Digital Culture for Digital TransformationSeta Wicaksana
"Without laying a strong foundation for culture and aligning employees to a digital vision, it will be extremely difficult to make any meaningful progress on digital transformations"
Digital Culture for Digital TransformationSeta Wicaksana
"Without laying a strong foundation for culture and aligning employees to a digital vision, it will be extremely difficult to make any meaningful progress on digital transformations"
Membuat Business Model Canvas ada urutan logika berpikirnya. Silahkan baca juga di http://nur-agustinus.blogspot.com/2013/06/business-model-canvas-bmc_16.html
Society 5.0: Menyiapkan SDM Cerdas dan SehatIsmail Fahmi
Society 5.0 awalnya dibuat oleh pemerintah Jepang, mengingat banyak problem karena ketimpangan antara sisi sosial dan perkembangan teknologi, khususnya karena populasinya yang semakin menua. Sehingga, teknologi harus bisa memudahkan mereka tetap produktif dan sejahtera.
Society 5.0 mensyaratkan bersinerginya IoT, Big Data, AI, Robot, dan Manusia untuk memecahkan masalah sosial.
Di Indonesia, beberapa kota sudah mulai menerapkan Smart City. Ini bisa menjadi awalan suatu saat menuju Society 5.0.
Salah satu kunci pengembangan Smart City dan Society 5.0 adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang cerdas dan sehat untuk membangun teknologi dan mencari solusi sosial.
Generasi muda Indonesia menghadapi masalah besar di bidang literasi. Apalagi literasi digital, yang menjadi syarat menuju Smart City dan Society 5.0.
SDM perlu disiapkan dengan kemampuan Digital Citizenship: berpikir kritis, bagaimana aman terhubung online, dan memanfaatkan Internet untuk pengembangan diri.
SDM yang cerdas dan sehat sangat ditentukan saat golden age (usia bayi dan balita), saat otak mereka tumbuh 80% dari orang dewasa.
Ekonomi kreatif relatif baru di Indonesia. Pelatihan ini ditawarkan untuk memberikan gambaran kepada para akademisi, pebisnis, dan pejabat pemerintah tentang peluang di dalam era kreatif.
A digital business is one that uses technology as an advantage in its internal and external operations.
Namun bisnis digital masih baru yang belum mempunyai gambaran yang utuh:
Apa itu bisnis digital?
Apa yang menjadi inti dari pendidikan bisnis digital?
Bagaimana cara mengembangkan kurikulum pendidikan bisnis digital?
Bagaimana cara mengevaluasi pendidikan bisnis digital?
Presentasi ini menawarkan cara pandang tentang bisnis digital dan apa saja yang perlu diperhatikan dalam merancang dan mengevaluasi pendidikan digital.
Penerapan Transaksi Digital dalam Pengembangan Industri Pariwisata Provinsi D...Dadang Solihin
Digital Leadership Academy Training Program Kementerian Komunikasi dan Informatika RI-School of Public Policy and Management Tsinghua University PRC, Jakarta, 21 Oktober – 12 November 2021
Membuat Business Model Canvas ada urutan logika berpikirnya. Silahkan baca juga di http://nur-agustinus.blogspot.com/2013/06/business-model-canvas-bmc_16.html
Society 5.0: Menyiapkan SDM Cerdas dan SehatIsmail Fahmi
Society 5.0 awalnya dibuat oleh pemerintah Jepang, mengingat banyak problem karena ketimpangan antara sisi sosial dan perkembangan teknologi, khususnya karena populasinya yang semakin menua. Sehingga, teknologi harus bisa memudahkan mereka tetap produktif dan sejahtera.
Society 5.0 mensyaratkan bersinerginya IoT, Big Data, AI, Robot, dan Manusia untuk memecahkan masalah sosial.
Di Indonesia, beberapa kota sudah mulai menerapkan Smart City. Ini bisa menjadi awalan suatu saat menuju Society 5.0.
Salah satu kunci pengembangan Smart City dan Society 5.0 adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang cerdas dan sehat untuk membangun teknologi dan mencari solusi sosial.
Generasi muda Indonesia menghadapi masalah besar di bidang literasi. Apalagi literasi digital, yang menjadi syarat menuju Smart City dan Society 5.0.
SDM perlu disiapkan dengan kemampuan Digital Citizenship: berpikir kritis, bagaimana aman terhubung online, dan memanfaatkan Internet untuk pengembangan diri.
SDM yang cerdas dan sehat sangat ditentukan saat golden age (usia bayi dan balita), saat otak mereka tumbuh 80% dari orang dewasa.
Ekonomi kreatif relatif baru di Indonesia. Pelatihan ini ditawarkan untuk memberikan gambaran kepada para akademisi, pebisnis, dan pejabat pemerintah tentang peluang di dalam era kreatif.
A digital business is one that uses technology as an advantage in its internal and external operations.
Namun bisnis digital masih baru yang belum mempunyai gambaran yang utuh:
Apa itu bisnis digital?
Apa yang menjadi inti dari pendidikan bisnis digital?
Bagaimana cara mengembangkan kurikulum pendidikan bisnis digital?
Bagaimana cara mengevaluasi pendidikan bisnis digital?
Presentasi ini menawarkan cara pandang tentang bisnis digital dan apa saja yang perlu diperhatikan dalam merancang dan mengevaluasi pendidikan digital.
Penerapan Transaksi Digital dalam Pengembangan Industri Pariwisata Provinsi D...Dadang Solihin
Digital Leadership Academy Training Program Kementerian Komunikasi dan Informatika RI-School of Public Policy and Management Tsinghua University PRC, Jakarta, 21 Oktober – 12 November 2021
Adwar (Qualification Round) Pekan Komunikasi 2015 presented by Universitas Indonesia.
BACKGROUND
Spoiled-brat, self-centred, dan needy kids adalah beberapa sebutan yang sudah lama di alamatkan pada diri Millennials. Bila dilihat dari konteks sejarahnya, generasi Millennials berada di dalam asuhan orang tua yang selalu mengakomodir segala kebutuhan mereka dan dari kaca-mata ekonomi, generasi ini hampir tidak pernah merasakan gejolak ekonomi secara besar-besaran. Kondisi seperti ini membuat mereka menjadi individu yang ketergantungan. Misalnya, banyak dari mereka sudah berpenghasilan namun masih sangat mengandalkan dukungan finansial dari orang tua, butuh persetujuan teman dalam setiap pengambilan keputusan, hingga banyaknya pekerjaan domestik yang belum mereka kuasai. Millennials sendiri sebenarnya adalah generasi yang sangat potensial, namun kondisi-kondisi tersebut menjadi penghambat bagi mereka untuk maju dan mengembangkan dirinya secara maksimal.
Ketergantungan telah membuat Millennials merasa takut untuk menjadi dewasa, karena kedewasaan butuh pengorbanan yang besar. Akibatnya, mereka akan selalu menyangkal dan merasa tidak pernah siap untuk menjadi dewasa.
5 Jurus Ciamik yang Biasa Dilakukan Para Jurnalis dalam Membuat Konten MenarikGrid Story
Adakah rumus untuk membuat konten yang menarik? Pertanyaan singkat dan sederhana. E-book terbaru dari kami akan menjelaskan secara rinci tentang bagaimana membuat konten yang menarik dari sudut pandang jurnalistik. Selamat membaca!
Mendidik Anak Generasi Z - BPK Penabur Kota Baru ParahyanganChristian Fredy Naa
Disampaikan pada seminar orang tua BPK Penabur Kota Baru Parahyangan, Kab Bandung Barat (P1 - P4)
Konten
1. Perbedaan jaman dulu dan jaman sekarang
2. Mengenal perbedaan generasi
3. Mengenal karakteristik generasi Z
4. Efek buruk teknologi, internet dan media sosial
5. Role model generasi Z
6. Statistik penggunaan teknologi, internet dan media sosial di Indonesia
7. Dunia yang akan dihadapi generasi Z
8. Rekomendasi mendidik generasi Z
Kampung Keluarga Berkualitas merupakan salah satu wadah yang sangat strategis untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Bangga Kencana secara utuh di lini
lapangan dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan Desa
6. #1 the end OF BRAND
14.6%
15.2%
70.2%
Teknologi digital telah memungkinkan milenial mendapatkan informasi yang presisi menge-
nai value sebuah produk melalui tools seperti: search, rating dan review (SRR). Ketika pasar
bergeser dari asymmetric information ke symmetric information, maka bran menjadi kurang
relevan lagi.
Millennials are less
loyal customers
Millennials are
more loyal
customers
The same
Sumber: A Bridge.Over Group, 2017.
7. #1 the end OF BRAND
Saat kita memesan hotel melalui situs pemesanan online, maka pengambilan keputusan
pembelian ditentukan oleh: search, rating, review (SRR). SRR memungkin konsumen
mendapatkan value terbaik dari pilihan produk yang tersedia di pasar, sehingga pengambilan
keputusan bergeser dari “brand consideration” ke “value consideration”.
8. #1 the end OF BRAND
Sama halnya ketika kita memilih ojek online, Gojek, Uber dan Grab menawarkan fitur dan
layanan yang hampir sama, maka konsumen milenial akan memilih mana yang memberikan harga
paling murah dan benefit yang paling bagus saat itu. Dalam kasus ini, brand menjadi kurang
relevan lagi.
9. Milenial adalah konsumen yang paling haus akan pengalaman (experience) dibanding generasi-generasi
sebelumnya. Survei di seluruh dunia (Everbrite-Harris Poll, 2014) membuktikan bahwa milenial lebih
memilih menghabiskan uang mereka untuk pengalaman (experience) ketimbang barang (material goods).
#2 FROM GOODS TO EXPERIENCE
10. Pertumbuhan Leisure vs Non-Leisure (yoy)
#2 FROM GOODS TO EXPERIENCE
6.50
6.00
5.50
5.00
4.50
4.00
Q1
2014 2015 2016 2017
Q1 Q1 Q1Q2 Q2 Q2 Q2Q3 Q3 Q3Q4 Q4 Q4
6,3%
LEISURE
4,3%
NON-LEISURE
Sejak beberapa tahun belakangan ini,
pertumbuhan konsumsi leisure (hotel,
restaurant, tempat rekreasi dan kegiatan
kebudayaan) naik pesat dibandingkan
non-leisure (makanan, pakaian, durable goods).
Sumber: Faisal Basri, 2017.
11. #3 FrOM OCCASIONAL TO Habitual leisure
Terjadi fundamental shift dalam perilaku konsumsi leisure di Indonesia, yaitu dari occasional leisure ke habitual leisure.
Dulu nonton film dilakukan sebulan atau dua minggu sekali di bioskop, sekarang bisa tiap hari melalui layanan seperti
Netflix. Begitu juga aktivitas dine out, dulu sebulan sekali, sekarang menurut survei bisa seminggu sekali atau duakali.
Sumber: Deloitte, 2016.
HabitualOccasional
12. Median Usia Menikah Pertama Perempuan
yang Pernah Menikah Usia 25-49 Tahun
1991
17.1
18.1
18.6
19.2
19.8
20.1
1994 1997 2007 20122002-2003
Keterangan:
SDKI 2002-2003 kecuali Provinsi Aceh, Maluku, dan Papua
#4 The Rise OF UBER Millennials
Sumber: Tirto, 2017.
Uber millennial adalah milenial yang rela menunda berkeluarga, memilih anak, dan memiliki rumah
hanya untuk mempertahankan gaya hidup milenial seperti travelling, nongkrong dan berbagai
kehidupan hedon lainnya. Ini melahirkan era “singlenomic”. Ingat, dengan gaya hidup hedon ini,
pengeluaran konsumtif “single-millennials” cukup tinggi.
13. sd
62%
70%
Responden membuka
Facebook lebih dari
2-3x dalam sehari
Responden membuka
Instagram setiap hari.
Di era leisure economy, sebagian besar konsumsi milenial
ke leisure termasuk konsumsi media. Mereka menggunakan
sosial media seperti facebook, instagram, twitter, youtube
atau whatsapp sebagai sarana mencari hiburan. Mereka
menyikapi viral meme, hoax, gosip, tweetwar, dan vlog
sebagai hiburan di tengah kepenatan dan kejenuhan hidup
sehari-hari.
#5 SOCMED is The New Leisure Hub
http://bit.ly/2BPtdoj
Sumber: Jakpat, 2016.
N: 1033
A: 16-35
14. #5 SOCMED is The New Leisure Hub
http://bit.ly/2nCgm3A
Contohnya ketika Setya Novanto pura-pura sakit untuk menghindar dari KPK, netizen
milenial menjadikannya hiburan dengan membuat meme-meme dan memviralkannya.
Begitu juga saat film Dilan sedang buming bertebaran meme-meme lucu di social media.
15. Kini mulai muncul pergeseran gaya hidup di kalangan milenial dari memiliki
barang (owning) ke berbagi (sharing). Mengoleksi CD/DVD sudah tergantikan
oleh koleksi musik atau film seperti Spotify, atau Netflix. Mereka juga mu-
lai memilih layanan Gojek atau Grab ketimbang mempunyai mobil atau motor
sendiri.
#6 SHARING IS THE NEW HAVING
16. 97.3%
61.27%
38.73%
2.7%
Mendukung karena bisa menggerakan ekonomi
masyarakat
Ya
Tidak
Tidak mendukung karena bisa mengganggu tatanan
ekonomi dan regulasi yang sudah ada
#6 DisOwnership Is The New NOrmal
BAGAIMANA PENDAPAT ANDA TENTANG
LAYANAN BERBASIS SHARING ECONOMY?
APAKAH PERNAH MEMANFAATKAN LAYANAN
BERBISNIS SHARING ECONOMY?
Sumber: DailySocial, 2015.
N:1008
Gaya hidup sharing yang dimungkinkan oleh teknologi digital (sharing
economy) menjadi sebuah trend yang meluas dikalangan milenial. Ironisnya,
alasan mengadopsi sharing lifestyle bukan dilandasi oleh faktor efisiensi
sumber daya tetapi karna gaya hidup tersebut dianggap keren.
17. #7 GO Minimalist
Early Millennials kini
berusia 30tahun keatas
sehingga mereka sudah
mulai berkeluarga dan
punya rumah sendiri.
Karena itu, mereka yang
awalnya ngekost atau
mengontrak rumah di
tengah kota (misal segitiga
emas jakarta) harus mulai
memiliki rumah sendiri di
pinggiran kota (misalnya
debotabek).
Mengingat keterbatasan
dana yang dimiliki dan
kebutuhan yang banyak,
mereka cenderung mener-
apkan gaya hidup minimalist
(dengan rumah yang kecil
dan perlengkapan yang es-
ensial saja).
18. #8 POlitical COrrect
Dengan Social Media kini milenial cukup aktif
menyuarakan aspirasi politiknya.
Peristiwa-peristiwa politik terkini selalu
menjadi bahan percakapan bahkan tweetwar
di social media. Misalnya fenomena Teman
Ahok dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
yang banyak digerakan oleh para milenial.
Partai-partai lain pun kini getol membidik
milenial sebagai konstituen utama.
19. #9 Authenticity-Seeker
Mereka mencari produk dan layanan yang
otentik. Misalnya dalam mengonsumsi kopi,
mereka lebih menyukai kedai kopi artisan
yang berkonsep orisinil dan anti mainstream.
Mereka juga menyukai produk-produk yang
dibuat secara limited edition.
http://bit.ly/2BOHn9j
20. Generasi ini cenderung lebih menyukai dan mengapresiasi brand-brand lokal yang unik dan
beda. Berbagai event yang mengurasi brand-brand lokal seperti Brightspot Market, Localfest,
hingga Jakcloth selalu ramai dipadati pengunjung.
#9 appreciate lOCALITY
21. #9 SEARCHING FOR MEANING
Sebagai generasi yang mengalami krisis identitas, mereka mencari jati diri dengan ingin
berkontribusi dan menjadi bagian dari dunia yang lebih baik. Termasuk dalam hal memilih pro-
duk atau brand, mereka menyukai produk atau brand yang memberikan solusi untuk kemasla-
hatan seperti Google, Body Shop, Filosofi Kopi atau Bumi Langit.
22. #10 values first, nOt status
Mereka lebih memilih tempat kerja dengan culture yang sesuai dengan values mereka
seperti: kekinian, flexible time, casual, egaliter dan colaborative. Mereka lebih suka
bekerja di perusahaan start-up yang cool, alih-alih di perusahaan besar dan mapan
seperti astra atau telkom; mereka lebih memeilih perusahaan vintage ketimbang bank
konvesional.
23. 15M
68%
50%
Pada 2020 diperkirakan ada 15 juta pekerja
freelance yang bekerja secara penuh waktu.
Millennials Amerika memilih bekerja dengan
jarak jauh, dan 90% menginginkan bekerja
secara fleksibel.
50% pendapatan milenial atau lebih
dikeluarkan untuk menyewa tempat
tinggal di kota besar
#10 THE END OF 8 am and 5 pm
Sumber: Financial Time, 2016.
Milenial lebih suka bekerja dengan waktu yang fleksible, tidak terikat harus jam 8-5 seperti
selama ini. Beberapa perusahaan seperti nutrifood atau telkomsel sudah menjalankan pola ini.
seiring dengan berjalannya waktu, trend ini akan diikuti perusahaan lain.
24. 69%
67%
68%
64%
Flexible Time
Flexible Recruitment
Flexible Role
Flexible Location
Employees choosing when
they start/finish work.
Offering different types of
contracts, crowd-sourcing
talent, etc.
Employees choosing within
certain guidelines, what they
do as part of their job.
Employees choosing to work
from the office, from home,
or other locations.
#10 THE END OF 8 am and 5 pm
http://bit.ly/2DWVJ9j
Tren di berbagai negara, konsep Flexible Time, Flexible Role, Flexible Recruitment dan
Flexible Location sudah mulai terjadi.
26. Pada saat bekerja, mereka menginginkan suasana leisure. Itu sebabnya,
kini mulai banyak kantor yang mengadopsi konsep leisure dengan suasana
yang asik, cozy dan menghibur. Kini, juga bertebaran co-working space yang
menggabungkan konsep “work and leisure”. Kini juga makin banyak milenial
yang bekerja dari cafe atau coffee shop.
#10 wOrk and leisure are blurring
27. #11 ESTEEM first
Generasi ini begitu haus akan
pengakuan. Instagram
begitu mempengaruhi
kehidupan mereka, sebagai
sarana untuk pamer dan
mendapatkan pengakuan.
Mau makan, foto dulu untuk
dipamerkan. Saat traveling,
update terus di Instatory.
28. #12 instant famOUS
Socmed seperti Instagram dan Youtube
memfasilitasi milenial untuk eksis dan narsis.
Dengan membuat konten yang unik dan
menarik, mereka bisa terkenal dan punya peng-
gemar layaknya selebritis secara instan.
Medium seperti Vlog atau video blog menjadi
sarana untuk narsis sekaligus
menjaring uang melalui endorse atau iklan.
29. #12 instant famOUS:
DON’T LEAVE DIGITAL FOOTPRINTS
http://bit.ly/2vM0x0P
Fenomenalnya Snapchat
segera diikuti oleh
Instagram dengan
menghadirkan Instastory,
bahkan socmed lain
seperti Facebook, Path
hingga Whatsapp juga
membuat fitur yang sama.
Hal ini karena milenial
suka sharing konten-
konten yang privat
dimana hanya tampil
selama 24 jam, lalu hilang
jejak digitalnya.
30. #13 The Death Of Mainstream Media:
Lambe Turah Effect
(Immediacy, Intimacy, SpOntanity)
Media-media mainstream kini tergantikan oleh media-media personal (ingat, “every person is
a publisher”) yang menawarkan Immediacy, Intimacy, dan Spontanity. Milenial lebih suka
media seperti Lambe Turah, yang menyajikan kehidupan selebritas secara spontan dan intim.
31. #13 The Death Of Mainstream Media:
LINE TODAY
Media-media mainstream baik yang konvensional seperti cetak atau TV bahkan online tak lagi
menjadi sumber utama informasi bagi generasi ini. Mereka mendapatkan informasi terbaru
melalui newsfeed di Facebook atau agregrator-agregrator news seperti Line Today, Babe,
UC News dan sebagainya.
http://bit.ly/2FFaJch
32. #13 The Death Of Mainstream Media:
Hipwee PhenOmena
Hadirnya portal-portal media seperti Hipwee, IDN, Brilio, yang menawarkan konten-konten
listikal dengan gaya bahasa yang lebih ekpresif dan dramatik serta judul yang berlebihan
(mengundang clickbait), sangat digemari oleh milenial. Trend tersebut bahkan diikuti oleh
media-media online mainstream.
33. #14 BAPER GENERATION
Generasi ini mudah baper dan sangat ekspresif terutama di social media. Mereka dengan mudah
akan tersentuh dengan story-story yang menggugah dan viral. Mereka juga sangat ekspresif
mencurahkan isi hatinya saat lagi senang hingga sedih di socmed.
http://bit.ly/2DWNz0K
34. #15 HYPER-REALITY COMPLEX
Kehidupan di dunia maya kini sudah
menjadi kehidupan “nyata” bagi
milenial mereka terjebak untuk
menampilkan sosoknya yang sempurna
di dunia maya melalui pencitraan diri.
Inilah yang disebut Hyper-Reality
Complex
35. Creator Development Program (CDP), program coaching/training selama 8 minggu
untuk membentuk karakter wirausaha sejak dini (SMP/SMA). Peserta didorong
untuk menciptakan bisnis riil dengan konsep collaborative learning.
Kelas terdekat 3 Maret 2018
Informasi lebih lanjut dan promo 081384249269