Makalah ini membahas tentang kompetensi belajar bahasa dan pengembangannya. Terdapat empat bagian utama, yaitu kompetensi sosiolinguistik, kompetensi pragmatik, kompetensi berbahasa, dan tes kompetensi berbahasa. Makalah ini menjelaskan pengertian setiap kompetensi bahasa beserta unsur-unsurnya.
Pemerolehan bahasa selain bahasa asli menghasilkan kedwibahasaan. Hal ini terjadi karena dua bahasa yang berkontak sebagai penutur bahasa dapat mempelajari unsur-unsur bahasa lainnya. Kontak bahasa terjadi karena pendukung masing-masing bahasa itu dapat menjadi dwibahasawan berdasarkan alasan-alasan tertentu. Seperti perpindahan penduduk dengan alasan politik, sosial atau ekonomi, nasionalisme, faktor budaya dan pendidikan, faktor perkawinan, dsb.
Pemerolehan bahasa selain bahasa asli menghasilkan kedwibahasaan. Hal ini terjadi karena dua bahasa yang berkontak sebagai penutur bahasa dapat mempelajari unsur-unsur bahasa lainnya. Kontak bahasa terjadi karena pendukung masing-masing bahasa itu dapat menjadi dwibahasawan berdasarkan alasan-alasan tertentu. Seperti perpindahan penduduk dengan alasan politik, sosial atau ekonomi, nasionalisme, faktor budaya dan pendidikan, faktor perkawinan, dsb.
Alih kode pada hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek. Rujukannya adalah komunitas bahasa atau dialek. Para penutur yang sedang beralih kode dari minimum dua komunitas dari bahasa-bahasa (dialek) yang sedang mereka praktekkan. Sebaliknya pergantian (alih) ragam bukan berarti berganti komunitas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa alih kode hanya dilakukan oleh dua pihak yang memiliki dua komunitas bahasa yang sama. Sedangkan alih ragam hanya terjadi di satu komunitas dan satu bahasa saja. Sementara itu, Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
PAPER RESUME ANALYTICAL TOOL
FOR LANGUAGE INVESTIGATION
“TRANSFER ANALYSIS”
Submitted
As a Partial Fulfillment of the Requirements
for Learning Strategies and Method of Language and Literature Course
at the English Education of Postgraduate Program
By
Eko Mulyono
S200140053
POSTGRADUATE PROGRAM OF LANGUAGE STUDIES MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA ACADEMIC YEAR 2014/2015
CONTENTS
1. Introduction
Native language transfer has become and will always be the central concern of second language acquisition studies. This concept start with the contrastive analysis (CA) hypothesis ( Lado, 1957), then is played down by the creative construction hypothesis (Dulay and Burt, 1977), and brought into focus again from a cognitive and developmental perspective (Sharwood smith, 1979). The first era was characterized by the influence of structural linguistics and behaviorist psychology. Transfer from the native language was seen as a matter of habit. Negative transfer (or interference) can be predicted in cases of difference between native and the target language. The second era was characterized by a tendency toward cognitivism in psychology and language acquisition. Language acquistion, be it native or foreign, was considered as a creative process. The theory has become the construction hypothesis. The third era represents a corretive movement within the cognitive approach to language learning. This section tries to investigate about the role of language transfer in second language acquisition or foreign language. Start from contarstive analysis then move to transfer analysis. Then, finally, it describe language transfer as the central process in interlanguage creation.
2. Contrastive Analysis
Contrastive linguistics is a branch of linguistics which seeks to compare two or more languages or subsystems of languages with the aims at describing the similarities and differences between them. According to Fisiak: 1, contrastive linguistics is a sub-discipline of linguistics concerned with “the comparison of two or more languages (subsystem of languages) in order to determine both differences and similarities that hold between them”, (1980:1).
3. Base Concept Contrastive Analysis
the determining of contrastive analysis into language studies are based on the following theoretical assumptions as follows:
a. Material of the language study which effectively is the material which is based on the language description, (Fries, 1945).
b. By contrasting the L1 with the L2 can predict and decsribe the patterns that will cause difficulty and easy of studying language ( Lado, 1957).
c. The changing that should be occured on the people behaviour that study foreign language can be similarited with the different inter- language structure and students culture with language structure which will be learned, ( Wardhaugh, 1970).
4. Base Thoughts in doing Contrastive Analysis
1. The strong version: Fries
Filosofi penerjemahan (Philosophical theories of translation) terkait dengan penjabaran dari beberapa ahli yaitu: 1) Hermeneutics (the theory of interpretation of meaning), linked to the German Romantics. 2) Steiner’s hermeneutic motion, the four moves of translation. 3) Pound: the energy of language, using archaism to overturn the literary poetics of the time, an early foreignization. 3) Benjamin: the ‘pure’language of interlinear translation. 4) Derrida: deconstruction and the undermining of basic premises of linguistic translation theory.
n this era of globalization The international relationship in every sector is significant. Accordingly, the
translation works in various subject fields are strongly needed . In order to fulfill such needs, the linguists and
translators play important roles to produce good translation works as fast as possible.The question is that how fast
a translation work could be done, and how could translation work be categorized as a good one. This writing aims
to discuss some of specific problems facing the translators in the case of texts from various European languages into
English and some examples into Indonesian. These problems are of both a linguistic and non-lingistic character.The
writing is descriptive in nature and based on the library research.
Peta Konsep Studi Pemerolehan Bahasa (Al-Ikhtisab Al-Lughah). Pelbagai Topik;
Ragam dan Tipe Analisis dalam SLA, Akuisisi Bahasa Kedua, Psikolinguistik, Sosiolinguistik SLA, Melihat Aspek Sosial, Model Alternatif Presentasi Pengetahuan, Interlanguage, Teori Sosiolinguistik, Analysis Discourse, Analisis Kontrasif & Analisis Kesalahan Berbahasa. Pemeroelahan Bahasa Kedua (penelitian).
Prod. Dr. Mamlu'atul Hasanah.
Alih kode pada hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek. Rujukannya adalah komunitas bahasa atau dialek. Para penutur yang sedang beralih kode dari minimum dua komunitas dari bahasa-bahasa (dialek) yang sedang mereka praktekkan. Sebaliknya pergantian (alih) ragam bukan berarti berganti komunitas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa alih kode hanya dilakukan oleh dua pihak yang memiliki dua komunitas bahasa yang sama. Sedangkan alih ragam hanya terjadi di satu komunitas dan satu bahasa saja. Sementara itu, Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
PAPER RESUME ANALYTICAL TOOL
FOR LANGUAGE INVESTIGATION
“TRANSFER ANALYSIS”
Submitted
As a Partial Fulfillment of the Requirements
for Learning Strategies and Method of Language and Literature Course
at the English Education of Postgraduate Program
By
Eko Mulyono
S200140053
POSTGRADUATE PROGRAM OF LANGUAGE STUDIES MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA ACADEMIC YEAR 2014/2015
CONTENTS
1. Introduction
Native language transfer has become and will always be the central concern of second language acquisition studies. This concept start with the contrastive analysis (CA) hypothesis ( Lado, 1957), then is played down by the creative construction hypothesis (Dulay and Burt, 1977), and brought into focus again from a cognitive and developmental perspective (Sharwood smith, 1979). The first era was characterized by the influence of structural linguistics and behaviorist psychology. Transfer from the native language was seen as a matter of habit. Negative transfer (or interference) can be predicted in cases of difference between native and the target language. The second era was characterized by a tendency toward cognitivism in psychology and language acquisition. Language acquistion, be it native or foreign, was considered as a creative process. The theory has become the construction hypothesis. The third era represents a corretive movement within the cognitive approach to language learning. This section tries to investigate about the role of language transfer in second language acquisition or foreign language. Start from contarstive analysis then move to transfer analysis. Then, finally, it describe language transfer as the central process in interlanguage creation.
2. Contrastive Analysis
Contrastive linguistics is a branch of linguistics which seeks to compare two or more languages or subsystems of languages with the aims at describing the similarities and differences between them. According to Fisiak: 1, contrastive linguistics is a sub-discipline of linguistics concerned with “the comparison of two or more languages (subsystem of languages) in order to determine both differences and similarities that hold between them”, (1980:1).
3. Base Concept Contrastive Analysis
the determining of contrastive analysis into language studies are based on the following theoretical assumptions as follows:
a. Material of the language study which effectively is the material which is based on the language description, (Fries, 1945).
b. By contrasting the L1 with the L2 can predict and decsribe the patterns that will cause difficulty and easy of studying language ( Lado, 1957).
c. The changing that should be occured on the people behaviour that study foreign language can be similarited with the different inter- language structure and students culture with language structure which will be learned, ( Wardhaugh, 1970).
4. Base Thoughts in doing Contrastive Analysis
1. The strong version: Fries
Filosofi penerjemahan (Philosophical theories of translation) terkait dengan penjabaran dari beberapa ahli yaitu: 1) Hermeneutics (the theory of interpretation of meaning), linked to the German Romantics. 2) Steiner’s hermeneutic motion, the four moves of translation. 3) Pound: the energy of language, using archaism to overturn the literary poetics of the time, an early foreignization. 3) Benjamin: the ‘pure’language of interlinear translation. 4) Derrida: deconstruction and the undermining of basic premises of linguistic translation theory.
n this era of globalization The international relationship in every sector is significant. Accordingly, the
translation works in various subject fields are strongly needed . In order to fulfill such needs, the linguists and
translators play important roles to produce good translation works as fast as possible.The question is that how fast
a translation work could be done, and how could translation work be categorized as a good one. This writing aims
to discuss some of specific problems facing the translators in the case of texts from various European languages into
English and some examples into Indonesian. These problems are of both a linguistic and non-lingistic character.The
writing is descriptive in nature and based on the library research.
Peta Konsep Studi Pemerolehan Bahasa (Al-Ikhtisab Al-Lughah). Pelbagai Topik;
Ragam dan Tipe Analisis dalam SLA, Akuisisi Bahasa Kedua, Psikolinguistik, Sosiolinguistik SLA, Melihat Aspek Sosial, Model Alternatif Presentasi Pengetahuan, Interlanguage, Teori Sosiolinguistik, Analysis Discourse, Analisis Kontrasif & Analisis Kesalahan Berbahasa. Pemeroelahan Bahasa Kedua (penelitian).
Prod. Dr. Mamlu'atul Hasanah.
Kampung Keluarga Berkualitas merupakan salah satu wadah yang sangat strategis untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Bangga Kencana secara utuh di lini
lapangan dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan Desa
1. MAKALAH
KOMPETENSI BELAJAR BAHASA DAN
PENGEMBANGANNYA
Dosen Pengampu :
AHMAD ILZAMUL HIKAM,M.Pd
Disusun Oleh :
NURUL HIDAYATI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM ZAINUL HASAN GENGGONG KRAKSAAN
PROBOLINGGO
2021-2022
2. 1
PEMBAHASAN
A. Kompetensi Sosiolinguistik
Istilah kompetensi linguistik mengacu pada pengetahuan tata bahasa bawah sadar
yang memungkinkan pembicara untuk menggunakan dan memahami suatu bahasa. Juga
dikenal sebagai kompetensi gramatikal atau I-bahasa . Berbeda dengan kinerja linguistik .
Seperti yang digunakan oleh Noam Chomsky dan ahli bahasa lainnya , kompetensi
linguistik bukanlah istilah evaluatif. Sebaliknya, ini mengacu pada pengetahuan linguistik
bawaan yang memungkinkan seseorang untuk mencocokkan suara dan makna. Dalam
Aspects of the Theory of Syntax (1965), Chomsky menulis, "Dengan demikian kami
membuat perbedaan mendasar antara kompetensi (pengetahuan pembicara-pendengar
tentang bahasanya) dan kinerja. (penggunaan bahasa yang sebenarnya dalam situasi
konkret). "Di bawah teori ini, kompetensi linguistik hanya berfungsi" dengan benar "di
bawah kondisi ideal, yang secara teoritis akan menghilangkan hambatan memori,
gangguan, emosi, dan faktor lain yang mungkin menyebabkan penutur asli yang fasih
pembicara membuat atau gagal untuk memperhatikan kesalahan tata bahasa. Ini terkait
erat dengan konsep tata bahasa generatif , yang berpendapat bahwa semua penutur asli
suatu bahasa memiliki pemahaman bawah sadar tentang "aturan" yang mengatur bahasa.
Kompetensi linguistik merupakan pengetahuan tentang bahasa, tetapi pengetahuan
itu diam-diam, tersirat. Ini berarti bahwa orang tidak memiliki akses sadar ke prinsip dan
aturan yang mengatur kombinasi suara, kata, dan kalimat; namun, mereka mengenali
kapan aturan itu dan prinsip-prinsip telah dilanggar Misalnya, ketika seseorang menilai
bahwa kalimat John mengatakan bahwa Jane membantu dirinya sendiri tidak sesuai tata
bahasa, itu karena orang tersebut memiliki pengetahuan diam-diam tentang prinsip tata
bahasa sehingga kata ganti refleksif harus mengacu pada NP di klausa yang sama . " (Eva
M. Fernandez dan Helen Smith Cairns, Fundamentals of Psycholinguistics . Wiley-
Blackwell, 2011).
B. Pengertian Kompetensi Pragmatik
Kompetensi pragmatik merupakan kompetensi yang berdiri sendiri yaitu
kemampuan yang memungkinkan pengguna bahasa untuk menghubungkan aspek-aspek
3. 2
kebahasaan dengan konteks penggunaannya (knowledge that enables language users to
relate linguistic).
Kompetensi pragmatik secara umum dirumuskan oleh Hymes (1972) dalam
pertanyaannya apakah dan sejauh mana ujaran yang digunakan penutur sesuai dengan
kontek penggunaannya, dan diisyaratkan sebagai „the rules of use without which the rules
of grammar will be useless‟ (1972:278). Kompetensi pragmatik yang dikemukakan oleh
Hymes diformulasikan menjadi beberapa konsepsi, yaitu secara implisit dikemukakan
sebagai pengetahuan sosiolinguistik (Canale dan Swain, 1980), kaidah penggunaan bahasa
(a rule of language use) (Canale, 1983), komponen yang memungkinkan pengguna bahasa
untuk menghubungkan arti dan maksud ujaran dengan konteks penggunaannya (Bachman,
1990), dan kemampuan aksional yakni kemampuan mengungkapkan dan memahami
maksud atau tujuan komunikasi melalui penggunaan fungsi bahasa (language fuction) dan
tindak tutur (speech act) (Celce-Murcia et al., 1995). Apabila mengacu pada pembagian
aspek pragmatik oleh Leech (1983), maka kemampuan pragmatik dapat dibagi menjadi
dua yaitu kemampuan sosiopragmatik dan pragmalinguisitk. Kemampuan yang pertama
merupakan kemampuan untuk meggunakan bahasa sesuai dengan konteks sosial tertentu
atau kondisi sosial tertentu yang difahami oleh penutur and petutur. Sedangkan
kemampuan yang kedua merupakan kemampuan untuk menggunakan bentuk-bentuk
linguisitk tertentu yang dipergunakan oleh penutur asli untuk mengungkapkan ilokusi-
ilokusi tertentu Kompetensi pragmatik secara umum dirumuskan oleh Hymes (1972)
dalam pertanyaannya apakah dan sejauh mana ujaran yang digunakan penutur sesuai
dengan kontek penggunaannya, dan diisyaratkan sebagai „the rules of use without which
the rules of grammar will be useless‟ (1972:278). Kompetensi pragmatik yang
dikemukakan oleh Hymes diformulasikan menjadi beberapa konsepsi, yaitu secara implisit
dikemukakan sebagai pengetahuan sosiolinguistik (Canale dan Swain, 1980), kaidah
penggunaan bahasa (a rule of language use) (Canale, 1983), komponen yang
memungkinkan pengguna bahasa untuk menghubungkan arti dan maksud ujaran dengan
konteks penggunaannya (Bachman, 1990), dan kemampuan aksional yakni kemampuan
mengungkapkan dan memahami maksud atau tujuan komunikasi melalui penggunaan
fungsi bahasa (language fuction) dan tindak tutur (speech act) (Celce-Murcia et al., 1995).
Apabila mengacu pada pembagian aspek pragmatik oleh Leech (1983), maka kemampuan
pragmatik dapat dibagi menjadi dua yaitu kemampuan sosiopragmatik dan
pragmalinguisitk. Kemampuan yang pertama merupakan kemampuan untuk meggunakan
4. 3
bahasa sesuai dengan konteks sosial tertentu atau kondisi sosial tertentu yang difahami
oleh penutur and petutur. Sedangkan kemampuan yang kedua merupakan kemampuan
untuk menggunakan bentuk-bentuk linguisitk tertentu yang dipergunakan oleh penutur asli
untuk mengungkapkan ilokusi-ilokusi tertentu
C. Pengertian Kompetensi Berbahasa
Kompetensi berbahasa mencakup empat keterampilan, yaitu menyimak,berbicara,
membaca, dan menulis. Kompetensi berbahasa merupakan tindak memergunakan bahasa
secara nyata untuk tujuan berkomunikasi. Kegiatan berbahasa atau kompetensi berunjuk
kerja bahasa merupakan manifestasi nyata kompetensi kebahasaan seseorang. Tinggi
rendahnya kompetensi kebahasaan seseorang pada umumnya tercermin dalam
kemampuan berbahasanya.
Berbagai aspek kebahasaan dan fungsi komunikatif pemahaman dan penggunaan
bahasa haruslah terintegrasi dalam tes kompetensi berbahasa. Artinya, melalui tes
kebahasaan akan diukur pengetahuan kebahasaan seseorang, tetapi ia harus terintegrasi
dalam bentuk pemahaman dan penggunaan Bahasa secara wajar dan kontekstual. Tes
kebahasaan yang dimaksudkan untuk mengukur kompetensi gramatikal yang merupakan
kemampuan dasar untuk berkomunikasi memang perlu mendapatkan perhatian tersendiri.
Akan tetapi, ia tidak boleh lepas dari fungsi komunikatif bahasa, dan jika dipaksakan akan
berubah menjadi jenis tes kebahasaan yang lain yang tidak mengukur kompetensi
berbahasa. Dengan demikian, tes kompetensi berbahasa akan berwujud tes kebahasaan,
pemahaman, dan penggunaan bahasa. Secara konkret, tes kompetensi berbahasa akan
melibatkan keempat aspek itu harus kontekstual. Artinya, ia harus berada dalam situasi
pemakaian yang sesungguhnya, wajar, dan berada dalam konteks tertentu. Jika
mengabaikan hal-hal tersebut, tes terhadap keempat keterampilan berbahasa itu pun dapat
terjerumus ke dalam tes yang terisolasi dan artifisial. Kecenderungan tes yang demikian
inilah sebenarnya yang merupakan masalah dalam tes bahasa dewasa ini (Brown,
2004:10).
Dewasa ini tes tradisional masih saja digunakan dalam pengukuran kompetensi
berbahasa. Tes tradisional di sini dimaksudkan sebagai tes yangmemiliki karakteristik
yang hanya menuntut aktivitas seseorang untuk memilih jawaban, menunjukkan
penguasaan pengetahuan, memanggil kembali atau rekognisi. Jika demikian, tinggi
rendahnya skor seseorang belum tentu sekaligus mencerminkan tingkat kompetensinya.
5. 4
Berbagai bentuk soal tes yang telah menyediakan jawaban, misalnya bentuk soal
tes objektif seperti benar-salah dan pilihan ganda, merupakan contoh tes tradisional.
Berbagai soal yang mengukur kompetensi bahasa seperti tes struktur dan kosakata, apalagi
yang bersifat diskret jelas dikategorikan sebagai soal tes tradisional. Bahkan, soal-soal
yang mengukur kompetensi berbahasa seperti menyimak dan membaca yang dibuat dalam
bentuk pilihan ganda juga dapat dikategorikan sebagai tes tradisional. Berbagai ujian yang
mempergunakan soal pilihan ganda, misalnya ulangan umum, ujian semester, ujian masuk
perguruan tinggi, ujian masuk pegawai, juga masuk kategori tes tradisional.
6. 5
DAFTAR PUSTAKA
“Apa itu Kompetensi Lingustik” 21 jan 2020,hhtp://greelane.com/id/sastra/inggris/what-is-
linguitic-competence-1691123.(05 jul 2021)
Diana, Tustiantina “Tinjauan Pragmatik Dalam Keterampilan Berbicara”05 apr 2017,
hhtp://garuda.ristekbrin.go.id/documents/detail/1074935.(05 jul 2021)