13. hbl,maghfira arsyfa ganivy,hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, univ...Maghfira Arsyfa Ganivy
Â
HAKI merupakan hak eksklusif yang diberikan negara kepada seseorang, sekelompok
orang, maupun lembaga untuk memegang kuasa dalam menggunakan dan mendapatkan
manfaat dari kekayaan intelektual yang dimiliki atau diciptakan. Istilah HAKI merupakan
terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur dalam undang-undang
No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade
Organization). Pengertian Intellectual Property Right sendiri adalah pemahaman mengenai
hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia, yang mempunyai
hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right).
Istilah HAKI sebelumnya bernama Hak Milik Intelektual yang selama ini digunakan.
13. hbl,maghfira arsyfa ganivy,hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, univ...Maghfira Arsyfa Ganivy
Â
HAKI merupakan hak eksklusif yang diberikan negara kepada seseorang, sekelompok
orang, maupun lembaga untuk memegang kuasa dalam menggunakan dan mendapatkan
manfaat dari kekayaan intelektual yang dimiliki atau diciptakan. Istilah HAKI merupakan
terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur dalam undang-undang
No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade
Organization). Pengertian Intellectual Property Right sendiri adalah pemahaman mengenai
hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia, yang mempunyai
hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right).
Istilah HAKI sebelumnya bernama Hak Milik Intelektual yang selama ini digunakan.
HBL 13, ZAHRA KAMILA, HAPZI ALI, HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL, HAK MEREK, RA...ZahraKamila4
Â
ZAHRA KAMILA (43217010112), HBL 13, ZAHRA KAMILA, HAPZI ALI, HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL, HAK MEREK, RAHASIA DAGANG, DAN PELANGGARAN HAK MEREK DAN RAHASIA DAGANG SERTA HAK PATEN, UNIVERSITAS MERCU BUANA, 2018
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia
HBL 13, ZAHRA KAMILA, HAPZI ALI, HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL, HAK MEREK, RA...ZahraKamila4
Â
ZAHRA KAMILA (43217010112), HBL 13, ZAHRA KAMILA, HAPZI ALI, HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL, HAK MEREK, RAHASIA DAGANG, DAN PELANGGARAN HAK MEREK DAN RAHASIA DAGANG SERTA HAK PATEN, UNIVERSITAS MERCU BUANA, 2018
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia
Hbl 13, riny triana savitri, prof. hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, ...Rinytrianas21
Â
Hbl 13, riny triana savitri, prof. hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, rahasia dagang, dan pelanggaran hak merk dan rahasia dagang serta y hak patent, universitas mercu buana, 2018
UU No. 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum PidanaImam Prastio
Â
UU No. 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (berlaku efektif tahun 2026). Merubah UU No. 73 Tahun 1958 Tentang Berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia & Mengubah KUHP.
ISO 45001- 2018 Sistem Manajemen Kesehatan & Keselamatan Kerja - Persyaratan ...Imam Prastio
Â
ISO 45001- 2018 Sistem Manajemen Kesehatan & Keselamatan Kerja - Persyaratan dengan panduan penggunaan
Daftar Isi
Kata pengantar
Pendahuluan
Lingkup
Acuan normatif
Istilah dan definisi
Konteks organisasi
4.1 Memahami organisasi dan konteksnya
4.2 Memahami kebutuhan dan harapan
pekerja dan pihak berkepentingan lainnya
4.3 Menentukan lingkup sistem manajemen
K3
4.4 Sistem manajemen K3
5 Kepemimpinan dan partisipasi pekerja
5.1 Kepemimpinan dan komitmen
5.2 Kebijakan k3
5.3 Peran, tanggung jawab dan wewenang
organisasi
5.4 Konsultasi partisipasi pekerja
6 Perencanaan
6.1 Tindakan untuk menangani resiko dan
peluang
6.1.1 Umum
6.1.2 Identifikasi bahaya dan penilaian resiko
dan peluang
6.1.3 Penetapan persyaratan hukum dan persyaratan lainnya
6.1.4 Perencanaan tindakan
6.2 Sasaran K3 dan perencanaan untuk
mencapainya
6.2.1 Sasaran K3
6.2.2 Perencanaan untuk mencapain
sasaran K3
7 Dukungan
7.1 Sumber daya
7.2 Kompetensi
7.3 Kesadaran
7.4 Komunikasi
7.4.1 Umum
7.4.2 Komunikasi internal
7.4.3 Komunikasi eksternal
7.5 Informasi terdokumentasi
7.5.1 Umum
7.5.2 Membuat dan memutahirkan
7.5.3 Pengendalian informasi terdokumentasi
8 Operasi
8.1 Perencanaan dan pengendalian operasi
8.1.1 Umum
8.1.2 Meniadakan bahaya dan mengurangi
resiko K3
8.1.3 Manajemen perubahan
8.1.4 Pengadaan
8.2 Kesiagaan dan tanggap darurat
9 Evaluasi kinerja
9.1 Pemantauan, pengukuran, analisis dan
evaluasi kinerja
9.1.1 Umum
9.1.2 Evaluasi penaatan
9.2 Audit internal
9.2.1 Umum
9.2.2 Program audit internal
10 Perbaikan
10.1 Umum
10.2 Insiden, ketidaksesuaian dan tindakan
koreksi
10.3 Perbaikan terus-menerus
 Annex A (informative) Panduan tentang penggunaan dokumen ini
Daftar pustakaÂ
Perubahan UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasca Perpu No. 2 Tahun...Imam Prastio
Â
BAB I KETENTUAN UMUM
BAB II LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
BAB III KESEMPATAN DAN PERLAKUAN YANG SAMA
BAB IV PERENCANAAN TENAGA KERJA DAN
INFORMASI KETENAGAKERJAAN
BAB V PELATIHAN KERJA
BAB VI PENEMPATAN TENAGA KERJA
BAB VII PERLUASAN KESEMPATAN KERJA
BAB VIII PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
BAB IX HUBUNGAN KERJA
BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN
KESEJAHTERAAN
Bagian Kesatu Perlindungan
Paragraf 1 Penyandang Cacat
Paragraf 2 Anak
Paragraf 3 Perempuan
Paragraf 4 Waktu Kerja
Paragraf 5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Bagian Kedua Pengupahan
Bagian Ketiga Kesejahteraan
BAB XI HUBUNGAN INDUSTRIAL
Bagian Kesatu Umum
Bagian Kedua Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Bagian Ketiga Organisasi Pengusaha
Bagian Keempat Lembaga Kerja Sama Bipartit
Bagian Kelima Lembaga Kerja Sama Tripartit
Bagian Keenam Peraturan Perusahaan
Bagian Ketujuh Perjanjian Kerja Bersama
Bagian Kedelapan Lembaga Penyelesaian
PHI
Paragraf 1 Perselisihan Hubungan Industrial
Paragraf 2 Mogok Kerja
Paragraf 3 Penutupan Perusahaan (Lock Out)
BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
BAB XIII PEMBINAAN
BAB XIV PENGAWASAN
BAB XV PENYIDIKAN
BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI
ADMINISTRATIF
Bagian Pertama Ketentuan Pidana
Bagian Kedua Sanksi Administratif
BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN
BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP
Penjelasan Perubahan UURI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasca Perpu No. 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan.
Data yang Disampaikan
Aplikasi Yang Sudah Berjalan Di SIINas
Registrasi Akun SIINas
Pengisian INDI 4.0
Informasi Umum
Pengisian Kuesioner INDI 4.0
Readiness Index (Penilaian Mandiri)
Kirim Kuesioner
Panduan Layanan BPJS Kesehatan
PENTINGNYA PROGRAM JKN-KIS
IDENTITAS PESERTA PROGRAM JKN-KIS
HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA
KANAL LAYANAN BPJS KESEHATAN
PENDAFTARAN PESERTA JKN-KIS
PERUBAHAN DATA PESERTA JKN-KIS
IURAN PESERTA
MANFAAT DAN PROSEDUR
JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM DONASI
POLA HIDUP SEHAT
User Manual New SIPP v1 BPJS KetenagakerjaanImam Prastio
Â
1. Halaman Muka
1.1. Pendaftaran
1.2. Login
2. Menu dan Fitur Aplikasi New SIPP
2.1 Mutasi Data
2.1.1 Tambah Tenaga Kerja
2.1.2 Upload Upah
2.1.3 Upload Tenaga Kerja Non Aktif
2.1.4 Hitung Iuran
2.1.4 Finalisasi
2.2 Monitoring
2.2.1 Monitoring Iuran
2.3 Laporan
2.3.1 F1A (Tenaga Kerja Baru)
2.3.2 F1B(Tenaga Kerja Keluar)
2.4.4 F2A (Rincian Upah)
2.4.4 F2 (Rincian Iuran)
2.4.4 Perubahan Umur 56 Tahun
2.5 Pengaturan
2.5.1 Profil Perusahaan
2.5.2 Tambah Perusahaan
2.5.3 Remove Perusahaan Binaan
2.5.4 Tambah User
2.5.5 Nonaktifkan User
2.6 Fitur Tambahan
2.6.1 Ubah Pasword
PP No. 37 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Peker...Imam Prastio
Â
PP No. 37 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Bab I Ketentuan Umum
Bab II Kepesertaan dan Tata Cara Pendaftaran
Bagian 1 Kepesertaan
Bagian 2 Tata Cara Pendaftaran
Bab III Iuran dan Tata Cara Pembayaran Iuran
Bagian 1 Iuran
Bagian 2 Tata Cara Pembayaran Iuran
Bab IV Manfaat JKP
Bagian 1 Umum
Bagian 2 Manfaat Uang Tunai
Bagian 3 Manfaat Akses Informasi Pasar Kerja
Bagian 4 Manfaat Pelatihan Kerja
Bagian 5 Pelaksanaan Pemberian Manfaat JKP
Bab V Sumber Pendanaan
Bab VI Pengawasan Ketenagakerjaan
Bab VII Penyelesaian Sengketa
Bab VIII Sanksi Administratif
Bab IX Ketentuan Penutup
PP No. 34 Tahun 2021 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja AsingImam Prastio
Â
PP No. 34 Tahun 2021 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing
BAB I KETENTUAN UMUM
BAB II KEWAJIBAN DAN LARANGAN BAGI PEMBERI KERJA TENAGA KERJA ASING
Bagian Kesatu Umum
Bagian Kedua Kewajiban
Bagian Ketiga Larangan
BAB III PENGESAHAN RENCANA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
Bagian Kesatu Tata Cara Permohonan Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Bagian Kedua Perpanjangan dan Perubahan Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Bagian Ketiga Dana Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing
BAB IV IZIN TINGGAL TENAGA KERJA ASING
BAB V PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KERJA BAGI TENAGA KERJA PENDAMPING DAN TENAGA KERJA ASING
BAB VI PELAPORAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu Pelaporan
Bagian Kedua Pembinaan
Bagian Ketiga Pengawasan
BAB VII SANKSI ADMINISTRATIF
BAB VIII PENDANAAN
BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
PP No. 36 Tahun 2021 Tentang PengupahanImam Prastio
Â
PP No. 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan
BAB I KETENTUAN UMUM
BAB II KEBIJAKAN PENGUPAHAN
BAB III UPAH BERDASARKAN SATUAN WAKTU
DAN/ATAU SATUAN HASIL
BAB IV STRUKTUR DAN SKALA UPAH
BAB V UPAH MINIMUM
Bagian Kesatu Umum
Bagian Kedua Upah Minimum Provinsi
Bagian Ketiga Upah Minimum Kabupaten/Kota
BAB VI UPAH TERENDAH PADA USAHA MIKRO DAN USAHA KECIL
BAB VII PELINDUNGAN UPAH
Bagian Kesatu Upah Kerja Lembur
Bagian Kedua Upah Pekerja/Buruh Tidak Masuk Bekerja dan/atau Tidak Melakukan Pekerjaan Karena Alasan Tertentu
Bagian Ketiga Peninjauan Upah
Bagian Keempat Pembayaran Upah dalam Keadaan Kepailitan
Bagian Kelima Penyitaan Upah Berdasarkan Perintah Pengadilan
Bagian Keenam Hak Pekerja/Buruh atas Keterangan Upah
BAB VIII BENTUK DAN CARA PEMBAYARAN UPAH
BAB IX HAL-HAL YANG DAPAT DIPERHITUNGKAN DENGAN UPAH
Bagian Kesatu Umum
Bagian Kedua Denda
Bagian Ketiga Pemotongan Upah
BAB X UPAH SEBAGAI DASAR PERHITUNGAN ATAU
PEMBAYARAN HAK DAN KEWAJIBAN LAINNYA
Bagian Kesatu Upah Sebagai Dasar Perhitungan Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja
Bagian Kedua Upah Sebagai Dasar Perhitungan Pajak Penghasilan
BAB XI DEWAN PENGUPAHAN
BAB XII PENGAWASAN
BAB XIII SANKSI ADMINISTRATIF
BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN
BAB XV KETENTUAN PENUTUP
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Â
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Â
penerapan syarat kebaruan dalam paten sederhana alat pemanen padi (studi kasus No: 322k/pdt.sus/2011 ) Bab 1 pendahuluan
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Kemajuan teknologi informasi dan transportasi yang sangat pesat telah
mendorong adanya globalisasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Barang atau jasa
yang hari ini diproduksi oleh suatu negara, saat berikutnya dapat dihadirkan oleh
negara lain. Kehadiran barang dan jasa yang selama prosesnya menggunakan HKI,
maka memerlukan perlindungan HKI atas barang yang bersangkutan.
Perlindungan HKI pada awalnya merupakan bentuk perlindungan yang
diberikan oleh negara atas ide atau hasil karya warga negaranya, oleh karena itu
HKI pada pokoknya bersifat teritorial kenegaraan. 1
Karena bersifat teritorial
kenegaraan, maka menjadi jelas mengapa melindungi HKI menjadi hal penting
bagi negara di dunia saat ini termasuk Indonesia.
Berbicara tentang sektor industri tentunya sangat terkait dengan teknologi,
sedangkan teknologi di pahami sebagai suatu produk budaya. Budaya itu sendiri
adalah hasil karya manusia dalam adaptasinya dengan lingkungan.
1
Gunawan Wijaya, Lisensi (Seri Hukum Bisnis), Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001, hal.
11.
2. 2
Dengan demikian teknologi tergantung pada manusia dan lingkungannya,
karena itu teknologi bukanlah sesuatu yang universal, berlaku di semua tempat,
apalagi sepanjang waktu. Teknologi itu “geography dependent dan time
dependent”.2
Sedangkan pengertian teknologi menurut Kamus Hukum adalah :
Cara atau metode serta proses atau produk yang dihasilkan dari penerapan
dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menghasilkan nilai
bagi pemenuhan kebutuhan kehidupan, kelangsungan dan peningkatan mutu
kehidupan manusia.3
Kemudian apabila kita membicarakan pengalihan teknologinya dapat melalui
berbagai cara, misalnya pendidikan teknologi, pembelian teknologi, pencurian dan
pembajakan produk dan informasi, penculikan dan penyewaan teknologi, serta
peperangan (perampasan produk dan teknologinya). Kesemuanya itu banyak
terjadi dalam sejarah peradaban umat manusia.
Pemilihan teknologi bukanlah merupakan suatu masalah yang sederhana.
Teknologi adalah merupakan faktor yang penting, mungkin dapat dikatakan tidak
kalah pentingnya dengan bahan baku, modal, dan tenaga kerja. Teknologi
dihasilkan oleh manusia, tetapi ternyata bahwa teknologi sebaliknya membentuk
sifat-sifat manusia yang menyebabkan manusia menjadi sangat produktif.4
2
Zudan Arif Fahrulloh dan Hadi Wurya, Hukum Ekonomi (Buku I), Surabaya : Karya Abdi
Tama, 1999, hal. 8.
3
M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition, cet. 1,
(Surabaya : Reality Publisher, 2009), hal. 593.
4
Marsetyo Donoseputro. Pendidikan, IPTEK dan Pembangunan, Jakarta : Gramedia 1984, hal.
4.
3. 3
Teknologi itu mewakili suatu nilai tertentu, karena teknologi itu adalah suatu
produk sosial budaya dari suatu masyarakat tertentu. Dengan demikian, teknologi
yang masuk melalui alih teknologi membawa nilai-nilai baru, sehingga terjadi
suatu proses transformasi nilai-nilai baru.
Pembangunan dan modernisasi merupakan dua kata yang telah menyatu dan
berhubungan sangat erat. Walaupun pembangunan dan modernisasi membawa
serta perubahan sosial bagi negara yang bersangkutan, pembangunan dan
modernisasi hanyalah merupakan suatu bentuk khusus dari perubahan sosial yang
lebih besar.
Apabila teknologi dapat disetujui sebagai faktor produksi, maka
pengembangan teknologi dapat dijadikan sebagai perangkat kebijaksanaan
pembangunan. Perangkat kebijaksanaan ini mengatur tujuan yang hendak dicapai
dengan pengembangan teknologi dan karakter hubungan teknologi sebagai faktor
produksi dengan faktor produksi lainnya.
Indonesia dalam melaksanakan pembangunan nasionalnya melakukan
perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang
ekonomi yang mengarah pada penguatan dan pendalaman struktur industri yang
mendukung kemampuan teknologi, sehingga terjadi pergeseran struktur ekonomi
nasional Indonesia dari struktur agraris ke struktur industri.
Diawal tahun 1990-an bidang ekonomi khususnya perdagangan internasional
yang semula terdiri dari ekspor dan impor serta penanaman modal asing sekarang
telah berkembang dalam bentuk perjanian antara pemegang paten dan penerima
atau pembeli paten.
4. 4
Perkembangan tersebut tidak hanya di bidang teknologi tinggi, seperti
komputer, elektronika, telekomunikasi dan bioteknologi, tetapi juga di bidang
mekanik, kimia atau lainnya. Bahkan sejalan dengan itu, makin tinggi pula
kesadaran masyarakat untuk meningkatkan perkembangan teknologi, diperlukan
suatu sistem yang dapat merangsang perkembangan teknologi dalam wujud suatu
perlindungan terhadap karya intelektual, termasuk paten yang sepadan.5
Di Indonesia, pengaturan paten diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten sebagai pengganti Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten.
Hak kekayaan intelektual dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan
terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan
intelektual manusia.6
Terkait dengan perlindungan terhadap karya intelektual tersebut Indonesia
sebagai subjek hukum dalam lalu lintas perdagangan internasional telah
meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO (Agreement Establishing the World
Trade Organization) pada tanggal 2 November 1994, yang di dalamnya memuat
Lampiran Persetujuan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights
(Persetujuan TRIPs) yang mengatur norma-norma standar yang berlaku secara
internasional tentang Hak kekayaan Intelektual (HKI).
5
Indonesia, Undang-Undang Paten, UU No.14, L.N. No. 109 tahun 2001, T.L.N. No. 4130,
Penjelasan Umum.
6
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi
Hukumnya di Indonesia, cet. 1, (Bandung : Alumni, 2003), hal. 2.
5. 5
Selain Persetujuan Pembentukan WTO dan Persetujuan TRIPs, Indonesia juga
telah meratifikasi Perjanjian Internasional maka sebagai bentuk konsekuensi
yuridis yang mengikat para pihak yang telah menandatangani perjanjian-
perjanjian internasional tersebut maka Indonesia harus melakukan harmonisasi
sistem HKI nasional yang dimiliki dengan sistem HKI yang berlaku secara
internasional, antara lain :
1. Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention
Establishing the World Intellectual Property Organization (diratifikasi
melalui Keputusan Presiden RI No. 15 Tahun 1997).
2. Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation Under the Patent
Cooperation Treaty (diratifikasi melalui Keputusan Presiden RI No. 16
Tahun 1997).
3. Trademark Law Treaty (diratifikasi melalui Keputusan Presiden RI No. 17
Tahun 1997).
4. Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
(diratifikasi melalui Kepeutusan Presiden RI No. 18 Tahun 1997).
5. WIPO Copyright Treaty (diratifikasi melalui Keputusan Presiden RI No.
19 Tahun 1997).
Berdasarkan ketentuan Persetujuan TRIPs pada Pasal 1 ayat 2, yang dimaksud
dengan HKI adalah semua kategori kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud
dalam Bagian 1 sampai dengan 7 pada Bab II Persetujuan TRIPs yang mencakup :
1. Hak Cipta (Copyrights)
2. Merek Dagang (Trademarks)
6. 6
3. Indikasi Geografis (Geographical Indications)
4. Desain Produk Industri (Industrial Designs)
5. Paten (Patent)
6. Desain Lay Out (Topografi) dari Rangkaian Elektronik Terpadu (Lay Out
Designs (Topographies of Integrated Circuits)
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
menyebutkan bahwa yang dimaksud paten adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Undang-Undang Paten No.14 Tahun 2001 mengatur juga mengenai paten
sederhana atau utility model. Di beberapa negara, paten sederhana disebut dengan
berbagai istilah yang khusus ditujukan untuk benda atau alat, maupun ditujukan
terbatas pada bidang-bidang teknologi tertentu. Perbedaan istilah tersebut
dikarenakan hingga saat ini belum ada istilah utility model yang dapat diterima
secara global. “There is no global acceptance of term utility model due to there
being fundamentally different concepts from one country to another”.7
Istilah-istilah paten sederhana tersebut antara lain, di Jepang dikenal istilah
utility model, di Belanda disebut short-term patent dan di Laos disebut petty
patent. Sedangkan di Australia disebut sebagai innovation patent dan di Malaysia
dikenal dengan nama utility innovation.8
7
http://unctad.org/en/Docs/iteipc20066_en.pdf.
8
http://www.billanderson.com.au/pats_frame.htm.
7. 7
Pada Undang-Undang Paten No. 14 Tahun 2001 tidak memberikan rumusan
pengertian paten sederhana (utility model) namun hanya memberikan batasan
ruang lingkup paten sederhana (utility model). Pasal 6 Undang-Undang No.14
Tahun 2001 tentang Paten menyebutkan bahwa setiap invensi berupa produk atau
alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk,
konfigurasi, konstruksi atau komponennya dapat memperoleh perlindungan
hukum dalam bentuk paten sederhana.
Di Negara manapun pada umumnya mensyaratkan bahwa paten hanya
diberikan pada invensi yang baru (Novelty), mengandung langkah inventif
(Inventive Step) dan dapat diterapkan dalam bidang industri (Industrial
Applicability).
Persyaratan tersebut merupakan persyaratan yang bersifat substansif, yang
akan menentukan apakah suatu Invensi paten dapat didaftarkan, paten diberikan
untuk Invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan
dalam industri (Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten).
Terhadap paten sederhana, Direktorat Jenderal HKI hanya melakukan
pemeriksaan substansif mengenai kebaruan (Novelty) dari invensi tersebut yang
bukan sekedar berbeda dari ciri teknisnya melainkan memiliki kegunaan praktis
dari invensi sebelumnya dan kemudian invensi yang dimohonkan paten sederhana
tersebut juga harus dapat diterapkan dalam industri (Industri Applicability),
artinya dapat diproduksi dan diperbanyak karena sifatnya yang memiliki kegunaan
praktis dan mengandung nilai ekonomi di dalamnya.9
9
http://repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/25926/Chapter%2011.pdf.
8. 8
Dari segi hukum tidak ada hambatan dalam memasukan teknologi asing.
Semua kontrak alih teknologi dilindungi asas kebebasan berkontrak sesuai dengan
Pasal 1338 KUHPerdata, dimana tidak ada kewajiban untuk mendaftarkan kontrak
tersebut ke instansi pemerintah seperti Meksiko dan Brazil.10
Kontrak alih teknologi bisa menjadi urusan swasta murni tanpa adanya
campurtangan dari pemerintah sehingga hukum alam yang akan berbicara dalam
arti siapa yang kuatlah yang akan menentukan syarat-syarat alih teknologi (term of
condition).
Pembeli teknologi berada pada posisi yang lemah dan tergantung pada pemilik
teknologi. Disini kontrak yang tidak adil dan tidak seimbang akan sangat dominan,
sehingga klausula mengenai praktek bisnis terlarang (restrictive business practice)
muncul secara terbuka dalam kontrak alih teknologi. Selain itu banyak pula
Perusahaan Terbuka (PT) yang berbentuk Penanaman Modal Asing (PMA)
membuat licence agreement, technical assisteance agreement, know how
agreement, joint operation agreement, turnkey agreement, dan lain-lain.11
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek/BW) Indonesia
menganut asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal
1338 ayat (1) KUHPerdata. Dengan asas kebebasan berkontrak ini, maka setiap
subyek hukum dapat mengadakan perjanjian apa saja sepanjang perjanjian
tersebut memenuhi persyaratan sahnya suatu perjanjian yang tercantum pada Pasal
1320 KUHPerdata.
10
T. Mulya Lubis, Hukum dan Ekonomi, Jakarta : Sinar Harapan, 1990, hal. 125.
11
Ibid., hal. 126.
9. 9
Asas kebebasan berkontrak ini memberikan batasan adanya campur tangan
dari negara terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Beranjak dari hal
tersebut, maka perjanjian-perjanjian mengenai alih teknologi tidak boleh adanya
campur tangan dari negara atau pemerintah.
Hal ini tentu saja berakibat pemerintah tidak dapat mengontrol setiap isi
perjanjian-perjanjian mengenai alih teknologi. Pemerintah tidak akan mengetahui,
bahwa benar-benar telah terjadi alih teknologi ataukah hanya sekedar mobilitas
teknologi, apakah yang diperjanjikan untuk dialihkan apakah teknologi yang
diperoleh itu benar-benar sesuai bagi pembangunan nasional, karena pemerintah
tidak dapat atau tidak mungkin mengontrol setiap perjanjian alih teknologi itu.
Oleh karena itu ada baiknya pemerintah membuat atau membentuk pemantau
alih teknologi yang mengawasi dan memberikan informasi kepada masyarakat
tentang paten-paten yang masih berlaku dan sudah tidak dilindungi atau menjadi
publik domain, karena saat ini bahwa perjanjian paten wajib didaftarkan pada
Direktorat Jenderal HKI dan dicatat dalam Daftar Umum Paten, sesuai dengan
Pasal 74 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Namun saat ini masih banyak yang belum mendaftarkan patennya, sehingga
hukum belum mendapat perlindungan terhadap pihak ke tiga. Didalam undang-
undang tersebut kata “wajib” disini belumlah memberikan kejelasan, artinya wajib
disini tidak disertai dengan sanksi bagi yang tidak atau belum mendaftarkan
patennya, sehingga ada masyarakat beranggapan “didaftar” syukur tidak
didaftarkan pun tetap mendapat “perlindungan”.
10. 10
Anggapan tersebut menjadi keliru karena Pasal 107 UU Paten menyebutkan
bahwa paten sederhana tidak dapat dimintakan lisensi-wajib. Karena itu perlu
adanya upaya sosialisasi oleh Direktorat Jenderal HKI, untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat industri terhadap patennya. Manfaat pendaftaran paten
adalah dalam upaya negara untuk melindungi patennya dari pihak ketiga dan
pendaftaran tersebut bukanlah menambah birokrasi.
Dari latar belakang diatas maka penulis akan meneliti mengenai implementasi
hak Paten yang wajib didaftar, serta perlindungan hukum terhadap Inventor Paten
Sederhana sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Hasil
penelitian selengkapnya dari pembahasan di atas akan dituangkan dalam karya
ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “PENERAPAN SYARAT KEBARUAN
DALAM PATEN SEDERHANA ALAT PEMANEN PADI” (Studi Kasus No:
322 K/Pdt.Sus /2011).
B. Perumusan Masalah.
1. Bagaimanakah persyaratan dan tata cara memperoleh hak Paten sederhana
menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten ?
2. Bagaimana penerapan syarat kebaruan dalam paten sederhana alat pemanen
padi Studi Kasus No: 322K/Pdt.Sus/2011 ?
3. Bagaimana pertimbangan dan putusan hakim Studi Kasus No: 322 K/Pdt.Sus
/2011 ?
11. 11
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan.
1. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui dan memahami persyaratan dan tata cara memperoleh
hak paten sesuai dengan Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang
Paten.
b. Untuk mengetahui penerapan syarat kebaruan dalam paten sederhana.
c. Untuk memahami dan mengetahui putusan dan pertimbangan hakim
dalam perkara No. 322K/Pdt.Sus/2011.
2. Manfaat Penulisan.
a. Manfaat Akademis
1). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu
(S1) yaitu Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Nasional.
2). Untuk menambah bahan bacaan serta memperluas ilmu pengetahuan
dan wawasan di bidang Hak Atas Kekayaan Inteletual, khususnya
tentang paten sederhana.
b. Manfaat Praktis
1) Penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dan
kepustakaan bagi mahasiswa di kalangan akademis, aparatur
penegak hukum serta para pemerhati hukum lainnya.
2) Penulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak
yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian.
12. 12
D. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan maupun teknologi. Maka metode penelitian merupakan suatu sistem
dan proses yang mutlak diperlukan guna mendapatkan data-data, keterangan,
fakta-fakta serta sumber yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan.
Hal ini disebabkan karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran
secara sistematis, metodologis dan konsisten.12
Atas dasar hal tersebut Penulis melakukan proses penelitian dengan
mengadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang dikumpulkan dan diolah
dengan menggunakan metode penelitian sebagai berikut :
1. Tipe Penelitian
Penelitian hukum dalam skripsi ini menggunakan tipe yuridis normatif.
Artinya penelitian yang difokuskan pada data sekunder berupa peraturan
perundang-undangan, buku-buku hukum, teori hukum dan pendapat-pendapat
para ahli hukum, artikel hukum dan hasil penelitian hukum.13
2. Pendekatan Masalah
Karena dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif, maka pendekatan yang digunakan terfokus pada aturan hukum dan
tema penelitian melalui pendekatan tersebut dilakukan dengan pendekatan
peraturan perundang-undangan (statue-approach) dan pendekatan kasus
(case-approach).
12
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 1.
13
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI-Press, 1986, hal. 52.
13. 13
Yaitu mempelajari norma-norma atau kaidah hukum terutama mengenai
kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana dapat dilihat melalui
yurisprudensi terhadap perkara yang menjadi fokus penelitian.14
3. Bahan Hukum
Terkait dengan tipe penelitian dan pendekatan masalah yang digunakan
dalam penelitian ini, maka bahan hukum yang digunakan adalah :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum yang bersifat mengikat, meliputi Buku II Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Undang-Undang No. 14
Tahun 2001 tentang Paten, Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1991
tentang Tata Cara Permintaan Paten dan Putusan Perkara No.
322K/Pdt.Sus/2011.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, berasal dari buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, artikel hukum,
hasil penelitian hukum, tulisan-tulisan dari kalangan ahli hukum.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum yang menambah petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder, meliputi kamus hukum, ensiklopedia
hukum, black law dictionary dan data-data terkait dari internet.
14
Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayumedia
Publishing, 2005), hal. 295.
14. 14
4. Proses Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam pengumpulan data, bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder diolah berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan dan
diklasifikasikan menurut sumber dan hirarkinya untuk dikaji secara
komprehensif.15
Bahan-bahan hukum yang dikumpulkan melalui :
a. Penelitian kepustakaan (library research), mengumpulkan bahan-bahan
untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan mempelajari
dokumen-dokumen hukum, buku-buku hukum, teori-teori hukum, artikel-
artikel hukum dan penelitian-penelitian hukum yang ada hubungannya
dengan masalah yang diteliti, baik dari kepustakaan pusat Universitas
Nasional, kepustakaan Universitas Indonesia serta dari bahan kepustakaan
instansi terkait.
5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Didalam penelitian hukum normatif maka analisis data pada hakekatnya
merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan
hukum tertulis. Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-
bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan analisis dan konstruksi
hukum.16
15
Ibid., hal. 338.
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986, hal. 251.
15. 15
Pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif, yakni “Menarik
kesimpulan dari suatu permasalahan yang umum terhadap permasalahan yang
dihadapi”. 17
Selanjutnya bahan hukum yang ada dianalisis secara kualitatif
yaitu “Menjabarkan dengan kalimat-kalimat sehingga diperoleh bahasan-
bahasan atau pemaparan yang sistematis dan dapat dimengerti guna
mendapatkan data yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya”.18
E. Sitematika Penulisan.
Agar penulisan skripsi ini mudah dipahami oleh para pembaca, maka skripsi
ini diurakan dalam beberapa bagian yang terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN
Memaparkan secara garis besar mengenai hal-hal terkait dengan
materi skripsi ini, yakni latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
17
Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayumedia
Publishing, 2005), hal. 393.
18
Ibid.
16. 16
BAB II TINJAUAN TENTANG HAK PATEN SEDERHANA
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN 2001
TENTANG PATEN
Dalam bab ini Penulis menjelaskan pengertian paten dan paten
sederhana, persyaratan dan tata cara memperoleh paten sederhana,
hak-hak pemegang paten sederhana yaitu hak moral, hak ekonomi,
serta hak untuk mengajukan gugatan perkara di pengadilan.
BAB III PENERAPAN SYARAT KEBARUAN PATEN SEDERHANA
ALAT PEMANEN PADI STUDI KASUS NO : 322
K/PDT.SUS/2011
Bab ini menguraikan mengenai kasus posisi, pertimbangan dan
putusan hakim serta hasil wawancara.
BAB IV ANALISIS PENERAPAN SYARAT KEBARUAN DALAM
PATEN SEDERHANA ALAT PEMANEN PADI STUDI
KASUS NOMOR : 322 K/Pdt.Sus /2011
Pada bab ini diuraikan analisis hukum mengenai persyaratan dan
tata cara memperoleh hak paten sederhana, penerapan syarat
kebaruan paten sederhana alat pemanen padi, serta putusan dan
pertimbangan hakim dalam perkara No : 322 K/Pdt.Sus/2011.
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
Saran - saran