Dokumen ini membahas tentang pembuatan formulasi pestisida hayati dari cendawan Beauveria bassiana dan pengemasannya. Cendawan B. bassiana diperbanyak pada media beras, kemudian dikeringkan, dihaluskan menjadi tepung, dan diayak. Tepung B. bassiana yang dihasilkan memiliki kepadatan spora 1013 konidia/ml dan dikemas dalam kemasan 30 gram sebagai biopestisida untuk mengendalikan hama penggerek batang jagung.
1. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010
257
PEMBUATAN FORMULA PESTISIDA HAYATI Beauveria bassiana Vuill.
DAN KEMASANNYA
Surtikanti dan Juniarsih
Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
ABSTRAK
Penelitian pembuatan formulasi pestisida hayati Beauveria bassiana Vuill. dan kemasannya dilakukan di
laboratorium Lapangan Perkebunan, Kariango, laboratorium Pengendalian Hayati UGM dan
laboratorium Hama dan Penyakit Balitsereal dari bulan Mei sampai bulan September 2009.. Beras
dicuci, direndam dalam air panas selama 60 menit sehingga menjadi nasi aron. Masukkan media beras
ke dalam kantong tahan panas, timbang seberat 0,5 kg dan kemudian disterilkan selama 30 menit.
Media steril tersebut ditambahkan biakan murni B, bassiana dengan perbandingan 20 : 1. . Kantong
plastik berisi media dan biakan murni dengan berat masing-masing 0,5 kg disimpan selama 7 – 10
hari. Setelah 20 – 24 hari dan terlihat gumpalan-gumpalan berwarna putih yaitu miselium dari B.
bassiana, kantong plastik dibuka kemudian dikering anginkan, bila sudah kering, digiling dan diayak
dengan saringan 120 mesh. Tepung B. bassiana yang telah diayak, diukur kepadatan sporanya dengan
menggunakan haemocytometer, kemudian dikemas dalam kemasan 30 gr. Hasil yang diperoleh tepung
Beauveria bassiana Vuill dalam kemasan ukuran 30 gram, dengan kepadatan spora 1013
konidia/ml dan
diberi label.Tepung Beauveria bassiana tersebut dapat digunakan sebagai biopestisida untuk
mengendalikan penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis).
Kata kunci: tepung Beauveria bassiana, Ostrinia furnacalis, pengemasan
PENDAHULUAN
Umumnya petani mengendalikan hama dengan menggunakan insektisida kimia, karena insektisida
tersebut lebih praktis penggunaannya dan hasilnya dapat dilihat dalam waktu singkat. Namun
penggunaan insektisida kimia yang tidak tepat seperti waktu aplikasi dan dosis yang digunakan dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh sebab itu dalam pengendalian hama terpadu
(PHT) dianjurkan menggunakan insektisida kimia , apabila pengendalian lain telah dicobakan, namun
padat populasi hama masih tetap tinggi.
Cara pengendalian lain yang dapat digunakan adalah pemanfaatan musuh alami. Musuh alami
dapat berupa predator, parasitoid, dan patogen. Salah satu musuh alami yang dapat digunakan adalah
cendawan patogen. Beberapa jenis musuh alami dari cendawan patogen antara lain Metharrizium
anisopliae (Baehaki dan Novianti, 1993), Beauveria. bassiana, Fusarium sp., Herustella citriformis, dan
Paecylomyces sp. (Yasin dan Baco,1988 ; Haryono ,1993 ; Yasin et al., 1999).
Pemanfaatan musuh alami mempunyai beberapa keuntungan yaitu untuk mencegah keresistenan
hama terhadap pengaruh insektisida kimia, aman terhadap lingkungan, aktif dengan sendirinya setelah
diaplikasi, dapat diproduksi dengan mudah dan biaya relatif murah, serta dapat disimpan lama
(Surtikanti dan Yasin, 2005).
Cendawan Beauveria bassiana Vuill. tergolong dalam klas Deuteromycetes (fungi : Imperfekti),
ordo Moniliales, famili Moniliaceae. Pertumbuhan dalam media berbentuk koloni berwarna putih seperti
kapas. Konidiofor yang fertil bercabang-cabang secara zigzag, dan pada bagian ujungnya terbentuk
spora (konidia). Konidia bersel satu, berbentuk bulat sampai oval, berukuran 2 – 3 mikron. Hifanya dalam
2. Surtikanti dan Juniarsih : Pembuatan Formula Pestisida Hayati Beauveria bassiana Vuill. Dan Kemasannya.
258
koloni berwarna putih berukuran 2 – 4 mikron (Tanada dan Kaya, 1993). Suhu optimal yang dapat
mendukung pertumbuhan cendawan B. bassiana adalah 20 - 30 0
C dan suhu kritisnya adalah 50
C dan
350
C. Namun bila terjadi kenaikan suhu sampai 550
C selama 10 menit spora cendawan B. bassiana pada
isolat LaHh masih mampu berkecambah sampai 14,67% (Suharto et al, 1998).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan formulasi biopestisida dari cendawan
Beauveria bassiana dan bagaimana kemasannya.
BAHAN DAN METODA
Waktu pelaksanaan kegiatan antara bulan Mei sampai September 2009. Mengumpulkan isolat
B. bassiana dari serangga-serangga yang terinfeksi di lapangan, kemudian dibawa ke Laboratorium untuk
dikulturkan sehingga didapatkan cendawan B. bassiana murni.
Caranya sebagai berikut : Serangga-serangga yang terinfeksi diberi label dengan nama sesuai
dengan daerah diketemukannya dan jenis serangganya. Serangga yang terinfeksi dimasukkan ke dalam
100 ml aquadest (air steril), lalu di suspensikan. Suspensi isolat tersebut diencerkan pada konsentrasi
10-5
. Hasil pengenceran dibiakkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) dan diinkubasikan selama 2
x 24 jam. Koloni tunggal yang muncul setelah 2 x 24 jam dipindahkan ke media PDA lain yang ada pada
cawan petri. Setelah murni (B. bassiana) 258solate dikarakterisasi secara morfologi dengan
menggunakan buku identifikasi Barnett dan Hunter (1972) dan Streets (1972). Bila sudah diketahui
bahwa benar-benar koloni cendawan B.bassiana maka diperbanyak dengan cara dipindahkan ke media
PDA lain dengan ditambahkan larva dari hama jagung.
Beras dicuci, direndam dalam air panas selama 60 menit sehingga menjadi nasi aron. Masukkan
media beras ke dalam kantong tahan panas, timbang seberat 0,5 kg dan kemudian disterilkan selama 30
menit. Media steril tersebut ditambahkan biakan murni dengan perbandingan 20 : 1. . Kantong plastik
berisi media dan biakan murni dengan berat masing-masing 0,5 kg disimpan selama 7 – 10 hari. Setelah
20 – 24 hari kemudian dikering anginkan, bila sudah kering, digiling dan diayak dengan saringan 120
mesh.
Tepung B. bassiana yang telah diayak, diukur kepadatan sporanya dengan menggunakan
haemocytometer, kemudian dikemas dalam kemasan 30 gr.
Pengamatan dilakukan setelah menjadi tepung B. bassiana untuk diamati jumlah
konidia/ml dengan menggunakan hemicytometer. Jumlah konidia dihitung dengan rumus menurut
Sudibyo (1994) :
T
K = X 106
N x 0,025
Dimana K = konsentrasi spora
T = jumlah spora yang diamati
N = jumlah kotak yang diamati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seperti dalam Gambar 2, terlihat tahapan-tahapan untuk pengemasan. Setelah cendawan B.
bassiana diperbanyak dalam media beras, dibuka kantong plastiknya dan dikering anginkan, setelah agak
kering, ditumbuk untuk mendapatkan gumpalan-gumpalan yang lebih kecil, kemudian di blender untuk
mendapatkan tepung. Tepung yang dihasilkan diayak dengan menggunakan saringan 120 mesh untuk
mendapatkan tepung yang lebih halus. Tepung ditimbang + 3- g dan dikemas dalam kantong plastik,
kemudian diberi label.
3. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010
259
CARA KERJA:
Serangga
terinfeksi B.b
Masukkan ke dalam
100 ml aquadest
(disuspensikan)
Diencerkan
sampai 10‐5
B.b murni pada
PDA Iden tifikasi
Diisolasi pada
PDA
Biakan murni
pada PDA + larva
hama jagung
Media beras +
biakan dengan
perb. 20 :1
Formulasi
biopestisida
Dilihat kons.konidia/ml
20 – 24 hari
Gambar 1. Cara kerja pembuatan perbanyakan cendawan B. bassiana
Gambar 2. Tahapan pengemasan cendawan B. bassiana
KESIMPULAN
• Diperolehnya Beauveria bassiana Vuill dalam kemasan ukuran 30 gram, dengan kepadatan spora 1013
konidia/ml dan diberi label.
• Tepung Beauveria bassiana yang dihasilkan dapat digunakan sebagai biopestisida untuk
mengendalikan Penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis).
4. Surtikanti dan Juniarsih : Pembuatan Formula Pestisida Hayati Beauveria bassiana Vuill. Dan Kemasannya.
260
DAFTAR PUSTAKA
Baehaki, S.E. dan Noviyanti. 1993. Pengaruh jamur biakan metharrizium anisopliae strain lokal
Sukamandi terhadap perkembangan wereng coklat. Prosiding Makalah Simposium Patologi
Serangga I, Yogyakarta 12-13 Oktober 1993. Hal.113-124.
Barnett, H. L. dan Hunter, B.B. 1972. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Burgess Publishing
Company, Minnesota. 241p.
Haryono.1993. Prospek penggunaan Beauveria bassiana untuk pengendalian hama perkebunan. Prosiding
Makalah Patologi Serangga I, Yogyakarta 12 – 13 Oktober 1993. Hal. 75 – 81.
Streets, R. B. 1972. Diagnosis of Plant Disease. The University of Arizona Press. Tuscon. Arizona, USA.
Hal. 8.19.
Sudibyo, D. 1994. Petunjuk praktis Cara Menghitung Jumlah, Kerapatan dan Viabilitas Spora Jamur.
Laboratorium Utama Pengendalian Hayati Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur.
Suharto, E.B., Trisusilowati, dan H.Purnomo. 1998. Kajian aspek fisiologik B. bassoana dan virulensinya
terhadap Helicoverpa armigera. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Jurusan Hama Penyakit
Tumbuhan , Faak. Pertanian UGM.112 – 119.
Surtikanti dan M.Yasin. 2005. Periode simpan cendawan Beauveria bassiana strain Sengkang pada
berbagai media. Jurnal Stigma an agricultural science journal, vol.XIII,no.4. Hal.596 – 599.
Tanada,Y. and H.K. Kaya. 1993. Insect Pathology. Academic Press. Inc. Harcourt Brace Jovanovich,
Publishers San Diego. Hal. 320 – 364.
Yasin, M. dan D. Baco. 1988. Efektifitas dan peranan jamur dalam pengendalian wereng hijau,
Nephotettix virescens Motsc. Agrikam. Buletin Penelitian Pertanian Maros. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Balittan Maros 3, (1) : 1-8.
Yasin, M., Soenartiningsih, Surtikanti, dan Syamsuddin. 1999. Pengendalian hama penggerek batang
jagung Ostrinia furnacalis Guenee dengan cendawan Beauveria bassiana Vuillemin. Jurnal Stigma
7, (2) : 48 - 51.