2. Aksesibilitas &Tingkat Kepatuhan Program
Terapi Rumatan Metadon danTerapiAnti
Retroviral pada Pecandu Heroin Suntik
Alkohol dan Penyakit Kronis di Manado &
Gorontalo
ProgramWajib Lapor Gangguan Penggunaan
Napza
3.
4. Hingga Desember 2011, hanya terdapat sekitar
2500 orang pecandu heroin suntik yang aktif
mengakses metadon, dimana jumlah ini
hanyalah sekitar 2.5% dari estimasi jumlah
penasun di Indonesia
masih sedikit pasien metadon dengan HIV
positif yang mengakses ART (WHO, 2011),
dimana salah satu penyebabnya adalah
terbatasnya klinik PTRM menawarkan ART
kepada pasien sertahubungan antara klinik
metadon dengan klinik ART yang belum terjalin
dengan baik.
5. Dokumentasi berbagai faktor pendukung
ataupun penghambat penasun dalam
mengakses PTRM maupun ARV
Kajian faktor penentu tingkat kepatuhan
penasun pada program PTRM dan ARV
6. Subyek penelitian adalah ODHA penasun yang
mengakses PTRM dan ARV di kota Medan,
Jakarta, Bogor, Denpasar dan Makassar.
Informasi tentang subyek evaluasi diperoleh dari
klinik PTRM dan klinik ARV di kota-kota
tersebut. Evaluasi merekrut partisipan laki-laki
maupun perempuan.
Orang dengan HIV/AIDS;
Memiliki riwayat sebagai pecandu heroin suntik
atau masih aktif menjadi pecandu heroin suntik;
Berusia 18 tahun ke atas
8. Rata-rata (41%) telah ikut metadon selama 3
tahun a (SD 2.7):
8 orang ikut sejak 2003
Riwayat Drop out 18.2%:
Kelg sering menginginkan responden untuk
berhenti dari PTRM (“harus ada akhirnya dong...”)
Responden dari Bali tidak memperoleh tekanan
untuk berhenti dari siapapun
9. Pendorong ikut PTRM:
Diri sendiri (69.5%); kelg (26.6%);
penjangkau/konselor (20.1%); pasangan (20.6%)
75.3% mengaku patuh menggunakan
metadon sesuai anjuran (signifikan pd
peserta dg dosis ≥ 95 mg yg juga
memperolehTHD (α ≤ 0.01)
10. Riwayat Frek
Belum pernah:
63 (40.9%)
Alasan belum ikut:
1. Belum merasa perlu (51%)
2. Tdk yakin mampu minum teratur
(11.2%)
3. Tdk disarankan petugas kes (10.2%)
4. Terapi tdk tersedia (2,04%)
5. Alasan Lain (31,94%):belum siap,
CD4 > 350, takut efek samping
Pernah: 63
(40.9%)
Masih aktif hingga saat wawancara: 50
org (79.4%)
11. Variabel Odd
Ratio
P [95% Conf.
Interval]
Pernah DO 0.6 0.413 0,226 – 1.842
Biaya Adm
Metadon
0.1 0,001* 0.038 – 0.451
Tanpa THD 0.3 0.006* 0.124 – 0.703
Adanya biaya admin metadon menurunkan
kepatuhan 10%, sementara tidak adanya pemberian
THD menurunkan kepatuhan hingga 30%.
12. Variabel Odd
Ratio
P [95% Conf.
Interval]
Belum Perlu 0.2 0.277 0.006 – 4.317
Tidak Yakin
Teratur
0.1 0.05” 0.011 – 0.984
Alasan Lain 0.2 0.372 0.010 – 5.613
Adanya ketidakyakinan dapat minum secara
teratur menurunkan keikutsertaan minum ARV
hingga 10%
13. Lamanya responden mengikuti programARV
beragam, namun sebagian besar (69.8%)
mengikuti programARV < 5 tahun.
Riwayat DO ARV: 15%
Pendorong akses ARV:
Diri sendiri 59.2%; dokter/nakes 52.5%; penjangkau
36.&%
Persepsi kepatuhan terapi ARV sesuai anjuran
75.8% :
Tidak ada faktor yang berpengaruh secara signifikan
thd kepatuhan responden thd programARV
14. No Frek
1 Pernah: 104
(70,8%)
Saat ini aktif:
50,8%
Program TR yang pernah diikuti:
1. Metadon (58,6%)
2. Buprenorfina (12,9%)
3. Rehabilitasi rawat inap (44,8%)
4. Rawat jalan lainnya (9,5%)
5. Pesantren (8,6%)
6. Lain Rehab (6,3%)
2 Belum pernah:
43 (29,3%)
Alasan belum pernah ikut program TR:
1. Biaya tidak terjangkau (11,3%)
2. Tidak merasa perlu terapi (58,1%) “
3. Terapi yg dibutuhkan tdk tersedia (4,8%)
4. Tidak disarankan petugas kesehatan (3,2%)
5. Sibuk bekerja (9,5%)
15. Keikutsertaan responden pada terapi
rumatan didorong pada kemauan sendiri
(voluntary), sementaraARV memerlukan
motivasi tidak saja dari sendiri tetapi juga
dorongan petugas kesehatan
16. Selain mengatasi perilaku adiksi opioida, PTRM juga
merupakan bagian dari layanan komprehensif
berkesinambungan HIV dan AIDS
Semua pasien PTRM wajib ditawarkan tes HIV dan
IMS secara teratur, dan bila hasilnya negatif perlu
dilakukan tes ulang setiap 6 bulan
Semua pasien PTRM dianjurkan menggunakan
kondom setiap kali melakukan hubungan seks
Pasien dg HIV positif dirujuk ke layanan
Pengobatan, Dukungan dan Perawatan (dulu CST)
17.
18. Penggunaan alkohol adalah faktor risiko utama
yang ketiga atas status kesehatan yang buruk di
seluruh dunia
Telah diterbitkan resolusiWHA63.10 tahun 2010
tentang Strategi Global Pengurangan Dampak
Buruk Penggunaan Alkohol yang merugikan
Penggunaan alkohol yang merugikan adalah
satu dari empat faktor risiko penyakit tidak
menular (PTM) spt Kanker, Penyakit Jantung,
Diabetes, dll
19. Penerapan formulir Alcohol Smoking and
Substance Use Involvement Screening &Test
(ASSIST)
Dilakukan di RSU dan Puskesmas:
Sulawesi Utara (prevalensi minum alkohol 17.4%
Riskesdas 2007): kota Manado dan sekitarnya
Gorontalo (prevalensi minum alkohol 12.3%
Riskesdas 2007): kota Gorontalo dan sekitarnya
Diterapkan pada pasien dengan penyakit kronis
pada poli umum
Wawancara dilakukan oleh petugas kesehatan
20. Riwayat penggunaan alkohol terdapat pada:
26.5% pasien dengan gangguan sistem
pencernaan
15.9% pasien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler
Pengguna alkohol yg minum alkohol setiap
hari memiliki risiko ggn sistem pencernaan
1.6X dibandingkan org yang tdk minum
setiap hari
22. PenerapanASSIST dan instrumen lainnya
pada poli penyakit dalam di 10 propinsi:
Prevalensi tinggi: NTT, Papua
Barat, Maluku, Sultra, Sumut, Kalteng, Bali dan
Sulteng
Prevalensi sedang: Kepri dan DKI
25. PuskesmasTanjung Morawa, Sumatra Utara
Ltr belakang: klinik PTRM
Zat utama yg disalahgunakan dari pasien
wapor:
Shabu 46.7%
Ganja 16.7%
Heroin 3.3%
Campuran (shabu + ganja + heroin): 33.3%
26. RS KetergantunganObat Jakarta
Ltr belakang: RS spesialis Napza
Zat utama yg disalahgunakan dari pasien
wapor:
Heroin 76.8%
Shabu 11.2%
Ganja 2.4%
Sedatif 2.4%
Campuran: 7.6%
27. RS Jiwa Bengkulu
Ltr belakang: rehabilitasi rawat inap Napza
Zat utama yg disalahgunakan dari pasien
wapor:
Alkohol: 9.2%
Shabu: 48.1%
Ganja: 16.7%
Campuran: 26%
28. Pengembangan Sistem Informasi NAPZA:
Pengisian offline, pengiriman online
Pentingnya kualitas asesmen dan
perencanaan terapi:
Supervisi dan bimtek berkesinambungan