SKRIPSI-ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS, SOLVABILITAS, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI
Skripsi ini membahas analisis pengaruh profitabilitas, solvabilitas, dan ukuran perusahaan terhadap praktik perataan laba dengan corporate governance sebagai variabel pemoderasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketiga variabel independen terhadap perataan laba dan melihat apakah corporate governance dapat memoderasi hubungan tersebut. Penelitian ini menggunakan data perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
Hakikat Pendidikan suatu pembelajaran tentang pentingnya suatu Pendidikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Mungkin dengan adanya ppt ini bisa bermanfaat untuk Anda. :)
Hakikat Pendidikan suatu pembelajaran tentang pentingnya suatu Pendidikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Mungkin dengan adanya ppt ini bisa bermanfaat untuk Anda. :)
Contoh Prospektus atau perjanjian sebelum membeli sebuah reksadanaFergieta Prahasdhika
Prospektus pam syariah likuid dana safa dari Paytren Aset manajemen
untuk dapat ikut berinvestasi gratis silahkan kunjungi https://paytren-am.co.id/
More Related Content
Similar to SKRIPSI-ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS, SOLVABILITAS, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI
Similar to SKRIPSI-ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS, SOLVABILITAS, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (20)
http://fergieta.sukses.family/
Contoh
untuk yang mau membuka akun sekuritas tentunya gratis, mungkin kalau ada yang mau buka pun InshaAllah bisa kami bantu
yang mau investasi atau jual beli saham akan kami bantu juga
Halo
Saya salah 1 marketing @rumahsahamindonesia. Saya ingin menyampaikan bahwa ada grup Khusus Rumah Saham Indonesia.
Sampai dengan hari ini kita uda 2000an orang di 11 Grup WA dan 2.200 orang di 1 Grup Telegram.
Fasilitas di grup Khusus RSI adalah:
1. Grup Khusus mendapatkan rekomendasi saham lebih pagi jam 6-7 pagi. Jika grup belajar jam 8. Rekomendasi 2-3 Saham aja yang potensi Profit antara 3-5% perhari.
2. Pemberian materi trading saham Khas RUMAH SAHAM yang simpel dan mudah dipahami. Orang awam pun bisa. Harus rajin latihan ya biar cepat mahirnya
3. Belajar di RSI khusus akan dibina oleh Pendiri RSI pak Agus Syahroni secara grup, jarpri bisa namun agak slow
4. Belajar di RSI tidak terikat sekuritas, Bebas mau pakai sekuritas apa aja . Kalau belum punya sekuritas akan pak agus bantu
5. Pemberian ebook2 trading dan investasi
6. Masuk ke grup Wa dan Telegram untuk membackup pembelajaran
7. Biaya belajar PALING MURAH. Sekali seumur hidup tanpa biaya bulanan yaitu 500ribu saja. Kita tidak seperti grup bimbingan atau seminar Saham yang bayar bulanan min 200rb/bulan atau jutaan sekali seminar . 朗
8. Buat yang minat di reksadana juga bisa dibantu karena untuk investasi berupa reksadana mudah hanya perlu memantau saja wa@08999718947
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa BaratEldi Mardiansyah
Di dalamnya mencakup Presentasi tentang Pendampingan Individu 2 Pendidikan Guru Penggerak Aangkatan ke 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat tahun 2024 yang bertemakan Visi dan Prakarsa Perubahan pada SMP Negeri 4 Ciemas. Penulis adalah seorang Calon Guru Penggerak bernama Eldi Mardiansyah, seorang guru bahasa Inggris kelahiran Bogor.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
SKRIPSI-ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS, SOLVABILITAS, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI
1.
2. UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS EKONOMI
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS, SOLVABILITAS, DAN
UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK PERATAAN
LABA DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI
VARIABEL PEMODERASI
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2011-2013)
Diajukan oleh :
Fergieta Prahasdhika
NIM : 023101242
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT
GUNA MENCAPAI GELAR SARJANA EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
2015
3. FACULTY ECONOMICS
TRISAKTI UNIVERSITY
THESIS
ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF THE PROFITABILITY,
SOLVABILITY, AND FIRM SIZE TO INCOME SMOOTHING
WITH CORPORATE GOVERNANCE AS MODERATING
VARIABLE
(Empirical Study at Manufacturing Business which listed on Indonesia
Stock Exchange 2011-2013)
Submited By :
FERGIETA PRAHASDHIKA
NIM : 023101242
SUBMITED IN PARTIAL FULFILL SOME REQUIREMENTS IN
OBTAINING BACHELOR DEGREE OF ECONOMIC
ACCOUNTING MAJOR
2015
9. vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah Swt, yang telah
memberikan nikmat, rahmat,, serta segala anugerah-Nya sehingga walaupun banyak
rintangan yang dihadapi dalam pembuatan skripsi ini berbuah manis dengan segala
kelebihan dan kekurangannya tak lain tujuannya adalah untuk memenuhi salah satu
syarat pencapaian gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Trisakti.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masihlah jauh dari kata
sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan waktu yang dimilki penulis.
Meskipun demikian, peneliti telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan
skripsi ini dengan baik dan benar.
Dalam penulisan skripsi ini penulis tentunya tidak lepas dari berbagai hambatan
dan rintangan. Akan tetapi berkat bantuan dari berbagai pihak dan juga dorongan yang
ditujukan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu,
maka segala macam hambatanpun dapat teratasi. Oleh karena itu penulis dengan tulus
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua Orang Tua tercinta, Papah (Ir. Zuwana), Mamah (Erika Zuda Dewi) yang
selalu senantiasa memberikan semangat, motivasi, dukungan, nasihat dan doanya
kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk adikku
satu-satunya (Fernanda Dewi Gita) yang menjadi salah satu alasan penulis untuk
dapat menyelesaikan skripsi ini agar kelak penulis dapat membantunya dalam
mencapai cita. Semoga ALLAH SWT selalu melimpahkan kesehatan dan
kebahagian untuk papah dan mamah didunia dan akhirat.
2. Keluarga besar di Jakarta khususnya untuk Bude Kuntasih dan juga Bude Sendi yang
telah senantiasa tulus membantu penulis dalam hal keuangan, doa, nasihat, serta
dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang pendidikan tanpa ada
hambatan.
3. Keluarga besar di Jogja yang telah memberikan dorongan motivasi dan doanya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu.
4. Bapak Dr. Bambang Soedaryono, Ak., CA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Trisakti.
5. Bapak Dr. Muhammad Nuryatno, Ak, CA, selaku Ketua Jurusan Universitas.
6. Spesial untuk Ibu Dr. Vinola Herawaty, Ak, MSc, selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga serta kesabarannya untuk
memberikan petunjuk, arahan, dan bimbingannya yang sangat mendetail kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini dari yang tidak mengerti sampai menjadi
sangat mengerti.
11. viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI.................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xiv
ABSTRAK............................................................................................................ xv
ABSTRACT.......................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................
1.4 Manfaat Penelitian .........................................................................
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ........................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ...............................................................................
2.1.1Teori Keagenan .....................................................................
2.1.2 Teori Akuntansi Positif ........................................................
2.1.3 Laba ......................................................................................
2.1.3.1 Pengertian laba .......................................................
2.1.3.2 Tujuan Pelaporan Laba ............................................
2.1.3.3 Elemen laba ............................................................
i
iii
v
vi
viii
xii
xiii
xiv
xv
xvi
1
1
16
17
18
19
21
21
21
26
28
28
31
31
12. 2.1.4 Manajemen Laba ..................................................................
2.1.5 Perataan Laba .......................................................................
2.1.5.1 Pengertian Perataan Laba ........................................
2.1.5.2 Tipe Perataan Laba ..................................................
2.1.5.3 Tujuan Perataan Laba ..............................................
2.1.5.4 Terjadinya Perataan Laba ........................................
2.1.5.5 Motivasi dan Alasan Perataan laba ........................
2.1.5.6 Sasaran Perataan Laba .............................................
2.1.5.7 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perataan Laba
2.1.6 Profitabilitas .........................................................................
2.1.6.1 Rasio Profitabilitas Sebagai Alat pengukur Kinerja
Keuangan..................................................................
2.1.6.2 Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas ................................
2.1.7 Solvabilitas ...........................................................................
2.1.7.1 Rasio Solvabilitas Sebagai Alat Pengukur Kinerja
Keuangan .................................................................
2.1.7.2 Jenis-Jenis Rasio Solvabilitas ..................................
2.1.8 Ukuran Perusahaan ..............................................................
2.1.9 Corporate Governance ........................................................
2.1.9.1 Pengertian Corporate Governance ..........................
2.1.9.2 Kepemilikan Manajerial ..........................................
2.1.9.3 Kepemilikan Institusional ........................................
2.1.9.4 Komite Audit ...........................................................
2.1.9.5 Komisaris Independen .............................................
2.1.10 Penelitian Terdahulu ..........................................................
2.2 Rerangka Konseptual .....................................................................
2.3 Pengembangan Hipotesis ...............................................................
2.3.1 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Perataan Laba .................
2.3.2 Pengaruh Solvabilitas Terhadap Perataan Laba ...................
34
38
38
41
43
44
45
47
48
48
50
52
55
55
57
60
61
61
64
65
66
67
68
76
78
78
79
ix
13. 2.3.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Perataan Laba ......
2.3.4 Pengaruh Corporate Governance terhadap Provitabilitas
dan Perataan laba ................................................................
2.3.5 Pengaruh Corporate Governance terhadap Solvabilitas dan
Perataan laba .......................................................................
2.3.6 Pengaruh Corporate Governance terhadap Ukuran
Perusahaan dan Perataan laba .............................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1Rancangan Penelitian ......................................................................
3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran ............................................
3.2.1 Variabel Independen ...........................................................
3.2.2 Variabel Dependen ..............................................................
3.2.3 Variabel Moderasi ...............................................................
3.3 Prosedur Pengumpulan Data ..........................................................
3.3.1 Populasi dan Sampel ............................................................
3.3.2 Metode pengambilan Sampel ..............................................
3.4 Metode Analisis Data .....................................................................
3.4.1 Teknik Analisis Data ............................................................
3.4.2 Hipotesis ...............................................................................
BAB 1V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data ................................................................................
4.2 Analisis Data ..................................................................................
4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif .................................................
4.2.2 Analisis Regresi Logistik .....................................................
4.2.3 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis ..........................................
4.2.3.1 Hasil Uji Pengaruh Profitabilitas Terhadap Peratan
Laba .........................................................................
4.2.3.2 Hasil Uji Pengaruh Solvabilitas Terhadap Peratan
Laba .........................................................................
80
81
82
84
86
86
86
86
89
92
95
95
96
97
97
99
102
102
103
103
107
119
119
121
x
14. 4.2.3.3 Hasil Uji Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap
Peratan Laba ............................................................
4.2.3.4 Hasil Uji Pengaruh Corporate Governance
Terhadap Profitabilitas dan Peratan Laba ...............
4.2.3.5 Hasil Uji Pengaruh Corporate Governance
Terhadap Solvabilitas dan Peratan Laba .................
4.2.3.6 Hasil Uji Pengaruh Corporate Governance
Terhadap Ukuran Perusahaan dan Peratan Laba ....
BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI
5.1 Simpulan ........................................................................................
5.2 Keterbatasan ..................................................................................
5.2.1 Rekomendasi........................................................................
5.3 Implikasi ........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................
123
128
129
128
132
132
135
135
136
138
148
xi
15. xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ........................................................ 73
Tabel 3.1 Definisi Operasional .......................................................................... 94
Tabel 4.1 Prosedur Pemilihan Sampel .............................................................. 102
Tabel 4.2 Tabel Statistik Deskriptif ............................................................... 104
Tabel 4.3 Statistik Data Frekeuensi Data Praktik Perataan................................ 106
Tabel 4.4 Uji Hosmer and Lemeshow’ Goodness fit ......................................... 108
Tabel 4.5 Uji Secara Simultan Pada Analisis regresi......................................... 110
Tabel 4.6 Uji -2Log Likelihood (Blok Number = 0) .......................................... 111
Tabel 4.7 Uji -2Log Likelihood (Blok Number = 1)........................................... 112
Tabel 4.8 Uji Cox & Negelkerke R Square ....................................................... 113
Tabel 4.9 Uji Overall Clasification Table ......................................................... 114
Tabel 4.10 Uji Signifikan Koefisien Regresi ...................................................... 115
Tabel 4.11 Hasil Pengujian hipotesis ................................................................... 117
16. xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Tipe Perataan Laba ........................................................................... 41
Gambar 2.2 Rerangka Konseptual ....................................................................... 77
17. xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Daftar Sampel Perusahaan ................................................................ 148
Lampiran 2 Checklist Efektifitas Dewan Komisaris............................................. 150
Lampiran 3 Chceklist Efektifitas Komite Audit ..................................................... 154
Lampiran 4 Hasil Output Pengolahan Data SPSS .................................................. 156
18. xv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh profitabilitas, solvabilitas, dan
ukuran perusahaan terhadap perataan laba dengan mekanisme corporate governance
yang diduga akan mempengaruhi penerapan praktik perataan laba itu sendiri.
Penelitian ini hanya terfokus kepada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011-2013. Metode penelitian yang digunakan adalah
analisis regresi logistik dengan pengambilan sampel menggunakan metode purposing
sampling yang menghasilkan sampel terpilih dari 3 periode sebanyak 117 sampel dari
393 sampel awal, yang kemudian akan dijadikan sebagai bahan penelitian. Data yang
diperoleh didapat melalui analisa laporan keuangan dan juga laporan keuangan tahunan
yang telah disediakan di Bursa Efek Indonesia. Mekanisme corporate governance dalam
penelitian ini menggunakan index checklist pertanyaan efektivitas untuk mengukur
seberapa besar pengaruh yang akan didapatkan kelak diantara profitabilitas, solvabilitas,
ukuran perusahaan, dan praktik perataan laba.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel independen seperti profitabilitas
berpengaruh positif terhadap perataan laba, sedangkan solvabilitas, dan ukuran
perusahaan berpengaruh negatif terhadap perataan laba. Untuk variabel moderasi dari
penelitian ini menunjukkan hasil bahwa corporate governance memperkuat hubungan
antara profitabilitas dan perataan laba, sedangkan corporate governance memperlemah
hubungan antara solvabilitas dan perataan laba, serta ukuran perusahaan dan perataan
laba.
Kata kunci : corporate governance, perataan laba, profitabilitas, solvabilitas, dan
ukuran perusahaan
19. xvi
ABSTRACT
This study aimed to examine the effect of profitability, solvability, and the firm
size on income smoothing with corporate governance mechanisms that are expected to
affect the application of the practice of income smoothing itself.
This study only focused on companies listed in Indonesia Stock Exchange in
2011-2013. The method used is logistic regression analysis by sampling using a
sampling method that produces purposing selected sample of 3 periods of 117 samples
from 393 initial samples, which will then be used as research material. The data
obtained were obtained through analysis of financial statements and annual financial
statements which have been provided in the Indonesia Stock Exchange. Corporate
governance mechanisms in this study using a checklist of questions effectiveness index to
measure how much effect will be obtained later between profitability, solvency, company
size, and income smoothing practices.
The results showed that independent variables such as profitability positive effect
on income smoothing, while solvability, and firm size negatively affect income
smoothing. For moderating variables of this study indicate that corporate governance
results strengthen the relationship between profitability and income smoothing, while
corporate governance weakens the relationship betwen solvability and income
smoothing, as well as firm size and income smoothing.
Keyword : Corporate Governance, income smoothing, profitability, solvability, and
firm size
20. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelaporan keuangan pada dasarnya merupakan suatu proses yang penting di
dalam setiap lembaga dan juga perusahaan yang ada. Dimana dalam laporan keuangan
yang disampaikan nantinya akan memperlihatkan segala transaksi keuangan yang telah
terjadi selama kurun waktu satu tahun buku berjalan. Maka di kemudian hari maupun
pada saat itu juga, dengan laporan keuangan tersebut akan didapati hasil yang akan
mencerminkan kinerja suatu perusahaan yang dapat dilihat dari laba yang diperoleh
perusahaan tersebut dalam kurun waktu satu tahunnya.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan No. 1 (1997:07), laporan keuangan
merupakan bagian dari proses keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya
meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal yang disajikan dalam
berbagai cara seperti misalnya sebagai arus kas (laporan arus dana), catatan, dan
laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan
keuangan. Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan
dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan sektor industri dan geografis
serta pengungkapan pengaruh perubahan harga (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2002:07).
Laporan keuangan merupakan suatu media yang diciptakan untuk dapat
meringkas suatu proses pencatatan dari segala transaksi keuangan yang terjadi selama
kurun waktu satu tahun buku yang bersangkutan. Hal ini sama hakikatnya dengan
tujuan laporan keuangan menurut SAK No. 1, yaitu menyediakan informasi yang
21. 2
menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan.
Jika dilihat dari sisi pengguna informasi akuntansi, laporan keuangan diperlukan
oleh berbagai pihak berkepentingan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan
keputusan ekonomi baik dari pihak internal maupun pihak eksternal yang
menyelenggarakan kegiatan akuntansi. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Bridgam
dan Houston (1999) jika dilihat dari sudut pandang investor, analisis laporan keuangan
digunakan untuk memprediksi masa depan, sedangkan dari sudut pandang manajemen
analisis laporan keuangan digunakan untuk membantu mengantisipasi kondisi di masa
depan yang lebih penting, sebagai titik awal untuk perencanaan tindakan yang akan
mempengaruhi peristiwa di masa depan. Dari berbagai informasi yang ada
pengumuman laba perusahaan kerap kali menjadi sorotan utama yang ada, karena laba
dalam suatu perusahaan dapat mencerminkan suatu nilai tersendiri yang ditujukan oleh
pelaku pasar. Dimana pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan kerap kali
menggunakan laporan keuangan sebagai landasan dalam mengevaluasi kinerja para
manajemen. Karena di dalam laporan keuangan terkandung berbagai macam informasi
mengenai segala kinerja manajemen, dan salah satunya tercermin dalam informasi
perolehan laba perusahaan selama kurun waktu periode tertentu, khususnya adalah laba
perusahaan Go Public, karena perusahaan yang telah Go Public akan memiliki dana
yang lebih besar yang didapat dari penjualan sahamnya kepada masyarakat umum
dimana perusahaan kelak akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
22. 3
Prabayanti dan Yasa (2010) mengemukakan bahwa kehadiran perusahaan lain
dapat mengakibatkan persaingan menjadi lebih ketat dan pada akhirnya akan berimbas
pada ketidakstabilan laba yang akan diperoleh perusahaan. Bagaimanapun juga
perhatian investor kerap sering kali hanya terpusat pada informasi laba yang diberikan
oleh perusahaan, dimana persaingan tersebut akan menyebabkan perusahaan
mendapatkan laba yang sangat tinggi namun di kemudian hari akan menurun dengan
sangat drastis pada periode berikutnya, dan dalam hal ini menurut pandangan investor
biasanya akan menjadi lahan yang tidak aman dalam hal berinvestasi. Oleh karena itu,
perhatian yang besar dari investor tersebut dapat menjadi salah satu alasan yang
mendorong manajemen untuk melakukan beberapa tindakan dysfunctional behavior
(perilaku yang tidak semestinya), yaitu dengan melakukan manipulasi laba melalui
manajemen laba dalam laporan keuangannya.
Hal lain yang menyebabkan manajer kerap kali melakukan dysfunctional
behavior adalah pengaplikasian dari teori keagenan (Agency theory), yang dimana
manajer yang bertindak selaku agen dan pemilik (principal) sekaligus pengontrol
jalannya perusahaan memiliki perbedaan informasi atau dalam hal ini terdapat asimetri
informasi. Asimetri informasi dapat dikatakan apabila para manajer yang bertindak
sebagai pihak internal perusahaan lebih mengetahui seluk beluk perusahaan hingga
bagian terdetailnya sekalipun daripada pemilik perusahaan itu sendiri (pihak eksternal),
sehingga celah ini kerap dimanfaatkan para manajer untuk melakukan dysfunctional
behavior, yaitu dengan melakukan perekayasaan laba (earning management) yang
dapat memaksimalkan keuntungan baik untuk dirinya sendiri maupun perusahaannya.
Manajemen laba itu sendiri pada dasarnya merupakan salah satu faktor yang cenderung
23. 4
dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan tentunya. Karena laba merupakan salah
satu informasi dalam laporan keuangan yang sering digunakan sebagai dasar dalam
penentuan kompensasi manajemen dan merupakan sumber informasi yang penting
untuk melakukan praktik perataan laba (Widaryanti, 2009).
Scot (2009) menyatakan bahwa tindakan manajemen laba itu dapat dibedakan
menjadi empat kategori, yaitu taking a bath, income minimization, income
maximization, dan income smoothing (perataan laba). Dimana: (1) Taking a Bath
(Mandi Besar) adalah salah satu pola dari manajemen laba yang dilakukan dengan cara
melaporkan biaya-biaya pada masa mendatang di masa kini dan menghapus beberapa
aktiva (2) Income Minimization (Menurunkan Laba) merupakan salah satu pola
manajemen laba yang dilakukan untuk menghapus modal aset, beban iklan,
pengeluaran R&D dan sebagainya dengan tujuan mencapai suatu tingat return on
asset atau return on investment tertentu (3) Income Maximization (Menaikkan Laba)
adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara melaporkan net income yang
tinggi dengan motivasi mendapat bonus yang lebih besar dan (4) Income Smoothing
(Perataan Laba) adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara meratakan
laba bersih sehingga berada tetap di antara bogey (laba minimun untuk mendapat
bonus) dan cap (laba maksimum untuk mendapat bonus).
Perataan laba merupakan salah satu pola dari manajemen laba (Cahan, 2008).
Tindakan perataan laba adalah suatu sarana yang dapat digunakan manajemen untuk
mengurangi fluktuasi pelaporan penghasilan dan memanipulasi variabel-variabel
akuntansi atau dengan melakukan transaksi-transaksi riil (Budiasih, 2009). Praktik
perataan laba merupakan suatu fenomena yang umum terjadi sebagai usaha manajemen
24. 5
sebagai usaha manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan (Nasir
dkk., 2002). Salah satu tujuan dilakukannya praktik perataan laba adalah untuk
memberikan rasa aman kepada investor dikarenakan fluktuasi laba yang kecil selain itu
perataan laba juga sering digunakan untuk meningkatkan kemampuan investor untuk
dapat meramalkan laba perusahaan pada periode yang akan datang. Perataan laba juga
kerap dilakukan manajemen untuk memperbaiki citra perusahaan di mata pihak
eksternal yaitu apabila di saat perusahaan memiliki resiko yang rendah, dan segala
variabilitas laba yang diyakini merupakan faktor penting untuk menilai resiko. Dilain
pihak perataan laba juga dilakukan untuk meningkatkan relasi-relasi usaha dan juga
meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen. Perataan laba
ini merupakan suatu perilaku yang rasional dan didasarkan atas asumsi dalam teori
akuntansi positif (positive accounting theory) yang menyatakan bahwa manajemen
merupakan individual yang rasional yang memperhatikan kepentingan dirinya,
sehingga berdasarkan atas asumsi tersebut maka motivasi yang mempengaruhi pilihan
manajer atas kebijakan tertentu adalah dengan memaksimumkan kepentingannya.
Praktik manajemen laba sering kali dapat membuat laporan keuangan menjadi
bias dan juga tidak sama dengan apa yang telah ada sebelumnya. Laporan keuangan
yang telah di rekayasa tersebut dapat pula mengganggu pemakai laporan keuangan
yang kerap sering kali mempercayai sepenuhnya pada angka laba dari hasil rekayasa
tersebut. Bahkan The National Commission on Fraudulent Financial Reporting
(Treadway Commission) dalam Nugroho (2008) lebih tegas menyatakan mengenai
aktivitas manajemen laba apapun itu tentunya dapat menyesatkan para pengguna
laporan keuangan dan terkadang sering kali didapati indikasi terjadinya tindakan illegal
25. 6
yang serius dalam pelaporan keuangan. Namun ternyata, dalam beberapa kasus terdapat
beberapa Negara menganggap manajemen laba ini merupakan pekerjaan yang legal.
Misalnya, Swedia yang membenarkan praktik perataan laba ini walaupun dengan syarat
sepanjang laporan keuangan tersebut dibuat secara transparan.
Perusahaan manuktur merupakan perusahaan yang memiliki karakteristik utama
dalam mengolah sumber daya, baik mentah maupun setengah jadi menjadi barang jadi
melalui proses pabrikasi. Perusahaan manufaktur juga termasuk dalam emiten terbesar
dari seluruh perusahaan yang listing dalam Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan
manufaktur sebagai emiten terbesar memiliki peluang yang besar dalam memberikan
kesempatan bagi para pelaku pasar maupun investor untuk berinvestasi. Hal ini pula
yang menjadikan perusahaan manufaktur selalu mendapat perhatian khusus dan juga
menjadi banyak sorotan dari para pelaku pasar. Mengingat pentingnya laporan
keuangan terutama informasi laba, maka menjadikan penelitian terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi perataan laba juga menjadi sangat penting di tengah banyaknya
perusahaan manufaktur di BEI yang harus mempertanggung jawabkan kinerjanya
kepada publik. Sepertihalnya yang dinyatakan oleh Juniarti dan Corolina (2005) bahwa
adanya bentuk perubahan informasi atas laba bersih suatu perusahaan melalui berbagai
macam cara, akan memberikan efek atau dampak yang cukup berpengaruh terhadap
tindak lanjut para pengguna informasi yang bersangkutan. Tidak terkecuali dengan
penerapan perataan laba oleh suatu perusahaan. Dari deskriptif mengenai perusahaan
manufaktur tersebut, maka tidak menutup kemungkinan terdapat indikasi manajemen
dari beberapa perusahaan manufaktur untuk melakukan praktik perataan laba. Hal
tersebut juga dapat dilihat dari laporan laba-rugi dari beberapa perusahaan yang
26. 7
menunjukkan besarnya laba yang relatif stabil dari tahun ke tahun.
Mulyadi (2001:513) mengemukakan bahwa laba dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu: (1) Biaya (biaya yang timbul dari perolehan atau mengolah jasa akan
mempengaruhi harga jual jasa yang bersangkutan), (2) harga jual (harga jual jasa akan
mempengaruhi besarnya volume jasa yang bersangkutan) dan (3) volume penjualan
serta produksi (besarnya volume penjualan berpengaruh terhadap volume produksi akan
mempengaruhi besar kecilnya biaya produksi). Laba yang merupakan selisih antara
jumlah pendapatan dalam suatu periode dengan beban-beban yang terjadi selama
periode tersebut. Dalam suatu perusahaan, kegiatan penjualan adalah salah satu faktor
penentu atas perolehan laba yang optimal. Oleh karena itu, kontinuitas perusahaan akan
terjamin dan perkembangan perusahaan diharapkan akan terus meningkat untuk
memperoleh laba optimal. Oleh karena itu, dalam hal pengelolaan laba di dalam suatu
perusahaan, manajemen diharapkan memiliki suatu perencanaan dan pengendalian yang
tepat.
Dewi dan Carina (2008) mengemukakan bahwa praktik perataan laba
merupakan suatu fenomena umum dan banyak terjadi di beberapa negara. Praktik
perataan laba dapat juga menyebabkan pengungkapan laba yang menyesatkan apabila
pihak eksternal kerap tidak menyadari adanya praktik perataan laba ini, maka laba dari
hasil rekayasa tersebut dapat menyebabkan suatu distorsi dalam hal pengambilan
keputusan. Salah satu kerugian yang di timbulkan dari pihak manajemen dari praktik
perataan laba ini nantinya akan dapat menimbulkan kerugian besar terhadap harga
saham perusahaan, yang awalnya berada pada tingkat overvalued kemudian dapat
menjadi undervalued apabila dari pihak eksternal telah mengetahui bahwa informasi
27. 8
yang disajikan manajer terbukti tidak benar.
Perataan laba memiliki beberapa faktor pendukung yang mendorong praktik
tersebut dan pada umumya dapat dibedakan dari faktor konsekuensi ekonomi dari
pilihan akuntansi dan faktor-faktor laba (Moses, 1987). Faktor konsekuensi ekonomi
lebih dipengaruhi oleh angka-angka akuntansi. Profitabilitas yang diproksikan dengan
Return on Asset (ROA) (Prabayanti dan Yasa, 2010), Solvabilitas yang diproaksikan
dengan financial leverage (Aji dan Mita, 2010), dan ukuran perusahaan (Budiasih,
2009) merupakan beberapa contoh dari berbagai kondisi yang dipengaruhi oleh angka-
angka akuntansi, sehingga pada setiap jenjang perubahan akuntansi yang dilakukan oleh
perusahaan akan mempengaruhi setiap kondisi dimana ada kalanya perubahan tersebut
dilakukan. Sedangkan khusus untuk faktor laba, hal yang mampu mempengaruhi faktor
laba tersebut adalah angka-angka yang tercantum di dalam laba itu sendiri yang
nantinya kelak akan mendorong perilaku perataan laba yang dilakukan oleh manajer
tersebut. Contoh nyata yang dapat diambil adalah perbedaan yang terjadi pada laba
yang tentunya diharapkan dengan laba aktual. Maka, semakin besar perbedaan yang
terjadi maka semakin besar pula motivasi manajer untuk meratakan laba yang sesuai
dengan apa yang diharapkan.
Dascher dan Malcolm (1970) dalam Dewi (2012) membedakan bentuk income
smoothing menjadi dua yaitu real smoothing dan artificial smoothing. Real smoothing
berkaitan dengan berbagai macam transaksi actual yang dilakukan atau tidak dilakukan
berdasarkan pada pengaruh perataan laba, sementara artificial smoothing berkaitan
dengan prosedur akuntansi yang diterapkan untuk menggeser revenue ataupun expense
dari suatu periode ke periode yang lain.
28. 9
Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori keagenan menggunakan tiga asumsi
sifat dasar manusia, yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri, (2)
manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang, dan (3)
manusia selalu menghindari risiko. Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut
maka tidak heran manajer yang juga sebagai manusia pada umumnya akan bertindak
secara opportunistic bilamana ada kesempatan, yaitu dengan cara mengutamakan
kepentingan pribadinya sendiri ketimbang kepentingan lain. Adanya hubungan
keagenan antara pihak manajemen (agen) dengan investor (principal) sering kali dapat
menimbulkan suatu konflik kepentingan antara pemilik dan agen yang mungkin terjadi
karena agen sering kali tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan principal,
sehingga di satu sisi lambat laun akan menimbulkan suatu biaya sepertihalnya biaya
keagenan. Sebagaimana agen, manajer secara moral harus dapat bertanggung jawab
untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya
akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak (Jensen dan Meckling, 1976).
Berdasarkan teori keagenan, tindakan manajemen yang menyimpang tersebut
dapat diatasi dengan meminimalisir tindakan tersebut melalui mekanisme good
corporate governance. Mekanisme good corporate governance merupakan salah satu
konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervise maupun
tindak monitoring kinerja manajemen demi menjamin akuntabilitas manajemen
terhadap stackholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan (Nasution dan
Setiawan, 2007). Menurut Organization of Economic Cooperation and Development
(OECD, 2004) dalam Naftalia (2013) corporate governance merupakan salah satu
sistem dimana sebuah perusahaan atau entitas bisnis diarahkan dan diawasi. Menurut
29. 10
Komite Cadbury dalam Nugroho (2014), corporate governance adalah sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan untuk
menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders.
Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang
saham, dan sebagainya.
Corporate governance merupakan suatu bentuk perwujudan dalam hal
peningkatan kinerja perusahaan, dimana kinerja manajemen diawasi oleh suatu instansi
yang dikemudian hari akan dapat menjamin akuntabilitas manajemen terhadap para
pemegang saham. Hal ini tentunya akan berdampak pada pencapaian suatu sistem
pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi para pengguna laporan keuangan.
Corporate governance juga memiliki struktur yang dapat menjelaskan bagaimana
aturan dan prosedur dalam pengambilan dan pemutusan kebijakan, sehingga dengan
melakukan tindakan tersebut diharapkan dikemudian hari tujuan perusahaan dan
pemantauan kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dilakukan dengan baik.
Forum for Corporate governance in Indonesia (FCGI, 2001) mendefinisikan corporate
governance menjadi suatu perangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara
pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban
mereka.
Mekanisme dari corporate governance itu sendiri dibagi menjadi dua bagian,
yaitu mekanisme internal dan eksternal governance seperti pengendalian oleh pasar dan
level debt financing (Barnhart dan Rosentein, 1998). Romauli (2012) menjelaskan
30. 11
bahwa suatu laporan dinilai bermutu apabila penyusunannya berpedoman pada kaidah-
kaidah atau prinsip-prinsip yang bertema umum. Sama halnya dengan laporan
berkelanjutan. Pada tingkat global sejak tahun 2000 telah dikembangkan standar
laporan berkelanjutan oleh Global Reporting Initiative (GRI) dan pada tahun 2006 di
indonesia telah dikembangkan kembali indeks pemeringkatan terhadap corporate
governance yang bernama Corporate Governance Perception Index (CGPI) serta
beberapa index yang telah dikembangkan oleh beberapa peneliti seperti index daftar
pertanyaan efektivitas dewan komisaris dan komite audit yang digunakan oleh
Hermawan (2009).
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2004) mendefinisikan
corporate governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan oleh
organ perusahaan untuk memberikan nilai tambah pada perusahaan secara
berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan norma yang berlaku. Maka dari itu di dalam perusahaan,
corporate governance juga dapat menjadi salah satu dasar penilaian kondisi suatu
perusahaan, untuk itu tentu dibutuhkan suatu mekanisme yang tepat untuk dapat
menilainya. Alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah daftar
pertanyaan efektivitas dewan komisaris dan komite audit yang digunakan Hermawan
(2009). Mekanisme corporate governance dapat digunakan untuk memantau segala
aktifitas perusahaan agar perusahaan tersebut diharapkan dapat memajukan
perusahaannya dengan baik dan benar.
31. 12
Beberapa penelitian mengenai corporate governance telah banyak dilakukan,
dan menurut penelitian yang dilakukan oleh penelitian yang dilakukan oleh Retno
(2012) mengenai Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility terhadap nilai perusahaan menunjukkan bahwa Good Corporate
Governance didapati berpengaruh positif terhadap ukuran perusahaan dan
manajemen laba.
Adapula penelitian mengenai corporate governance yang dilakukan oleh
Amertha (2013) mengenai Pengaruh Return on Asset terhadap Praktik Manajemen
Laba dengan Moderasi Mekanisme Corporate Governance Laba menunjukkan
Corporate Governance didapati berpengaruh negatif terhadap Return on Asset dan
Manajemen Laba.
Beberapa penelitian terhadap corporate governance juga dilakukan oleh
Naftalia (2013) mengenai Pengaruh Leverage Terhadap Manajemen Laba dengan
Corporate Governance sebagai variabel pemoderasi menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang negatif antara Leverage dan Manajemen Laba.
Profitabilitas merupakan suatu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan (profit) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu (Husnan,
2001). Maka dari itu di dalam perusahaan, profitabilitas menjadi salah satu dasar
penilaian kondisi suatu perusahaan, untuk itu tentu dibutuhkan suatu alat analisis untuk
dapat menilainya. Alat analisis yang dimaksud adalah rasio-rasio keuangan. Rasio
profitabilitas dapat digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen berdasarkan
hasil pengembalian yang diperoleh dari penjualan dan investasi. Dalam penelitian ini
rasio profitabilitas yang digunakan adalah rasio Return on Asset (ROA)
32. 13
Beberapa penelitian mengenai rasio profitabilitas telah banyak dilakukan, dan
menurut penelitian yang dilakukan oleh Prabayanti dan yasa (2010) mengenai perataan
laba (income smoothing) dan Analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya,
menunjukkan bahwa profabilitas yang diukur dengan ROA berpengaruh positif
terhadap perataan laba. Namun demikian hal ini ternyata bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Prasetiono (2012) tentang Analisis Pengaruh
ROA, NPM, DER, dan Size Terhadap Praktik Perataan Laba yang menunjukkan bahwa
ROA berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba.
Solvabilitas merupakan suatu kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua
kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi (Sutrisno, 2009:15). Maka dari itu di
dalam perusahaan, solvabilitas juga dapat menjadi salah satu dasar penilaian kondisi
suatu perusahaan, untuk itu tentu dibutuhkan suatu alat analisis untuk dapat
menilainya. Alat analisis yang dimaksud adalah rasio-rasio keuangan. Rasio solvabilitas
dapat digunakan untuk membayar semua utang-utang perusahaan, baik utang panjang
maupun utang jangka pendek. Dalam penelitian ini rasio solvabilitas yang digunakan
adalah rasio Debt to Total Asset Ratio (DAR).
Beberapa penelitian mengenai rasio solvabilitas telah banyak dilakukan, dan
menurut penelitian Prabayanti dan Yasa (2010) mengenai Perataan laba (Income
Smoothing) dan Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhinya, menunjukkan bahwa
financial leverage berpengaruh positif terhadap perataan laba. Hal ini pula bertentangan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Silviana (2010) yang melakukan penelitain
mengenai Analisis Perataan Laba (Income Smoothing): Faktor-Faktor yang
mempengaruhi Perataan laba yang menunjukkan hasil bahwa financial leverage
33. 14
berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba.
Ukuran perusahaan (Firm Size) merupakan suatu ukuran atau seberapa
besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Miswanto dan Husnan (1999) dalam
Ibrahim (2008) menjelaskan bagaimana ukuran perusahaan yang dapat di lihat
melalui resiko dan juga return yang dimiliki oleh suatu perusahaan tersebut, walau
demikian bila dilihat lebih lanjut dijelaskan bahwa perusahaan yang notabene
perusahaan kecil ternyata memiliki risiko dan return yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perusahaan yang besar. Maka dari itu di dalam perusahaan, ukuran perusahaan
ternyata juga dapat menjadi salah satu dasar penilaian kondisi suatu perusahaan, untuk
itu tentu dibutuhkan suatu cara untuk dapat menganalisis dan juga untuk dapat
menilainya. Ukuran perusahaan akan diproxy dengan nilai natural logarithm (ln) of
total asset yang dimiliki. Ukuran perusahaan dapat digunakan untuk mengukur besar
kecilnya perusahaan berdasarkan dari total aktiva, jumlah penjualan (net sales), rata-
rata penjualan, nilai pasar atas saham perusahaan tersebut, dan lain-lain.
Beberapa penelitian mengenai ukuran perusahaan telah banyak dilakukan, dan
menurut penelitian yang dilakukan oleh Budiasih (2009) tentang Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Praktik Perataan Laba menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh positif terhadap peraaan laba. Penelitian
ini juga bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Juniarti dan Corolina
(2005) yang melakukan penelitian mengenai Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Perataan Laba (Income Smoothing) Pada Perusahaan-Perusahaan Go Public
yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap praktik
perataan laba.
34. 15
Penelitian ini pada dasarnya akan mengkaji ulang (replikasi) dari penelitian
terdahulu serta menggabungkan beberapa literatur dari penelitian yang berbeda untuk
mengkaji pengaruh dan hubungannya pada penelitian sebelumnya, dimana hal ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh penelitian yang akan dilakukan oleh penulis pada
saat ini. Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka akan diperoleh adanya
perbedaan hasil penelitian (research gap) yang dilakukan oleh para peneliti dan juga
adanya perbedaan antara realita dan teori (research problem). Research gap dan
research problem yang telah dikemukakan diatas dapat dijadikan pokok permasalahan
dalam penelitian ini. Pada penelitian sebelumnya hampir semua penelitian
menggunakan Indeks Eckel (1981) sebagai indikator terjadinya perataan laba, maka
dari itu penelitian ini akan menggunakan definisi dari Tucker dan Zarowin (2005) yang
menggunakan ukuran akrual diskresioner sebagaimana model Jones (1991) yang telah
dimodifikasi oleh Kothari (2005). Untuk penelitian mengenai Corporate Governance
peneliti melakukan penelitian yang berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya,
seperti penelitian yang dilakukan oleh Jiang et al. (2008), penelitian ini tidak
menggunakan CG Score atau indeks CG melainkan menggunakan daftar pertanyaan
efektivitas dewan komisaris dan komite audit yang digunakan Hermawan (2009),
karena penelitian ini pada dasarnya hanya ingin mengetahui pengaruh dari penerapan
corporate governance (yang mana salah satu prinsipnya adalah melindungi hak-hak
pemegang saham) terhadap praktik manajemen laba khususnya perataan laba. Penulis
mengharapkan penggunaan ukuran perataan laba dengan menggunakan akrual
diskresioner dapat memperkuat penelitian sebelumnya seperti faktor-faktor yang
mempengaruhi perataan laba. Dari fenomena research gap dan research problem yang
35. 16
telah dijelaskan sebelumnya maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul: “ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS, SOLVABILITAS, DAN
UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA
DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL
PEMODERASI (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
BEI Tahun 2011-2013)”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena Research gap dan research problem diatas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana Profitabilitas yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA)
berpengaruh terhadap Praktik Perataan laba pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI ?
2. Bagaimana Solvabilitas yang diproksikan dengan Debt to Total Asset Ratio
(DAR) berpengaruh terhadap Praktik Perataan Laba pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI ?
3. Bagaimana Ukuran Perusahaan (Firm Size) berpengaruh terhadap Praktik
Perataan Laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI ?
4. Bagaimana Corporate Governance memoderasi hubungan Provitabilitas
yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA) dan Praktik Perataan Laba
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI ?
5. Bagaimana Corporate Governance memoderasi hubungan Solvabilitas yang
diproksikan dengan Debt to Total Asset Ratio (DAR) dan Praktik Perataan
36. 17
Laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI ?
6. Bagaimana Corporate Governance memoderasi hubungan Ukuran
Perusahaan (Firm Size) dan Praktik Perataan Laba pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fenomena dari Research gap dan research problem yang ada,
maka dapat diketahui tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh Profitabilitas yang diproksikan
dengan Return on Asset (ROA) terhadap Praktik Perataan laba pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
2. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh Solvabilitas yang diproksikan
dengan Debt to Total Asset Ratio (DAR) terhadap Praktik Perataan Laba
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
3. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh Ukuran Perusahaan (Firm Size)
terhadap Praktik Perataan Laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI.
4. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh Corporate Governance sebagai
variabel pemoderasi terhadap Profitabilitas yang diproksikan dengan Return
on Asset (ROA) dan Praktik Perataan Laba pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI.
5. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh Corporate Governance sebagai
variabel pemoderasi terhadap Solvabilitas yang diproksikan dengan Debt to
37. 18
Total Asset Ratio (DAR) dan Praktik Perataan Laba pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI.
6. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh Corporate Governance sebagai
variable pemoderasi terhadap Ukuran Perusahaan (Firm Size) dan Praktik
Perataan Laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain :
1. Bagi manajemen, dimana nantinya hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan sebelum
memutuskan untuk melakukan praktik perataan laba
2. Bagi pihak eksternal (investor, kreditur, dan pihak lain), dimana hasil
penelitian ini nantinya juga diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
hal investasi atau pemberian kreditnya terhadap pihak lain.
a. Bagi para investor dan calon investor yang akan melakukan investasi
dalam pasar modal dimana hasil penelitian ini di kemudian hari akan
dapat memberikan masukan dalam hal pembuatan keputusan untuk
berinvestasi serta dalam pengelolaan berbagai macam portofolio saham
yang dimilikinya.
b. Bagi para kreditur diharapkan melalui hasil penelitian ini akan dapat
digunakan sebagai acuan dalam hal pengambilan keputusan untuk
memberikan kredit kepada pihak lain.
38. 19
3. Bagi pihak akademisi dimana nanti hasil penelitian ini akan diharapkan
dikemudian hari dapat digunakan sebagai acuan dalam hal memberikan
informasi, dan juga bagi penelitian yang sejenis diharapkan peneilitian ini
dapat dijadikan sebagai referensi tambahan.
1.5. Sistematika Penulisan Skripsi
Pelaksanaan kegiatan dari penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab, dan
masing-masing bab akan ditelaah menjadi beberapa sub berdasarkan keperluan atas
penguraiannya. Garis besar penyusunan penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan dari isi skripsi itu sendiri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan bab yang membahas mengenai tinjauan literatur, rerangka
konseptual, dan pengembangan hipotesis mengenai penellitian yang
sedang dilakukan.
BAB III METODE PENELITIAN
Merupakan bab yang membahas mengenai rancangan penelitian,
definisi operasional variable dan pengukuran, prosedur pengumpulan
data, serta metoda analisis data dari penelitian yang sedang dilakukan.
39. 20
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Merupakan bab yang membahas mengenai deskripsi data, analisis
data, serta pembahasan hasil penelitian yang sedang dilakukan.
BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI
Merupakan bab yang membahas mengenai simpulan, keterbatasan,
dan implikasi yang didapat dari hasil analisa dan pembahasan
penelitian yang sedang dilakukan.
40. 21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Literatur
2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan merupakan suatu model yang telah berkembang dalam eranya
yaitu pada tahun 1970-an, dimana teori ini akan membahas tentang berbagai macam
hubungan kontraktual antara anggota-anggota perusahaan yang berawal dari adanya
suatu bentuk korporasi yang dalam hal ini memisahkan secara tegas antara pemilik
perusahaan dengan manajemen yang ada. Dimana para manajemen tersebut juga
dapat dianggap sebagai agent dan pemilik dianggap sebagai principal. Principal
pada umumnya hanya memberikan seluruh wewenang yang dimilikinya kepada
pihak manajemen (agent) dari perusahaan yang bersangkutan (Dewi, 2012). Teori
keagenan pada dasarnya akan membahas mengenai adanya hubungan keagenan
antara principal dan agent. Perspektif hubungan keagenan juga nantinya akan dapat
menjadi salah satu dasar yang akan digunakan untuk memahami corporate
governance maupun manajemen laba (earnings management).
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa munculnya earnings
management dapat dijelaskan dengan teori keagenan, dimana sebagai agen, manajer
secara moral harus dapat bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para
pemilik (principal) dan sebagai imbalannya manajer tersebut nantinya akan
memperoleh berbagai macam kompensasi yang sesuai dengan kontrak yang berlaku.
Namun sekarang, yang sering terjadi dalam kenyataannya baik dari manajemen
41. 22
maupun manajer perusahaan terkadang sering kali memiliki tujuan yang berbeda
yang mungkin tujuan tersebut dapat bertentangan dengan tujuan utama antara pihak
principal yang bersangkutan. Permasalahan yang timbul akibat adanya konflik
kepentingan antara pemegang saham yang disebut juga sebagai masalah keagenan
(agency problem). Hal ini dapat terjadi karena pengelola (manajer) memiliki
informasi lebih mengenai perusahaan yang sekiranya tidak dimiliki oleh pemegang
saham (asymmetry information) dan kelak akan menggunakannya untuk
meningkatkan kesejahteraannya secara pribadi, padahal setiap pemakai yang bukan
hanya manajemen tersebut juga membutuhkan informasi untuk pengambilan
keputusan ekonomi (Jatiningrum dan Rofiqoh, 2004).
Teori keagenan merupakan salah satu pendekatan yang dapat menjelaskan
timbulnya praktik perataan laba di dalam konsep manajemen laba yang akan di
dalamnya nanti akan dibahas secara keseluruhan dalam penelitian yang akan
dilakukan ini. Teori keagenan adalah hubungan atau kontrak antara pemilik
(principal) dan manajer (agent). Masalah yang mendasari atas teori keagenan
(agency theory) ini adalah adanya konflik kepentingan (conflict of interest) antara
pemilik dan manajer yang bersangkutan. Pemilik disebut dengan principal dan
manajer disebut dengan agent, dimana keduanya merupakan pihak yang masing-
masing saling memiliki tujuan yang berbeda dalam mengendalikan perusahaan
terutama menyangkut bagaimana memaksimalkan kepuasan dan kepentingan dari
hasil yang dicapai melalui aktivitas usaha (Zulkarnaini, 2007). Lain halnya dengan
asumsi dasar teori keagenan yang dikemukakan oleh Schroeder (2001:48), dimana
setiap individu pada hakikatnya selalu berusaha untuk melakukan segala sesuatu
42. 23
secara maksimal untuk mengoptimalkan kepentingannya sendiri. Pihak principal
biasanya akan termotivasi untuk melakukan kontrak kerja dalam rangka
mensejahterakan dirinya sendiri melalui profitabilitas yang pada umumnya
diharapkan selalu meningkat. Di sisi yang lain, agent biasanya termotivasi untuk
selalu memenuhi kebutuhan ekonomi dan juga psikologisnya (Widyaningdyah,
2001:91).
Dijelaskan dalam Jensen dan Meckling (1976), Weston dan Bringham (1994)
(dalam Astuti, 2013), bahwa dimana masalah keagenan (agency problem) dapat
terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu: (1) antara pemegang saham dan manajer,
dan (2) antara pemegang saham dan kreditor. Teori keagenan dapat mendiskripsikan
bagaimana pemegang saham dapat dikatakan sebagai principal dan manajemen yang
dikatakan sebagai agent. Manajemen merupakan salah satu pihak yang dikontrak
oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham itu sendiri.
Untuk itu, manajemen terkadang diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat
keputusan terbaik yang ditujukan bagi kepentingan pemegang saham. Oleh karena
itu, manajemen harus dapat mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada
pemegang saham. Karena pada dasarnya unit analisis dalam teori keagenan adalah
sebuah kontrak yang melandasi hubungan antara principal dan agent, maka dari itu
teori ini tentunya terfokus pada penentuan kontrak yang paling efesien yang
mendasari hubungan antara principal dan agent.
Dijelaskan dalam Scott (2009), perusahaan pada dasarnya memiliki kontrak
yang sangat banyak, salah satu contoh yang dapat didapati adalah kontrak kerja
antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan
43. 24
dengan kreditornya. Kedua jenis kontrak tersebut terkadang seringkali dibuat
berdasarkan laba yang ada, sehingga dapat dikatakan bahwa agency theory memiliki
implikasi terhadap kinerja akuntansi. Kontrak kerja yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah kontrak kerja antara manajemen dengan pemegang saham. Manajemen
(agent) dan pemegang saham (principal) pada dasarnya ingin memaksimumkan
kemakmurannya masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Pada satu sisi,
agent memiliki informasi yang lebih banyak dibanding principal, karena
manajemenlah yang biasanya mengelola perusahaan secara langsung, sedangkan bagi
pemilik modal dalam hal ini khususnya untuk investor kemungkinan akan sulit dalam
hal mengontrol secara efektif segala tindakan yang dilakukan oleh manajemen
karena investor biasanya hanya memiliki sedikit dari informasi yang ada. Oleh
karena itu, sering kali banyak kebijakan-kebijakan tertentu yang diajukan dan
dilakukan oleh manajemen perusahaan tanpa sepengetahuan pihak pemilik modal
atau investor, yang dimana dalam hal ini dapat menimbulkan adanya
ketidakseimbangan informasi (information asymmetry).
Asimetri informasi itu sendiri merupakan salah satu kondisi dimana informasi
yang didapat memiliki sebuah jarak dalam hal perolehan informasi antara pihak
manajemen sebagaimana penyedia informasi dengan pihak pemegang saham dan
stakeholder yang mana pada umumnya mereka adalah salah satu dari pengguna
informasi (user). Scott (2009) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis asimetri
informasi yaitu :
1. Adverse Selection
Adverse selection is a type of information asymmetry whereby one or
44. 25
more parties to a bussines transaction, or potential transaction, have an
information advantage over other parties. Dimana dijelaskan bahwa
manajer beserta orang-orang dalam lainnya yang pada dasarnya
mengetahui lebih banyak keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan
dengan para pemegang saham ataupun pihak luar. Dengan informasi
lebih tersebut, maka nantinya akan memunculkan potensi manajer dalam
hal pengambilan keputusan yang mungkin nantinya keputusan tersebut
hanya akan menguntukan salah satu pihak saja dengan dilain pihak yang
akan dirugikan.
2. Moral hazard
Moral hazard is a type of infomraion asymmetry whereby one or more
parties to a bussines transaction, or potential transaction, can observe
their action in fulfillment of the transaction but other parties cannot.
Dimana dijelaskan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer
tersebut mungkin tidak semua kegiatannya diketahui dan juga dipantau
oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman dalam menjalankan
amanah yang diberikan. Sehingga sering kali manajer dapat melakukan
berbagai tindakan di luar sepengetahuan pemegang saham dan pemberi
pinjaman. Hal ini tentunya melanggar kontrak yang sebenarnya secara
etika tidak layak untuk dilakukan karena tentu saja akan berdampak tidak
baik bagi perusahaan dan juga pemegang saham.
Asimetri informasi yang timbul ini terkadang dapat memicu adanya konflik
yang terjadi antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfaatkan pihak
45. 26
lain atau mungkin bahkan saling memanfaatkan satu sama lain, dimana semua itu
pada dasarnya selalu ditujukan untuk memenuhi segala kepentingannya sendiri.
Perataan laba pada dasarnya dapat timbul ketika konflik kepentingan antara
manajemen dan pemilik dana terpicu, dimana setiap pihak sekiranya selalu berusaha
untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang diharapkan
masing-masing. Dalam hubungan keagenan, dimana manajer sering kali memiliki
informasi yang asimetri kepada pihak-pihak eksternal perusahaan seperti kreditor
maupun investor. Informasi yang asimetri ini kemungkinan terjadi ketika para
manajer memiliki informasi eksternal (tentang berbagai macam prospek, resiko, dan
seluruh nilai yang ada di dalam perusahaan) yang biasanya lebih cepat, banyak serta
lebih akurat, dan hal ini juga dapat disebabkan karena manajemen memiliki
kemampuan untuk mengakses informasi internal perusahaan secara lebih leluasa
dibandingkan dengan pihak eksternal perusahaan itu sendiri (Widaryanti, 2009).
2.1.2. Teori Akuntansi postif (Positive Accounting Theory)
Teori Akuntansi postif atau Positive Accounting Theory (PAT) memiliki
tiga hipotesis yang dapat dijadikan dasar pemahaman tidakan perataan laba, seperti
halnya yang dirumuskan Watts dan Zimmerman (1986) yaitu sebagai berikut :
1. Hipotesis rencana bonus (Bonus plan hypothesis)
Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer
perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser
laba dari periode mendatang ke periode saat ini sehingga dapat
menaikkan laba saat ini. Hal ini dilakukan karena manajer lebih
46. 27
menyukai pemberian bonus yang lebih tinggi untuk masa kini. Dalam
kontrak bonus, dikenal dengan dua istilah, yaitu bogey (tingkat laba
terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi untuk
mendapatkan bonus). Jika laba berada di bawah (bogey), maka tidak
akan ada bonus yang didapat untuk manajer. Begitupula sebaliknya, jika
laba berada di atas (cap), maka manajer tidak akan mendapatkan bonus
tambahan. Jadi, jika hanya laba bersih yang berada di antara bogey dan
cap, maka manajer akan berusaha menaikkan laba bersih perusahaan.
2. Hipotesis perjanjian utang (Debt covenant hypothesis)
Dalam hal melakukan perjanjian utang, perusahaan pada umumnya
diharuskan untuk memenuhi beberapa persyaratan yang akan diajukan
oleh debitur agar dapat mengajukan pinjaman. Beberapa persyaratan
tersebut adalah persyaratan atas kondisi tertentu mengenai keuangan
perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan pada dasarnya dapat tercermin
melalui rasio-rasio keuangannya. Pada perusahaan yang mempunyai
rasio debt to equity tinggi, maka manajer perusahaan akan cenderung
menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba
perusahaan. Perusahaan yang memiliki rasio debt to equity yang sangat
tinggi kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana
tambahan dari pihak kreditor, bahkan perusahaan terancam melanggar
perjanjian utang. Kreditor memiliki persepsi bahwa perusahaan yang
memiliki nilai laba yang relatif tinggi dan stabil merupakan salah satu
kriteria perusahaan yang sehat.
47. 28
3. Hipotesis biaya politik (Political cost hypothesis)
Hipotesa ini menjelaskan akibat dari hasil politis pemilihan kebijakan
akuntansi yang dilakukan oleh manajemen. Semakin besar laba yang
didapat oleh perusahaan, maka semakin besar pula tuntutan masyarakat
terhadap perusahaan tersebut. Perusahaan yang berukuran besar akan
diharapkan dapat memberikan perhatian yang lebih terhadap lingkungan
sekitarnya dan juga terhadap pemenuhan atas peraturan yang
diberlakukan regulator. Perusahaan yang besar biasanya memiliki banyak
kegiatan operasi, yang dimana kegiatan operasi tersebut diketahui oleh
masyarakat pada umumnya sehingga perusahaan tersebut akan cenderung
mengurangi laba yang dilaporkan. Oleh karena itu, perusahaan yang
besar biasanya akan cenderung menggunakan metode akuntansi yang
dapat mengurangi laba periodik dibandingkan perusahaan kecil. Proses
politik pada dasarnya tidak berbeda dengan proses pasar. Atas dasar cost
informasi dan cost monitoring tersebut , manajer biasanya akan memiliki
intensif untuk memiliki laba akuntansi tertentu dalam proses politik
tersebut.
2.1.3. Laba
2.1.3.1. Pengertian Laba
Dalam konsep penghasilan, Ikatan Akuntan Indonesia (2009:23,1)
mengartikan penghasilan (income) sebagai suatu peningkatan manfaat ekonomi
selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan asset atau
48. 29
penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari
kontribusi penanaman modal, penghasilan (income) yang meliputi pendapatan
(revenue), maupun keuntungan (gain). Belkaoui (1993) menjelaskan bahwa laba
merupakan suatu pos dasar dan penting dari ikhtisar keuangan yang merniliki
berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Laba pada umumnya hanya dipandang
sebagai suatu dasar bagi perpajakan, determinan pada kebijakan pembayaran dividen,
pedoman investasi, dan dalam hal pengambilan keputusan, serta dalam unsur
prediksi dalam suatu perusahaan.
Financial Accounting Standard Board (FASB) (1978) mendefinisikan
bagaimana accounting income atau laba akuntansi sebagai perubahan dalam equity
(net asset) dari suatu entity selama suatu periode tertentu yang diakibatkan oleh
transaksi dan kejadian atau peristiwa yang berasal bukan dari pemilik (Harahap,
2002). Sedangkan Accounting Pricipal Board (APB) (1971) Statement mengartikan
bagaimana laba (rugi) sebagai suatu kelebihan (defisit) penghasilan di atas biaya
selama satu periode akuntansi. Fisher (1912) dan Bedford (1912) dalam Ghozali dan
Chariri (2007) menyatakan bahwa pada dasarnya terdapat tiga konsep laba yang
umum dibicarakan dan dapat pula digunakan dalam ekonomi. Ketiga konsep tersebut
dapat diketahui semuanya penting, meskipun dalam hal pengukuran terhadap psychic
income cukup sulit untuk dilakukan. Ketiga konsep laba menurut Fisher (1912) dan
Bedford (1965) dalam Ghozali dan Chariri (2007)tersebut adalah:
1. Psychic income, menunjukkan bahwa konsumsi barang atau jasa yang
dapat memenuhi kepuasan dan keinginan individu
2. Real income, menunjukkan bahwa kenaikan dalam kemakmuran
49. 30
ekonomi yang ditunjukan oleh kenaikan biaya hidup (cost of living).
3. Money income, menunjukkan bahwa kenaikan nilai sumber-sumber
ekonomi yang digunakan sebagai konsumsi yang sesuai dengan biaya
hidup (cost of living). Di sisi lain, akuntan mendefinisikan laba dari sudut
pandang perusahaan
Sebagai suatu kesatuan, laba akuntansi (accounting income) secara
operasional dapat didefinisikan sebagai suatu perbedaan pendapatan yang
direalisasikan melalui berbagai macam transaksi yang terjadi selama satu periode
dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut. Terdapat lima
karakteritistik laba akuntansi yang disebutkan dalam Belkaoui (1993) dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual terutama yang berasal
dari penjualan barang atau jasa.
b. Laba akuntansi didasarkan pada postulat periodisasi dan mengacu pada
kinerja perusahaan selama satu periode tertentu.
c. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan
pemahaman khusus mengenai definisi, pengukuran dan pengakuan
pendapatan.
d. Laba akuntansi memerlukan pengukuran tentang biaya (expenses) dalam
bentuk cost historis.
e. Laba akuntansi menghendaki adanya perbandingan (matching) antara
pendapatan dengan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan
tersebut.
50. 31
2.1.3.2. Tujuan Pelaporan Laba
Harahap (2004:42) mendefinisikan beberapa tujuan pelaporan laba
diantaranya :
a. Tujuan umum, yaitu laba harus merupakan hasil penerapan aturan dan
prosedur yang logis serta konsisten secara internal.
b. Tujuan utama, yaitu memberikan informasi yang berguna bagi mereka
yang saling berkepentingan dengan laporan keuangan. Laba harus
dievaluasi berdasarkan dimensi perilaku, salah satunya adalah
kemampuan meramal.
c. Tujuan khusus, yaitu penggunaan laba sebagai pengukur efisiensi
manajemen, penggunaan angka laba historis untuk meramalkan keadaan
saham dan distribusi dividen di masa yang akan datang dan penggunaan
laba sebagai pengukur keberhasilan serta sebagai pedoman pengambilan
keputusan manajerial dimasa yang akan datang.
2.1.3.3. Elemen Laba
Pengukuran mengenai suatu laba pada dasarnya tidak akan memberikan
informasi yang bermanfaat bilamana pengukuran itu sendiri tidaklah
menggambarkan sebab-sebab timbulnya laba. Ghozali dan Chariri (2007)
menjelaskan bahwa terdapat dua konsep yang digunakan untuk menentukan elemen
laba perusahaan yaitu :
1. Current operating concept (Earnings) atau Konsep Laba Periode
Merupakan konsep laba periode yang dimaksudkan untuk dapat
51. 32
mengukur efisiensi dari suatu perusahaan. Efisiensi suatu perusahaan
biasanya berhubungan dengan seberapa banyak penggunaan sumber-
sumber ekonomi perusahaan untuk memperoleh laba. Ukuran efisiensi
pada umumnya dapat dilakukan dengan membandingkan laba periode
pada tahun berjalan dengan laba periode pada tahun sebelumnya atau
dengan laba perusahaan lain pada industri yang sama. Konsep laba
periode memusatkan berbagai macam perhatiannya kepada laba operasi
tahun berjalan yang berasal dari kegiatan normal perusahaan. Maka dari
itu, yang termasuk elemen laba adalah suatu peristiwa atau perubahan
nilai yang dapat dikendalikan oleh manajemen yang berasal dari segala
keputusan-keputusan dari periode berjalan. Laba periode kemungkinan
besar tidak akan memasukkan hal tersebut, maka nanti manajemenlah
yang akan berusaha memilih prosedur akuntansi yang nantinya dapat
menghasilkan angka laba yang menguntungkan bagi kinerjanya. Selain
itu, konsep ini juga dapat digunakan untuk memusatkan perhatiannya
pada laba operasi periode berjalan yang berasal dari kegiatan normal
perusahaan. Laba periode biasanya tidak memasukkan pengaruh
kumulatif perubahan akuntansi sehingga penentu dari laba periode adalah
pendapatan, biaya, untung dan rugi yang benar-benar terjadi pada periode
berjalan. Namun di satu sisi juga terkadang dapat sesuai dengan target
yang dikehendaki oleh pemilik perusahaan.
2. All inclusive concept of income (Laba Komprehensif)
PSAK No.1 (2009) menyebutkan bahwa apa yang dimaksudkan
52. 33
dengan laba komprehensif adalah segala total perubahan ekuitas bersih
(ekuitas) perusahaan selama satu periode yang berasal dari semua
transaksi dan kegiatan lain dari sumber selain sumber yang berasal dari
pemilik. Atau dengan kata lain, laba komprehensif yang pada dasarnya
terdiri atas seluruh perubahan aktiva bersih yang berasal dari segala
transaksi operasi. Pengertian laba komprehensif pada dasarnya hampir
sama dengan pengertian laba bersih (net income) yang penyusunannya
menggunakan pendekatan all inclusive. Maka dari itu, laba komprehensif
juga harus memasukkan unsur pos yang dapat diklasifikasikan sebagai
penyesuaian periode lalu. Laba periode dan laba komperhensif memiliki
komponen utama yang sama, yaitu: pendapatan, biaya, untung dan rugi.
Akan tetapi, keduanya mungkin tidak sama karena beberapa komponen
tertentu yang menjadi elemen laba komprehensif tidak dimasukkan
dalam perhitungan laba periode. Beberapa komponen yang terdapat pada
elemen laba tersebut adalah:
a) Pengaruh penyesuaian akuntansi tertentu untuk periode lalu yang
dialami dan untuk periode lalu yang dialami dalam periode berjalan
yang diperlukan sebagai penentu besarnya laba bersih.
b) Perubahan aktiva bersih tertentu lainnya (holding gain and losses)
yang diakui dalam periode berjalan seperti untung rugi perubahan
harga pasar investasi saham sementara dan untung atau rugi
penjabaran mata uang asing.
53. 34
2.1.4. Manajemen Laba (Earning Management)
Menurut Herni dan Susanto (2008) manajemen laba (earning management)
merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas suatu laporan
keuangan. Sucipto dan Purwaningsih (2007) mengemukakan bahwa manajemen laba
(earning management) merupakan suatu proses yang disengaja menurut batasan
standar akuntansi keuangan, untuk mengarahkan pelaporan laba pada tingkat
tertentu. Dengan melakukan manajemen laba, manajer tentunya mengharapkan laba
yang dilaporkan sesuai dengan harapan investor, tetapi terkadang tidak sesuai fakta
yang ada. Manajemen laba juga dapat menambahkan efek bias dalam laporan
keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai
angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.
Terdapat dua perspektif penting yang dapat digunakan untuk menjelaskan
mengapa manajemen laba dilakukan oleh manajer, yaitu perspektif informasi dan
oportunis. Perspektif informasi merupakan pandangan yang menyarankan bahwa
manajemen laba merupakan kebijakan manajerial untuk mengungkapkan harapan
pribadi manajer tentang arus kas perusahaan dimasa depan. Upaya dalam
mempengaruhi informasi tersebut dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan
kebebasan memilih, menggunakan, dan mengubah metode dan prosedur akuntansi.
Perspektif oportunis juga merupakan suatu pandangan yang menyatakan bahwa
manajemen laba merupakan salah satu perilaku manajer untuk menipu investor dan
memaksimalkan kesejahteraannya karena manajer tersebut memiliki informasi yang
lebih banyak dibandingkan dengan pihak lainnya termasuk pemilik maupun investor
(Sulistyanto, 2008).
54. 35
Astuti (2013) menjelaskan bagaimana pencapaian atas kualitas laporan
keuangan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada dasarnya akan
meningkatkan tingkat reliability laporan keuangan. Kepercayaan pada suatu
informasi adalah hal yang paling penting bagi pemakai, karena keputusan tersebut
didasarkan pada informasi yang dapat mempengaruhi kesejahteraan ekonominya.
Reliability tidak berarti informasi dalam laporan keuangan itu sama persis, sebab
akuntansi keuangan melibatkan berbagai macam taksiran dan juga pertimbangan.
Tanggung jawab untuk menyajikan laporan keuangan perusahaan yang dapat
dipercaya terletak pada manajemen yang ada di dalamnya. Namun demikian,
tanggung jawab ini dapat dipenuhi dengan menerapkan prinsip akuntansi yang juga
diterima secara umum yang dapat tepat sasaran sesuai dengan bagaimana keadaan
perusahaan. Tentunya hal tersebut harus dilakukan dengan cara memelihara sistem
yang efektif dari perkiraan internal control yang ada dan tentunya juga harus
menyajikan laporan keuangan tepat. Scott (2009) menjelaskan terdapat pola earning
management yang sering dilakukan, yaitu :
1. Taking Bath (Mandi Besar)
Suatu tindakan yang dilakukan oleh manajemen dalam melaporkan
biaya-biaya pada masa mendatang di masa kini dan menghapus beberapa
aktiva. Hal ini juga memberi kesempatan manajer yang mempunyai net
income di bawah bogey (tingkat laba minimum untuk memperoleh
bonus) untuk menaikkan bonus di masa yang akan datang. Tindakan ini
biasanya dilakukan bila perusahaan mengadakan restrukturisasi atau
reorganisasi.
55. 36
2. Income Minimization (Menurunkan Laba)
Suatu tindakan yang dilakukan oleh manajemen untuk menghapus
modal aset, beban iklan, pengeluaran R&D dan sebagainya dengan
tujuan untuk dapat mencapai suatu tingat return on asset atau return on
investment tertentu. Biasanya dilakukan pada periode yang tingkat
profitabilitasnya tinggi.
3. Income Maximization (Menaikkan Laba)
Seorang manajer yang berusaha melaporkan net income yang tinggi
dengan motivasi mendapat bonus yang lebih besar. Pola ini juga
dilakukan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka
panjang.
4. Income Smoothing (Perataan Laba)
Seorang Manajer yang mempunyai kecenderugan untuk meratakan
laba bersih sehingga berada tetap di antara bogey (laba minimun untuk
mendapat bonus) dan cap (laba maksimum untuk mendapat bonus).
Lebih jauh lagi apabila manajer mempunyai sikap menghindari
resiko (risk-averse), mereka akan memilih untuk mengurangi aliran
bonus yang tidak berubah-ubah, sehingga perataan laba pun dipilih
sebagai jalan keluar.
Setiawati dan Na’im (2000) mengemukakan bahwa manajemen laba pada
dasarnya merupakan salah satu faktor pendorong yang dapat mengurangi kredibilitas
laporan keuangan, menambah bias atau ketidakpastian dalam laporan keuangan dan
juga dapat mengganggu para pemakai laporan keuangan yang telah mempercayai
56. 37
angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa. Dijelaskan
dalam Scott (2009) bahwa terdapat beberapa motivasi manajemen laba, yaitu:
1. Bonus Purposes
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan
bertindak secara oportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan
memaksimalkan laba saat ini.
2. Political Motivation
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang akan
dilaporkan pada perusahaan publik karena adanya tekanan publik yang
mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.
3. Taxation Motivation
Berbagai macam metode akuntansi yang digunakan dengan tujuan
untuk penghematan pajak pendapatan.
4. Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan
pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka, apabila kinerja
perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak
diberhentikan.
5. Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public namun belum memiliki nilai pasar,
hal ini menyebabkan manajer perusahaan akan melakukan manajemen
laba dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
57. 38
6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi mengenai kinerja dalam pelaporan laba perusahaan harus
disampaikan kepada investor sehingga investor dapat menilai bahwa
perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik, hal ini membuat
manajemen cenderung melakukan manajemen laba untuk membuat
laporan keuangan seolah-olah terlihat baik dimata investor.
2.1.5. Perataan Laba
2.1.5.1. Pengertian Perataan Laba (Income Smoothing)
Perataan laba (income smoothing) dapat didefinisikan sebagai suatu usaha
untuk memperkecil jumlah laba yang dilaporkan jika laba aktual lebih besar dari laba
normal, dan usaha untuk memperbesar jumlah laba yang dilaporkan jika laba aktual
lebih kecil dari laba normal. Di lain sisi, perataan laba juga dapat didefinisikan
sebagai bentuk pengurangan yang tentunya dengan disengaja terhadap fluktuasi pada
beberapa level laba denga tujuan agar laba tersebut juga dapat dianggap normal bagi
perusahaan (Prasetio, dkk. dalam Silviana, 2010). Praktik perataan laba pada
umumnya hanya dilakukan oleh manajemen perusahaan yang dapat menyebabkan
pengungkapan laba di laporan keuangan menjadi tidak memadai, bahkan terkesan
menyesatkan. Hal ini biasanya dapat mengakibatkan investor menjadi tidak memiliki
informasi yang akurat tentang laba, sehingga investor kerap kali gagal dalam
menaksir risiko investasi mereka.
Perataan laba menurut Ball dan Brown (1968) adalah suatu usaha dalam hal
mengurangi variabilitas laba, terutama menyangkut dengan suatu perilaku yang
58. 39
ditujukan untuk mengurangi adanya penambahan abnormal dalam laba yang
dilaporkan oleh perusahaan. Perataan laba (income smoothing) adalah cara yang
digunakan oleh manajemen untuk mengurangi variabilitas jumlah laba yang
dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan dengan cara memanipulasi laba
baik secara artificial (melalui metode akuntansi), maupun secara real (melalui
transaksi) (Salno dan Baridwan, 2000).
Masodah (2007) menjelaskan bahwa income smoothing merupakan upaya
manajemen dalam hal menstabilkan laba, karena informasi laba tersebut sejatinya
dapat mempengaruhi pasar modal. Sedangkan Beidleman (1973) mendefinisikan
perataan laba sebagai berikut: “meratakan earnings yang dilaporkan sebagai
pengurangan secara sengaja fluktuasi di sekitar tingkat earnings tertentu yang
diannggap normal bagi sebuah perusahaan”. Salah satu informasi yang dapat
disampaikan oleh perusahaan kepada investor adalah laporan keuangan, sehingga hal
ini sering kali mengundang manajemen untuk melakukan banyak hal dengan tujuan
untuk mengubah laporan laba rugi untuk kepentingan pribadi.
Menurut Copeland (1968), perataan laba merupakan pengurangan fluktuasi
dari tahun ke tahun melalui pemindahan earning dari tahun puncak untuk
mengurangi periode kesuksesan yang ada pada perusahaan tersebut. Sedangkan
menurut Ashari, dkk (1994) perataan laba adalah sebuah sinyal dari manjemen dalam
memilih metode maupun kebijakan akuntansi di dalam GAAP untuk meminimalkan
fluktuasi yang dikemudian hari akan berdampak pada performa perusahaan di masa
datang.
Hepworth (1953) mengemukakan, bahwa tindakan perataan laba merupakan
59. 40
suatu tindakan yang logis dan rasional bagi manajer untuk meratakan laba dengan
menggunakan cara atau metode akuntansi tertentu, alasan utamanya antara lain;
1. Tindakan perataan laba sebagai rekayasa untuk mengurangi laba dan
menaikkan biaya pada periode berjalan yang dapat mengurangi
sejumlah hutang pajak.
2. Tindakan perataan laba dapat meningkatkan kepercayaan bagi para
investor, karena mendukung kestabilan penghasilan dan kebijakan
dividen sesuai dengan keinginan.
3. Tindakan perataan laba sebagai jembatan penghubung antara manajer
dan karyawan, karena perataan laba dapat menstabilkan adanya
fluktuasi laba. Oleh karena itu, dengan dilakukannya perataan laba
tersebut maka karyawan akan dapat terhindar dari adanya tuntutan
perusahaan dalam hal penurunan upah yang ditujukan untuk karyawan
dikala perusahaan sedang mengalami penurunan atas laba yang
diperolehnya. Dan juga perataan laba dapat dilakukan untuk
menghindari tuntutan kenaikan upah yang diminta oleh karyawan
tersebut dikala perusahaan sedang mengalami penurunan atas laba
yang diperolehnya.
4. Tindakan perataan laba juga memiliki dampak psikologis pada
perekonomian, dimana kemajuan dan kemunduran dapat
dibandingkan dan gelombang optimisme dan pesimisme dapat ditekan
secara langsung.
60. 41
2.1.5.2. Tipe Perataan Laba
Eckel (1981) dalam penelitiannya mendefinisikan perataan laba menjadi dua
jenis yaitu naturally smooth dan intentionally smooth. Intentionally smooth terbagi
atas artificial smoothing dan real smoothing. Dalam gambar berikut akan di jelaskan
bagaimana tipe perataan laba menurut Eckel (1981) :
Gambar 2.1
Tipe Perataan Laba
Sumber: Eckel, 1981, The Income Smoothing Hypothesis Revisited, Abacus Vol
17, No 1 (dikutip dari Salno dan Baridwan, 2000).
Pada gambar di atas dapat dijelaskan bagaimana perataan laba digolongkan
ke dalam 2 tipe menurut Nasir, dkk (2002) yaitu:
1. Natural Smoothing (Perataan Alami)
Menyatakan bahwa proses perataan laba secara inheren menghasilkan
suatu aliran laba yang rata. Perataan ini mempunyai implikasi bahwa
sifat proses perataan laba itu sendiri menghasilkan suatu aliran laba yang
Smooth Income
Stream
Intentionally
Being Smoothed
by Management
Artificial Smoothing Real Smoothing
Naturally
Smooth
61. 42
rata. Hal ini dapat kita dapati pada perolehan penghasilan dari
keperluan/pelayanan umum, dimana aliran laba yang ada akan rata
dengan sendirinya tanpa ada campur tangan dari pihak lain.
2. Intentional Smoothing (Perataan yang disengaja)
Biasanya dihubungkan dengan tindakan manajemen. Dapat dikatakan
bahwa intentional smoothing berkenaan dengan situasi dimana rangkaian
laba yang dilaporkan dipengaruhi oleh tindakan manajemen. Intentional
smoothing dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Real Smoothing
Merupakan usaha yang diambil oleh manajemen dalam merespon
perubahan kondisi ekonomi. Dapat juga berarti suatu transaksi yang
sesungguhnya untuk dilakukan atau tidak dilakukan berdasarkan
pengaruh perataan pada laba. Perataan ini menyangkut pemilihan
waktu kejadian transaksi riil untuk mencapai sasaran perataan
b. Artificial Smoothing
Merupakan suatu usaha yang disengaja untuk mengurangi
variabilitas aliran laba secara artificial. Perataan laba ini menerapkan
prosedur akuntansi untuk memindahkan biaya dan pendapatan dari
satu periode ke periode tertentu. Dengan kata lain, artificial
smoothing dicapai dengan menggunakan kebebasan memilih
prosedur akuntansi yang memperbolehkan perubahan cost dan
revenue dari suatu periode akuntansi.
62. 43
2.1.5.3. Tujuan Perataan Laba
Suwito dan Herawati (2005) mengungkapkan salah satu tujuan perataan laba
adalah untuk memperbaiki citra perusahaan dimata pihak eksternal maupun publik,
dan juga menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah.
Disamping itu, tujuan perataan laba adalah untuk memberikan informasi yang
relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba pada masa yang akan datang,
meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen, dan
meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen. Sementara itu, Foster (1986)
menyatakan tujuan perataan laba antara lain adalah sebagai berikut:
a. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar bahwa perusahaan
tersebut memiliki risiko yang rendah.
b. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap
laba di masa yang akan datang.
c. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.
d. Meningkatkan persepsi dari pihak eksternal terhadap kemampuan yang
dimiliki oleh manajemen.
e. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.
Selain itu Beidleman (1973) mengemukakan bahwa tujuan perataan laba
untuk mengurangi fliktuasi pada pelaporan laba dan mengurangi resiko, sehingga
harga sekuritas yang tinggi menarik perhatian pasar. Adapun Hepworth (1953) juga
menjelaskan bagaimana tujuan perataan laba yang dilakukan oleh manajemen yang
salah satu tujuannya adalah untuk mencapai keuntungan pajak (tax advantages), dan
meningkatkan hubungannya dengan kreditor dan investor. Selain itu Hepworth juga
63. 44
mengatakan bahwa earnings yang stabil memberikan kesan baik dari pemilik dan
kreditor terhadap kinerja manajemen.
2.1.5.4. Terjadinya Perataan Laba
Perataan laba dapat terjadi melalui beberapa faktor yang mempengaruhi,
seperti yang dijelaskan dalam Ghozali dan Chariri (2007) dimana salah satu faktor
terjadinya perataan laba yaitu manajer yang sering kali melakukan perataan dengan
cara alokasi, klasifikasi, dan melalui terjadinya peristiwa. Ghozali dan Chariri (2007)
menjelaskan ketiga dimensi perataan tersebut sebagai berikut:
1. Perataan melalui terjadinya peristiwa dan atau pengakuan peristiwa
Perataan yang terjadi karena manajemen dapat menentukan waktu
transaksi aktual terjadi sehingga pengaruh transaksi tersebut terhadap
laba yang dilaporkan cenderung rata sepanjang waktu. Jadi, dalam hal ini
manajemen dapat menentukan waktu terjadinya kejadian tertentu melalui
kebijakan yang dimiliki (misalnya biaya riset dan pengembangan) untuk
mengurangi variasi laba yang dilaporkan. Sebagai alternatif manajer juga
dapat menentukan waktu pengakuan kejadian tersebut. Maka dari itu,
perataan laba dapat dilakukan dengan pengendalian saat terjadinya atau
saat pengakuan suatu kejadian.
2. Perataan melalui alokasi sepanjang periode
Perataan yang terjadi atas dasar terjadinya dan diakuinya atas
peristiwa tertentu, manajemen memiliki media pengendalian tertentu
dalam penentuan laba pada periode yang terpengaruh oleh kuantifikasi
64. 45
peristiwa tersebut. Dalam hal ini, manajer dapat mengalokasikan
pendapatan atau biaya tertentu untuk beberapa periode akuntansi dengan
cara mengubah beberapa metode akuntansi yang digunakan.
3. Perataan melalui klasifikasi (classificarity smoothing)
Perataan yang terjadi jika angka-angka dalam laporan laba rugi selain
laba bersih merupakan proyek dari perataan laba, maka manajemen dapat
dengan mudah mengklasifikasikan elemen- elemen dalam laporan laba
rugi sehingga dapat mengurangi variasi laba setiap periode. Dalam hal
ini, manajer memiliki kebijakan sendiri dalam mengklasifikasikan pos-
pos laba rugi tertentu kedalam kategori berbeda. Contohnya pendapatan
dan biaya yang tidak berulang-ulang dapat diklasifikasikan sebagai
ordinary atau extraordinary item untuk menimbulkan kesan yang
lebih merata pada ordinary income yang dilaporkan.
2.1.5.5. Motivasi dan alasan Perataan Laba
Hepworth (1953) mengemukakan beberapa motivasi manajer untuk
melakukan perataan laba, yang pada dasarnya ingin mendapat berbagai keuntungan
ekonomi dan psikologis dan juga bagaimana praktek perataan laba yang dilakukan
oleh manajemen merupakan suatu tindakan yang rasional dan logis karena adanya
alasan perataan laba sebagai berikut:
a. Sebagai teknik untuk mengurangi laba dan menaikkan biaya pada tahun
berjalan sehingga pajak yang terhutang atas perusahaan menjadi kecil.
b. Sebagai bentuk peningkatan citra perusahaan dimata investor, karena
65. 46
mendukung kestabilan penghasilan dan kebijakan dividen sesuai dengan
keinginan investor ketika perusahaan mengalami kenaikan atas laba yang
diperolehnya.
c. Meningkatkan kepercayaan diri manajer yang bersangkutan yang
dikarenakan penghasilan yang selalu stabil dan juga mendukung
kebijakan yang stabil pula.
d. Sebagai jembatan penghubung antara manajemen perusahaan dengan
karyawannya. Perataan laba dapat menstabilkan adanya fluktuasi laba,
sehingga dengan dilakukannya perataan laba tersebut karyawan dapat
terhindar dari adanya penurunan upah dan manajemen pun dapat
terhindar dari adanya tuntutan kenaikan upah yang diminta oleh
karyawan ketika perusahaan mengalami penurunan atas laba yang
diperolehnya.
e. Siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat ditandingkan dan
gelombang optimisme dan pesimisme dapat diperlunak sesuai kebutuhan,
dalam kata lain perataan laba tentunya memiliki dampak psikologis pada
perekonomian yang ada.
Sedangkan Brayshaw dan Eldin (1989) dalam Sucipto dan Purwaningsih
(2007) menyatakan bahwa terdapat dua hal yang dapat memotivasi manajer dalam
pengambilan keputusan untuk melakukan perataan laba yaitu:
1) Rencana kompensasi manajemen yang biasanya dapat dihubungkan
dengan kinerja perusahaan yang ditunjukkan dalam laba yang dilaporkan,
sehingga setiap fluktuasi dalam laba akan mempengaruhi langsung
66. 47
terhadap kompensasi.
2) Fluktuasi dalam kinerja manajemen mungkin mengakibatkan intervensi
pemilik untuk mengganti manajemen dengan cara pengambilalihan atau
penggantian manajemen secara langsung. Ancaman penggantian
manajemen ini mendorong manajemen untuk membuat laporan kinerja
yang sesuai dengan keinginan pemilik.
2.1.5.6. Sasaran Perataan Laba
Foster (1986) menjelaskan beberapa unsur laporan keuangan yang seringkali
dijadikan sasaran untuk melakukan perataan laba sebagai berikut:
1. Unsur penjualan
a. Saat pembuatan faktur. Sebagai contoh, penjualan yang sebenarnya
untuk periode yang akan datang pembuatan fakturnya dilakukan
pada periode ini dan dilaporkan sebagai penjualan periode ini.
b. Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif.
c. Downgrading (penurunan) produk, sebagai salah satu contoh,
dengan cara mengklasifikasikan beberapa produk yang belum rusak
ke dalam kelompok produk rusak dan selanjutnya dilaporkan telah
terjual dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebenarnya.
2. Unsur biaya
a. Memecah-mecah faktur, misalnya faktur untuk sebuah pembelian
atau pesanan dipecah menjadi beberapa pembelian atau pesanan dan
selanjutnya dibuatkan beberapa faktur dengan tanggal yang berbeda
67. 48
kemudian dilaporkan dalam beberapa periode akuntansi.
b. Mencatat prepayment (biaya dibayar dimuka) sebagai biaya.
Misalnya dengan melaporkan biaya advertensi dibayar dimuka untuk
tahun depan sebagai biaya advertensi tahun ini.
2.1.5.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba
Menurut Salno dan Baridwan (2000) bahwa secara rasional manajer ingin
meratakan penghasilan yang dilaporkannya dengan alasan untuk memperkecil
tuntutan dari pemilik perusahaan. Di dalam melakukan perataan laba, faktor-faktor
yang mempengaruhinya antara lain: debt to equity ratio, profitabilitas, ukuran
perusahaan, dan leverage operasi. Menurut Santoso (2010) bahwa faktor yang
mempengaruhi perataan laba antara lain NPM, ROA, company size, financial
leverage dan DER. Sedangkan dalam Budiasih (2009) faktor yang mempengaruhi
perataan laba adalah ukuran perusahaan dan ROA.
2.1.6. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan
sejumlah laba (keuntungan) dalam kurun waktu atau periode tertentu. Sama halnya
dengan pengertian yang disampaikan oleh Husnan (2001) bahwa Profitabilitas
merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (profit)
pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu. Lain halnya dengan
penjelasan yang diutarakan oleh Michelle & Megawati (2005) bahwa Profitabilitas
merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profit) yang akan menjadi
68. 49
dasar dalam hal pembagian dividen perusahaan. Prolitabilitas pada dasarnya dapat
menggambarkan kemampuan suatu badan usaha untuk dapat menghasilkan sejumlah
laba dengan menggunakan seluruh modal yang dimiliki. Hal ini ternyata sesuai
dengan pernyataan yang diajukan oleh Shapiro (1991:731) bahwa “Profitability
ratios measure managements objectiveness as indicated by return on sales, assets
and owners equity.”
Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi berbagai macam
kebijakan para investor atas investasi yang akan dilakukan kelak. Kemampuan
perusahaan untuk dapat menghasilkan laba tentunya akan dapat menarik para
investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya jika
tingkat profitabilitas yang didapat cenderung rendah kemungkinan akan
menyebabkan para investor menarik dananya. Sedangkan bagi perusahaan itu sendiri
profitabilitas dapat digunakan dapat dijadikan evaluasi atas efektivitas pengelolaan
badan usaha tersebut. Menurut Brigham (1993: 79) “Profitability is the net result of a
large number of policies and decision. The ratio examined thus far reveal some
interesting thing about the way the firm operates, but the profitability ratio show the
combined objects of liquidity, asset management, and debt management on operating
mult.”
Profitabilitas perusahaan merupakan salah satu dasar penilaian kondisi dalam
suatu perusahaan, maka dari itu dibutuhkan suatu alat analisis untuk bisa menilainya.
Alat analisis yang dimaksud adalah rasio-rasio keuangan. Rasio profitabilitas dapat
mengukur tingkat efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang
diperoleh dari penjualan dan investasi. Profitabilitas juga memiliki arti penting dalam
69. 50
usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena
profitabilitas pada dasarnya dapat menunjukkan apakah sautu badan usaha tersebut
memiliki prospek yang baik di masa yang akan datang. Dengan demikian setiap
badan usaha akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin
tinggi tingkat profitabilitas suatu badan usaha maka kelangsungan hidup badan usaha
tersebut akan lebih terjamin. Seperti diungkapkan oleh Bottazzi, Secchi, and
Tamagni (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Productivity, Profitabilty, and
Financial Performance” menyatakan bahwa A comparative analysis of two crucial
dimensions of firms performance: profitability and productivity, and find
independently from the particular sector of activity and from financial conditions,
there seems to be weak market pressure and little behavioral inclination for the more
efficient and more profitable firms to grow faster.
2.1.6.1. Rasio Profitabilitas Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Keuangan
Penilaian profitabilitas merupakan suatu proses untuk menentukan seberapa
baik aktivitas-aktivitas bisnis dilaksanakan untuk mencapai tujuan strategis,
mengeliminasi pemborosan-pemborosan dan menyajikan informasi tepat waktu
untuk melaksanakan penyempurnaan secara berkesinambungan (Supriyono, 1999).
Ada beberapa bentuk pengukuran kinerja terhadap profitabilitas perusahaan dimana
pada setiap pengukuran akan dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva
dan modal sendiri. Profitabilitas keuangan perusahaan dapat di jelaskan dalam
bentuk laporan laba-rugi yang merupakan bagian dari laporan keuangan korporasi
yang dapat digunakan oleh semua pihak yang berkepentingan untuk membuat
70. 51
keputusan ekonomi berdasarkan financial report yang diterbitkan perusahaan, dan
selanjutnya dapat digali informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, struktur
permodalan, aliran kas, kinerja keuangan dan informasi lain yang mempunyai
relevansi dengan laporan keuangan perusahaan.
Menurut pendapat Shapiro (1991) yang menunjukkan bahwa profitabilitas
sangat cocok untuk mengukur efektivitas manajemen dan pengevaluasian kinerja
manajemen dalam menjalankan bisnis dan produktivitasnya dalam mengelola aset-
aset perusahaan secara keseluruhan seperti yang nampak pada pengembalian yang
dihasilkan oleh penjualan dan investasi, serta untuk mengevaluasi kinerja ekonomi
dari bisnis. Secara umum profitabilitas merupakan pengukuran dari keseluruhan
produktivitas dan kinerja perusahaan yang pada akhirnya akan menunjukkan efisiensi
dan produktivitas perusahaan tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Prastowo (2008)
yang menyatakan bahwa informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas
diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin
dikendalikan di masa depan, sehingga dapat memprediksi kapasitas perusahaan
dalam menghasilkan kas dan setara kas, serta untuk merumuskan efektifitas
perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya.
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan
dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga dapat memberikan ukuran tingkat
efektifitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini dapat ditunjukkan oleh laba yang
dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Pengukuran dapat dilakukan
untuk beberapa periode operasi. Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan
perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus
71. 52
mencari penyebab perubahan tersebut. Hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan alat
evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja secara efektif
atau malah sebaliknya. Jika didapati berhasil mencapai target yang telah ditentukan,
maka mereka dikatakan telah berhasil mencapai target untuk periode atau beberapa
periode. Namun sebaliknya jika ternyata manajemen gagal dalam mencapai target
yang telah ditentukan, ini dapat dijadikan pelajaran bagi manajemen untuk periode
ke depan. Kegagalan yang terjadinya tentunya harus diselidiki dimana letak
kesalahan dan kelemahannya sehingga kejadian tersebut tidak terulang. Kegagalan
atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam hal perencanaan laba ke
depan, sekaligus tidak menutup kemungkinan untuk menggantikan manajemen yang
baru terutama setelah manajemen lama mengalami kegagalan. Rasio Profitabilitas
ini sering disebut sebagai salah satu alat ukur kinerja manajemen.
2.1.6.2. Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas
Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, tentunya terdapat beberapa jenis
rasio profitabilitas yang dapat digunakan. Masing-masing jenis rasio profitabilitas
juga dapat digunakan untuk menilai serta mengukur posisi keuangan perusahaan
dalam suatu periode tertentu atau untuk beberapa periode. Penggunaan seluruh atau
sebagian rasio profitabilitas tentunya tergantung daripada kebijakan manajemen.
Semakin lengkap jenis rasio yang digunakan maka akan semakin sempurna juga hasil
yang akan dicapai. Artinya, bagaimana pengetahuan mengenai kondisi dan posisi
profitabilitas perusahaan akan dapat diketahui secara sempurna. Seperti yang telah