Dokumen tersebut membahas tentang definisi, klasifikasi, diagnosis, dan penatalaksanaan alergi susu sapi. Terdapat tiga jenis alergi susu sapi yaitu diperantarai IgE, non-IgE, dan gabungan keduanya. Diagnosa dapat dilakukan dengan uji provokasi atau reintroduksi secara hati-hati di rumah sakit atau di rumah. Reintroduksi dapat dilakukan dengan metode milk ladder untuk jenis non-IgE selama beberapa
Dokumen tersebut membahas tentang alergi makanan, termasuk definisi, jenis, alergen penyebab, diagnosa, dan pencegahannya. Alergi makanan dapat berupa reaksi IgE maupun non-IgE, dan makanan seperti susu, telur, kacang-kacangan sering menjadi penyebabnya. Diagnosa didasarkan pada riwayat, tes kulit atau darah, serta uji eliminasi dan provokasi. Pencegahannya meliputi prevensi primer se
Dokumen tersebut membahas tentang alergi makanan, mulai dari tujuan perkuliahan, definisi istilah, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan alergi makanan."
Makalah ini membahas tentang mengatasi alergi susu sapi pada anak usia dini. Alergi susu sapi disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan, serta sistem kekebalan tubuh anak yang belum matang. Gejalanya berupa gangguan kulit, saluran cerna, dan pernafasan. Cara mengatasinya adalah mengganti susu sapi dengan susu formula hypoallergenic atau susu kambing/domba yang sesuai dengan gejala anak.
Dokumen tersebut membahas tentang alergi makanan, termasuk definisi, jenis, alergen penyebab, diagnosa, dan pencegahannya. Alergi makanan dapat berupa reaksi IgE maupun non-IgE, dan makanan seperti susu, telur, kacang-kacangan sering menjadi penyebabnya. Diagnosa didasarkan pada riwayat, tes kulit atau darah, serta uji eliminasi dan provokasi. Pencegahannya meliputi prevensi primer se
Dokumen tersebut membahas tentang alergi makanan, mulai dari tujuan perkuliahan, definisi istilah, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan alergi makanan."
Makalah ini membahas tentang mengatasi alergi susu sapi pada anak usia dini. Alergi susu sapi disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan, serta sistem kekebalan tubuh anak yang belum matang. Gejalanya berupa gangguan kulit, saluran cerna, dan pernafasan. Cara mengatasinya adalah mengganti susu sapi dengan susu formula hypoallergenic atau susu kambing/domba yang sesuai dengan gejala anak.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang asuhan keperawatan untuk bayi berat badan lahir rendah (BBLR) yang meliputi penyebab, diagnosa, dan tindakan keperawatan untuk BBLR
2. Beberapa penyebab BBLR adalah genetik, prematuritas, kembar, kondisi medis ibu selama kehamilan, serta faktor lingkungan
3. Tujuan utama asuhan keperawatan BBL
Dokumen tersebut membahas tentang perawatan bayi berat lahir rendah (BBLR). Secara singkat, dokumen menjelaskan tentang (1) definisi dan batasan BBLR, (2) faktor risiko BBLR, dan (3) manajemen umum dan pemberian minum untuk BBLR.
GTsiompah_ Diet pada Bayi_Balita Malnutrisi_ NCP.pdfTsiompahGREG
Malnutrisi akibat defisiensi zat gizi makro pada bayi/balita perlu mendapat perhatian khusus terutama dalam intervensi diet.
NCP pada bayi/balita malnutrisi (KEP/KEK) dapat mempermudah seorang nutrisionis dalam penanganan kasus tersebut.
Dokumen tersebut membahas tentang nutrisi yang penting untuk bayi dan balita, khususnya mengenai manfaat Air Susu Ibu (ASI) sebagai makanan utama untuk bayi, serta makanan pelengkap yang dapat diberikan setelah usia 6 bulan. ASI dijelaskan sangat berguna untuk kekebalan tubuh dan pertumbuhan bayi. Setelah usia 6 bulan, dapat diberikan makanan pelengkap seperti makanan lumat, sari buah, dan mak
Dokumen tersebut membahas tentang status gizi ibu menyusui, penyesuaian fisiologi, produksi ASI, keunggulan dan manfaat ASI, komposisi ASI, penilaian status gizi, dan kebutuhan gizi ibu menyusui dalam aspek energi, protein, mineral, vitamin, dan cairan.
Terapi-Insulin Diabetes Melitus (IDDM & NIDDM)Novita S
1. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh sel beta pankreas dan berperan menurunkan kadar gula darah. 2. Terdapat dua jenis diabetes, yaitu IDDM yang disebabkan kekurangan produksi insulin sehingga membutuhkan substitusi insulin, dan NIDDM yang dikontrol dengan diet atau obat. 3. Terapi insulin untuk IDDM meliputi pemberian insulin secara suntikan sesuai dengan kadar gula darah dan jenis insulin yang diberikan.
Ibu hamil mengalami gejala hepatitis A seperti demam, mual, nyeri perut, dan BAB cair. Pemeriksaan menunjukkan peningkatan enzim hati dan hasil positif IgM hepatitis A. Ibu diberi terapi suportif seperti nutrisi yang memadai, cairan yang cukup, dan istirahat total untuk memulihkan fungsi hati. Ibu dan bayi perlu pemantauan ketat selama kehamilan karena ada risiko komplikasi.
Proses pencernaan makanan dijelaskan, termasuk peran enzim pencernaan dalam memecah makanan menjadi molekul yang dapat diserap tubuh. Diare dan sembelit dapat terjadi jika proses pencernaan terganggu, diare berbahaya jika tidak ditangani dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang.
Dokumen tersebut membahas kebijakan pengendalian dan pencegahan diare oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Tujuannya adalah meningkatkan kesehatan masyarakat dengan mencegah penularan diare, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare. Dokumen ini juga menjelaskan besaran masalah diare, penyebabnya, cara diagnosis, dan tatalaksana diare berdasarkan tingkat dehidrasinya secara ringkas.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang asuhan keperawatan untuk bayi berat badan lahir rendah (BBLR) yang meliputi penyebab, diagnosa, dan tindakan keperawatan untuk BBLR
2. Beberapa penyebab BBLR adalah genetik, prematuritas, kembar, kondisi medis ibu selama kehamilan, serta faktor lingkungan
3. Tujuan utama asuhan keperawatan BBL
Dokumen tersebut membahas tentang perawatan bayi berat lahir rendah (BBLR). Secara singkat, dokumen menjelaskan tentang (1) definisi dan batasan BBLR, (2) faktor risiko BBLR, dan (3) manajemen umum dan pemberian minum untuk BBLR.
GTsiompah_ Diet pada Bayi_Balita Malnutrisi_ NCP.pdfTsiompahGREG
Malnutrisi akibat defisiensi zat gizi makro pada bayi/balita perlu mendapat perhatian khusus terutama dalam intervensi diet.
NCP pada bayi/balita malnutrisi (KEP/KEK) dapat mempermudah seorang nutrisionis dalam penanganan kasus tersebut.
Dokumen tersebut membahas tentang nutrisi yang penting untuk bayi dan balita, khususnya mengenai manfaat Air Susu Ibu (ASI) sebagai makanan utama untuk bayi, serta makanan pelengkap yang dapat diberikan setelah usia 6 bulan. ASI dijelaskan sangat berguna untuk kekebalan tubuh dan pertumbuhan bayi. Setelah usia 6 bulan, dapat diberikan makanan pelengkap seperti makanan lumat, sari buah, dan mak
Dokumen tersebut membahas tentang status gizi ibu menyusui, penyesuaian fisiologi, produksi ASI, keunggulan dan manfaat ASI, komposisi ASI, penilaian status gizi, dan kebutuhan gizi ibu menyusui dalam aspek energi, protein, mineral, vitamin, dan cairan.
Terapi-Insulin Diabetes Melitus (IDDM & NIDDM)Novita S
1. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh sel beta pankreas dan berperan menurunkan kadar gula darah. 2. Terdapat dua jenis diabetes, yaitu IDDM yang disebabkan kekurangan produksi insulin sehingga membutuhkan substitusi insulin, dan NIDDM yang dikontrol dengan diet atau obat. 3. Terapi insulin untuk IDDM meliputi pemberian insulin secara suntikan sesuai dengan kadar gula darah dan jenis insulin yang diberikan.
Ibu hamil mengalami gejala hepatitis A seperti demam, mual, nyeri perut, dan BAB cair. Pemeriksaan menunjukkan peningkatan enzim hati dan hasil positif IgM hepatitis A. Ibu diberi terapi suportif seperti nutrisi yang memadai, cairan yang cukup, dan istirahat total untuk memulihkan fungsi hati. Ibu dan bayi perlu pemantauan ketat selama kehamilan karena ada risiko komplikasi.
Proses pencernaan makanan dijelaskan, termasuk peran enzim pencernaan dalam memecah makanan menjadi molekul yang dapat diserap tubuh. Diare dan sembelit dapat terjadi jika proses pencernaan terganggu, diare berbahaya jika tidak ditangani dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang.
Dokumen tersebut membahas kebijakan pengendalian dan pencegahan diare oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Tujuannya adalah meningkatkan kesehatan masyarakat dengan mencegah penularan diare, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare. Dokumen ini juga menjelaskan besaran masalah diare, penyebabnya, cara diagnosis, dan tatalaksana diare berdasarkan tingkat dehidrasinya secara ringkas.
2. Definisi Alergi Susu Sapi (ASS)
• Alergi susu sapi (ASS) adalah suatu reaksi yang tidak diinginkan yang
diperantarai secara imunologis terhadap protein susu sapi.
• Alergi susu sapi biasanya dikaitkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe
1 yang diperantai oleh IgE. Namun demikian ASS dapat diakibatkan
oleh reaksi imunologis yang tidak diperantarai oleh IgE ataupun
proses gabungan antara keduanya.
Rekomendasi IDAI: Diagnosis dan Tatalaksana Alergi Susu Sapi, 2014
3. Klasifikasi ASS
1. IgE mediated, yaitu alergi susu sapi yang diperantarai oleh IgE.
• Gejala klinis timbul dalam waktu 30 menit sampai 1 jam setelah paparan.
• Manifestasi klinis : urtikaria, angioedema, ruam kulit, flare dermatitis atopik,
muntah, nyeri perut, diare, rinokonjungtivitis, bronkospasme, dan anafilaksis.
• Hasil positif pada pemeriksaan IgE spesifik susu sapi (uji tusuk kulit atau
pemeriksaan IgE spesifik/IgE RAST)
2. Non-IgE mediated, yaitu ASS yang tidak diperantarai oleh IgE.
• Gejala klinis timbul lebih lambat (> 1-2 jam) setelah paparan
• Manifestasi klinis: allergic eosinophilic gastroenteropathy, kolik, enterokolitis,
proktokolitis, anemia, dan gagal tumbuh
3. Gabungan IgE dan Non-IgE Mediated
Rekomendasi IDAI: Diagnosis dan Tatalaksana Alergi Susu Sapi, 2014
4.
5. Diagnosis dan Tata Laksana Alergi Susu Sapi pada Bayi dengan ASI Eksklusif
Rekomendasi IDAI: Diagnosis dan Tatalaksana Alergi Susu Sapi, 2014
6. Diagnosis dan Tata Laksana Alergi Susu Sapi pada Bayi dengan Susu Formula
Rekomendasi IDAI: Diagnosis dan Tatalaksana Alergi Susu Sapi, 2014
7. • The Milk
Allergy in
Primary
(MAP) Care
guideline,
pertama kali
tahun 2013
untuk Primary
care di UK
• Tahun 2017
dibuatkan
versi
internasional
(iMAP)
• Revisi MAP
terbaru tahun
2019
10. Uji Provokasi
• Uji yang paling baik untuk mendiagnosis reaksi hipersensitivitas terhadap
makanan
• Tujuan untuk menegakkan/menyingkirkan diagnosis alergi makanan
• Terutama untuk diagnosis Alergi yang diperantarai oleh IgE
• Tes memakan waktu dan mahal
• Sebaiknya dilakukan di rumah sakit yang memiliki unit perawatan intensif
yang dilengkapi dengan obat dan peralatan darurat
• Pada ASS gejala akan Kembali muncul setelah provokasi
• Persiapan umum
• Diet eliminasi dilakukan 2-4 minggu
• Antihistamin dihentikan minimal 1 minggu sebelumnya
• Dicatat Riwayat rekasi simpang sebelumnya
11. Provokasi Terbuka
• Lebih umum dan lebih mudah
dikerjakan pada praktek sehari-
hari
• Jika hasil positif masih terdapat
Kemungkinan false positif
• Lebih digunakan untuk
menyingkirkan ASS, jika hasil
negatif
Double-blind placebo controlled
food challenges (DBPCFC)
• Diagnosis pasti ASS
• Dilakukan setelah provokasi
terbuka jika terdapat keraguan
• Lebih sulit dilakukan dan lebih
mahal
• Persiapan lebih banyak
• Dilakukan dengan pemberian
placebo dan verum pada hari yang
berbeda (selang 1 minggu)
13. Interpretasi Hasil tes Provokasi
Kneepkens CMF and Meijer Y; Eur J Pediatr (2009) 168:891–896
14. Reintroduksi Susu Sapi
• Pemberian kembali protein susu sapi setelah dilakukan eliminasi atau
setelah remisi dari alergi susu sapi, yang dilakukan secara bertahap
• Tujuannya untuk menilai tolerasi dan agar anak/bayi dapat
mengkonsumsi kembali susu sapi
• Dilakukan di rumah dengan pengawasan oleh tenaga Kesehatan
• Memerlukan waktu yang lebih lama
• Reintroduksi untuk menegakkan/menyingkirkan ASS dengan early
home reintroduction
• Reintroduksi untuk menilai toleransi agar susu sapi dan agar dapat
dikonsumsi kembali dengan metode Milk Ladder
15.
16. Pada ASI Ekslusif
Early Reintroduction
dilakukan dengan lebih
sederhana yaitu dengan
memberikan kembali susu
sapi dan makanan yang
mengandung susu sapi
pada diet Ibu dengan
jumlah yang sama seperti
sebelumnya selama 1
minggu, tidak perlu
dilakukan secara bertahap
Setelah eliminasi 2-4
minggu
17.
18. Reintroduksi Susu Sapi
dengan iMAP Milk Ladder
• Setelah eliminasi minimal 6 bulan
• Dirancang untuk Non-IgE Mediated
ASS
• Pemberian secara bertahap
• Tiap tahapan memerlukan watu 3-7
hari
• Jika gagal pada salah satu tahap,
Kembali ke tahap sebelumnya,
lanjutkan tahap berikutnya 3-6 bulan
kemudian (sesuai petunjuk dokter)
24. • Hasil Pertemuan para ahli alergi susu sapi
dari berbagai negara pada Oktober 2019
• Dihipotesakan: Hidrolisat Milk Ladder
menggunakan susu sapi dengan berbagai
tahapan hidrolisat, diperkirakan dapat lebih
mengontrol jenis peptide/ fragmen protein
susu sapi yang diberikan pada tiap tahapan
milk ladder.
• Belum ada penelitian yang publish. Masih
menunggu bukti klinis yang kuat sebelum
dapat digunakan (saat ini penerapannya
harus dengan pengawasan klinis yang ketat)
• Tidak dijelaskan detail mengenai indikasi
dan cara pemberiannya.
26. Suspek ASS
(untuk menegakkan/menyingkirkan diagnosis setelah eliminasi susu sapi selama 2-4 minggu)
Suspek IgE Mediated ASS Suspek Non-IgE Mediated ASS
Gejala Berat
Gejala Ringan-Sedang
Gejala Berat Gejala Ringan-Sedang
Segera Rujuk Ke
Konsultan Alergi
Imunologi
Provokasi
(Challenge)
Di Rumah Sakit
Open
challenge
Double-blind placebo controlled
food challenges (DBPCFC)
Segera Rujuk Ke
Konsultan Alergi
Imunologi
Early Home Reintroduction
Jika hasil challenge negatif dan masih dicurigai kemungkinan
mekanisme Non-IgE Mediated ASS
27. ASS
(untuk menilai tolerasi setelah eliminasi susu sapi selama minimal 6 bulan)
IgE Mediated ASS Non-IgE Mediated ASS
Pernah Menunjukkan
Gejala Berat
Gejala Ringan-Sedang
Pernah Menunjukkan
Gejala Berat
Gejala Ringan-Sedang
Rujuk Ke Konsultan
Alergi Imunologi
Provokasi
(Challenge)
Di Rumah Sakit
Open
challenge
Double-blind placebo controlled
food challenges (DBPCFC)
Rujuk Ke Konsultan
Alergi Imunologi
Home Reintroduction
Memakai Milk Ladder
• Pernah ada gejala
onset cepat atau
• DA dengan SPT +
• Tidak Pernah ada
gejala onset cepat
atau
• DA dengan SPT -
Jika hasil challenge negatif dan dicurigai kemungkinan
mekanisme Non-IgE Mediated ASS