SlideShare a Scribd company logo
1 of 86
Download to read offline
Vol. 01, No. 01, 2013

ISSN
Vol. 01, No. 01, 2013

ISSN

Jurnal Akuntansi dan Bisnis
DEWAN REDAKSI
Ketua
Suhartono
Anggota
Tamjuddin
Mailani Hamdani
Sri Ismulyati
Deni Surapto
Imas Maesaroh
Soekiyono
Etty Puji Lestari
Adrian Sutawijaya
Zulfahmi
IN Baskara
Jan Hotman
Mulyadi
Zairulsyah

Alamat
Pusat Keilmuan - LPPM Universitas Terbuka, Jalan Cabe Raya, Ciputat, Tangerang, 15418,
Indonesia
Telepon : 021-7490941 pesawat 1208, Fax : 021-7490147
pk@ut.ac.id
Website : pk.ut.ac.id
Vol. Vol. 01, No. 01, 2013

ISSN

Jurnal Akuntansi dan Bisnis
IMPLEMENTASI PER-55/PB/2012 TTG PEDOMAN
PENYUSUNAN LK DLM PENYUSUNAN INFO
PENDAPATAN DAN BLNJA AKRUAL PADA LK BPK
RI BENGKULU

1 - 11

JUAN JOHANNES MARULI
ANALISIS LEMAHNYA PENGAWASAN APBD OLEH
DPRD

12 - 21

WENI AMRIL
IMPLEMENTASI TRANSPARANSI DAN
AKUNTABILITAS PEMERINTAH DAERAH
KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU

22 - 30

HESTI SETIORINI
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH
DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO TAHUN 2011

31 - 41

EKA ROBIANTO
UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN PEMILIK
USAHA KECIL MENENGAH DALAM MEMENUHI
KEWAJIBAN PERPAJAKAN

42 - 51

ADHIN ACHMAD KUNCAHYO
PENGARUH PROFITABILITAS DAN STRUKTUR
AKTIVA TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR
DI BEI

52 - 63

FRANSISCA DYAH ANGGRAINI
PENGHITUNGAN PPN DAN PPNBM ATAS
PENYERAHAN RUMAH/APARTEMEN OLEH
PENGUSAHA REAL ESTATE

64 - 71

CYNDI NELLY CHRISTIANI NATALIA
PERANAN PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR
(POS) DALAM SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL
ADISTI ANDARINI

72 - 83
Implementasi PER-55/PB/2012 Tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan
Kementerian Negara/Lembaga Dalam Penyusunan Informasi Pendapatan dan Belanja
Akrual Pada Laporan Keuangan BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu
Juan Johannes Maruli
018287738
juan14hutasoit@gmail.com
Akuntansi

Abstrak

Dalam Peraturan Menteri Keunagan PER-55/PB/2012 tentang Pedoman Penyusunan Laporan
Keuangan Kementrian Negara/Lembaga terdapat perubahan cara pengakuan Kebijakan
Akuntansi terhadap Akun Aset Lancar, Aset Tetap, Aset Lainnya, Kewajiban, dan Ekuitas Dana.
Kebijakan-kebijakan akuntansi yang penting digunakan dalam penyusunan Laporan Keuangan
BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu adalah terhadap Akun Pendapatan,Belanja, Aset,
Kewajiban, Ekuitas Dana, Penyisihan Piutang Tidak Tertagih, Pendapatan Diterima di Muka
dan Belanja Dibayar di Muka yang Jatuh Tempo Lebih dari 1 (satu) Tahun Setelah Tanggal
Neraca, dan Penyusutan Aset Tetap. Sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010, penerapan SAP
Berbasis Akrual dapat dilaksanakan secara bertahap, dan BPK RI Perwakilan Provinsi
Bengkulu menerapkan SAP berbasis kas menuju akrual yaitu : Neraca berbasis akrual, Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) berbasis kas, dan adanya pengungkapan informasi pendapatan dan
belanja akrual.
Kata Kunci : PER-55/PB/2012, basis kas menuju akrual, pendapatan, belanja akrual

Pendahuluan
Laporan Keuangan merupakan laporan yang mencakup seluruh aspek keuangan yang
dikelola oleh entitas akuntansi. Laporan Keuangan dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi
(SAI) yaitu serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari
pengumpulan data, pencatatan dan pengikhtisaran sampai dengan sampai dengan pelaporan
posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga.
SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen
dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). SAI dirancang untuk menghasilkan
Laporan Keuangan Satuan Kerja yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan
Catatan atas Laporan Keuangan. Sedangkan SIMAK-BMN adalah sistem yang menghasilkan

4
informasi aset tetap, persediaan, dan lainnya untuk penyusunan neraca dan laporan barang milik
negara serta laporan manajerial lainnya. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
PER-55/PB/2012 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga dibuat sebagai dasar hukum dalam menyusun laporan keuangan yang sesuai
dengan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan pemerintah sehingga
kualitas laporan keuangan dapat disajikan dengan akuntabel, akurat, dan transparan.
Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa
lainnya pada saat hak dan/atau kewajiban terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas
diterima atau dibayar. Informasi pendapatan dan belanja secara akrual disajikan secara terpisah
dari laporan realisasi anggaran berbasis kas yang dihasilkan dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
dan Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara. Informasi pendapatan dan belanja secara
akrual merupakan suplemen yang dilampirkan pada laporan keuangan.
Jenis transakasi akrual :
1.

Akuntansi Pendapatan Akrual

a.

Pendapatan yang masih harus diterima

b.

Pendapatan diterima dimuka
2.

Akuntansi Belanja Akrual

a.

Belanja dibayar dimuka

b.

Belanja yang masih harus dibayar

c.

Pengembalian belanja yang belum disetor ke Kas Negara (Piutang Lainnya/Pendapatan
yang Ditangguhkan).

Kebijakan Akuntansi yang digunakan dalam menyusun Laporan Keuangan oleh BPK RI
Perwakilan Provinsi Bengkulu
Dalam penyusunan laporan keuangan terdapat kebijakan-kebijakan akuntansi yang penting
digunakan dalam penyusunan Laporan Keuangan BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu
terhadap Akun Pendapatan,Belanja, Aset, Kewajiban, Ekuitas Dana, Penyisihan Piutang Tidak
Tertagih, Pendapatan Diterima di Muka dan Belanja Dibayar di Muka yang Jatuh Tempo Lebih
dari 1 (satu) Tahun Setelah Tanggal Neraca, dan Penyusutan Aset Tetap.
Pendapatan adalah semua penerimaan Kas Umum Negara (KUN) yang menambah ekuitas dana
lancar dalam periode tahun yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah pusat dan tidak
perlu dibayar kembali oleh pemerintah pusat. Pendapatan diakui pada saat kas diterima pada
KUN. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan

5
penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan
pengeluaran). Pendapatan disajikan sesuai dengan jenis pendapatan.
Belanja adalah semua pengeluaran KUN yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode
tahun yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah
pusat. Belanja diakui pada saat terjadi pengeluaran kas dari KUN. Khusus pengeluaran melalui
bendahara pengeluaran, pengakuan belanja terjadi pada saat pertanggungjawaban atas
pengeluaran tersebut disahkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Belanja
disajikan pada lembar muka laporan keuangan menurut klasifikasi ekonomi/jenis belanja.
1.

Kebijakan terhadap Pendapatan Yang Masih Harus Diterima

Pendapatan yang masih harus dibayar adalah Pendapatan yang sampai dengan tanggal
pelaporan belum diterima oleh satuan kerja/pemerintah karena adanya tunggakan pungutan
pendapatan dan transaksi lainnya yang menimbulkan hak tagih satuan kerja/pemerintah dalam
rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan. Pendapatan yang masih harus diterima pada BPK
RI Perwakilan Provinsi Bengkulu berasal dari PNBP yang masih harus diterima yang terdiri dari
:
1.

Pendapatan yang sudah jatuh tempo pada tahun pelaporan tetapi belum dilunasi yaitu :

a.

Pendapatan dari pengelolaan BMN yaitu Pendapatan dari Pemanfaatan BMN berupa
Piutang dari Pendapatan Sewa Gedung dan Bangunan ( Rumah Dinas/Rumah Negeri);

b.

Pendapatan Lain-lain yaitu : Pendapatan Pelunasan Piutang berupa Piutang dari
Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi atas Kerugian yang diderita oleh Negara ( masuk
TP/TGR ) Bendahara.
2.

Pendapatan Ditangguhkan

Pendapatan jasa yaitu Pendapatan Jasa Lembaga Keuangan ( /jasa Giro ) yang akhir periode
pelaporan belum disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara.
Dalam penyajian informasi pendapatan secara akrual, realisasi pendapatan secara kas tahun
berjalan harus disesuaikan yaitu dengan cara :
a.

Menambahkan pendapatan yang masih harus diterima pada tahun anggaran berjalan
(piutang pada tahun berjalan); dan/atau

b.

Menambahkan pendapatan yang telah diterima oleh bendahara penerimaan
Kementrian/Lembaga, namun belum disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara
(pendapatan ditangguhkan); dan /atau

c.

Mengurangkan pendapatan yang masih harus diterima pada tahun anggaran yang lalu
(piutang pada tahun lalu) yang telah diterima pada tahun anggaran berjalan.

6
Contoh Pendapatan yang masih harus diterima :
Realisasi pendapatan pelunasan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh Negara (masuk
TP/TGR) (423922) satker BPK RI Perwakilan X pada Tahun Anggaran 20XX adalah sebesar
Rp.150.500.000. mutasi tambah berasal dari tagihan TP/TGR pada tahun 20XX yang akhir
periode belum diterima oleh satuan kerja karena adanya tunggakan pembayaran yang
seharusnya sudah jatuh tempo sebesar RP.30.000.000. Mutasi kurang berasal dari realisasi
taguhan TP/TGR karena adanya tunggakan pembayaran di tahun anggaran 20XX yang telah
diterima pada tahun 20XX sebesar Rp.25.000.000.
Pengaruh dari transaksi tersebut pada laporan disajikan :
NO

Pendapatan Belanja
Kode Akun
Uraian
423141
Pendapatan
pelunasan ganti
rugi atas kerugian
yang diderita oleh
Negara (masuk
TP/TGR)

1

Realisasi Menurut Basis
Kas
150.500.000

Penyesuaian Akrual
Tambah
Kurang
30.000.000 25.000.000

Informasi
Akrual
155.500.000

Dokumen
Sumber
SSBP/Surat
Ketetapan
SKTUM

Pengaruh dari transaksi tersebut pada Neraca disajikan :
Bagian Lancar TP/TGR Cadangan Piutang
Rp.30.000.000 Rp.30.000.000

2.

Kebijakan terhadap Pendapatan Diterima Di Muka

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansu dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, Pendapatan diterima di muka timbul pada saat
Pemerintah telah menerima pembayaran atas suatu pemberian jasa/fasilitas/ pelayanan yang
diberikan, tetapi belum menyelesaikan pekerjaan tersebut. Adapun metode perhitungan
Pendapatan Sewa diterima di Muka adalah jumlah hari sisa masa sewa yang belum dinikmati
oleh pihak ketiga dibagi jumlah hari seluruhnya (asumsi 1 tahun = 365 hari) dikalikan dengan
nilai sewa yang dibayarkan oleh pihak ketiga. Hal ini sesuai yang diilustrasikan dalam Perdirjen
Perbendaharaan PER-62/PB/2009 tentang Tata Cara Penyajian Informasi Pendapatan dan
Belanja secara Akrual pada Laporan Keuangan.
Kemudian dalam Peraturan Direktur Jendral Perbendaharaan PER-55/PB/2012 tentan
PEdoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementrian Negara/Lembaga, Pendapatan diterima
di muka adalah Pendapatan yang diterima oleh satuan kerja dan sudah disetor ke Rekening Kas
Umum Negara, namun wajib setor belum menikmati barang/jasa/fasilitas dari

7
barang/jasa/fasilitas dari satuan kerja, atau pendapatan yang telah disetor ke Rekening Kas
Umum Negara yang berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau penilitan oleh pihak yang
berwenang terdapat lebih bayar. Pendapatan diterima di muka pada BPK RI Perwakilan
Provinsi Bengkulu hanya berasal dari PNBP diterima dimuka yang berasal pendapatan sewa
gedung dan bangunan ( Pendapatan Sewa Diterima di Muka ).
Dalam penyajian informasi pendapatan secara akrual, realisasi pendapatan secara kas tahun
berjalan harus disesuaikan yaitu dengan cara :
a.

Mengurangkan pendapatan diterima dimuka pada tahun berjalan; dan/atau;

b.

Menambahkan pendapatan diterima dimuka pada tahun lalu yang barang/jasa/.

Contoh Pendapatan Diterima Dimuka :
Pada tanggal 2 Januari 20XX, dalam rangka pemanfaatan aset, satker BPK Perwakilan X
menerima pendapatan sewa gedung dari PT A atas penempatan peralatan mesin atm masa sewa
4 tahun dari 1 Januari 20X0 s.d. 31 Desember 20X3 sebesar Rp.100.000.000. Realisasi
Pendapatan Sewa Gedung gan Bangunan (423141) BPK Perwakilan X pada tahun 20x1 sebesar
Rp.75.000.000. Mutasi tambah berasal dari Pendapatan Sewa Diterima di Muka Tahun 20X0
yang jatuh tempo selama Tahun 20X1 adalah sebesar Rp.25.000.000 (365/1460 hari x
Rp.100.000.000). Mutasi kurang berasal dari Pendapatan Sewa Diterima di Muka yang belum
digunakan per 31 Desember 20X1 yaitu untuk periode 1 Januari 20X2 s.d. 31 Desember 20X3
adalah sebesar RP.50.000.000 (730/1460 hari x Rp.100.000.000)
Pengaruh dari transaksi tersebut pada laporan disajikan :
NO

Pendapatan Belanja
Kode Akun
Uraian
423141
Pendapatan
sewa tanh,
gedung dan
bangunan

1

Realisasi Menurut
Basis Kas
75.000.000

Penyesuaian Akrual
Tambah
Kurang
25.000.000 50.000.000

Informasi
Akrual
50.000.000

Dokumen
Sumber
Dokumen
kontrak,
SSBP

Pengaruh dari transaksi tersebut pada Neraca disajikan:
Pendapatan Diterima Dimuka Barang/Jasa yang harus diserahkan
Rp.50.000.000 Rp.50.000.000

3.

Kebijakan terhadap Belanja Dibayar Di Muka

Belanja dibayar di muka adalah pengeluaran satker/pemerintah yang telah dibayarkan
dari rekening kas umum negara dan membebani pagu anggaran, namun barang/jasa/fasilitas dari

8
pihak ketiga belum diterima/dinikmati satker/pemerintah. Belanja dibayar di muka pada BPK
RI Perwakilan Provinsi Bengkulu berasal dari belanja barang yang dibayar di muka (Prepaid)
yang berasal dari belanja barang untuk sewa gedung/bangunan yang telah dibayarkan dan
rekening kas umum negara namun pada akhir periode pelaporan belum seluruhnya
diterima/dinikmati oleh satuan kerja.
Dalam penyajian informasi belanja dibayar di muka secara akrual, belanja secara kas
tahun berjalan harus disesuaikan yaitu dengan cara :
a.

b.

Menambahkan belanja dibayar dimuka pada tahun lalu yang
barang/jasa/pelayanannya dinikmati pada tahun berjalan;
Mengurangkan belanja dibayar di muka pada tahun berjalan.

Contoh Belanja Dibayar Dimuka :
Pada 1 November 20A0, satke BPK X menyewa rumah tanggal 28 Oktober 2010 untuk periode
selama 3 (tiga) tahun, dihitung sejak tanggal 1 November 20A0 sampai dengan 31 Oktober
20A3. Disepakati bahwa pembayaran dilakukan di muka sebesar Rp.50.000.000 melalui akun
belanja sewa (522141). Berdasarkan contoh tersebut, belanja akrual yang diakui pada tahun
20A1 yaitu : Realisasi Belanja Sewa (522141) satker BPK X pada tahunn anggaran 20A1
adalah Rp.93.500.000. Mutasi tambah berasal dari Belanja Sewa Dibayar Dimuka tahun 20A0
yang jatuh tempo selama tahun 20A1 adalah sebesar Rp.25.000.000 (365/730 hari x
Rp.50.000.000). Mutasi kurang berasal dari Belanja Sewa Dibayar di Muka yang berlum
digunakan 31 Desemnber 20A1 yaitu untuk periode 1 Januari 20A1 s.d 31Oktober 20A3 adalah
sebesar Rp.30.547.945 (669/1095 hari x Rp.50.000.000
Pengaruh dari transaksi tersebut pada laporan disajikan :

NO
1

Pendapatan Belanja
Kode Akun
Uraian
52241
Belanja sewa

Realisasi Menurut
Basis Kas
50.000.000

Penyesuaian Akrual
Tambah
Kurang
25.000.000 30.547.945

Informasi
Akrual
44.452.055

Dokumen
Sumber
SPK, SP2D,
SPM

Pengaruh dari transaksi tersebut pada Neraca disajikan :
Belanja Barang yang dibayar dimuka (Prepaid) Barang/Jasa yang harus diterima
Rp.30.547.945 Rp.30.547.945

9
4.

Kebijakan terhadap Belanja Yang Masih Harus Dibayar

Belanja yang masih harus dibayar adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas
barang/jasa yang telah diterima/dinikmati/dan atau perjanjian/komitmen yang dilakukan oleh
K/L, namun sampai akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan atas hak
tersebut kepada pegawai dan/atau pihak ketiga. Belanja yang masih harus dibayar pada BPK RI
Perwakilan Provinsi Bengkulu antara lain : belanja pegawai yang masih harus dibayar, belanja
barang yang masih harus dibayar, kekurangan pembayaran gaji pegawai, tunjangan-tunjangan,
uang makan, serta langganan daya dan jasa ( telepon, listrik, air, internet, tv kabel ) yang masa
pemakaiannya belum selesai sampai akhir tahun anggaran.
Dalam penyajian informasi belanja yang masih harus dibayar secara akrual, belanja secara
kas tahun berjalan harus disesuaikan yaitu dengan cara :
a.

Menambahkan belanja yang masih harus dibayar yang terutng pada tahun berjalan;
dan/atau

b.

Mengurangkan belanja yang masih harus dibayar pada tahun lalu yang telah
dibayarkan pada tahun berjalan.

Contoh Belanja Yang Masih Harus Dibayar :
Satker BPK X mempunyai beban langganan daya dan jasa atas pemakaian telepon bulan
Desember 20X1 dan penagihan bulan bersangkutan sudah diterima sampai saat tanggal
pelaporan LK yaitu tanggal 29 Januari 20X2 sebesar Rp.700.000. Tagihan tersebut harus dicatat
pada Belanja Barang Yang Masih Harus Dibayar. Realisasi Belanja Langgagnan Telepon
(522112) satker BPK X pada tahun anggaran 20X1 adalah sebesar Rp.10.000.000. Selain itu,
terdapat saldo Belanja Barang Yang Masih Harus Dibayar per 31 Desember 20X0 yang telah
dibayarkan pada tahun 20X1 yaitu adanya pembayaran saldo tagihan telepon per 31 Desember
20X0 yang baru dibayar pada bulan Februari 202 sebesar Rp.950.000.

Pengaruh dari transaksi tersebut pada laporan disajikan :
NO
1

Pendapatan Belanja
Kode Akun
Uraian
522112
Belanja
Langganan
Telepon

Realisasi Menurut
Basis Kas
10.000.000

Penyesuaian Akrual
Tambah
Kurang
700.000
950.000

Informasi
Akrual
9.750.000

Dokumen
Sumber
Tagihan
Telepon

10
Pengaruh dari transaksi tersebut pada Neraca disajikan :
Belanja Barang yang masih harus dibayar Dana yang harus dicadangkan
Rp.700.000 Rp.700.000
5.

Kebijakan terhadap Pengembalian Belanja Yang Belum Disetor Ke Kas Negara

Pengembalian belanja yang belum disetor ke kas Negara yaitu berupa kelebihan
pembayaran gaji, uang makan, tunjangan-tunjangan, honor kepada pegawai. Pengembalian
belanja yang belum disetor ke kas negaa pada BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu berasal
dari :
a.

Pendapatan yang ditangguhkan : pengembalian belanja pada akhir periode pelaporan
masih berada di tangan bendahara pengeluaran tetapi belum disetor ke Kas Negara.

b.

Piutang Lainnya : kelebihan belanja pada akhir periode pelaporan masih berada di
pegawai terkait (belum dilakukan pemotongan gaji pegawai).

Dalam penyajian informasi belanja pengembalian belanja yang belum disetor ke kas Negara
secara akrual, belanja secara kas tahun berjalan harus disesuaikan yaitu dengan cara :
a.

Mengurangkan kelebihan pembayaran atas belanja tahun berjalan yang belum disetor
ke Kas Negara pada akhir periode pelaporan.

Contoh Pengembalian Belanja yang Belum Disetor Ke Kas Negara
Pada satker BPK X terdapat kelebihan pembayaran atas uang makan bulan Desember 20A1
sebesar Rp24.000.000, namun sampai dengan tanggal Neraca kelebihan realisasi belanja uang
makan tersebut belum disetor ke Kas Negara (Sudah dilakukan pemotongan terhadap Gaji
Pegwai, hanya belum disetor ke Kas Negara)
Realisasi Belanja Uang Makan PNS (51129) sebesar RP.882.048.000
Pengaruh dari transaksi tersebut pada laporan disajikan :
NO
1

Pendapatan Belanja
Kode Akun
Uraian
511129
Belanja uang
makan

Realisasi Menurut
Basis Kas
882.048,000

Penyesuaian Akrual
Tambah
Kurang
24.000.000

Informasi
Akrual
858.048.000

Dokumen
Sumber

Pengaruh dari transaksi tersebut pada Neraca disajikan :
Kas Lainnya di Bendahara Pengeluaran Pendapatan yang Ditangguhkan

11
Rp.24.000.000 Rp.24.000.000
Pengaruh transaksi pendapatan dan belanja secara akrual dalam Laporan Realisasi Anggaran
(LRA) dan Neraca adalah sebagai berikut :
Tabel 1
Pengaruh Transaksi Akrual Pada LRA dan Neraca
NO
1

POS AKRUAL
Pendapatan Masih Harus Diterima
(Piutang)

LRA
Pendapatan +

NERACA
Aset +
ED +

2

Pendapatan Diterima Dimuka (Hutang)

Pendapatan -

Kewajiban +
ED -

3

Belanja Masih Harus Dibayar (Hutang)

Belanja +

4

Belanja Dibayar Dimuka (Piutang)

Belanja -

5

Pengembalian Belanja (Pendapatan yang
ditangguhkan)
Pengembalian Belanja (Piutang Lainnya)

Belanja -

Kewajiban +
ED Aset +
ED +
Aset +
Kewajiban +
Aset +
ED +

Belanja -

ED = Ekuitas Dana
Sumber : Bagian Akuntansi, Biro Keuangan. Draft Pedoman Teknis Penyusunan
Laporan Keuangan Tahun 2012. Jakarta: Sekretariat Badan Pemeriksa
Keuangan.

Dalam PER-55/PB/2012 terdapat beberapa perubahan pengertian dan penjelasan dari PMK
No.171/PMK.05/2007, perbandingannya dapat dilihat dari tabel dibawah berikut ini :
Tabel 2
Perbandingan antara PMK No.171/PMK.05/2007 dan PER-55/PB/2012 tentang Pendapatan dan
Belanja
NO
1
2
3
4
5

PMK NO.171/PMK.05/2007
Pengertian Pendapatan standar Sistem
Akuntansi Pemerintah
Pendapatan Diterima Dimuka sudah di bahas
Belum membahas Pendapatan yang Masih
Harus Diterima
Basis Kas
Belum membahas Pengembalian belanja yang
belum disetor ke kas Negara

PER-55/PB/2012
Selain terdapat pengertian Pendapatan standar
SAP, terdapat penjelasan Pendapatan Akrual
Ada penyempurnaan pengertian Pendapatan
Diterima Dimuka dari peraturan sebelumnya
Terdapat penjelasan Pendapatan yang Masih
Harus Diterima
Basis Kas Menuju Akrual
Terdapat penjelasan Pengembalian belanja yang
belum disetor ke kas Negara

12
Kesimpulan
BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu adalah entitas akuntansi dari Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan laporan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dengan menyusun laporan keuangan berupa Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas
Laporan Keuangan.
Kebijakan-kebijakan Akuntansi yang diterapkan oleh BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu
memiliki tujuan dan manfaat agar :
a.

PER-55/PB/2012 memberikan pengertian terbaru terhadap akun-akun dalam Laporan
Keuangan terutama dalam akun Pendapatan dan Belanja Akrual;

b.

Adanya perubahan penerapan SAP Berbasis Kas menjadi Basis Kas Menuju Akrual;

c.

Terdapat penjelasan lebih mendetail terkait Belanja Akrual;

d.

Terdapat penyempurnaan pada akun Pendapatan dengan bertambahnya penjelasan tentang
Pendapatan yang Masih Harus Diterima;

e.

Terdapat penjelasan tentang Pengembalian belanja yang belum disetor ke kas Negara (
Piutang Lainnya/Pendapatan yang Ditanggunhkan)

Daftar Pustaka
Bagian Akuntansi, Biro Keuangan. Draft Pedoman Teknis Penyusunan Laporan Keuangan
Tahun 2012. Jakarta: Sekretariat Badan Pemeriksa Keuangan.
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (2012) . Panduan Teknis Akuntansi
Pemerintah Pusat. (Edisi 2). Jakarta : Direktorat Jendral Perbendaharaan Kementrian
Keuangan Republik Indonesia.
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-55/PB/2012 tentang Pedoman
Penyusunan Laporan Keuangan Kementrian Negara/Lembaga
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansu dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat
Perdirjen Perbendaharaan PER-62/PB/2009 tentang Tata Cara Penyajian Informasi Pendapatan
dan Belanja secara Akrual pada Laporan Keuangan

13
14
ANALISIS LEMAHNYA PENGAWASAN APBD OLEH
DPRD

WENI AMRIL
w3nyamril@gmail.com
NIM. 016011988
Program Studi Akuntansi Universitas Terbuka

Abstrak

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah bagian dari pemerintahan daerah dan
merupakan lembaga legislatif yang ada didaerah baik ditingkat provinsi maupun
ditingkat kabupaten/kota.DPRD berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah.
Sebagai lembaga legislatif, DPRD mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan
pengawasan. Sesuai dengan tugas dan wewenang DPRD dalam melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah, peraturan Kepala Daerah, APBD
dan kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah.
Pengawasan keuangan yang dilakukan oleh anggota DPRD perlu dilakukan untuk
menyeimbangkan dengan kinerja pemerintah dalam hal penyusunan APBD, tujuannya
agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan terhadap pemberian kekuasaan dan
wewenang yang luas terhadap pemerintah maka perlu dilakukan pengawasan serta
kontrol yang kuat sehingga dalam pengelolaannya dapat mencapai hasil yang maksimal.
Akan tetapi dalam pelaksanannya DPRD menemui beberapa kendala. Hal ini
disebabkan karena kerja dewan yang belum optimal dan belum mempunyai komitmen
yang kuat dari para anggota dewan. Untuk itu akan dibahas mengenai bagaimana DPRD
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD di daerah serta masalah-masalah
yang timbul dan kendala yang dihadapi sehingga DPRD lemah dalam menjalankan
kontrol sebagai lembaga pengawas.

Kata kunci : Pengawasan, APBD, DPRD

15
Pendahuluan

Pada era reformasi yang terjadi di Indonesia telah melahirkan banyak perubahan.
Otonomi daerah merupakan salah satu perubahan yang terjadi dan ditandai dengan
keluarnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dengan ini
berarti kebijakan otonomi daerah membawa perubahan fundamental dalam hubungan
tata kelola pemerintah dan hubungan keuangan, sekaligus membawa perubahan penting
dalam pengelolaan anggaran daerah. Sehingga untuk menciptakan good governance,
maka antara Pemerintah Daerah dan DPRD harus ada kerjasama yang baik dan saling
mendukung satu sama lain karena mereka sebagai mitra di pemerintahan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan acuan bagi
Pemerintah Daerah dalam menjalankan pembangunan di daerah. APBD itu sendiri
disusun oleh Pemda dengan melibatkan DPRD sebagai lembaga legislatif. Sehingga
antara Pemerintah Daerah dan DPRD merupakan mitra yang sejajar dan selaras serta
lembaga yang saling bekerja sama untuk membangun daerah, agar daerah tersebut bisa
melaksanakan pembangunan sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Selain itu
DPRD juga berfungsi sebagai lembaga pengawas pelaksanaan pembangunan yang ada
di daerah atau mengawasi apakah APBD yang telah ditetapkan bersama Kepala Daerah
telah dijalankan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana mestinya. Untuk itu DPRD harus
lebih jeli dalam mengawasi baik secara internal maupun melalui lembaganya. Karena
DPRD merupakan orang-orang pilihan rakyat yang akan menampung aspirasi yang

16
disampaikan oleh masyarakat.
Kinerja DPRD dalam pengawasan pelaksanaan anggaran Pemerintah Daerah harus
benar-benar optimal, hal ini untuk memantau apakah pelaksanaan anggaran tersebut telah
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, serta berjalan efisien, efektif dan
ekonomis.
Dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai pengawas, anggota DPRD sendiri
harus mempunyai kemampuan dan kapasitas yang baik. Kapabilitas dan kemampuan Dewan
yang harus dimiliki antara lain pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman dalam menyusun,
mengawasi dan mengevaluasi APBD. Pengetahuan yang dibutuhkan dalam melakukan
pengawasan keuangan daerah salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Dengan
meningkatnya pengetahuan Dewan khususnya tentang anggaran diharapkan kinerja Dewan
dalam pengawasan keuangan daerah pun semakin baik.

Akan tetapi akhir-akhir ini diberitakan Anggota Dewan yang terjerat dengan
kasus korupsi terutama yang menyangkut dengan anggaran pembangunan sarana dan
prasarana didaerah. Bahkan melibatkan anggota dewan yang tergabung didalam Badan
Anggaran. Mengapa hal ini bisa terjadi?. Ini membuktikan bahwa DPRD itu sendiri
belum optimal; dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawas pelaksanaan
APBD. Untuk itu penulis ingin membahas apa yang menyebabkan lemahnya
pengawasan APBD oleh DPRD tersebut. Sehingga bisa dicarikan solusinya, agar
pengawasan APBD benar-benar bisa dilaksanakan oleh DPRD.

Pembahasan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga kerakyatan
yang dibentuk di provinsi dan juga di kabupaten serta kota. Seperti yang diketahui
DPRD merupakan lembaga perwujudan aspirasi rakyat yang menjalankan fungsinya
sebagai lembaga legislatif di daerah. Dengan demikian DPRD mempunyai fungsi utama
sebagai lembaga kontrol di daerah. Untuk lebih jelasnya fungsi DPRD itu sendiri dalam
UU No. 27 tahun 2009 pasal 343 disebutkan bahwa DPRD yang merupakan
representasi dari masyarakat berperan untuk menjalankan tiga fungsi yaitu :
1.

Legislasi, fungsi ini berkaitan dengan perumusan dan penyusunan peraturan
daerah. Fungsi legislasi menjadikan anggota DPRD harus menguasai berbagai
peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi tumpang tindih dan beragam
intrepretasi dalam menyusun Peraturan Daerah. Selain penguasaan pengetahuan
dibidang peraturan perundang-undangan juga harus memiliki kompetensi dalam

17
legal drafting. Peraturan daerah juga menuntut agar anggota legislatif memiliki
pengetahuan akan kondisi faktual yang terjadi sehingga penyusunannya memang
bertujuan sepenuhnya untuk kemajuan pembangunan di daerah yang bersangkutan.
2.

Anggaran, fungsi ini berkaitan dengan penggunaan sumber daya keuangan yang
akan digunakan untuk melaksanakan program pembangunan di daerah. Menurut
Khairiansyah Salman (Bahan Ajar Asdeksi : 2008) disebutkan bahwa untuk
melaksanakan fungsi anggaran ini maka anggota DPRD wajib memiliki kompetensi
dibidang pengelolaan keuangan daerah dalam aspek perencanaan pembangunan dan
penganggaran, penguasaan data dan informasi mengenai kondisi daerah dari segala
sector seperti pertanian, pendidikan, perindustrian, kesehatan, infrastruktur dan
lain-lain. Selain itu juga memiliki kompetensi dalam prosedur penyusunan APBD
mulai dari perencanaan pembangunan daerah penyusunan KUA dan PPA sampai
kepada penyusunan RKA-SKPD dan Ranperda APBD. Dokumentasi atas hasil
jarring asmarauntuk mendapatkan informasi mengenai kebutuhan masyarkat yang
berkaitan dengan pembangunan di daerah.

3.

Pengawasan, fungsi ini bertujuan untuk menjamin bahwa kebijakan dan
perencanaan pembangunan yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah dan APBD
telah dilaksanakan oleh eksekutif dengan ekonomis, efisien dan efektif serta sesuai
dengan rencana. Terkait pelaksanaan fungsi ini maka masih menurut Khairiansyah
Salman, dikatakan bahwa DPRD harus memiliki kompetensi dalam methodologi
dan teknik pengawasan baik dalam pengelolaan keuangan keuangan maupun dalam
penyelenggaraan pemerintahan serta penegakan peraturan perundang-undangan
yang dilaksanakan di daerah. Termasuk juga kompetensi untuk mengumpulkan data
dan informasi serta bukti-bukti yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan dan pengelolaan keuangan serta pelaksanaan APBD.

Dalam melaksanakan fungsi anggaran, DPRD telah membentuk alat
kelengkapan yang disebut Panitia Anggaran. Panitia Anggaran terdiri atas Pimpinan
DPRD, satu wakil dari esetiap komisi, utusan fraksi berdasarkan perimbangan jumlah
anggota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD, Panitia Anggaran sendiri
mempunyai tugas sebagai berikut :
a.

Memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada
Kepala Daerah dalam mempersiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah selambat-lambatnya lima bulan sebelum ditetapkannya Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.

18
b.

Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan
penetapan, perubahan, perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
sebelum ditetapkan dalam Rapat Paripurna.

c.

Memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai pra rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, perubahan, dan perhitungan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah disampaikan oleh Kepala Daerah.

d.

Memberikan saran dan pendapat terhadap rancangan perhitungan anggaran yang
disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD.

e.

Menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap penyusunan
anggaran belanja Sekretariat DPRD.

Penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah
untuk kemudian diusulkan kepada dewan dan dibahas bersama dengan Tim Anggaran
Pemerintah Daerah. Kemudian DPRD memberikan persetujuan dan ditandatangani bersama
dengan Kepala Daerah. Sedangkan pada pelaksanaan APBD, peran pemerintah daerah langsung
kepada teknis pelaksanaannya baik dalam mengejar target pendapatan maupun pelaksanaan
belanja daerah.

Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan dimulai pada saat proses penyusunan
APBD, pengesahan APBD, pelaksanaan APBD, dan pertanggungjawaban APBD.
Menurut Alamsyah (1997) menyebutkan bahwa tujuan adanya pengawasan APBD
adalah untuk:
(1) menjaga agar anggaran yang disusun benar-benar dijalankan,
(2) menjaga agar pelaksanaan APBD sesuai dengan anggaran yang telah digariskan,
(3) menjaga agar pelaksanaan APBD benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.

Kinerja DPRD dalam pengawasan pelaksanaan anggaran Pemerintah Daerah harus
benar-benar optimal, hal ini untuk memantau apakah pelaksanaan anggaran tersebut telah
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, serta berjalan efisien, efektif dan
ekonomis. Proses pengawasan di sini diartikan sebagai proses kegiatan yang ditujukan untuk
menjamin agar pelaksanaan Pemerintah daerah sesuai dengan perencanaan dan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku (Keppres No. 74 Tahun 2001).

19
Pengawasan yang dilakukan oleh dewan bisa berupa pengawasan langsung
maupun pengawasan tidak langsung. Pengawasan langsung maksudnya anggota dewan
sendiri yang melihat, memeriksa dan terjun langsung ke lapangan. Kegiatan ini bisa
dilakukan pada saat anggota dewan melakukan reses ke daerah pemilihannya.
Sedangkan pengawasan tidak langsung bisa dilakukan dengan memeriksan laporan yang
diterima oleh dewan dari Pemda dan masyarakat terutama masyarakat di daerah
pemilihannya.
Permasalahannya sekarang adalah dewan masih lemah dalam menjalankan
fungsi pengawasan pada keuangan daerah (APBD). Faktor penyebabnya adalah sebagai
berikut :
1.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia
Sumber daya yang terbatas dari anggota DPRD untuk menjalankan fungsi
pengawasan, yang dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman yang
kurang tentang fungsi pengawasan dari anggota DPRD. Ini disebabkan
karena anggota DPRD dipilih dan diangkat dengan latar belakang
pendidikan dan pekerjaan yang berbeda sebelum menjadi anggota DPRD.
Beberapa penelitian yang menguji hubungan antara kualitas anggota dewan
dengan kinerjanya diantaranya dilakukan oleh (Indradi, 2001; Syamsiar,2001;
Sutarnoto, 2002). Dalam hasil penelitiannya membuktikan kualitas dewan
yang diukur dengan pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keahlian
berpengaruh terhadapa kinerja dewan yang salah satunya adalah kinerja pada
saat melakukan fungsi pengawasan. Dalam penelitian ini pengetahuan
berkaitan dengan pengetahuan untuk masa yang akan datang. Adanya
perubahan paradigma anggaran di era reformasi ini menuntut adanya
partisipasi masyarakat (publik) dan
transparansi anggaran dalam keseluruhan siklus anggaran. Dengan asumsi
keterlibatan masyarakat dan transparansi yang dilakukan oleh pihak
eksekutif dalam siklus anggaran akan memperkuat fungsi pengawasan yang
dilakukan oleh
dewan.
Peneliti berikutnya, Werfete (2009) melakukan kajian terhadap pelaksanaan
salah satu fungsi pada DPRD Kabupaten Kaimana yaitu fungsi pengawasan,
hasil penelitian ini menunjukan bahwa membenarkan dugaan tentang lemahnya
pelaksanaan pengawasan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Kaimana.
Lemahnya fungsi pengawasan ini disebabkan oleh kualitas SDM anggota
Dewan, komitmen para wakil rakyat, kontrol masyarakat, serta kemampuan
Sekretariat Dewan yang minim. Penelitian Sopanah (2003) membuktikan bahwa
pengetahuan dewan tentang anggaran berpengaruh signifikan terhadap
pengawasan keuangan daerah (APBD) dan interaksi antara pengetahuan dewan

20
tentang anggaran dengan Partisipasi Masyarakat berpengaruh signfikan terhadap
pengawasan keuangan daerah (APBD), sedangkan interaksi antara pengetahuan
dewan tentang anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak signfikan
terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD).
Menurut Indradi (2001) hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa
kualitas Dewan yang diukur dengan Pendidikan, Pengetahuan, Pengalaman, dan
Keahlian berpengaruh terhadap Kinerja Dewan salah satunya adalah kinerja
pada saat melakukan fungsi pengawasan. Hasil penelitian Winarna dan Murni
(2007) membuktikan bahwa Personal background dan political background
tidak berpengaruh terhadap peran DPRD dalam pengawasan keuangan daerah,
tetapi pengetahuan dewan berpengaruh terhadap peran DPRD dalam
pengawasan keuangan daerah.

Selain itu kemampuan manajerial atau kepemimpinan bisa disebabkan oleh
latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang dimiliki oleh anggota dewan.
Apalagi dewan yang baru duduk dan belum punya pengalaman dalam
kepemimpinan. Sehingga perlu pembelajaran dan pengalaman untuk
melakukannya.
2.
Lemahnya dukungan dan partisipasi masyarakat
Masyarakat sangat berperan dalam membantu dewan dalam melakukan
pengawasan.Karena dari masyarakatlah anggota dewan bisa mendapatkan
informasi dan data tentang pelaksanaan anggaran di lapangan. Untuk itulah
perlu kerjasama dan dukungan moral dari masyarakat dan menumbuhkan
kepercayaan masyarakat terhadap anggota dewan.

Achmadi et.al (2002) menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat
merupakan kunci sukses dari pelaksanaan otonomi daerah karena dalam
partisipasi menyangkut aspek pengawasan dan aspirasi. Pengawasan yang
dimaksud di sini termasuk pengawasan terhadap pihak eksekutif melalui
pihak legislatif. Peranan Dewan dalam melakukan pengawasan keuangan
daerah akan dipengaruhi oleh keterlibatan masyarakat dalam advokasi
anggaran. Jadi, selain pengetahuan tentang anggaran yang mempengaruhi
pengawasan yang dilakukan oleh Dewan, partisipasi masyarakat diharapkan
akan meningkatkan fungsi pengawasan.
3.
Rendahnya komitmen atau motivasi anggota DPRD
Tindakan untuk melakukan pengawasan dimulai dari komitmen anggota

21
dewan itu sendiri. Bahkan dalam masa kampanyenya, anggota dewan
berkoar-koar akan bersih dari KKN dan akan mengawasi jalannya
pemerintahan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya ada oknum anggota dewan
yang lupa akan janji-janjinya tersebut. Untuk itu perlu ditanamkan dalam diri
anggota dewan itu sendiri komitmen atau motivasi berusaha semaksimal
mungkin untuk mengawasi pelaksanaan anggaran yang telah disusunya
bersama dengan Kepala Daerah.
4.

Adanya campur tangan partai politik. Belum maksimalnya fungsi
pengawasan karena dipengaruhi oleh faktor politik. Fungsi pengawasan
yang dilakukan oleh DPRD dipengaruhi oleh partai politik yang
mengusung anggota dewan. Sehingga ada kewajiban moral anggota
dewan terhadap partai politiknya

Penutup
a.

Kesimpulan

Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD dapat dilakukan secara internal maupun
eksternal. Pengawasan secara internal secara pribadi sedangkan pengawasan secara
eksternal dilakukan melalui informasi yang didapat dari masyarakat atau informasi dari
lembaganya. Sedangkan lemahnya pengawasan APBD oleh disebabkan oleh kurangnya
kapabilitas anggota dewan karena kurangnya pengetahuan, pendidikan dan pengalaman
yang dimilikinya. Sedangkan partisipasi masyarakat dan campur tangan partai politik
juga ikut mempengaruhi lemahnya pengawasan APBD.
b.

Saran

Untuk mengatasi lemahnya pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan APBD dapat
dilakukan beberapa hal berikut ini :
1.
Peningkatan kualitas sumber daya anggota DPRD
Peningkatan kualitas anggota dewan tidak saja melalui pendidikan dan
pelatihan non formal, tetapi juga sebaiknya ditambah dengan pendidikan
formal.Selain itu dengan adanya kegiatan berupa kunjungan kerja/studi
banding ke daerah lain yang bisa menambah informasi dan pengalaman
anggota dewan. Banyak yang beranggapan bahwa kunjungan kerja/studi

22
banding menghambur-hamburkan uang rakyat tetapi ilmu dan informasi
yang didapat selama mengikuti kegiatan sangat mendukung program kerja
dewan khususnya dan untuk masyarakat nantinya.
2.
Dalam kegiatan di dewan didukung dengan adanya staf ahli yang dapat
memberikan masukan dan saran dalam melakukan pekerjaannya.
Pendanaan dan penggajian staf ahli dilakukan di Sekretariat DPRD . Staf
ahli bisa diperuntukan untuk masing-masing fraksi di DPRD.
Keberadaan staf ahli ini bisa membantu dewan jika menemui kendala
atau meminta saran dalam pengambilan keputusan.
3.
Melibatkan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung dalam
pelaksanaan dan pengawasan APBD. Dengan begitu aspirasi yang
disampaikan masyarakat bisa ditampung dan dilaksanakan secara
bersama-sama. Keberhasilan pembangunan di daerah juga perlu
disokong oleh partisipasi masyarakat. Misalnya dalam rapat musrenbang,
reses anggota dewan ke daerah pemilihan.

Daftar Pustaka
Halim, Abdul.(2008).Akuntansi Keuangan Daerah Edisi 3.Jakarta:Penerbit Salemba
Empat.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
UU No. 27 tahun 2009 Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, danDewan Perwakilan Rakyat Daerah
Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah
Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan
Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan
Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

23
24
IMPLEMENTASI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PEMERINTAH
DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU

HESTI SETIORINI
017879834

hestysetioriny@gmail.com
PROGRAM STUDI AKUNTANSI (S1)

ABSTRAK

Kabupaten Mukomuko merupakan implikasi otonomi daerah terhadap lembaga sektor
publik yang terbentuk lewat UU No.3 Tahun 2003 sebagai pemekaran dari Kabupaten
Bengkulu Utara. Pemerintah daerah dituntut untuk mampu memberikan informasi
keuangan kepada publik, sehingga transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah
dapat terlaksana dengan baik. Pemerintah kabupaten Mukomuko meraih penghargaan
wajar tanpa pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan tiga tahun berturut-turut. (
www.bpkp.go.id , 2011).
Masalah yang dibahas adalah bagaimana penerapan transparansi dan
akuntabilitas pemerintah kabupaten Mukomuko. Tujuan penulisan ini untuk
mneganalisis penerapan transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah kabupaten
Mukomuko. Metode penulisannya adalah study pustaka, metode pengumpulan data
menggunakan deskriptif kualitatif.
Bentuk transparansi penyelenggaraan pelayanan pemerintah daerah Kabupaten
Mukomuko dilaksanakan dengan penyampaian informasi laporan pertanggungjawaban
kepada masyarakat melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar (Antara Bengkulu),
iklan layanan masyarakat (TVRI Bengkulu), liputan media internet
(Website:http//www.mukomukokab.go.id). Bentuk pertanggungjawaban pemerintahan
daerah Mukomuko yaitu laporan keuangan yang terdiri dari perhitungan APBD
(Laporan realisasi anggaran), Laporan Aliran Kas dan Neraca.
Rekomendasi yang dapat diberikan yaitu diperlukannya partisipasi aktif dari
masyarakat dan swasta untuk memberi tanggapan atas informasi laporan
pertanggungjawaban pemerintah yang telah disampaikan, sebagai alat monitoring dan

25
evaluasi dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di kabupaten Mukomuko.

Kata Kunci: Transparansi, Akuntabilitas, Pem.Kab. Mukomuko, Otonomi Daerah

1.

Pendahuluan

Di era reformasi sekarang ini, akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan,
ada beberapa tuntutan yang semakin besar dari masyarakat atau stakeholder kepada
lembaga sektor publik atau pemerintah untuk melakukan transparansi dan akuntabilitas.
Tuntutan masyarakat ini terkait dengan transparansi dalam pemberian informasi kepada
publik dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yang terdiri atas hak untuk mengetahui
(right to know), hak untuk diberi informasi (right to be informed), dan hak untuk
didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened to) (Mardiasmo. 2009:171)
Lembaga sektor publik atau pemerintah dituntut untuk lebih efisien, tangguh dan
professional. Untuk mewujudkan hal tersebut harus dilakukan efisiensi biaya misalnya,
strategic cost management, restrukturisasi organisasi, privatisasi serta perekrutan SDM
yang berkualitas dan berintegrasi tinggi, oleh karena semakin kuatnya tuntutan
pelaksanaan akuntabilitas dan perlu dilakukannya transparansi dan pemberian informasi
kepada publik atau kepada pihak yang membutuhkan atas informasi tersebut. Dalam
organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi atas aktiva dan
kinerja keuangan pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan
tersebut, baik pemerintah pusat maupun daerah harus bisa memberikan informasi
tersebut (Tettet, dkk, 2011). Akuntabilitas (accountability) mengacu pada pengelolaan
atas suatu aktivitas secara ekonomis dan efisien dengan kewajiban untuk melaporkan,
menyajikan dan mengungkapkan kepada publik.
Perkembangan lembaga sektor publik atau pemerintah khususnya di Indonesia semakin
pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah. Salah satu
Ketetapan MPR yaitu TAP MPR No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi
Daerah, pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara K
esatuan Republik Indonesia, merupakan landasan hukum bagi dikeluarkannya Undang
Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang No. 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah sebagai Dasar P
enyelengaraan Otonomi Daerah. Kebijakan otonomi daerah merupakan langkah yang
strategis dalam menjawab permasalahan pemerintah seperti kemiskinan, ketidak
merataan pembangunan dan masalah pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM),
dengan adanya otonomi daerah juga dapat mendorong pemerintah untuk menyongsong

26
era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah. UU ini
memberikan otonomi kepada daerah kabupaten dan kota untuk melaksanakan kebijakan
menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Sehingga dengan semakin besar
partisipasi masyarakatnya akan mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan
lainnya, seperti pergeseran orientasi pemerintah dari command and control menjadi
orientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik.
Di samping Undang-undang tersebut, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan
Permendagri No.13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada intinya semua peraturan
tersebut menginginkan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
keuangan daerah, dimana setiap kabupaten memiliki kewajiban untuk membuat laporan
keuangan untuk mempertanggungjawabkan aktivitas yang telah dilakukan. Laporan
keuangan tersebut akan diaudit atau diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK akan memberikan pendapat atau opini atas laporan
keuangan tersebut.
Implikasi otonomi daerah terhadap sektor publik adalah bahwa pemerintah
daerah dituntut untuk mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, DPRD
dan pihak yang menjadi stakeholder pemerintah daerah, sehingga transparansi dan
akuntabilitas pemerintah daerah dapat terlaksana dengan baik. Kabupaten Mukomuko
terbentuk lewat UU No.3 tahun 2003, sebagai pemekaran dari kabupaten Bengkulu
Utara. Pemerintah daerah kabupaten Mukomuko meraih penghargaan wajar tanpa
pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tiga tahun berturut-turut
(Tahun 2009, 2010, 2011 (www.bpkp.go.id , 2011).
Jika seluruh satuan kerja perangkat daerah mematuhi mekanisme pelaporan tentu
hasilnya akan transparan dan akuntabel sehingga mendapat opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP), (Sapto Amal Damanhari, 2011). Hal inilah yang melatar
belakangi penulisan karya ilmiah ini dengan mengangkat judul Implementasi
Transparansi dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah Kabupaten Mukomuko Provinsi
Bengkulu.
Adapun rumusan masalah yang ingin dibahas adalah bagaimana transparasnsi
dan akuntabilitas Pemerintah Daerah Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu.
Sedangkan tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menganalisis penerapan t
ransparansi dan akuntabilitas Pemerintah Daerah Kabupaten Mukomuko Provinsi
Bengkulu.

27
2.
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi Transparansi
Transparansi menurut UNDP (Mardiasmo, 2009 : 18) dibangun atas dasar
kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentigan public
secara langsung dapat diperoleh mereka yang membutuhkan. Transparansi dapat
diketahui banyak pihak mengenai pengelolaan keuangan daerah dengan kata lain segala
tindakan dan kebijakan harus selalu dilaksanakan secara terbuka dan diketahui oleh
umum. Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap
orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintah, yakni
informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil yang
dicapai. (Krina, 2003 : 14)
Transparansi penyelenggaraan pelayanan publik merupakan pelaksanaan tugas dan
kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat mulai dari proses kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta mudah diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan informasi tersebut, memiliki prosedur pelayanan yang sederhana, tidak
berbelit-belit, mudah dipahami serta mudah dilaksanakan.
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa transparansi adalah keterbukaan
publik atau kebebasan dalam memperoleh informasi mengenai kebijakan, proses
pelaksanaannya serta hasil yang dicapainya dengan tujuan untuk menyediakan
informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance).

2.2 Definisi Akuntabilitas
Akuntabilitas (Ulum, 2004:40) merupakan suatu pertanggungjawaban oleh pihak
yang diberi kepercayaan oleh masyarakat dimana nantinya terdapat keberhasilan atau
kegagalan di dalam pelaksanaan tugasnya tersebut dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Menurut Krina (2003:9), akuntabilitas adalah prinsip yang menjamin setiap
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka
oleh pelaku kepada pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan. Menurut
Mardiasmo (2009:18) Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban kepada publik atas
setiap aktivitas yang dilakukan.
Finner dalam Widodo menjelaskan akuntabilitas sebagai konsep yang berkenaan
dengan standar eksternal yang menentukan kebenaran suatu tindakan birokrasi.
Pengendalian dari luar (exernal control) menjadi sumber akuntabilitas yang memotivasi
dan mendorong aparat untuk bekerja keras. Masyarakat sebagai penilai objektif yang

28
akan menentukan accountable atau tidaknya sebuah birokrasi. Ciri-ciri pemerintahan
yang accountable adalah 1) mampu menyajikan informasi penyelanggaraan
pemerintahan secara terbuka, cepat dan tepat kepada masyarakat; 2) mampu
memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik; 3) mampu menjelaskan dan
mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara proporsional; 4) mampu
memberikan ruang kepada masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan
pemerintah; 5) adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja (performance)
pemerintah, sehingga dengan adanya pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat
menilai derajat pencapaian pelaksanaan program/kegiatan pemerintah.
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas adalah suatu
bentuk pertanggungjawaban atas kegiatan yang telah dilakukan oleh pelaku kepada
masyarakat atau kepada pihak yang membutuhkan pertanggungjawaban tersebut.
Akuntabilitas juga dapat diartikan sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah baik
pusat maupun daerah kepada publik atas semua kegiatan yang telah terjadi.
Menurut (Ellwood:1993) menjelaskan terdapat empat dimensi akuntabilitas yang
harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu:
1.
Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity
and legality).
Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan penghindaran
penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum (legal
accountability) terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
2.
Akuntabilitas proses (process accountability), terkait dengan apakah prosedur
yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal
kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan
prosedur administrasi.
3.
Akuntabilitas Program (program accountability), terkait dengan
pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan
apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil
yang optimal dengan biaya yang minimal.
4.
Akuntabilitas Kebijakan (policy accountability), terkait dengan
pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas
kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan
masyarakat luas.

3.

Metode Penelitian

3.1 Jenis Penelitian

29
Jenis penulisan karya ilmiah ini adalah deskriptif kualitatif. Peneliti bermaksud
untuk membuat deskripsi mengenai situasi atau kejadian-kejadian.

3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini
adalah study pustaka yaitu kajian berdasarkan teori yang berhubungan dengan
transparansi dan akuntabilitas yang menghubungkan fenomena pemerintah daerah
kabupaten Mukomuko yang bersumber dari referensi, baik dari buku maupun data dari
internet yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat.

4.

Pembahasan

4.1 Penyajian Informasi Akuntansi Pemerintah Daerah untuk Meningkatkan
Transparansi dan Akuntabilitas Publik

Terciptanya transparansi dan akuntabilitas adalah melalui adanya Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah yang komprehensif. Dalam era otonomi daerah, pemerintah daerah
diharapkan dapat menyajikan laporan keuangan yang terdiri dari atas Laporan
Perhitungan APBD (Laporan Realisasi Anggaran), Laporan Aliran Kas dan Neraca.
Laporan keuangan tersebut merupakan bagian penting untuk menciptakan akuntabilitas
dan merupakan salah satu alat ukur kinerja keuangan pemerintah daerah. Dengan
adanya otonomi daerah, tantangan yang dihadapi pemerintah daerah adalah
menyediakan informasi yang transparan sehingga dapat digunakan untuk memonitor
akuntabilitas pemerintah daerah yang meliputi akuntabilitas finansial (financial
accountability), akuntabilitas manajerial (managerial accountability), akuntabilitas
hukum (legal accountability), akuntabilitas politik (political accountability), dan
akuntabilitas kebijakan (policy accountability). Dengan demikian apa yang diharapkan
masyarakat dapat terwujud.

4.2 Bentuk Transparansi di Kabupaten Mukomuko
Kabupaten Mukomuko adalah salah satu kabupaten baru di provinsi Bengkulu yang
merupakan daerah pemekaran dari kabupaten Bengkulu Utara. Secara admininistratif,
kabupaten Mukomuko terbagi menjadi 15 kecamatan, 132 Dessa dan 4 Kelurahan. Pada
tahun 2006 memiliki jumlah penduduk 131.984 jiwa yang terdiri dari 87.721 jiwa pria
dan 64.263 wanita, dengan tingkat kepadatan penduduknya mencapai 33 per km2.
Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, transparansi setidaknya harus mencakup

30
transparansi dalam alokasi dan penggunaan anggaran, pembuatan peraturan daerah,
perencanaan daerah dan tindakan-tindakan lainnya yang mempengaruhi kehidupan
masyarakat daerah tersebut.
Untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan pemerintah daerah kabupaten
Mukomuko menyediakan informasi dalam mempublikasikan kebijakan melalui alat-alat
komunikasi seperti adanya iklan layanan masyarakat (TVRI Bengkulu), media internet
(Website: http//www.mukomukokab.go.id), dan surat kabar (Antara Bengkulu).
Sehingga apabila masyarakat daerah kabupaten Mukomuko ingin mengetahui informasi
mengenai daerah tersebut dapat diakses dengan cepat.

4.3 Bentuk Akuntabilitas di Kabupaten Mukomuko
Salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas adalah adanya laporan keuangan
yang terdiri dari atas Laporan Perhitungan APBD (Laporan Realisasi Anggaran),
Laporan Aliran Kas dan Neraca yang dapat disajikan sebagai laporan
pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat, sehingga pihak yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut dapat mengevaluasi kinerja
pemerintah.
Dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI Perwakilan Provinsi Bengkulu
diketahui bahwa perbandingan atas laporan anggaran belanja dan pendapatan dengan
laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah kabupaten
Mukomuko tahun 2010 dan 2011, diketahui kejelasan yang akurat antara laporan
anggaran dan laporan realisasi anggaran yang digunakan oleh sekretariat daerah dan tiap
satuan kerja perangkat daerahnya selama dua tahun tersebut. Hal ini mengindikasikan
bahwa kinerja keuangaan pemerintah daerah kabupaten Mukomuko sangat bagus dan
jauh dari tindak korupsi. Kinerja keuangan pemerintah daerah dikatakan sangat bagus
jika pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam
peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, sedangkan penyusunan laporan keuangan daerah sesuai dengan
aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah.
5.
Penutup
5.1 Kesimpulan
1.
Transparansi dalam pertanggungjawaban pemerintah daerah Kabupaten
Mukomuko dilaksanakan dengan penyampaian informasi laporan
pertanggungjawaban kepada masyarakat. Di daerah kabupaten Mukomuko
informasi laporan pertanggungjawaban disampaikan melalui alat-alat

31
komunikasi seperti surat kabar (Antara Bengkulu), iklan layanan masyarakat
(TVRI
Bengkulu),
liputan
media
internet
(Website:http//www.mukomukokab.go.id).
2.
Pemerintahan daerah kabupaten Mukomuko membuat laporan Keuangan
yang terdiri dari atas Laporan Perhitungan APBD (Laporan Realisasi
Anggaran), Laporan Aliran Kas dan Neraca sebagai laporan
pertanggungjawaban yang disampaikan kepada pemerintah pusat, pemerintah
daerah dan kepada masyarakat

5.2 Saran
1.
Laporan keuangan pemerintah daerah yang dihasilkan merupakan bentuk
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan publik, sehingga untuk
menghasilkan laporan keuangan tersebut dibutuhkan tenaga akuntansi yang
terampil dan memadai, hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan bimbingan
teknis akuntansi bagi pegawai yang ditugaskan sebagai pengelola keuangan
atau melalui rekrutmen pegawai baru yang memiliki kemampuan akuntansi
keuangan daerah.
2.
Agar transparansi dan akuntabilitas dapat terlaksana dengan baik, maka
diperlukan partisipasi aktif dari masyarakat dan swasta untuk memberi
tanggapan atas informasi laporan pertanggungjawaban pemerintah yang telah
disampaikan kepada masyarakat. Karena dengan adanya tanggapan dari
masyarakat dan swasta dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi
dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di kabupaten Mukomuko.
DAFTAR PUSTAKA
BPKP. Kepala BPK Bengkulu: Pembinaan BPKP Bengkulu Dalam Tingkatan
Kualitas Opini LK Pemda Memiliki Hasil. Web: http//www.bpk.go.id (
12 Februari 2013, 18:23 Wib)
Elwood, Sheila. 2003. Parish and Town Council: Financial Accountability and
Management. Local Government Studies Vol.19,PP.368-386.
Finner, Herman, dalam Joko Widodo (2005). Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja.
Banyumedia Publishing. Malang

Krina. 2003. Indikator dan Alat Ukur Transparansi, Partisipasi dan
Akuntabilitas. Web:http//www.googgovernance.com (12 Februari 2013,
17:20 Wib)

32
Lilik Alichati, Bambang Prasetyio, Prasetya Irawan. 2011. Metode Penelitian
Sosial. UT. Jakarta
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Andi. Yogyakarta
Mardiasmo. 2002. Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis
Perekonomian Daerah. Jurnal Otonomi Daerah-Th.1-No.4-Juni 2002.
Tettet Fitrijanti, Fery Mulyawan, Hamdi Sukirwan. 2011. Akuntansi Sektor
Publik. UT. Jakarta
Ulum, Ihyaul. 2004. Akuntansi Sektor Pulik Sebagai Pengantar. UMM. Malang

33
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN
MUKOMUKO TAHUN 2011

DISUSUN
OLEH

EKA ROBIANTO
NIM : 016337536

Email : Robianto_eka@yahoo.com

JURUSAN AKUNTASI

34
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TERBUKA
2013

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN
MUKOMUKO TAHUN 2011

EKA ROBIANTO
UNIVERSITAS TERBUKA

ABSTRACT

Penelitian ini bertujuan untuk pengaruh dana perimbangan yang merupakan inti dari pemberlakuan
desentralisasi iscal terhadap pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar daerah
di Indonesia pada periode tahun 2010. Penelitian menggunakan analisis panel data dengan
model regresi fixed effect dan metode Generelized Least Square (GLS).
Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil sumber daya alam,
dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Implikasi dari financial sharing, pemerintah
pusat memberikan bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber daya alam pada daerah yang
bertujuan untuk mengurangi ketimpangan iscale. Distribusi sumber daya alam dan pajak tidak
merata disemua daerah. Oleh sebab itu, pemerintah pusat memberikan dana alokasi umum
yang bertujuan untuk fiscal equalizations dan mengurangi kesenjangan antar daerah.
Pemerintah pusat juga memberikan dana alokasi khusus pada daerah yang dianggap kurang
mampu membiayai kegiatannya dari penerimaan daerahnya sendiri.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Kebijakan desentralisasi iscal di Indonesia mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah tetapi nilai pertumbuhan yang dihasilkan iscale rendah. (2)
Dana bagi hasil pajak meningkatkan disparitas antar daerah sedangkan dana alokasi umum
yang berfungsi sebagai pemerata iscal belum berpengaruh dalam meminimalisasi disparitas
pendapatan antar daerah.3. Rasio Keuangan APBD pada Pemda dan Kabupaten Mukomuko
Sangat Baik.
Keyword : Rasio, Kinerja, APBD

35
1.

Pendahuluan
Pertimbangan mendasar dari terselenggaranya otonomi daerah ditinjau dari
perkembangan kondisi di dalam negeri yang mengindikasikan bahwa rakyat
menginginkan keterbukaan dan kemandirian (desentralisasi). Kondisi di luar
negeri juga menunjukan semakin maraknya globalisasi yang menuntut daya
saing tiap negara, termasuk daya saing Pemerintahan Daerahnya ( Halim,
2002:2).
Tujuan program otonomi daerah menurut Bastian (2006:38) adalah untuk
menciptakan kehidupan politik yang lebih demokratis, menciptakan system
yang lebih menjamin pemerataan dan keadilan, ,memungkinkan setiap daerah
menggali potensi natural dan cultural yang dimiliki, dan kesiagapan
menghadapi tantangan globalisasi, serta yang sangat penting adalah
terpeliharanya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kata lain,
Pemerintah ingin melaksanakan Pasal 18 UUD 1945, yaitu dengan
melaksanakan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan berdasarkan pada Undang undang
Nomor 22 Tahun 1999 juncto Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 juncto Undang
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah dengan Sistem Pemerintahan Desentralisasi dan
sudah mulai efektif dilaksanakan sejak tanggal 1 Januari 2001.
Menurut Bastian (2001:6) menyatakan bahwa diperlukan suatu laporan keuangan
yang handal dan dapat dipercaya agar dapat menggambarkan sumber daya
keuangan derah berikut dengan analisis prestasi pengelolaan sumber daya
keuangan daerah itu sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah identik dengan
adanya tuntutan pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (good
governance) dalam rangka efektivitas dan efisiensi pembangunan daerah dalam
kerangka otonomi memerlukan prasyarat berupa tata pemerintahan yang baik
dan bersih.
Salah satu upaya nyata dalam penerapan prinsip-prinsip dasar good governance
melalui penyampaian laporan pertanggung jawaban keuangan pemerintahan
daerah dengan standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara
umum.Proses penyusunan anggaran sector public umumnya disesuaikan
dengan peraturan lembaga yang lebih tinggi yang didasarkan pada Undang
Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, sehingga lahirlah 3 (tiga) paket peraturan
perundang undangan, yaitu Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Undang Undang Nomor 1Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, dan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara yang telah

36
membuat perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Pemerintahan dan
pengaturan keuangan, khusunya perencanaan dan pemerintahan daerah dan
pemerintahan pusat.
Kemudian keluar peraturan baru lainnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 (saat ini telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007) tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, yang menggantikan Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 29 Tahun 2002.
Kinerja keuangan setiap Pemerintahan Daerah baik pada Kabupaten atau Kota
dapat dilihat indicator rasio keuangan dari masing masing daerah. Menurut
Widodo dalam Halim (2004: 126) terdapat beberapa analisa Rasio dalam
pengukuran kinerja keuangan daerah yang dikembangkan berdasarkan data
keuangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), yaitu : (1) rasio kemandirian keuangan daerah, (2) rasio efektivitas
dan efisiensi keuangan daerah, (3) rasio aktivitas, (4) Debt Service Coverage
Ratio (DSCR), dan (5) rasio pertumbuhan.
Opini yang diberikan BPK-RI atas LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah)
tersebut bukan merupakan hadiah ataupun pemberian semata, melainkan
adalah cerminan kerja keras dan keseriusan dari masing-masing Kepala Daerah
beserta jajarannya. Penilaian BPK RI dilandaskan pada pernyataan professional
pemeriksa (auditor) mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan
dalam masing-masing LKPD yang didasarkan kepada criteria (Sarjono,2012):
1.
Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
2.
Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures)
3.
Kepatuhan terhadap Peraturan Perudnang-Undangan
4.
Efektivitas system pengendalian intern
Jika semua criteria diatas terpenuhi dari LKPD, maka secara umum rasio dalam
pengukuhan kinerja keuangan daerah yang dikembangkan berdasarkan data
keuangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
yang terdiri atas rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektifitas dan ifisiensi
keuangan daerah, rasio aktivitas dan rasio pertumbuhan berada pada tingkat kinerja
yang tinggi ( Wajar Tanpa Pengecualian/WTP).
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) Perwakilan Bengkulu sebagai auditor
eksternal menyatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir adanya kecendrungan
perbaikan dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah di Provinsi Bengkulu.
Hal ini terbukti dari peningkatan opini BPK-RI Perwakilan Bengkulu atas laporan
keuangan daerah Tahun 2010. Laporan keuangan Kabupaten Mukomuko 3 (tiga)
tahun berturut-turut Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Kabupaten Kaur 2 (dua)
tahun berturut-turut WDP menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), sedangkan

37
Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Lebong mendapat Opini Wajar Dengan
Pengecualian (WDP), lebih baik dari opini tahun sebelumnya yang hanya dapat
mendapat opini Disclaimer (Rusmana, 2012).
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK-RI Perwakilan Bengkulu
memutuskan dan menyatakan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas
Laporan Keuangan Pemenrintah Daerah Tahun Anggaran (LKPD TA) 2011 pada 3
(tiga) entitas laporan, yaitu Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Bengkulu Tengah,
dan Kabupaten Kaur. Untuk Kabupaten Kepaiang, Kabupaten Lebong, Kabupaten
Rejang lebong, dan Kabupaten Bengkulu Selatan untuk LKPD TA 2011 dengan
opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) (Rusmana, 2012).
2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti kinerja keuangan
Pemerintah Daerah Kabupaten Selatan dan Kabupaten yang dituangkan dengan
judul : Analisis Kinerja Keuangan Kabupaten Mukomuko Tahun 2011.
3.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk menganalisis Analisis
Kinerja Keuangan Kabupaten Mukomuko Tahun 2011.
Manfaat Praktis bagi Peneliti Analisis :
1.
Merupakan sarana untuk belajar dan menuangkan pikiran dan gagasan
serta untuk menambah pengetahuan dan pengalaman di bidang penelitian
dan juga pengetahuan tentang kinerja keuangan Pemerintah Daerah dengan
menggunakan indicator analisis Rasio keuangan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD).
2.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam
membuat kebijakan serta menentukan arah dan strategi dalam perbaikan
kinerja keuangan pemerintahan daerah untuk masa yang akan datang.
3.
Bagi Fakultas Ekonomi, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi ilmiah dan dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa Fakulats
Ekonomi, khususnya Jurusan Akutansi Universitas Terbuka Bengkulu.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Keuangan Daerah dinyatakan bahwa kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan
atau program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan
anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
Semua hak keuangan daerah adalah untuk memungut semua sumber-sumber
peneriman pemerintah daerah seperti pajak, restribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, dan lain lain dan atau hak untuk menerima sumber-sumber
penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) sesuai peraturan yang ditetapkan.
Dalam penilaian indicator kinerja sekurang-kurangnya ada 4(empat) tolok ukur
penilaian kinerja keuangan Pemerintah Daerah yaitu :

38
a.

Penyimpangan antara realisasi anggaran dengan target yang ditetapkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
b.
Efisiensi Biaya.
c.
Efektifitas Program.
d.
Pemerataan dan Keadilan.
Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukan kemampuan Pemerintah Daerah
dalam membiayai sendiri kegiatan peemrintahan, pembangunan, dan pelayanan
kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan restribusi sebagai sumber
pendapatan yang diperlukan daerah.Kemandirian keuangan daerah ditunjukan
oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan
pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan pusat
ataupun dari jaminan.
Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang direncanakan dan
dibandingkan dengan target yang diterapkan berdasarkan potensi nyata (riil)
daerah.
Rasio Aktivitas menggambarkan bagaimana Pemerintah Daerah memprioritaskan
alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal.
Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti
persentase belanja investasi (Belanja Pembangunan) yang digunakan untuk
menyediakan sarana dan prasarana ekenomi masyarakat cenderung semakin
kecil.
Opini BPK-RI sebagai auditor ekternal atas LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah) merupakan pernyataan professional sebagai kesimpulan mengenai
tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan, bahwa
opini BPK-RI berdasarkan criteria yang terdiri atas:
1.
Kesesuaian dengan Standar Akutansi Pemerintahan (SAP).
2.
Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures)
3.
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
4.
Efektifitas system pengendalian intern.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI memberikan 4
(Empat) jenis opini terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yaitu :
a.
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah pendapat yang menyatakan bahwa
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang diperiksa menyajikan
secara wajar dalam semua hal yang material, Laporan Realisasi APBD, Laporan
Arus Kas, Neraca dan Catatan Atas laporan Keuangan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
b.
Wajar Dengan Pengecualian (WDP)

39
Wajar Dengan Pengecualian (WDP) adalah pendapat yang menyatakan bahwa
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang diperiksa menayjikan
secara wajar dalam semua hal yang material, Laporan Realisasi APBD, Laporan
Arus Kas, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal hal yang
berhubungan dengan yang dikecualikan.
c.
Tidak Wajar (TW)
Tidak Wajar (TW) adalah pendapat yang menyatakan bahwa Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang diperiksa tidak menyajikan secara
wajar Laporan Realisasi APBD, Laporan Arus Kas, Neraca dan Catatan Atas
Laporan Keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia. Jika laporan keuangan mendapatkanopini jenis ini, berarti auditor
meyakini laporan keuangan pemerintah daerah diragukan kebenarannya,
sehingga dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam pengambilan
keputusan.
d.
Menolak Memberikan Opini (MMO)
Menolak Memberikan Opini (MMO) adalah pendapat yang menyatakan bahwa
auditor tidak menyatakan pendapat atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) dikarenakan bukti pemeriksaan (auditing) tidak cukup untuk membuat
kesimpulan. Opini ini bias diterbitkan jika auditor menganggap ada ruang
lingkup audit yang dibatasi oleh Pemerintah Daerah yang diaudit,misalnya
karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk bias
menyimpulkan dan menyatakan laporan sudah disajikan dengan wajar.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dikembangkan saran sebagai berikut:
1. Rasio keuangan APBD pada Pemda Kabupaten Kepahiang dan Pemda
Kabupaten Rejang Lebong, maka kinerja keuangan dikatagorikan baik
dilihat dari rasio efektifitas dan rasio aktivitas yang terdiri dari rasio
belanja rutin dan rasio belanja pembangunan.
2.
Pemda Kabupaten Kepahiang dan Pemda Kabupaten Rejang Lebong
dapat menjalankan tugasnya secara efektif karena hanya ada beberapa
rasio-rasio yang menunjukan kurangnya kinerja Pemda Kabupaten
Kepahiang dan Rejang Lebong dalam mengelolah sumber dana yang
dimilikinya.
3.
Kinerja Keuangan Pemda Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten
Rejang Lebong selama periode penelitian (tahun 2008 2010) kinerja
keuangnnya sudah mencapai tingkat kinerja keuangan yang cukup
efektif, tetapi diantara kedua peemrintah tersebut lebih efektif
Kabupaten Rejang Lebong karena persentase rata rata pertahun Pemda
Rejang Lebong sudah mencapai persentase lebih dari 100% yang
dikategorikan sangat efektif.

40
4.

Pembahasan
Pengelolaan Keuangan Daerah Tahun 2011 di Kabupaten Mukomuko
dilaksanakan berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang telah
direvisi dengan Permendagri 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Komponen Pokok atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten
Mukomuko Tahun 2011 dijelaskan sebagai berikut :

1.

Laporan Realisasi APBD Tahun Anggaran 2011

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
Mukomuko tahun anggaran 2011 ditetapkan dengan Peraturan Daerah
(Perda) Kabupaten Mukomuko Nomor 01 Tahun 2011 tanggal 13 Januari
2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun
2011 dan Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko Nomor 38 Tahun 2011
tanggal 24 November 2011 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (PAPBD) Tahun 2011, dengan jumlah sebagai berikut :
NO

URAIAN

a.
b.
c.
d.

Pendapatan
Belanja
Surplus/Defisit
Pembiayaan :
Penerimaan
Pengeluaran
Pembiayaan Netto
Sisa Lebih/Kurang

e.

ANGGARAN
(Rp)
415.154.129.429,19
392.572.404.842,68
22.581.724.586,51

REALISASI
(Rp)
418.638.587.193,48
371.383.295.192,00
47.255.292.001,48

5.712.650.413,49
28.294.375.000,00
(22.581.724.586,51)
-

4.948.513.513,49
28.242.652.644,00
(23.294.139.130,51)
23.961.152.870,97

%
100,84
94,60
209,26
86,62
99,82
103,15

Tabel di atas menggambarkan pencapaian kinerja keuangan secara umum,
yaitu realisasi pendapatan sebesar Rp 418.638.587.193,48 atau 100,84% dari
anggaran sebesar Rp 415.154.129.429,19 dan realisasi belanja sebesar Rp
371.383.295.192,00 atau 94,60% dari anggaran sebesar Rp 392.572.404.842,68.
Realisasi penerimaan pembiayaan sebesar Rp 4.948.513.513,49 atau 86,62%
dari anggararan sebesar Rp 5.712.650.413,49, sedangkan realisasi pengeluaran
pembiayaan Rp 28.242.652.644,00 atau 99,82% dari anggaran sebesar Rp
28.294.375.000,00. Dengan demikian realisasi pembiayaan neto menjadi minus
sebesar Rp 23.294.139.130,51, sehingga SILPA tahun 2011 menjadi Rp
23.961.152.870,97.
2.
Neraca per 31 Desember 2011
Neraca Pemerintah Kabupaten Mukomuko per 31 Desember 2011
menggambarkan posisi aset, kewajiban dan ekuitas dana per 31 Desember 2011

41
dengan jumlah aset sebesar Rp 1.060.313.672.542,91 kewajiban sebesar Rp
67.882.895,00 dan ekuitas dana sebesar Rp 1.060.245.789.647,91.
Penyajian susunan Neraca Pemerintah Kabupaten Mukomuko per 31
Desember 2011 dilakukan berdasarkan konversi sesuai Standar Akuntansi
Pemerintahan yang diatur dalam PP No.24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP).
3.
Laporan Arus Kas Tahun 2011
Arus kas tahun 2011 sebagai berikut :
No

Uraian

1
2
3
4
5

Saldo Awal Kas per 1 Januari 2011
Arus Kas Masuk
Arus Kas Keluar
Kenaikan (Penurunan) Kas (2-3)
Saldo Akhir Kas per 31 Desember
2011 (1+4)

Jumlah
Rp
6.035.749.482,49
445.229.143.637,48
426.862.600.736,00
18.366.542.901,48
24.392.103.965,97

Sumber arus kas masuk tahun 2011 sebesar Rp. 445.229.143.637,48
diperoleh dari aktivitas operasi sebesar Rp. 418.638.587.193,48 dan dari aktifitas
non anggaran sebesar Rp. 26.590.556.444,00. Jumlah arus kas masuk lebih besar
dari pada arus kas keluar sehingga terjadi kenaikan kas pada tahun 2011 sebesar
Rp. 18.366.542.901,48 yang mengakibatkan Saldo Akhir Kas menjadi Rp.
24.392.103.965,97.
Terdiri dari kas daerah sebesar Rp 23.924.773.724,97, kas di bendaharawan
penerimaan sebesar Rp 363.068.200,00 dan kas di bendaharawan pengeluaran
sebesar Rp 104,262,041.00.
4. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan memberikan informasi tentang komponen
laporan keuangan, penyajian catatan atas laporan keuangan menjadi satu
kesatuan dengan komponen laporan keuangan lainnya. Hal-hal yang diungkap
dalam catatan atas Laporan keuangan menjadi informasi atau penjelasan
Laporan Pertanggungjawaban Bupati Mukomuko.
5.
Kesimpulan dan Saran
- Kesimpulan
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada Pemerintah Kabupaten
Mukomuko telah diterapkan dengan baik, hal ini terlihat dari adanya penyajian
laporan keuangan yang sudah meliputi laporan realisasi anggaran, laporan arus
kas, neraca, dan catatan atas laporan keuangan yang telah disusun sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
- Saran

42
Peneliti menyarankan agar pelaksanaan penerapan standar akuntansi
pemerintahan lebih optimal maka pemahaman karyawan terhadap Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) ditingkatkan, salah satunya dengan cara adanya
pelatihan terpadu dari Kepala Bagian kepada karyawan pelaksana pengelolaan
keuangan tentang pelaksanaan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan standar
akuntansi pemerintahan

REFERENSI :
Bastian, Indra, 2002, Manual Akunatnsi Keuangan Pemerintah Daerah
Yogyakarta : (BPFE UGM.
BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu, 2012, Tiga Entitas Peroleh Opini
WTP
Berturut
Turut
(Online)
dari
:
http://bengkulu.bpk.go.id/web/?cat=3 [Diakses :03 Januari 2013,
Pukul 10.00 Wib]
Halim, Abdul, 2002, Akutansi Sektor public : Akuntasi Keuangan Daerah,
Jakarta : Salemba Empat
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Jakarta.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Keuangan
Daerah, Jakarta.
Rumana, Ade Iwan., 2012. Peningkatan Pengelolaan Keuangan Pemerintah
Daerah di Provinsi Bengkulu. (Online), Dari :
http//Bengkulu.bpk.go.id/web/p=1204[Diakses : 03 Januari 2013,
Pukul 10.30 Wib]
Sarjono, 2012. Mengenal Opini Laporan Keuangan Pemda, (online), Dari :
http//sarjono2299.blogspot.com/mengenal-opini-keuangan-pemda.
html [Diakses : 04 Januari 2013, Pukul 12.30 Wib]
Widodo dalam Halim, Abdul., 2002. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi
Keuangan Daerah, Jakarta ; Salemba Empat.

43
44
UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN PEMILIK USAHA KECIL
MENENGAH DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Adhin Achmad Kuncahyo
Program Studi Akuntansi Universitas Terbuka
adhinachmad@gmail.com
ABSTRAK
Pajak merupakan penopang utama penerimaan negara, persentase penerimaan
pajak beberapa tahun terakhir mencapai 70% dari APBN. Kementerian Koperasi dan
UKM Republik Indonesia pada tahun 2011 mencatat bahwa sektor Usaha Kecil dan M
enengah (UKM) mampu berkontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar
56,5%. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak
Kismantoro Petrus menyatakan Jumlah UKM yang melakukan kewajiban pajak masih
sangat sedikit, apalagi jumlah UKM di Indonesia sekitar 60 juta. Kontribusi UKM
dalam penerimaan pajak hanya 0.5 persen. Dilihat dari porsi besar kontribusi pada PDB,
seharusnya UKM berkontribusi lebih besar pada penerimaan pajak. Dari beberapa
penelitian yang telah dilakukan diketahui banyak faktor yang mempengaruhi kesadaran
pemilik UKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, antara lain pengetahuan dan
pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, manfaat yang dirasakan dari
pajak, kemudahaan dalam melaporkan kewajiban perpajakannya serta kualitas
pelayanan. Meningkatkan kesadaran pemilik UKM dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya bukan hal yang mudah, diperlukan peran aktif dari petugas pajak dalam
hal ini Direktorat Jenderal Pajak untuk membina wajib pajak. Selain itu peran
pemerintahan yang lebih tinggi dalam mengawal penggunaan dana APBN agar
memberikan manfat yang besar bagi rakyat. Pemerintah diharapkan menerbitkan
peraturan yang memudahkan pelaku UKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Sehingga masyarakat umumnya dan pemilik UKM khususnya sadar akan pentingnya
memenuhi kewajiban perpajakannya.
Kata kunci : Kesadaran memenuhi kewajiban perpajakan, Kualitas Pelayanan,
Pengetahuan peraturan perpajakan, Pajak UKM
PENDAHULUAN
Pajak sebagai salah satu unsur penerimaan negara yang sangat penting dalam
membiayai pembangunan. Para ahli telah memberikan suatu batasan dalam hal
pengertian pajak ini. Menurut Adriana dalam buku Waluyo dan Ilyas (2002, hal 4).
Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali yang langsung, dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara yang

45
menyelenggarakan pemerintahan(Waluyo dan Ilyas,2002,hal 4).
Pajak merupakan penyumbang terbesar dalam APBN Indonesia, sekitar 70%
penerimaan negara ditopang oleh pendapatan dari pajak. Dalam APBN 2013, tax ratio
disepakati sebesar 12,87% dari PDB dimana perhitungan ini hanya memasukkan
penerimaan perpajakan pemerintah pusat. Penerimaan pajak tersebut direncanakan
terdiri atas penerimaan perpajakan terdiri atas pajak dalam negeri sebesar Rp1.134,3
triliun dan pajak perdagangan internasional Rp58,7 triliun. Pajak mempunyai kontribusi
yang sangat besar untuk kepentingan pembangunan dan belanja pemerintah.
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan berbagai
cara dalam mengamankan dan menggali potensi perpajakan di Indonesia. Salah satunya
berupa usaha Ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. Ektensifikasi dilakukan
dengan menambah jumlah wajib pajak terdaftar dalam hal ini menjaring
sebanyak-banyaknya wajib pajak baru terutama Wajib Pajak Orang Pribadi. Sedangkan
kegiatan intensifikasi pajak dilakukan dengan mengoptimalkan penerimaan pajak dari
Wajib Pajak yang telah terdaftar. Kegiatan tersebut dilakukan secara terpadu untuk
menemukan adanya indikasi potensi pajak yang belum tergali.
Mulai September 2011 Direktorat Jenderal Pajak melaksanakan program Sensus
Pajak Nasional yang dimaksudkan untuk mendata semua wajib pajak potensial,
terutama yang selama ini belum menyetorkan pajaknya dengan benar. Dalam program
ini Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penyisiran wajib pajak mulai dari daerah
industri, pemukiman, pusat perbelanjaan, perkantoran,apartemen hingga sentra ekonomi.
Direktorat Jenderal Pajak terutama mengincar Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang
memang menyimpan potensi pajak yang besar dan belum tergali.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia pada
2011 mencatat bahwa jumlah UKM di Indonesia mencapai angka 55,21 juta unit,
dengan komposisi usaha kecil sebanyak 609.195 unit serta usaha menengah sekitar
44.280 unit. Artinya, sektor UKM di Indonesia bertumbuh cukup pesat.
Berkembangnya dunia kewirausahaan yang berujung pada meningkatnya jumlah UKM
merupakan salah satu penopang perekonomian nasional di tengah resesi global yang
melanda dunia.
Upaya Meningkatkan kesadaran pemilik UKM dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya bukanlah perkara gampang, karena disamping peran aktif dari petugas
pajak, juga dituntut kesadaran dari wajib pajak itu sendiri. Upaya pendidikan,
penyuluhan dan sebagainya, tidak akan berarti banyak dalam membangun kesadaran
wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, jika masyarakat tidak
merasakan manfaat dari kepatuhannya membayar pajak. Disisi lain ancaman hukuman
yang kurang keras terhadap wajib pajak yang bandel juga menyebabkan wajib pajak
banyak yang cenderung untuk mengabaikan kewajiban perpajakannya. Padahal
Undang-undang tentang perpajakan dengan jelas mencantumkan kewajiban para wajib
pajak membayar pajak.

46
Agus Nugroho Jatmiko (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh sikap
Wajib Pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan
terhadap kepatuhan Wajib Pajak, dengan populasi wajib pajak orang pribadi (WP OP)
di kota semarang. Dari data KPP akhir tahun 2003 sebanyak 29.006 WP OP yang
merupakan WP OP efektif, peneliti mengambil responden sebanyak 100 orang.
Kesimpulannya bahwa sikap WP terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap WP
terhadap pelayanan fiskus dan sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan
memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Penelitian lain oleh Suryadi (2006) tentang mode hubungan kausal kesadaran,
pelayanan, kepatuhan wajib pajak dan pengaruhnya terhadap penerimaan pajak di Jawa
Timur dengan responden sebanyak 800 Wajib Pajak pembayar terbesar yang terdaftar di
8 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di bawah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jawa Timur. Dari 8 KPP tersebut masing-masing diambil 100 pembayar pajak tersebut
yang diurut berdasarkan ranking pembayaran pajaknya, sehingga didapatkan responden
sejumlah 800 Wajib Pajak. Hasil menunjukkan bahwa kesadaran wajib pajak yang
diukur dari persepsi wajib pajak, pengetahuan perpajakan, karakteristik wajib pajak dan
penyuluhan perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak.
Pelayanan perpajakan yang diukur dari ketentuan perpajakan, kualitas SDM dan sistem
informasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak.
Kepatuhan Wajib Pajak yang diukur dari pemeriksaan pajak, penegakan hukum dan
kompensasi pajak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak.
Ni Luh Supadmi memberikan saran dengan judul meningkatkan kepatuhan
wajib pajak melalui kualitas pelayanan. Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya kualitas pelayanan harus diupayakan dapat
memberikan 4K yaitu keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukum yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Penelitian Ferry Dwi Prasetyo (2006) tentang Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilik usaha kecil menengah dalam pelaporan kewajiban perpajakan di
Daerah Jogjakarta. Menyatakan bahwa faktor pemahaman wajib pajak terhadap
peraturan perpajakan, manfaat yang dirasakan wajib pajak dari pajak, sikap optimis
wajib pajak terhadap pajak mempunyai pengaruh positif terhadap kesadaran wajib pajak
dalam pelaporan kewajiban perpajakan. Sedangkan faktor pengetahuan wajib pajak
tentang pajak mempunyai pengaruh negatif terhadap kesadaran wajib pajak.
Dari beberapa penelitian diatas menunjukkan hasil yang berbeda satu sama lain
tergantung dari karakteristik Wajib Pajak yang dijadikan responden. Beberapa faktor
yang mempengaruhi kurangnya kesadaran masyarakat dalam rangka memenuhi
kewajiban perpajakan tidak terlepas dari minimnya pengetahuan wajib pajak itu sendiri
terhadap pajak, pemahaman terhadap peraturan perpajakan serta sikap apatis masyarakat
terhadap pajak. Sikap wajib pajak yang cenderung menganggap bahwa pajak
merupakan pengeluaran yang sia-sia karena terdapat banyak penyelewengan dalam

47
penggunaan APBN, juga merupakan faktor yang menghambat dan mengurangi
kesadaran para wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, yang pada
akhirnya akan membuat usaha ekstensifikasi dan intensifikasi pajak semakin sulit untuk
dilaksanakan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran pemilik UKM dalam pemenuhan
kewajiban perpajakan.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dan pendapat para pakar, ada
beberapa faktor yang mempengarhi kesadaran pemilik UKM dalam pemenuhan
kewajiban perpajakannya, antara lain meliputi :
1. Pengetahuan dan Pemahaman terhadap peraturan perpajakan.
Pengetahuan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan yang baru adalah hal
yang sangat penting, karena di Indonesia diberlakukan sistem self assessment. Dalam
sistem ini wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar serta melaporkan sendiri pajak yang terutang. Dengan diterapkannya sistem
ini diharapkan akan terwujudnya keadilan, karena wajib pajak menghitung sendiri
sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dan pemerintah dalam hal ini
direktorat jenderal pajak mengawasi apakah wajib pajak telah menghitung pajaknya
sesuai peraturan pajak yang berlaku. Semakin luas pengetahuan wajib pajak akan
peraturan perpajakan maka wajib pajak dapat menghitung pajaknya dengan benar.
Pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan adalah cara wajib pajak
dalam memahami peraturan perpajakan yang telah ada. Semakin wajib pajak memahami
peraturan perpajakan, maka semakin paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan
diterima apabila melalaikan kewajiban perpajakannya. Wajib pajak yang memahami
peraturan perpajakan akan tahu sanksi administrasi dan sanksi pidana sehubungan
dengan NPWP dan pelaporan SPT. Wajib pajak yang tidak memahami peraturan
perpajakan cenderung akan menjadi wajib pajak yang tidak taat.
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan biasanya merupakan
usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan sumber daya manusia pemilik UKM
dari segi pendidikan formal juga mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman terhadap
peraturan perpajakan. Pemilik UKM lebih disibukkan dengan pengembangan usahanya
dan tidak ada waktu untuk membenahi sistem administrasinya baik untuk pencatatan
akuntansi maupun perpajakannya. Selain itu untuk mendapatkan karyawan yang
memahami pencatatan akuntansi dan perpajakan juga membutuhkan biaya yang tidak
murah.
2. Wajib Pajak merasa kurangnya manfaat dari pajak yang dibayarkan.
Kesadaran membayar pajak ini tidak hanya memunculkan sikap patuh, taat dan
disiplin semata tetapi diikuti sikap kritis juga. Dengan banyaknya penyalahgunaan dan
kebocoran dana APBN akibat tindak pidana korupsi sangat mempengaruhi kesadaran
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Mereka akan berpikir bahwa pajak yang

48
dibayarkan sia-sia karena tidak digunakan dengan semestinya. Berbeda dengan
Masyarakat di negara maju yang tingkat kesadaran membayar pajak sangat tinggi,
karena mereka telah merasakan manfaat pajak yang mereka bayar. Bidang kesehatan,
pendidikan, sosial maupun sarana dan prasarana transportasi yang cukup maju maupun
biaya operasional aparat negara berasal dari pajak mereka. Pelayanan medis gratis,
sekolah murah, jaminan sosial maupun alat-alat transportasi modern menjadi bukti
pemerintah mengelola dana dari pajak dengan baik.
Dengan banyaknya kasus korupsi di Indonesia, wajib pajak merasa APBN
belum dikelola dengan baik dan belum digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. Jika pemerintah Indonesia mampu mengelola APBN dengan kredibel dan
akuntabel serta mampu meningkatkan supremasi hukum untuk memberantas tindak
pidana korupsi, maka bukan tidak mungkin kesadaran masyarakat dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya akan meningkat. Dengan meningkatkan citra Good
Governance dapat menimbulkan adanya rasa saling percaya antara pemerintah dan
wajib pajak, sehingga kegiatan pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan
kerelaan, bukan suatu kewajiban.
3. Kemudahan dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Direktur Peraturan Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak, Syarifuddin Alsjah
mengatakan, sejak tahun 2011 Direktorat Jenderal Pajak pajak sudah mulai melakukan
kajian kontribusi penerimaan Pajak Penghasilan UKM terhadap penerimaan perpajakan.
Hasilnya, jumlah UKM sangat banyak namun kontribusinya terhadap penerimaan
sangat minim. Hal ini ditengarai karena desain peraturan yang ada tidak mengarah
khusus ke UKM. Jadi sektor UKM dituntut bayar pajak secara normal seperti wajib
pajak di sektor pertambangan, dengan SPT pajak yang sama.
Wajib Pajak pemilik UKM masih merasa sulit untuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Hal ini dikarenakan banyak peraturan-peraturan perpajakan yang sulit
dipahami dan diterapkan untuk menghitung pajak Usaha Kecil dan Menengah. Apabila
ketentuan perpajakan dibuat sederhana, mudah dipahami oleh wajib pajak maka wajib
pajak akan merasa semakin mudah dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
4. Kualitas Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak.
Kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya tergantung
pada bagaimana petugas pajak memberikan pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak.
Standar kualitas pelayanan prima kepada wajib pajak akan terpenuhi jika pegawai pajak
melakukan tugasnya secara professional, disiplin dan transparan. Dalam kondisi wajib
pajak merasa puas atas pelayanan yang diberikan kepadanya, cenderung akan
melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Prasangka negatif terhadap fiskus (Pegawai Pajak).
Dengan munculnya beberapa kasus oknum pegawai pajak yang bekerja sama
dengan waiib pajak untuk mengurangi nilai pajak yang akan dibayarkan menimbulkan
prasangka negatif terhadap pegawai pajak. Hal ini akan menyebabkan para wajib pajak

49
bersikap defensif dan tertutup. Mereka akan cenderung menahan informasi dan tidak
kooperatif. Mereka akan berusaha memperkecil nilai pajak yang dikenakan pada mereka
dengan memberikan informasi sesedikit mungkin. Perlu usaha keras dari lembaga
perpajakan dan media massa untuk membantu menghilangkan prasangka negatif
tersebut. Banyak wajib pajak yang skeptis terhadap pegawai pajak, padahal hal ini tidak
akan pernah terjadi jika wajib pajak mau dengan jujur membayar dan melaporkan
kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak menganggap nanti uang pajak yang akan
dibayarkan akan diselewengkan oleh pegawai pajak. Hal ini tidak mungkin terjadi
karena uang pajak dibayarkan melalui bank langsung masuk ke Kas Negara.
Upaya meningkatkan kesadaran pemilik UKM dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.
Meningkatkan kesadaran wajib pajak pada umumnya dan pemilik UKM pada
khususnya dalam memenuhi kewajiban perpajakan tidak dapat dilakukan secara instan,
tetapi harus dilakukan secara bertahap dan memerlukan waktu yang relatif lama. Upaya
yang telah dilakukan dan sedang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
meningkatkan kesadaran pemilik UKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya,
antara lain meliputi:
1.
Sosialisasi dan penyuluhan peraturan perpajakan.
Agenda Sosialisasi merupakan kegiatan rutin yang dilakukan Direktorat Jenderal
Pajak. Sosialisasi dapat dilakukan melalui media elektronik maupun media cetak.
Sosialisasi dapat pula dilakukan dalam bentuk pengarahan secara langsung ke kelompok
masyarakat seperti Pemilik Usaha Kecil dan Menegah, Koperasi, Petani, Dokter, dan
lain sebagainya. Sosialisasi ini berupa penyuluhan kepada masyarakat secara langsung
di mana telah ada utusan khusus yang bertugas memberikan penyuluhan langsung
kepada masyarakat terkait akan pentingnya pajak. Dalam pelaksanaanya penyuluhan
dapat dilakukan pada kegiatan yang biasa ada di masyarakat. Misalnya pertemuan
karang taruna, bakti sosial dan kegiatan masyarakat lain, juga menyisipkan metode ini
ke lingkungan sekolah juga dirasa cukup efektif guna menumbuhkan jiwa sadar akan
wajib pajak sejak dini.
Melalui sosialisasi ini diharapkan masyarakat mengerti apa itu pajak, bagaimana
prosedurnya, serta untuk apa nantinya pajak itu. Selain itu masyarakat akan tahu uang
pajak berasal dari mana saja, dikelola oleh siapa, diperuntukkan untuk apa saja. Dengan
frekuensi informasi yang begitu sering diterima masyarakat dapat secara perlahan
merubah pola fikir masyarakat tentang pajak kearah positif, dengan demikian mereka
akan sadar dengan kewajiban perpajakannya.
2.
Menerbitkan regulasi tentang Layanan Unggulan Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam rangka meningkatkan kualitas kepada wajib pajak Direktorat Jenderal
Pajak telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE - 79/PJ/2010
mengenai Standard Operating Procedure (SOP) Layanan Unggulan

50
Bidang Perpajakan. Dengan diterbitkan regulasi ini diharapkan akan memudahkan
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan mempercepat proses
pelayanan kepada wajib pajak. SOP Layanan Unggulan disusun dan ditetapkan guna
memberikan kepastian pelayanan, antara lain terhadap proses, jangka waktu
penyelesaian, biaya atas jasa pelayanan, dan persyaratan administrasi dan digunakan
sebagai acuan pelaksanaan pelayanan publik bagi unit pelaksana teknis.
3.
Pelaksanaan Sanksi Denda Perpajakan/Penegakan Hukum.
Dengan penegakan hukum yang benar tanpa pandang bulu akan memberikan
efek jera yang efektif sehingga meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib
Pajak. Dengan penegakan hukum ini wajib pajak akan berpikir dua kali jika ingin
melalaikan kewajiban perpajakannya. Walaupun Direktorat Jenderal Pajak berwenang
melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan, namun pemeriksaan harus dapat dipertanggung jawabkan dan bersih dari
intervensi apapun sehingga tidak mengaburkan makna penegakan hukum serta dapat
memberikan kepercayaan kepada masyarakat wajib pajak.
4.
Membuat sistem pembayaran pajak dengan Billing System.
Untuk memudahkan wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak, sekarang
Direktorat Jenderal Pajak mengembangkan sistem pembayaran pajak yang bernama
Billing System. Dengan billing system wajib pajak tidak perlu berlama-lama mengantri
di teller bank persepsi/kantor pos untuk membayar pajak. Wajib Pajak dapat melakukan
pembayaran pajak melalui internet banking Mandiri atau ATM bank Mandiri dengan
kode billing yang telah dibuat terlebih dahulu di website http://sse.pajak.go.id . Wajib
Pajak bisa membayar pajak dari rumah atau tempat usaha tanpa harus membuang waktu
untuk mengantri di teller bank. Dengan diberikan kemudahan dalam membayar pajak
lambat laun kesadaran wajib pajak akan meningkat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.
5.
Pelaksanaan Program Sensus Pajak Nasional.
Direktorat Jenderal Pajak mulai tahun 2011 melaksanakan program Sensus
Pajak Nasional untuk menjaring wajib pajak yang belum melaksanakan kewajiban
perpajakannya dengan benar. Selain itu program ini ditujukan untuk menjaring wajib
pajak baru terutama Usaha Kecil dan Menengah yang belum memiliki NPWP. DJP akan
lebih banyak mengincar wajib pajak badan termasuk pengusaha kecil dan menengah.
Usaha kecil dan menengah (UKM) yang menyimpan potensi pajak yang besar tetapi
selama ini belum tergali potensinya. Sensus Pajak Nasional ini sekaligus juga sebagai
sarana sosialisasi bagi wajib pajak yang telah memiliki NPWP tetapi belum melakukan
kewajiban perpajakannya. Petugas Sensus juga memberikan pengarahan dan penjelasan
kepada wajib pajak apakah kewajiban setelah memiliki NPWP dan bagaimana cara
melaksanakan kewajiban perpajakannya.
6.
Mengusulkan peraturan khusus untuk pajak UKM.
Pemerintah akan mengeluarkan peraturan baru mengenai pajak untuk Usaha

51
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu
Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu

More Related Content

What's hot

Akuntansi+anggaran
Akuntansi+anggaranAkuntansi+anggaran
Akuntansi+anggaranFrandy11
 
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - 2
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - 2Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - 2
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - 2Sujatmiko Wibowo
 
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah Daerah
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah DaerahModul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah Daerah
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah DaerahDeddi Nordiawan
 
Pengantar Akuntansi Pemerintah
Pengantar Akuntansi PemerintahPengantar Akuntansi Pemerintah
Pengantar Akuntansi PemerintahSujatmiko Wibowo
 
Brosur cronos erp-intelligence-payroll-v1.5
Brosur cronos erp-intelligence-payroll-v1.5Brosur cronos erp-intelligence-payroll-v1.5
Brosur cronos erp-intelligence-payroll-v1.5Agus Witono
 
Kebijakan dan sistem akuntansi pendapatan
Kebijakan dan sistem akuntansi pendapatanKebijakan dan sistem akuntansi pendapatan
Kebijakan dan sistem akuntansi pendapatanNadia Amelia
 
Prosedur Akuntansi Pendapatan Di SKPD
Prosedur Akuntansi Pendapatan Di SKPDProsedur Akuntansi Pendapatan Di SKPD
Prosedur Akuntansi Pendapatan Di SKPDFox Broadcasting
 
akuntasi PPH potong pungut
akuntasi PPH potong pungutakuntasi PPH potong pungut
akuntasi PPH potong pungutAsep suryadi
 
Bab 1 konsep akuntansi pajak
Bab 1 konsep akuntansi pajakBab 1 konsep akuntansi pajak
Bab 1 konsep akuntansi pajakRamdani Kurnia
 
Persamaan dan Teknik Akuntansi Pemerintahan
Persamaan dan Teknik Akuntansi PemerintahanPersamaan dan Teknik Akuntansi Pemerintahan
Persamaan dan Teknik Akuntansi PemerintahanSujatmiko Wibowo
 
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Sistem Akuntansi Pemerintah DaerahSistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Sistem Akuntansi Pemerintah DaerahSujatmiko Wibowo
 
16a.sapd simulasi-skpd
16a.sapd simulasi-skpd16a.sapd simulasi-skpd
16a.sapd simulasi-skpdNadia Amelia
 
Akuntansi skpd rtm ib
Akuntansi skpd rtm ibAkuntansi skpd rtm ib
Akuntansi skpd rtm ibAmbara Sugama
 
pengantar Akuntansi perpajakan
pengantar Akuntansi perpajakan pengantar Akuntansi perpajakan
pengantar Akuntansi perpajakan Asep suryadi
 
Akuntansi pendapatan peserta (2)
Akuntansi pendapatan peserta (2)Akuntansi pendapatan peserta (2)
Akuntansi pendapatan peserta (2)bambang2461
 
Sri suwanti jurnal standar - Akuntansi Pemerintahan Daerah
Sri suwanti    jurnal standar - Akuntansi Pemerintahan DaerahSri suwanti    jurnal standar - Akuntansi Pemerintahan Daerah
Sri suwanti jurnal standar - Akuntansi Pemerintahan DaerahSri Suwanti
 
1.1 latihan i kasus penyusunan lap keu skpd andy 140404
1.1 latihan i kasus penyusunan lap keu skpd andy 1404041.1 latihan i kasus penyusunan lap keu skpd andy 140404
1.1 latihan i kasus penyusunan lap keu skpd andy 140404LainunKhairuna
 

What's hot (20)

Pembukuan dan pencatatan
Pembukuan dan pencatatanPembukuan dan pencatatan
Pembukuan dan pencatatan
 
Akuntansi+anggaran
Akuntansi+anggaranAkuntansi+anggaran
Akuntansi+anggaran
 
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - 2
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - 2Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - 2
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - 2
 
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah Daerah
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah DaerahModul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah Daerah
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah Daerah
 
Pengantar Akuntansi Pemerintah
Pengantar Akuntansi PemerintahPengantar Akuntansi Pemerintah
Pengantar Akuntansi Pemerintah
 
Brosur cronos erp-intelligence-payroll-v1.5
Brosur cronos erp-intelligence-payroll-v1.5Brosur cronos erp-intelligence-payroll-v1.5
Brosur cronos erp-intelligence-payroll-v1.5
 
Kebijakan dan sistem akuntansi pendapatan
Kebijakan dan sistem akuntansi pendapatanKebijakan dan sistem akuntansi pendapatan
Kebijakan dan sistem akuntansi pendapatan
 
Prosedur Akuntansi Pendapatan Di SKPD
Prosedur Akuntansi Pendapatan Di SKPDProsedur Akuntansi Pendapatan Di SKPD
Prosedur Akuntansi Pendapatan Di SKPD
 
akuntasi PPH potong pungut
akuntasi PPH potong pungutakuntasi PPH potong pungut
akuntasi PPH potong pungut
 
sisdur akuntansi penerimaan kas
 sisdur akuntansi penerimaan kas sisdur akuntansi penerimaan kas
sisdur akuntansi penerimaan kas
 
Bab 1 konsep akuntansi pajak
Bab 1 konsep akuntansi pajakBab 1 konsep akuntansi pajak
Bab 1 konsep akuntansi pajak
 
Persamaan dan Teknik Akuntansi Pemerintahan
Persamaan dan Teknik Akuntansi PemerintahanPersamaan dan Teknik Akuntansi Pemerintahan
Persamaan dan Teknik Akuntansi Pemerintahan
 
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Sistem Akuntansi Pemerintah DaerahSistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
 
16a.sapd simulasi-skpd
16a.sapd simulasi-skpd16a.sapd simulasi-skpd
16a.sapd simulasi-skpd
 
GFMAS - GL
GFMAS - GLGFMAS - GL
GFMAS - GL
 
Akuntansi skpd rtm ib
Akuntansi skpd rtm ibAkuntansi skpd rtm ib
Akuntansi skpd rtm ib
 
pengantar Akuntansi perpajakan
pengantar Akuntansi perpajakan pengantar Akuntansi perpajakan
pengantar Akuntansi perpajakan
 
Akuntansi pendapatan peserta (2)
Akuntansi pendapatan peserta (2)Akuntansi pendapatan peserta (2)
Akuntansi pendapatan peserta (2)
 
Sri suwanti jurnal standar - Akuntansi Pemerintahan Daerah
Sri suwanti    jurnal standar - Akuntansi Pemerintahan DaerahSri suwanti    jurnal standar - Akuntansi Pemerintahan Daerah
Sri suwanti jurnal standar - Akuntansi Pemerintahan Daerah
 
1.1 latihan i kasus penyusunan lap keu skpd andy 140404
1.1 latihan i kasus penyusunan lap keu skpd andy 1404041.1 latihan i kasus penyusunan lap keu skpd andy 140404
1.1 latihan i kasus penyusunan lap keu skpd andy 140404
 

Similar to Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu

Ung Implementasi Blu 010210
Ung Implementasi Blu 010210Ung Implementasi Blu 010210
Ung Implementasi Blu 010210Arbyn Dungga
 
Gambaran Umum Standar Akuntansi Pemerintah
Gambaran Umum Standar Akuntansi PemerintahGambaran Umum Standar Akuntansi Pemerintah
Gambaran Umum Standar Akuntansi PemerintahEfraim Perjuangan
 
Konsep dasar akuntansi pemerintahan berbasis akrual ppt
Konsep dasar akuntansi pemerintahan berbasis akrual pptKonsep dasar akuntansi pemerintahan berbasis akrual ppt
Konsep dasar akuntansi pemerintahan berbasis akrual pptRisda Hamsuri
 
ASP-Pertemuan-10-LRA-18112019.pptx
ASP-Pertemuan-10-LRA-18112019.pptxASP-Pertemuan-10-LRA-18112019.pptx
ASP-Pertemuan-10-LRA-18112019.pptxMaresEd
 
Gambaran-Umum-Standar-Akuntansi-Kemhan (1).pptx
Gambaran-Umum-Standar-Akuntansi-Kemhan (1).pptxGambaran-Umum-Standar-Akuntansi-Kemhan (1).pptx
Gambaran-Umum-Standar-Akuntansi-Kemhan (1).pptxssuser5a82071
 
persentasi SAK terbaru.pptx
persentasi SAK terbaru.pptxpersentasi SAK terbaru.pptx
persentasi SAK terbaru.pptxronipaser
 
Standar-Akuntansi-Kemhan.pptx
Standar-Akuntansi-Kemhan.pptxStandar-Akuntansi-Kemhan.pptx
Standar-Akuntansi-Kemhan.pptxsyahrini4
 
Analisis laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah
Analisis laporan keuangan pemerintah pusat dan daerahAnalisis laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah
Analisis laporan keuangan pemerintah pusat dan daerahharthy_sweet
 
PERTEMUAN 3 SIKLUS AKUNTANSI PEMDA.pptx
PERTEMUAN 3 SIKLUS AKUNTANSI PEMDA.pptxPERTEMUAN 3 SIKLUS AKUNTANSI PEMDA.pptx
PERTEMUAN 3 SIKLUS AKUNTANSI PEMDA.pptxWahyuWulansari9
 
materi 10 pemerintah daerah (1).pptx
materi 10 pemerintah daerah (1).pptxmateri 10 pemerintah daerah (1).pptx
materi 10 pemerintah daerah (1).pptxDianIndahLestari4
 
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD)
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD)Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD)
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD)Miftah Fadlilah
 
Akuntansi Pendapatan PEMDA
Akuntansi Pendapatan PEMDAAkuntansi Pendapatan PEMDA
Akuntansi Pendapatan PEMDAMahyuni Bjm
 
1.4.DPPK_BAPAK_KADIS_(SOSIALISASI_PP_71_2010_PEMKOT_SBY_20_jan_2014).ppt
1.4.DPPK_BAPAK_KADIS_(SOSIALISASI_PP_71_2010_PEMKOT_SBY_20_jan_2014).ppt1.4.DPPK_BAPAK_KADIS_(SOSIALISASI_PP_71_2010_PEMKOT_SBY_20_jan_2014).ppt
1.4.DPPK_BAPAK_KADIS_(SOSIALISASI_PP_71_2010_PEMKOT_SBY_20_jan_2014).pptImanSantosa9
 
Akuntansi Kas Satuan Kerja & Akuntansi Piutang Satuan Kerja
Akuntansi Kas Satuan Kerja & Akuntansi Piutang Satuan KerjaAkuntansi Kas Satuan Kerja & Akuntansi Piutang Satuan Kerja
Akuntansi Kas Satuan Kerja & Akuntansi Piutang Satuan KerjaAmelia Febiani
 
Sap pp71 sesi 5 materi psap 12
Sap pp71 sesi 5 materi psap 12Sap pp71 sesi 5 materi psap 12
Sap pp71 sesi 5 materi psap 12WEST NUSA TENGGARA
 
Std Akun Pem.pptx
Std Akun Pem.pptxStd Akun Pem.pptx
Std Akun Pem.pptxWillyMatra
 
7. CALK sgr.docx
7. CALK sgr.docx7. CALK sgr.docx
7. CALK sgr.docxpkmsegarau
 
2 Macam dan Bentuk Laporan Keuangan.ppt
2 Macam dan Bentuk  Laporan Keuangan.ppt2 Macam dan Bentuk  Laporan Keuangan.ppt
2 Macam dan Bentuk Laporan Keuangan.pptdwiseniati
 
TUGAS MAKALAH MATKUL KEUANGAN DAERAH.docx
TUGAS MAKALAH MATKUL KEUANGAN DAERAH.docxTUGAS MAKALAH MATKUL KEUANGAN DAERAH.docx
TUGAS MAKALAH MATKUL KEUANGAN DAERAH.docxAnggreineTamboto
 
Standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual
Standar akuntansi pemerintahan berbasis akrualStandar akuntansi pemerintahan berbasis akrual
Standar akuntansi pemerintahan berbasis akrualNadia Amelia
 

Similar to Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu (20)

Ung Implementasi Blu 010210
Ung Implementasi Blu 010210Ung Implementasi Blu 010210
Ung Implementasi Blu 010210
 
Gambaran Umum Standar Akuntansi Pemerintah
Gambaran Umum Standar Akuntansi PemerintahGambaran Umum Standar Akuntansi Pemerintah
Gambaran Umum Standar Akuntansi Pemerintah
 
Konsep dasar akuntansi pemerintahan berbasis akrual ppt
Konsep dasar akuntansi pemerintahan berbasis akrual pptKonsep dasar akuntansi pemerintahan berbasis akrual ppt
Konsep dasar akuntansi pemerintahan berbasis akrual ppt
 
ASP-Pertemuan-10-LRA-18112019.pptx
ASP-Pertemuan-10-LRA-18112019.pptxASP-Pertemuan-10-LRA-18112019.pptx
ASP-Pertemuan-10-LRA-18112019.pptx
 
Gambaran-Umum-Standar-Akuntansi-Kemhan (1).pptx
Gambaran-Umum-Standar-Akuntansi-Kemhan (1).pptxGambaran-Umum-Standar-Akuntansi-Kemhan (1).pptx
Gambaran-Umum-Standar-Akuntansi-Kemhan (1).pptx
 
persentasi SAK terbaru.pptx
persentasi SAK terbaru.pptxpersentasi SAK terbaru.pptx
persentasi SAK terbaru.pptx
 
Standar-Akuntansi-Kemhan.pptx
Standar-Akuntansi-Kemhan.pptxStandar-Akuntansi-Kemhan.pptx
Standar-Akuntansi-Kemhan.pptx
 
Analisis laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah
Analisis laporan keuangan pemerintah pusat dan daerahAnalisis laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah
Analisis laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah
 
PERTEMUAN 3 SIKLUS AKUNTANSI PEMDA.pptx
PERTEMUAN 3 SIKLUS AKUNTANSI PEMDA.pptxPERTEMUAN 3 SIKLUS AKUNTANSI PEMDA.pptx
PERTEMUAN 3 SIKLUS AKUNTANSI PEMDA.pptx
 
materi 10 pemerintah daerah (1).pptx
materi 10 pemerintah daerah (1).pptxmateri 10 pemerintah daerah (1).pptx
materi 10 pemerintah daerah (1).pptx
 
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD)
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD)Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD)
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD)
 
Akuntansi Pendapatan PEMDA
Akuntansi Pendapatan PEMDAAkuntansi Pendapatan PEMDA
Akuntansi Pendapatan PEMDA
 
1.4.DPPK_BAPAK_KADIS_(SOSIALISASI_PP_71_2010_PEMKOT_SBY_20_jan_2014).ppt
1.4.DPPK_BAPAK_KADIS_(SOSIALISASI_PP_71_2010_PEMKOT_SBY_20_jan_2014).ppt1.4.DPPK_BAPAK_KADIS_(SOSIALISASI_PP_71_2010_PEMKOT_SBY_20_jan_2014).ppt
1.4.DPPK_BAPAK_KADIS_(SOSIALISASI_PP_71_2010_PEMKOT_SBY_20_jan_2014).ppt
 
Akuntansi Kas Satuan Kerja & Akuntansi Piutang Satuan Kerja
Akuntansi Kas Satuan Kerja & Akuntansi Piutang Satuan KerjaAkuntansi Kas Satuan Kerja & Akuntansi Piutang Satuan Kerja
Akuntansi Kas Satuan Kerja & Akuntansi Piutang Satuan Kerja
 
Sap pp71 sesi 5 materi psap 12
Sap pp71 sesi 5 materi psap 12Sap pp71 sesi 5 materi psap 12
Sap pp71 sesi 5 materi psap 12
 
Std Akun Pem.pptx
Std Akun Pem.pptxStd Akun Pem.pptx
Std Akun Pem.pptx
 
7. CALK sgr.docx
7. CALK sgr.docx7. CALK sgr.docx
7. CALK sgr.docx
 
2 Macam dan Bentuk Laporan Keuangan.ppt
2 Macam dan Bentuk  Laporan Keuangan.ppt2 Macam dan Bentuk  Laporan Keuangan.ppt
2 Macam dan Bentuk Laporan Keuangan.ppt
 
TUGAS MAKALAH MATKUL KEUANGAN DAERAH.docx
TUGAS MAKALAH MATKUL KEUANGAN DAERAH.docxTUGAS MAKALAH MATKUL KEUANGAN DAERAH.docx
TUGAS MAKALAH MATKUL KEUANGAN DAERAH.docx
 
Standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual
Standar akuntansi pemerintahan berbasis akrualStandar akuntansi pemerintahan berbasis akrual
Standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual
 

Akuntansi Akrual di BPK RI Bengkulu

  • 1. Vol. 01, No. 01, 2013 ISSN
  • 2. Vol. 01, No. 01, 2013 ISSN Jurnal Akuntansi dan Bisnis DEWAN REDAKSI Ketua Suhartono Anggota Tamjuddin Mailani Hamdani Sri Ismulyati Deni Surapto Imas Maesaroh Soekiyono Etty Puji Lestari Adrian Sutawijaya Zulfahmi IN Baskara Jan Hotman Mulyadi Zairulsyah Alamat Pusat Keilmuan - LPPM Universitas Terbuka, Jalan Cabe Raya, Ciputat, Tangerang, 15418, Indonesia Telepon : 021-7490941 pesawat 1208, Fax : 021-7490147 pk@ut.ac.id Website : pk.ut.ac.id
  • 3. Vol. Vol. 01, No. 01, 2013 ISSN Jurnal Akuntansi dan Bisnis IMPLEMENTASI PER-55/PB/2012 TTG PEDOMAN PENYUSUNAN LK DLM PENYUSUNAN INFO PENDAPATAN DAN BLNJA AKRUAL PADA LK BPK RI BENGKULU 1 - 11 JUAN JOHANNES MARULI ANALISIS LEMAHNYA PENGAWASAN APBD OLEH DPRD 12 - 21 WENI AMRIL IMPLEMENTASI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU 22 - 30 HESTI SETIORINI ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO TAHUN 2011 31 - 41 EKA ROBIANTO UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN PEMILIK USAHA KECIL MENENGAH DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PERPAJAKAN 42 - 51 ADHIN ACHMAD KUNCAHYO PENGARUH PROFITABILITAS DAN STRUKTUR AKTIVA TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI 52 - 63 FRANSISCA DYAH ANGGRAINI PENGHITUNGAN PPN DAN PPNBM ATAS PENYERAHAN RUMAH/APARTEMEN OLEH PENGUSAHA REAL ESTATE 64 - 71 CYNDI NELLY CHRISTIANI NATALIA PERANAN PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (POS) DALAM SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL ADISTI ANDARINI 72 - 83
  • 4. Implementasi PER-55/PB/2012 Tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga Dalam Penyusunan Informasi Pendapatan dan Belanja Akrual Pada Laporan Keuangan BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu Juan Johannes Maruli 018287738 juan14hutasoit@gmail.com Akuntansi Abstrak Dalam Peraturan Menteri Keunagan PER-55/PB/2012 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementrian Negara/Lembaga terdapat perubahan cara pengakuan Kebijakan Akuntansi terhadap Akun Aset Lancar, Aset Tetap, Aset Lainnya, Kewajiban, dan Ekuitas Dana. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang penting digunakan dalam penyusunan Laporan Keuangan BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu adalah terhadap Akun Pendapatan,Belanja, Aset, Kewajiban, Ekuitas Dana, Penyisihan Piutang Tidak Tertagih, Pendapatan Diterima di Muka dan Belanja Dibayar di Muka yang Jatuh Tempo Lebih dari 1 (satu) Tahun Setelah Tanggal Neraca, dan Penyusutan Aset Tetap. Sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010, penerapan SAP Berbasis Akrual dapat dilaksanakan secara bertahap, dan BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu menerapkan SAP berbasis kas menuju akrual yaitu : Neraca berbasis akrual, Laporan Realisasi Anggaran (LRA) berbasis kas, dan adanya pengungkapan informasi pendapatan dan belanja akrual. Kata Kunci : PER-55/PB/2012, basis kas menuju akrual, pendapatan, belanja akrual Pendahuluan Laporan Keuangan merupakan laporan yang mencakup seluruh aspek keuangan yang dikelola oleh entitas akuntansi. Laporan Keuangan dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yaitu serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan dan pengikhtisaran sampai dengan sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). SAI dirancang untuk menghasilkan Laporan Keuangan Satuan Kerja yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Sedangkan SIMAK-BMN adalah sistem yang menghasilkan 4
  • 5. informasi aset tetap, persediaan, dan lainnya untuk penyusunan neraca dan laporan barang milik negara serta laporan manajerial lainnya. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-55/PB/2012 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dibuat sebagai dasar hukum dalam menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan pemerintah sehingga kualitas laporan keuangan dapat disajikan dengan akuntabel, akurat, dan transparan. Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat hak dan/atau kewajiban terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Informasi pendapatan dan belanja secara akrual disajikan secara terpisah dari laporan realisasi anggaran berbasis kas yang dihasilkan dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dan Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara. Informasi pendapatan dan belanja secara akrual merupakan suplemen yang dilampirkan pada laporan keuangan. Jenis transakasi akrual : 1. Akuntansi Pendapatan Akrual a. Pendapatan yang masih harus diterima b. Pendapatan diterima dimuka 2. Akuntansi Belanja Akrual a. Belanja dibayar dimuka b. Belanja yang masih harus dibayar c. Pengembalian belanja yang belum disetor ke Kas Negara (Piutang Lainnya/Pendapatan yang Ditangguhkan). Kebijakan Akuntansi yang digunakan dalam menyusun Laporan Keuangan oleh BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu Dalam penyusunan laporan keuangan terdapat kebijakan-kebijakan akuntansi yang penting digunakan dalam penyusunan Laporan Keuangan BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu terhadap Akun Pendapatan,Belanja, Aset, Kewajiban, Ekuitas Dana, Penyisihan Piutang Tidak Tertagih, Pendapatan Diterima di Muka dan Belanja Dibayar di Muka yang Jatuh Tempo Lebih dari 1 (satu) Tahun Setelah Tanggal Neraca, dan Penyusutan Aset Tetap. Pendapatan adalah semua penerimaan Kas Umum Negara (KUN) yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah pusat dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah pusat. Pendapatan diakui pada saat kas diterima pada KUN. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan 5
  • 6. penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Pendapatan disajikan sesuai dengan jenis pendapatan. Belanja adalah semua pengeluaran KUN yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah pusat. Belanja diakui pada saat terjadi pengeluaran kas dari KUN. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran, pengakuan belanja terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Belanja disajikan pada lembar muka laporan keuangan menurut klasifikasi ekonomi/jenis belanja. 1. Kebijakan terhadap Pendapatan Yang Masih Harus Diterima Pendapatan yang masih harus dibayar adalah Pendapatan yang sampai dengan tanggal pelaporan belum diterima oleh satuan kerja/pemerintah karena adanya tunggakan pungutan pendapatan dan transaksi lainnya yang menimbulkan hak tagih satuan kerja/pemerintah dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan. Pendapatan yang masih harus diterima pada BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu berasal dari PNBP yang masih harus diterima yang terdiri dari : 1. Pendapatan yang sudah jatuh tempo pada tahun pelaporan tetapi belum dilunasi yaitu : a. Pendapatan dari pengelolaan BMN yaitu Pendapatan dari Pemanfaatan BMN berupa Piutang dari Pendapatan Sewa Gedung dan Bangunan ( Rumah Dinas/Rumah Negeri); b. Pendapatan Lain-lain yaitu : Pendapatan Pelunasan Piutang berupa Piutang dari Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi atas Kerugian yang diderita oleh Negara ( masuk TP/TGR ) Bendahara. 2. Pendapatan Ditangguhkan Pendapatan jasa yaitu Pendapatan Jasa Lembaga Keuangan ( /jasa Giro ) yang akhir periode pelaporan belum disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara. Dalam penyajian informasi pendapatan secara akrual, realisasi pendapatan secara kas tahun berjalan harus disesuaikan yaitu dengan cara : a. Menambahkan pendapatan yang masih harus diterima pada tahun anggaran berjalan (piutang pada tahun berjalan); dan/atau b. Menambahkan pendapatan yang telah diterima oleh bendahara penerimaan Kementrian/Lembaga, namun belum disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara (pendapatan ditangguhkan); dan /atau c. Mengurangkan pendapatan yang masih harus diterima pada tahun anggaran yang lalu (piutang pada tahun lalu) yang telah diterima pada tahun anggaran berjalan. 6
  • 7. Contoh Pendapatan yang masih harus diterima : Realisasi pendapatan pelunasan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh Negara (masuk TP/TGR) (423922) satker BPK RI Perwakilan X pada Tahun Anggaran 20XX adalah sebesar Rp.150.500.000. mutasi tambah berasal dari tagihan TP/TGR pada tahun 20XX yang akhir periode belum diterima oleh satuan kerja karena adanya tunggakan pembayaran yang seharusnya sudah jatuh tempo sebesar RP.30.000.000. Mutasi kurang berasal dari realisasi taguhan TP/TGR karena adanya tunggakan pembayaran di tahun anggaran 20XX yang telah diterima pada tahun 20XX sebesar Rp.25.000.000. Pengaruh dari transaksi tersebut pada laporan disajikan : NO Pendapatan Belanja Kode Akun Uraian 423141 Pendapatan pelunasan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh Negara (masuk TP/TGR) 1 Realisasi Menurut Basis Kas 150.500.000 Penyesuaian Akrual Tambah Kurang 30.000.000 25.000.000 Informasi Akrual 155.500.000 Dokumen Sumber SSBP/Surat Ketetapan SKTUM Pengaruh dari transaksi tersebut pada Neraca disajikan : Bagian Lancar TP/TGR Cadangan Piutang Rp.30.000.000 Rp.30.000.000 2. Kebijakan terhadap Pendapatan Diterima Di Muka Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansu dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, Pendapatan diterima di muka timbul pada saat Pemerintah telah menerima pembayaran atas suatu pemberian jasa/fasilitas/ pelayanan yang diberikan, tetapi belum menyelesaikan pekerjaan tersebut. Adapun metode perhitungan Pendapatan Sewa diterima di Muka adalah jumlah hari sisa masa sewa yang belum dinikmati oleh pihak ketiga dibagi jumlah hari seluruhnya (asumsi 1 tahun = 365 hari) dikalikan dengan nilai sewa yang dibayarkan oleh pihak ketiga. Hal ini sesuai yang diilustrasikan dalam Perdirjen Perbendaharaan PER-62/PB/2009 tentang Tata Cara Penyajian Informasi Pendapatan dan Belanja secara Akrual pada Laporan Keuangan. Kemudian dalam Peraturan Direktur Jendral Perbendaharaan PER-55/PB/2012 tentan PEdoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementrian Negara/Lembaga, Pendapatan diterima di muka adalah Pendapatan yang diterima oleh satuan kerja dan sudah disetor ke Rekening Kas Umum Negara, namun wajib setor belum menikmati barang/jasa/fasilitas dari 7
  • 8. barang/jasa/fasilitas dari satuan kerja, atau pendapatan yang telah disetor ke Rekening Kas Umum Negara yang berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau penilitan oleh pihak yang berwenang terdapat lebih bayar. Pendapatan diterima di muka pada BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu hanya berasal dari PNBP diterima dimuka yang berasal pendapatan sewa gedung dan bangunan ( Pendapatan Sewa Diterima di Muka ). Dalam penyajian informasi pendapatan secara akrual, realisasi pendapatan secara kas tahun berjalan harus disesuaikan yaitu dengan cara : a. Mengurangkan pendapatan diterima dimuka pada tahun berjalan; dan/atau; b. Menambahkan pendapatan diterima dimuka pada tahun lalu yang barang/jasa/. Contoh Pendapatan Diterima Dimuka : Pada tanggal 2 Januari 20XX, dalam rangka pemanfaatan aset, satker BPK Perwakilan X menerima pendapatan sewa gedung dari PT A atas penempatan peralatan mesin atm masa sewa 4 tahun dari 1 Januari 20X0 s.d. 31 Desember 20X3 sebesar Rp.100.000.000. Realisasi Pendapatan Sewa Gedung gan Bangunan (423141) BPK Perwakilan X pada tahun 20x1 sebesar Rp.75.000.000. Mutasi tambah berasal dari Pendapatan Sewa Diterima di Muka Tahun 20X0 yang jatuh tempo selama Tahun 20X1 adalah sebesar Rp.25.000.000 (365/1460 hari x Rp.100.000.000). Mutasi kurang berasal dari Pendapatan Sewa Diterima di Muka yang belum digunakan per 31 Desember 20X1 yaitu untuk periode 1 Januari 20X2 s.d. 31 Desember 20X3 adalah sebesar RP.50.000.000 (730/1460 hari x Rp.100.000.000) Pengaruh dari transaksi tersebut pada laporan disajikan : NO Pendapatan Belanja Kode Akun Uraian 423141 Pendapatan sewa tanh, gedung dan bangunan 1 Realisasi Menurut Basis Kas 75.000.000 Penyesuaian Akrual Tambah Kurang 25.000.000 50.000.000 Informasi Akrual 50.000.000 Dokumen Sumber Dokumen kontrak, SSBP Pengaruh dari transaksi tersebut pada Neraca disajikan: Pendapatan Diterima Dimuka Barang/Jasa yang harus diserahkan Rp.50.000.000 Rp.50.000.000 3. Kebijakan terhadap Belanja Dibayar Di Muka Belanja dibayar di muka adalah pengeluaran satker/pemerintah yang telah dibayarkan dari rekening kas umum negara dan membebani pagu anggaran, namun barang/jasa/fasilitas dari 8
  • 9. pihak ketiga belum diterima/dinikmati satker/pemerintah. Belanja dibayar di muka pada BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu berasal dari belanja barang yang dibayar di muka (Prepaid) yang berasal dari belanja barang untuk sewa gedung/bangunan yang telah dibayarkan dan rekening kas umum negara namun pada akhir periode pelaporan belum seluruhnya diterima/dinikmati oleh satuan kerja. Dalam penyajian informasi belanja dibayar di muka secara akrual, belanja secara kas tahun berjalan harus disesuaikan yaitu dengan cara : a. b. Menambahkan belanja dibayar dimuka pada tahun lalu yang barang/jasa/pelayanannya dinikmati pada tahun berjalan; Mengurangkan belanja dibayar di muka pada tahun berjalan. Contoh Belanja Dibayar Dimuka : Pada 1 November 20A0, satke BPK X menyewa rumah tanggal 28 Oktober 2010 untuk periode selama 3 (tiga) tahun, dihitung sejak tanggal 1 November 20A0 sampai dengan 31 Oktober 20A3. Disepakati bahwa pembayaran dilakukan di muka sebesar Rp.50.000.000 melalui akun belanja sewa (522141). Berdasarkan contoh tersebut, belanja akrual yang diakui pada tahun 20A1 yaitu : Realisasi Belanja Sewa (522141) satker BPK X pada tahunn anggaran 20A1 adalah Rp.93.500.000. Mutasi tambah berasal dari Belanja Sewa Dibayar Dimuka tahun 20A0 yang jatuh tempo selama tahun 20A1 adalah sebesar Rp.25.000.000 (365/730 hari x Rp.50.000.000). Mutasi kurang berasal dari Belanja Sewa Dibayar di Muka yang berlum digunakan 31 Desemnber 20A1 yaitu untuk periode 1 Januari 20A1 s.d 31Oktober 20A3 adalah sebesar Rp.30.547.945 (669/1095 hari x Rp.50.000.000 Pengaruh dari transaksi tersebut pada laporan disajikan : NO 1 Pendapatan Belanja Kode Akun Uraian 52241 Belanja sewa Realisasi Menurut Basis Kas 50.000.000 Penyesuaian Akrual Tambah Kurang 25.000.000 30.547.945 Informasi Akrual 44.452.055 Dokumen Sumber SPK, SP2D, SPM Pengaruh dari transaksi tersebut pada Neraca disajikan : Belanja Barang yang dibayar dimuka (Prepaid) Barang/Jasa yang harus diterima Rp.30.547.945 Rp.30.547.945 9
  • 10. 4. Kebijakan terhadap Belanja Yang Masih Harus Dibayar Belanja yang masih harus dibayar adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas barang/jasa yang telah diterima/dinikmati/dan atau perjanjian/komitmen yang dilakukan oleh K/L, namun sampai akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan atas hak tersebut kepada pegawai dan/atau pihak ketiga. Belanja yang masih harus dibayar pada BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu antara lain : belanja pegawai yang masih harus dibayar, belanja barang yang masih harus dibayar, kekurangan pembayaran gaji pegawai, tunjangan-tunjangan, uang makan, serta langganan daya dan jasa ( telepon, listrik, air, internet, tv kabel ) yang masa pemakaiannya belum selesai sampai akhir tahun anggaran. Dalam penyajian informasi belanja yang masih harus dibayar secara akrual, belanja secara kas tahun berjalan harus disesuaikan yaitu dengan cara : a. Menambahkan belanja yang masih harus dibayar yang terutng pada tahun berjalan; dan/atau b. Mengurangkan belanja yang masih harus dibayar pada tahun lalu yang telah dibayarkan pada tahun berjalan. Contoh Belanja Yang Masih Harus Dibayar : Satker BPK X mempunyai beban langganan daya dan jasa atas pemakaian telepon bulan Desember 20X1 dan penagihan bulan bersangkutan sudah diterima sampai saat tanggal pelaporan LK yaitu tanggal 29 Januari 20X2 sebesar Rp.700.000. Tagihan tersebut harus dicatat pada Belanja Barang Yang Masih Harus Dibayar. Realisasi Belanja Langgagnan Telepon (522112) satker BPK X pada tahun anggaran 20X1 adalah sebesar Rp.10.000.000. Selain itu, terdapat saldo Belanja Barang Yang Masih Harus Dibayar per 31 Desember 20X0 yang telah dibayarkan pada tahun 20X1 yaitu adanya pembayaran saldo tagihan telepon per 31 Desember 20X0 yang baru dibayar pada bulan Februari 202 sebesar Rp.950.000. Pengaruh dari transaksi tersebut pada laporan disajikan : NO 1 Pendapatan Belanja Kode Akun Uraian 522112 Belanja Langganan Telepon Realisasi Menurut Basis Kas 10.000.000 Penyesuaian Akrual Tambah Kurang 700.000 950.000 Informasi Akrual 9.750.000 Dokumen Sumber Tagihan Telepon 10
  • 11. Pengaruh dari transaksi tersebut pada Neraca disajikan : Belanja Barang yang masih harus dibayar Dana yang harus dicadangkan Rp.700.000 Rp.700.000 5. Kebijakan terhadap Pengembalian Belanja Yang Belum Disetor Ke Kas Negara Pengembalian belanja yang belum disetor ke kas Negara yaitu berupa kelebihan pembayaran gaji, uang makan, tunjangan-tunjangan, honor kepada pegawai. Pengembalian belanja yang belum disetor ke kas negaa pada BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu berasal dari : a. Pendapatan yang ditangguhkan : pengembalian belanja pada akhir periode pelaporan masih berada di tangan bendahara pengeluaran tetapi belum disetor ke Kas Negara. b. Piutang Lainnya : kelebihan belanja pada akhir periode pelaporan masih berada di pegawai terkait (belum dilakukan pemotongan gaji pegawai). Dalam penyajian informasi belanja pengembalian belanja yang belum disetor ke kas Negara secara akrual, belanja secara kas tahun berjalan harus disesuaikan yaitu dengan cara : a. Mengurangkan kelebihan pembayaran atas belanja tahun berjalan yang belum disetor ke Kas Negara pada akhir periode pelaporan. Contoh Pengembalian Belanja yang Belum Disetor Ke Kas Negara Pada satker BPK X terdapat kelebihan pembayaran atas uang makan bulan Desember 20A1 sebesar Rp24.000.000, namun sampai dengan tanggal Neraca kelebihan realisasi belanja uang makan tersebut belum disetor ke Kas Negara (Sudah dilakukan pemotongan terhadap Gaji Pegwai, hanya belum disetor ke Kas Negara) Realisasi Belanja Uang Makan PNS (51129) sebesar RP.882.048.000 Pengaruh dari transaksi tersebut pada laporan disajikan : NO 1 Pendapatan Belanja Kode Akun Uraian 511129 Belanja uang makan Realisasi Menurut Basis Kas 882.048,000 Penyesuaian Akrual Tambah Kurang 24.000.000 Informasi Akrual 858.048.000 Dokumen Sumber Pengaruh dari transaksi tersebut pada Neraca disajikan : Kas Lainnya di Bendahara Pengeluaran Pendapatan yang Ditangguhkan 11
  • 12. Rp.24.000.000 Rp.24.000.000 Pengaruh transaksi pendapatan dan belanja secara akrual dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Neraca adalah sebagai berikut : Tabel 1 Pengaruh Transaksi Akrual Pada LRA dan Neraca NO 1 POS AKRUAL Pendapatan Masih Harus Diterima (Piutang) LRA Pendapatan + NERACA Aset + ED + 2 Pendapatan Diterima Dimuka (Hutang) Pendapatan - Kewajiban + ED - 3 Belanja Masih Harus Dibayar (Hutang) Belanja + 4 Belanja Dibayar Dimuka (Piutang) Belanja - 5 Pengembalian Belanja (Pendapatan yang ditangguhkan) Pengembalian Belanja (Piutang Lainnya) Belanja - Kewajiban + ED Aset + ED + Aset + Kewajiban + Aset + ED + Belanja - ED = Ekuitas Dana Sumber : Bagian Akuntansi, Biro Keuangan. Draft Pedoman Teknis Penyusunan Laporan Keuangan Tahun 2012. Jakarta: Sekretariat Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam PER-55/PB/2012 terdapat beberapa perubahan pengertian dan penjelasan dari PMK No.171/PMK.05/2007, perbandingannya dapat dilihat dari tabel dibawah berikut ini : Tabel 2 Perbandingan antara PMK No.171/PMK.05/2007 dan PER-55/PB/2012 tentang Pendapatan dan Belanja NO 1 2 3 4 5 PMK NO.171/PMK.05/2007 Pengertian Pendapatan standar Sistem Akuntansi Pemerintah Pendapatan Diterima Dimuka sudah di bahas Belum membahas Pendapatan yang Masih Harus Diterima Basis Kas Belum membahas Pengembalian belanja yang belum disetor ke kas Negara PER-55/PB/2012 Selain terdapat pengertian Pendapatan standar SAP, terdapat penjelasan Pendapatan Akrual Ada penyempurnaan pengertian Pendapatan Diterima Dimuka dari peraturan sebelumnya Terdapat penjelasan Pendapatan yang Masih Harus Diterima Basis Kas Menuju Akrual Terdapat penjelasan Pengembalian belanja yang belum disetor ke kas Negara 12
  • 13. Kesimpulan BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu adalah entitas akuntansi dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan menyusun laporan keuangan berupa Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Kebijakan-kebijakan Akuntansi yang diterapkan oleh BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu memiliki tujuan dan manfaat agar : a. PER-55/PB/2012 memberikan pengertian terbaru terhadap akun-akun dalam Laporan Keuangan terutama dalam akun Pendapatan dan Belanja Akrual; b. Adanya perubahan penerapan SAP Berbasis Kas menjadi Basis Kas Menuju Akrual; c. Terdapat penjelasan lebih mendetail terkait Belanja Akrual; d. Terdapat penyempurnaan pada akun Pendapatan dengan bertambahnya penjelasan tentang Pendapatan yang Masih Harus Diterima; e. Terdapat penjelasan tentang Pengembalian belanja yang belum disetor ke kas Negara ( Piutang Lainnya/Pendapatan yang Ditanggunhkan) Daftar Pustaka Bagian Akuntansi, Biro Keuangan. Draft Pedoman Teknis Penyusunan Laporan Keuangan Tahun 2012. Jakarta: Sekretariat Badan Pemeriksa Keuangan. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (2012) . Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat. (Edisi 2). Jakarta : Direktorat Jendral Perbendaharaan Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-55/PB/2012 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementrian Negara/Lembaga Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansu dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat Perdirjen Perbendaharaan PER-62/PB/2009 tentang Tata Cara Penyajian Informasi Pendapatan dan Belanja secara Akrual pada Laporan Keuangan 13
  • 14. 14
  • 15. ANALISIS LEMAHNYA PENGAWASAN APBD OLEH DPRD WENI AMRIL w3nyamril@gmail.com NIM. 016011988 Program Studi Akuntansi Universitas Terbuka Abstrak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah bagian dari pemerintahan daerah dan merupakan lembaga legislatif yang ada didaerah baik ditingkat provinsi maupun ditingkat kabupaten/kota.DPRD berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah. Sebagai lembaga legislatif, DPRD mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Sesuai dengan tugas dan wewenang DPRD dalam melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah, peraturan Kepala Daerah, APBD dan kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah. Pengawasan keuangan yang dilakukan oleh anggota DPRD perlu dilakukan untuk menyeimbangkan dengan kinerja pemerintah dalam hal penyusunan APBD, tujuannya agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan terhadap pemberian kekuasaan dan wewenang yang luas terhadap pemerintah maka perlu dilakukan pengawasan serta kontrol yang kuat sehingga dalam pengelolaannya dapat mencapai hasil yang maksimal. Akan tetapi dalam pelaksanannya DPRD menemui beberapa kendala. Hal ini disebabkan karena kerja dewan yang belum optimal dan belum mempunyai komitmen yang kuat dari para anggota dewan. Untuk itu akan dibahas mengenai bagaimana DPRD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD di daerah serta masalah-masalah yang timbul dan kendala yang dihadapi sehingga DPRD lemah dalam menjalankan kontrol sebagai lembaga pengawas. Kata kunci : Pengawasan, APBD, DPRD 15
  • 16. Pendahuluan Pada era reformasi yang terjadi di Indonesia telah melahirkan banyak perubahan. Otonomi daerah merupakan salah satu perubahan yang terjadi dan ditandai dengan keluarnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dengan ini berarti kebijakan otonomi daerah membawa perubahan fundamental dalam hubungan tata kelola pemerintah dan hubungan keuangan, sekaligus membawa perubahan penting dalam pengelolaan anggaran daerah. Sehingga untuk menciptakan good governance, maka antara Pemerintah Daerah dan DPRD harus ada kerjasama yang baik dan saling mendukung satu sama lain karena mereka sebagai mitra di pemerintahan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam menjalankan pembangunan di daerah. APBD itu sendiri disusun oleh Pemda dengan melibatkan DPRD sebagai lembaga legislatif. Sehingga antara Pemerintah Daerah dan DPRD merupakan mitra yang sejajar dan selaras serta lembaga yang saling bekerja sama untuk membangun daerah, agar daerah tersebut bisa melaksanakan pembangunan sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Selain itu DPRD juga berfungsi sebagai lembaga pengawas pelaksanaan pembangunan yang ada di daerah atau mengawasi apakah APBD yang telah ditetapkan bersama Kepala Daerah telah dijalankan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana mestinya. Untuk itu DPRD harus lebih jeli dalam mengawasi baik secara internal maupun melalui lembaganya. Karena DPRD merupakan orang-orang pilihan rakyat yang akan menampung aspirasi yang 16
  • 17. disampaikan oleh masyarakat. Kinerja DPRD dalam pengawasan pelaksanaan anggaran Pemerintah Daerah harus benar-benar optimal, hal ini untuk memantau apakah pelaksanaan anggaran tersebut telah berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, serta berjalan efisien, efektif dan ekonomis. Dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai pengawas, anggota DPRD sendiri harus mempunyai kemampuan dan kapasitas yang baik. Kapabilitas dan kemampuan Dewan yang harus dimiliki antara lain pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman dalam menyusun, mengawasi dan mengevaluasi APBD. Pengetahuan yang dibutuhkan dalam melakukan pengawasan keuangan daerah salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Dengan meningkatnya pengetahuan Dewan khususnya tentang anggaran diharapkan kinerja Dewan dalam pengawasan keuangan daerah pun semakin baik. Akan tetapi akhir-akhir ini diberitakan Anggota Dewan yang terjerat dengan kasus korupsi terutama yang menyangkut dengan anggaran pembangunan sarana dan prasarana didaerah. Bahkan melibatkan anggota dewan yang tergabung didalam Badan Anggaran. Mengapa hal ini bisa terjadi?. Ini membuktikan bahwa DPRD itu sendiri belum optimal; dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawas pelaksanaan APBD. Untuk itu penulis ingin membahas apa yang menyebabkan lemahnya pengawasan APBD oleh DPRD tersebut. Sehingga bisa dicarikan solusinya, agar pengawasan APBD benar-benar bisa dilaksanakan oleh DPRD. Pembahasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga kerakyatan yang dibentuk di provinsi dan juga di kabupaten serta kota. Seperti yang diketahui DPRD merupakan lembaga perwujudan aspirasi rakyat yang menjalankan fungsinya sebagai lembaga legislatif di daerah. Dengan demikian DPRD mempunyai fungsi utama sebagai lembaga kontrol di daerah. Untuk lebih jelasnya fungsi DPRD itu sendiri dalam UU No. 27 tahun 2009 pasal 343 disebutkan bahwa DPRD yang merupakan representasi dari masyarakat berperan untuk menjalankan tiga fungsi yaitu : 1. Legislasi, fungsi ini berkaitan dengan perumusan dan penyusunan peraturan daerah. Fungsi legislasi menjadikan anggota DPRD harus menguasai berbagai peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi tumpang tindih dan beragam intrepretasi dalam menyusun Peraturan Daerah. Selain penguasaan pengetahuan dibidang peraturan perundang-undangan juga harus memiliki kompetensi dalam 17
  • 18. legal drafting. Peraturan daerah juga menuntut agar anggota legislatif memiliki pengetahuan akan kondisi faktual yang terjadi sehingga penyusunannya memang bertujuan sepenuhnya untuk kemajuan pembangunan di daerah yang bersangkutan. 2. Anggaran, fungsi ini berkaitan dengan penggunaan sumber daya keuangan yang akan digunakan untuk melaksanakan program pembangunan di daerah. Menurut Khairiansyah Salman (Bahan Ajar Asdeksi : 2008) disebutkan bahwa untuk melaksanakan fungsi anggaran ini maka anggota DPRD wajib memiliki kompetensi dibidang pengelolaan keuangan daerah dalam aspek perencanaan pembangunan dan penganggaran, penguasaan data dan informasi mengenai kondisi daerah dari segala sector seperti pertanian, pendidikan, perindustrian, kesehatan, infrastruktur dan lain-lain. Selain itu juga memiliki kompetensi dalam prosedur penyusunan APBD mulai dari perencanaan pembangunan daerah penyusunan KUA dan PPA sampai kepada penyusunan RKA-SKPD dan Ranperda APBD. Dokumentasi atas hasil jarring asmarauntuk mendapatkan informasi mengenai kebutuhan masyarkat yang berkaitan dengan pembangunan di daerah. 3. Pengawasan, fungsi ini bertujuan untuk menjamin bahwa kebijakan dan perencanaan pembangunan yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah dan APBD telah dilaksanakan oleh eksekutif dengan ekonomis, efisien dan efektif serta sesuai dengan rencana. Terkait pelaksanaan fungsi ini maka masih menurut Khairiansyah Salman, dikatakan bahwa DPRD harus memiliki kompetensi dalam methodologi dan teknik pengawasan baik dalam pengelolaan keuangan keuangan maupun dalam penyelenggaraan pemerintahan serta penegakan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan di daerah. Termasuk juga kompetensi untuk mengumpulkan data dan informasi serta bukti-bukti yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan keuangan serta pelaksanaan APBD. Dalam melaksanakan fungsi anggaran, DPRD telah membentuk alat kelengkapan yang disebut Panitia Anggaran. Panitia Anggaran terdiri atas Pimpinan DPRD, satu wakil dari esetiap komisi, utusan fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD, Panitia Anggaran sendiri mempunyai tugas sebagai berikut : a. Memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selambat-lambatnya lima bulan sebelum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 18
  • 19. b. Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan penetapan, perubahan, perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebelum ditetapkan dalam Rapat Paripurna. c. Memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai pra rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, perubahan, dan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah disampaikan oleh Kepala Daerah. d. Memberikan saran dan pendapat terhadap rancangan perhitungan anggaran yang disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD. e. Menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap penyusunan anggaran belanja Sekretariat DPRD. Penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk kemudian diusulkan kepada dewan dan dibahas bersama dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah. Kemudian DPRD memberikan persetujuan dan ditandatangani bersama dengan Kepala Daerah. Sedangkan pada pelaksanaan APBD, peran pemerintah daerah langsung kepada teknis pelaksanaannya baik dalam mengejar target pendapatan maupun pelaksanaan belanja daerah. Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan dimulai pada saat proses penyusunan APBD, pengesahan APBD, pelaksanaan APBD, dan pertanggungjawaban APBD. Menurut Alamsyah (1997) menyebutkan bahwa tujuan adanya pengawasan APBD adalah untuk: (1) menjaga agar anggaran yang disusun benar-benar dijalankan, (2) menjaga agar pelaksanaan APBD sesuai dengan anggaran yang telah digariskan, (3) menjaga agar pelaksanaan APBD benar-benar dapat dipertanggung jawabkan. Kinerja DPRD dalam pengawasan pelaksanaan anggaran Pemerintah Daerah harus benar-benar optimal, hal ini untuk memantau apakah pelaksanaan anggaran tersebut telah berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, serta berjalan efisien, efektif dan ekonomis. Proses pengawasan di sini diartikan sebagai proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pelaksanaan Pemerintah daerah sesuai dengan perencanaan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Keppres No. 74 Tahun 2001). 19
  • 20. Pengawasan yang dilakukan oleh dewan bisa berupa pengawasan langsung maupun pengawasan tidak langsung. Pengawasan langsung maksudnya anggota dewan sendiri yang melihat, memeriksa dan terjun langsung ke lapangan. Kegiatan ini bisa dilakukan pada saat anggota dewan melakukan reses ke daerah pemilihannya. Sedangkan pengawasan tidak langsung bisa dilakukan dengan memeriksan laporan yang diterima oleh dewan dari Pemda dan masyarakat terutama masyarakat di daerah pemilihannya. Permasalahannya sekarang adalah dewan masih lemah dalam menjalankan fungsi pengawasan pada keuangan daerah (APBD). Faktor penyebabnya adalah sebagai berikut : 1. Rendahnya kualitas sumber daya manusia Sumber daya yang terbatas dari anggota DPRD untuk menjalankan fungsi pengawasan, yang dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman yang kurang tentang fungsi pengawasan dari anggota DPRD. Ini disebabkan karena anggota DPRD dipilih dan diangkat dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang berbeda sebelum menjadi anggota DPRD. Beberapa penelitian yang menguji hubungan antara kualitas anggota dewan dengan kinerjanya diantaranya dilakukan oleh (Indradi, 2001; Syamsiar,2001; Sutarnoto, 2002). Dalam hasil penelitiannya membuktikan kualitas dewan yang diukur dengan pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keahlian berpengaruh terhadapa kinerja dewan yang salah satunya adalah kinerja pada saat melakukan fungsi pengawasan. Dalam penelitian ini pengetahuan berkaitan dengan pengetahuan untuk masa yang akan datang. Adanya perubahan paradigma anggaran di era reformasi ini menuntut adanya partisipasi masyarakat (publik) dan transparansi anggaran dalam keseluruhan siklus anggaran. Dengan asumsi keterlibatan masyarakat dan transparansi yang dilakukan oleh pihak eksekutif dalam siklus anggaran akan memperkuat fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan. Peneliti berikutnya, Werfete (2009) melakukan kajian terhadap pelaksanaan salah satu fungsi pada DPRD Kabupaten Kaimana yaitu fungsi pengawasan, hasil penelitian ini menunjukan bahwa membenarkan dugaan tentang lemahnya pelaksanaan pengawasan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Kaimana. Lemahnya fungsi pengawasan ini disebabkan oleh kualitas SDM anggota Dewan, komitmen para wakil rakyat, kontrol masyarakat, serta kemampuan Sekretariat Dewan yang minim. Penelitian Sopanah (2003) membuktikan bahwa pengetahuan dewan tentang anggaran berpengaruh signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD) dan interaksi antara pengetahuan dewan 20
  • 21. tentang anggaran dengan Partisipasi Masyarakat berpengaruh signfikan terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD), sedangkan interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak signfikan terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD). Menurut Indradi (2001) hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa kualitas Dewan yang diukur dengan Pendidikan, Pengetahuan, Pengalaman, dan Keahlian berpengaruh terhadap Kinerja Dewan salah satunya adalah kinerja pada saat melakukan fungsi pengawasan. Hasil penelitian Winarna dan Murni (2007) membuktikan bahwa Personal background dan political background tidak berpengaruh terhadap peran DPRD dalam pengawasan keuangan daerah, tetapi pengetahuan dewan berpengaruh terhadap peran DPRD dalam pengawasan keuangan daerah. Selain itu kemampuan manajerial atau kepemimpinan bisa disebabkan oleh latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang dimiliki oleh anggota dewan. Apalagi dewan yang baru duduk dan belum punya pengalaman dalam kepemimpinan. Sehingga perlu pembelajaran dan pengalaman untuk melakukannya. 2. Lemahnya dukungan dan partisipasi masyarakat Masyarakat sangat berperan dalam membantu dewan dalam melakukan pengawasan.Karena dari masyarakatlah anggota dewan bisa mendapatkan informasi dan data tentang pelaksanaan anggaran di lapangan. Untuk itulah perlu kerjasama dan dukungan moral dari masyarakat dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap anggota dewan. Achmadi et.al (2002) menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat merupakan kunci sukses dari pelaksanaan otonomi daerah karena dalam partisipasi menyangkut aspek pengawasan dan aspirasi. Pengawasan yang dimaksud di sini termasuk pengawasan terhadap pihak eksekutif melalui pihak legislatif. Peranan Dewan dalam melakukan pengawasan keuangan daerah akan dipengaruhi oleh keterlibatan masyarakat dalam advokasi anggaran. Jadi, selain pengetahuan tentang anggaran yang mempengaruhi pengawasan yang dilakukan oleh Dewan, partisipasi masyarakat diharapkan akan meningkatkan fungsi pengawasan. 3. Rendahnya komitmen atau motivasi anggota DPRD Tindakan untuk melakukan pengawasan dimulai dari komitmen anggota 21
  • 22. dewan itu sendiri. Bahkan dalam masa kampanyenya, anggota dewan berkoar-koar akan bersih dari KKN dan akan mengawasi jalannya pemerintahan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya ada oknum anggota dewan yang lupa akan janji-janjinya tersebut. Untuk itu perlu ditanamkan dalam diri anggota dewan itu sendiri komitmen atau motivasi berusaha semaksimal mungkin untuk mengawasi pelaksanaan anggaran yang telah disusunya bersama dengan Kepala Daerah. 4. Adanya campur tangan partai politik. Belum maksimalnya fungsi pengawasan karena dipengaruhi oleh faktor politik. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD dipengaruhi oleh partai politik yang mengusung anggota dewan. Sehingga ada kewajiban moral anggota dewan terhadap partai politiknya Penutup a. Kesimpulan Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD dapat dilakukan secara internal maupun eksternal. Pengawasan secara internal secara pribadi sedangkan pengawasan secara eksternal dilakukan melalui informasi yang didapat dari masyarakat atau informasi dari lembaganya. Sedangkan lemahnya pengawasan APBD oleh disebabkan oleh kurangnya kapabilitas anggota dewan karena kurangnya pengetahuan, pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Sedangkan partisipasi masyarakat dan campur tangan partai politik juga ikut mempengaruhi lemahnya pengawasan APBD. b. Saran Untuk mengatasi lemahnya pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan APBD dapat dilakukan beberapa hal berikut ini : 1. Peningkatan kualitas sumber daya anggota DPRD Peningkatan kualitas anggota dewan tidak saja melalui pendidikan dan pelatihan non formal, tetapi juga sebaiknya ditambah dengan pendidikan formal.Selain itu dengan adanya kegiatan berupa kunjungan kerja/studi banding ke daerah lain yang bisa menambah informasi dan pengalaman anggota dewan. Banyak yang beranggapan bahwa kunjungan kerja/studi 22
  • 23. banding menghambur-hamburkan uang rakyat tetapi ilmu dan informasi yang didapat selama mengikuti kegiatan sangat mendukung program kerja dewan khususnya dan untuk masyarakat nantinya. 2. Dalam kegiatan di dewan didukung dengan adanya staf ahli yang dapat memberikan masukan dan saran dalam melakukan pekerjaannya. Pendanaan dan penggajian staf ahli dilakukan di Sekretariat DPRD . Staf ahli bisa diperuntukan untuk masing-masing fraksi di DPRD. Keberadaan staf ahli ini bisa membantu dewan jika menemui kendala atau meminta saran dalam pengambilan keputusan. 3. Melibatkan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan dan pengawasan APBD. Dengan begitu aspirasi yang disampaikan masyarakat bisa ditampung dan dilaksanakan secara bersama-sama. Keberhasilan pembangunan di daerah juga perlu disokong oleh partisipasi masyarakat. Misalnya dalam rapat musrenbang, reses anggota dewan ke daerah pemilihan. Daftar Pustaka Halim, Abdul.(2008).Akuntansi Keuangan Daerah Edisi 3.Jakarta:Penerbit Salemba Empat. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah UU No. 27 tahun 2009 Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, danDewan Perwakilan Rakyat Daerah Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 23
  • 24. 24
  • 25. IMPLEMENTASI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU HESTI SETIORINI 017879834 hestysetioriny@gmail.com PROGRAM STUDI AKUNTANSI (S1) ABSTRAK Kabupaten Mukomuko merupakan implikasi otonomi daerah terhadap lembaga sektor publik yang terbentuk lewat UU No.3 Tahun 2003 sebagai pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Utara. Pemerintah daerah dituntut untuk mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, sehingga transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah dapat terlaksana dengan baik. Pemerintah kabupaten Mukomuko meraih penghargaan wajar tanpa pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan tiga tahun berturut-turut. ( www.bpkp.go.id , 2011). Masalah yang dibahas adalah bagaimana penerapan transparansi dan akuntabilitas pemerintah kabupaten Mukomuko. Tujuan penulisan ini untuk mneganalisis penerapan transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah kabupaten Mukomuko. Metode penulisannya adalah study pustaka, metode pengumpulan data menggunakan deskriptif kualitatif. Bentuk transparansi penyelenggaraan pelayanan pemerintah daerah Kabupaten Mukomuko dilaksanakan dengan penyampaian informasi laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar (Antara Bengkulu), iklan layanan masyarakat (TVRI Bengkulu), liputan media internet (Website:http//www.mukomukokab.go.id). Bentuk pertanggungjawaban pemerintahan daerah Mukomuko yaitu laporan keuangan yang terdiri dari perhitungan APBD (Laporan realisasi anggaran), Laporan Aliran Kas dan Neraca. Rekomendasi yang dapat diberikan yaitu diperlukannya partisipasi aktif dari masyarakat dan swasta untuk memberi tanggapan atas informasi laporan pertanggungjawaban pemerintah yang telah disampaikan, sebagai alat monitoring dan 25
  • 26. evaluasi dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di kabupaten Mukomuko. Kata Kunci: Transparansi, Akuntabilitas, Pem.Kab. Mukomuko, Otonomi Daerah 1. Pendahuluan Di era reformasi sekarang ini, akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan, ada beberapa tuntutan yang semakin besar dari masyarakat atau stakeholder kepada lembaga sektor publik atau pemerintah untuk melakukan transparansi dan akuntabilitas. Tuntutan masyarakat ini terkait dengan transparansi dalam pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yang terdiri atas hak untuk mengetahui (right to know), hak untuk diberi informasi (right to be informed), dan hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened to) (Mardiasmo. 2009:171) Lembaga sektor publik atau pemerintah dituntut untuk lebih efisien, tangguh dan professional. Untuk mewujudkan hal tersebut harus dilakukan efisiensi biaya misalnya, strategic cost management, restrukturisasi organisasi, privatisasi serta perekrutan SDM yang berkualitas dan berintegrasi tinggi, oleh karena semakin kuatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas dan perlu dilakukannya transparansi dan pemberian informasi kepada publik atau kepada pihak yang membutuhkan atas informasi tersebut. Dalam organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi atas aktiva dan kinerja keuangan pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut, baik pemerintah pusat maupun daerah harus bisa memberikan informasi tersebut (Tettet, dkk, 2011). Akuntabilitas (accountability) mengacu pada pengelolaan atas suatu aktivitas secara ekonomis dan efisien dengan kewajiban untuk melaporkan, menyajikan dan mengungkapkan kepada publik. Perkembangan lembaga sektor publik atau pemerintah khususnya di Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah. Salah satu Ketetapan MPR yaitu TAP MPR No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah, pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara K esatuan Republik Indonesia, merupakan landasan hukum bagi dikeluarkannya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah sebagai Dasar P enyelengaraan Otonomi Daerah. Kebijakan otonomi daerah merupakan langkah yang strategis dalam menjawab permasalahan pemerintah seperti kemiskinan, ketidak merataan pembangunan dan masalah pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), dengan adanya otonomi daerah juga dapat mendorong pemerintah untuk menyongsong 26
  • 27. era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah. UU ini memberikan otonomi kepada daerah kabupaten dan kota untuk melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Sehingga dengan semakin besar partisipasi masyarakatnya akan mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan lainnya, seperti pergeseran orientasi pemerintah dari command and control menjadi orientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik. Di samping Undang-undang tersebut, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Permendagri No.13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada intinya semua peraturan tersebut menginginkan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah, dimana setiap kabupaten memiliki kewajiban untuk membuat laporan keuangan untuk mempertanggungjawabkan aktivitas yang telah dilakukan. Laporan keuangan tersebut akan diaudit atau diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK akan memberikan pendapat atau opini atas laporan keuangan tersebut. Implikasi otonomi daerah terhadap sektor publik adalah bahwa pemerintah daerah dituntut untuk mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, DPRD dan pihak yang menjadi stakeholder pemerintah daerah, sehingga transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah dapat terlaksana dengan baik. Kabupaten Mukomuko terbentuk lewat UU No.3 tahun 2003, sebagai pemekaran dari kabupaten Bengkulu Utara. Pemerintah daerah kabupaten Mukomuko meraih penghargaan wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tiga tahun berturut-turut (Tahun 2009, 2010, 2011 (www.bpkp.go.id , 2011). Jika seluruh satuan kerja perangkat daerah mematuhi mekanisme pelaporan tentu hasilnya akan transparan dan akuntabel sehingga mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), (Sapto Amal Damanhari, 2011). Hal inilah yang melatar belakangi penulisan karya ilmiah ini dengan mengangkat judul Implementasi Transparansi dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu. Adapun rumusan masalah yang ingin dibahas adalah bagaimana transparasnsi dan akuntabilitas Pemerintah Daerah Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu. Sedangkan tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menganalisis penerapan t ransparansi dan akuntabilitas Pemerintah Daerah Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu. 27
  • 28. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Definisi Transparansi Transparansi menurut UNDP (Mardiasmo, 2009 : 18) dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentigan public secara langsung dapat diperoleh mereka yang membutuhkan. Transparansi dapat diketahui banyak pihak mengenai pengelolaan keuangan daerah dengan kata lain segala tindakan dan kebijakan harus selalu dilaksanakan secara terbuka dan diketahui oleh umum. Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintah, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil yang dicapai. (Krina, 2003 : 14) Transparansi penyelenggaraan pelayanan publik merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat mulai dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta mudah diakses oleh semua pihak yang membutuhkan informasi tersebut, memiliki prosedur pelayanan yang sederhana, tidak berbelit-belit, mudah dipahami serta mudah dilaksanakan. Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa transparansi adalah keterbukaan publik atau kebebasan dalam memperoleh informasi mengenai kebijakan, proses pelaksanaannya serta hasil yang dicapainya dengan tujuan untuk menyediakan informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance). 2.2 Definisi Akuntabilitas Akuntabilitas (Ulum, 2004:40) merupakan suatu pertanggungjawaban oleh pihak yang diberi kepercayaan oleh masyarakat dimana nantinya terdapat keberhasilan atau kegagalan di dalam pelaksanaan tugasnya tersebut dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Krina (2003:9), akuntabilitas adalah prinsip yang menjamin setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan. Menurut Mardiasmo (2009:18) Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan. Finner dalam Widodo menjelaskan akuntabilitas sebagai konsep yang berkenaan dengan standar eksternal yang menentukan kebenaran suatu tindakan birokrasi. Pengendalian dari luar (exernal control) menjadi sumber akuntabilitas yang memotivasi dan mendorong aparat untuk bekerja keras. Masyarakat sebagai penilai objektif yang 28
  • 29. akan menentukan accountable atau tidaknya sebuah birokrasi. Ciri-ciri pemerintahan yang accountable adalah 1) mampu menyajikan informasi penyelanggaraan pemerintahan secara terbuka, cepat dan tepat kepada masyarakat; 2) mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik; 3) mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara proporsional; 4) mampu memberikan ruang kepada masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintah; 5) adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja (performance) pemerintah, sehingga dengan adanya pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian pelaksanaan program/kegiatan pemerintah. Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas adalah suatu bentuk pertanggungjawaban atas kegiatan yang telah dilakukan oleh pelaku kepada masyarakat atau kepada pihak yang membutuhkan pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas juga dapat diartikan sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah baik pusat maupun daerah kepada publik atas semua kegiatan yang telah terjadi. Menurut (Ellwood:1993) menjelaskan terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu: 1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality). Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik. 2. Akuntabilitas proses (process accountability), terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur administrasi. 3. Akuntabilitas Program (program accountability), terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal. 4. Akuntabilitas Kebijakan (policy accountability), terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas. 3. Metode Penelitian 3.1 Jenis Penelitian 29
  • 30. Jenis penulisan karya ilmiah ini adalah deskriptif kualitatif. Peneliti bermaksud untuk membuat deskripsi mengenai situasi atau kejadian-kejadian. 3.2 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah study pustaka yaitu kajian berdasarkan teori yang berhubungan dengan transparansi dan akuntabilitas yang menghubungkan fenomena pemerintah daerah kabupaten Mukomuko yang bersumber dari referensi, baik dari buku maupun data dari internet yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat. 4. Pembahasan 4.1 Penyajian Informasi Akuntansi Pemerintah Daerah untuk Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Terciptanya transparansi dan akuntabilitas adalah melalui adanya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang komprehensif. Dalam era otonomi daerah, pemerintah daerah diharapkan dapat menyajikan laporan keuangan yang terdiri dari atas Laporan Perhitungan APBD (Laporan Realisasi Anggaran), Laporan Aliran Kas dan Neraca. Laporan keuangan tersebut merupakan bagian penting untuk menciptakan akuntabilitas dan merupakan salah satu alat ukur kinerja keuangan pemerintah daerah. Dengan adanya otonomi daerah, tantangan yang dihadapi pemerintah daerah adalah menyediakan informasi yang transparan sehingga dapat digunakan untuk memonitor akuntabilitas pemerintah daerah yang meliputi akuntabilitas finansial (financial accountability), akuntabilitas manajerial (managerial accountability), akuntabilitas hukum (legal accountability), akuntabilitas politik (political accountability), dan akuntabilitas kebijakan (policy accountability). Dengan demikian apa yang diharapkan masyarakat dapat terwujud. 4.2 Bentuk Transparansi di Kabupaten Mukomuko Kabupaten Mukomuko adalah salah satu kabupaten baru di provinsi Bengkulu yang merupakan daerah pemekaran dari kabupaten Bengkulu Utara. Secara admininistratif, kabupaten Mukomuko terbagi menjadi 15 kecamatan, 132 Dessa dan 4 Kelurahan. Pada tahun 2006 memiliki jumlah penduduk 131.984 jiwa yang terdiri dari 87.721 jiwa pria dan 64.263 wanita, dengan tingkat kepadatan penduduknya mencapai 33 per km2. Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, transparansi setidaknya harus mencakup 30
  • 31. transparansi dalam alokasi dan penggunaan anggaran, pembuatan peraturan daerah, perencanaan daerah dan tindakan-tindakan lainnya yang mempengaruhi kehidupan masyarakat daerah tersebut. Untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan pemerintah daerah kabupaten Mukomuko menyediakan informasi dalam mempublikasikan kebijakan melalui alat-alat komunikasi seperti adanya iklan layanan masyarakat (TVRI Bengkulu), media internet (Website: http//www.mukomukokab.go.id), dan surat kabar (Antara Bengkulu). Sehingga apabila masyarakat daerah kabupaten Mukomuko ingin mengetahui informasi mengenai daerah tersebut dapat diakses dengan cepat. 4.3 Bentuk Akuntabilitas di Kabupaten Mukomuko Salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas adalah adanya laporan keuangan yang terdiri dari atas Laporan Perhitungan APBD (Laporan Realisasi Anggaran), Laporan Aliran Kas dan Neraca yang dapat disajikan sebagai laporan pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat, sehingga pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut dapat mengevaluasi kinerja pemerintah. Dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI Perwakilan Provinsi Bengkulu diketahui bahwa perbandingan atas laporan anggaran belanja dan pendapatan dengan laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah kabupaten Mukomuko tahun 2010 dan 2011, diketahui kejelasan yang akurat antara laporan anggaran dan laporan realisasi anggaran yang digunakan oleh sekretariat daerah dan tiap satuan kerja perangkat daerahnya selama dua tahun tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja keuangaan pemerintah daerah kabupaten Mukomuko sangat bagus dan jauh dari tindak korupsi. Kinerja keuangan pemerintah daerah dikatakan sangat bagus jika pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sedangkan penyusunan laporan keuangan daerah sesuai dengan aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. 5. Penutup 5.1 Kesimpulan 1. Transparansi dalam pertanggungjawaban pemerintah daerah Kabupaten Mukomuko dilaksanakan dengan penyampaian informasi laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Di daerah kabupaten Mukomuko informasi laporan pertanggungjawaban disampaikan melalui alat-alat 31
  • 32. komunikasi seperti surat kabar (Antara Bengkulu), iklan layanan masyarakat (TVRI Bengkulu), liputan media internet (Website:http//www.mukomukokab.go.id). 2. Pemerintahan daerah kabupaten Mukomuko membuat laporan Keuangan yang terdiri dari atas Laporan Perhitungan APBD (Laporan Realisasi Anggaran), Laporan Aliran Kas dan Neraca sebagai laporan pertanggungjawaban yang disampaikan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah dan kepada masyarakat 5.2 Saran 1. Laporan keuangan pemerintah daerah yang dihasilkan merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan publik, sehingga untuk menghasilkan laporan keuangan tersebut dibutuhkan tenaga akuntansi yang terampil dan memadai, hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan bimbingan teknis akuntansi bagi pegawai yang ditugaskan sebagai pengelola keuangan atau melalui rekrutmen pegawai baru yang memiliki kemampuan akuntansi keuangan daerah. 2. Agar transparansi dan akuntabilitas dapat terlaksana dengan baik, maka diperlukan partisipasi aktif dari masyarakat dan swasta untuk memberi tanggapan atas informasi laporan pertanggungjawaban pemerintah yang telah disampaikan kepada masyarakat. Karena dengan adanya tanggapan dari masyarakat dan swasta dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di kabupaten Mukomuko. DAFTAR PUSTAKA BPKP. Kepala BPK Bengkulu: Pembinaan BPKP Bengkulu Dalam Tingkatan Kualitas Opini LK Pemda Memiliki Hasil. Web: http//www.bpk.go.id ( 12 Februari 2013, 18:23 Wib) Elwood, Sheila. 2003. Parish and Town Council: Financial Accountability and Management. Local Government Studies Vol.19,PP.368-386. Finner, Herman, dalam Joko Widodo (2005). Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Banyumedia Publishing. Malang Krina. 2003. Indikator dan Alat Ukur Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas. Web:http//www.googgovernance.com (12 Februari 2013, 17:20 Wib) 32
  • 33. Lilik Alichati, Bambang Prasetyio, Prasetya Irawan. 2011. Metode Penelitian Sosial. UT. Jakarta Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Andi. Yogyakarta Mardiasmo. 2002. Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian Daerah. Jurnal Otonomi Daerah-Th.1-No.4-Juni 2002. Tettet Fitrijanti, Fery Mulyawan, Hamdi Sukirwan. 2011. Akuntansi Sektor Publik. UT. Jakarta Ulum, Ihyaul. 2004. Akuntansi Sektor Pulik Sebagai Pengantar. UMM. Malang 33
  • 34. ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO TAHUN 2011 DISUSUN OLEH EKA ROBIANTO NIM : 016337536 Email : Robianto_eka@yahoo.com JURUSAN AKUNTASI 34
  • 35. FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TERBUKA 2013 ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO TAHUN 2011 EKA ROBIANTO UNIVERSITAS TERBUKA ABSTRACT Penelitian ini bertujuan untuk pengaruh dana perimbangan yang merupakan inti dari pemberlakuan desentralisasi iscal terhadap pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar daerah di Indonesia pada periode tahun 2010. Penelitian menggunakan analisis panel data dengan model regresi fixed effect dan metode Generelized Least Square (GLS). Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil sumber daya alam, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Implikasi dari financial sharing, pemerintah pusat memberikan bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber daya alam pada daerah yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan iscale. Distribusi sumber daya alam dan pajak tidak merata disemua daerah. Oleh sebab itu, pemerintah pusat memberikan dana alokasi umum yang bertujuan untuk fiscal equalizations dan mengurangi kesenjangan antar daerah. Pemerintah pusat juga memberikan dana alokasi khusus pada daerah yang dianggap kurang mampu membiayai kegiatannya dari penerimaan daerahnya sendiri. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Kebijakan desentralisasi iscal di Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi daerah tetapi nilai pertumbuhan yang dihasilkan iscale rendah. (2) Dana bagi hasil pajak meningkatkan disparitas antar daerah sedangkan dana alokasi umum yang berfungsi sebagai pemerata iscal belum berpengaruh dalam meminimalisasi disparitas pendapatan antar daerah.3. Rasio Keuangan APBD pada Pemda dan Kabupaten Mukomuko Sangat Baik. Keyword : Rasio, Kinerja, APBD 35
  • 36. 1. Pendahuluan Pertimbangan mendasar dari terselenggaranya otonomi daerah ditinjau dari perkembangan kondisi di dalam negeri yang mengindikasikan bahwa rakyat menginginkan keterbukaan dan kemandirian (desentralisasi). Kondisi di luar negeri juga menunjukan semakin maraknya globalisasi yang menuntut daya saing tiap negara, termasuk daya saing Pemerintahan Daerahnya ( Halim, 2002:2). Tujuan program otonomi daerah menurut Bastian (2006:38) adalah untuk menciptakan kehidupan politik yang lebih demokratis, menciptakan system yang lebih menjamin pemerataan dan keadilan, ,memungkinkan setiap daerah menggali potensi natural dan cultural yang dimiliki, dan kesiagapan menghadapi tantangan globalisasi, serta yang sangat penting adalah terpeliharanya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kata lain, Pemerintah ingin melaksanakan Pasal 18 UUD 1945, yaitu dengan melaksanakan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan berdasarkan pada Undang undang Nomor 22 Tahun 1999 juncto Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 juncto Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan Sistem Pemerintahan Desentralisasi dan sudah mulai efektif dilaksanakan sejak tanggal 1 Januari 2001. Menurut Bastian (2001:6) menyatakan bahwa diperlukan suatu laporan keuangan yang handal dan dapat dipercaya agar dapat menggambarkan sumber daya keuangan derah berikut dengan analisis prestasi pengelolaan sumber daya keuangan daerah itu sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah identik dengan adanya tuntutan pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (good governance) dalam rangka efektivitas dan efisiensi pembangunan daerah dalam kerangka otonomi memerlukan prasyarat berupa tata pemerintahan yang baik dan bersih. Salah satu upaya nyata dalam penerapan prinsip-prinsip dasar good governance melalui penyampaian laporan pertanggung jawaban keuangan pemerintahan daerah dengan standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum.Proses penyusunan anggaran sector public umumnya disesuaikan dengan peraturan lembaga yang lebih tinggi yang didasarkan pada Undang Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sehingga lahirlah 3 (tiga) paket peraturan perundang undangan, yaitu Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang Undang Nomor 1Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara yang telah 36
  • 37. membuat perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Pemerintahan dan pengaturan keuangan, khusunya perencanaan dan pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat. Kemudian keluar peraturan baru lainnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 (saat ini telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007) tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yang menggantikan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002. Kinerja keuangan setiap Pemerintahan Daerah baik pada Kabupaten atau Kota dapat dilihat indicator rasio keuangan dari masing masing daerah. Menurut Widodo dalam Halim (2004: 126) terdapat beberapa analisa Rasio dalam pengukuran kinerja keuangan daerah yang dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yaitu : (1) rasio kemandirian keuangan daerah, (2) rasio efektivitas dan efisiensi keuangan daerah, (3) rasio aktivitas, (4) Debt Service Coverage Ratio (DSCR), dan (5) rasio pertumbuhan. Opini yang diberikan BPK-RI atas LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) tersebut bukan merupakan hadiah ataupun pemberian semata, melainkan adalah cerminan kerja keras dan keseriusan dari masing-masing Kepala Daerah beserta jajarannya. Penilaian BPK RI dilandaskan pada pernyataan professional pemeriksa (auditor) mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam masing-masing LKPD yang didasarkan kepada criteria (Sarjono,2012): 1. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) 2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures) 3. Kepatuhan terhadap Peraturan Perudnang-Undangan 4. Efektivitas system pengendalian intern Jika semua criteria diatas terpenuhi dari LKPD, maka secara umum rasio dalam pengukuhan kinerja keuangan daerah yang dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terdiri atas rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektifitas dan ifisiensi keuangan daerah, rasio aktivitas dan rasio pertumbuhan berada pada tingkat kinerja yang tinggi ( Wajar Tanpa Pengecualian/WTP). Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) Perwakilan Bengkulu sebagai auditor eksternal menyatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir adanya kecendrungan perbaikan dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah di Provinsi Bengkulu. Hal ini terbukti dari peningkatan opini BPK-RI Perwakilan Bengkulu atas laporan keuangan daerah Tahun 2010. Laporan keuangan Kabupaten Mukomuko 3 (tiga) tahun berturut-turut Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Kabupaten Kaur 2 (dua) tahun berturut-turut WDP menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), sedangkan 37
  • 38. Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Lebong mendapat Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), lebih baik dari opini tahun sebelumnya yang hanya dapat mendapat opini Disclaimer (Rusmana, 2012). Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK-RI Perwakilan Bengkulu memutuskan dan menyatakan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemenrintah Daerah Tahun Anggaran (LKPD TA) 2011 pada 3 (tiga) entitas laporan, yaitu Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Bengkulu Tengah, dan Kabupaten Kaur. Untuk Kabupaten Kepaiang, Kabupaten Lebong, Kabupaten Rejang lebong, dan Kabupaten Bengkulu Selatan untuk LKPD TA 2011 dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) (Rusmana, 2012). 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Selatan dan Kabupaten yang dituangkan dengan judul : Analisis Kinerja Keuangan Kabupaten Mukomuko Tahun 2011. 3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk menganalisis Analisis Kinerja Keuangan Kabupaten Mukomuko Tahun 2011. Manfaat Praktis bagi Peneliti Analisis : 1. Merupakan sarana untuk belajar dan menuangkan pikiran dan gagasan serta untuk menambah pengetahuan dan pengalaman di bidang penelitian dan juga pengetahuan tentang kinerja keuangan Pemerintah Daerah dengan menggunakan indicator analisis Rasio keuangan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam membuat kebijakan serta menentukan arah dan strategi dalam perbaikan kinerja keuangan pemerintahan daerah untuk masa yang akan datang. 3. Bagi Fakultas Ekonomi, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah dan dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa Fakulats Ekonomi, khususnya Jurusan Akutansi Universitas Terbuka Bengkulu. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Keuangan Daerah dinyatakan bahwa kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan atau program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Semua hak keuangan daerah adalah untuk memungut semua sumber-sumber peneriman pemerintah daerah seperti pajak, restribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain lain dan atau hak untuk menerima sumber-sumber penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sesuai peraturan yang ditetapkan. Dalam penilaian indicator kinerja sekurang-kurangnya ada 4(empat) tolok ukur penilaian kinerja keuangan Pemerintah Daerah yaitu : 38
  • 39. a. Penyimpangan antara realisasi anggaran dengan target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). b. Efisiensi Biaya. c. Efektifitas Program. d. Pemerataan dan Keadilan. Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan peemrintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan restribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.Kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan pusat ataupun dari jaminan. Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang direncanakan dan dibandingkan dengan target yang diterapkan berdasarkan potensi nyata (riil) daerah. Rasio Aktivitas menggambarkan bagaimana Pemerintah Daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja investasi (Belanja Pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekenomi masyarakat cenderung semakin kecil. Opini BPK-RI sebagai auditor ekternal atas LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) merupakan pernyataan professional sebagai kesimpulan mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan, bahwa opini BPK-RI berdasarkan criteria yang terdiri atas: 1. Kesesuaian dengan Standar Akutansi Pemerintahan (SAP). 2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures) 3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. 4. Efektifitas system pengendalian intern. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI memberikan 4 (Empat) jenis opini terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yaitu : a. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah pendapat yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, Laporan Realisasi APBD, Laporan Arus Kas, Neraca dan Catatan Atas laporan Keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. b. Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 39
  • 40. Wajar Dengan Pengecualian (WDP) adalah pendapat yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang diperiksa menayjikan secara wajar dalam semua hal yang material, Laporan Realisasi APBD, Laporan Arus Kas, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. c. Tidak Wajar (TW) Tidak Wajar (TW) adalah pendapat yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang diperiksa tidak menyajikan secara wajar Laporan Realisasi APBD, Laporan Arus Kas, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Jika laporan keuangan mendapatkanopini jenis ini, berarti auditor meyakini laporan keuangan pemerintah daerah diragukan kebenarannya, sehingga dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. d. Menolak Memberikan Opini (MMO) Menolak Memberikan Opini (MMO) adalah pendapat yang menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dikarenakan bukti pemeriksaan (auditing) tidak cukup untuk membuat kesimpulan. Opini ini bias diterbitkan jika auditor menganggap ada ruang lingkup audit yang dibatasi oleh Pemerintah Daerah yang diaudit,misalnya karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk bias menyimpulkan dan menyatakan laporan sudah disajikan dengan wajar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dikembangkan saran sebagai berikut: 1. Rasio keuangan APBD pada Pemda Kabupaten Kepahiang dan Pemda Kabupaten Rejang Lebong, maka kinerja keuangan dikatagorikan baik dilihat dari rasio efektifitas dan rasio aktivitas yang terdiri dari rasio belanja rutin dan rasio belanja pembangunan. 2. Pemda Kabupaten Kepahiang dan Pemda Kabupaten Rejang Lebong dapat menjalankan tugasnya secara efektif karena hanya ada beberapa rasio-rasio yang menunjukan kurangnya kinerja Pemda Kabupaten Kepahiang dan Rejang Lebong dalam mengelolah sumber dana yang dimilikinya. 3. Kinerja Keuangan Pemda Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Rejang Lebong selama periode penelitian (tahun 2008 2010) kinerja keuangnnya sudah mencapai tingkat kinerja keuangan yang cukup efektif, tetapi diantara kedua peemrintah tersebut lebih efektif Kabupaten Rejang Lebong karena persentase rata rata pertahun Pemda Rejang Lebong sudah mencapai persentase lebih dari 100% yang dikategorikan sangat efektif. 40
  • 41. 4. Pembahasan Pengelolaan Keuangan Daerah Tahun 2011 di Kabupaten Mukomuko dilaksanakan berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang telah direvisi dengan Permendagri 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Komponen Pokok atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Mukomuko Tahun 2011 dijelaskan sebagai berikut : 1. Laporan Realisasi APBD Tahun Anggaran 2011 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Mukomuko tahun anggaran 2011 ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Mukomuko Nomor 01 Tahun 2011 tanggal 13 Januari 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2011 dan Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko Nomor 38 Tahun 2011 tanggal 24 November 2011 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (PAPBD) Tahun 2011, dengan jumlah sebagai berikut : NO URAIAN a. b. c. d. Pendapatan Belanja Surplus/Defisit Pembiayaan : Penerimaan Pengeluaran Pembiayaan Netto Sisa Lebih/Kurang e. ANGGARAN (Rp) 415.154.129.429,19 392.572.404.842,68 22.581.724.586,51 REALISASI (Rp) 418.638.587.193,48 371.383.295.192,00 47.255.292.001,48 5.712.650.413,49 28.294.375.000,00 (22.581.724.586,51) - 4.948.513.513,49 28.242.652.644,00 (23.294.139.130,51) 23.961.152.870,97 % 100,84 94,60 209,26 86,62 99,82 103,15 Tabel di atas menggambarkan pencapaian kinerja keuangan secara umum, yaitu realisasi pendapatan sebesar Rp 418.638.587.193,48 atau 100,84% dari anggaran sebesar Rp 415.154.129.429,19 dan realisasi belanja sebesar Rp 371.383.295.192,00 atau 94,60% dari anggaran sebesar Rp 392.572.404.842,68. Realisasi penerimaan pembiayaan sebesar Rp 4.948.513.513,49 atau 86,62% dari anggararan sebesar Rp 5.712.650.413,49, sedangkan realisasi pengeluaran pembiayaan Rp 28.242.652.644,00 atau 99,82% dari anggaran sebesar Rp 28.294.375.000,00. Dengan demikian realisasi pembiayaan neto menjadi minus sebesar Rp 23.294.139.130,51, sehingga SILPA tahun 2011 menjadi Rp 23.961.152.870,97. 2. Neraca per 31 Desember 2011 Neraca Pemerintah Kabupaten Mukomuko per 31 Desember 2011 menggambarkan posisi aset, kewajiban dan ekuitas dana per 31 Desember 2011 41
  • 42. dengan jumlah aset sebesar Rp 1.060.313.672.542,91 kewajiban sebesar Rp 67.882.895,00 dan ekuitas dana sebesar Rp 1.060.245.789.647,91. Penyajian susunan Neraca Pemerintah Kabupaten Mukomuko per 31 Desember 2011 dilakukan berdasarkan konversi sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan yang diatur dalam PP No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). 3. Laporan Arus Kas Tahun 2011 Arus kas tahun 2011 sebagai berikut : No Uraian 1 2 3 4 5 Saldo Awal Kas per 1 Januari 2011 Arus Kas Masuk Arus Kas Keluar Kenaikan (Penurunan) Kas (2-3) Saldo Akhir Kas per 31 Desember 2011 (1+4) Jumlah Rp 6.035.749.482,49 445.229.143.637,48 426.862.600.736,00 18.366.542.901,48 24.392.103.965,97 Sumber arus kas masuk tahun 2011 sebesar Rp. 445.229.143.637,48 diperoleh dari aktivitas operasi sebesar Rp. 418.638.587.193,48 dan dari aktifitas non anggaran sebesar Rp. 26.590.556.444,00. Jumlah arus kas masuk lebih besar dari pada arus kas keluar sehingga terjadi kenaikan kas pada tahun 2011 sebesar Rp. 18.366.542.901,48 yang mengakibatkan Saldo Akhir Kas menjadi Rp. 24.392.103.965,97. Terdiri dari kas daerah sebesar Rp 23.924.773.724,97, kas di bendaharawan penerimaan sebesar Rp 363.068.200,00 dan kas di bendaharawan pengeluaran sebesar Rp 104,262,041.00. 4. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan memberikan informasi tentang komponen laporan keuangan, penyajian catatan atas laporan keuangan menjadi satu kesatuan dengan komponen laporan keuangan lainnya. Hal-hal yang diungkap dalam catatan atas Laporan keuangan menjadi informasi atau penjelasan Laporan Pertanggungjawaban Bupati Mukomuko. 5. Kesimpulan dan Saran - Kesimpulan Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada Pemerintah Kabupaten Mukomuko telah diterapkan dengan baik, hal ini terlihat dari adanya penyajian laporan keuangan yang sudah meliputi laporan realisasi anggaran, laporan arus kas, neraca, dan catatan atas laporan keuangan yang telah disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). - Saran 42
  • 43. Peneliti menyarankan agar pelaksanaan penerapan standar akuntansi pemerintahan lebih optimal maka pemahaman karyawan terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ditingkatkan, salah satunya dengan cara adanya pelatihan terpadu dari Kepala Bagian kepada karyawan pelaksana pengelolaan keuangan tentang pelaksanaan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan REFERENSI : Bastian, Indra, 2002, Manual Akunatnsi Keuangan Pemerintah Daerah Yogyakarta : (BPFE UGM. BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu, 2012, Tiga Entitas Peroleh Opini WTP Berturut Turut (Online) dari : http://bengkulu.bpk.go.id/web/?cat=3 [Diakses :03 Januari 2013, Pukul 10.00 Wib] Halim, Abdul, 2002, Akutansi Sektor public : Akuntasi Keuangan Daerah, Jakarta : Salemba Empat Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Jakarta. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Keuangan Daerah, Jakarta. Rumana, Ade Iwan., 2012. Peningkatan Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah di Provinsi Bengkulu. (Online), Dari : http//Bengkulu.bpk.go.id/web/p=1204[Diakses : 03 Januari 2013, Pukul 10.30 Wib] Sarjono, 2012. Mengenal Opini Laporan Keuangan Pemda, (online), Dari : http//sarjono2299.blogspot.com/mengenal-opini-keuangan-pemda. html [Diakses : 04 Januari 2013, Pukul 12.30 Wib] Widodo dalam Halim, Abdul., 2002. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta ; Salemba Empat. 43
  • 44. 44
  • 45. UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN PEMILIK USAHA KECIL MENENGAH DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PERPAJAKAN Adhin Achmad Kuncahyo Program Studi Akuntansi Universitas Terbuka adhinachmad@gmail.com ABSTRAK Pajak merupakan penopang utama penerimaan negara, persentase penerimaan pajak beberapa tahun terakhir mencapai 70% dari APBN. Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia pada tahun 2011 mencatat bahwa sektor Usaha Kecil dan M enengah (UKM) mampu berkontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,5%. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kismantoro Petrus menyatakan Jumlah UKM yang melakukan kewajiban pajak masih sangat sedikit, apalagi jumlah UKM di Indonesia sekitar 60 juta. Kontribusi UKM dalam penerimaan pajak hanya 0.5 persen. Dilihat dari porsi besar kontribusi pada PDB, seharusnya UKM berkontribusi lebih besar pada penerimaan pajak. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui banyak faktor yang mempengaruhi kesadaran pemilik UKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, antara lain pengetahuan dan pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, manfaat yang dirasakan dari pajak, kemudahaan dalam melaporkan kewajiban perpajakannya serta kualitas pelayanan. Meningkatkan kesadaran pemilik UKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya bukan hal yang mudah, diperlukan peran aktif dari petugas pajak dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak untuk membina wajib pajak. Selain itu peran pemerintahan yang lebih tinggi dalam mengawal penggunaan dana APBN agar memberikan manfat yang besar bagi rakyat. Pemerintah diharapkan menerbitkan peraturan yang memudahkan pelaku UKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sehingga masyarakat umumnya dan pemilik UKM khususnya sadar akan pentingnya memenuhi kewajiban perpajakannya. Kata kunci : Kesadaran memenuhi kewajiban perpajakan, Kualitas Pelayanan, Pengetahuan peraturan perpajakan, Pajak UKM PENDAHULUAN Pajak sebagai salah satu unsur penerimaan negara yang sangat penting dalam membiayai pembangunan. Para ahli telah memberikan suatu batasan dalam hal pengertian pajak ini. Menurut Adriana dalam buku Waluyo dan Ilyas (2002, hal 4). Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung, dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara yang 45
  • 46. menyelenggarakan pemerintahan(Waluyo dan Ilyas,2002,hal 4). Pajak merupakan penyumbang terbesar dalam APBN Indonesia, sekitar 70% penerimaan negara ditopang oleh pendapatan dari pajak. Dalam APBN 2013, tax ratio disepakati sebesar 12,87% dari PDB dimana perhitungan ini hanya memasukkan penerimaan perpajakan pemerintah pusat. Penerimaan pajak tersebut direncanakan terdiri atas penerimaan perpajakan terdiri atas pajak dalam negeri sebesar Rp1.134,3 triliun dan pajak perdagangan internasional Rp58,7 triliun. Pajak mempunyai kontribusi yang sangat besar untuk kepentingan pembangunan dan belanja pemerintah. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan berbagai cara dalam mengamankan dan menggali potensi perpajakan di Indonesia. Salah satunya berupa usaha Ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. Ektensifikasi dilakukan dengan menambah jumlah wajib pajak terdaftar dalam hal ini menjaring sebanyak-banyaknya wajib pajak baru terutama Wajib Pajak Orang Pribadi. Sedangkan kegiatan intensifikasi pajak dilakukan dengan mengoptimalkan penerimaan pajak dari Wajib Pajak yang telah terdaftar. Kegiatan tersebut dilakukan secara terpadu untuk menemukan adanya indikasi potensi pajak yang belum tergali. Mulai September 2011 Direktorat Jenderal Pajak melaksanakan program Sensus Pajak Nasional yang dimaksudkan untuk mendata semua wajib pajak potensial, terutama yang selama ini belum menyetorkan pajaknya dengan benar. Dalam program ini Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penyisiran wajib pajak mulai dari daerah industri, pemukiman, pusat perbelanjaan, perkantoran,apartemen hingga sentra ekonomi. Direktorat Jenderal Pajak terutama mengincar Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang memang menyimpan potensi pajak yang besar dan belum tergali. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia pada 2011 mencatat bahwa jumlah UKM di Indonesia mencapai angka 55,21 juta unit, dengan komposisi usaha kecil sebanyak 609.195 unit serta usaha menengah sekitar 44.280 unit. Artinya, sektor UKM di Indonesia bertumbuh cukup pesat. Berkembangnya dunia kewirausahaan yang berujung pada meningkatnya jumlah UKM merupakan salah satu penopang perekonomian nasional di tengah resesi global yang melanda dunia. Upaya Meningkatkan kesadaran pemilik UKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya bukanlah perkara gampang, karena disamping peran aktif dari petugas pajak, juga dituntut kesadaran dari wajib pajak itu sendiri. Upaya pendidikan, penyuluhan dan sebagainya, tidak akan berarti banyak dalam membangun kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, jika masyarakat tidak merasakan manfaat dari kepatuhannya membayar pajak. Disisi lain ancaman hukuman yang kurang keras terhadap wajib pajak yang bandel juga menyebabkan wajib pajak banyak yang cenderung untuk mengabaikan kewajiban perpajakannya. Padahal Undang-undang tentang perpajakan dengan jelas mencantumkan kewajiban para wajib pajak membayar pajak. 46
  • 47. Agus Nugroho Jatmiko (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh sikap Wajib Pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak, dengan populasi wajib pajak orang pribadi (WP OP) di kota semarang. Dari data KPP akhir tahun 2003 sebanyak 29.006 WP OP yang merupakan WP OP efektif, peneliti mengambil responden sebanyak 100 orang. Kesimpulannya bahwa sikap WP terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap WP terhadap pelayanan fiskus dan sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Penelitian lain oleh Suryadi (2006) tentang mode hubungan kausal kesadaran, pelayanan, kepatuhan wajib pajak dan pengaruhnya terhadap penerimaan pajak di Jawa Timur dengan responden sebanyak 800 Wajib Pajak pembayar terbesar yang terdaftar di 8 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di bawah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur. Dari 8 KPP tersebut masing-masing diambil 100 pembayar pajak tersebut yang diurut berdasarkan ranking pembayaran pajaknya, sehingga didapatkan responden sejumlah 800 Wajib Pajak. Hasil menunjukkan bahwa kesadaran wajib pajak yang diukur dari persepsi wajib pajak, pengetahuan perpajakan, karakteristik wajib pajak dan penyuluhan perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Pelayanan perpajakan yang diukur dari ketentuan perpajakan, kualitas SDM dan sistem informasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak. Kepatuhan Wajib Pajak yang diukur dari pemeriksaan pajak, penegakan hukum dan kompensasi pajak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak. Ni Luh Supadmi memberikan saran dengan judul meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui kualitas pelayanan. Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya kualitas pelayanan harus diupayakan dapat memberikan 4K yaitu keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Penelitian Ferry Dwi Prasetyo (2006) tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pemilik usaha kecil menengah dalam pelaporan kewajiban perpajakan di Daerah Jogjakarta. Menyatakan bahwa faktor pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, manfaat yang dirasakan wajib pajak dari pajak, sikap optimis wajib pajak terhadap pajak mempunyai pengaruh positif terhadap kesadaran wajib pajak dalam pelaporan kewajiban perpajakan. Sedangkan faktor pengetahuan wajib pajak tentang pajak mempunyai pengaruh negatif terhadap kesadaran wajib pajak. Dari beberapa penelitian diatas menunjukkan hasil yang berbeda satu sama lain tergantung dari karakteristik Wajib Pajak yang dijadikan responden. Beberapa faktor yang mempengaruhi kurangnya kesadaran masyarakat dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakan tidak terlepas dari minimnya pengetahuan wajib pajak itu sendiri terhadap pajak, pemahaman terhadap peraturan perpajakan serta sikap apatis masyarakat terhadap pajak. Sikap wajib pajak yang cenderung menganggap bahwa pajak merupakan pengeluaran yang sia-sia karena terdapat banyak penyelewengan dalam 47
  • 48. penggunaan APBN, juga merupakan faktor yang menghambat dan mengurangi kesadaran para wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, yang pada akhirnya akan membuat usaha ekstensifikasi dan intensifikasi pajak semakin sulit untuk dilaksanakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran pemilik UKM dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dan pendapat para pakar, ada beberapa faktor yang mempengarhi kesadaran pemilik UKM dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, antara lain meliputi : 1. Pengetahuan dan Pemahaman terhadap peraturan perpajakan. Pengetahuan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan yang baru adalah hal yang sangat penting, karena di Indonesia diberlakukan sistem self assessment. Dalam sistem ini wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar serta melaporkan sendiri pajak yang terutang. Dengan diterapkannya sistem ini diharapkan akan terwujudnya keadilan, karena wajib pajak menghitung sendiri sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dan pemerintah dalam hal ini direktorat jenderal pajak mengawasi apakah wajib pajak telah menghitung pajaknya sesuai peraturan pajak yang berlaku. Semakin luas pengetahuan wajib pajak akan peraturan perpajakan maka wajib pajak dapat menghitung pajaknya dengan benar. Pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan adalah cara wajib pajak dalam memahami peraturan perpajakan yang telah ada. Semakin wajib pajak memahami peraturan perpajakan, maka semakin paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan diterima apabila melalaikan kewajiban perpajakannya. Wajib pajak yang memahami peraturan perpajakan akan tahu sanksi administrasi dan sanksi pidana sehubungan dengan NPWP dan pelaporan SPT. Wajib pajak yang tidak memahami peraturan perpajakan cenderung akan menjadi wajib pajak yang tidak taat. Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan biasanya merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan sumber daya manusia pemilik UKM dari segi pendidikan formal juga mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan perpajakan. Pemilik UKM lebih disibukkan dengan pengembangan usahanya dan tidak ada waktu untuk membenahi sistem administrasinya baik untuk pencatatan akuntansi maupun perpajakannya. Selain itu untuk mendapatkan karyawan yang memahami pencatatan akuntansi dan perpajakan juga membutuhkan biaya yang tidak murah. 2. Wajib Pajak merasa kurangnya manfaat dari pajak yang dibayarkan. Kesadaran membayar pajak ini tidak hanya memunculkan sikap patuh, taat dan disiplin semata tetapi diikuti sikap kritis juga. Dengan banyaknya penyalahgunaan dan kebocoran dana APBN akibat tindak pidana korupsi sangat mempengaruhi kesadaran dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Mereka akan berpikir bahwa pajak yang 48
  • 49. dibayarkan sia-sia karena tidak digunakan dengan semestinya. Berbeda dengan Masyarakat di negara maju yang tingkat kesadaran membayar pajak sangat tinggi, karena mereka telah merasakan manfaat pajak yang mereka bayar. Bidang kesehatan, pendidikan, sosial maupun sarana dan prasarana transportasi yang cukup maju maupun biaya operasional aparat negara berasal dari pajak mereka. Pelayanan medis gratis, sekolah murah, jaminan sosial maupun alat-alat transportasi modern menjadi bukti pemerintah mengelola dana dari pajak dengan baik. Dengan banyaknya kasus korupsi di Indonesia, wajib pajak merasa APBN belum dikelola dengan baik dan belum digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Jika pemerintah Indonesia mampu mengelola APBN dengan kredibel dan akuntabel serta mampu meningkatkan supremasi hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi, maka bukan tidak mungkin kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya akan meningkat. Dengan meningkatkan citra Good Governance dapat menimbulkan adanya rasa saling percaya antara pemerintah dan wajib pajak, sehingga kegiatan pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan, bukan suatu kewajiban. 3. Kemudahan dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Direktur Peraturan Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak, Syarifuddin Alsjah mengatakan, sejak tahun 2011 Direktorat Jenderal Pajak pajak sudah mulai melakukan kajian kontribusi penerimaan Pajak Penghasilan UKM terhadap penerimaan perpajakan. Hasilnya, jumlah UKM sangat banyak namun kontribusinya terhadap penerimaan sangat minim. Hal ini ditengarai karena desain peraturan yang ada tidak mengarah khusus ke UKM. Jadi sektor UKM dituntut bayar pajak secara normal seperti wajib pajak di sektor pertambangan, dengan SPT pajak yang sama. Wajib Pajak pemilik UKM masih merasa sulit untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal ini dikarenakan banyak peraturan-peraturan perpajakan yang sulit dipahami dan diterapkan untuk menghitung pajak Usaha Kecil dan Menengah. Apabila ketentuan perpajakan dibuat sederhana, mudah dipahami oleh wajib pajak maka wajib pajak akan merasa semakin mudah dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 4. Kualitas Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak. Kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Standar kualitas pelayanan prima kepada wajib pajak akan terpenuhi jika pegawai pajak melakukan tugasnya secara professional, disiplin dan transparan. Dalam kondisi wajib pajak merasa puas atas pelayanan yang diberikan kepadanya, cenderung akan melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5. Prasangka negatif terhadap fiskus (Pegawai Pajak). Dengan munculnya beberapa kasus oknum pegawai pajak yang bekerja sama dengan waiib pajak untuk mengurangi nilai pajak yang akan dibayarkan menimbulkan prasangka negatif terhadap pegawai pajak. Hal ini akan menyebabkan para wajib pajak 49
  • 50. bersikap defensif dan tertutup. Mereka akan cenderung menahan informasi dan tidak kooperatif. Mereka akan berusaha memperkecil nilai pajak yang dikenakan pada mereka dengan memberikan informasi sesedikit mungkin. Perlu usaha keras dari lembaga perpajakan dan media massa untuk membantu menghilangkan prasangka negatif tersebut. Banyak wajib pajak yang skeptis terhadap pegawai pajak, padahal hal ini tidak akan pernah terjadi jika wajib pajak mau dengan jujur membayar dan melaporkan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak menganggap nanti uang pajak yang akan dibayarkan akan diselewengkan oleh pegawai pajak. Hal ini tidak mungkin terjadi karena uang pajak dibayarkan melalui bank langsung masuk ke Kas Negara. Upaya meningkatkan kesadaran pemilik UKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Meningkatkan kesadaran wajib pajak pada umumnya dan pemilik UKM pada khususnya dalam memenuhi kewajiban perpajakan tidak dapat dilakukan secara instan, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan memerlukan waktu yang relatif lama. Upaya yang telah dilakukan dan sedang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kesadaran pemilik UKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, antara lain meliputi: 1. Sosialisasi dan penyuluhan peraturan perpajakan. Agenda Sosialisasi merupakan kegiatan rutin yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak. Sosialisasi dapat dilakukan melalui media elektronik maupun media cetak. Sosialisasi dapat pula dilakukan dalam bentuk pengarahan secara langsung ke kelompok masyarakat seperti Pemilik Usaha Kecil dan Menegah, Koperasi, Petani, Dokter, dan lain sebagainya. Sosialisasi ini berupa penyuluhan kepada masyarakat secara langsung di mana telah ada utusan khusus yang bertugas memberikan penyuluhan langsung kepada masyarakat terkait akan pentingnya pajak. Dalam pelaksanaanya penyuluhan dapat dilakukan pada kegiatan yang biasa ada di masyarakat. Misalnya pertemuan karang taruna, bakti sosial dan kegiatan masyarakat lain, juga menyisipkan metode ini ke lingkungan sekolah juga dirasa cukup efektif guna menumbuhkan jiwa sadar akan wajib pajak sejak dini. Melalui sosialisasi ini diharapkan masyarakat mengerti apa itu pajak, bagaimana prosedurnya, serta untuk apa nantinya pajak itu. Selain itu masyarakat akan tahu uang pajak berasal dari mana saja, dikelola oleh siapa, diperuntukkan untuk apa saja. Dengan frekuensi informasi yang begitu sering diterima masyarakat dapat secara perlahan merubah pola fikir masyarakat tentang pajak kearah positif, dengan demikian mereka akan sadar dengan kewajiban perpajakannya. 2. Menerbitkan regulasi tentang Layanan Unggulan Direktorat Jenderal Pajak. Dalam rangka meningkatkan kualitas kepada wajib pajak Direktorat Jenderal Pajak telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE - 79/PJ/2010 mengenai Standard Operating Procedure (SOP) Layanan Unggulan 50
  • 51. Bidang Perpajakan. Dengan diterbitkan regulasi ini diharapkan akan memudahkan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan mempercepat proses pelayanan kepada wajib pajak. SOP Layanan Unggulan disusun dan ditetapkan guna memberikan kepastian pelayanan, antara lain terhadap proses, jangka waktu penyelesaian, biaya atas jasa pelayanan, dan persyaratan administrasi dan digunakan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan publik bagi unit pelaksana teknis. 3. Pelaksanaan Sanksi Denda Perpajakan/Penegakan Hukum. Dengan penegakan hukum yang benar tanpa pandang bulu akan memberikan efek jera yang efektif sehingga meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak. Dengan penegakan hukum ini wajib pajak akan berpikir dua kali jika ingin melalaikan kewajiban perpajakannya. Walaupun Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, namun pemeriksaan harus dapat dipertanggung jawabkan dan bersih dari intervensi apapun sehingga tidak mengaburkan makna penegakan hukum serta dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat wajib pajak. 4. Membuat sistem pembayaran pajak dengan Billing System. Untuk memudahkan wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak, sekarang Direktorat Jenderal Pajak mengembangkan sistem pembayaran pajak yang bernama Billing System. Dengan billing system wajib pajak tidak perlu berlama-lama mengantri di teller bank persepsi/kantor pos untuk membayar pajak. Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran pajak melalui internet banking Mandiri atau ATM bank Mandiri dengan kode billing yang telah dibuat terlebih dahulu di website http://sse.pajak.go.id . Wajib Pajak bisa membayar pajak dari rumah atau tempat usaha tanpa harus membuang waktu untuk mengantri di teller bank. Dengan diberikan kemudahan dalam membayar pajak lambat laun kesadaran wajib pajak akan meningkat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 5. Pelaksanaan Program Sensus Pajak Nasional. Direktorat Jenderal Pajak mulai tahun 2011 melaksanakan program Sensus Pajak Nasional untuk menjaring wajib pajak yang belum melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar. Selain itu program ini ditujukan untuk menjaring wajib pajak baru terutama Usaha Kecil dan Menengah yang belum memiliki NPWP. DJP akan lebih banyak mengincar wajib pajak badan termasuk pengusaha kecil dan menengah. Usaha kecil dan menengah (UKM) yang menyimpan potensi pajak yang besar tetapi selama ini belum tergali potensinya. Sensus Pajak Nasional ini sekaligus juga sebagai sarana sosialisasi bagi wajib pajak yang telah memiliki NPWP tetapi belum melakukan kewajiban perpajakannya. Petugas Sensus juga memberikan pengarahan dan penjelasan kepada wajib pajak apakah kewajiban setelah memiliki NPWP dan bagaimana cara melaksanakan kewajiban perpajakannya. 6. Mengusulkan peraturan khusus untuk pajak UKM. Pemerintah akan mengeluarkan peraturan baru mengenai pajak untuk Usaha 51