Dokumen tersebut membahas beberapa macam pendekatan kritik sastra berdasarkan bentuk, pelaksanaan, orientasi, dan penulis kritik itu sendiri. Terdapat kritik teoritis dan terapan, kritik judisial, induktif, dan impresionistik, serta orientasi mimetik, pragmatik, ekspresif, dan objektif.
assalamualaikumm..
saya disini akan melampirkan tugas kelompok Bahasa Indonesia judul Resensi.
muamalah E
nama kelompok:
1. Novan Setiawan 1621030161
2. Octa Yuanita 1621030242
3. Siti Nur Azizah 1621030240
assalamualaikumm..
saya disini akan melampirkan tugas kelompok Bahasa Indonesia judul Resensi.
muamalah E
nama kelompok:
1. Novan Setiawan 1621030161
2. Octa Yuanita 1621030242
3. Siti Nur Azizah 1621030240
Pembelajaran mengenai Teks Ceramah yang didalamnya terdapat Pengertian, jenis-jenis, tujuan komunikasi, pola pengembangan, struktur, ciri kebahasaan, langkah menyusun, dan variasi teks ceramah.
Pembelajaran mengenai Teks Ceramah yang didalamnya terdapat Pengertian, jenis-jenis, tujuan komunikasi, pola pengembangan, struktur, ciri kebahasaan, langkah menyusun, dan variasi teks ceramah.
Tugas ini saya buat sendiri dengan dilampirkan dari berbagai sumber, sebagai salah satu tugas pemenuhan PPBI. Semoga bermanfaat bagi yang membaca. Khususnya bagi saya dan umumnya bagi semuanya. Terima Kasih
Secara etimologis, istilah ”kritik” (sastra) berasal dari bahasa Yunani yaitu krites yang berarti ”hakim”. Krites sendiri berasal dari krinein ”menghakimi, membanding, menimbang”; kriterion yang berarti ”dasar penghakiman” dan kritikos berarti ”hakim kasustraan” Bentuk krites inilah yang menjadi dasar kata kritik.
Secara harafiah, kritik sastra adalah upaya menentukan nilai hakiki karya sastra dalam bentuk memberi pujian, mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan lewat pemahaman dan penafsiran yang sistemik. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , disebutkan kritik adalah kecaman atau tanggapan
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
3. Macam-macam kritik Sastra berdasar penulis kritik dan juga corak
kritiknya (Pradopo, 2009: 98)
Kritik sastrawan
ditulis oleh
sastrawan
Kritik umum ditulis oleh
umum (kritikus ini tidak terkenal
sebagai sastrawan atau tokoh
sastra akademik
Kritik akademik
ditulis oleh
akademisi
corak
ekspresif
Corak
impresion
istik
Bercorak sama
dengan kritik
sastrawan
Bercorak
ilmiah
Jacob Sumarjo dan
Wiratmo Sukito
4. Pradopo (2002: 18) mengatakan bahwa kritik sastra
berdasarkan bentuknya dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Kritik teoritis (Theoretical criticism)
Bidang kritik sastra yang berupa prinsip-prinsip kritik
sebagai dasar pembahasan karya sastra yang konkret
(Abrams, 1981: 35-36)
2. Kritik terapan (Applied criticism) atau kritik praktik
(Practical criticism)
pembicaraan karya-karya sastra dan sastrawan-
sastrawannya (Abrams, 1981: 36)
5. Pradopo (2002: 19) mengatakan bahwa kritik sastra
berdasarkan pelaksanaannya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Kritik judisial (Judicial criticism)
Kritik sastra yang berusaha menganalisis dan menerangkan
efek-efek karya sastra berdasarkan pokoknya, organisasinya
teknik, serta gayanya, dan mendasarkan pertimbangan
individual kritikus atas dasar standar-standar umum
tentang kehebatan dan keluarbiasaan sastra (Abrams, 1981:
36)
Berusaha menerangkan atau menganalisis efek-efek karya
sastra berdasarkan hakikatnya, organisasinya, teknik, dan
gayanya sehingga memperoleh standar umum tentang
kehebatan keunggulan sastra, sedangkan penilaiannya
berdasarkan ukuran yang telah ditetapkan sebelum
penilaian itu dilakukan (yudiono, 2009: 45)
6. Kritik judisial ialah kritik sastra yang berusaha menganalisis dan
menerangkan efek-efek karya sastra berdasarkan pokoknya,
organisasinya, teknik dan gayanya. Kritik judisial mendasarkan
pertimbangan-pertimbangan individu kritikus atas dasar
standar umum tentang kehebatan dan keluarbiasaan sastra
(Pradopo, 2013: 95)
7. 2. Kritik Induktif (Inductive criticism)
kritik sastra yang menguraikan bagian-bagian karya sastra
berdasarkan fenomena-fenomena yang ada secara objektif.
Kritik induktif meneliti gejala-gejala sastra secara objektif,
tanpa menggunakan standar-standar yang tetap yang
berasal dari luar dirinya (Hudson, 1955: 270-271)
Kritik induktif adalah kritik sastra yang menguraikan
bagian-bagian atau unsur-unsur karya sastra berdasarkan
fenomena-fenomenanya yang ada secara objektif
(Pradopo, 2013: 95)
Kritik induktif dapat dilihat pada sejumlah penelitian karya
sastra melalui skripsi dan tesis, yang mencoba
mengungkapkan berbagai gejala dan menyimpulkannya
dalam rumusan-rumusan tertentu (Yudiono, 2009: 47)
8. 3. Kritik Impresionistik
Kritik sastra yang berusaha menggambarkan dengan kata-
kata sifat-sifat yang terasa dalam bagian-bagian khusus
atau dalam sebuah karya sastra dan menyatakan
tanggapan-tanggapan (impresi) kritikus yang ditimbulkan
secara langsung oleh karya sastra (Abrams, 1981: 35)
Kritik impresionistik oleh T.S. Eliot (1960: 3-4) disebut juga
“kritik estetik”. Dalam kritik tersebut kritikus menunjukkan
kesan-kesannya untuk mengagumkan pembacanya, untuk
menimbulkan kesan-kesan indah kepada pembaca.
Kritik impresionistik tampak pada sejumlah artikel kritik
sastra populer di koran dan majalah yang cenderung
mengungkapkan kesan-kesan kritikus (Yudiono, 2009: 47)
9. Pradopo (2002: 19) mengatakan bahwa kritik sastra
berdasarkan orientasi atau pendekatannya dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1. Kritik Mimetik (Mimetic criticism)
Memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam
(Abrams, 1979: 8), pencerminan atau penggambaran dunia
dan kehidupan. Kriteria utama yang dikenakan pada karya
sastra adalah “kebenaran” penggambaran terhadap objek
yang digambarkan, atau yang hendaknya digambarkan.
Yudiono (2009: 44) mengatakan kritik sastra yang
menekankan perhatian atau analisisnya pada ketepatan
atau kesesuaian karya sastra dengan objek yang dilukisnya
10. Pradopo (2002: 19) mengatakan bahwa kritik sastra
berdasarkan orientasi atau pendekatannya dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1. Kritik Mimetik (Mimetic criticism)
Orientasi mimetik memandang karya sasta sebagai tiruan,
cerminan, ataupun representasi alam maupun kehidupan
(Pradopo, 2013: 94)
Karya sastra itu suatu tiruan aspek-aspek alam,
pencerminan dunia nyata. Yang menjadi pusat perhatian
ialah kebenaran pembayangan terhadap objek yang
digambarkan atau hendaknya yang digambarkan (Suyitno,
2009: 21)
11. 2. Kritik Pragmatik (Mimetic criticism)
Kritik pragmatik bertujuan untuk mencapai efek-efek
tertentu pada pembaca (Audience) (Abrams, 1979: 14).
Efek-efek tersebut misalnya kesenangan estetik,
pendidikan, ataupun tujuan-tujuan politik. Kritik sastra ini
memandang karya sastra terutama sebagai alat untuk
mencapai tujuan, sebagai alat untuk mendapatkan sesuatu
yang diharapkan. Tentu saja, ada variasi-variasi dalam
penelaahan dan renik-reniknya, tetapi kecenderungan
utama teori pragmatik adalah memahami karya sastra
sebagai sesuatu yang dibuat untuk mendapatkan efek
kepada pembaca yang berupa tanggapan-tanggapan yang
diperlukan (Abrams, 1981: 37)
12. 2. Kritik Pragmatik (Mimetic criticism)
Memandang karya sastra sebagai sarana untuk mencapai
tujuan, untuk mencapai efek tertentu pada pembaca,
misalnya kenikmatan, keindahan, pendidikan, sosial, politik.
Kecenderungan pendekatan ini ialah menilai sejauh mana
keberhasilan karya sastra itu dalam mencapai tujuan
(Suyitno, 2009: 22)
Kritik sastra pragmatik berarti kritik sastra yang menelaah
manfaat karya sastra bagi masyarakat atau publik pembaca
(Yudiono, 2009: 44)
13. 2. Kritik Pragmatik (Mimetic criticism)
Kritik sastra pragmatik memandang karya sastra sebagai
sarana untuk mencapai tujuan pada pembaca (tujuan
keindahan, jenis-jenis emosi, ataupun pendidikan).
Orientasi ini cenderung menimbang nilai berdasarkan pada
berhasilnya mencapai tujuan (Pradopo, 2013: 94)
14. 3. Kritik Ekspresif (Exspressive criticism)
Terutama menghubungkan karya sastra dengan pengarang.
Kritik ini mendefinisikan karya sastra dengan pengarang.
Kritik ini mendefiniskan karya sastra sebagai curahan,
ucapan, dan proyek pikiran dan perasaan pengarang.
(Abrams, 1981: 37).
Orientasi ekspresif memandang karya sastra sebagai
ekspresi, luapan, ucapan perasaan sebagai hasil imajinasi
pengarang, pikiran-pikiran, dan perasaannya. Orientasi ini
cenderung menimbang karya sastra dengan keasliannya,
kesejatiannya, atau kecocokan dengan visium atau keadaan
pikiran dan kejiwaan pengarang (Pradopo, 2013: 94)
15. 3. Kritik Ekspresif (Exspressive criticism)
Kritik sastra itu merupakan hasil curahan pengalaman jiwa
pengarang. Yang menjadi pusat perhatian ialah jiwa pengarang.
Sebuah mana keberhasilan pengarang dalam mengekspresikan
jiwanya itu dalam wujud karya sastranya (Suyitno, 2009: 21)
Kritik sastra yang menelaah hubungan karya sastra dengan dunia
batin (pengalaman jiwa) pengarang (Yudiono, 2009: 44)
Memandang karya karya sastra sebagai ekspresis, luapan, ucapan
perasaan sebagai hasil imajinasi pengarang, pikiran-pikiran, dan
perasaan. Orientasi ini cenderung menimbang karya sastra
dengan keasliannya, kesejatiannya, atau kecocokan dengan
visium atau keadaan pikiran dan kejiwaan pengarang (Pradopo,
2013: 94)
16. 4. Kritik Objektif (Objective criticism)
Mengganggap karya sastra sebagai suatu yang mandiri,
bebas dari sekitarnya, bebas dari sekitarnya, bebas dari
penyair, pembaca ataupun dunia sekitarnya, seperti
kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas, dan
saling hubungan antara unsur-unsur pembentuknya
(Abrams, 1979: 26)
17. 4. Kritik Objektif (Objective criticism)
Karya sastra sebagai sesuatu yang mandiri, otonom, bebas
dari pengarang, pembaca, dan dunia sekelilingnya.
Orientasi ini cenderung menerangkan karya sastra atas
kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas, dan
saling hubungan antarunsur yang membentuk karya sastra
(Pradopo, 2013: 94)
Kritik sastra yang menelaah struktur karya sastra dengan
kemungkinan membebaskannya dari dunia pengarang,
pembaca, dan situasi zamannya (Yudiono, 2009: 44)
18. 4. Kritik Objektif (Objective criticism)
Karya sastra itu sesuat yang mandiri. Karya sastra itu
sesuatu keutuhan yang berdiri sendiri, tersusun dari
bagian-bagian yang saling berjalinan erat secara batiniah.
Dengan kata lain, pendekatan ini hanya memperhatikan
faktor-faktor internal karya sastra, tidak mengkaitkannya
dengan faktor-faktor eksternal (Suyitnoo, 2009: 21)