1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini mobilitas masyarakat yang sangat tinggi menyebabkan pergerseran pola
hidup yang mengutamakan efisiensi waktu dalam berbagai aspek kehidupan sehari – hari.
Salah satunya adalah pergeseran pola makan masyarakat dari pola makan tradisional beralih
ke pola makan modern yang lebih mengutamakan makanan – makanan cepat saji (fastfood).
Padahal dilihat dari segi kecukupan gizinya, fastfood sangat jauh dari tipe makanan sehat.
Dr.Fauzi Yahya mengatakan bahwa fastfood merupakan makanan yang tinggi kolesterol dan
berbahaya bagi kesehatan terutama jantung. Kolesterol yang melebihi kadar normalnya akan
menyebabkan terjadinya serangan jantung. Aritonang ( dalam Yahya, 2010 ) mendefinisikan
serangan jantung adalah “suatu kondisi ketika kerusakan dialami oleh bagian otot jantung
(myocardium) akibat berkurangnya pasokan darah ke area otot secara mendadak.
Berkurangnya pasokan darah ke jantung secara tiba- tiba dapat terjadi ketika salah satu nadi
koroner terblokade selama beberapa saat, entah akibat spasme ( mengencangnya nadi
koroner) atau akibat penggumpalan darah (thrombus)”. Berkurangnya pasokan darah ke
jantung ini akan berakibat otot jantung rusak secaya permanen. Gejala ini menurut Dr. Fauzi
Yahya bisa terjadi pada siapapun dan tidak lepas dari gaya hidup yang tidak teratur. Serangan
jantung bisa berakhir dengan sudden death, kematian yang tidak terduga atau proses kematian
yang terjadi cepat. Serangan jantung ini bisa mengganggu dan bahkan menghentikan irama
jantung.
Penyakit jantung koroner yang termasuk bagian dari penyakit kardiovaskular
merupakan penyakit yang menjadi wabah di dunia modern saat ini. Laporan Badan
Kesehatan Dunia (WHO), September 2009 menyebutkan bahwa penyakit tersebut merupakan
penyebab kematian pertama sampai saat ini. Pada 2004, diperkirakan 17,1 juta orang
meninggal karena PJK. Angka ini merupakan 29% dari penyebab kematian global, dengan
perincian 7,2 juta meninggal karena PJK dan sekitar 5,7 juta orang meninggal karena stroke.
Sementara itu data dari negara kita, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 yang
dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan republik Indonesia, menyebutkan bahwa penyebab
kematian utama di Indonesia adalah stroke yaitu sebesar 26,9% dari seluruh penyebab
kematian sedangkan kematian akibat PJK sebesar 9,3%. Dengan demikian apabila kedua
penyakit tersebut digabung sebagai penyakit kardiovaskular, maka penyakit kardiovaskular
2. tetap sebagai penyebab kematian utama di Indonesia, sebesar 36,2% dari seluruh penyebab
kematian ( Santoso, 2010 ). Penyakit jantung koroner ( PJK ) merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting karena morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi. Ditinjau dari segi
pembiayaan, akibat waktu perawatan dan biaya pengobatan penyakit jantung koroner
serta pemeriksaan penunjangnya, tentu tidak sedikit. Belum lagi keberhasilan
pengobatan sangat bergantung kepada kecepatan penanganan penyakit. Oleh karena
itu upaya pencegahan PJK sangat bermanfaat karena sudah pasti lebih murah dan
lebih efektif. Anis dalam bukunya “Waspada Ancaman Penyakit tidak Menular” menjelaskan
bahwa penyebab PJK secara pasti belum diketahui, meskipun demikian secara umum dikenal
berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya PJK yang disebut sebagai faktor
risiko PJK. Berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologis prospektif, misalnya penelitian
Framingham, Multiple Risk Factors Interventions Trial dan Minister Heart Study
(PROCAM), diketahui bahwa faktor risiko seseorang untuk menderita PJK ditentukan
melalui interaksi dua atau lebih faktor risiko seperti misalnya hipertensi, keturunan, umur,
jenis kelamin, obesitas dan stress (Soeharto, 2004).
Kini telah banyak macam pengobatan ataupun pencegahan penyakit jantung koroner
yang ditawarkan, mulai dari pengobatan secara medis maupun nonmedis. Dr. R. H. Su’dan
menjelaskan bahwa pengobatan penyakit jantung koroner secara medis dilakukan dengan
cara operasi by-pass menggunakan stent (cincin kawat) dan balon. Tapi kini ada alternatif
lain yaitu dengan melakukan balon yang di dalamnya ada obat (drug eluted baloon/DEB).
Pada intinya kedua pengobatan medis ini berfungsi untuk memperlebar jalur arteri (pembuluh
darah) sehingga aliran darah bisa kembali lancar. Dengan metode DEB, maka pembuluh
darah bisa melebar kembali dengan bantuan balon dan obat (paclitaxel) yang terkandung di
dalamnya, obat ini akan terserap dengan cepat dan mencegah timbulnya kerak baru. Namun
pengobatan secara medis tentu saja membutuhkan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu
masyarakat juga harus mengetahui beberapa alternatif pengobatan ataupun pencegahan
penyakit jantung koroner secara alami. Pengobatan ataupun pencegahan penyakit jantung
koroner secara alami dapat dilakukan dengan mengkonsumsi ekstrak dari beberapa tanaman
yang diyakini mampu mengobati penyakit jantung koroner, diantaranya buah mengkudu,
buah manggis dan seledri. Dari ketiga alternatif alami ini, yang paling mudah didapatkan
adalah seledri ( Apium graveolens). Penggunaan seledri sebagai alternatif alami untuk PJK
masih belum banyak diketahui oleh masyarakat, begitu pula dengan cara pengolahannya.
Untuk itu dibutuhkan publikasi yang lebih luas lagi tentang fungsi seledri sebagai alternatif
alami pencegahan ataupun penyembuhan penyakit jantung koroner.
3. B. Rumusan Masalah
a. Apa sajakah yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner?
b. Bagaimana pencegahan dan penyembuhan penyakit jantung koroner secara non
medis dengan herba seledri?
C. Tujuan
Penulisan karya ilmiah ini antara lain bertujuan untuk :
a. Mengidentifikasi faktor – faktor penyebab penyakit jantung koroner
b. Mengetahui cara pencegahan dan pengobatan penyakit jantung koroner dengan
herba seledri ( Apium graveolens)
D. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi di bidang kesehatan
pada khususnya antara lain :
a. Masyarakat mampu mengetahui faktor – faktor penyebab dari penyakit jantung
koroner
b. Meluasnya publikasi tentang seledri ( Apium graveolens) sebagai herbal yang
dapat digunakan untuk mencegah ataupun mengobati penyakit jantung koroner di
kalangan masyarakat
E. Metodologi Penulisan
Untuk mengetahui secara menyeluruh isi karya tulis ini, maka digunakan metodologi
penulisan yang terdiri dari IV bab, yaitu :
a. BAB I : Pendahuluan yang beririsi tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat dan metodologi penulisan
b. BAB II : Tinjauan pustaka yang berisi teori – teori hasil studi literatur meliputi
penyakit jantung koroner dan cara mengatasinya secara medis maupun non medis
c. BAB III : Pembahasan dari kajian literatur yang ada
d. BAB IV : Kesimpulan dan saran
4. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Jantung Koroner
Hayes ( dalam Supriyono, 2004) menjelaskan bahwa penyakit jantung koroner (PJK)
adalah penyakit jantung dan pembuluh darah yang disebabkan karena penyempitan arteri
koroner. Penyempitan pembuluh darah terjadi karena proses aterosklerosis atau spasme atau
kombinasi keduanya. Aterosklerosis yang terjadi karena timbunan kolesterol dan jaringan
ikat pada dinding pembuluh darah secara perlahan-lahan, hal ini sering ditandai dengan
keluhan nyeri pada dada. Pada waktu jantung harus bekerja lebih keras terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan oksigen, hal inilah yang menyebabkan nyeri
dada. Kalau pembuluh darah tersumbat sama sekali, pemasokan darah ke jantung akan
terhenti dan kejadian inilah yang disebut dengan serangan jantung.
Sedangkan menurut Hariadi, penyakit jantung koroner (PJK) merupakan kelainan
pada satu atau lebih pembuluh arteri koroner dimana terdapat penebalan dinding dalam
pembuluh darah (intima) disertai adanya aterosklerosis yang akan mempersempit lumen arteri
koroner dan akhirnya akan mengganggu aliran darah ke otot jantung sehingga terjadi
kerusakan dan gangguan pada otot jantung. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya
Penyakit Jantung Koroner (PJK) sehingga usaha pencegahan harus bentuk multifaktorial
juga. Pencegahan harus diusahakan sedapat mungkin dengan cara pengendalian faktor faktor
resiko PJK dan merupakan hal yang cukup penting dalam usaha pencegahan PJK, baik primer
maupun sekunder (Djohan, 2004).
Pencegahan primer lebih ditujukan pada mereka yang sehat tetapi mempunyai resiko
tinggi, sedangkan sekunder merupakan upaya memburuknya penyakit yang secara klinis telah
diderita. Berbagai Penelitian telah dilakukan selama 50 tahun lebih dimana didapatlah variasi
insidens PJK yang berbeda pada geografis dan keadaan sosial tertentu yang makin meningkat
sejak tahun 1930 dan mulai tahun 1960 merupakan Penyebab Kematian utama di negara
Industri. Mengapa didapatkan variasi insidens yang berbeda saat itu belum diketahui dengan
pasti, akan tetapi didapatkan jelas terjadi pada keadaan keadaan tertentu. Penelitian
epidemiologis akhirnya mendapatkan hubungan yang jelas antara kematian dengan pengaruh
keadaan sosial, kebiasaan merokok, pola diet, exercise, dsb yang dapat dibuktikan faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya PJK antara lain: umur, kelamin ras, geografis,
5. keadaan sosial, perubahan masa, kolesterol, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, exercise,
diet, perilaku dan kebiasaan lainnya, stress serta keturunan (Djohan, 2004).
Faktor – faktor yang mempengaruhi penyakit jantung koroner antara lain :
A. Faktor Utama
1. Hipertensi
Menurut Sutomo, yang dikutip Djohan (2004) menyatakan bahwa hipertensi
merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya PJK. Penelitian di berbagai
tempat di Indonesia (1978) prevalensi Hipertensi untuk Indonesia berkisar 6-15%, sedang di
negara maju misal : Amerika 15-20%. Lebih kurang 60% penderita Hipertensi tidak
terdeteksi, 20% dapat diketahui tetapi tidak diobati atau tidak terkontrol dengan baik.
Penyebab kematian akibat Hipertensi di Amerika adalah Kegagalan jantung 45%, Miokard
Infark 35% cerebrovaskuler accident 15% dan gagal ginjal 5%. Komplikasi yang terjadi pada
hipertensi esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama
terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertropi dari tunika
media diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan
akhirnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah
bila mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik, arteri koroner dan serebral serta
pembuluh darah ginjal. Komplikasi terhadap jantung Hipertensi yang paling sering adalah
Kegagalan Ventrikel Kiri, PJK seperti angina Pektoris dan Miokard Infark. Dari penelitian
50% penderita miokard infark menderita Hipertensi dan 75% kegagalan Ventrikel kiri akibat
Hipertensi. Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena :
a. Meningkatnya tekanan darah.
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga
menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard).
Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.
b. Mempercepat timbulnya arterosklerosis.
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap
dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis
koroner (faktor koroner) Hal ini menyebabkan angina pektoris, Insufisiensi koroner dan
miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding orang normal.
Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar. Kejadian PJK pada
6. hipertensi sering dan secara langsung berhubungan dengan tingginya tekanan darah sistolik.
Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan
hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pectoris dan miokard infark.
Juga pada penelitian tersebut didapatkan penderita hipertensi yang mengalami miokard infark
mortalitasnya 3x lebih besar dari pada penderita yang normotensi dengan miokard infark.
Tekanan darah gistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar. Kejadiannya PJK pada
hipertensi sering ditemukan dan secara langsung berhubungan dengan tingginya tekanan
darah sitolik. Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun
mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pektoris dan
miokard infark (Djohan, 2004). Menurut Sato, yang dikutip Supriyono (2004), secara klinis,
untuk mendiagnosis infark miokard diperlukan 2 (dua) dari 3 (tiga) kriteria sebagai berikut :
1. Terdapat riwayat klinis : perasaan tertekan dan nyeri pada dada (ulu hati), selama
30 menit atau lebih.
2. Perubahan gambaran ECG : segmen ST elevasi lebih dari 0,2 mV paling sedikit
2(dua) precordial leads, depresi segmen ST lebih besar dari 0,1 mV paling sedikit 2(dua)
leads, ketidaknormalan gelombang Q atau inversi gelombang T paling sedikit2 (dua) leads.
3. Peningkatan konsentrasi serum kreatinin kinase 2 (dua) kali lebih besar dari nilai
normal pada pemeriksaan laboratorium.
2. Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena termasuk faktor
resiko utama PJK di samping Hipertensi dan merokok. Kadar Kolesterol darah dipengaruhi
oleh susunan makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh (diet). Faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi kadar kolesterol darah disamping diet adalah Keturunan, umur, dan jenis
kelamin, obesitas, stress, alkohol, exercise (Djohan, 2004). Beberapa parameter yang dipakai
untuk mengetahui adanya resiko PJK dan hubungannya dengan kadar kolesterol darah:
a. Kolesterol Total.
Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200 mg/dl berarti resiko
untuk terjadinya PJK meningkat .
Kadar kolesterol Total
Normal Agak Tinggi ( pertengahan) Tinggi
<200 mg/dl 200-239 mg/dl >240 mg/dl
7. b. LDL Kolesterol dan HDL Kolesterol
Menurut Kravitz, LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol
yang bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar LDL yang meninggi
akan rnenyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat
sebagai penunjuk untuk mengetahui resiko PJK dari pada kolesterol total.
Kadar LDL kolesterol
Normal Agak Tinggi ( pertengahan) Tinggi
<130 mg/dl 130-159 mg/dl >160 mg/dl
HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol yang bersifat
baik atau menguntungkan (good cholesterol) : karena mengangkut kolesterol dari pembuluh
darah kembali ke hati untuk di buang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah
atau mencegah terjadinya proses arterosklerosis (Reda, 2011).
Kadar HDL kolesterol
Normal Agak Tinggi ( pertengahan) Tinggi
<45 mg/dl 35-45 mg/dl >35 mg/dl
Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan terjadinya PJK. Kadar
HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise dan
berhenti merokok. Clearfield menyebutkan bahwa dislipidemia diyakini sebagai faktor risiko
mayor yang dapat dimodifikasi untuk perkembangan dan perubahan secara progresif atas
terjadinya PJK. Kolesterol ditranspor dalam darah dalambentuk lipoprotein, 75 % merupakan
lipoprotein densitas rendah (low density liproprotein/LDL) dan 20 % merupakan lipoprotein
densitas tinggi (high density liproprotein/HDL). Kadar kolesterol HDL-lah yang rendah
memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL dan
insiden PJK. Pada laki-laki usia pertengahan (45 s.d 65 tahun) dengan tingkat serum
kolesterol yang tinggi (kolesterol : > 240 mg/dL dan LDL kolesterol : > 160 mg/dL) risiko
terjadinya PJK akan meningkat. Pemberian terapi dengan pravastatin dapat menurunkan rata-
rata kadar LDL kolesterol sebesar 32 %, pasien yang mendapatkan pengobatan dengan
pravastatin terhindar dari kejadian PJK sebesar 24 % dibandingkan dengan kelompok placebo
(Supriyanto, 2004). Selain itu juga studi yang dilakukan para ahli menyebutkan bahwa asam
lemak omega-3 dapat menurunkan kolesterol LDL, mengurangi kadar trigliserid dan
8. meningkatkan kolesterol HDL. Beberapa vitamin diduga mempunyai efek protektif
terhadap aterosklerosis, salah satunya adalah vitamin C dan E sebagai anti oksidan guna
mencegah oksidasi lipid pada plak.
d. Kadar Trigliserida
Trigliserid didalam yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak
tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar triglisarid yang tinggi merupakan faktor resiko untuk
terjadinya PJK.
Kadar Trigliserid
Normal Agak Tinggi Tinggi Sangat Tinggi
<150 mg/dl 150-250 mg/dl >250-500 mg/dl >500 mg/dl
Kadar trigliserid perlu diperiksa pada keadaan sbb : Bila kadar kolesterol total > 200
mg/dl, PJK, ada keluarga yang menderita PJK < 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan kadar
trigliserid yang tinggi, ada penyakit DM & pankreas.
3. Merokok.
Djohan menyebutkan bahwa saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu
faktor resiko utama PJK disamping hipertensi dan hiperkolesterolami. Orang yang merokok
lebih dari 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama
resiko lainnya. Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada
laki-laki perokok 10X lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok
4.5X lebih dari pada bukan perokok. Efek rokok adalah Menyebabkan beban miokard
bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi 02 akibat
inhalasi co atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan Tahikardi, vasokonstrisi
pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10 %. Hb
menjadi carboksi -Hb. Disamping itu dapat menurunkan HDL kolesterol tetapi
mekanismenya belum jelas . Makin banyak jumlah rokok yang dihidap, kadar HDL kolesterol
makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar
dibandingkan laki – laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV abnormal pada
diabetes disertai obesitas dan hipertensi, sehingga orang yan gmerokok cenderung lebih
mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan perokok. Apabila berhenti merokok
penurunan resiko PJK akan berkurang 50 % pada akhir tahun pertama setelah berhenti
merokok dan kembali seperti yang tidak merokok setelah berhenti merokok 10 tahun
(Djohan, 2004).
9. B. Faktor Lainnya
1. Obesitas
Walker menjelaskan bahwa terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan risiko
peningkatan PJK, hipertensi, angina, stroke, diabetes dan merupakan beban penting pada
kesehatan jantung dan pembuluh darah. Data dari Framingham menunjukkan bahwa apabila
setiap individu mempunyai berat badan optimal, akan terjadi penurunan insiden PJK
sebanyak 25 % dan stroke/cerebro vascular accident (CVA) sebanyak 3,5 %. Penurunan
berat badan diharapkan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki sensitivitas insulin,
pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia. Hal tersebut ditempuh dengan cara
mengurangi asupan kalori dan menambah aktifitas fisik. Disamping pemberian daftar
komposisi makanan , pasien juga diharapkan untuk berkonsultasi dengan pakar gizi secara
teratur (Supriyanto, 2004).
2. Umur
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK. Sebagian
besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan
bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur
20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan
sebelum menopause ( 45-0 tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama.
Setelah menopause kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada
laki-laki (Djohan, 2004).
3. Exercise
Kravitz menjelaskan bahwa exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
memperbaiki kolesterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi. Exercise bermanfaat
karena :
• Memperbaiki fungsi paru dan pemberian 02 ke miokard
• Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-sama dengan
menurunkan LDL kolesterol.
• Membantu menurunkan tekanan darah
• Meningkatkan kesegaran jasmani.
4. Perubahan Keadaan Sosial dan Stress
Perubahan angka kematian yang menyolok terjadi di Inggris dan Wallas . Korban
serangan jantung terutama terjadi pada pusat kesibukan yang banyak mendapat stress.
10. Penelitian Supargo dkk ( 1981-1985 ) di FKUI menunjukkan orang yang stress 1 1/2 X lebih
besar mendapatkan resiko PJK stress disamping dapat menaikkan tekanan darah juga dapat
meningkatkan kadar kolesterol darah.
5. Diabetes
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit
pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko PJK 50 %
lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuaan resikonya menjadi 2x lipat
(Djohan, 2004). Supriyanto juga menjelaskan bahwa penderita dibetes mellitus cenderung
untuk mengalami atherosclerosis pada usia yang lebih dini dan penyakit yang ditimbulkan
lebih cepat dan lebih berat pada penderita diabet dari pada nondiabet. Insulin memainkan
peran utama dalam metabolisme lipid dan kelainan-kelainan pada lipid seringkali ditemukan
pada penderita diabetes. Kolesterol serum dan kolesterol lipoprotein berdensitas rendah
sering lebih tinggi pada pasien diabetes dan juga lipoprotein berdensitas tinggi lebih rendah
pada pasien diabetetes.
6. Diet
Djohan mengatakan bahwa didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan
jumlah lemak di dalam susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika rata-
rata mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi.
Sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang
jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari
pada Amerika. Beberapa peetunjuk diet untuk menurunkan kolesterol :
• Makanan harus mengandung rendah lemak terutama kadar lemak jenuh tinggi.
• Mengganti susunan makanan dengan yang mengandung lemak tak jenuh.
• Makanan harus mengandung rendah kolesterol.
• Memilih makanan yang tinggi karbohidrat atau banyak tepung dan Berserat
• Makanan mengandung sedikit kalori bila berat badan akan diturunkan padta obesitas
dan memperbanyak exercise.
7. Perilaku dan Kebiasaan Lainnya
Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun 1950 yaitu : Tipe A dan
Tipe B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk berhasil, gemar berkompetisi, agresif, ambisi,
ingin cepat dapat menyelesaikan pekerjaan dan tidak sabar.Sedangkan tipe B lebih santai dan
tidak terikat waktu . Resiko PJK pada tipe A lebih besar daripada tipe B.
11. B. Cara Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner
1. Penyembuhan secara Medis
Su’dan mengatakan bahwa selama ini orang hanya tahu pengobatan untuk jantung
koroner adalah dengan cara operasi by-pass, menggunakan stent (cincin kawat) dan balon.
Tapi kini ada alternatif lain yaitu dengan melakukan balon yang di dalamnya ada obat (drug
eluted baloon/DEB). Pada intinya semua pengobatan yang ada untuk jantung koroner
berfungsi untuk memperlebar jalur arteri (pembuluh darah) sehingga aliran darah bisa
kembali lancar. Dengan metode DEB, maka pembuluh darah bisa melebar kembali dengan
bantuan balon dan obat (paclitaxel) yang terkandung di dalamnya, obat ini akan terserap
dengan cepat dan mencegah timbulnya kerak baru. "Angka kekambuhan jika menggunakan
balon saja sebesar 30 sampai 50 persen, dengan menggunakan stent sebesar 15 sampai 20
persen sedangkan jika menggunakan DEB maka angka kekambuhannya hanya 1 digit sekitar
5 persen saja," ujar Prof. Dr. dr Teguh Santoso, SpPD, KKV, SpJP, FIHA, FACC, FESC
dalam acara seminar pengobatan penyakit jantung koroner dengan teknik 'Sequent Please', di
RS Medistra, Jakarta (Majalah Medika, 2005).
Pratanu menjelaskan bahwa jika menggunakan DEB, balon yang dimasukkan dengan
menggunakan kateter akan mengembang selama 30 detik di daerah pembuluh darah yang
menyempit lalu obat yang ada di dalamnya akan meresap ke pembuluh darah. Dalam waktu
10 detik obat akan terdistribusi di pembuluh darah. Teknik ini tidak menimbulkan efek
samping ataupun peradangan dan obat pengencer darah yang harus dikonsumsi pasien hanya
3 bulan saja. "Jika menggunakan stent, waktu rilisnya lama dan dosis obat yang digunakan
sedikit. Sedangkan dengan DEB waktu yang butuhkan lebih cepat dan dosis obatnya bisa
lebih besar," ujar Martin Unverdorben, Medical Doctor dan Corporate Vice President
Scientific Affairs Bbraun (Majalah Medika, 2005).
Teguh mengungkapkan di Asia kasus yang banyak terjadi adalah adanya
penyumbatan pembuluh darah kecil dan untuk mengatasinya paling efektif jika menggunakan
teknik DEB. Karena stent terkecil berukuran 2,25 mm saja dan tidak bisa menjangkau semua
daerah pembuluh darah seperti percabangan atau daerah pembuluh darah yang panjang.
Selain itu jika menggunakan stent tidak semua bagian terpapar obat, seperti pada celah-celah
stent tidak terdapat obat sehingga memungkinkan timbulnya kerak kembali. Sedangkan pada
DEB distribusi obat merata dan tidak meninggalkan apapun di dalam pembuluh darah
sehingga mencegah terjadinya trombosis (pembekuan darah). "Biasanya jika setelah 6 bulan
semua berjalan dengan baik dan tidak ada masalah, maka seterusnya juga akan tetap baik,"
ujar Teguh (Majalah Medika, 2005).
12. Pengobatan untuk penyakit jantung koroner bersifat 'spot treatment', artinya semua
pasien yang telah mendapatkan pengobatan harus melakukan perubahan gaya hidup atau
perilakunya agar tidak terjadi penyempitan kembali di tempat lain. Salah satunya adalah
dengan berhenti merokok, karena penderita jantung koroner di bawah usia 40 tahun hampir
semuanya adalah perokok (Pratanto, 2010).
2. Penyembuhan secara Non Medis
Penyembuhan secara non medis dapat dilakukan dengan menggunakan alternatih
bahan – bahan alami atau herbal. Herbal yang dapat digunakan untuk terapi alternatif penyakit
jantung koroner adalah seledri ( Apium graveolens). Seperti yang dijelaskan oleh Murchami
bahwa Tekanan darah sering merupakan akar penyebab stroke, penyakit jantung koroner dan
gagal ginjal. Remedi Cina yang teruji untuk kondisi ini adalah jus seledri, bisa dibuat dengan
juicer atau blender. Minum 2 sampai 3 gelas isi 230 ml setiap hari selama sebulan dapat
membantu mencegah tekanan darah tinggi atau memulihkan ke tekanan darah normal. Selain
itu, seledri juga berkhasiat mencegah gout (asam urat) dan kondisi-kondisi arthritis lainnya.
Studi-studi juga menemukan, seledri kaya sejumlah senyawa anti-inflammatory (kemampuan
mengurangi peradangan) . Antara lain apigenin, sejenis senyawa COX inhibiting (menghambat
enzim cyclooxygenase) yang serupa dengan beberapa obat anti-inflammatory. Dengan minum
jus seledri, anda mendapatkan khasiat ini tanpa efek samping. Murchami juga menjelaskan
beberapa manfaat yang lain dari seledri yaitu :
Sumber yang kaya sodium dan potasium sehingga jus seledri bisa dijadikan minuman
pengganti elektrolit yang baik, cocok bagi pediet dan untuk mengrehidrasi tubuh
sesudah berolahraga.
Menenangkan dan meredakan stres, menurunkan tekanan darah.
Mengandung senyawa coumarin yang dikatakan berkhasiat anti kanker dan dapat
membantu migraine.
Diuretik alamiah, membantu mengeluarkan racun dari tubuh.
Beberapa nilai nutrisi seledri antara lain :
Vitamin. Sumber yang baik dari folic acid dan vitamin A dengan jumlah vitamin C
yang lebih sedikit serta vitamin B kompleks.
Mineral. Terutama kaya potasium dan sodium, seledri juga mengandung kalsium,
karoten, magnesium, phosphorus dan silicon.