Dokumen tersebut membahas dominasi asing yang masih kuat dalam sektor migas dan mineral Indonesia meskipun merupakan pelanggaran kedaulatan negara berdasarkan UUD 1945. Dokumen ini menganjurkan diperkuatnya peran BUMN dalam penguasaan sumber daya alam melalui kebijakan yang jelas dan konsisten serta pengamanan blok-blok migas yang akan habis kontraknya.
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
Diskusi Energi
1. Menggugat Dominasi Asing dalam
Industri Migas Nasional
Marwan Batubara
Indonesian Resources Studies, IRESS
Diskusi KAHMI
Jakarta, 12 November 2012
2. Latar Belakang
• Indonesia kaya sumber daya alam, dan
pemanfaatanya diamanatkan oleh konstitusi
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
• Namun pada kenyataannya penerimaan negara
dari SDA masih belum optimal, sehingga
banyak rakyat yang masih hidup miskin, jauh
dari sejahtera
• Kondisi ini antara lain disebabkan masih belum
tegaknya kedaulatan negara, belum lengkapnya
peraturan, dominasi asing dan swasta,
marginalnya posisi BUMN, salah kelola,
terjadinya moral hazard, maraknya KKN, dll.
3. Latar Belakang
Peningkatan kebutuhan energi mendorong negara-negara secara
global untuk memastikan ketersediaan pasokan energi dalam
negeri. Saat ini konsumsi minyak dunia berada pada kisaran 85
juta barel per hari
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintahan negara adalah
mendapatkan cadangan migas dan penguatan serta dominasi
national oil companies/ NOC/BUMN yang dimiliki
Secara nasional, Indonesia juga mengalami kebutuhan energi/migas
yang terus meningkat, sekitar 5%/th. Namun cadangan dan
produksi minyak nasional terus menurun. Kondisi ini diperparah
dengan tidak akurat dan tidak konsistennya pengembangan energi
nasional, serta masih marginalnya peran Pertamina dalam
penguasaan migas di Indonesia (sekitar 15%)
Penguasaan blok-blok migas yang potensial maupun yang habis
masa kontrak merupakan upaya yang dapak dilakukan untuk
membesarkan NOC/Pertamina, sekaligus jalan untuk
meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional
14. Masalah Kedaulatan
• Pemegang kedaulatan SDA menurut UUD 1945
• Mineral Right: Negara
• Mining Right: Pemerintah
• Economic Right: BUMN
• Masalah kedaulatan atas SDA merupakan hal yang diperjuangkan
sejak masa penjajahan hingga sekarang. Kedaulatan disini terutama
terkait hak ekonomi kuasa pertambangan (KP) dan itu seharusnya
diberikan kpd BUMN
• Kegagalan mencapai kedaulatan SDA sangat tergantung pada
kualitas dan komitmen kepemimpinan nasional untuk
berpegang teguh pada konstitusi
• BUMNKarena komitmen pemimpin yang berubah dan pengaruh
asing, posisi pemegang Economic Rihgt berubah-ubah, tidak selalu
di tangan
15. Masalah Kedaulatan
Sektor Migas
• Sejak proklamasi, Indonesia baru bisa memperoleh
kedaulatan migas dgn ditetapkannya UU No.44 Prp.
Tahun 1960 Tttg Migas
• Kemudian UU No.44 Prp. Tahun 1960 diperkuat dengan
ditetapkannya UU No.8/1971 tentang Perusahaan
Pertambangan Migas Negara KP di tangan BUMN
• Pada tahun 2001, setelah gagal dibahas dan ditetapkan
pada era Presiden Habibie, DPR bersama Pemerintah
menetapkan UU No.22/2001.
• Dengan UU No.22/2001, kedaulatan kembali hilang dari
BUMN dan dialihkan kepada kontraktor KP di tangan
Asing
(KP: Kuasa Pertambangan)
16. Masalah kedaulatan
Sektor Minerba
• VOC menguasai sektor mineral sebelum kemerdekaan. Setelah
merdeka, perbaikan baru bisa diperoleh setelah Mosi TM Hasan
dgn penetapan UU No.37 Prp. 1960 Ttg Pertambangan Umum
KP di tangan BUMN
• Setelah pergantian Orla ke Orba, asing berhasil memaksakan
pemberlakuan UU No.11 Tahun 1967, mengganti UU No.37 Prp
1960 KP di tangan Kontraktor
• Freeport memperoleh KK di Timika tahun 1967, diperpanjang
tahun 31/12/1991 hingga 2021, dengan opsi perpanjangan 2 X
10 tahun hingga 2041 Pola kontrak : G to B
• Indonesia menetapkan UU Minerba No.4/2009, menganut rezim
perijinan Pola kontrak: B to B
• Hingga saat ini Renegosiasi KK belum juga tuntas; Asing
bertahan dng KK dan Pola G to B. Pemerintah tidak berdaya
• Ada potensi KK diperpanjang mengorbankan kedaulatan untuk
kepentingan dukungan politik dan logistik Pemilu 2014
17. Pertarungan Merebut Kedaulatan
• UU No.44 Prp. Tahun 1960 berhasil ditetapkan setelah adanya Mosi
usaha menegakkan UUD 1945 oleh Tengku M. Hasan
• Setelah diundangan, UU tsb baru bisa diterapkan pada IIAPCO pada
1966, Chevron/Texaco pada 1971 dan Esso/Exxon pada 1985
• Namun, asing terus melakukan perlawanan dan berhasil
memanfaatkan krisis 1998 dan momentum reformasi untuk
memaksakan perubahan: penetapan UU No.22/2001. Pola kontrak
menjadi G to B.
• Upaya publik/rakyat melakukan JR atas UU Migas ke Mahkamah
Konstitusi menghasilkan pencabutan atas 3 Pasal
• Namun hingga saat ini UU Migas tak kunjung diamandemen akibat
kuatnya pengaruh asing terhadap Pemerintah, DPR dan Partai2
• Terakhir, upaya perlawanan dilakukan dengan pemuatan iklan kaleng
dengan menyebar berbagai kebohongan pada publik
18. Pentingnya Penguasaan BUMN
• Merupakan amanat konstitusi untuk memperoleh manfaat
SDA guna sebesar-besar kemakmuran rakyat
• Agar kedaulatan negara tetap terjaga, serta ketahanan
dan kemandirian energi nasional terjamin
• Agar hak cadangan migas yang ada dapat dimonetisasi dan
digunakan oleh BUMN untuk berbagai aksi korporasi.
Pola kontrak secara B to B
• Agar BUMN dapat berkembang lebih besar, meningkatkan
keuntungan dan memberikan pendapatan maksimal bagi
negara
• Hal ini merupakan hal yang lumrah berlaku di banyak
negara (Catatan: Lebih dari 75% cadangan migas dunia
dikuasai NOC/BUMN, bukan IOC; 16 dari 20 perusahan
top migas global adalah NOC)
19. Dominasi BUMN Hilang
• Dengan UU Migas No.22/2001 sekarang, dominasi BUMN
mengecil (15%) dan asing menguat (80%). Pertamina
diperlakukan sama dengan kontaktor asing tanpa privilege.
• Di sektor mineral, Antam hanya menguasai sekitar 5%
produksi emas nasional, 6% produksi nikel, dan tidak
memproduksi tembaga. Lebih dari 90% produksi emas dan
tembaga nasional dikuasai asing, Freeport dan Newmont.
• Untuk batubara, PTBA hanya menguasai 6% produksi
nasional. Sisanya dikuasai oleh swasta nasional dan asing
seperti KPC, Adaro, Berau, dll
• Booming harga emas dinikmati asing tanpa windfall tax bagi
negara. PLN sangat tergantung pada fluktuasi harga batubara
global dan rawan terhadap keamaman pasokan jangka
panjang
20. Pelanggaran Konstitusi
• Pasal 12 ayat 3 UU Nomor 22/2001 terkait pemegang
Kuasa Pertambangan telah dicabut MK, namun KP tetap
dialihkan kepada asing.
• Pasal 28 Ayat (2) terkait pemberlakuan harga BBM
domestik berdasarkan mekanisme pasar, namun
Pemerintah tetap melaksanakan penjualan Pertamax sesuai
meaknisme pasar.
• Dalam kedua aspek di atas dapat dikatakan Presiden SBY
telah melanggar konstitusi dan layak untuk di-impeach
sesuai Pasal 7A dan 7B UUD 1945
21. Permasalahan Kebijakan & Politik
• Secara faktual Pemerintah dan DPR menyadari bahwa UU Migas
No.22/2001 merupakan peraturan yang bermasalah, ditetapkan atas
tekanan IMF, sudah ditolak MK dan merugikan
• Namun karena ketidakjelasan visi, komitmen pada konstitusi dan
rakyat, kebijakan dan komitmen untuk perbaikan, RUU Migas baru
tak kunjung dituntaskan
• Penyebab lain gagalnya penetapan UU Migas baru adalah: pelecehan
terhadap konstitusi, intervensi asing, prilaku KKN, perburuan rente,
nafsu berkuasa, dll.
• Pertimbangan politik yang sangat dominan dalam pembahasan dan
penetapan kebijakan dan peraturan baru
• RUU Migas sudah lebih dari 5 tahun dipersiapkan dan belum jelas
kapan akan ditetapkan
22. Permasalahan Daerah
• Daerah berkesempatan memiliki saham 10% pada suatu blok
migas. Namun kebijakan tersebut tidak dilengkapi dengan aturan
yang komprehensif, akuntabel dan tegas. Akibatnya BUMD
dimanfaatkan oleh oknum-oknum Pusat dan Daerah untuk berburu
rente. Sehingga daerah tidak memperoleh manfaat yang maksimal.
• Daerah selalu ditunggangi, dimanfaatkan dan sekaligus dirugikan
dalam hampir setiap kesempatan PI blok migas, sebagimana terjadi
di Bojonegoro dan Blora dalam pemilikan PI di Blok Cepu.
• Sebenarnya, yang menjadi tuntutan utama Daerah adalah bagi hasil
migas adil. Faktanya, meskipun telah memiliki saham, Daerah tetap
mengalami kesulitan mengakses informasi jalannya perusahaan dan
perhitungan bagi hasil yang transparan.
• Kesimpulannya, meskipun BUMD berkesempatan memiliki saham,
umumnya yang mendapat keuntungan lebih banyak adalah
perusahaan swasta/asing yang menjadi patner BUMD. Hal ini berpotensi
terjadi di Masela, Mahakam, Natuna, dll
23. Proposal
• Perlu penetapan visi dan pernyataan yang jelas bahwa ketahanan dan
kemandirian energi adalah prioritas politik dan kebijakan negara
• Perlu penetapan kebijakan yang konstitusional, jelas, tepat, terukur,
ambisus dan adaptif sebagai landasan program dan aksi
• Perlu penyusunan road map dan Program yang komrehensif berikut
target pencapaian, waktu pelaksanaan, penanggungjawab pelaksana
dan konsisten dijalankan
• Menjamin penguasaan cadangan migas, terutama yang potensial
kepada BUMN, melalui pemberian previlege/hak istimewa
• Menyerahkan blok-blok migas yang kontraknya berakhir kepada BUM
• Menjamin hak pengelolaan /saham SDA bagi BUMD yang
partisipasinya dikordinasikan oleh Pemerintah Pusat dan
dikerjasamakan dengan BUMN. Hal ini harus dituangkan dalam suatu
peraturan baik berupa PP atau Keppres
24. Proposal
RUU Migas pengganti UU No.22/2001 perlu segera
ditetapkan, antara lain berisi:
o Menjamin dominasi dan hak penambangan serta
hak ekonomi masing2 di tangan pemerintah dan
BUMN
o Pemerintah berperan sebagai penentu kebijakan
strategsi, pengambil keputusan dan pemberi hak
kuasa pertambangan
o BUMN berperan sebagai pemegang hak ekonomi,
pelaku bisnis yang handal dan efisien dan menjadi
pilar utama ketahanan energi nasional
o Memberlakukan kebijakan oil fund atau depletion
premium untuk pengelolaan migas berkelanjutam
25. Proposal
• Khusus blok yang habis masa kontrak:
Pemerintah diminta untuk menerbitkan aturan khusus yang
dapat berupa PP atau Permen, berisi ketentuan yang jelas,
akurat dan terjadwal atas blok-blok migas habis kontrak,
terutama Blok Mahakam
• Peraturan tersebut disusun & dilaksanakan:
o Mengikuti prinsip-prinsip good governance
o Perlu melibatkan keputusan Presiden dan konsultasi DPR
o Bebas dari kepentingan politik dan intervensi asing/kontraktor
o Memuat ketentuan tentang batas waktu pengambilan keputusan
perpanjangan atau terminasi kontrak (misalnya 3 tahun sebelum
berakhir)
26. Blok-blok Migas yang Kontraknya Berakhir
2013: Siak, operator PT Chevron Pacific Indonesia (CPI)
2015: Gebang dengan operator JOB Pertamina-Costa.
2017: Mahakam, operator Total EP Indonesie, Offshore North West Java
(ONWJ) yang dikelola PT Pertamina Hulu Energi, Attaka (Inpex Corp), dan
Lematang (PT Medco EP Indonesia).
2018: Tuban, Joint Operating Body (JOB) Pertamina-Petrochina, Ogan
Komering (JOB Pertamina-Talisman), North Sumatra Offshore B (ExxonMobil),
Southeast Sumatra (CNOOC), Tengah (Total), NSO Extention (ExxonMobil),
Sanga-Sanga (Vico Indonesia), dan West Pasir dan Attaka (Chevron Indonesia
Company).
2019: Bula, operator Kalrez Petroleum, Seram Non Bula (Citic), Pendopo dan
Raja (Pertamina-Golden Spike), dan Jambi Merang (JOB Pertamina-Hess).
2020: South Jambi B (ConocoPhillips), Malacca Strait (Kondur Petroleum),
Brantas (Lapindo), Salawati (JOB Pertamina-Petrochina), Kepala Burung Blok
A (Petrochina), Sengkang (Energy Equity), dan Makassar Strait Offshore Area A
(Chevron Indonesia Company).
2021: Rokan (CPI), Bentu Segat (Kalila), Muriah (Petronas), dan Selat Panjang
(Petroselat).
27. Kontrak Blok Mahakam
• KKS Blok Mahakam ditandatangani Total 31 Maret 1967, jangka
waktu 30 tahun. Pemegang saham Total: Total SA, Prancis (50%) dan
Inpex Coperation, Jepang (50%).
• Kontrak diperpanjang tanggal 31 Maret 1997, berakhir 31 Maret 2017.
Sesuai UU Migas No.22/2001, operator boleh mengajukan
perpanjangan. Negara boleh menolak perpanjangan
• BP Migas (2006): potensi gas Blok Mahakam masih tersisa sekitar 13
TCF.
• Produksi sejak 1967-2009: Gas 12,7 TCF; Minyak 1,05 miliar barel!
Pendapatan > $90B
• Dengan produksi 2,6 mmsfd, maka operasi dapat berlangsung 25
tahun ke depan
• Potensi gas tersisa 2012: 12,5 TCF dengan nilai pendapatan kotor
sekitar Rp 1700 triliun.
• Pada saat kontrak berakhir, cadangan blok Mahakam diperkirakan
masih tersisa sekitar 8 – 9 TCF dengan potensi penpatan kotor sekitar
Rp 1000 triliun
28. Landasan Hukum
Pasal 28 ayat 1 PP 35/2004: Kontrak Kerja Sama dapat
diperpanjang dengan jangka waktu perpanjangan paling lama 20
(dua puluh) tahun untuk setiap kali perpanjangan.
Pasal 28 ayat 9 PP No.35/2004: “PT Pertamina (Persero) dapat
mengajukan permohonan kepada Menteri untuk Wilayah Kerja yang
habis jangka waktu Kontraknya”.
Pasal 28 ayat 10 PP No.35/2004: “Menteri dapat menyetujui
permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (9), dengan
mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan
keuangan PT Pertamina (Persero) sepanjang saham PT Pertamina
(Persero) 100% dimiliki oleh Negara dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan Kontrak Kerja Sama yang bersangkutan”.
Ketentuan di atas harus dipertegas dan
dijalankan untuk memihak kepentingan negara/
BUMN. Pertamina telah menyatakan mau dan
mampu mengelola Blok Mahakam
29. Pertamina Menyatakan Minat Sejak 2008
Tanggal Perihal
►Jun 2008 Pertamina meminta untuk ikut mengelola Blok Masela
& Blok Mahakam
►Feb 2009 Pertemuan Pertamina dan BPMIGAS di Hotel
Sheraton Bandara
►Sep 2009 Pertamina menyampaikan minat untuk mendapatkan
Participating Interest di Blok Offshore Mahakam
► Jan 2010 Total menawarkan swap asset dengan Pertamina
► Jul 2011 Pertamina menyampaikan usulan pengelolaan Blok
Mahakam paska 2017
► Jul 2012 Pertamina menyampaikan usulan pengelolaan Blok
Mahakam paska 2017
30. Penutup
Kebutuhan energi dunia dan nasional terus meningkat
dan pemerintah harus menjamin terwujudnya
ketahanan energi nasional
Untuk itu pemerintah perlu mempunyai visi, kebijakan,
road map dan program yang komprehensif yang harus
dijalankan secara konsisten, transparan dan akuntabel.
Salah program yang mendesak adalah menetapkan UU
Migas yang baru yang sejalan dengan konstitusi.
Pemerintah juga diminta mendukung penuh
pengembangan dan dominasi NOC/Pertamina di sektor
migas nasional melalui penguasaan cadangan blok-blok
migas yang potensial dan blok-blok migas yang
kontraknya berakhir seperti Blok Mahakam, Blok Siak,
dll.