Dokumen tersebut menjelaskan berbagai cara Nabi Muhammad SAW membentuk jiwa anak, di antaranya dengan memberi kasih sayang, bermain bersama, memberi hadiah, mengusap kepala, menyambut dengan hangat, memperhatikan, memberi perlindungan khusus untuk anak yatim dan perempuan, serta memberikan kasih sayang secara proporsional.
"Sejarah Islam Tanpa Khilafah, apa jadinya?"
Dalam sejarah peradaban umat Islam yang panjang, kisah para khalifah dalam menegakkan, melindungi dan menyebarkan Islam selalu menjadi pusat perhatian. Riwayat pemerintahan mereka telah mendominasi ingatan kaum muslimin. Pernahkah kita berandai, “bagaimana wajah sejarah Islam jika tidak pernah ada seorang pun yang menjalankan peranannya sebagai khalifah di tengah kaum muslimin?
.
Akankah ada yang memerangi gerakan riddah dan nabi-nabi palsu di Jazirah Arab secara efektif?
Akankah ada yang "menyelamatkan" Al-Qur'an (dengan izin Allah) dari kepunahan dokumen dan kesimpang-siuran bacaan secara tepat?
Akankah ada yang memberangkatkan pasukan untuk membebaskan Syam, termasuk Baitul Maqdis, dari penguasaan Bizantium secara gemilang?
Akankah ada yang menaklukkan Irak dan Persia seraya menyudahi kekuasaan Imperium Sasanid secara mengejutkan?
Akankah ada yang membebaskan Mesir dan Afrika Utara dari penguasaan Romawi secara membanggakan?
Akankah ada yang menyebarkan Islam sampai ke "wilayah di balik sungai" (Transoxiana di Asia Tengah) hingga wilayah-wilayah di India secara mengagumkan?
Akankah ada peradaban yang diwarnai dengan penerapan hukum Islam yang mengatur manusia dalam segenap aspek kehidupan mereka secara mengikat?
Alhamdulillah, semua itu atas izin dan pertolongan Allah, terealisasi melalui adanya khilafah. Khilafah adalah bagian dari syariat Allah sebagai metode praktis yang harus ditegakkan oleh umat untuk menegakkan, menjaga dan menyebarkan Islam.
🔊 Simak kajian dari Ustadz Titok Priastomo, "Sejarah Islam tanpa Khilafah; Apa Jadinya?" dalam Obrolan Sore Seputar Islam #40 FIMMISTA Yogyakarta berikut ini:
Bengkel Gantian bagi sahabat yang belum berkesempatan untuk mengikuti bengekl secara bersemuka. Maaf jika belum kemas presentation- sedang mencuba. slide ini masih dalam proses memasukkan suara dan akan di update selepas siap nanti.
"Sejarah Islam Tanpa Khilafah, apa jadinya?"
Dalam sejarah peradaban umat Islam yang panjang, kisah para khalifah dalam menegakkan, melindungi dan menyebarkan Islam selalu menjadi pusat perhatian. Riwayat pemerintahan mereka telah mendominasi ingatan kaum muslimin. Pernahkah kita berandai, “bagaimana wajah sejarah Islam jika tidak pernah ada seorang pun yang menjalankan peranannya sebagai khalifah di tengah kaum muslimin?
.
Akankah ada yang memerangi gerakan riddah dan nabi-nabi palsu di Jazirah Arab secara efektif?
Akankah ada yang "menyelamatkan" Al-Qur'an (dengan izin Allah) dari kepunahan dokumen dan kesimpang-siuran bacaan secara tepat?
Akankah ada yang memberangkatkan pasukan untuk membebaskan Syam, termasuk Baitul Maqdis, dari penguasaan Bizantium secara gemilang?
Akankah ada yang menaklukkan Irak dan Persia seraya menyudahi kekuasaan Imperium Sasanid secara mengejutkan?
Akankah ada yang membebaskan Mesir dan Afrika Utara dari penguasaan Romawi secara membanggakan?
Akankah ada yang menyebarkan Islam sampai ke "wilayah di balik sungai" (Transoxiana di Asia Tengah) hingga wilayah-wilayah di India secara mengagumkan?
Akankah ada peradaban yang diwarnai dengan penerapan hukum Islam yang mengatur manusia dalam segenap aspek kehidupan mereka secara mengikat?
Alhamdulillah, semua itu atas izin dan pertolongan Allah, terealisasi melalui adanya khilafah. Khilafah adalah bagian dari syariat Allah sebagai metode praktis yang harus ditegakkan oleh umat untuk menegakkan, menjaga dan menyebarkan Islam.
🔊 Simak kajian dari Ustadz Titok Priastomo, "Sejarah Islam tanpa Khilafah; Apa Jadinya?" dalam Obrolan Sore Seputar Islam #40 FIMMISTA Yogyakarta berikut ini:
Bengkel Gantian bagi sahabat yang belum berkesempatan untuk mengikuti bengekl secara bersemuka. Maaf jika belum kemas presentation- sedang mencuba. slide ini masih dalam proses memasukkan suara dan akan di update selepas siap nanti.
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
2. MEMBERI CIUMAN, PERHATIAN, DAN KASIH
SAYANG
Beberapa orang Badui datang kepada
Rasulullah saw. Mereka bertanya, „Apakah
kalian mencium anak-anak kalian?‟ „Ya,‟ jawab
Rasulullah saw. „Tapi kami, demi Allah, sekali-
kali tidak pernah mencium anak-anak kami.‟
Maka Rasulullah saw. bersabda, „Saya tidak
memiliki kekuatan sekiranya Allah SWT.
mencabut perasaan kasih sayang dari hati
kalian.‟” (H.r. Imam Ahmad)
3. BERMAIN DAN BERCANDA DENGAN ANAK
Abu Hurairah r.a. berkata, “Saya mendengar
dengan kedua telingaku dan melihat dengan
kedua mataku bahwa Rasulullah saw. memegang
dengan kedua tangannya, kedua telapak cucunya
Hasan atau Husain, dan kedua telapak kaki
mereka di atas telapak kaki Rasulullah saw.
Kemudian Rasulullah saw. berkata, „Naiklah!‟
Maka keduanya naik hingga keduanya
meletakkan kakinya di dada Rasulullah saw.,
kemudian beliau berkata, „Bukalah mulutmu!‟
Kemudian beliau menciumnya dan berkata, “Ya
Allah, saya mencintainya dan sungguh saya
mencintainya.‟” (H.r. Bukhari)
4. MEMBERI HADIAH, PENGHARGAAN, DAN PUJIAN
KEPADA ANAK
Al Hasan atau Jabir bin Abdillah berkata, “Saya shalat
zhuhur atau „ashar bersama Rasulullah saw. Selesai
salam beliau bersabda kepada kami, „Tetaplah di
tempat kalian!‟ Kemudian beliau bersabda lagi, „Bejana
yang berisi manisan.‟ Kemuian beliau membagikan
manisan tersebut sesendok kepada setiap orang yang
hadir. Ketika sampai kepadaku (saat itu aku masih
anak-anak), beliau memberiku satu sendok kemudian
berkata, „Apakah kamu ingin tambah?‟ „Ya,‟ jawabku.
Beliau menambah satu sendok dan berkata kembali,
„Apakah kamu ingin tambah?‟ „Ya,‟ jawabku. Beliau
menambah satu sendok lagi dan itu terus dilakukan
beliau hingga sampai pada sahabat yang terakhir.” (H.r.
Ibnu Abid Dunya)
5. MENGUSAP KEPALA ANAK
Anas r.a. berkata, “Bahwa Rasulullah saw.
mengunjungi sahabat Anshar. Ia mengucapkan
salam kepada anak-anak mereka dan
mengusap kepala mereka.” (H.r. Ibnu Hibban)
6. MENYAMBUT ANAK DENGAN KEHANGATAN
Abdillah bin Ja‟far r.a. berkata, “Ketika Rasulullah
saw. datang dari suatu perjalanan, beliau
menemui dua orang anak dari keluarganya. Saya
berlomba untuk menghampirinya kemudian beliau
menggendongku. Setelah itu, beiau mengajak
salah satu putra Fathimah, yaitu Hasan atau
Husain r.a. dan memboncengkan di belakangnya,
sehingga kami bertiga memasuki kota Madinah
dengan menaiki kendaraan.” (H.r. Ibnu Asakir,
Ahmad, Muslim, dan Abu Daud)
7. MEMPERHATIKAN DAN MENANYAKAN KEADAAN
ANAK
Salman r.a. berkata, “Kami berada di sekitar Rasulullah saw.,
kemudian tiba-tiba Ummu Aiman r.a. datang dan berkatan, „Ya
Rasulullah, Hasan dan Husain tersesat.‟ Pada waktu itu siang sudah
mulai sore. Maka Rasulullah saw. bersabda, „Berdirilah kalian dan
carilah kedua anakku!‟ Maka setiap orang mengambil arah yang
berbeda dan aku searah dengan Rasulullah saw. hingga sampai ke
lereng gunung. Hasan dan Husain terlihat saling berangkulan
ketakutan karena seekor ular yang baru keluar dari lubangnya
berdiri dengan ekornya. Rasulullah saw. segera menghampiri ular
tadi dan ular itu lari, masuk ke sela-sela bebatuan. Rasulullah saw.
segera mendatangi kedua cucunya dan melepaskan rangkulan
mereka lalu mengusap kepala mereka sambil berkata, „Demi ibu
dan ayahku, semoga Allah SWT. memuliakan kalian!‟ Rasulullah
kemudian menggendong keduanya. Aku (Salman r.a.) berkata,
„Kebaikan untuk kalian berdua. Sebaik-baik tunggangan adalah
tunggangan kalian.‟ Rasulullah saw. bersabda, „Dan sebaik-baik
penunggang adalah keduanya dan orang tuanya lebih baik dari
keduanya.” (H.r. At Thabrani)
8. PENGAWASAN KHUSUS BAGI ANAK
PEREMPUAN DAN YATIM
Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw.
bersabda, „Sesungguhnya saya menekankan
kalian akan hak dua orang lemah ini, yaitu
anak yatim dan anak perempuan.‟” (H.r. Al
Hakim, Al Baihaqi, Imam Ahmad, dan Ibnu
Hibban)
9. MEMBERIKAN KECINTAAN KEPADA ANAK
SECARA PROPORSIONAL DAN TAWAZUN
“Demi Allah, yang jiwaku berada di Tangan-
Nya, tidaklah sempurna keimanan salah
seorang di antara kamu, sehingga aku lebih ia
cintai dari pada bapaknya, anaknya, dan
seluruh manusia.” (H,r, Bukhari, Muslim, dan
An Nasaa-i)