4. Secara umum surat kuasa tunduk pada
prinsip hukum yang diatur dalam BAB XVI,
Buku III Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPer), sedangkan khususnya
diatur dan tunduk pada ketentuan hukum
acara yang digariskan di dalam HIR dan
RBg.
Kuasa secara umum dapat dilihat Pasal
1792 KUHPer yang berbunyi “Pemberian
kuasa adalah suatu persetujuan dengan
mana seorang memberikan kekuasaan
kepada seorang lain, yang menerimanya,
untuk dan atas namanya
menyelenggarakan suatu urusan” (R.
Subekti R. Tjitrosudibio, KUHPEr, Catakan
25, Jakarta: Pradnya Paramita, hlm. 382)
SURAT KUASA
5. Berdasarkan ketentuan Pasal 1792 KUHPer dalam perjanjian kuasa, terdapat dua pihak, yang terdiri
dari: Pemberi Kuasa atau lastgever (instruction, mandate) dan penerima kuasa atau disingkat kuasa,
yang diberi perintah atau mandat melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa.
Lembaga hukumnya disebut pemberian kuasa atau last giving (volmact, full power). Jika pemberi
kuasa melimpahkan perwakilan atau mewakilkan kepada penerima kuasa untuk mengurus
kepentingannya, sesuai dengan fungsi dan kewenangan yang dicantumkan dalam surat kuasa, dengan
demikian penerima kuasa (lasthebber, mandatory) berkuasa penuh, bertindak mewakili pemberi kuasa
terhadap pihak ketiga untuk dan atas nama pemberi kuasa. Oleh karena itu pemberi kuasa
bertanggung jawab atas segala perbuatan kuasa, sepanjang perbuatan yang dilakukan kuasa tidak
melebihi wewenang yang diberikan pemberi kuasa.
Pasal-pasal yang mengatur mengenai pemberian kuasa tidak bersifat imperatif. Apabila para pihak
menghendaki, dapat disepakati selain yang digariskan dalam undang-undang. Hal itu memungkinkan,
karena pada umumnya pasal-pasal hukum perjanjian bersifat mengatur (aanvullend recht).
Hal-hal yang dapat mengakibatkan berakhirnya pemberian kuasa, menurut pasal 1813 KUHPer,
antara lain:
a. Pemberi Kuasa menarik Kembali secara sepiak
b. Salah satu pihak meninggal
c. Penerima kuasa melepass kuasa.
6. SIFAT KUASA
a. Penerima Kuasa langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi kuasa
Pemberian kuasa tidak hanya bersifat mengatur hubungan internal antara pemberi kuasa dan
penerima kuasa. Akan tetapi, hubungan hukum itu langsung menerbitkan dan memberi kedudukan serta
kapasitas kepada kuasa menjadi wakil penuh (full power).
b. Pemberian Kuasa bersifat konsensual
Sifat perjanjian atau persetujuan kuasa adalah konsensual (consensuale overeenkomst) yaitu
perjanjian berdasarkan kesepakatan (agreement) dalam arti hubungan pemberian kuasa bersifat partai yang
terdiri dari pemberi dan penerima kuasa.
c. Berkarakter garansi-kontrak
Ukuran untuk menentukan kekuatan mengikat tindakan kuasa kepada prinsipil (pemberi kuasa),
hanya terbatas: sepanjang kewenangan (volmacht) atau mandat yang diberikan oleh pemberi kuasa. Sesuai
dengan garansi kontrak yang digariskan Pasal 1806 KUHPer.
“Pemberi kuasa wajib memenuhi perikatan-perikatan yang dibuat oleh penerima kuasa menurut kekuasaan
17. ...and did you know this? About
Reporting
Reporting (pelaporan) menurut Luther M. Gullick dalam bukunya Papers on the Science
of Administration merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian
perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan mengenai segala hal
yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih tinggi. baik
secara lisan maupun tertulis sehingga dalam penerimaan laporan dapat memperoleh
gambaran bagaimana pelaksanaan tugas orang yang member laporan. Selain itu,
pelaporan merupakan catatan yg memberikan informasi tentang kegiatan tertentu dan
hasilnya disampaikan ke pihak yang berwenang atau berkaitan dengan kegiatan tertentu
(Siagina, 2003).
18. LBH RUPADI
Laporan Polisi
Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana menyebutkan laporan
adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang
karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang
kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang
atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
19. Siapa saja yang berhak melaporkan
tindak pidana ke kepolisian?
Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan
dan/atau jadi korban tindak pidana berhak mengajukan
laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan/atau
penyidik baik lisan maupun tertulis.
Dimana daerah hukum Kepolisian?
1. Daerah hukum kepolisian Markas Besar (MABES)
POLRI untuk wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
2. Daerah hukum kepolisian Daerah (POLDA) untuk
wilayah provinsi;
3. Daerah hukum kepolisian Resort (POLRES) untuk
wilayah kabupaten/kota;
4. Daerah hukum kepolisian Sektor (POLSEK) untuk
wilayah kecamatan.
20. PENCABUTAN LAPORAN
JENIS LAPORAN
PROSES PENCABUTAN
Proses peradilan yaitu pada tahap penyidikan,
pemeriksaan berkas perkara (Pra Penuntutan) dan
pemeriksaan di muka persidangan dengan cukup
mengatakan secara langsung atau mengajukan
surat pernyataan pembatalan tuntutan kepada
aparat penegak hukum bahwa dalam hal ini
pelapor (korban) tidak ingin melanjutkan
tuntutannya.
1. Delik biasa
2. Delik
aduan
22. APA ITU PERJANJIAN?
YUK KITA LIHAT
Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah
Perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini,
timbullah suatu hubungan hukum antara
dua orang atau lebih yang disebut
Perikatan yang di dalamya terdapat hak
dan kewajiban masing-masing
pihak. Perjanjian adalah sumber perikatan.
23. PERJANJIAN
Tidak dipenuhinya ketentuan
pasal 31 ayat (1) UU 24/2009,
bisa menjadi alasan bagi salah
satu pihak untuk menuntut
kebatalan demi hukum perjanjian
yang tidak menggunakan Bahasa
Indonesia tersebut. Alasannya,
kontrak tidak memenuhi unsur
‘sebab atau kausa yang halal’
sebagaimana disyaratkan pasal
1320 jo pasal 1337 KUHPer.
● Pasal 31 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, Serta Lagu
Kebangsaan (“UU 24/2009”), kita temui
kewajiban menggunakan Bahasa
Indonesia dalam kontrak:
● “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
nota kesepahaman atau perjanjian yang
melibatkan lembaga negara, instansi
pemerintah Republik Indonesia, lembaga
swasta Indonesia atau perseorangan
warga negara Indonesia.”
24. ASAS-ASAS PERJANJIAN
1. Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan
perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya
kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak
menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal
1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya
perjanjian.
2. Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam
suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari
perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin
jelas dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan
bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
25. Kesepakatan para pihak.
Kesepakatan berarti ada
persesuaian kehendak yang
bebas antara para pihak
mengenai hal-hal pokok yang
diinginkan dalam perjanjian.
Dalam hal ini, antara para pihak
harus mempunyai kemauan yang
bebas (sukarela) untuk
mengikatkan diri, di mana
kesepakatan itu dapat dinyatakan
secara tegas maupun diam-diam.
Bebas di sini artinya adalah
bebas dari kekhilafan (dwaling,
mistake), paksaan (dwang,
dures), dan penipuan (bedrog,
fraud). Secara a contrario,
berdasarkan pasal 1321
KUHPer, perjanjian menjadi tidak
sah, apabila kesepakatan terjadi
karena adanya unsur-unsur
kekhilafan, paksaan, atau
penipuan.
Mengenai suatu hal
tertentu. Hal tertentu
artinya adalah apa yang
diperjanjikan hak-hak dan
kewajiban kedua belah
pihak, yang paling tidak
barang yang dimaksudkan
dalam perjanjian
ditentukan jenisnya.
Menurut pasal 1333
KUHPer, objek perjanjian
tersebut harus mencakup
pokok barang tertentu
yang sekurang-kurangnya
dapat ditentukan
jenisnya. Pasal 1332
KUHPer menentukan
bahwa objek perjanjian
adalah barang-barang
yang dapat
diperdagangkan.
Sebab yang halal.
Sebab yang halal
adalah isi perjanjian itu
sendiri, yang
menggambarkan tujuan
yang akan dicapai oleh
para pihak. Isi dari
perjanjian itu tidak
bertentangan dengan
undang-undang,
kesusilaan, maupun
dengan ketertiban
umum. Hal ini diatur
dalam pasal 1337
KUHPer.
SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
1 4
3
2
Kecakapan para pihak.
Menurut pasal 1329
KUHPer, pada
dasarnya semua orang
cakap dalam membuat
perjanjian, kecuali
ditentukan tidak cakap
menurut undang-
undang.
27. CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon, and infographics & images by
Freepik.
THANKS!
Do you have any questions?
advokatokky@gmail.com
082137334806