SlideShare a Scribd company logo
1 of 65
CULTURE ENERGY
A Framework to Highly Engage Culture
Indira Maharani
Sebuah apresiasi
bagi para pemimpin masa kini dan masa depan,
yang meluaskan hati
untuk membaca buku saya.
DAFTAR ISI
v
DAFTAR ISI........................................................................... v
PRAKATA........................................................................... vii
UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................ix
ONE LIVING CULTURE.......................................................... 1
Time to Nurturing your Talent............................................ 1
A Broken Culture................................................................17
Character of a Strong Culture........................................... 24
How Culture Communicates............................................. 29
TWO CULTURE ENERGY..........................................................
What is Culture Energy..........................................................
4 Principles of Culture Energy................................................
#1 Connect & Belong..........................................................
#2 Values Strategy..............................................................
#3 Leading The Way............................................................
#4 Set it High......................................................................
THREE CULTURE ENERGY TOOLS.............................................
FOUR ENGAGING TALENT WITH CULTURE ENERGY................
vi
Engagement Background......................................................
Workforce Industry 4.0..........................................................
Fact of P.A.S.T........................................................................
Turn Over, Productivity & Financial.......................................
3 Ways to Engage Talent with Culture Energy.......................
#1 Happiness Factor
#2 Meaningful of Work & Joyful Employment..................
#3 Pride & Positive Recommendation..............................
3 Element of Engagement.....................................................
#1 CollaborAction.............................................................
#2 Focus on Positive Difference........................................
#3 Sustain.........................................................................
DAFTAR RUJUKAN..................................................................
PROFIL PENULIS......................................................................
PRAKATA
vii
Perjalanan menulis buku ini seperti perjalanan menemukan makna
hidup bagi saya. Seperti saat saya belajar di sebuah kelas inspirasi dan
memaknai success story orang lain. Success story ini mungkin mem-
buat seseorang semakin merasa rendah bahkan kian mencapai tit-
ik terendah, kemudian kehilangan makna. Selama menulis buku ini,
saya kian memahami bahwa makna hidup tiap orang bisa begitu be-
ragam. Hal yang tidak mudah dipahami bagi orang lain bahwa value
hidup sangat menentukan bagaimana behaviour mereka.
Saat ini saya melihat kian maraknya berbagai komunitas untuk
bertumbuh menyamakan value yang perlu mereka kontribusikan
kepada masyarakat. Saya menghargai itu. Sebuah dorongan sosial
menumbuhkan masyarakat untuk lebih memiliki kekuatan penuh
atas diri mereka dalam berperasaan, berpikir, dan bertindak. Mereka
menggunakan berbagai media untuk menumbuhkembangkan orang
lain agar memiliki sebuah kebutuhan pada era yang baru. Kebutuhan
ini meliputi adaptive, agile, dan innovative.
Saya semakin menghargai bahwa semakin banyak leader yang
mampu bertindak dan berbicara dengan hati, ketulusan, dan apresi-
asi. Saya menyadari bahwa sebagai seorang leader, mencari sebuah
kebenaran menjadi hal yang jauh lebih bermakna bagi hidupnya dan
orang lain. Bagi seorang leader, penting untuk membangun sebuah
hubungan dengan kejujuran dan mengikutsertakan orang lain untuk
viii
meng-create belong, serta berjuang bersama di tengah perkemban-
gan era bahwa leadership 4.0 mampu memiliki kompetensi respon-
sive.
Perjalanan ini membawa sebuah perubahan behaviour ke da-
lam diri saya untuk memahami bahwa bertanya adalah hal yang em-
powering others. Pada akhirnya, saya cenderung bertanya daripada
memilih untuk berkata-kata kepada orang lain, baik itu kepada ang-
gota keluarga, rekan kerja, dan siapa pun yang saya temui untuk lebih
meng-create connection. Bagi saya, lebih penting meminta feedback
daripada memberikan feedback saat tidak diminta. Sebuah level hid-
up yang berubah secara makna dan belum dapat mendefinisikan ke-
seluruhan artinya. Keseluruhan pertanyaan bagi saya dalam perjala-
nan ini adalah, “What would you do to make it better?”
Melalui buku ini, saya berharap besar agar orang lain dapat mem-
bangun timnya dengan sebuah kebiasaan yang baru, sebuah excite-
ment untuk bekerja bersama “as one shoulder to shoulder”, berpikir
satu, bertindak, dan memperbaiki apa pun yang dapat membuat situ-
asi berbeda bagi dirinya dan orang lain. Semakin besar masalah Anda
di dalam tim dan culture perusahaan yang ingin Anda selesaikan, se-
makin besar history yang akan Anda buat. Maka bertandinglah, ting-
galkanlah legacy, dan lakukan apa yang Anda anggap sebagai pang-
gilan diri Anda. Carilah mentor, coach, atau friendly support untuk
menggagas ide Anda.
Bagi saya, menumbuhkembangkan coaching adalah sesuatu
yang mutlak. Sejumlah refleksi bagaimana memunculkan motivasi
diri, menyemangati dalam diskusi pikiran, diskusi tindakan, dan di-
ix
skusi hati perlu dilakukan sebab melayani perusahaan dan korporasi
Anda adalah hal yang mutlak sebagai tanggung jawab. Sebagai seo-
rang leader, Anda perlu melakukan coach down, memastikan garis
strategi Anda selaras dengan perusahaan.
Selamat bertumbuh dan menumbuhkan tim Anda. Semoga Tu-
han selalu membersamai niat baik kita untuk membuat suatu lingkun-
gan dan situasi menjadi lebih baik bagi semua orang.
Stay Engaged and Lets Energizing your Culture!
UCAPAN
TERIMA KASIH
xi
Penulisan buku ini adalah berkah dari Allah SWT yang mempertemu-
kan saya dengan beberapa orang hebat dalam Komunitas Menulis
yang di-mentoring oleh Coach Surya Kresnanda. Buku ini adalah se-
buah karya dari seluruh kontribusi besar yang disusun oleh beberapa
orang hebat dalam penyelesaiannya. Oleh karena itu, saya ucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak berikut.
Tim Litera Media Tama yang membantu dari awal proyek menu-
lis bersama sampai penerbitan, terima kasih atas semangatnya yang
tak pernah padam! Seluruh inspiring leaders: Bapak Alamsyah Jo,
Alm. Ibu Made Sukerti, this is for you, Ibu Ita Saleh, Ibu Meita Tanjung,
Bapak Jopie J. Bambang, dan semua yang pernah bekerja bersama
saya di Marriott Internasional (Former Starwood Hotel & Resorts),
Sheraton Surabaya Hotel & Towers, Pakuwon Golf & Family Club,
Kemet Electronics Corporation (Former Evox Rifa), serta perusahaan
lain yang pernah menjadi jejak langkah saya di dunia praktisi human
resources.
Master coach engage & grow, Coach Marvin Suwarso─Action-
Coach, Coach Haryo Utomo Suryosumarto dan tim─Headhunter In-
xii
donesia, atas kesediaan berbagi dan menjadi sumber belajar bagi diri
saya dengan insight pembelajaran yang membanggakan. Para profes-
sional coaches yang membersamai langkah belajar saya selama ini,
Coach Mentor Wiwik Erly, S.E., M.M., CFP, ACC., para guru, dan alum-
ni Loop Institute of Coaching Surabaya. “Big Boss” saya Bapak Sahid
Sumitro dari AKSI Consulting & Training.
Para rekan dan comittee komunitas pembelajar di Human Re-
sources Community Indonesia yang membawa inspirasi pembelaja-
ran setiap hari dan Bapak Iman Bayuadji, S.H., M.M sebagai found-
er HRCI. Para klien, general manager, dan rekan inspiring business
owner yang menginspirasi langkah saya untuk meruncingkan bahasan
dalam buku saya. Rekan sesama pembelajar di kelas training, para
coachee, yang pernah membersamai langkah saya dalam memaknai
perjalanan belajar dan mengajar selama ini.
Special thanks to Founder & CEO Rachpro Consulting & Training,
Bapak Rachmat Hidayat, S.T., M.M. yang menyederhanakan langkah
saya dalam menapaki dunia corporate inhouse training, serta mem-
berikan motivasi dan masukan bagi buku ini. Sahabat hebat yang
menghebatkan, Ibu Bos Novia Amelia. Para sahabat hebat Millenials
Trainer Surabaya, Way Tjahjo, Aan Prasetya, Muhammad Haris Novi-
anto, Farah Nadia, dan Midzi. You are the best!
Finally, terima kasih kepada keluarga atas motivasi dan sup-
port-nya. Suami saya, Irwan Tirta beserta keluarga besar dan beloved
son Rakha Abiseka Tirta yang telah membawa keseruan dalam menu-
xiii
lis buku ini. Semua berkat kehangatan, kasih sayang, serta kebaikan
cinta kasih yang kalian berikan setiap hari. Ibu saya, Endang Bastiani
dan ayah saya, Alm. Kusmintoyo, adik-adik saya, Dewi Arianti dan
Adinda Kurniasari, serta keluarga besar yang telah memaknai perjala-
nan hidup saya.
Semoga Allah senantiasa memudahkan dan memberikan rida
atas penulisan buku ini.
xv
LIVING CULTURE
O N E
LIVING
CULTURE
CULTURE ENERGY
Indira Maharani
“IF YOU HIRE PEOPLE JUST
BECAUSE THEY CAN DO A JOB,
THEY’LL WORK FOR YOUR
MONEY. BUT IF YOU HIRE
PEOPLE WHO BELIEVE WHAT
YOU BELIEVE, THEY’LL WORK
FOR YOU WITH BLOOD, SWEAT,
AND TEARS.”
– Simon Sinek –
O N E
LIVING
CULTURE
1
Time to Nurturing your Talent (Waktunya Kian Peduli
pada Talent Anda)
Menurut Maxwell (2005), seseorang tidak akan peduli terhadap
sesuatu sampai kita peduli kepada mereka. Hal ini dikarenakan
kepedulian merupakan sinyal pembeda sebagai seorang manusia
yang biasa kita sebut empati.
Ketika kita memelihara seorang talent, banyak faktor yang me-
mengaruhi agar ia mampu bertumbuh baik dan berbuah sempurna
seperti yang diharapkan. Kita perlu memahami bahwa talent ibarat
sebuah pohon. Pohon yang bertumbuh dan berbuah baik pasti
dirawat dengan penuh kesungguhan, ia berasal dari bibit yang ung-
gul, ditanam di tanah yang sesuai, dipupuk, disiram, disinari dengan
cukup, serta ditempatkan di lahan dan lingkungan yang baik dan se-
suai.
Mari melihat, faktor apalagi yang dibutuhkan agar Anda dapat
menuai buah dari pohon yang Anda tanam?
2 CULTURE ENERGY
Ternyata banyak faktor yang memengaruhi, bukan?
Kita patut prihatin jika sebuah lingkungan kerja belum memiliki
support system yang friendly terhadap talent yang berpotensi baik.
Pengalaman ini saya rasakan ketika melakukan recruitment talent dan
menemukan fakta bahwa sebenarnya mereka dapat berkembang di
lingkungan, waktu, dan kesempatan yang tepat.
Pada era yang penuh dinamika ini, kita sangat membutuhkan tal-
ent unggul yang dapat mengisi pipeline perusahaan dan dapat menja-
di calon future leader yang memiliki kompetensi, baik secara profesi
maupun behaviour yang sesuai dengan culture organisasi mereka.
Memiliki talent yang kelak menjadi pemimpin pada era perubahan
sama halnya dengan memilih bibit pohon yang unggul, tahan hama,
berakar kuat, serta memiliki batang yang kokoh sehingga mampu ber-
tahan di tengah iklim yang kian tak menentu.
Dalam era perubahan atau yang disebut industri 4.0 ini, setiap
calon pekerja profesional diharapkan lebih mengenal potensi dirin-
ya sejak awal sebelum bergabung dengan suatu perusahaan. Den-
gan memahami nilai diri atau value proposition yang penting bagi
hidupnya maka talent tersebut dapat berkembang dengan perusa-
haan yang memiliki value yang sama dengan dirinya. Salah satu cara
mewujudkan value proposition ini yaitu dengan menggunakan self
discovery tools.
Melalui self discovery tools, calon pekerja profesional akan men-
getahui lebih jauh tentang kesesuaian dirinya dengan perusahaan.
3
LIVING CULTURE
Value proposition merupakan
hal unik dari setiap individu
yang mencakup work
personality, work interest,
work value, dan interaction
style.
Mereka dapat melihat value proposition yang mencakup work per-
sonality, work interest, work value, dan interaction style yang sesuai
bagi diri mereka. Selain itu, mereka juga akan mengetahui pekerjaan
apa saja yang mereka harapkan pada masa depan.
Value proposition mengubah mindset pekerja dengan melihat
suatu pekerjaan bukan hanya sebuah tugas, melainkan sebuah pang-
gilan bertumbuh secara profesional, personal, serta penuh dengan
harapan untuk kian berdampak kepada siapa pun yang berada di
sekitarnya. Para tenaga kerja milenial pun percaya bahwa perjalanan
bekerja bukan sebuah panggilan berkarier saja, tetapi lebih dari itu,
yaitu panggilan sosial.
Value proposition merupakan hal yang unik, berbeda, dan men-
jadi sebuah nilai, di mana nilai ini sudah berubah menjadi keyakinan
yang dimiliki oleh masing-masing individu. Dengan mengetahui value
proposition masing-masing, talent akan mendapatkan posisi terbaik
dalam dirinya, menemukan hal yang dapat ia kembangkan dari da-
lam dirinya sebagai pribadi yang unik dalam bekerja, menciptakan
ketertarikan diri terhadap suatu peker-
jaan tertentu, serta menciptakan ke-
mampuan menghubungkan skill yang
sesuai dengan pekerjaan atau organisasi
itu. Satu hal lagi yang terpenting adalah
menciptakan jenis interaksi sosial yang
sangat ia minati, yakni ketika dirinya diharapkan akan bermakna pent-
ing bagi organisasi.Value proposition memungkinkan kita memiliki
4 CULTURE ENERGY
seorang talent dengan keunggulan yang dapat dikontribusikan kepa-
da perusahaan. Kontribusi ini meliputi hasil kerja keras yang master-
piece dan yang bersumber dari keunikan dirinya. Hasil ini kemudian
akan terikat sebagai identitas diri yang diingat oleh perusahaan atau
menjadi suatu legacy bagi perusahaan yang ditinggalkannya. Bagi tal-
ent sendiri, kontribusi yang baik ini akan terus diingatnya. Ia menjadi
mampu mengetahui bagaimana melakukan sebuah kontribusi yang
baik, seperti apa perusahaan tempat ia bekerja pada saat itu, sep-
erti apa atasannya, seperti apa culture di lingkungan kerjanya, dan
bagaimana ia diapresiasi.
Namun, pertanyaannya kini kembali kepada Anda.
Apakah Anda sudah siap dengan adanya talent semacam itu di
dalam perusahaan Anda?
Apakah tim Anda sudah memiliki support system yang dapat
mendukung mereka untuk mengembangkan diri dan mengakses ke-
geniusannya?
Apakah perusahaan Anda sudah melahirkan situasi workplace
yang energize, fun, dan engage?
Kita bicara tentang generasi milenial yang menempati pasar ker-
ja saat ini. Mereka akan terus mengisi perusahaan Anda dan menjadi
future leader pada masing-masing lini perusahaan, membuat peruba-
han di organisasi, serta menumbuhkembangkan bisnis Anda. Mereka
terus bersiap memasuki pasar Anda, mereka adalah generasi yang
penuh motivasi dan self centric.
5
LIVING CULTURE
Apakah organisasi Anda
sudah siap diisi oleh generasi
milenial yang memiliki
high engagement dan siap
mengembangkan bisnis Anda?
So, bagaimanakah kesiapan
level organisasi Anda?
Bagaimana cara Anda membuat
mereka tertarik masuk ke dalam
perusahaan Anda saat ini?
Bagaimana cara Anda menjadikan mereka individu yang highly
engage dan loyal?
Apakah Anda sudah menyiapkan budaya kerja dan lingkungan
yang sesuai?
Ataukah sebaliknya? Budaya yang ada di lingkungan kerja Anda
belum mampu menumbuhkembangkan potensi diri mereka secara
baik sehingga timbul disengagement (tidak engage dengan perusa-
haan) dan disloyalty (tidak loyal kepada perusahaan) dalam diri mer-
eka.
6 CULTURE ENERGY
Mulailah dari menyatukan setiap individu menjadi sebuah tim
besar dengan satu visi yang sama. Tanamkan visi bahwa mereka
adalah bagian dari keluarga yang selalu ingin membantu satu sama
lain, meringankan kesulitan yang ada di dalam timnya, bersatu da-
lam menyelesaikan masalah dengan penuh rasa kebersamaan, serta
memiliki itikad baik dalam menjunjung tinggi respect dan integrity.
Dengan demikian, akan tercipta pula lingkungan kerja yang inspiratif.
Melalui suasana lingkungan kerja yang penuh inspirasi, visi-visi terse-
but akan hadir melalui tindakan nyata (couraging action).
Talent perlu memiliki motivasi untuk dapat menjadi seseorang
yang selalu menginspirasikan perubahan di perusahaan. Secara
culture, perusahaan perlu memiliki dorongan energi untuk dapat
menumbuhkembangkan generasi future leader, yaitu generasi den-
gan skill yang sesuai dengan kebutuhan di masanya, sesuai dengan
tantangan era, dan sesuai dengan kebutuhan strategi bisnis.
Selanjutnya, perusahaan perlu mempersiapkan talent genera-
si milenial untuk tumbuh menjadi future leader yang memiliki sikap
agile, kian adaptif terhadap perubahan, serta memiliki nilai diri
yang sesuai (align) dengan strategi bisnis. Mereka juga harus sela-
lu mengedepankan kepekaan dalam menghargai sebuah hubungan.
Mengapa sikap ini diperlukan?
7
LIVING CULTURE
World Economic Forum (2018) menyebutkan bah-
wa emotional intelligence adalah soft skill yang
muncul sebagai kebutuhan sisi humanis dan
diprediksi akan meningkat pada tahun 2022.
Pengetahuan seperti apa yang perlu perusahaan berikan agar
mereka dapat memenuhi semua kebutuhan itu?
Background (Latar Belakang)
Sebelum membahas beberapa hal lain, mari pahami terlebih tentang
teori apa yang dapat diungkap dari budaya organisasi guna menum-
buhkan efektivitas organisasi, serta keterkaitan di antaranya. Berikut
adalah gambaran keterkaitan antara teori culture, leadership, man-
agement, dan organisasi menurut Dr. Mahmuddin Yasin (2013).
Keterkaitan dalam Organisasi
Sumber: Yasin (2013)
8 CULTURE ENERGY
Gambar di atas menunjukkan keterkaitan komponen organisasi
satu sama lain. Organisasi yang efektif tidak lepas dari pengelolaan
atau manajemen yang baik. Manajemen memerlukan leader atau
pemimpin yang baik dan didukung oleh culture yang menopang
perkembangan dan pengelolaan organisasi tersebut.
Pada dasarnya, culture merupakan topangan dari sebuah shared
values yang diterjemahkan ke dalam aspek ketika mendesain suatu
organisasi. Sejalan dengan itu, sebuah teori yang diciptakan pada
tahun 1980 oleh McKinsey menjelaskan, bahwa terdapat beberapa
komponen yang memengaruhi culture, yaitu structure, system, style,
staff, skill, dan strategy. McKinsey Consultant (dalam Peters dan Wa-
terman, 1982) menerjemahkan sebuah desain organisasi dengan
nama 7S McKinsey Model dalam buku yang berjudul In Search of Ex-
cellence sebagai berikut:
1. strategy, yaitu cara yang digunakan untuk memenangkan pasar
persaingan dan keunggulan pelayanan;
2. system, yaitu prosedur formal dan informal yang membuat peru-
sahaan bertumbuh;
3. style (leadership), yaitu gaya kepemimpinan untuk melahirkan
pengaruh bagi tim di organisasi;
4. staff, yaitu karyawan yang menjadi sumber daya manusia di pe-
rusahaan;
5. skill, yaitu kemampuan yang diperlukan untuk merebut dan
berkembang di pasar;
9
LIVING CULTURE
6. structure, yaitu pembagian tugas dan koordinasi dalam organi-
sasi;
7. shared value, yaitu tatanan yang lebih tinggi yang membawa ke-
pada harfiah membimbing suatu nilai dan aspirasi.
Secara langsung, model ini menempatkan budaya organisasi se-
bagai sentral penggerak efektivitas organisasi sehingga semua kom-
ponen di sekitarnya dipengaruhi oleh shared values. Shared values
adalah hal-hal yang menjadi nilai pembeda dari suatu organisasi an-
tarkomponen dan terintegrasi dengan seluruh komponen yang ada.
Ia menjadi dasar dan titik pusat dengan garis-garis penghubung pada
enam komponen lainnya. Ia seperti ruh dalam setiap penataan kom-
ponen lainnya yang pada akhirnya memengaruhi efektivitas dan kin-
erja organisasi.
Diagram 7-S Mckinsey
Sumber: Peters, et.al (1982)
10 CULTURE ENERGY
Investasi sebuah culture memang tidak sederhana dan mudah.
Butuh waktu, biaya, dan energi untuk melakukan serangkaian lang-
kah menghidupkan culture sesuai dengan nilai yang ada. Butuh pula
pemberian penghargaan, perayaan, coaching, serta konsultasi bagi
semua lini dengan tim secara bersamaan. Hasil dari sebuah investasi
culture juga tidak dapat langsung dirasakan tanpa dilakukan akselera-
si dan pemeliharaan yang terus-menerus. Di samping itu, kebanyakan
leaders hanya berfokus pada angka produktivitas dan profit. Semakin
banyak angka yang dikeluarkan maka profit akan menjadi lebih kecil
dan tidak sesuai dengan yang mereka harapkan.
Kemudian, bagaimana membuat cultural shift yang penting bagi
suatu kinerja organisasi? Hal ini dapat dijawab dengan pernyataan
Edmonds (2014) berikut.
“35% pertumbuhan di nilai profit, kenaikan 40% di customer rat-
ing, 40% nilai engagement, dan culture akan membawa benefit saat
dilakukan refinement pada 6 atau 12 bulan jika seorang leader bera-
da pada jalurnya dan mengimplementasikan keseluruhan konstitusi
yang disepakati atau bahkan benefit yang lebih besar akan datang
pada 18 bulan atau 3 tahun setelah implementasi.”
Artinya, agar sebuah culture sesuai dengan performa yang di-
harapkan maka harus dibangun selama beberapa tahun agar dapat
membawa tim kepada nilai-nilai high engagement. Jika tim dalam
kondisi “highly engage” maka menurut Gallup (2017), tim tersebut
akan menghasilkan profit yang lebih tinggi sebesar 21%.
11
LIVING CULTURE
Banyak teori dan hipotesis yang mengkaji hubungan antara cul-
ture dengan kinerja. Beberapa teori bisa menjadi panduan dalam
merumuskan sebuah hubungan yang menguatkan. Teori pertama
berasal dari pengertian budaya menurut Kotter & Hesket (1992:16).
Keduanya mengatakan berikut.
“Culture is not the business, culture is not where the money
come from but culture is where the result come from.”
Bisa dipahami bahwa budaya bukan sebuah bisnis dan tidak se-
cara langsung melahirkan profit bagi organisasi, tetapi budaya akan
melahirkan hasil bagi organisasi.
Teori kedua berasal dari sebuah artikel yang ditulis oleh Pontefract
(2017). Artikel ini berisi penelitian
tentang dua dealer automobile yang
membawa produk sama dan melaku-
kan perbandingan atas hasil yang di-
peroleh dari culture department. Culture department ini membawa
ciri-ciri behavioural culture, yaitu involvement, consistency, adapt-
ability, dan mission. Hasilnya memberikan dampak bahwa culture
adalah sesuatu yang harus atau perlu dibentuk; hasil yang ditampil-
kan oleh culture department secara konsisten dapat memengaruhi
tingkat penjualan dan kepuasan customer.
Tidak ada bukti yang dapat menunjukkan mana di antara kinerja
atau culture yang memiliki keunggulan untuk memengaruhi terlebih
dahulu. Akan tetapi, penerapan culture pada sebuah perusahaan
Penerapan culture culture
yang berhasil akan
meningkatkan hasil kinerja
tim.
12 CULTURE ENERGY
(company culture) sangat berdampak langsung pada customer sat-
isfaction. Hal ini sesuai dengan pengalaman saya sebagai praktisi di
sebuah organisasi. Saya menjadi seorang service culture trainer yang
membawa misi bahwa setiap makna internalisasi company culture
membawa kita pada perubahan indikasi behaviour yang diharapkan
dapat mendukung kinerja organisasi. Menurut CultureIQ, company
culture adalah sekumpulan perilaku yang menyatakan, menentukan
bagaimana (how), dan melaksanakan sesuatu di perusahaan Anda
tentang bagaimana dan mengapa suatu hal itu perlu dilakukan.
Lalu, apa pengertian high performance culture?
Menurut Kim dan Bang (2013), high performance culture adalah
seperangkat perilaku atau aturan yang mengarahkan organisasi untuk
mencapai hasil yang unggul dengan menetapkan tujuan bisnis yang
jelas, mendefinisikan tugas dan tanggung jawab karyawan, mencip-
takan lingkungan yang dapat dipercaya, serta mendorong karyawan
untuk terus bertumbuh dan menemukan potensi terbaik dalam dir-
inya.
Mengapa organization culture penting? Berikut adalah skema
yang diambil dari Dr. Mahmudin Yasin (2013):
1. berperan strategis bagi kinerja organisasi;
2. penting bagi strategi organisasi;
3. faktor utama dalam reformasi perusahaan;
4. penting bagi pengembangan knowledge management;
13
LIVING CULTURE
5. memengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasi;
6. memengaruhi tingkat retensi pegawai;
7. dasar bagi komunikasi dan saling memahami dalam organisasi;
8. penting bagi kepemimpinan suatu organisasi (leadership).
Hal di atas dibenarkan dengan beberapa pernyataan yang tel-
ah dibahas dalam buku ini, yakni tentang bagaimana culture akan
memengaruhi kepuasan kerja (employee satisfaction), komitmen or-
ganisasi, dan pengaruh dalam retensi pegawai (engagement). Den-
gan merumuskan sebuah culture atau budaya maka akan membantu
kita dalam mengikat seluruh komponen yang ada di dalam organisasi
hingga memiliki satu komitmen penuh terhadap apa yang menjadi
misi bersama, dan secara tidak langsung menciptakan suatu lingkun-
gan kerja yang kondusif untuk tumbuh dan berkembang.
Saya pernah bekerja di Pulau Batam yang mayoritas pekerjanya
adalah pendatang dari pulau lain. Perusahaan yang yang saya tem-
pati ini memiliki keberagaman suku. Pada lembaran aplikasi lamaran
kerja, kami menyiapkan kolom isian berupa suku. Hal ini kami lakukan
dengan harapan dapat memahami culture value lokal yang dibawa
oleh masing-masing individu dari daerah mereka masing-masing,
mengetahui local value apa yang mampu dikomunikasikan dari indi-
vidu tersebut ke dalam tim dan organisasi, dan memungkinkan pene-
mpatan yang sesuai ke dalam job role perusahaan.
Kebiasaan berbeda yang saya lakukan yaitu berusaha berbic-
14 CULTURE ENERGY
ara dengan menirukan dialek mereka. Kebiasaan ini berguna untuk
membuat diri saya engage dan mampu mendapatkan insight tentang
pekerjaan maupun cerita individu satu sama lain. Kebiasaan ini saya
terapkan di berbagai tempat, baik itu di teras kantin, coffee corner,
atau asrama.
Keunikan budaya yang dibawa oleh masing-masing leader yang
kebetulan adalah warga negara asing dari negara yang berbeda di lev-
el manajerial, juga membawa kebiasaan bekerja yang berbeda pula
pada masing-masing departemen. Cross cultural communication dan
leadership juga memengaruhi kebiasaan mereka dalam berkomuni-
kasi dan bekerja.
Setelah itu, saya berpindah dari industri ke bidang hospitality
dengan sebuah proses dan support dari work environment. Bidang
ini membantu mentransformasi diri saya menjadi seseorang yang
memiliki perilaku dan kebiasaan yang berbeda dari sebelumnya. Se-
cara culture, organisasi ini telah berhasil memberikan dampak positif
terhadap diri saya sebagai individu dan seorang profesional.
Ketika pertama kali berada di lingkungan ini, hal pertama yang
saya sadari adalah sikap memulai segala sesuatu dengan senyuman,
dimulai dari staff entrance. Ini adalah sebuah perilaku default saat
berada di tempat kerja bahkan pada setiap sudut koridor. And I called
this as a simple magic! Ini adalah sebuah energi bagi kami untuk sal-
ing memotivasi dalam memulai hari.
15
LIVING CULTURE
Hal yang tergambar ketika awal saya memasuki dunia kerja da-
lam organisasi yang berdiri lebih dari 20 tahun tersebut adalah sua-
sana kerja yang sangat suportif, respect terhadap masing-masing val-
ues, dan sangat kolaboratif. Menurut mereka, ini adalah “1st
Family”,
tempat di mana mereka menjadi diri sendiri dan menikmati hubun-
gan yang terbaik sebagai keluarga besar, slogannya selalu kita kenal
dengan “where i belong”.
Keadaan tersebut serupa dengan pernyataan yang saya kutip
dari Sahota (2012).
“Budaya organisasi adalah sebuah ‘sistem makna bersama’
yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi
dengan organisasi lainnya, sedangkan sistem makna bersama adalah
sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.”
Setiap individu perlu memiliki kemampuan
untuk menerjemahkan nilai atau makna
bersama tersebut ke dalam diri mereka dan
menjunjung tinggi nilai tersebut melalui
perilaku yang sesuai dengan behaviour nilai
yang dianut perusahaan.
Makna nilai inilah yang akan menjadikan mereka sebagai individu
yang sesuai dengan nilai perusahaan dan dapat berkembang ses-
uai kompetensi diri mereka.
Berdasarkan beberapa catatan pengalaman praktisi HR, hal itu
masih menjadi tantangan tersendiri. Values perusahaan hanya ter-
16 CULTURE ENERGY
pampang di sudut-sudut perusahaan tanpa mampu dimaknai dan
ditampilkan dalam kegiatan bekerja dan berorganisasi di perusahaan.
Dalam persoalan engagement, praktisi HR sering kali terjebak
pada turn over ratio. Mereka menganggap nilai persentase turn over
ratio baik, tetapi sumber daya yang ada tidak mampu memberikan
dampak yang diharapkan oleh perusahaan. Selain itu, sebuah kinerja
dinilai secara periodik hanya dalam beberapa waktu ke depan, penuh
judgement, tuntutan, tetapi lupa akan apresiasi terhadap pelayanan
karyawan mereka sebelumnya. Perusahaan tidak melihat bahwa
pada hari-hari mereka, saat-saat penting, dan masa-masa sulit, bah-
wa karyawan ada untuk membantu perusahaan terus-menerus dan
berusaha memberikan yang terbaik.
Sebuah survei kecil pernah saya
lakukan terhadap beberapa praktisi
HR dan pekerja profesional dengan
pertanyaan, “Apa yang membuat
mereka belum dapat berkinerja dengan baik secara individu?”. Hasil-
nya adalah 33% menyatakan kurangnya apresiasi, 22% menyatakan
leader dan rekan kerja yang tidak mendukung prestasi kerja, dan 22%
lainnya menyatakan kurangnya tools dan sumber daya. Dari survei ini,
dapat dipetik sebuah makna tentang pentingnya sebuah culture apre-
siasi dalam mendukung kinerja individu atau tim di perusahaan.
Culture apresiasi sangat dibutuhkan
untuk mendukung kinerja tim maupun
individu.
17
LIVING CULTURE
A Broken Culture (Hancurnya Sebuah Budaya)
Sejarah mencatat tentang kasus perusahaan transportasi UBER yang
mengalami multiple crisis di dalam organisasinya. Hal ini karena be-
berapa konflik yang terjadi saat CEO dan founder UBER, Travis Kala-
nick, menjadi pemimpin saat itu. Konflik yang terjadi: memengaruhi
mindset menjadi aggressive dan no-prisoner; pencurian teknologi;
pelanggaran perilaku seksual; bullying; serta potensi kehilangan pas-
ar utama di London.
Pada Agustus 2017, Dara Khosrowshahi sebagai CEO yang baru
menyatakan permohonan maaf secara publik dan global atas apa
yang terjadi pada UBER. Dia menyatakan bahwa di dalam kepemi-
mpinan Travis Kalanick, perusahaan telah mengambil risiko hingga
mengakibatkan kehilangan yang besar. Dari kasus ini, kita dapat bela-
jar tentang seberapa harga yang harus dibayar oleh perusahaan aki-
bat sebuah penanaman nilai maupun culture yang sudah tidak lagi
relevan dan bertentangan dengan norma sosial. Culture itu tidak akan
menyelamatkan semua orang, baik karyawan, bisnis itu sendiri, atau
bahkan seorang CEO.
Sebelumnya, semua karyawan diminta untuk memiliki kemam-
puan yang dikenal sebagai UBER Competencies, di antaranya, fierce-
ness (keganasan) dan super pumpdness (antusiasme). Selanjutnya,
Khosrowshahi mencetuskan beberapa perubahan culture yang dike-
nalkan secara global, yakni “The New Eight Cultural Norms” yang
diinisiasi oleh survei berdasarkan ide dari 1.200 karyawan mereka
secara global dan di-voting 22.000 kali. Isi dari perubahan tersebut
18 CULTURE ENERGY
Perusahaan perlu memiliki leader
dengan kemampuan visionary dan
business strategy yang adaptif.
di antaranya adalah sebuah values yang baru: “We build globaly, we
live locally”; “We celebrate differences”; serta hal yang mendasar dan
tegas menurut mereka adalah “We do the right thing, period” (Oliver,
2018).
Mari kita mulai dengan melihat sebuah organisasi dengan kin-
erja yang rendah (low performance culture) yang belum berhasil da-
lam menerapkan culture yang sesuai bagi organisasinya. Bila ini yang
terjadi maka organisasi tersebut harus membayar low performance
culture tersebut, yang akhirnya berdampak pada profit dan image.
Low performance culture ini diciptakan oleh kebiasaan perilaku yang
dilakukan oleh anggota organisasi, tetapi tidak mencerminkan nilai
yang sesuai bagi organisasinya.
Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Kotter & Heskett (1992)
terhadap perusahaan dengan low performance culture. Dari pene-
litian tersebut, didapatkan hasil bahwa beberapa hal yang bisa me-
mengaruhi organisasi agar dapat melakukan kinerja yang baik di an-
taranya adalah: visionary leadership; good business strategy; serta
diimplementasikan pada sebuah grup yang memiliki komitmen tinggi.
Namun, mewujudkan kondisi tersebut bukan perkara yang mudah.
Hal yang menjadi tantangan saat memastikan bahwa bisnis tetap sus-
tain yakni semakin banyak karyawan yang harus direkrut maka or-
ganisasi bertumbuh makin besar, yang
artinya operasionalnya juga akan ber-
tambah rumit.
19
LIVING CULTURE
Hal tersebut menyebabkan banyak organisasi memutuskan un-
tuk melakukan promosi, merekrut, dan melakukan pengembangan
terhadap sumber daya manusianya sehingga dapat menjadi seorang
skilled manager. Skilled manager yaitu manajer yang bukan han-
ya memiliki pengetahuan struktur umum, baik itu sistem organisa-
si, budget, kontrol sebuah visi organisasi dan culture, ataupun yang
mampu menjadi inspirasi bagi karyawan, tetapi juga manajer yang
memiliki skill dan kompetensi sesuai dengan bidangnya. Manajer dan
leader-leader itulah yang terus-menerus mengisi posisi eksekutif di
beberapa perusahaan, di antara beberapa era perubahan dan hal
yang menjadi tuntutan industri saat ini. Oleh karena itu, perusahaan
perlu memiliki eksekutif dan leader yang juga memiliki kemampuan
visionary dan business strategy yang adaptif terhadap perubahan.
Terdapat tiga hal mengenai unhealthy culture yang timbul dari
beberapa persoalan terhadap culture menurut Kotter & Hesket
(1992) sebagai berikut.
1. Berkembangnya budaya arogansi yang kuat
Manajer atau leader bersifat superior terhadap hal yang ada, baik itu
ide, gagasan, ataupun perbaikan. Mereka juga memperlihatkan per-
ilaku sebagai seorang superior yang mengetahui segala hal tentang
pekerjaannya.
2. Tidak memberikan nilai penting
Nilai sebuah janji tidak diberikan kepada tiga hal penting bagi organi-
sasi atau perusahaan, yaitu customer, stakeholder, dan karyawan.
20 CULTURE ENERGY
3. Tidak adaptif terhadap perubahan.
Tidak mampunya beradaptasi dan melakukan perubahan pada
karyawan senior, terjadi penentangan, hingga perseteruan. Karyawan
senior memiliki kekhawatiran akan kehilangan superioritasnya.
Kotter & Heskett (1992) menyebutkan hal yang sama terjadi
pada Xerox. Pada tahun 1970-an, Xerox menjadi sangat intoleran ter-
hadap gagasan dan kepemimpinan. Sebuah keputusan yang dibuat
menjadi terpusat (centralized), eksperimen atau sebuah penemuan
menjadi hal yang sangat tidak diharapkan, dan eror menjadi hal yang
tidak ditoleransi. Orang yang menjalankan organisasi di keseharian-
nya dideskripsikan sebagai orang yang memiliki kecerdasan sangat
luar biasa sebagai individu, mampu mengelola manajemen dan men-
21
LIVING CULTURE
guasai angka, tetapi memiliki kualitas komunikasi yang kurang. Hal ini
menjadi tantangan tersendiri, di mana sebuah culture dilihat sebagai
faktor penghambat kinerja jangka panjang secara finansial, sebuah
culture yang bisa disebut sebagai poisonous culture.
Culture yang tidak adaptif akan terlihat sebagai karakter semen-
tara. Artinya, sebuah culture dilihat sebagai perilaku yang memiliki
ketergantungan dengan budaya yang ada pada saat itu saja. Hal ini
merupakan sebuah ketergantungan antara culture dengan struktur
kekuasaan yang ada di organisasi, sebuah hal yang sangat erat hubun-
gannya antara nilai (value) dengan emosi manusia.
Jika organisasi harus diubah menjadi
organisasi yang lebih adaptif dan memiliki
high performance pada era yang kompetitif
maka strategi perubahan adalah
hal yang penting.
Sebaliknya, diungkap oleh Kotter & Heskett (1992) bahwa organ-
isasi yang memiliki strong culture memiliki pendapatan empat kali
lipat lebih besar, 12 kali lipat nilai saham, dan merekrut karyawan
delapan kali lipat lebih banyak daripada yang memiliki low perfor-
mance culture. Beberapa isu cultural shift telah banyak dibahas oleh
beberapa eksekutif yang cukup banyak menggagas hal-hal untuk
melakukan re-built bisnis atau organisasi mereka. Tujuannya agar
dapat mengubah perilaku organisasi ke arah yang diharapkan.
22 CULTURE ENERGY
Perlu waktu yang panjang dalam melakukan transformasi culture
menjadi lebih baik, membuatnya mengarah pada hal yang diingink-
an, serta sesuai dengan cita-cita pada awal organisasi itu berdiri un-
tuk mencapai visi dan menghasilkan keuntungan bagi semua pihak.
Mulailah peduli dengan culture atau nilai penting yang Anda miliki
saat ini karena kata “culture” yang diartikan dari bahasa Latin “cultus”
memiliki arti ‘care’ atau peduli. Sebuah kata yang sarat akan makna.
Mari kita refleksikan, yang mana dari hal di bawah ini yang ter-
masuk culture perusahaan Anda? Berikut adalah level inspirasi se-
buah workplace culture inspiration. Menurut Edmonds (2014), level
inspirasi ini dapat dibagi menjadi lima dan diurutkan dari level kondisi
terendah sampai yang tertinggi.
Level Inspirasi Workplace Culture Inspiration
Kondisi Ciri-ciri
Disfungsi - Sering mengalami konflik terbuka.
- Sering terjadi ketidaksepahaman.
- Perlakuan buruk bagi karyawan dan cus-
tomer.
- Intimidasi sebagai bagian pemecahan
masalah.
- Terjadinya penyindiran dan bullying.
23
LIVING CULTURE
P e n u h
Tekanan
- Penuh ketegangan.
- Berkelompok dengan perlakuan khusus.
- Dikaitkan dengan situasi politik.
- Gurauan yang tidak pantas melalui rapat
atau e-mail.
- Perusakan tatanan dan tidak menghor-
mati usaha individu.
- Gosip dan isu sering menjadi hal yang
produktif dibicarakan.
- Sering ditemui penuduhan dan selalu
menyalahkan pihak lain.
Keteraturan - Penuh sopan santun.
- Semua serba teratur dan prosedural.
- Situasi interaksi formal, diplomatis, dan
profesional.
- Memiliki keamanan secara psikologis dan
saling menghargai.
Pengakuan - Penghargaan khusus sering dilakukan.
- Leaders dan rekan kerja selalu berterima
kasih atas usaha dan pencapaian.
- Senang memberikan penghargaan kepa-
da siapa pun.
24 CULTURE ENERGY
Legitimasi - Sebuah tempat kerja yang menjadi inspi-
rasi.
- Penghargaan tidak hanya diberikan saat
pencapaian saja, tetapi setiap saat.
- Pemberian tanggung jawab dan otoritas
dilakukan untuk membuat karyawan en-
gage.
- Anggota di dalam organisasi sangat in-
dependen dalam melakukan hal yang
diperlukan untuk memastikan kualitas
pelayanan atau produk.
- Karyawan merasa memiliki sikap positif,
sering tersenyum, dan sangat terhubung
dengan rekan kerjanya.
- Menghargai sebuah hubungan, sangat
dipercaya, dan memiliki nilai penting.
Sumber: Edmonds (2014)
Jadi, sampai di tatanan manakah organisasi Anda menempatkan
culture di lingkungan kerja?
Character of Strong Culture (Karakter Budaya yang
Kuat)
Definisi strong culture tak mungkin terlepas dari kata culture itu
sendiri, lalu apa sebenarnya definisi culture? Menurut O’reilly (1991),
culture adalah sebuah kontrol sosial yang dimiliki oleh organisasi yang
25
LIVING CULTURE
mengarahkannya pada perilaku tertentu. Jika dimaknai dengan kata
kontrol sosial yang bisa disebut dengan “norma”, culture menjadi
dasar sebuah kumpulan tindakan dan perilaku yang sesuai dengan
nilai yang diharapkan. Culture berhubungan dengan kumpulan shared
valued dan behaviour yang ada di dalam organisasi.
Jika shared value dan behaviour tersebut dapat dimaknai secara
mendalam oleh setiap anggota organisasi atau karyawan dan sesuai
dengan keyakinan yang dimilikinya maka hal itulah yang membuat
mereka merasa nyaman berada di organisasi tersebut. Dengan de-
mikian, timbul rasa berkomitmen dan loyal dalam diri mereka. Mer-
eka mampu melakukan hal yang lebih dari dalam diri mereka dan
menggerakkan dorongan diri, suatu praktik yang dipercaya membuat
seseorang merasa diberikan “intrinsicaly rewarding” atau termotivasi
dari dalam dirinya sendiri. Contohnya, semua anggota ikut terlibat
di dalam pembuatan suatu keputusan, mengakui, dan memberikan
penghargaan bagi kontribusi anggota.
Lalu, apakah sebuah strong culture itu? Kotter & Heskett (1992)
menjelaskannya sebagai berikut.
“Sebuah dasar yang menegaskan bahwa pelayanan kepada cus-
tomer, stakeholder, dan karyawan termasuk juga kepemimpinan ada-
lah hal yang begitu penting.”
Menurut Kotter & Heskett, sebuah strong culture juga memi-
liki kemampuan yang adaptif untuk memastikan bahwa strong cul-
26 CULTURE ENERGY
ture akan berdampak pada kinerja jangka panjang. Mereka juga
menyebutkan bahwa perusahaan berkinerja tinggi memiliki nilai per-
hatian yang tinggi dari manajer atau leader-nya kepada tiga hal yang
dianggap menjadi faktor pemicu culture adaptif. Perusahaan dengan
cultural values yang kuat juga memiliki tiga konstituen dalam men-
jalankan organisasi atau perusahaannya, yaitu:
1. Value customer
2. Value stockholder
3. Value employees
Di dalam organisasi, manajer atau leader akan bertindak den-
gan penuh strategi untuk melayani dan melindungi. Tidak hanya itu,
ia juga bertindak secara hati-hati dengan mempertimbangkan keti-
ga konstituen dalam menjalankan perusahaannya. Ketika manajer
tidak mempertimbangkan ketiga konstituen tersebut maka dapat
dikatakan bahwa manajer perlu melakukan sebuah adaptive culture.
Dalam jangka panjang, hal ini dapat berpengaruh pada suatu pertum-
buhan organisasi (sustainable growth).
Berikut adalah beberapa pertanyaan untuk melakukan analisis
singkat apakah organisasi Anda mempunyai ciri karakter strong cul-
ture.
1. Apakah manajer atau leader Anda berbicara tentang bagaimana
melakukan sesuatu sesuai dengan cara perusahaan Anda bekerja?
__________________________________________________
27
LIVING CULTURE
2. Apakah perusahaan Anda mempunyai slogan, semboyan, janji,
(kredo) yang diketahui dan dipatuhi oleh semua karyawan tanpa
terkecuali?
__________________________________________________
3. Apakah praktik bisnis yang dilakukan berdasar pada sebuah stan-
dar kebijakan yang telah ada sejak dulu atau kian berubah seiring
dengan perubahan pimpinan tertinggi?
__________________________________________________
4. Sebutkan tiga kata yang dapat mendeskripsikan budaya perusa-
haan Anda!
__________________________________________________
5. Apakah budaya yang Anda ketahui di perusahaan telah membantu
atau menghambat perusahaan Anda dalam meningkatkan kinerja
perusahaan selama 10 atau 15 tahun ke belakang?
_________________________________________________
(Pertanyaan di bawah ini akan mengidentifikasi adanya shared
value, keyakinan yang ditanamkan, serta kebijakan yang menga-
tur sebuah perusahaan)
6. Dalam skala 1–10, sejauh mana perusahaan Anda melakukan pe-
layanan terbaik kepada customer? Sebutkan gambarannya!
__________________________________________________
28 CULTURE ENERGY
7. Dalam skala 1–10, sejauh mana perusahaan Anda memberikan
penghargaan terbaik kepada karyawan? Sebutkan gambarannya!
__________________________________________________
8. Dalam skala 1–10, sejauh mana perusahaan Anda memberikan
yang terbaik kepada stakeholder? (employee, customer, stockhold-
er)
__________________________________________________
9. Apakah Anda mengetahui ketika culture ditentukan harus beru-
bah atau dilakukan perubahan langsung oleh pimpinan Anda?
__________________________________________________
Pertanyaan di atas akan memban-
tu Anda untuk menganalisis seberapa
jauh Anda sebagai seorang leader atau
karyawan dalam mengenal culture di perusahaan, bagaimana peru-
sahaan mengenalkan dan menjalankan culture yang mereka miliki,
hingga menegakkan komitmen yang kuat terhadap penerapan culture
tersebut. Strong culture equals to strong commitment. Bagaimana
culture itu berakar dan menguat dalam perusahaan bergantung pada
sejauh mana komitmen perusahaan, para leader, manajemen, hingga
level staf karyawannya melakukan tindakan yang berujung pada hasil
pelayanan terbaik untuk tiga konstituen tersebut.
Lalu bagaimana jika perusahaan belum siap berada pada tahap
penerapan culture tersebut?
Strong culture equals to
strong commitment.
29
LIVING CULTURE
Perusahaan mungkin masih sangat perlu beradaptasi dengan
perbedaan situasi yang amat berbeda ini menuju situasi yang seperti
harusnya, yaitu strong culture. Kita pasti tidak menginginkan low per-
formance culture berlangsung lebih lama lagi agar bisnis tetap berlan-
jut dan bertumbuh (sustain and grow).
How Culture Communicates (Bagaimana Sebuah Cul-
ture Bicara)
Sebuah culture organisasi berkomunikasi ketika kita mampu mengin-
ternalisasi value sebuah culture dengan baik, baik di luar dan di da-
lam organisasi. Sebagai dampak yang lebih jauh, culture organisasi
dapat menjadi suatu identitas diri perusahaan yang dibawa oleh se-
tiap individu.
Bagaimana cara menilai dan meraskan culture yang sudah men-
jadi identitas diri perusahaan ini?
Kita dapat menilai dan merasakan sebuah culture yang terta-
nam melalui sebuah pengalaman. Misalnya jika Anda pernah mera-
sakan sebuah wawancara kerja. Saat Anda datang pertama kali di pe-
rusahaan atau tempat itu, antara satu orang dengan orang yang lain
pasti memiliki pengalaman yang berbeda. Cara memberikan salam,
mempersiapkan wawancara, melakukan wawancara, mengenalkan
diri, atau reaksinya saat Anda menggunakan fasilitas ruangan dan
fasilitas umum akan memiliki perbedaan. Semua ini adalah sebuah
level pengalaman (experiences) yang bisa jadi merepresentasikan cul-
ture perusahaan itu.
30 CULTURE ENERGY
Hal yang lebih menarik lagi adalah
outcomes seorang leader berperilaku.
Outcomes ini meliputi caranya membuat
keputusan, melakukan tindakan, atau
melakukan sesuatu (how they are doing)
yang akan berpengaruh terhadap keyakinan (belief) atau pemikiran
para leader di bawahnya, yakni anggota tim yang ada di perusahaan
itu. Misalnya kita memiliki sosok seorang caring leaders (leaders yang
peduli) yang selalu menanamkan kepercayaan dan respek dengan
memberikan kemenangan tim, termasuk melakukan penghargaan
atas kerja keras. Misalnya juga, kita pernah dipimpin seorang leader
yang memiliki perilaku yang kurang positif dalam mengambil kepu-
tusan dan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan culture or-
ganisasi kita. Kedua hal itulah yang akan dilihat dan diyakini sebagai
behaviour yang diharapkan di dalam organisasi itu.
Itulah cara sebuah leadership atau bahkan organization culture
berbicara tentang apa yang ada di dalam organisasi mereka. Secara
tidak langsung, Anda akan mendapatkan pengalaman yang sama ke-
tika melihat sebuah interaksi tim yang ada di bawah pimpinannya. Hal
tersebut bisa menjadi pengecualian jika seseorang atau anggota tim
memiliki nilai (values) diri yang sangat kuat.
Pada kelas Service Culture yang pernah saya adakan di perusa-
haan, saya dan teman-teman melakukan observasi terhadap bebera-
pa outlet di shopping mall yang di antaranya adalah brand ternama.
Beberapa hal yang dapat kami amati di antaranya sebagai berikut.
Organization culture
berbicara melalui
level pengalaman
dan outcomes seorang
leader.
31
LIVING CULTURE
1. Bagaimana outlet tersebut terlihat bagi customer (kebersihan, pe-
nataan, lighting, dll.)?
2. Apa pengalaman yang ingin divisualisasikan oleh pemilik brand?
3. Apa hal menarik yang mengundang customer untuk masuk dan
melihat barang di outlet tersebut?
4. Apa yang dapat diamati dari pegawai outlet (keramahan, bantuan,
body language)?
Kami kembali dengan beberapa laporan observasi yang menun-
jukkan bahwa setiap brand memiliki pengalaman yang berbeda. Seti-
ap brand juga memiliki culture dalam memilih karyawan yang sesuai
dengan nilai brand mereka sehingga menghasilkan suatu pengalaman
dan behaviour yang dapat diamati dan diyakini bahwa itu adalah be-
haviour dari brand tersebut.
Ada satu brand sebuah tas kulit ternama di dunia yang tidak
membiarkan para window shopper observer berlama-lama di out-
let mereka. Menurut kami, perlakuan karyawan terhadap customer
dinilai kurang menyenangkan karena hanya menjawab seperlunya
saja. Menurut hasil observasi, mereka telah memiliki loyal customer
dan segmen pasar khusus yang telah menjadi panduan bagi mereka,
yaitu dengan melihat atau menilai dari saat pertama kali calon pem-
beli datang. Para pegawai sangat fokus memperhatikan dan melayani
pertanyaan loyal customer itu dengan baik. Cara berkomunikasi dan
body language yang diberikan sangat berbeda dengan karyawan out-
let biasanya, mereka sangat sophisticated & elegan.
32 CULTURE ENERGY
Kami melakukan hal yang sama pada internal perusahaan den-
gan menjadikan peserta training sebagai observer internal bagi
lingkungan kerja kami. Beberapa hal yang mereka amati adalah kese-
suaian dalam value brand kami. Berikut adalah hal-hal yang menjadi
objek observasi.
1. Apakah semua lingkungan kerja bersih dan mendapat pencaha-
yaan yang cukup dan menarik?
2. Apakah ada barang yang tidak tertata rapi di dalam lingkungan ker-
ja atau di lorong jalan menuju ruang kerja?
3. Apakah fasilitas yang ada tampak terawat dan dijaga dengan baik?
4. Bagaimana sikap karyawan saat bertemu di lorong-lorong ruang
kerja satu dengan yang lain?
5. Bagaimana perlakuan karyawan terhadap rekan kerja mereka?
6. Bagaimana suasana interaksi di ruangan kerja?
7. Bagaimana cara karyawan menyapa customer?
8. Bagaimana cara karyawan memperlakukan customer yang berma-
salah?
9. Apa yang dapat dilihat, didengar, dirasa, dicium, dan dipegang (five
senses) ketika memasuki properti mereka untuk pertama kali?
10. Bagaimana Anda memperhatikan peserta saat rapat atau per-
temuan terjadi?
11. Bagaimana rapat itu merumuskan dan memutuskan suatu mas-
alah bersama?
33
LIVING CULTURE
Pada akhir pengamatan, para peserta training diminta untuk
membuat suatu insight bersama dengan tim masing-masing. Insight
itu berisi tentang apa yang menjadi kesesuaian dan ketidaksesuaian
dengan value brand kami. Mereka juga menilai apakah culture itu se-
cara umum telah sesuai dengan implementasi di perusahaan kami,
serta menilai gap yang ada.
Memastikan bahwa Anda berada di state atau current condition
yang tepat akan membantu dalam memberikan value serta tindakan
perubahan yang harus dilakukan. Setelah menentukan gap antara
culture state saat ini (current) dan yang diinginkan (desire), Anda
dapat melakukan sebuah langkah yang harus diketahui semua stake-
holder. Tujuannya untuk melakukan sebuah konsultasi culture, terma-
suk mencari tahu langkah yang harus dilakukan bersama dengan para
leader atau langkah untuk membuat culture Anda lebih baik sehingga
berdampak secara kompetitif pada kinerja tim.
Akan lebih baik lagi apabila Anda mampu membuat suatu
pergerakan dan improvement untuk menciptakan perubahan yang
lebih baik bagi karyawan, bisnis, dan stakeholder. Anda juga harus
mulai berpikir tentang desain sebuah culture yang sesuai dengan
harapan semua pihak dan melakukan sebuah gerakan yang mengin-
spirasi semua orang untuk melakukan hal yang lebih baik dari hari ini.
Jadi, tetaplah semangat untuk menciptakan sebuah lingkungan kerja
yang selalu inspiring, fun dan engage!
34 CULTURE ENERGY
ONE
• Future workforce industry mengharapkan lebih mengenal nilai
diri (value proposition) calon pekerja sejak awal sebelum ber-
gabung dengan suatu perusahaan. Dengan value proposition
yang penting bagi hidup talent maka ia dapat berkembang
dengan perusahaan yang memiliki values yang sama dengan
dirinya.
• Shared values adalah hal yang dimaksud sebagai budaya or-
ganisasi dan menjadi nilai yang berbeda dengan yang lain.
Shared values diintegrasikan kepada seluruh komponen yang
ada di organisasi dan menjadi nilai yang penting.
• Salah satu peran strategis budaya dalam organisasi adalah me-
mengaruhi kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan tingkat
retensi pegawai.
• Broken culture yang terjadi pada UBER saat dipimpin oleh CEO
Kallanick dan Xerox pada tahun 1970 memiliki kesamaan ciri
sebuah culture yang tidak sehat, yaitu berkembangnya nilai
arogansi, tidak memegang nilai penting tiga pilar konstituen,
dan tidak adaptif terhadap perubahan.
• How culture communicates (bagaimana culture berbicara)
terlihat dalam bagaimana (how) setiap orang berperilaku
(behaviour) dalam keseharian mereka, dalam interaksi, men-
gambil keputusan, menyatakan pendapat, menyatakan keti-
35
LIVING CULTURE
daksetujuan, dan apa (what) yang terlihat dalam five senses
atau indera kita selama berada di perusahaan atau organisasi
tersebut.
• Observasi culture diperlukan untuk melihat sampai di mana
tingkat observatif karyawan kita terhadap shared values yang
mereka dapatkan.
36 CULTURE ENERGY
37
DAFTAR
RUJUKAN
Amstrong, Michael. 2010. Armstong’s Essential Human Resource
Management Practice: A Guide to People Management. London:
Kogan Page.
Atkinson, Marilyn, dan Rae T. Chois. 2016. Dinamika Batin dalam
Coaching. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bremer, Marcella. 2016. Overview: Change based on Culture and Pos-
itive Leadership. https://www.ocai-online.com/blog/2016 /10/
Overview-Change-based-on-Culture-and-Positive-Leadership
(17 Januari 2019).
BSCI. 2002. The Balanced Scorecard and Knowledge Management.
https://www.balancedscorecard.org/BSC-Knowledge-Manage-
ment (1 Februari 2019).
Cameron, Kim S., dan Robert E. Quinn. 2011. Diagnosing and Chang-
ing Organizational Culture. Hoboken: Wiley.
38
Chapman, Alan. 2014. Maslow’s Hierarcy of Needs. https://www.
businessballs.com/self-awareness/maslows-hierarchy-of-needs/
(18 Januari 2019).
Cirlce, No B.S. Inner. tanpa tahun. Working Together-Alan Mullaly.
https://vimeo.com/user8520281 (20 Desember 2018).
Clements, Alison. 2007. Workplace Stress Survey 2007: Red alert.
https://www.hrmagazine.co.uk/article-details/workplace-
stress-survey-2007-red-alert (30 Januari 2019).
Colvin, Geoff. 2006. The 100 Best Companies to Work for 2006.
http://archive.fortune.com/magazines/fortune/fortune_ar-
chive/2006/01/23/8366990/index.htm (1 Februari 2019).
Coyle, Daniel. 2018. The Culture Code. New York: Penguin Random
House.
CultureIQ. tanpa tahun. Strategic Corporate Culture. https://cul-
tureiq.com/blog/strategic-company-culture/ (27 Januari 2019).
Edmonds, S. Chris. 2014. The Culture Engine. Hoboken: Wiley.
Federman, Brad. 2009. Employee Engagement: A Roadmap for Cre-
ating Profits, Optimizing Performance, and Increasing Loyalty.
Hoboken: Wiley.
Fitoussi, Victoria. 2018. Top 7 Employee Onboarding Programs.
https://www.saplinghr.com/blog/top-7-employee-onboard-
ing-programs (20 Januari 2019).
39
Foley, Christa. tanpa tahun. Welcome to Zappos Insights!. https://
www.zapposinsights.com/start-here (5 Januari 2019).
Gallup Inc. 2017. State of The Global Workplace. New York: Gallup
Press.
Gallup Inc. tanpa tahun. Achiever. https://www.gallupstrengthscen-
ter.com/cms/de-de/gmj/622/achiever (23 Januari 2019).
Goldsmith, Marshall. 2010. MOJO. New York: Hachette Books.
Goldsmith, Marshall. 2017. Every Leader Has to Start Somewhere!.
http://www.marshallgoldsmith.com/articles/every-lead-
er-start-somewhere/ (29 Desember 2018).
Hackman, J. Richard dan Greg R. Oldham. 1975. “Development of
the Job Diagnostic Survey” dalam Journal of Applied Psychol-
ogy, 60(2), 159-170. Diambil dari: http://dx.doi.org/10.1037/
h0076546 (13 Desember 2018).
Hamlin, Bob dan Jim Stewart. 2011. “What is HRD? A definitional re-
view and synthesis of the HRD domain” dalam Journal of Europe-
an Industrial Training 35(3): 199-220. Diambil dari: https://doi.
org/10.1108/03090591111120377 (13 Desember 2018).
Hansen, Morten T. 2018. Great at Work: How Top Performers Work
Less and Achieve More. New York: Simon & Schuster.
Hirsch, Joe. 2017. The Feedback Fix: Dump The Past Embrance the
Future Lead Way. Lanham: Rowman & Littlefield.
40
Illy, Andrea. 2018. “Taking the long view on values for sustainable
business” dalam PwC Global Family Bussiness Survey 2018 The
values effect: 23–26. Diambil dari: https://www.pwc.com/gx/en/
family-business-services/assets/pwc-global-family-business-sur-
vey-2018.pdf (14 Januari 2019).
Kaplan, Robert S. dan Davis P. Norton. 1992. The Balance Scorecard
– Measures that Drive Performance. Boston: Harvard Business
School Publishing.
Kaplan, Robert S. dan Davis P. Norton. 1996. The Balace Scorecard:
Translating Strategy into Action. Boston: Harvard Business
School Press.
Kim, Jaewoo, dan Seung Cheon Bang. 2013. What are the Top Cultur-
al Characteristics That Appear in High-Performing Organizations
Across Multiple Industries?. http://digitalcommos.ilr.cornell.
edu/student/38/ (13 Januari 2019).
Koesomowidjojo, Suci R. M. 2017. Balance Score Card. Yogyakarta:
Niaga Swadaya.
Kotter, John P. dan James L. Heskett. 1992. Corporate Culture and Per-
formance. New York: The Free Press.
Marr, Bernard. 2018. 7 Benefits Of A Balance Scorecard. https://www.
bernardmarr.com/default.asp?contentID=972 (21 Januari 2019).
Mashlow, Abraham H. 2017. A Theory of Human Motivation. New
York: BN Publishing.
41
Maxwell, John C. 2005. Developing the Leader Within You. Nashville:
Thomas Nelson Inc.
Montgomery, Cynthia. 2012. The Strategist: Be The Leader Your Busi-
ness Needs. New York: Harper Business.
Newcomer, Eric dan Brad Stone. 2018. The Fall of Travis Kalanick
Was a Lot Weirder and Darker Than You Thought. https://www.
bloomberg.com/news/features/2018-01-18/the-fall-of-travis-
kalanick-was-a-lot-weirder-and-darker-than-you-thought (10
Januari 2019).
Nugroho, Indrawan. 2016. Rise Above The Crowd. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
O’Reilly, Charles A., dkk. 1991. “People Organization Culture: A Profile
Comparison Approach to Assessing Person-Organization Fit” da-
lam Academy of Management Journal 34(3): 487–516.
Oehler, Ken. 2018. 2018 Trends in Global Employee Engagement.
https://insights.humancapital.aon.com/talent-rewards-and-per-
formance/engagement-2018?utm_source=Ceros (24 Januari
2019).
Oliver. 2018. Cultural change: a Map for CEOs. https://www.thetimes.
co.uk/raconteur/business/cultural-change-map-ceos/ (19 Janu-
ari 2019).
Peters, Tom dan Robert Waterman. 1982. In Search of Excellence.
New York: Grand Central Publishing.
42
Pontefract, Dan. 2017. If Culture Comes First, Performance Will Fol-
low. https://www.forbes.com/sites/danpontefract/2017/05/25/
if-culture-comes-first-performance-will-follow/#31cf293b6e62
(13 Januari 2019).
Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi,
dan Aplikasi. Edisi Keenam. Terjemahan oleh Hadyana Pujaatma-
ka. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Romero, Rocky. tanpa tahun. Logical Level of Change. https://rocky-
romero.typepad.com/profit_coaching/ (18 Desember 2018).
Rowling, J.K. 2008. Text of J.K. Rowling’s Speech. https://news.har-
vard.edu/gazette/story/2008/06/text-of-j-k-rowling-speech/ (21
Januari 2019).
Sahota, Michael. 2012. An Agile Adoption and Transformation Surviv-
al Guide: Working with Organizational Culture. Morrisvile: Lulu.
com.
Srinivasan, C. 1999. “From ‘Vicious’ to ‘Virtuous’ Scorecard” dalam
Australian CPA. 69: 48–50.
Staats, Bradley R., dkk. 2013. “Reinventing Employee Onboarding”
dalam MIT Sloan Management Review 54(3): 23–28.
Tower Watson. 2013. 2013—2014 Change and Communication
ROI Study: The 10th Anniversary Report. https://www.tow-
erswatson.com/en/Insights/IC-Types/Survey-Research-Re-
43
sults/2013/12/2013-2014-change-and-communication-roi-
study (20 Desember 2018).
Twenge, Jean. 2006. Generation Me. New York: Free Press.
Ulrich, Dave, dkk. 2012. HR from The Outside In. New York: Mc-
Graw-Hill Education.
VA Wizard. tanpa tahun. The STAR Method. https://www.vawizard.
org/wiz-pdf/STAR_Method_Interviews.pdf (17 Desember 2018).
Whitener, Svetlana. 2018. What’s Holding You Back? How to Sepa-
rate Facts from Self-Limiting Beliefs. https://www.forbes.com/
sites/forbescoachescouncil/2018/08/13/whats-holding-you-
back-how-to-separate-facts-from-self-limiting-beliefs/#5be-
ba3eb1dff. (29 Januari 2019).
Wikipedia. tanpa tahun. Design Thinking. https://en.wikipedia.org/
wiki/Design_thinking (20 Januari 2019).
Wikipedia. 2019. Employee value proposition. https://en.wikipedia.
org/wiki/Employee_value_proposition (1 Februari 2019).
Wikipedia. tanpa tahun. Service-profit Chain. https://en.wikipedia.
org/wiki/Service–profit_chain (20 Januari 2019).
Woodley, P.M. 2006. Culture Management Through The Balanced
Scorecard: A Case Study. Tugas Disertasi. Cranfield University.
Cranfield.
44
World Economic Forum. 2018. Insight Report: The Future of Jobs Re-
port 2018. Jenewa: World Economic Forum.
Wyatt, Watson. 2007. Debunking the Myths of Employee Engagement
Survey 2006/2007. Washington DC: WorkUSA Survey Report.
Yasin, Mahmudin. 2013. Membangun Organisasi Berbudaya: Studi
BUMN. Bandung: Mizan Media Utama.
45
PROFIL
MENULIS
Indira Maharani adalah seorang former professional HR dengan pen-
galaman lebih dari 14 tahun di perusahaan multinasional dan inter-
national chain hotel.
Ia menjalani karier pada bidang service culture champion dan
beberapa kali memperoleh recognition dari perusahaannya. Saat ini,
Indira berprofesi sebagai consultant di lembaga konsultan dan train-
ing. Dengan bekal beberapa pendidikan nonformal, Indira berfokus
pada pelayanan transformasi culture and engagement.
Lets Get Connected! #cultureenergy #cultureenergycoach
Instagram : maharanie_indira
Facebook : Indira Maharani
Email		 : Indimah@gmail.com
46
Ebook Culture Energy oleh Indira Maharani

More Related Content

Similar to Ebook Culture Energy oleh Indira Maharani

Company Profile CerdasMulia Leadership and Training Center - Edisi Baru
Company Profile CerdasMulia Leadership and Training Center - Edisi BaruCompany Profile CerdasMulia Leadership and Training Center - Edisi Baru
Company Profile CerdasMulia Leadership and Training Center - Edisi Baru
Arry Rahmawan
 
Ebooktransformasimindset 110712015807-phpapp01
Ebooktransformasimindset 110712015807-phpapp01Ebooktransformasimindset 110712015807-phpapp01
Ebooktransformasimindset 110712015807-phpapp01
supoyono
 
118581569 pengaruh-senam-nifas-terhadap-kecepatan-penurunan-tinggi-fundus-ute...
118581569 pengaruh-senam-nifas-terhadap-kecepatan-penurunan-tinggi-fundus-ute...118581569 pengaruh-senam-nifas-terhadap-kecepatan-penurunan-tinggi-fundus-ute...
118581569 pengaruh-senam-nifas-terhadap-kecepatan-penurunan-tinggi-fundus-ute...
Operator Warnet Vast Raha
 

Similar to Ebook Culture Energy oleh Indira Maharani (20)

E book gratis-premium-panduan-menulis-buku
E book gratis-premium-panduan-menulis-bukuE book gratis-premium-panduan-menulis-buku
E book gratis-premium-panduan-menulis-buku
 
eBook-Gratis-Premium-Panduan-Menulis-Buku.pdf
eBook-Gratis-Premium-Panduan-Menulis-Buku.pdfeBook-Gratis-Premium-Panduan-Menulis-Buku.pdf
eBook-Gratis-Premium-Panduan-Menulis-Buku.pdf
 
E book gratis-premium-panduan-menulis-buku
E book gratis-premium-panduan-menulis-bukuE book gratis-premium-panduan-menulis-buku
E book gratis-premium-panduan-menulis-buku
 
Lembar depan yani‮cod.scr
Lembar depan yani‮cod.scrLembar depan yani‮cod.scr
Lembar depan yani‮cod.scr
 
Shalat kyusu
Shalat kyusuShalat kyusu
Shalat kyusu
 
Company Profile CerdasMulia Leadership and Training Center - Edisi Baru
Company Profile CerdasMulia Leadership and Training Center - Edisi BaruCompany Profile CerdasMulia Leadership and Training Center - Edisi Baru
Company Profile CerdasMulia Leadership and Training Center - Edisi Baru
 
2012 177 Jukran Satuan Komunitas Pramuka
2012 177 Jukran Satuan Komunitas Pramuka2012 177 Jukran Satuan Komunitas Pramuka
2012 177 Jukran Satuan Komunitas Pramuka
 
Tugas makalah
Tugas makalahTugas makalah
Tugas makalah
 
Makalah Kewirausahaan
Makalah KewirausahaanMakalah Kewirausahaan
Makalah Kewirausahaan
 
Paperwork program kepimpinan 2014 nadi cp
Paperwork program kepimpinan 2014 nadi cpPaperwork program kepimpinan 2014 nadi cp
Paperwork program kepimpinan 2014 nadi cp
 
Ebook Transformasi Mindset by Ronal Hutagalung
Ebook Transformasi Mindset by Ronal HutagalungEbook Transformasi Mindset by Ronal Hutagalung
Ebook Transformasi Mindset by Ronal Hutagalung
 
Ebooktransformasimindset 110712015807-phpapp01
Ebooktransformasimindset 110712015807-phpapp01Ebooktransformasimindset 110712015807-phpapp01
Ebooktransformasimindset 110712015807-phpapp01
 
MEMBANGKITKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN.pptx
MEMBANGKITKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN.pptxMEMBANGKITKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN.pptx
MEMBANGKITKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN.pptx
 
Budaya kerja organisasi pemda 2014
Budaya kerja organisasi pemda 2014Budaya kerja organisasi pemda 2014
Budaya kerja organisasi pemda 2014
 
1 kewirausahaan, asri lestari, hapzi ali, enterprenaurship, mercu buana 2018
1 kewirausahaan, asri lestari, hapzi ali, enterprenaurship, mercu buana 20181 kewirausahaan, asri lestari, hapzi ali, enterprenaurship, mercu buana 2018
1 kewirausahaan, asri lestari, hapzi ali, enterprenaurship, mercu buana 2018
 
1 kewirausahaan, asri lestari, hapzi ali, enterprenaurship, mercu buana 2018
1 kewirausahaan, asri lestari, hapzi ali, enterprenaurship, mercu buana 20181 kewirausahaan, asri lestari, hapzi ali, enterprenaurship, mercu buana 2018
1 kewirausahaan, asri lestari, hapzi ali, enterprenaurship, mercu buana 2018
 
118581569 pengaruh-senam-nifas-terhadap-kecepatan-penurunan-tinggi-fundus-ute...
118581569 pengaruh-senam-nifas-terhadap-kecepatan-penurunan-tinggi-fundus-ute...118581569 pengaruh-senam-nifas-terhadap-kecepatan-penurunan-tinggi-fundus-ute...
118581569 pengaruh-senam-nifas-terhadap-kecepatan-penurunan-tinggi-fundus-ute...
 
STANDAR PENILAIAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STANDAR PENILAIAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAMSTANDAR PENILAIAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STANDAR PENILAIAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
 
Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan khong hu cu perguruan tinggi maha...
Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan khong hu cu perguruan tinggi maha...Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan khong hu cu perguruan tinggi maha...
Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan khong hu cu perguruan tinggi maha...
 
Berpikir dan berjiwa besar
Berpikir dan berjiwa besarBerpikir dan berjiwa besar
Berpikir dan berjiwa besar
 

More from Ringga Arie Suryadi

More from Ringga Arie Suryadi (19)

Ebook Success Proposal oleh Hari Subagya
Ebook Success Proposal oleh Hari SubagyaEbook Success Proposal oleh Hari Subagya
Ebook Success Proposal oleh Hari Subagya
 
Confident Public Speaking oleh Rona Binham
Confident Public Speaking oleh Rona BinhamConfident Public Speaking oleh Rona Binham
Confident Public Speaking oleh Rona Binham
 
You are the Real Personal Success Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...
You are the Real Personal Success  Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...You are the Real Personal Success  Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...
You are the Real Personal Success Formula NLP Praktis untuk Transformasi men...
 
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N KuswandiEbook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
 
ebook work with fun by anthony dio martin
ebook work with fun by anthony dio martinebook work with fun by anthony dio martin
ebook work with fun by anthony dio martin
 
Buku Saku Mendidik Anak Di Era Digital
Buku Saku Mendidik Anak Di Era DigitalBuku Saku Mendidik Anak Di Era Digital
Buku Saku Mendidik Anak Di Era Digital
 
Ebook Build Responsibility with Love - Melatih Anak Mandiri dengan Cinta
Ebook Build Responsibility with Love - Melatih Anak Mandiri dengan CintaEbook Build Responsibility with Love - Melatih Anak Mandiri dengan Cinta
Ebook Build Responsibility with Love - Melatih Anak Mandiri dengan Cinta
 
Ebook Life Formula oleh Hari Subagya
Ebook Life Formula oleh Hari SubagyaEbook Life Formula oleh Hari Subagya
Ebook Life Formula oleh Hari Subagya
 
Ebook Essential Skills for New Manager Seri 1
Ebook Essential Skills for New Manager Seri 1Ebook Essential Skills for New Manager Seri 1
Ebook Essential Skills for New Manager Seri 1
 
BPJSTKU aplikasi android BPJS Ketenagakerjaan
BPJSTKU aplikasi android BPJS KetenagakerjaanBPJSTKU aplikasi android BPJS Ketenagakerjaan
BPJSTKU aplikasi android BPJS Ketenagakerjaan
 
Buku Digital People Development Evolution - Rahasia Evolusi Trainer dalam Mer...
Buku Digital People Development Evolution - Rahasia Evolusi Trainer dalam Mer...Buku Digital People Development Evolution - Rahasia Evolusi Trainer dalam Mer...
Buku Digital People Development Evolution - Rahasia Evolusi Trainer dalam Mer...
 
Ebook Rahasia membuat surat lamaran pekerjaan yang menarik dan efektif oleh R...
Ebook Rahasia membuat surat lamaran pekerjaan yang menarik dan efektif oleh R...Ebook Rahasia membuat surat lamaran pekerjaan yang menarik dan efektif oleh R...
Ebook Rahasia membuat surat lamaran pekerjaan yang menarik dan efektif oleh R...
 
Ebook panduan pelayanan bimbingan karir bagi guru bimbingan konseling
Ebook panduan pelayanan bimbingan karir bagi guru bimbingan konselingEbook panduan pelayanan bimbingan karir bagi guru bimbingan konseling
Ebook panduan pelayanan bimbingan karir bagi guru bimbingan konseling
 
Ebook 7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini
Ebook 7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzainiEbook 7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini
Ebook 7 teknik bicara bangun personal branding jamil azzaini
 
Kamus Kompetensi Spencer
Kamus Kompetensi SpencerKamus Kompetensi Spencer
Kamus Kompetensi Spencer
 
Ebook rahasia jawaban wawancara kerja oleh Ringga Arie
Ebook rahasia jawaban wawancara kerja oleh Ringga ArieEbook rahasia jawaban wawancara kerja oleh Ringga Arie
Ebook rahasia jawaban wawancara kerja oleh Ringga Arie
 
Competency model by SHRM
Competency model by SHRMCompetency model by SHRM
Competency model by SHRM
 
The art of innovation dari guy kawasaki
The art of innovation dari guy kawasakiThe art of innovation dari guy kawasaki
The art of innovation dari guy kawasaki
 
Contoh makalah program kreativitas mahasiswa kewirausahaan
Contoh makalah program kreativitas mahasiswa kewirausahaanContoh makalah program kreativitas mahasiswa kewirausahaan
Contoh makalah program kreativitas mahasiswa kewirausahaan
 

Recently uploaded

BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
FORTRESS
 
Perkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di Indonesia
Perkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di IndonesiaPerkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di Indonesia
Perkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di Indonesia
langkahgontay88
 
ATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARU
ATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARUATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARU
ATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARU
sayangkamuu240203
 
Abortion pills in Muscat ( Oman) +966572737505! Get CYTOTEC, unwanted kit mis...
Abortion pills in Muscat ( Oman) +966572737505! Get CYTOTEC, unwanted kit mis...Abortion pills in Muscat ( Oman) +966572737505! Get CYTOTEC, unwanted kit mis...
Abortion pills in Muscat ( Oman) +966572737505! Get CYTOTEC, unwanted kit mis...
Abortion pills in Riyadh +966572737505 get cytotec
 

Recently uploaded (20)

CALL/WA: 0822 348 60 166 ( TSEL ) Jasa Digital Marketing Solo
CALL/WA: 0822 348 60 166 ( TSEL ) Jasa Digital Marketing SoloCALL/WA: 0822 348 60 166 ( TSEL ) Jasa Digital Marketing Solo
CALL/WA: 0822 348 60 166 ( TSEL ) Jasa Digital Marketing Solo
 
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan Penggajian.pptx
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan   Penggajian.pptxBab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan   Penggajian.pptx
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan Penggajian.pptx
 
Pelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)ppt
Pelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)pptPelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)ppt
Pelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)ppt
 
UNIKBET : Bandar Slot Gacor Pragmatic Play Deposit Pakai Bank Mega Bonus Berl...
UNIKBET : Bandar Slot Gacor Pragmatic Play Deposit Pakai Bank Mega Bonus Berl...UNIKBET : Bandar Slot Gacor Pragmatic Play Deposit Pakai Bank Mega Bonus Berl...
UNIKBET : Bandar Slot Gacor Pragmatic Play Deposit Pakai Bank Mega Bonus Berl...
 
analisa kelayakan bisnis aspek keuangan.
analisa kelayakan bisnis aspek keuangan.analisa kelayakan bisnis aspek keuangan.
analisa kelayakan bisnis aspek keuangan.
 
STRATEGI BERSAING MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT
STRATEGI BERSAING MENGGUNAKAN ANALISIS SWOTSTRATEGI BERSAING MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT
STRATEGI BERSAING MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT
 
abortion pills in Kuwait City+966572737505 get Cytotec
abortion pills in Kuwait City+966572737505 get Cytotecabortion pills in Kuwait City+966572737505 get Cytotec
abortion pills in Kuwait City+966572737505 get Cytotec
 
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
 
ASKEP WAHAM KELOMPOK 4 vvvvvvvvvPPT.pptx
ASKEP WAHAM KELOMPOK 4 vvvvvvvvvPPT.pptxASKEP WAHAM KELOMPOK 4 vvvvvvvvvPPT.pptx
ASKEP WAHAM KELOMPOK 4 vvvvvvvvvPPT.pptx
 
Perkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di Indonesia
Perkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di IndonesiaPerkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di Indonesia
Perkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di Indonesia
 
Nilai-Waktu-Uang.pptx kdgmkgkdm ksfmkdkmdg
Nilai-Waktu-Uang.pptx kdgmkgkdm ksfmkdkmdgNilai-Waktu-Uang.pptx kdgmkgkdm ksfmkdkmdg
Nilai-Waktu-Uang.pptx kdgmkgkdm ksfmkdkmdg
 
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot BesarBAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
 
PPT Klp 5 Sistem Informasi Manajemen.pdf
PPT Klp 5 Sistem Informasi Manajemen.pdfPPT Klp 5 Sistem Informasi Manajemen.pdf
PPT Klp 5 Sistem Informasi Manajemen.pdf
 
UNIKBET : Agen Slot Resmi Pragmatic Play Ada Deposit Sesama Linkaja
UNIKBET : Agen Slot Resmi Pragmatic Play Ada Deposit Sesama LinkajaUNIKBET : Agen Slot Resmi Pragmatic Play Ada Deposit Sesama Linkaja
UNIKBET : Agen Slot Resmi Pragmatic Play Ada Deposit Sesama Linkaja
 
Pernyataan SAK 1 Pelaporan Keuangan.pptx
Pernyataan SAK 1 Pelaporan Keuangan.pptxPernyataan SAK 1 Pelaporan Keuangan.pptx
Pernyataan SAK 1 Pelaporan Keuangan.pptx
 
Media Pembelajaran Ekonomi XI - Bab 5.pptx
Media Pembelajaran Ekonomi XI - Bab 5.pptxMedia Pembelajaran Ekonomi XI - Bab 5.pptx
Media Pembelajaran Ekonomi XI - Bab 5.pptx
 
ATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARU
ATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARUATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARU
ATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARU
 
Administrasi Kelompok Tani atau kelompok wanita tani
Administrasi Kelompok Tani  atau kelompok wanita taniAdministrasi Kelompok Tani  atau kelompok wanita tani
Administrasi Kelompok Tani atau kelompok wanita tani
 
Abortion pills in Muscat ( Oman) +966572737505! Get CYTOTEC, unwanted kit mis...
Abortion pills in Muscat ( Oman) +966572737505! Get CYTOTEC, unwanted kit mis...Abortion pills in Muscat ( Oman) +966572737505! Get CYTOTEC, unwanted kit mis...
Abortion pills in Muscat ( Oman) +966572737505! Get CYTOTEC, unwanted kit mis...
 
PERAN DAN FUNGSI KOPERASI-TUGAS PPT NOVAL 2B.pptx
PERAN DAN FUNGSI KOPERASI-TUGAS PPT NOVAL 2B.pptxPERAN DAN FUNGSI KOPERASI-TUGAS PPT NOVAL 2B.pptx
PERAN DAN FUNGSI KOPERASI-TUGAS PPT NOVAL 2B.pptx
 

Ebook Culture Energy oleh Indira Maharani

  • 1.
  • 2.
  • 3. CULTURE ENERGY A Framework to Highly Engage Culture Indira Maharani
  • 4.
  • 5. Sebuah apresiasi bagi para pemimpin masa kini dan masa depan, yang meluaskan hati untuk membaca buku saya.
  • 6.
  • 7. DAFTAR ISI v DAFTAR ISI........................................................................... v PRAKATA........................................................................... vii UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................ix ONE LIVING CULTURE.......................................................... 1 Time to Nurturing your Talent............................................ 1 A Broken Culture................................................................17 Character of a Strong Culture........................................... 24 How Culture Communicates............................................. 29 TWO CULTURE ENERGY.......................................................... What is Culture Energy.......................................................... 4 Principles of Culture Energy................................................ #1 Connect & Belong.......................................................... #2 Values Strategy.............................................................. #3 Leading The Way............................................................ #4 Set it High...................................................................... THREE CULTURE ENERGY TOOLS............................................. FOUR ENGAGING TALENT WITH CULTURE ENERGY................
  • 8. vi Engagement Background...................................................... Workforce Industry 4.0.......................................................... Fact of P.A.S.T........................................................................ Turn Over, Productivity & Financial....................................... 3 Ways to Engage Talent with Culture Energy....................... #1 Happiness Factor #2 Meaningful of Work & Joyful Employment.................. #3 Pride & Positive Recommendation.............................. 3 Element of Engagement..................................................... #1 CollaborAction............................................................. #2 Focus on Positive Difference........................................ #3 Sustain......................................................................... DAFTAR RUJUKAN.................................................................. PROFIL PENULIS......................................................................
  • 9. PRAKATA vii Perjalanan menulis buku ini seperti perjalanan menemukan makna hidup bagi saya. Seperti saat saya belajar di sebuah kelas inspirasi dan memaknai success story orang lain. Success story ini mungkin mem- buat seseorang semakin merasa rendah bahkan kian mencapai tit- ik terendah, kemudian kehilangan makna. Selama menulis buku ini, saya kian memahami bahwa makna hidup tiap orang bisa begitu be- ragam. Hal yang tidak mudah dipahami bagi orang lain bahwa value hidup sangat menentukan bagaimana behaviour mereka. Saat ini saya melihat kian maraknya berbagai komunitas untuk bertumbuh menyamakan value yang perlu mereka kontribusikan kepada masyarakat. Saya menghargai itu. Sebuah dorongan sosial menumbuhkan masyarakat untuk lebih memiliki kekuatan penuh atas diri mereka dalam berperasaan, berpikir, dan bertindak. Mereka menggunakan berbagai media untuk menumbuhkembangkan orang lain agar memiliki sebuah kebutuhan pada era yang baru. Kebutuhan ini meliputi adaptive, agile, dan innovative. Saya semakin menghargai bahwa semakin banyak leader yang mampu bertindak dan berbicara dengan hati, ketulusan, dan apresi- asi. Saya menyadari bahwa sebagai seorang leader, mencari sebuah kebenaran menjadi hal yang jauh lebih bermakna bagi hidupnya dan orang lain. Bagi seorang leader, penting untuk membangun sebuah hubungan dengan kejujuran dan mengikutsertakan orang lain untuk
  • 10. viii meng-create belong, serta berjuang bersama di tengah perkemban- gan era bahwa leadership 4.0 mampu memiliki kompetensi respon- sive. Perjalanan ini membawa sebuah perubahan behaviour ke da- lam diri saya untuk memahami bahwa bertanya adalah hal yang em- powering others. Pada akhirnya, saya cenderung bertanya daripada memilih untuk berkata-kata kepada orang lain, baik itu kepada ang- gota keluarga, rekan kerja, dan siapa pun yang saya temui untuk lebih meng-create connection. Bagi saya, lebih penting meminta feedback daripada memberikan feedback saat tidak diminta. Sebuah level hid- up yang berubah secara makna dan belum dapat mendefinisikan ke- seluruhan artinya. Keseluruhan pertanyaan bagi saya dalam perjala- nan ini adalah, “What would you do to make it better?” Melalui buku ini, saya berharap besar agar orang lain dapat mem- bangun timnya dengan sebuah kebiasaan yang baru, sebuah excite- ment untuk bekerja bersama “as one shoulder to shoulder”, berpikir satu, bertindak, dan memperbaiki apa pun yang dapat membuat situ- asi berbeda bagi dirinya dan orang lain. Semakin besar masalah Anda di dalam tim dan culture perusahaan yang ingin Anda selesaikan, se- makin besar history yang akan Anda buat. Maka bertandinglah, ting- galkanlah legacy, dan lakukan apa yang Anda anggap sebagai pang- gilan diri Anda. Carilah mentor, coach, atau friendly support untuk menggagas ide Anda. Bagi saya, menumbuhkembangkan coaching adalah sesuatu yang mutlak. Sejumlah refleksi bagaimana memunculkan motivasi diri, menyemangati dalam diskusi pikiran, diskusi tindakan, dan di-
  • 11. ix skusi hati perlu dilakukan sebab melayani perusahaan dan korporasi Anda adalah hal yang mutlak sebagai tanggung jawab. Sebagai seo- rang leader, Anda perlu melakukan coach down, memastikan garis strategi Anda selaras dengan perusahaan. Selamat bertumbuh dan menumbuhkan tim Anda. Semoga Tu- han selalu membersamai niat baik kita untuk membuat suatu lingkun- gan dan situasi menjadi lebih baik bagi semua orang. Stay Engaged and Lets Energizing your Culture!
  • 12.
  • 13. UCAPAN TERIMA KASIH xi Penulisan buku ini adalah berkah dari Allah SWT yang mempertemu- kan saya dengan beberapa orang hebat dalam Komunitas Menulis yang di-mentoring oleh Coach Surya Kresnanda. Buku ini adalah se- buah karya dari seluruh kontribusi besar yang disusun oleh beberapa orang hebat dalam penyelesaiannya. Oleh karena itu, saya ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut. Tim Litera Media Tama yang membantu dari awal proyek menu- lis bersama sampai penerbitan, terima kasih atas semangatnya yang tak pernah padam! Seluruh inspiring leaders: Bapak Alamsyah Jo, Alm. Ibu Made Sukerti, this is for you, Ibu Ita Saleh, Ibu Meita Tanjung, Bapak Jopie J. Bambang, dan semua yang pernah bekerja bersama saya di Marriott Internasional (Former Starwood Hotel & Resorts), Sheraton Surabaya Hotel & Towers, Pakuwon Golf & Family Club, Kemet Electronics Corporation (Former Evox Rifa), serta perusahaan lain yang pernah menjadi jejak langkah saya di dunia praktisi human resources. Master coach engage & grow, Coach Marvin Suwarso─Action- Coach, Coach Haryo Utomo Suryosumarto dan tim─Headhunter In-
  • 14. xii donesia, atas kesediaan berbagi dan menjadi sumber belajar bagi diri saya dengan insight pembelajaran yang membanggakan. Para profes- sional coaches yang membersamai langkah belajar saya selama ini, Coach Mentor Wiwik Erly, S.E., M.M., CFP, ACC., para guru, dan alum- ni Loop Institute of Coaching Surabaya. “Big Boss” saya Bapak Sahid Sumitro dari AKSI Consulting & Training. Para rekan dan comittee komunitas pembelajar di Human Re- sources Community Indonesia yang membawa inspirasi pembelaja- ran setiap hari dan Bapak Iman Bayuadji, S.H., M.M sebagai found- er HRCI. Para klien, general manager, dan rekan inspiring business owner yang menginspirasi langkah saya untuk meruncingkan bahasan dalam buku saya. Rekan sesama pembelajar di kelas training, para coachee, yang pernah membersamai langkah saya dalam memaknai perjalanan belajar dan mengajar selama ini. Special thanks to Founder & CEO Rachpro Consulting & Training, Bapak Rachmat Hidayat, S.T., M.M. yang menyederhanakan langkah saya dalam menapaki dunia corporate inhouse training, serta mem- berikan motivasi dan masukan bagi buku ini. Sahabat hebat yang menghebatkan, Ibu Bos Novia Amelia. Para sahabat hebat Millenials Trainer Surabaya, Way Tjahjo, Aan Prasetya, Muhammad Haris Novi- anto, Farah Nadia, dan Midzi. You are the best! Finally, terima kasih kepada keluarga atas motivasi dan sup- port-nya. Suami saya, Irwan Tirta beserta keluarga besar dan beloved son Rakha Abiseka Tirta yang telah membawa keseruan dalam menu-
  • 15. xiii lis buku ini. Semua berkat kehangatan, kasih sayang, serta kebaikan cinta kasih yang kalian berikan setiap hari. Ibu saya, Endang Bastiani dan ayah saya, Alm. Kusmintoyo, adik-adik saya, Dewi Arianti dan Adinda Kurniasari, serta keluarga besar yang telah memaknai perjala- nan hidup saya. Semoga Allah senantiasa memudahkan dan memberikan rida atas penulisan buku ini.
  • 16.
  • 17. xv LIVING CULTURE O N E LIVING CULTURE CULTURE ENERGY Indira Maharani
  • 18. “IF YOU HIRE PEOPLE JUST BECAUSE THEY CAN DO A JOB, THEY’LL WORK FOR YOUR MONEY. BUT IF YOU HIRE PEOPLE WHO BELIEVE WHAT YOU BELIEVE, THEY’LL WORK FOR YOU WITH BLOOD, SWEAT, AND TEARS.” – Simon Sinek –
  • 19. O N E LIVING CULTURE 1 Time to Nurturing your Talent (Waktunya Kian Peduli pada Talent Anda) Menurut Maxwell (2005), seseorang tidak akan peduli terhadap sesuatu sampai kita peduli kepada mereka. Hal ini dikarenakan kepedulian merupakan sinyal pembeda sebagai seorang manusia yang biasa kita sebut empati. Ketika kita memelihara seorang talent, banyak faktor yang me- mengaruhi agar ia mampu bertumbuh baik dan berbuah sempurna seperti yang diharapkan. Kita perlu memahami bahwa talent ibarat sebuah pohon. Pohon yang bertumbuh dan berbuah baik pasti dirawat dengan penuh kesungguhan, ia berasal dari bibit yang ung- gul, ditanam di tanah yang sesuai, dipupuk, disiram, disinari dengan cukup, serta ditempatkan di lahan dan lingkungan yang baik dan se- suai. Mari melihat, faktor apalagi yang dibutuhkan agar Anda dapat menuai buah dari pohon yang Anda tanam?
  • 20. 2 CULTURE ENERGY Ternyata banyak faktor yang memengaruhi, bukan? Kita patut prihatin jika sebuah lingkungan kerja belum memiliki support system yang friendly terhadap talent yang berpotensi baik. Pengalaman ini saya rasakan ketika melakukan recruitment talent dan menemukan fakta bahwa sebenarnya mereka dapat berkembang di lingkungan, waktu, dan kesempatan yang tepat. Pada era yang penuh dinamika ini, kita sangat membutuhkan tal- ent unggul yang dapat mengisi pipeline perusahaan dan dapat menja- di calon future leader yang memiliki kompetensi, baik secara profesi maupun behaviour yang sesuai dengan culture organisasi mereka. Memiliki talent yang kelak menjadi pemimpin pada era perubahan sama halnya dengan memilih bibit pohon yang unggul, tahan hama, berakar kuat, serta memiliki batang yang kokoh sehingga mampu ber- tahan di tengah iklim yang kian tak menentu. Dalam era perubahan atau yang disebut industri 4.0 ini, setiap calon pekerja profesional diharapkan lebih mengenal potensi dirin- ya sejak awal sebelum bergabung dengan suatu perusahaan. Den- gan memahami nilai diri atau value proposition yang penting bagi hidupnya maka talent tersebut dapat berkembang dengan perusa- haan yang memiliki value yang sama dengan dirinya. Salah satu cara mewujudkan value proposition ini yaitu dengan menggunakan self discovery tools. Melalui self discovery tools, calon pekerja profesional akan men- getahui lebih jauh tentang kesesuaian dirinya dengan perusahaan.
  • 21. 3 LIVING CULTURE Value proposition merupakan hal unik dari setiap individu yang mencakup work personality, work interest, work value, dan interaction style. Mereka dapat melihat value proposition yang mencakup work per- sonality, work interest, work value, dan interaction style yang sesuai bagi diri mereka. Selain itu, mereka juga akan mengetahui pekerjaan apa saja yang mereka harapkan pada masa depan. Value proposition mengubah mindset pekerja dengan melihat suatu pekerjaan bukan hanya sebuah tugas, melainkan sebuah pang- gilan bertumbuh secara profesional, personal, serta penuh dengan harapan untuk kian berdampak kepada siapa pun yang berada di sekitarnya. Para tenaga kerja milenial pun percaya bahwa perjalanan bekerja bukan sebuah panggilan berkarier saja, tetapi lebih dari itu, yaitu panggilan sosial. Value proposition merupakan hal yang unik, berbeda, dan men- jadi sebuah nilai, di mana nilai ini sudah berubah menjadi keyakinan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Dengan mengetahui value proposition masing-masing, talent akan mendapatkan posisi terbaik dalam dirinya, menemukan hal yang dapat ia kembangkan dari da- lam dirinya sebagai pribadi yang unik dalam bekerja, menciptakan ketertarikan diri terhadap suatu peker- jaan tertentu, serta menciptakan ke- mampuan menghubungkan skill yang sesuai dengan pekerjaan atau organisasi itu. Satu hal lagi yang terpenting adalah menciptakan jenis interaksi sosial yang sangat ia minati, yakni ketika dirinya diharapkan akan bermakna pent- ing bagi organisasi.Value proposition memungkinkan kita memiliki
  • 22. 4 CULTURE ENERGY seorang talent dengan keunggulan yang dapat dikontribusikan kepa- da perusahaan. Kontribusi ini meliputi hasil kerja keras yang master- piece dan yang bersumber dari keunikan dirinya. Hasil ini kemudian akan terikat sebagai identitas diri yang diingat oleh perusahaan atau menjadi suatu legacy bagi perusahaan yang ditinggalkannya. Bagi tal- ent sendiri, kontribusi yang baik ini akan terus diingatnya. Ia menjadi mampu mengetahui bagaimana melakukan sebuah kontribusi yang baik, seperti apa perusahaan tempat ia bekerja pada saat itu, sep- erti apa atasannya, seperti apa culture di lingkungan kerjanya, dan bagaimana ia diapresiasi. Namun, pertanyaannya kini kembali kepada Anda. Apakah Anda sudah siap dengan adanya talent semacam itu di dalam perusahaan Anda? Apakah tim Anda sudah memiliki support system yang dapat mendukung mereka untuk mengembangkan diri dan mengakses ke- geniusannya? Apakah perusahaan Anda sudah melahirkan situasi workplace yang energize, fun, dan engage? Kita bicara tentang generasi milenial yang menempati pasar ker- ja saat ini. Mereka akan terus mengisi perusahaan Anda dan menjadi future leader pada masing-masing lini perusahaan, membuat peruba- han di organisasi, serta menumbuhkembangkan bisnis Anda. Mereka terus bersiap memasuki pasar Anda, mereka adalah generasi yang penuh motivasi dan self centric.
  • 23. 5 LIVING CULTURE Apakah organisasi Anda sudah siap diisi oleh generasi milenial yang memiliki high engagement dan siap mengembangkan bisnis Anda? So, bagaimanakah kesiapan level organisasi Anda? Bagaimana cara Anda membuat mereka tertarik masuk ke dalam perusahaan Anda saat ini? Bagaimana cara Anda menjadikan mereka individu yang highly engage dan loyal? Apakah Anda sudah menyiapkan budaya kerja dan lingkungan yang sesuai? Ataukah sebaliknya? Budaya yang ada di lingkungan kerja Anda belum mampu menumbuhkembangkan potensi diri mereka secara baik sehingga timbul disengagement (tidak engage dengan perusa- haan) dan disloyalty (tidak loyal kepada perusahaan) dalam diri mer- eka.
  • 24. 6 CULTURE ENERGY Mulailah dari menyatukan setiap individu menjadi sebuah tim besar dengan satu visi yang sama. Tanamkan visi bahwa mereka adalah bagian dari keluarga yang selalu ingin membantu satu sama lain, meringankan kesulitan yang ada di dalam timnya, bersatu da- lam menyelesaikan masalah dengan penuh rasa kebersamaan, serta memiliki itikad baik dalam menjunjung tinggi respect dan integrity. Dengan demikian, akan tercipta pula lingkungan kerja yang inspiratif. Melalui suasana lingkungan kerja yang penuh inspirasi, visi-visi terse- but akan hadir melalui tindakan nyata (couraging action). Talent perlu memiliki motivasi untuk dapat menjadi seseorang yang selalu menginspirasikan perubahan di perusahaan. Secara culture, perusahaan perlu memiliki dorongan energi untuk dapat menumbuhkembangkan generasi future leader, yaitu generasi den- gan skill yang sesuai dengan kebutuhan di masanya, sesuai dengan tantangan era, dan sesuai dengan kebutuhan strategi bisnis. Selanjutnya, perusahaan perlu mempersiapkan talent genera- si milenial untuk tumbuh menjadi future leader yang memiliki sikap agile, kian adaptif terhadap perubahan, serta memiliki nilai diri yang sesuai (align) dengan strategi bisnis. Mereka juga harus sela- lu mengedepankan kepekaan dalam menghargai sebuah hubungan. Mengapa sikap ini diperlukan?
  • 25. 7 LIVING CULTURE World Economic Forum (2018) menyebutkan bah- wa emotional intelligence adalah soft skill yang muncul sebagai kebutuhan sisi humanis dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2022. Pengetahuan seperti apa yang perlu perusahaan berikan agar mereka dapat memenuhi semua kebutuhan itu? Background (Latar Belakang) Sebelum membahas beberapa hal lain, mari pahami terlebih tentang teori apa yang dapat diungkap dari budaya organisasi guna menum- buhkan efektivitas organisasi, serta keterkaitan di antaranya. Berikut adalah gambaran keterkaitan antara teori culture, leadership, man- agement, dan organisasi menurut Dr. Mahmuddin Yasin (2013). Keterkaitan dalam Organisasi Sumber: Yasin (2013)
  • 26. 8 CULTURE ENERGY Gambar di atas menunjukkan keterkaitan komponen organisasi satu sama lain. Organisasi yang efektif tidak lepas dari pengelolaan atau manajemen yang baik. Manajemen memerlukan leader atau pemimpin yang baik dan didukung oleh culture yang menopang perkembangan dan pengelolaan organisasi tersebut. Pada dasarnya, culture merupakan topangan dari sebuah shared values yang diterjemahkan ke dalam aspek ketika mendesain suatu organisasi. Sejalan dengan itu, sebuah teori yang diciptakan pada tahun 1980 oleh McKinsey menjelaskan, bahwa terdapat beberapa komponen yang memengaruhi culture, yaitu structure, system, style, staff, skill, dan strategy. McKinsey Consultant (dalam Peters dan Wa- terman, 1982) menerjemahkan sebuah desain organisasi dengan nama 7S McKinsey Model dalam buku yang berjudul In Search of Ex- cellence sebagai berikut: 1. strategy, yaitu cara yang digunakan untuk memenangkan pasar persaingan dan keunggulan pelayanan; 2. system, yaitu prosedur formal dan informal yang membuat peru- sahaan bertumbuh; 3. style (leadership), yaitu gaya kepemimpinan untuk melahirkan pengaruh bagi tim di organisasi; 4. staff, yaitu karyawan yang menjadi sumber daya manusia di pe- rusahaan; 5. skill, yaitu kemampuan yang diperlukan untuk merebut dan berkembang di pasar;
  • 27. 9 LIVING CULTURE 6. structure, yaitu pembagian tugas dan koordinasi dalam organi- sasi; 7. shared value, yaitu tatanan yang lebih tinggi yang membawa ke- pada harfiah membimbing suatu nilai dan aspirasi. Secara langsung, model ini menempatkan budaya organisasi se- bagai sentral penggerak efektivitas organisasi sehingga semua kom- ponen di sekitarnya dipengaruhi oleh shared values. Shared values adalah hal-hal yang menjadi nilai pembeda dari suatu organisasi an- tarkomponen dan terintegrasi dengan seluruh komponen yang ada. Ia menjadi dasar dan titik pusat dengan garis-garis penghubung pada enam komponen lainnya. Ia seperti ruh dalam setiap penataan kom- ponen lainnya yang pada akhirnya memengaruhi efektivitas dan kin- erja organisasi. Diagram 7-S Mckinsey Sumber: Peters, et.al (1982)
  • 28. 10 CULTURE ENERGY Investasi sebuah culture memang tidak sederhana dan mudah. Butuh waktu, biaya, dan energi untuk melakukan serangkaian lang- kah menghidupkan culture sesuai dengan nilai yang ada. Butuh pula pemberian penghargaan, perayaan, coaching, serta konsultasi bagi semua lini dengan tim secara bersamaan. Hasil dari sebuah investasi culture juga tidak dapat langsung dirasakan tanpa dilakukan akselera- si dan pemeliharaan yang terus-menerus. Di samping itu, kebanyakan leaders hanya berfokus pada angka produktivitas dan profit. Semakin banyak angka yang dikeluarkan maka profit akan menjadi lebih kecil dan tidak sesuai dengan yang mereka harapkan. Kemudian, bagaimana membuat cultural shift yang penting bagi suatu kinerja organisasi? Hal ini dapat dijawab dengan pernyataan Edmonds (2014) berikut. “35% pertumbuhan di nilai profit, kenaikan 40% di customer rat- ing, 40% nilai engagement, dan culture akan membawa benefit saat dilakukan refinement pada 6 atau 12 bulan jika seorang leader bera- da pada jalurnya dan mengimplementasikan keseluruhan konstitusi yang disepakati atau bahkan benefit yang lebih besar akan datang pada 18 bulan atau 3 tahun setelah implementasi.” Artinya, agar sebuah culture sesuai dengan performa yang di- harapkan maka harus dibangun selama beberapa tahun agar dapat membawa tim kepada nilai-nilai high engagement. Jika tim dalam kondisi “highly engage” maka menurut Gallup (2017), tim tersebut akan menghasilkan profit yang lebih tinggi sebesar 21%.
  • 29. 11 LIVING CULTURE Banyak teori dan hipotesis yang mengkaji hubungan antara cul- ture dengan kinerja. Beberapa teori bisa menjadi panduan dalam merumuskan sebuah hubungan yang menguatkan. Teori pertama berasal dari pengertian budaya menurut Kotter & Hesket (1992:16). Keduanya mengatakan berikut. “Culture is not the business, culture is not where the money come from but culture is where the result come from.” Bisa dipahami bahwa budaya bukan sebuah bisnis dan tidak se- cara langsung melahirkan profit bagi organisasi, tetapi budaya akan melahirkan hasil bagi organisasi. Teori kedua berasal dari sebuah artikel yang ditulis oleh Pontefract (2017). Artikel ini berisi penelitian tentang dua dealer automobile yang membawa produk sama dan melaku- kan perbandingan atas hasil yang di- peroleh dari culture department. Culture department ini membawa ciri-ciri behavioural culture, yaitu involvement, consistency, adapt- ability, dan mission. Hasilnya memberikan dampak bahwa culture adalah sesuatu yang harus atau perlu dibentuk; hasil yang ditampil- kan oleh culture department secara konsisten dapat memengaruhi tingkat penjualan dan kepuasan customer. Tidak ada bukti yang dapat menunjukkan mana di antara kinerja atau culture yang memiliki keunggulan untuk memengaruhi terlebih dahulu. Akan tetapi, penerapan culture pada sebuah perusahaan Penerapan culture culture yang berhasil akan meningkatkan hasil kinerja tim.
  • 30. 12 CULTURE ENERGY (company culture) sangat berdampak langsung pada customer sat- isfaction. Hal ini sesuai dengan pengalaman saya sebagai praktisi di sebuah organisasi. Saya menjadi seorang service culture trainer yang membawa misi bahwa setiap makna internalisasi company culture membawa kita pada perubahan indikasi behaviour yang diharapkan dapat mendukung kinerja organisasi. Menurut CultureIQ, company culture adalah sekumpulan perilaku yang menyatakan, menentukan bagaimana (how), dan melaksanakan sesuatu di perusahaan Anda tentang bagaimana dan mengapa suatu hal itu perlu dilakukan. Lalu, apa pengertian high performance culture? Menurut Kim dan Bang (2013), high performance culture adalah seperangkat perilaku atau aturan yang mengarahkan organisasi untuk mencapai hasil yang unggul dengan menetapkan tujuan bisnis yang jelas, mendefinisikan tugas dan tanggung jawab karyawan, mencip- takan lingkungan yang dapat dipercaya, serta mendorong karyawan untuk terus bertumbuh dan menemukan potensi terbaik dalam dir- inya. Mengapa organization culture penting? Berikut adalah skema yang diambil dari Dr. Mahmudin Yasin (2013): 1. berperan strategis bagi kinerja organisasi; 2. penting bagi strategi organisasi; 3. faktor utama dalam reformasi perusahaan; 4. penting bagi pengembangan knowledge management;
  • 31. 13 LIVING CULTURE 5. memengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasi; 6. memengaruhi tingkat retensi pegawai; 7. dasar bagi komunikasi dan saling memahami dalam organisasi; 8. penting bagi kepemimpinan suatu organisasi (leadership). Hal di atas dibenarkan dengan beberapa pernyataan yang tel- ah dibahas dalam buku ini, yakni tentang bagaimana culture akan memengaruhi kepuasan kerja (employee satisfaction), komitmen or- ganisasi, dan pengaruh dalam retensi pegawai (engagement). Den- gan merumuskan sebuah culture atau budaya maka akan membantu kita dalam mengikat seluruh komponen yang ada di dalam organisasi hingga memiliki satu komitmen penuh terhadap apa yang menjadi misi bersama, dan secara tidak langsung menciptakan suatu lingkun- gan kerja yang kondusif untuk tumbuh dan berkembang. Saya pernah bekerja di Pulau Batam yang mayoritas pekerjanya adalah pendatang dari pulau lain. Perusahaan yang yang saya tem- pati ini memiliki keberagaman suku. Pada lembaran aplikasi lamaran kerja, kami menyiapkan kolom isian berupa suku. Hal ini kami lakukan dengan harapan dapat memahami culture value lokal yang dibawa oleh masing-masing individu dari daerah mereka masing-masing, mengetahui local value apa yang mampu dikomunikasikan dari indi- vidu tersebut ke dalam tim dan organisasi, dan memungkinkan pene- mpatan yang sesuai ke dalam job role perusahaan. Kebiasaan berbeda yang saya lakukan yaitu berusaha berbic-
  • 32. 14 CULTURE ENERGY ara dengan menirukan dialek mereka. Kebiasaan ini berguna untuk membuat diri saya engage dan mampu mendapatkan insight tentang pekerjaan maupun cerita individu satu sama lain. Kebiasaan ini saya terapkan di berbagai tempat, baik itu di teras kantin, coffee corner, atau asrama. Keunikan budaya yang dibawa oleh masing-masing leader yang kebetulan adalah warga negara asing dari negara yang berbeda di lev- el manajerial, juga membawa kebiasaan bekerja yang berbeda pula pada masing-masing departemen. Cross cultural communication dan leadership juga memengaruhi kebiasaan mereka dalam berkomuni- kasi dan bekerja. Setelah itu, saya berpindah dari industri ke bidang hospitality dengan sebuah proses dan support dari work environment. Bidang ini membantu mentransformasi diri saya menjadi seseorang yang memiliki perilaku dan kebiasaan yang berbeda dari sebelumnya. Se- cara culture, organisasi ini telah berhasil memberikan dampak positif terhadap diri saya sebagai individu dan seorang profesional. Ketika pertama kali berada di lingkungan ini, hal pertama yang saya sadari adalah sikap memulai segala sesuatu dengan senyuman, dimulai dari staff entrance. Ini adalah sebuah perilaku default saat berada di tempat kerja bahkan pada setiap sudut koridor. And I called this as a simple magic! Ini adalah sebuah energi bagi kami untuk sal- ing memotivasi dalam memulai hari.
  • 33. 15 LIVING CULTURE Hal yang tergambar ketika awal saya memasuki dunia kerja da- lam organisasi yang berdiri lebih dari 20 tahun tersebut adalah sua- sana kerja yang sangat suportif, respect terhadap masing-masing val- ues, dan sangat kolaboratif. Menurut mereka, ini adalah “1st Family”, tempat di mana mereka menjadi diri sendiri dan menikmati hubun- gan yang terbaik sebagai keluarga besar, slogannya selalu kita kenal dengan “where i belong”. Keadaan tersebut serupa dengan pernyataan yang saya kutip dari Sahota (2012). “Budaya organisasi adalah sebuah ‘sistem makna bersama’ yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya, sedangkan sistem makna bersama adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.” Setiap individu perlu memiliki kemampuan untuk menerjemahkan nilai atau makna bersama tersebut ke dalam diri mereka dan menjunjung tinggi nilai tersebut melalui perilaku yang sesuai dengan behaviour nilai yang dianut perusahaan. Makna nilai inilah yang akan menjadikan mereka sebagai individu yang sesuai dengan nilai perusahaan dan dapat berkembang ses- uai kompetensi diri mereka. Berdasarkan beberapa catatan pengalaman praktisi HR, hal itu masih menjadi tantangan tersendiri. Values perusahaan hanya ter-
  • 34. 16 CULTURE ENERGY pampang di sudut-sudut perusahaan tanpa mampu dimaknai dan ditampilkan dalam kegiatan bekerja dan berorganisasi di perusahaan. Dalam persoalan engagement, praktisi HR sering kali terjebak pada turn over ratio. Mereka menganggap nilai persentase turn over ratio baik, tetapi sumber daya yang ada tidak mampu memberikan dampak yang diharapkan oleh perusahaan. Selain itu, sebuah kinerja dinilai secara periodik hanya dalam beberapa waktu ke depan, penuh judgement, tuntutan, tetapi lupa akan apresiasi terhadap pelayanan karyawan mereka sebelumnya. Perusahaan tidak melihat bahwa pada hari-hari mereka, saat-saat penting, dan masa-masa sulit, bah- wa karyawan ada untuk membantu perusahaan terus-menerus dan berusaha memberikan yang terbaik. Sebuah survei kecil pernah saya lakukan terhadap beberapa praktisi HR dan pekerja profesional dengan pertanyaan, “Apa yang membuat mereka belum dapat berkinerja dengan baik secara individu?”. Hasil- nya adalah 33% menyatakan kurangnya apresiasi, 22% menyatakan leader dan rekan kerja yang tidak mendukung prestasi kerja, dan 22% lainnya menyatakan kurangnya tools dan sumber daya. Dari survei ini, dapat dipetik sebuah makna tentang pentingnya sebuah culture apre- siasi dalam mendukung kinerja individu atau tim di perusahaan. Culture apresiasi sangat dibutuhkan untuk mendukung kinerja tim maupun individu.
  • 35. 17 LIVING CULTURE A Broken Culture (Hancurnya Sebuah Budaya) Sejarah mencatat tentang kasus perusahaan transportasi UBER yang mengalami multiple crisis di dalam organisasinya. Hal ini karena be- berapa konflik yang terjadi saat CEO dan founder UBER, Travis Kala- nick, menjadi pemimpin saat itu. Konflik yang terjadi: memengaruhi mindset menjadi aggressive dan no-prisoner; pencurian teknologi; pelanggaran perilaku seksual; bullying; serta potensi kehilangan pas- ar utama di London. Pada Agustus 2017, Dara Khosrowshahi sebagai CEO yang baru menyatakan permohonan maaf secara publik dan global atas apa yang terjadi pada UBER. Dia menyatakan bahwa di dalam kepemi- mpinan Travis Kalanick, perusahaan telah mengambil risiko hingga mengakibatkan kehilangan yang besar. Dari kasus ini, kita dapat bela- jar tentang seberapa harga yang harus dibayar oleh perusahaan aki- bat sebuah penanaman nilai maupun culture yang sudah tidak lagi relevan dan bertentangan dengan norma sosial. Culture itu tidak akan menyelamatkan semua orang, baik karyawan, bisnis itu sendiri, atau bahkan seorang CEO. Sebelumnya, semua karyawan diminta untuk memiliki kemam- puan yang dikenal sebagai UBER Competencies, di antaranya, fierce- ness (keganasan) dan super pumpdness (antusiasme). Selanjutnya, Khosrowshahi mencetuskan beberapa perubahan culture yang dike- nalkan secara global, yakni “The New Eight Cultural Norms” yang diinisiasi oleh survei berdasarkan ide dari 1.200 karyawan mereka secara global dan di-voting 22.000 kali. Isi dari perubahan tersebut
  • 36. 18 CULTURE ENERGY Perusahaan perlu memiliki leader dengan kemampuan visionary dan business strategy yang adaptif. di antaranya adalah sebuah values yang baru: “We build globaly, we live locally”; “We celebrate differences”; serta hal yang mendasar dan tegas menurut mereka adalah “We do the right thing, period” (Oliver, 2018). Mari kita mulai dengan melihat sebuah organisasi dengan kin- erja yang rendah (low performance culture) yang belum berhasil da- lam menerapkan culture yang sesuai bagi organisasinya. Bila ini yang terjadi maka organisasi tersebut harus membayar low performance culture tersebut, yang akhirnya berdampak pada profit dan image. Low performance culture ini diciptakan oleh kebiasaan perilaku yang dilakukan oleh anggota organisasi, tetapi tidak mencerminkan nilai yang sesuai bagi organisasinya. Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Kotter & Heskett (1992) terhadap perusahaan dengan low performance culture. Dari pene- litian tersebut, didapatkan hasil bahwa beberapa hal yang bisa me- mengaruhi organisasi agar dapat melakukan kinerja yang baik di an- taranya adalah: visionary leadership; good business strategy; serta diimplementasikan pada sebuah grup yang memiliki komitmen tinggi. Namun, mewujudkan kondisi tersebut bukan perkara yang mudah. Hal yang menjadi tantangan saat memastikan bahwa bisnis tetap sus- tain yakni semakin banyak karyawan yang harus direkrut maka or- ganisasi bertumbuh makin besar, yang artinya operasionalnya juga akan ber- tambah rumit.
  • 37. 19 LIVING CULTURE Hal tersebut menyebabkan banyak organisasi memutuskan un- tuk melakukan promosi, merekrut, dan melakukan pengembangan terhadap sumber daya manusianya sehingga dapat menjadi seorang skilled manager. Skilled manager yaitu manajer yang bukan han- ya memiliki pengetahuan struktur umum, baik itu sistem organisa- si, budget, kontrol sebuah visi organisasi dan culture, ataupun yang mampu menjadi inspirasi bagi karyawan, tetapi juga manajer yang memiliki skill dan kompetensi sesuai dengan bidangnya. Manajer dan leader-leader itulah yang terus-menerus mengisi posisi eksekutif di beberapa perusahaan, di antara beberapa era perubahan dan hal yang menjadi tuntutan industri saat ini. Oleh karena itu, perusahaan perlu memiliki eksekutif dan leader yang juga memiliki kemampuan visionary dan business strategy yang adaptif terhadap perubahan. Terdapat tiga hal mengenai unhealthy culture yang timbul dari beberapa persoalan terhadap culture menurut Kotter & Hesket (1992) sebagai berikut. 1. Berkembangnya budaya arogansi yang kuat Manajer atau leader bersifat superior terhadap hal yang ada, baik itu ide, gagasan, ataupun perbaikan. Mereka juga memperlihatkan per- ilaku sebagai seorang superior yang mengetahui segala hal tentang pekerjaannya. 2. Tidak memberikan nilai penting Nilai sebuah janji tidak diberikan kepada tiga hal penting bagi organi- sasi atau perusahaan, yaitu customer, stakeholder, dan karyawan.
  • 38. 20 CULTURE ENERGY 3. Tidak adaptif terhadap perubahan. Tidak mampunya beradaptasi dan melakukan perubahan pada karyawan senior, terjadi penentangan, hingga perseteruan. Karyawan senior memiliki kekhawatiran akan kehilangan superioritasnya. Kotter & Heskett (1992) menyebutkan hal yang sama terjadi pada Xerox. Pada tahun 1970-an, Xerox menjadi sangat intoleran ter- hadap gagasan dan kepemimpinan. Sebuah keputusan yang dibuat menjadi terpusat (centralized), eksperimen atau sebuah penemuan menjadi hal yang sangat tidak diharapkan, dan eror menjadi hal yang tidak ditoleransi. Orang yang menjalankan organisasi di keseharian- nya dideskripsikan sebagai orang yang memiliki kecerdasan sangat luar biasa sebagai individu, mampu mengelola manajemen dan men-
  • 39. 21 LIVING CULTURE guasai angka, tetapi memiliki kualitas komunikasi yang kurang. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, di mana sebuah culture dilihat sebagai faktor penghambat kinerja jangka panjang secara finansial, sebuah culture yang bisa disebut sebagai poisonous culture. Culture yang tidak adaptif akan terlihat sebagai karakter semen- tara. Artinya, sebuah culture dilihat sebagai perilaku yang memiliki ketergantungan dengan budaya yang ada pada saat itu saja. Hal ini merupakan sebuah ketergantungan antara culture dengan struktur kekuasaan yang ada di organisasi, sebuah hal yang sangat erat hubun- gannya antara nilai (value) dengan emosi manusia. Jika organisasi harus diubah menjadi organisasi yang lebih adaptif dan memiliki high performance pada era yang kompetitif maka strategi perubahan adalah hal yang penting. Sebaliknya, diungkap oleh Kotter & Heskett (1992) bahwa organ- isasi yang memiliki strong culture memiliki pendapatan empat kali lipat lebih besar, 12 kali lipat nilai saham, dan merekrut karyawan delapan kali lipat lebih banyak daripada yang memiliki low perfor- mance culture. Beberapa isu cultural shift telah banyak dibahas oleh beberapa eksekutif yang cukup banyak menggagas hal-hal untuk melakukan re-built bisnis atau organisasi mereka. Tujuannya agar dapat mengubah perilaku organisasi ke arah yang diharapkan.
  • 40. 22 CULTURE ENERGY Perlu waktu yang panjang dalam melakukan transformasi culture menjadi lebih baik, membuatnya mengarah pada hal yang diingink- an, serta sesuai dengan cita-cita pada awal organisasi itu berdiri un- tuk mencapai visi dan menghasilkan keuntungan bagi semua pihak. Mulailah peduli dengan culture atau nilai penting yang Anda miliki saat ini karena kata “culture” yang diartikan dari bahasa Latin “cultus” memiliki arti ‘care’ atau peduli. Sebuah kata yang sarat akan makna. Mari kita refleksikan, yang mana dari hal di bawah ini yang ter- masuk culture perusahaan Anda? Berikut adalah level inspirasi se- buah workplace culture inspiration. Menurut Edmonds (2014), level inspirasi ini dapat dibagi menjadi lima dan diurutkan dari level kondisi terendah sampai yang tertinggi. Level Inspirasi Workplace Culture Inspiration Kondisi Ciri-ciri Disfungsi - Sering mengalami konflik terbuka. - Sering terjadi ketidaksepahaman. - Perlakuan buruk bagi karyawan dan cus- tomer. - Intimidasi sebagai bagian pemecahan masalah. - Terjadinya penyindiran dan bullying.
  • 41. 23 LIVING CULTURE P e n u h Tekanan - Penuh ketegangan. - Berkelompok dengan perlakuan khusus. - Dikaitkan dengan situasi politik. - Gurauan yang tidak pantas melalui rapat atau e-mail. - Perusakan tatanan dan tidak menghor- mati usaha individu. - Gosip dan isu sering menjadi hal yang produktif dibicarakan. - Sering ditemui penuduhan dan selalu menyalahkan pihak lain. Keteraturan - Penuh sopan santun. - Semua serba teratur dan prosedural. - Situasi interaksi formal, diplomatis, dan profesional. - Memiliki keamanan secara psikologis dan saling menghargai. Pengakuan - Penghargaan khusus sering dilakukan. - Leaders dan rekan kerja selalu berterima kasih atas usaha dan pencapaian. - Senang memberikan penghargaan kepa- da siapa pun.
  • 42. 24 CULTURE ENERGY Legitimasi - Sebuah tempat kerja yang menjadi inspi- rasi. - Penghargaan tidak hanya diberikan saat pencapaian saja, tetapi setiap saat. - Pemberian tanggung jawab dan otoritas dilakukan untuk membuat karyawan en- gage. - Anggota di dalam organisasi sangat in- dependen dalam melakukan hal yang diperlukan untuk memastikan kualitas pelayanan atau produk. - Karyawan merasa memiliki sikap positif, sering tersenyum, dan sangat terhubung dengan rekan kerjanya. - Menghargai sebuah hubungan, sangat dipercaya, dan memiliki nilai penting. Sumber: Edmonds (2014) Jadi, sampai di tatanan manakah organisasi Anda menempatkan culture di lingkungan kerja? Character of Strong Culture (Karakter Budaya yang Kuat) Definisi strong culture tak mungkin terlepas dari kata culture itu sendiri, lalu apa sebenarnya definisi culture? Menurut O’reilly (1991), culture adalah sebuah kontrol sosial yang dimiliki oleh organisasi yang
  • 43. 25 LIVING CULTURE mengarahkannya pada perilaku tertentu. Jika dimaknai dengan kata kontrol sosial yang bisa disebut dengan “norma”, culture menjadi dasar sebuah kumpulan tindakan dan perilaku yang sesuai dengan nilai yang diharapkan. Culture berhubungan dengan kumpulan shared valued dan behaviour yang ada di dalam organisasi. Jika shared value dan behaviour tersebut dapat dimaknai secara mendalam oleh setiap anggota organisasi atau karyawan dan sesuai dengan keyakinan yang dimilikinya maka hal itulah yang membuat mereka merasa nyaman berada di organisasi tersebut. Dengan de- mikian, timbul rasa berkomitmen dan loyal dalam diri mereka. Mer- eka mampu melakukan hal yang lebih dari dalam diri mereka dan menggerakkan dorongan diri, suatu praktik yang dipercaya membuat seseorang merasa diberikan “intrinsicaly rewarding” atau termotivasi dari dalam dirinya sendiri. Contohnya, semua anggota ikut terlibat di dalam pembuatan suatu keputusan, mengakui, dan memberikan penghargaan bagi kontribusi anggota. Lalu, apakah sebuah strong culture itu? Kotter & Heskett (1992) menjelaskannya sebagai berikut. “Sebuah dasar yang menegaskan bahwa pelayanan kepada cus- tomer, stakeholder, dan karyawan termasuk juga kepemimpinan ada- lah hal yang begitu penting.” Menurut Kotter & Heskett, sebuah strong culture juga memi- liki kemampuan yang adaptif untuk memastikan bahwa strong cul-
  • 44. 26 CULTURE ENERGY ture akan berdampak pada kinerja jangka panjang. Mereka juga menyebutkan bahwa perusahaan berkinerja tinggi memiliki nilai per- hatian yang tinggi dari manajer atau leader-nya kepada tiga hal yang dianggap menjadi faktor pemicu culture adaptif. Perusahaan dengan cultural values yang kuat juga memiliki tiga konstituen dalam men- jalankan organisasi atau perusahaannya, yaitu: 1. Value customer 2. Value stockholder 3. Value employees Di dalam organisasi, manajer atau leader akan bertindak den- gan penuh strategi untuk melayani dan melindungi. Tidak hanya itu, ia juga bertindak secara hati-hati dengan mempertimbangkan keti- ga konstituen dalam menjalankan perusahaannya. Ketika manajer tidak mempertimbangkan ketiga konstituen tersebut maka dapat dikatakan bahwa manajer perlu melakukan sebuah adaptive culture. Dalam jangka panjang, hal ini dapat berpengaruh pada suatu pertum- buhan organisasi (sustainable growth). Berikut adalah beberapa pertanyaan untuk melakukan analisis singkat apakah organisasi Anda mempunyai ciri karakter strong cul- ture. 1. Apakah manajer atau leader Anda berbicara tentang bagaimana melakukan sesuatu sesuai dengan cara perusahaan Anda bekerja? __________________________________________________
  • 45. 27 LIVING CULTURE 2. Apakah perusahaan Anda mempunyai slogan, semboyan, janji, (kredo) yang diketahui dan dipatuhi oleh semua karyawan tanpa terkecuali? __________________________________________________ 3. Apakah praktik bisnis yang dilakukan berdasar pada sebuah stan- dar kebijakan yang telah ada sejak dulu atau kian berubah seiring dengan perubahan pimpinan tertinggi? __________________________________________________ 4. Sebutkan tiga kata yang dapat mendeskripsikan budaya perusa- haan Anda! __________________________________________________ 5. Apakah budaya yang Anda ketahui di perusahaan telah membantu atau menghambat perusahaan Anda dalam meningkatkan kinerja perusahaan selama 10 atau 15 tahun ke belakang? _________________________________________________ (Pertanyaan di bawah ini akan mengidentifikasi adanya shared value, keyakinan yang ditanamkan, serta kebijakan yang menga- tur sebuah perusahaan) 6. Dalam skala 1–10, sejauh mana perusahaan Anda melakukan pe- layanan terbaik kepada customer? Sebutkan gambarannya! __________________________________________________
  • 46. 28 CULTURE ENERGY 7. Dalam skala 1–10, sejauh mana perusahaan Anda memberikan penghargaan terbaik kepada karyawan? Sebutkan gambarannya! __________________________________________________ 8. Dalam skala 1–10, sejauh mana perusahaan Anda memberikan yang terbaik kepada stakeholder? (employee, customer, stockhold- er) __________________________________________________ 9. Apakah Anda mengetahui ketika culture ditentukan harus beru- bah atau dilakukan perubahan langsung oleh pimpinan Anda? __________________________________________________ Pertanyaan di atas akan memban- tu Anda untuk menganalisis seberapa jauh Anda sebagai seorang leader atau karyawan dalam mengenal culture di perusahaan, bagaimana peru- sahaan mengenalkan dan menjalankan culture yang mereka miliki, hingga menegakkan komitmen yang kuat terhadap penerapan culture tersebut. Strong culture equals to strong commitment. Bagaimana culture itu berakar dan menguat dalam perusahaan bergantung pada sejauh mana komitmen perusahaan, para leader, manajemen, hingga level staf karyawannya melakukan tindakan yang berujung pada hasil pelayanan terbaik untuk tiga konstituen tersebut. Lalu bagaimana jika perusahaan belum siap berada pada tahap penerapan culture tersebut? Strong culture equals to strong commitment.
  • 47. 29 LIVING CULTURE Perusahaan mungkin masih sangat perlu beradaptasi dengan perbedaan situasi yang amat berbeda ini menuju situasi yang seperti harusnya, yaitu strong culture. Kita pasti tidak menginginkan low per- formance culture berlangsung lebih lama lagi agar bisnis tetap berlan- jut dan bertumbuh (sustain and grow). How Culture Communicates (Bagaimana Sebuah Cul- ture Bicara) Sebuah culture organisasi berkomunikasi ketika kita mampu mengin- ternalisasi value sebuah culture dengan baik, baik di luar dan di da- lam organisasi. Sebagai dampak yang lebih jauh, culture organisasi dapat menjadi suatu identitas diri perusahaan yang dibawa oleh se- tiap individu. Bagaimana cara menilai dan meraskan culture yang sudah men- jadi identitas diri perusahaan ini? Kita dapat menilai dan merasakan sebuah culture yang terta- nam melalui sebuah pengalaman. Misalnya jika Anda pernah mera- sakan sebuah wawancara kerja. Saat Anda datang pertama kali di pe- rusahaan atau tempat itu, antara satu orang dengan orang yang lain pasti memiliki pengalaman yang berbeda. Cara memberikan salam, mempersiapkan wawancara, melakukan wawancara, mengenalkan diri, atau reaksinya saat Anda menggunakan fasilitas ruangan dan fasilitas umum akan memiliki perbedaan. Semua ini adalah sebuah level pengalaman (experiences) yang bisa jadi merepresentasikan cul- ture perusahaan itu.
  • 48. 30 CULTURE ENERGY Hal yang lebih menarik lagi adalah outcomes seorang leader berperilaku. Outcomes ini meliputi caranya membuat keputusan, melakukan tindakan, atau melakukan sesuatu (how they are doing) yang akan berpengaruh terhadap keyakinan (belief) atau pemikiran para leader di bawahnya, yakni anggota tim yang ada di perusahaan itu. Misalnya kita memiliki sosok seorang caring leaders (leaders yang peduli) yang selalu menanamkan kepercayaan dan respek dengan memberikan kemenangan tim, termasuk melakukan penghargaan atas kerja keras. Misalnya juga, kita pernah dipimpin seorang leader yang memiliki perilaku yang kurang positif dalam mengambil kepu- tusan dan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan culture or- ganisasi kita. Kedua hal itulah yang akan dilihat dan diyakini sebagai behaviour yang diharapkan di dalam organisasi itu. Itulah cara sebuah leadership atau bahkan organization culture berbicara tentang apa yang ada di dalam organisasi mereka. Secara tidak langsung, Anda akan mendapatkan pengalaman yang sama ke- tika melihat sebuah interaksi tim yang ada di bawah pimpinannya. Hal tersebut bisa menjadi pengecualian jika seseorang atau anggota tim memiliki nilai (values) diri yang sangat kuat. Pada kelas Service Culture yang pernah saya adakan di perusa- haan, saya dan teman-teman melakukan observasi terhadap bebera- pa outlet di shopping mall yang di antaranya adalah brand ternama. Beberapa hal yang dapat kami amati di antaranya sebagai berikut. Organization culture berbicara melalui level pengalaman dan outcomes seorang leader.
  • 49. 31 LIVING CULTURE 1. Bagaimana outlet tersebut terlihat bagi customer (kebersihan, pe- nataan, lighting, dll.)? 2. Apa pengalaman yang ingin divisualisasikan oleh pemilik brand? 3. Apa hal menarik yang mengundang customer untuk masuk dan melihat barang di outlet tersebut? 4. Apa yang dapat diamati dari pegawai outlet (keramahan, bantuan, body language)? Kami kembali dengan beberapa laporan observasi yang menun- jukkan bahwa setiap brand memiliki pengalaman yang berbeda. Seti- ap brand juga memiliki culture dalam memilih karyawan yang sesuai dengan nilai brand mereka sehingga menghasilkan suatu pengalaman dan behaviour yang dapat diamati dan diyakini bahwa itu adalah be- haviour dari brand tersebut. Ada satu brand sebuah tas kulit ternama di dunia yang tidak membiarkan para window shopper observer berlama-lama di out- let mereka. Menurut kami, perlakuan karyawan terhadap customer dinilai kurang menyenangkan karena hanya menjawab seperlunya saja. Menurut hasil observasi, mereka telah memiliki loyal customer dan segmen pasar khusus yang telah menjadi panduan bagi mereka, yaitu dengan melihat atau menilai dari saat pertama kali calon pem- beli datang. Para pegawai sangat fokus memperhatikan dan melayani pertanyaan loyal customer itu dengan baik. Cara berkomunikasi dan body language yang diberikan sangat berbeda dengan karyawan out- let biasanya, mereka sangat sophisticated & elegan.
  • 50. 32 CULTURE ENERGY Kami melakukan hal yang sama pada internal perusahaan den- gan menjadikan peserta training sebagai observer internal bagi lingkungan kerja kami. Beberapa hal yang mereka amati adalah kese- suaian dalam value brand kami. Berikut adalah hal-hal yang menjadi objek observasi. 1. Apakah semua lingkungan kerja bersih dan mendapat pencaha- yaan yang cukup dan menarik? 2. Apakah ada barang yang tidak tertata rapi di dalam lingkungan ker- ja atau di lorong jalan menuju ruang kerja? 3. Apakah fasilitas yang ada tampak terawat dan dijaga dengan baik? 4. Bagaimana sikap karyawan saat bertemu di lorong-lorong ruang kerja satu dengan yang lain? 5. Bagaimana perlakuan karyawan terhadap rekan kerja mereka? 6. Bagaimana suasana interaksi di ruangan kerja? 7. Bagaimana cara karyawan menyapa customer? 8. Bagaimana cara karyawan memperlakukan customer yang berma- salah? 9. Apa yang dapat dilihat, didengar, dirasa, dicium, dan dipegang (five senses) ketika memasuki properti mereka untuk pertama kali? 10. Bagaimana Anda memperhatikan peserta saat rapat atau per- temuan terjadi? 11. Bagaimana rapat itu merumuskan dan memutuskan suatu mas- alah bersama?
  • 51. 33 LIVING CULTURE Pada akhir pengamatan, para peserta training diminta untuk membuat suatu insight bersama dengan tim masing-masing. Insight itu berisi tentang apa yang menjadi kesesuaian dan ketidaksesuaian dengan value brand kami. Mereka juga menilai apakah culture itu se- cara umum telah sesuai dengan implementasi di perusahaan kami, serta menilai gap yang ada. Memastikan bahwa Anda berada di state atau current condition yang tepat akan membantu dalam memberikan value serta tindakan perubahan yang harus dilakukan. Setelah menentukan gap antara culture state saat ini (current) dan yang diinginkan (desire), Anda dapat melakukan sebuah langkah yang harus diketahui semua stake- holder. Tujuannya untuk melakukan sebuah konsultasi culture, terma- suk mencari tahu langkah yang harus dilakukan bersama dengan para leader atau langkah untuk membuat culture Anda lebih baik sehingga berdampak secara kompetitif pada kinerja tim. Akan lebih baik lagi apabila Anda mampu membuat suatu pergerakan dan improvement untuk menciptakan perubahan yang lebih baik bagi karyawan, bisnis, dan stakeholder. Anda juga harus mulai berpikir tentang desain sebuah culture yang sesuai dengan harapan semua pihak dan melakukan sebuah gerakan yang mengin- spirasi semua orang untuk melakukan hal yang lebih baik dari hari ini. Jadi, tetaplah semangat untuk menciptakan sebuah lingkungan kerja yang selalu inspiring, fun dan engage!
  • 52. 34 CULTURE ENERGY ONE • Future workforce industry mengharapkan lebih mengenal nilai diri (value proposition) calon pekerja sejak awal sebelum ber- gabung dengan suatu perusahaan. Dengan value proposition yang penting bagi hidup talent maka ia dapat berkembang dengan perusahaan yang memiliki values yang sama dengan dirinya. • Shared values adalah hal yang dimaksud sebagai budaya or- ganisasi dan menjadi nilai yang berbeda dengan yang lain. Shared values diintegrasikan kepada seluruh komponen yang ada di organisasi dan menjadi nilai yang penting. • Salah satu peran strategis budaya dalam organisasi adalah me- mengaruhi kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan tingkat retensi pegawai. • Broken culture yang terjadi pada UBER saat dipimpin oleh CEO Kallanick dan Xerox pada tahun 1970 memiliki kesamaan ciri sebuah culture yang tidak sehat, yaitu berkembangnya nilai arogansi, tidak memegang nilai penting tiga pilar konstituen, dan tidak adaptif terhadap perubahan. • How culture communicates (bagaimana culture berbicara) terlihat dalam bagaimana (how) setiap orang berperilaku (behaviour) dalam keseharian mereka, dalam interaksi, men- gambil keputusan, menyatakan pendapat, menyatakan keti-
  • 53. 35 LIVING CULTURE daksetujuan, dan apa (what) yang terlihat dalam five senses atau indera kita selama berada di perusahaan atau organisasi tersebut. • Observasi culture diperlukan untuk melihat sampai di mana tingkat observatif karyawan kita terhadap shared values yang mereka dapatkan.
  • 55. 37 DAFTAR RUJUKAN Amstrong, Michael. 2010. Armstong’s Essential Human Resource Management Practice: A Guide to People Management. London: Kogan Page. Atkinson, Marilyn, dan Rae T. Chois. 2016. Dinamika Batin dalam Coaching. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bremer, Marcella. 2016. Overview: Change based on Culture and Pos- itive Leadership. https://www.ocai-online.com/blog/2016 /10/ Overview-Change-based-on-Culture-and-Positive-Leadership (17 Januari 2019). BSCI. 2002. The Balanced Scorecard and Knowledge Management. https://www.balancedscorecard.org/BSC-Knowledge-Manage- ment (1 Februari 2019). Cameron, Kim S., dan Robert E. Quinn. 2011. Diagnosing and Chang- ing Organizational Culture. Hoboken: Wiley.
  • 56. 38 Chapman, Alan. 2014. Maslow’s Hierarcy of Needs. https://www. businessballs.com/self-awareness/maslows-hierarchy-of-needs/ (18 Januari 2019). Cirlce, No B.S. Inner. tanpa tahun. Working Together-Alan Mullaly. https://vimeo.com/user8520281 (20 Desember 2018). Clements, Alison. 2007. Workplace Stress Survey 2007: Red alert. https://www.hrmagazine.co.uk/article-details/workplace- stress-survey-2007-red-alert (30 Januari 2019). Colvin, Geoff. 2006. The 100 Best Companies to Work for 2006. http://archive.fortune.com/magazines/fortune/fortune_ar- chive/2006/01/23/8366990/index.htm (1 Februari 2019). Coyle, Daniel. 2018. The Culture Code. New York: Penguin Random House. CultureIQ. tanpa tahun. Strategic Corporate Culture. https://cul- tureiq.com/blog/strategic-company-culture/ (27 Januari 2019). Edmonds, S. Chris. 2014. The Culture Engine. Hoboken: Wiley. Federman, Brad. 2009. Employee Engagement: A Roadmap for Cre- ating Profits, Optimizing Performance, and Increasing Loyalty. Hoboken: Wiley. Fitoussi, Victoria. 2018. Top 7 Employee Onboarding Programs. https://www.saplinghr.com/blog/top-7-employee-onboard- ing-programs (20 Januari 2019).
  • 57. 39 Foley, Christa. tanpa tahun. Welcome to Zappos Insights!. https:// www.zapposinsights.com/start-here (5 Januari 2019). Gallup Inc. 2017. State of The Global Workplace. New York: Gallup Press. Gallup Inc. tanpa tahun. Achiever. https://www.gallupstrengthscen- ter.com/cms/de-de/gmj/622/achiever (23 Januari 2019). Goldsmith, Marshall. 2010. MOJO. New York: Hachette Books. Goldsmith, Marshall. 2017. Every Leader Has to Start Somewhere!. http://www.marshallgoldsmith.com/articles/every-lead- er-start-somewhere/ (29 Desember 2018). Hackman, J. Richard dan Greg R. Oldham. 1975. “Development of the Job Diagnostic Survey” dalam Journal of Applied Psychol- ogy, 60(2), 159-170. Diambil dari: http://dx.doi.org/10.1037/ h0076546 (13 Desember 2018). Hamlin, Bob dan Jim Stewart. 2011. “What is HRD? A definitional re- view and synthesis of the HRD domain” dalam Journal of Europe- an Industrial Training 35(3): 199-220. Diambil dari: https://doi. org/10.1108/03090591111120377 (13 Desember 2018). Hansen, Morten T. 2018. Great at Work: How Top Performers Work Less and Achieve More. New York: Simon & Schuster. Hirsch, Joe. 2017. The Feedback Fix: Dump The Past Embrance the Future Lead Way. Lanham: Rowman & Littlefield.
  • 58. 40 Illy, Andrea. 2018. “Taking the long view on values for sustainable business” dalam PwC Global Family Bussiness Survey 2018 The values effect: 23–26. Diambil dari: https://www.pwc.com/gx/en/ family-business-services/assets/pwc-global-family-business-sur- vey-2018.pdf (14 Januari 2019). Kaplan, Robert S. dan Davis P. Norton. 1992. The Balance Scorecard – Measures that Drive Performance. Boston: Harvard Business School Publishing. Kaplan, Robert S. dan Davis P. Norton. 1996. The Balace Scorecard: Translating Strategy into Action. Boston: Harvard Business School Press. Kim, Jaewoo, dan Seung Cheon Bang. 2013. What are the Top Cultur- al Characteristics That Appear in High-Performing Organizations Across Multiple Industries?. http://digitalcommos.ilr.cornell. edu/student/38/ (13 Januari 2019). Koesomowidjojo, Suci R. M. 2017. Balance Score Card. Yogyakarta: Niaga Swadaya. Kotter, John P. dan James L. Heskett. 1992. Corporate Culture and Per- formance. New York: The Free Press. Marr, Bernard. 2018. 7 Benefits Of A Balance Scorecard. https://www. bernardmarr.com/default.asp?contentID=972 (21 Januari 2019). Mashlow, Abraham H. 2017. A Theory of Human Motivation. New York: BN Publishing.
  • 59. 41 Maxwell, John C. 2005. Developing the Leader Within You. Nashville: Thomas Nelson Inc. Montgomery, Cynthia. 2012. The Strategist: Be The Leader Your Busi- ness Needs. New York: Harper Business. Newcomer, Eric dan Brad Stone. 2018. The Fall of Travis Kalanick Was a Lot Weirder and Darker Than You Thought. https://www. bloomberg.com/news/features/2018-01-18/the-fall-of-travis- kalanick-was-a-lot-weirder-and-darker-than-you-thought (10 Januari 2019). Nugroho, Indrawan. 2016. Rise Above The Crowd. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. O’Reilly, Charles A., dkk. 1991. “People Organization Culture: A Profile Comparison Approach to Assessing Person-Organization Fit” da- lam Academy of Management Journal 34(3): 487–516. Oehler, Ken. 2018. 2018 Trends in Global Employee Engagement. https://insights.humancapital.aon.com/talent-rewards-and-per- formance/engagement-2018?utm_source=Ceros (24 Januari 2019). Oliver. 2018. Cultural change: a Map for CEOs. https://www.thetimes. co.uk/raconteur/business/cultural-change-map-ceos/ (19 Janu- ari 2019). Peters, Tom dan Robert Waterman. 1982. In Search of Excellence. New York: Grand Central Publishing.
  • 60. 42 Pontefract, Dan. 2017. If Culture Comes First, Performance Will Fol- low. https://www.forbes.com/sites/danpontefract/2017/05/25/ if-culture-comes-first-performance-will-follow/#31cf293b6e62 (13 Januari 2019). Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi, dan Aplikasi. Edisi Keenam. Terjemahan oleh Hadyana Pujaatma- ka. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. Romero, Rocky. tanpa tahun. Logical Level of Change. https://rocky- romero.typepad.com/profit_coaching/ (18 Desember 2018). Rowling, J.K. 2008. Text of J.K. Rowling’s Speech. https://news.har- vard.edu/gazette/story/2008/06/text-of-j-k-rowling-speech/ (21 Januari 2019). Sahota, Michael. 2012. An Agile Adoption and Transformation Surviv- al Guide: Working with Organizational Culture. Morrisvile: Lulu. com. Srinivasan, C. 1999. “From ‘Vicious’ to ‘Virtuous’ Scorecard” dalam Australian CPA. 69: 48–50. Staats, Bradley R., dkk. 2013. “Reinventing Employee Onboarding” dalam MIT Sloan Management Review 54(3): 23–28. Tower Watson. 2013. 2013—2014 Change and Communication ROI Study: The 10th Anniversary Report. https://www.tow- erswatson.com/en/Insights/IC-Types/Survey-Research-Re-
  • 61. 43 sults/2013/12/2013-2014-change-and-communication-roi- study (20 Desember 2018). Twenge, Jean. 2006. Generation Me. New York: Free Press. Ulrich, Dave, dkk. 2012. HR from The Outside In. New York: Mc- Graw-Hill Education. VA Wizard. tanpa tahun. The STAR Method. https://www.vawizard. org/wiz-pdf/STAR_Method_Interviews.pdf (17 Desember 2018). Whitener, Svetlana. 2018. What’s Holding You Back? How to Sepa- rate Facts from Self-Limiting Beliefs. https://www.forbes.com/ sites/forbescoachescouncil/2018/08/13/whats-holding-you- back-how-to-separate-facts-from-self-limiting-beliefs/#5be- ba3eb1dff. (29 Januari 2019). Wikipedia. tanpa tahun. Design Thinking. https://en.wikipedia.org/ wiki/Design_thinking (20 Januari 2019). Wikipedia. 2019. Employee value proposition. https://en.wikipedia. org/wiki/Employee_value_proposition (1 Februari 2019). Wikipedia. tanpa tahun. Service-profit Chain. https://en.wikipedia. org/wiki/Service–profit_chain (20 Januari 2019). Woodley, P.M. 2006. Culture Management Through The Balanced Scorecard: A Case Study. Tugas Disertasi. Cranfield University. Cranfield.
  • 62. 44 World Economic Forum. 2018. Insight Report: The Future of Jobs Re- port 2018. Jenewa: World Economic Forum. Wyatt, Watson. 2007. Debunking the Myths of Employee Engagement Survey 2006/2007. Washington DC: WorkUSA Survey Report. Yasin, Mahmudin. 2013. Membangun Organisasi Berbudaya: Studi BUMN. Bandung: Mizan Media Utama.
  • 63. 45 PROFIL MENULIS Indira Maharani adalah seorang former professional HR dengan pen- galaman lebih dari 14 tahun di perusahaan multinasional dan inter- national chain hotel. Ia menjalani karier pada bidang service culture champion dan beberapa kali memperoleh recognition dari perusahaannya. Saat ini, Indira berprofesi sebagai consultant di lembaga konsultan dan train- ing. Dengan bekal beberapa pendidikan nonformal, Indira berfokus pada pelayanan transformasi culture and engagement. Lets Get Connected! #cultureenergy #cultureenergycoach Instagram : maharanie_indira Facebook : Indira Maharani Email : Indimah@gmail.com
  • 64. 46