang. Jika kita lihat di table, maka kita
bisa menemukan bahwa karyawan dengan performance dan
potency terendah dinamakan sebagai Die Wood, dan karyawan
dengan potency terbaik dan performance terbaik dinamakan
talent.
Jika dikategorikan menjadi kelompok yang lebih kecil lagi maka
akan muncul lima kelompok. Kelompok pertama adalah
9
kelompok Die Wood, atau kelompok yang tanpa harapan. Sudah
performance atau hasil kerjanya jelek, potency yang dimiliki
untuk berkembang juga tidak ada. Dalam setiap organisasi,
kelompok dengan tipikal seperti ini biasanya berjumlah 2,5%
dari total populasi.
Sebenarnya yang lebih mengkhawatirkan dari 2,5% orang ini,
selain tidak perform biasanya juga memiliki masalah dalam
bekerjasama dengan anggota team lain. Dan dibeberapa kasus
menjadi provokator di dalam team. Sehingga treatment yang
cocok untuk diberikan pada karyawan kategori ini adalah
dengan memutuskan hubungan kerja dengan yang bersangkutan.
Kelompok kedua diisi oleh karyawan kategori Dilemma dan
Effective. Di dalam organisasi, jumlah kedua kategori ini
mencapai 13,5% dari total people yang ada di organisasi.
Treatment yang paling cocok bagi kategori ini agar
performancenya bisa naik adalah dengan berkomunikasi dan
memindahkan mereka kedalam role yang sesuai dengan potency
nya. Contohnya bagi orang-orang kategori Effective, karena
performance mereka sedang dengan potency yang rendah, maka
organisasi yang focus pada performance bisa jadi menawarkan
posisi lain yang match dengan potency yang dimiliki. Analogi
sederhananya, jika karyawan Anda ibarat siswa SMP ya jangan
memberikan beban dengan PR anak SMA.
Kelompok ketiga diisi dengan kategori Enigma, Core
Employee, dan Trusted Proffesional. Komposisi mereka dalam
organisasi termasuk paling banyak dari keempat kelompok lain.
Bagaimana tidak, kelompok ketiga ini mengambil 68% dari total
people yang terlibat di organisasi. Merekalah orang-orang yang
sebenarnya punya potency yang bagus namun performance nya
jelak. Bisa jadi penyebabnya adalah mereka tidak berada
ditempat yang sesuai dengan potency nya. Penyebab lain bisa
jadi karena suasana kerja yang tidak nyaman bagi mereka.
10
Dikelompok ini juga ditemukan orang-orang yang performance
nya meet atau sesuai dengan target. Potency yang mereka miliki
pun cenderung sesuai dengan competency atau keahlian yang
dibutuhkan. Agar bisa mengupgrade orang-orang core
employee, organisasi bisa mendrive mereka dengan secara
intensive memberikan pelatihan dan pengembangan.
Trusted Proffesional juga ditemui di kelompok ini. Mereka
adalah orang-orang dengan performance yang over
performance. Mereka cenderung mencintai pekerjaan mereka,
dan cenderung tidak mau mengembangkan potency nya di
bidang lain. Diakhir masa kerjanya (pension) biasanya mereka
mampu mempertahankan performance nya, namun cenderung
berada di posisi yang sama.
Kelompok keempat dengan jumlah 13,5% dari total populasi
dihuni oleh kategori Growth Employee dan Star. Kelompok ini
punya potency untuk menghasilkan performance yang over
performance atau diatas yang diharapkan. Bahkan saat secara
intensive di berikan pelatihan dan pengembangan, sangat
memungkinkan bagi orang-orang dikelompok keempat untuk
menjadi future leader.
Kelompok kelima seperti kelompok pertama hanya memiliki
satu kategori karyawan, merekalah para talent, karyawan terbaik
yang punya peran besar untuk mempengaruhi hidup – mati
organisasi. Menariknya jumlah mereka cenderung tidak
sebanyak kelompok lain. Dari total people yang bekerja di
organisasi, kelompok kelima ini hanya berjumlah 2,5% saja.
Karena jumlahnya yang tidak banyak dan peran mereka yang
besar dalam organisasi, tak heran semua organisasi berlomba-
lomba untuk mempertahankan keberadaan dan atau mencetak
para talent. Atau bahkan, jika jumlah talent dalam organisasi
tidak sesuai harapan management, tidak segan-segan organisasi
11
saling membajak atau menghire talent dari organisasi lain.
Fenomena saling bajak-membajak talent inilah yang kemudian
sering kali disebut sebagai talent war. Di saat yang bersamaan
organisasi mencetak dan mempertahankan talent yang dimiliki,
dan disaat lain menyerang organisasi lain untuk mendapatkan
talent nya.
Dalam peperangan ini, tentunya strategi untuk mencetak –
mempertahankan dan strategi menghire – membajak talent
memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Di
chapter kedua, Sourching dan Identifikasi Talent. Sedangkan di
chapter pertama ini bahasannya akan mengarah pada apa yang
membuat seorang karyawan bisa menjadi talent?
Talent : High Performance & High Potential
Jumlah talent yang hanya sebesar 2,5% dari total populasi dan
pengaruhnya terhadap organisasi memang membuat para talent
begitu istimewa. Karena memang tidak semua orang bisa
dikatakan sebagai seorang talent. Mereka harus memiliki dua
syarat utama berupa, high performance dan high potential.
Kedua syarat tadi sebenarnya saling berhubungan satu sama
lain. Seorang talent menghasilkan high performance saat
mampu mewujudkan potency menjadi competency (technical
competency dan soft competency atau character). Untuk
mengubah potency menjadi competency dan competency
berubah menjadi performance maka seorang talent butuh drive
atau motivasi. Dimana energi motivasi ini bisa didapat saat
seorang talent mengerjakan pekerjaan yang sesuai passion. Jika
digambarkan dengan sebuah diagram, akan terlihat seperti
gambar berikut :
Dan jika diagram tersebut dijadikan sebuah contoh yang akan
muncul adalah ada orang yang punya potency untuk perform
12
menjadi musisi yang hebat. Agar mampu perform sebagai
musisi yang hebat, maka orang tersebut butuh dilatih agar punya
competency atau keahlian sebagai musisi. Sayangnya walaupun
orang tersebut berbakat musik, jika tidak punya motivasi belajar
musik, maka bisa dipastikan orang tersebut tidak akan belajar
musik. Sehingga orang tersebut butuh diberikan motivasi. Dan
motivasi terbaik berasal dari instrinsik motivasi berupa passion
atau minat.
Pertanyaannya sekarang sebenarnya adalah bagaimana cara nya
agar people atau employee di organisasi bisa menemukan
potensi, sehingga paling tidak employee di organisasi bisa
menjadi kelompok ke kempat, syukur-syukur masuk menjadi
kelompok kelima?
Jawabannya ada di cara mengelola talent. Dibuku ini Anda akan
menemukan good practice mengelola talent di organisasi.
Frame of thinking buku ini akan mengikuti framework talent
management model seperti gambar dibawah ini.
Di chapter ini satu inilah, saya akan bercerita good practice
tentang passion, character, dan competency sebagai pondasi
para talent yang memiliki high potential dan high performance.
Menggunakan gambaran besar framework talent management,
chapter berikutnya akan bercerita tentang sourcing and talent
13
identification yang kemudian dilanjutkan dengan chapter talent
development, chapter succession dan diakhiri chapter
remuneration.
Seperti janji saya di pengantar buku ini, bahwa di buku ini akan
banyak akan berisi sharing dan good practice yang pernah saya
lakukan sebagai Talent Management Analyst. Bentuk sharing
dan good practice yang akan saya bagi akan berbentuk catatan-
catatan dimana bahasan chapter pertama adalah tentang high
performance dan high potency. Index bahasan tersebut adalah
sebagai berikut:
14
15
16
BONGKAR
Calau cinta sudah dibuang
Jangan harap keadilan akan datang
Kesedihan hanyalah tontonan
Bagi mereka yang diperbudak jabatan
BONGKAR~Swami 1989
Kemarin, melakukan
aktivitas coaching
improvement untuk
meningkatkan
performance kerja
kepada dua orang sub
ordinat. Satu orang di
pagi hari dan satu orang
di sore hari. Mendevelop
orang adalah salah satu
kegiatan favorit saya.
Obrolan pun dimulai dengan membangun rapport dengan
berdiskusi tentang pekerjaan dan jabatan dimulai. Dua orang
berbeda dengan waktu yang berbeda dan tempat berbeda. Kilas-
kilas impian masa depan, diceritakan. Satu orang bercerita kilas
mimpinya di masa depan membangun jaringan entrepreneur.
Dan satu nya lagi bercerita tentang keinginan nya untuk belajar
banyak hal.
Pada dasarnya sebagai orang orang yang berkecimpung di dunia
people development, saya meyakini bahwa semua karyawan bisa
menjadi seorang talent. Keyakinan saya ini tidak terkecuali juga
17
untuk dua sub ordinat saya yang performance nya baru
memburuk. Banyak hal yang mungin terjadi hingga salah satu
syarat untuk menjadi talent, yaitu high performance belum bisa
dicapai oleh ke dua orang tersebut.
Karena sebenarnya seorang talent tidak serta merta muncul dari
bumi. Seorang talent lahir dari rahim passion pekerjaan yang
dikerjakan. Dibesarkan dengan makanan character dan dididik
menjadi competen oleh bapak coach dan ibu system
development.
Kalau memang begitu apa yang membuat kedua orang sub
ordinate saya ini tidak memiliki performance yang baik?
Bisa jadi penyebabnya dikarenakan kedua rekan kerja saya, saat
melamar kerja awal terjebak dengan dosa perut. Mereka terjebak
oleh paksaan masyarakat untuk disebut sebagai “orang”.
Memang ada stigma di masyarakat bahwa seseorang baru bisa
disebut "orang" setelah mempunyai pekerjaan. Dikejar waktu
oleh “sigma masyarakat”, walaupun passion nya bekerja dengan
mesin, namun karena adanya lowongan posisi admin, akhirnya
bekerjalah dia sebagai admin. Kebalikannya, walaupun passion
nya bekerja sebagai admin, namun karena adanya lowongan
posisi mechanic, akhirnya bekerjalah dia sebagai mechanic.
Hatinya dikalahkan realisasi perutnya yang lapar.
Sebelum mendapat pekerjaan, bisa jadi memang perutnya
menguasai hatinya, dan tugas seorang coach lah yang harus
membantu mengalahkan perutnya. Bukan kata masyarakat lagi
yang harus dipikirkan, tapi kata Erich Form "Being Human".
Seorang coach harus mampu memilihkan kursi yang pas untuk
duduk. Seorang coach juga harus mampu meng ergonomi kan
letak kursinya. Recruiter sering kali menyebutnya dengan right
man in the right place. Kesesuaian kursi diharapkan
menenangkan kegundahan perut, memenangkan passion.
18
Seperti lirik lagu Bongkar di atas. Karyawan dengan passion
pun, pada suatu ketika bisa membuang cinta nya pada pekerjaan.
Terjebak bisikan syetan masa kerja sudah lama, sudah saatnya
mendapat jabatan. Karenanya, passion harus diberi makan
dengan character. Diracik oleh koki "coach" dengan resep
"system development yang pas". Sayang nya kita sering lupa
memasukkan soft competency untuk memunculkan character
dalam resep “system development”, dan kita hanya berfokus
untuk memasukkan bumbu “technical competency”. Akibatnya
tanpa character yang kuat seorang talent akan digerogoti setan
jabatan.
Point Penting : Anggota Point Penting :
Penyebab seorang talent tidak menunjukan
high perform bisa jadi disebabkan karena
bekerja tanpa motivasi, atau tidak bekerja
sesuai dengan passion nya.
Tugas organisasi adalah membuat strategi
atau sistem agar setiap talent dapat
diposisikan sesuai dengan passion nya
masing-masing.
19
Membalik Piramida Maslow
Masih ingat, bahwa seseorang butuh motivasi untuk
mewujudkan potency menjadi competency. Motivasi juga
dibutuhkan untuk mengubah competency menjadi high
performance. Dan motivasi bisa jadi berasal dari luar diri atau
dari dalam diri.
Salah satu teori yang sangat populer diperkenalkan oleh
Maslow. Karena menggunakan model Piramida untuk
memperkenalkan konsep motivasi nya, sehingga sering kali
konsep motivasi dari Maslow dikenal dengan sebutan Piramida
Kebutuhan. Layak nya sebuah Piramida, Konsep Piramida
Maslow dibangun dengan jenjang paling besar dibawah,
dilanjutkan jenjang berikut nya yang semakin ke atas semakin
kecil.
Piramida Maslow sendiri juga memiliki jenjang layaknya
piramida asli. Jenjang piramida Maslow berjumlah lima buah.
Jenjang paling dasar adalah jenjang motivasi fisiologis
(physiological need), jenjang kedua adalah motivasi rasa aman
(safety & security), jenjang ketiga dicintai (love & belonging),
20
jenjang keempat dihargai (self esteem), dan jenjang kelima
berupa aktualisasi diri (self actualization). Bagi Maslow
besarnya jenjang menuntukkan jumlah populasi yang
termotivasi. Artinya jika jenjang paling bawah piramida
motivasi Maslow adalah fisiologis (orang dimotivasi karena
kebutuhan dasar manusia, makan, pakaian, tempat tinggal,
dimana sekarang diwakili dengan uang) maka menurut Maslow
sebagian besar orang bergerak karena termotivasi oleh uang.
Jika kita melihat piramida Maslow, logika yang muncul adalah
untuk mendapatkan rasa aman, perasaan dicintai, perasaan harga
diri, dan aktualisasi diri harus dimulai dari memenuhi kebutuhan
fisiologis. Saat kebutuhan fisiologis terpenuhi maka orang hanya
bisa dimotivasi untuk bergerak dengan kebutuhan rasa aman.
Setelah rasa aman terpenuhi maka orang hanya bisa dimotivasi
oleh kebutuhan dicintai, dan seterusnya sampai dengan jenjang
paling atas. Ujung-ujung nya dari keseluruhan motivasi yang
menggerakan manusia bertujuan untuk mencapai kebahagiaan.
Bukan lagi kesenangan semu (pleasure) namun kebahagian
sejati (happiness). Kesejatian kebahagiaan ini merupakan sifat
dasar manusia, yaitu sifat insaniah.
Saking familiarnya teori motivasi ini,
sering kali digunakan oleh para
leader untuk memotivasi anggota
team nya. Sayangnya, para leader
cenderung mengggunakan jenjang
piramida pertama, physiological
needs, dan safety & security.
Menariknya, para leader yang
mengggunakan jenjang motivasi
pertama kemudian merasa gagal
memberikan motivasi kepada talent
nya. Penyebabnya, Sang Talent
21
melakukan pekerjaan dengan didasari transaksional. “Jika
pekerjaan tersebut menguntungkan bagi saya secara
physiological needs, dan safety & security maka akan saya
ambil. Jika tidak kenapa perlu saya kerjakan”, demikian dialog
internal yang terjadi di dalam diri talent.
Tak heran jika para talent berubah memiliki sifat transaksional
dalam bekerja. Karena sebenarnya kedua jenjang piramida
paling dasar tersebut pada dasarnya adalah sifat alamiah
manusia yang disebut dengan sifat hayawiah. Sebaliknya, untuk
memunculkan motivasi tanpa memunculkan sifat transaksional,
talent perlu dimotivasi dengan sifat alami manusia berupa sifat
insaniah.
Sifat hayawiah adalah sifat kebinatangan, sifat ini dikontrol oleh
otak kecil (Cerebellum) yang terletak di belakang otak.
Sedangkan sifat insaniah diatur oleh otak paling dalam manusia,
yang dikenal dengan Thalamus, Daniel Goleman menyebutnya
sebagai God Spot.
Sifat-sifat hayawiah itu muncul dalam piramida Maslow jenjang
pertama dan kedua. Sedangkan sifat insaniah maujud dalam
jenjang dicintai (love & belonging), dihargai (self esteem), dan
aktualisasi diri (self actualization). Sifat hayawiah hanya
mengenal memenuhi kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa
aman. Bukankah, hewan tidak membutuhkan rasa dicintai, harga
diri ataupun aktualisasi diri. Dominasi sifat hayawiah yang
terfokus pada kebutuhan fisiologis dan rasa aman menjadikan
manusia tidak mampu meraih jenjang rasa dicintai, dihargai dan
aktualisasi diri.
Efek negative lain dari hanya memberikan motivasi ke sifat
hayawiah, adalah berupa hilangnya sifat insaniah pada talent.
Dengan kata lain jenjang rasa aman, dicintai, harga diri dan
22
aktualisasi diri, dinafikan hanya untuk memuaskan jenjang
physiological need dan safety & security.
Bukti nya, karena ingin mendapatkan uang yang banyak
(physiological need), manusia melakukan pekerjaan yang
menentang maut, asalkan mendapatkan uang. Karena alasan
fisiologis, manusia tergila-gila dengan uang sehingga tidak
memperdulikan keluarga yang mencintai nya. Berangkat kerja
sebelum anak dan istri bangun dan pulang kerja setelah anak dan
istri tidur, hilangkan motivasi love & belonging. Karena alasan
motivasi fisiologis juga, manusia meniadakan kehormatan (self
esteem), tidak butuh dihormati dan menghormati masyarakat,
yang penting kaya raya dan bisa memenuhi kebutuhan. Dan
karena alasan motivasi fisiologis, manusia menerima pekerjaan
apapun tanpa mendengarkan suara hati nya, tidak peduli senang
atau tidak mengerjakan sesuatu yang terpenting menghasilkan
uang.
Jika memang begitu akibat motivasi dari jenjang physiological
need dan safety & security, sudah selayaknya para leader tidak
mengubah focus jenjang motivasi. Bukan lagi physiological
need dan safety & security sebagai jenjang pertama dan kedua
sebagai yang utama, namun membalik membalik piramida
Maslow, sehingga jenjang paling utama adalah aktualisasi diri
(self actualization). Passion adalah kata lain dari aktualisasi diri
Logika nya sederhana, saat seseorang punya potency sebagai
atlet. Dengan dimotivasi secara eksternal agar orang tersebut
bisa beraktualisasi diri dan menjadikan olah raga sebagai
passion nya. Orang itu pun akhirnya termotivasi hingga
mengubah potency nya menjadi competency. Dan saking
passion nya dengan olah raga, orang tersebut pun
mengaktualisasin diri nya lagi dengan mengikuti perlombaan
dan mendapatkan juara. Saat sudah menjadi juara secara
otomatis physiological need dan safety & security dapat diraih.
23
Lihatlah bagaimana Habibie yang punya passion di dunia
engineering pesawat terbang. Passion yang dimiliki telah
membawa Habibie dihargai dan dicintai banyak orang orang-
orang karena karya-karya indah nya. Saat orang menghargai
Anda maka Anda akan dicintai orang lain. Saat Anda dicintai
maka orang-orang yang mencintai Anda tidak akan tega Anda
terluka. Dan secara otomatis kebutuhan fisiologis Anda akan
terpenuhi.
Sebaliknya, saat talent terfokus pada motivasi physiological
need dan safety & security bisa jadi memang secara kompetensi
akan memenuhi. Namun belum tentu Sang Talent dihargai, dan
dicintai oleh anggota team yang lain. Bahkan bisa jadi, karena
Sang Talent hanya dimotivasi oleh physiological need, anggota
team lain dikorbankan, benar performance Sang Talent akan
naik, namun performance team akan turun. Jadi masih berfikir
untuk terus memotivasi talent lewat jenjang physiological need
dan safety & security, atau menurut Anda lebih baik membalik
piramida nya?
Point Penting : Sering kali para leader
memotivasi talent dengan mengiming-
imingi talent dengan physiological need dan
safety & security. Padahal motivasi yang
terfokus kepada dua jenjang itu bisa
menyebabkan Sang Talent kehilangan
pengghargaan dan kecintaan dari anggota
team.
Cara terbaik untuk memotivasi talent untuk
mengubah potency nya menjadi competency
dan menjadi performance adalah dengan
motivasi aktualisasi diri atau nama lainnya
adalah passion.
24
PASSION ATAU JABATAN
Generasi yang lahir di periode tertentu sering kali memiliki ciri
khas yang berbeda. Kondisi sosial, ekonomi, budaya yang
tengah mewabah menjadi penyebab nya. Demi memudahkan
menscreaning periode kelahiran dan ciri khas nya, para ahli
membuat cluster periode kelahiran dengan istilah tertentu.
Generasi yang lahir di tahun 1946 – 1964 sering kali di namakan
generasi Baby Boomer. Maju ke tahun 1965 – 1980, generasi
yang lahir di tahun ini disebut generasi X. Kemudian generasi
yang lahir di tahun 1981 – 1984 dikenal dengan generasi Y.
Ada juga sebutan untuk generasi Z yang lahir pada tahun 1995 –
2009 dan generasi Alpha yang lahir di atas tahun 2009.
Ciri khas tiap generasi sebenarnya menjadi kekuatan bagi
masing-masing generasi. Sayangnya, ciri khas tersebut kadang
kala menjadi masalah saat tidak mampu mengikuti daan
beradaptasi dengan ciri khas generasi lain.
Mereka membawa ciri khas nya, tanpa memahami ciri khas
generasi lain. Sehingga yang terjadi adalah motivation error,
culture error, maupun senioritas error. Dengan kata yang lebih
sederhana terjadi ketidakharmonisan. Tak heran jika ada sebuah
nasehat “Janganlah didik anak mu dengan cara mu dididik.
Karena anak bukan anak itu bukan anakmu, anak itu adalah anak
zaman”.
Error motivation sebagai akibat belum bertransformasi dan
beradaptasi dengan generasi lain pernah saya temukan pada
sebuah peristiwa. Ada orang yang termasuk generasi generasi X
(1965-1980), sedang memotivasi subordinatnya. Seperti orang-
orang era 1965-1980 mencari menantu, tak peduli berapa kaya
25
nya, seberapa tampan atau cantiknya, kalau tidak PNS, bisa-bisa
hanya masuk nominasi nomer dua. Begitu juga cara orang ini
memotivasi subordinatnya, "Kalau Anda menunjukkan
performance yang bagus nanti Anda akan saya promosikan".
Bagi generasi X, title adalah reward. Sehingga orang-orang
yang lahir di era 1965-1980 lebih senang mempunyai menantu
ber title PNS, atau sarjana. Dengan stereotype yang sama, bos-
bos dari generasi X sering kali juga memotivasi bawahannya
dengan mengiming-imingi title (jabatan). Padahal tidak semua
orang bisa termotivasi dengan jabatan.
Memotivasi sub ordinat dengan jabatan tentunya juga bukan
pilihan yang bijak. Sebagai mana kita ketahui jabatan itu seperti
piramida, semakin ke atas semakin kecil. Apakah dengan begitu
banyak karyawan yang ada harus berebut posisi yang semakin
ke atas semakin sedikit? Memotivasi dengan jabatan juga
menjadi hal yang berbahaya. Karyawan dengan motivasi
menggebu untuk menduduki jabatan, bisa jadi melegalkan
segala cara untuk mencapai tujuan. Lebih parahnya lagi, jika
karyawan hanya termotivasi mendapatkan jabatan, bisa jadi
performance nya menurun saat sudah menempati jabatan yang
menjadi tujuannya.
Bagi generasi Y (lahir tahun 1980-1995), sebenarnya mereka
bisa dimotivasi dengan menempatkan karyawan pada pekerjaan
panggilan hatinya. Rekan kerja saya seorang Supervisor Plant
bisa menjadi contoh nyata. Jam kerja normalnya harusnya jam
07.00-17.30. Namun karena kecintaannya terhadap mesin, dia
bekerja dari jam 07.00 sampai jam 23.00 bahkan lebih. Bukan
satu-dua kali rekan saya ini bekerja melebihi jam normal, namun
hampir setiap hari. Dan dia tidak menuntut ditambah gajinya
atau dinaikkan pangkatnya.
26
Karyawan yang bekerja karena panggilan hatinya (passionnya)
akan menunjukkan sifat pengorbanan (sacrifice). Mereka lebih
memilih purpose dibandingkan posisi, lebih memilih nilai-nilai
(values) dibandingkan kekayaan (numbers). Ini sangat
berhubungan dengan keyakinan karyawan pada Tuhan yang
maha Esa. Coba saja perhatikan Abdi Dalem Kraton Kasunanan
Surakarta, meraka sudah bekerja puluhan tahun. Karir mereka
mentok menjadi Abdi Dalem, gaji mereka bahkan tidak cukup
membeli kebutuhan sehari-hari. Namun mereka masih bertahan
bekerja dan memiliki performance yang bagus. Value mereka
menjadi pedoman untuk bekerja.
Karyawan yang tersalurkan passion nya juga akan memiliki
engaged (keterikatan terhadap perusahaan). Selama perusahan
mampu memberikan challenge terhadap passion nya, karyawan
akan loyal terhadap perusahaan. Mereka memberikan komitmen
nya untuk mencapai tujuan perusahaan. Mereka bekerja lebih
keras, lebih kreatif dan lebih berkomitmen, dan mereka
merupakan prediktor yang penting terhadap produktivitas
perusahaan. Jadi dari pada memotivasi karyawan dengan
jabatan, lebih baik memotivasi karyawan dengan memposisikan
mereka ke pekerjaan yang sesuai dengan passion nya.
Point Penting: Dengan membuat sistem yang memungkinkan
seorang talent bekerja sesuai dengan passion nya juga akan
berdampak positif secara pada :
a. Sifat pengorbanan (sacrifice)
b. Lebih memilih purpose dibandingkan posisi
c. Lebih memilih nilai-nilai (values) dibandingkan
kekayaan (numbers)
d. Menunjukan engaged atau keterikatan dengan
perusahaan.
27
ON TRACK U’R PASSION
“Anda tidak akan bisa menghubungkan dot - dot dengan
menatap ke depan : Anda hanya dapat menghubungkan dot saat
melihat ke belakang. Jadi Anda perlu yakin bahwa entah
bagaimana dot tersebut akan saling berhubungan di kemudian
hari” (Steve Job)
Kalimat di atas adalah penggalan pidato yang disampaikan Stve
Job, CEO dan pendiri Apple dan Pixar, pada acara wisuda
Stanford pada tanggal 12 Juni 2005. Dan kalimat di atas adalah
salah satu dari beberapa penggalan pidato yang cukup
mengguncang.
Pengalaman seorang rekan bisa jadi menggambarkan penggalan
kalimat Steve Job tersebut. Saat kuliah, rekan kerja saya adalah
mahasiswa cemerlang, namun dia saat ini bekerja di area yang
bukan menjadi passion nya. Lulus kuliah sebenarnya dia masih
idealis mencari dan menciptakan pekerjaan yang sesuai dengan
passion nya. Namun, lapar perut memaksanya mengambil
langkah menerima pekerjaan yang dirasa bukan passion nya.
Akhirnya dia merasa tidak menghasilkan performance kerja
yang maksimal.
Memang kadang kala perusahaan memiliki dilema, ada
kebutuhan untuk menempatkan talent di posisi tertentu.
Walaupun perusahaan sadar jika ditempatkan diposisi tersebut,
talent kehilangan passion nya, akibatnya performannya bisa
langsung turun drastis.
Bagaimana cara nya agar posisi yang kososng tersebut dapat
diisi oleh talent yang tidak punya passion di area tersebut namun
motivasi nya masih tetap terjaga? Disinilah tugas seorang leader
28
untuk memberikan coaching atau bimbingan. Sebelum talent
dipindahkan ke posisi tersebut dan selama talent berada di posisi
tersebut, diskusi coaching antara leader dengan talent perlu
tetap dijaga.
Berikut bahan coaching yang bisa digunakan leader untuk
mengcoach talent nya.
Apakah benar Anda sendiri tidak bekerja sesuai dengan passion
kita? Padahal Tuhan berjanji, "Tidak ada ciptaannya yang sia-
sia", tidak perduli apa passion Anda dan apa yang Anda lakukan
sekarang. Setiap apa yang kita lakukan saat ini sebenarnya
mengantarkan dan membentuk passion kita di masa depan.
Anda hanya bisa melihat ketidaksia-siaan tersebut melalui
pandangan masa lalu, bukan pandangan saat ini ataupun
pandangan masa depan. Ini lah yang di maksud Steve Job dalam
penggalan pidatonya, atau disebut sebagai connecting the dot.
Syarat agar dot – dot tersebut saling terkoneksi hanya ada dua.
Syarat pertama "kerjakan apa pun hari ini dengan maksimal".
Kita dikenal orang dengan apa yang kita kerjakan hari ini.
Mungkin hari ini kita merasa tidak melakukan pekerjaan sesuai
dengan passion kita. Tapi ingat orang lain melihat kita. Suatu
ketika siapa tahu orang-orang yang bekerja sama dengan kita
menjadi orang yang berada dalam range passion kita.
Bayangkan saat sekarang kita dikenal sebagai orang yang buruk,
image ini akan menempel bahkan saat kita sudah beralih ke jalur
yang benar untuk mengejar passion kita. Tentunya sangat susah
mengubah image walaupun performance di pekerjaan yang
sesuai passion kita sudah semakin membaik.
Mengerjakan pekerjaan yang bukan passion kita dengan
maksimal juga penting untuk membangun karakter. Saat kita
mengerjakan pekerjaan yang tidak kita sukai dengan maksimal
berarti kita memperbagus karakter yang kita punyai. Bagaimana
29
tidak, pekerjaan yang kita tidak senangi saja menghasilkan hasil
yang maksimal apalagi pekerjaan yang kita senangi atau sesuai
dengan passion kita. Harus diingat juga bahwa untuk menjadi
seorang talent, selain harus memiliki passion terhadap yang
dikerjakan, juga harus memiliki karakter dan competency
terhadap pekerjaan yang dilakukan
Kolonel Sander adalah contoh yang baik bagi para pengejar
passion. Semenjak usia 6 tahun, Sander kecil sangat suka
menggoreng ayam. Namun, wajib militer memaksanya
meninggalkan kecintaan menggoreng ayam untuk menunaikan
kewajiban sebagai warga negara. Bukan nya seperti pemuda-
pemuda lain yang setelah menyelesaikan wajib militer beralih
profesi, Sander tetap berkarir di dunia militer dan menunjukkan
prestasi yang baik. Karir nya pun menanjak hingga menjadi
seorang kolonel. Setelah merasa
cukup berproses di dunia militer,
Sander yang berusia 40 tahun
kembali mengejar passion nya yang
sudah lama ditinggalkan,
menggoreng ayam. Dari dunia
militer, Sander mendapatkan
character disiplin dan tidak mudah
menyerah yang mengantarkannya
pada kesuksesan. Walaupun berkali-
kali resep Kentucky Freed Chicken
nya ditolak, Kolonel Sander tidak
putus asa. Lahir lah kemudian resep rahasia yang
mengantarkannya menjadi pemilik waralaba yang tersebar di
hampir semua negara.
Syarat kedua yaitu keep on track. Tak peduli apa yang Anda
lakukan saat ini, tetapkan goal yang ingin Anda capai. Seperti
jalur pesawat terbang yang sudah ter track di navigasi pilot,
seperti itulah seharusnya kita mengejar passion. Walaupun
30
pesawat sudah punya track navigasi, pesawat sangat jarang
selalu tepat berada di jalur navigasi. Ada kala nya pesawat
melenceng dari jalur navigasi, tugas menara kontrol lah yang
kemudian selalu mengingatkan untuk kembali ke jalur yang
benar. Karena memang susah berada di jalur yang benar. Kita
juga perlu menara kontrol untuk mengingatkan saat kita mulai
keluar dari jalur passion. Menara kontrol itu bernama tulisan
dan orang lain. Selalu tulis goal Anda, dan ceritakan ke orang
lain. Catatan mengingatkan kita untuk tidak lupa, dan orang lain
akan tahu passion kita dan kadang kala menggelitik kita saat
mulai keluar dari track passion.
Di akhir catatan ini, saya ingin bercerita tentang pengalaman
pribadi saya mengejar passion. Semenjak SMP, saya sudah
menetapkan jalur passion saya adalah WTS (Writer-Trainer-
Speaker). Merintis passion tadi, di SMP dan SMA saya
membuat Perkumpulan Pecinta Anak dan Mentoring untuk
Teenager. Kegiatan utama kami adalah menjadi pendongeng
untuk anak-anak dan menjadi mentor untuk para teenager. Di
Perguruan Tinggi, saya kemudian mendirikan Lembaga
Psikologi Terapan spesialis untuk out bound training. Masih
mengejar passion, lulus kuliah, saya melamar di sebuah
perusahaan dengan posisi sebagai Management Trainee.
Awalnya saya mengira, tugas Management Trainee adalah
mengurusi trainee (sebutan bagi para peserta pelatihan). Namun
ternyata saya salah, ternyata Management Trainee bertugas
untuk belajar bisnis proses perusahaan untuk disiapkan menjadi
future leader.
Lulus sebagai Management Trainee, saya di tempatkan di posisi
Recruitment Officer. Satu setengah tahun berikutnya saya di
rotasi untuk memegang posisi Personel Officer. Menggunakan
dua rumus tadi, saya tetap bekerja dengan maksimal dan on
track dengan passion. Saya selalu menceritakan passion saya di
dunia pelatihan pada rekan-rekan sekerja maupun ke atasan
31
saya. Hingga akhirnya, di tahun ketiga saya mutasi ke cabang
lain dengan posisi General Affair Officer. Di cabang ini, dengan
rumus pertama, bekerja dengan maksimal di area kita,
mengantarkan saya menjadi Best continuous improvement all
site di tahun 2011. Akhirnya di bulan Desember 2012, passion
saya terwujud. Di bulan itu saya di mutasikan lagi ke head office
sebagai Learning and Development Analyst. Bagaimana jadi nya
saat saya tidak perform di area sebelumnya? Bisa jadi passion
saya tidak didengar orang. Dan bagaimana jadinya jika saya
lupa dengan passion saya dan puas di area General Affair, yang
telah diakui orang dengan Best Continuous Improvement?
Steve Jobs juga mengalami hal yang sama. Dari kecil, Steve
Jobs tertarik dengan computer. Hingga akhirnya Steve Jobs
memutuskan kuliah di Reed Colleage Portland. Enam bulan
berikutnya Steve Jobs kehabisan dana untuk kuliah, hingga
memakasaknya untuk drop out dari kampus yang dicintainya.
Setelah droup out, Steve Jobs banting stir belajar kaligrafi.
Artinya Steve Job menyimpang dari passion nya sendiri.
Dengan syarat pertama saat keluar dari passion, yaitu
mengerjakan apa pun hari ini dengan maksimal, Steve Jobs
memaksimalkan diri untuk belajar kaligrafi. Dan dot itu pun
tersambung, karena dulu Steve Jobs belajar kaligrafi, sekarang
kita bisa menikmati berbagai pilihan jenis dan model huruf di
32
computer. Karena memang Steve Jobs lah orang pertama yang
memasukan model-model huruf ke dalam computer.
Walaupun sempat menyimpang dari passion nya, dari computer
ke kaligrafi, Steve Jobs tetap on tract dengan goal passion nya.
Bersama Steve Wosniak, Steve Jobs membangun kerajaan
Apple dari garasi rumahnya. Perusahaan yang dirintisnya
berlahan-lahan mulai membesar. Sayangnya saat Steve Jobs
berada di puncak karir nya bersama Apple, dia dipecat oleh
orang yang dihire nya sendiri.
Steve Jobs pun sempat putus asa, namun dengan menggunakan
syarat ke dua, on track your passion, Steve Jobs kembali lagi
mengejar passion nya. Dia membuat perusahaan baru dengan
nama Pixar.
Connecting the dot pun terjadi lagi. Apple yang mulai
kehilangan sinarnya mencari technology yang bisa
menyelamatkan Apple. Ternyata technology itu hanya dimiliki
oleh Pixar, perusahaan baru yang didirikan oleh Steve Jobs.
Dibelilah Pixar oleh Apple, dan kembalilah Steve Jobs
keperusahaan yang dibangunnya bersama Steve Wozniak.
Point Penting : Kadang kala seorang talent dibutuhkan pada
posisi yang sebenarnya bukan posisi yang sesuai dengan
passion nya. Agar tetap menjaga motivasi talent, perusahaan
bisa memberikan coaching atau bimbingan dengan bahasan.
Anda cukup melakukan dua cara agar bisa kembali ke
mimpi Anda:
Pertama, Maksimalkan Apa yang Anda kerjakan hari ini
Kedua, On Tract Your Passion
33
34
GARA-GARA ORANG PINDAH
KERJAAN
Passion sudah disuntikan agar potency bisa berubah menjadi
competency, dan dengan suntikan passion juga, competency
menjadi performance. Apa sebenarnya competency sebenarnya?
Competency adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan
produk yang memuaskan di tempat kerja. Sederhananya
ketrampilan dan karakter diri untuk menghasilkan produk.
Competency bukan hanya ketrampilan atau sering juga disebut
hard competency atau technical competency, namun juga soft
competency atau character. Kedua competency tersebut harus
dimiliki oleh seorang talent. Karena hard competency membuat
seorang talent tahu dan bisa melakukan. Sedangkan character
membuat seorang talent mau melakukan.
Jika salah satu competency masih memiliki gap atau bahkan
hilang akibatnya adalah low performance. Bukankah, orang tahu
dan bisa melakukan pekerjaan, namun tidak memiliki kemauan
untuk melakukan sudah pasti hasilnya tidak maksimal. Dan
bukankah, orang yang mau melakukan namun tidak memiliki
35
pengetahuan dan ketrampilan juga hasilnya tidak maksimal.
Sehingga memang kedua jenis competency tersebut harus jalan
secara bersamaan. Kedua competency tersebut bisa
dikembangkan dengan training and development. Bagaimana
cara mengembangkannya akan kita bahas di chapter tiga.
Masa-masa saat para talent sedang menjalani training and
development untuk closing gap competency kadang kala menjadi
masa yang berat. Beratnya masa training and development
tersebut ibarat Gatotkoco yang sedang digodok di kawah
Candradimuka. Hingga tak jarang, banyak talent yang
berguguran di tengah jalan. Alasannya bermacam-macam, salah
satu nya adalah tidak cocok dengan anggota team lain.
Jika Anda seorang leader yang didatangi oleh talent yang
memutuskan untuk mengundurkan diri karena tidak cocok
dengan anggota team lain, apa yang akan Anda katakan?
Ada nasehat bagus bagi para atasan yang dihadapkan dengan
kondisi tersebut. Anda bisa berkata pada talent tersebut, “Jangan
mengundurkan diri dengan alasan tidak cocok dengan
seseorang, karena disetiap perusahaan kamu akan menemukan
orang dengan tipikal yang sama”.
Masuk akal bukan? Kemampuan membangun kecocokan, dan
keberanian untuk beradaptasi mengatasi ketidakcocokan
sebenarnya adalah proses pendidikan untuk membangun self
character. Jika seorang talent mengundurkan diri gara-gara
tidak cocok dengan orang, dikemudian hari akan terjadi pola
yang sama. Saat talent tidak cocok dengan anggota team, yang
akan terjadi berikutnya adalah pengunduran diri. Tentu cerita
nya akan berbeda saat saya mencoba membangun character bisa
beradaptasi dengan orang-orang dengan tipikal tadi, atau
membangun character tidak mudah menyerah terhadap tekanan
yang ditimbulkan oleh seseorang.
36
Sepintar ataupun seberbakat apapun orang jika tidak punya
karakter tentunya akan gagal menjadi talent. Contoh nya saja,
jika ada seorang talent yang tidak memiliki character strike for
exelence (berjuang mencapai yang terbaik). Sang Talent begitu
brilian menemukan ide-ide baru, namun karena tidak memiliki
character strike for exelence yang terjadi Sang Talent tidak
pernah berjuang mewujudkan ide-ide nya. Hingga akhirnya
syarat kedua sebagai talent, yaitu high performance, tidak
pernah tercapai.
Bandingkan dengan seorang talent bernama
Thomas Alfa Edison. Pemilik 1.039 hak paten ini
pernah berucap, “dari keseluruhan hak paten
yang saya miliki, hanya satu saja yang orisional,
yaitu pembuatan lampu pijar, sedangkan
penemuan lain berasal dari ide-ide orang pintar
yang tidak mau bekerja keras
mewujudkannya”.
Meyakini pentingnya character, bahkan mendiknas pun mulai
tahun 2009 memasukkan pendidikan karakter dalam kurikulum
nasional. Kurikulum pendidikan karakter tersebut berfokus pada
sembilan pilar yang berasal dari nilai-nilai luhur, pertama cinta
Tuhan dan segenap ciptaannya, kedua kemandirian dan
tanggungjawab, ketiga kejujuran dan diplomatis, keempat
hormat dan santun, kelima suka menolong, keenam percaya diri
dan pekerja keras, ketujuh kepemimpinan dan keadilan,
kedelapan baik dan rendah hati, dan kesembilan toleransi dan
persatuan.
Bagi rekan-rekan yang sudah bekerja, ada banyak character
positif yang bisa dibangun untuk menjadi great talent. Bahkan
hampir setiap perusahaan mempunyai character yang membantu
karyawannya supaya mengikuti character perusahaan tersebut.
Kita sering menamakannya dengan company value. Dulu saya
37
pernah bekerja di perusahaan dengan company value yang
disingkat dengan BEST, Believe in the God, Eager to Learn,
Sincelery, dan Toward Together. Dengan company value
tersebut, karyawan dituntut memiliki empat karakter tersebut.
Uniknya setiap tahun, perusahaan kami tersebut membuat acara
selebration bagi para karyawan nya yang berprestasi dengan
kategori hasil kerja terbaik dan terinternalisasi company value.
Point Penting : Gap competency atau
hilangnnya competency yang dimiliki
seorang talent akan berdampak pada
performance nya.
Ada dua jenis competency yang perlu
dimiliki seorang talent, yaitu hard
competency dan soft competency (character)
Perusahaan bisa membangun dan
mengembangkan soft competency dengan
berdasarkan company value
38
TALENT TO BE GREAT TALENT
Ada sebuah pepatah kuno,
“diatas langit masih ada
langit”. Dan pepatah kuno
ini diterjemahkan lagi oleh
Jim Collin dengan sebuah
quote, “musuh dari good
adalah great”. Begitu juga
dengan seorang talent,
masih ada langit di atas
seorang talent, langit itu
bernama great talent.
Hal yang membedakan
dasar antara talent dan
great talent berada di hard dan soft competency nya. Seorang
talent dinyatakan siap untuk future position saat competency nya
meet dengan requirement atau yang dipersyaratkan. Dan great
talent mau mengambil satu langkah lagi untuk tidak hanya meet
dengan requirement namun competency nya expert dengan
requirement.
Dahulu saya pernah punya pengalaman dengan seorang talent
yang sedang masa training and development. Masa-masa ini
adalah kawah candradimuka untuk mendidik hard dan soft
competency atau character.
Kisah ini bermulai dari eksekusi dari follow training dengan
membuat project improvement. Sayangnya project tersebut tidak
dilakukan dengan smooth. Sebenarnya project yang dilakukan
mempunyai tujuan yang baik, namun pra kondisi terhadap
orang-orang yang akan terkena dampak tidak dilakukan dengan
39
baik. Akibatnya, HRD yang tidak tahu menahu sebab akibat
project tersebut menjadi terlibat untuk smoothing condition.
Entah ini kutukan perusahaan atau superioritas departemen
HRD.
Ketidakmatangan dalam implementasi project improvement
adalah penyebab situasi yang tidak menyenangkan tersebut. Pra
kondisi di unsur manusia lah yang tidak disiapkan dengan
matang. Memang unsur manusia tidak seperti unsur project
improvement lain yang berupa material, metode kerja maupun
peralatan yang gampang diprediksi. Unsur manusia memiliki
sifat yang susah diprediksi reaksi nya.
Talent yang sedang mengerjakan project improvement lupa
untuk pra kondisi memberikan sosialisasi perubahan ke
karyawan yang terkena dampak perubahan. Sang Talent
mungkin merasa takut atas reaksi orang-orang yang terdampat
dari project improvement yang dibuat. Patut disayangkan, talent
yang mempelopori improvement malah tidak berani mengambil
tanggungjawab. Jurus Tai Chi Master dikeluarkan, masalah
dilemparkan ke orang lain. Lebih disayangkan lagi, saat
launching awal improvement, talent yang sudah
mengidentifikasi akan terjadi masalah malah melarikan diri
dengan tidak masuk kerja.
Sebenarnya seorang talent sejati tidak merasa cukup dengan
gelar talent saja. Seorang talent sejati harusnya memiliki
passion di hatinya untuk menjadi great talent. Dan gelar itu
hanya boleh diberikan pada talent-talent yang berani mengambil
responsibility. Para great talent menetapkan tujuan dan bekerja
keras untuk mencapai tujuannya. Halang rintangan yang muncul
dihadapi. Dia menyadari bahwa masalah yang datang adalah
bonus untuk memperkuat character nya. Dia selalu bekerja
keras mengambil tanggungjawab atas apa yang sudah
40
diputuskan. Bukannya malah bermain jurus Tai Chi, melempar
masalah pada orang lain atas putusannya yang salah.
Seorang great talent juga harus stay focused on their goals.
Bukan karena, tekanan kemudian mengubah keputusan. Great
talent tidak memberikan ruang bagi munculnya keraguan.
Bukan berarti seorang great talent harus keras kepala. Andaipun
harus mengubah keputusan, bukan karena takut akan tekanan,
tapi karena keputusan baru yang dibuat memperkuat keputusan
yang sudah diambil
Perubahan keputusan untuk memperkuat keputusan adalah ciri
great talent berikutnya, dia memiliki high standards. Apa yang
dilakukan dan diperbuat selalu mengejar yang kesempurnaan.
Tak ayal, kalau seorang great talent selalu berfikir dan bertindak
melakukan improvement. Walaupun improvement yang
dilakukan harus membuat great talent dihadang banyak masalah
dan menjadi tidak popular.
Masalah yang datang, dan terkucilkan dari popularitas tidak
membuat seorang great talent mundur dari apa yang dilakukan.
Karena dia memiliki sifat great talent berikutnya, positive
thinking dan eager to learn. Dia memiliki self esteem yang
tinggi, selalu melihat masalah sebagai sebuah peluang dan
pelajaran yang berharga. Semua kejadian dijadikannya
pelajaran. Seakan-akan segala yang bersentuan dan berhubungan
dengan dirinya tidak ada yang sia-sia. Termasuk saat membaca
catatan kecil ini.
Point Penting : Tidak Cukup Hanya Menjadi Talent yang
mempunyai character sesuai company value, Perusahaan
perlu mendevelop menjadi Great Talent dengan memiliki
character : Stay focused on their goals, High standards,
Positive thinking dan Eager to learn
41
SI CANTIK DAN SI BURUK RUPA
Keberhasilan orang untuk mengubah potency menjadi
competency dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal
(passion) dan faktor external (support dari orang lain). Sayang
nya, kebanyakan orang lebih mengandalkan faktor external
untuk membantu dirinya mengubah potency menjadi
competency.
Padahal faktor external tersebut tidak akan berhasil dengan baik,
saat faktor internal nya lemah. Tulisan Kahlil Gibran yang
bercerita tentang “Si Cantik dan Si Buruk Rupa” akan mewakili
yang apa yang saya maksud. Cuplikan cerita tersebut adalah
sebagai berikut :
Di sebuah desa, hiduplah dua orang wanita. Satu nya cantik dan
selalu memakai pakaian bagus. Warga desa pun menamainya
dengan si Cantik. Wanita satunya buruk rupa dan suka memakai
pakaian yang jelek. Dia dipanggil warga dengan julukan si
Buruk. Pada suatu hari, si Cantik dan si Buruk pergi mandi
bersama di sebuah telaga. Tiba-tiba terbersit di pikiran Si Buruk,
setiap hari selalu diolok-olok buruk oleh warga. Dia berpikir,
mungkin pakaiannya yang tidak sebaik Si Cantik lah yang
membuatnya dijuluki Si Buruk oleh warga.
Bosan dijuluki Si Buruk, maka dia berniat mencuri pakaian Si
Cantik. Buruk rupa kemudian berpamitan kepada Si Cantik,
bahwa dia sudah selesai mandi dan cepat pergi karena ada
urusan. Si Buruk kemudian menjalankan rencananya mencuri
pakaian Si Cantik. Kemudian dia memakai baju Si Cantik
kembali ke desa.Namun, harapan tinggal harapan saja.
Pakaiannya yang cantik tidak membuat warga desa
42
memanggilnya Si Cantik.Warga tetap mengenalinya sebagai Si
Buruk.
Berbeda dengan Si Buruk, Si Cantik yang selesai mandi tidak
menemukan bajunya. Dia hanya menemukan baju Si Buruk.
Mau tidak mau berhubung malam sudah mulai menjelang, Si
Cantik pun ahirnya mengenakan baju Si Buruk dan kembali ke
desa. Anehnya warga desa masih mengenali nya sebagai Si
Cantik.
Cerita tersebut bisa diterjemahkan, pakaian adalah faktor
external dan siapa sebenarnya pemakai pakaian adalah faktor
internal. Faktor external tersebut bisa jadi berbentuk support
dari organisasi atau orang terbaik untuk menjadikan potency
seseorang menjadi competency yang luar biasa. Sayang nya,
selama faktor internal nya lemah, faktor external tersebut tidak
akan berdampak banyak. Sebaliknya saat faktor internal nya
kuat, walaupun support dari faktor external kecil, tetap saja
orang mampu mencapai competency yang diharapkan.
Buktinya, banyak tokoh-tokoh yang mengukir sejarah tidak
bersekolah di sekolah dengan fasilitas belajar yang lengkap.
Salah satu tokoh favorit saya adalah Dahlan Iskan. Dahlan yang
hidup pas-pasan dan bersekolah di desa kecil bisa menjadi
menteri yang fenomenal. Bersekolah di sekolah yang tidak
memiliki fasilitas sebagus sekolah-sekolah di kota, yang bahkan
melanjutkan ke jenjeng Perguruan Tinggi yang saat itu menjadi
Perguruan Tinggi kelas kedua, IAIN. Namun, semangat belajar
beliau lah yang membuatnya sampai di kementerian dan
menjadi bos media. Layaknya di cerita tadi, Si Buruk yang
mengenakan pakaian Si Cantik tetap saja terlihat buruk nya, dan
sebaliknya Si Cantik yang mengenakan baju Si Buruk tetap saja
terlihat cantik nya.
43
Atau mungkin Anda pernah mendengar kisah Mahabarata
tentang Bambang Ekalaya, sebuah kisah yang mengandung
hikmah layaknya kisah Si Cantik dan Si Buruk Rupa. Kisah
berawal, saat Bambang Ekalaya mencari guru untuk
mengajarinya memanah. Setelah petualangan dan
penggembaraannya, Bambang Ekalaya dipertemukan dengan
seorang guru yang sedang mengajari Pandawa dan Kurawa
dengan ilmu panahan. Sang guru tersebut bernama Guru Durna.
Setelah melihat kesaktian Guru Durna, Bambang Ekalaya
menghadap untuk minta dijadikan murid. Di dalam hati nya,
Guru Durna sebenarnya ingin mengangkat Bambang Ekalaya
menjadi muridnya, namun apa mau dikata, Guru Durna terikat
kontrak hanya boleh mengajarkan ilmu nya kepada Pandawa
dan Kurawa. Sehingga Bambang Ekalaya terpaksa ditolak
menjadi murid.
Waktu terus berlalu, namun Bambang Ekalaya tetap konsisten
dengan passion nya. Dia terus saja belajar memanah dari waktu
ke waktu. Hingga suatu ketika, Guru Durna dan Arjuna berburu
di hutan, mereka memanah seekor Babi. Guru Durna
melepaskan anak panah, di saat yang bersamaan dan dari arah
yang berbeda, Bambang Ekalaya juga melepaskan anak panah.
Kedua anak panah yang dilepaskan Guru Durna dan Bambang
Ekalaya mengenai sasaran. Guru dan murid imajinasi bertemu
dan siapa yang berhak untuk binatang buruan, panah siapa yang
membunuh binatang buruan?
Tertarik dengan sang Pemuda, Guru Durna bertanya dari mana
Bambang Ekalaya berguru memanah. Karena cara memanah
yang dilakukan oleh Bambang Ekalaya hanya bisa dilakukan
oleh Guru Durna dan murid nya. Sedangkan Bambang Ekalaya
bukanlah murid Guru Durna. Bambang Ekalaya pun menjawab
bahwa guru nya adalah Guru Durna.
44
Tak percaya dengan yang di dengarnya Guru Durna berkata,
“janganlah Engkau berbohong, engkau bukanlah murid ku”.
Bambang Ekalaya pun mengajak Guru Durna dan Arjuna ke
tempat nya belajar memanag. Di sana, mereka menemukan
sebuah patung yang sangat mirip dengan Guru Durna. Bambang
Ekalaya berkata “Ini lah guru ku, Guru Durna, tiap kali aku
hendak dan selesai berlatik, aku selalu memberi hormat guru ku
ini. Dan aku juga memperlakukan patung ini layaknya
pengabdian seorang murid terhadap gurunya”.
Point Penting : Potency akan menjadi competency saat
didukung oleh faktor internal (passion) dan support faktor
external.
Faktor internal memiliki peran yang lebih besar dari pada
support external
Tugas leader adalah memunculkan faktor internal tersebut
dari dalam diri talent.
Tugas perusahaan adalah menyediaakan support external
45
SISI LAIN
Apakah benar, sebutan talent adalah pemberian dari Tuhan?
Apakah memang hanya orang-orang pintar saja yang bisa
menguasai hard maupun soft competency? Jika benar berarti
Tuhan Maha Tidak Adil. syukur lah, Tuhan memberikan
keunikan kepada setiaop ciptaannya. Sehingga semua orang
punya kesempatan untuk mengembangkan competency nya dan
menjadi seorang talent.
Salah satu orang yang menjawab
pertanyaan dan membuktikan
pertanyaan tersebut dengan
perbuatan adalah Prof. Yohanes
Suryo. Beliau adalah salah satu
tokoh Indonesia yang selalu
membawa siswa-siswa Indonesia
meraih juara di olimpiade Sains
baik Matematika maupun Fisika
dengan tingkat seluruh dunia. Tak
terkecuali di tahun 2006, Prof. Yohanes Suryo juga berhasil
membawa Indonesia menjadi juara umum sedunia lomba Fisika
dengan mengalahkan 86 negara.
Suatu ketika, Prof. Yohanes Suryo ditantang untuk tidak hanya
mengurusi anak-anak pintar saja, namun anak-anak yang tidak
dianggap pintar atau di cap bodoh juga perlu diurusi. Menjawab
tantangan tersebut, Prof. Yohanes Surya berkata bahwa
“sebenarnya tidak ada anak yang bodoh, yang ada adalah anak
yang belum menemukan guru dan metode yang tepat”.
Ingin membuktikan jawabannya, Prof. Yohanes pergi ke Papua
menghadap Gubernur Papua. Beliau berkata ke Gubernur Papua,
46
“carikan saya siswa yang paling bodoh di Papua dan akan saya
didik menjadi juara Matematika”. Gubernur Papua tentu saja
sangat menyambut gembira tawaran yang diberikan Prof.
Yohanes, dengan mencari 14 siswa terbodoh yang akan dididik
Prof. Yohanes Surya.
Banyak di antara anak-anak Papua yang paling bodoh yang
dipilih Sang Gubernur berasal dari kampung terpencil yang
bahkan penduduk kampung tersebut masih menggunakan
koteka. Bahkan, saking semangatnya Gubernur Papua
menyambut niat baik kepada Prof. Yohanes, sang Gubernur
mencarikan murid terbodoh yang salah satunya adalah siswa
kelas dua Sekolah Dasar yang selama empat tahun tidak naik
kelas. Prof. Yohanes juga bercerita pertama kali mengajar
siswa-siswa yang dianggap bodoh, penjumlahan tiga ditambah
lima saja harus dijumlahkan dengan sempoa.
Melalui Yohanes Surya Institute, siswa-siswa yang dicap bodoh
tadi kemudian dididik. Setelah enam bulan mengikuti
pendidikan, anak-anak tadi sudah menguasai mata pelajaran dari
kelas 1 sd 6 SD. Setelah empat tahun menjalani pendidikan di
Yohanes Surya Intitute, di tahun 2011 mereka diberikan
kesempatan untuk mengikuti perlombaan Sains Matematika se
Asia. Hasilnya sungguh membanggakan, mereka berhasil
merebut emas, perak dan perunggu.
Saking berhasilnya program pendidikan Yohanes Surya Institute
untuk anak-anak Papua ini, mereka hampir selalu menyapu
penghargaan di lomba-lomba sains. Sampai-sampai Prof.
Yahanes Surya bercerita saat ada lomba Sains di Malang, beliau
mendengar ada anak Jakarta yang menceletuk, “yah ada anak
Papua lagi, pasti kalah deh”. Akhirnya, beliau memang berhasil
membuktikan perkataannya, “Tidak Ada Siswa yang Bodoh,
yang Ada Hanyalah Siswa yang Belum Menemukan Guru dan
Metode Belajar yang tepat”.
47
Memperkuat quote yang disampaikan Prof. Yohanes Suryo,
bukankah banyak tokoh-tokoh dunia yang sebenarnya punya
perjalanan hidup sebagai orang yang dicap sebagai siswa bodoh.
Salah satunya adalah Adam Khoo yang berasal dari Singapura.
Saat masih kelas empat SD, Adam Khoo pernah tidak naik kelas
dan dikeluarkan dari sekolah. Dia pun masuk ke SD terburuk di
Singapura. Ketika akan masuk SMP, Adam Khoo ditolah oleh
enam SMP terbaik di Singapura, sehingga membuat diri nya
bersekolah lagi di SMP terburuk di Singapura.
Apa yang terjadi berikutnya? Apakah Adam Khoo menjadi
people dengan kelompok dead wood (low potency & low
performance). Kehidupannya berubah 180 derajat, saat berusia
26 tahun, Adam Khoo sudah memiliki bisnis dengan total omset
sebesar $ 20 Juta per tahun. Adam Khoo juga mematok bayaran
$10.000/jam untuk tiap training yang mengundang dirinya. Dan
siswa terbodoh tadi juga menjadi consultant dengan dengan
klien para manager dan top manager perusahan di Singapura.
Point Penting : Perusahaan perlu memiliki
mind set bahwa setiap orang memiliki
potency untuk menjadi seorang talent.
Dengan memberikan support external
menyediakan metode belajar dan guru yang
tepat, potency tersebut akan semakin mudah
maujud menjadi competency
48
49
SOURCING DAN
IDENTIFIKASI TALENT
Garbage In – Garbage Out
“Jika yang masuk sampah, yang keluar juga sampah”
(Anonim)
50
2
Sourching dan Identifikasi Talent
Gargabe in – Garbage Out (Anonim)
Jika yang masuk sampah maka yang keluar juga sampah.
Dengan bahasa lain, jika salah memilih talent, maka bukan nya
performance perusahaan yang semakin baik, namun malah
semakin hancur. Alangkah sayang, jika perusahaan sudah
menginvestasikan banyak hal untuk mendevelop talent, namun
sayang nya investasi tersebut tidak tepat sasaran. Landasan ini
yang membuat sourcing dan identifikasi seorang talent menjadi
penting.
Tentunya mengidentifikasi sesuatu untuk dikategorikan masuk
kekelompok tertentu membutuhkan ciri-ciri atau persyaratan
tertentu. Di chapter satu, persyaratan atau ciri-ciri seorang
karyawan bisa masuk ke dalam sembilan kelompok yang
berbeda-beda sudah kita bahas. Apalagi, dengan bahasan
mengenai ciri atau persyaratan seorang talent sudah dibahas
dengan lebih dalam. Dimana secara umum seorang karyawam
dikatakan sebagai seorang talent jika memiliki dua hal, high
performance dan high potential. Agar bisa mengubah high
potential menjadi high performance maka karyawan harus
memiliki soft competency (character) dan hard competency atau
keahlian. Dan agar bisa merubah high potential menjadi
competency maka talent membutuhkan motivasi berupa passion.
Setelah kita mengetahui persyaratan untuk mengkategorikan
karyawan menjadi talent, maka fokus berikutnya adalah
membuat sistem untuk mensourching dan mengidentifikasi
talent. Ada dua kata kunci utama dari sourching dan identifikasi,
kata kunci pertama adalah sourcing dan kata kunci kedua
51
identifikasi. Kedua nya akan diperkenalkan terlebih dahulu,
kemudian akan kita bahas good practice nya di artikel
selanjutnya.
Sourching
Sourcing adalah tahap mencari dan mengumpulkan orang dan
data. Secara umum ada dua system sourcing (mencari) talent
dua yaitu internal recruitment dan exsternal rcuitment.
Internal recruitment berarti perusahaan mencari talent dari
internal perusahaan atau karyawan-karyawan yang sudah ada
diperusahaan. Ada beberapa kelebihan dari metode recruitment
internal, kelebihan pertama adalah orang nya sudah tersedia.
HRD tidak perlu lagi menggaet orang dari luar perusahaan yang
belum tentu juga orang yang ingin digaet tersedia di pasar.
Kelebihan kedua, orang-orang nya juga sudah familiar dengan
company value atau budaya kerja perusahaan. Masih ingat salah
satu competency yang perlu dimiliki talent adalah soft
competency, dimana soft competency tersebut bisa
dikembangkan dari company value. Dengan sudah familiar nya
talent yang berasal dari internal perusahaan menjadikan dengan
company value, paling tidak tahap pengembangan mereka tidak
dimulai dari basic.
Kelebihan ketiga, investasi yang dikeluarkan untuk mencari
dan mengidentifikasi lebih sedikit dibanding exsternal
recruitment. Perusahaan perlu mengeluarkan dana yang lumayan
cukup besar, saat recruitment atau sourching dilakukan ke luar
perusahaan. Selain biaya iklan, biaya traveling recruiter juga
memakan biaya yang tidak sedikit. Sebaliknya, jika recruitment
atau sourching dilakukan di dalam perusahaan sendiri, biaya
iklan dan traveling recruiter bisa ditekan seminimal mungkin.
52
Kelebihan keempat, Internal recruitment juga bisa menjadi
tool untuk memotivasi karyawan. Dengan adanya recruitment
internal maka karyawan akan berlomba-lomba untuk
menunjukkan performance terbaiknya supaya bisa
diidentifikasikan sebagai talent.
Seperti apapun yang ada di dunia, segala hal selain mempunyai
kelebihan juga mempunyai kelemahan begitu juga dengan
metode internal recruitment. Kelemahan metode ini terletak
pada orang yang berhasil dilacak dan ditentukan sebagai talent,
kelemahan pertama adalah investasi untuk mendevelop
competency nya. Kedua berhubung talent yang berhasil dilacak
adalah karyawan perusahaan dan sudah terpola dengan cara
kerja perusahaan bisa jadi ide kreaktif untuk mengembangkan
perusahaan kurang terekpos.
Selain metode internal recruitment, ada juga metode exsternal
recruitment. Metode ini berarti perusahaan mencari talent dari
merekrut talent dari perusahaan tetangga. Seperti halnya metode
internal recruitment, metode external recruitment juga memiliki
kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan pertama dari external recruitment adalah
perusahaan tidak perlu lagi melakukan development atas
competency talent. Kelebihan kedua para talent tersebut
mempunyai sudut pandang baru untuk mengimprove area
kerjanya. Kekurangannya, biasanya perusahaan harus
mengeluarkan investasi yang cukup besar untuk untuk
menghijack talent-talent, kekurangan kedua adalah masalah
budaya organisasi, belum tentu talent yang dibajak memiliki
kesamaan budaya dengan perusahaan.
Selain metode internal dan exsternal recruitment, ada juga
recruitment dengan semi internal dan exsternal. Salah satu
bentuk recruitment model ini yang sangat familiar dengan kita
53
adalah recruitment untuk para future leader dari fresh graduate
yang sering kali diberi nama management trainee. Sifat
exsternal recruitment dari model ini adalah orang yang direcruit
merupakan orang diluar perusahaan. Setelah fresh graduate
direkrut, perusahaan akan memberikan program development
dalam waktu tertentu. Setelah masa trainee nya habis,
perusahaan kemudian melakukan recruitment internal dengan
sourching para fresh graduate tersebut.
Tentu saja metode recruitment semi internal-exsternal ni juga
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode semi
internal-exsternal adalah perusahaan bisa mendapatkan talent
dengan price yang lebih murah. Perusahaan juga bisa lebih
mudah memdevelop talent fresh graduate ini sesuai dengan
value perusahaan. Sedangkan kelemah nya, dengan recruitment
semi internal-exsternal ini perusahaan harus menyisihkan exstra
time untuk mendevelop talent, dan perkara mendevelop talent
juga bukan barang yang murah.
Dari kelebihan dan kekurangan ketiga model tersebut, semuanya
kemudian dikembalikan ke perusahaan mana yang sesuai
dengan kondisi perusahaan. Saat perusahaan memiliki system
development yang baik untuk mendevelop talent maka lebih
prepare untuk merekomendasikan internal recruitment dan semi
internal-exsternal recruitment. Namun, jika system development
nya belum terlalu kuat maka lebih baik merekrut talent dari
exsternal perusahaan sambil memperbaiki system development
di perusahaan.
Identifikasi
Proses sourcing memang selesai saat perusahaan sudah
mengumpulkan orang dan data nya. Dan di saat proses tersebut
selesai, tahap berikutnya untuk mengidentifikasi orang dan data
yang dikumpulkan mana yang termasuk kategori talent dan
54
mana yang bukan. Patokan pengkategorian orang nya tentunya
didasari dari potency – competency – performance.
Cara mengidentifikasi potential – competency – performance
tentu saja memiliki tool nya masing-masing. Tool utama untuk
mengidentifikasi potency adalah tes psikologi. Sedangkan
competency bisa diukur melalui metode interview yang bernama
behavior event interview, atau dengan knowledge dan skill test,
dan dengan focus group discussion. Unsur ketiga, performance
bisa dilihat dari hasil penilaian karya atau performance
appraisal.
System mengidentifikasi ataupun tool untuk mengidentifkasi
secara lebih detail good practice nya akan dibahas pada artikel-
artikel berikutnya. Berikut adalah indek artikel-artikel tersebut :
55
56
PERFORMANCE APPRAISAL
REDEFINE
Setiap karyawan di dalam perusahaan sudah pasti memiliki
potensi untuk menjadi talent. Tentu saja potensi tersebut hanya
akan tinggal potensi saat karyawan tidak memberdayakan diri
sendiri (memotivasi diri) agar menjadikan potensi menjadi
competency, dan competency menjadi performance. Apalagi jika
ditambah tidak adanya support external dari perusahaan untuk
memfasilitasi karyawan mengubah potensi.
Salah satu support yang bisa diberikan oleh perusahaan adalah
dengan membuat sistem performance management atau
pengukuran performance karyawan. Tujuannya adalah
memotivasi karyawan untuk mencapai standar. Saat orang
bekerja tidak diberikan target performance, biasanya orang
cenderung lalai dalam bekerja. Sebaliknya, saat seseorang
diberikan target performance, maka orang akan berusaha untuk
bisa mencapai target tersebut. Sehingga potensi yang terpendam
dipaksa untuk keluar menjadi competency agar target
performance bisa tercapai.
Survey yang dilakukan American Management Association
membuktikan hal tersebut. Sebanyak 85% responden setuju
bahwa, kegagalan mencapai kinerja yang optimal disebabkan
oleh kegagalan menetapkan formulasi sasaran utama yang sesuai
dngan kinerja yang seharusnya diukur. Sehingga penetapan
ukuran kinerja yang tepat sangat penting agar pencapaian
kinerja dapat optimal.
Tentu saja saat membuat target performance ada hal-hal yang
perlu diperhatikan. Seharusnya target performance tersebut tidak
hanya menjadi target team, namun juga ada target individu. Jika
57
semua target hanya target team saja maka bisa jadi ada
karyawan dengan kategori dead wood yang pasif mengejar
target dan menggantungkan target pada anggota team lain.
Sebaliknya saat target performance hanya dibuat sebagai target
individual saja, bisa jadi karyawan menjadi pekerja individualis
tanpa mau bekerjasama dengan anggota team lain.
Proporsi antara target team dan target individu sangat tergantung
jabatan dan strategi perusahaan. Beberapa jenis pekerjaan dan
posisi tentunya membutuhkan target performance team yang
lebih besar. Dan dibeberapa posisi lain membutuhkan target
performance individu yang lebih banyak. Proporsinya bisa jadi
80 : 20, atau 70 : 30, atau sebaliknya.
Hal lain yang perlu diperhatikan saat menyusun target
performance adalah kesesuaian target performance dengan up
date job description, linked antara individual performance
appraisal satu dengan key performance indicator department.
Tiga hal tadi menjadi sesuatu yang mendasar untuk dilihat ulang
oleh HR. Kesalahan mendesign performance appraisal bisa
berakibat membuat rendahnya performance perusahaan dan
salah mengidentifikasi talent.
Balance Scorecard biasanya digunakan oleh perusahaan untuk
menjawab tantangan tersebut. Balance Scorecard dikembangkan
oleh Kaplan dan Norton. Selain memiliki kelebihan untuk
menyelaraskan target performance dengan dengan job des,
linked antara individual performance dengan department
performance, Balance Scorecard juga memiliki kelebihan pada
keseimbangan perspektif nya. Perusahaan tidak hanya berfokus
pada pencapaian jangka pendek dengan memikirkan uang atau
keuntungan yang didapat, namun perusahaan yang
menggunakan Balance Scorecard juga mempertimbangkan
perspektif pencapaian jangka pendek dan panjang dalam satu
waktu.
58
Keempat perspektif Balance Scorecard tersebut adalah financial
perspective, costumer perspective, internal process perspective,
dan learning development perspective. Pencapaian jangka
panjang dalam perspektif Balance Scorecard terlihat dari
perspektif customer, internal process perspective, dan learning
development perspective. Sedangkan pencapaian jangka panjang
ditunjukan dengan perspektif financial.
Sederhananya, jika sebuah perusahaan hanya perfokus pada
financial saja tanpa memperhatikan customer, bisa jadi
perusahaan customer akan kecewa dan tidak kembali lagi. Atau
perusahaan hanya mencari untung dan memberikan pelayanan
yang bagus kepada customer, namun proses di perusahaannya
tidak effective dan efisien, juga tentunya akan berakibat tidak
baik, keuntungan yang didapat perusahaan akan berkurang.
Sehingga perspektif internal process juga perlu diperhatikan.
Dan begitu juga dengan perspektif learning and development,
karena untuk melayani customer dengan baik, dan untuk
membuat proses kerja efektif dan efisien tentunya butuh orang
yang selalu diupdate dan dikembangkan kompetensi nya.
Keseimbangan keempat perspektif tadi lah yang membuat
Balance Scorecard bernama Balance Scorecard.
Membuat Target Performance dengan Balance Scorecard
Saat kita ingin membuat performance
indicator di finance perspective ada dua
pilihan eleman yang bisa dipilih yaitu,
efficiency Cost, atau getting benefit
(menghasilkan profit). Contoh seorang
marketing. Karena seorang marketing
adalah penghasil uang bagi perusahaan
maka elemen di financial persfective
yang cocok untuk marketing adalah
menghasilkan profit. Sehingga contoh
59
performance indicator nya bisa jadi adalah: increase benefit 5%
dari tahun kemarin. Berbeda dengan marketing, seorang HR,
tentunya lebih tepat menggunakan financial perspektif berupa
efficiency cost, maka contoh performance indicator nya adalah
HR Cost sesuai budget yang telah direncanakan.
Perspective Balance Scorecard ke dua,
yaitu Costumer. Perpective. Balance
Scorecard ke dua ini, mempunyai beberapa
elemen, yaitu perolehan pelanggan,
profitabilitas pelanggan, dan kepuasan
pelanggan. Contoh performance indicator
bagi seorang HR adalah sebagai berikut.
Seorang HR tentu pelanggannya sudah
jelas, yaitu seluruh karyawan. Sehingga
pilihan elemen di costumer persfective
tentu saja bukan perolahan pelanggan
ataupun profitabilitas pelanggan, namun
kepuasan pelanggan. Ingat bahwa
performance indicator base on Balance Scorecard harus saling
terkait. Sehingga jika :
Financial perspective : HR Cost sesuai budget yang telah
direncanakan
Costumer perspective : Pekerjaan seorang HR apa yang bisa
mengeluarkan uang tetap sesuai
budget namun costumer (karyawan)
bisa puas?
Pekerjaan itu bisa jadi adalah tidak ada kekurangan bayar
kepada costumer (karyawan) atau pembayaran tepat waktu ke
costumer (karyawan).
Sehingga performance indicator seorang HR yang link
dengan financial perspective adalah “Tidak ada complaine
kekurangan atau kelebihan bayar dari karyawan” atau
“Pembayaran gaji tiap bulan tepat di tanggal 1”
60
Perspective ketiga dari balance scorecard yang berupa internal
proses punya elemen berupa mutu dan keandalan produk,
kecepatan memenuhi kebutuhan pelanggan, serta kecepatan
merespon complain pelanggan. Dari ketiga elemen tersebut
seorang HR bisa menggunakan semua elemen tersebut untuk
membuat indicator performance appraisal, contoh saja kita
menggunakan elemen mutu dan keandalan produk. Melanjutkan
contoh key performance indicator untuk seorang HR tadi, ingat
bahwa antar perpective harus saling terkait maka :
Financial
perspective
: HR Cost sesuai budget yang telah
direncanakan
Costumer
perspective
: Tidak ada complaine kekurangan atau
kelebihan bayar dari karyawan
Pembayaran gaji tiap bulan tepat di
tanggal 1
Internal
proccess
perspective
: Supaya tidak ada complaine kekurangan
gaji dan pembayaran bisa tepat waktu,
proses apa yang harus dilakukan HR
untuk menjaga mutu pelayanan tidak ada
complaine dan pembayaran tepat waktu?
Jawabannya bisa jadi beraneka ragam. Mungkin salah satu
cara nya adalah mengikuti SOP penggajian yang ada
Sehingga performance indicator seorang HR yang link
dengan costumer perspective adalah “Proses penggajian
100% sesuai SOP”
Artinya jika SOP penggajian bisa berjalan 100%, maka tidak
akan ada error dalam penggajian, jika tidak ada error maka tidak
aka nada complaine dari karyawan dan penggajian bisa tepat
waktu. Jika tidak ada complaine kekurangan atau kelebihan
bayar dipenggajian maka HR Cost base on benefit
Selain ketiga perspective balance scorecard di atas, masih ada
satu perspective terakhir yaitu learning and development.
61
Elemen di perspective terakhir ini ada dua pilihan yaitu
development people dan development organization. Anggap saja
kita mau developt people nya. Ingat bahwa indicator
performance nya harus selalu berhubungan dengan indicator
performance tiga perspective di atasnya. Masih menggunakan
contoh seorang HR, maka :
Financial
perspective
: HR Cost sesuai budget yang telah
direncanakan
Costumer
perspective
: Tidak ada complaine kekurangan bayar
dari karyawan
Pembayaran gaji tiap bulan tepat di
tanggal 1
Internal
proccess
perspective
: Proses penggajian 100% sesuai SOP
Learning and
development
perspective
: Pengembangan orang seperti apa yang
dibutuhkan supaya seorang HR mampu
melakukan proses penggajian yang sesuai
dengan SOP penggajian?
Jawabannya bisa jadi beraneka ragam. Mungkin salah satu
cara nya adalah dengan memberikan training tentang SOP
penggajian yang ada
Sehingga performance indicator seorang HR yang link
dengan internal proccess perspective adalah “Semua team
payroll HR sudah mengikuti training SOP Penggajian
dan Lulus training”
Sehingga jika kita kumpulkan semua indicator performance
untuk seorang HR di atas maka akan di dapat table sebagai
berikut:
62
Dari contoh di atas jika kita gabungkan akan menjadi KPI yang
saling berhubungan. Jika semua team payroll tersosialisasi,
paham dan bisa menggunaan SOP, maka proses penggajian
akan 100% sesuai dengan SOP. Jika SOP payroll dilaksanakan
100% maka tidak ada kesalahan pembayaran gaji, jika tidak
ada kesalahan bayar gaji maka HR Cost akan base on budget.
Point Penting : Perusahaan perlu membuat
sistem untuk mengubah potency menjadi
competency, dan competency menjadi
performance.
Salah satu sistem yang bisa dibuat
perusahaan untuk memunculkan hal tersebut
adalah dengan membuat performance
management system dengan Balance
Scorecard
Perspective Balance Scorecard diantaranya
financial, customer, internal process, &
Learning & Development.
63
DEFINE YOUR TARGET
“Bagaimana menentukan target? Dari keempat perpective
apakah bobotnya sama-sama 25%, financial 25%, customer
25%, internal process 25% dan learning and development 25%?
Karena talent saya di area marketing, ujung tombak mencari
uang, boleh tidak bobot nilai terbesar saya targetkan di financial
dan customer?
Pertanyaan tersebut pastilah menjadi pertanyaan berikutnya
setelah perusahaan menetapkan indicator performance
appraisal. Contohnya dengan indicator performance “HR cost
sesuai dengan budget yang direncanakan”, berapa budget yang
akan ditargetkan?
Jika gambarkan dalam sebuah form, pertanyaan tersebut
ditanyakan untuk mengisi kolom indicator performance dan
weight.
Kita akan membahasa satu persatu, mulai dari kolom indicator
performance terlebih dahulu kemudian dilanjutkan ke weight
atau bobot. Memang challenge berikutnya setelah perusahaan
membuat indicator performance adalah menentukan berapa
target nya. Jika perusahaan menargetkan mendapatkan laba,
90% 100% 110%
N
o
BSC
Perpective
Indicator Performance
Weight SCORE
SCORE *
WEIGHT
64
berapa laba yang harus ditargetkan? Jika perusahaan
menargetkan mendapat customer baru, berapa banyak yang
ditargetkan? Tujuan pertanyaan ini tentunya agar target yang
dibuat bisa memotivasi orang untuk achieve target tersebut.
Tujuan lain nya adalah membuat target tersebut memang
realistis dicapai. Bayangkan saat target tersebut tidak realistis
dicapai, karyawan yang mendapat target tersebut sudah
terdemotivasi terlebih dahulu. Perusahaan yang over expectation
pun akan ditinggal para stakeholder pemegang saham, karena
kinerjanya yang tidak mencapai target. Padahal kesalahannya
bukan pada performance perusahaan yang buruk, namun pada
penentukan target yang over expectation.
Cara pertama untuk menentukan target yang diberikan kepada
talent adalah dengan benchmarks, baik external ataupun
internal benchmark. External benchmarch berarti perusahaan
melakukan benchmark kepada perusahaan lain sejenis.
Sedangkan internal benchmark berarti perusahaan melakukan
bechmarking di dengan perusahaan satu holding atau satu group.
Saat ini banyak asosiasi yang menaungi industri dengan core
business yang sama, seperti Asosiasi Semen Indonesia yang
menaungi semen, ada juga Organda yang menaungi industri
transportasi, dan seterusnya. Dengan terlibat di asosiasi seperti
ini akan memudahkan perusahaan untuk melakukan benchmark.
65
Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan dialogue antara
superior dan team nya. Tentu saja dialog yang dimaksud bukan
debat kusir namun saling membawa data dan secara objective
menganalisa berapa target yang bisa ditetapkan. Hasil berdiskusi
antara superior dan team nya melihat resources yang ada, load
kerja yang akan dilakukan, dan capability yang dimiliki akan
membuat tingkat objective nya semakin besar. James Surowieci
dalam bukunya The Wisdom of Crowds menulis tentang Francis
Galton, orang yang menerapkan metode statistic untuk
menunjukan bahwa kelompok yang terdiri dari orang-orang
dengan kecerdasan berbeda-beda sering kali menunjukan kinerja
yang lebih baik dari pada individu yang bekerja sendiri-sendiri.
Ketika 787 penduduk lokal yang mengunjungi sebuah
peternakan dan diminta memperkirakan berat sapi jantan yang
akan disembelih dan dikuliti ternyata hasilnya hampir 90%
benar. Francis Galton menghitung rata-rata prediksi penduduk
setempat, yaitu sekitar 542 kilogram dan ternyata berat sapi
jantan itu 543 kilogram.
Dengan melibatkan subordinat untuk menetapkan target juga
akan meningkatkan involvement dan tanggung jawab. “La wong
saya yang membuat target untuk diri saya sendiri, kok saya mau
melanggar”, begitu kira-kira dialog internal yang terjadi pada
diri karyawan. Bandingkan dengan karyawan yang tidak
dilibatkan dalam membuat target, tentu saja komitmen nya akan
berbeda.
Cara ketiga yang juga bisa dilakukan untuk menetapkan target
adalah dengan melihat opportunity. Tak jarang ada perusahaan
yang memiliki karyawan dengan posisi Market Intellegence
yang salah satu tugasnya adalah melihat dan menganalisa micro
ataupun macro economy untuk menentukan pertumbuhan atau
opportunity yang bisa diambil perusahaan. Ada juga perusahaan
66
yang menghire konsultan untuk membantu mereka menentukan
opportuny yang bisa diambil perusahaan.
Cara keempat yang bisa dilakukan adalah dengan melihat
historical performance. Perusahaan bisa mentract performance
yang sudah dicapai kemudian menjadikan tract performance
tersebut untuk menjadi dasar penetapan target. Seperti filosofi
semakin hari semakin baik, maka patokan target yang dibuat
pun juga harus semakin baik. Kalau historical performance
untuk melayani customer dahulu adalah satu jam, maka target
nya bisa dibikin lebih ketat menjadi 45 menit contohnya.
Oke terjawab sudah pertanyaan pertama, “dari mana target
diperoleh?” Bagaimana dengan pertanyaan kedua, “katanya kan
balance scorecard, apakah boleh seandainya saya memberikan
bobot penilaian yang lebih besar pada variable scorecard yang
lain?”
Tentu saja jawab nya boleh, dengan mengetahui arah strategi
perusahaan, Anda akan tahu corecard mana yang perlu diberi
bobot lebih besar. Analoginya, seorang mahasiswa jurusan
Bahasa Inggris yang mengambil empat mata kuliah, statistic,
bahasa Indonesia, gramer, dan penelitian. Keempat-empatnya
harus lulus semua, namun karena dia mahasiswa Bahasa Inggris
maka jurusan Bahasa Indonesia jumlah bobot SKS nya lebih
kecil dibandingkan SKS Gramer, dan seterusnya.
Begitu juga dengan arah strategi perusahaan, bisa jadi di tahun
ini arah strategi perusahaan adalah inovasi. Semua karyawan
diminta untuk mensukseskan strategi perusahaan tersebut. Maka
bisa saja bobot scorecard di variable internal process menjadi
lebih tinggi dibandingkan variable scorecard lain.
Atau bisa jadi strategi perusahaan di tahun ini adalah customer
centric. Untuk mendukung arah strategi perusahaan tersebut
67
maka scorecard variable customer menjadi memiliki bobot
yang lebih tinggi dibandingkan dengan variable scorecard lain.
Selain melihat arah strategi perusahaan, penentuan bobot juga
bisa mempertimbangkan core pekerjaan talent. Beberapa posisi
memang memiliki core untuk inovasi (internal process), seperti
Business Development, posisi lain core nya adalah financial,
seperti Sales ataupun Marketing. Ada juga pekerjaan yang core
nya adalah learning and development seperti posisi Leadership
and Development Trainer, atau Consultant. Dan di posisi lain
memiliki core di variable customer, seperti posisi Customer
Center. Dengan memperhatikan core pekerjaan, Anda juga bisa
menentukan variable scorecard mana yang perlu diberi bobot
lebih besar dari pada yang lain.
Point Penting : Penentuan target
performance bisa dilakukan dengan
menggunakan empat cara, yaitu :
1. Internal atau external Benchmark
2. Team dialogue
3. Size of opportunity
4. Historical performance
Sedangkan untuk menentukan bobot target
performance bisa dilakukan dengan melihat
strategi perusahaan dan atau core pekerjaan
68
PYGMALION EFFECT
Terkisahlah di seorang pemahat bernama Pygmalion, Sebagai
seorang ahli patung, keahlian Pygmalion diakui semua orang,
hingga pada akhirnya Pygmalion menciptakan masterpiece
berupa patung seorang wanita cantik yang diberi nama Galatea.
Saking cantiknya, Pygmalion pun jatuh cinta kepada patung
tesebut.Galatea dibawa kemana saja Pygmalion pergi, bahkan
Galatea juga diperlakukan layaknya seorang manusia.
Saat perayaan pemujaan Dewi Athena, Pygmalion berdoa agar
diberi jodoh seorang wanita cantik. Di dalam hatinya,
sebenarnya Pygmalion berdoa agar wanita cantik itu adalah
Galatea. Keesokan harinya, Pygmalion terbangun dari tidurnya
dan mendapati Galatea menjadi manusia. Pygmalion pun
menikahi patung yang telah menjadi wanita cantik tersebut, dan
akhirnya mereka hidup happily ever after.
Cerita tadi pada tahun 1957 menginspirasi Robert Rosenthal
untuk membuat sebuah penelitian yang melibatkan seorang guru
dan siswa nya. Dibuatlah dua buah kelompok, kelompok
experiment dan kelompok kontrol. Siswa di kelompok
experiment, dipilih dari siswa yang memiliki IQ biasa-biasa saja,
namun saat mereka dijadikan kelompok experiment, mereka
diberi tahu bahwa mereka adalah kelompok elit yang
dikelompokan dan akan diajar oleh guru-guru ellit (yang
sebenarnya juga guru yang biasa-biasa saja). Mereka juga diberi
kepercayaan dan harapan, bahwa mereka sangat bisa
mengalahkan kelompok lain yang sebenarnya memiliki IQ yang
lebih tinggi dari mereka.
Hasil penelitian Robert Rosenthal menunjukkan hasil seperti
cerita Pygmalion, yaitu saat ekspektasi kita positif maka akan
69
berdampak positif. Siswa-siswa experiment yang awalnya hanya
siswa dengan IQ yang biasa-biasa saja atau average ternyata
mampu mengalahkan siswa dengan IQ diatas mereka. Dengan
kata lain saat seseorang diberi kepercayaan untuk menunjukan
performance terbaik, maka orang akan menunjukan
performance yang terbaik.
Hasil penelitian Robert Melton ini kemudian menjadi dasar para
leader dalam menentukan target performance talent nya.
Kadang kala para leader memberikan target yang seperti tidak
masuk akal bagi para talent. Tujuannya tentu saja adalah
menarik potensi Sang Talent.
Tuhan memang sudah menitipkan banyak potensi kepada
manusia. Salah satunya adalah potensi otak. Sel-sel otak
manusia tersebut dihubungkan satu sama lain oleh dendrit atau
cabang-cabang sel mirip akar dalam tumbuhan (perhatikan
gambar diatas). Informasi-informasi pengetahuan dan keahlihan
yang didapatkan seseorang akan disimpan pada myelin yang ada
di dendrit (warna kuning di dendrit). Semakin tebal myelin yang
dimiliki maka akan semakin ahli lah seseorang melakukan
pekerjaan tertentu. Dengan kata lain, semakin tebal myelin juga
70
berarti semakin banyak potensi yang berubah menjadi
pengetahuan dan keahlihan. Dan kita tahu kedua hal tersebut
(pengetahuan dan keahlian) adalah salah satu syarat untuk
menunjukan performance terbaik.
Dengan memberikan target yang melebihi keahlihan dan
pengetahuan yang dimiliki talent sebenarnya memiliki tujuan
untuk semakin mempertebal myelin tersebut. Karena memang
myelin hanya bisa dipertebal dengan latihan yang intensif. Dan
ibarat seorang atlet Binaraga yang berlatih, bukahkah mereka
berlatih dari angkat beban 20 Kg kemudian menantang diri
untuk menambah beban menjadi 30 Kg dan seterusnya. Analogi
yang sama digunakan untuk mempertebal myelin, dengan
memberikan target melebihi kemampuan dan keahlian talent
maka talent sebenarnya sedang ditarik keluar potensinya untuk
menjadi lebih ahli.
Point Penting : Pygmalion Effect
membuktikan bahwa kepercayaan seorang
leader dengan memberikan target yang
besar kepada talent akan menghasilkan high
performance
Menetapkan target yang besar juga akan
bermanfaat menarik keluar potensi talent
71
72
GAMIFICATION
Mengidentifikasi karyawan dan dilanjutkan dengan
mengelokpokan karyawan pada sembilan jenis karyawan bisa
dilakukan dengan melihat hasil performance appraisal atau
penilaian karya. Bagi perusahaan-perusahaan yang sudah
familiar dan melakukan proses performance appraisal secara
rutin, tentunya sudah merasakan manfaatnya. Bahkan
dibeberapa perusahaan, performance appraisal dilakukan tiap
enam bulan sekali.
Menariknya, hampir di semua perusahaan yang mengaplikasikan
performance appraisal menemukan bahwa hasil nilai karyawan
berada pada standar baik, baik sekali, dan istimewa. Sangat
jarang sekali ada karyawan yang nilainya cukup atau jelek.
Walaupun nilai performance appraisal nya bagus, namun di
satu sisi performance secara organisasi tidak memperlihatkan
hal yang sejalan. Ada apa ini sebenarnya?
Padahal performance appraisal sudah di cascading (diturunkan)
dengan baik melalui Balance Scorecard. Tapi kenapa masih saja
terjadi kasus pergerakan performance ada edi area bagus dan
sangat bagus. Apa yang menjadi penyebab sebenarnya?
Bisa jadi memang penyebabnya adalah proses cascading yang
tidak tepat. Atau bisa jadi cascading nya sudah tepat, namun
orang-orang yang menjalankan sistem performance management
nya lah yang menjadi penyebab tidak berjalannya sistem. Sebaik
apapun sistem tentunya tidak akan berguna jika tidak
diaplikasikan dengan baik. Analoginya, mobil super cepat tidak
akan menunjukan kecepatan terbaiknya, saat tidak dikendarai
oleh driver yang baik.
73
Dari sisi orang yang menjalankan sistem performance
management, penyebab fenomena ini bisa berasal dari atasan
yang tidak mempunyai data actual performance anak buahnya,
atasan ingin dilihat pemurah oleh anak buah, atau bisa juga dari
anak buah terlalu persuasif dalam proses coaching PK.
Berbagai teknik analisa data dimunculkan untuk mengurai
keruwetan penilaian ini. Salah satunya adalah, Teknik analisa
"Patokan Acuan Norma" atau lebih familiar dikenal dengan
kurva normal. Teknik analisa ini membantu untuk mengurai dan
memposisikan ulang karyawan dalam kurva yang lebih normal.
Masih ingat di chapter pertama saya sempat menyinggung dari
sembilan kategori karyawan sebenarnya dapat dikelompokan
lagi menjadi lima kelompok. Persentase orang di tiap kelompok
adalah jumlah dari tiap orang di kurva normal. Sederhana nya
dengan menggunakan kurva normal, maka semua karyawan
dipaksa untuk masuk ke dalam kelima kelompok tersebut.
Contohnya di kelompok pertama, harus ada 2,5% karyawan
yang dimasukan ke dalam kategori ini. Perusahaan bisa saja
melihat 2,5% orang dengan nilai paling kecil.
Sayangnya tidak ada apapun di dunia ini yang sempurna.
Termasuk pendekatan kurva normal. Jika ada seorang leader
yang memang bisa membuktikan bahwa performance anggota
nya bagus, tetap saja harus dipaksa untuk memasukan anggota
team nya ke dalam lima kelompok tersebut. Dengan kata lain,
walaupun anggota team nya bagus, namun leader tetap dipaksa
harus memasukan satu orang sub ordinatnya ke kategori pertama
sebesar 2,5%. Sebaliknya, bisa jadi semua anggota team nya
adalah karyawan jenis death wood, tetap saja mau tidak mau
harus memasukan 2,5% anggota team nya sebagai karyawan
talent. Berasa ada yang salah bukan?
74
Kondisi seperti ini seharusnya tidak terjadi jika performance
karyawan tersebut terdata dengan baik, sehingga karyawan
dapat dinilai secara actual dan tidak perlu menggunakan
Patokan Acuan Norma lagi. Gamification, bisa jadi menjadi
sebuah solusi. Konsep ini adalah sebuah sistem kerja yang di
dalamnya terdapat sistem skoring yang setiap berkala di up date
sehingga semua orang bisa melihat.
Salah satu good practice yang pernah saya alami adalah dengan
rekan-rekan operator produksi. Tiap minggu, mereka
diperlihatkan hasil performance "Pay Load (jumlah muatan)
maupun ritasi (jumlah bolak-balik muatan)" oleh section
Engineering. Sehingga operator bisa memonitor performance
mereka sendiri.
Selain meningkatkan keakuratan data, konsep ini bisa membuat
karyawan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.
Walaupun tetap juga perlu diingat bahwa konsep gamification
yang bagus adalah yang bisa menimbulkan kompetisi antar grup,
bukan kompetisi individual. Jika perusahaan gagal membangun
sistem gamification yang mendorong kompetisi antar gorup,
maka sebenarnya perusahaan sedang menggali kuburannya
sendiri dengan secara tidak sengaja membuat karyawan
berusaha melakukan kecurangan untuk mencapai skor yang
tinggi.
Sepenting-pentingnya proses keakuratan pemberian nilai atas
performance karyawan, dan analisa data yang dilakukan,
sebenarnya masih ada satu proses lagi dalam penilaian
performance appraisal yang tidak boleh dilupakan, yaitu proses
coaching. Tanpa coaching nilai performance appraisal hanya
sekedar nilai saja.
Proses coaching performance appraisal yang bagus tentunya
harus menjadikan karyawan diposisi learner (coachee) dan
75
coach disaat yang bersamaan. Dengan menjadi coach berarti
karyawan berperan untuk mengemukakan gagasan–gagasan nya
supaya nilai performance berikutnya semakin baik. Sedangkan
saat menjadi coachee berarti, karyawan berperan untuk
menerima feedback dari atasannya terkait gagasan-gagasan yang
disampaikan. Dengan menjadi choacee, karyawan mendapat
sudut pandang baru dari luar untuk mengembangkan dirinya.
Dan saat menjadi coach, karyawan bisa berkomitmen terhadap
hasil coaching. Karena dia adalah coach bagi dirinya sendiri
Pencapaian dari target performance ini kemudian bisa
dikelompoknya menjadi tiga. Kelompok pertama adalah
kelompok yang memiliki low performance. Kelompok kedua
adalah kelompok dengan middle performance. Dan kelompok
ketiga adalah kelompok dengan high performance. Sekarang
Anda sudah memiliki data pertama untuk mengidentifikasi mana
karyawan Anda yang bisa dikategorikan sebagai talent.
Point Penting : Target performance yang
tidak dicascad dengan bagus akan
mendatangkan masalah
Target performance yang tercascad dengan
bagus tanpa didukung orang yang bagus
untuk menjalankan juga akan berakibat
masalah
Mengupdate dan membuat factual penilaian
dengan visual management akan menjamin
validitas data target performance dan
semakin memotivasi kinerja karyawan
76
BEHAVIORAL EVENT INTERVIEW
Setelah kita melihat hasil performance appraisal dari seorang
karyawan, dan kita sudah melakukan moderasi maka kita akan
menemukan karyawan dengan high performance. Singkatnya
saat ada karyawan yang memiliki nilai performance appraisal
sangat baik, maka kita sudah menemukan karyawan yang
memiliki salah satu syarat untuk disebut talent, yaitu memiliki
high performance. Melanjutkan process untuk sourcing and
identification talent untuk menemukan karyawan yang memiliki
syarat kedua high potential yang memiliki high competency bisa
dilakukan dengan melakukan asessment.
Bentuk assessment, untuk mengukut high potency bisa
dilakukan dengan psikotes. Sedangkan untuk mengukur
competency bisa dengan Interview Base On Competency atau
lebih dikenal dengan Behavioral Event Interview (BEI). BEI
mulai dikenal sebagai salah satu tools HRD ketika konsep
competency base mendapat tempat didunia bisnis. BEI
dikembangkan dari konsep investigasi dan introgasi intelejen
dan militer serta kepolisian dalam mengorek dan menggali
informasi strategis sesuai kebutuhan. Konsep ini kemudian
dibawa kedalam dunia bisnis dan HRD dengan memasukkan
unsur-unsur psikologi dan humanistik disesuaikan dengan
kondisi yang ada.
Teknik BEI ini sangat direkomendasikan dalam dunia seleksi
karyawan, competency assessment, performance potential
assessment (performance prediction), coaching maupun gap
skills and behavior analysis. Teknik ini bahkan diklaim mampu
menggali 70% competency yang dibutuhkan, dengan tingkat
validasi tertinggi dibandingkan teknik-teknik dan tes-tes yang
77
lain. Cuma memang kelemahan metode interview adalah
cenderung memakan waktu lama untuk menggali competency.
Teknik dasar BEI adalah structural interview, artinya interview
dilakukan secara sistematis untuk menggali competency calon
karyawan. Pengguna teknik ini menyebut garis panduan tersebut
dengan singkatan STAR. S nya merupakan singkatan dari
Situation, T nya dari kata Task, A nya dari Action dan R nya dari
Result.
Bentuk pertanyaan terarah dengan STAR tadi berarti dalam
menggali competency karyawan, pertanyaan dalam interview
selalu diarahkan ke dalam situation, task, action dan result yang
pernah dialami oleh calon karyawan. Dasar pemikiran nya
adalah perilaku yang pernah dilakukan di masa lalu diprediksi
akan dilakukan di masa kini dan masa depan. Sebagai contoh
jika di masa lalu seorang karyawan pernah bertemu dengan
situasi yang mengharuskannya melakukan problem solving, dan
karyawan berhasil memecahkan masalah tersebut, maka di masa
depan karyawan tersebut diprediksi akan melakukan hal yang
sama untuk memecahkan masalah dengan. Dengan hasil ini
maka assessor akan mengidentifikasi bahwa karyawan tersebut
memiliki competency berupa problem solving.
Pertanyaan yang mengarah pada Situation contohnya adalah
pernahkah Anda terlibat dalam project tertentu? Atau kalau
untuk seleksi fresh graduate contoh pertanyaannya, selama
Anda kuliah apakah Anda terlibat dalam organisasi kampus? Inti
pertanyaan di Situasi adalah menggali keterlibatan calon
karyawan dalam situasi tertentu. Sedangkan pertanyaan di Task
intinya adalah menggali job description calon karyawan
terhadap situasi yang pernah dialami. Contoh pertanyaan di Task
adalah, coba ceritakan tugas Anda dalam project yang
melibatkan Anda?
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi

More Related Content

What's hot

Tugas review jurnal
Tugas review jurnalTugas review jurnal
Tugas review jurnalAndik Irawan
 
Makalah Perilaku Konsumen: Pengaruh Kebudayaan Dalam Perilaku Konsumen
Makalah Perilaku Konsumen: Pengaruh Kebudayaan Dalam Perilaku KonsumenMakalah Perilaku Konsumen: Pengaruh Kebudayaan Dalam Perilaku Konsumen
Makalah Perilaku Konsumen: Pengaruh Kebudayaan Dalam Perilaku KonsumenPangeran Kristian
 
ETIKA BISNIS, Lingkungan manajerial, Planning and Strategy ( Perencanaan dan...
ETIKA BISNIS, Lingkungan manajerial, Planning and Strategy  ( Perencanaan dan...ETIKA BISNIS, Lingkungan manajerial, Planning and Strategy  ( Perencanaan dan...
ETIKA BISNIS, Lingkungan manajerial, Planning and Strategy ( Perencanaan dan...Kartika Dwi Rachmawati
 
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)Hanik Hidayah
 
Pengaruh Kebudayaan terhadap Pembelian dan Konsumsi
Pengaruh Kebudayaan terhadap Pembelian dan KonsumsiPengaruh Kebudayaan terhadap Pembelian dan Konsumsi
Pengaruh Kebudayaan terhadap Pembelian dan KonsumsiYusni Sinaga
 
3. lingkungan organisasi manajemen
3. lingkungan organisasi manajemen3. lingkungan organisasi manajemen
3. lingkungan organisasi manajemenYosie Andre Victora
 
Tot upja 2 stakeholder analysis (yuti)
Tot upja 2   stakeholder analysis (yuti)Tot upja 2   stakeholder analysis (yuti)
Tot upja 2 stakeholder analysis (yuti)Syahyuti Si-Buyuang
 
Implementasi CSR PT. Unilever Indonesia melalui Program Jakarta Green and Cle...
Implementasi CSR PT. Unilever Indonesia melalui Program Jakarta Green and Cle...Implementasi CSR PT. Unilever Indonesia melalui Program Jakarta Green and Cle...
Implementasi CSR PT. Unilever Indonesia melalui Program Jakarta Green and Cle...Luqman Praditio
 
Studi Kasus Marketing Analisis Strategy
Studi Kasus Marketing Analisis StrategyStudi Kasus Marketing Analisis Strategy
Studi Kasus Marketing Analisis StrategyYesica Adicondro
 
Tugas pak hardi teori adm, oleh rosiana
Tugas pak hardi teori adm, oleh rosianaTugas pak hardi teori adm, oleh rosiana
Tugas pak hardi teori adm, oleh rosianaHastho Oke Sekali Jaya
 
Tanggung jawab sosial perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaanTanggung jawab sosial perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaanWindu Utami
 
PPT Etika dan Tanggung Jawab Sosial - Lingkungan Bisnis
PPT Etika dan Tanggung Jawab Sosial - Lingkungan BisnisPPT Etika dan Tanggung Jawab Sosial - Lingkungan Bisnis
PPT Etika dan Tanggung Jawab Sosial - Lingkungan Bisnisnathayuki1
 
Sosiologi Pembangunan : Teori Dependensi Klasik
Sosiologi Pembangunan : Teori Dependensi KlasikSosiologi Pembangunan : Teori Dependensi Klasik
Sosiologi Pembangunan : Teori Dependensi Klasikfebbykania
 
Tugas soft skill ke 9
Tugas soft skill ke 9Tugas soft skill ke 9
Tugas soft skill ke 9Mira Erviana
 
BMP EKMA4366 Pengembangan SDM
BMP EKMA4366 Pengembangan SDMBMP EKMA4366 Pengembangan SDM
BMP EKMA4366 Pengembangan SDMMang Engkus
 

What's hot (20)

Tugas review jurnal
Tugas review jurnalTugas review jurnal
Tugas review jurnal
 
Makalah Perilaku Konsumen: Pengaruh Kebudayaan Dalam Perilaku Konsumen
Makalah Perilaku Konsumen: Pengaruh Kebudayaan Dalam Perilaku KonsumenMakalah Perilaku Konsumen: Pengaruh Kebudayaan Dalam Perilaku Konsumen
Makalah Perilaku Konsumen: Pengaruh Kebudayaan Dalam Perilaku Konsumen
 
Ciri ciri kalimat efektif
Ciri ciri kalimat efektifCiri ciri kalimat efektif
Ciri ciri kalimat efektif
 
ETIKA BISNIS, Lingkungan manajerial, Planning and Strategy ( Perencanaan dan...
ETIKA BISNIS, Lingkungan manajerial, Planning and Strategy  ( Perencanaan dan...ETIKA BISNIS, Lingkungan manajerial, Planning and Strategy  ( Perencanaan dan...
ETIKA BISNIS, Lingkungan manajerial, Planning and Strategy ( Perencanaan dan...
 
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
 
Pengaruh Kebudayaan terhadap Pembelian dan Konsumsi
Pengaruh Kebudayaan terhadap Pembelian dan KonsumsiPengaruh Kebudayaan terhadap Pembelian dan Konsumsi
Pengaruh Kebudayaan terhadap Pembelian dan Konsumsi
 
Sistem informasi manajemen adidas
Sistem informasi manajemen adidasSistem informasi manajemen adidas
Sistem informasi manajemen adidas
 
3. lingkungan organisasi manajemen
3. lingkungan organisasi manajemen3. lingkungan organisasi manajemen
3. lingkungan organisasi manajemen
 
Tot upja 2 stakeholder analysis (yuti)
Tot upja 2   stakeholder analysis (yuti)Tot upja 2   stakeholder analysis (yuti)
Tot upja 2 stakeholder analysis (yuti)
 
Implementasi CSR PT. Unilever Indonesia melalui Program Jakarta Green and Cle...
Implementasi CSR PT. Unilever Indonesia melalui Program Jakarta Green and Cle...Implementasi CSR PT. Unilever Indonesia melalui Program Jakarta Green and Cle...
Implementasi CSR PT. Unilever Indonesia melalui Program Jakarta Green and Cle...
 
Studi Kasus Marketing Analisis Strategy
Studi Kasus Marketing Analisis StrategyStudi Kasus Marketing Analisis Strategy
Studi Kasus Marketing Analisis Strategy
 
Studi Kasus Lumpur Lapindo
Studi Kasus Lumpur LapindoStudi Kasus Lumpur Lapindo
Studi Kasus Lumpur Lapindo
 
CSR - Apple
CSR - AppleCSR - Apple
CSR - Apple
 
Analisis lingkungan internal
Analisis lingkungan internalAnalisis lingkungan internal
Analisis lingkungan internal
 
Tugas pak hardi teori adm, oleh rosiana
Tugas pak hardi teori adm, oleh rosianaTugas pak hardi teori adm, oleh rosiana
Tugas pak hardi teori adm, oleh rosiana
 
Tanggung jawab sosial perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaanTanggung jawab sosial perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan
 
PPT Etika dan Tanggung Jawab Sosial - Lingkungan Bisnis
PPT Etika dan Tanggung Jawab Sosial - Lingkungan BisnisPPT Etika dan Tanggung Jawab Sosial - Lingkungan Bisnis
PPT Etika dan Tanggung Jawab Sosial - Lingkungan Bisnis
 
Sosiologi Pembangunan : Teori Dependensi Klasik
Sosiologi Pembangunan : Teori Dependensi KlasikSosiologi Pembangunan : Teori Dependensi Klasik
Sosiologi Pembangunan : Teori Dependensi Klasik
 
Tugas soft skill ke 9
Tugas soft skill ke 9Tugas soft skill ke 9
Tugas soft skill ke 9
 
BMP EKMA4366 Pengembangan SDM
BMP EKMA4366 Pengembangan SDMBMP EKMA4366 Pengembangan SDM
BMP EKMA4366 Pengembangan SDM
 

Similar to Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi

Human capital strategy
Human capital strategyHuman capital strategy
Human capital strategyKhoirul Sari
 
Membangun Organisasi Unggul
Membangun Organisasi UnggulMembangun Organisasi Unggul
Membangun Organisasi UnggulYodhia Antariksa
 
Rahasia dan kekuatan di balik PapiKostick
Rahasia dan kekuatan di balik PapiKostickRahasia dan kekuatan di balik PapiKostick
Rahasia dan kekuatan di balik PapiKostickToni Wijaya
 
Rahasia dan kekuatan di balik papi kostick @tokopedia
  Rahasia dan kekuatan di balik papi kostick @tokopedia  Rahasia dan kekuatan di balik papi kostick @tokopedia
Rahasia dan kekuatan di balik papi kostick @tokopediaToni Wijaya
 
5_6086656536099160297.pdf
5_6086656536099160297.pdf5_6086656536099160297.pdf
5_6086656536099160297.pdfmiftahululum88
 
Buku Digital People Development Evolution - Rahasia Evolusi Trainer dalam Mer...
Buku Digital People Development Evolution - Rahasia Evolusi Trainer dalam Mer...Buku Digital People Development Evolution - Rahasia Evolusi Trainer dalam Mer...
Buku Digital People Development Evolution - Rahasia Evolusi Trainer dalam Mer...Ringga Arie Suryadi
 
Dapatkah Startup Menjadi Koperasi?
Dapatkah Startup Menjadi Koperasi?Dapatkah Startup Menjadi Koperasi?
Dapatkah Startup Menjadi Koperasi?Lestari Moerdijat
 
[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014
[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014
[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014ekho109
 
Kuis dan forum kewirausahaan 1
Kuis  dan forum  kewirausahaan 1Kuis  dan forum  kewirausahaan 1
Kuis dan forum kewirausahaan 1SulistiNingsi
 
good-to-great.ppt
good-to-great.pptgood-to-great.ppt
good-to-great.pptvojat81499
 
Managing People Strategy
Managing People StrategyManaging People Strategy
Managing People StrategyMas Tri Sragen
 
Ebook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategyEbook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategyGede Wiradarma
 
Ebook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategyEbook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategymochss
 
Rahasia Sukses jadi Pengusaha.pptx
Rahasia Sukses jadi Pengusaha.pptxRahasia Sukses jadi Pengusaha.pptx
Rahasia Sukses jadi Pengusaha.pptxApriArifiani1
 
Pertemuan 2 - Noble Purpose.pptx
Pertemuan 2 - Noble Purpose.pptxPertemuan 2 - Noble Purpose.pptx
Pertemuan 2 - Noble Purpose.pptxalifahidayati
 
5 langkah memulai berwirausaha
5 langkah memulai berwirausaha5 langkah memulai berwirausaha
5 langkah memulai berwirausahaStanno Yudha Putra
 
Business Administration interview
Business Administration interviewBusiness Administration interview
Business Administration interviewdianaists
 

Similar to Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi (20)

Human capital strategy
Human capital strategyHuman capital strategy
Human capital strategy
 
Membangun Organisasi Unggul
Membangun Organisasi UnggulMembangun Organisasi Unggul
Membangun Organisasi Unggul
 
Rahasia dan kekuatan di balik PapiKostick
Rahasia dan kekuatan di balik PapiKostickRahasia dan kekuatan di balik PapiKostick
Rahasia dan kekuatan di balik PapiKostick
 
Rahasia dan kekuatan di balik papi kostick @tokopedia
  Rahasia dan kekuatan di balik papi kostick @tokopedia  Rahasia dan kekuatan di balik papi kostick @tokopedia
Rahasia dan kekuatan di balik papi kostick @tokopedia
 
5_6086656536099160297.pdf
5_6086656536099160297.pdf5_6086656536099160297.pdf
5_6086656536099160297.pdf
 
Buku Digital People Development Evolution - Rahasia Evolusi Trainer dalam Mer...
Buku Digital People Development Evolution - Rahasia Evolusi Trainer dalam Mer...Buku Digital People Development Evolution - Rahasia Evolusi Trainer dalam Mer...
Buku Digital People Development Evolution - Rahasia Evolusi Trainer dalam Mer...
 
Dapatkah Startup Menjadi Koperasi?
Dapatkah Startup Menjadi Koperasi?Dapatkah Startup Menjadi Koperasi?
Dapatkah Startup Menjadi Koperasi?
 
[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014
[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014
[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014
 
Kuis dan forum kewirausahaan 1
Kuis  dan forum  kewirausahaan 1Kuis  dan forum  kewirausahaan 1
Kuis dan forum kewirausahaan 1
 
Good To Great
Good To GreatGood To Great
Good To Great
 
Talent Management by Andi Chaidir
Talent Management by Andi ChaidirTalent Management by Andi Chaidir
Talent Management by Andi Chaidir
 
good-to-great.ppt
good-to-great.pptgood-to-great.ppt
good-to-great.ppt
 
Apa yang membuat manager bisa berprestasi
Apa yang membuat manager bisa berprestasiApa yang membuat manager bisa berprestasi
Apa yang membuat manager bisa berprestasi
 
Managing People Strategy
Managing People StrategyManaging People Strategy
Managing People Strategy
 
Ebook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategyEbook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategy
 
Ebook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategyEbook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategy
 
Rahasia Sukses jadi Pengusaha.pptx
Rahasia Sukses jadi Pengusaha.pptxRahasia Sukses jadi Pengusaha.pptx
Rahasia Sukses jadi Pengusaha.pptx
 
Pertemuan 2 - Noble Purpose.pptx
Pertemuan 2 - Noble Purpose.pptxPertemuan 2 - Noble Purpose.pptx
Pertemuan 2 - Noble Purpose.pptx
 
5 langkah memulai berwirausaha
5 langkah memulai berwirausaha5 langkah memulai berwirausaha
5 langkah memulai berwirausaha
 
Business Administration interview
Business Administration interviewBusiness Administration interview
Business Administration interview
 

More from Ringga Arie Suryadi

Ebook Culture Energy oleh Indira Maharani
Ebook Culture Energy oleh Indira MaharaniEbook Culture Energy oleh Indira Maharani
Ebook Culture Energy oleh Indira MaharaniRingga Arie Suryadi
 
Ebook Success Proposal oleh Hari Subagya
Ebook Success Proposal oleh Hari SubagyaEbook Success Proposal oleh Hari Subagya
Ebook Success Proposal oleh Hari SubagyaRingga Arie Suryadi
 
Confident Public Speaking oleh Rona Binham
Confident Public Speaking oleh Rona BinhamConfident Public Speaking oleh Rona Binham
Confident Public Speaking oleh Rona BinhamRingga Arie Suryadi
 
You are the Real Personal Success Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...
You are the Real Personal Success  Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...You are the Real Personal Success  Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...
You are the Real Personal Success Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...Ringga Arie Suryadi
 
ebook work with fun by anthony dio martin
ebook work with fun by anthony dio martinebook work with fun by anthony dio martin
ebook work with fun by anthony dio martinRingga Arie Suryadi
 
Buku Saku Mendidik Anak Di Era Digital
Buku Saku Mendidik Anak Di Era DigitalBuku Saku Mendidik Anak Di Era Digital
Buku Saku Mendidik Anak Di Era DigitalRingga Arie Suryadi
 
Ebook Build Responsibility with Love - Melatih Anak Mandiri dengan Cinta
Ebook Build Responsibility with Love - Melatih Anak Mandiri dengan CintaEbook Build Responsibility with Love - Melatih Anak Mandiri dengan Cinta
Ebook Build Responsibility with Love - Melatih Anak Mandiri dengan CintaRingga Arie Suryadi
 
Ebook Life Formula oleh Hari Subagya
Ebook Life Formula oleh Hari SubagyaEbook Life Formula oleh Hari Subagya
Ebook Life Formula oleh Hari SubagyaRingga Arie Suryadi
 
Ebook Essential Skills for New Manager Seri 1
Ebook Essential Skills for New Manager Seri 1Ebook Essential Skills for New Manager Seri 1
Ebook Essential Skills for New Manager Seri 1Ringga Arie Suryadi
 
BPJSTKU aplikasi android BPJS Ketenagakerjaan
BPJSTKU aplikasi android BPJS KetenagakerjaanBPJSTKU aplikasi android BPJS Ketenagakerjaan
BPJSTKU aplikasi android BPJS KetenagakerjaanRingga Arie Suryadi
 
Ebook Rahasia membuat surat lamaran pekerjaan yang menarik dan efektif oleh R...
Ebook Rahasia membuat surat lamaran pekerjaan yang menarik dan efektif oleh R...Ebook Rahasia membuat surat lamaran pekerjaan yang menarik dan efektif oleh R...
Ebook Rahasia membuat surat lamaran pekerjaan yang menarik dan efektif oleh R...Ringga Arie Suryadi
 
Ebook panduan pelayanan bimbingan karir bagi guru bimbingan konseling
Ebook panduan pelayanan bimbingan karir bagi guru bimbingan konselingEbook panduan pelayanan bimbingan karir bagi guru bimbingan konseling
Ebook panduan pelayanan bimbingan karir bagi guru bimbingan konselingRingga Arie Suryadi
 
Ebook 7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini
Ebook 7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzainiEbook 7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini
Ebook 7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzainiRingga Arie Suryadi
 
Ebook rahasia jawaban wawancara kerja oleh Ringga Arie
Ebook rahasia jawaban wawancara kerja oleh Ringga ArieEbook rahasia jawaban wawancara kerja oleh Ringga Arie
Ebook rahasia jawaban wawancara kerja oleh Ringga ArieRingga Arie Suryadi
 
The art of innovation dari guy kawasaki
The art of innovation dari guy kawasakiThe art of innovation dari guy kawasaki
The art of innovation dari guy kawasakiRingga Arie Suryadi
 
Contoh makalah program kreativitas mahasiswa kewirausahaan
Contoh makalah program kreativitas mahasiswa kewirausahaanContoh makalah program kreativitas mahasiswa kewirausahaan
Contoh makalah program kreativitas mahasiswa kewirausahaanRingga Arie Suryadi
 

More from Ringga Arie Suryadi (18)

Ebook Culture Energy oleh Indira Maharani
Ebook Culture Energy oleh Indira MaharaniEbook Culture Energy oleh Indira Maharani
Ebook Culture Energy oleh Indira Maharani
 
Ebook Success Proposal oleh Hari Subagya
Ebook Success Proposal oleh Hari SubagyaEbook Success Proposal oleh Hari Subagya
Ebook Success Proposal oleh Hari Subagya
 
Confident Public Speaking oleh Rona Binham
Confident Public Speaking oleh Rona BinhamConfident Public Speaking oleh Rona Binham
Confident Public Speaking oleh Rona Binham
 
You are the Real Personal Success Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...
You are the Real Personal Success  Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...You are the Real Personal Success  Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...
You are the Real Personal Success Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...
 
ebook work with fun by anthony dio martin
ebook work with fun by anthony dio martinebook work with fun by anthony dio martin
ebook work with fun by anthony dio martin
 
Buku Saku Mendidik Anak Di Era Digital
Buku Saku Mendidik Anak Di Era DigitalBuku Saku Mendidik Anak Di Era Digital
Buku Saku Mendidik Anak Di Era Digital
 
Ebook Build Responsibility with Love - Melatih Anak Mandiri dengan Cinta
Ebook Build Responsibility with Love - Melatih Anak Mandiri dengan CintaEbook Build Responsibility with Love - Melatih Anak Mandiri dengan Cinta
Ebook Build Responsibility with Love - Melatih Anak Mandiri dengan Cinta
 
Ebook Life Formula oleh Hari Subagya
Ebook Life Formula oleh Hari SubagyaEbook Life Formula oleh Hari Subagya
Ebook Life Formula oleh Hari Subagya
 
Ebook Essential Skills for New Manager Seri 1
Ebook Essential Skills for New Manager Seri 1Ebook Essential Skills for New Manager Seri 1
Ebook Essential Skills for New Manager Seri 1
 
BPJSTKU aplikasi android BPJS Ketenagakerjaan
BPJSTKU aplikasi android BPJS KetenagakerjaanBPJSTKU aplikasi android BPJS Ketenagakerjaan
BPJSTKU aplikasi android BPJS Ketenagakerjaan
 
Ebook Rahasia membuat surat lamaran pekerjaan yang menarik dan efektif oleh R...
Ebook Rahasia membuat surat lamaran pekerjaan yang menarik dan efektif oleh R...Ebook Rahasia membuat surat lamaran pekerjaan yang menarik dan efektif oleh R...
Ebook Rahasia membuat surat lamaran pekerjaan yang menarik dan efektif oleh R...
 
Ebook panduan pelayanan bimbingan karir bagi guru bimbingan konseling
Ebook panduan pelayanan bimbingan karir bagi guru bimbingan konselingEbook panduan pelayanan bimbingan karir bagi guru bimbingan konseling
Ebook panduan pelayanan bimbingan karir bagi guru bimbingan konseling
 
Ebook 7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini
Ebook 7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzainiEbook 7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini
Ebook 7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini
 
Kamus Kompetensi Spencer
Kamus Kompetensi SpencerKamus Kompetensi Spencer
Kamus Kompetensi Spencer
 
Ebook rahasia jawaban wawancara kerja oleh Ringga Arie
Ebook rahasia jawaban wawancara kerja oleh Ringga ArieEbook rahasia jawaban wawancara kerja oleh Ringga Arie
Ebook rahasia jawaban wawancara kerja oleh Ringga Arie
 
Competency model by SHRM
Competency model by SHRMCompetency model by SHRM
Competency model by SHRM
 
The art of innovation dari guy kawasaki
The art of innovation dari guy kawasakiThe art of innovation dari guy kawasaki
The art of innovation dari guy kawasaki
 
Contoh makalah program kreativitas mahasiswa kewirausahaan
Contoh makalah program kreativitas mahasiswa kewirausahaanContoh makalah program kreativitas mahasiswa kewirausahaan
Contoh makalah program kreativitas mahasiswa kewirausahaan
 

Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi

  • 1. 1 PASSION, CHARACTER, Dan COMPETENCY Take our 20 Best people away and I can tell you that Microsoft would become an unimportant company (Bill Gate)
  • 2. 2 1 Passion, Character, Competency Take our 20 Best people away and I can tell you that Microsoft would become an unimportant company (Bill Gate) Jika kita melihat sebuah organisasi, bisa dipastikan selalu memiliki resources diantara lima hal berikut, people atau orang, machine atau teknologi, work method, dan material atau bahan baku. Menariknya dari kelima resources tadi peran people menjadi pembeda utama antara organisasi satu dengan organisasi lain. Karena selama organisasi memiliki dana yang cukup ketiga resources lain bisa diadaptasi dan dibeli. Dengan dana yang cukup, organisasi bisa membeli technology atau machine- machine terbaru dan tercanggih. Dengan dana yang cukup, organisasi bisa menghire consultant untuk membuatkan metode kerja yang effective dan effisien. Dengan dana yang cukup, organisasi bisa membeli material terbaik. Bagaimana dengan people? Orang terbaik tidak selalu bisa dibeli dengan berjuta-juta uang. Orang-orang terbaik memiliki pertimbangan nya sendiri-sendiri untuk berpindah ke organisasi. BJ. Habibie misalnya, Beliau pernah bekerja di Messerchitt- Bolkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman. Di sana BJ. Habibie mencapai puncak karier sebagai seorang Vice President bidang teknologi dan menjadi Penasehat Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB. Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie sudah sangat cemerlang, terutama dalam desain dan konstruksi pesawat.
  • 3. 3 Habibie pun mendapat kedudukan terhormat, baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Bahkan Beliau sempat mematenkan rumus teorinya yang dikenal dunia pesawat terbang seperti “Habibie Factor”, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method”. Bayangkan betapa sudah nyamannya kehidupan Beliau. Andaikan mau diukur dengan uang, sudah tidak terbayang lagi pendapatan Beliau. Namun, Habibie ternyata mau berpindah organisasi, dari perusahaan Jerman kembali ke Indonesia pada tahun 1973 atas permintaan presiden Soeharto. Dan BJ. Habibie pun memegang posisi sebagai Menteri Negara Rist dan Teknologi. Perhatikan saja alasan Beliau saat berpindah. BJ. Habibie bukan mencari uang saat berpindah ke Indonesia, namun karena value atau nilai pribadi yang Beliau pegang, “pengabdian untuk bangsanya”. Artinya alasan kepindahan people ke organisasi ang bukan saja masalah organisasi bisa membayar lebih tinggi. Perhatikan lagi kiri-kanan kita, atau tanyakan kepada diri Anda. Seandainya Anda dibayar lebih tinggi, namun diminta pindah keperusahaan lain yang lokasinya tidak sesuai dengan Anda, apakah Anda mau? Beberapa orang akan menjawab “tentu saja mau”, dan lebih banyak orang yang menjawab “mending saya tetap di sini”. Atau seandainya Anda adalah orang terbaik perusahaan yang coba dibajak atau dihire oleh perusahaan lain. Anda ditawari gaji yang lebih tinggi, namun diminta bekerja dengan orang yang tidak memiliki chemistry dengan Anda, apakah Anda mau? Beberapa orang akan menjawab “tentu saja mau”, dan lebih banyak orang yang menjawab “mending saya tetap di sini”
  • 4. 4 Hal ini lah yang menjadikan people sebagai unsur pembeda dalam organisasi. Walaupun organisasi memiliki dana yang cukup besar untuk membajak atau menghire people dari organisasi lain, belum tentu people tadi akan menjadi bagian dari resources perusahaan. Keunggulan people kedua dibandingkan dengan resources yang lain berkenaan dengan competency atau keahlian yang dimiliki. Jika sebuah organisasi memiliki machine atau teknologi yang bagus untuk menghasilkan produk yang bagus namun people yang menjalankan machine atau teknologi tersebut tidak bagus yang terjadi adalah bencana. Bukannya menghasilkan produk yang bagus, malah bisa jadi machine atau teknologi yang dimiliki perusahaan menjadi rusak. Begitu juga dengan resources yang lain, hasil produk yang dihasilkan organisasi tergantung pada people yang mengerjakan produk tersebut. Jika sebuah organisasi memiliki material atau bahan baku bagus yang digunakan untuk menghasilkan product terbaik, belum tentu hasil product nya akan baik, seandainya people yang mengelola product tersebut tidak punya competency atau keahlian untuk mengelola bahan baku. Sebaliknya, saat people atau orang yang mengelola bahan baku memiliki keahlian yang istimewa, bisa jadi bahkan material atau bahan baku yang jelek pun berubah menjadi product yang istimewa. Contoh sederhananya adalah mechanic. Saat Anda membawa mobil Anda yang rusak ke bengkel, saat dikerjakan oleh mechanic yang ahli maka mobil Anda akan segera benar, dan bahkan saat dikendarai bisa lebih nyaman. Sebaliknya, saat Anda membawa mobil Anda yang masih bagus untuk dibuat lebih nyaman lagi ke mechanic yang tidak memiliki keahlian, bukannya mobil Anda bertambah nyaman, yang ada adalah mobil Anda yang awalnya tidak bermasalah menjadi memiliki masalah.
  • 5. 5 Bahkan, saat resources lain begitu terbatas namun organisasi memiliki people yang hebat, produk yang dihasilkan menjadi begitu luar biasa. Jepang misalnya, siapa yang tidak mengenal Jepang? Organisasi besar bernama negara Jepang hanya memiliki resources yang terbatas, namun Jepang mampu membuktikan diri sebagai negara yang patut diperhitungkan. Dari sisi people nya, kualitas orang-orang Jepang dibuktikan dengan masuknya Jepang kedalam peringkat ke delapan Indek Pembangunan Manusia. Sehingga tak heran dengan keterbatasan resources diluar people mampu dirubah dan menjadikan Jepang sebagai negara maju. Bahkan, negara kecil mampu memiliki produk domestic bruto terbesar nomer dua setelah Amerika Serikat, dan masuk dalam urutan tiga besar dalam keseimbangan kemampuan berbelanja. Tak heran jika organisasi-organisasi atau perusahaan yang memiliki people terbaik di organisasinya memiliki nilai pasar yang lebih tinggi dari pada organisasi lain. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan Roos Johan, Garan Roos, Nicola C. Dragonetti dan Leiv Edvinson (1997): Perusahaan Nilai Pasar Harta “nyata” Harta Tersembunyi % Harta Tersembunyi General Electric 169 31 138 82% Coca Cola 148 6 142 96% Exxon 125 43 82 66% Microsoft 119 7 112 94% Intel 113 17 96 85%
  • 6. 6 Bisa jadi gelora semangat Bung Karno dengan pekikan “Berikan saya sepuluh pemuda, dan saya akan mengguncang dunia” adalah ekspresi dari kesadaran Beliau bahwa people adalah faktor terpenting sebuah organisasi, dimana dalam hal ini organisasi itu bernama negara. Bill Gate nampaknya juga menyadari betapa pentingnya people dalam sebuah organisasi, tak heran Bill Gate kemudian membuat pernyataan seperti di atas, “Ambil 20 orang terbaik kami dan saya akan menceritakan kepada Anda bahwa Microsof menjadi perusahaan yang tidak penting”. Manariknya secara specific, Bill Gate menyebut jumlah berupa 20 orang terbaik. Bill Gate tidak menyebut “ambil seperempat karyawan saya”, atau “ambil seperdelapan karyawan saya”, namun Bill Gate hanya menyebut 20 orang terbaik. Ada apa dibalik angka 20 tersebut sebenarnya? Sebenarnya bukan angka nya yang menjadi fokus perhatian, namun pada kata dibelakang 20, atau kata “terbaik”. Memang dari semua people yang berkarya dalam organisasi, jika dipetakan Anda akan menemukan orang-orang yang bisa diklaster sebagai karyawan “terbaik”, karyawan “biasa-biasa saja” atau mungkin karyawan “bermasalah”. Orang-orang terbaik inilah yang kemudian disebut sebagai “talent”. Selajan dengan pemikiran Bill Gate, sebuah studi tentang Indonesia Strategy and Performance Management yang dilakukan oleh GML Performance Consulting pada tahun 2014 juga menunjukan ada lima prioritas utama dalam pengelolaan SDM dan organisasi agar dapat meningkatkan kinerja organisasi, yaitu : 1. Mengembangkan SDM secara berkesinambungan (74% responden)
  • 7. 7 2. Merekrut orang yang tepat (63% responden) 3. Mengelola talent (61% responden) 4. Mengembangkan budaya organisasi (45% responden) 5. Membangun career path (44 responden) Hasil survey lain yang dilakukan oleh McKinsey & Co (multinational consultant) juga menunjukan hal yang sejalan. Survei yang melibatkan 77 perusahaan dengan 6.000-an responden tersebut menyimpulkan bahwa di era new economy, ajang kompetisi terjadi pada tingkat global. Ketika itu modal bukan lagi persoalan. Ide-ide bisnis berkembang dengan sangat cepat dan kian murah. Dalam kondisi seperti ini, hingga 20 tahun ke depan, sumber daya perusahaan bukan lagi modal, bahan baku, dan bahkan teknologi, melainkan talent. Celakanya, McKinsey & Co. juga menemukan meski permintaan akan talent di dunia terus meningkat, namun pasokan talent justru kian menurun. Sehingga akan menyebabkan terjadi peperangan dalam memperebutkan talent- talent tersebut.
  • 8. 8 Mengelola talent menjadi peringkat fokus ketiga dalam meningkatkan kinerja organisasi dan talent menjadi begitu berharga bagi setiap organisasi. Kata talent tentunya bukan lah sebuah bahasa asing bagi rekan-rekan yang berkecimpung di dunia HR. Talent digunakan para HR sebagai bahasa practicioner untuk menyebut karyawan terbaik yang memiliki ciri mempunyai high competency, high performance dan high potential (HiPo) untuk lebih berkembang. Bagaimana dengan karyawan karyawan “biasa-biasa saja” atau mungkin karyawan “bermasalah”, apa sebutan practicioner untuk karyawan-karyawan tersebut? Anda bisa memperhatikan table berikut untuk menghambarkan tipikal karyawan yang lain. Enigma Growth Employee Talent Dilemma Core Employee Star Die Wood Effective Trsuted Proffesional Potency Performance Anda bisa melihat table diatas, karyawan sering kali dikelompokan menjadi sembilan kategori. Secara sederhana pengelompokan karyawan menjadi sembilan kategori ini didasari dari dua hal, yaitu performance atau hasil kerja, dan potency untuk berkembang. Jika kita lihat di table, maka kita bisa menemukan bahwa karyawan dengan performance dan potency terendah dinamakan sebagai Die Wood, dan karyawan dengan potency terbaik dan performance terbaik dinamakan talent. Jika dikategorikan menjadi kelompok yang lebih kecil lagi maka akan muncul lima kelompok. Kelompok pertama adalah
  • 9. 9 kelompok Die Wood, atau kelompok yang tanpa harapan. Sudah performance atau hasil kerjanya jelek, potency yang dimiliki untuk berkembang juga tidak ada. Dalam setiap organisasi, kelompok dengan tipikal seperti ini biasanya berjumlah 2,5% dari total populasi. Sebenarnya yang lebih mengkhawatirkan dari 2,5% orang ini, selain tidak perform biasanya juga memiliki masalah dalam bekerjasama dengan anggota team lain. Dan dibeberapa kasus menjadi provokator di dalam team. Sehingga treatment yang cocok untuk diberikan pada karyawan kategori ini adalah dengan memutuskan hubungan kerja dengan yang bersangkutan. Kelompok kedua diisi oleh karyawan kategori Dilemma dan Effective. Di dalam organisasi, jumlah kedua kategori ini mencapai 13,5% dari total people yang ada di organisasi. Treatment yang paling cocok bagi kategori ini agar performancenya bisa naik adalah dengan berkomunikasi dan memindahkan mereka kedalam role yang sesuai dengan potency nya. Contohnya bagi orang-orang kategori Effective, karena performance mereka sedang dengan potency yang rendah, maka organisasi yang focus pada performance bisa jadi menawarkan posisi lain yang match dengan potency yang dimiliki. Analogi sederhananya, jika karyawan Anda ibarat siswa SMP ya jangan memberikan beban dengan PR anak SMA. Kelompok ketiga diisi dengan kategori Enigma, Core Employee, dan Trusted Proffesional. Komposisi mereka dalam organisasi termasuk paling banyak dari keempat kelompok lain. Bagaimana tidak, kelompok ketiga ini mengambil 68% dari total people yang terlibat di organisasi. Merekalah orang-orang yang sebenarnya punya potency yang bagus namun performance nya jelak. Bisa jadi penyebabnya adalah mereka tidak berada ditempat yang sesuai dengan potency nya. Penyebab lain bisa jadi karena suasana kerja yang tidak nyaman bagi mereka.
  • 10. 10 Dikelompok ini juga ditemukan orang-orang yang performance nya meet atau sesuai dengan target. Potency yang mereka miliki pun cenderung sesuai dengan competency atau keahlian yang dibutuhkan. Agar bisa mengupgrade orang-orang core employee, organisasi bisa mendrive mereka dengan secara intensive memberikan pelatihan dan pengembangan. Trusted Proffesional juga ditemui di kelompok ini. Mereka adalah orang-orang dengan performance yang over performance. Mereka cenderung mencintai pekerjaan mereka, dan cenderung tidak mau mengembangkan potency nya di bidang lain. Diakhir masa kerjanya (pension) biasanya mereka mampu mempertahankan performance nya, namun cenderung berada di posisi yang sama. Kelompok keempat dengan jumlah 13,5% dari total populasi dihuni oleh kategori Growth Employee dan Star. Kelompok ini punya potency untuk menghasilkan performance yang over performance atau diatas yang diharapkan. Bahkan saat secara intensive di berikan pelatihan dan pengembangan, sangat memungkinkan bagi orang-orang dikelompok keempat untuk menjadi future leader. Kelompok kelima seperti kelompok pertama hanya memiliki satu kategori karyawan, merekalah para talent, karyawan terbaik yang punya peran besar untuk mempengaruhi hidup – mati organisasi. Menariknya jumlah mereka cenderung tidak sebanyak kelompok lain. Dari total people yang bekerja di organisasi, kelompok kelima ini hanya berjumlah 2,5% saja. Karena jumlahnya yang tidak banyak dan peran mereka yang besar dalam organisasi, tak heran semua organisasi berlomba- lomba untuk mempertahankan keberadaan dan atau mencetak para talent. Atau bahkan, jika jumlah talent dalam organisasi tidak sesuai harapan management, tidak segan-segan organisasi
  • 11. 11 saling membajak atau menghire talent dari organisasi lain. Fenomena saling bajak-membajak talent inilah yang kemudian sering kali disebut sebagai talent war. Di saat yang bersamaan organisasi mencetak dan mempertahankan talent yang dimiliki, dan disaat lain menyerang organisasi lain untuk mendapatkan talent nya. Dalam peperangan ini, tentunya strategi untuk mencetak – mempertahankan dan strategi menghire – membajak talent memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Di chapter kedua, Sourching dan Identifikasi Talent. Sedangkan di chapter pertama ini bahasannya akan mengarah pada apa yang membuat seorang karyawan bisa menjadi talent? Talent : High Performance & High Potential Jumlah talent yang hanya sebesar 2,5% dari total populasi dan pengaruhnya terhadap organisasi memang membuat para talent begitu istimewa. Karena memang tidak semua orang bisa dikatakan sebagai seorang talent. Mereka harus memiliki dua syarat utama berupa, high performance dan high potential. Kedua syarat tadi sebenarnya saling berhubungan satu sama lain. Seorang talent menghasilkan high performance saat mampu mewujudkan potency menjadi competency (technical competency dan soft competency atau character). Untuk mengubah potency menjadi competency dan competency berubah menjadi performance maka seorang talent butuh drive atau motivasi. Dimana energi motivasi ini bisa didapat saat seorang talent mengerjakan pekerjaan yang sesuai passion. Jika digambarkan dengan sebuah diagram, akan terlihat seperti gambar berikut : Dan jika diagram tersebut dijadikan sebuah contoh yang akan muncul adalah ada orang yang punya potency untuk perform
  • 12. 12 menjadi musisi yang hebat. Agar mampu perform sebagai musisi yang hebat, maka orang tersebut butuh dilatih agar punya competency atau keahlian sebagai musisi. Sayangnya walaupun orang tersebut berbakat musik, jika tidak punya motivasi belajar musik, maka bisa dipastikan orang tersebut tidak akan belajar musik. Sehingga orang tersebut butuh diberikan motivasi. Dan motivasi terbaik berasal dari instrinsik motivasi berupa passion atau minat. Pertanyaannya sekarang sebenarnya adalah bagaimana cara nya agar people atau employee di organisasi bisa menemukan potensi, sehingga paling tidak employee di organisasi bisa menjadi kelompok ke kempat, syukur-syukur masuk menjadi kelompok kelima? Jawabannya ada di cara mengelola talent. Dibuku ini Anda akan menemukan good practice mengelola talent di organisasi. Frame of thinking buku ini akan mengikuti framework talent management model seperti gambar dibawah ini. Di chapter ini satu inilah, saya akan bercerita good practice tentang passion, character, dan competency sebagai pondasi para talent yang memiliki high potential dan high performance. Menggunakan gambaran besar framework talent management, chapter berikutnya akan bercerita tentang sourcing and talent
  • 13. 13 identification yang kemudian dilanjutkan dengan chapter talent development, chapter succession dan diakhiri chapter remuneration. Seperti janji saya di pengantar buku ini, bahwa di buku ini akan banyak akan berisi sharing dan good practice yang pernah saya lakukan sebagai Talent Management Analyst. Bentuk sharing dan good practice yang akan saya bagi akan berbentuk catatan- catatan dimana bahasan chapter pertama adalah tentang high performance dan high potency. Index bahasan tersebut adalah sebagai berikut:
  • 14. 14
  • 15. 15
  • 16. 16 BONGKAR Calau cinta sudah dibuang Jangan harap keadilan akan datang Kesedihan hanyalah tontonan Bagi mereka yang diperbudak jabatan BONGKAR~Swami 1989 Kemarin, melakukan aktivitas coaching improvement untuk meningkatkan performance kerja kepada dua orang sub ordinat. Satu orang di pagi hari dan satu orang di sore hari. Mendevelop orang adalah salah satu kegiatan favorit saya. Obrolan pun dimulai dengan membangun rapport dengan berdiskusi tentang pekerjaan dan jabatan dimulai. Dua orang berbeda dengan waktu yang berbeda dan tempat berbeda. Kilas- kilas impian masa depan, diceritakan. Satu orang bercerita kilas mimpinya di masa depan membangun jaringan entrepreneur. Dan satu nya lagi bercerita tentang keinginan nya untuk belajar banyak hal. Pada dasarnya sebagai orang orang yang berkecimpung di dunia people development, saya meyakini bahwa semua karyawan bisa menjadi seorang talent. Keyakinan saya ini tidak terkecuali juga
  • 17. 17 untuk dua sub ordinat saya yang performance nya baru memburuk. Banyak hal yang mungin terjadi hingga salah satu syarat untuk menjadi talent, yaitu high performance belum bisa dicapai oleh ke dua orang tersebut. Karena sebenarnya seorang talent tidak serta merta muncul dari bumi. Seorang talent lahir dari rahim passion pekerjaan yang dikerjakan. Dibesarkan dengan makanan character dan dididik menjadi competen oleh bapak coach dan ibu system development. Kalau memang begitu apa yang membuat kedua orang sub ordinate saya ini tidak memiliki performance yang baik? Bisa jadi penyebabnya dikarenakan kedua rekan kerja saya, saat melamar kerja awal terjebak dengan dosa perut. Mereka terjebak oleh paksaan masyarakat untuk disebut sebagai “orang”. Memang ada stigma di masyarakat bahwa seseorang baru bisa disebut "orang" setelah mempunyai pekerjaan. Dikejar waktu oleh “sigma masyarakat”, walaupun passion nya bekerja dengan mesin, namun karena adanya lowongan posisi admin, akhirnya bekerjalah dia sebagai admin. Kebalikannya, walaupun passion nya bekerja sebagai admin, namun karena adanya lowongan posisi mechanic, akhirnya bekerjalah dia sebagai mechanic. Hatinya dikalahkan realisasi perutnya yang lapar. Sebelum mendapat pekerjaan, bisa jadi memang perutnya menguasai hatinya, dan tugas seorang coach lah yang harus membantu mengalahkan perutnya. Bukan kata masyarakat lagi yang harus dipikirkan, tapi kata Erich Form "Being Human". Seorang coach harus mampu memilihkan kursi yang pas untuk duduk. Seorang coach juga harus mampu meng ergonomi kan letak kursinya. Recruiter sering kali menyebutnya dengan right man in the right place. Kesesuaian kursi diharapkan menenangkan kegundahan perut, memenangkan passion.
  • 18. 18 Seperti lirik lagu Bongkar di atas. Karyawan dengan passion pun, pada suatu ketika bisa membuang cinta nya pada pekerjaan. Terjebak bisikan syetan masa kerja sudah lama, sudah saatnya mendapat jabatan. Karenanya, passion harus diberi makan dengan character. Diracik oleh koki "coach" dengan resep "system development yang pas". Sayang nya kita sering lupa memasukkan soft competency untuk memunculkan character dalam resep “system development”, dan kita hanya berfokus untuk memasukkan bumbu “technical competency”. Akibatnya tanpa character yang kuat seorang talent akan digerogoti setan jabatan. Point Penting : Anggota Point Penting : Penyebab seorang talent tidak menunjukan high perform bisa jadi disebabkan karena bekerja tanpa motivasi, atau tidak bekerja sesuai dengan passion nya. Tugas organisasi adalah membuat strategi atau sistem agar setiap talent dapat diposisikan sesuai dengan passion nya masing-masing.
  • 19. 19 Membalik Piramida Maslow Masih ingat, bahwa seseorang butuh motivasi untuk mewujudkan potency menjadi competency. Motivasi juga dibutuhkan untuk mengubah competency menjadi high performance. Dan motivasi bisa jadi berasal dari luar diri atau dari dalam diri. Salah satu teori yang sangat populer diperkenalkan oleh Maslow. Karena menggunakan model Piramida untuk memperkenalkan konsep motivasi nya, sehingga sering kali konsep motivasi dari Maslow dikenal dengan sebutan Piramida Kebutuhan. Layak nya sebuah Piramida, Konsep Piramida Maslow dibangun dengan jenjang paling besar dibawah, dilanjutkan jenjang berikut nya yang semakin ke atas semakin kecil. Piramida Maslow sendiri juga memiliki jenjang layaknya piramida asli. Jenjang piramida Maslow berjumlah lima buah. Jenjang paling dasar adalah jenjang motivasi fisiologis (physiological need), jenjang kedua adalah motivasi rasa aman (safety & security), jenjang ketiga dicintai (love & belonging),
  • 20. 20 jenjang keempat dihargai (self esteem), dan jenjang kelima berupa aktualisasi diri (self actualization). Bagi Maslow besarnya jenjang menuntukkan jumlah populasi yang termotivasi. Artinya jika jenjang paling bawah piramida motivasi Maslow adalah fisiologis (orang dimotivasi karena kebutuhan dasar manusia, makan, pakaian, tempat tinggal, dimana sekarang diwakili dengan uang) maka menurut Maslow sebagian besar orang bergerak karena termotivasi oleh uang. Jika kita melihat piramida Maslow, logika yang muncul adalah untuk mendapatkan rasa aman, perasaan dicintai, perasaan harga diri, dan aktualisasi diri harus dimulai dari memenuhi kebutuhan fisiologis. Saat kebutuhan fisiologis terpenuhi maka orang hanya bisa dimotivasi untuk bergerak dengan kebutuhan rasa aman. Setelah rasa aman terpenuhi maka orang hanya bisa dimotivasi oleh kebutuhan dicintai, dan seterusnya sampai dengan jenjang paling atas. Ujung-ujung nya dari keseluruhan motivasi yang menggerakan manusia bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Bukan lagi kesenangan semu (pleasure) namun kebahagian sejati (happiness). Kesejatian kebahagiaan ini merupakan sifat dasar manusia, yaitu sifat insaniah. Saking familiarnya teori motivasi ini, sering kali digunakan oleh para leader untuk memotivasi anggota team nya. Sayangnya, para leader cenderung mengggunakan jenjang piramida pertama, physiological needs, dan safety & security. Menariknya, para leader yang mengggunakan jenjang motivasi pertama kemudian merasa gagal memberikan motivasi kepada talent nya. Penyebabnya, Sang Talent
  • 21. 21 melakukan pekerjaan dengan didasari transaksional. “Jika pekerjaan tersebut menguntungkan bagi saya secara physiological needs, dan safety & security maka akan saya ambil. Jika tidak kenapa perlu saya kerjakan”, demikian dialog internal yang terjadi di dalam diri talent. Tak heran jika para talent berubah memiliki sifat transaksional dalam bekerja. Karena sebenarnya kedua jenjang piramida paling dasar tersebut pada dasarnya adalah sifat alamiah manusia yang disebut dengan sifat hayawiah. Sebaliknya, untuk memunculkan motivasi tanpa memunculkan sifat transaksional, talent perlu dimotivasi dengan sifat alami manusia berupa sifat insaniah. Sifat hayawiah adalah sifat kebinatangan, sifat ini dikontrol oleh otak kecil (Cerebellum) yang terletak di belakang otak. Sedangkan sifat insaniah diatur oleh otak paling dalam manusia, yang dikenal dengan Thalamus, Daniel Goleman menyebutnya sebagai God Spot. Sifat-sifat hayawiah itu muncul dalam piramida Maslow jenjang pertama dan kedua. Sedangkan sifat insaniah maujud dalam jenjang dicintai (love & belonging), dihargai (self esteem), dan aktualisasi diri (self actualization). Sifat hayawiah hanya mengenal memenuhi kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman. Bukankah, hewan tidak membutuhkan rasa dicintai, harga diri ataupun aktualisasi diri. Dominasi sifat hayawiah yang terfokus pada kebutuhan fisiologis dan rasa aman menjadikan manusia tidak mampu meraih jenjang rasa dicintai, dihargai dan aktualisasi diri. Efek negative lain dari hanya memberikan motivasi ke sifat hayawiah, adalah berupa hilangnya sifat insaniah pada talent. Dengan kata lain jenjang rasa aman, dicintai, harga diri dan
  • 22. 22 aktualisasi diri, dinafikan hanya untuk memuaskan jenjang physiological need dan safety & security. Bukti nya, karena ingin mendapatkan uang yang banyak (physiological need), manusia melakukan pekerjaan yang menentang maut, asalkan mendapatkan uang. Karena alasan fisiologis, manusia tergila-gila dengan uang sehingga tidak memperdulikan keluarga yang mencintai nya. Berangkat kerja sebelum anak dan istri bangun dan pulang kerja setelah anak dan istri tidur, hilangkan motivasi love & belonging. Karena alasan motivasi fisiologis juga, manusia meniadakan kehormatan (self esteem), tidak butuh dihormati dan menghormati masyarakat, yang penting kaya raya dan bisa memenuhi kebutuhan. Dan karena alasan motivasi fisiologis, manusia menerima pekerjaan apapun tanpa mendengarkan suara hati nya, tidak peduli senang atau tidak mengerjakan sesuatu yang terpenting menghasilkan uang. Jika memang begitu akibat motivasi dari jenjang physiological need dan safety & security, sudah selayaknya para leader tidak mengubah focus jenjang motivasi. Bukan lagi physiological need dan safety & security sebagai jenjang pertama dan kedua sebagai yang utama, namun membalik membalik piramida Maslow, sehingga jenjang paling utama adalah aktualisasi diri (self actualization). Passion adalah kata lain dari aktualisasi diri Logika nya sederhana, saat seseorang punya potency sebagai atlet. Dengan dimotivasi secara eksternal agar orang tersebut bisa beraktualisasi diri dan menjadikan olah raga sebagai passion nya. Orang itu pun akhirnya termotivasi hingga mengubah potency nya menjadi competency. Dan saking passion nya dengan olah raga, orang tersebut pun mengaktualisasin diri nya lagi dengan mengikuti perlombaan dan mendapatkan juara. Saat sudah menjadi juara secara otomatis physiological need dan safety & security dapat diraih.
  • 23. 23 Lihatlah bagaimana Habibie yang punya passion di dunia engineering pesawat terbang. Passion yang dimiliki telah membawa Habibie dihargai dan dicintai banyak orang orang- orang karena karya-karya indah nya. Saat orang menghargai Anda maka Anda akan dicintai orang lain. Saat Anda dicintai maka orang-orang yang mencintai Anda tidak akan tega Anda terluka. Dan secara otomatis kebutuhan fisiologis Anda akan terpenuhi. Sebaliknya, saat talent terfokus pada motivasi physiological need dan safety & security bisa jadi memang secara kompetensi akan memenuhi. Namun belum tentu Sang Talent dihargai, dan dicintai oleh anggota team yang lain. Bahkan bisa jadi, karena Sang Talent hanya dimotivasi oleh physiological need, anggota team lain dikorbankan, benar performance Sang Talent akan naik, namun performance team akan turun. Jadi masih berfikir untuk terus memotivasi talent lewat jenjang physiological need dan safety & security, atau menurut Anda lebih baik membalik piramida nya? Point Penting : Sering kali para leader memotivasi talent dengan mengiming- imingi talent dengan physiological need dan safety & security. Padahal motivasi yang terfokus kepada dua jenjang itu bisa menyebabkan Sang Talent kehilangan pengghargaan dan kecintaan dari anggota team. Cara terbaik untuk memotivasi talent untuk mengubah potency nya menjadi competency dan menjadi performance adalah dengan motivasi aktualisasi diri atau nama lainnya adalah passion.
  • 24. 24 PASSION ATAU JABATAN Generasi yang lahir di periode tertentu sering kali memiliki ciri khas yang berbeda. Kondisi sosial, ekonomi, budaya yang tengah mewabah menjadi penyebab nya. Demi memudahkan menscreaning periode kelahiran dan ciri khas nya, para ahli membuat cluster periode kelahiran dengan istilah tertentu. Generasi yang lahir di tahun 1946 – 1964 sering kali di namakan generasi Baby Boomer. Maju ke tahun 1965 – 1980, generasi yang lahir di tahun ini disebut generasi X. Kemudian generasi yang lahir di tahun 1981 – 1984 dikenal dengan generasi Y. Ada juga sebutan untuk generasi Z yang lahir pada tahun 1995 – 2009 dan generasi Alpha yang lahir di atas tahun 2009. Ciri khas tiap generasi sebenarnya menjadi kekuatan bagi masing-masing generasi. Sayangnya, ciri khas tersebut kadang kala menjadi masalah saat tidak mampu mengikuti daan beradaptasi dengan ciri khas generasi lain. Mereka membawa ciri khas nya, tanpa memahami ciri khas generasi lain. Sehingga yang terjadi adalah motivation error, culture error, maupun senioritas error. Dengan kata yang lebih sederhana terjadi ketidakharmonisan. Tak heran jika ada sebuah nasehat “Janganlah didik anak mu dengan cara mu dididik. Karena anak bukan anak itu bukan anakmu, anak itu adalah anak zaman”. Error motivation sebagai akibat belum bertransformasi dan beradaptasi dengan generasi lain pernah saya temukan pada sebuah peristiwa. Ada orang yang termasuk generasi generasi X (1965-1980), sedang memotivasi subordinatnya. Seperti orang- orang era 1965-1980 mencari menantu, tak peduli berapa kaya
  • 25. 25 nya, seberapa tampan atau cantiknya, kalau tidak PNS, bisa-bisa hanya masuk nominasi nomer dua. Begitu juga cara orang ini memotivasi subordinatnya, "Kalau Anda menunjukkan performance yang bagus nanti Anda akan saya promosikan". Bagi generasi X, title adalah reward. Sehingga orang-orang yang lahir di era 1965-1980 lebih senang mempunyai menantu ber title PNS, atau sarjana. Dengan stereotype yang sama, bos- bos dari generasi X sering kali juga memotivasi bawahannya dengan mengiming-imingi title (jabatan). Padahal tidak semua orang bisa termotivasi dengan jabatan. Memotivasi sub ordinat dengan jabatan tentunya juga bukan pilihan yang bijak. Sebagai mana kita ketahui jabatan itu seperti piramida, semakin ke atas semakin kecil. Apakah dengan begitu banyak karyawan yang ada harus berebut posisi yang semakin ke atas semakin sedikit? Memotivasi dengan jabatan juga menjadi hal yang berbahaya. Karyawan dengan motivasi menggebu untuk menduduki jabatan, bisa jadi melegalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Lebih parahnya lagi, jika karyawan hanya termotivasi mendapatkan jabatan, bisa jadi performance nya menurun saat sudah menempati jabatan yang menjadi tujuannya. Bagi generasi Y (lahir tahun 1980-1995), sebenarnya mereka bisa dimotivasi dengan menempatkan karyawan pada pekerjaan panggilan hatinya. Rekan kerja saya seorang Supervisor Plant bisa menjadi contoh nyata. Jam kerja normalnya harusnya jam 07.00-17.30. Namun karena kecintaannya terhadap mesin, dia bekerja dari jam 07.00 sampai jam 23.00 bahkan lebih. Bukan satu-dua kali rekan saya ini bekerja melebihi jam normal, namun hampir setiap hari. Dan dia tidak menuntut ditambah gajinya atau dinaikkan pangkatnya.
  • 26. 26 Karyawan yang bekerja karena panggilan hatinya (passionnya) akan menunjukkan sifat pengorbanan (sacrifice). Mereka lebih memilih purpose dibandingkan posisi, lebih memilih nilai-nilai (values) dibandingkan kekayaan (numbers). Ini sangat berhubungan dengan keyakinan karyawan pada Tuhan yang maha Esa. Coba saja perhatikan Abdi Dalem Kraton Kasunanan Surakarta, meraka sudah bekerja puluhan tahun. Karir mereka mentok menjadi Abdi Dalem, gaji mereka bahkan tidak cukup membeli kebutuhan sehari-hari. Namun mereka masih bertahan bekerja dan memiliki performance yang bagus. Value mereka menjadi pedoman untuk bekerja. Karyawan yang tersalurkan passion nya juga akan memiliki engaged (keterikatan terhadap perusahaan). Selama perusahan mampu memberikan challenge terhadap passion nya, karyawan akan loyal terhadap perusahaan. Mereka memberikan komitmen nya untuk mencapai tujuan perusahaan. Mereka bekerja lebih keras, lebih kreatif dan lebih berkomitmen, dan mereka merupakan prediktor yang penting terhadap produktivitas perusahaan. Jadi dari pada memotivasi karyawan dengan jabatan, lebih baik memotivasi karyawan dengan memposisikan mereka ke pekerjaan yang sesuai dengan passion nya. Point Penting: Dengan membuat sistem yang memungkinkan seorang talent bekerja sesuai dengan passion nya juga akan berdampak positif secara pada : a. Sifat pengorbanan (sacrifice) b. Lebih memilih purpose dibandingkan posisi c. Lebih memilih nilai-nilai (values) dibandingkan kekayaan (numbers) d. Menunjukan engaged atau keterikatan dengan perusahaan.
  • 27. 27 ON TRACK U’R PASSION “Anda tidak akan bisa menghubungkan dot - dot dengan menatap ke depan : Anda hanya dapat menghubungkan dot saat melihat ke belakang. Jadi Anda perlu yakin bahwa entah bagaimana dot tersebut akan saling berhubungan di kemudian hari” (Steve Job) Kalimat di atas adalah penggalan pidato yang disampaikan Stve Job, CEO dan pendiri Apple dan Pixar, pada acara wisuda Stanford pada tanggal 12 Juni 2005. Dan kalimat di atas adalah salah satu dari beberapa penggalan pidato yang cukup mengguncang. Pengalaman seorang rekan bisa jadi menggambarkan penggalan kalimat Steve Job tersebut. Saat kuliah, rekan kerja saya adalah mahasiswa cemerlang, namun dia saat ini bekerja di area yang bukan menjadi passion nya. Lulus kuliah sebenarnya dia masih idealis mencari dan menciptakan pekerjaan yang sesuai dengan passion nya. Namun, lapar perut memaksanya mengambil langkah menerima pekerjaan yang dirasa bukan passion nya. Akhirnya dia merasa tidak menghasilkan performance kerja yang maksimal. Memang kadang kala perusahaan memiliki dilema, ada kebutuhan untuk menempatkan talent di posisi tertentu. Walaupun perusahaan sadar jika ditempatkan diposisi tersebut, talent kehilangan passion nya, akibatnya performannya bisa langsung turun drastis. Bagaimana cara nya agar posisi yang kososng tersebut dapat diisi oleh talent yang tidak punya passion di area tersebut namun motivasi nya masih tetap terjaga? Disinilah tugas seorang leader
  • 28. 28 untuk memberikan coaching atau bimbingan. Sebelum talent dipindahkan ke posisi tersebut dan selama talent berada di posisi tersebut, diskusi coaching antara leader dengan talent perlu tetap dijaga. Berikut bahan coaching yang bisa digunakan leader untuk mengcoach talent nya. Apakah benar Anda sendiri tidak bekerja sesuai dengan passion kita? Padahal Tuhan berjanji, "Tidak ada ciptaannya yang sia- sia", tidak perduli apa passion Anda dan apa yang Anda lakukan sekarang. Setiap apa yang kita lakukan saat ini sebenarnya mengantarkan dan membentuk passion kita di masa depan. Anda hanya bisa melihat ketidaksia-siaan tersebut melalui pandangan masa lalu, bukan pandangan saat ini ataupun pandangan masa depan. Ini lah yang di maksud Steve Job dalam penggalan pidatonya, atau disebut sebagai connecting the dot. Syarat agar dot – dot tersebut saling terkoneksi hanya ada dua. Syarat pertama "kerjakan apa pun hari ini dengan maksimal". Kita dikenal orang dengan apa yang kita kerjakan hari ini. Mungkin hari ini kita merasa tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan passion kita. Tapi ingat orang lain melihat kita. Suatu ketika siapa tahu orang-orang yang bekerja sama dengan kita menjadi orang yang berada dalam range passion kita. Bayangkan saat sekarang kita dikenal sebagai orang yang buruk, image ini akan menempel bahkan saat kita sudah beralih ke jalur yang benar untuk mengejar passion kita. Tentunya sangat susah mengubah image walaupun performance di pekerjaan yang sesuai passion kita sudah semakin membaik. Mengerjakan pekerjaan yang bukan passion kita dengan maksimal juga penting untuk membangun karakter. Saat kita mengerjakan pekerjaan yang tidak kita sukai dengan maksimal berarti kita memperbagus karakter yang kita punyai. Bagaimana
  • 29. 29 tidak, pekerjaan yang kita tidak senangi saja menghasilkan hasil yang maksimal apalagi pekerjaan yang kita senangi atau sesuai dengan passion kita. Harus diingat juga bahwa untuk menjadi seorang talent, selain harus memiliki passion terhadap yang dikerjakan, juga harus memiliki karakter dan competency terhadap pekerjaan yang dilakukan Kolonel Sander adalah contoh yang baik bagi para pengejar passion. Semenjak usia 6 tahun, Sander kecil sangat suka menggoreng ayam. Namun, wajib militer memaksanya meninggalkan kecintaan menggoreng ayam untuk menunaikan kewajiban sebagai warga negara. Bukan nya seperti pemuda- pemuda lain yang setelah menyelesaikan wajib militer beralih profesi, Sander tetap berkarir di dunia militer dan menunjukkan prestasi yang baik. Karir nya pun menanjak hingga menjadi seorang kolonel. Setelah merasa cukup berproses di dunia militer, Sander yang berusia 40 tahun kembali mengejar passion nya yang sudah lama ditinggalkan, menggoreng ayam. Dari dunia militer, Sander mendapatkan character disiplin dan tidak mudah menyerah yang mengantarkannya pada kesuksesan. Walaupun berkali- kali resep Kentucky Freed Chicken nya ditolak, Kolonel Sander tidak putus asa. Lahir lah kemudian resep rahasia yang mengantarkannya menjadi pemilik waralaba yang tersebar di hampir semua negara. Syarat kedua yaitu keep on track. Tak peduli apa yang Anda lakukan saat ini, tetapkan goal yang ingin Anda capai. Seperti jalur pesawat terbang yang sudah ter track di navigasi pilot, seperti itulah seharusnya kita mengejar passion. Walaupun
  • 30. 30 pesawat sudah punya track navigasi, pesawat sangat jarang selalu tepat berada di jalur navigasi. Ada kala nya pesawat melenceng dari jalur navigasi, tugas menara kontrol lah yang kemudian selalu mengingatkan untuk kembali ke jalur yang benar. Karena memang susah berada di jalur yang benar. Kita juga perlu menara kontrol untuk mengingatkan saat kita mulai keluar dari jalur passion. Menara kontrol itu bernama tulisan dan orang lain. Selalu tulis goal Anda, dan ceritakan ke orang lain. Catatan mengingatkan kita untuk tidak lupa, dan orang lain akan tahu passion kita dan kadang kala menggelitik kita saat mulai keluar dari track passion. Di akhir catatan ini, saya ingin bercerita tentang pengalaman pribadi saya mengejar passion. Semenjak SMP, saya sudah menetapkan jalur passion saya adalah WTS (Writer-Trainer- Speaker). Merintis passion tadi, di SMP dan SMA saya membuat Perkumpulan Pecinta Anak dan Mentoring untuk Teenager. Kegiatan utama kami adalah menjadi pendongeng untuk anak-anak dan menjadi mentor untuk para teenager. Di Perguruan Tinggi, saya kemudian mendirikan Lembaga Psikologi Terapan spesialis untuk out bound training. Masih mengejar passion, lulus kuliah, saya melamar di sebuah perusahaan dengan posisi sebagai Management Trainee. Awalnya saya mengira, tugas Management Trainee adalah mengurusi trainee (sebutan bagi para peserta pelatihan). Namun ternyata saya salah, ternyata Management Trainee bertugas untuk belajar bisnis proses perusahaan untuk disiapkan menjadi future leader. Lulus sebagai Management Trainee, saya di tempatkan di posisi Recruitment Officer. Satu setengah tahun berikutnya saya di rotasi untuk memegang posisi Personel Officer. Menggunakan dua rumus tadi, saya tetap bekerja dengan maksimal dan on track dengan passion. Saya selalu menceritakan passion saya di dunia pelatihan pada rekan-rekan sekerja maupun ke atasan
  • 31. 31 saya. Hingga akhirnya, di tahun ketiga saya mutasi ke cabang lain dengan posisi General Affair Officer. Di cabang ini, dengan rumus pertama, bekerja dengan maksimal di area kita, mengantarkan saya menjadi Best continuous improvement all site di tahun 2011. Akhirnya di bulan Desember 2012, passion saya terwujud. Di bulan itu saya di mutasikan lagi ke head office sebagai Learning and Development Analyst. Bagaimana jadi nya saat saya tidak perform di area sebelumnya? Bisa jadi passion saya tidak didengar orang. Dan bagaimana jadinya jika saya lupa dengan passion saya dan puas di area General Affair, yang telah diakui orang dengan Best Continuous Improvement? Steve Jobs juga mengalami hal yang sama. Dari kecil, Steve Jobs tertarik dengan computer. Hingga akhirnya Steve Jobs memutuskan kuliah di Reed Colleage Portland. Enam bulan berikutnya Steve Jobs kehabisan dana untuk kuliah, hingga memakasaknya untuk drop out dari kampus yang dicintainya. Setelah droup out, Steve Jobs banting stir belajar kaligrafi. Artinya Steve Job menyimpang dari passion nya sendiri. Dengan syarat pertama saat keluar dari passion, yaitu mengerjakan apa pun hari ini dengan maksimal, Steve Jobs memaksimalkan diri untuk belajar kaligrafi. Dan dot itu pun tersambung, karena dulu Steve Jobs belajar kaligrafi, sekarang kita bisa menikmati berbagai pilihan jenis dan model huruf di
  • 32. 32 computer. Karena memang Steve Jobs lah orang pertama yang memasukan model-model huruf ke dalam computer. Walaupun sempat menyimpang dari passion nya, dari computer ke kaligrafi, Steve Jobs tetap on tract dengan goal passion nya. Bersama Steve Wosniak, Steve Jobs membangun kerajaan Apple dari garasi rumahnya. Perusahaan yang dirintisnya berlahan-lahan mulai membesar. Sayangnya saat Steve Jobs berada di puncak karir nya bersama Apple, dia dipecat oleh orang yang dihire nya sendiri. Steve Jobs pun sempat putus asa, namun dengan menggunakan syarat ke dua, on track your passion, Steve Jobs kembali lagi mengejar passion nya. Dia membuat perusahaan baru dengan nama Pixar. Connecting the dot pun terjadi lagi. Apple yang mulai kehilangan sinarnya mencari technology yang bisa menyelamatkan Apple. Ternyata technology itu hanya dimiliki oleh Pixar, perusahaan baru yang didirikan oleh Steve Jobs. Dibelilah Pixar oleh Apple, dan kembalilah Steve Jobs keperusahaan yang dibangunnya bersama Steve Wozniak. Point Penting : Kadang kala seorang talent dibutuhkan pada posisi yang sebenarnya bukan posisi yang sesuai dengan passion nya. Agar tetap menjaga motivasi talent, perusahaan bisa memberikan coaching atau bimbingan dengan bahasan. Anda cukup melakukan dua cara agar bisa kembali ke mimpi Anda: Pertama, Maksimalkan Apa yang Anda kerjakan hari ini Kedua, On Tract Your Passion
  • 33. 33
  • 34. 34 GARA-GARA ORANG PINDAH KERJAAN Passion sudah disuntikan agar potency bisa berubah menjadi competency, dan dengan suntikan passion juga, competency menjadi performance. Apa sebenarnya competency sebenarnya? Competency adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan produk yang memuaskan di tempat kerja. Sederhananya ketrampilan dan karakter diri untuk menghasilkan produk. Competency bukan hanya ketrampilan atau sering juga disebut hard competency atau technical competency, namun juga soft competency atau character. Kedua competency tersebut harus dimiliki oleh seorang talent. Karena hard competency membuat seorang talent tahu dan bisa melakukan. Sedangkan character membuat seorang talent mau melakukan. Jika salah satu competency masih memiliki gap atau bahkan hilang akibatnya adalah low performance. Bukankah, orang tahu dan bisa melakukan pekerjaan, namun tidak memiliki kemauan untuk melakukan sudah pasti hasilnya tidak maksimal. Dan bukankah, orang yang mau melakukan namun tidak memiliki
  • 35. 35 pengetahuan dan ketrampilan juga hasilnya tidak maksimal. Sehingga memang kedua jenis competency tersebut harus jalan secara bersamaan. Kedua competency tersebut bisa dikembangkan dengan training and development. Bagaimana cara mengembangkannya akan kita bahas di chapter tiga. Masa-masa saat para talent sedang menjalani training and development untuk closing gap competency kadang kala menjadi masa yang berat. Beratnya masa training and development tersebut ibarat Gatotkoco yang sedang digodok di kawah Candradimuka. Hingga tak jarang, banyak talent yang berguguran di tengah jalan. Alasannya bermacam-macam, salah satu nya adalah tidak cocok dengan anggota team lain. Jika Anda seorang leader yang didatangi oleh talent yang memutuskan untuk mengundurkan diri karena tidak cocok dengan anggota team lain, apa yang akan Anda katakan? Ada nasehat bagus bagi para atasan yang dihadapkan dengan kondisi tersebut. Anda bisa berkata pada talent tersebut, “Jangan mengundurkan diri dengan alasan tidak cocok dengan seseorang, karena disetiap perusahaan kamu akan menemukan orang dengan tipikal yang sama”. Masuk akal bukan? Kemampuan membangun kecocokan, dan keberanian untuk beradaptasi mengatasi ketidakcocokan sebenarnya adalah proses pendidikan untuk membangun self character. Jika seorang talent mengundurkan diri gara-gara tidak cocok dengan orang, dikemudian hari akan terjadi pola yang sama. Saat talent tidak cocok dengan anggota team, yang akan terjadi berikutnya adalah pengunduran diri. Tentu cerita nya akan berbeda saat saya mencoba membangun character bisa beradaptasi dengan orang-orang dengan tipikal tadi, atau membangun character tidak mudah menyerah terhadap tekanan yang ditimbulkan oleh seseorang.
  • 36. 36 Sepintar ataupun seberbakat apapun orang jika tidak punya karakter tentunya akan gagal menjadi talent. Contoh nya saja, jika ada seorang talent yang tidak memiliki character strike for exelence (berjuang mencapai yang terbaik). Sang Talent begitu brilian menemukan ide-ide baru, namun karena tidak memiliki character strike for exelence yang terjadi Sang Talent tidak pernah berjuang mewujudkan ide-ide nya. Hingga akhirnya syarat kedua sebagai talent, yaitu high performance, tidak pernah tercapai. Bandingkan dengan seorang talent bernama Thomas Alfa Edison. Pemilik 1.039 hak paten ini pernah berucap, “dari keseluruhan hak paten yang saya miliki, hanya satu saja yang orisional, yaitu pembuatan lampu pijar, sedangkan penemuan lain berasal dari ide-ide orang pintar yang tidak mau bekerja keras mewujudkannya”. Meyakini pentingnya character, bahkan mendiknas pun mulai tahun 2009 memasukkan pendidikan karakter dalam kurikulum nasional. Kurikulum pendidikan karakter tersebut berfokus pada sembilan pilar yang berasal dari nilai-nilai luhur, pertama cinta Tuhan dan segenap ciptaannya, kedua kemandirian dan tanggungjawab, ketiga kejujuran dan diplomatis, keempat hormat dan santun, kelima suka menolong, keenam percaya diri dan pekerja keras, ketujuh kepemimpinan dan keadilan, kedelapan baik dan rendah hati, dan kesembilan toleransi dan persatuan. Bagi rekan-rekan yang sudah bekerja, ada banyak character positif yang bisa dibangun untuk menjadi great talent. Bahkan hampir setiap perusahaan mempunyai character yang membantu karyawannya supaya mengikuti character perusahaan tersebut. Kita sering menamakannya dengan company value. Dulu saya
  • 37. 37 pernah bekerja di perusahaan dengan company value yang disingkat dengan BEST, Believe in the God, Eager to Learn, Sincelery, dan Toward Together. Dengan company value tersebut, karyawan dituntut memiliki empat karakter tersebut. Uniknya setiap tahun, perusahaan kami tersebut membuat acara selebration bagi para karyawan nya yang berprestasi dengan kategori hasil kerja terbaik dan terinternalisasi company value. Point Penting : Gap competency atau hilangnnya competency yang dimiliki seorang talent akan berdampak pada performance nya. Ada dua jenis competency yang perlu dimiliki seorang talent, yaitu hard competency dan soft competency (character) Perusahaan bisa membangun dan mengembangkan soft competency dengan berdasarkan company value
  • 38. 38 TALENT TO BE GREAT TALENT Ada sebuah pepatah kuno, “diatas langit masih ada langit”. Dan pepatah kuno ini diterjemahkan lagi oleh Jim Collin dengan sebuah quote, “musuh dari good adalah great”. Begitu juga dengan seorang talent, masih ada langit di atas seorang talent, langit itu bernama great talent. Hal yang membedakan dasar antara talent dan great talent berada di hard dan soft competency nya. Seorang talent dinyatakan siap untuk future position saat competency nya meet dengan requirement atau yang dipersyaratkan. Dan great talent mau mengambil satu langkah lagi untuk tidak hanya meet dengan requirement namun competency nya expert dengan requirement. Dahulu saya pernah punya pengalaman dengan seorang talent yang sedang masa training and development. Masa-masa ini adalah kawah candradimuka untuk mendidik hard dan soft competency atau character. Kisah ini bermulai dari eksekusi dari follow training dengan membuat project improvement. Sayangnya project tersebut tidak dilakukan dengan smooth. Sebenarnya project yang dilakukan mempunyai tujuan yang baik, namun pra kondisi terhadap orang-orang yang akan terkena dampak tidak dilakukan dengan
  • 39. 39 baik. Akibatnya, HRD yang tidak tahu menahu sebab akibat project tersebut menjadi terlibat untuk smoothing condition. Entah ini kutukan perusahaan atau superioritas departemen HRD. Ketidakmatangan dalam implementasi project improvement adalah penyebab situasi yang tidak menyenangkan tersebut. Pra kondisi di unsur manusia lah yang tidak disiapkan dengan matang. Memang unsur manusia tidak seperti unsur project improvement lain yang berupa material, metode kerja maupun peralatan yang gampang diprediksi. Unsur manusia memiliki sifat yang susah diprediksi reaksi nya. Talent yang sedang mengerjakan project improvement lupa untuk pra kondisi memberikan sosialisasi perubahan ke karyawan yang terkena dampak perubahan. Sang Talent mungkin merasa takut atas reaksi orang-orang yang terdampat dari project improvement yang dibuat. Patut disayangkan, talent yang mempelopori improvement malah tidak berani mengambil tanggungjawab. Jurus Tai Chi Master dikeluarkan, masalah dilemparkan ke orang lain. Lebih disayangkan lagi, saat launching awal improvement, talent yang sudah mengidentifikasi akan terjadi masalah malah melarikan diri dengan tidak masuk kerja. Sebenarnya seorang talent sejati tidak merasa cukup dengan gelar talent saja. Seorang talent sejati harusnya memiliki passion di hatinya untuk menjadi great talent. Dan gelar itu hanya boleh diberikan pada talent-talent yang berani mengambil responsibility. Para great talent menetapkan tujuan dan bekerja keras untuk mencapai tujuannya. Halang rintangan yang muncul dihadapi. Dia menyadari bahwa masalah yang datang adalah bonus untuk memperkuat character nya. Dia selalu bekerja keras mengambil tanggungjawab atas apa yang sudah
  • 40. 40 diputuskan. Bukannya malah bermain jurus Tai Chi, melempar masalah pada orang lain atas putusannya yang salah. Seorang great talent juga harus stay focused on their goals. Bukan karena, tekanan kemudian mengubah keputusan. Great talent tidak memberikan ruang bagi munculnya keraguan. Bukan berarti seorang great talent harus keras kepala. Andaipun harus mengubah keputusan, bukan karena takut akan tekanan, tapi karena keputusan baru yang dibuat memperkuat keputusan yang sudah diambil Perubahan keputusan untuk memperkuat keputusan adalah ciri great talent berikutnya, dia memiliki high standards. Apa yang dilakukan dan diperbuat selalu mengejar yang kesempurnaan. Tak ayal, kalau seorang great talent selalu berfikir dan bertindak melakukan improvement. Walaupun improvement yang dilakukan harus membuat great talent dihadang banyak masalah dan menjadi tidak popular. Masalah yang datang, dan terkucilkan dari popularitas tidak membuat seorang great talent mundur dari apa yang dilakukan. Karena dia memiliki sifat great talent berikutnya, positive thinking dan eager to learn. Dia memiliki self esteem yang tinggi, selalu melihat masalah sebagai sebuah peluang dan pelajaran yang berharga. Semua kejadian dijadikannya pelajaran. Seakan-akan segala yang bersentuan dan berhubungan dengan dirinya tidak ada yang sia-sia. Termasuk saat membaca catatan kecil ini. Point Penting : Tidak Cukup Hanya Menjadi Talent yang mempunyai character sesuai company value, Perusahaan perlu mendevelop menjadi Great Talent dengan memiliki character : Stay focused on their goals, High standards, Positive thinking dan Eager to learn
  • 41. 41 SI CANTIK DAN SI BURUK RUPA Keberhasilan orang untuk mengubah potency menjadi competency dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal (passion) dan faktor external (support dari orang lain). Sayang nya, kebanyakan orang lebih mengandalkan faktor external untuk membantu dirinya mengubah potency menjadi competency. Padahal faktor external tersebut tidak akan berhasil dengan baik, saat faktor internal nya lemah. Tulisan Kahlil Gibran yang bercerita tentang “Si Cantik dan Si Buruk Rupa” akan mewakili yang apa yang saya maksud. Cuplikan cerita tersebut adalah sebagai berikut : Di sebuah desa, hiduplah dua orang wanita. Satu nya cantik dan selalu memakai pakaian bagus. Warga desa pun menamainya dengan si Cantik. Wanita satunya buruk rupa dan suka memakai pakaian yang jelek. Dia dipanggil warga dengan julukan si Buruk. Pada suatu hari, si Cantik dan si Buruk pergi mandi bersama di sebuah telaga. Tiba-tiba terbersit di pikiran Si Buruk, setiap hari selalu diolok-olok buruk oleh warga. Dia berpikir, mungkin pakaiannya yang tidak sebaik Si Cantik lah yang membuatnya dijuluki Si Buruk oleh warga. Bosan dijuluki Si Buruk, maka dia berniat mencuri pakaian Si Cantik. Buruk rupa kemudian berpamitan kepada Si Cantik, bahwa dia sudah selesai mandi dan cepat pergi karena ada urusan. Si Buruk kemudian menjalankan rencananya mencuri pakaian Si Cantik. Kemudian dia memakai baju Si Cantik kembali ke desa.Namun, harapan tinggal harapan saja. Pakaiannya yang cantik tidak membuat warga desa
  • 42. 42 memanggilnya Si Cantik.Warga tetap mengenalinya sebagai Si Buruk. Berbeda dengan Si Buruk, Si Cantik yang selesai mandi tidak menemukan bajunya. Dia hanya menemukan baju Si Buruk. Mau tidak mau berhubung malam sudah mulai menjelang, Si Cantik pun ahirnya mengenakan baju Si Buruk dan kembali ke desa. Anehnya warga desa masih mengenali nya sebagai Si Cantik. Cerita tersebut bisa diterjemahkan, pakaian adalah faktor external dan siapa sebenarnya pemakai pakaian adalah faktor internal. Faktor external tersebut bisa jadi berbentuk support dari organisasi atau orang terbaik untuk menjadikan potency seseorang menjadi competency yang luar biasa. Sayang nya, selama faktor internal nya lemah, faktor external tersebut tidak akan berdampak banyak. Sebaliknya saat faktor internal nya kuat, walaupun support dari faktor external kecil, tetap saja orang mampu mencapai competency yang diharapkan. Buktinya, banyak tokoh-tokoh yang mengukir sejarah tidak bersekolah di sekolah dengan fasilitas belajar yang lengkap. Salah satu tokoh favorit saya adalah Dahlan Iskan. Dahlan yang hidup pas-pasan dan bersekolah di desa kecil bisa menjadi menteri yang fenomenal. Bersekolah di sekolah yang tidak memiliki fasilitas sebagus sekolah-sekolah di kota, yang bahkan melanjutkan ke jenjeng Perguruan Tinggi yang saat itu menjadi Perguruan Tinggi kelas kedua, IAIN. Namun, semangat belajar beliau lah yang membuatnya sampai di kementerian dan menjadi bos media. Layaknya di cerita tadi, Si Buruk yang mengenakan pakaian Si Cantik tetap saja terlihat buruk nya, dan sebaliknya Si Cantik yang mengenakan baju Si Buruk tetap saja terlihat cantik nya.
  • 43. 43 Atau mungkin Anda pernah mendengar kisah Mahabarata tentang Bambang Ekalaya, sebuah kisah yang mengandung hikmah layaknya kisah Si Cantik dan Si Buruk Rupa. Kisah berawal, saat Bambang Ekalaya mencari guru untuk mengajarinya memanah. Setelah petualangan dan penggembaraannya, Bambang Ekalaya dipertemukan dengan seorang guru yang sedang mengajari Pandawa dan Kurawa dengan ilmu panahan. Sang guru tersebut bernama Guru Durna. Setelah melihat kesaktian Guru Durna, Bambang Ekalaya menghadap untuk minta dijadikan murid. Di dalam hati nya, Guru Durna sebenarnya ingin mengangkat Bambang Ekalaya menjadi muridnya, namun apa mau dikata, Guru Durna terikat kontrak hanya boleh mengajarkan ilmu nya kepada Pandawa dan Kurawa. Sehingga Bambang Ekalaya terpaksa ditolak menjadi murid. Waktu terus berlalu, namun Bambang Ekalaya tetap konsisten dengan passion nya. Dia terus saja belajar memanah dari waktu ke waktu. Hingga suatu ketika, Guru Durna dan Arjuna berburu di hutan, mereka memanah seekor Babi. Guru Durna melepaskan anak panah, di saat yang bersamaan dan dari arah yang berbeda, Bambang Ekalaya juga melepaskan anak panah. Kedua anak panah yang dilepaskan Guru Durna dan Bambang Ekalaya mengenai sasaran. Guru dan murid imajinasi bertemu dan siapa yang berhak untuk binatang buruan, panah siapa yang membunuh binatang buruan? Tertarik dengan sang Pemuda, Guru Durna bertanya dari mana Bambang Ekalaya berguru memanah. Karena cara memanah yang dilakukan oleh Bambang Ekalaya hanya bisa dilakukan oleh Guru Durna dan murid nya. Sedangkan Bambang Ekalaya bukanlah murid Guru Durna. Bambang Ekalaya pun menjawab bahwa guru nya adalah Guru Durna.
  • 44. 44 Tak percaya dengan yang di dengarnya Guru Durna berkata, “janganlah Engkau berbohong, engkau bukanlah murid ku”. Bambang Ekalaya pun mengajak Guru Durna dan Arjuna ke tempat nya belajar memanag. Di sana, mereka menemukan sebuah patung yang sangat mirip dengan Guru Durna. Bambang Ekalaya berkata “Ini lah guru ku, Guru Durna, tiap kali aku hendak dan selesai berlatik, aku selalu memberi hormat guru ku ini. Dan aku juga memperlakukan patung ini layaknya pengabdian seorang murid terhadap gurunya”. Point Penting : Potency akan menjadi competency saat didukung oleh faktor internal (passion) dan support faktor external. Faktor internal memiliki peran yang lebih besar dari pada support external Tugas leader adalah memunculkan faktor internal tersebut dari dalam diri talent. Tugas perusahaan adalah menyediaakan support external
  • 45. 45 SISI LAIN Apakah benar, sebutan talent adalah pemberian dari Tuhan? Apakah memang hanya orang-orang pintar saja yang bisa menguasai hard maupun soft competency? Jika benar berarti Tuhan Maha Tidak Adil. syukur lah, Tuhan memberikan keunikan kepada setiaop ciptaannya. Sehingga semua orang punya kesempatan untuk mengembangkan competency nya dan menjadi seorang talent. Salah satu orang yang menjawab pertanyaan dan membuktikan pertanyaan tersebut dengan perbuatan adalah Prof. Yohanes Suryo. Beliau adalah salah satu tokoh Indonesia yang selalu membawa siswa-siswa Indonesia meraih juara di olimpiade Sains baik Matematika maupun Fisika dengan tingkat seluruh dunia. Tak terkecuali di tahun 2006, Prof. Yohanes Suryo juga berhasil membawa Indonesia menjadi juara umum sedunia lomba Fisika dengan mengalahkan 86 negara. Suatu ketika, Prof. Yohanes Suryo ditantang untuk tidak hanya mengurusi anak-anak pintar saja, namun anak-anak yang tidak dianggap pintar atau di cap bodoh juga perlu diurusi. Menjawab tantangan tersebut, Prof. Yohanes Surya berkata bahwa “sebenarnya tidak ada anak yang bodoh, yang ada adalah anak yang belum menemukan guru dan metode yang tepat”. Ingin membuktikan jawabannya, Prof. Yohanes pergi ke Papua menghadap Gubernur Papua. Beliau berkata ke Gubernur Papua,
  • 46. 46 “carikan saya siswa yang paling bodoh di Papua dan akan saya didik menjadi juara Matematika”. Gubernur Papua tentu saja sangat menyambut gembira tawaran yang diberikan Prof. Yohanes, dengan mencari 14 siswa terbodoh yang akan dididik Prof. Yohanes Surya. Banyak di antara anak-anak Papua yang paling bodoh yang dipilih Sang Gubernur berasal dari kampung terpencil yang bahkan penduduk kampung tersebut masih menggunakan koteka. Bahkan, saking semangatnya Gubernur Papua menyambut niat baik kepada Prof. Yohanes, sang Gubernur mencarikan murid terbodoh yang salah satunya adalah siswa kelas dua Sekolah Dasar yang selama empat tahun tidak naik kelas. Prof. Yohanes juga bercerita pertama kali mengajar siswa-siswa yang dianggap bodoh, penjumlahan tiga ditambah lima saja harus dijumlahkan dengan sempoa. Melalui Yohanes Surya Institute, siswa-siswa yang dicap bodoh tadi kemudian dididik. Setelah enam bulan mengikuti pendidikan, anak-anak tadi sudah menguasai mata pelajaran dari kelas 1 sd 6 SD. Setelah empat tahun menjalani pendidikan di Yohanes Surya Intitute, di tahun 2011 mereka diberikan kesempatan untuk mengikuti perlombaan Sains Matematika se Asia. Hasilnya sungguh membanggakan, mereka berhasil merebut emas, perak dan perunggu. Saking berhasilnya program pendidikan Yohanes Surya Institute untuk anak-anak Papua ini, mereka hampir selalu menyapu penghargaan di lomba-lomba sains. Sampai-sampai Prof. Yahanes Surya bercerita saat ada lomba Sains di Malang, beliau mendengar ada anak Jakarta yang menceletuk, “yah ada anak Papua lagi, pasti kalah deh”. Akhirnya, beliau memang berhasil membuktikan perkataannya, “Tidak Ada Siswa yang Bodoh, yang Ada Hanyalah Siswa yang Belum Menemukan Guru dan Metode Belajar yang tepat”.
  • 47. 47 Memperkuat quote yang disampaikan Prof. Yohanes Suryo, bukankah banyak tokoh-tokoh dunia yang sebenarnya punya perjalanan hidup sebagai orang yang dicap sebagai siswa bodoh. Salah satunya adalah Adam Khoo yang berasal dari Singapura. Saat masih kelas empat SD, Adam Khoo pernah tidak naik kelas dan dikeluarkan dari sekolah. Dia pun masuk ke SD terburuk di Singapura. Ketika akan masuk SMP, Adam Khoo ditolah oleh enam SMP terbaik di Singapura, sehingga membuat diri nya bersekolah lagi di SMP terburuk di Singapura. Apa yang terjadi berikutnya? Apakah Adam Khoo menjadi people dengan kelompok dead wood (low potency & low performance). Kehidupannya berubah 180 derajat, saat berusia 26 tahun, Adam Khoo sudah memiliki bisnis dengan total omset sebesar $ 20 Juta per tahun. Adam Khoo juga mematok bayaran $10.000/jam untuk tiap training yang mengundang dirinya. Dan siswa terbodoh tadi juga menjadi consultant dengan dengan klien para manager dan top manager perusahan di Singapura. Point Penting : Perusahaan perlu memiliki mind set bahwa setiap orang memiliki potency untuk menjadi seorang talent. Dengan memberikan support external menyediakan metode belajar dan guru yang tepat, potency tersebut akan semakin mudah maujud menjadi competency
  • 48. 48
  • 49. 49 SOURCING DAN IDENTIFIKASI TALENT Garbage In – Garbage Out “Jika yang masuk sampah, yang keluar juga sampah” (Anonim)
  • 50. 50 2 Sourching dan Identifikasi Talent Gargabe in – Garbage Out (Anonim) Jika yang masuk sampah maka yang keluar juga sampah. Dengan bahasa lain, jika salah memilih talent, maka bukan nya performance perusahaan yang semakin baik, namun malah semakin hancur. Alangkah sayang, jika perusahaan sudah menginvestasikan banyak hal untuk mendevelop talent, namun sayang nya investasi tersebut tidak tepat sasaran. Landasan ini yang membuat sourcing dan identifikasi seorang talent menjadi penting. Tentunya mengidentifikasi sesuatu untuk dikategorikan masuk kekelompok tertentu membutuhkan ciri-ciri atau persyaratan tertentu. Di chapter satu, persyaratan atau ciri-ciri seorang karyawan bisa masuk ke dalam sembilan kelompok yang berbeda-beda sudah kita bahas. Apalagi, dengan bahasan mengenai ciri atau persyaratan seorang talent sudah dibahas dengan lebih dalam. Dimana secara umum seorang karyawam dikatakan sebagai seorang talent jika memiliki dua hal, high performance dan high potential. Agar bisa mengubah high potential menjadi high performance maka karyawan harus memiliki soft competency (character) dan hard competency atau keahlian. Dan agar bisa merubah high potential menjadi competency maka talent membutuhkan motivasi berupa passion. Setelah kita mengetahui persyaratan untuk mengkategorikan karyawan menjadi talent, maka fokus berikutnya adalah membuat sistem untuk mensourching dan mengidentifikasi talent. Ada dua kata kunci utama dari sourching dan identifikasi, kata kunci pertama adalah sourcing dan kata kunci kedua
  • 51. 51 identifikasi. Kedua nya akan diperkenalkan terlebih dahulu, kemudian akan kita bahas good practice nya di artikel selanjutnya. Sourching Sourcing adalah tahap mencari dan mengumpulkan orang dan data. Secara umum ada dua system sourcing (mencari) talent dua yaitu internal recruitment dan exsternal rcuitment. Internal recruitment berarti perusahaan mencari talent dari internal perusahaan atau karyawan-karyawan yang sudah ada diperusahaan. Ada beberapa kelebihan dari metode recruitment internal, kelebihan pertama adalah orang nya sudah tersedia. HRD tidak perlu lagi menggaet orang dari luar perusahaan yang belum tentu juga orang yang ingin digaet tersedia di pasar. Kelebihan kedua, orang-orang nya juga sudah familiar dengan company value atau budaya kerja perusahaan. Masih ingat salah satu competency yang perlu dimiliki talent adalah soft competency, dimana soft competency tersebut bisa dikembangkan dari company value. Dengan sudah familiar nya talent yang berasal dari internal perusahaan menjadikan dengan company value, paling tidak tahap pengembangan mereka tidak dimulai dari basic. Kelebihan ketiga, investasi yang dikeluarkan untuk mencari dan mengidentifikasi lebih sedikit dibanding exsternal recruitment. Perusahaan perlu mengeluarkan dana yang lumayan cukup besar, saat recruitment atau sourching dilakukan ke luar perusahaan. Selain biaya iklan, biaya traveling recruiter juga memakan biaya yang tidak sedikit. Sebaliknya, jika recruitment atau sourching dilakukan di dalam perusahaan sendiri, biaya iklan dan traveling recruiter bisa ditekan seminimal mungkin.
  • 52. 52 Kelebihan keempat, Internal recruitment juga bisa menjadi tool untuk memotivasi karyawan. Dengan adanya recruitment internal maka karyawan akan berlomba-lomba untuk menunjukkan performance terbaiknya supaya bisa diidentifikasikan sebagai talent. Seperti apapun yang ada di dunia, segala hal selain mempunyai kelebihan juga mempunyai kelemahan begitu juga dengan metode internal recruitment. Kelemahan metode ini terletak pada orang yang berhasil dilacak dan ditentukan sebagai talent, kelemahan pertama adalah investasi untuk mendevelop competency nya. Kedua berhubung talent yang berhasil dilacak adalah karyawan perusahaan dan sudah terpola dengan cara kerja perusahaan bisa jadi ide kreaktif untuk mengembangkan perusahaan kurang terekpos. Selain metode internal recruitment, ada juga metode exsternal recruitment. Metode ini berarti perusahaan mencari talent dari merekrut talent dari perusahaan tetangga. Seperti halnya metode internal recruitment, metode external recruitment juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pertama dari external recruitment adalah perusahaan tidak perlu lagi melakukan development atas competency talent. Kelebihan kedua para talent tersebut mempunyai sudut pandang baru untuk mengimprove area kerjanya. Kekurangannya, biasanya perusahaan harus mengeluarkan investasi yang cukup besar untuk untuk menghijack talent-talent, kekurangan kedua adalah masalah budaya organisasi, belum tentu talent yang dibajak memiliki kesamaan budaya dengan perusahaan. Selain metode internal dan exsternal recruitment, ada juga recruitment dengan semi internal dan exsternal. Salah satu bentuk recruitment model ini yang sangat familiar dengan kita
  • 53. 53 adalah recruitment untuk para future leader dari fresh graduate yang sering kali diberi nama management trainee. Sifat exsternal recruitment dari model ini adalah orang yang direcruit merupakan orang diluar perusahaan. Setelah fresh graduate direkrut, perusahaan akan memberikan program development dalam waktu tertentu. Setelah masa trainee nya habis, perusahaan kemudian melakukan recruitment internal dengan sourching para fresh graduate tersebut. Tentu saja metode recruitment semi internal-exsternal ni juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode semi internal-exsternal adalah perusahaan bisa mendapatkan talent dengan price yang lebih murah. Perusahaan juga bisa lebih mudah memdevelop talent fresh graduate ini sesuai dengan value perusahaan. Sedangkan kelemah nya, dengan recruitment semi internal-exsternal ini perusahaan harus menyisihkan exstra time untuk mendevelop talent, dan perkara mendevelop talent juga bukan barang yang murah. Dari kelebihan dan kekurangan ketiga model tersebut, semuanya kemudian dikembalikan ke perusahaan mana yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Saat perusahaan memiliki system development yang baik untuk mendevelop talent maka lebih prepare untuk merekomendasikan internal recruitment dan semi internal-exsternal recruitment. Namun, jika system development nya belum terlalu kuat maka lebih baik merekrut talent dari exsternal perusahaan sambil memperbaiki system development di perusahaan. Identifikasi Proses sourcing memang selesai saat perusahaan sudah mengumpulkan orang dan data nya. Dan di saat proses tersebut selesai, tahap berikutnya untuk mengidentifikasi orang dan data yang dikumpulkan mana yang termasuk kategori talent dan
  • 54. 54 mana yang bukan. Patokan pengkategorian orang nya tentunya didasari dari potency – competency – performance. Cara mengidentifikasi potential – competency – performance tentu saja memiliki tool nya masing-masing. Tool utama untuk mengidentifikasi potency adalah tes psikologi. Sedangkan competency bisa diukur melalui metode interview yang bernama behavior event interview, atau dengan knowledge dan skill test, dan dengan focus group discussion. Unsur ketiga, performance bisa dilihat dari hasil penilaian karya atau performance appraisal. System mengidentifikasi ataupun tool untuk mengidentifkasi secara lebih detail good practice nya akan dibahas pada artikel- artikel berikutnya. Berikut adalah indek artikel-artikel tersebut :
  • 55. 55
  • 56. 56 PERFORMANCE APPRAISAL REDEFINE Setiap karyawan di dalam perusahaan sudah pasti memiliki potensi untuk menjadi talent. Tentu saja potensi tersebut hanya akan tinggal potensi saat karyawan tidak memberdayakan diri sendiri (memotivasi diri) agar menjadikan potensi menjadi competency, dan competency menjadi performance. Apalagi jika ditambah tidak adanya support external dari perusahaan untuk memfasilitasi karyawan mengubah potensi. Salah satu support yang bisa diberikan oleh perusahaan adalah dengan membuat sistem performance management atau pengukuran performance karyawan. Tujuannya adalah memotivasi karyawan untuk mencapai standar. Saat orang bekerja tidak diberikan target performance, biasanya orang cenderung lalai dalam bekerja. Sebaliknya, saat seseorang diberikan target performance, maka orang akan berusaha untuk bisa mencapai target tersebut. Sehingga potensi yang terpendam dipaksa untuk keluar menjadi competency agar target performance bisa tercapai. Survey yang dilakukan American Management Association membuktikan hal tersebut. Sebanyak 85% responden setuju bahwa, kegagalan mencapai kinerja yang optimal disebabkan oleh kegagalan menetapkan formulasi sasaran utama yang sesuai dngan kinerja yang seharusnya diukur. Sehingga penetapan ukuran kinerja yang tepat sangat penting agar pencapaian kinerja dapat optimal. Tentu saja saat membuat target performance ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Seharusnya target performance tersebut tidak hanya menjadi target team, namun juga ada target individu. Jika
  • 57. 57 semua target hanya target team saja maka bisa jadi ada karyawan dengan kategori dead wood yang pasif mengejar target dan menggantungkan target pada anggota team lain. Sebaliknya saat target performance hanya dibuat sebagai target individual saja, bisa jadi karyawan menjadi pekerja individualis tanpa mau bekerjasama dengan anggota team lain. Proporsi antara target team dan target individu sangat tergantung jabatan dan strategi perusahaan. Beberapa jenis pekerjaan dan posisi tentunya membutuhkan target performance team yang lebih besar. Dan dibeberapa posisi lain membutuhkan target performance individu yang lebih banyak. Proporsinya bisa jadi 80 : 20, atau 70 : 30, atau sebaliknya. Hal lain yang perlu diperhatikan saat menyusun target performance adalah kesesuaian target performance dengan up date job description, linked antara individual performance appraisal satu dengan key performance indicator department. Tiga hal tadi menjadi sesuatu yang mendasar untuk dilihat ulang oleh HR. Kesalahan mendesign performance appraisal bisa berakibat membuat rendahnya performance perusahaan dan salah mengidentifikasi talent. Balance Scorecard biasanya digunakan oleh perusahaan untuk menjawab tantangan tersebut. Balance Scorecard dikembangkan oleh Kaplan dan Norton. Selain memiliki kelebihan untuk menyelaraskan target performance dengan dengan job des, linked antara individual performance dengan department performance, Balance Scorecard juga memiliki kelebihan pada keseimbangan perspektif nya. Perusahaan tidak hanya berfokus pada pencapaian jangka pendek dengan memikirkan uang atau keuntungan yang didapat, namun perusahaan yang menggunakan Balance Scorecard juga mempertimbangkan perspektif pencapaian jangka pendek dan panjang dalam satu waktu.
  • 58. 58 Keempat perspektif Balance Scorecard tersebut adalah financial perspective, costumer perspective, internal process perspective, dan learning development perspective. Pencapaian jangka panjang dalam perspektif Balance Scorecard terlihat dari perspektif customer, internal process perspective, dan learning development perspective. Sedangkan pencapaian jangka panjang ditunjukan dengan perspektif financial. Sederhananya, jika sebuah perusahaan hanya perfokus pada financial saja tanpa memperhatikan customer, bisa jadi perusahaan customer akan kecewa dan tidak kembali lagi. Atau perusahaan hanya mencari untung dan memberikan pelayanan yang bagus kepada customer, namun proses di perusahaannya tidak effective dan efisien, juga tentunya akan berakibat tidak baik, keuntungan yang didapat perusahaan akan berkurang. Sehingga perspektif internal process juga perlu diperhatikan. Dan begitu juga dengan perspektif learning and development, karena untuk melayani customer dengan baik, dan untuk membuat proses kerja efektif dan efisien tentunya butuh orang yang selalu diupdate dan dikembangkan kompetensi nya. Keseimbangan keempat perspektif tadi lah yang membuat Balance Scorecard bernama Balance Scorecard. Membuat Target Performance dengan Balance Scorecard Saat kita ingin membuat performance indicator di finance perspective ada dua pilihan eleman yang bisa dipilih yaitu, efficiency Cost, atau getting benefit (menghasilkan profit). Contoh seorang marketing. Karena seorang marketing adalah penghasil uang bagi perusahaan maka elemen di financial persfective yang cocok untuk marketing adalah menghasilkan profit. Sehingga contoh
  • 59. 59 performance indicator nya bisa jadi adalah: increase benefit 5% dari tahun kemarin. Berbeda dengan marketing, seorang HR, tentunya lebih tepat menggunakan financial perspektif berupa efficiency cost, maka contoh performance indicator nya adalah HR Cost sesuai budget yang telah direncanakan. Perspective Balance Scorecard ke dua, yaitu Costumer. Perpective. Balance Scorecard ke dua ini, mempunyai beberapa elemen, yaitu perolehan pelanggan, profitabilitas pelanggan, dan kepuasan pelanggan. Contoh performance indicator bagi seorang HR adalah sebagai berikut. Seorang HR tentu pelanggannya sudah jelas, yaitu seluruh karyawan. Sehingga pilihan elemen di costumer persfective tentu saja bukan perolahan pelanggan ataupun profitabilitas pelanggan, namun kepuasan pelanggan. Ingat bahwa performance indicator base on Balance Scorecard harus saling terkait. Sehingga jika : Financial perspective : HR Cost sesuai budget yang telah direncanakan Costumer perspective : Pekerjaan seorang HR apa yang bisa mengeluarkan uang tetap sesuai budget namun costumer (karyawan) bisa puas? Pekerjaan itu bisa jadi adalah tidak ada kekurangan bayar kepada costumer (karyawan) atau pembayaran tepat waktu ke costumer (karyawan). Sehingga performance indicator seorang HR yang link dengan financial perspective adalah “Tidak ada complaine kekurangan atau kelebihan bayar dari karyawan” atau “Pembayaran gaji tiap bulan tepat di tanggal 1”
  • 60. 60 Perspective ketiga dari balance scorecard yang berupa internal proses punya elemen berupa mutu dan keandalan produk, kecepatan memenuhi kebutuhan pelanggan, serta kecepatan merespon complain pelanggan. Dari ketiga elemen tersebut seorang HR bisa menggunakan semua elemen tersebut untuk membuat indicator performance appraisal, contoh saja kita menggunakan elemen mutu dan keandalan produk. Melanjutkan contoh key performance indicator untuk seorang HR tadi, ingat bahwa antar perpective harus saling terkait maka : Financial perspective : HR Cost sesuai budget yang telah direncanakan Costumer perspective : Tidak ada complaine kekurangan atau kelebihan bayar dari karyawan Pembayaran gaji tiap bulan tepat di tanggal 1 Internal proccess perspective : Supaya tidak ada complaine kekurangan gaji dan pembayaran bisa tepat waktu, proses apa yang harus dilakukan HR untuk menjaga mutu pelayanan tidak ada complaine dan pembayaran tepat waktu? Jawabannya bisa jadi beraneka ragam. Mungkin salah satu cara nya adalah mengikuti SOP penggajian yang ada Sehingga performance indicator seorang HR yang link dengan costumer perspective adalah “Proses penggajian 100% sesuai SOP” Artinya jika SOP penggajian bisa berjalan 100%, maka tidak akan ada error dalam penggajian, jika tidak ada error maka tidak aka nada complaine dari karyawan dan penggajian bisa tepat waktu. Jika tidak ada complaine kekurangan atau kelebihan bayar dipenggajian maka HR Cost base on benefit Selain ketiga perspective balance scorecard di atas, masih ada satu perspective terakhir yaitu learning and development.
  • 61. 61 Elemen di perspective terakhir ini ada dua pilihan yaitu development people dan development organization. Anggap saja kita mau developt people nya. Ingat bahwa indicator performance nya harus selalu berhubungan dengan indicator performance tiga perspective di atasnya. Masih menggunakan contoh seorang HR, maka : Financial perspective : HR Cost sesuai budget yang telah direncanakan Costumer perspective : Tidak ada complaine kekurangan bayar dari karyawan Pembayaran gaji tiap bulan tepat di tanggal 1 Internal proccess perspective : Proses penggajian 100% sesuai SOP Learning and development perspective : Pengembangan orang seperti apa yang dibutuhkan supaya seorang HR mampu melakukan proses penggajian yang sesuai dengan SOP penggajian? Jawabannya bisa jadi beraneka ragam. Mungkin salah satu cara nya adalah dengan memberikan training tentang SOP penggajian yang ada Sehingga performance indicator seorang HR yang link dengan internal proccess perspective adalah “Semua team payroll HR sudah mengikuti training SOP Penggajian dan Lulus training” Sehingga jika kita kumpulkan semua indicator performance untuk seorang HR di atas maka akan di dapat table sebagai berikut:
  • 62. 62 Dari contoh di atas jika kita gabungkan akan menjadi KPI yang saling berhubungan. Jika semua team payroll tersosialisasi, paham dan bisa menggunaan SOP, maka proses penggajian akan 100% sesuai dengan SOP. Jika SOP payroll dilaksanakan 100% maka tidak ada kesalahan pembayaran gaji, jika tidak ada kesalahan bayar gaji maka HR Cost akan base on budget. Point Penting : Perusahaan perlu membuat sistem untuk mengubah potency menjadi competency, dan competency menjadi performance. Salah satu sistem yang bisa dibuat perusahaan untuk memunculkan hal tersebut adalah dengan membuat performance management system dengan Balance Scorecard Perspective Balance Scorecard diantaranya financial, customer, internal process, & Learning & Development.
  • 63. 63 DEFINE YOUR TARGET “Bagaimana menentukan target? Dari keempat perpective apakah bobotnya sama-sama 25%, financial 25%, customer 25%, internal process 25% dan learning and development 25%? Karena talent saya di area marketing, ujung tombak mencari uang, boleh tidak bobot nilai terbesar saya targetkan di financial dan customer? Pertanyaan tersebut pastilah menjadi pertanyaan berikutnya setelah perusahaan menetapkan indicator performance appraisal. Contohnya dengan indicator performance “HR cost sesuai dengan budget yang direncanakan”, berapa budget yang akan ditargetkan? Jika gambarkan dalam sebuah form, pertanyaan tersebut ditanyakan untuk mengisi kolom indicator performance dan weight. Kita akan membahasa satu persatu, mulai dari kolom indicator performance terlebih dahulu kemudian dilanjutkan ke weight atau bobot. Memang challenge berikutnya setelah perusahaan membuat indicator performance adalah menentukan berapa target nya. Jika perusahaan menargetkan mendapatkan laba, 90% 100% 110% N o BSC Perpective Indicator Performance Weight SCORE SCORE * WEIGHT
  • 64. 64 berapa laba yang harus ditargetkan? Jika perusahaan menargetkan mendapat customer baru, berapa banyak yang ditargetkan? Tujuan pertanyaan ini tentunya agar target yang dibuat bisa memotivasi orang untuk achieve target tersebut. Tujuan lain nya adalah membuat target tersebut memang realistis dicapai. Bayangkan saat target tersebut tidak realistis dicapai, karyawan yang mendapat target tersebut sudah terdemotivasi terlebih dahulu. Perusahaan yang over expectation pun akan ditinggal para stakeholder pemegang saham, karena kinerjanya yang tidak mencapai target. Padahal kesalahannya bukan pada performance perusahaan yang buruk, namun pada penentukan target yang over expectation. Cara pertama untuk menentukan target yang diberikan kepada talent adalah dengan benchmarks, baik external ataupun internal benchmark. External benchmarch berarti perusahaan melakukan benchmark kepada perusahaan lain sejenis. Sedangkan internal benchmark berarti perusahaan melakukan bechmarking di dengan perusahaan satu holding atau satu group. Saat ini banyak asosiasi yang menaungi industri dengan core business yang sama, seperti Asosiasi Semen Indonesia yang menaungi semen, ada juga Organda yang menaungi industri transportasi, dan seterusnya. Dengan terlibat di asosiasi seperti ini akan memudahkan perusahaan untuk melakukan benchmark.
  • 65. 65 Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan dialogue antara superior dan team nya. Tentu saja dialog yang dimaksud bukan debat kusir namun saling membawa data dan secara objective menganalisa berapa target yang bisa ditetapkan. Hasil berdiskusi antara superior dan team nya melihat resources yang ada, load kerja yang akan dilakukan, dan capability yang dimiliki akan membuat tingkat objective nya semakin besar. James Surowieci dalam bukunya The Wisdom of Crowds menulis tentang Francis Galton, orang yang menerapkan metode statistic untuk menunjukan bahwa kelompok yang terdiri dari orang-orang dengan kecerdasan berbeda-beda sering kali menunjukan kinerja yang lebih baik dari pada individu yang bekerja sendiri-sendiri. Ketika 787 penduduk lokal yang mengunjungi sebuah peternakan dan diminta memperkirakan berat sapi jantan yang akan disembelih dan dikuliti ternyata hasilnya hampir 90% benar. Francis Galton menghitung rata-rata prediksi penduduk setempat, yaitu sekitar 542 kilogram dan ternyata berat sapi jantan itu 543 kilogram. Dengan melibatkan subordinat untuk menetapkan target juga akan meningkatkan involvement dan tanggung jawab. “La wong saya yang membuat target untuk diri saya sendiri, kok saya mau melanggar”, begitu kira-kira dialog internal yang terjadi pada diri karyawan. Bandingkan dengan karyawan yang tidak dilibatkan dalam membuat target, tentu saja komitmen nya akan berbeda. Cara ketiga yang juga bisa dilakukan untuk menetapkan target adalah dengan melihat opportunity. Tak jarang ada perusahaan yang memiliki karyawan dengan posisi Market Intellegence yang salah satu tugasnya adalah melihat dan menganalisa micro ataupun macro economy untuk menentukan pertumbuhan atau opportunity yang bisa diambil perusahaan. Ada juga perusahaan
  • 66. 66 yang menghire konsultan untuk membantu mereka menentukan opportuny yang bisa diambil perusahaan. Cara keempat yang bisa dilakukan adalah dengan melihat historical performance. Perusahaan bisa mentract performance yang sudah dicapai kemudian menjadikan tract performance tersebut untuk menjadi dasar penetapan target. Seperti filosofi semakin hari semakin baik, maka patokan target yang dibuat pun juga harus semakin baik. Kalau historical performance untuk melayani customer dahulu adalah satu jam, maka target nya bisa dibikin lebih ketat menjadi 45 menit contohnya. Oke terjawab sudah pertanyaan pertama, “dari mana target diperoleh?” Bagaimana dengan pertanyaan kedua, “katanya kan balance scorecard, apakah boleh seandainya saya memberikan bobot penilaian yang lebih besar pada variable scorecard yang lain?” Tentu saja jawab nya boleh, dengan mengetahui arah strategi perusahaan, Anda akan tahu corecard mana yang perlu diberi bobot lebih besar. Analoginya, seorang mahasiswa jurusan Bahasa Inggris yang mengambil empat mata kuliah, statistic, bahasa Indonesia, gramer, dan penelitian. Keempat-empatnya harus lulus semua, namun karena dia mahasiswa Bahasa Inggris maka jurusan Bahasa Indonesia jumlah bobot SKS nya lebih kecil dibandingkan SKS Gramer, dan seterusnya. Begitu juga dengan arah strategi perusahaan, bisa jadi di tahun ini arah strategi perusahaan adalah inovasi. Semua karyawan diminta untuk mensukseskan strategi perusahaan tersebut. Maka bisa saja bobot scorecard di variable internal process menjadi lebih tinggi dibandingkan variable scorecard lain. Atau bisa jadi strategi perusahaan di tahun ini adalah customer centric. Untuk mendukung arah strategi perusahaan tersebut
  • 67. 67 maka scorecard variable customer menjadi memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan variable scorecard lain. Selain melihat arah strategi perusahaan, penentuan bobot juga bisa mempertimbangkan core pekerjaan talent. Beberapa posisi memang memiliki core untuk inovasi (internal process), seperti Business Development, posisi lain core nya adalah financial, seperti Sales ataupun Marketing. Ada juga pekerjaan yang core nya adalah learning and development seperti posisi Leadership and Development Trainer, atau Consultant. Dan di posisi lain memiliki core di variable customer, seperti posisi Customer Center. Dengan memperhatikan core pekerjaan, Anda juga bisa menentukan variable scorecard mana yang perlu diberi bobot lebih besar dari pada yang lain. Point Penting : Penentuan target performance bisa dilakukan dengan menggunakan empat cara, yaitu : 1. Internal atau external Benchmark 2. Team dialogue 3. Size of opportunity 4. Historical performance Sedangkan untuk menentukan bobot target performance bisa dilakukan dengan melihat strategi perusahaan dan atau core pekerjaan
  • 68. 68 PYGMALION EFFECT Terkisahlah di seorang pemahat bernama Pygmalion, Sebagai seorang ahli patung, keahlian Pygmalion diakui semua orang, hingga pada akhirnya Pygmalion menciptakan masterpiece berupa patung seorang wanita cantik yang diberi nama Galatea. Saking cantiknya, Pygmalion pun jatuh cinta kepada patung tesebut.Galatea dibawa kemana saja Pygmalion pergi, bahkan Galatea juga diperlakukan layaknya seorang manusia. Saat perayaan pemujaan Dewi Athena, Pygmalion berdoa agar diberi jodoh seorang wanita cantik. Di dalam hatinya, sebenarnya Pygmalion berdoa agar wanita cantik itu adalah Galatea. Keesokan harinya, Pygmalion terbangun dari tidurnya dan mendapati Galatea menjadi manusia. Pygmalion pun menikahi patung yang telah menjadi wanita cantik tersebut, dan akhirnya mereka hidup happily ever after. Cerita tadi pada tahun 1957 menginspirasi Robert Rosenthal untuk membuat sebuah penelitian yang melibatkan seorang guru dan siswa nya. Dibuatlah dua buah kelompok, kelompok experiment dan kelompok kontrol. Siswa di kelompok experiment, dipilih dari siswa yang memiliki IQ biasa-biasa saja, namun saat mereka dijadikan kelompok experiment, mereka diberi tahu bahwa mereka adalah kelompok elit yang dikelompokan dan akan diajar oleh guru-guru ellit (yang sebenarnya juga guru yang biasa-biasa saja). Mereka juga diberi kepercayaan dan harapan, bahwa mereka sangat bisa mengalahkan kelompok lain yang sebenarnya memiliki IQ yang lebih tinggi dari mereka. Hasil penelitian Robert Rosenthal menunjukkan hasil seperti cerita Pygmalion, yaitu saat ekspektasi kita positif maka akan
  • 69. 69 berdampak positif. Siswa-siswa experiment yang awalnya hanya siswa dengan IQ yang biasa-biasa saja atau average ternyata mampu mengalahkan siswa dengan IQ diatas mereka. Dengan kata lain saat seseorang diberi kepercayaan untuk menunjukan performance terbaik, maka orang akan menunjukan performance yang terbaik. Hasil penelitian Robert Melton ini kemudian menjadi dasar para leader dalam menentukan target performance talent nya. Kadang kala para leader memberikan target yang seperti tidak masuk akal bagi para talent. Tujuannya tentu saja adalah menarik potensi Sang Talent. Tuhan memang sudah menitipkan banyak potensi kepada manusia. Salah satunya adalah potensi otak. Sel-sel otak manusia tersebut dihubungkan satu sama lain oleh dendrit atau cabang-cabang sel mirip akar dalam tumbuhan (perhatikan gambar diatas). Informasi-informasi pengetahuan dan keahlihan yang didapatkan seseorang akan disimpan pada myelin yang ada di dendrit (warna kuning di dendrit). Semakin tebal myelin yang dimiliki maka akan semakin ahli lah seseorang melakukan pekerjaan tertentu. Dengan kata lain, semakin tebal myelin juga
  • 70. 70 berarti semakin banyak potensi yang berubah menjadi pengetahuan dan keahlihan. Dan kita tahu kedua hal tersebut (pengetahuan dan keahlian) adalah salah satu syarat untuk menunjukan performance terbaik. Dengan memberikan target yang melebihi keahlihan dan pengetahuan yang dimiliki talent sebenarnya memiliki tujuan untuk semakin mempertebal myelin tersebut. Karena memang myelin hanya bisa dipertebal dengan latihan yang intensif. Dan ibarat seorang atlet Binaraga yang berlatih, bukahkah mereka berlatih dari angkat beban 20 Kg kemudian menantang diri untuk menambah beban menjadi 30 Kg dan seterusnya. Analogi yang sama digunakan untuk mempertebal myelin, dengan memberikan target melebihi kemampuan dan keahlian talent maka talent sebenarnya sedang ditarik keluar potensinya untuk menjadi lebih ahli. Point Penting : Pygmalion Effect membuktikan bahwa kepercayaan seorang leader dengan memberikan target yang besar kepada talent akan menghasilkan high performance Menetapkan target yang besar juga akan bermanfaat menarik keluar potensi talent
  • 71. 71
  • 72. 72 GAMIFICATION Mengidentifikasi karyawan dan dilanjutkan dengan mengelokpokan karyawan pada sembilan jenis karyawan bisa dilakukan dengan melihat hasil performance appraisal atau penilaian karya. Bagi perusahaan-perusahaan yang sudah familiar dan melakukan proses performance appraisal secara rutin, tentunya sudah merasakan manfaatnya. Bahkan dibeberapa perusahaan, performance appraisal dilakukan tiap enam bulan sekali. Menariknya, hampir di semua perusahaan yang mengaplikasikan performance appraisal menemukan bahwa hasil nilai karyawan berada pada standar baik, baik sekali, dan istimewa. Sangat jarang sekali ada karyawan yang nilainya cukup atau jelek. Walaupun nilai performance appraisal nya bagus, namun di satu sisi performance secara organisasi tidak memperlihatkan hal yang sejalan. Ada apa ini sebenarnya? Padahal performance appraisal sudah di cascading (diturunkan) dengan baik melalui Balance Scorecard. Tapi kenapa masih saja terjadi kasus pergerakan performance ada edi area bagus dan sangat bagus. Apa yang menjadi penyebab sebenarnya? Bisa jadi memang penyebabnya adalah proses cascading yang tidak tepat. Atau bisa jadi cascading nya sudah tepat, namun orang-orang yang menjalankan sistem performance management nya lah yang menjadi penyebab tidak berjalannya sistem. Sebaik apapun sistem tentunya tidak akan berguna jika tidak diaplikasikan dengan baik. Analoginya, mobil super cepat tidak akan menunjukan kecepatan terbaiknya, saat tidak dikendarai oleh driver yang baik.
  • 73. 73 Dari sisi orang yang menjalankan sistem performance management, penyebab fenomena ini bisa berasal dari atasan yang tidak mempunyai data actual performance anak buahnya, atasan ingin dilihat pemurah oleh anak buah, atau bisa juga dari anak buah terlalu persuasif dalam proses coaching PK. Berbagai teknik analisa data dimunculkan untuk mengurai keruwetan penilaian ini. Salah satunya adalah, Teknik analisa "Patokan Acuan Norma" atau lebih familiar dikenal dengan kurva normal. Teknik analisa ini membantu untuk mengurai dan memposisikan ulang karyawan dalam kurva yang lebih normal. Masih ingat di chapter pertama saya sempat menyinggung dari sembilan kategori karyawan sebenarnya dapat dikelompokan lagi menjadi lima kelompok. Persentase orang di tiap kelompok adalah jumlah dari tiap orang di kurva normal. Sederhana nya dengan menggunakan kurva normal, maka semua karyawan dipaksa untuk masuk ke dalam kelima kelompok tersebut. Contohnya di kelompok pertama, harus ada 2,5% karyawan yang dimasukan ke dalam kategori ini. Perusahaan bisa saja melihat 2,5% orang dengan nilai paling kecil. Sayangnya tidak ada apapun di dunia ini yang sempurna. Termasuk pendekatan kurva normal. Jika ada seorang leader yang memang bisa membuktikan bahwa performance anggota nya bagus, tetap saja harus dipaksa untuk memasukan anggota team nya ke dalam lima kelompok tersebut. Dengan kata lain, walaupun anggota team nya bagus, namun leader tetap dipaksa harus memasukan satu orang sub ordinatnya ke kategori pertama sebesar 2,5%. Sebaliknya, bisa jadi semua anggota team nya adalah karyawan jenis death wood, tetap saja mau tidak mau harus memasukan 2,5% anggota team nya sebagai karyawan talent. Berasa ada yang salah bukan?
  • 74. 74 Kondisi seperti ini seharusnya tidak terjadi jika performance karyawan tersebut terdata dengan baik, sehingga karyawan dapat dinilai secara actual dan tidak perlu menggunakan Patokan Acuan Norma lagi. Gamification, bisa jadi menjadi sebuah solusi. Konsep ini adalah sebuah sistem kerja yang di dalamnya terdapat sistem skoring yang setiap berkala di up date sehingga semua orang bisa melihat. Salah satu good practice yang pernah saya alami adalah dengan rekan-rekan operator produksi. Tiap minggu, mereka diperlihatkan hasil performance "Pay Load (jumlah muatan) maupun ritasi (jumlah bolak-balik muatan)" oleh section Engineering. Sehingga operator bisa memonitor performance mereka sendiri. Selain meningkatkan keakuratan data, konsep ini bisa membuat karyawan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya. Walaupun tetap juga perlu diingat bahwa konsep gamification yang bagus adalah yang bisa menimbulkan kompetisi antar grup, bukan kompetisi individual. Jika perusahaan gagal membangun sistem gamification yang mendorong kompetisi antar gorup, maka sebenarnya perusahaan sedang menggali kuburannya sendiri dengan secara tidak sengaja membuat karyawan berusaha melakukan kecurangan untuk mencapai skor yang tinggi. Sepenting-pentingnya proses keakuratan pemberian nilai atas performance karyawan, dan analisa data yang dilakukan, sebenarnya masih ada satu proses lagi dalam penilaian performance appraisal yang tidak boleh dilupakan, yaitu proses coaching. Tanpa coaching nilai performance appraisal hanya sekedar nilai saja. Proses coaching performance appraisal yang bagus tentunya harus menjadikan karyawan diposisi learner (coachee) dan
  • 75. 75 coach disaat yang bersamaan. Dengan menjadi coach berarti karyawan berperan untuk mengemukakan gagasan–gagasan nya supaya nilai performance berikutnya semakin baik. Sedangkan saat menjadi coachee berarti, karyawan berperan untuk menerima feedback dari atasannya terkait gagasan-gagasan yang disampaikan. Dengan menjadi choacee, karyawan mendapat sudut pandang baru dari luar untuk mengembangkan dirinya. Dan saat menjadi coach, karyawan bisa berkomitmen terhadap hasil coaching. Karena dia adalah coach bagi dirinya sendiri Pencapaian dari target performance ini kemudian bisa dikelompoknya menjadi tiga. Kelompok pertama adalah kelompok yang memiliki low performance. Kelompok kedua adalah kelompok dengan middle performance. Dan kelompok ketiga adalah kelompok dengan high performance. Sekarang Anda sudah memiliki data pertama untuk mengidentifikasi mana karyawan Anda yang bisa dikategorikan sebagai talent. Point Penting : Target performance yang tidak dicascad dengan bagus akan mendatangkan masalah Target performance yang tercascad dengan bagus tanpa didukung orang yang bagus untuk menjalankan juga akan berakibat masalah Mengupdate dan membuat factual penilaian dengan visual management akan menjamin validitas data target performance dan semakin memotivasi kinerja karyawan
  • 76. 76 BEHAVIORAL EVENT INTERVIEW Setelah kita melihat hasil performance appraisal dari seorang karyawan, dan kita sudah melakukan moderasi maka kita akan menemukan karyawan dengan high performance. Singkatnya saat ada karyawan yang memiliki nilai performance appraisal sangat baik, maka kita sudah menemukan karyawan yang memiliki salah satu syarat untuk disebut talent, yaitu memiliki high performance. Melanjutkan process untuk sourcing and identification talent untuk menemukan karyawan yang memiliki syarat kedua high potential yang memiliki high competency bisa dilakukan dengan melakukan asessment. Bentuk assessment, untuk mengukut high potency bisa dilakukan dengan psikotes. Sedangkan untuk mengukur competency bisa dengan Interview Base On Competency atau lebih dikenal dengan Behavioral Event Interview (BEI). BEI mulai dikenal sebagai salah satu tools HRD ketika konsep competency base mendapat tempat didunia bisnis. BEI dikembangkan dari konsep investigasi dan introgasi intelejen dan militer serta kepolisian dalam mengorek dan menggali informasi strategis sesuai kebutuhan. Konsep ini kemudian dibawa kedalam dunia bisnis dan HRD dengan memasukkan unsur-unsur psikologi dan humanistik disesuaikan dengan kondisi yang ada. Teknik BEI ini sangat direkomendasikan dalam dunia seleksi karyawan, competency assessment, performance potential assessment (performance prediction), coaching maupun gap skills and behavior analysis. Teknik ini bahkan diklaim mampu menggali 70% competency yang dibutuhkan, dengan tingkat validasi tertinggi dibandingkan teknik-teknik dan tes-tes yang
  • 77. 77 lain. Cuma memang kelemahan metode interview adalah cenderung memakan waktu lama untuk menggali competency. Teknik dasar BEI adalah structural interview, artinya interview dilakukan secara sistematis untuk menggali competency calon karyawan. Pengguna teknik ini menyebut garis panduan tersebut dengan singkatan STAR. S nya merupakan singkatan dari Situation, T nya dari kata Task, A nya dari Action dan R nya dari Result. Bentuk pertanyaan terarah dengan STAR tadi berarti dalam menggali competency karyawan, pertanyaan dalam interview selalu diarahkan ke dalam situation, task, action dan result yang pernah dialami oleh calon karyawan. Dasar pemikiran nya adalah perilaku yang pernah dilakukan di masa lalu diprediksi akan dilakukan di masa kini dan masa depan. Sebagai contoh jika di masa lalu seorang karyawan pernah bertemu dengan situasi yang mengharuskannya melakukan problem solving, dan karyawan berhasil memecahkan masalah tersebut, maka di masa depan karyawan tersebut diprediksi akan melakukan hal yang sama untuk memecahkan masalah dengan. Dengan hasil ini maka assessor akan mengidentifikasi bahwa karyawan tersebut memiliki competency berupa problem solving. Pertanyaan yang mengarah pada Situation contohnya adalah pernahkah Anda terlibat dalam project tertentu? Atau kalau untuk seleksi fresh graduate contoh pertanyaannya, selama Anda kuliah apakah Anda terlibat dalam organisasi kampus? Inti pertanyaan di Situasi adalah menggali keterlibatan calon karyawan dalam situasi tertentu. Sedangkan pertanyaan di Task intinya adalah menggali job description calon karyawan terhadap situasi yang pernah dialami. Contoh pertanyaan di Task adalah, coba ceritakan tugas Anda dalam project yang melibatkan Anda?