Pasien laki-laki usia 19 tahun mengalami kejang dan gangguan mental seperti halusinasi dan bicara meracau. Berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik, didiagnosis menderita ensefalitis anti-NMDAR berdasarkan gejala klinis dan riwayat penggunaan narkoba.
Quadriparese tipe Spastik - Parese N VII sinistra tipe sentral -Parese N XII ...RifkaHumaida1
Quadriparese tipe Spastik
- Parese N VII sinistra tipe sentral
-Parese N XII sinistra tipe sentral
- Generalized onset clonic seizure
Ec Cerebral infarction
Laporan pagi memberikan informasi tentang jaga pagi, pasien baru, pasien assessment dan pasien konsul di bagian neurologi RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang. Terdapat 1 pasien baru, 1 pasien assessment dan 1 pasien konsul yang mendapatkan penjelasan mengenai gejala, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium.
Quadriparese tipe Spastik - Parese N VII sinistra tipe sentral -Parese N XII ...RifkaHumaida1
Quadriparese tipe Spastik
- Parese N VII sinistra tipe sentral
-Parese N XII sinistra tipe sentral
- Generalized onset clonic seizure
Ec Cerebral infarction
Laporan pagi memberikan informasi tentang jaga pagi, pasien baru, pasien assessment dan pasien konsul di bagian neurologi RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang. Terdapat 1 pasien baru, 1 pasien assessment dan 1 pasien konsul yang mendapatkan penjelasan mengenai gejala, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium.
Dokumen tersebut merangkum laporan kasus seorang pasien wanita berusia 47 tahun dengan keluhan lemas sisi kanan tubuh. Hasil CT scan kepala menunjukkan adanya infark luas di lobus otak kiri yang diduga disebabkan oleh oklusi arteri otak kiri. Diagnosisnya adalah stroke nonhemoragik."
Pasien wanita berusia 64 tahun dirawat dengan diagnosis stroke iskemik pons dan hipertensi tidak terkontrol. Gejala awal penurunan kesadaran, kelemahan anggota gerak kanan, dan pusing. Pemeriksaan menunjukkan paresis saraf kranial dan hemiparesis. CT scan menunjukkan infark pons. Terapi dilakukan untuk menurunkan tekanan darah dan mencegah komplikasi.
Pasien wanita berusia 58 tahun dirawat dengan keluhan demam, sesak nafas, dan lemas. Didiagnosis menderita infeksi saluran kemih, gagal jantung kongestif, sindrom mielodisplasia, peningkatan enzim hati, dan inanisi. Dilakukan berbagai pemeriksaan dan terapi suportif, namun kondisi pasien terus memburuk dengan gejala sesak nafas yang semakin parah.
Pasien wanita berusia 53 tahun datang dengan keluhan lemah pada kedua kaki. Pemeriksaan menunjukkan paraparese UMN, hiperestesi setinggi T11, dan refleks meningkat. Diagnosis kerja adalah mielopati thorakal segmen T11 yang diduga disebabkan tumor medula spinalis.
Stroke iskemik adalah gangguan fungsi otak akut yang ditandai dengan gejala defisit neurologis fokal atau global yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak.
Pasien wanita berusia 71 tahun datang dengan keluhan utama pusing berputar. Pemeriksaan fisik dan status neurologis menunjukkan adanya tanda-tanda vertigo perifer. Diagnosis kerja adalah benign paroxysmal positional vertigo (BPPV). Pasien diberikan penatalaksanaan non-medikamentosa berupa manuver Epley dan medikamentosa seperti betahistine, flunarizine, dan diazepam.
Penderita dirawat karena kelemahan mendadak pada lengan dan kaki sebelah kanan/kiri yang diikuti nyeri kepala dan mual. Keluhan dimulai saat bangun tidur/istirahat dan berlanjut hingga kini. Pemeriksaan menemukan gangguan motorik, sensorik dan bahasa pada sisi yang lemah. Riwayat penyakit dan gejala-gejala lain mengarah pada kemungkinan stroke iskemik atau hemoragik.
Teks tersebut membahas beberapa topik utama mengenai sistem kardiovaskular dan pengobatannya, termasuk:
1) Definisi cardiac output dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2) Jenis-jenis obat untuk gangguan jantung seperti glikosida jantung, obat antiangina, dan antiaritmia beserta cara kerja dan efek sampingnya.
3) Ringkasan tentang anatomi dan aliran darah pada sistem kardiovaskular.
Dokumen tersebut merangkum laporan kasus seorang pasien wanita berusia 47 tahun dengan keluhan lemas sisi kanan tubuh. Hasil CT scan kepala menunjukkan adanya infark luas di lobus otak kiri yang diduga disebabkan oleh oklusi arteri otak kiri. Diagnosisnya adalah stroke nonhemoragik."
Pasien wanita berusia 64 tahun dirawat dengan diagnosis stroke iskemik pons dan hipertensi tidak terkontrol. Gejala awal penurunan kesadaran, kelemahan anggota gerak kanan, dan pusing. Pemeriksaan menunjukkan paresis saraf kranial dan hemiparesis. CT scan menunjukkan infark pons. Terapi dilakukan untuk menurunkan tekanan darah dan mencegah komplikasi.
Pasien wanita berusia 58 tahun dirawat dengan keluhan demam, sesak nafas, dan lemas. Didiagnosis menderita infeksi saluran kemih, gagal jantung kongestif, sindrom mielodisplasia, peningkatan enzim hati, dan inanisi. Dilakukan berbagai pemeriksaan dan terapi suportif, namun kondisi pasien terus memburuk dengan gejala sesak nafas yang semakin parah.
Pasien wanita berusia 53 tahun datang dengan keluhan lemah pada kedua kaki. Pemeriksaan menunjukkan paraparese UMN, hiperestesi setinggi T11, dan refleks meningkat. Diagnosis kerja adalah mielopati thorakal segmen T11 yang diduga disebabkan tumor medula spinalis.
Stroke iskemik adalah gangguan fungsi otak akut yang ditandai dengan gejala defisit neurologis fokal atau global yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak.
Pasien wanita berusia 71 tahun datang dengan keluhan utama pusing berputar. Pemeriksaan fisik dan status neurologis menunjukkan adanya tanda-tanda vertigo perifer. Diagnosis kerja adalah benign paroxysmal positional vertigo (BPPV). Pasien diberikan penatalaksanaan non-medikamentosa berupa manuver Epley dan medikamentosa seperti betahistine, flunarizine, dan diazepam.
Penderita dirawat karena kelemahan mendadak pada lengan dan kaki sebelah kanan/kiri yang diikuti nyeri kepala dan mual. Keluhan dimulai saat bangun tidur/istirahat dan berlanjut hingga kini. Pemeriksaan menemukan gangguan motorik, sensorik dan bahasa pada sisi yang lemah. Riwayat penyakit dan gejala-gejala lain mengarah pada kemungkinan stroke iskemik atau hemoragik.
Teks tersebut membahas beberapa topik utama mengenai sistem kardiovaskular dan pengobatannya, termasuk:
1) Definisi cardiac output dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2) Jenis-jenis obat untuk gangguan jantung seperti glikosida jantung, obat antiangina, dan antiaritmia beserta cara kerja dan efek sampingnya.
3) Ringkasan tentang anatomi dan aliran darah pada sistem kardiovaskular.
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptxEmohAsJohn
PENGKAJIAN MUSKULOSKELETAL
Gangguan neurologi sangat beragam bentuknya, banyak dari pasien yang menderita gangguan memori dan tidak mampu menjalani aktivitas sehari-hari secara normal. Penyakit-penyakit neurologi kebanyakan memiliki efek melemahkan kehidupan pasien, sehingga memberikan pengobatan neurologis sangat penting bagi kehidupan pasien.
4. • Pasien dikatakan kejang sejak 6 jam SMRS
• Kejang terjadi saat sedang aktifitas di rumah
• Kejang sebanyak 1 kali dengan bentuk kejang kepala dan mata ke kanan diikuti
kaku kelonjotan keempat anggota gerak.
• Lama kejang 2 menit.
• Sebelum kejang halusinasi melihat 4 mata pada wajah orang, saat kejang tidak
sadar, setelah kejang kesadaran kembali semula
• Lidah tergigit -, mengompol –
• Keluhan nyeri kepala (+) 1 tahun SMRS, memberat 2 minggu SMRS, bentuk
nyeri kepala diremas di seluruh kepala dengan NRS 5-6, memberat dengan batuk
atau mengedan, tidak memberat pada malam atau pagi hari, membaik dengan minum
parasetamol.
RIWAYAT AWAL PENYAKIT
5. • Penurunan kesadaran (+) pasien bicara menjadi melantur yang awalnya
hilang timbul sejak 3 minggu SMRS (11 September 2022).
• Pasien sempat lupa nama sendiri dan bicara melihat garis-garis selama
kurang lebih 3 menit kemudian pasien sadar kembali.
• Keluhan memberat sehingga pasien merasa penglihatannya menjadi abu-
abu dan pada 1 hari SMRS melihat orang bermata empat.
RIWAYAT AWAL PENYAKIT
6. RIWAYAT AWAL PENYAKIT
Long track (-)
• Lemah AG sesisi
• Baal sesisi tubuh
• Bicara rero
• Mulut mencong
Sistem Vb (-)
• Pandangan ganda
• Pandangan gelap sesaat
• Pusing berputar
• Telinga berdenging
• Baal seputar mulut
• Tersedak
7. RIWAYAT SAKIT
12 bulan
SMRS
4 minggu
SMRS
3 minggu
SMRS
2 minggu
SMRS
6 jam
SMRS
-. Nyeri kepala -. Batuk dan
pilek, meriang.
-. Perbaikan
sendiri tanpa
obat
-. Gangguan perilaku -. Kejang 2x
-. Obat fenitoin
1 x 100 mg tab
-. Kejang 1x
16. CT scan kepala kontras 29/09/2022:
- Saat ini tidak tampak tanda-tanda perdarahan intrakranial, lesi
iskemik, SOL/neoplasma, maupun kelainan lainnya
- Sinusitis maksilaris kiri.
- Saran : MRI kepala dengan kontras
17. DIAGNOSIS KERJA
• Epilepsi fokal to bilateral tonik klonik motor onset ec
simtomatik ec susp infeksi dd/ vaskuler
18. TATA LAKSANA
Umum
• Bedrest Semi Fowler (Head Up 300)
• Diet biasa1500 kkal/hari
Khusus
• Injeksi diazepam 10 mg IV bolus pelan (prn)
• Fenitoin 3 x 100 mg tab
• Rencana EEG
• Rencana MRI kepala dengan kontras
19. Follow up Tgl Rawat Pemeriksaaan Tindakan
29/09/202
2
–
30/09/202
2
R ; 1-2 S: kejang + bentuk mata ke atas, kepala di tengah diikuti
mulut mengecap-ngecap dan berliur, gaduh gelisah
Kesadaran: E4M5V4 delirium
T : 110/70mmHg N = HR: 86x/menit, reguler
R : 20 x/m S: 36,3 OC pO2: 99%
3lpm NK
Status Neurologis
Rangsang Meningeal: Kaku kuduk (-) , Laseque/Kernig
tidak terbatas, Brudzinski I/II/III/IV (-/-/-/-)
Saraf Kranial: Pupil bulat isokor 2mm, Refleks cahaya
+/+
GBM kesan baik segala arah
N.VII kesan parese kanan
N.XII kesan parese kanan
Motorik : kesan hemiparese kanan (restrain)
Sensorik/Vegetatif/Fungsi Luhur : sdn / baik / sdn
Refleks Fisiologis : +2/+2 (BTR, KPR, APR)
Refleks Patologis : - / - (Babinski)
Refleks Regresi : - / - (Palmomental)
A :
- Susp. ensefalitis anti NMDAR dd/ HSV
- Gangguan mental lainnya ec suspek ensefalitis anti
NMDAR dd/ gangguan mental dan perilaku ec kratom
Konsul subdiv Neuroinfeksi:
A:
Susp. Ensefalitis anti-NMDAR dd/
Herpes simpleks virus (HSV)
P:
Methylprednisolone 2x500mg IV
selama 5 hari
Saran LP, periksa anti NMDAR dan
HSV
Konsul TS. Psikiatri:
A:
Gangguan mental lainnya ec suspek
ensefalitis anti NMDAR dd/
gangguan mental dan perilaku ec
kratom
P:
Haloperidol 2 x 0.75 mg PO
Psikoedukasi keluarga
Psikoterapi suportif
Rencana:
MRI kepala kontras
LP jika keluarga setuju
21. Prothrombin Time/PT@ detik
PT 13.2 detik 12-16
INR @ 0.93 0.8 - 1.2
APTT 28.40 detik 21 - 41
Fibrinogen 298.0 mg/dL 238 - 498
D-Dimer Kuantitatif @ 0.27 µg/mL < 0.55
Narkoba Paket 6
THC/Cannabis/Marijuana Non Reaktif
Opiat Non Reaktif
Methamphetamin Non Reaktif
Cocain Non Reaktif
Benzodiazepin Reaktif
Hasil Lab 29/09/2022:
Pemeriksaan EEG :
Klasifikasi EEG normal
Kesan : Gambaran EEG saat ini masih berada
dalam batas normal
22. Follow up Tgl Rawat Pemeriksaaan Tindakan
01/10/2022
-
04/10/2022
R ; 3-6 S: gelisah, bicara meracau
Kesadaran: E4M5V4 delirium
T : 120/70mmHg N = HR: 95x/menit, reguler
R : 19 x/m S: 36,5 OC pO2: 99%
3lpm NK
Status Neurologis
Rangsang Meningeal: Kaku kuduk (-) , Laseque/Kernig
tidak terbatas, Brudzinski I/II/III/IV (-/-/-/-)
Saraf Kranial: Pupil bulat isokor 2mm, Refleks cahaya
+/+
GBM kesan baik segala arah
N.VII kesan parese kanan
N.XII kesan parese kanan
Motorik : kesan hemiparese kanan (restrain)
Sensorik/Vegetatif/Fungsi Luhur : sdn / baik / sdn
Refleks Fisiologis : +2/+2 (BTR, KPR, APR)
Refleks Patologis : - / - (Babinski)
Refleks Regresi : - / - (Palmomental)
A:
-. Suspek ensefalitis anti-NMDAR dd/ HSV
-. Gangguan mental lainnya ec suspek ensefalitis anti
NMDAR dd/ gangguan mental dan perilaku ec kratom
Bedrest, head up 30 derajat
O2 3lpm NK setelah kejang
Diazepam 10mg IV bila gelisah
Fenitoin 3x100 mg NGT
Methylprednisolone 2x500mg IV
(H2-5)
Omeprazole 2 x40 mg IV
Haloperidol 2 x0.75 mg/NGT
FU Subdiv Neuroinfeksi:
A:
Ensefalitis anti-NMDAR
P:
Saran LP
Jika MP pulse dose sudah selesai,
stop hingga ada hasil LP
Rencana:
MRI kepala kontras (17/10/2022)
Keluarga pasien meminta APS untuk
langsung membawa pasien ke RS
PON Jakarta untuk tata laksana
lebih lanjut
23. DIAGNOSIS AKHIR
Susp ensefalitis anti-NMDAR dd/HSV
Gangguan metal lainnya ec. Susp ensefalitis anti-NMDAR dd/
gangguan mental dan perilaku ec. kratom
26. RESUME
• Seorang laki-laki usia 19 Tahun, mengalami kejang sebanyak 1 kali 6 jam SMRS. Bentuk kejang fokal to bilateral tonik klonik motor
onset. Sebelum kejang pasien halusinasi melihat 4 mata pada wajah orang, saat kejang tidak sadar, setelah kejang kembali ke
kesadaran semula. Durasi kejang +/- 2 menit.
• Keluhan nyeri kepala (+) sejak 1 tahun SMRS, memberat 2 minggu SMRS, bentuk nyeri kepala seperti diremas di seluruh kepala
dengan NRS rata-rata 5-6, memberat dengan batuk atau mengedan, tidak memberat pada malam/pagi hari, membaik dengan minum
parasetamol.
• Keluhan penurunan kesadaran (+) pasien bicara menjadi melantur yang awalnya hilang timbul sejak 3 minggu SMRS. Pasien sempat
lupa nama sendiri dan bicara melihat garis-garis selama kurang lebih 3 menit kemudian pasien sadar kembali. Keluhan memberat
sehingga pasien merasa penglihatannya menjadi abu-abu dan pada 1 hari SMRS melihat orang bermata empat.
• Keluhan batuk pilek (+) dikatakan ada 1 minggu sebelum mulai meracau.
• Riwayat kejang sebelumnya (+) pada tanggal 17 September 2022 dan 22 September 2022 dengan bentuk kejang yang sama, berobat
ke 2 rumah sakit dan sempat diarahkan untuk rekam otak, menolak dirawat inap, diberikan Fenitoin 1x100 mg tab.
• Perubahan perilaku (+) pasien menjadi lebih agresif dan sulit diatur sejak 1 tahun SMRS. Bicara meracau (+) dirasakan sejak 3
minggu SMRS. Riwayat narkoba (+) diakui pasien, tidak diketahui jenis narkoba yang digunakan dan tidak diketahui kapan.
27. RESUME
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran awalnya compos mentis kemudian
menjadi delirium, tekanan darah 125/82, nadi 88x/m, regular, isi cukup, heart
rate 88 x/m, regular, respirasi 20x/m dan tanda vital lain dalam batas normal.
Pada pemeriksaan neurulogis saraf otak ditemukan parese nervus cranialis
VII dan XII kanan sentral slight dan motorik pronator drifting kanan.
Dari pemeriksaan penunjang CT scan kepala dengan kontras tidak tampak
tanda-tanda perdarahan intrakranial, lesi iskemik, SOL, maupun kelainan
lainnya dengan sinusitis maksilaris kiri.
Pada pemeriksaan EEG hasil dalam batas normal.
28. RESUME
Diagnosis akhir pada pasien adalah Susp. ensefalitis anti NMDAR dd HSV dan
gangguan mental lainnya ec suspek ensefalitis anti NMDAR dd/ gangguan
mental dan perilaku ec kratom.
Pasien ditangani baik, pulang APS dengan kesadaran somnolen, tampak
tenang dan bebas kejang dengan pemberian fenitoin 3 x 100 mg/NGT dan
haloperidol 2 x 0.75 mg/NGT
32. ENSEFALITIS
• Definisi :
“Peradangan dari jaringan parenkim otak ,
berhubungan dengan disfungsi neurologis”
• Gold Standard : kelainan patologis dari pemeriksaan jaringan otak
• Tanpa konfirmasi kelainan patologis pemeriksaan jaringan otak :
• ciri-ciri klinis,
• laboratorium,
• electroencephalography, dan
• gambaran neuroimaging
33. ETIOLOGI ENSEFALITIS
Infeksi Langsung
• Ensefalitis viral, bakterial, parasit, fungi
• Paling banyak dijumpai
Paska infeksi
• ADEM (Acute Disseminated Encephalomyelitis
Autoimun
• anti-NMDA receptor, limbic encephalitis
• Bentuk baru, insidensi meningkat dalam >1 dekade terakhir
• Antibodi menyerang protein sinaps / protein permukaan/antigen intrasel sel
saraf
34. PENDAHULUAN
Confirmed encephalitis :
1. Konfirmasi patologis inflamasi otak yang konsisten dengan ensefalitis
2. Bukti patologis, mikrobiologis, serologis dari infeksi akut mikroorganisme yang berhubungan
dengan ensefalitis / kondisi autoimun yang berhubungan
37. ENSEFALITIS ANTI-NMDAR
• >1 Dekade, ensefalitis anti-NMDA receptor (NMDAR) yang
jarang menjadi penyebab tersering ensefalitis non-viral.
• antibodi yang dihasilkan tubuh menyerang reseptor NMDA
pada sinaps sistem saraf pusat,menyebabkan reaksi
autoimun terhadap sub-unit NR-1 dan NR- 2 dari reseptor
NMDA glutamat.
• Sejumlah besar kasus tidak terdeteksi jaringan kanker.
38. EPIDEMIOLOGI ENSEFALITIS ANTI-
NMDAR
• Ensefalitis anti-NMDAR merupakan penyebab paling sering dari ensefalitis
non-infeksi, kemudian diikuti Acute Demyelinating Encephalitis (ADEM).
• Lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki, rasio 4: 1 .
• Terbanyak pada usia di bawah 19 tahun.
• Berhubungan dengan teratoma ovarium, dimana di salah satu studi
teratoma ovarium hadir pada 59% kasus VS Sejumlah besar kasus tidak
terdeteksi jaringan kanker.
• Predileksi geografis di Asia dan kepulauan Pasifik, lebih banyak pada
perempuan berkulit hitam.
41. RESEPTOR N-METHYL-D-ASPARTATE
(NMDA)
• Glutamat : neurotransmitter eksitatorik dominan pada
sistem saraf pusat,
• Reseptor Glutamat :
1. NMDA (N-methyl-D-aspartate),
2. AMPA (α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxaloproprianic
acid), dan
3. Kainat dan kuiskalat,
• Reseptor NMDA : ligant-gated ion channel, highly
permeable terhadap ion kalsium, sementara reseptor
AMPA dan kainite permeable terhadap ion natrium.
42. RESEPTOR N-METHYL-D-ASPARTATE
(NMDA)
• Reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) terletak pada
daerah pos sinaptik, (sebagian pada permukaan sel).
Paling banyak terdapat di otak.
• terlibat pada proses potensiasi jangka panjang,
plastisitas sinaps, dan pembentukan memori
• Terbentuk dari 4 subunit: setiap reseptor terdiri dari dua
subunit GluN1 dan dua subunit GluN2 atau GluN3.
• Subunit GluN1 dan GluN3 mengikat koagonist glisin,
GluN2 mengikat glutamat.
43. RESEPTOR N-METHYL-D-ASPARTATE (NMDA)
Konsep kerja.
• NMDAR membutuhkan 2 agonis yaitu
glutamat dan glisin supaya dapat terbuka.
• NMDAR juga diblok oleh ion magnesium dan
ion zinc pada pola voltage-dependent
• NMDAR membutuhkan depolarisasi membran
dari reseptor AMPA yang berdekatan sehingga
dapat menggeser ion-ion magnesium dan zinc.
45. FISIOLOGI RESEPTOR N-METHYL-D-
ASPARTATE (NMDA)
•Depolarisasi jumlah kecil pada sel saraf post-synaptic hanya menggeser sementara ion magnesium dan zinc,
•mengizinkan hanya sedikit ion kalsium yang masuk ke dalam sel (second messengers).
•Perekrutan lebih banyak reseptor AMPA pada sel, yang memungkinkan depolarisasi membran selanjutnya.
•Efek perubahan ini hanya berlangsung paling lama selama beberapa jam saja
Potensiasi jangka pendek
•Depolarisasi lebih besar akan menggeser ion magnesium dan zinc sepenuhnya
•kalsium dalam jumlah banyak masuk ke dalam sel, berinteraksi dengan faktor-faktor transkripsi, merangsang
pertumbuhan sel saraf.
•Pertumbuhan ini dikenal sebagai potensiasi jangka panjang dan merupakan mekanisme di balik plastisitas
sinaps.
•Efek ini dapat bertahan sampai beberapa tahun
Potensiasi jangka panjang
•Depolarisasi membran yang tidak terkendali
•Kalsium yang tidak dapat diregulasi, yang mana merupakan kondisi letal. Studi otopsi pada ensefalitis anti-
NMDAR telah menunjukkan deposit IgG yang tinggi, mikrogliosis luas dan infiltrasi sel limfosit T yang jarang
dan degenarasi sel saraf terutama di daerah hipokampus, walaupun tidak terbatas di daerah itu saja
Eksitotoksisitas
51. GAMBARAN NEUROIMEJING
50% tidak bermakna
50% sinyal hiperintensitas pada T2/ FLAIR
• hippocampus,
• serebelum,
• korteks serebral,
• daerah frontobasal
• insula,
• basal ganglia,
• batang otak,
• medulla spinalis.
Temuannya biasanya ringan dan sementara
dan dapat disertai dengan penyangatan
kontras pada area yang terpengaruh atau
pada bagian meningennya.
53. Kriteria diagnosis untuk possible autoimmune encephalitis :
Diagnosis dapat ditegakkan ketika ketiga kriteria berikut ini terpenuhi :
1. Onset subakut (progresi cepat kurang dari 3 bulan) dari defisit working-memory
(kehilangan memori jangka pendek), perubahan status mental atau gejala psikiatrik.
2. Setidaknya satu dari berikut ini :
- Temuan gejala fokal sistem saraf pusat yang baru
- Bangkitan yang tidak bisa diterangkan dengan gangguan kejang yang sebelumnya
telahdiketahui,
- Pleositosis pada LCS. (hitung sel darah putih terhitung lebih dari 5 sel per mm3
- Fitur MRI sugestif ensefalitis
3. Eksklusi yang beralasan dari penyebab alternatif lainnya.
KRITERIA
DIAGNOSTIK
54. Probable ensefalitis anti-NMDAR
Diagnosis dapat dibuat jika keseluruhan tiga dari hal berikut ini ditemui :
1. Onset cepat (kurang dari 3 bulan) atau paling sedikitnya 4 dari 6 hal berikut dari gejalamayor:
- Tingkah laku abnormal (psikiatrik) atau disfungsi kognisi
- Disfungsi berbicara (berbicara tertekan, reduksi verbal, mutism)
- Bangkitan
- Gangguan gerakan, dyskinesia, atau rigiditas/ postur abnormal
- Penurunan kesadaran
- Disfungsi otonom atau hipoventilasi sentral.
2. Setidaknya satu dari hasil laboratorium berikut :
- Abnormalitas EEG (perlambatan fokal atau menyeluruh, atau disorganisasiaktivitas tidak beraturan,
aktivitas epileptic, atau extreme delta brush)
- CSF dengan pleocytosis atau oligoclonal bands
3. Eksklusi dari kelainan lainnya.
Diagnosis juga dapat ditegakkan dengan adanya tiga dari grup di atas disertai denganteratoma sistemik.
56. PADA PASIEN
-. Pada pasien diketahui adanya perubahan status mental lebih dari 24 jam, kejang dengan
bentuk mata dan kepala ke kanan diikuti kaku kelonjotan keempat anggota gerak, adanya
defisit neurologis VII dan XII parese kanan central slight, pronator drifting kanan,
sehingga pasien didiagnosis dengan susp. ensefalitis.
-. Dengan adanya perubahan tingkah laku sejak 3 minggu terakhir, penurunan kesadaran,
defisit fokal, riwayat batuk pilek 1 bulan terakhir, maka dicurigai susp. ensefalitis anti-
NMDAR dd/ HSV. Namun, pasien belum dapat dilakukan pemeriksaan CSF.
57. PERMASALAHAN
1. Bagaimana pasien didiagnosis sebagai ensefalitis anti-NMDAR?
2.Bagaimana Tatalaksana yang seharsunya pada pasien ini?
3. Bagaimana prognosis pasien kedepannya?
4. Bagaimana strategi penanganan selanjutnya saat rawat jalan ?
58. TATALAKSANA
• Kortikosteroid sebagai
immunosuppresor paling banyak
digunakan, walaupun
• Lini tatalaksana lainnya :
• mediator imun dan autoantibodi
(IvIg)
• Mengatur sel B dan sel plasma
(rituximab, plasma exchange) dan
sitokin-sitokin spesifik yang
berhubungan dengan proses
autoimun dan inflamasi
(interleukin-2, tocilizumab),
• anti proliferasi yang
mempengaruhi limfosit
(siklofosfamid, azathioprine).
59. TATALAKSANA
• Tiga faktor untuk keluaran yang
lebih baik dan kekambuhan yang
makin berkurang :
1. dimulainya pemberian
imunoterapi,
2. inisiasi dini terapi, p
3. permulaan imunoterapi lini
kedua jika lini pertama gagal
61. TATALAKSANA : FIRST LINE
IMMUNOTHERAPY
1. Kortikosteroid
• Kortikosteroid berikatan dengan reseptor glukokortikoid intrasel
• Menekan transkripsi berbagai gen proinflmasi yang mengkode sitokin, kemokin, molekul
adhesi, enzim-enzim inflamasi, baik protein dan reseptor-reseptornya :
• Supresi penuh sitokin-sitokin,
• menurunkan jumlah sel T,
• menghambat diferensiasi Th1,
• disfungsi makrofag
• apoptosis eosinophil.
62. TATALAKSANA : FIRST LINE
IMMUNOTHERAPY
1. Kortikosteroid
• Pada konsentrasi yang lebih tinggi, kortikosteroid memiliki efek tambahan yaitu mmbentuk
protein-protein antiinflamasi.
• Keuntungan ekstra dari kortikosteroid adalah memulihkan integritas sawar darah otak dan
mengurangi edema otak.
• Pemberian kortikosteroid dosis tinggi juga harus mempertimbangkan efek samping sistemik
yang mungkin muncul.
63. TATALAKSANA : FIRST LINE
IMMUNOTHERAPY
2. IvIg (immunoglobulin intravena)
• IvIg : hasil ekstraksi plasma dari banyak donor.
• Dosis tinggi IvIg (1-2g/kg) menghasilkan bermacam-macam efek antiinflamasi dan modulator
imun melalui berbagai mekanisme :
• netralisasi autoantibodi,
• inhibisi komplemen, sitokin dan migrasi leukosit.
• Monoterapi, tetapi lebih sering dgunakan setelah atau kombinasi dengan steroid dosis tinggi,
PLEX, rituximab, atau terapi imun lainnya.
• Efek samping yang lebih sedikit dibandingkan kortikosteroid (anafilaksis)
• Lebih murah dibandingankan dengan PLEX.
64. TATALAKSANA : FIRST LINE
IMMUNOTHERAPY
3. Pertukaran plasma (PLEX) / immunoadsoption
• Eefektif menghilangkan autoantibodi dan substansi patologis lainnya dalam plasma.
• PLEX mengubah sistem imun dengan :
• mengubah jumlah limfosit dan distribusinya,
• Mengubah fungsi sel T-suppressor, dan fenotipe sel T-helper.
• PLEX meningkatkan proliferasi dari sel-sel yang memproduksi antibodi dan hal ini dapat
meningkatkan kerentanan dari sel-sel tersebut terhadap imunosupresan.
• Terdapat perbaikan yang signifikan pada pasien-pasien yang diberikan PLEX segera setelah
pemberian steroid.
65. TATALAKSANA : FIRST LINE
IMMUNOTHERAPY
3. Pertukaran plasma (PLEX) / immunoadsoption
• Immunoadsorption merupakan bentuk dari PLEX yang dimurnikan, yang memungkinkan
menyingkirkan immunoglobulin secara spesifik pada plasma.
• PLEX tidak menghilangkan antibodi dari cairan cerebrospinal kecuali jika sawar darah otak
mengalami kebocoran/ kerusakan yang hebat.
• Pada beberapa laporan, penggunaan PLEX dan immunoadsorption pada terapi ensefalitis
autoimun menunjukkan penurunan titer antibodi pada cairan cerebrospinal sebesar 64%,
diukur pada saat follow up awal (median 5 hari setelah sesi pemberian terapi terakhir).
66. TATALAKSANA : SECOND LINE
IMMUNOTHERAPY
1. Rituximab
• Efektif dan aman untuk digunakan pada gangguan autoimun pada sistem saraf pusat dan
perifer.
• Rituximab terbukti mengurangi jumlah sel B naïve dan memory, melalui proses :
• toksisitas selular yang dimediasi antibodi,
• aktivasi komplemen,
• induksi apoptosis. .
• Terapi rituximab meningkatkan terjadinya resiko reaktivasi infeksi virus yang kronis, seperti
hepatitis B, dan screening serologis sebaiknya dipertimbangkan sebelum inisiasi terapi.
67. TATALAKSANA : SECOND LINE
IMMUNOTHERAPY
2. Siklofosfamid
• Menghambat proliferasi sel, yang mempengaruhi baik sel limfosit B atau T .
• Siklofosfamid sering digunakan sebagai agen kemoterapi, digunakan bersamaan dengan
rituximab.
• Komplikasi : supresi myelum, infertilitas, sistitis hemorrhagic, dan sedikit kemungkinan
resiko keganasan.
• Penggunaan siklofosfamid biasanya ditujukan untuk terapi limfoma non-Hodgkin, ataupun
gangguan rheumatologi dan ginjal, seperti vasculitis, lupus nephritis
• Kelebihan : lebih low-cost dibandingkan rituximab, supresi langsung dari proliferasi sel
limfosit, dan penggunaannya yang sudah sangat luas dalam pengalaman klinis.
68. PADA PASIEN
-. Pasien ini diberikan imunoterapi lini pertama berupa pemberian steroid,
metilprednisolon dengan dosis 1gram perhari (2 x 500 mg IV)
-. Pada pasien ensefalitis autoimun juga diberikan obat-obatan simtomatik seperti
anti seizure medication drugs (ASM). Belum ada bukti rasional untuk pemilihan
salah satu ASM dibandingkan yang lainnya pada terapi simtomatik pasien
ensefalitis autoimun atau infeksi.
-. Pada pasien ini digunakan fenitoin, dengan dosis 3 x 100 mg tab. Pasien juga
diberikan obat antipsikotik haloperidol, dengan dosis 2 x 0,75 mg tab.
69. PERMASALAHAN
1. Bagaimana pasien didiagnosis sebagai ensefalitis anti-NMDAR?
2. Bagaimana Tatalaksana yang seharsunya pada pasien ini?
3.Bagaimana prognosis pasien kedepannya?
4. Bagaimana strategi penanganan selanjutnya saat rawat jalan ?
70. PROGNOSIS
• 75% pasien dengan ensefalitis NMDA-R pulih atau mengalami sequalae ringan, 25% lainnya
mengalami deficit yang berat atau meninggal.
• 12-24% resiko kambuh.
• Keluaran kognitif pasien lebih baik pada pasien dewasa dengan ensefalitis anti-NMDAR yang
diberikan imunoterapi dalam 3 bulan setelah onset penyakit dibandingkan dengan yang
diterapi pada tahap berikutnya atau tidak diterapi sama sekali
89. FENITOIN
● Menghambat kanal sodium pada neuron presinaps
↓ firing discharged
● Sama dengan Carbamazepine (CBZ) namun afinitas
CBZ ikatannya 3x lebih rendah namun
farmakokinetiknya 5x lebih cepat