SlideShare a Scribd company logo
ENSEFALITIS
ANTI-NMDAR
ILMIAH STASE ILMU KESEHATAN JIWA
Presentan : Werenfridus Rainoldy R. Wangi
Pembimbing : dr. Santi Andayani, Sp.KJ., MMRS.
KASUS
KASUS
Tn. S., usia 19 tahun
Keluhan utama: Kejang
6 jam SMRS
• Pasien dikatakan kejang sejak 6 jam SMRS
• Kejang terjadi saat sedang aktifitas di rumah
• Kejang sebanyak 1 kali dengan bentuk kejang kepala dan mata ke kanan diikuti
kaku kelonjotan keempat anggota gerak.
• Lama kejang 2 menit.
• Sebelum kejang halusinasi melihat 4 mata pada wajah orang, saat kejang tidak
sadar, setelah kejang kesadaran kembali semula
• Lidah tergigit -, mengompol –
• Keluhan nyeri kepala (+) 1 tahun SMRS, memberat 2 minggu SMRS, bentuk
nyeri kepala diremas di seluruh kepala dengan NRS 5-6, memberat dengan batuk
atau mengedan, tidak memberat pada malam atau pagi hari, membaik dengan minum
parasetamol.
RIWAYAT AWAL PENYAKIT
• Penurunan kesadaran (+) pasien bicara menjadi melantur yang awalnya
hilang timbul sejak 3 minggu SMRS (11 September 2022).
• Pasien sempat lupa nama sendiri dan bicara melihat garis-garis selama
kurang lebih 3 menit kemudian pasien sadar kembali.
• Keluhan memberat sehingga pasien merasa penglihatannya menjadi abu-
abu dan pada 1 hari SMRS melihat orang bermata empat.
RIWAYAT AWAL PENYAKIT
RIWAYAT AWAL PENYAKIT
Long track (-)
• Lemah AG sesisi
• Baal sesisi tubuh
• Bicara rero
• Mulut mencong
Sistem Vb (-)
• Pandangan ganda
• Pandangan gelap sesaat
• Pusing berputar
• Telinga berdenging
• Baal seputar mulut
• Tersedak
RIWAYAT SAKIT
12 bulan
SMRS
4 minggu
SMRS
3 minggu
SMRS
2 minggu
SMRS
6 jam
SMRS
-. Nyeri kepala -. Batuk dan
pilek, meriang.
-. Perbaikan
sendiri tanpa
obat
-. Gangguan perilaku -. Kejang 2x
-. Obat fenitoin
1 x 100 mg tab
-. Kejang 1x
RIWAYAT
PENYAKIT
DAHULU:
• Perubahan perilaku (+) pasien menjadi lebih agresif
dan sulit diatur sejak 1 tahun SMRS.
• Bicara meracau (+) dirasakan sejak 3 minggu SMRS
KASUS
• Kesadaran : compos mentis
• T : 125/82 mmHg
• N : 88x/menit, reguler, isi cukup
• HR : 86x/menit, reguler
• R : 20x/menit, teratur
• S : 36.5OC
• Spo2 : 96% room air
KASUS
Status Interna
• Kepala : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
• Leher : JVP 5 + 2cmH2O, KGB tak teraba membesar, Denyut karotis +/+
simetris, Carotid bruit -/-
• Thorax : Bentuk dan gerak simetris
• Jantung : Batas kiri ICS 5 LMCS , batas kanan LSD; BJ SI-II regular, Murmur (-),
Gallop (-)
• Paru : Sonor; VBS kanan = kiri, Ronchi -/-, Wheezing -/-, Slem -/-
• Abdomen : Datar, supel, H/L tidak teraba, BU (+) normal, Nyeri tekan (-)
• Ekstremitas : Akral hangat, Edema pitting -/-, Sianosis -/-, CRT < 2 detik
Status Neurologis
Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), laseque / kernig tak terbatas, Brudzinski I/II/III/IV (-)
Saraf kranial : pupil bulat isokor, ø 3mm/3mm, refleks cahaya +/+
gerak bola mata : baik
funduskopi : tidak dilakukan
N.V motorik baik, sensorik baik, refleks kornea +/+
N.VII parese kanan central slight
N.XII parese kanan central slight
Motorik : kanan 4+/4+, kiri 5/5
Sensorik/Vegetatif/Fungsi Luhur : Baik/baik/baik
Refleks Fisiologis : +2/+2 (BTR, KPR, APR)
Refleks Patologis : -/- (babinski)
Refleks Regresi : -/- (palmomental)
DIAGNOSIS SEMENTARA
• Epilepsi fokal to bilateral tonik klonik motor onset ec simtomatik
ec susp. SOL dd/ infeksi dd/ vaskuler
KASUS
• HASIL
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
Parameter Hasil Satuan
Hemoglobin 14.9 g/dL
Hematokrit 43.1 %
Eritrosit 5.04 juta/mcl
Leukosit 9.50 /mm3
Trombosit 270 /mm3
MCV 85.5 fl
MCH 29.6 pg
MCHC 34.6 %
DC 0/4/0/61/28/7
GDS 92 mg/dl
Ureum 20.4 mg/dL
Kreatinin 0.89 mg/dL
Natrium 138 mg/dl
Kalium 3.9 Mg/dl`
Calsium 4.73 Mg/dl`
Clorida 105 Mg/dl`
Magnesium 2.2 Mg/dl`
Anti HIV Non reaktif Non reaktif
Swab PCR Non reaktif Non reaktif
SGPT/SGOT 17/ 13 (L)
KASUS
Rontgen Thorax (28/09/2022)
-Tidak tampak bronkopneumonia/ pneumonia.
- Kardiomegali.
KASUS
EKG :
-. Sinus rythme 80 x/menit
-. Sokolow lion : SV1 + RV5 > 35 mm ( 9 mm)
CT scan kepala kontras 29/09/2022:
- Saat ini tidak tampak tanda-tanda perdarahan intrakranial, lesi
iskemik, SOL/neoplasma, maupun kelainan lainnya
- Sinusitis maksilaris kiri.
- Saran : MRI kepala dengan kontras
DIAGNOSIS KERJA
• Epilepsi fokal to bilateral tonik klonik motor onset ec
simtomatik ec susp infeksi dd/ vaskuler
TATA LAKSANA
Umum
• Bedrest Semi Fowler (Head Up 300)
• Diet biasa1500 kkal/hari
Khusus
• Injeksi diazepam 10 mg IV bolus pelan (prn)
• Fenitoin 3 x 100 mg tab
• Rencana EEG
• Rencana MRI kepala dengan kontras
Follow up Tgl Rawat Pemeriksaaan Tindakan
29/09/202
2
–
30/09/202
2
R ; 1-2 S: kejang + bentuk mata ke atas, kepala di tengah diikuti
mulut mengecap-ngecap dan berliur, gaduh gelisah
Kesadaran: E4M5V4 delirium
T : 110/70mmHg N = HR: 86x/menit, reguler
R : 20 x/m S: 36,3 OC pO2: 99%
3lpm NK
Status Neurologis
Rangsang Meningeal: Kaku kuduk (-) , Laseque/Kernig
tidak terbatas, Brudzinski I/II/III/IV (-/-/-/-)
Saraf Kranial: Pupil bulat isokor 2mm, Refleks cahaya
+/+
GBM kesan baik segala arah
N.VII kesan parese kanan
N.XII kesan parese kanan
Motorik : kesan hemiparese kanan (restrain)
Sensorik/Vegetatif/Fungsi Luhur : sdn / baik / sdn
Refleks Fisiologis : +2/+2 (BTR, KPR, APR)
Refleks Patologis : - / - (Babinski)
Refleks Regresi : - / - (Palmomental)
A :
- Susp. ensefalitis anti NMDAR dd/ HSV
- Gangguan mental lainnya ec suspek ensefalitis anti
NMDAR dd/ gangguan mental dan perilaku ec kratom
Konsul subdiv Neuroinfeksi:
A:
Susp. Ensefalitis anti-NMDAR dd/
Herpes simpleks virus (HSV)
P:
Methylprednisolone 2x500mg IV
selama 5 hari
Saran LP, periksa anti NMDAR dan
HSV
Konsul TS. Psikiatri:
A:
Gangguan mental lainnya ec suspek
ensefalitis anti NMDAR dd/
gangguan mental dan perilaku ec
kratom
P:
Haloperidol 2 x 0.75 mg PO
Psikoedukasi keluarga
Psikoterapi suportif
Rencana:
MRI kepala kontras
LP jika keluarga setuju
RIWAYAT
PENYAKIT
DAHULU:
• Riwayat narkoba (+) diakui pasien, tidak diketahui jenis narkoba yang
digunakan dan tidak diketahui kapan
Prothrombin Time/PT@ detik
PT 13.2 detik 12-16
INR @ 0.93 0.8 - 1.2
APTT 28.40 detik 21 - 41
Fibrinogen 298.0 mg/dL 238 - 498
D-Dimer Kuantitatif @ 0.27 µg/mL < 0.55
Narkoba Paket 6
THC/Cannabis/Marijuana Non Reaktif
Opiat Non Reaktif
Methamphetamin Non Reaktif
Cocain Non Reaktif
Benzodiazepin Reaktif
Hasil Lab 29/09/2022:
Pemeriksaan EEG :
Klasifikasi EEG normal
Kesan : Gambaran EEG saat ini masih berada
dalam batas normal
Follow up Tgl Rawat Pemeriksaaan Tindakan
01/10/2022
-
04/10/2022
R ; 3-6 S: gelisah, bicara meracau
Kesadaran: E4M5V4 delirium
T : 120/70mmHg N = HR: 95x/menit, reguler
R : 19 x/m S: 36,5 OC pO2: 99%
3lpm NK
Status Neurologis
Rangsang Meningeal: Kaku kuduk (-) , Laseque/Kernig
tidak terbatas, Brudzinski I/II/III/IV (-/-/-/-)
Saraf Kranial: Pupil bulat isokor 2mm, Refleks cahaya
+/+
GBM kesan baik segala arah
N.VII kesan parese kanan
N.XII kesan parese kanan
Motorik : kesan hemiparese kanan (restrain)
Sensorik/Vegetatif/Fungsi Luhur : sdn / baik / sdn
Refleks Fisiologis : +2/+2 (BTR, KPR, APR)
Refleks Patologis : - / - (Babinski)
Refleks Regresi : - / - (Palmomental)
A:
-. Suspek ensefalitis anti-NMDAR dd/ HSV
-. Gangguan mental lainnya ec suspek ensefalitis anti
NMDAR dd/ gangguan mental dan perilaku ec kratom
Bedrest, head up 30 derajat
O2 3lpm NK setelah kejang
Diazepam 10mg IV bila gelisah
Fenitoin 3x100 mg NGT
Methylprednisolone 2x500mg IV
(H2-5)
Omeprazole 2 x40 mg IV
Haloperidol 2 x0.75 mg/NGT
FU Subdiv Neuroinfeksi:
A:
Ensefalitis anti-NMDAR
P:
Saran LP
Jika MP pulse dose sudah selesai,
stop hingga ada hasil LP
Rencana:
MRI kepala kontras (17/10/2022)
Keluarga pasien meminta APS untuk
langsung membawa pasien ke RS
PON Jakarta untuk tata laksana
lebih lanjut
DIAGNOSIS AKHIR
 Susp ensefalitis anti-NMDAR dd/HSV
 Gangguan metal lainnya ec. Susp ensefalitis anti-NMDAR dd/
gangguan mental dan perilaku ec. kratom
TATALAKSANA RAWAT JALAN
• Fenitoin 3 x 100 mg/NGT
• Haloperidol 2 x 0.75 mg/NGT
Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad malam
RESUME
• Seorang laki-laki usia 19 Tahun, mengalami kejang sebanyak 1 kali 6 jam SMRS. Bentuk kejang fokal to bilateral tonik klonik motor
onset. Sebelum kejang pasien halusinasi melihat 4 mata pada wajah orang, saat kejang tidak sadar, setelah kejang kembali ke
kesadaran semula. Durasi kejang +/- 2 menit.
• Keluhan nyeri kepala (+) sejak 1 tahun SMRS, memberat 2 minggu SMRS, bentuk nyeri kepala seperti diremas di seluruh kepala
dengan NRS rata-rata 5-6, memberat dengan batuk atau mengedan, tidak memberat pada malam/pagi hari, membaik dengan minum
parasetamol.
• Keluhan penurunan kesadaran (+) pasien bicara menjadi melantur yang awalnya hilang timbul sejak 3 minggu SMRS. Pasien sempat
lupa nama sendiri dan bicara melihat garis-garis selama kurang lebih 3 menit kemudian pasien sadar kembali. Keluhan memberat
sehingga pasien merasa penglihatannya menjadi abu-abu dan pada 1 hari SMRS melihat orang bermata empat.
• Keluhan batuk pilek (+) dikatakan ada 1 minggu sebelum mulai meracau.
• Riwayat kejang sebelumnya (+) pada tanggal 17 September 2022 dan 22 September 2022 dengan bentuk kejang yang sama, berobat
ke 2 rumah sakit dan sempat diarahkan untuk rekam otak, menolak dirawat inap, diberikan Fenitoin 1x100 mg tab.
• Perubahan perilaku (+) pasien menjadi lebih agresif dan sulit diatur sejak 1 tahun SMRS. Bicara meracau (+) dirasakan sejak 3
minggu SMRS. Riwayat narkoba (+) diakui pasien, tidak diketahui jenis narkoba yang digunakan dan tidak diketahui kapan.
RESUME
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran awalnya compos mentis kemudian
menjadi delirium, tekanan darah 125/82, nadi 88x/m, regular, isi cukup, heart
rate 88 x/m, regular, respirasi 20x/m dan tanda vital lain dalam batas normal.
Pada pemeriksaan neurulogis saraf otak ditemukan parese nervus cranialis
VII dan XII kanan sentral slight dan motorik pronator drifting kanan.
Dari pemeriksaan penunjang CT scan kepala dengan kontras tidak tampak
tanda-tanda perdarahan intrakranial, lesi iskemik, SOL, maupun kelainan
lainnya dengan sinusitis maksilaris kiri.
Pada pemeriksaan EEG hasil dalam batas normal.
RESUME
Diagnosis akhir pada pasien adalah Susp. ensefalitis anti NMDAR dd HSV dan
gangguan mental lainnya ec suspek ensefalitis anti NMDAR dd/ gangguan
mental dan perilaku ec kratom.
 Pasien ditangani baik, pulang APS dengan kesadaran somnolen, tampak
tenang dan bebas kejang dengan pemberian fenitoin 3 x 100 mg/NGT dan
haloperidol 2 x 0.75 mg/NGT
PERMASALAHAN
PERMASALAHAN
1. Bagaimana pasien didiagnosis sebagai ensefalitis anti-NMDAR?
2. Bagaimana Tatalaksana yang seharsunya pada pasien ini?
3. Bagaimana prognosis pasien kedepannya?
4. Bagaimana strategi penanganan selanjutnya saat rawat jalan ?
PERMASALAHA
N
1. Bagaimana pasien didiagnosis sebagai ensefalitis anti-NMDAR?
ENSEFALITIS
• Definisi :
“Peradangan dari jaringan parenkim otak ,
berhubungan dengan disfungsi neurologis”
• Gold Standard : kelainan patologis dari pemeriksaan jaringan otak
• Tanpa konfirmasi kelainan patologis pemeriksaan jaringan otak :
• ciri-ciri klinis,
• laboratorium,
• electroencephalography, dan
• gambaran neuroimaging
ETIOLOGI ENSEFALITIS
Infeksi Langsung
• Ensefalitis viral, bakterial, parasit, fungi
• Paling banyak dijumpai
Paska infeksi
• ADEM (Acute Disseminated Encephalomyelitis
Autoimun
• anti-NMDA receptor, limbic encephalitis
• Bentuk baru, insidensi meningkat dalam >1 dekade terakhir
• Antibodi menyerang protein sinaps / protein permukaan/antigen intrasel sel
saraf
PENDAHULUAN
Confirmed encephalitis :
1. Konfirmasi patologis inflamasi otak yang konsisten dengan ensefalitis
2. Bukti patologis, mikrobiologis, serologis dari infeksi akut mikroorganisme yang berhubungan
dengan ensefalitis / kondisi autoimun yang berhubungan
ENSEFALITIS
AUTOIMUN
ENSEFALITIS AUTOIMUN
ENSEFALITIS ANTI-NMDAR
• >1 Dekade, ensefalitis anti-NMDA receptor (NMDAR) yang
jarang menjadi penyebab tersering ensefalitis non-viral.
• antibodi yang dihasilkan tubuh menyerang reseptor NMDA
pada sinaps sistem saraf pusat,menyebabkan reaksi
autoimun terhadap sub-unit NR-1 dan NR- 2 dari reseptor
NMDA glutamat.
• Sejumlah besar kasus tidak terdeteksi jaringan kanker.
EPIDEMIOLOGI ENSEFALITIS ANTI-
NMDAR
• Ensefalitis anti-NMDAR merupakan penyebab paling sering dari ensefalitis
non-infeksi, kemudian diikuti Acute Demyelinating Encephalitis (ADEM).
• Lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki, rasio 4: 1 .
• Terbanyak pada usia di bawah 19 tahun.
• Berhubungan dengan teratoma ovarium, dimana di salah satu studi
teratoma ovarium hadir pada 59% kasus VS Sejumlah besar kasus tidak
terdeteksi jaringan kanker.
• Predileksi geografis di Asia dan kepulauan Pasifik, lebih banyak pada
perempuan berkulit hitam.
EPIDEMIOLOGI ENSEFALITIS ANTI-
NMDAR
NORMAL SYNAPTIC TRANSMISSION
Inhibitory Postsinaptic
Potential (IPSP)
“Excitatory Postsinaptic
Potential (EPSP)
RESEPTOR N-METHYL-D-ASPARTATE
(NMDA)
• Glutamat : neurotransmitter eksitatorik dominan pada
sistem saraf pusat,
• Reseptor Glutamat :
1. NMDA (N-methyl-D-aspartate),
2. AMPA (α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxaloproprianic
acid), dan
3. Kainat dan kuiskalat,
• Reseptor NMDA : ligant-gated ion channel, highly
permeable terhadap ion kalsium, sementara reseptor
AMPA dan kainite permeable terhadap ion natrium.
RESEPTOR N-METHYL-D-ASPARTATE
(NMDA)
• Reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) terletak pada
daerah pos sinaptik, (sebagian pada permukaan sel).
Paling banyak terdapat di otak.
• terlibat pada proses potensiasi jangka panjang,
plastisitas sinaps, dan pembentukan memori
• Terbentuk dari 4 subunit: setiap reseptor terdiri dari dua
subunit GluN1 dan dua subunit GluN2 atau GluN3.
• Subunit GluN1 dan GluN3 mengikat koagonist glisin,
GluN2 mengikat glutamat.
RESEPTOR N-METHYL-D-ASPARTATE (NMDA)
Konsep kerja.
• NMDAR membutuhkan 2 agonis yaitu
glutamat dan glisin supaya dapat terbuka.
• NMDAR juga diblok oleh ion magnesium dan
ion zinc pada pola voltage-dependent
• NMDAR membutuhkan depolarisasi membran
dari reseptor AMPA yang berdekatan sehingga
dapat menggeser ion-ion magnesium dan zinc.
RESEPTOR N-METHYL-D-ASPARTATE (NMDA)
FISIOLOGI RESEPTOR N-METHYL-D-
ASPARTATE (NMDA)
•Depolarisasi jumlah kecil pada sel saraf post-synaptic hanya menggeser sementara ion magnesium dan zinc,
•mengizinkan hanya sedikit ion kalsium yang masuk ke dalam sel (second messengers).
•Perekrutan lebih banyak reseptor AMPA pada sel, yang memungkinkan depolarisasi membran selanjutnya.
•Efek perubahan ini hanya berlangsung paling lama selama beberapa jam saja
Potensiasi jangka pendek
•Depolarisasi lebih besar akan menggeser ion magnesium dan zinc sepenuhnya
•kalsium dalam jumlah banyak masuk ke dalam sel, berinteraksi dengan faktor-faktor transkripsi, merangsang
pertumbuhan sel saraf.
•Pertumbuhan ini dikenal sebagai potensiasi jangka panjang dan merupakan mekanisme di balik plastisitas
sinaps.
•Efek ini dapat bertahan sampai beberapa tahun
Potensiasi jangka panjang
•Depolarisasi membran yang tidak terkendali
•Kalsium yang tidak dapat diregulasi, yang mana merupakan kondisi letal. Studi otopsi pada ensefalitis anti-
NMDAR telah menunjukkan deposit IgG yang tinggi, mikrogliosis luas dan infiltrasi sel limfosit T yang jarang
dan degenarasi sel saraf terutama di daerah hipokampus, walaupun tidak terbatas di daerah itu saja
Eksitotoksisitas
GEJALA KLINIS
PATOLOGI RESEPTOR N-METHYL-D-
ASPARTATE (NMDA)
Eksitotoksisitas
•Kematian sel saraf
•Akut : stroke, epilepsi
•Kronik : Huntington,
Parkinson, Alzheimer
Hipofungsi
• Schizoprenia
• Depresi
• Disabilitas perkembangan
PATOGENESIS
PATOFISIOLOGI
PERJALANAN
PENYAKIT
GAMBARAN NEUROIMEJING
50% tidak bermakna
50% sinyal hiperintensitas pada T2/ FLAIR
• hippocampus,
• serebelum,
• korteks serebral,
• daerah frontobasal
• insula,
• basal ganglia,
• batang otak,
• medulla spinalis.
Temuannya biasanya ringan dan sementara
dan dapat disertai dengan penyangatan
kontras pada area yang terpengaruh atau
pada bagian meningennya.
EEG
Kriteria diagnosis untuk possible autoimmune encephalitis :
Diagnosis dapat ditegakkan ketika ketiga kriteria berikut ini terpenuhi :
1. Onset subakut (progresi cepat kurang dari 3 bulan) dari defisit working-memory
(kehilangan memori jangka pendek), perubahan status mental atau gejala psikiatrik.
2. Setidaknya satu dari berikut ini :
- Temuan gejala fokal sistem saraf pusat yang baru
- Bangkitan yang tidak bisa diterangkan dengan gangguan kejang yang sebelumnya
telahdiketahui,
- Pleositosis pada LCS. (hitung sel darah putih terhitung lebih dari 5 sel per mm3
- Fitur MRI sugestif ensefalitis
3. Eksklusi yang beralasan dari penyebab alternatif lainnya.
KRITERIA
DIAGNOSTIK
Probable ensefalitis anti-NMDAR
Diagnosis dapat dibuat jika keseluruhan tiga dari hal berikut ini ditemui :
1. Onset cepat (kurang dari 3 bulan) atau paling sedikitnya 4 dari 6 hal berikut dari gejalamayor:
- Tingkah laku abnormal (psikiatrik) atau disfungsi kognisi
- Disfungsi berbicara (berbicara tertekan, reduksi verbal, mutism)
- Bangkitan
- Gangguan gerakan, dyskinesia, atau rigiditas/ postur abnormal
- Penurunan kesadaran
- Disfungsi otonom atau hipoventilasi sentral.
2. Setidaknya satu dari hasil laboratorium berikut :
- Abnormalitas EEG (perlambatan fokal atau menyeluruh, atau disorganisasiaktivitas tidak beraturan,
aktivitas epileptic, atau extreme delta brush)
- CSF dengan pleocytosis atau oligoclonal bands
3. Eksklusi dari kelainan lainnya.
Diagnosis juga dapat ditegakkan dengan adanya tiga dari grup di atas disertai denganteratoma sistemik.
KRITERIA
DIAGNOSTIK
Definite ensefalitis anti-NMDAR
Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya 1 atau
lebih dari 6 gejala mayor dan antibodi IgG anti-
GluN1.
PADA PASIEN
-. Pada pasien diketahui adanya perubahan status mental lebih dari 24 jam, kejang dengan
bentuk mata dan kepala ke kanan diikuti kaku kelonjotan keempat anggota gerak, adanya
defisit neurologis VII dan XII parese kanan central slight, pronator drifting kanan,
sehingga pasien didiagnosis dengan susp. ensefalitis.
-. Dengan adanya perubahan tingkah laku sejak 3 minggu terakhir, penurunan kesadaran,
defisit fokal, riwayat batuk pilek 1 bulan terakhir, maka dicurigai susp. ensefalitis anti-
NMDAR dd/ HSV. Namun, pasien belum dapat dilakukan pemeriksaan CSF.
PERMASALAHAN
1. Bagaimana pasien didiagnosis sebagai ensefalitis anti-NMDAR?
2.Bagaimana Tatalaksana yang seharsunya pada pasien ini?
3. Bagaimana prognosis pasien kedepannya?
4. Bagaimana strategi penanganan selanjutnya saat rawat jalan ?
TATALAKSANA
• Kortikosteroid sebagai
immunosuppresor paling banyak
digunakan, walaupun
• Lini tatalaksana lainnya :
• mediator imun dan autoantibodi
(IvIg)
• Mengatur sel B dan sel plasma
(rituximab, plasma exchange) dan
sitokin-sitokin spesifik yang
berhubungan dengan proses
autoimun dan inflamasi
(interleukin-2, tocilizumab),
• anti proliferasi yang
mempengaruhi limfosit
(siklofosfamid, azathioprine).
TATALAKSANA
• Tiga faktor untuk keluaran yang
lebih baik dan kekambuhan yang
makin berkurang :
1. dimulainya pemberian
imunoterapi,
2. inisiasi dini terapi, p
3. permulaan imunoterapi lini
kedua jika lini pertama gagal
TATALAKSANA
TATALAKSANA : FIRST LINE
IMMUNOTHERAPY
1. Kortikosteroid
• Kortikosteroid berikatan dengan reseptor glukokortikoid intrasel
• Menekan transkripsi berbagai gen proinflmasi yang mengkode sitokin, kemokin, molekul
adhesi, enzim-enzim inflamasi, baik protein dan reseptor-reseptornya :
• Supresi penuh sitokin-sitokin,
• menurunkan jumlah sel T,
• menghambat diferensiasi Th1,
• disfungsi makrofag
• apoptosis eosinophil.
TATALAKSANA : FIRST LINE
IMMUNOTHERAPY
1. Kortikosteroid
• Pada konsentrasi yang lebih tinggi, kortikosteroid memiliki efek tambahan yaitu mmbentuk
protein-protein antiinflamasi.
• Keuntungan ekstra dari kortikosteroid adalah memulihkan integritas sawar darah otak dan
mengurangi edema otak.
• Pemberian kortikosteroid dosis tinggi juga harus mempertimbangkan efek samping sistemik
yang mungkin muncul.
TATALAKSANA : FIRST LINE
IMMUNOTHERAPY
2. IvIg (immunoglobulin intravena)
• IvIg : hasil ekstraksi plasma dari banyak donor.
• Dosis tinggi IvIg (1-2g/kg) menghasilkan bermacam-macam efek antiinflamasi dan modulator
imun melalui berbagai mekanisme :
• netralisasi autoantibodi,
• inhibisi komplemen, sitokin dan migrasi leukosit.
• Monoterapi, tetapi lebih sering dgunakan setelah atau kombinasi dengan steroid dosis tinggi,
PLEX, rituximab, atau terapi imun lainnya.
• Efek samping yang lebih sedikit dibandingkan kortikosteroid (anafilaksis)
• Lebih murah dibandingankan dengan PLEX.
TATALAKSANA : FIRST LINE
IMMUNOTHERAPY
3. Pertukaran plasma (PLEX) / immunoadsoption
• Eefektif menghilangkan autoantibodi dan substansi patologis lainnya dalam plasma.
• PLEX mengubah sistem imun dengan :
• mengubah jumlah limfosit dan distribusinya,
• Mengubah fungsi sel T-suppressor, dan fenotipe sel T-helper.
• PLEX meningkatkan proliferasi dari sel-sel yang memproduksi antibodi dan hal ini dapat
meningkatkan kerentanan dari sel-sel tersebut terhadap imunosupresan.
• Terdapat perbaikan yang signifikan pada pasien-pasien yang diberikan PLEX segera setelah
pemberian steroid.
TATALAKSANA : FIRST LINE
IMMUNOTHERAPY
3. Pertukaran plasma (PLEX) / immunoadsoption
• Immunoadsorption merupakan bentuk dari PLEX yang dimurnikan, yang memungkinkan
menyingkirkan immunoglobulin secara spesifik pada plasma.
• PLEX tidak menghilangkan antibodi dari cairan cerebrospinal kecuali jika sawar darah otak
mengalami kebocoran/ kerusakan yang hebat.
• Pada beberapa laporan, penggunaan PLEX dan immunoadsorption pada terapi ensefalitis
autoimun menunjukkan penurunan titer antibodi pada cairan cerebrospinal sebesar 64%,
diukur pada saat follow up awal (median 5 hari setelah sesi pemberian terapi terakhir).
TATALAKSANA : SECOND LINE
IMMUNOTHERAPY
1. Rituximab
• Efektif dan aman untuk digunakan pada gangguan autoimun pada sistem saraf pusat dan
perifer.
• Rituximab terbukti mengurangi jumlah sel B naïve dan memory, melalui proses :
• toksisitas selular yang dimediasi antibodi,
• aktivasi komplemen,
• induksi apoptosis. .
• Terapi rituximab meningkatkan terjadinya resiko reaktivasi infeksi virus yang kronis, seperti
hepatitis B, dan screening serologis sebaiknya dipertimbangkan sebelum inisiasi terapi.
TATALAKSANA : SECOND LINE
IMMUNOTHERAPY
2. Siklofosfamid
• Menghambat proliferasi sel, yang mempengaruhi baik sel limfosit B atau T .
• Siklofosfamid sering digunakan sebagai agen kemoterapi, digunakan bersamaan dengan
rituximab.
• Komplikasi : supresi myelum, infertilitas, sistitis hemorrhagic, dan sedikit kemungkinan
resiko keganasan.
• Penggunaan siklofosfamid biasanya ditujukan untuk terapi limfoma non-Hodgkin, ataupun
gangguan rheumatologi dan ginjal, seperti vasculitis, lupus nephritis
• Kelebihan : lebih low-cost dibandingkan rituximab, supresi langsung dari proliferasi sel
limfosit, dan penggunaannya yang sudah sangat luas dalam pengalaman klinis.
PADA PASIEN
-. Pasien ini diberikan imunoterapi lini pertama berupa pemberian steroid,
metilprednisolon dengan dosis 1gram perhari (2 x 500 mg IV)
-. Pada pasien ensefalitis autoimun juga diberikan obat-obatan simtomatik seperti
anti seizure medication drugs (ASM). Belum ada bukti rasional untuk pemilihan
salah satu ASM dibandingkan yang lainnya pada terapi simtomatik pasien
ensefalitis autoimun atau infeksi.
-. Pada pasien ini digunakan fenitoin, dengan dosis 3 x 100 mg tab. Pasien juga
diberikan obat antipsikotik haloperidol, dengan dosis 2 x 0,75 mg tab.
PERMASALAHAN
1. Bagaimana pasien didiagnosis sebagai ensefalitis anti-NMDAR?
2. Bagaimana Tatalaksana yang seharsunya pada pasien ini?
3.Bagaimana prognosis pasien kedepannya?
4. Bagaimana strategi penanganan selanjutnya saat rawat jalan ?
PROGNOSIS
• 75% pasien dengan ensefalitis NMDA-R pulih atau mengalami sequalae ringan, 25% lainnya
mengalami deficit yang berat atau meninggal.
• 12-24% resiko kambuh.
• Keluaran kognitif pasien lebih baik pada pasien dewasa dengan ensefalitis anti-NMDAR yang
diberikan imunoterapi dalam 3 bulan setelah onset penyakit dibandingkan dengan yang
diterapi pada tahap berikutnya atau tidak diterapi sama sekali
PROGNOSIS
PERMASALAHAN
1. Bagaimana pasien didiagnosis sebagai ensefalitis anti-NMDAR?
2. Bagaimana Tatalaksana yang seharsunya pada pasien ini?
3. Bagaimana prognosis pasien kedepannya?
4.Bagaimana strategi penanganan selanjutnya saat rawat
jalan ?
STRATEGI PENANGANAN RAWAT JALAN
• Kontrol kejang
• Edukasi kembali terkait kepentingan pemeriksaan
lumbal punksi
• Sarankan dirawat kembali
TERIMA KASIH
KRITERIA HSV
Panduan Diagnosis Ensefalitis Virus Herpes Simpleks
1. Diagnosis ensefalitis herpes simpleks:
 Gambaran klinis: panas, perubahan kesadaran, kejang,
tanda rangsang meningeal.
 Cairan serebrospinal pleositosis, peningkatan protein,
glukosa normal
 EEG, CT, MRI menunjukkan lesi asimetris dilobus
frontotemporal
 Analisis ELISA CSF ++) atau PCR ++)
 Abses otak serta meningitis tuberkulosis atau jamur
sudah disingkirkan.
2. Kriteria tambahan:
 ELISA meningkat 4x lipat
 Rasio serum/CSF antibodi ≤ 20
 CSF HSV PCR sekuensial ++)
 PCR ++)
 MRI terdapat gambaran abnormal di daerah lobus
temporal dan sistem limbik.
PATOFISIOLOGI KEJANG
● HYPEREXCITABILITY
○ Multiple discharged
● HYPERSYNCHRONY
○ Recruitment of large
numbers of
neighboring neurons
into abnormal firing
mode
NORMAL SYNAPTIC TRANSMISSION
Inhibitory Postsinaptic
Potential (IPSP)
“Excitatory Postsinaptic
Potential (EPSP)
“Fast” Excitatory Postsinaptic
Potential (EPSP)
“Prolonged” Excitatory
Postsinaptic Potential (EPSP)
Paroxysmal Depolarization Shift
(PDS)
AKSI POTENSIAL NEURON
OBAT
FENITOIN
● Menghambat kanal sodium pada neuron presinaps 
↓ firing discharged
● Sama dengan Carbamazepine (CBZ) namun afinitas
CBZ ikatannya 3x lebih rendah namun
farmakokinetiknya 5x lebih cepat
FENITOIN
● EFEK SAMPING

More Related Content

Similar to ENSEPHALITIS ANTI NMDAR.pptx

PRESUS SNH Radiologi.pptx
PRESUS SNH Radiologi.pptxPRESUS SNH Radiologi.pptx
PRESUS SNH Radiologi.pptx
MSulthonWicaksana
 
LAPKAS CVD-SINDROM FOVILLE.pptx
LAPKAS CVD-SINDROM FOVILLE.pptxLAPKAS CVD-SINDROM FOVILLE.pptx
LAPKAS CVD-SINDROM FOVILLE.pptx
PokjaAkreditasiRSUM
 
laporan kasus mengenai status neurologi pada pasien
laporan kasus mengenai status neurologi pada pasienlaporan kasus mengenai status neurologi pada pasien
laporan kasus mengenai status neurologi pada pasien
Moon Moon
 
Presentasi Seminar Kejang pada Anak dr. Asih, Sp.A.pdf
Presentasi Seminar Kejang pada Anak dr. Asih, Sp.A.pdfPresentasi Seminar Kejang pada Anak dr. Asih, Sp.A.pdf
Presentasi Seminar Kejang pada Anak dr. Asih, Sp.A.pdf
WildaAlAlufRiandini
 
dc hasna abu.docx
dc hasna abu.docxdc hasna abu.docx
dc hasna abu.docx
RizkyastariOnny1
 
Neuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptx
Neuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptxNeuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptx
Neuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptx
RashmeetaThadhani1
 
CASE report kejang demam sederhana .pptx
CASE report kejang demam sederhana .pptxCASE report kejang demam sederhana .pptx
CASE report kejang demam sederhana .pptx
lydiaekaputri
 
200894661 case-yosua
200894661 case-yosua200894661 case-yosua
200894661 case-yosua
homeworkping4
 
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK.pptx
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK.pptxPENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK.pptx
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK.pptx
VJPex
 
Ronsar 07.06.2024 Aster V, a discussion about cardiovascular patients fix.pptx
Ronsar 07.06.2024 Aster V, a discussion about cardiovascular patients fix.pptxRonsar 07.06.2024 Aster V, a discussion about cardiovascular patients fix.pptx
Ronsar 07.06.2024 Aster V, a discussion about cardiovascular patients fix.pptx
dewitrisna9
 
PPT DEADLINE MODE DAY 1 Coret2_unlocked(1).docx
PPT DEADLINE MODE DAY 1 Coret2_unlocked(1).docxPPT DEADLINE MODE DAY 1 Coret2_unlocked(1).docx
PPT DEADLINE MODE DAY 1 Coret2_unlocked(1).docx
ussalambadi
 
Guillain barre sindrom
Guillain barre sindromGuillain barre sindrom
Guillain barre sindromFionna Pohan
 
[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf
[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf
[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf
fauzfauzi
 
lapsusneuro.pptx
lapsusneuro.pptxlapsusneuro.pptx
lapsusneuro.pptx
AuliaDwiJuanita
 
stroke.pdf
stroke.pdfstroke.pdf
stroke.pdf
Uvuvwevweosas2
 
refleksi-kasus-cts-sandy-nur-vania-3.pptx
refleksi-kasus-cts-sandy-nur-vania-3.pptxrefleksi-kasus-cts-sandy-nur-vania-3.pptx
refleksi-kasus-cts-sandy-nur-vania-3.pptx
malisalukman
 
Engkus, stroke
Engkus, strokeEngkus, stroke
Engkus, stroke
fauliza
 
LAPORAN KASUS PADA PASIEN SROKE NON HEMORAGIC DENGAN DM TIPE 2.pdf
LAPORAN KASUS PADA PASIEN SROKE NON HEMORAGIC DENGAN DM TIPE 2.pdfLAPORAN KASUS PADA PASIEN SROKE NON HEMORAGIC DENGAN DM TIPE 2.pdf
LAPORAN KASUS PADA PASIEN SROKE NON HEMORAGIC DENGAN DM TIPE 2.pdf
ICPtvchannel1
 
DIAGNOSA TOPIK NEUROLOGI.pptx
DIAGNOSA TOPIK NEUROLOGI.pptxDIAGNOSA TOPIK NEUROLOGI.pptx
DIAGNOSA TOPIK NEUROLOGI.pptx
RifkaHumaida1
 
Obat2 kardiovaskuler-dan-diuritik
Obat2 kardiovaskuler-dan-diuritikObat2 kardiovaskuler-dan-diuritik
Obat2 kardiovaskuler-dan-diuritik
Elvis Overdoziz
 

Similar to ENSEPHALITIS ANTI NMDAR.pptx (20)

PRESUS SNH Radiologi.pptx
PRESUS SNH Radiologi.pptxPRESUS SNH Radiologi.pptx
PRESUS SNH Radiologi.pptx
 
LAPKAS CVD-SINDROM FOVILLE.pptx
LAPKAS CVD-SINDROM FOVILLE.pptxLAPKAS CVD-SINDROM FOVILLE.pptx
LAPKAS CVD-SINDROM FOVILLE.pptx
 
laporan kasus mengenai status neurologi pada pasien
laporan kasus mengenai status neurologi pada pasienlaporan kasus mengenai status neurologi pada pasien
laporan kasus mengenai status neurologi pada pasien
 
Presentasi Seminar Kejang pada Anak dr. Asih, Sp.A.pdf
Presentasi Seminar Kejang pada Anak dr. Asih, Sp.A.pdfPresentasi Seminar Kejang pada Anak dr. Asih, Sp.A.pdf
Presentasi Seminar Kejang pada Anak dr. Asih, Sp.A.pdf
 
dc hasna abu.docx
dc hasna abu.docxdc hasna abu.docx
dc hasna abu.docx
 
Neuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptx
Neuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptxNeuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptx
Neuro 2023 Kasus Stroke Lansia FR HT.pptx
 
CASE report kejang demam sederhana .pptx
CASE report kejang demam sederhana .pptxCASE report kejang demam sederhana .pptx
CASE report kejang demam sederhana .pptx
 
200894661 case-yosua
200894661 case-yosua200894661 case-yosua
200894661 case-yosua
 
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK.pptx
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK.pptxPENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK.pptx
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK.pptx
 
Ronsar 07.06.2024 Aster V, a discussion about cardiovascular patients fix.pptx
Ronsar 07.06.2024 Aster V, a discussion about cardiovascular patients fix.pptxRonsar 07.06.2024 Aster V, a discussion about cardiovascular patients fix.pptx
Ronsar 07.06.2024 Aster V, a discussion about cardiovascular patients fix.pptx
 
PPT DEADLINE MODE DAY 1 Coret2_unlocked(1).docx
PPT DEADLINE MODE DAY 1 Coret2_unlocked(1).docxPPT DEADLINE MODE DAY 1 Coret2_unlocked(1).docx
PPT DEADLINE MODE DAY 1 Coret2_unlocked(1).docx
 
Guillain barre sindrom
Guillain barre sindromGuillain barre sindrom
Guillain barre sindrom
 
[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf
[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf
[OSLER & DOPS] Vivian Fahmanissa_220702120014.pdf
 
lapsusneuro.pptx
lapsusneuro.pptxlapsusneuro.pptx
lapsusneuro.pptx
 
stroke.pdf
stroke.pdfstroke.pdf
stroke.pdf
 
refleksi-kasus-cts-sandy-nur-vania-3.pptx
refleksi-kasus-cts-sandy-nur-vania-3.pptxrefleksi-kasus-cts-sandy-nur-vania-3.pptx
refleksi-kasus-cts-sandy-nur-vania-3.pptx
 
Engkus, stroke
Engkus, strokeEngkus, stroke
Engkus, stroke
 
LAPORAN KASUS PADA PASIEN SROKE NON HEMORAGIC DENGAN DM TIPE 2.pdf
LAPORAN KASUS PADA PASIEN SROKE NON HEMORAGIC DENGAN DM TIPE 2.pdfLAPORAN KASUS PADA PASIEN SROKE NON HEMORAGIC DENGAN DM TIPE 2.pdf
LAPORAN KASUS PADA PASIEN SROKE NON HEMORAGIC DENGAN DM TIPE 2.pdf
 
DIAGNOSA TOPIK NEUROLOGI.pptx
DIAGNOSA TOPIK NEUROLOGI.pptxDIAGNOSA TOPIK NEUROLOGI.pptx
DIAGNOSA TOPIK NEUROLOGI.pptx
 
Obat2 kardiovaskuler-dan-diuritik
Obat2 kardiovaskuler-dan-diuritikObat2 kardiovaskuler-dan-diuritik
Obat2 kardiovaskuler-dan-diuritik
 

Recently uploaded

Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptxSlide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
FiikFiik
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
andiulfahmagefirahra1
 
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
LisnaKhairaniNasutio
 
graves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiologygraves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiology
RheginaSalsabila
 
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptxDEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DamianLoveChannel
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
ryskilahmudin
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
syam586213
 
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTPPetunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
adhiwargamandiriseja
 
Powerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternak
Powerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternakPowerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternak
Powerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternak
adevindhamebrina
 
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
nurulkarunia4
 
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdfSupracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
ortopedifk
 
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteranpemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
hadijaul
 
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptxfarmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
MuhammadAuliaKurniaw1
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
arikiskandar
 
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
Datalablokakalianda
 
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdfpengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
adwinhadipurnadi
 
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptxPPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
EmohAsJohn
 
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratoriumPengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
SyailaNandaSofiaWell
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
fritshenukh
 
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMERPPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
sulastri822782
 

Recently uploaded (20)

Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptxSlide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
 
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
 
graves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiologygraves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiology
 
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptxDEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
 
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTPPetunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
 
Powerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternak
Powerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternakPowerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternak
Powerpoint Penyakit Mulut dan Kuku pada ternak
 
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
 
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdfSupracondyler humerus fracture modul.pdf
Supracondyler humerus fracture modul.pdf
 
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteranpemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
 
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptxfarmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
 
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
 
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdfpengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
 
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptxPPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
 
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratoriumPengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
Pengendalian Proses.pptx Mata kuliah manajemen mutu laboratorium
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
 
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMERPPT  RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
 

ENSEPHALITIS ANTI NMDAR.pptx

  • 1. ENSEFALITIS ANTI-NMDAR ILMIAH STASE ILMU KESEHATAN JIWA Presentan : Werenfridus Rainoldy R. Wangi Pembimbing : dr. Santi Andayani, Sp.KJ., MMRS.
  • 3. KASUS Tn. S., usia 19 tahun Keluhan utama: Kejang 6 jam SMRS
  • 4. • Pasien dikatakan kejang sejak 6 jam SMRS • Kejang terjadi saat sedang aktifitas di rumah • Kejang sebanyak 1 kali dengan bentuk kejang kepala dan mata ke kanan diikuti kaku kelonjotan keempat anggota gerak. • Lama kejang 2 menit. • Sebelum kejang halusinasi melihat 4 mata pada wajah orang, saat kejang tidak sadar, setelah kejang kesadaran kembali semula • Lidah tergigit -, mengompol – • Keluhan nyeri kepala (+) 1 tahun SMRS, memberat 2 minggu SMRS, bentuk nyeri kepala diremas di seluruh kepala dengan NRS 5-6, memberat dengan batuk atau mengedan, tidak memberat pada malam atau pagi hari, membaik dengan minum parasetamol. RIWAYAT AWAL PENYAKIT
  • 5. • Penurunan kesadaran (+) pasien bicara menjadi melantur yang awalnya hilang timbul sejak 3 minggu SMRS (11 September 2022). • Pasien sempat lupa nama sendiri dan bicara melihat garis-garis selama kurang lebih 3 menit kemudian pasien sadar kembali. • Keluhan memberat sehingga pasien merasa penglihatannya menjadi abu- abu dan pada 1 hari SMRS melihat orang bermata empat. RIWAYAT AWAL PENYAKIT
  • 6. RIWAYAT AWAL PENYAKIT Long track (-) • Lemah AG sesisi • Baal sesisi tubuh • Bicara rero • Mulut mencong Sistem Vb (-) • Pandangan ganda • Pandangan gelap sesaat • Pusing berputar • Telinga berdenging • Baal seputar mulut • Tersedak
  • 7. RIWAYAT SAKIT 12 bulan SMRS 4 minggu SMRS 3 minggu SMRS 2 minggu SMRS 6 jam SMRS -. Nyeri kepala -. Batuk dan pilek, meriang. -. Perbaikan sendiri tanpa obat -. Gangguan perilaku -. Kejang 2x -. Obat fenitoin 1 x 100 mg tab -. Kejang 1x
  • 8. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU: • Perubahan perilaku (+) pasien menjadi lebih agresif dan sulit diatur sejak 1 tahun SMRS. • Bicara meracau (+) dirasakan sejak 3 minggu SMRS
  • 9. KASUS • Kesadaran : compos mentis • T : 125/82 mmHg • N : 88x/menit, reguler, isi cukup • HR : 86x/menit, reguler • R : 20x/menit, teratur • S : 36.5OC • Spo2 : 96% room air
  • 10. KASUS Status Interna • Kepala : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/- • Leher : JVP 5 + 2cmH2O, KGB tak teraba membesar, Denyut karotis +/+ simetris, Carotid bruit -/- • Thorax : Bentuk dan gerak simetris • Jantung : Batas kiri ICS 5 LMCS , batas kanan LSD; BJ SI-II regular, Murmur (-), Gallop (-) • Paru : Sonor; VBS kanan = kiri, Ronchi -/-, Wheezing -/-, Slem -/- • Abdomen : Datar, supel, H/L tidak teraba, BU (+) normal, Nyeri tekan (-) • Ekstremitas : Akral hangat, Edema pitting -/-, Sianosis -/-, CRT < 2 detik
  • 11. Status Neurologis Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), laseque / kernig tak terbatas, Brudzinski I/II/III/IV (-) Saraf kranial : pupil bulat isokor, ø 3mm/3mm, refleks cahaya +/+ gerak bola mata : baik funduskopi : tidak dilakukan N.V motorik baik, sensorik baik, refleks kornea +/+ N.VII parese kanan central slight N.XII parese kanan central slight Motorik : kanan 4+/4+, kiri 5/5 Sensorik/Vegetatif/Fungsi Luhur : Baik/baik/baik Refleks Fisiologis : +2/+2 (BTR, KPR, APR) Refleks Patologis : -/- (babinski) Refleks Regresi : -/- (palmomental)
  • 12. DIAGNOSIS SEMENTARA • Epilepsi fokal to bilateral tonik klonik motor onset ec simtomatik ec susp. SOL dd/ infeksi dd/ vaskuler
  • 13. KASUS • HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM Parameter Hasil Satuan Hemoglobin 14.9 g/dL Hematokrit 43.1 % Eritrosit 5.04 juta/mcl Leukosit 9.50 /mm3 Trombosit 270 /mm3 MCV 85.5 fl MCH 29.6 pg MCHC 34.6 % DC 0/4/0/61/28/7 GDS 92 mg/dl Ureum 20.4 mg/dL Kreatinin 0.89 mg/dL Natrium 138 mg/dl Kalium 3.9 Mg/dl` Calsium 4.73 Mg/dl` Clorida 105 Mg/dl` Magnesium 2.2 Mg/dl` Anti HIV Non reaktif Non reaktif Swab PCR Non reaktif Non reaktif SGPT/SGOT 17/ 13 (L)
  • 14. KASUS Rontgen Thorax (28/09/2022) -Tidak tampak bronkopneumonia/ pneumonia. - Kardiomegali.
  • 15. KASUS EKG : -. Sinus rythme 80 x/menit -. Sokolow lion : SV1 + RV5 > 35 mm ( 9 mm)
  • 16. CT scan kepala kontras 29/09/2022: - Saat ini tidak tampak tanda-tanda perdarahan intrakranial, lesi iskemik, SOL/neoplasma, maupun kelainan lainnya - Sinusitis maksilaris kiri. - Saran : MRI kepala dengan kontras
  • 17. DIAGNOSIS KERJA • Epilepsi fokal to bilateral tonik klonik motor onset ec simtomatik ec susp infeksi dd/ vaskuler
  • 18. TATA LAKSANA Umum • Bedrest Semi Fowler (Head Up 300) • Diet biasa1500 kkal/hari Khusus • Injeksi diazepam 10 mg IV bolus pelan (prn) • Fenitoin 3 x 100 mg tab • Rencana EEG • Rencana MRI kepala dengan kontras
  • 19. Follow up Tgl Rawat Pemeriksaaan Tindakan 29/09/202 2 – 30/09/202 2 R ; 1-2 S: kejang + bentuk mata ke atas, kepala di tengah diikuti mulut mengecap-ngecap dan berliur, gaduh gelisah Kesadaran: E4M5V4 delirium T : 110/70mmHg N = HR: 86x/menit, reguler R : 20 x/m S: 36,3 OC pO2: 99% 3lpm NK Status Neurologis Rangsang Meningeal: Kaku kuduk (-) , Laseque/Kernig tidak terbatas, Brudzinski I/II/III/IV (-/-/-/-) Saraf Kranial: Pupil bulat isokor 2mm, Refleks cahaya +/+ GBM kesan baik segala arah N.VII kesan parese kanan N.XII kesan parese kanan Motorik : kesan hemiparese kanan (restrain) Sensorik/Vegetatif/Fungsi Luhur : sdn / baik / sdn Refleks Fisiologis : +2/+2 (BTR, KPR, APR) Refleks Patologis : - / - (Babinski) Refleks Regresi : - / - (Palmomental) A : - Susp. ensefalitis anti NMDAR dd/ HSV - Gangguan mental lainnya ec suspek ensefalitis anti NMDAR dd/ gangguan mental dan perilaku ec kratom Konsul subdiv Neuroinfeksi: A: Susp. Ensefalitis anti-NMDAR dd/ Herpes simpleks virus (HSV) P: Methylprednisolone 2x500mg IV selama 5 hari Saran LP, periksa anti NMDAR dan HSV Konsul TS. Psikiatri: A: Gangguan mental lainnya ec suspek ensefalitis anti NMDAR dd/ gangguan mental dan perilaku ec kratom P: Haloperidol 2 x 0.75 mg PO Psikoedukasi keluarga Psikoterapi suportif Rencana: MRI kepala kontras LP jika keluarga setuju
  • 20. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU: • Riwayat narkoba (+) diakui pasien, tidak diketahui jenis narkoba yang digunakan dan tidak diketahui kapan
  • 21. Prothrombin Time/PT@ detik PT 13.2 detik 12-16 INR @ 0.93 0.8 - 1.2 APTT 28.40 detik 21 - 41 Fibrinogen 298.0 mg/dL 238 - 498 D-Dimer Kuantitatif @ 0.27 µg/mL < 0.55 Narkoba Paket 6 THC/Cannabis/Marijuana Non Reaktif Opiat Non Reaktif Methamphetamin Non Reaktif Cocain Non Reaktif Benzodiazepin Reaktif Hasil Lab 29/09/2022: Pemeriksaan EEG : Klasifikasi EEG normal Kesan : Gambaran EEG saat ini masih berada dalam batas normal
  • 22. Follow up Tgl Rawat Pemeriksaaan Tindakan 01/10/2022 - 04/10/2022 R ; 3-6 S: gelisah, bicara meracau Kesadaran: E4M5V4 delirium T : 120/70mmHg N = HR: 95x/menit, reguler R : 19 x/m S: 36,5 OC pO2: 99% 3lpm NK Status Neurologis Rangsang Meningeal: Kaku kuduk (-) , Laseque/Kernig tidak terbatas, Brudzinski I/II/III/IV (-/-/-/-) Saraf Kranial: Pupil bulat isokor 2mm, Refleks cahaya +/+ GBM kesan baik segala arah N.VII kesan parese kanan N.XII kesan parese kanan Motorik : kesan hemiparese kanan (restrain) Sensorik/Vegetatif/Fungsi Luhur : sdn / baik / sdn Refleks Fisiologis : +2/+2 (BTR, KPR, APR) Refleks Patologis : - / - (Babinski) Refleks Regresi : - / - (Palmomental) A: -. Suspek ensefalitis anti-NMDAR dd/ HSV -. Gangguan mental lainnya ec suspek ensefalitis anti NMDAR dd/ gangguan mental dan perilaku ec kratom Bedrest, head up 30 derajat O2 3lpm NK setelah kejang Diazepam 10mg IV bila gelisah Fenitoin 3x100 mg NGT Methylprednisolone 2x500mg IV (H2-5) Omeprazole 2 x40 mg IV Haloperidol 2 x0.75 mg/NGT FU Subdiv Neuroinfeksi: A: Ensefalitis anti-NMDAR P: Saran LP Jika MP pulse dose sudah selesai, stop hingga ada hasil LP Rencana: MRI kepala kontras (17/10/2022) Keluarga pasien meminta APS untuk langsung membawa pasien ke RS PON Jakarta untuk tata laksana lebih lanjut
  • 23. DIAGNOSIS AKHIR  Susp ensefalitis anti-NMDAR dd/HSV  Gangguan metal lainnya ec. Susp ensefalitis anti-NMDAR dd/ gangguan mental dan perilaku ec. kratom
  • 24. TATALAKSANA RAWAT JALAN • Fenitoin 3 x 100 mg/NGT • Haloperidol 2 x 0.75 mg/NGT
  • 25. Prognosis Quo ad Vitam : dubia ad bonam Quo ad Functionam : dubia ad malam
  • 26. RESUME • Seorang laki-laki usia 19 Tahun, mengalami kejang sebanyak 1 kali 6 jam SMRS. Bentuk kejang fokal to bilateral tonik klonik motor onset. Sebelum kejang pasien halusinasi melihat 4 mata pada wajah orang, saat kejang tidak sadar, setelah kejang kembali ke kesadaran semula. Durasi kejang +/- 2 menit. • Keluhan nyeri kepala (+) sejak 1 tahun SMRS, memberat 2 minggu SMRS, bentuk nyeri kepala seperti diremas di seluruh kepala dengan NRS rata-rata 5-6, memberat dengan batuk atau mengedan, tidak memberat pada malam/pagi hari, membaik dengan minum parasetamol. • Keluhan penurunan kesadaran (+) pasien bicara menjadi melantur yang awalnya hilang timbul sejak 3 minggu SMRS. Pasien sempat lupa nama sendiri dan bicara melihat garis-garis selama kurang lebih 3 menit kemudian pasien sadar kembali. Keluhan memberat sehingga pasien merasa penglihatannya menjadi abu-abu dan pada 1 hari SMRS melihat orang bermata empat. • Keluhan batuk pilek (+) dikatakan ada 1 minggu sebelum mulai meracau. • Riwayat kejang sebelumnya (+) pada tanggal 17 September 2022 dan 22 September 2022 dengan bentuk kejang yang sama, berobat ke 2 rumah sakit dan sempat diarahkan untuk rekam otak, menolak dirawat inap, diberikan Fenitoin 1x100 mg tab. • Perubahan perilaku (+) pasien menjadi lebih agresif dan sulit diatur sejak 1 tahun SMRS. Bicara meracau (+) dirasakan sejak 3 minggu SMRS. Riwayat narkoba (+) diakui pasien, tidak diketahui jenis narkoba yang digunakan dan tidak diketahui kapan.
  • 27. RESUME Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran awalnya compos mentis kemudian menjadi delirium, tekanan darah 125/82, nadi 88x/m, regular, isi cukup, heart rate 88 x/m, regular, respirasi 20x/m dan tanda vital lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurulogis saraf otak ditemukan parese nervus cranialis VII dan XII kanan sentral slight dan motorik pronator drifting kanan. Dari pemeriksaan penunjang CT scan kepala dengan kontras tidak tampak tanda-tanda perdarahan intrakranial, lesi iskemik, SOL, maupun kelainan lainnya dengan sinusitis maksilaris kiri. Pada pemeriksaan EEG hasil dalam batas normal.
  • 28. RESUME Diagnosis akhir pada pasien adalah Susp. ensefalitis anti NMDAR dd HSV dan gangguan mental lainnya ec suspek ensefalitis anti NMDAR dd/ gangguan mental dan perilaku ec kratom.  Pasien ditangani baik, pulang APS dengan kesadaran somnolen, tampak tenang dan bebas kejang dengan pemberian fenitoin 3 x 100 mg/NGT dan haloperidol 2 x 0.75 mg/NGT
  • 30. PERMASALAHAN 1. Bagaimana pasien didiagnosis sebagai ensefalitis anti-NMDAR? 2. Bagaimana Tatalaksana yang seharsunya pada pasien ini? 3. Bagaimana prognosis pasien kedepannya? 4. Bagaimana strategi penanganan selanjutnya saat rawat jalan ?
  • 31. PERMASALAHA N 1. Bagaimana pasien didiagnosis sebagai ensefalitis anti-NMDAR?
  • 32. ENSEFALITIS • Definisi : “Peradangan dari jaringan parenkim otak , berhubungan dengan disfungsi neurologis” • Gold Standard : kelainan patologis dari pemeriksaan jaringan otak • Tanpa konfirmasi kelainan patologis pemeriksaan jaringan otak : • ciri-ciri klinis, • laboratorium, • electroencephalography, dan • gambaran neuroimaging
  • 33. ETIOLOGI ENSEFALITIS Infeksi Langsung • Ensefalitis viral, bakterial, parasit, fungi • Paling banyak dijumpai Paska infeksi • ADEM (Acute Disseminated Encephalomyelitis Autoimun • anti-NMDA receptor, limbic encephalitis • Bentuk baru, insidensi meningkat dalam >1 dekade terakhir • Antibodi menyerang protein sinaps / protein permukaan/antigen intrasel sel saraf
  • 34. PENDAHULUAN Confirmed encephalitis : 1. Konfirmasi patologis inflamasi otak yang konsisten dengan ensefalitis 2. Bukti patologis, mikrobiologis, serologis dari infeksi akut mikroorganisme yang berhubungan dengan ensefalitis / kondisi autoimun yang berhubungan
  • 37. ENSEFALITIS ANTI-NMDAR • >1 Dekade, ensefalitis anti-NMDA receptor (NMDAR) yang jarang menjadi penyebab tersering ensefalitis non-viral. • antibodi yang dihasilkan tubuh menyerang reseptor NMDA pada sinaps sistem saraf pusat,menyebabkan reaksi autoimun terhadap sub-unit NR-1 dan NR- 2 dari reseptor NMDA glutamat. • Sejumlah besar kasus tidak terdeteksi jaringan kanker.
  • 38. EPIDEMIOLOGI ENSEFALITIS ANTI- NMDAR • Ensefalitis anti-NMDAR merupakan penyebab paling sering dari ensefalitis non-infeksi, kemudian diikuti Acute Demyelinating Encephalitis (ADEM). • Lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki, rasio 4: 1 . • Terbanyak pada usia di bawah 19 tahun. • Berhubungan dengan teratoma ovarium, dimana di salah satu studi teratoma ovarium hadir pada 59% kasus VS Sejumlah besar kasus tidak terdeteksi jaringan kanker. • Predileksi geografis di Asia dan kepulauan Pasifik, lebih banyak pada perempuan berkulit hitam.
  • 40. NORMAL SYNAPTIC TRANSMISSION Inhibitory Postsinaptic Potential (IPSP) “Excitatory Postsinaptic Potential (EPSP)
  • 41. RESEPTOR N-METHYL-D-ASPARTATE (NMDA) • Glutamat : neurotransmitter eksitatorik dominan pada sistem saraf pusat, • Reseptor Glutamat : 1. NMDA (N-methyl-D-aspartate), 2. AMPA (α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxaloproprianic acid), dan 3. Kainat dan kuiskalat, • Reseptor NMDA : ligant-gated ion channel, highly permeable terhadap ion kalsium, sementara reseptor AMPA dan kainite permeable terhadap ion natrium.
  • 42. RESEPTOR N-METHYL-D-ASPARTATE (NMDA) • Reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) terletak pada daerah pos sinaptik, (sebagian pada permukaan sel). Paling banyak terdapat di otak. • terlibat pada proses potensiasi jangka panjang, plastisitas sinaps, dan pembentukan memori • Terbentuk dari 4 subunit: setiap reseptor terdiri dari dua subunit GluN1 dan dua subunit GluN2 atau GluN3. • Subunit GluN1 dan GluN3 mengikat koagonist glisin, GluN2 mengikat glutamat.
  • 43. RESEPTOR N-METHYL-D-ASPARTATE (NMDA) Konsep kerja. • NMDAR membutuhkan 2 agonis yaitu glutamat dan glisin supaya dapat terbuka. • NMDAR juga diblok oleh ion magnesium dan ion zinc pada pola voltage-dependent • NMDAR membutuhkan depolarisasi membran dari reseptor AMPA yang berdekatan sehingga dapat menggeser ion-ion magnesium dan zinc.
  • 45. FISIOLOGI RESEPTOR N-METHYL-D- ASPARTATE (NMDA) •Depolarisasi jumlah kecil pada sel saraf post-synaptic hanya menggeser sementara ion magnesium dan zinc, •mengizinkan hanya sedikit ion kalsium yang masuk ke dalam sel (second messengers). •Perekrutan lebih banyak reseptor AMPA pada sel, yang memungkinkan depolarisasi membran selanjutnya. •Efek perubahan ini hanya berlangsung paling lama selama beberapa jam saja Potensiasi jangka pendek •Depolarisasi lebih besar akan menggeser ion magnesium dan zinc sepenuhnya •kalsium dalam jumlah banyak masuk ke dalam sel, berinteraksi dengan faktor-faktor transkripsi, merangsang pertumbuhan sel saraf. •Pertumbuhan ini dikenal sebagai potensiasi jangka panjang dan merupakan mekanisme di balik plastisitas sinaps. •Efek ini dapat bertahan sampai beberapa tahun Potensiasi jangka panjang •Depolarisasi membran yang tidak terkendali •Kalsium yang tidak dapat diregulasi, yang mana merupakan kondisi letal. Studi otopsi pada ensefalitis anti- NMDAR telah menunjukkan deposit IgG yang tinggi, mikrogliosis luas dan infiltrasi sel limfosit T yang jarang dan degenarasi sel saraf terutama di daerah hipokampus, walaupun tidak terbatas di daerah itu saja Eksitotoksisitas
  • 47. PATOLOGI RESEPTOR N-METHYL-D- ASPARTATE (NMDA) Eksitotoksisitas •Kematian sel saraf •Akut : stroke, epilepsi •Kronik : Huntington, Parkinson, Alzheimer Hipofungsi • Schizoprenia • Depresi • Disabilitas perkembangan
  • 51. GAMBARAN NEUROIMEJING 50% tidak bermakna 50% sinyal hiperintensitas pada T2/ FLAIR • hippocampus, • serebelum, • korteks serebral, • daerah frontobasal • insula, • basal ganglia, • batang otak, • medulla spinalis. Temuannya biasanya ringan dan sementara dan dapat disertai dengan penyangatan kontras pada area yang terpengaruh atau pada bagian meningennya.
  • 52. EEG
  • 53. Kriteria diagnosis untuk possible autoimmune encephalitis : Diagnosis dapat ditegakkan ketika ketiga kriteria berikut ini terpenuhi : 1. Onset subakut (progresi cepat kurang dari 3 bulan) dari defisit working-memory (kehilangan memori jangka pendek), perubahan status mental atau gejala psikiatrik. 2. Setidaknya satu dari berikut ini : - Temuan gejala fokal sistem saraf pusat yang baru - Bangkitan yang tidak bisa diterangkan dengan gangguan kejang yang sebelumnya telahdiketahui, - Pleositosis pada LCS. (hitung sel darah putih terhitung lebih dari 5 sel per mm3 - Fitur MRI sugestif ensefalitis 3. Eksklusi yang beralasan dari penyebab alternatif lainnya. KRITERIA DIAGNOSTIK
  • 54. Probable ensefalitis anti-NMDAR Diagnosis dapat dibuat jika keseluruhan tiga dari hal berikut ini ditemui : 1. Onset cepat (kurang dari 3 bulan) atau paling sedikitnya 4 dari 6 hal berikut dari gejalamayor: - Tingkah laku abnormal (psikiatrik) atau disfungsi kognisi - Disfungsi berbicara (berbicara tertekan, reduksi verbal, mutism) - Bangkitan - Gangguan gerakan, dyskinesia, atau rigiditas/ postur abnormal - Penurunan kesadaran - Disfungsi otonom atau hipoventilasi sentral. 2. Setidaknya satu dari hasil laboratorium berikut : - Abnormalitas EEG (perlambatan fokal atau menyeluruh, atau disorganisasiaktivitas tidak beraturan, aktivitas epileptic, atau extreme delta brush) - CSF dengan pleocytosis atau oligoclonal bands 3. Eksklusi dari kelainan lainnya. Diagnosis juga dapat ditegakkan dengan adanya tiga dari grup di atas disertai denganteratoma sistemik.
  • 55. KRITERIA DIAGNOSTIK Definite ensefalitis anti-NMDAR Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya 1 atau lebih dari 6 gejala mayor dan antibodi IgG anti- GluN1.
  • 56. PADA PASIEN -. Pada pasien diketahui adanya perubahan status mental lebih dari 24 jam, kejang dengan bentuk mata dan kepala ke kanan diikuti kaku kelonjotan keempat anggota gerak, adanya defisit neurologis VII dan XII parese kanan central slight, pronator drifting kanan, sehingga pasien didiagnosis dengan susp. ensefalitis. -. Dengan adanya perubahan tingkah laku sejak 3 minggu terakhir, penurunan kesadaran, defisit fokal, riwayat batuk pilek 1 bulan terakhir, maka dicurigai susp. ensefalitis anti- NMDAR dd/ HSV. Namun, pasien belum dapat dilakukan pemeriksaan CSF.
  • 57. PERMASALAHAN 1. Bagaimana pasien didiagnosis sebagai ensefalitis anti-NMDAR? 2.Bagaimana Tatalaksana yang seharsunya pada pasien ini? 3. Bagaimana prognosis pasien kedepannya? 4. Bagaimana strategi penanganan selanjutnya saat rawat jalan ?
  • 58. TATALAKSANA • Kortikosteroid sebagai immunosuppresor paling banyak digunakan, walaupun • Lini tatalaksana lainnya : • mediator imun dan autoantibodi (IvIg) • Mengatur sel B dan sel plasma (rituximab, plasma exchange) dan sitokin-sitokin spesifik yang berhubungan dengan proses autoimun dan inflamasi (interleukin-2, tocilizumab), • anti proliferasi yang mempengaruhi limfosit (siklofosfamid, azathioprine).
  • 59. TATALAKSANA • Tiga faktor untuk keluaran yang lebih baik dan kekambuhan yang makin berkurang : 1. dimulainya pemberian imunoterapi, 2. inisiasi dini terapi, p 3. permulaan imunoterapi lini kedua jika lini pertama gagal
  • 61. TATALAKSANA : FIRST LINE IMMUNOTHERAPY 1. Kortikosteroid • Kortikosteroid berikatan dengan reseptor glukokortikoid intrasel • Menekan transkripsi berbagai gen proinflmasi yang mengkode sitokin, kemokin, molekul adhesi, enzim-enzim inflamasi, baik protein dan reseptor-reseptornya : • Supresi penuh sitokin-sitokin, • menurunkan jumlah sel T, • menghambat diferensiasi Th1, • disfungsi makrofag • apoptosis eosinophil.
  • 62. TATALAKSANA : FIRST LINE IMMUNOTHERAPY 1. Kortikosteroid • Pada konsentrasi yang lebih tinggi, kortikosteroid memiliki efek tambahan yaitu mmbentuk protein-protein antiinflamasi. • Keuntungan ekstra dari kortikosteroid adalah memulihkan integritas sawar darah otak dan mengurangi edema otak. • Pemberian kortikosteroid dosis tinggi juga harus mempertimbangkan efek samping sistemik yang mungkin muncul.
  • 63. TATALAKSANA : FIRST LINE IMMUNOTHERAPY 2. IvIg (immunoglobulin intravena) • IvIg : hasil ekstraksi plasma dari banyak donor. • Dosis tinggi IvIg (1-2g/kg) menghasilkan bermacam-macam efek antiinflamasi dan modulator imun melalui berbagai mekanisme : • netralisasi autoantibodi, • inhibisi komplemen, sitokin dan migrasi leukosit. • Monoterapi, tetapi lebih sering dgunakan setelah atau kombinasi dengan steroid dosis tinggi, PLEX, rituximab, atau terapi imun lainnya. • Efek samping yang lebih sedikit dibandingkan kortikosteroid (anafilaksis) • Lebih murah dibandingankan dengan PLEX.
  • 64. TATALAKSANA : FIRST LINE IMMUNOTHERAPY 3. Pertukaran plasma (PLEX) / immunoadsoption • Eefektif menghilangkan autoantibodi dan substansi patologis lainnya dalam plasma. • PLEX mengubah sistem imun dengan : • mengubah jumlah limfosit dan distribusinya, • Mengubah fungsi sel T-suppressor, dan fenotipe sel T-helper. • PLEX meningkatkan proliferasi dari sel-sel yang memproduksi antibodi dan hal ini dapat meningkatkan kerentanan dari sel-sel tersebut terhadap imunosupresan. • Terdapat perbaikan yang signifikan pada pasien-pasien yang diberikan PLEX segera setelah pemberian steroid.
  • 65. TATALAKSANA : FIRST LINE IMMUNOTHERAPY 3. Pertukaran plasma (PLEX) / immunoadsoption • Immunoadsorption merupakan bentuk dari PLEX yang dimurnikan, yang memungkinkan menyingkirkan immunoglobulin secara spesifik pada plasma. • PLEX tidak menghilangkan antibodi dari cairan cerebrospinal kecuali jika sawar darah otak mengalami kebocoran/ kerusakan yang hebat. • Pada beberapa laporan, penggunaan PLEX dan immunoadsorption pada terapi ensefalitis autoimun menunjukkan penurunan titer antibodi pada cairan cerebrospinal sebesar 64%, diukur pada saat follow up awal (median 5 hari setelah sesi pemberian terapi terakhir).
  • 66. TATALAKSANA : SECOND LINE IMMUNOTHERAPY 1. Rituximab • Efektif dan aman untuk digunakan pada gangguan autoimun pada sistem saraf pusat dan perifer. • Rituximab terbukti mengurangi jumlah sel B naïve dan memory, melalui proses : • toksisitas selular yang dimediasi antibodi, • aktivasi komplemen, • induksi apoptosis. . • Terapi rituximab meningkatkan terjadinya resiko reaktivasi infeksi virus yang kronis, seperti hepatitis B, dan screening serologis sebaiknya dipertimbangkan sebelum inisiasi terapi.
  • 67. TATALAKSANA : SECOND LINE IMMUNOTHERAPY 2. Siklofosfamid • Menghambat proliferasi sel, yang mempengaruhi baik sel limfosit B atau T . • Siklofosfamid sering digunakan sebagai agen kemoterapi, digunakan bersamaan dengan rituximab. • Komplikasi : supresi myelum, infertilitas, sistitis hemorrhagic, dan sedikit kemungkinan resiko keganasan. • Penggunaan siklofosfamid biasanya ditujukan untuk terapi limfoma non-Hodgkin, ataupun gangguan rheumatologi dan ginjal, seperti vasculitis, lupus nephritis • Kelebihan : lebih low-cost dibandingkan rituximab, supresi langsung dari proliferasi sel limfosit, dan penggunaannya yang sudah sangat luas dalam pengalaman klinis.
  • 68. PADA PASIEN -. Pasien ini diberikan imunoterapi lini pertama berupa pemberian steroid, metilprednisolon dengan dosis 1gram perhari (2 x 500 mg IV) -. Pada pasien ensefalitis autoimun juga diberikan obat-obatan simtomatik seperti anti seizure medication drugs (ASM). Belum ada bukti rasional untuk pemilihan salah satu ASM dibandingkan yang lainnya pada terapi simtomatik pasien ensefalitis autoimun atau infeksi. -. Pada pasien ini digunakan fenitoin, dengan dosis 3 x 100 mg tab. Pasien juga diberikan obat antipsikotik haloperidol, dengan dosis 2 x 0,75 mg tab.
  • 69. PERMASALAHAN 1. Bagaimana pasien didiagnosis sebagai ensefalitis anti-NMDAR? 2. Bagaimana Tatalaksana yang seharsunya pada pasien ini? 3.Bagaimana prognosis pasien kedepannya? 4. Bagaimana strategi penanganan selanjutnya saat rawat jalan ?
  • 70. PROGNOSIS • 75% pasien dengan ensefalitis NMDA-R pulih atau mengalami sequalae ringan, 25% lainnya mengalami deficit yang berat atau meninggal. • 12-24% resiko kambuh. • Keluaran kognitif pasien lebih baik pada pasien dewasa dengan ensefalitis anti-NMDAR yang diberikan imunoterapi dalam 3 bulan setelah onset penyakit dibandingkan dengan yang diterapi pada tahap berikutnya atau tidak diterapi sama sekali
  • 72. PERMASALAHAN 1. Bagaimana pasien didiagnosis sebagai ensefalitis anti-NMDAR? 2. Bagaimana Tatalaksana yang seharsunya pada pasien ini? 3. Bagaimana prognosis pasien kedepannya? 4.Bagaimana strategi penanganan selanjutnya saat rawat jalan ?
  • 73. STRATEGI PENANGANAN RAWAT JALAN • Kontrol kejang • Edukasi kembali terkait kepentingan pemeriksaan lumbal punksi • Sarankan dirawat kembali
  • 75. KRITERIA HSV Panduan Diagnosis Ensefalitis Virus Herpes Simpleks 1. Diagnosis ensefalitis herpes simpleks:  Gambaran klinis: panas, perubahan kesadaran, kejang, tanda rangsang meningeal.  Cairan serebrospinal pleositosis, peningkatan protein, glukosa normal  EEG, CT, MRI menunjukkan lesi asimetris dilobus frontotemporal  Analisis ELISA CSF ++) atau PCR ++)  Abses otak serta meningitis tuberkulosis atau jamur sudah disingkirkan. 2. Kriteria tambahan:  ELISA meningkat 4x lipat  Rasio serum/CSF antibodi ≤ 20  CSF HSV PCR sekuensial ++)  PCR ++)  MRI terdapat gambaran abnormal di daerah lobus temporal dan sistem limbik.
  • 76. PATOFISIOLOGI KEJANG ● HYPEREXCITABILITY ○ Multiple discharged ● HYPERSYNCHRONY ○ Recruitment of large numbers of neighboring neurons into abnormal firing mode
  • 77. NORMAL SYNAPTIC TRANSMISSION Inhibitory Postsinaptic Potential (IPSP) “Excitatory Postsinaptic Potential (EPSP)
  • 78. “Fast” Excitatory Postsinaptic Potential (EPSP) “Prolonged” Excitatory Postsinaptic Potential (EPSP)
  • 80.
  • 82.
  • 83.
  • 84.
  • 85.
  • 86.
  • 87.
  • 88. OBAT
  • 89. FENITOIN ● Menghambat kanal sodium pada neuron presinaps  ↓ firing discharged ● Sama dengan Carbamazepine (CBZ) namun afinitas CBZ ikatannya 3x lebih rendah namun farmakokinetiknya 5x lebih cepat