SlideShare a Scribd company logo
1 of 23
Pelatihan Audiometri
Nada Murni
Topik
Anatomi telinga
Fisiologi Pendengaran
Hantaran udara vs Hantaran tulang
Tes Penala
◦ Rinne
◦ Webber
◦ Bing
Audiometri Nada Murni
Simbol Audiometri
Tata laksana Audiometri nada murni
Jenis-jenis gangguan pendengaran
Derajat gangguan pendengaran
Bentuk Grafik Audiogram
Masking
◦ Cross Hearing
◦ Indikasi masking
◦ Masking formula
ABR
ASSR
Anatomi Telinga
Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya gelombang suara oleh daun telinga dan dihantarkan
melalui udara melalui lubang telinga.
Gelombang suara yang masuk kemudian menggetarkan membran timpani ke depan dan ke belakang
akibat perubahan tekanan udara. Pergerakan membran timpani tergantung intensitas dan frekuensi
gelombang suara. Membran timpani akan bergerak secara lambat apabila intensitas dan frekuensi
yang masuk rendah, dan akan bergetar secara cepat apabila intensitas atau frekuensi yang masuk
tinggi.
Getaran yang diterima kemudian diamplifikasi dan dihantarkan melalui tulang-tulang pendengaran
(malleus, incus, stapes). Energi getar yang telah teramplifikasi akan menggetarkan cairan yang
terdapat di rumah siput. Proses ini menyebabkan terjadinya defleksi sel-sel rambut, sehingga terjadi
pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel dan terjadilah pelepasan neurotransmitter yang
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke
korteks pendengaran pada lobus temporalis di otak.
Gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dipersepsikan otak sebagai sensasi suara
Hantaran udara (Air conduction - AC) vs
hantaran tulang (Bone conduction -BC)
Tes penala – validasi tes audiometri
Tes rinne
◦ Tes yang bertujuan untuk membandingkan antara hantaran udara dan hantaran tulang
◦ Apabila hantaran udara terdengar lebih besar daripada hantaran tulang maka kemungkinan pendengaran normal atau SNHL
(+)
◦ Apabila hantaran tulang terdengarn lebih besar daripada hantaran udara maka kemungkinan tuli koduktif atau campur (-)
Tes webber
◦ Tes yang bertujuan untuk mengetahui lateralisasi suara
◦ Apabila suara terdengar pada telinga yang sakit maka kemungkinan telinga yang sakit tuli konduktif
◦ Apabila suara terdengar pada telinga yang sehat maka kemungkinan telingan yang sakit tuli syaraf
◦ Apabila suara terdengar di tengah atau terdengar sama saja maka kemungkinan ambang pendengaran pada kedua telinga
sama.
Tes bing
◦ Tes yang bertujuan untuk mengetahui apakah efek oklusi terjadi pada telinga atau tidak
◦ Apabila suara terdengar lebih keras ketika telinga ditutup/terjadi efek oklusi maka kemungkinan pendengaran normal atau
tuli SNHL (+)
◦ Apabila suara terdengar sama saja ketika lubang telinga ditutup/tidak terjadi efek oklusi maka kemungkinan gangguan
pendengaran konduktif (-)
Tes Rinne
• Gunakan garputala 512 Hz
• Ketuk ujung garputal ke permukaan
yang empuk atau petik ujung
garputala dengan jari
• Perdengarkan garputala di depan
daun telinga, kemudian dibelakang
teling (tulang mastoid)
• Minta pasien untuk membandingkan
suaranya
Tes Webber
• Bunyikan penala atau
Bone conductor di
audiometer
• Letakan di tengah dahi
• Tanyakan bunyi terdengar
dimana?
• Periksa pada frekuensi
500Hz, 1kHz, dan 2kHz
Tes Bing
• Bunyikan garputala 512Hz atau
bone conductor di audiometer
• Letakan penala di tulang mastoid
• Dengan jari telunjuk, tutup liang
telinga dengan menekan bagian
tragus
• Tanyakan apkah suara terdengar
lebih keras pada saat telinga di
tutup?
Audiometri nada murni
Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji
pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran,
tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang
menimbulkan gangguan pendengaran.
Tujuan pemeriksaan adalah menentukan tingkat intensitas terendah dalam dB dari tiap
frekuensi yang masih dapat terdengar pada telinga seseorang, dengan kata lain ambang
pendengaran seseorang terhadap bunyi.
Simbol Audiogram
Tatalaksana Audiometri Nada Murni
1. Periksa liang telinga;
◦ Pastikan liang telinga bersih tidak ada cerumen.
◦ Pastian tidak ada cairan telinga
◦ Inspeksi apakah gendang telinga dalam kondisi baik
2. Pemberian instruksi;
◦ Instruksi harus jelas dan dipahami oleh pasien.
3. Periksa hantaran udara terlebih dahulu (AC)
4. Pemasangan earphone;
• Daun telinga tidak boleh terlipat
• Lepaskan anting atau giwang jika ada
Tatalaksana Audiometri Nada Murni
5. Seleksi telinga; Periksa pada telinga yang sehat atau yang lebih baik terlebih dahulu
6. Urutan frekuensi; Mulai dari frekuensi 1000, 2000, 4000, 8000, 500 dan 250 Hz
7. Mencari ambang dengar;
◦ Berikan stimulus familiarization 30dB, apabila tidak terdengar naikan intensitas suara menjadi 50dB
(kenaikan 20dB) – khusus untuk frekuensi pertama saja
◦ Apabila suara terdengar kurangi intesitas stimulus 10dB
◦ Apabila suara tidak terdengar naikan instesitas stimulus 5dB
◦ Ambang dengar didapat apabila respose pasien 2 kali dari 3 kali percobaan pada intesitas suara
terakhir yang dapat didengar.
8. Periksa Hantaran tulang (BC)
Frekuensi Hz Insitas dB response
1000 30 O
20 O
10 X
15 X
20 O
2000 30 O
20 X
25 O
15 X
20 X
25 O
Ambang dengar
Ambang dengar
Contoh kasus
Derajat gangguan pendengaran
Menurut kepustakanaan
terbaru frekuensi 4000 Hz
berperan penting untuk
pendengaran, sehingga perlu
turut diperhitungkan,
sehingga derajat ketulian
dihitung dengan
menambahkan ambang
dengar 4000Hz
Bentuk Grafik Audiogram
Jenis-jenis gangguan pendengaran
Sensorineural hearing loss (SNHL) atau tuli syaraf
◦ Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh adanya kerusakan di telinga bagian dalam (rumah siput),
sedangkan telinga bagian luar dan atau bagian tengah normal.
Conductive hearing loss (CHL) atau tuli konduksi/koduktif
◦ Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh adanya kerusakan di telinga bagian tengah; sedangkan
telinga luar dan telinga dalam normal.
Mixed hearing loss (MHL) atau tuli campur
◦ Gangguan pendengaran yang disebabkan adanya kerusakan pada telinga bagian dalam dan juga
kerusakan di telinga luar atau bagian dalam.
Normal
Ambang dengar AC dan BC kurang dari atau sama dengan 25dB
Tidak ada GAP antara AC dan BC
Tuli SNHL
Ambang dengar AC dan BC lebih dari 25dB
Tidak ada gap antara AC dan BC atau gap kurang dari 5dB
BC tidak boleh lebih jelek dari pada AC
Note: GAP adalah beda antara AC dan BC, dianggap GAP
jika beda lebih dari atau sama dengan 10dB
Tuli Konduktif
Ambang AC lebih dari 25dB
Ambang BC kurang dari 25dB
Ada GAP lebih dari 10dB
Tuli Campur
Ambang dengar AC dan BC lebih dari 25dB
Ada gap antara AC dan BC min 10dB

More Related Content

Similar to Audiologi - Pelatihan Audiometri Nada Murni.pptx

Kuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaran
Kuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaranKuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaran
Kuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaran
Kimimaru Chan
 
TES__PENGUKURAN_PENDENGARANm.pptx
TES__PENGUKURAN_PENDENGARANm.pptxTES__PENGUKURAN_PENDENGARANm.pptx
TES__PENGUKURAN_PENDENGARANm.pptx
dwianarahmania
 

Similar to Audiologi - Pelatihan Audiometri Nada Murni.pptx (20)

Askep serumen
Askep serumenAskep serumen
Askep serumen
 
CBD Gangguan Pendengaran Akibat Bising
CBD Gangguan Pendengaran Akibat BisingCBD Gangguan Pendengaran Akibat Bising
CBD Gangguan Pendengaran Akibat Bising
 
5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak
5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak
5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak
 
cupdf.com_audiometri-tht1.ppt
cupdf.com_audiometri-tht1.pptcupdf.com_audiometri-tht1.ppt
cupdf.com_audiometri-tht1.ppt
 
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
 
GANGGUAN PENDENGARAN.ppt
GANGGUAN PENDENGARAN.pptGANGGUAN PENDENGARAN.ppt
GANGGUAN PENDENGARAN.ppt
 
AUDIOMETRI, dr. Shanti Puji Lestari, Sp.Ok.pptx
AUDIOMETRI, dr. Shanti Puji Lestari, Sp.Ok.pptxAUDIOMETRI, dr. Shanti Puji Lestari, Sp.Ok.pptx
AUDIOMETRI, dr. Shanti Puji Lestari, Sp.Ok.pptx
 
MASKING dan DILEMA MASKING
MASKING dan DILEMA MASKINGMASKING dan DILEMA MASKING
MASKING dan DILEMA MASKING
 
Noise induce hearing loss
Noise induce hearing lossNoise induce hearing loss
Noise induce hearing loss
 
Bising dan kesan kepada kesihatan
Bising dan kesan kepada kesihatanBising dan kesan kepada kesihatan
Bising dan kesan kepada kesihatan
 
Audiometri
AudiometriAudiometri
Audiometri
 
kebisingan
kebisingankebisingan
kebisingan
 
Asuhan keperawatan gg. pendengaran&wicara
Asuhan keperawatan gg. pendengaran&wicaraAsuhan keperawatan gg. pendengaran&wicara
Asuhan keperawatan gg. pendengaran&wicara
 
Modul Gangguan Pendengaran
Modul Gangguan Pendengaran Modul Gangguan Pendengaran
Modul Gangguan Pendengaran
 
Kuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaran
Kuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaranKuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaran
Kuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaran
 
Telinga
TelingaTelinga
Telinga
 
Bioakustik
BioakustikBioakustik
Bioakustik
 
TES__PENGUKURAN_PENDENGARANm.pptx
TES__PENGUKURAN_PENDENGARANm.pptxTES__PENGUKURAN_PENDENGARANm.pptx
TES__PENGUKURAN_PENDENGARANm.pptx
 
BAGIAN TELINGA-FUNGSI-DAN PROSES MENDENGAR.pptx
BAGIAN TELINGA-FUNGSI-DAN PROSES MENDENGAR.pptxBAGIAN TELINGA-FUNGSI-DAN PROSES MENDENGAR.pptx
BAGIAN TELINGA-FUNGSI-DAN PROSES MENDENGAR.pptx
 

Recently uploaded

399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
nadyahermawan
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Yudiatma1
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Acephasan2
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
NezaPurna
 
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatKONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
Zuheri
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
srirezeki99
 
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
khalid1276
 
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxDAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
kemenaghajids83
 

Recently uploaded (20)

399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
 
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial RemajaAsuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
 
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanasuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
 
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitasDbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pada Anak.pptx
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
 
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatKONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
 
Proses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat Darurat.pptx
Proses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat Darurat.pptxProses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat Darurat.pptx
Proses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat Darurat.pptx
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
 
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
 
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiHigh Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
 
Farmakologi Pengelolaan Obat Homecare_pptx
Farmakologi Pengelolaan Obat Homecare_pptxFarmakologi Pengelolaan Obat Homecare_pptx
Farmakologi Pengelolaan Obat Homecare_pptx
 
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptxFRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
 
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdfPentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
 
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxDAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
 

Audiologi - Pelatihan Audiometri Nada Murni.pptx

  • 2. Topik Anatomi telinga Fisiologi Pendengaran Hantaran udara vs Hantaran tulang Tes Penala ◦ Rinne ◦ Webber ◦ Bing Audiometri Nada Murni Simbol Audiometri Tata laksana Audiometri nada murni Jenis-jenis gangguan pendengaran Derajat gangguan pendengaran Bentuk Grafik Audiogram Masking ◦ Cross Hearing ◦ Indikasi masking ◦ Masking formula ABR ASSR
  • 4. Fisiologi Pendengaran Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya gelombang suara oleh daun telinga dan dihantarkan melalui udara melalui lubang telinga. Gelombang suara yang masuk kemudian menggetarkan membran timpani ke depan dan ke belakang akibat perubahan tekanan udara. Pergerakan membran timpani tergantung intensitas dan frekuensi gelombang suara. Membran timpani akan bergerak secara lambat apabila intensitas dan frekuensi yang masuk rendah, dan akan bergetar secara cepat apabila intensitas atau frekuensi yang masuk tinggi. Getaran yang diterima kemudian diamplifikasi dan dihantarkan melalui tulang-tulang pendengaran (malleus, incus, stapes). Energi getar yang telah teramplifikasi akan menggetarkan cairan yang terdapat di rumah siput. Proses ini menyebabkan terjadinya defleksi sel-sel rambut, sehingga terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel dan terjadilah pelepasan neurotransmitter yang menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran pada lobus temporalis di otak. Gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dipersepsikan otak sebagai sensasi suara
  • 5. Hantaran udara (Air conduction - AC) vs hantaran tulang (Bone conduction -BC)
  • 6. Tes penala – validasi tes audiometri Tes rinne ◦ Tes yang bertujuan untuk membandingkan antara hantaran udara dan hantaran tulang ◦ Apabila hantaran udara terdengar lebih besar daripada hantaran tulang maka kemungkinan pendengaran normal atau SNHL (+) ◦ Apabila hantaran tulang terdengarn lebih besar daripada hantaran udara maka kemungkinan tuli koduktif atau campur (-) Tes webber ◦ Tes yang bertujuan untuk mengetahui lateralisasi suara ◦ Apabila suara terdengar pada telinga yang sakit maka kemungkinan telinga yang sakit tuli konduktif ◦ Apabila suara terdengar pada telinga yang sehat maka kemungkinan telingan yang sakit tuli syaraf ◦ Apabila suara terdengar di tengah atau terdengar sama saja maka kemungkinan ambang pendengaran pada kedua telinga sama. Tes bing ◦ Tes yang bertujuan untuk mengetahui apakah efek oklusi terjadi pada telinga atau tidak ◦ Apabila suara terdengar lebih keras ketika telinga ditutup/terjadi efek oklusi maka kemungkinan pendengaran normal atau tuli SNHL (+) ◦ Apabila suara terdengar sama saja ketika lubang telinga ditutup/tidak terjadi efek oklusi maka kemungkinan gangguan pendengaran konduktif (-)
  • 7. Tes Rinne • Gunakan garputala 512 Hz • Ketuk ujung garputal ke permukaan yang empuk atau petik ujung garputala dengan jari • Perdengarkan garputala di depan daun telinga, kemudian dibelakang teling (tulang mastoid) • Minta pasien untuk membandingkan suaranya
  • 8. Tes Webber • Bunyikan penala atau Bone conductor di audiometer • Letakan di tengah dahi • Tanyakan bunyi terdengar dimana? • Periksa pada frekuensi 500Hz, 1kHz, dan 2kHz
  • 9. Tes Bing • Bunyikan garputala 512Hz atau bone conductor di audiometer • Letakan penala di tulang mastoid • Dengan jari telunjuk, tutup liang telinga dengan menekan bagian tragus • Tanyakan apkah suara terdengar lebih keras pada saat telinga di tutup?
  • 10. Audiometri nada murni Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran. Tujuan pemeriksaan adalah menentukan tingkat intensitas terendah dalam dB dari tiap frekuensi yang masih dapat terdengar pada telinga seseorang, dengan kata lain ambang pendengaran seseorang terhadap bunyi.
  • 12. Tatalaksana Audiometri Nada Murni 1. Periksa liang telinga; ◦ Pastikan liang telinga bersih tidak ada cerumen. ◦ Pastian tidak ada cairan telinga ◦ Inspeksi apakah gendang telinga dalam kondisi baik 2. Pemberian instruksi; ◦ Instruksi harus jelas dan dipahami oleh pasien. 3. Periksa hantaran udara terlebih dahulu (AC) 4. Pemasangan earphone; • Daun telinga tidak boleh terlipat • Lepaskan anting atau giwang jika ada
  • 13. Tatalaksana Audiometri Nada Murni 5. Seleksi telinga; Periksa pada telinga yang sehat atau yang lebih baik terlebih dahulu 6. Urutan frekuensi; Mulai dari frekuensi 1000, 2000, 4000, 8000, 500 dan 250 Hz 7. Mencari ambang dengar; ◦ Berikan stimulus familiarization 30dB, apabila tidak terdengar naikan intensitas suara menjadi 50dB (kenaikan 20dB) – khusus untuk frekuensi pertama saja ◦ Apabila suara terdengar kurangi intesitas stimulus 10dB ◦ Apabila suara tidak terdengar naikan instesitas stimulus 5dB ◦ Ambang dengar didapat apabila respose pasien 2 kali dari 3 kali percobaan pada intesitas suara terakhir yang dapat didengar. 8. Periksa Hantaran tulang (BC)
  • 14. Frekuensi Hz Insitas dB response 1000 30 O 20 O 10 X 15 X 20 O 2000 30 O 20 X 25 O 15 X 20 X 25 O Ambang dengar Ambang dengar Contoh kasus
  • 15. Derajat gangguan pendengaran Menurut kepustakanaan terbaru frekuensi 4000 Hz berperan penting untuk pendengaran, sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga derajat ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000Hz
  • 17.
  • 18.
  • 19. Jenis-jenis gangguan pendengaran Sensorineural hearing loss (SNHL) atau tuli syaraf ◦ Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh adanya kerusakan di telinga bagian dalam (rumah siput), sedangkan telinga bagian luar dan atau bagian tengah normal. Conductive hearing loss (CHL) atau tuli konduksi/koduktif ◦ Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh adanya kerusakan di telinga bagian tengah; sedangkan telinga luar dan telinga dalam normal. Mixed hearing loss (MHL) atau tuli campur ◦ Gangguan pendengaran yang disebabkan adanya kerusakan pada telinga bagian dalam dan juga kerusakan di telinga luar atau bagian dalam.
  • 20. Normal Ambang dengar AC dan BC kurang dari atau sama dengan 25dB Tidak ada GAP antara AC dan BC
  • 21. Tuli SNHL Ambang dengar AC dan BC lebih dari 25dB Tidak ada gap antara AC dan BC atau gap kurang dari 5dB BC tidak boleh lebih jelek dari pada AC Note: GAP adalah beda antara AC dan BC, dianggap GAP jika beda lebih dari atau sama dengan 10dB
  • 22. Tuli Konduktif Ambang AC lebih dari 25dB Ambang BC kurang dari 25dB Ada GAP lebih dari 10dB
  • 23. Tuli Campur Ambang dengar AC dan BC lebih dari 25dB Ada gap antara AC dan BC min 10dB