1. Syok merupakan ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan oksigen jaringan yang menyebabkan disfungsi organ.
2. Ada beberapa penyebab syok seperti hipovolemia, kardiogenik, distributif seperti sepsis, dan anafilaksis.
3. Penanganan syok meliputi resusitasi cairan, oksigenasi, dan obat vasoaktif sesuai penyebabnya.
Dokumen tersebut merangkum profil dr. Yusuf Achmad Bahtiar sebagai kepala ICU RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Blitar dan pendidikannya serta menjelaskan manajemen gagal pernapasan pada pasien COVID-19 dengan fasilitas terbatas, termasuk berapa banyak pasien yang membutuhkan perawatan kritis, sindrom klinis COVID-19, derajat penyakit, dan prinsip penatalaksanaan.
Sepsis adalah kondisi yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh disregulasi respon tubuh terhadap infeksi dan dapat menyebabkan kegagalan organ. Pengobatannya meliputi pemberian antibiotik dalam satu jam, resusitasi cairan dalam tiga jam, dan pemberian vasopresor jika diperlukan untuk menjaga tekanan darah. Kontrol sumber infeksi, nutrisi, dan terapi pendukung lainnya juga penting untuk meningkatkan prognosis pasien.
1. Sindroma TUR adalah komplikasi yang ditandai oleh overload cairan, hiponatremia, dan hipoosmolaritas akibat absorpsi cairan irigasi selama operasi TURP.
2. Manifestasi klinisnya berkisar dari gangguan pernapasan hingga gagal jantung dan ginjal akibat overload cairan.
3. Penatalaksanaannya meliputi menghentikan operasi, memberikan diuretik, oksigenasi, koreksi elektrolit, dan manajemen c
Teks ini memberikan informasi tentang pemberian cairan infus intravena, termasuk tujuan, indikasi, kontraindikasi, jenis cairan, komposisi, dan prosedur pemasangan infus. Jenis cairan infus dibedakan menjadi kristaloid seperti NaCl dan RL, serta koloid seperti albumin, HES, dextran, dan gelatin. Prosedur pemasangan infus meliputi persiapan peralatan, desinfeksi, penanaman jarum, dan pengaturan kece
1. Syok merupakan ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan oksigen jaringan yang menyebabkan disfungsi organ.
2. Ada beberapa penyebab syok seperti hipovolemia, kardiogenik, distributif seperti sepsis, dan anafilaksis.
3. Penanganan syok meliputi resusitasi cairan, oksigenasi, dan obat vasoaktif sesuai penyebabnya.
Dokumen tersebut merangkum profil dr. Yusuf Achmad Bahtiar sebagai kepala ICU RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Blitar dan pendidikannya serta menjelaskan manajemen gagal pernapasan pada pasien COVID-19 dengan fasilitas terbatas, termasuk berapa banyak pasien yang membutuhkan perawatan kritis, sindrom klinis COVID-19, derajat penyakit, dan prinsip penatalaksanaan.
Sepsis adalah kondisi yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh disregulasi respon tubuh terhadap infeksi dan dapat menyebabkan kegagalan organ. Pengobatannya meliputi pemberian antibiotik dalam satu jam, resusitasi cairan dalam tiga jam, dan pemberian vasopresor jika diperlukan untuk menjaga tekanan darah. Kontrol sumber infeksi, nutrisi, dan terapi pendukung lainnya juga penting untuk meningkatkan prognosis pasien.
1. Sindroma TUR adalah komplikasi yang ditandai oleh overload cairan, hiponatremia, dan hipoosmolaritas akibat absorpsi cairan irigasi selama operasi TURP.
2. Manifestasi klinisnya berkisar dari gangguan pernapasan hingga gagal jantung dan ginjal akibat overload cairan.
3. Penatalaksanaannya meliputi menghentikan operasi, memberikan diuretik, oksigenasi, koreksi elektrolit, dan manajemen c
Teks ini memberikan informasi tentang pemberian cairan infus intravena, termasuk tujuan, indikasi, kontraindikasi, jenis cairan, komposisi, dan prosedur pemasangan infus. Jenis cairan infus dibedakan menjadi kristaloid seperti NaCl dan RL, serta koloid seperti albumin, HES, dextran, dan gelatin. Prosedur pemasangan infus meliputi persiapan peralatan, desinfeksi, penanaman jarum, dan pengaturan kece
Ringkasan dokumen tersebut adalah: Teknik anestesia yang digunakan untuk operasi laparoscopy meliputi anestesia umum, lokal, dan regional. Anestesia umum direkomendasikan untuk prosedur laparoscopy yang lebih lama karena dapat mengendalikan ventilasi dan tekanan intraabdominal. Anestesia lokal dan regional memberikan keuntungan pemulihan yang lebih cepat namun perlu dipertimbangkan faktor teknis dan kemampuan pasien.
Luka bakar merupakan masalah kesehatan global yang serius. Dokumen ini memberikan panduan mengenai manajemen awal luka bakar, termasuk anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosa, dan pengobatan awal seperti resusitasi cairan, analgesia, dan penanganan komplikasi seperti cedera inhalasi. Dokumen ini juga menjelaskan klasifikasi luka bakar berdasarkan luas dan kedalaman, serta formula yang digunakan untuk mengestimasi
Teknik hipotensi terkendali melibatkan penurunan tekanan darah sistolik sampai 80-90 mmHg atau MAP 50-60 mmHg untuk mengurangi perdarahan, memperbaiki lapangan operasi, mempercepat operasi, dan mengurangi transfusi darah. Teknik ini melibatkan penggunaan agen hipotensi, manuver posisi, kontrol ventilasi, dan monitor pasien secara ketat.
Pasien laki-laki berusia 54 tahun dirawat karena sepsis pneumokokus yang menyebabkan cedera tubular akut. Dopamin dosis rendah telah terbukti meningkatkan outcome terkait dengan cedera tubular akut.
Dokumen tersebut membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien syok. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan definisi syok, klasifikasi syok, jenis dan patofisiologi syok, tanda-tanda syok, diagnosa keperawatan, serta intervensi keperawatan yang meliputi penanganan gawat darurat, pemberian cairan, monitor pasien, dan kolaborasi penanganan spesifik untuk setiap jenis syok.
Hemoptisis merupakan keadaan darurat yang membutuhkan tindakan segera untuk mencegah asfiksia. Penyebabnya antara lain TB paru, kanker, infeksi jamur, dan gangguan pembekuan darah. Diagnosa didasarkan pada riwayat medis, pemeriksaan fisik, radiologi, dan bronkoskopi. Penatalaksanaannya meliputi stabilisasi, lokalisasi sumber perdarahan, serta terapi khusus seperti tamponade bronkial
Modul ini membahas tentang Intensive Care Unit (ICU) dan beberapa topik terkait seperti gagal napas, ventilasi mekanik, sepsis, dan mati otak. Topik-topik tersebut dijelaskan dengan rinci meliputi definisi, klasifikasi, penilaian, dan pengaturan parameter ventilator.
Dokumen tersebut memberikan pedoman untuk persiapan anestesi darurat pada pasien bedah darurat. Hal-hal penting yang perlu dipersiapkan adalah stabilisasi hemodinamik pasien, pengosongan isi lambung, menurunkan demam, dan menghilangkan nyeri sebelum tindakan bedah. Pemilihan anestesia harus mempertimbangkan kondisi pasien dengan tujuan meminimalkan risiko komplikasi.
This document discusses management of chest tubes after surgery for pneumothorax. There is limited evidence on whether suction or no suction is preferred. Some studies found benefits to no suction like shorter drainage duration, while others found no differences. New digital drainage systems can provide regulated suction to maintain a stable pressure, but more research is needed on pressure's role in healing. One small study found suction after surgery for pneumothorax resulted in longer chest tube duration and hospital stay compared to no suction. In general, the optimal management of chest tubes in these patients remains uncertain.
Ringkasan dokumen tersebut adalah: Teknik anestesia yang digunakan untuk operasi laparoscopy meliputi anestesia umum, lokal, dan regional. Anestesia umum direkomendasikan untuk prosedur laparoscopy yang lebih lama karena dapat mengendalikan ventilasi dan tekanan intraabdominal. Anestesia lokal dan regional memberikan keuntungan pemulihan yang lebih cepat namun perlu dipertimbangkan faktor teknis dan kemampuan pasien.
Luka bakar merupakan masalah kesehatan global yang serius. Dokumen ini memberikan panduan mengenai manajemen awal luka bakar, termasuk anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosa, dan pengobatan awal seperti resusitasi cairan, analgesia, dan penanganan komplikasi seperti cedera inhalasi. Dokumen ini juga menjelaskan klasifikasi luka bakar berdasarkan luas dan kedalaman, serta formula yang digunakan untuk mengestimasi
Teknik hipotensi terkendali melibatkan penurunan tekanan darah sistolik sampai 80-90 mmHg atau MAP 50-60 mmHg untuk mengurangi perdarahan, memperbaiki lapangan operasi, mempercepat operasi, dan mengurangi transfusi darah. Teknik ini melibatkan penggunaan agen hipotensi, manuver posisi, kontrol ventilasi, dan monitor pasien secara ketat.
Pasien laki-laki berusia 54 tahun dirawat karena sepsis pneumokokus yang menyebabkan cedera tubular akut. Dopamin dosis rendah telah terbukti meningkatkan outcome terkait dengan cedera tubular akut.
Dokumen tersebut membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien syok. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan definisi syok, klasifikasi syok, jenis dan patofisiologi syok, tanda-tanda syok, diagnosa keperawatan, serta intervensi keperawatan yang meliputi penanganan gawat darurat, pemberian cairan, monitor pasien, dan kolaborasi penanganan spesifik untuk setiap jenis syok.
Hemoptisis merupakan keadaan darurat yang membutuhkan tindakan segera untuk mencegah asfiksia. Penyebabnya antara lain TB paru, kanker, infeksi jamur, dan gangguan pembekuan darah. Diagnosa didasarkan pada riwayat medis, pemeriksaan fisik, radiologi, dan bronkoskopi. Penatalaksanaannya meliputi stabilisasi, lokalisasi sumber perdarahan, serta terapi khusus seperti tamponade bronkial
Modul ini membahas tentang Intensive Care Unit (ICU) dan beberapa topik terkait seperti gagal napas, ventilasi mekanik, sepsis, dan mati otak. Topik-topik tersebut dijelaskan dengan rinci meliputi definisi, klasifikasi, penilaian, dan pengaturan parameter ventilator.
Dokumen tersebut memberikan pedoman untuk persiapan anestesi darurat pada pasien bedah darurat. Hal-hal penting yang perlu dipersiapkan adalah stabilisasi hemodinamik pasien, pengosongan isi lambung, menurunkan demam, dan menghilangkan nyeri sebelum tindakan bedah. Pemilihan anestesia harus mempertimbangkan kondisi pasien dengan tujuan meminimalkan risiko komplikasi.
This document discusses management of chest tubes after surgery for pneumothorax. There is limited evidence on whether suction or no suction is preferred. Some studies found benefits to no suction like shorter drainage duration, while others found no differences. New digital drainage systems can provide regulated suction to maintain a stable pressure, but more research is needed on pressure's role in healing. One small study found suction after surgery for pneumothorax resulted in longer chest tube duration and hospital stay compared to no suction. In general, the optimal management of chest tubes in these patients remains uncertain.
This survey examined cardiothoracic surgeons' and nurses' experiences with chest tube selection and management. It found that clogging is a major concern influencing surgeons to choose larger chest tube sizes. The majority of respondents had observed chest tube clogging and associated adverse patient outcomes. Despite techniques used to clear clogs like stripping, tapping and squeezing tubes, over half of surgeons were unsatisfied with currently available tubes and procedures to prevent occlusion. Both groups noted patients experience more discomfort with larger drain sizes. The survey highlights frequent problems with clogging and the need for innovative solutions to improve patient care and safety regarding chest tube drainage.
1) The study evaluated intercostal nerve damage from chest tube insertion using current perception threshold testing in 16 patients undergoing thoracic surgery.
2) The results found that current perception thresholds were significantly higher after surgery than before, indicating worsening intercostal nerve function from chest tube insertion.
3) Pain scores significantly decreased after chest tube removal, showing that chest tube insertion contributed to post-operative pain.
This document summarizes a letter to the editor in response to a recent systematic review comparing pigtail catheters and chest tubes for treating pneumothorax. The letter notes that while drainage success and recurrence were similar, drainage duration was longer for chest tubes. It questions whether this difference reflects hospital practices in removing tubes rather than time to close bronchopleural fistulas. The letter suggests factors like treatment team and physician specialty could influence removal decisions. It concludes pigtail catheters result in less pain and allow alternative placements, making them a reasonable initial treatment option.
This document discusses chest tubes, including their historical development and current uses. It reviews the indications for chest tube placement, such as pneumothoraces, hemothoraces, and pleural effusions following surgery or trauma. Proper training is important to reduce complications. Guidelines are provided for tube placement techniques, maintenance, and discontinuation to safely drain air or fluid from the pleural space.
6. STOP PERDARAHAN
1. Kompresi di tempat pendarahan.
2. Gunakan tourniquet pada perdarahan di ekstremitas.
3. Gunakan pelvic binder pada perdarahan akibat fraktur pelvis.
4. Damage control surgery
7.
8. DAMAGE CONTROL SURGERY (DCS)
• Yaitu tindakan pembedahan sementara dengan
tujuan:
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah kontaminasi mikro-organisme lebih
jauh dengan membuang jaringan rusak & kotor.
3. Menstabilkan fraktur.
10. OBAT ANTIFIBRINOLISIS
• Pasien trauma yang cenderung terjadi perdarahan segera ( 3 jam
sejak kejadian) berikan asam tranexamat
– 1 g/ iv/bolus/10 menit, dilanjutkan infus 1g dalam 8 jam.
– Pada anak : 15-30 mg/kg/bolus dilanjutkan 2-10 mg/kg/jam.
11. KORELASI WAKTU PEMBERIAN ASAM
TRANEXAMAT dan KEMATIAN
The CRASH-2 collaborators,
Lancet 2011; 377: 1096–101
16. Dutton RP. Shock Management. Trauma Anaesthesia. Ed Smith
CE, Como JJ. Cambridge University press
17. KOMPONEN DARAH dan KEGUNAANNYA
CONCENTRATE EFEK INDIKASI
PCC (F II, VII,IX,X,AT
III,prot C)
Koreksi gangguan
koagulasi yang didapat
rF VIIa
Merangsang
pembentukan fibrine
Resusitasi awal pada
perdarahan hebat
CRYOPRECIPITATE
(f’nogen, F VIII, v W,
XIII, fibronectin)
Kekurangan fibrinogen,
trauma, DIC
FIBRINOGEN
Membentuk bekuan
fibrin
Kekurangan fibrinogen
F XIII
Memperkuat bekuan
darah dan mencegah
lisis
Perdarahan hebat
18. PENGELOLAAN PERNAPASAN
• Cegah dan kelola hipoksemia :
– Kuasai jalan napas
– Bila perlu bantu pernapasan dengan normoventilasi, dengan target PaCO2
35-40 mmHg.
– Terapi O2 dengan target SaO2 88-92 %.
• ARDS akibat trauma
– Volume tidal kecil dan PEEP sedang.
19. PENGELOLAAN SIRKULASI
• Resusitasi cairan dengan target tekanan sistole 80-90 mmHg (MAP : 50-
60 mmHg).
• Pada pasien CKB (GCS ≤ 8) target MAP ≥ 80 mmHg.
• Cairan :
– Gunakan larutan balans
– Hindari NaCl dan pada CK hindari RL.
20. • Bila cairan balans kristaloid cukup banyak dan MAP belum tercapai :
– Bisa menambahkan nor-adrenalin dititrasi.
– Bisa menambah koloid
• Untuk menjaga agar CaO2 optimal, target [Hb] berkisar 7 – 9 gr%.
22. PENYEBAB HIPOTERMIA
• Kehilangan panas yang berlebihan akibat evaporisasi.
• Infus yang banyak dan suhu cairan < suhu tubuh.
• Perdarahan yang hebat akan menyebabkan pendistribusian panas
keseluruh tubuh berkurang.
23. DAMPAK HIPOTERMIA PADA PASIEN
TRAUMA
• Terhadap sistem kardiovaskuler.
– Iskhemia miokardium dan cardiac output .
– Respon terhadap adrenalin berkurang.
– Disritmia : AF atau VF
• Terhadap sistem koagulasi:
– Gangguan fungsi faktor2 koagulasi dan trombosit
26. ASIDOSIS PADA PASIEN TRAUMA
• Sebagian besar disebabkan karena hipoperfusi sehingga terjadi
penumpukan asam laktat.
• Penyebab lain : asidosis respirasi akibat gangguan sistem
pernapasan.
27. DAMPAK ASIDOSIS BERAT TERHADAP PASIEN
TRAUMA
• Terhadap sistem kardiovaskuler
– Penurunanan cardiac output dan tekanan darah.
– Penurunan respon kardiovaskuler terhadap adrenalin.
– Terjadi penurunan ambang VF
• Terhadap otak : gangguan kesadaran (koma).
28. ...... lanjutan
• Terhadap sistem pernapasan:
– Hiperventilasi (sebagai kompensasi)
– Penurunan kekuatan otot pernapasan dan mudah lelah.
• Terhadap sistem koagulasi:
– Gangguan fungsi faktor2 pembekuan darah dan trombosit.
29. BUNDLE TRIAS of DEATH
1. PRE HOSPITAL BUNDLE
a. Secepatnya dibawa ke RS.
b. Hentikan perdarahan dengan menggunakan tourniquet (bila
cedera anggota gerak).
c. Bila memungkinkan lakukan damage control resuscitation.
30. 2. INTRA HOSPITAL BUNDLE
a. Laboratorium: DL, PT, fibrinogen, Ca, viscoelastic
testing, laktat, BE dan pH.
b. Atasi syok dan cari sumber perdarahan.
c. Damage control surgery.
d. Damage control resuscitation sampai perdarahan
teratasi.
e. (Batasi) transfusi (target Hb 7-9 g%).
31. COAGULATION BUNDLE
1. Berikan asam tranexamat sesegera mungkin
2. Kelola asidosis, hipotermia dan hipocalcemia.
3. Pertahankan [fibrinogen] : 1,5 – 2 g/L
4. Pertahankan trombosit > 100.000/dL
5. Berikan PCC bila pasien mengkonsumsi warfarin .
32. RINGKASAN
1. Pasien yang mengalami trauma berat hendaknya
segera dirujuk ke pusat trauma.
2. Secepatnya diperiksa fungsi koagulasi, untuk bisa
segera dikelola dengan target goal-directed
treatment strategy.
3. Bila perlu dilakukan damage control surgery.