Studi ini mengkaji peran kesetaraan gender organisasi Aisyiyah di Kota Yogyakarta dalam organisasi Muhammadiyah. Hasilnya menunjukkan bahwa Aisyiyah berperan sebagai mitra dalam kegiatan dan pengambilan keputusan Muhammadiyah. Program-programnya memberikan pendidikan gender dan kepemimpinan kepada anggota untuk meningkatkan peran perempuan dalam organisasi. Faktor pendukung dan penghambat juga dianalisis.
1. 2
PERAN KESETARAAN GENDER DALAM ORGANISASI ISLAM: STUDI PADA PIMPINAN DAERAH AISYIYAH
KOTA YOGYAKARTA
Oleh: Wahyu Yogi Aprianto, Farida Hanum, dan Nur Hidayah
wyogiaprianto68@yahoo.co.id
ABSTRAK
Aisyiyah merupakan salah satu organisasi otonom khusus Muhammadiyah yang diberikan hak
secara utuh untuk mengurusi rumah tangga organisasinya. Aisyiyah dan Muhammadiyah telah
membangun relasi gender. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran kesetaraan
gender Aisyiyah Kota Yogyakarta dalam organisasi Muhammadiyah, faktor pendukung dan penghambat
peran kesetaraan gender Aisyiyah dalam organisasi Muhammadiyah. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara yang didukung oleh data hasil
dokumentasi. Subyek penelitian ini adalah anggota dan pengurus Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota
Yogyakarta. Tekning sampling yang digunaan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Validitas
data mnggunakan teknik triangulasi sumber. Teknik analisis data yang digunkan adalah secara interaktif
melalui proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kesetaraan gender Aisyiyah Kota Yogyakarta
dalam organisasi Muhammadiyah yaitu sebagai mitra dalam setiap kegiatan dan pada rapat pleno
pengambilan keputusan. Kesetaraan gender dalam pandangan Aisyiyah Kota Yogyakarta adalah
bagaimana memberikan porsi yang sama antara laki-laki dengan perempuan dalam kepengurusan di
Muhammadiyah. Program-program yang berkesetaraan gender yaitu pemberian pendidikan HAM,
pendidikan kesetaraan gender, pendidikan politik kepada para anggota serta kader Aisyiyah untuk
memberikan pemahaman agar mereka terakomodir dalam kepengurusan Muhammadiyah. Peran
kesetaraan gender Aisyiyah Kota Yogyakarta dapat dilihat dengan adanya kader Aisyiyah yang duduk
sebagai staf pada Majelis di Muhammadiyah dan rapat pleno pengambilan keputusan. Faktor
pendukung peran kesetaraan gender yaitu kemampuan manjerial organisasi yang baik dan wawasan
yang luas. Faktor penghambat peran kesetaraan gender yaitu kurang percaya diri akan kemampuan
yang dimiliki, serta adanya rasa penghormatan berlebihan terhadap kepemimpinan laki-laki. Solusi yang
dilakukan adalah dengan memberikan peluang kepada Aisyiyah untuk memaksimalkan perannya di
Muhammadiyah.
Kata Kunci: Kesetaraan Gender, Relasi Gender Aisyiyah dan Muhammadiyah, Peran Gender Aisyiyah.
2. 3
PENDAHULUAN
Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat
kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah
dikonstruksikan secara sosial budaya telah memunculkan berbagai masalah gender yang
sampai detik ini diyakini banyak merugikan kaum perempuan, hal ini disebabkan sistem
nilai, norma, pelabelan/stereotipe, serta ideologi gender telah lama dilihat sebagai salah
satu faktor yang mempengaruhi posisi serta hubungan perempuan dengan laki-laki, atau
dengan lingkungan dalam konstruksi sosial masyarakat.
Nilai dan norma tentang perempuan dalam masyarakat akan tumbuh dan
berkembang dari konsensus di dalam masyarakat yang telah dibawa sejak dulu secara
turun-temurun, seiring dengan perkembangan zaman, tatanan nilai dan norma tersebut
akan terus mengalami perkembangan maupun proses rekonstruksi dalam proses
sosialnya. Walaupun demikian, cara pandang tentang perempuan atau ideologi gender
tidak dapat dipisahkan dari nilai kultural sebagai pelengkap hubungan sosial masyarakat.
Perbedaan dalam gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang
tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities) (Mansour Fakih, 2010:12).
Namun yang menjadi persoalan ketika perbedaan gender telah melahirkan ketidakdilan
baik laki- laki dan terkhusus kaum perempuan. Ketidakdilan gender merupakan sistem
dan struktur dimana kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari adanya sistem
tersebut.
Pembudayaan masyarakat Indonesia yang begitu patriarkhis mengarah pada
diskriminasi perempuan, yang mana terjadi pendikotomian nilai dan peran gender yang
dikonstuksi melalui sosial budaya relasi laki- laki dan perempuan. Bentuk diskriminasi
yang dilakukan terhadap perempuan salah satunya adalah dalam bidang peningkatan
karier dan politik terkadang perempuan masih dianggap belum pantas untuk memimpin
dengan alasan bias gender.
3. 4
Adanya perbedaan gender yang menekankan ketidaksamaan sosial dalam
organisasi Muhammadiyah terutama pada kaum perempuan yang dirasa masih begitu
sulit untuk dapat masuk menjadi pengurus inti Muhammadiyah baik di pusat, wilayah,
cabang, atau ranting. Hal ini dikarenakan konstruksi budaya organisasi yang dibangun
memang tidak mendukung perempuan untuk masuk kedalam Muhammadiyah.
Kuatnya kultur patriarki yang dilanggengkan oleh sistem dan struktur yang ada,
sehingga kemudian dipahami bahwa Muhammadiyah hanya untuk laki-laki semata,
namun perempuan hanya dipersepsikan sebagai subbagian dari Muhammadiyah, yaitu
perempuan adalah Aisyiyah, sedangkan laki-laki adalah Muhammadiyah, seperti dalam
Anggaran Dasar Muhammadiyah. Padahal Muhammadiyah beranggotakan laki-laki dan
perempuan, dan tidak ada aturan di Muhammadiyah yang melarang perempuan untuk
berkiprah pada berbagai level, antara lain kepemimpinan struktur.
Dari latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji peran
kesetaraan gender Aisyiyah dalam organisasi Muhammadiyah dengan melakukan studi
pada Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Yogyakarta yang nantinya akan difokuskan pada
permasalahan tentang bagaimana konstruksi gender yang ada pada organisasi
Muhammadiyah serta bagaimana peran kesetaraan gender Aisyiyah sebagai motor
penggerak perempuan dalam organisasi Muhammadiyah.
Metode Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah dengan menggunakan bentuk penelitian deskriptif
kualitatif. Menurut Moleong (2005:4), pendekatan deskriptif kualitatif yaitu pendekatan
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata, gambar- gambar dan
bukan angka. Data- data tersebut diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
foto, video tape, dokumentasi pribadi, catatan, atau memo dan dokumentasi lainnya.
4. 5
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di Pimpinan Daerah Aisyiyah kota Yogyakarta
tepatnya di Jl. Sultan Agung, No. 14, Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan dalam
jangka waktu 3 bulan yaitu dari bulan November hingga bulan Februari.
3. Sumber Data Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sumber data
sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh dengan cara
menggali sumber asli secara langsung melalui informan. Sumber data primer pada
penelitian ini adalah para pengurus, Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Yogyakarta. Sumber
data sekunder Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung yang
dapat memberikan data tambahan yang mendukung data primer guna memperkuat
terhadap data penelitian. Sumber data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan
dokumentasi dari kegiatan obyek penelitian yang sedang dilaksanakan dalam kegiatan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan hal yang terpenting dalam penelitian,
karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2010:224).
Penelitian berikut menggunakan teknik pengumpulan data yaitu: Observasi merupakan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang fenomena- fenomena yang
diteliti, baik secara formal atau informal. Wawancara merupakan proses tanya jawab
secara lisan antara dua pihak, yaitu dua pihak yang bertanya (interviewer) dan yang
memberikan jawaban (interviewee) (Moleong, 2005:186). Dokumentasi merupakan
teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada subyek penelitian.
5. 6
5. Teknik Sampling
Dalam penelitian ini, teknik yang akan digunakan dalam pengambilan sampel
adalah purposive sampling, tujuannya adalah untuk menjaring sebanyak mungkin
informasi dari pelbagai macam sumber dan bangunannya (Moleong, 2005:224). Pada
purposive sampling jumlah sampel ditentukan oleh pertimbangan- pertimbangan
informasi yang diperlukan. Jika sudah terjadi pengulangan informasi, maka penarikan
sampel harus diakhiri.
6. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat pada waktu peneliti menggunakan metode
(Suharsimi Arikunto, 1993:168). Dalam penelitan ini menggunakan metode observasi,
wawancara dan dokumentasi. Oleh sebab itu, instrument yang dibutuhkan adalah
pedoman observasi, pedoman wawancara, alat perekam, kamera serta alat tulis.
Instrumen pada penelitian ini adalah peneliti itu sendiri (human instrument) yang
disertai alat bantu berupa kamera.
7. Validitas Data
Teknik validitas data ini peneliti menggunakan tiga cara yaitu: Triangulasi, yaitu
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu lain diluar data itu
guna keperluan pengecekan atau pembandingan terhadap data tersebut (Suharsimi
Arikunto, 1993:330). Ketekunan pengamatan, dimaksudkan guna menemukan ciri- ciri
dan unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang
dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal- hal tersebut secara rinci (Suharsimi
Arikunto, 1993:329). Pemeriksaan melalui diskusi dengan rekan. Teknik ini dilakukan
dengan cara mendiskusikan dengan rekan- rekan dalam bentuk diskusi analitik sehingga
kekurangan dari penelitian dapat segera diatasi dan diketahui agar pengertian
mendalam dapat segera ditelaah.
6. 7
8. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan tujuan penelitian maka teknik analisis data yang dipakai untuk
menganalisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualiatatif model interaktif yang
ditunjukan oleh Miles dan Hubberman yaitu (Miles dan Huberman, 1992:115), yaitu:
pengumpulan data merupakan Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara,
dan dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua aspek, yaitu
deskripsi dan refleksi. Catatan deskripsi merupakan data alami yang berisi tentang apa
yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan, dan dialami sendiri oleh peneliti. Reduksi
data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pda langkah- langkah
penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di
lapangan. Penyajian data merupakan sejumlah informasi yang tersusun dan
memberikan kemungkinan- kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan lebih lanjut. Penarikan kesimpulan merupakan usaha guna
mencari atau memahami makna, keteraturan pola- pola penjelasan, alur sebab akibat
atau proposisi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kedudukan Aisyiyah dalam organisasi Muhammadiyah dapat dilihat dari
perannya yaitu sebagai mitra dalam setiap kegiatan dan pada rapat pleno pengambilan
keputusan. Kesetaraan gender dalam pandangan Aisyiyah Kota Yogyakarta adalah
bagaimana memberikan porsi yang sama antara laki-laki dengan perempuan dalam
kepengurusan di Muhammadiyah. Program-program yang berkesetaraan gender yaitu
pemberian pendidikan HAM, pendidikan kesetaraan gender, pendidikan politik kepada
para anggota serta kader Aisyiyah untuk memberikan pemahaman tentang gender agar
mereka terakomodir dalam kepengurusan Muhammadiyah.
Peran kesetaraan gender Aisyiyah Kota Yogyakarta dapat dilihat dengan adanya
kader Aisyiyah yang duduk sebagai staf pada Majelis di Muhammadiyah dan rapat pleno
7. 8
pengambilan keputusan. Faktor pendukung peran kesetaraan gender yaitu kemampuan
manjerial organisasi yang baik dan wawasan yang luas. Faktor penghambat peran
kesetaraan gender yaitu kurang percaya diri akan kemampuan yang dimiliki, serta
adanya rasa penghormatan berlebihan terhadap kepemimpinan laki-laki. Solusi yang
dilakukan adalah dengan memberikan peluang kepada Aisyiyah untuk memaksimalkan
perannya di Muhammadiyah.
SIMPULAN DAN SARAN
1. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dalam penelitian skripsi ini dapat diberikan
kesimpulan bahwa kedudukan dari organisasi Aisyiyah Kota Yogyakarta dalam
organisasi Muhammadiyah begitu penting guna menjalankan peran kesetaraan
gender dalam organisasi Muhammadiyah. Kedudukan ini terlihat pada saat kegiatan
atau agenda yang diselenggrakan oleh Muhammadiyah.
Kedudukan Aisyiyah Kota Yogyakarta yaitu sebagai mitra dari
Muhammadiyah, mitra tersebut tidak hanya ada pada saat kegiatan saja namun
pada saat pengambilan keputusan Aisyiyah Kota Yogyakarta merupakan mitra dalam
setiap pertimbangan pengambilan keputusan.
Program-program yang berkesetaraan gender yang ada pada organisasi
Muhammadiyah yaitu dengan pelatihan-pelatihan kepada perempuan
Muhammadiyah dalam hal ini Aisyiyah Kota Yogyakarta dengan pendidikan seperti
pendidikan politik, HAM, serta kepemimpinan. Disamping itu juga terdapat telaah
mengenai PERDA yang berkesetaraan gender untuk memberikan pendidikan serta
pemahaman terhadap aturan-aturan yang berkesetaraan gender.
Peran kesetaraan gender Aisyiyah Kota Yogyakarta dalam organisasi
Muhammadiyah terlihat dari segala kegiatan yang dilakukan oleh Muhammadiyah.
8. 9
Pada kegiatan tersebut Aisyiyah Kota Yogyakarta menjadi mitra dalam setiap
kegiatan, selain menjadi mitra dari Muhammadiyah dalam setiap kegiatan peran
kesetaraan gender juga terlihat saat pengambilan keputusan.
Faktor pendukung peran kesetaraan gender Aisyiyah Kota Yogyakarta dalam
organisasi Muhammadiyah adalah dimana perempuan dilibatkan dalam setiap
agenda Muhammadiyah, baik itu dalam jabatan struktural maupun dalam
kepanitiaan agenda Muhammadiyah. Kemampuan manajerial organisasi termasuk
dalam faktor pendukung perempuan Muhammadiyah. Kemampuan manajerial
tersebut memudahkan bagi perempuan Muhammadiyah untuk masuk menjadi
pengurus Muhammadiyah.
Faktor penghambat peran kesetaraan gender Aisyiyah Kota Yogyakarta
dalam organisasi Muhammadiyah yaitu masih adanya perempuan Muhammadiyah
yang membatasi diri untuk tampil sebagai pemimpin dalam organisasi
Muhammadiyah. Membatasi diri yang dimaksudkan adalah perempuan
Muhammadiyah memberikan kesempatan kepada laki-laki untuk tampil sebagai
pemimpin, selain itu adalah kurangnya percaya diri untuk duduk dalam struktur
organisasi Muhammadiyah Kota Yogyakarta.
2. SARAN
Saran ini diambil dari hambatan yang dialami Aisyiyah Kota Yogyakarta dalam
kesetaraan gender. Saran adalah sebagai berikut:
a. Untuk Muhammadiyah Kota Yogyakarta
1). Memberikan peluang kepada perempuan Muhammadiyah dalam hal ini
Aisyiyah Kota Yogyakarta untuk memaksimalkan perannya didalam
kepengurusan Muhammadiyah.
9. 10
2). Melakukan sinergi antara Aisyiyah dan Muhammadiyah terkait dengan
program- program yang berkesetaraan gender.
3). Seyogyanya anggota Muhammadiyah meluaskan peranannya dengan cara
mengikutsertakan perempuan dalam setiap kegiatan Muhammadiyah.
b. Untuk Aisyiyah Kota Yogyakarta
1). Terus berupaya untuk berperan secara aktif dalam organisasi Muhammadiyah
yaitu dengan cara ikut menjadi bagian dari Muhammadiyah di berbagai level.
2). Bersama-sama dengan Muhammadiyah untuk membangun kehidupan yang
lebih baik melalui kegiatan dakwah, pendidikan, serta sosial kemasyarakatan.
3). Memberikan pendidikan HAM, kesetaraan gender, dan lain-lain untuk para
anggota dan kader Aisyiyah Kota Yogyakarta agar mereka mempunyai kapabilitas
dalam mengambil keputusan secara makro.
Daftar Pustaka
Lexy J. Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mansour Fakih. 1996. Menggeser Konsepsi dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
. 2010. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Milles dan Hubberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Suharsimi Arikunto. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.