Tiga perkembangan penting dalam konsep kedaulatan negara dan kedaulatan atas laut adalah:
1. Perjanjian Westphalia tahun 1648 yang mengakui kedaulatan negara dan melarang campur tangan asing dalam urusan internal negara.
2. Piagam PBB tahun 1945 yang memodifikasi hukum perang internasional dengan melarang perang kecuali untuk pertahanan diri.
3. UNCLOS tahun 1982 yang mengatur secara komprehensif hukum
Ekstradisi sebagai sebuah perjanjian internasionalDimebag Darrell
Kedudukan ekstradisi sebagai sebuah perjanjian internasional, sehingga ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ekstradisi seharusnya memiliki kekuatan yang mengikat.
Dokumen tersebut membahas tentang konsep hubungan internasional dan perjanjian internasional. Secara garis besar dibahas pengertian hubungan internasional, pentingnya hubungan internasional, sarana hubungan internasional, definisi perjanjian internasional, jenis perjanjian internasional, proses pembuatan perjanjian internasional, berlakunya perjanjian internasional, perubahan dan berakhirnya perjanjian internasional.
Perjanjian internasional adalah persetujuan antara dua negara atau lebih yang diatur oleh hukum internasional. Ada beberapa jenis perjanjian berdasarkan jumlah pihak, sifat, dan isinya. Perjanjian dapat berlaku setelah diratifikasi dan berakhir jika tujuannya tercapai atau salah satu pihak menarik diri.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum internasional, termasuk pengertian, asas-asas, subjek, sumber, dan proses ratifikasi hukum internasional menjadi hukum nasional. Juga dibahas tentang penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional.
Tiga perkembangan penting dalam konsep kedaulatan negara dan kedaulatan atas laut adalah:
1. Perjanjian Westphalia tahun 1648 yang mengakui kedaulatan negara dan melarang campur tangan asing dalam urusan internal negara.
2. Piagam PBB tahun 1945 yang memodifikasi hukum perang internasional dengan melarang perang kecuali untuk pertahanan diri.
3. UNCLOS tahun 1982 yang mengatur secara komprehensif hukum
Ekstradisi sebagai sebuah perjanjian internasionalDimebag Darrell
Kedudukan ekstradisi sebagai sebuah perjanjian internasional, sehingga ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ekstradisi seharusnya memiliki kekuatan yang mengikat.
Dokumen tersebut membahas tentang konsep hubungan internasional dan perjanjian internasional. Secara garis besar dibahas pengertian hubungan internasional, pentingnya hubungan internasional, sarana hubungan internasional, definisi perjanjian internasional, jenis perjanjian internasional, proses pembuatan perjanjian internasional, berlakunya perjanjian internasional, perubahan dan berakhirnya perjanjian internasional.
Perjanjian internasional adalah persetujuan antara dua negara atau lebih yang diatur oleh hukum internasional. Ada beberapa jenis perjanjian berdasarkan jumlah pihak, sifat, dan isinya. Perjanjian dapat berlaku setelah diratifikasi dan berakhir jika tujuannya tercapai atau salah satu pihak menarik diri.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum internasional, termasuk pengertian, asas-asas, subjek, sumber, dan proses ratifikasi hukum internasional menjadi hukum nasional. Juga dibahas tentang penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional.
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalNuelnuel11
Dokumen tersebut membahas mengenai yurisdiksi negara dalam hukum internasional, yang merupakan hak dan kewenangan suatu negara untuk mengatur masalah-masalah yang tidak bersifat domestik. Terdapat berbagai jenis yurisdiksi seperti yurisdiksi legislatif, eksekutif, yudisial, personal, kebendaan, kriminal, sipil, berdasarkan ruang seperti teritorial, quasi-teritorial, ekstra-teritorial, universal
Dokumen tersebut membahas tentang dualisme dan monisme dalam hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional di beberapa negara. Negara-negara seperti Belanda, Jerman, dan Prancis cenderung monisme dengan memberikan prioritas kepada hukum internasional. Sedangkan Inggris dan Amerika Serikat lebih menganut dualisme dengan membedakan hukum internasional dan nasional.
Dokumen tersebut membahas sistem hukum dan peradilan internasional. Secara singkat, dokumen tersebut menjelaskan pengertian hukum internasional, asal-usulnya, asas-asas yang dianut, sumber hukumnya, subjek yang tercakup didalamnya, hubungannya dengan hukum nasional, serta proses ratifikasi menjadi hukum nasional.
1. Dokumen tersebut membahas tentang subjek hukum internasional, termasuk negara dan organisasi internasional.
2. Untuk menjadi subjek hukum internasional, suatu entitas harus memiliki kepribadian hukum internasional yang ditentukan oleh atribut-atribut tertentu seperti wilayah, penduduk, dan pemerintahan.
3. Konvensi Montevideo 1933 menetapkan empat kriteria untuk negara yaitu penduduk tetap, wilayah yang jelas,
Air & Space Law - Konferensi Paris 1910 dan Konvensi Paris 1919Mariske Myeke Tampi
Konferensi Paris membahas isu-isu teknis dan operasional pesawat udara, navigasi, pendaftaran, sertifikasi, dan peraturan penerbangan. Tidak ada kesepakatan karena perbedaan pendapat Inggris, Jerman, dan Prancis soal kedaulatan udara dan hak milik pribadi. Konvensi Paris 1919 kemudian menetapkan kedaulatan negara atas ruang udara, ketentuan penerbangan lintas damai, dan zona larangan terbang.
Perjanjian internasional yang dilakukan oleh indonesiaAang Gustaffi
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, istilah, macam-macam, proses pembentukan, berlaku dan berakhirnya perjanjian internasional yang dilakukan oleh Indonesia sesuai dengan ketentuan hukum internasional."
Makalah ini membahas tentang yurisdiksi hukum internasional. Yurisdiksi didefinisikan sebagai wilayah kekuasaan hukum suatu negara. Ada beberapa prinsip yurisdiksi dalam hukum internasional seperti yurisdiksi teritorial, subjektif, objektif, nasionalitas aktif dan pasif, serta universal. Jenis yurisdiksi meliputi perdata dan pidana, sedangkan berdasarkan haknya terdiri atas yurisdiksi legislatif,
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, jenis, dan fungsi perwakilan diplomatik negara di luar negeri, termasuk tingkatan dan perangkat perwakilan diplomatik berdasarkan ketetapan internasional."
Dokumen tersebut membahas sistem hukum dan peradilan internasional, termasuk pengertian hukum internasional, asal usulnya, sumber hukum internasional, subjek hukum internasional, dan proses ratifikasi hukum internasional menjadi hukum nasional. Dokumen ini juga membahas peradilan internasional yang dilakukan oleh Mahkamah Internasional PBB.
Dokumen tersebut merupakan silabus mata kuliah Hukum Internasional yang mencakup berbagai topik seperti pengertian HI, sejarah perkembangan HI, sumber-sumber HI, subyek HI, kedaulatan negara, dan masalah-masalah kontemporer dalam HI. Dokumen juga memberikan daftar referensi buku yang relevan untuk mata kuliah tersebut.
4G wireless technology provides broadband internet access and multimedia services anywhere, anytime. It uses technologies like OFDM, UWB, smart antennas, IPv6, and software defined radio. 4G aims to support higher data rates of 100Mbps, improve spectral efficiency, and provide seamless global roaming and portability of services. It addresses the bandwidth limitations of previous cellular networks for supporting data-heavy applications. The transition to 4G will depend on adoption rates, but it is expected to improve quality of service and enable new applications across industries.
VTP allows switches to share VLAN configuration information. There are three VTP modes: 1) VTP client mode switches can only process and forward updates, 2) VTP server mode switches can create and delete VLANs and propagate changes, and 3) VTP transparent mode switches do not share their VLAN database but can forward advertisements. The default mode for Cisco switches is VTP server mode.
Ping.fm is a social media site created in 2008 that allows users to post a single update that is simultaneously shared across multiple social networking sites like Facebook and Twitter. It aimed to simplify the process of sharing identical updates on different platforms for individuals, organizations, and academic or nonprofit institutions seeking an efficient way to spread messages to audiences using various social media sites. While streamlining posting, users would still need to check responses on each individual network.
Virtual private networks (VPNs) allow secure connections over public networks like the Internet instead of expensive leased lines. There are three main types of VPNs: trusted VPNs rely on a single provider's network for security; secure VPNs encrypt and authenticate all traffic between agreed parties; and hybrid VPNs combine secure VPN technologies running over trusted VPN technologies. VPNs use technologies like IPSec, SSL/TLS, and PPTP to provide critical functions of authentication, access control, confidentiality, and data integrity. They are commonly used by industries for remote access, site-to-site connectivity between offices, and access to networks for business partners and customers.
Shradha Maheshwari is an iOS and Node.js developer with over 7 years of experience. She has worked at Linchpin Technologies, IBM, and HCL developing mobile apps using Swift, Objective-C, and Node.js. Some of her projects include SmartBulb, Rezofy Travel App, Unreal Mini Golf, and MFS Healthcare- Home RN. She holds a B.Tech in Computer Science and has received several awards and recognitions for her work.
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalNuelnuel11
Dokumen tersebut membahas mengenai yurisdiksi negara dalam hukum internasional, yang merupakan hak dan kewenangan suatu negara untuk mengatur masalah-masalah yang tidak bersifat domestik. Terdapat berbagai jenis yurisdiksi seperti yurisdiksi legislatif, eksekutif, yudisial, personal, kebendaan, kriminal, sipil, berdasarkan ruang seperti teritorial, quasi-teritorial, ekstra-teritorial, universal
Dokumen tersebut membahas tentang dualisme dan monisme dalam hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional di beberapa negara. Negara-negara seperti Belanda, Jerman, dan Prancis cenderung monisme dengan memberikan prioritas kepada hukum internasional. Sedangkan Inggris dan Amerika Serikat lebih menganut dualisme dengan membedakan hukum internasional dan nasional.
Dokumen tersebut membahas sistem hukum dan peradilan internasional. Secara singkat, dokumen tersebut menjelaskan pengertian hukum internasional, asal-usulnya, asas-asas yang dianut, sumber hukumnya, subjek yang tercakup didalamnya, hubungannya dengan hukum nasional, serta proses ratifikasi menjadi hukum nasional.
1. Dokumen tersebut membahas tentang subjek hukum internasional, termasuk negara dan organisasi internasional.
2. Untuk menjadi subjek hukum internasional, suatu entitas harus memiliki kepribadian hukum internasional yang ditentukan oleh atribut-atribut tertentu seperti wilayah, penduduk, dan pemerintahan.
3. Konvensi Montevideo 1933 menetapkan empat kriteria untuk negara yaitu penduduk tetap, wilayah yang jelas,
Air & Space Law - Konferensi Paris 1910 dan Konvensi Paris 1919Mariske Myeke Tampi
Konferensi Paris membahas isu-isu teknis dan operasional pesawat udara, navigasi, pendaftaran, sertifikasi, dan peraturan penerbangan. Tidak ada kesepakatan karena perbedaan pendapat Inggris, Jerman, dan Prancis soal kedaulatan udara dan hak milik pribadi. Konvensi Paris 1919 kemudian menetapkan kedaulatan negara atas ruang udara, ketentuan penerbangan lintas damai, dan zona larangan terbang.
Perjanjian internasional yang dilakukan oleh indonesiaAang Gustaffi
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, istilah, macam-macam, proses pembentukan, berlaku dan berakhirnya perjanjian internasional yang dilakukan oleh Indonesia sesuai dengan ketentuan hukum internasional."
Makalah ini membahas tentang yurisdiksi hukum internasional. Yurisdiksi didefinisikan sebagai wilayah kekuasaan hukum suatu negara. Ada beberapa prinsip yurisdiksi dalam hukum internasional seperti yurisdiksi teritorial, subjektif, objektif, nasionalitas aktif dan pasif, serta universal. Jenis yurisdiksi meliputi perdata dan pidana, sedangkan berdasarkan haknya terdiri atas yurisdiksi legislatif,
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, jenis, dan fungsi perwakilan diplomatik negara di luar negeri, termasuk tingkatan dan perangkat perwakilan diplomatik berdasarkan ketetapan internasional."
Dokumen tersebut membahas sistem hukum dan peradilan internasional, termasuk pengertian hukum internasional, asal usulnya, sumber hukum internasional, subjek hukum internasional, dan proses ratifikasi hukum internasional menjadi hukum nasional. Dokumen ini juga membahas peradilan internasional yang dilakukan oleh Mahkamah Internasional PBB.
Dokumen tersebut merupakan silabus mata kuliah Hukum Internasional yang mencakup berbagai topik seperti pengertian HI, sejarah perkembangan HI, sumber-sumber HI, subyek HI, kedaulatan negara, dan masalah-masalah kontemporer dalam HI. Dokumen juga memberikan daftar referensi buku yang relevan untuk mata kuliah tersebut.
4G wireless technology provides broadband internet access and multimedia services anywhere, anytime. It uses technologies like OFDM, UWB, smart antennas, IPv6, and software defined radio. 4G aims to support higher data rates of 100Mbps, improve spectral efficiency, and provide seamless global roaming and portability of services. It addresses the bandwidth limitations of previous cellular networks for supporting data-heavy applications. The transition to 4G will depend on adoption rates, but it is expected to improve quality of service and enable new applications across industries.
VTP allows switches to share VLAN configuration information. There are three VTP modes: 1) VTP client mode switches can only process and forward updates, 2) VTP server mode switches can create and delete VLANs and propagate changes, and 3) VTP transparent mode switches do not share their VLAN database but can forward advertisements. The default mode for Cisco switches is VTP server mode.
Ping.fm is a social media site created in 2008 that allows users to post a single update that is simultaneously shared across multiple social networking sites like Facebook and Twitter. It aimed to simplify the process of sharing identical updates on different platforms for individuals, organizations, and academic or nonprofit institutions seeking an efficient way to spread messages to audiences using various social media sites. While streamlining posting, users would still need to check responses on each individual network.
Virtual private networks (VPNs) allow secure connections over public networks like the Internet instead of expensive leased lines. There are three main types of VPNs: trusted VPNs rely on a single provider's network for security; secure VPNs encrypt and authenticate all traffic between agreed parties; and hybrid VPNs combine secure VPN technologies running over trusted VPN technologies. VPNs use technologies like IPSec, SSL/TLS, and PPTP to provide critical functions of authentication, access control, confidentiality, and data integrity. They are commonly used by industries for remote access, site-to-site connectivity between offices, and access to networks for business partners and customers.
Shradha Maheshwari is an iOS and Node.js developer with over 7 years of experience. She has worked at Linchpin Technologies, IBM, and HCL developing mobile apps using Swift, Objective-C, and Node.js. Some of her projects include SmartBulb, Rezofy Travel App, Unreal Mini Golf, and MFS Healthcare- Home RN. She holds a B.Tech in Computer Science and has received several awards and recognitions for her work.
The document summarizes a seminar on wearable computing presented by Shradha Maheshwari. Some key points covered include:
- Wearable computers are small, portable computers designed to be worn on the body during use and are usually integrated into clothing or accessories like wristbands.
- They aim to adapt to the user's needs rather than requiring the user to adapt, allow for continual accessibility, and have "always on" capability.
- Components include human-computer interfaces, networks to connect parts and the external world, and display systems like head-mounted displays or earpieces.
- Challenges include limited power, networking and privacy constraints, as well as developing effective
VTP allows VLAN configurations on a VTP server switch to be automatically propagated to other switches within the same VTP domain. For switches to exchange VTP messages, they must have the same VTP domain name, domain password if used, VTP version, and be connected via a trunk link. In an example, SW1 is configured as the VTP server and SW2 as the client. When a new VLAN is created on SW1, it is automatically propagated to SW2 through VTP.
Este documento proporciona un índice detallado de las 17 unidades que componen un curso completo sobre Access 2010. Cada unidad cubre un tema diferente relacionado con la creación y gestión de bases de datos en Access, incluyendo tablas, consultas, formularios, informes, relaciones, macros e importación/exportación de datos.
Proses Pembuatan Perjanjian InternasionalNidya Milano
Presentasi membahas tentang perjanjian internasional, mulai dari definisi, jenis, tahap-tahap pembuatan, dan hal-hal yang diperhatikan oleh DPR dalam meratifikasi perjanjian internasional. Tahap-tahap pembuatan perjanjian internasional meliputi penjajakan, perundingan, perumusan naskah, penerimaan, penandatanganan, dan pengesahan. DPR perlu memperhatikan substansi perjanjian dan dampaknya terhadap hukum dan keuangan negara
1. Dokumen tersebut membahas tentang bidang-bidang studi hubungan internasional Indonesia serta tujuan politik luar negeri Indonesia menurut Muhammad Hatta.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian hubungan internasional yang meliputi interaksi antar negara dan pelaku non-negara, asas-asas hubungan internasional seperti asas teritorial dan kebangsaan, jenis perjanjian internasional seperti bilateral dan multilateral, serta perwakilan luar negeri seperti perwakilan diplomatik dan konsuler."
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau lebih untuk menciptakan akibat hukum. Hubungan internasional adalah interaksi antar negara untuk mencapai tujuan tertentu melalui sarana seperti diplomasi dan negosiasi. Sengketa internasional dapat terjadi karena klaim wilayah seperti antara Indonesia dan Timor Leste maupun Indonesia dan Malaysia mengenai pulau-pulau tertentu.
Dokumen tersebut membahas tentang asas-asas perjanjian internasional dan proses pengesahan perjanjian internasional menjadi undang-undang di Indonesia. Beberapa asas perjanjian internasional yang disebutkan antara lain asas saling menghormati (courtesy), iktikad baik (bonafides), dan kesetaraan hak (equality rights). Proses pengesahan perjanjian internasional di Indonesia meliputi perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk per
. Tugas ppkn , mia ayu melita . kelas xi ips4Asmadi Asmadi
Dokumen tersebut membahas tentang hubungan internasional dan organisasi internasional. Secara singkat, dibahas tentang definisi hubungan internasional, bentuk hubungan antarnegara, organisasi PBB dan manfaat kerjasama internasional bagi Indonesia seperti pengembalian Irian Barat dan penentuan batas wilayah laut.
Bab 4 membahas sistem hukum dan peradilan internasional serta peran Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional. Terdapat berbagai sumber hukum internasional seperti perjanjian, kebiasaan, dan putusan hakim. Mahkamah Internasional berperan menyelesaikan sengketa negara melalui proses peradilan sesuai hukum internasional. Keputusannya mendapat dukungan lembaga-lembaga PBB untuk penegak
1. Makalah ini membahas tentang sistem hukum internasional dan peradilan internasional.
2. Sistem hukum internasional adalah aturan-aturan yang diciptakan bersama oleh negara-negara untuk mengatur hubungan internasional.
3. Peradilan internasional terdiri dari berbagai lembaga peradilan internasional yang bertujuan mencapai keadilan internasional.
Makalah ini membahas tentang sistem internasional dan peradilan internasional. Pembahasan mencakup pengertian sistem hukum internasional, sumber hukum internasional, asas-asas hukum internasional, dan subjek hukum internasional seperti negara dan organisasi internasional. Tujuannya adalah untuk memahami konsep sistem internasional dan peradilan internasional.
1. A. PENDAHULUAN
Perkembangan masyarakat internasional yang demikian pesat memberikan suatu dimensi
baru dalam hubungan internasional. Hukum internasional telah memberikan suatu
pedoman pelaksanaan yang berupa konvensi-konvensi internasional dalam pelaksanaan
hubungan ini. Ketentuan-ketentuan dari konvensi ini kemudian menjadi dasar bagi
negara-negara dalam melaksanakan hubungannya dengan negara lainnya di dunia.
Awalnya pelaksanaan hubungan diplomatik antar negara didasarkan pada prinsip
kebiasaan yang dianut oleh praktik-praktik negara, prinsip kebiasaan berkembang
demikian pesatnya hingga hampir seluruh negara di dunia melakukan hubungan
internasionalnya berdasarkan pada prinsip tersebut. Dengan semakin pesatnya pemakaian
prinsip kebiasaan yang dianut oleh praktik-praktik negara kemudian prinsip ini menjadi
kebiasaan internasional yang merupakan suatu kebiasaan yang diterima umum sebagai
hukum oleh masyarakat internasional.[1]
Dengan semakin berkembangnya hubungan antar negara, maka dirasakan perlu untuk
membuat suatu peraturan yang dapat mengakomodasi semua kepentingan negara-negara
tersebut hingga akhirnya Komisi Hukum Internasional (International Law Comission)
menyusun suatu rancangan konvensi internasional yang merupakan suatu wujud dari
kebiasaan-kebiasaan internasional di bidang hukum diplomatik yang kemudian dikenal
dengan Viena Convention on Diplomatic Relation 1961 (Konvensi Wina 1961 tentang
Hubungan Diplomatik). Konvensi Wina 1961 adalah sebagai pengakuan oleh semua
negara-negara akan adanya wakil-wakil diplomatik yang sudah ada sejak dahulu.
Konvensi Wina 1961 telah menandai tonggak sejarah yang sangat penting karena
masyarakat internasional dalam mengatur hubungan bernegara telah dapat menyusun
kodifikasi prinsip-prinsip hukum diplomatik, khususnya yang menyangkut kekebalan dan
keistimewaan diplomatik yang sangat mutlak diperlukan bagi semua negara, khususnya
para pihak agar di dalam melaksanakan hubungan satu sama lain dapat melakukan fungsi
dan tugas diplomatiknya dengan baik dalam rangka memelihara perdamaian dan
keamanan internasional serta dalam meningkatkan hubungan bersahabat di antara semua
negara. Konvensi Wina 1961 membawa pengaruh sangat besar dalam perkembangan
hukum diplomatik. Hampir semua negara yang mengadakan hubungan diplomatik
menggunakan ketentuan dalam konvensi ini sebagai landasan hukum pelaksanaannya. [2]
Agar suatu konvensi dapat mengikat negara tersebut maka tiap negara haruslah menjadi
pihak dalam konvensi. Adapun kesepakatan untuk mengikatkan diri pada konvensi
merupakan tindak lanjut negara-negara setelah diselesaikan suatu perundingan untuk
membentuk perjanjian internasional. Tindakan-tindakan inilah yang melahirkan
kewajiban-kewajiban tertentu bagi negara, kewajiban tersebut antara lain adalah
kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan maksud dan tujuan
konvensi. Akibat dari pengikatan diri ini adalah negara-negara yang menjadi peserta
harus tunduk pada peraturan-peraturan yang terdapat dalam konvensi baik secara
keseluruhan atau sebagaian.
2. Akibat dari adanya perbedaan-perbedaan pandangan yang bertentangan mengenai
dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian
internasional oleh dua negara akan menimbulkan sengketa. Berdasarkan kajian historis
diplomasi, telah didokumentasikan ada sekitar 14 ragam tindakan atau reaksi yang
dilakukan suatu negara kepada negara lain jika suatu sengketa terjadi. Di antaranya
adalah surat protes, denials/accusation (tuduhan/penyangkalan), pemanggilan dubes
untuk konsultasi, penarikan dubes, ancaman boikot atau embargo ekonomi (parsial atau
total), propaganda anti negara tersebut di dalam negeri, pemutusan hubungan diplomatik
secara resmi, mobilisasi pasukan militer (parsial atau penuh) walaupun sebatas tindakan
nonviolent, peniadaan kontak antar warganegara (termasuk komunikasi), blokade formal,
penggunaan kekuatan militer terbatas (limited use of force) dan pencetusan perang[3].
Namun tindakan-tindakan tersebut tidak mesti berurutan, karena dapat saja melompat
dari yang satu ke yang lain. Untuk sampai kepada tingkat ketegangan berupa pemutusan
hubungan diplomatik, apalagi perang, perlu ditakar terlebih dahulu derajat urgensinya
sebelum pengambilan keputusan yang bersifat drastis tersebut.
Perang adalah kebijakan paling ekstrim yang dapat saja terjadi, namun tidak terjadi
dengan begitu saja. Dalam teori diplomasi klasik kerap disebut bahwa perang terjadi jika
diplomasi telah gagal. Pada praktek politik kontemporer, perang dan diplomasi dapat saja
berjalan bersamaan. Namun demikian pencetusan perang tetap merupakan keputusan
besar dengan biaya yang sangat mahal, baik secara ekonomis, politis bahkan
pengorbanan darah/nyawa. Oleh sebab itu, pencetusannya tidak cukup hanya karena
pertimbangan emosional.[4]
Perkembangan dunia yang terdiri dari berbagai negara berdaulat ini, terdapat dua faktor
yang paling penting dalam pemeliharaan perdamaian, yaitu hukum internasional dan
diplomasi. Hukum internasional memberikan tatanan bagi dunia yang bagaimanapun
anarkis, bagi pemeliharaaan perdamaian. Diplomasi mempunyai peran yang sangat
beragam dalam hubungan internasional. Upaya manusia untuk memecahkan persoalan
perang dan damai telah dianggap sebagai metode manusia yang paling tua. Diplomasi,
dengan penerapan metode negosiasi, persuasi, tukar pikiran, dan sebagainya dalam
menjalankan hubungan antara masyarakat yang terorganisasi mengurangi kemungkinan
penggunaan kekuatan yang sering tersembunyi di belakangya. Pentingnya diplomasi
sebagai pemelihara keseimbangan dan kedamaian tatanan internasional telah sangat
meningkat dalam dunia modern ini. Seperti dinyatakan oleh Morgenthau, suatu pra-
kondisi bagi penciptaan dunia yang damai adalah berkembangnya konsesus internasional
baru memungkinkan diplomasi mendukung perdamaian melalui penyesuaian (peace
trough accomodation).
Berdasarkan kasus-kasus pelanggaran hubungan diplomatik yang terjadi dalam kurun
waktu 1961 sampai sekarang adalah banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi
berkaitan dengan kekebalan diri pribadi pejabat diplomatik dan juga pelanggaran gedung
perwakilan diplomatik. Oleh karena itu di posting berikutnya akan dijelaskan bagaimana
mekanisme penyelesaian terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi berkaitan
dengan hal tersebut berdasarkan hukum internasional dan praktik-praktik yang telah
diterapkan oleh beberapa negara di dunia.
3. PEMBAHASAN
B. Keistimewaan perwakilan diplomatik
Konvensi Wina 1961 menentukan dengan tegas keistimewaan diplomatik bagi negara
pengirim dan kepala misi diplomatik akan dibebaskan dari segala macam bentuk
pungutan dan pajak-pajak, baik bersifat nasional, pajak daerah maupun iuran-iuran lain
terhadap gedung perwakilan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Konvensi Wina 1961,
dan pengecualiannya adalah sebagaimana yang diatur Pasal 34 Konvensi Wina 1961.
Adapun bunyi Pasal 33 dan Pasal 34 Konvensi Wina 1961 sebagai berikut:
Pasal 33 Konvensi Wina 1961, Agen diplomatik agen harus dibebaskan dari semua bea
dan pajak, baik bersifat pribadi, nasional, daerah atau kota, kecuali[5]:
a. Pajak langsung dari sejenis yang biasanya dimasukkan ke dalam harga barang atau
jasa;
b. bea dan pajak tak bergerak milik swasta yang berlokasi di wilayah negara penerima,
kecuali ia berpendapat ia atas nama negara pengirim untuk keperluan misi;
c. perkebunan, berturut-turut atau warisan tugas dikenakan oleh negara penerima, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan pasal 39 ayat 4;
d. bea dan pajak pada para swasta memiliki sumber pendapatan dalam penerimaan pajak
negara dan modal investasi pada usaha komersial yang dibuat di dalam negara penerima;
e. biaya untuk jasa tertentu;
f. pendaftaran, biaya pengadilan atau merekam, hipotek dan cap pajak, sehubungan
dengan tenang properti, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 23.
Pasal 34 Konvensi Wina 1961[6]
Seorang pejabat diplomatik akan dibebaskan dari semua pungutan dan pajak-pajak, baik
pajak barang bergerak maupun barang tidak bergerak, pajak pusat, daerah, dan kotapraja,
kecuali:
(a) Pajak-pajak tidak langsung dari suatu barang yang biasanya telah dimasukan dalam
harga barang atau jasa;
(b) Pungutan dan pajak-pajak atas harta milik pribadi tidak bergerak yang terletak di
wilayah negara penerima, kecuali yang dikuasainya atas nama negara pengirim atau
untuk keperluan perwakilan;
(c) Pajak-pajak tanah milik, suksesi atau warisan yang dikenakan oleh negara penerima,
tunduk pada ketentuan dari ayat 4 pasal 39;
(d) Pungutan dan pajak atas penghasilan pribadi yang bersumber di negara penerima dan
pajak atas modal yang ditanamkan dalam usaha-usaha perniagaan di negara penerima;
(e) Biaya yang dipungut atas jasa-jasa khusus yang diterimanya;
4. (f) Biaya-biaya pendaftaran, pengadilan atau pencatatan, hipotik dan bea materai untuk
harta milik tidak bergerak, tunduk pada ketentuan-ketentuan dari Pasal 23.
Negara penerima akan memberikan kemudahan-kemudahan kepada negara pengirim
untuk mendapatkan tempat-tempat yang diperlukan bagi perwakilannya di negara
penerima atau membantu negara pengirim untuk memperoleh akomodasi. Hak kebebasan
pajak ini pada hakikatnya bukanlah hak yang dapat dituntut, melainkan hak yang
bersumber dari kebiasaan yang lebih merupakan kemurahan hati dan penghormatan dari
negara penerima.
B.1. Keistimewaan Diplomatik yang Kedua adalah Pembebasan dari Kewajiban
Militer.
Menurut Pasal 35 Konvensi Wina 1961 negara penerima akan membebaskan semua agen
diplomatik dari layanan pribadi, semua layanan publik apapun, dan militer dari
kewajibans eperti yang berhubungan dengan keharusan menyediakan barang
(requisitioning), sumbangan militer, dan penyediaan akomodasi.
B.2. Keistimewaan Diplomatik yang ketiga adalah Pembebasan Bea dan Cukai.
Negara penerima sesuai dengan hukum dan peraturan yang dianutnya, mengizinkan
pemasukan dan memberikan pembebasan dari semua bea dan cukai, pajak dan biaya yang
bersangkutan. Selain dari pada biaya-biaya penyimpanan, angkutan dan pelayanan jasa
semacamnya, atas barang-barang untuk penggunaan resmi dari misi dan barang-barang
untuk keperluan pribadi wakil diplomatik atau anggota
keluarganyayangmerupakanbagiandari rumahtangganya, termasuk barang-barang yang
diperuntukkan kediamannya.Namun apabila negara penerima berkeyakinan bahwa
barang-barang yang dimasukkanke negara penerima itu berisi alat-alat yang tidak
ditujukan untuk keperluan dinas, ataupun barang-barang yang dilarang undang-undang
nasional negara penerima maka dilarang untuk diimpor atau diekspor ataupun diawasi
oleh peraturan karantina yang berlaku di negara penerima adalah terlarang atau tidak
akan diizinkan masuk ke negara penerima.
B.3. Keistimewaan Diplomatik yang Keempat adalah Pembebasan dari
ketentuanJaminanSosial.
Seorang wakil diplomatik, sehubungan dengan pelayanan yang diberikan untuk negara
pengirim dibebaskan dari ketentuan jaminan sosial yang berlaku dinegara penerima.
Pembebasan ini juga berlaku terhadap pelayan pribadi yang hanya bekerja untuk wakil
diplomatik, dengan syarat bahwa mereka bukan warga negara atau penduduk tetap di
negara penerima danmereka dilindungi oleh ketentuan-ketentuan jaminan sosial yang
dapat berlaku di negara pengirim atau negara ketiga.
B.4. HAK DAN KEWENANGAN PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK[7]
Mengenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik itu dibagi menjadi dua, yaitu :
Inviolability. Diperuntukkan kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan negara penerima dan
5. kekebalan terhadap semua gangguan yang merugikan serta mendapatkan perlindungan
dari aparat negara yang berkepentingan. Kekebalan dari yurisdiksi negara penerima.
Kekebalan diplomatik adalah hal yang tidak dapat diganggu gugat, kekebalan diplomatik
yang diberikan berdasarkan Konvensi Wina 1961 dapat dikelompokkan menjadi :
a. kekebalan terhadap diri pribadi
b. Kekebalan yurisdiksional
c. Kekebalan dari kewajiban menjadi saksi.
d. kekebalan kantor perwakilan dan rumah kediaman
e. kekebalan korespondensi (berkenaan dengan kerahasiaan dokumen).
f. kekebalan dan keistimewaan di negara ketiga.
g. penanggalan kekebalan diplomatik.
h. pembebasan dari pajak dan bea cukai/bea masuk.
Berdasarkan pada konvensi Wina 1961 itu, kekebalan itu diberikan pada :
a. pejabat perwakilan diplomatik.
b. Staf pribadi
c. Anggota keluarga pejabat diplomatic
d. Kurir diplomatik dan lainnya.
C. Dasar Teoritis dan Yuridis Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik[8]
A. Dasar Teoritis
Adapun teori-teori mengenai mengapa diberikannya kekebalan-kekebalan dan hak
istimewa, di dalam hukum internasional terdapat tiga teori yaitu ;
1. Teori Exterritoriality
Artinya ialah bahwa seorang wakil diplomatik itu karena Eksterritorialiteit dianggap tidak
berada di wilayah negara penerima, tetapi di wilayah negara pengirim, meskipun
kenyataannya di wilayah neghara penerima. Oleh sebab itu, maka dengan sendirinya
wakil diplomatik itu tidak takluk kepada hukum negara penerima. Begitun pula ia tidak
dikuasai oleh hukum negara penerima dan tidak takluk pada segala peraturan negara
penerima.
2. Teori Representative Character
Teori ini mendasarkan pemberian kekebalan diplomatik dan hak istimewa kepada sifat
dari seorang diplomat, yaitu karena ia mewakili kepala negara atau negaranya di luar
6. negeri.
3. Teori Kebutuhan Fungsional
Menurut teori ini dasar-dasar kekebalan dan hak-hak istimewa seorang wakil diplomatik
adalah bahwa wakil diplomatik harus dan perlu diberi kesempatan seluas-luasnya untuk
melakukan tugasnya dengan sempurna. Segala yang mempengaruhi secara buruk
haruslah dicegah.
B. Dasar Yuridis
Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hak kekebalan dan hak istimewa dalam
Konvensi Wina 1961 dijumpai dalam pasal 22 sampai 31, hal mana dapat
diklasifikasikan dalam:
1. Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan gedung-gedung perwakilan
beserta arsip-arsip, kita jumpai pada pasal 22, 24 dan 30
2. Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan mengenai pekerjaan atau
pelaksanaan tugas wakil diplomatik, kita jumpai dalam pasal 25,26 dan 27
3. Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan mengenai pribadi wakil
diplomatik, kita jumpai dalam pasal 29 dan 31Disamping Konvensi Wina 1961 yang
merupakan yuridis pemberian dan pengakuan hak kekebalan dan hak-hak istimewa
diplomatik yang merupakan perjanjian-perjanjian multilateral bagi negara-negara
pesertanya, juga dibutuhkan perjanjian bilateral antar negara yang merupakan
pelaksanaan pertukaran diplomatik tersebut, sebagai dasar pelaksanaan kekebalan dan
hak-hak istimewa diplomatik
D. Mulai berlakunya kekebalan dan keistimeawan diplomatik
Menurut Konvensi Wina 1961 tentang hubungan diplomatik, setiap orang yang berhak
mendapatkan hak istimewa dan kekebalan diplomatik akan mulai menikmatinya sejak
pengangkatannya diberikan kepada Kementerian Luar Negeri atau kepada kementerian
lainnya sebagaimana mungkin telah disetujui.[9]
Pasal 39 ayat 1 Konvensi Wina 1961 menyebutkan, bahwa:
Every person entitled to privileges and immunities shall enjoy them from the moment he
enters the territory of the receiving State on proceeding to take up his post or, if already
in its territory, from the moment when his appointment is notified to the Ministry for
Foreign Affairs or such other ministry as may be agreed.
Adapun maksudnya adalah, setiap orang berhak atas hak istimewa dan menikmati
kekebalan (immunities) dari saat dia memasuki wilayah negara penerima dan
melanjutkan untuk mengambil pos itu, atau jika sudah dalam wilayah, dari saat ketika itu
adalah janji diberitahukan kepada Departemen Luar Negeri lain atau departemen yang
akan disepakati. Hak istimewa dan kekebalan diplomatik akan tetap berlangsung sampai
diplomat mempunyai waktu sepantasnya menjelang keberangkatannya setelah
menyelesaikan tugasnya di suatu negara penerima.
E. Berakhirnya kekebalan dan keistimewaan diplomatik
7. Bagi negara pengirim sudah jelas bahwa hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik dari
wakil-wakil diplomatiknya berakhir atau tidak berlaku lagi pada saat mereka sudah
berada kembali di negara-negara mereka sendiri. Karena tidaklah mungkin negara itu
memberikan hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik kepada warga negaranya
sendiri. Sedangkan bagi negara penerima, hak-hak istimewa dan kekebalan dari seorang
perwakilan diplomatik asing yang masa jabatan atau tugasnya telah berakhir, biasanya
pada saat ia meninggalkan negara itu, atau pada saat berakhirnya suatu waktu yang layak
(resonable period/reasonable opportunity) yang diberikan kepadanya untuk meninggalkan
negara penerima. Namun dalam hal tertentu, negara penerima dapat meminta negara
pengirim untuk menarik diplomatnya apabila ia dinyatakan persona non grata.[10]
Pasal 39 ayat 2 Konvensi Wina disebutkan, bahwa:
When the functions of a person enjoying privileges and immunities have come to an end,
such privileges and immunities shall normally cease at the moment when he leaves the
country, or on expiry of a reasonable period in which to do so, but shall subsist until that
time, even in case of armed conflict. However, with respect to acts performed by such a
person in the exercise of his functions as a member of the mission, immunity shall
continue to subsist
Artinya, apabila tugas-tugas seseorang yang mempunyai hak istimewa dan kekebalan itu
biasanya berakhir pada waktu ia meninggalkan negeri itu, atau pada habisnya suatu masa
yang layak untuk itu, tetapi harus tetap berlaku sampai waktu berangkat, bahkan dalam
keadaan sengketa bersenjata. Namun sehubungan dengan tindakan-tindakan orang
demikian dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang anggota perwakilan,
kekebalan harus tetap berlaku. Kekebalan tidak berhenti dalam hal tugas-tugas resmi
yang dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas-tugas mereka. Sedangkan dalam hal
kematian seorang diplomat, anggota keluarganya masih berhak untuk menikmati
kekebalan dan keistimewaan sampai waktu yang dianggap cukup pantas.
PENUTUP
Pasal 22 ayat 2 Konvensi Wina 1961 memberikan kewajiban khusus kepada negara
penerima untuk mengambil semua tindakan yang patut untuk melindungi wisma-wisma
perwakilan dari setiap gangguan atau kerusakan dan mencegah setiap gangguan
ketenangan perwakilan atau hal yang menurunkan martabatnya.
Hukum diplomatik mengenal adanya prinsip ex gratia, yaitu suatu asas yang dipakai oleh
negara penerima dalam menyelesaikan segala persoalan yang berkaitan dengan kerusakan
gedung perwakilan asing termasuk mobil-mobil dan harta milik lainnya yaitu dengan
memberikan kompensasi baik berupa penggantian maupun perbaikan terhadap kerusakan
atau kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian negara penerima dalam memberikan
perlindungan dan pencegahan. Menurut praktik-praktik yang ada selama ini, kompensasi
atas dasar ex gratia bukan saja diberikan atas gangguan secara langsung tetapi juga yang
terjadi sebagai akibat gangguan lain yang tidak disengaja
Pasal 41 ayat 3 Konvensi Wina 1961 mengatur bahwa gedung perwakilan tidak boleh
digunakan dengan cara apapun yang tidak sesuai dengan tugas-tugas perwakilan
8. sebagaimana ditetapkan oleh Konvensi Wina 1961 atau oleh aturan-aturan lain dari
hukum internasional atau oleh persetujuan-persetujuan khusus yang berlaku antar negara
pengirim dan negara penerima. Atas dasar ini, negara pengirim tidak boleh menggunakan
gedung perwakilannya sebagai tempat untuk menyembunyikan atau menyekap seseorang
yang berwarga negara pengirim atau menculik orang itu yang sedang berada di wilayah
negara penerima dan menahannya di dalam gedung perwakilan dengan maksud secara
paksa memulangkan orang itu ke negara asalnya.
Atas dasar Pasal 41 ayat 3 ini juga, gedung perwakilan asing tidak dibenarkan sebagai
tempat untuk memberikan perlindungan kepada orang-orang yang melakukan perbuatan-
perbuatan kriminal. Hal ini adalah sebagai penghormatan perwakilan terhadap Pasal 41
ayat 1 Konvensi Wina 1961, yaitu bahwa seorang wakil diplomatik diharapkan untuk
menghormati dan memperhatikan undang-undang dan peraturan hukum negara penerima,
maka apabila salah seorang yang diinginkan oleh penguasa-penguasa negara-negara
penerima, sehubungan dengan tindak pidana kriminal yang dilakukannya, yang telah
berlindung di dalam kantor perwakilan asing tersebut, haruslah pejabat diplomatik
mengizinkan polisi atau badan-badan yang berwernang setempat untuk menangkap orang
tersebut, karena dengan izin yang diberikan oleh kepala perwakilan tersebutlah maka
alat-alat negara dapat masuk ke dalam gedung perwakilan asing.
DAFTAR PUSTAKA
Sigit Fahrudin, dalam Artikel, “Hubungan Diplomatik Menurut Hukum Internasional”
Law Online Library.
Suryokusumo, Sumaryo,(1995) “Hukum Diplomatik Teori dan Kasus”, Bandung:
Alumni
Alhaj, Taufik Muchtar, “Analisis Yuridis Hubungan Diplomatik Organisasi Interansional
Dan Negara Menurut Sumber Hukum Internasional”. Solo: UNS
J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Vol. 2, Jakarta: Sinar Grafika, 2007
Beberapa situs internet.
[1] Sigit Fahrudin, dalam Artikel, “Hubungan Diplomatik Menurut Hukum
Internasional” Law Online Library.
[2] J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Vol. 2, Jakarta: Sinar Grafika, 2007
[3] Ibid
[4] Sigit Fahrudin, Op. Cit
[5] Suryokusumo, Sumaryo,(1995) “Hukum Diplomatik Teori dan Kasus”, Bandung:
Alumni
9. [6] Sigit Fahrudin, Op. Cit
[7] Alhaj, Taufik Muchtar, “Analisis Yuridis Hubungan Diplomatik Organisasi
Interansional Dan Negara Menurut Sumber Hukum Internasional”.
[8] Suryokusumo, Sumaryo. Op.Cit.
[9] Alhaj, Taufik Muchtar. Op.Cit