Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas pengendalian hama terpadu pada tanaman bawang putih, termasuk menentukan hama dan penyakit penting, menetapkan ambang ekonomi, serta melakukan pengamatan dan pemantauan secara teratur.
1. Eli Korlina : Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Bawang Putih
PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN BAWANG PUTIH
Eli Korlina
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur
Jl. Raya Karangploso Km-4 Po Box 188 Malang. Telp 0341-494052.
ABSTRAK
Bawang putih merupakan komoditas sayuran utama dataran tinggi, yang penanamannya dapat dilakukan
di lahan sawah maupun di lahan kering. Jawa Timur merupakan pemasok bawang putih Nasional
terbesar yang sekaligus berperan dalam mendukung substitusi impor. Kendala yang dihadapi dalam
usaha penanaman bawang putih adalah adanya gangguan hama dan penyakit, seperti hama Spodoptera
litura, trips, penyakit becak ungu dan layu. Keberadaan hama penyakit tersebut mendorong petani
untuk menggunakan pestisida pada setiap tindakan pengendaliannya. Adanya PHT diharapkan
penggunaan pestisida dilakukan secara bijaksana, sehingga diperoleh sistem pertanian yang
berkelanjutan. Didalam pengelolaan hama secara terpadu, pendekatan yang dapat dilakukan adalah
(1) Menentukan jenis hama dan penyakit penting pada bawang putih, (2) Penentuan ambang ekonomi
atau ambang kendali dan (3) Pengamatan atau pemantauan. Implementasinya dapat dilakukan dengan
menggabungkan taktik-taktik pengendalian secara kompatibel seperti : (1) Kultur teknis, (2)
Penanaman varietas resisten, (3) Pengendalian dengan cara fisik dan mekanis, (4) Pengendalian
biologis dan (5) Pengendalian secara kimiawi.
Kata kunci : Bawang putih, implementasi, PHT
ABSTRACT
Garlic is a highland vegetable crops, the planting can be done in the paddy fields or on dry land. East
Java is the largest national supplier of garlic which also plays a role in support of import
substitution. Constraints faced in garlic planting effort is the presence of pests and diseases, such
as Spodoptera litura, thrips, purple and wilted. The presence of these pest encourage farmers to use
pesticides on any act of control. With the IPM is expected to be a wise use of pesticides, in order to
obtain a sustainable agricultural system. In integrated management, an approach that can be done is
(1) Specify the type of pests and diseases is important in garlic, (2) Determination of economic
threshold or the threshold of control and (3) observation or monitoring. While in the implementation
can be done by combining the tactics of control are compatible, such as: (1) Cultural practices, (2)
Planting resistant varieties, (3) Control of physical and mechanical, (4) Control of biological and (5)
Control chemically .
Key words: Garlic, implementation, IPM
PENDAHULUAN
Bawang putih merupakan komoditas sayuran utama dataran tinggi, yang penanamannya dapat
dilakukan di lahan sawah maupun di lahan kering. Jawa Timur merupakan sentra produksi dan pemasok
bawang putih Nasional terbesar yang sekaligus berperan dalam mendukung substitusi impor. Kendala
yang dihadapi dalam usaha penanaman bawang putih adalah adanya gangguan hama dan penyakit, seperti
Spodoptera litura, trips, bercak ungu dan layu. Keberadaan hama penyakit tersebut mendorong petani
29
2. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.3.,2011
untuk menggunakan pestisida pada setiap tindakan pengendaliannya. Petani beranggapan bahwa
keberhasilan pengendalian ditentukan dengan cara meningkatkan dosis, frekuensi dan komposisi jenis
campuran pestisida. Dampak dari semua itu akan menyebabkan biaya usahatani menjadi mahal,
menimbulkan resistensi, resurgensi, pencemaran lingkungan dan adanya residu yang tinggi pada produk
yang dihasilkan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing bawang putih adalah melalui pengembangan dan
penerapan teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT telah memperoleh dukungan yang kuat
dari pemerintah melalui UU RI No. 12 tahun 1992 Pasal 20 tentang Sistem Budidaya Tanaman, PP No. 6
tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menpan No. 887/Kpts/OT/9/1997 tentang
Pedoman Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Termasuk pelaksanaannya PHT menjadi
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Menurut Kogan (1998) PHT merupakan sistem pengambilan keputusan untuk memilih dan
menggunakan taktik pengendalian hama secara tunggal atau bersama ke dalam strategi manajemen,
berdasarkan analisis keuntungan yang mempertimbangkan minat dan dampak pada produsen, sosial dan
lingkungan. Penggunaan pestisida dalam konsep PHT, harus dilakukan dengan sangat berhati-hati dan
merupakan alternatif terakhir kalau usaha-usaha lain tidak memberikan hasil (Sastrosiswojo 1996).
Tujuan umum program PHT adalah pengembangan sistem pengelolaan hama yang diperbaiki dan
berwawasan lingkungan untuk mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan. Untuk itu
pengendalian OPT yang akrab lingkungan seperti penggunaan musuh alami (parasitoid, predator dan
patogen serangga) memperoleh perhatian dan dukungan.
PENDEKATAN PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT
SECARA TERPADU
Pengelolaan hama dan penyakit mengandung arti keterpaduan, dalam hal berbagai cara
pengendalian dan pengelolaan tanaman pelaksanaannya ada pendekatan yang perlu mendapat perhatian
yaitu :
1. Menentukan jenis hama dan penyakit penting pada bawang putih
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada tanaman bawang putih merupakan salah satu
faktor penting yang dapat menurunkan produksi. Beberapa OPT penting pada tanaman bawang putih
adalah hama Thrips tabaci yang dapat menimbulkan kerusakan sebesar 80% (Laksanawati, 1998), dan
Spodoptera exigua, dan penyakit Fusarium, serta Alternaria porri.
a.Thrips tabaci
T. tabaci merupakan jenis thrips yang paling umum ditemukan pada tanaman bawang putih.
Tubuhnya tipis ± 1 mm, berwarna kuning dan berubah menjadi coklat sampai hitam bila sudah dewasa.
Tanaman inang utamanya adalah bawang merah, bawang putih, cabai, kentang, terung, waluh, tembakau,
mentimun, semangka dan kacang-kacangan. Berkembang biak secara partenogenesis (telur dapat
menetas tanpa dibuahi). Perkembangan mulai telur sampai imago melalui empat fase, yaitu telur, nimfa,
pupa dan imago. Lamanya daur hdup 11-17 hari, dan seekor serangga betina mampu menghasilkan telur
sebanyak 80 butir.
Gejala pada daun yang terserang thrips memperlihatkan becak-becak tidak beraturan,
berwarna putih keperak-perakan dan berkilau seperti perunggu pada permukaan bawah daun. Serangan
berat biasanya terjadi pada musim kemarau yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman
(kerdil).
b.Ulat Bawang (Spodoptera exigua)
Serangga dewasa (imago) merupakan ngengat dengan sayap depan berwarna kelabu gelap dan
belakang berwarna agak putih. Imago betina meletakkan telur pada ujung daun secara berkelompok,
dan satu kelompok telur rata-rata terdapat 1.000 butir. Telur dilapisi oleh bulu-bulu putih yang berasal
30
3. Eli Korlina : Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Bawang Putih
dari sisik tubuh induknya. Telur berwarna putih, dengan bentuk bulat atau bulat telur (lonjong) dengan
ukuran sekitar 0,5 mm, dan larva S. exigua berukuran panjang 2,5 cm dengan warna yang bervariasi.
Bila masih muda berwarna hijau muda dan apabila sudah tua berwarna hijau kecoklatan gelap dengan
garis kekuning-kuningan, dan pupa dibentuk pada permukaan tanah. Daur hidup S. exigua adalah 3-4
minggu, bersifat polifag. Tanaman inangnya antara lain bawang merah, bawang putih, jagung, tembakau,
kacang-kacangan, kentang dan bayam.
Gejala serangan yang ditimbulkan oleh ulat bawang ditandai dengan adanya lubang-lubang pada
daun, mulai dari tepi daun permukaan atas atau bawah. Serangan tertinggi biasanya terjadi pada umur
5-8 minggu setelah tanam.
c. Penyakit layu fusarium
Penyakit layu disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum dan merupakan penyakit tular
tanah, tetapi dapat juga tersebar lewat air pengairan dari tanah yang terkontaminsi. Cendawan F.
oxysporum dapat bertahan hidup lama di dalam tanah tanpa tanaman inang, karena dapat membentuk
klamidospora yaitu spora aseksual yang dibentuk dari ujung hifa yang membengkak.
Gejala pada tanaman yang terinfeksi yaitu daun mati dari ujung dan berwarna kuning, kemudian
menjalar ke bagian bawah dengan cepat, yang berakhir pada kematian tanaman. Pada pangkal tanaman
nampak akar-akar membusuk dan pada dasar umbi terlihat jamur yang berwarna keputih-putihan pada
permukaan bagian lapisan yang membusuk. Jika umbi dipotong membujur nampak adanya pembusukan
yang berair, yang meluas ke atas maupun ke samping dan pangkal umbi. Drainase yang buruk dan
kelembaban tanah yang tinggi sangat membantu perkembangan penyakit. Akibat infeksi akhir dari
lapangan, di gudang cendawan F. oxysporum dapat menginfeksi umbi mulai dari dasar umbi, yang
kemudian berkembang masuk ke dalam umbi dan akan menjadi sumber infeksi pada pertanaman
berikutnya.
d. Penyakit becak ungu atau trotol
Penyakit becak ungu atau trotol disebabkan oleh cendawan Alternaria porri. Penyakit ini
menular lewat udara dan lewat umbi/bibit dan dapat bertahan dari musim ke musim pada sisa-sisa
tanaman sebagai konidium. Pembentukan konidium cendawan di lapangan terjadi pada malam hari,
disebarkan oleh angin dan apabila jatuh di permukaan tanaman inang, konidium akan berkecambah
membentuk miselium. Selanjutnya menginfeksi melalui stomata dan luka-luka pada jaringan epidermis
daun. Konidia tidak dapat bertahan hidup lebih lama apabila jatuh di atas tanah. Hujan rintik-rintik dan
kelembaban udara yang tinggi, dan suhu udara sekitar 30-320 C akan memacu perkembangan penyakit.
Gejala awal berupa becak berukuran kecil, melekuk ke dalam, berwarna putih sampai kelabu.
Jika berkembang, becak nampak seperti cincin dan warnanya agak keunguan. Pada bagian tepi, becak
berwarna agak kemerahan yang dikelilingi oleh zona berwarna kuning yang dapat meluas, baik ke bagian
atas maupun bawah becak. Pada cuaca lembab, permukaan becak tertutup oleh konidium yang berwarna
coklat sampai hitam. Ujung daun yang sakit mengering. Becak lebih banyak terdapat pada daun tua.
Infeksi pada umbi menyebabkan umbi membusuk dan tampak agak berair yang dimulai dari bagian leher,
serta berwarna kuning sampai merah kecoklatan. Jika benang-benang cendawan yang berwarna gelap
berkembang, bagian umbi yang terinfeksi akan mengering dan berwarna gelap. Jika umbi yang
terinfeksi tertanam akan menjadi sumber infeksi pada tanaman berikutnya.
e. Penentuan ambang ekonomi atau ambang kendali
Ambang ekonomi sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti iklim dan faktor harga yang
berfluktuatif. Menurut Untung (1993) ambang kendali adalah suatu tingkatan populasi organisme
pengganggu tanaman atau kerusakan tanaman yang ditimbulkannya, yang jika tidak dilakukan tindakan
pengendalian akan menimbulkan kerugian secara ekonomis. Dalam penerapan PHT bawang putih
informasi untuk ambang kendali relatif masih sedikit. Namun dalam hal ini dapat digunakan ambang
kendali pada bawang merah sebagai patokan. Seperti ambang kendali untuk S. exigua adalah 0,1 paket
31
4. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.3.,2011
telur atau 5% kerusakan daun pertanaman contoh pada musim kemarau dan pada musim hujan 0,3 paket
telur atau 10% kerusakan daun pertanaman contoh (Moekasan dan Sastrosiswojo 1993). Sedangkan
untuk penyakit bercak ungu adalah 10% kerusakan daun atau skor 1 pertanaman contoh (Suhardi et al
1994; Duriat et al 1994).
f. Pengamatan dan Pemantauan
Untuk melaksanakan pengelolaan hama penyakit diperlukan banyak pengamatan dan pemantauan,
yang merupakan kegiatan dalam menentukan keberhasilan untuk mengambil keputusan. Pemantauan
ditujukan untuk mendeteksi keberadaan hama penyakit sasaran, mengumpulkan informasi tentang status
hama penyakit, mendapatkan dugaan kerapatan populasi terutama untuk hama dengan ketepatan dan
ketelitian yang tinggi melalui dinamika populasi. Sedangkan untuk pengelolaan penyakit selain
memperhatikan keadaan yang aktual, juga harus memikirkan keadaan cuaca yang diprakirakan akan
terjadi. Hal ini disebabkan bercak aktif spora yang ditimbulkan oleh cendawan tidak selalu
bersporulasi, tetapi jika keadaan menguntungkan cendawan dapat mengadakan infeksi dan membiak
dengan cepat (Semangun 1993). Dengan demikian pada pengelolaan penyakit lebih sering bersifat
mencegah daripada mengendalikan.
IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT
Telah dikemukakan bahwa konsep PHT didasarkan pada prinsip ekologi dan pengendaliannya
dilakukan secara kompatibel dengan menggabungkan berbagai taktik komponen pengendalian.
Pengendalian secara sendiri-sendiri tidak memberikan pengaruh yang kuat, namun jika digabungkan
dengan cara lain akan memberikan hasil yang lebih baik. Beberapa cara pengendalian OPT bawang putih
yang dapat dilakukan antara lain :
a. Kultur Teknis
Pengendalian secara kultur teknis adalah usaha memanipulasi lingkungan secara agronomi, atau
mengalihkan perhatian hama sehingga tanaman utama terbebas dari serangan hama, seperti penanaman
bawang merah di setiap pinggir bedengan, untuk mengalihkan serangan S. exigua pada bawang putih.
(Dwiastuti et al, 1998). Penyiraman daun di pagi hari untuk mencuci atau menghilangkan konidia becak
ungu trotol A. porri yang menempel di malam hari atau penyiraman siang hari apabila turun hujan.
b. Penanaman varietas resisten
Penanaman varietas resisten merupakan salah satu komponen cara pengendalian yang paling
murah, aman, relatif tahan lama dan mudah dilaksanakan petani. Kultivar Tawangmangu Baru cukup
toleran terhadap serangan becak ungu (Korlina et al, 1996).
c. Pengendalian dengan cara fisik dan mekanis
Pengendalian pada bawang putih ditujukan pada daun yang kelihatan adanya telur atau ulat S.
exigua, dengan cara memotong bagian daun. Penggunaan perangkap warna putih untuk menekan serangan
thrips yang dipasang segera setelah tanaman bawang putih tumbuh, dengan jumlah perangkap yang
dibutuhkan adalah sebanyak 40 buah/ha. Sedangkan pada tanaman yang terserang penyakit layu
fusarium dilakukan pencabutan tanaman.
d. Pemanfaatan/Pelestaran musuh-musuh alami
Pada tanaman bawang putih belum banyak yang dapat direkomendasikan dari pengendalian
dengan menggunakan musuh alami untuk hama maupun penyakit. Namun demikian ada beberapa musuh
alami di lapangan yang cukup potensial untuk menekan populasi hama maupun penyakit bawang putih.
Musuh alami seperti parasitoid, predator dan patogen serangga sangat berperan untuk menekan
populasi hama (Driesche and Bellows, 1996). Dalam hal pemanfaatan agens hayati yang sudah dikaji dan
diterapkan khususnya petani bawang merah saat ini adalah penggunaan patogen serangga S. exigua
Nuclear Polyhedrosis Virus (SeNPV) untuk mengendaliakan S. exigua (Moekasan 1998; Susetyohari et
32
5. Eli Korlina : Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Bawang Putih
al. 2001). Beauveria bassiana dan Verticillium lecani diketahui efektif menekan thrips Populasi thrips
mampu ditekan hingga 27-36% (Dibyantoro, 1996). Predator yang menyerang thrips antara lain
Coccinela transversalis dan Scymus latermaculatus. Pengendalian patogen tular tanah seperti layu
fusarium dapat dilakukan dengan mikroorganisme antagonis seperti Trichoderma harzianum dan
Fusarium oxysporum non patogen (Korlina, dkk. 2009).
e. Pengendalian secara kimiawi
Pengendalian dengan menggunakan pestisida tetap diperlukan dalam keadaan tertentu.
Keuntungannya adalah pestisida mampu menekan populasi hama dalam waktu cepat, efektif dan dapat
dilaksanakan kapan dan di mana saja. Namun mengingat pengaruh pestisida yang buruk terhadap
lingkungan, maka penggunaannya harus berhati-hati dan dilakukan apabila taktik-taktik pengendalian lain
tidak mampu lagi menekan hama penyakit serta kerusakan sudah melampaui ambang pengendalian.
Contoh pestisida yang sering digunakan pada tanaman bawang putih adalah pestisida yang berbahan
aktif: (1) insektisida untuk thrips : Diafentiuron, Fipronil, Imidaklorpid, Merkaptodimetur dan
Dimetoat. (2) untuk ulat bawang : Tebufenozide, Flufenoksuron, Klorfluazuron, Betasiflutrin, dan
Sihalotrin; (3) untuk becak ungu trotol : Difenokonazol, Klorotalonil, Propineb dan Mancozeb (Anonim,
2008).
MANFAAT PENDEKATAN PHT
Pelaksanaan konsep PHT dapat memberikan keuntungan terhadap berbagai aspek yaitu dari segi
produksi, ekonomis, kesehatan dan lingkungan. Aspek produksi dapat tercapai karena PHT menawarkan
prinsip-prinsip dasar yang salah satunya adalah pengusahaan tanaman sehat dan kuat, serta metode
pengelolaan agroekosistem.
Keuntungan dalam aspek ekonomi diperoleh karena PHT lebih menekankan pemanfaatan musuh
alami daripada penggunaan pestisida. Ini berarti bahwa penggunaan pestisida akan berkurang terutama
dalam input produksi petani. Pengurangan penggunaan pestisida akan mendatangkan keuntungan yang
lebih besar, karena input produksi yang lebih rendah dengan hasil yang diperoleh tetap atau bahkan
meningkat.
Keuntungan yang diperoleh pada aspek kesehatan, adalah berkurangnya atau tidak adanya residu
pestisida pada produk pertanian. Pestisida yang digunakan dalam proses produksi pertanian, diketahui
seringkali meninggalkan residu pada hasil produksi. Hasil produksi tersebut bila dikonsumsi maka akan
terjadi akumulasi residu pestisida dalam tubuh konsumen, sehingga pada dosis tertentu akumulasi
residu tersebut akan sangat berbahaya, karena pada dasarnya bahan kimia penyusun pestisida
merupakan racun yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Penumpukan residu pestisida dalam suatu
ekosistem akan menimbulkan pencemaran lingkungan yang tidak dapat dilihat dan dirasakan secara
langsung. Namun apabila diteliti dan dicermati terhadap rantai makanan dan unsur-unsur alam, akan
menyadarkan kita bahwa pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh akumulasi residu pestisida
memiliki dampak jangka panjang, yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup organisme.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Komisi Pestisida. Jakarta: Koperasi Daya Guna
Duriat AS, Soetiarso TA, Prabaningrum L, Sutarya R. 1994. Penerapan pengendalian hama penyakit
terpadu pada budidaya bawang merah. Balithort Lembang. Puslitbanghort. Balitbangtan.
Dibyantoro ALH. 1993. Daya guna insektisida Reldan 24 EC terhadap Spodoptera exigua Hubn pada
tanaman bawang merah. Bull Penel Hort 25 (2):54-60.
Driesche RGV and Bellows TS. 1996. Biological Control. New York:Chapman & Hall
33
6. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.3.,2011
Dwiastuti EM, Korlina E, Handoko, Soleh M dan Saeri M. 1998. Uji perakitan teknologi pengendalian
terpadu hama penyakit penting bawang putih di lahan sawah dataran tinggi. Prosiding Seminar
Hasil Penelitian dan Pengkajian Sistem Usahatani Jawa Timur.
Kogan M. 1998. Integrated pest management: Historical perspectives and contemporary
developments. Annu Rev Entomol 43:243-270.
Korlina, E., Dwiastuti, ME dan Mulyanto, H. 1996. Pengujian komponen PHT terhadap penyakit becak
ungu (Alternaria porri) pada baang putih. Makalah disampaikan pada Seminar Regional III PFI
Komda Jawa Tengah & DIY, 9 Nopember 1996 di Salatiga. 6p.
________, Rachmawati, D dan Nuriwan. 2009. Pengujian Trichoderma sp dan Fusarium Non Patogen
(FNP) Dalam Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium Pada Tanaman Bawang Merah. Prosiding
Seminar Nasional Inovasi Untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, Malang 28
Juli 2009. Kerjasama BPTP Jatim, FEATI dan Diperta Prop.
Moekasan TK, dan Sastrosiswojo S. 1993. Pengujian ambang kendali hama ulat bawang (Spodoptera
exigua Hubn) pada tanaman bawang merah. Laporan Hasil Penelitian PHT-ARM TA 1992/1993.
Balithor Lembang.
Moekasan TK. 1998. SeNPV, insektisida mikroba untuk pengendalian hama ulat bawang Spodoptera
exigua. Monograf No 15 Balitsa. Bandung. Puslitbanghort. Balitbangtan
Oka IN. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: UGM
Press.
Sastrosiswojo S. 1996. Sistem pengendalian hama terpadu dalam menunjang agribisnis sayuran. Di
dalam Duriat AS et al. Editor. Prosiding Seminar Nasional Komoditas Sayuran. Balitsa
Bekerjasama dengan PFI Komda Bandung dan CIBA Plant Protection.
Semangun H. 1993. Konsep dan asas dasar pengelolaan penyakit tumbuhan terpadu. Kumpulan Makalah
Simposium Pendidikan Fitopatologi dan Pengendalian Hayati. Yogyakarta 6-8 September 1993.
Suhardi, Koestoni T, Soetiarso AT. 1994. Pengujian teknologi pengendalian hama dan penyakit terpadu
pada bawang merah berdasarkan nilai ambang kendali dan modifikasi tipe nozzle alat semprot.
Bull Penel Hort 26(4): 100-117.
Susetyohari, Susetyo BH, Yuliani RR, dan Juliastuti. 2001. Pengalaman lapang pengendalian serangga
menggunakan agens hayati di Jawa Timur. Di dalam Baehaki SE et al. Editor. Prosiding
Simposium Pengendalian Hayati Serangga. Sukamandi 14-15 Maret 2001. Puslitbangtan: 45-50.
Untung K. 1993. Pengantar Pengelolaan hama Terpadu. Yogyakarta: Andi Ofsett
34