SlideShare a Scribd company logo
Hal yang perlu diperhatikan dalam
   analisis vegetasi adalah penarikan unit
 contoh atau sampel. Dalam pengukuruan
      dikenal dua jenis pengukuran untuk
   mendapatkan informasi atau data yang
     diinginkan. Kedua jenis pengukuran
tersebut adalah pengukuran yang bersifat
       merusak (destructive measures) dan
 pengukuran yang bersifat tidak merusak
                (non-destructive measures).

    Untuk keperluan penelitian agar hasil
datanya dapat dianggap sah (valid) secara
        statistika, penggunaan kedua jenis
       pengukuran tersebut mutlak harus
   menggunakan satuan contoh (sampling
  unit), apalagi bagi seorang peneliti yang
 mengambil objek hutan dengan cakupan
         areal yang luas. Dengan sampling,
           seorang peneliti/surveyor dapat
          memperoleh informasi/data yang
    diinginkan lebih cepat dan lebih teliti
dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila
dibandingkan dengan inventarisasi penuh
      (metoda sensus) pada anggota suatu
                                  populasi.


            PENARIKAN UNIT CONTOH DALAM KOMUNITAS TUMBUHAN

Agar data yang dipakai menjadi valid, maka sebelum melakukan penelitian dengan metoda
sampling kita harus menentukan terlebih dahulu tentang metode sampling yang akan digunakan,
jumlah, ukuran dan peletakan satuan-satuan unit contoh. Pemilihan metode sampling yang akan
digunakan bergantung pada keadaan morfologi jenis tumbuhan dan penyebarannya, tujuan
penelitian dan biaya serta tenaga yang tersedia.



1. Bentuk Unit Contoh atau Sampel

Bentuk unit sampling dalam survey vegetasi dapat berupa kuadrat, garis dan titik. Pengertian
kuadrat adalah suatu satuan contoh yang tidak begitu luas yang dinyatakan dalam satuan kuadrat
dan berbentuk bujursangkar (persegi), empat persegi panjang, lingkaran atau segetiga.
Sedangkan yang dimaksud dengan jalur adalah kuadrat berbentuk empat persegi panjang, dimana
panjangnya beberapa kali lebarnya. Umumnya survey vegetasi menggunakan unit sampling
berbentuk kuadrat ini.
2. Ukuran Kuadrat

Pertimbangan utama dalam penentuan ukuran kuadrat adalah kehomogenan vegetasi dan
keadaan morfologi jenis tumbuhan yang diukur. Kuadrat yang berukuran kecil adalah sering
lebih efisien dibandingkan kuadrat berukuran besar. Dalam hutan yang homogen, ketepatan
untuk intensitas sampling tertentu cenderung lebih besar, karena jumlah satuan contoh yang
bersifat bebas satu sama lain akan lebih banyak. Tetapi bila kuadrat berukuran kecil digunakan
pada hutan yang heterogen. maka koefisien variasi akan tinggi. Oleh karena itu bila hutan
heterogen sebaiknya kuadrat yang digunakan juga berukuran besar.
Ukuran kuadrat harus memenuhi tiga syarat, yaitu:

       harus dapat mencakup sebanyak mungkin jenis tumbuhan dalam komunitas yang
       bersangkutan.
       habitat dalam kuadrat harus diusahakan sehomogen mungkin; dan
       penutupan vegetasi dalam kuadrat harus diusahakan sehomogen mungkin. Sebagai
       contoh, unit contoh ini sebaiknya tidak mencakup daerah terbuka yang cukup luas atau
       sebatknya tidak didominasi (50% dari luas contoh) oleh satu jenis dan 50% lagi oleh jenis
       yang kedua.

Berhubung ilmu ekologi hutan lebih menitikberatkan pada komposisi jenis vegetasi, maka
ukuran petak contoh yang akan dibuat harus bersifat mewakili keadaan vegetasi pada area] yang
akan diteliti, terutama kalau kita akan membuat satu petak contoh. Untuk mengetahui hal ini,
maka dalam ilmu ekologi hutan ada suatu teknik untuk menentukan luasan petak contoh terkecil
yang dianggap mencakup/mewakili keadaan habitat dari suatu tipe komunitas/tegakan, yang
disebut dengan metode species-area curve. Prosedur teknik pembuatan species-area curve ini
adalah sebagai berikut :

       Pilih bentuk petak contoh berukuran minimal yang akan dibuat, kuadrat atau lingkaran,
       tetapi umumnya petak contoh yang digunakan adalah berbentuk kuadrat.
       Letakkan sebuah petak contoh berukuran persegi (misal 1 x 1 m2) atau lingkaran
       berukuran luas 0,56 m2, kita namakan petak contoh ini sebagai P1, pada komunitas
       vegetasi/tegakan hutan yang akan kita teliti. Catat jumlah jenis yang berada dalam petak
       contoh (PI) tersebut.
       Perluas P 1 dua kali, kita nainakan petak contoh yang baru ini dengan P2 (luas P2 = 2 x
       luas P1). Catat semuajenis dalam P2 mi.
       Perluasan petak contoh sebanyak dua kali lipat petak contoh sebelumnya dan pencatatan
       kumulatif semua jenis dari petak-petak contoh tersebut dihentikan bila kenaikan jumlah
       jenis yang diperoleh tidak berarti.
       Buat sistem koordinat (x, y), dimana luas petak contoh sebagai absis(sumbu-x) dan
       jumlah jenis sebagai ordinat (sumbu-y).
       Menentukan kriteria dari ukuran petak contoh minimal. Dalam hal ini ada beberapa
       kriteria dari para ekolog yang dapat digunakan untuk menentukan luasan petak contoh
       minimal tersebut, yaitu:

(1 ) Kriteria dari Cain (1938).
Cain menyarankan ukuran minimal petak contoh ditentukan pada suatu luasan dimana 10% dari
luas total petak contoh menghasilkan hanya 10% jumlah species dari jumlah total species yang
tercatat. Caranya adalah: pertama, tentukan titik koordinat (x,y), dimana x = 10% x luas total
petak contoh, dan y = 10%x jumlah kumulatif jenis yang dicatat; kedua, buat sebuah garis yang
menghubungkan titik tersebut dengan titik koordinat (0,0); ketiga, buat sebuah garis sejajar
terhadap garis yang pertama tersebut yang menyinggung secara tangensial terhadap species-area
curve. Kemudian titik singgung ini diproyeksikan pada sumbu X, sehingga didapatkan ukuran
minimal petak contoh. Tetapi, untuk pendugaan ukuran minimal petak contoh yang bersifat
konservatif sebaiknya digunakan kriteria 10% peningkatan ukuran petak contoh menyebabkan
hanya peningkatan 5% jumlah jenis. Titik ini dapat dicari dengan cara membuat sebuah garis
yang melalui titik koordinat (0,0) dengan sebuah titik koordinat (x,y) dimana x = 100% dari
ukuran total petak contoh dan y = 50% dari jumlah total jenis yang tercatat. Kemudian sebuah
titik singgung antara sebuah garis sejajar dengan garis tersebut dan species-area curve
diproyeksikan pada sumbu-x untuk memperoleh ukuran minimal petak contoh.

(2) Kriteria dari Rice dan Kelting (1955).

Pada dasarnya dalam kriteria ini terdapat suatu standar dari jumlah jenis yang diharapkan
dicakup oleh petak contoh misalnya, kita mengharapkan petak contoh yang akan digunakan
mencakup 95% dari maksimum jumlah species. yang tercatat dalam petak contoh terbesar yang
telah digunakaii untuk pembuatan species-area curve. Caranya adalah: per[ama, tentukan d
species sebanyak jumlah total species yang dicatat dikurangi 5% dari jumlah total species
tersebut, misalnya kita mendapatkan nilai n species; kedua, buat sebuah garis sejajar sumbu-y,
sehingga garis tersebut memotong species-area curve pada sebuah titik. Kemudian titik
perpotongan ini diproyeksikan pada sumbu-x untuk mendapatkan ukuran minimal petak contoh.
Untuk memperjelas keterangan di atas, di bawah ini disajikan suatu contoh penentuan suatu
ukuran minimal petak contoh dalam suatu survey vegetasi seperti di bawah ini.

Misalnya suatu pembuatan petak contoh secara nested sampling memberikan data seperti tertera
pada Tabel 6.1.

Tabel 1. Data jenis tumbuhan pada setiap petak contoh

    No. Petak contoh               Ukuran (m2)           Jenis        d kumulatif jenis
                                                    A
                                                    B
                                                    C
                                                    D
                1                        1                                    8
                                                    E
                                                    F
                                                    G
                                                    H
                                                    I
                2                        2          J                        12
                                                    K
                3                        4          M                        15
N
                                                    O
                                                    P
                4                       8           Q                         18
                                                    R
                                                    S
                5                      16                                     20
                                                    T
                6                      32                  U                  21



Petak-petak contoh tersebut didesain secara nested plot sampling seperti pada Gambar 1.




Gambar 1. Peletakan petak contoh secara nested plot sampling dalam suatu proses pembuatan
species-area curve

    Untuk menentukan luasan petak contoh terkecil yang dapat mewakili keadaan komunitas
                tumbuhan dibuat species-area curve seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Illustrasi suatu species-area curve

Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>

DAFTAR PUSTAKA

   1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
      Bogor.
   2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
      Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_penarikan_unit_contoh.html

              JUMLAH UNIT CONTOH DALAM KOMUNITAS TUMBUHAN

Ada suatu aturan umum dalam menentukan jumlah unit sampling yaitu "semakin banyak
semakin bagus". Aturan ini bisa diterima kalau biaya dan tenaga tidak merupakan faktor
pembatas dalam penelitian. Karena semua proyek dibatasi oleh sejumlah biaya tertentu, maka
kita harus menentukan jumlah dan ukuran unit sampling yang cukup mewakili keadaan populasi.
Dalam ilmu ekologi hutan, suatu altematif untuk menentukan jumlah unit sampling berukuran
tetap tertentu bisa diperoleh dengan memplotkan running mean atau varian (keragaman antar
kuadrat) sebagai ordinat dan jumlah kuadrat sebagai absis. Kemudian jumlah kuadrat minimal
diperkirakan pada suatu titik dimana fluktuasi varian atau running mean relatif stabil.




Gambar. Penentuan jumlah kuadrat berdasarkan running mean

Altematif lain jumlah kuadrat dapat ditentukan berdasarkan dasar perhitungan perseniase,
dengan asumsi bahwa ukuran optimal kuadrat sudah ditentukan, maka jumlah kuadrat optimal
dapat diperoleh berdasarkan intensitas sampling yang diinginkan. Bahkan berdasarkan
pengalaman para peneliti senior, jumlah kuadrat minimal yang harus diambil adalah sekitar 30
buah dengan anggapan pada jumlah ≥ 30 kuadrat nilai keragaman relatif stabil. Petunjuk lain
yang cukup berguna adalah keragaman dalam kuadrat hams lebih kecil dibandingkan dengan
keragaman antar kuadrat. Bagaimanapun tidak ada jumlah kuadrat yang mutlak yang dapat
direkomendasikan, karena kisaran heterogen di lapangan bervariasi dan setiap survey
memerlukan ketelitian yang berbeda.
Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>

DAFTAR PUSTAKA

   1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
      Bogor.
   2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
      Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_jumlah_unit_contoh.html

               PARAMETER KUANTITATIF DALAM DESKRIPSI VEGETASI

Untuk kepentingan deskripsi vegetasi ada tiga macam parameter kuantitatif vegetasi yang sangat
penting yang umumnya diukur dari suatu tipe komunitas tumbuhan yaitu:

1. Kerapatan (density)

Kerapatan adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu, misalnya
100 individu/ha.
Dalam mengukur kerapatan biasanya muncul suatu masalah sehubungan dengan efek tepi (side
effect) dan life form (bentuk tumbuhan). Untuk mengukur kerapatan pohon atau bentuk vegetasi
lainnya yang mempunyai batang yang mudah dibedakan antara satu dengan lainnya umumnya
tidak menimbulkan kesukaran yang berarti. Tetapi, bagi tumbuhan yang menjalar dengan tunas
pada buku-bukunya dan berrhizoma (berakar rimpang) akan timbul suatu kesukaran dalam
penghitungan individunya. Untuk mengatasi hal ini, maka kita harus membuat suatu kriteria
tersendiri tentang pengertian individu dari tipe tumbuhan tersebut.
Masalah lain yang harus diatasi adalah efek tepi dari kuadrat sehubungan dengan keberadaan
sebagian suatu jenis tumbuhan yang berada di tepi kuadrat, sehingga kita harus memutuskan
apakah jenis tumbuhan tersebut dianggap berada dalam kuadrat atau di luar kuadrat. Untuk
mengatasi hal ini biasanya digunakan perjanjian bahwa bila > 50% dari bagian tumbuhan
tersebut berada dalam kuadrat, maka dianggap tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat dan
tentunya barns dihitung pengukuran kerapatannya.

2. Frekwensi

Frekwensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana ditemukannya jenis tersebut
dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya frekwensi dinyatakan dalam besaran
persentase. Misalnya jenis Avicennia marina (api-api) ditemukan dalam 50 petak contoh dari
100 petak contoh yang dibuat, sehingga frekwensi jenis api-api tersebut adalah 50/100 x 100% =
50%. Jadi dalam penentuan frekwensi ini tidak ada counting, tetapi hanya suatu perisalahan
mengenai keberadaan suatu jenis saja.

3. Cover (Kelindungan)
Kelindungan adalah proporsi permukaan tanah yang ditutupi oleh proyeksi tajuk tumbuhan. Oleh
karena itu, kelindungan selalu dinyatakan dalam satuan persen. Misalnya, jenis Rhizophora
apiculata (bakau) mempunyai proyeksi tajuk seluas 10 mZ dalam suatu petak contoh seluas 100
m-, maka kelindungan jenis bakau tersebut adalah 10/100 x 100% = 10%. Jumlah total
kelindungan semua jenis tumbuhan dalam suatu komunitas tumbuhan mungkin lebih dari 100%,
karena sering proyeksi tajuk dari satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya bertumpang tindih
(overlapping). Sebagai pengganti dari luasan areal tajuk, kelindungan bisa juga
mengimplikasikan proyeksi basal area pada suatu luasan permukaan tanah. Untuk
mengukur/menduga luasan tajuk dari vegetasi lapisan pohon, biasanya dilakukan dengan
menggunakan proyeksi tajuk dari pohon tersebut terhadap permukaan tanah dan luasannya
diukur dengan planimeter atau sistem dotgrid dengan kertas grafik. Cara lain adalah dihitung
dengan rumus :




Basal area ini merupakan suatu luasan areal dekat permukaan tanah yang dikuasai oleh
tumbuhan. Untuk pohon, basal area diduga dengan mengukur diameter batang. Dalam hal ini,
pengukuran diameter umumnya dilakukaii pada ketinggian 1.30 m dari permukaan tanah
(diameter setinggi data atau diameter at breast height, DBf). Dalam pengukuran diameter pohon
setinggi dada terdapat beberapa ketentuan yang umumnya ditaati oleh para peneliti, yaitu:

       Bila pohon berada di lereng, diameter diukur pada ketinggian 4,5 kaki dari permukaan
       tanah atau 1,3 m di atas permukaan tanah lereng sebelah atas pohon;
       Bila pohon membentuk cabang tepat pada ketinggian 1,3 m dari tanah, maka diameter
       diukur sedikit (di atas percabangan tersebut dan pohon tersebut dianggap sebagai satu
       individu seperti halnya kalau percabangan terjadi di atas ketinggian 1,3 m di alas tanah).
       Tetapi bila percabangan terjadi dibawah 1,3 m dari atas tanah, maka masing-masing
       batang diukur diametemya setinggi dada serta batang-batang tersebut dianggap sebagai
       individu masing-masing;
       Bila pohon berakar papan atau berbentuk tidak normal tepat pada atau melebihi setinggi
       dada, maka pengukuran diameter dilakukan di atas batas batang dari bentuk tidak normal;
       dan
       Sesuai dengan informasi yang diinginkan, diameter pohon yang diukur bisa merupakan
       diameter di luar kulit pohon atau diameter dekat kulit pohon.

Dengan asumsi bahwa penampang melintang batang suatu pohon berbentuk lingkaran, basal area
dari pohon tersebut dihitung dengan rumus:

                 BA     :

                 = π.R2
                 = ¼ π. D2
dimana:

                 BA       :    Basal area
                 R       :    jari-jari lingkaran dari penampang lintang batang
                 D       :    diameter batang pohon

Konsep basal area juga kadang-kadang diterapkan terhadap tumbuhan penutup tanah seperti
rumput, herba dan semak. Dalam hal ini basal area diukur dad luasan areal pucuk dari tumbuhan
tersebut dalam suatu luasan petak contoh tertentu yang dibuat.

Selain kerapatan, frekwensi dan kelindungan (termasuk pengukuran diameter), parameter
kuantitatif lainnya yang biasa diukur adalah: tinggi potion, dan biomassa. Dalam hal ini
pengukuran tinggi pohon dalam penelitian ekologi hutan biasanya dilakukan terhadap tinggi total
dan tinggi bebas cabang. Tinggi total pohon adalah suatu jarak linier antara permukaan tanah
dengan titik tajuk (suatu titik tempat cabang pertama berada). Pengukuran tinggi pohon di
lapangan dapat dilakukan dengan Hypsometer, Abney level, Haga altimeter, Blume-Leigg
Altimeter, dan Suunto Clinometer. Sedangkan biomassa dapat diukur dalam bentuk volume kayu
seperti halnya dalam kegiatan inventarisasi hutan atau bisa juga melalui pemanenan individu
vegetasi, besarnsa dinyatakan dalam berat basah, berat kering atau gram kalori (ash free dry
weight) per satuan luas areal tertentu. Beberapa kriteria struktural berbentuk pertumbuhan juga
dapat diukur yaitu ukuran daun, tebal kulit, dan lain-lain. Begitu pula halnya dengan parameter
produktivitas seperti produksi serasah, produksi biji, riap tahunan diameter batang, dan seperti
produksi serasah, produksi biji, riap tahunan diameter batang, dan lain-lain, dan parameter yang
menggunakan tumbuhan secara fungsional seperti ketahanan daun, reproduksi vegetasi, dan
toleransi naungan. Parameter vegetasi lain yang juga cukup penting diketahui adalah parameter
fisiologi seperti kecepatan transpirasi, kecepatan asimilasi bersih, keseimbangan air dalam
tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain. Selain itu ada saw parameter vegetasi yang sangat periling
dalam kaitannya dengan kelindungan dan produktivitas yaitu leaf area index (indeks luasan
daun). Indeks luasan daun ini merupakan perbandingan antara total luasan daun dari suatu jenis
pohon atau suatu tegakan dalam satuan luas tertentu, dengan luasan permukaan tanah tertentu,
misalnya LAI (leaf area index) dari jenis bakau dalam zona Bruguiera adalah 0,2 ha/ha atau
misalnya LAI dari tegakan hutan mangrove di Karawang adalah 3,9 ha/ha. Dalam hal ini hanya
salah satu permukaan daun yang diukur untuk mendapatkan LAI.

Dalam penelitian ekologi hutan, biasanya para peneliti ingin mengetahui jenis vegetasi dominan
yang memberikan ciri utama terhadap fisiognomi suatu komunitas hutan. Secara kuantitatif, jenis
vegetasi yang dominan dalam suatu komunitas ini dapat diketahui dengan mengukur dominansi
dari vegetasi tersebut. Ukuran dominansi ini dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu:

       Biomassa dan volume dimana jenis tumbuhan yang dominan akan mempunyai biomassa
       dan volume lebih besar dibandingkan dengan jenisjenis lainnya;
       Kelindungan (cover) dan luas basal area;
       Indeks Nilai Penting (INP). Biasanya indeks ini dihitung dengan menjumlahkan nilai
       Frekwensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), dan Dominansi Relatif (DR). Tetapi,
       untuk vegetasi yang besaran, parameter dominancinya tidak diukur (misal, dalam kasus
pengukuran tingkat semai), maka INP bisa diperoleh dengan menjumlahkan KR dan FR
       saja; dan
       SDR (Summed Dominance Ratio) atau perbandingan nilai penting. Besaran ini diperoleh
       dengan cara membagi indeks nilai penting dengan jumlah macam parameter yang
       digunakan.

Dalam ilmu ekologi kuantitatif, pengukuran/pendugaan parameter - parameter vegetasi tersebut
di atas biasa dilakukan oleh para peneliti. Tetapi, untuk tujuan deskripsi vegetasi biasanya hanya
nilai kerapatan. Sedangkan dalam bidang.inventarisasi hutan, ada satu parameter vegetasi lagi
yang lazim diduga yaitu volume pohon berdiri per satuan unit luas tertentu.

Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>

DAFTAR PUSTAKA

   1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
      Bogor.
   2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
      Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.



http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_parameter_kuantitatif.html

                TEKNIK ANALISIS VEGETASI METODE DENGAN PETAK

1. Metode dengan Petak

1.1. Teknik Sampling Kuadrat (Quadrat Sampling Technique)

Teknik sampling kuadrat ini merupakan suatu teknik survey vegetasi yang sering digunakan
dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Petak contoh yang dibuat dalam teknik sampling ini bisa
berupa petak tunggal atau beberapa petak. Petak tunggal mungkin akan memberikan infoanasi
yang baik bila komunitas vegetasi yang diteliti bersifat homogen. Adapun petakpetak contoh
yang dibuat dapat diletakkan secara random atau beraturan sesuai dengan prinsip-prinsip teknik
sampling yang telah dikemukakan di Bab terdahulu.

Bentuk petak contoh yang dibuat tergantung pada bentuk morfologis vegetasi dan efisiensi
sampling pola penyebarannya. Misalnya, untuk vegetasi rendah, petak contoh berbentuk
lingkaran lebih menguntungkan karena pembuatan petaknya dapat dilakukan secara mudah
dengan mengaitkan seutas tali pada titik pusat petak. Selain itu, petak contoh berbentuk
lingkaran akan mcmberikan kesalahan sampling yang lebih kecil daripada bentuk petak lainnya,
karena perbandingan panjang tepi dengan luasnya lebih kecil. Tetapi dari segi pola distribusi
vegetasi, petak berbentuk lingkaran ini kurang efisien dibanding bentuk segiempat. Sehubungan
dengan efisiensi sampling banyak studi yang dilakukan menunjukkan bahwa petak bentuk
segiempat memberikan data komposisi vegetasi yang lebih akurat dibanding petak berbentuk
bujur sangkar yang berukuran sama, terutama bila sumbu panjang dari petak tersebut sejajar
dengan arah perobahan keadaan lingkungan/habitat.

Untuk memudahkan perisalahan vegetasi dan pengukuran parametemya, petak contoh biasanya
dibagi-bagi ke dalam kuadrat-kuadrat berukuran lebih kecil. Ukuran kuadrat-kuadrat tersebut
disesuaikan dengan bentuk morfologis jenis dan lapisan distribusi vegetasi secara vertikal
(stratifikasi). Dalam hal ini Oosting (1956) menyarankan penggunaan kuadrat berukuran 10 x 10
m untuk lapisan pohon, 4 x 4 m untuk lapisan vegetasi berkayu tingkat bawah (undergrowth)
sampai tinggi 3 m, dan 1 x 1 m untuk vegetasi bawah/lapisan herba. Tetapi, umtmmya para
peneliti di bidang ekologi hutan membedakan potion ke dalam beberapa tingkat pertumbuhan,
yaitu: semai (permudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m), pancang (permudaan
dengan > 1,5 m sampai pohon muda yang berdiame[er < 10 cm), tiang (pohon muda berdiameter
10 s/d 20 cm), dan pohon dewasa (diameter > 20 cm). Untuk memudahkan pelaksanaannya
ukuran kuadrat disesuaikan dengan tingkat perttunbuhan tersebut, yaitu umumnya 20 x 20 m
(pohon dewasa), 10 x 10 m (tiang), 5 x 5 m (pancang), dan lxl m atau 2 x 2 m (semai dan
tumbuhan bawah).

Dalam metode kuadrat ini, parameter-parameter vegetasi dapat dihitung dengan rumus-rumus
berikut ini:

                     Kerapatan (K) =
                     Jumlah individu
                     Luas petak ukur

                     Kerapatan relatif (KR) =
                     Kerapatan satu jenis x 100%
                     Kerapatan seluruh jenis

                     Frekwensi (F) =
                     Jumlah petak penemuan suatu jenis
                     Jumlah seluruh petak

                     Frekwensi relatif (FR)    =
                     Frekwensi suatu jenis x 100%
                     Frekwensi seluruh jenis

                     Dominansi (D) =
                     Luas Bidang Dasar suatu jenis
                     Luas petak ukur

                     Dominansi relatif (DR) =
                     Dominansi suatu jenis x 100%
                     Dominansi seluruh jenis
(a). Petak Tunggal

Di dalam metode ini dibuat satu petak sampling dengan ukuran tertentu yang mewakili suatu
tegakan hutan. Ukuran petak ini dapat ditentukan dengan kurva spesies-area. Untuk lebih
jelasnya suatu contoh petak tunggal dapat dilihat pada Gambar 4.




Gambar 4. Suatu petak tunggal dalam analisis vegetasi

Agar data vegetasi hasil survei lebih bersifat informatif, sebaiknya bila waktu dan dana survey
memungkinkan, setiap lokasi pohon beserta tajuknya (termasuk pancang, semai, dan tiang)
begitu pula pohon yang masih berdiri atau pohon yang roboh dalam petak contoh, dipetakan. Hal
ini akan sangat berguna untuk mengetahui pola distribusi setiap jenis vegetasi, proporsi gap,
menduga luasan tajuk dari diameter, dan lain-lain.

(b). Petak Ganda

Di dalam metode ini pengambilan contoh vegetasi dilakukan dengan menggunakan banyak petak
contoh yang letaknya tersebar merata. Peletakan petak contoh sebaiknya secara sistematis. Untuk
menentukan banyaknya petak contoh dapat digunakan kurva species-area. Sebagai illustrasi pada
Gambar 6.5 disajikan cara peletakan petak contoh pada metode petak ganda.
Gambar 5. Desain petak ganda di lapangan

Cara menghitung besamya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak
tunggal.

1.2. Metode Jalur

Metode ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah,
topografi dan elevasi. Jalur - jalur contoh ini harus dibuat memotong garis-garis topografi, misal
tegak lurus garis pantai, memotong sungai, dan menaik atau menurun lereng gunung. Untuk
lebih jelasnya, contoh petak sampling berbentuk jalur ini dapat dilihat pada Gambar 6




                           Gambar 6. Desain jalur contoh di lapangan

Perhitungan besamya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak tunggal.

1.3. Metode Garis Berpetak

Metode ini dapat dianggap sebagai modifikasi metode petak ganda atau metode jalur, yakni
dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur sehingga sepanjang garis rintis
terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Gambar 7 memperlihatkan pelaksanaan
metode garis berpetak di lapangan.




Gambar 7. Desain metode garis berpetak

Perhitungan besamya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak tunggal.
1.4. Metode Kombinasi antara Metode Jalur dengan Metode Garis Berpetak

Dalam metode ini risalah pohon dilakukan dengan metode jalur dan permudaan dengan metode
garis berpetak. Untuk lebih jelasnya desain metodc ini dapat dilihat pada Gambar 8.




          Gambar 8. Desain Kombinasi Metode Jalur dengan Metode Garis Berpetak

Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>

DAFTAR PUSTAKA

   1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
      Bogor.
   2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
      Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_Analisis_Vegetasi.html
TEKNIK ANALISIS VEGETASI METODE BERPASANGAN ACAK

      Dalam analisis vegetasi masalah yang
       dihadapi adalah pembuatan kuadrat
   (petak contoh) di lapangan, ada metode
    sampling yang disebut teknik sampling
      tanpa petak contoh (plotless sampling
      technique). Metode ini pada dasamya
   memanfaatkan pengukuran jarak antar
individu tumbuhan atau jarak dari pohon
          yang dipilih secara acak terhadap
          individu-individu tumbuhan yang
            terdekat dengan asumsi individu
tumbuhan menyebar secara acak. Dengan
      demikian disamping metode ini akan
             menghemat waktu karena tidak
 memerlukan pembuatan petak contoh di
      lapangan, kesalahan sampling dalam
       proses pembuatan petak contoh dan
  penentuan individu tumbuhan berada di
           dalam atau di luar kuadrat dapat
  dikurangi. Paling sedikit terdapat empat
  macam metode tanpa petak contoh yang
   berdasarkan satuan contoh berupa titik
     yang penempatannya di lapangan bisa
                 secara acak atau sistematik.




Metode Berpasangan Acak (Random Pair Method)

Prosedur pelaksanaan teknik ini adalah sebagai berikut :

       Meletakan titik-titik contoh secara acak atau beraturan (pada jarak tertentu sepanjang
       garis rintisan);
Pemilihan satu individu (tumbuhan) pohon yang terdekat dengan titik contoh. Kemudian
       tarik suatu garis khayalan yang melalui titik contoh dan individu pohon yang terpilih dan
       satu garis khayalan lagi yang tegak lurus terhadap garis khayalan pertama tadi. Tahap
       selanjutnya pilih satu individu tumbuhan yang terdekat dengan individu tumbuhan
       pertama, tetapi letaknya berada di sektor lain (di luar sektor 180° tempat pohon pertama
       berada yang dibatasi oleh garis khayalan pertama). Untuk lebih jelasnya lihat Gambar.




                             Gambar 1. Metode berpasangan acak

       Pengukuran jarak antar pohon (individu tumbuhan) pertama dan kedua. Selain itu
       parameter-parameter vegetasi yang diinginkan dapat diukur pada kedua individu
       tumbuhan tersebut di atas. Untuk memudahkan analisis data lapangan sebaiknya dibuat
       tally sheet seperti pada Tabel 1.



                Tabel 1. Form isian data lapangan pada random point technique

 No Titik                     Diameter                   Tinggi          Jarak ind 1 &
               Jenis                                                                      Ket
 Contoh                 Ind.1     Ind.2          Ind.1      Ind.2            Ind 2




Dilakukan analisis data lapangan dengan rumus-rumus berikut ini:

                 Kerapatan (K) suatu spesies =

                 Kerapatan suatu spesies x Kerapatan seluruh spesies
100

                Kerapatan relatif suatu spesies (KR) =

                Σ individu suatu spesies x 100 %
                Σ individu seluruh spesies

                Kerapatan seluruh spesies         =

                .          Luasan areal          .
                0,8 x jarak rata-rata antar pohon



                Dominasi suatu spesies = Kerapatan x rata-rata nilai dominasi
                dari spesies

                Dominasi relatif              =

                Dominasi suatu spesies            x    100 %
                Σ Dominasi seluruh jenis

                Frekwensi suatu jenis (F)     =

                Σ titik yang ditemukan suatu spesies           x 100 %
                Σ total dominansi seluruh spesies

                Frekwensi relatif (FR)        =

                Nilai frekwensi suatu spesies x 100 %
                Σ total frekwensi seluruh jenis

                INP    =      KR      +       FR           +   DR



     Pembuatan rekapitulasi hasil analisis data yang diperoleh dengan teknik sampling ini
     adalah seperti tertera pada Tabel 2.



         Tabel 2. Rekapitulasi hasil analisis data dalam metode berpasangan acak

                   Σ      Rata-rata
No    Spesies                             K           KR       D     DR   F     FR     INP
                Individu Dominansi
Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>



DAFTAR PUSTAKA

   1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
      Bogor.
   2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
      Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_Analisis_tanpa_petak.html

                             METODE TITIK PUSAT KUADRAN

2. Metode Titik Pusat Kuadran (Point Centered Quartered Method)

Berdasarkan hasil penelitian Cottam dan Curtis (1956), metode ini merupakan metode sampling
tanpa petak contoh yang paling efisien karena pelaksanaannya di lapangan memerlukan waktu
yang lebih sedikit, mudah, dan tidak memerlukan faktor koreksi dalam menduga kerapatan
individu tumbuhan. Tetapi, dalam pelaksanaanya metode ini mempunyai dua macam
keterbatasan, yaitu (I) setiap kuadran harus terdapat paling sedikit satu individu tumbuhan dan
(2) setiap individu (seperti halnya pada random pair method) tidak boleh terhitung lebih dari satu
kali. Prosedur metode ini dalam pelaksanaan di lapangan adalah:

       Peletakan sejumlah titik contoh secara acak dalam komunitas tumbuhan. Berdasarkan
       pengalaman di lapangan, sebaiknya dibuat suatu seri garis arah kompas (garis rintis)
       dalam komunitas tumbuhan yang akan diteliti, kemudian sejumlah titik contoh dipilih
       secara acak atau secara teratur sepanjang garis rintis tersebut. Cottam dan Curtis (1956)
       menyarankan paling sedikit 20 titik contoh harus dipilih untuk meningkatkan ketelitian
       sampling dengan teknik ini.
       Pembagian areal sekitar titik contoh menjadi empat kuadran yang berukuran sama
       (Gambar 6.10). Hal ini dapat dilakukan dengan kompas atau bila suatu seri garis rintis
       digunakan kuadran-kuadran tersebut dapat dibentuk dengan menggunakan garis rintis itu
       sendiri dan suatu garis yang tegak lurus terhadap gads rintis tersebut melatui titik contoh.

Di dalam metode ini di setiap titik pengukuran dibuat garis absis dan ordinat khayalan, sehingga
di setiap titik pengukuran terdapat empat buah quadran. Pilih saw pohon di setiap quadran yang
letaknya paling dekat dengan titik pengukuran dan ukurjarak dari masing-masing pohon tersebut
ke titik pengukuran. Pengukuran dimensi pohon hanya dilakukan terhadap keempat pohon yang
terpilih.




Gambar. Desain point centered quarter method di lapangan


Perhitungan besaran nilai kuantitatif parameter vegetasi adalah sebagai berikut:



               a. Jarak rata-rata individu pohon ke titik pengukuran


                             d = d1 + d2 + ..........+ dn
                                    n

                   dimana:
                   d     = jarak individu potion ke titik pengukuran di setiap
                   quadran
                   n     = banyaknya pohon
                   d     = rata-rata unit area/ind., yaitu rata-rata luasan
                   permukaan
                           tanah yang diokupasi oleh satu individu
                   tumbuhan.

               b. Kerapatan total semua jenis (K)

               K =

               Unit Area
               (d)2

               c. Kerapatan realtif suatu jenis (KR)

               KR =

               Jumlah individu suatu jenis x 100 %
Jumlah individu semua jenis

              d. Kerapatan suatu jenis (KA)

              KA =

              KR x K
              100

              e. Dominasi suatu jenis (D)

              D = KA x Dominansi rata-rata per jenis



              f. Dominasi realtif suatu jenis (DR)

              DR =

              .         D            .     x 100 %
              Dominasi seluruh jenis



              g. Frekwensi suatu jenis (F) =

              Jumlah titik ditemukannya suatu jenis
              Jumlah semua titik pengukuran



              h. Frekwensi relatif (FR)    =

              .       F          .
              Frekwensi semua jenis

               i.   INP     =      KR       +    FR    +   DR

Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>

DAFTAR PUSTAKA

   1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
      Bogor.
   2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
      Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_titik_kwadran.html

     TEKNIK ANALISIS VEGETASI METODE TANPA PETAK CONTOH, METODE TITIK
                         SENTUH DAN GARIS SENTUH

1.    Metode Titik Sentuh (Point Intercept Method)

Untuk komunitas tumbuhan bawah seperti rumput, herba dan semak, metode yang dapat dipakai
adalah Metode Titik Sentuh (Point Intercept Method). Dalam pelaksanaannya di lapangan dapat
digunakan alat bantu seperti gambar dibawah ini..
Tumbuhan yang menyentuh pin yang terbuat dari kawat, akan dicatat jenisnya sehingga
dominansi dari jenis tersebut dapat dihitung dengan rumus:

Dominasi suatu jenis (D)
Σ sentuhan suatu jenis x 100 %
Σ seluruh sentuhan

Dominansi relatif suatu jenis

.        D              x 100 %
Dominansi seluruh jenis

Rumus rumus lainnya sama dengan metode dengan petak .

Hal yang sama dapat dilakukan dengan alat b dengan cara memindahkan lat tersebut pada plot
contoh tiap 10 cm, sehingga didapatkan dominansi dari jenis-jenis yang tersentuh.
Gambar. Alat kisi kawat (alat a) dan kayu berlobang (alat b)
                        yang digunakan dalam point intercept method




2. Metode Garis Sentuh (Line Intercept Method)

Metode Garis Sentuh digunakan untuk komunitas padang rumput dan semak /belukar.
Prosedur pelaksanaan metode ini di lapangan adalah sebagai berikut:

       Salah satu sisi areal dibuat garis dasar yang akan menjadi tempat titik tolak garis intersep:
       dan
       Garis-garis intersep diletakkan secara acak atau sistematik pada areal yang akan diteliti.
       Garis tersebut sebaiknya berupa :

1 Pita ukur dengan panjang 50 - 100 kaki (1 kaki = 30,48 cm)
2 Tambang/tali

Alat bantuan berupa pita ukur atau tambang/tali tersebut dibagi ke dalam interval-interval jarak
tertentu. Hanya tumbuh-tumbuhan yang tersentuh, di atas atau di bawah garis intersep yang
diinventarisir

Jenis data yang diinventarisir adalah :

       Panjang garis yang tersentuh oleh setiap individu tumbuhan
       Panjang segmen garis yang berupa tanah kosong
       Jumlah interval yang diisi oleh setiap species
       Lebar maksimum tumbuhan yang disentuh garis intersep

Sebaiknya, kalau komunitas tumbuhan terdiri atas beberapa strata, penarikan contoh
dilaksanakan secara terpisalrpisah untuk setiap strata. Besaran atau parameter vegetasi yang
dihitung adalah :

       Jumlah individu setiap jenis (N)
       Total panjang intersep setiap jenis (I)
       Jumlah interval transek/garis ditemukannya suatu jenis (G)
       Total dari kebalikan dari lebar tumbuhan maksimum (Σ l/m)



               Kerapatan suatu jenis

                     (Σ l/m =     .         Unit area         .
               Total panjang garis intersep
Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

              Kerapatan suatu jenis x 100 %
              Kerapatan seluruh jenis

              Dominansi suatu jenis

              Total panjang garis intersep suatu jenis   x 100 %
              Total panjang garis intersep

              Dominansi relaltif suatu jenis

              Total panjang garis intersep suatu jenis   x 100 %
              Total panjang garis intersep semua jenis

              Frekwensi suatu jenis

              Σ interval ditemukannya suatu jenis
              Σ semua interval transek

              Frekwensi realtif suatu jenis

              Frekwensi yang dipertimbangkan untuk suatu jenis    x 100 %
              Total frekwensi yang dipertimbangkan untuk semua jenis

              Frekwensi yang dipertimbangkan adalah
              F = (Σ l/m)
              N

                 INP =       KR + FR + DR



Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>

DAFTAR PUSTAKA

   1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
      Bogor.
   2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
      Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_titik_garis_sentuh.html

                 TEKNIK ANALISIS VEGETASI METODE BITTERLICH
Metode Bitterlich

Di dalam metode ini pengukuran dilakukan dengan Tongkat Bitterlich (tongkat sepanjang 66 cm
yang ujungnya dipasangi alat seng berbentuk bujur sangkar berukuran 2 x 2 cm). Dengan
mengangkat tongkat setinggi mata, plat seng diarahkan ke pohon-pohon yang ada
disekelilingnya.
Pohon yang tampak berdiameter lebih besar dan sama dengan plat seng didaftar namanya dan
diukur. Sedangkan pohon yang tampak berdiamater lebih kecil dan sisi plat seng tidak masuk
hitungan.
Untuk setiap jenis ditentukan luas bidang dasarnya dengan rumus :




          dimana :
N       =      banyaknya pohon dari jenis yang bersangkutan
n       =     banyaknya titik-titik pengamatan dimana jenis itu ditemukan
2,3     =     faktor bidang dasar untuk alat



Metode Bitterlich PDF >>>

Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>>

DAFTAR PUSTAKA

      1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
         Bogor.
      2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
         Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_Metode_Bitterlich.html
http://bhimashraf.blogspot.com/2010/12/nalisis-vegetasi-dengan-metode-kuadrat.html

More Related Content

What's hot

Pengukuran diameter pohon
Pengukuran diameter pohonPengukuran diameter pohon
Pengukuran diameter pohon
ida lestari
 
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...Biology Education
 
Laporan Praktikum IDENTIFIKASI & KLASIFIKASI TUMBUHAN || Biologi Tanaman
Laporan Praktikum IDENTIFIKASI & KLASIFIKASI TUMBUHAN || Biologi TanamanLaporan Praktikum IDENTIFIKASI & KLASIFIKASI TUMBUHAN || Biologi Tanaman
Laporan Praktikum IDENTIFIKASI & KLASIFIKASI TUMBUHAN || Biologi Tanaman
shafirasalsa11
 
Penetapan potensial air jaringan
Penetapan potensial air  jaringanPenetapan potensial air  jaringan
Penetapan potensial air jaringan
Ekal Kurniawan
 
pembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MSpembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MS
novhitasari
 
Komunitas
KomunitasKomunitas
Komunitas
Sirod Judin
 
Transect Analysis
Transect AnalysisTransect Analysis
Transect Analysis
AM Arafandi
 
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
Feri Chandra
 
Penyebaran populasi ekologi umum
Penyebaran populasi ekologi umumPenyebaran populasi ekologi umum
Penyebaran populasi ekologi umumJun Mahardika
 
Laporan pengenalan alat
Laporan pengenalan alatLaporan pengenalan alat
Laporan pengenalan alat
Laode Syawal Fapet
 
Laporan praktikum 5 bunga tunggal (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 5 bunga tunggal (morfologi tumbuhan)Laporan praktikum 5 bunga tunggal (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 5 bunga tunggal (morfologi tumbuhan)
Maedy Ripani
 
komunitas sebagai unit ekologi
komunitas sebagai unit ekologikomunitas sebagai unit ekologi
komunitas sebagai unit ekologi
robinsyah putra
 
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTANEKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EDIS BLOG
 
Ppt ekosistem
Ppt ekosistemPpt ekosistem
Ppt ekosistem
zakiyah_syarifuddin
 
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
UNESA
 
Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...
Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...
Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...
Maedy Ripani
 
Laporan praktikum 4 bentuk batang arah tumbuh permukaan dan modifikasi batang...
Laporan praktikum 4 bentuk batang arah tumbuh permukaan dan modifikasi batang...Laporan praktikum 4 bentuk batang arah tumbuh permukaan dan modifikasi batang...
Laporan praktikum 4 bentuk batang arah tumbuh permukaan dan modifikasi batang...
Maedy Ripani
 
Botani uas pertemuan ke 1 (bunga)
Botani uas pertemuan ke  1 (bunga)Botani uas pertemuan ke  1 (bunga)
Botani uas pertemuan ke 1 (bunga)
Dokter Tekno
 
Fisiologi Tumbuhan
Fisiologi TumbuhanFisiologi Tumbuhan
Fisiologi Tumbuhan
Salmin 'chord'
 
Laporan praktikum ekologi tumbuhan "Aplikasi Metode Pengukuran Vegetasi"
Laporan praktikum ekologi tumbuhan "Aplikasi Metode Pengukuran Vegetasi"Laporan praktikum ekologi tumbuhan "Aplikasi Metode Pengukuran Vegetasi"
Laporan praktikum ekologi tumbuhan "Aplikasi Metode Pengukuran Vegetasi"Biology Education
 

What's hot (20)

Pengukuran diameter pohon
Pengukuran diameter pohonPengukuran diameter pohon
Pengukuran diameter pohon
 
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
 
Laporan Praktikum IDENTIFIKASI & KLASIFIKASI TUMBUHAN || Biologi Tanaman
Laporan Praktikum IDENTIFIKASI & KLASIFIKASI TUMBUHAN || Biologi TanamanLaporan Praktikum IDENTIFIKASI & KLASIFIKASI TUMBUHAN || Biologi Tanaman
Laporan Praktikum IDENTIFIKASI & KLASIFIKASI TUMBUHAN || Biologi Tanaman
 
Penetapan potensial air jaringan
Penetapan potensial air  jaringanPenetapan potensial air  jaringan
Penetapan potensial air jaringan
 
pembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MSpembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MS
 
Komunitas
KomunitasKomunitas
Komunitas
 
Transect Analysis
Transect AnalysisTransect Analysis
Transect Analysis
 
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
 
Penyebaran populasi ekologi umum
Penyebaran populasi ekologi umumPenyebaran populasi ekologi umum
Penyebaran populasi ekologi umum
 
Laporan pengenalan alat
Laporan pengenalan alatLaporan pengenalan alat
Laporan pengenalan alat
 
Laporan praktikum 5 bunga tunggal (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 5 bunga tunggal (morfologi tumbuhan)Laporan praktikum 5 bunga tunggal (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 5 bunga tunggal (morfologi tumbuhan)
 
komunitas sebagai unit ekologi
komunitas sebagai unit ekologikomunitas sebagai unit ekologi
komunitas sebagai unit ekologi
 
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTANEKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
 
Ppt ekosistem
Ppt ekosistemPpt ekosistem
Ppt ekosistem
 
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
 
Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...
Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...
Laporan praktikum 3 tata letak daun rumus daun dan diagram daun (morfologi tu...
 
Laporan praktikum 4 bentuk batang arah tumbuh permukaan dan modifikasi batang...
Laporan praktikum 4 bentuk batang arah tumbuh permukaan dan modifikasi batang...Laporan praktikum 4 bentuk batang arah tumbuh permukaan dan modifikasi batang...
Laporan praktikum 4 bentuk batang arah tumbuh permukaan dan modifikasi batang...
 
Botani uas pertemuan ke 1 (bunga)
Botani uas pertemuan ke  1 (bunga)Botani uas pertemuan ke  1 (bunga)
Botani uas pertemuan ke 1 (bunga)
 
Fisiologi Tumbuhan
Fisiologi TumbuhanFisiologi Tumbuhan
Fisiologi Tumbuhan
 
Laporan praktikum ekologi tumbuhan "Aplikasi Metode Pengukuran Vegetasi"
Laporan praktikum ekologi tumbuhan "Aplikasi Metode Pengukuran Vegetasi"Laporan praktikum ekologi tumbuhan "Aplikasi Metode Pengukuran Vegetasi"
Laporan praktikum ekologi tumbuhan "Aplikasi Metode Pengukuran Vegetasi"
 

Viewers also liked

Menghitung Keanekaragan Hayati Menggunakan Rumus -H= jumlah dari (pi log pi)
Menghitung Keanekaragan Hayati Menggunakan Rumus -H= jumlah dari (pi log pi)Menghitung Keanekaragan Hayati Menggunakan Rumus -H= jumlah dari (pi log pi)
Menghitung Keanekaragan Hayati Menggunakan Rumus -H= jumlah dari (pi log pi)
Awe Wardani
 
Makalah vegetasi dan karakteristik
Makalah vegetasi dan karakteristikMakalah vegetasi dan karakteristik
Makalah vegetasi dan karakteristik
Niakhairani
 
Lokakarya Menghitung Carbon Credit
Lokakarya Menghitung Carbon CreditLokakarya Menghitung Carbon Credit
Lokakarya Menghitung Carbon Credit
Galih Kurniawan
 
Makalah impassing
Makalah impassingMakalah impassing
Makalah impassing
Imam Bukhori
 
Interaksi antar spesies
Interaksi antar spesiesInteraksi antar spesies
Interaksi antar spesies
Yuliana Wita
 
Kalkulus 1
Kalkulus 1Kalkulus 1
Kalkulus 118041996
 
Lahan Kritis
Lahan KritisLahan Kritis
Lahan Kritis
Nur Rachmawati
 
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisirAry Ajo
 
Onrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangrove
Onrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangroveOnrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangrove
Onrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangroveEthan Nagekeo
 
Analisa vegetasi laporan
Analisa vegetasi laporanAnalisa vegetasi laporan
Analisa vegetasi laporanPedi Anyoy
 
Ektum kel 9 metode analisis vegetasi
Ektum kel 9 metode analisis vegetasiEktum kel 9 metode analisis vegetasi
Ektum kel 9 metode analisis vegetasi
asnaini marlis
 
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGANDAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN
Wayan Yase
 
Ppt IPL permasalahan lingkungan pesisir Riau
Ppt IPL permasalahan lingkungan pesisir RiauPpt IPL permasalahan lingkungan pesisir Riau
Ppt IPL permasalahan lingkungan pesisir RiauAziza Syilpa
 
Biology of coral,beauty of sea.
Biology of coral,beauty of sea.Biology of coral,beauty of sea.
Biology of coral,beauty of sea.
Puspendu Samanta
 
ekosistem air tawar
ekosistem air tawarekosistem air tawar
ekosistem air tawar
Risma Devi Kartika
 
Ekologi pesisir pantai
Ekologi pesisir pantaiEkologi pesisir pantai
Ekologi pesisir pantaidebsyahreza
 
Terumbu karang
Terumbu karangTerumbu karang
Terumbu karangDeena dep
 

Viewers also liked (20)

Menghitung Keanekaragan Hayati Menggunakan Rumus -H= jumlah dari (pi log pi)
Menghitung Keanekaragan Hayati Menggunakan Rumus -H= jumlah dari (pi log pi)Menghitung Keanekaragan Hayati Menggunakan Rumus -H= jumlah dari (pi log pi)
Menghitung Keanekaragan Hayati Menggunakan Rumus -H= jumlah dari (pi log pi)
 
Makalah vegetasi dan karakteristik
Makalah vegetasi dan karakteristikMakalah vegetasi dan karakteristik
Makalah vegetasi dan karakteristik
 
Lokakarya Menghitung Carbon Credit
Lokakarya Menghitung Carbon CreditLokakarya Menghitung Carbon Credit
Lokakarya Menghitung Carbon Credit
 
Makalah impassing
Makalah impassingMakalah impassing
Makalah impassing
 
Interaksi antar spesies
Interaksi antar spesiesInteraksi antar spesies
Interaksi antar spesies
 
Kalkulus 1
Kalkulus 1Kalkulus 1
Kalkulus 1
 
Lahan Kritis
Lahan KritisLahan Kritis
Lahan Kritis
 
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
 
Onrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangrove
Onrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangroveOnrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangrove
Onrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangrove
 
zooxanthellae
zooxanthellaezooxanthellae
zooxanthellae
 
Analisa vegetasi laporan
Analisa vegetasi laporanAnalisa vegetasi laporan
Analisa vegetasi laporan
 
Ektum kel 9 metode analisis vegetasi
Ektum kel 9 metode analisis vegetasiEktum kel 9 metode analisis vegetasi
Ektum kel 9 metode analisis vegetasi
 
Populasi dan sampel
Populasi dan sampelPopulasi dan sampel
Populasi dan sampel
 
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGANDAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN
 
Ppt IPL permasalahan lingkungan pesisir Riau
Ppt IPL permasalahan lingkungan pesisir RiauPpt IPL permasalahan lingkungan pesisir Riau
Ppt IPL permasalahan lingkungan pesisir Riau
 
Biology of coral,beauty of sea.
Biology of coral,beauty of sea.Biology of coral,beauty of sea.
Biology of coral,beauty of sea.
 
ekosistem air tawar
ekosistem air tawarekosistem air tawar
ekosistem air tawar
 
Ekologi pesisir pantai
Ekologi pesisir pantaiEkologi pesisir pantai
Ekologi pesisir pantai
 
biologi dasar - ekosistem laut
biologi dasar - ekosistem lautbiologi dasar - ekosistem laut
biologi dasar - ekosistem laut
 
Terumbu karang
Terumbu karangTerumbu karang
Terumbu karang
 

Analisis vegetasi

  • 1. Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis vegetasi adalah penarikan unit contoh atau sampel. Dalam pengukuruan dikenal dua jenis pengukuran untuk mendapatkan informasi atau data yang diinginkan. Kedua jenis pengukuran tersebut adalah pengukuran yang bersifat merusak (destructive measures) dan pengukuran yang bersifat tidak merusak (non-destructive measures). Untuk keperluan penelitian agar hasil datanya dapat dianggap sah (valid) secara statistika, penggunaan kedua jenis pengukuran tersebut mutlak harus menggunakan satuan contoh (sampling unit), apalagi bagi seorang peneliti yang mengambil objek hutan dengan cakupan areal yang luas. Dengan sampling, seorang peneliti/surveyor dapat memperoleh informasi/data yang diinginkan lebih cepat dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila dibandingkan dengan inventarisasi penuh (metoda sensus) pada anggota suatu populasi. PENARIKAN UNIT CONTOH DALAM KOMUNITAS TUMBUHAN Agar data yang dipakai menjadi valid, maka sebelum melakukan penelitian dengan metoda sampling kita harus menentukan terlebih dahulu tentang metode sampling yang akan digunakan, jumlah, ukuran dan peletakan satuan-satuan unit contoh. Pemilihan metode sampling yang akan digunakan bergantung pada keadaan morfologi jenis tumbuhan dan penyebarannya, tujuan penelitian dan biaya serta tenaga yang tersedia. 1. Bentuk Unit Contoh atau Sampel Bentuk unit sampling dalam survey vegetasi dapat berupa kuadrat, garis dan titik. Pengertian kuadrat adalah suatu satuan contoh yang tidak begitu luas yang dinyatakan dalam satuan kuadrat dan berbentuk bujursangkar (persegi), empat persegi panjang, lingkaran atau segetiga. Sedangkan yang dimaksud dengan jalur adalah kuadrat berbentuk empat persegi panjang, dimana panjangnya beberapa kali lebarnya. Umumnya survey vegetasi menggunakan unit sampling berbentuk kuadrat ini.
  • 2. 2. Ukuran Kuadrat Pertimbangan utama dalam penentuan ukuran kuadrat adalah kehomogenan vegetasi dan keadaan morfologi jenis tumbuhan yang diukur. Kuadrat yang berukuran kecil adalah sering lebih efisien dibandingkan kuadrat berukuran besar. Dalam hutan yang homogen, ketepatan untuk intensitas sampling tertentu cenderung lebih besar, karena jumlah satuan contoh yang bersifat bebas satu sama lain akan lebih banyak. Tetapi bila kuadrat berukuran kecil digunakan pada hutan yang heterogen. maka koefisien variasi akan tinggi. Oleh karena itu bila hutan heterogen sebaiknya kuadrat yang digunakan juga berukuran besar. Ukuran kuadrat harus memenuhi tiga syarat, yaitu: harus dapat mencakup sebanyak mungkin jenis tumbuhan dalam komunitas yang bersangkutan. habitat dalam kuadrat harus diusahakan sehomogen mungkin; dan penutupan vegetasi dalam kuadrat harus diusahakan sehomogen mungkin. Sebagai contoh, unit contoh ini sebaiknya tidak mencakup daerah terbuka yang cukup luas atau sebatknya tidak didominasi (50% dari luas contoh) oleh satu jenis dan 50% lagi oleh jenis yang kedua. Berhubung ilmu ekologi hutan lebih menitikberatkan pada komposisi jenis vegetasi, maka ukuran petak contoh yang akan dibuat harus bersifat mewakili keadaan vegetasi pada area] yang akan diteliti, terutama kalau kita akan membuat satu petak contoh. Untuk mengetahui hal ini, maka dalam ilmu ekologi hutan ada suatu teknik untuk menentukan luasan petak contoh terkecil yang dianggap mencakup/mewakili keadaan habitat dari suatu tipe komunitas/tegakan, yang disebut dengan metode species-area curve. Prosedur teknik pembuatan species-area curve ini adalah sebagai berikut : Pilih bentuk petak contoh berukuran minimal yang akan dibuat, kuadrat atau lingkaran, tetapi umumnya petak contoh yang digunakan adalah berbentuk kuadrat. Letakkan sebuah petak contoh berukuran persegi (misal 1 x 1 m2) atau lingkaran berukuran luas 0,56 m2, kita namakan petak contoh ini sebagai P1, pada komunitas vegetasi/tegakan hutan yang akan kita teliti. Catat jumlah jenis yang berada dalam petak contoh (PI) tersebut. Perluas P 1 dua kali, kita nainakan petak contoh yang baru ini dengan P2 (luas P2 = 2 x luas P1). Catat semuajenis dalam P2 mi. Perluasan petak contoh sebanyak dua kali lipat petak contoh sebelumnya dan pencatatan kumulatif semua jenis dari petak-petak contoh tersebut dihentikan bila kenaikan jumlah jenis yang diperoleh tidak berarti. Buat sistem koordinat (x, y), dimana luas petak contoh sebagai absis(sumbu-x) dan jumlah jenis sebagai ordinat (sumbu-y). Menentukan kriteria dari ukuran petak contoh minimal. Dalam hal ini ada beberapa kriteria dari para ekolog yang dapat digunakan untuk menentukan luasan petak contoh minimal tersebut, yaitu: (1 ) Kriteria dari Cain (1938).
  • 3. Cain menyarankan ukuran minimal petak contoh ditentukan pada suatu luasan dimana 10% dari luas total petak contoh menghasilkan hanya 10% jumlah species dari jumlah total species yang tercatat. Caranya adalah: pertama, tentukan titik koordinat (x,y), dimana x = 10% x luas total petak contoh, dan y = 10%x jumlah kumulatif jenis yang dicatat; kedua, buat sebuah garis yang menghubungkan titik tersebut dengan titik koordinat (0,0); ketiga, buat sebuah garis sejajar terhadap garis yang pertama tersebut yang menyinggung secara tangensial terhadap species-area curve. Kemudian titik singgung ini diproyeksikan pada sumbu X, sehingga didapatkan ukuran minimal petak contoh. Tetapi, untuk pendugaan ukuran minimal petak contoh yang bersifat konservatif sebaiknya digunakan kriteria 10% peningkatan ukuran petak contoh menyebabkan hanya peningkatan 5% jumlah jenis. Titik ini dapat dicari dengan cara membuat sebuah garis yang melalui titik koordinat (0,0) dengan sebuah titik koordinat (x,y) dimana x = 100% dari ukuran total petak contoh dan y = 50% dari jumlah total jenis yang tercatat. Kemudian sebuah titik singgung antara sebuah garis sejajar dengan garis tersebut dan species-area curve diproyeksikan pada sumbu-x untuk memperoleh ukuran minimal petak contoh. (2) Kriteria dari Rice dan Kelting (1955). Pada dasarnya dalam kriteria ini terdapat suatu standar dari jumlah jenis yang diharapkan dicakup oleh petak contoh misalnya, kita mengharapkan petak contoh yang akan digunakan mencakup 95% dari maksimum jumlah species. yang tercatat dalam petak contoh terbesar yang telah digunakaii untuk pembuatan species-area curve. Caranya adalah: per[ama, tentukan d species sebanyak jumlah total species yang dicatat dikurangi 5% dari jumlah total species tersebut, misalnya kita mendapatkan nilai n species; kedua, buat sebuah garis sejajar sumbu-y, sehingga garis tersebut memotong species-area curve pada sebuah titik. Kemudian titik perpotongan ini diproyeksikan pada sumbu-x untuk mendapatkan ukuran minimal petak contoh. Untuk memperjelas keterangan di atas, di bawah ini disajikan suatu contoh penentuan suatu ukuran minimal petak contoh dalam suatu survey vegetasi seperti di bawah ini. Misalnya suatu pembuatan petak contoh secara nested sampling memberikan data seperti tertera pada Tabel 6.1. Tabel 1. Data jenis tumbuhan pada setiap petak contoh No. Petak contoh Ukuran (m2) Jenis d kumulatif jenis A B C D 1 1 8 E F G H I 2 2 J 12 K 3 4 M 15
  • 4. N O P 4 8 Q 18 R S 5 16 20 T 6 32 U 21 Petak-petak contoh tersebut didesain secara nested plot sampling seperti pada Gambar 1. Gambar 1. Peletakan petak contoh secara nested plot sampling dalam suatu proses pembuatan species-area curve Untuk menentukan luasan petak contoh terkecil yang dapat mewakili keadaan komunitas tumbuhan dibuat species-area curve seperti pada Gambar 2.
  • 5. Gambar 2. Illustrasi suatu species-area curve Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>> DAFTAR PUSTAKA 1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_penarikan_unit_contoh.html JUMLAH UNIT CONTOH DALAM KOMUNITAS TUMBUHAN Ada suatu aturan umum dalam menentukan jumlah unit sampling yaitu "semakin banyak semakin bagus". Aturan ini bisa diterima kalau biaya dan tenaga tidak merupakan faktor pembatas dalam penelitian. Karena semua proyek dibatasi oleh sejumlah biaya tertentu, maka kita harus menentukan jumlah dan ukuran unit sampling yang cukup mewakili keadaan populasi. Dalam ilmu ekologi hutan, suatu altematif untuk menentukan jumlah unit sampling berukuran tetap tertentu bisa diperoleh dengan memplotkan running mean atau varian (keragaman antar kuadrat) sebagai ordinat dan jumlah kuadrat sebagai absis. Kemudian jumlah kuadrat minimal diperkirakan pada suatu titik dimana fluktuasi varian atau running mean relatif stabil. Gambar. Penentuan jumlah kuadrat berdasarkan running mean Altematif lain jumlah kuadrat dapat ditentukan berdasarkan dasar perhitungan perseniase, dengan asumsi bahwa ukuran optimal kuadrat sudah ditentukan, maka jumlah kuadrat optimal dapat diperoleh berdasarkan intensitas sampling yang diinginkan. Bahkan berdasarkan pengalaman para peneliti senior, jumlah kuadrat minimal yang harus diambil adalah sekitar 30 buah dengan anggapan pada jumlah ≥ 30 kuadrat nilai keragaman relatif stabil. Petunjuk lain yang cukup berguna adalah keragaman dalam kuadrat hams lebih kecil dibandingkan dengan keragaman antar kuadrat. Bagaimanapun tidak ada jumlah kuadrat yang mutlak yang dapat direkomendasikan, karena kisaran heterogen di lapangan bervariasi dan setiap survey memerlukan ketelitian yang berbeda.
  • 6. Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>> DAFTAR PUSTAKA 1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_jumlah_unit_contoh.html PARAMETER KUANTITATIF DALAM DESKRIPSI VEGETASI Untuk kepentingan deskripsi vegetasi ada tiga macam parameter kuantitatif vegetasi yang sangat penting yang umumnya diukur dari suatu tipe komunitas tumbuhan yaitu: 1. Kerapatan (density) Kerapatan adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu, misalnya 100 individu/ha. Dalam mengukur kerapatan biasanya muncul suatu masalah sehubungan dengan efek tepi (side effect) dan life form (bentuk tumbuhan). Untuk mengukur kerapatan pohon atau bentuk vegetasi lainnya yang mempunyai batang yang mudah dibedakan antara satu dengan lainnya umumnya tidak menimbulkan kesukaran yang berarti. Tetapi, bagi tumbuhan yang menjalar dengan tunas pada buku-bukunya dan berrhizoma (berakar rimpang) akan timbul suatu kesukaran dalam penghitungan individunya. Untuk mengatasi hal ini, maka kita harus membuat suatu kriteria tersendiri tentang pengertian individu dari tipe tumbuhan tersebut. Masalah lain yang harus diatasi adalah efek tepi dari kuadrat sehubungan dengan keberadaan sebagian suatu jenis tumbuhan yang berada di tepi kuadrat, sehingga kita harus memutuskan apakah jenis tumbuhan tersebut dianggap berada dalam kuadrat atau di luar kuadrat. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan perjanjian bahwa bila > 50% dari bagian tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat, maka dianggap tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat dan tentunya barns dihitung pengukuran kerapatannya. 2. Frekwensi Frekwensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya frekwensi dinyatakan dalam besaran persentase. Misalnya jenis Avicennia marina (api-api) ditemukan dalam 50 petak contoh dari 100 petak contoh yang dibuat, sehingga frekwensi jenis api-api tersebut adalah 50/100 x 100% = 50%. Jadi dalam penentuan frekwensi ini tidak ada counting, tetapi hanya suatu perisalahan mengenai keberadaan suatu jenis saja. 3. Cover (Kelindungan)
  • 7. Kelindungan adalah proporsi permukaan tanah yang ditutupi oleh proyeksi tajuk tumbuhan. Oleh karena itu, kelindungan selalu dinyatakan dalam satuan persen. Misalnya, jenis Rhizophora apiculata (bakau) mempunyai proyeksi tajuk seluas 10 mZ dalam suatu petak contoh seluas 100 m-, maka kelindungan jenis bakau tersebut adalah 10/100 x 100% = 10%. Jumlah total kelindungan semua jenis tumbuhan dalam suatu komunitas tumbuhan mungkin lebih dari 100%, karena sering proyeksi tajuk dari satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya bertumpang tindih (overlapping). Sebagai pengganti dari luasan areal tajuk, kelindungan bisa juga mengimplikasikan proyeksi basal area pada suatu luasan permukaan tanah. Untuk mengukur/menduga luasan tajuk dari vegetasi lapisan pohon, biasanya dilakukan dengan menggunakan proyeksi tajuk dari pohon tersebut terhadap permukaan tanah dan luasannya diukur dengan planimeter atau sistem dotgrid dengan kertas grafik. Cara lain adalah dihitung dengan rumus : Basal area ini merupakan suatu luasan areal dekat permukaan tanah yang dikuasai oleh tumbuhan. Untuk pohon, basal area diduga dengan mengukur diameter batang. Dalam hal ini, pengukuran diameter umumnya dilakukaii pada ketinggian 1.30 m dari permukaan tanah (diameter setinggi data atau diameter at breast height, DBf). Dalam pengukuran diameter pohon setinggi dada terdapat beberapa ketentuan yang umumnya ditaati oleh para peneliti, yaitu: Bila pohon berada di lereng, diameter diukur pada ketinggian 4,5 kaki dari permukaan tanah atau 1,3 m di atas permukaan tanah lereng sebelah atas pohon; Bila pohon membentuk cabang tepat pada ketinggian 1,3 m dari tanah, maka diameter diukur sedikit (di atas percabangan tersebut dan pohon tersebut dianggap sebagai satu individu seperti halnya kalau percabangan terjadi di atas ketinggian 1,3 m di alas tanah). Tetapi bila percabangan terjadi dibawah 1,3 m dari atas tanah, maka masing-masing batang diukur diametemya setinggi dada serta batang-batang tersebut dianggap sebagai individu masing-masing; Bila pohon berakar papan atau berbentuk tidak normal tepat pada atau melebihi setinggi dada, maka pengukuran diameter dilakukan di atas batas batang dari bentuk tidak normal; dan Sesuai dengan informasi yang diinginkan, diameter pohon yang diukur bisa merupakan diameter di luar kulit pohon atau diameter dekat kulit pohon. Dengan asumsi bahwa penampang melintang batang suatu pohon berbentuk lingkaran, basal area dari pohon tersebut dihitung dengan rumus: BA : = π.R2 = ¼ π. D2
  • 8. dimana: BA : Basal area R : jari-jari lingkaran dari penampang lintang batang D : diameter batang pohon Konsep basal area juga kadang-kadang diterapkan terhadap tumbuhan penutup tanah seperti rumput, herba dan semak. Dalam hal ini basal area diukur dad luasan areal pucuk dari tumbuhan tersebut dalam suatu luasan petak contoh tertentu yang dibuat. Selain kerapatan, frekwensi dan kelindungan (termasuk pengukuran diameter), parameter kuantitatif lainnya yang biasa diukur adalah: tinggi potion, dan biomassa. Dalam hal ini pengukuran tinggi pohon dalam penelitian ekologi hutan biasanya dilakukan terhadap tinggi total dan tinggi bebas cabang. Tinggi total pohon adalah suatu jarak linier antara permukaan tanah dengan titik tajuk (suatu titik tempat cabang pertama berada). Pengukuran tinggi pohon di lapangan dapat dilakukan dengan Hypsometer, Abney level, Haga altimeter, Blume-Leigg Altimeter, dan Suunto Clinometer. Sedangkan biomassa dapat diukur dalam bentuk volume kayu seperti halnya dalam kegiatan inventarisasi hutan atau bisa juga melalui pemanenan individu vegetasi, besarnsa dinyatakan dalam berat basah, berat kering atau gram kalori (ash free dry weight) per satuan luas areal tertentu. Beberapa kriteria struktural berbentuk pertumbuhan juga dapat diukur yaitu ukuran daun, tebal kulit, dan lain-lain. Begitu pula halnya dengan parameter produktivitas seperti produksi serasah, produksi biji, riap tahunan diameter batang, dan seperti produksi serasah, produksi biji, riap tahunan diameter batang, dan lain-lain, dan parameter yang menggunakan tumbuhan secara fungsional seperti ketahanan daun, reproduksi vegetasi, dan toleransi naungan. Parameter vegetasi lain yang juga cukup penting diketahui adalah parameter fisiologi seperti kecepatan transpirasi, kecepatan asimilasi bersih, keseimbangan air dalam tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain. Selain itu ada saw parameter vegetasi yang sangat periling dalam kaitannya dengan kelindungan dan produktivitas yaitu leaf area index (indeks luasan daun). Indeks luasan daun ini merupakan perbandingan antara total luasan daun dari suatu jenis pohon atau suatu tegakan dalam satuan luas tertentu, dengan luasan permukaan tanah tertentu, misalnya LAI (leaf area index) dari jenis bakau dalam zona Bruguiera adalah 0,2 ha/ha atau misalnya LAI dari tegakan hutan mangrove di Karawang adalah 3,9 ha/ha. Dalam hal ini hanya salah satu permukaan daun yang diukur untuk mendapatkan LAI. Dalam penelitian ekologi hutan, biasanya para peneliti ingin mengetahui jenis vegetasi dominan yang memberikan ciri utama terhadap fisiognomi suatu komunitas hutan. Secara kuantitatif, jenis vegetasi yang dominan dalam suatu komunitas ini dapat diketahui dengan mengukur dominansi dari vegetasi tersebut. Ukuran dominansi ini dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu: Biomassa dan volume dimana jenis tumbuhan yang dominan akan mempunyai biomassa dan volume lebih besar dibandingkan dengan jenisjenis lainnya; Kelindungan (cover) dan luas basal area; Indeks Nilai Penting (INP). Biasanya indeks ini dihitung dengan menjumlahkan nilai Frekwensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), dan Dominansi Relatif (DR). Tetapi, untuk vegetasi yang besaran, parameter dominancinya tidak diukur (misal, dalam kasus
  • 9. pengukuran tingkat semai), maka INP bisa diperoleh dengan menjumlahkan KR dan FR saja; dan SDR (Summed Dominance Ratio) atau perbandingan nilai penting. Besaran ini diperoleh dengan cara membagi indeks nilai penting dengan jumlah macam parameter yang digunakan. Dalam ilmu ekologi kuantitatif, pengukuran/pendugaan parameter - parameter vegetasi tersebut di atas biasa dilakukan oleh para peneliti. Tetapi, untuk tujuan deskripsi vegetasi biasanya hanya nilai kerapatan. Sedangkan dalam bidang.inventarisasi hutan, ada satu parameter vegetasi lagi yang lazim diduga yaitu volume pohon berdiri per satuan unit luas tertentu. Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>> DAFTAR PUSTAKA 1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_parameter_kuantitatif.html TEKNIK ANALISIS VEGETASI METODE DENGAN PETAK 1. Metode dengan Petak 1.1. Teknik Sampling Kuadrat (Quadrat Sampling Technique) Teknik sampling kuadrat ini merupakan suatu teknik survey vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Petak contoh yang dibuat dalam teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal atau beberapa petak. Petak tunggal mungkin akan memberikan infoanasi yang baik bila komunitas vegetasi yang diteliti bersifat homogen. Adapun petakpetak contoh yang dibuat dapat diletakkan secara random atau beraturan sesuai dengan prinsip-prinsip teknik sampling yang telah dikemukakan di Bab terdahulu. Bentuk petak contoh yang dibuat tergantung pada bentuk morfologis vegetasi dan efisiensi sampling pola penyebarannya. Misalnya, untuk vegetasi rendah, petak contoh berbentuk lingkaran lebih menguntungkan karena pembuatan petaknya dapat dilakukan secara mudah dengan mengaitkan seutas tali pada titik pusat petak. Selain itu, petak contoh berbentuk lingkaran akan mcmberikan kesalahan sampling yang lebih kecil daripada bentuk petak lainnya, karena perbandingan panjang tepi dengan luasnya lebih kecil. Tetapi dari segi pola distribusi vegetasi, petak berbentuk lingkaran ini kurang efisien dibanding bentuk segiempat. Sehubungan dengan efisiensi sampling banyak studi yang dilakukan menunjukkan bahwa petak bentuk segiempat memberikan data komposisi vegetasi yang lebih akurat dibanding petak berbentuk
  • 10. bujur sangkar yang berukuran sama, terutama bila sumbu panjang dari petak tersebut sejajar dengan arah perobahan keadaan lingkungan/habitat. Untuk memudahkan perisalahan vegetasi dan pengukuran parametemya, petak contoh biasanya dibagi-bagi ke dalam kuadrat-kuadrat berukuran lebih kecil. Ukuran kuadrat-kuadrat tersebut disesuaikan dengan bentuk morfologis jenis dan lapisan distribusi vegetasi secara vertikal (stratifikasi). Dalam hal ini Oosting (1956) menyarankan penggunaan kuadrat berukuran 10 x 10 m untuk lapisan pohon, 4 x 4 m untuk lapisan vegetasi berkayu tingkat bawah (undergrowth) sampai tinggi 3 m, dan 1 x 1 m untuk vegetasi bawah/lapisan herba. Tetapi, umtmmya para peneliti di bidang ekologi hutan membedakan potion ke dalam beberapa tingkat pertumbuhan, yaitu: semai (permudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m), pancang (permudaan dengan > 1,5 m sampai pohon muda yang berdiame[er < 10 cm), tiang (pohon muda berdiameter 10 s/d 20 cm), dan pohon dewasa (diameter > 20 cm). Untuk memudahkan pelaksanaannya ukuran kuadrat disesuaikan dengan tingkat perttunbuhan tersebut, yaitu umumnya 20 x 20 m (pohon dewasa), 10 x 10 m (tiang), 5 x 5 m (pancang), dan lxl m atau 2 x 2 m (semai dan tumbuhan bawah). Dalam metode kuadrat ini, parameter-parameter vegetasi dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut ini: Kerapatan (K) = Jumlah individu Luas petak ukur Kerapatan relatif (KR) = Kerapatan satu jenis x 100% Kerapatan seluruh jenis Frekwensi (F) = Jumlah petak penemuan suatu jenis Jumlah seluruh petak Frekwensi relatif (FR) = Frekwensi suatu jenis x 100% Frekwensi seluruh jenis Dominansi (D) = Luas Bidang Dasar suatu jenis Luas petak ukur Dominansi relatif (DR) = Dominansi suatu jenis x 100% Dominansi seluruh jenis
  • 11. (a). Petak Tunggal Di dalam metode ini dibuat satu petak sampling dengan ukuran tertentu yang mewakili suatu tegakan hutan. Ukuran petak ini dapat ditentukan dengan kurva spesies-area. Untuk lebih jelasnya suatu contoh petak tunggal dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Suatu petak tunggal dalam analisis vegetasi Agar data vegetasi hasil survei lebih bersifat informatif, sebaiknya bila waktu dan dana survey memungkinkan, setiap lokasi pohon beserta tajuknya (termasuk pancang, semai, dan tiang) begitu pula pohon yang masih berdiri atau pohon yang roboh dalam petak contoh, dipetakan. Hal ini akan sangat berguna untuk mengetahui pola distribusi setiap jenis vegetasi, proporsi gap, menduga luasan tajuk dari diameter, dan lain-lain. (b). Petak Ganda Di dalam metode ini pengambilan contoh vegetasi dilakukan dengan menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata. Peletakan petak contoh sebaiknya secara sistematis. Untuk menentukan banyaknya petak contoh dapat digunakan kurva species-area. Sebagai illustrasi pada Gambar 6.5 disajikan cara peletakan petak contoh pada metode petak ganda.
  • 12. Gambar 5. Desain petak ganda di lapangan Cara menghitung besamya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak tunggal. 1.2. Metode Jalur Metode ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah, topografi dan elevasi. Jalur - jalur contoh ini harus dibuat memotong garis-garis topografi, misal tegak lurus garis pantai, memotong sungai, dan menaik atau menurun lereng gunung. Untuk lebih jelasnya, contoh petak sampling berbentuk jalur ini dapat dilihat pada Gambar 6 Gambar 6. Desain jalur contoh di lapangan Perhitungan besamya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak tunggal. 1.3. Metode Garis Berpetak Metode ini dapat dianggap sebagai modifikasi metode petak ganda atau metode jalur, yakni dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Gambar 7 memperlihatkan pelaksanaan metode garis berpetak di lapangan. Gambar 7. Desain metode garis berpetak Perhitungan besamya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak tunggal.
  • 13. 1.4. Metode Kombinasi antara Metode Jalur dengan Metode Garis Berpetak Dalam metode ini risalah pohon dilakukan dengan metode jalur dan permudaan dengan metode garis berpetak. Untuk lebih jelasnya desain metodc ini dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Desain Kombinasi Metode Jalur dengan Metode Garis Berpetak Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>> DAFTAR PUSTAKA 1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_Analisis_Vegetasi.html
  • 14. TEKNIK ANALISIS VEGETASI METODE BERPASANGAN ACAK Dalam analisis vegetasi masalah yang dihadapi adalah pembuatan kuadrat (petak contoh) di lapangan, ada metode sampling yang disebut teknik sampling tanpa petak contoh (plotless sampling technique). Metode ini pada dasamya memanfaatkan pengukuran jarak antar individu tumbuhan atau jarak dari pohon yang dipilih secara acak terhadap individu-individu tumbuhan yang terdekat dengan asumsi individu tumbuhan menyebar secara acak. Dengan demikian disamping metode ini akan menghemat waktu karena tidak memerlukan pembuatan petak contoh di lapangan, kesalahan sampling dalam proses pembuatan petak contoh dan penentuan individu tumbuhan berada di dalam atau di luar kuadrat dapat dikurangi. Paling sedikit terdapat empat macam metode tanpa petak contoh yang berdasarkan satuan contoh berupa titik yang penempatannya di lapangan bisa secara acak atau sistematik. Metode Berpasangan Acak (Random Pair Method) Prosedur pelaksanaan teknik ini adalah sebagai berikut : Meletakan titik-titik contoh secara acak atau beraturan (pada jarak tertentu sepanjang garis rintisan);
  • 15. Pemilihan satu individu (tumbuhan) pohon yang terdekat dengan titik contoh. Kemudian tarik suatu garis khayalan yang melalui titik contoh dan individu pohon yang terpilih dan satu garis khayalan lagi yang tegak lurus terhadap garis khayalan pertama tadi. Tahap selanjutnya pilih satu individu tumbuhan yang terdekat dengan individu tumbuhan pertama, tetapi letaknya berada di sektor lain (di luar sektor 180° tempat pohon pertama berada yang dibatasi oleh garis khayalan pertama). Untuk lebih jelasnya lihat Gambar. Gambar 1. Metode berpasangan acak Pengukuran jarak antar pohon (individu tumbuhan) pertama dan kedua. Selain itu parameter-parameter vegetasi yang diinginkan dapat diukur pada kedua individu tumbuhan tersebut di atas. Untuk memudahkan analisis data lapangan sebaiknya dibuat tally sheet seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Form isian data lapangan pada random point technique No Titik Diameter Tinggi Jarak ind 1 & Jenis Ket Contoh Ind.1 Ind.2 Ind.1 Ind.2 Ind 2 Dilakukan analisis data lapangan dengan rumus-rumus berikut ini: Kerapatan (K) suatu spesies = Kerapatan suatu spesies x Kerapatan seluruh spesies
  • 16. 100 Kerapatan relatif suatu spesies (KR) = Σ individu suatu spesies x 100 % Σ individu seluruh spesies Kerapatan seluruh spesies = . Luasan areal . 0,8 x jarak rata-rata antar pohon Dominasi suatu spesies = Kerapatan x rata-rata nilai dominasi dari spesies Dominasi relatif = Dominasi suatu spesies x 100 % Σ Dominasi seluruh jenis Frekwensi suatu jenis (F) = Σ titik yang ditemukan suatu spesies x 100 % Σ total dominansi seluruh spesies Frekwensi relatif (FR) = Nilai frekwensi suatu spesies x 100 % Σ total frekwensi seluruh jenis INP = KR + FR + DR Pembuatan rekapitulasi hasil analisis data yang diperoleh dengan teknik sampling ini adalah seperti tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Rekapitulasi hasil analisis data dalam metode berpasangan acak Σ Rata-rata No Spesies K KR D DR F FR INP Individu Dominansi
  • 17. Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>> DAFTAR PUSTAKA 1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_Analisis_tanpa_petak.html METODE TITIK PUSAT KUADRAN 2. Metode Titik Pusat Kuadran (Point Centered Quartered Method) Berdasarkan hasil penelitian Cottam dan Curtis (1956), metode ini merupakan metode sampling tanpa petak contoh yang paling efisien karena pelaksanaannya di lapangan memerlukan waktu yang lebih sedikit, mudah, dan tidak memerlukan faktor koreksi dalam menduga kerapatan individu tumbuhan. Tetapi, dalam pelaksanaanya metode ini mempunyai dua macam keterbatasan, yaitu (I) setiap kuadran harus terdapat paling sedikit satu individu tumbuhan dan (2) setiap individu (seperti halnya pada random pair method) tidak boleh terhitung lebih dari satu kali. Prosedur metode ini dalam pelaksanaan di lapangan adalah: Peletakan sejumlah titik contoh secara acak dalam komunitas tumbuhan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, sebaiknya dibuat suatu seri garis arah kompas (garis rintis) dalam komunitas tumbuhan yang akan diteliti, kemudian sejumlah titik contoh dipilih secara acak atau secara teratur sepanjang garis rintis tersebut. Cottam dan Curtis (1956) menyarankan paling sedikit 20 titik contoh harus dipilih untuk meningkatkan ketelitian sampling dengan teknik ini. Pembagian areal sekitar titik contoh menjadi empat kuadran yang berukuran sama (Gambar 6.10). Hal ini dapat dilakukan dengan kompas atau bila suatu seri garis rintis digunakan kuadran-kuadran tersebut dapat dibentuk dengan menggunakan garis rintis itu sendiri dan suatu garis yang tegak lurus terhadap gads rintis tersebut melatui titik contoh. Di dalam metode ini di setiap titik pengukuran dibuat garis absis dan ordinat khayalan, sehingga di setiap titik pengukuran terdapat empat buah quadran. Pilih saw pohon di setiap quadran yang letaknya paling dekat dengan titik pengukuran dan ukurjarak dari masing-masing pohon tersebut
  • 18. ke titik pengukuran. Pengukuran dimensi pohon hanya dilakukan terhadap keempat pohon yang terpilih. Gambar. Desain point centered quarter method di lapangan Perhitungan besaran nilai kuantitatif parameter vegetasi adalah sebagai berikut: a. Jarak rata-rata individu pohon ke titik pengukuran d = d1 + d2 + ..........+ dn n dimana: d = jarak individu potion ke titik pengukuran di setiap quadran n = banyaknya pohon d = rata-rata unit area/ind., yaitu rata-rata luasan permukaan tanah yang diokupasi oleh satu individu tumbuhan. b. Kerapatan total semua jenis (K) K = Unit Area (d)2 c. Kerapatan realtif suatu jenis (KR) KR = Jumlah individu suatu jenis x 100 %
  • 19. Jumlah individu semua jenis d. Kerapatan suatu jenis (KA) KA = KR x K 100 e. Dominasi suatu jenis (D) D = KA x Dominansi rata-rata per jenis f. Dominasi realtif suatu jenis (DR) DR = . D . x 100 % Dominasi seluruh jenis g. Frekwensi suatu jenis (F) = Jumlah titik ditemukannya suatu jenis Jumlah semua titik pengukuran h. Frekwensi relatif (FR) = . F . Frekwensi semua jenis i. INP = KR + FR + DR Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>> DAFTAR PUSTAKA 1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
  • 20. http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_titik_kwadran.html TEKNIK ANALISIS VEGETASI METODE TANPA PETAK CONTOH, METODE TITIK SENTUH DAN GARIS SENTUH 1. Metode Titik Sentuh (Point Intercept Method) Untuk komunitas tumbuhan bawah seperti rumput, herba dan semak, metode yang dapat dipakai adalah Metode Titik Sentuh (Point Intercept Method). Dalam pelaksanaannya di lapangan dapat digunakan alat bantu seperti gambar dibawah ini.. Tumbuhan yang menyentuh pin yang terbuat dari kawat, akan dicatat jenisnya sehingga dominansi dari jenis tersebut dapat dihitung dengan rumus: Dominasi suatu jenis (D) Σ sentuhan suatu jenis x 100 % Σ seluruh sentuhan Dominansi relatif suatu jenis . D x 100 % Dominansi seluruh jenis Rumus rumus lainnya sama dengan metode dengan petak . Hal yang sama dapat dilakukan dengan alat b dengan cara memindahkan lat tersebut pada plot contoh tiap 10 cm, sehingga didapatkan dominansi dari jenis-jenis yang tersentuh.
  • 21. Gambar. Alat kisi kawat (alat a) dan kayu berlobang (alat b) yang digunakan dalam point intercept method 2. Metode Garis Sentuh (Line Intercept Method) Metode Garis Sentuh digunakan untuk komunitas padang rumput dan semak /belukar. Prosedur pelaksanaan metode ini di lapangan adalah sebagai berikut: Salah satu sisi areal dibuat garis dasar yang akan menjadi tempat titik tolak garis intersep: dan Garis-garis intersep diletakkan secara acak atau sistematik pada areal yang akan diteliti. Garis tersebut sebaiknya berupa : 1 Pita ukur dengan panjang 50 - 100 kaki (1 kaki = 30,48 cm) 2 Tambang/tali Alat bantuan berupa pita ukur atau tambang/tali tersebut dibagi ke dalam interval-interval jarak tertentu. Hanya tumbuh-tumbuhan yang tersentuh, di atas atau di bawah garis intersep yang diinventarisir Jenis data yang diinventarisir adalah : Panjang garis yang tersentuh oleh setiap individu tumbuhan Panjang segmen garis yang berupa tanah kosong Jumlah interval yang diisi oleh setiap species Lebar maksimum tumbuhan yang disentuh garis intersep Sebaiknya, kalau komunitas tumbuhan terdiri atas beberapa strata, penarikan contoh dilaksanakan secara terpisalrpisah untuk setiap strata. Besaran atau parameter vegetasi yang dihitung adalah : Jumlah individu setiap jenis (N) Total panjang intersep setiap jenis (I) Jumlah interval transek/garis ditemukannya suatu jenis (G) Total dari kebalikan dari lebar tumbuhan maksimum (Σ l/m) Kerapatan suatu jenis (Σ l/m = . Unit area . Total panjang garis intersep
  • 22. Kerapatan relatif suatu jenis (KR) Kerapatan suatu jenis x 100 % Kerapatan seluruh jenis Dominansi suatu jenis Total panjang garis intersep suatu jenis x 100 % Total panjang garis intersep Dominansi relaltif suatu jenis Total panjang garis intersep suatu jenis x 100 % Total panjang garis intersep semua jenis Frekwensi suatu jenis Σ interval ditemukannya suatu jenis Σ semua interval transek Frekwensi realtif suatu jenis Frekwensi yang dipertimbangkan untuk suatu jenis x 100 % Total frekwensi yang dipertimbangkan untuk semua jenis Frekwensi yang dipertimbangkan adalah F = (Σ l/m) N INP = KR + FR + DR Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>> DAFTAR PUSTAKA 1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_titik_garis_sentuh.html TEKNIK ANALISIS VEGETASI METODE BITTERLICH
  • 23. Metode Bitterlich Di dalam metode ini pengukuran dilakukan dengan Tongkat Bitterlich (tongkat sepanjang 66 cm yang ujungnya dipasangi alat seng berbentuk bujur sangkar berukuran 2 x 2 cm). Dengan mengangkat tongkat setinggi mata, plat seng diarahkan ke pohon-pohon yang ada disekelilingnya. Pohon yang tampak berdiameter lebih besar dan sama dengan plat seng didaftar namanya dan diukur. Sedangkan pohon yang tampak berdiamater lebih kecil dan sisi plat seng tidak masuk hitungan. Untuk setiap jenis ditentukan luas bidang dasarnya dengan rumus : dimana : N = banyaknya pohon dari jenis yang bersangkutan n = banyaknya titik-titik pengamatan dimana jenis itu ditemukan 2,3 = faktor bidang dasar untuk alat Metode Bitterlich PDF >>> Materi Analisis Vegetasi Selanjutnya >>> DAFTAR PUSTAKA 1. Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2. Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_Metode_Bitterlich.html