SlideShare a Scribd company logo
PEMERIKSAAN MUTU
SEDIAAN INFUS
Fajar Arya Pratama 2241012010
Nurul Qalbi Desri 2241012012
Resa Lailiani 2241012014
Rini Hati Duha 2241012016
Sarah Fadhila HS 2241012082
Haura Nabila Salsabilah 2241012084
Hudiyah Amni 2241012086
Safira Pramilita Gunawan 2241012088
Alyssa Azzahra 2241012062
Hanifah Nofila 2241013064
Pemeriksaan Mutu ditinjau dari 3 aspek :
1. Evaluasi Fisika
2. Evaluasi Kimia
3. Evaluasi Mikrobiologi
Evaluasi Fisika
1. Permeriksaan Bahan Partikulat (FI V hal (1494-1504)
tujuan: menghitung partikel asing subvisible dalam rentang ukuran tertentu dalam sediaan
injeksi
Metode :
A. Uji hitung partikel secara hamburan cahaya
B. Uji hitung partikel secara mikroskopik
Prinsip :
a) Pengukuran jumlah partikel berdasarkan hamburan cahaya larutan uji
b) Pengukuran jumlah partikel berdasarkan perhitungan partikel yang terlihat dengan
mikroskop
Prosedur :
a. Sejumlah tertentu sediaan uji diukur hamburan cahayanya kemudian dibandingkan
dengan larutan baku
b. Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membrane, lalu membrane tersebut
diamati dibawah mikroskop. Jumlah partikel dengan dimensi linear efektif 10 mikrometer
atau lebih dan sama atau lebih besar dari 25 mikrometer dihitung.
Persyaratan :
a. memenuhi syarat uji jika jumlah partikel dengan diameter > 10 mikrometer sebanyak 25
partikel dan yang memiliki diameter > 25 mikrometer sebanyak 3 partikel per ml
b. memenuhi syarat uji jika jumlah partikel dengan diameter > 10 mikrometer sebanyak 12
partikel dan yang memiliki diameter > 25 mikrometer sebanyak 2 partikel per ml
2. Penetapan pH ( FI V hal 1106, 1563 )
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
Alat : pH meter (potensiometrik)
Prinsip : Penggukuran pH cairan uji menggunakan potensiometrik yang telah dibakukan
sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH
menggunakan electrode indikator yang peka, elektroda kaca dan electrode pembanding yang
sesuai
Prosedur : celupkan pH meter pada larutan infus
Syarat : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi (antara 6,0 dan 7,5)
3. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah (FI V : 1570)
Jumlah wadah yang diambil :
a. pilih salah satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih
b. 3 wadah atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau
c. 5 wadah atau lebih bila volume 3 ml atau kurang
Alat yang digunakan :
 Wadah
 Alat suntik hipodermik kering
 Jarum suntik no 21
 Gelas ukur
 Gelas piala
Prosedur :
1. Ambil isi tiap tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dan
tiga kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik no 21, panjang
tidak kurang dari 2,5 cm.
2. Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum clan alat suntik dan pindahkan isi dalam
alat suntik, tanpa mengosongkan bagian jarum, ke dalam gelas ukur kering volume
tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-
kurangnya 40% volume dan kapasitas tertera (garis-garis penunjuk volume gelas ukur
menunjuk volume yang ditampung , bukan yang dituang).
Persyaratan : Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu per
satu, atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah wadah yang tertera
pada etiket bila isi digabung.
4. Uji kebocoran ( Goeswin, 2009 hal 191-192 )
Tujuan : Untuk memeriksa kemasan, menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan
sediaan
Prosedur pemeriksaan :
- Untuk cairan bening tidak berwarna : wadah takaran tunggal yang masih panas setelah
selesai disterilkan dimasukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah
yang bocor maka larutan metilen biru akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan
di luar dan di dalam wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru.
- Untuk cairan yang berwarna : lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran tunggal
ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika terjadi kebocoran maka kertas saring
atau kapas akan basah
Persyaratan : Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru
dan kertas saring ; Kapas tidak basah
5. Uji Kejernihan dan Warna (Goeswandi Agoes, 201 – 203)
Tujuan : Memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas pengotor
Prinsip : Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari wadah dari
samping dengan latar belakang hitam untuk menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar
belakang putih untuk menyelidiki pengotor berwarna.
Hasil : Memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.
Evaluasi Kimia
1. Identifikasi injeksi NaCl FI V jilid 2 hal 918, 1425
Uji Identifikasi Umum :
Natrium
A.Senyawa natrium menimbulkan warna kuning intensif dalam nyala api yang tidak berwarna
B.Jika tidak dinyatakan lain pada monografi, larutkan 100 mg senyawa natrium dalam 2 ml
air, tambahkan 2 inl larutan kalium karbonat P 15%, panaskan hingga mendidih: tidak
terbentuk endapan. Tambahkan 4 ml kalium piroantimonat LP dan panaskan sampai
mendidih. Dinginkan dalam es, jika perlu gores bagian dalam wadah dengan batang
pengaduk: terbentuk endapan.
Klorida :
A. Tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan klorida: terbentuk endapan putih seperti
dadih yang tidak larut dalam asam nitrat P, tetapi larut dalam amoniurn hidroksida 6 N
sedikit berlebih.
B. Path uji amin klorida (terniasuk alkaloida klorida) tidak menunjukkan reaksi terhadap uji
A, tambahkan 1 tetes asam nitrat encer P dan 0,5 ml perak nitrat LP pada larutan uji jika
tidak dinyatakan lain pada monografi, lebih kurang 2 mg ion klorida dalam 2 ml:
terbentuk endapan putih seperti dadih. Sentrifus segera campuran dan pisahkan
beningan. Cuci endapan tiga kali, tiap kali dengan 1 ml asarn nitrat P (1 dalam 100) dan
buang air cucian. Tambahkan tetes demi tetes ammonia LP pada endapan: endapan
segera larut.
2. Penetapan Kadar (FI V, 918)
Prosedur : Pipet sejumlah volume injeksi setara dengan lebih kurang 90 mg natrium kiorida,
masukkan ke dalam wadah porselen dan tambahkan 140 ml air dan 1 ml dikiorofluoresein LP.
Campur dan titrasi dengan perak nitrat 0,1 N LV, hingga perak klorida menggumpal dan
campuran berwarna merah muda lemah.
Jumlah sampel untuk pengujian : 6 botol
Tiap miperak nitrat 0,1 N setara dengan 5,844 mg NaCl
Alat : alat untuk titrasi sediaan
Persyaratan : Tidak kurang dan 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% NaCl dari jumlah yang
tertera pada etiket.
3. Keseragaman Sediaan (FI VI : 2025)
• Tujuan : Untuk menjamin konsistensi satuan sediaan, masing-masing satuan dalam bets
mempunyai kandungan zat aktif dalam rentang sempit yang mendekati kadar yang tertera
pada etiket.
Keseragaman sediaan terbagi 2 (FI VI hal. 2026):
Keseragaman kandungan : berdasarkan pada penetapan kadar masing-masing kandungan
zat aktif dalam satuan sediaan untuk menentukan apakah kandungan masing-masing
terletak dalam batasan yang ditentukan ; bisa diterapkan pada semua sediaan
Keragaman Bobot
Jumlah sampel (FI VI hal. 2028) : Penetapan kadar masing-masing 10 satuan
menggunakan metode analisis yang sesuai. Lakukan penetapan kadar pada sejumlah
tertentu bahan yang ditelah dikocok dan dipindahkan dari masing-masing wadah dalam
kondisi penggunaan yang normal dan nyatakan hasil sebagai dosis terbagi. Hitung nilai
keberterimaan.
Alat :
Prosedur Pemeriksaan (FI VI hal. 1227)
Sediaan yang telah ditetapkan kadarnya, Hitung nilai keberterimaan.
Persyaratan (FI VI hal. 2028) :
• Keseragaman sediaan memenuhi syarat jika nilai keberterimaan 10 unit sediaan pertama
tidak kurang atau sama dengan L1%. Jika nilai keberterimaan lebih besar dari L1%,
lakukan pengujian pada 20 unit sediaan tambahan, dan hitung nilai keberterimaan.
• Memenuhi syarat jika nilai keberterimaan akhir dari 30 unit sediaan lebih kecil atau sama
dengan L1% dan tidak ada satu unitpun kurang dari [1 – (0,01)(L2)]M atau tidak satu
unitpun lebih dari [1 + (0,01)(L2)]M seperti tertera pada Perhitungan nilai keberterimaan
dalam Keseragaman kandungan atau Keragaman bobot. Kecuali dinyatakan lain L1 adalah
15,0 dan L2 adalah 25,0.
Data Uji Keseragaman Sediaan
Sampel Absorbansi
bobot (w) kadar (x) x - rataan (x - rataan)^2
BPFI 15 ppm 0,21
1 0.161 0,16 55,09 - 40,63 1.650,8
2 0.168 0,30 103,29 7,57 57,30
3 0.172 0,38 130,84 35,12 1.233,4
4 0.179 0,52 179,04 83,32 6.942,22
5 0.187 0,68 234,14 138,42 19.160,09
6 0.167 0,28 96,41 0,69 0,48
7 0.137 -0,32 -110,18 -205,9 42.394,81
8 0.152 -0,02 -6,88 -102,6 10.526,76
9 0.189 0,72 247,90 151,18 23.006,58
10 0.157 0,08 27,54 -68,8 4.648,51
Jumlah 1,669 2,78 957,2 -1,63 109.620,95
Rata rata 0,1669 0,278 95,72 -0,163 10.962,095
Evaluasi Mikrobiologi
1. Uji Sterilitas (FI V 1359)
Prosedur : inkubasi sebagian dari media(tioglikolat atau soybean casein digest medium)
pada suhu yang sesuai selama 14 hari
Persyaratan : tidak boleh ada pertumbuhan mikroba
2. Uji pirogen (FI V Jilid 2 hal 1412)
Tujuan : Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi risiko reaksi demam pada tingkat yang
dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Alat :
• Alat suntik, jarum dan alat gelas dibebaskan dari pirogen dengan pemanasan pada 250°
selama tidak kurang dari 30 menit atau dengan metode lain yang sesuai.
• Perlakukan semua pengencer dan larutan untuk mencuci dan membilas peralatan atau alat
suntik parenteral sedemikian rupa yang dapat menjamin alat tersebut steril dan bebas
pirogen.
Rekaman Suhu :
• Gunakan alat pendeteksi suhu yang teliti seperti thermometer klinik atau alat transmitor
atau alat sejenis yang telah dikalibrasi
Hewan Uji :
• Gunakan kelinci dewasa yang sehat. Tempatkan kelinci satu ekor dalam satu kandang
dalam ruangan dengan suhu yang seragam antara 20° - 23° dan bebas dari gangguan
• Kelinci yang belum pernah digunakan untuk uji pirogen
• Kelinci tidak boleh digunakan untuk uji pirogen lebih dari sekali dalam waktu 48 jam, atau
sebelum 2 minggu untuk uji pirogen yang menunjukkan kenaikan suhu 0,6° atau lebih, atau
telah digunakan untuk uji sediaan yang dinyatakan pirogenik.
Prosedur :
• Lakukan uji dalam ruang terpisah yang dirancang untuk pengujian pirogen dan pada kondisi
lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan hewan dan bebas dan gangguan yang
menimbulkan kegelisahan.
• Kelinci tidak diberi makan selama pengujian. Boleh diberi minum setiap saat, tetapi
terbatas.
• Tetapkan suhu kontrol dari tiap kelinci tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan
uji. Suhu tersebut digunakan sebagai awal untuk penetapan setiap kenaikan suhu yang
dihasilkan dari penyuntikan larutan uji.
• Dalam setiap kelompok kelinci uji, gunakan kelinci yang mempunyai perbedaan suhu
kontrol antara satu dengan lainnya tidak lebihdari 1 0, dan suhu kontrol setiap kelinci tidak
boleh lebih dari 39,8°.
• Suntikkan 10 ml larutan uji per kg berat badan kedalam vena telinga setiap tiga kelinci,
lakukan penyuntikan dalam waktu 10 menit.
• Lakukan penyuntikan setelah larutan uji dihangatkan pada suhu 370±20. Rekam suhu
berturut-turut antara jam ke-1 dan ke-3 setelah penyuntikan dengan selang waktu 30 menit.
Interpretasi Hasil dan Lanjutan :
• Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat apabila tidak ada satupun
kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih. Bila ada kelinci yang
menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih, lanjutkan uji menggunakan lima ekor kelinci
lain.
• Sediaan memenuhi syarat bebas pirogen bila, tidak lebih dari 3 dari 8 ekor masing-masing
menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8 kelinci
tidak melebihi 3,3°.
Metode Umum
1. Lempeng (silinder / kertas cakram)
2. Turbidimetri (tabung)
Tujuan uji
Sebagai standar untuk mengatasi keraguan tentang
kemungkinan hilangnya aktivitas (potensi) antibiotik
terhadap efek daya hambatnya pada mikroba.
Khusus untuk infus yang mengandung antibiotika
Estimasi dari potensi antibiotik melalui perbandingan
langsung antara sampel (antibiotik uji) dengan antibiotik
standar yang telah disahkan penggunaannya,
terkalibrasi dengan baik, dan umum digunakan sebagai
rujukan.
3. Penetapan Potensi Antibiotik
Prinsip :
Metode Lempeng Silinder
Difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus
pada lapisan agar padat dalam cawan petri atau
lempeng yang berisi biakan mikroba uji pada jumlah
tertentu
Mikroba dihambat pertumbuhannya
 Hambatan pertumbuhan biakan mikroba
dalam larutan serba sama antibiotik,
dalam media cair yang dapat
menumbuhkan mikroba dengan cepat
bila tidak terdapat antibiotik
 Metode turbidimetri digunakan pada
sampel yang sulit larut dalam air, contoh:
Gramisidin
Metode Turbidimetri
Persiapan uji
Mikroorganisme
Bahan
Alat
 Cuci bersih sebelum dan
sesudah digunakan
 Sterilkan dengan
pemanasan kering atau uap
air
Peralatan
 Selama inkubasi dalam
penetapan pada lempeng
dan tabung
 Metode lempeng = ± 0,5°C
 Metode turbidimetri = ± 0,1°C suhu
dapat diperoleh dengan sirkulasi
udara dan air.
Pengendalian Suhu
(Termostatik)
Wadah Metode Lempeng Silinder
Cawan petri kaca atau plastik ukuran
20 x 100 mm
Silinder dari besi tahan karat atau
porselen diameter luar 8 mm, diameter
dalam 6 mm, tinggi 10 mm
Bersihkan dengan asam nitrat 2 N bila
perlu
Wadah Metode Turbidimetri
Tabung reaksi kaca/plastik ukuran
dan ketebalan seragam
Tabung Spektrofotometer harus
steril dan sesuai
Semua residu dihilangkan serta
selalu sterilisasi sebelum dan
sesudah
Media dan Pengencer (Larutan Dapar)
Media Larutan Dapar
Media 1 pH 6,6
Media 2 pH 6,6
Media 3 pH 7,0
Media 5 pH 7,9
Media 8 pH 5,9
Media 9 pH 7,2
Media 10 pH 7,2
Media 11 pH 8,3
Media 13 pH 5,6
Media 19 pH 6,1
Media 32 pH 6,6
Media 34 pH 7,0
Media 35 pH 7,0
Media 36 pH 7,3
Media 39 pH 7,9
Dapar nomor 1 pH 6,0
Dapar nomor 3 pH 8,0
Dapar nomor 4 pH 4,5
Dapar nomor 10 pH 10,5
Dapar nomor 16 pH 7,0
Cat: untuk pelarut lain
Air murni
Formaldehide encer
Injeksi larutan NaCl
• Adalah antibiotik dimana
potensinya yang dinyatakan
dalam “unit” atau “µg” aktivitas
antibiotik per mg zat kering
telah ditetapkan secara nasional
(BPFI).
• “µg” aktivitas dianggap
terdiri dari bahan kimia
tunggal
• unit merupakan baku
pembanding apabila terdapat
lebih dari satu bahan aktif
antibiotik dalam suatu obat
antibiotik.
Unit dan Baku Pembanding Potensi Antibiotik
• Ampisilin : buat enceran larutan baku pembanding
dan larutan uji secara bersamaan
• Zink Basitrasin : tiap enceran larutan baku
harus mengandung asam klorida sejumlah
sama dengan larutan uji.
• Secara umum pengeringan dilakukan pada oven
hampa udara 5 mmHg, 60°C, selama 3 jam.
Ketentuan untuk beberapa larutan baku
Penyiapan Contoh
• Buat larutan serta enceran larutan
uji sesuai dengan antibiotik
pembanding.
• Penetapan hanya membutuhkan 1 tingkat
dosis uji yang sesuai dengan dosis tengah
baku pembanding
• Dosis uji (U) = Dosis S3
Penyiapan Baku
• Larutan persediaan: larutkan
sejumlah atau seluruh isi vial baku
pembanding antibiotik seperti pada
tabel 1
• Simpan dalam lemari pendingin dan
gunakan dalam waktu yang ditentukan
• Pada hari penetapan, buat
pengenceran dari larutan persediaan
(5), umumnya dengan perbandingan 1
: 1,25 untuk lempeng silinder atau
lebih kecil pada turbidimetri
Mikroba Uji
 Mikroba uji untuk masing-masing
antibiotik tertera pada Tabel 2,
pelihara pada agar miring dan
inkubasikan sesuai dengan Tabel 3
 Mikroba uji harus merupakan galur
murni dan dipindahkan setiap
minggu.
 Pada Klebsiella pneumoniae
gunakan biakan tidak berkapsul
Penyiapan Inokula
• Inokulasikan biakan segar ke 250 ml media agar
dalam tabung Roux, sebarkan secara merata,
inkubasikan pada suhu dan waktu tertentu.
• Larutkan biakan permukaan ke dalam 50 ml
larutan NaCl 0,9 % steril.
• Atur perbandingan hingga inokula
mempunyai transmitans 25 %
terhadap blangko.
• Untuk penetapan turbidimetri, optimalkan
hubungan antara dosis dan respon.
• Pada penetapan lempeng silinder, atur larutan
suspensi hingga menghasilkan batas daerah
hambatan yang memuaskan; yaitu 14 mm-16 mm
Cara Pengujian:
1. Desain penetapan
2. Metode lempeng silinder
3. Metode Turbidimetri
4. Cara perhitungan
DesainPenetapan
 Pada penetapan lempeng silinder,
perbandingan pokok dibatasi pada
hubungan pengukuran diameter
hambatan antar lempeng.
 Pada penetapan turbidimetri,
perbandingan pokok dibatasi pada
hubungan antara kekeruhan yang
diamati pada tiap rak.
 Dianjurkan hanya menggunakan
satu aras dosis dengan suatu kurva
baku dan pengenceran larutan
minimal 5 atau lebih
 Penetapan potensi antibiotik
secara mikrobiologi
dipengaruhi oleh variabel intra
dan antar penetapan.
 Awali dengan penyiapan larutan
baku dan uji secara terpisah, dan
ulangi pada hari yang berbeda.
 Jika hasil yang diperoleh berbeda
signifikan, lakukan satu atau
lebih penetapan tambahan
MetodeTurbidimetri
1 ml larutan uji dan larutan baku tiap dosis pada 3 tabung reaksi;
buat triplo dan letakkan acak
Buat 2 tabung kontrol
Tambahkan 9,0 ml inokula ke dalam tiap tabung
Letakkan tabung dalam tangas air atau inkubator pada suhu (36-
37,5)°C; selama 2 jam
Setelah inkubasi tambahkan 0,5 ml larutan formaldehide encer
Ukur transmitans atau serapan pada 530 nm
MetodeLempengSilinder
Pada cawan petri dibuat lapisan dasar yang licin
Tambahkan 4,0 ml lapisan inokula
Jatuhkan 6 buah silinder pada permukaan agar dalam radius 2,8 cm;
pada ketinggian 12 mm
Isi silinder selang seling dengan dosis tengah baku (S3); buat triplo
Inkubasikan pada suhu 32-35°C selama 16-18 jam
Ukur diameter hambatan yang terbentuk pada agar
Desainpengujian
 Dipilih berdasarkan hasil akhir yang
diinginkan, presisi tinggi atau tidak.
Desain yang digunakan :
 2+2 : yaitu satu baku pembanding dan
satu sampel, masing-masing dengan dua
tingkat dosis yang diperlakukan dalam
satu lempeng (cawan) agar
 3+3 : yaitu satu baku pembanding dan
satu sampel, masing-masing dengan tiga
tingkat dosis yang diperlakukan dalam
satu lempeng (cawan) agar
 5+1 : yaitu satu baku pembanding
dengan 5 tingkat dosis dan satu sampel
dengan satu tingkat dosis yang setara
dengan dosis menengah (dosis acuan)
baku pembanding.
Desain Pengujian 3+3
 Larutan baku pembanding : sejumlah tertentu baku pembanding dilarutkan
dalam pelarut yang sesuai sedemikian sehingga diperoleh larutan induk yg
setara dgn 1000 IU/mL.
 Pengenceran dibuat sehingga diperoleh larutan baku dosis rendah,
dosis menengah dan dosis tinggi dengan pebandingan yang relatif
sama, misalnya 1:2, 2:3 atau 3:4
 Larutan uji : ditimbang sejumlah tertentu sampel, dilarutkan dalam pelarut
yang sesuai sehingga diperoleh larutan sampel induk yg setara dengan 1000
IU/mL.
 Pengenceran dilakukan dengan dosis yang kira-kira sama dengan
larutan baku pembanding.
 Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam selinder atau serapkan pada
kertas cakram sebanyak 100 μL di atas media agar yang telah
diinokulasikan mikroba uji.
 Pre-inkubasi selama 1 jam, lalu inkubasi pada 35-37 ºC selama 18-24 jam.
 Setelah masa inkubasi, daerah hambat yang terbentuk diukur garis
tengahnya.
Dosis baku
Dosis
sampel
Desain pengujian 5+1
 Larutan baku pembanding yang dibuat sama dengan desain 3+3, hanya dibuat pengenceran S1, S2, S3, S4 dan S5
dengan tingkat perbandingan 1,25.
 Dosis tengah ditetapkan dulu, misalnya 10 IU/mL, maka: S2=8,0 IU/mL, S1=6,4 IU/mL, S4=12,5 IU/mL dan S5=15,6
IU/mL
 Larutan uji/sampel dibuat larutan induk dan pengenceran yang sama dengan larutan baku pembanding.
 Larutan S3 (pembanding dosis tengah) selanjutnya selalu ditempatkan pada setiap media agar yg digunakan, dan
ke dalam selinder pencadang atau kertas cakram yg digunakan dimasukkan 100 μL larutan pembanding lainnya
(S1, S2, S4, S5) dan larutan uji (U) , masing-masing triplo.
 Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam selinder atau serapkan pada kertas cakram sebanyak 100 μL di atas
media agar yang telah diinokulasikan mikroba uji.
 Pre-inkubasi selama 1 jam, lalu inkubasi pada 35-37 ºC selama 18-24 jam.
 Setelah masa inkubasi, daerah hambat yang terbentuk diukur garis tengahnya.
 Potensi antibiotik dihitung dengan menggunakan metode garis lurus
transformasi log dengan penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linearitas.
 Apabila dilakukan lebih dari satu penetapan potensi dari bahan uji yang sama; maka
dapat dirata-ratakan.
Cara Perhitungan
Cara Perhitungan
Desain pengujian (3+3)
 Cara perhitungan dengan
desain 3+3 terdapat pada
Farmakope Indonesia edisi
III, tahun 1979
 Analisis meliputi :
analisis variansi,
perhitungan potensi
dan batas
keyakinan potensi
hasil penetapan
Desain pengujian (5+1)
 Sebelum menghitung potensi , dilakukan
terlebih dahulu koreksi garis tengah rata-rata
diameter daerah hambat dosis larutan baku S1,
S2, S4 dan S5
 Cara :
 Hitung diameter rata-rata S3 di semua
cawan (Y3T)
 Hitung diameter rata-rata S3
pada masing-masing cawan
larutan baku S1,2,4 dan 5 (Y31,
Y32, Y34 dan Y35)
 Hitung diameter S1,2,4 dan 5 (Y1, Y2, Y4 dan
Y5)
Maka diameter koreksi masing-masing
larutan baku adalah :
 S1 (a) = Y1+ (Y3T– Y31)
 S2 (b) = Y2+ (Y3T– Y32)
 S3 (c) = Y3T
 S4 (d) = Y4+ (Y3T– Y34)
 S5 (e) = Y5+ (Y3T– Y35)
Untuk kurva baku, dihitung
diameter dosis terendah dan
tertinggi yaitu :
(3e + 2d + c – a )
YT =
5
YR =
(3a + 2b + c – e )
5
YR = diameter hambat dosis
terendah
YT = diameter hambat dosis
tertinggi
 Selanjutnya dibuat kurva baku pada kertas semilog :
 Sumbu X : log dosis
 Sumbu Y : diameter hambat
 Hubungkan titik-titik untuk S1 (YR) sampai S5 (YT)
dilakukan koreksi diameter larutan sampel U:
YU koreksi = YS + (YU – Y3U)
Y3U = diameter rata-rata S3 pada pengujian larutan U
YU= diameter rata-rata U pada cawan larutan U
YS = Hasil interpolasi S3 pada kurva baku
Cara Perhitungan potensi sampel
Perhitungan Potensi sampel
 Potensi sediaan uji ditentukan dengan menginterpolasi YU pada sumbu Y ke garis
kurva baku dan tarik garis ke sumbu X (diperoleh XU)
 Dosis U = XU/S3 x dosis S3
 Potensi U = dosis U x faktor pengenceran
4. Uji Endotoksin Bakteri
• Uji endotoksin bakteri adalah uji untuk mendeteksi atau mengkuantitasi endotoksin bakteri
yang mungkin terdapat dalam sampel yang diuji.
• Pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate (LAL) yang diperoleh dari
ekstrak air amebosit dalam kepiting ladam kuda (Limulus polyphemus atau Tachypleus
tridentatus) dan dibuat khusus sebagai pereaksi LAL.
Terdapat 2 tipe teknik uji, yaitu :
- Teknik pembentukan jendal gel
- Teknik fotometrik
PENYIAPAN LARUTAN INDUK BAKU PEMBANDING DAN
LARUTAN BAKU PEMBANDING ENDOTOKSIN
• Baku pembanding endotoksin (BPE) adalah Endotoksin BPFI yang telah diketahui
potensinya dalam UE per vial. Konstitusi seluruh isi vial BPE dengan 5,0 mL air
pereaksi LAL3) .
• Campur dengan pengocok vorteks secara intermiten selama 30 menit. Gunakan larutan
pekat ini untuk membuat seri pengenceran yang sesuai.
• Simpan larutan pekat dalam lemari pendingin, tidak lebih dari 14 hari.
• Sebelum digunakan kocok kuat dengan vorteks selama tidak kurang dari 3 menit.
• Campur setiap enceran tidak kurang dari 30 detik sebelum membuat pengenceran
berikutnya. Enceran tidak boleh disimpan karena menyebabkan hilangnya aktivitas oleh
penyerapan, kecuali ada data penunjang tentang hal ini.
Uji Persiapan
• Gunakan Pereaksi LAL yang sudah ditetapkan kepekaannya sesuai dengan yang tertera
pada etiket.
• Validasi dilakukan dengan Uji penghambatan atau pemacuan sebagaimana yang
diuraikan pada 3 teknik yang telah disebutkan sebelumnya.
• Dalam uji ini harus dimasukkan kontrol negatif yang sesuai.
• Validasi harus diulang jika sumber Pereaksi LAL atau metode pembuatan atau formulasi
bahan berubah.
Penyiapan Larutan Uji
• Siapkan larutan uji dengan melarutkan atau mengencerkan obat, atau mengekstraksi
alat kesehatan dengan Air Pereaksi LAL.
• Jika perlu, atur pH larutan yang akan diuji hingga pH campuran pereaksi LAL dan
larutan uji terletak pada rentang pH yang ditentukan oleh produsen pereaksi LAL. Hal
ini biasanya digunakan pada produk dengan rentang pH 6,0-8,0.
• Pengaturan pH dapat dilakukan dengan menggunakan asam, basa atau larutan dapar
yang sesuai dengan rekomendasi produsen pereaksi LAL. Asam dan basa dapat dibuat
dari konsentrat atau padatan dengan Air Pereaksi LAL dalam wadah bebas endotoksin.
Larutan dapar harus divalidasi bebas endotoksin dan faktor pengganggu.
PENETAPAN PENGENCERAN MAKSIMUM YANG ABSAH
(PMA)
• PMA adalah pengenceran maksimum yang diperbolehkan dari suatu contoh agar batas
endotoksinnya dapat ditetapkan.
• Pengenceran Maksimum yang Absah diberlakukan untuk injeksi atau larutan parenteral
terkonstitusi atau diencerkan, atau jika diperlukan, untuk jumlah obat dalam bobot jika
volume obat yang diberikan bervariasi.
• Persamaan umum untuk menentukan PMA adalah:
PMA = (batas endotoksin x konsentrasi larutan sampel) / λ
PENETAPAN BATAS ENDOTOKSIN
• Batas endotoksin obat parenteral, ditetapkan berdasarkan dosis, sama dengan K/M.
K = dosis ambang pirogenik endotoksin pada manusia per kgBB
M = dosis maksimum produk pada manusia per kgBB dalam periode satu jam.
• Batas endotoksin obat parenteral dinyatakan dalam unit, misalnya UE/mL, UE/mg atau
UE/unit aktivitas biologi.
METODE
1. Teknik pembentukan jendal gel
• Mendeteksi / mengkuantitasi endotoksin berdasarkan pembentukan jendal dari pereaksi
LAL dengan adanya endotoksin. Konsentrasi endotoksin yang dibutuhkan untuk
menyebabkan lysate menjendal pada kondisi standar dinyatakan sebagai kepekaan
pereaksi LAL yang tertera pada etiket.
• Penetapan titik akhir reaksi dilakukan dengan membandingkan langsung enceran dari
zat uji dengan enceran endotoksin baku, dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit
Endotoksin (UE).
a) Uji Persiapan untuk Cara Jendal Gel :
- Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL = Jika hasil pengukuran kepekaan tidak kurang
dari 0,5λ dan tidak lebih dari 2λ, maka kepekaan yang tercantum di etiket sesuai dan dapat
digunakan dalam pelaksanaan pengujian dengan lysate.
- Uji Faktor Pengganggu untuk Cara Jendal Gel = Jika kepekaan lysate yang diperoleh
dalam larutan uji pada larutan B tidak kurang dari 0,5λ dan tidak lebih dari 2λ, maka larutan
uji tidak mengandung faktor pengganggu pada kondisi uji yang digunakan. Jika sebaliknya,
berarti terdapat faktor penggangu.
.
b) Uji Batas Jendal Gel : Siapkan larutan A, B, C dan D seperti tertera pada Tabel 2 dan
lakukan pengujian larutan ini mengikuti prosedur Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL,
yang dijelaskan dalam Uji Persiapan Cara Jendal Gel.
Interpretasi :
Sediaan uji memenuhi syarat jika diperoleh hasil negatif pada kedua tabung reaksi yang berisi
larutan A, dan tidak memenuhi syarat jika diperoleh hasil positif pada dua tabung
c) Penetapan Kadar Endotoksin Bakteri dengan Cara Jendal Gel
Penetapan kadar ini menghitung jumlah endotoksin bakteri dalam larutan sampel dengan
cara titrasi hingga titik akhir.
Prosedur : Siapkan larutan A,B,C dan D seperti tertera pada Tabel 3 dan uji larutan ini
mengikuti prosedur Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL, tertera dalam Uji Persiapan
untuk Cara Jendal Gel.
Interpretasi :
Uji absah jika kondisi berikut dipenuhi:
(1) Kedua replikasi dari kontrol negatif larutan D adalah negatif;
(2) Kedua replikasi dari kontrol positif larutan B adalah positif;
(3) Rata-rata geometrik kadar titik akhir larutan C berada dalam rentang 0,5λ- 2λ.
Bahan memenuhi syarat jika kadar endotoksin kurang dari nilai yang dinyatakan dalam
masing masing monografi.
METODE
2. Teknik fotometrik
• Mencakup metode turbidimetri, yang didasarkan pada pembentukan kekeruhan setelah
penguraian substrat endogen, dan metode kromogenik yang didasarkan pada
pembentukan warna setelah terjadi penguraian kompleks kromogen-peptida sintetik.
• Seluruh pengujian fotometrik dilakukan pada suhu inkubasi yang direkomendasikan
oleh produsen Pereaksi LAL, umumnya 37°±1°.
a) Uji Persiapan Cara Fotometrik
- Verifikasi Kriteria Kurva Baku : menggunakan larutan endotoksin baku, siapkan
minimal 3 kadar endotoksin untuk membuat kurva baku. Nilai absolut dari koefisien
korelasi, │r│, harus lebih besar atau sama dengan 0,980 untuk rentang kadar endotoksin
sebagaimana ditetapkan oleh produsen pereaksi LAL
- Uji Faktor Pengganggu untuk Cara Fotometrik : Pilih satu kadar endotoksin pada
atau di sekitar pertengahan kurva baku endotoksin. Agar dapat dinyatakan bebas dari
faktor pengganggu pada kondisi pengujian, hasil pengukuran kadar endotoksin yang
ditambahkan pada sampel harus berada diantara 50%-200% dari kadar endotoksin
yang ditambahkan .
b) Perhitungan Untuk Cara Fotometrik
Hitung kadar endotoksin dari tiap-tiap replikasi larutan uji A, menggunakan kurva baku yang
dibuat dengan kontrol positif larutan C. Uji dinyatakan absahjika kondisi berikut dipenuhi:
(1) Hasil kontrol positif larutan C memenuhi persyaratan validasi yang ditetapkan pada
Verifikasi Kriteria Kurva Baku dalam Uji Persiapan Cara Fotometrik;
(2) Perolehan kembali endotoksin, dihitung dari konsentrasi endotoksin larutan B setelah
dikurangi konsentrasi endotoksin larutan A, berada pada rentang 50% – 200%
(3) Hasil kontrol negatif larutan D tidak melebihi batas nilai blangko yang dipersyaratkan
dalam uraian pereaksi LAL yang digunakan.
c) Penafsiran Hasil Cara Fotometrik
Pada pennetapan kadar secara fotometrik, sediaan uji memenuhi syarat jika rata-rata kadar
endotoksin dari replikasi larutan A, setelah koreksi pengenceran dan kadar, lebih kecil dari
batas endotoksin produk.

More Related Content

What's hot

Template kotak obat 60 ml
Template kotak obat 60 mlTemplate kotak obat 60 ml
Template kotak obat 60 ml
Zolla Verbianti
 
Farmasetika: Salep1
Farmasetika: Salep1Farmasetika: Salep1
Farmasetika: Salep1
marwahhh
 
endotoksin dan pirogen
endotoksin dan pirogenendotoksin dan pirogen
endotoksin dan pirogen
Putri Indayani
 
Farmakologi Antiparasit
Farmakologi AntiparasitFarmakologi Antiparasit
Farmakologi Antiparasit
Fadhol Romdhoni
 
Kerapatan Dan Berat Jenis
Kerapatan Dan Berat JenisKerapatan Dan Berat Jenis
Kerapatan Dan Berat Jenis
Ridwan
 
Kul1. basis salep
Kul1. basis salepKul1. basis salep
Kul1. basis salep
Robby Candra Purnama
 
Bab iii laporan granul paracetamol
Bab iii  laporan granul paracetamolBab iii  laporan granul paracetamol
Bab iii laporan granul paracetamolYudia Susilowati
 
transdermal farmasi
transdermal farmasitransdermal farmasi
transdermal farmasi
Sarah Najib
 
58921687-Tablet-Khusus.ppt
58921687-Tablet-Khusus.ppt58921687-Tablet-Khusus.ppt
58921687-Tablet-Khusus.ppt
RinaSinuraya1
 
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT
BIOFARMASI SEDIAAN YANG  DIBERIKAN MELALUI KULITBIOFARMASI SEDIAAN YANG  DIBERIKAN MELALUI KULIT
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT
Surya Amal
 
Uji praklinik obat baru
Uji praklinik  obat  baruUji praklinik  obat  baru
Uji praklinik obat baru
Habib Assinjiy
 
Salep mata (1)
Salep mata (1)Salep mata (1)
Salep mata (1)
nazmusafira
 
Laporan resmi krim hidrocortison
Laporan resmi krim hidrocortisonLaporan resmi krim hidrocortison
Laporan resmi krim hidrocortisonKezia Hani Novita
 
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baikProduksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
Dyah Arum Anggraeni
 
Laporan Teknologi Farmasi
Laporan Teknologi FarmasiLaporan Teknologi Farmasi
Laporan Teknologi Farmasi
Eva Apriliyana Rizki
 
PULVIS and PULVERS
PULVIS and PULVERSPULVIS and PULVERS
PULVIS and PULVERS
Dheyla23
 

What's hot (20)

Template kotak obat 60 ml
Template kotak obat 60 mlTemplate kotak obat 60 ml
Template kotak obat 60 ml
 
Farmasetika: Salep1
Farmasetika: Salep1Farmasetika: Salep1
Farmasetika: Salep1
 
Distribusi dan ikatan protein
Distribusi dan ikatan proteinDistribusi dan ikatan protein
Distribusi dan ikatan protein
 
Evaluasi sediaan
Evaluasi sediaanEvaluasi sediaan
Evaluasi sediaan
 
endotoksin dan pirogen
endotoksin dan pirogenendotoksin dan pirogen
endotoksin dan pirogen
 
Farmakologi Antiparasit
Farmakologi AntiparasitFarmakologi Antiparasit
Farmakologi Antiparasit
 
Kerapatan Dan Berat Jenis
Kerapatan Dan Berat JenisKerapatan Dan Berat Jenis
Kerapatan Dan Berat Jenis
 
Kul1. basis salep
Kul1. basis salepKul1. basis salep
Kul1. basis salep
 
Bab iii laporan granul paracetamol
Bab iii  laporan granul paracetamolBab iii  laporan granul paracetamol
Bab iii laporan granul paracetamol
 
transdermal farmasi
transdermal farmasitransdermal farmasi
transdermal farmasi
 
58921687-Tablet-Khusus.ppt
58921687-Tablet-Khusus.ppt58921687-Tablet-Khusus.ppt
58921687-Tablet-Khusus.ppt
 
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT
BIOFARMASI SEDIAAN YANG  DIBERIKAN MELALUI KULITBIOFARMASI SEDIAAN YANG  DIBERIKAN MELALUI KULIT
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT
 
Uji praklinik obat baru
Uji praklinik  obat  baruUji praklinik  obat  baru
Uji praklinik obat baru
 
Obat antidiare
Obat antidiareObat antidiare
Obat antidiare
 
Salep mata (1)
Salep mata (1)Salep mata (1)
Salep mata (1)
 
Laporan resmi krim hidrocortison
Laporan resmi krim hidrocortisonLaporan resmi krim hidrocortison
Laporan resmi krim hidrocortison
 
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baikProduksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
Produksi Sediaan suspensi paracetamol yang baik
 
Laporan Teknologi Farmasi
Laporan Teknologi FarmasiLaporan Teknologi Farmasi
Laporan Teknologi Farmasi
 
PULVIS and PULVERS
PULVIS and PULVERSPULVIS and PULVERS
PULVIS and PULVERS
 
Emulsi imudd
Emulsi imuddEmulsi imudd
Emulsi imudd
 

Similar to FARMASI INDUSTRI KLP 5_INFUS.pptx

Uji potensi antibiotik secara mikrobiologi
Uji potensi antibiotik secara mikrobiologiUji potensi antibiotik secara mikrobiologi
Uji potensi antibiotik secara mikrobiologi
Guide_Consulting
 
Uji potensi antibiotik
Uji potensi antibiotikUji potensi antibiotik
Uji potensi antibiotik
amelialestari417
 
Formulasi Sediaan Steril Vial Anestesi Lokal (Lidokain HCl)
Formulasi Sediaan Steril Vial Anestesi Lokal (Lidokain HCl)Formulasi Sediaan Steril Vial Anestesi Lokal (Lidokain HCl)
Formulasi Sediaan Steril Vial Anestesi Lokal (Lidokain HCl)
Nesha Mutiara
 
Pemeriksaan Penunjang pada Ibu nifas.
Pemeriksaan Penunjang pada Ibu nifas. Pemeriksaan Penunjang pada Ibu nifas.
Pemeriksaan Penunjang pada Ibu nifas.
pjj_kemenkes
 
68857847 laporan-praktikum-kimia-analitik-gravimetri
68857847 laporan-praktikum-kimia-analitik-gravimetri68857847 laporan-praktikum-kimia-analitik-gravimetri
68857847 laporan-praktikum-kimia-analitik-gravimetriIndriati Dewi
 
MATERI INJEKSI 2
MATERI INJEKSI 2MATERI INJEKSI 2
MATERI INJEKSI 2
rofiq sabilal
 
Uji Potensi Antibiotik.pptx
Uji Potensi Antibiotik.pptxUji Potensi Antibiotik.pptx
Uji Potensi Antibiotik.pptx
shendi suryana
 
Protap produk-jadi-fix
Protap produk-jadi-fixProtap produk-jadi-fix
Protap produk-jadi-fix
Hasti Rizky Wahyuni
 
UJI STERILITAS. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB.pdf
UJI STERILITAS. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB.pdfUJI STERILITAS. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB.pdf
UJI STERILITAS. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB.pdf
PedroDaSilvaTL
 
Laporan ddka modul_1_pengenalan_dan_penerapan_peralatan_analisis_thayban-1
Laporan ddka modul_1_pengenalan_dan_penerapan_peralatan_analisis_thayban-1Laporan ddka modul_1_pengenalan_dan_penerapan_peralatan_analisis_thayban-1
Laporan ddka modul_1_pengenalan_dan_penerapan_peralatan_analisis_thayban-1
carat seventeen
 
Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...
Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...
Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...
Farida Lukmi
 
Prosedur analisa
Prosedur analisaProsedur analisa
Prosedur analisaAchya
 
Pemeriksaan Penunjang pada Ibu Bersalin
Pemeriksaan Penunjang pada Ibu BersalinPemeriksaan Penunjang pada Ibu Bersalin
Pemeriksaan Penunjang pada Ibu Bersalin
pjj_kemenkes
 
Jobsheet analisis gizi dalam pengolahan (tugas mami)
Jobsheet analisis gizi dalam pengolahan (tugas mami)Jobsheet analisis gizi dalam pengolahan (tugas mami)
Jobsheet analisis gizi dalam pengolahan (tugas mami)
Yan Eshad
 

Similar to FARMASI INDUSTRI KLP 5_INFUS.pptx (20)

Uji potensi antibiotik secara mikrobiologi
Uji potensi antibiotik secara mikrobiologiUji potensi antibiotik secara mikrobiologi
Uji potensi antibiotik secara mikrobiologi
 
Uji potensi antibiotik
Uji potensi antibiotikUji potensi antibiotik
Uji potensi antibiotik
 
Formulasi Sediaan Steril Vial Anestesi Lokal (Lidokain HCl)
Formulasi Sediaan Steril Vial Anestesi Lokal (Lidokain HCl)Formulasi Sediaan Steril Vial Anestesi Lokal (Lidokain HCl)
Formulasi Sediaan Steril Vial Anestesi Lokal (Lidokain HCl)
 
Pemeriksaan Penunjang pada Ibu nifas.
Pemeriksaan Penunjang pada Ibu nifas. Pemeriksaan Penunjang pada Ibu nifas.
Pemeriksaan Penunjang pada Ibu nifas.
 
68857847 laporan-praktikum-kimia-analitik-gravimetri
68857847 laporan-praktikum-kimia-analitik-gravimetri68857847 laporan-praktikum-kimia-analitik-gravimetri
68857847 laporan-praktikum-kimia-analitik-gravimetri
 
MATERI INJEKSI 2
MATERI INJEKSI 2MATERI INJEKSI 2
MATERI INJEKSI 2
 
Uji Potensi Antibiotik.pptx
Uji Potensi Antibiotik.pptxUji Potensi Antibiotik.pptx
Uji Potensi Antibiotik.pptx
 
Protap produk-jadi-fix
Protap produk-jadi-fixProtap produk-jadi-fix
Protap produk-jadi-fix
 
Analisa bod
Analisa bodAnalisa bod
Analisa bod
 
Chapter iii v
Chapter iii vChapter iii v
Chapter iii v
 
UJI STERILITAS. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB.pdf
UJI STERILITAS. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB.pdfUJI STERILITAS. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB.pdf
UJI STERILITAS. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB.pdf
 
Laporan ddka modul_1_pengenalan_dan_penerapan_peralatan_analisis_thayban-1
Laporan ddka modul_1_pengenalan_dan_penerapan_peralatan_analisis_thayban-1Laporan ddka modul_1_pengenalan_dan_penerapan_peralatan_analisis_thayban-1
Laporan ddka modul_1_pengenalan_dan_penerapan_peralatan_analisis_thayban-1
 
Penanganan sputum
Penanganan sputumPenanganan sputum
Penanganan sputum
 
Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...
Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...
Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...
 
Tkik5
Tkik5Tkik5
Tkik5
 
Prosedur analisa
Prosedur analisaProsedur analisa
Prosedur analisa
 
Pemeriksaan Penunjang pada Ibu Bersalin
Pemeriksaan Penunjang pada Ibu BersalinPemeriksaan Penunjang pada Ibu Bersalin
Pemeriksaan Penunjang pada Ibu Bersalin
 
Jobsheet analisis gizi dalam pengolahan (tugas mami)
Jobsheet analisis gizi dalam pengolahan (tugas mami)Jobsheet analisis gizi dalam pengolahan (tugas mami)
Jobsheet analisis gizi dalam pengolahan (tugas mami)
 
Tkk6
Tkk6Tkk6
Tkk6
 
Tkk6
Tkk6Tkk6
Tkk6
 

Recently uploaded

MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptxMATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
emiliawati098
 
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
athayaahzamaulana1
 
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptxMI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
almiraulimaz2521988
 
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptxPPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
emiliawati098
 
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
ProfesorCilikGhadi
 
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
LEESOKLENGMoe
 
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
ArumNovita
 
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
nadyahermawan
 

Recently uploaded (8)

MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptxMATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
 
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
 
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptxMI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
 
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptxPPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
 
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
 
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
 
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
 
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
 

FARMASI INDUSTRI KLP 5_INFUS.pptx

  • 1. PEMERIKSAAN MUTU SEDIAAN INFUS Fajar Arya Pratama 2241012010 Nurul Qalbi Desri 2241012012 Resa Lailiani 2241012014 Rini Hati Duha 2241012016 Sarah Fadhila HS 2241012082 Haura Nabila Salsabilah 2241012084 Hudiyah Amni 2241012086 Safira Pramilita Gunawan 2241012088 Alyssa Azzahra 2241012062 Hanifah Nofila 2241013064
  • 2. Pemeriksaan Mutu ditinjau dari 3 aspek : 1. Evaluasi Fisika 2. Evaluasi Kimia 3. Evaluasi Mikrobiologi
  • 3. Evaluasi Fisika 1. Permeriksaan Bahan Partikulat (FI V hal (1494-1504) tujuan: menghitung partikel asing subvisible dalam rentang ukuran tertentu dalam sediaan injeksi Metode : A. Uji hitung partikel secara hamburan cahaya B. Uji hitung partikel secara mikroskopik Prinsip : a) Pengukuran jumlah partikel berdasarkan hamburan cahaya larutan uji b) Pengukuran jumlah partikel berdasarkan perhitungan partikel yang terlihat dengan mikroskop
  • 4. Prosedur : a. Sejumlah tertentu sediaan uji diukur hamburan cahayanya kemudian dibandingkan dengan larutan baku b. Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membrane, lalu membrane tersebut diamati dibawah mikroskop. Jumlah partikel dengan dimensi linear efektif 10 mikrometer atau lebih dan sama atau lebih besar dari 25 mikrometer dihitung. Persyaratan : a. memenuhi syarat uji jika jumlah partikel dengan diameter > 10 mikrometer sebanyak 25 partikel dan yang memiliki diameter > 25 mikrometer sebanyak 3 partikel per ml b. memenuhi syarat uji jika jumlah partikel dengan diameter > 10 mikrometer sebanyak 12 partikel dan yang memiliki diameter > 25 mikrometer sebanyak 2 partikel per ml
  • 5. 2. Penetapan pH ( FI V hal 1106, 1563 ) Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan Alat : pH meter (potensiometrik) Prinsip : Penggukuran pH cairan uji menggunakan potensiometrik yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan electrode indikator yang peka, elektroda kaca dan electrode pembanding yang sesuai Prosedur : celupkan pH meter pada larutan infus Syarat : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi (antara 6,0 dan 7,5)
  • 6. 3. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah (FI V : 1570) Jumlah wadah yang diambil : a. pilih salah satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih b. 3 wadah atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau c. 5 wadah atau lebih bila volume 3 ml atau kurang Alat yang digunakan :  Wadah  Alat suntik hipodermik kering  Jarum suntik no 21  Gelas ukur  Gelas piala
  • 7. Prosedur : 1. Ambil isi tiap tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dan tiga kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik no 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm. 2. Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum clan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat suntik, tanpa mengosongkan bagian jarum, ke dalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang- kurangnya 40% volume dan kapasitas tertera (garis-garis penunjuk volume gelas ukur menunjuk volume yang ditampung , bukan yang dituang). Persyaratan : Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu per satu, atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung.
  • 8. 4. Uji kebocoran ( Goeswin, 2009 hal 191-192 ) Tujuan : Untuk memeriksa kemasan, menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan Prosedur pemeriksaan : - Untuk cairan bening tidak berwarna : wadah takaran tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru. - Untuk cairan yang berwarna : lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika terjadi kebocoran maka kertas saring atau kapas akan basah Persyaratan : Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru dan kertas saring ; Kapas tidak basah
  • 9. 5. Uji Kejernihan dan Warna (Goeswandi Agoes, 201 – 203) Tujuan : Memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas pengotor Prinsip : Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang putih untuk menyelidiki pengotor berwarna. Hasil : Memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.
  • 10. Evaluasi Kimia 1. Identifikasi injeksi NaCl FI V jilid 2 hal 918, 1425 Uji Identifikasi Umum : Natrium A.Senyawa natrium menimbulkan warna kuning intensif dalam nyala api yang tidak berwarna B.Jika tidak dinyatakan lain pada monografi, larutkan 100 mg senyawa natrium dalam 2 ml air, tambahkan 2 inl larutan kalium karbonat P 15%, panaskan hingga mendidih: tidak terbentuk endapan. Tambahkan 4 ml kalium piroantimonat LP dan panaskan sampai mendidih. Dinginkan dalam es, jika perlu gores bagian dalam wadah dengan batang pengaduk: terbentuk endapan.
  • 11. Klorida : A. Tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan klorida: terbentuk endapan putih seperti dadih yang tidak larut dalam asam nitrat P, tetapi larut dalam amoniurn hidroksida 6 N sedikit berlebih. B. Path uji amin klorida (terniasuk alkaloida klorida) tidak menunjukkan reaksi terhadap uji A, tambahkan 1 tetes asam nitrat encer P dan 0,5 ml perak nitrat LP pada larutan uji jika tidak dinyatakan lain pada monografi, lebih kurang 2 mg ion klorida dalam 2 ml: terbentuk endapan putih seperti dadih. Sentrifus segera campuran dan pisahkan beningan. Cuci endapan tiga kali, tiap kali dengan 1 ml asarn nitrat P (1 dalam 100) dan buang air cucian. Tambahkan tetes demi tetes ammonia LP pada endapan: endapan segera larut.
  • 12. 2. Penetapan Kadar (FI V, 918) Prosedur : Pipet sejumlah volume injeksi setara dengan lebih kurang 90 mg natrium kiorida, masukkan ke dalam wadah porselen dan tambahkan 140 ml air dan 1 ml dikiorofluoresein LP. Campur dan titrasi dengan perak nitrat 0,1 N LV, hingga perak klorida menggumpal dan campuran berwarna merah muda lemah. Jumlah sampel untuk pengujian : 6 botol Tiap miperak nitrat 0,1 N setara dengan 5,844 mg NaCl Alat : alat untuk titrasi sediaan Persyaratan : Tidak kurang dan 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% NaCl dari jumlah yang tertera pada etiket.
  • 13. 3. Keseragaman Sediaan (FI VI : 2025) • Tujuan : Untuk menjamin konsistensi satuan sediaan, masing-masing satuan dalam bets mempunyai kandungan zat aktif dalam rentang sempit yang mendekati kadar yang tertera pada etiket. Keseragaman sediaan terbagi 2 (FI VI hal. 2026): Keseragaman kandungan : berdasarkan pada penetapan kadar masing-masing kandungan zat aktif dalam satuan sediaan untuk menentukan apakah kandungan masing-masing terletak dalam batasan yang ditentukan ; bisa diterapkan pada semua sediaan Keragaman Bobot
  • 14.
  • 15.
  • 16. Jumlah sampel (FI VI hal. 2028) : Penetapan kadar masing-masing 10 satuan menggunakan metode analisis yang sesuai. Lakukan penetapan kadar pada sejumlah tertentu bahan yang ditelah dikocok dan dipindahkan dari masing-masing wadah dalam kondisi penggunaan yang normal dan nyatakan hasil sebagai dosis terbagi. Hitung nilai keberterimaan. Alat :
  • 17. Prosedur Pemeriksaan (FI VI hal. 1227) Sediaan yang telah ditetapkan kadarnya, Hitung nilai keberterimaan.
  • 18.
  • 19. Persyaratan (FI VI hal. 2028) : • Keseragaman sediaan memenuhi syarat jika nilai keberterimaan 10 unit sediaan pertama tidak kurang atau sama dengan L1%. Jika nilai keberterimaan lebih besar dari L1%, lakukan pengujian pada 20 unit sediaan tambahan, dan hitung nilai keberterimaan. • Memenuhi syarat jika nilai keberterimaan akhir dari 30 unit sediaan lebih kecil atau sama dengan L1% dan tidak ada satu unitpun kurang dari [1 – (0,01)(L2)]M atau tidak satu unitpun lebih dari [1 + (0,01)(L2)]M seperti tertera pada Perhitungan nilai keberterimaan dalam Keseragaman kandungan atau Keragaman bobot. Kecuali dinyatakan lain L1 adalah 15,0 dan L2 adalah 25,0.
  • 20. Data Uji Keseragaman Sediaan Sampel Absorbansi bobot (w) kadar (x) x - rataan (x - rataan)^2 BPFI 15 ppm 0,21 1 0.161 0,16 55,09 - 40,63 1.650,8 2 0.168 0,30 103,29 7,57 57,30 3 0.172 0,38 130,84 35,12 1.233,4 4 0.179 0,52 179,04 83,32 6.942,22 5 0.187 0,68 234,14 138,42 19.160,09 6 0.167 0,28 96,41 0,69 0,48 7 0.137 -0,32 -110,18 -205,9 42.394,81 8 0.152 -0,02 -6,88 -102,6 10.526,76 9 0.189 0,72 247,90 151,18 23.006,58 10 0.157 0,08 27,54 -68,8 4.648,51 Jumlah 1,669 2,78 957,2 -1,63 109.620,95 Rata rata 0,1669 0,278 95,72 -0,163 10.962,095
  • 21.
  • 22. Evaluasi Mikrobiologi 1. Uji Sterilitas (FI V 1359) Prosedur : inkubasi sebagian dari media(tioglikolat atau soybean casein digest medium) pada suhu yang sesuai selama 14 hari Persyaratan : tidak boleh ada pertumbuhan mikroba
  • 23.
  • 24. 2. Uji pirogen (FI V Jilid 2 hal 1412) Tujuan : Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi risiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi. Alat : • Alat suntik, jarum dan alat gelas dibebaskan dari pirogen dengan pemanasan pada 250° selama tidak kurang dari 30 menit atau dengan metode lain yang sesuai. • Perlakukan semua pengencer dan larutan untuk mencuci dan membilas peralatan atau alat suntik parenteral sedemikian rupa yang dapat menjamin alat tersebut steril dan bebas pirogen.
  • 25. Rekaman Suhu : • Gunakan alat pendeteksi suhu yang teliti seperti thermometer klinik atau alat transmitor atau alat sejenis yang telah dikalibrasi Hewan Uji : • Gunakan kelinci dewasa yang sehat. Tempatkan kelinci satu ekor dalam satu kandang dalam ruangan dengan suhu yang seragam antara 20° - 23° dan bebas dari gangguan • Kelinci yang belum pernah digunakan untuk uji pirogen • Kelinci tidak boleh digunakan untuk uji pirogen lebih dari sekali dalam waktu 48 jam, atau sebelum 2 minggu untuk uji pirogen yang menunjukkan kenaikan suhu 0,6° atau lebih, atau telah digunakan untuk uji sediaan yang dinyatakan pirogenik.
  • 26. Prosedur : • Lakukan uji dalam ruang terpisah yang dirancang untuk pengujian pirogen dan pada kondisi lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan hewan dan bebas dan gangguan yang menimbulkan kegelisahan. • Kelinci tidak diberi makan selama pengujian. Boleh diberi minum setiap saat, tetapi terbatas. • Tetapkan suhu kontrol dari tiap kelinci tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan uji. Suhu tersebut digunakan sebagai awal untuk penetapan setiap kenaikan suhu yang dihasilkan dari penyuntikan larutan uji.
  • 27. • Dalam setiap kelompok kelinci uji, gunakan kelinci yang mempunyai perbedaan suhu kontrol antara satu dengan lainnya tidak lebihdari 1 0, dan suhu kontrol setiap kelinci tidak boleh lebih dari 39,8°. • Suntikkan 10 ml larutan uji per kg berat badan kedalam vena telinga setiap tiga kelinci, lakukan penyuntikan dalam waktu 10 menit. • Lakukan penyuntikan setelah larutan uji dihangatkan pada suhu 370±20. Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan ke-3 setelah penyuntikan dengan selang waktu 30 menit.
  • 28. Interpretasi Hasil dan Lanjutan : • Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat apabila tidak ada satupun kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih. Bila ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih, lanjutkan uji menggunakan lima ekor kelinci lain. • Sediaan memenuhi syarat bebas pirogen bila, tidak lebih dari 3 dari 8 ekor masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8 kelinci tidak melebihi 3,3°.
  • 29. Metode Umum 1. Lempeng (silinder / kertas cakram) 2. Turbidimetri (tabung) Tujuan uji Sebagai standar untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya aktivitas (potensi) antibiotik terhadap efek daya hambatnya pada mikroba. Khusus untuk infus yang mengandung antibiotika Estimasi dari potensi antibiotik melalui perbandingan langsung antara sampel (antibiotik uji) dengan antibiotik standar yang telah disahkan penggunaannya, terkalibrasi dengan baik, dan umum digunakan sebagai rujukan. 3. Penetapan Potensi Antibiotik Prinsip :
  • 30. Metode Lempeng Silinder Difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri atau lempeng yang berisi biakan mikroba uji pada jumlah tertentu Mikroba dihambat pertumbuhannya  Hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serba sama antibiotik, dalam media cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik  Metode turbidimetri digunakan pada sampel yang sulit larut dalam air, contoh: Gramisidin Metode Turbidimetri
  • 31. Persiapan uji Mikroorganisme Bahan Alat  Cuci bersih sebelum dan sesudah digunakan  Sterilkan dengan pemanasan kering atau uap air Peralatan  Selama inkubasi dalam penetapan pada lempeng dan tabung  Metode lempeng = ± 0,5°C  Metode turbidimetri = ± 0,1°C suhu dapat diperoleh dengan sirkulasi udara dan air. Pengendalian Suhu (Termostatik) Wadah Metode Lempeng Silinder Cawan petri kaca atau plastik ukuran 20 x 100 mm Silinder dari besi tahan karat atau porselen diameter luar 8 mm, diameter dalam 6 mm, tinggi 10 mm Bersihkan dengan asam nitrat 2 N bila perlu Wadah Metode Turbidimetri Tabung reaksi kaca/plastik ukuran dan ketebalan seragam Tabung Spektrofotometer harus steril dan sesuai Semua residu dihilangkan serta selalu sterilisasi sebelum dan sesudah
  • 32. Media dan Pengencer (Larutan Dapar) Media Larutan Dapar Media 1 pH 6,6 Media 2 pH 6,6 Media 3 pH 7,0 Media 5 pH 7,9 Media 8 pH 5,9 Media 9 pH 7,2 Media 10 pH 7,2 Media 11 pH 8,3 Media 13 pH 5,6 Media 19 pH 6,1 Media 32 pH 6,6 Media 34 pH 7,0 Media 35 pH 7,0 Media 36 pH 7,3 Media 39 pH 7,9 Dapar nomor 1 pH 6,0 Dapar nomor 3 pH 8,0 Dapar nomor 4 pH 4,5 Dapar nomor 10 pH 10,5 Dapar nomor 16 pH 7,0 Cat: untuk pelarut lain Air murni Formaldehide encer Injeksi larutan NaCl
  • 33. • Adalah antibiotik dimana potensinya yang dinyatakan dalam “unit” atau “µg” aktivitas antibiotik per mg zat kering telah ditetapkan secara nasional (BPFI). • “µg” aktivitas dianggap terdiri dari bahan kimia tunggal • unit merupakan baku pembanding apabila terdapat lebih dari satu bahan aktif antibiotik dalam suatu obat antibiotik. Unit dan Baku Pembanding Potensi Antibiotik • Ampisilin : buat enceran larutan baku pembanding dan larutan uji secara bersamaan • Zink Basitrasin : tiap enceran larutan baku harus mengandung asam klorida sejumlah sama dengan larutan uji. • Secara umum pengeringan dilakukan pada oven hampa udara 5 mmHg, 60°C, selama 3 jam. Ketentuan untuk beberapa larutan baku
  • 34.
  • 35. Penyiapan Contoh • Buat larutan serta enceran larutan uji sesuai dengan antibiotik pembanding. • Penetapan hanya membutuhkan 1 tingkat dosis uji yang sesuai dengan dosis tengah baku pembanding • Dosis uji (U) = Dosis S3 Penyiapan Baku • Larutan persediaan: larutkan sejumlah atau seluruh isi vial baku pembanding antibiotik seperti pada tabel 1 • Simpan dalam lemari pendingin dan gunakan dalam waktu yang ditentukan • Pada hari penetapan, buat pengenceran dari larutan persediaan (5), umumnya dengan perbandingan 1 : 1,25 untuk lempeng silinder atau lebih kecil pada turbidimetri
  • 36. Mikroba Uji  Mikroba uji untuk masing-masing antibiotik tertera pada Tabel 2, pelihara pada agar miring dan inkubasikan sesuai dengan Tabel 3  Mikroba uji harus merupakan galur murni dan dipindahkan setiap minggu.  Pada Klebsiella pneumoniae gunakan biakan tidak berkapsul Penyiapan Inokula • Inokulasikan biakan segar ke 250 ml media agar dalam tabung Roux, sebarkan secara merata, inkubasikan pada suhu dan waktu tertentu. • Larutkan biakan permukaan ke dalam 50 ml larutan NaCl 0,9 % steril. • Atur perbandingan hingga inokula mempunyai transmitans 25 % terhadap blangko. • Untuk penetapan turbidimetri, optimalkan hubungan antara dosis dan respon. • Pada penetapan lempeng silinder, atur larutan suspensi hingga menghasilkan batas daerah hambatan yang memuaskan; yaitu 14 mm-16 mm
  • 37.
  • 38.
  • 39. Cara Pengujian: 1. Desain penetapan 2. Metode lempeng silinder 3. Metode Turbidimetri 4. Cara perhitungan
  • 40. DesainPenetapan  Pada penetapan lempeng silinder, perbandingan pokok dibatasi pada hubungan pengukuran diameter hambatan antar lempeng.  Pada penetapan turbidimetri, perbandingan pokok dibatasi pada hubungan antara kekeruhan yang diamati pada tiap rak.  Dianjurkan hanya menggunakan satu aras dosis dengan suatu kurva baku dan pengenceran larutan minimal 5 atau lebih  Penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi dipengaruhi oleh variabel intra dan antar penetapan.  Awali dengan penyiapan larutan baku dan uji secara terpisah, dan ulangi pada hari yang berbeda.  Jika hasil yang diperoleh berbeda signifikan, lakukan satu atau lebih penetapan tambahan
  • 41. MetodeTurbidimetri 1 ml larutan uji dan larutan baku tiap dosis pada 3 tabung reaksi; buat triplo dan letakkan acak Buat 2 tabung kontrol Tambahkan 9,0 ml inokula ke dalam tiap tabung Letakkan tabung dalam tangas air atau inkubator pada suhu (36- 37,5)°C; selama 2 jam Setelah inkubasi tambahkan 0,5 ml larutan formaldehide encer Ukur transmitans atau serapan pada 530 nm
  • 42. MetodeLempengSilinder Pada cawan petri dibuat lapisan dasar yang licin Tambahkan 4,0 ml lapisan inokula Jatuhkan 6 buah silinder pada permukaan agar dalam radius 2,8 cm; pada ketinggian 12 mm Isi silinder selang seling dengan dosis tengah baku (S3); buat triplo Inkubasikan pada suhu 32-35°C selama 16-18 jam Ukur diameter hambatan yang terbentuk pada agar
  • 43. Desainpengujian  Dipilih berdasarkan hasil akhir yang diinginkan, presisi tinggi atau tidak. Desain yang digunakan :  2+2 : yaitu satu baku pembanding dan satu sampel, masing-masing dengan dua tingkat dosis yang diperlakukan dalam satu lempeng (cawan) agar  3+3 : yaitu satu baku pembanding dan satu sampel, masing-masing dengan tiga tingkat dosis yang diperlakukan dalam satu lempeng (cawan) agar  5+1 : yaitu satu baku pembanding dengan 5 tingkat dosis dan satu sampel dengan satu tingkat dosis yang setara dengan dosis menengah (dosis acuan) baku pembanding. Desain Pengujian 3+3  Larutan baku pembanding : sejumlah tertentu baku pembanding dilarutkan dalam pelarut yang sesuai sedemikian sehingga diperoleh larutan induk yg setara dgn 1000 IU/mL.  Pengenceran dibuat sehingga diperoleh larutan baku dosis rendah, dosis menengah dan dosis tinggi dengan pebandingan yang relatif sama, misalnya 1:2, 2:3 atau 3:4  Larutan uji : ditimbang sejumlah tertentu sampel, dilarutkan dalam pelarut yang sesuai sehingga diperoleh larutan sampel induk yg setara dengan 1000 IU/mL.  Pengenceran dilakukan dengan dosis yang kira-kira sama dengan larutan baku pembanding.  Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam selinder atau serapkan pada kertas cakram sebanyak 100 μL di atas media agar yang telah diinokulasikan mikroba uji.  Pre-inkubasi selama 1 jam, lalu inkubasi pada 35-37 ºC selama 18-24 jam.  Setelah masa inkubasi, daerah hambat yang terbentuk diukur garis tengahnya. Dosis baku Dosis sampel
  • 44. Desain pengujian 5+1  Larutan baku pembanding yang dibuat sama dengan desain 3+3, hanya dibuat pengenceran S1, S2, S3, S4 dan S5 dengan tingkat perbandingan 1,25.  Dosis tengah ditetapkan dulu, misalnya 10 IU/mL, maka: S2=8,0 IU/mL, S1=6,4 IU/mL, S4=12,5 IU/mL dan S5=15,6 IU/mL  Larutan uji/sampel dibuat larutan induk dan pengenceran yang sama dengan larutan baku pembanding.  Larutan S3 (pembanding dosis tengah) selanjutnya selalu ditempatkan pada setiap media agar yg digunakan, dan ke dalam selinder pencadang atau kertas cakram yg digunakan dimasukkan 100 μL larutan pembanding lainnya (S1, S2, S4, S5) dan larutan uji (U) , masing-masing triplo.  Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam selinder atau serapkan pada kertas cakram sebanyak 100 μL di atas media agar yang telah diinokulasikan mikroba uji.  Pre-inkubasi selama 1 jam, lalu inkubasi pada 35-37 ºC selama 18-24 jam.  Setelah masa inkubasi, daerah hambat yang terbentuk diukur garis tengahnya.
  • 45.  Potensi antibiotik dihitung dengan menggunakan metode garis lurus transformasi log dengan penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linearitas.  Apabila dilakukan lebih dari satu penetapan potensi dari bahan uji yang sama; maka dapat dirata-ratakan. Cara Perhitungan
  • 46. Cara Perhitungan Desain pengujian (3+3)  Cara perhitungan dengan desain 3+3 terdapat pada Farmakope Indonesia edisi III, tahun 1979  Analisis meliputi : analisis variansi, perhitungan potensi dan batas keyakinan potensi hasil penetapan Desain pengujian (5+1)  Sebelum menghitung potensi , dilakukan terlebih dahulu koreksi garis tengah rata-rata diameter daerah hambat dosis larutan baku S1, S2, S4 dan S5  Cara :  Hitung diameter rata-rata S3 di semua cawan (Y3T)  Hitung diameter rata-rata S3 pada masing-masing cawan larutan baku S1,2,4 dan 5 (Y31, Y32, Y34 dan Y35)  Hitung diameter S1,2,4 dan 5 (Y1, Y2, Y4 dan Y5) Maka diameter koreksi masing-masing larutan baku adalah :  S1 (a) = Y1+ (Y3T– Y31)  S2 (b) = Y2+ (Y3T– Y32)  S3 (c) = Y3T  S4 (d) = Y4+ (Y3T– Y34)  S5 (e) = Y5+ (Y3T– Y35)
  • 47. Untuk kurva baku, dihitung diameter dosis terendah dan tertinggi yaitu : (3e + 2d + c – a ) YT = 5 YR = (3a + 2b + c – e ) 5 YR = diameter hambat dosis terendah YT = diameter hambat dosis tertinggi  Selanjutnya dibuat kurva baku pada kertas semilog :  Sumbu X : log dosis  Sumbu Y : diameter hambat  Hubungkan titik-titik untuk S1 (YR) sampai S5 (YT)
  • 48. dilakukan koreksi diameter larutan sampel U: YU koreksi = YS + (YU – Y3U) Y3U = diameter rata-rata S3 pada pengujian larutan U YU= diameter rata-rata U pada cawan larutan U YS = Hasil interpolasi S3 pada kurva baku Cara Perhitungan potensi sampel Perhitungan Potensi sampel  Potensi sediaan uji ditentukan dengan menginterpolasi YU pada sumbu Y ke garis kurva baku dan tarik garis ke sumbu X (diperoleh XU)  Dosis U = XU/S3 x dosis S3  Potensi U = dosis U x faktor pengenceran
  • 49. 4. Uji Endotoksin Bakteri • Uji endotoksin bakteri adalah uji untuk mendeteksi atau mengkuantitasi endotoksin bakteri yang mungkin terdapat dalam sampel yang diuji. • Pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate (LAL) yang diperoleh dari ekstrak air amebosit dalam kepiting ladam kuda (Limulus polyphemus atau Tachypleus tridentatus) dan dibuat khusus sebagai pereaksi LAL. Terdapat 2 tipe teknik uji, yaitu : - Teknik pembentukan jendal gel - Teknik fotometrik
  • 50. PENYIAPAN LARUTAN INDUK BAKU PEMBANDING DAN LARUTAN BAKU PEMBANDING ENDOTOKSIN • Baku pembanding endotoksin (BPE) adalah Endotoksin BPFI yang telah diketahui potensinya dalam UE per vial. Konstitusi seluruh isi vial BPE dengan 5,0 mL air pereaksi LAL3) . • Campur dengan pengocok vorteks secara intermiten selama 30 menit. Gunakan larutan pekat ini untuk membuat seri pengenceran yang sesuai. • Simpan larutan pekat dalam lemari pendingin, tidak lebih dari 14 hari. • Sebelum digunakan kocok kuat dengan vorteks selama tidak kurang dari 3 menit. • Campur setiap enceran tidak kurang dari 30 detik sebelum membuat pengenceran berikutnya. Enceran tidak boleh disimpan karena menyebabkan hilangnya aktivitas oleh penyerapan, kecuali ada data penunjang tentang hal ini.
  • 51. Uji Persiapan • Gunakan Pereaksi LAL yang sudah ditetapkan kepekaannya sesuai dengan yang tertera pada etiket. • Validasi dilakukan dengan Uji penghambatan atau pemacuan sebagaimana yang diuraikan pada 3 teknik yang telah disebutkan sebelumnya. • Dalam uji ini harus dimasukkan kontrol negatif yang sesuai. • Validasi harus diulang jika sumber Pereaksi LAL atau metode pembuatan atau formulasi bahan berubah.
  • 52. Penyiapan Larutan Uji • Siapkan larutan uji dengan melarutkan atau mengencerkan obat, atau mengekstraksi alat kesehatan dengan Air Pereaksi LAL. • Jika perlu, atur pH larutan yang akan diuji hingga pH campuran pereaksi LAL dan larutan uji terletak pada rentang pH yang ditentukan oleh produsen pereaksi LAL. Hal ini biasanya digunakan pada produk dengan rentang pH 6,0-8,0. • Pengaturan pH dapat dilakukan dengan menggunakan asam, basa atau larutan dapar yang sesuai dengan rekomendasi produsen pereaksi LAL. Asam dan basa dapat dibuat dari konsentrat atau padatan dengan Air Pereaksi LAL dalam wadah bebas endotoksin. Larutan dapar harus divalidasi bebas endotoksin dan faktor pengganggu.
  • 53. PENETAPAN PENGENCERAN MAKSIMUM YANG ABSAH (PMA) • PMA adalah pengenceran maksimum yang diperbolehkan dari suatu contoh agar batas endotoksinnya dapat ditetapkan. • Pengenceran Maksimum yang Absah diberlakukan untuk injeksi atau larutan parenteral terkonstitusi atau diencerkan, atau jika diperlukan, untuk jumlah obat dalam bobot jika volume obat yang diberikan bervariasi. • Persamaan umum untuk menentukan PMA adalah: PMA = (batas endotoksin x konsentrasi larutan sampel) / λ
  • 54. PENETAPAN BATAS ENDOTOKSIN • Batas endotoksin obat parenteral, ditetapkan berdasarkan dosis, sama dengan K/M. K = dosis ambang pirogenik endotoksin pada manusia per kgBB M = dosis maksimum produk pada manusia per kgBB dalam periode satu jam. • Batas endotoksin obat parenteral dinyatakan dalam unit, misalnya UE/mL, UE/mg atau UE/unit aktivitas biologi.
  • 55. METODE 1. Teknik pembentukan jendal gel • Mendeteksi / mengkuantitasi endotoksin berdasarkan pembentukan jendal dari pereaksi LAL dengan adanya endotoksin. Konsentrasi endotoksin yang dibutuhkan untuk menyebabkan lysate menjendal pada kondisi standar dinyatakan sebagai kepekaan pereaksi LAL yang tertera pada etiket. • Penetapan titik akhir reaksi dilakukan dengan membandingkan langsung enceran dari zat uji dengan enceran endotoksin baku, dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit Endotoksin (UE).
  • 56. a) Uji Persiapan untuk Cara Jendal Gel : - Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL = Jika hasil pengukuran kepekaan tidak kurang dari 0,5λ dan tidak lebih dari 2λ, maka kepekaan yang tercantum di etiket sesuai dan dapat digunakan dalam pelaksanaan pengujian dengan lysate. - Uji Faktor Pengganggu untuk Cara Jendal Gel = Jika kepekaan lysate yang diperoleh dalam larutan uji pada larutan B tidak kurang dari 0,5λ dan tidak lebih dari 2λ, maka larutan uji tidak mengandung faktor pengganggu pada kondisi uji yang digunakan. Jika sebaliknya, berarti terdapat faktor penggangu.
  • 57. . b) Uji Batas Jendal Gel : Siapkan larutan A, B, C dan D seperti tertera pada Tabel 2 dan lakukan pengujian larutan ini mengikuti prosedur Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL, yang dijelaskan dalam Uji Persiapan Cara Jendal Gel. Interpretasi : Sediaan uji memenuhi syarat jika diperoleh hasil negatif pada kedua tabung reaksi yang berisi larutan A, dan tidak memenuhi syarat jika diperoleh hasil positif pada dua tabung
  • 58. c) Penetapan Kadar Endotoksin Bakteri dengan Cara Jendal Gel Penetapan kadar ini menghitung jumlah endotoksin bakteri dalam larutan sampel dengan cara titrasi hingga titik akhir. Prosedur : Siapkan larutan A,B,C dan D seperti tertera pada Tabel 3 dan uji larutan ini mengikuti prosedur Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL, tertera dalam Uji Persiapan untuk Cara Jendal Gel.
  • 59.
  • 60. Interpretasi : Uji absah jika kondisi berikut dipenuhi: (1) Kedua replikasi dari kontrol negatif larutan D adalah negatif; (2) Kedua replikasi dari kontrol positif larutan B adalah positif; (3) Rata-rata geometrik kadar titik akhir larutan C berada dalam rentang 0,5λ- 2λ. Bahan memenuhi syarat jika kadar endotoksin kurang dari nilai yang dinyatakan dalam masing masing monografi.
  • 61. METODE 2. Teknik fotometrik • Mencakup metode turbidimetri, yang didasarkan pada pembentukan kekeruhan setelah penguraian substrat endogen, dan metode kromogenik yang didasarkan pada pembentukan warna setelah terjadi penguraian kompleks kromogen-peptida sintetik. • Seluruh pengujian fotometrik dilakukan pada suhu inkubasi yang direkomendasikan oleh produsen Pereaksi LAL, umumnya 37°±1°.
  • 62. a) Uji Persiapan Cara Fotometrik - Verifikasi Kriteria Kurva Baku : menggunakan larutan endotoksin baku, siapkan minimal 3 kadar endotoksin untuk membuat kurva baku. Nilai absolut dari koefisien korelasi, │r│, harus lebih besar atau sama dengan 0,980 untuk rentang kadar endotoksin sebagaimana ditetapkan oleh produsen pereaksi LAL - Uji Faktor Pengganggu untuk Cara Fotometrik : Pilih satu kadar endotoksin pada atau di sekitar pertengahan kurva baku endotoksin. Agar dapat dinyatakan bebas dari faktor pengganggu pada kondisi pengujian, hasil pengukuran kadar endotoksin yang ditambahkan pada sampel harus berada diantara 50%-200% dari kadar endotoksin yang ditambahkan .
  • 63. b) Perhitungan Untuk Cara Fotometrik Hitung kadar endotoksin dari tiap-tiap replikasi larutan uji A, menggunakan kurva baku yang dibuat dengan kontrol positif larutan C. Uji dinyatakan absahjika kondisi berikut dipenuhi: (1) Hasil kontrol positif larutan C memenuhi persyaratan validasi yang ditetapkan pada Verifikasi Kriteria Kurva Baku dalam Uji Persiapan Cara Fotometrik; (2) Perolehan kembali endotoksin, dihitung dari konsentrasi endotoksin larutan B setelah dikurangi konsentrasi endotoksin larutan A, berada pada rentang 50% – 200% (3) Hasil kontrol negatif larutan D tidak melebihi batas nilai blangko yang dipersyaratkan dalam uraian pereaksi LAL yang digunakan.
  • 64. c) Penafsiran Hasil Cara Fotometrik Pada pennetapan kadar secara fotometrik, sediaan uji memenuhi syarat jika rata-rata kadar endotoksin dari replikasi larutan A, setelah koreksi pengenceran dan kadar, lebih kecil dari batas endotoksin produk.