SlideShare a Scribd company logo
1 of 177
Download to read offline
TAHUN 
2013 
PROFIL KESEHATAN 
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 
DINAS KESEHATAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR 
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan 
hidayah-Nya sehingga Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 ini 
dapat tersusun. 
Sebagai salah satu produk Sistem Informasi Kesehatan DIY, maka Profil Kesehatan 
Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012 ini diharapkan dapat memberi gambaran 
kepada para pembaca mengenai kondisi dan situasi kesehatan di wilayah Provinsi 
Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2012. 
Kondisi kesehatan yang digambarkan dalam Profil Kesehatan Provinsi Daerah 
Istemewa Yogyakarta Tahun 2012 ini disusun berdasarkan data-data yang dihimpun 
dari Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, data dari Laporan Rumah Sakit Pemerintah 
dan Swasta (RL) serta dari beberapa buku terbitan Badan Pusat Statistik (BPS) 
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, penyusunan Buku profil Kesehatan kali ini 
mengacu pada Pedoman profil terbaru yang diterbitkan oleh Pusat Data 
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008. 
Kami menyadari bahwa penyusunan profil kesehatan ini masih banyak kekurangan 
baik kelengkapan maupun akurasi serta ketepatan waktu maupun penyajianya. 
Untuk itu guna kesempurnaan penyusunan profil ini dimasa datang kami harapkan 
kritik dan saran dari pembaca. 
Demikian atas bantuan berbagai pihak yang terkait dalam penyusunan profil ini kami 
ucapkan terimakasih.
DAFTAR ISI 
HALAMAN 
KATA PENGANTAR 3 
DAFTAR ISI 
DAFTAR TABEL 4 
BAB I PENDAHULUAN 6 
BAB II GAMBARAN UMUM 8 
2.1. WILAYAH 8 
2.2. GEOMORPOLOGI LINGKUNGAN HIDUP 9 
2.3 KEPENDUDUKAN 11 
2.4 EKONOMI & SUMBER DAYA ALAM 13 
2.5 SOSIAL & BUDAYA 15 
2.6 PEMERINTAHAN & POLITIK 20 
2.7 PRASARANA WILAYAH 21 
2.8 STRUKTUR & POLA TATA RUANG 23 
BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN 26 
3.1. MORTALITAS 26 
3.1.1. UMUR HARAPAN HIDUP 26 
3.1.2 ANGKA KELAHIRAN 27 
3.1.3 ANGKA KEMATIAN IBU 28 
3.1.4 ANGKA KEMATIAN BAYI 29 
3.1.5 ANGKA KEMATIAN BALITA 31 
3.2. MORBIDITAS 32 
3.2.1 POLA PENYAKIT 32 
3.2.1.1 POLA PENYAKIT MENULAR 34 
3.2.1.2 POLA PENYAKIT TIDAK MENULAR 43 
3.2.2 POLA PENYEBAB KEMATIAN 46 
3.3. STATUS GIZI 47 
BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN 50 
4.1. VISI & MISI 50 
4.2. PELAYANAN KESEHATAN DASAR & RUJUKAN 51 
4.3. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT 52 
4.4. PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK 55 
4.5. PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGAN 59 
4.6. PERILAKU HIDUP BERSIH & SEHAT 60 
BAB V SUMBERDAYA KESEHATAN 63 
5.1. TENAGA KESEHATAN 63 
5.1.1. TENAGA MEDIS 64 
5.1.2. TENAGA KEPERAWATAN 67 
5.1.3. TENAGA KEFARMASIAN 70 
5.1.4. TENAGA KESMAS 72 
5.1.5. TENAGA GIZI 74 
5.1.6. TENAGA KETERAPIAN FISIK DAN KETEKNSIAN MEDIS 76 
5.2. SARANA KESEHATAN 78 
5.3 PEMBIAYAAN KESEHATAN 80 
BAB VI KESIMPULAN 84
DAFTAR TABEL 
Tabel 1. Kepadatan Penduduk per Kabupaten/Kota Hasil Sensus Penduduk 
Tabel 2. Indeks Pembangunan manusia di DIY 
Tabel 3 Jumlah Kematian Ibu & Anak di DIY 
Tabel.4 Sarana Pelayanan Kesehatan di Provinsi DIY 
Tabel 5 Angka Kematian Neonatal & Faktor Penyebabnya di DIY Tahun 2011 
Tabel 6 Pemberi Pelayanan Kesehatan yang bekerjasama dengan Jamkesos 
Tabel 7 Pemberi Pelayanan Kesehatan yang bekerjasama dengan Jamkesmas 
Tabel 8 Anggaran Kesehatan Provinsi DIY Tahun 2011
BAB I 
PENDAHULUAN 
Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gambaran situasi 
dan keadaan kesehatan masyarakat di DIY dan diterbitkan setiap tahun. Maksud 
dan tujuan diterbitkannya buku profil ini adalah untuk menampilkan berbagai data 
dan informasi kesehatan serta data pendukung lainnya yang didiskripsikan dengan 
analisis dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Selain itu juga ingin 
disampaikan pencapaian pembangunan kesehatan di wilayah DIY pada tahun 2012. 
Profil ini disusun secara sistematis dengan mengikuti pedoman penyusunan 
profil kesehatan yang diterbitkan oleh Pusat Data dan Informasi Kesehatan 
Kementerian Kesehatan RI. Sistematika penyajian Profil Kesehatan DIY tahun 2012 
adalah sebagai berikut : 
Bab I : Pendahuluan 
Bab ini berisi tentang maksud dan tujuan penyusunan profil dan sistematika 
penyajiannya. 
Bab II : Gambaran Umum 
Bab ini menyajikan tentang gambaran umum DIY, yang mencakup tentang letak 
geografis, administratif dan informasi umum lainnya. Pada bab ini juga mengulas 
faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan seperti kependudukan, 
ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan lingkungan. 
Bab III : Situasi Derajad Kesehatan 
Bab ini menguraikan tentang visi dan misi dalam melaksanakan pembangunan 
kesehatan, pelayanan kesehatan dasar & rujukan, perbaikan gizi masyarakat, 
pelayanan kesehatan ibu dan anak, pembinaan kesehatan lingkungan, serta perilaku 
hidup bersih dan sehat. 
Bab V – Situasi Sumber Daya Manusia 
Bab ini menguraikan tentang tenaga kesehatan, sarana kesehatan, serta 
pembiayaan kesehatan.
Bab VI – Kesimpulan 
Bab ini diisi dengan sajian tentang hal-hal penting yang perlu disimak dan ditelaah 
lebih lanjut dari Profil Kesehatan DIY di tahun 2012. 
Lampiran
BAB II 
GAMBARAN UMUM 
2.1. WILAYAH 
Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, 
secara astronomis terletak pada 7°33’-8°12’ Lintang Selatan dan 110°00’-110°50’ 
Bujur Timur, dengan luas 3.185,80 km2 atau 0,17 % dari luas Indonesia 
(1.890.754 km2) (Sumber : RPJMD). Daerah Istimewa Yogyakarta bagian 
selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian Timur Laut, Tenggara, 
Barat dan Barat Laut dibatasi Provinsi Jawa Tengah. Batas-batas wilayah DIY 
meliputi : 
a. Sebelah Timur Laut berbatasan dengan Kabupaten Klaten 
b. Sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri 
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo 
d. Sebelah Barat Laut berbatasan dengan Kabupaten Magelang 
Secara administratif terdiri dari 1 kota dan 4 kabupaten, 78 kecamatan dan 438 
kelurahan/desa, yaitu: 
a. Kota Yogyakarta (luas 32,50 km2, 14 kecamatan, 45 kelurahan); 
b. Kabupaten Bantul (luas 506,85 km2, 17 kecamatan dan 75 desa); 
c. Kabupaten Kulon Progo(luas 586,27 km2, 12 kecamatan dan 88 desa); 
d. Kabupaten Gunungkidul (luas 1.485,36 km2, 18 kecamatan, 144 desa); 
e. Kabupaten Sleman (luas 574,82 km2, 17 kecamatan dan 86 desa). 
2.2.. Geomorfologi dan Lingkungan Hidup 
Menurut altitude, DIY terbagi menjadi daerah dengan ketinggian < 100 m, 
100-500 m dan 500– 1.000 m (sebagian besar di Kabupaten Bantul), 1.000– 
2000 m diatas permukaan laut terletak di Kabupaten Sleman. Secara 
fisiografi, DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan wilayah : 
(a) Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, mulai dari kerucut gunung hingga 
bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian 
Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan 
lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Wilayah ini
memiliki luas kurang lebih 582,81 km2 dengan ketinggian 80 – 2.911 m. 
(b) Satuan Pegunungan Seribu Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan 
batu gamping dan bentang karst tandus dan kurang air permukaan, di 
bagian tengah merupakan cekungan Wonosari yang terbentuk menjadi 
Plato Wonosari. Wilayah pegunungngan ini memiliki luas kurang lebih 
1.656,25 km2 dengan ketinggian 150-700 m. 
(c) Satuan Pegunungan di Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang 
lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan 
lereng curam dan potensi air tanah kecil. Luas wilayah ini mencapai 
kurang lebih 706,25 km2 dengan ketinggian : 0 – 572 m 
(d) Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses 
pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang 
mulai dari Kulon Progo sampai Bantul yang berbatasan dengan 
Pegunungan Seribu. Wilayah ini memiliki luas 215,62 km2 dengan 
ketinggian 0 – 80 m. 
Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran 
penduduk, ketersediaan sarana prasarana, sosial, ekonomi, serta 
ketimpangan kemajuan pembangunan. Daerah-daerah yang relatif datar, 
(dataran faluvial meliputi Sleman, Kota, dan Bantul) adalah wilayah padat 
penduduk, memiliki intensitas sosial ekonomi tinggi, maju dan berkembang 
namun juga banyak terjadi pencemaran lingkungan. 
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki iklim tropis dengan curah hujan 
berkisar 0,00 mm – 13,00 mm per hari. Suhu udara rata-rata berkisar antara 
21-350 C. Kelembaban udara berkisar antara 30 - 97 persen dan tekanan 
udara 1.005,3 mb – 1.017,2 mb dengan arah angin antara 180 derajat – 240 
derajat dan kecepatan angin antara 0 knot sampai 29 knot 
Pada tahun 2010, curah hujan tertinggi tercatat 512,3 mm dengan hari hujan 
per bulan sebanyak 25 kali, jauh lebih tinggi dibanding Tahun 2009. 
Kecepatan angin maksimum mencapai 47 knot, jauh lebih tinggi dibanding 
tahun 2009 sebesar 43 knot. 
Wilayah DIY mempunyai potensi bencana alam, terutama berkaitan dengan 
bahaya geologi yang meliputi:
(a) Gunung Merapi, mengancam wilayah Kabupaten Sleman bagian utara 
dan wilayah sekitar sungai yang berhulu di puncak Merapi; 
(b) Gerakan tanah/batuan dan erosi, berpotensi terjadi pada lereng 
Pegunungan Kulon Progo (bagian utara dan barat), lereng Pengunungan 
Selatan (Gunungkidul) dan bagian timur (Bantul); 
(c) Bahaya banjir, terutama berpotensi mengancam daerah pantai selatan 
Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul; 
(d) Bahaya kekeringan berpotensi terjadi di wilayah Kabupaten Gunungkidul 
bagian selatan, khususnya kawasan karst; 
(e) Bahaya tsunami, berpotensi di pantai selatan Kulon Progo, Bantul, dan 
Gunungkidul, khususnya pada elevasi kurang dari 30 m dpl; 
(f) Bahaya gempa bumi (tektonik, vulkanik) berpotensi terjadi di seluruh 
wilayah DIY. Gempa tektonik berpotensi di tumbukan lempeng dasar 
Samudra Indonesia di sebelah selatan DIY. 
(g) Bahaya angin puting beliung, berpotensi terjadi di seluruh wilayah DIY. 
Pada tanggal 26 Oktober 2010 dan hari hari berikutnya, gunung Merapi 
menglami euopsi sangat hebat yang telah menyebabkan kerugian harta 
kekayaan masyarakat setempat, termasuk ternak dan lahan pertaniannya 
akibat lahan panas yang meluluhlantakkan semua yang dilaluinya. 
Pengelolaan sumberdaya alam yang tidak berkelanjutan dan mengabaikan 
kelestarian fungsi lingkungan hidup menyebabkan daya dukung lingkungan 
menurun dan ketersediaan sumberdaya alam menipis. Kawasan hutan 
dengan luas 23,54% dari luas wilayah DIY kurang mencukupi sebagai standar 
lingkungan hidup. Menurunnya daya dukung dan ketersediaan sumberdaya 
alam juga terjadi karena kemampuan iptek yang rendah sehingga tidak 
mampu mengimbangi laju pertumbuhan penduduk. 
Pencemaran air, udara, dan tanah juga masih belum tertangani secara tepat 
karena semakin pesatnya aktivitas pembangunan yang kurang 
memperhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan. Untuk itu, kebijakan 
pengelolaan lingkungan hidup secara tepat akan dapat mendorong perilaku 
masyarakat untuk menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan 
agar tidak terjadi krisis sumberdaya alam, khususnya krisis air, krisis pangan,
dan krisis energi. 
Laju kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan yang terjadi baik di 
perkotaan maupun pedesaan terus terjadi. Kerusakan sumberdaya alam dan 
penurunan mutu lingkungan secara drastis tersebut menyebabkan perubahan 
tatanan dan fungsi lingkungan hidup. Hal ini menyebabkan munculnya 
ancaman global seperti perubahan iklim global, rusaknya keanekaragaman 
hayati, serta meningkatnya produksi gas rumah kaca. 
2.3. Kependudukan 
Hasil Sensus Penduduk 2010 mencatat jumlah peduduk DIY mencapai 
3.457.497 jiwa. Jumlah penduduk DIY tahun 2012estimasi dari hasil Sensus 
Penduduk tahun 2010 sesuai dengan Badan Pusat Satistik Istimewa 
Yogyakarta sebanyak 3.514.762 jiwa, sedangkan dari Profil Kesehatan 
Kabupaten/Kota se DIY yang dimana data kependudukan diperoleh dari BPS 
tiap Kab/Kota, jumlah penduduk DIY sebesar 3.630.720.Jumlah penduduk 
laki-laki sebanyak 1.735.514 jiwa sedangkan perempuan 1.777.557 jiwa. 
Sumber : BPS Provinsi DIY Tahun 2011 
Gambar 1. Priramida Penduduk Provinsi DIY Tahun 2011 (sumber: BPS) 
Dalam periode 2000 – 2010, telah terjadi perubahan struktur dan komposisi 
pnduduk DIY. Hal ini terlihat dari Grafik Piramida Penduduk Tahun 2000 dan 
2010. Pada tahun 2010 terjadi pengurusan pada usia 15 -24 tahun,
sebaliknya terjadi penggemukan pada kelompok usia diatasnya. Hal ini 
menunjukkan bahwaadanya peningkatan penduduk pada usia 25 tahun ke 
atas, yang mencakup angkatan kerja dan lanjut usia. Peningkatan angkatan 
kerja perlu diwaspadai terkait ketersediaan lapangan kerja yang terbatas 
diharapkan tidak terjadi surplus tenaga kerja yang dapat berdampak pada 
tingginya jumlah pengangguran. Sedangkan peningkatan penduduk usia 
lanjut menunjukkan semakin membaiknya kesehatan masyarakat. 
Pergeseran struktur penduduk menunjukkan adanya transisi demografi yang 
diantaranya dipengaruhi oleh perbaikan kesehatan masyarakat. Pergeseran 
juga merupakan indikasi tingginya umur harapan hidup penduduk. Usia 
harapan hidup (UHH) DIY merupakan yang tertinggi di Indonesia. UHH 
panjang merupakan representasi perbaikan dari banyak faktor, antara lain : 
kondisi ekonomi, pelayanan kesehatan, kualitas lingkungan, sosio-kultural 
masyarakat. UHH menjadi indikator keberhasilan pembangunan. 
Tabel 1 
Sumber: Badan Pusat Statistik DIYTahun 2011{belum tersedia data terbaru) 
Jumlah penduduk perkotaan lebih besar dibandingkan perdesaan. Namun 
hal ini tidak mencerminkan distribusi nyata antara kabupaten dan kota di 
DIY. Dua wilayah kabupaten di DIY masih dicirikan oleh dominasi penduduk 
perdesaan (Kulonprogo, Gunungkidul) dengan kesenjangan ciri urbanisasi 
dengan 3 wilayah lain cukup besar.
Pertumbuhan penduduk hasil sensus tahun 2010 sebesar 1,02 persen relatif 
lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. 
Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman memiliki angka pertumbuhan 
diatas angka provinsi, masing-masing sebesar 1,55% dan 1,92%. Rerata 
kepadatan penduduk DIY pada tahun 2009 sekitar 1.078,08 jiwa per km2. 
Sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 1.085 jiwa per km2 dengan 
kepadatan tertinggi di Kota Yogyakarta (11.958 jiwa/km2) terendah di 
Kabupaten Gunungkidul (455 jiwa/km2). DIY merupakan provinsi terpadat 
ketiga setelah DKI Jakarta (14.469 jiwa/km2) dan Jawa Barat (1.217 
jiwa/km2).Permasalahan ketimpangan kepadatan tersebut diperkuat dengan 
ketimpangan potensi sumber daya dimana Gunungkidul adalah salah satu 
kabupaten di DIY yang memiliki kesuburan lahan kurang dan keterbatasan 
suplai air. 
2.4. Ekonomi 
(a) Investasi, Industri, dan Perdagangan 
Realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) tahun 2010 secara 
komulatif mencapai Rp1,88 trilliun (72,59% dari target) yang dilaksanakan 
oleh 118 perusahaan dan menyerap 22.941 tenaga kerja Indonesia dan 
13 orang tenaga kerja asing. Investasi domestik terus mengalami 
peningkatan baik investasi domestik maupun asing demikian pula untuk 
bidang perdagangan. Investasi pemerintah banyak yang diarahkan pada 
pelayanan publik sebaliknya untuk sektor swasta. Investasi sektor industri 
mengalami pertumbuhan baik untuk industri kecil, menengah dan besar 
(0,65%) dengan dominasi industri kerajinan serta industri tekstil dan kulit. 
Industri kreatif di bidang pariwisata, mempunyai potensi berupa desa 
wisata (60) yang tersebar di 4 Kabupaten yang diminati oleh wisatawan 
dalam dan luar negeri. Selain itu terdapat industri kreatif di bidang 
kebudayaan yang meliputi 25 Production House, seni tari 341 kelompok, 
dan drama sebanyak 411 kelompok. 
Industri Pariwisata memiliki sumbangan paling besar terhadap PDRB 
melalui subsektor perdagangan, perhotelan, restoran, dan jasa-jasa 
lainnya. Jasa perhotelan adalah yang paling dominan. Ketersediaan aset
pariwisata yang memadai berupa wisata alam, wisata budaya, wisata 
pendidikan dan wisata minat khusus mudah dijangkau dan dilengkapi 
fasilitas hotel, penginapan, MCK umum, warung makan, restoran. 
Pada tahun 2010 tercatat rata rata pengeluaran per kapita penduduk DIY 
sebesar Rp.553.966,- sebulan, yang terdiri dari Rp.244.003,- untuk 
makanan dan Rp.309.963,- untuk konsumsi bukan makanan. Dibanding 
tahun sebelumnya mengalami kenaikan sebesar 19,13%. 
(b) Pertanian, Perikanan dan Kehutanan 
Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB meskipun pertumbuhannya 
relatif namun selama sepuluh tahun terakhir mencapai rerata 16,33% 
(terbesar ketiga setelah jasa dan perdagangan). Jumlah rumah tangga 
pertanian selama sepuluh tahun terakhir menurun 9,32% menjadi 47,17% 
dimana 80,29% diantaranya merupakan petani gurem. 
Komoditas tanaman pangan yang meningkat adalah padi, jagung, kacang 
tanah, kacang hijau, dan ubi kayu. Komoditas sayuran yang meningkat 
adalah kentang dan kacang merah, tomat dan buncis. Lahan sawah 
mengalami laju penurunan sebesar 0,27% per tahun, sedangkan lahan 
bukan sawah menyusut sebesar 1,62% per tahun. 
Luas perkebunan mengalami peningkatan sebesar 14,25%, terutama 
pada kelapa, jambu mete dan tembakau. Produksi perkebunan juga 
mengalami peningkatan sebesar 3,78%, terutama komoditas kelapa, 
jambu mete, kakao dan tembakau. 
Produksi ikan konsumsi di DIY selama kurun waktu sepuluh tahun 
terakhir meningkat rerata 9,9% pertahun. Produksi benih ikan dan udang 
selama sepuluh tahun terakhir meningkat 27,81%. Konsumsi ikan 
perkapita selama sepuluh tahun terakhir meningkat sebesar 5,71% 
pertahun. 
(c) Ketahanan Pangan 
Ketersediaan energi di DIY saat ini sebesar 3.085 kkal/kapita/hari 
(Nasional 2.500 kkal/kapita/hari). Keanekaragaman pangan menunjukkan 
skor 86,5% (standar 100%). Ketersediaan energi sebesar 2.200 
kkal/kap/hari; ketersediaan protein 57 g/kap/hari; norma kecukupan gizi
berdasarkan standar PPH >1.907,6/kkal/kap/hari, konsumsi energi 
minimum 1500 kkal/kap/hari, dan konsumsi protein sebesar 62,4 
g/kap/hari, dan kualitas konsumsi pangan mendekati skor PPH 85,7%. 
Angka konsumsi energi di DIY sudah melampaui standar, yaitu sebesar 
1.835,93 kkal/kap/hari sedangkan angka konsumsi protein, masih belum 
memenuhi angka standar karena baru mencapai angka 51,04 g/kap/hari. 
Luas hutan mencapai 23,54% dari luas DIY (74.992,96 Ha) yang terdiri 
dari hutan negara dan hutan rakyat, hutan di DIY belum memenuhi fungsi 
ekologis ideal (minimal 30%). 
2.5. Sosial dan Budaya 
(a) Sosial 
Penyandang masalah kesejahteraan sosial cenderung meningkat yang 
ditunjukkan oleh besarnya jumlah pengangguran dan kelompok marginal 
seperti anak terlantar/ jalanan, tuna susila, pengemis, gelandangan, 
korban bencana alam, korban tindak kekerasan dan lain sebagainya. 
Khusus untuk korban bencana mengalami penurunan signifikan 
sehubungan dengan telah selesainya permasalahan paska gempa bumi. 
Fasilitas sosial yang dimiliki di DIY diantaranya adalah Panti Asuhan 
sebanyak 76 unit, Panti Wreda 6 unit dan Kelompok Bermain 12 unit serta 
Penitipan Anak 7 unit.Penyandang maalah sosial di DIY tercatat 131.437 
penduduk yang dikategorikan memiliki masalah sosial. 
Komitmen pertama dalam MDG’s adalah penanggulangan kemiskinan dan 
kelaparan. Hal ini menyiratkan bahwa kemiskinan merupakan masalah 
yang mendesak untuk segera ditanggulangi. Penduduk miskin secara 
makro dihitung dengan pendekatan kebutuhan minimum seseorang untuk 
dapat hidup layak (basic needs approach). Kebutuhan minimum tersebut 
mencakup kebutuhan makanan dan kebutuhan non makanan. Dari 
pengukuran kebutuhan minimum komoditas makanan dan non makanan 
tersebut diperoleh batas yang disebut sebagai “garis kemiskinan”. Garis 
tersebut merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan dan 
garis kemiskinan non makanan. Orang orang yang mempunyai 
pendapatan dibawah garis kemiskinan dikatagorikan sebagai penduduk
miskin. Sebaliknya, dikategorikan sebagai penduduk tidak miskin. 
Indikator kemiskinan di DIY secara berturut turut sejak tahun 2006 sampai 
2011 mengalami penurunan, tahun 2006 prosentase penduduk miskin di 
DIY sebesar 19,15%, tahun 2008 sebesar 18,02%, tahun 2009 sebesar 
16,86%, tahun 2010 sebesar 16,83% sedangkan pada tahun 2011 data 
terakhir menunjukkan angka 16%. 
Peta Kemiskinan di Provinsi DIY 
Sumber: : Bappeda Provinsi DIY Tahun 2011 
Gambar 2. Peta kemiskinan Provinsi DIY 
Menurut Badan Pusat Statistik DIY tahun 2011 tercatat garis kemiskinan di 
DIY senilai Rp.249.629,- per kapita sebulan, atau meningkat 11,31 persen 
dibanding tahun 2010. Peta kemiskinan di DIY seperti dalam gambar 
diatas masih ditemui kantong-kantong kemiskinan di Kabupaten Gunung 
Kidul dan Kulon Progo. Hal ini juga dapat dilihat dalam pencapaian Indeks 
Pembangunan Manusia (IPM), yang meliputi pencapaian Angka Harapan 
hidup, Angka Melek Hurup, Angka rata rata lama sekolah dan 
pengeluaran perkapita yang disesuaikan. Pada tabel dibawah ini yang 
menunjukkan bahwa meskipun DIY rangking 4 dalam capaian IPM namun 
ada Kabupaten yang masih pada peringkat 283 yaitu Kabupaten Gunung 
Kidul, data selengkapnya tentang IPM tahun 2011 sebagaiberikut :
Tabel 2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di DIY 
(b) Pendidikan 
DIY mempunyai institusi pendidikan sebagai berikut, untuk jenjang TK 
hingga Sekolah Menengah Atas tercatat 5.178 unit dengan perincian di 
Kota Yogyakarta 533 unit, Sleman 1.297 unit, Gunung Kidul 1.409 dan 
Bantul 1.094 unit serta 845 unit di Kulon Progo. Jenjang perguruan tinggi 
pada tahun 2011 tercatat 10 perguruan tinggi negeri dan 112 swasta. 
Angka melek huruf merupakan salah satu indikator dalam mencapai 
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), angka melek huruf di DIY yang 
sebesar 90,84 % termasuk pada peringkat ke 23 dalam IPM secara 
Nasional. Tetapi rata rata lama sekolah di DIY masih dirasa cukup tinggi 
yaitu sebesar 9,07 tahun yang emerupakan peringkat ke 3 setelah Riau 
dan DKI. 
Indikator mutu pendidikan di DIY dapat dilihat dari tingginya angka 
partisipasi, yang terdiri dari Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka 
Partisipasi Murni (APM). Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk jenjang 
SD/MI DIY pada tahun 2010 sebesar 99,69 persen. APM tingkat SLTP 
pada tahun 2010 sebesar 94,02 persen, sedangkan untuk SLTA sebesar 
73,06 persen (tahun sebelumnya 72,26 persen). Dibanding dengan tahun
sebelumnya angka-angka tersebut mengalami kenaikan walaupun relatif 
kecil. 
Anak berkebutuhan khusus yang mengikuti pendidikan telah mencapai 
63,24%. Angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas mencapai 
85,8 % sebagian besar berusia >45 tahun. Angka melek huruf pada 
penduduk pria dan wanita relatif sama yaitu sekitar 70,8%. 
Tingkat partisipasi pendidikan anak usia dini (0-6 tahun) dalam mengikuti 
pendidikan pra-sekolah sudah mencapai 70%. Angka Partisipasi Sekolah 
(APS) penduduk usia 7-12 tahun sebesar 100%, APS penduduk usia 13- 
15 tahun sebesar 100% dan APS penduduk usia 16-18 tahun sebesar 
79,89 %. APS tersebut telah melampaui SPM sebesar 95%, 95% dan 
60,00%. 
Produksi tenaga kesehatan oleh sarana pendidikan cukup tinggi namun 
daya serapnya masih rendah. Institusi pendidikan kesehatan di provinsi 
DIY berkembang. Sejak tahun 2009 tercatat jumlah institusi 
penyelenggara pendidikan mencapai 51 dengan perincian sebagai berikut 
: D3 keperawatan sebanyak 11, D3 Gizi 3, D3 Analis 2, D3 Lingkungan 2, 
D3 Kebidanan 7 dan D3 Farmasi 1. Sedangkan jenjang S1 adalah 
Fakultas Kedokteran 3, Fakultas Kedokteran Gigi 1, Farmasi 4, Kesehatan 
Masyarakat 4 Keperawatan 8 dan Gizi 1. 
Pola manajemen pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan 
menyesuaikan dengan Pemerintah Daerah, namun koordinasi 
peningkatan kualitas tenaga dengan lembaga pendidikan masih kurang. 
Peran swasta cenderung kurang terkendali dalam arti kegunaan dan mutu 
belum sesuai kebutuhan dan kemampuan penyerapan yang diakibatkan 
terbatasnya dana dalam rekruitmen dan pemeliharaan tenaga, 
profesionalisme, kompetensi dan etika SDM kesehatan, serta berkaitan 
dengan proses produksi (pendidikan, training). 
(c) Kebudayaan 
Nilai-nilai budaya tumbuh dan hidup dalam kehidupan sehari-hari 
masyarakat DIY. Pada sisi lain muncul gelombang modernisme yang 
memunculkan gejala lunturnya budaya lokal dalam kehidupan sehari-hari.
Berbagai kesenian hidup dan berkembang. 
Seni pertunjukan, seperti seni tari dan teater dikelola oleh 2.924 kelompok 
yang tersebar di 78 kecamatan. Kesenian non pertunjukan, seperti seni 
rupa, seni kerajinan, cukup banyak dan tersebar, dikelola perorangan 
maupun kelompok dalam bentuk sanggar Budaya lokal Yogyakarta 
memberi tempat tinggi pada tradisi yang menekankan hirarkhi sosial kuat 
sehingga sulit menjalankan perubahan. 
(d) Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Remaja 
Pemberdayaan perempuan, anak, remaja telah menunjukkan 
peningkatan. Partisipasi remaja/pemuda dalam pembangunan semakin 
membaik. Taraf kesejahteraan sosial masyarakat cukup memadai sejalan 
berbagai upaya pemberdayaan, pelayanan, rehabilitasi, dan perlindungan 
sosial bagi masyarakat rentan termasuk Penyandang Masalah 
Kesejahteraan Sosial (PMKS), pecandu narkotik dan obat-obat terlarang. 
Permasalahan kesetaraan gender di berbagai bidang seperti pendidikan, 
kesehatan, ekonomi masih belum optimal.Sejalan dengan itu upaya 
perlindungan terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan 
dengan peran serta penuh dari masyarakat juga menjadi tantangan dalam 
menjamin terlaksananya pemberian hak secara layak. 
(e) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Informasi (IPTEK) 
Nilai tambah yang diciptakan oleh sektor pertambangan dan penggalian di 
DIY hanya menyumbang sekitar 0,67% PDRB karena tidak adanya 
pertambangan migas atau non migas selain penggalian bahan galian 
golongan C. Hasil pengembangan Iptek tercermin melalui berbagai 
publikasi ilmiah yang mengindikasikan banyaknya kegiatan penelitian. 
Pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan iptek relatif masih 
rendah disebabkan antara lain belum efektifnya intermediasi, lemahnya 
sinergi kebijakan antara pengembang dan pemakai iptek, belum 
berkembangnya budaya iptek dan masih terbatasnya sumber daya iptek. 
Pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi (TI) sangat pesat 
dengan indikator melek TI sebesar 20% dari jumlah penduduk dan terus
akan meningkat di masa yang akan datang. Pemanfaatan TI akan 
semakin berkembang baik untuk pihak swasta maupun pemerintah. 
Pengembangan TI akan banyak dilakukan oleh pendidikan baik oleh 
institusi pemerintah maupun swasta. 
(f) Tenaga Kerja dan Transmigrasi 
Keterbatasan lapangan kerja menyebabkan tidak semua angkatan kerja 
yang tersedia dapat terserap di pasar kerja. Pada tahun 2010 tercatat 5,69 
persen angkatan kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja, atau yang 
biasa disebut sebagai pengangguran terbuka (TPT). 
Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi tercatat 
jumlah pencarikerja pada tahun 2010 sebanyak 129.793 orang, turun 
sekitar 4% dibanding tahun sebelumnya (135.207 orang). Mereka terdiri 
dari 53,8% laki-laki dan 46,13% perempuan. Dari jumlah tersebut 40,09% 
berpendidikan SLTA, 13,89% DI-IV, sebanyak 42,44% DIV-S1 serta 
0,19% S1-S2. Sedangkan SLTP sebanyak 2,32% dan SD sebesar 0,34%. 
Persentase lowongan pekerjaan yang tersedia sebesar 18,06% 
sedangkan persentase penempatan sebesar 13,82% dari total pencari 
kerja yang ada di Provinsi DIY. 
Berdasarkan data tahun 2003 – 2008 tingkat partisipasi angkatan kerja 
(TPAK) DIY yang merupakan persentase antara jumlah penduduk 
angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja menunjukkan angka 
yang fluktuatif atau rata-rata setiap tahun sebesar 78,75%, sedangkan 
Tingkat Pengangguran Terbuka (open unemployement) atau TPT yang 
merupakan persentase perbandingan antara jumlah penduduk yang 
ingin/sedang mencari pekerjaan dengan angkatan kerja juga menunjukkan 
angka yang fluktuatif atau rata-rata setiap tahun sebesar 5,90%. Struktur 
pencari kerja didominasi oleh kaum perempuan dan dasar pendidikan 
sebagian besar SLTA. 
Jumlah pengangguran terbuka pada penduduk dengan umur diatas 15 
tahun sesuai tingkat pendidikannya adalah sebagai berikut : pendidikan 
tertinggi dibawah SD 1.026 orang, SD 4.940, SLTP 10.708, SMTA
sebesar 42.038 orang dan tingkat Diploma sebesar 14.705 orang serta 
perguruan tinggi yang paling banyak yaitu sebesar 74.317 orang. 
Sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian 
kemudian disusul sektor jasa-jasa lainnya. Realitas ini menunjukkan 
bahwa untuk sektor pertanian dan sektor jasa relatif memberikan 
kontribusi paling banyak dalam menyerap tenaga kerja. Demikian juga 
peranan sektor pertanian cukup dominan dalam menciptakan lapangan 
kerja. Sektor yang potensial dikembangkan yaitu sektor pariwisata, sektor 
perdagangan dan industri terutama industri kecil menengah serta 
kerajinan dapat dikembangkan sebagai penunjang keterserapan tenaga 
kerja. 
Sebagai upaya melakukan pemerataan penyebaran penduduk antar 
wilayah di Indonesia, pemerintah melakukan transmigrasi penduduk. 
Jumlah transmigrans di DIY tahun 2010 tercatat sebanyak 250 KK atau 
824 jiwa. Jumlah KK transmigrans terbanyak berasal dari Kabupaten 
Kulon Progo serta daerah penempatan terbanyak adalah Provinsi 
Sulawesi Selatan. 
(g) Agama 
(1) Komposisi pemeluk agama di DIY tahun 2010 terdiri dari 92,03% 
agama Islam, 4,94% agama Katholik, 2,7% agama Kristen, 0,17% 
agama Hindu dan 0,15% agama Budha. 
(2) Kerukunan antar umat beragama berkembang dengan baik, 
ditunjukkan oleh tidak berkembangnya konflik agama antar pemeluk 
agama. 
(3) Jumlah jamaah haji DIY yang berangkat pada tahun 2010/1430 H 
sebanyak 3.165 orang atau meningkat 2,86% dibanding tahun 
sebelumnya. Berdasarkan asal jamaah, sebagian besar berasal dari 
Kabupaten Sleman, Bantul dan Kota Yogyakarta masing-masing 
sebesar 38,8%, 27,90% dan 15,89%. 
2.6. Pemerintahan dan Politik 
(a) Pemerintahan dan Politik
(1) Pemerintahan dan politik cukup stabil karena sebagian besar masih 
memandang Kraton sebagai penguasa wilayah. Peran serta dan dialog 
birokrasi, organisasi sosial-politik, dan kemasyarakatan berjalan baik. 
(2) Tuntutan Good governance dilaksanakan dengan pembenahan dan 
pengembangan aspek kapasitas pemerintahan dan perubahan 
paradigma penyelenggaraan pemerintahan. 
(3) Kondisi sosial politik cukup dinamis yang dipengaruhi hubungan 
sinergis pihak-pihak terkait dan didorong oleh perubahan peran 
pemerintah dari pembina menjadi regulator, fasilitator dan pelayanan. 
(4) Perubahan mendasar terjadi dengan pengembalian asas kesatuan 
daerah, pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah, 
Provinsi dan Kabupaten/Kota atau antar pemerintahan daerah. 
(5) Dalam konteks desentralisasi, pemerintah daerah telah menjalankan 
otonomi seluas-luasnya. Tuntutan masyarakat terhadap kuantititas 
dan kualitas pelayanan publik akan terus semakin meningkat. 
(b) Hukum 
(1) Ditetapkannya UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan 
Peraturan Perundang-undangan, maka proses pembentukan hukum 
dan peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan daerah, 
dapat diwujudkan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan 
standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang. 
(2) Penegakan hukum dan perundang-undangan masih perlu ditingkatkan. 
Tindak kejahatan dan kriminalitas semakin tinggi dan bervariasi 
(3) Pada era pasar bebas dan globalisasi, telah dilakukan kerjasama dan 
fasilitasi dengan berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. 
2.7. Prasarana Wilayah 
(a) Transportasi 
(1) Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor rata-rata 13% per tahun dan 
kendaraan pribadi 28% per tahun yang didominasi oleh sepeda motor. 
Angkutan umum sebesar 20% dan kendaraan barang sebesar 15%. 
(2) Volume lalu-lintas melebihi kapasitas jalan, penyalahgunaan ruas jalan
dan tingginya penggunaan kendaraan pribadi menyebabkan 
kemacetan lalu-lintas, terutama di jaringan jalan pusat kota. Dampak 
peningkatan volume kendaraan dan perilaku pengendara juga terjadai 
pada tingkat risiko kecelakaan yang semakin tinggi. Intra cranial injury 
(kecelakaan) telah menempati urutan kedua terbanyak sebagai 
penyebab kematian. Kecelakaan lalu lintas di DIY mengalami 
peningkatan cukup besar. 
(3) Telah dilakukan perubahan manajemen angkutan umum dengan 
konsep buy the service sebagai upaya memperbaiki pelayanan serta 
jalur kereta api ganda yang menghubungkan Stasiun Solo Balapan- 
Stasiun Tugu Yogyakarta-Stasiun Kutoarjo. 
(4) Bandara internasional baru direncanakan telah beroperasi di wilayah 
Kabupaten Kulonprogo pada tahun 2019. Kegiatan operasional 
penerbangan akan meningkat sangat tinggi demikian pula dengan 
animo maskapai penerbangan untuk membuka jalur penerbangan. 
Keberadaan bandara akan lebih maju lagi dengan adanya 
pengembangan jalur angkutan terintegrasi antara darat, laut, dan 
udara. 
(b) Sumber Daya Air 
(1) Sumber daya air utama di DIY adalah Wilayah Sungai Progo-Opak- 
Oyo yang berasal dari daerah aliran sungai (DAS) Progo, Opak dan 
Serang. Sumberdaya air dimanfaatkan untuk irigasi, kebutuhan rumah 
tangga, industri, tenaga listrik dan penggelontoran kota. 
(2) Kebutuhan air untuk rumah tangga dipenuhi melalui sistem air pipa 
PDAM, sumur dan hidran umum. Pemanfaatan air untuk 
penggelontoran dilakukan dalam sistem penggelontoran sanitasi 
perkotaan dengan air permukaan. 
(3) Terjadi penurunan kuantitas dan kualitas air sebagai akibat 
terganggunya fungsi hidrologi sebagai dampak penggunaan 
tanah/alih fungsi lahan dan pengelolaan tanah yang tidak 
dikendalikan di daerah tangkapan air. Selain itu juga terjadi pemakaian 
air yang tidak efisien, terutama untuk keperluan irigasi dan kolam ikan.
(c) Keciptakaryaan 
(1) Pembangunan perumahan permukiman mengarah ke wilayah 
Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY). Perkembangan perumahan 
dan permukiman meningkatkan konversi lahan pertanian menjadi 
perumahan dan bangunan. 
(2) Kebutuhan air minum mengalami peningkatan sejalan dengan 
peningkatan penduduk dan kegiatan masyarakat. 
(3) Saat ini masih banyak limbah cair industri yang dibuang langsung ke 
sistem air limbah terpusat atau ke lingkungan sekitar tanpa ada 
pengolahan. Cakupan pelayanan air limbah terpusat baru mencapai 
4% (di Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta). Total cakupan pelayanan 
limbah dan sanitasi berkisar 51.8%. 
(4) Pelayanan pengangkutan sampah masih rendah. Pelayanan 
pengangkutan sampah di Tempat Pembuangan akhir (TPA) baru 
mencapai sekitar 35% dari total produksi sampah. 
(5) Cakupan sistem drainase mencapai sekitar 53.42%. Sistem ini 
mengandalkan keberadaan sungai-sungai yang melintas sebagai 
drainase induk yang cenderung meningkatkan terjadinya pencemaran 
air sungai. 
(6) Permasalahan pembangunan sampah dan drainase, antara lain 
pencemaran lingkungan dan jumlah sampah, terbatasnya lahan 
tempat pembuangan akhir, tidak berfungsinya saluran drainase. 
2.8. Struktur dan Pola Ruang 
(a) Wilayah di luar DIY yang secara langsung maupun tidak mempengaruhi 
pola pemanfaatan ruang dan perkembangan pembangunan, antara lain: 
(a) Semarang – Solo – Cilacap; (b) Magelang-Klaten-Purworejo-Salatiga- 
Wonogiri-Sukoharjo; (c) Wilayah terpadu Joglosemar, Pawonsari 
Bakulrejo, Gelangmanten. 
(b) Implikasi wilayah eksternal dalam penataan ruang wilayah adalah: 
(1) Semakin meningkatnya kegiatan bersifat perkotaan dalam hal ini 
aksesibilitas, kompatibilitas dan fleksibilitas;
(2) Stuktur tata ruang wilayah DIY secara internal dipengaruhi oleh kondisi 
topografi dan geografis wilayah, yang meliputi kawasan tertentu 
nasional (lindung dan cagar budaya), kawasan cepat tumbuh, kawasan 
potensial untuk berkembang, kawasan yang kritis lingkungan Provinsi 
DIY. 
(c) Kawasan-kawasan di DIY yang secara langsung maupun tidak langsung 
mempengaruhi pola pemanfaatan ruang dan perkembangan 
pembangunan di DIY, antara lain: 
(1) Kawasan Fungsional yang meliputi Hutan Lindung (Kabupaten Gunung 
Kidul dan Kulon Progo), Hutan Konservasi (Suaka Margasatwa, Taman 
Nasional, Cagar Alam/Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya); 
(2) Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS Progo, DAS Opak-Oyo dan DAS 
Serang); 
(3) Kawasan tertentu nasional (Taman Nasional Gunungapi Merapi, 
Kawasan Cagar Budaya: Keraton, candi-candi, Kawasan Rawan 
Bencana: jalur patahan Opak, wilayah Gunung Merapi, dan rawan 
tsunami, banjir dan air pasang di pesisir pantai Kulon Progo dan 
Bantul); 
(4) Kawasan yang cepat tumbuh (Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta, yang 
meliputi Kota Yogyakarta, sebagian Kabupaten Sleman, dan Bantul 
yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta); 
(5) Kawasan yang potensial untuk berkembang (Kabupaten Bantul: 
Sewon, Kasihan, Banguntapan, Sedayu, Srandakan, Imogiri dan 
Piyungan; Kabupaten Sleman: Godean, Gamping, Pakem, Depok; 
Kabupaten Kulonprogo: Wates, Temon, Pengasih, Sentolo, dan 
Nanggulan; Kabupaten Gunungkidul: Wonosari, Bunder, Rongkop, 
Sadeng); 
(6) Kawasan yang kritis lingkungan (Kabupaten Gunungkidul: di 
Purwosari, Panggang, Tepus, dan Rongkop; Kabupaten Bantul: di 
Worotelo, Wukirsari, Muntuk, Jatimulyo, Sendangsari, dan Dlingo; 
Kabupaten Kulonprogo: Kalibawang, Samigaluh, Girimulyo, dan 
Kokap).
(d) Karakteristik tata ruang internal DIY ditandai tingginya kebutuhan ruang 
untuk kegiatan budidaya namun dilain pihak menghadapi keterbatasan 
daya dukung maupun daya tampung lingkungan. Wilayah DIY seluas 
318.580 Ha, dengan 47,188% (150.332 Ha) merupakan kawasan lindung 
(belum termasuk rawan gempa). 

BAB III 
SITUASI DERAJAT KESEHATAN 
Situasi Derajat Kesehatn di suatu wilayah digambarkan dalam berbagai indikator 
derajat kesehatan. Indikator yang dinilai paling peka dan telah disepakati secara 
nasional sebagai ukuran derajad kesehatan suatu wilayah meliputi : (1) Umur 
Harapan Hidup, (2) Angka Kematian Ibu, (3) Angka Kematian Bayi, (4) Angka 
Kematian Balita, dan (5) Status Gizi Balita / bayi. Dalam mencapai Indikator Derajat 
Kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta telah mencapai target yang diharapkan, 
hal ini terbukti dengan diterimanya penghargaan untuk DIY pada tahun 2008 yaitu 
penghargaan Manggala Bhakti Husada Kartika dari Presiden yang merupakan 
sebuah penghargaan atas prestasi sebagai provinsi dengan derajad kesehatan 
terbaik di Indonesia. Situasi derajat kesehatan terkini di wilayah Daerah Istimewa 
Yogyakarta adalah : 
3.1. MORTALITAS 
3.1.1 Umur Harapan Hidup (UHH) 
Salah satu indikator derajat kesehatan adalah Umur Harapan Hidup, seperti 
indikator derajat kesehatan lainnya, UHH diperoleh melalui survai yang 
dilaksanakan oleh Badan Pusat Satatistik (BPS) yang pelaksanaannya tidak tentu 
setiap tahunnya, sehingga angka tesebut tidak setiap tahun tersedia, tetapi dalam 
menggambarkan indikator tersebut maka dapat diperoleh melalui laporan rutin 
yang diperoleh melalui fasilitas kesehatan dengan mekanisme tertentu 
disampainan kepada Dinas Kesehatan, sehingga dapat diperoleh angka absolut 
atau indikator yang berbasis fasilitas (dilaporkan). 
Peningkatan umur harapan hidup di DIY merupakan yang terbaik di Indonesia 
bersama dengan DKI dan Bali, namun demikian bila dibandingkan dengan 
negara-negara Asia Tenggara masih tetap lebih rendah (misal Singapura). Berikut 
gambaran perkembangan UHH sesuai hasil Sensus Penduduk dari tahun 1971 
sampai dengan Sensus Penduduk Tahun 2010 di Provinsi DIY bersumber dari 
BPS.
Gambar 3 : Umur Harapan Hidup Penduduk DIY Hasil Sensus Penduduk 
Jika dirunut sejak tahun 1971, telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan 
selama 30 tahun dari tahun tersebut yang baru mencapai 45,5 tahun. Gambaran 
perkembangan tersebut memperlihatkan telah terjadinya transisi demografi di 
DIY yang sebenarnya telah dimulai pada masa 90-an yang ditunjukkan dengan 
semakin meningkatnya usia lanjut. Umur Harapan Hidup meningkat menjadi 
sebesar 73,27 tahun untuk DIY sesuai hasil Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 
pada tahun 2011 dari sumber data PBS DIY yang terakhir. 
Peningkatan umur harapan hidup ini dipengaruhi oleh multifaktor yang dalam hal 
ini kesehatan menjadi salah satu yang berperan penting didalamnya. Peran 
pengaruh kesehatan ditunjukkan dari semakin menurunnya angka kematian, 
perbaikan sistem pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi di masyarakat. 
Transisi demografi yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah kelompok usia 
lanjut ini juga membawa konsekuensi meningkatnya penyakit-penyakit 
degeneratif di DIY. Penyakit-penyakit degeneratif tersebut dicirikan dengan 
adanya kebutuhan longterm care. Dengan demikian di DIY sudah saatnya untuk 
memulai pengembangan pelayanan jangka panjang tersebut. 
3.1.2. Angka Kelahiran 
Beberapa metode perhitungan untuk menghitung angka kelahiran kasar di 
D.I.Yogyakarta sejak tahun 1968 sampai tahun 2009 yang dilakukan oleh BPS 
menunjukkan bahwa pada tahun 1968 mengalami penurunan dari 35,2 menjadi
tahun 2009 sebesar 13,4. Berdasarkan parameter Hasil Proyeksi Penduduk 
SP2000 di Provinsi D.I.Yogyakarta Tahun 2000 – 2025 dari BPS 2006/2007, 
taksiran jumlah total anak yang dilahirkan oleh 1000 wanita bila para wanita 
tersebut secara terus manerus hamil pada saat mereka berada dalam tingkat 
fertilitas menurut usia pada saat sekarang atau rata-rata jumlah anak yang dapat 
dilahirkan seorang wanita selama masa hidupnya dari tahun 2000 – 2025 tidak 
mengalami peningkatan yaitu 1,4 . Dapat diinterpretasikan bawa jumlah anak 
yang dilahirkan oleh seorang ibu selama hidupnya adalah 1,4. 
Sumber : BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2011 
Gambar 4. Perkiraan Angka Kelahiran Kasar Provinsi DIY 
Jumlah kelahiran pada tahun 2011, jumlah kelahiran (hidup dan mati) adalah 
sebanyak 45.081 dengan jumlah kasus lahir mati sebanyak 242. Dengan 
demikian, jumlah lahir hidup pada tahun 2011 sebanyak 44.839. Pada tahun 
2012 jumlah kelahiran sebesar46.104 dengan kasus lahir mati sebanyak 360 
bayi. Jumlah kelahiran dan kematian yang dilaporkan meningkat dari tahun 2011. 
3.1.3.Angka Kematian Ibu 
Kematian ibu telah menunjukkan penurunan signifikan dalam kurun waktu 30 
tahun terakhir. Secara Nasional angka kematian ibu di DIY juga tetap menempati 
salah satu yang terbaik.Meskipun demikian angka yang dicapai tersebut masih 
relatif tinggi jika dibandingkan dengan berbagai wilayah di Asia Tenggara. 
Berdasarkan data dari BPS, angka kematian ibu dalam 4 tahun terakhir 
menunjukkan penurunan yang cukup baik. Angka terakhir yang dikeluarkan oleh 
BPS adalah tahun 2008, di mana angka kematian ibu di DIY berada pada angka 
104/100rb kelahiran hidup, menurun dari 114/100rb kelahiran hidup pada tahun
2004. Sedangkan pada tahun 2011, jumlah kasus kematian ibu yang dilaporkan 
kabupaten/kota pada tahun 2011 mencapai 56 kasus, meningkat dibandingkan 
tahun 2010 sebanyak 43 kasus. Tahun 2012 jumlah kematian ibu menurun 
menjadi sebanyak 40 kasus sesuai dengan pelaporan dari Dinas kesehatan 
Kab/Kota, sehingga apabila dihitung menjadi Angka Kematian Ibu Dilaporkan 
sebesar 87,3 per 100.000 kelahiran hidup. 
Meskipun angka kematian ibu terlihat kecenderungan penurunan, namun terjadi 
fluktuasi dalam 3 – 5 tahun terakhir. Target MDG’s di tahun 2015 untuk angka 
kematian Ibu nasional adalah 102/100rb kelahiran hidup, dan untuk DIY relatif 
sudah mendekati target, namun masih memerlukan upaya yang keras dan 
konsisten dari semua pihak yang terlibat. 
Tabel 3. Jumlah Kematian Ibu & Anak di DIY Tahun 2010-2011 
3.1.4.Angka Kematian Bayi 
Angka Kematian Bayi (AKB) di D.I. Yogyakarta dari tahun 2010 sesuai hasil 
sensus penduduk tahun 2010 yang telah dihitung oleh BPS Provinsi DIY adalah : 
laki-laki sebesar 20 bayi per 1000 kelahiran hidup, sedangkan perempuan 
sebesar 14 per 1000 kelahiran hidup. HasilSurvai Demografi dan Kesehatan 
(SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa Angka Kematian Bayi di DIY mempunyai 
angka yang relatif lebih tinggi, yaitu sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup (taget
MDG’s sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015). Apabila melihat 
angka hasil SDKI 2012 tersebut, maka masalah kematian bayi merupakan hal 
yang serius yang harus diupayakan penurunannya agar target MDG’s dapat 
dicapai. Angka kematian bayi menurut SDKI 2012 seperti pada gambar berikut : 
Gambar 5. Angka Kematian Bayi per 1000 kelahiran hidup 
Hasil sensus penduduk sejak tahun 1971 sampai dengan sensus tahun 2010 
menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang sangat signifikans angka kematian 
bayi dari 102 bayi per 1000 kelahiran hidup sampai 17 bayi per 1000 kelahiran 
hidup pada tahun 2010 (sesuai hasil sensus penduduk). Sedangkan menurut 
proyeksi BPS dari hasil sensus penduduk tahun 2000 pada kurun waktu 2000- 
2005 (5 tahun) penurunan AKB rata-rata per tahun adalah 3,9%. Sedangkan 
untuk periode tahun 2005 -2010 penurunan AKB rata-rata per tahun adalah 2,5% 
dan periode 2010 - 2015 adalah 1,7%. Periode tahun 2020 - 2025 diperkirakan 
tidak terjadi penurunan karena tingkat kematian yang sudah sangat kecil 
(“hardrock”) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sangat sulit untuk 
dikendalikan diantaranya faktor genetik. 
Sebagaimana gambaran perkembangan angka kematian ibu, angka kematian 
bayi di DIY juga mengalami penurunan yang sangat signifikan jika dibandingkan 
dengan sebelum tahun 1990. Laporan kabupaten / kota menunjukkan bahwa
pada tahun 2011 terjadi sebanyak 419 bayi meninggal dengan berbagai sebab. 
Angka kematian bayi tahun 2011 masih tetap / sama dengan tahun sebelumnya 
yaitu 17 per 1000 kelahiran hidup. 
Angka Kematian Bayi tahun 2011 jauh lebih baik dibandingkan 20 tahun 
sebelumnya yang mencapai 62 / 1000 kelahiran hidup (tahun 1980). Dengan 
pola penurunan tersebut maka diprediksikan pada tahun 2013 angka kematian 
bayi di DIY diharapkan akan mencapai 16 / 1000 kelahiran hidup.Pola penurunan 
dan kenaikan angka kematian bayi sensitif terhadap berbagai faktor lain. Seperti 
yang terlihat pada periode tahun 1997 sampai dengan 1999 dimana terjadi krisis 
multidimensi yang berdampak secara tidak langsung kepada peningkatan angka 
kematian bayi di DIY. Secara Nasional, target MDG’s untuk angka kematian bayi 
pada tahun 2015 ditargetkan akan menurun menjadi dua pertiga dari kondisi 
tahun 1999 (dari 25/1000 kelahiran hidup menjadi 16/1000 kelahiran hidup). 
3.1.5. Angka Kematian Balita 
Angka kematian balita memiliki kecenderungan penurunan yang cukup baik. 
Tahun 1971 tercatat tingkat kematian balita yang sangat tinggi yaitu mencapai 
152 / 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut secara berangsur turun dan 20 tahun 
kemudian menjadi 54/1000 kelahiran hidup,tahun 2002 sudah mencapai 30 / 
1000 kelahiran hidup dan data tahun 2010 telah mencapai angka 19/1000 
kelahiran hidup. 
Gambar6 : Angka Kematian Balita Propinsi DIY Tahun 1971 - 2010
(Sumber Sensus, SDKI, Supas, Profil Depkes, Profil Dinkes DIY) 
Pola penurunan sedikit mengalami pola yang berbeda pada kisaran tahun 1997 
sampai dengan 2002 yang kemungkinan disebabkan oleh adanya krisis multi 
dimensi di Indonesia. Laporan kabupaten / kota tahun 2011 menunjukkan jumlah 
kematian anak balita sebanyak 50 kasus. Sedangkan pada tahun 2012 kematian 
anak balita dilaporkan sebanyak 50 kasus. 
Dengan pola penurunan sejak tahun 1971 tersebut maka diprediksikan di tahun 
2013 angka kematian balita akan mencapai 16/1000. Secara Nasional target 
MDG’s untuk angka kematian balita pada tahun 2015 ditargetkan akan menurun 
menjadi dua pertiga dari kondisi tahun 1999. Tetapi apabila dilihat dari hasil 
SDKI tahn 2012 di DIY angka kematian Balita mencapai 30 per 1.000 kelahiran 
hidup (terendah kedua secara Nasional, setelah Riau) dengan target MDG”s 
pada tahun 2015 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Hal yang bebeda dapat 
dilihat pada hasil pelaporan bahwa jumlah kematian balita di DIY tahun 2012 
sebesar 450 balita (sehingga angka kematian balita dilaporkan sebesar 9,8 per 
1.000 kelahiran hidup). 
3.2. MORBIDITAS 
3.2.1. Pola penyakit 
Pola penyakit di DIY dapat dipantau melalui Sistem Survailans Terpadu Penyakit 
di Puskesmas selin dari hasil pemantauan kunjungan pasien di Puskesmas. Hasil 
pemantauan melalui STP di tingkat Puskesmas diamati setiap bulan berdasarkan 
laporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang selanjutnya 
disampaikan kepada Dinas Kesehatan DIY untuk dilakukan pengolahan dan 
pengamatan secara terus menerus terhadap penyakit yang berpotensi 
menyebabkan terjadinya wabah. Penyakit menular yang selalu masuk dalam 
sepuluh besar penyakit di Puskesmas selama beberapa tahun terakhir adalah 
ISPA, penyakit saluran nafas (Bronchitis, Asma, Pneumonia), dan diare. 
Sementara untuk Balita, pola penyakit masih didominasi oleh penyakit-penyakit 
infeksi.
Hasil pengolahan untuk laporan Survailans Terpadu Penyakit di tingkat 
Puskesmas adalah sebagai berikut : 
Gambar 7 : Distribusi 10 besar penyakit pada Puskesmas di DIY Januari sampai 
dengan Desember 2012 
Laporan STP Rumah Sakit rawat jalan juga dilakukan pengolahan dengan hasil 
yang tidak jauh berbeda dari laporan di tingkat Puskesmas yaitu pola penyakit 
masih didominasi oleh penyakit infeksi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada 
gambar berikut : 
Gambar 8. Pola Penyakit Rawat Jalan di Rumah Sakit (Sistem Survailans Terpadu) 
Tahun 2012
Berdasarkan laporan SIRS tahun 2012 dapat diketahui bahwa kunjungan rawat 
jalan di Rumah Sakit juga masih didominasi oleh penyakit infeksi saluran 
pernafasan dan diikuti oleh demam.Pola penyakit rawat jalan di puskesmas 
maupun rumah sakit tidak jauh berbeda pada tahun-tahun sebelumnya, dimana 
penyakit-penyakit infeksi masih merupakan sepuluh besar penyakit yang 
dominan di DIY. 
45000 Infeksi saluran napas bagian atas akut 
Lainnya 
Demam yang sebabnya tidak diketahui 
Dermatosis akibat kerja 
Faringitis akut 
Penyakit sistem napas lainnya 
Dispepsia 
Penyakit pulpa dan periapikal 
Penyakit telinga dan proseus mastoid 
Cedera YDT lainnya.YTT dan daerah badan 
mutipel 
Hipertensi esensial (primer) 
Gambar 9. Pola Penyakit rawat Jalan di RS th 2012 (Laporan SIRS 2012) 
40000 
35000 
30000 
25000 
20000 
15000 
10000 
5000 
0 
Penyakit-penyakit infeksi diantaranya diare masih mendominasi sepuluh besar 
penyakit pada rawat inap di Rumah Sakit tahun 2012.Menarik bahwa pada 
banyak kasus kunjungan, penyakit Hipertensi telah menjadi penyakit paling 
dominankedua bagi kelompok keluarga di DIY. Tidak seperti ISPA, besaran 
persentase penyakit hipertensi menurut kabupaten kota cukup bervariasi. 
3.2.1.1. Pola Penyakit Menular 
Penyakit–penyakit yang sudah menurun seperti tuberkulosa paru dan malaria, 
masih memiliki potensi untuk meningkat kembali (re-emerging) mengingat kondisi 
perilaku dan lingkungan (fisik, ekonomi, sosial, budaya) masyarakat yang kurang 
mendukung. Kondisi tergambar dari masih belum tereliminasinya berbagai 
penyakit tersebut dan masih tingginya faktor risiko baik perilaku maupun 
lingkungn di masyarakat. Di sisi lain penyakit endemis seperti DBD sampai saat 
ini masih tetap menjadi ancaman.
a. DBD 
Tingkat kematian penyakit DBD (case fatality rate) pada tahun 2011 lebih 
rendah dari rata-rata nasional. Data program P2M tahun 2011 menunjukkan 
bahwa CFR (case fatality rate / angka kematian) DBD DIY sebesar0,5 
(nasional <1) denganincident rate/angka insidensi tahun 2011 sebesar 28,8 
/100.000 penduduk. Sedangkan untuk tahun 2012 menglami penurunan CFR 
yaitu sebesar 0,21. Tren CFR DBD di DIY dapat dilihat pada gambar 11. 
Gambar. 10. Peta kasus DBD Provinsi DIY Tahun 2012 
Pada tahun 2011 angka insidensi mengalami penurunan menjadi 28,8 / 
100.000 penduduk sementara untuk angka kematian / CFR mengalami 
penurunan menjadi 0,5 dari keseluruhan kasus. Meskipun mengalami 
penurunan namun kasus dan kematian akibat penyakit DBD masih masuk 
dalam kategori tinggi. Jumlah kasus DBD pada tahun 2011 dilaporkan 
sebanyak 985 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 5 kasus. Tahun 2012 
dilaporkan sebanyak 971 kasus dengan CFR sebesar 0,21.
Gambar. 11Gambaran CFR DBD DIY (sumber Seksi P2 Dinkes DIY Tahun 2013) 
Meskipun angka kejadian DBD mengalami penurunan dibanding tahun 
sebelumnya, namun tingginya prevalensi penyakit DBD tidak terlepas dari 
masih tingginya faktor risiko penularan di masyarakat seperti angka bebas 
jentik yang masih di bawah 95% yaitu pada tahun 2011 angka bebas jentik 
sebesar 86,62 rumah yang bebas dari jentik Aedes aegypti. Angka bebas 
jentik untuk tahun 2012 telah mengalami peningkatan, yaitu sebesar 91,81% 
sehingga diharapkan penularan dapat dikurangi yang akan berdampak pada 
penurunan kasus DBD di DIY. 
b. TBC 
Kualitas pengobatan TBC di DIY berdasarkan laporan program P2M, 
meskipun dari tahun ke tahun terus meningkat namun tetap masih rendah 
yaitu angka kesembuhan baru mencapai 84,07% (target 85%). Sedangkan 
untuk angka prevalensi TB pada tahun 2012 sebesar 76,88 meningkat 
dibandingkan tahun 2011 sebesar 69,65. Tren prevalensi TB di DIY 
berfluktuatif setiap tahunnya antara 50 sampai 76, seperti pada gambar 
dibawah ini.
Grafik 12Prevalensi TB di DIY (sumber Seksi P2) 
Permasalahan lain adalah penemuan penderita yang masih rendah dimana 
pada tahun 2009 baru mencapai 52,6% (target 70%). Angka tersebut masih 
belum beranjak membaik dengan capaian di tahun 2010 yang baru mencapai 
53,3%. Sedangkan pada tahun 2011 menurun menjadi sebesar 50,8 % 
dengan target yang tetap yaitu sebesar 70%. 
Kontribusi penemuan Suspek UPK TB di DIY pada tahun 2012 dengan jumlah 
18.457 suspek adalah : Pukesmas sebanyak 10.305 (56%), Rumah Sakit 
sebanyak 4.466 (24%), dan BP4 sebanyak 3.686 (20%). 
Lokasi pengobatan TB baru untuk BTA positif (sebanyak 1.220 pasien) 
terbanyak di Puskesmas 55%, BP4 23% dan di Rumah Sakit sekitar 22%. Hal 
ini menunjukkan bahwa pelayanan di Puskesmas masih merupakan pilihan 
masyarakat untuk mencari pengobatan.
Grafik 13 Tren Jumlah Penderita TB di DIY 
Penderita TBC yang tidak sembuh atau penderita yang tidak memperoleh 
pengobatan karena belum ditemukan, merupakan sumber penular yang 
mengancam pencapaian derajad kesehatan mengingat penyakit TBC 
disamping bisa menimbulkan kematian yang tinggi juga menjadi prekursor 
berbagai penyakit dengan fatal lain seperti HIV/AIDS, penyakit paru obstruksi, 
dan lain sebagainya. 
Sementara itu kematian dan kesakitan akibat penyakit infeksi saluran 
pernafasan, menjadi penyebab kematian terbesar dan memiliki 
kecenderungan peningkatan. Penyakit TBC memegang peran penting kasus 
kesakitan dan kematian penyakit saluran pernafasan tersebut dan 
bertanggungjawab terhadap kecenderungan peningkatannya mengingat sifat 
penularan dan perilaku masyarakat 
c. Malaria 
Penyakit malaria telah menurun dengan sangat signifikan dalam lima tahun 
terakhir. Namun demikian masih ditemukan adanya kasus penularan 
indigenous malaria Kabupaten Kulonprogo. Total kasus (indigenous dan non 
indigenous) tahun 2012 terlaporkan sejumlah 241 kasus terbanyak berasal 
dari Kabupaten Kulonprogo.
Gambar 14. Peta Kasus Malaria DIY (sumber Seksi P2 Dinkes DIY tahun 2013) 
Angka API / AMI per 100 penduduk tahun 2011 di Provinsi DIY kurang dari 
0.01. Hasil pengamatan program P2M memperlihatkan bahwa episentrum 
KLB malaria masih dijumpai di wilayah Kulonprogo. Sementara belum baiknya 
kondisi lingkungan dan peningkatan pemanasan global dikhawatirkan akan 
tetap memberikan peluang yang tinggi bagi perkembangan penyakit ini.Pada 
tahun 2011 dan 2012 tidak ada kematian akibat penyakit malaria di DIY. 
d. HIV/AIDS 
DIY saat ini telah menempati urutan ke 17 provinsi dengan penderita penyakit 
HIV/AIDS terbesar. Penularan telah berubah dengan dominasi dari jarum 
suntik pengguna narkoba. Penderita HIV/AIDS terbanyak adalah kelompok 
usia 20-26 tahun. Laporan program P2M tahun 2012 menunjukkan bahwa 
penemuan kasus HIV/AIDS dicapai 1.940 kasus. 
Dari kasus yang ditemukan sejumlah 831 kasus diantaranya telah memasuki 
fase AIDS sedangkan sisanya masih dalam fase HIV positif (1.110 kasus). 
Proporsi kasus berdasarkan jenis kelamin adalah : untuk kasus HIV (562 
kasus laki-laki dan 399 kasus perempuan) dan untuk kasus AIDS (579 laki-laki 
dan 246 perempuan).Sementara itu pada tahun 2011 terdapat 41 kematian 
akibat AIDS yang meliputi 19 penderita laki-laki dan 22 penderita perempuan. 
Kondisi kasus AIDS hingga Desember tahun 2012 adalah : 1.685 hidup, 205 
meninggal dan tanpa diketahui sebesar 51 kasus.
Gambar 15. Distribusi ODHA berdasar Faktor Resiko 
Proporsi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di DIY berdasarkan pada Faktor 
Resiko yang menyebabkan HIV/AIDS didominasi oleh perilaku Heteroseksual 
sebanyak 51%, Tidak diketahui sebanyak 25%, IDU’s 13% dan yang lainnya 
adalah Homoseksual, Biseksual, Perinatal dan Transfusi. 
e. Filariasis dan Leptospirosis 
Kasus filariasis pada tahun 2011 ditemukan hanya ditemukan di Kabupaten 
Gunungkidul di DIY sebanyak 6 kasus yang meliputi laki-laki 1 kasus dan 
perempuan 5 kasus. Dibandingkan dengan tahun 2008, kasus leptospirosis 
pada tahun 2009 mengalami peningkatan yaitu sebesar 92 kasus dengan 
jumlah kematian 6 kasus. Kasus Leptospirosis tahun 2012 terlaporkan 63 
kasus dengan kematian 2 kasus. Kasus menurun tajam dari tahun 2011
sebanyak 626 kasus dengan jumlah kematian sebesar 43 kasus. 
f. Kusta 
Penderita penyakit kusta di DIY jumlahnya kecil. Berdasarkan laporan 
Kabupaten / kota Tahun 2011 jumlah penderita penyakit kusta yang berhasil 
diidentifikasi mencapai 44 orang (4 PB dan 40 MB). Angka yang dilaporkan 
tersebut hampir sama dibandingkan laporan tahun 2009 yang mencapai 
jumlah 45 orang dan tahun 2010 sejumlah 31 orang. Sedangkan angka 
penemuan kasus baru penyakit kusta (NCDR) sebesar 1 per 100.000 
penduduk. Salah satu yang menjadi catatan penting dikaitkan dengan 
penderita kusta adalah tingkat pencapaian pengobatan yang berhasil 
mencapai 100% di tahun 2011. Kasus Kusta mengalami penurunan, tahun 
2012 dilaporkan hanya 36 kasus kusta dengan perincian 23 kasus PB dan 13 
kasus MB. 
g. Pneumonia Balita 
Pada tahun 2011 dilaporkan terdapat 1.739 kasus pneumonia pada balita 
yang ditangani dari perkiraan 34.575 kasus pneumonia. Laporan dari berbagai 
sarana pelayanan kesehatan pemerintah menunjukkan bahwa pada tahun 
2010 dilaporkan sebanyak 1.813, sedangkan pada tahun 2012 ditemukan 
2.936 kasus Pneumonia Balita, meningkat dibandingkan dengan tahun 
sebelumnya.
h. Diare 
Penderita diare di puskesmas di kabupaten / kota setiap tahun jumlahnya 
cukup tinggi. Namun demikian hal ini belum dapat menggambarkan prevalensi 
keseluruhan dari penyakit diare karena banyak dari kasus tersebut yang tidak 
terdata oleh sarana pelayanan kesehatan (pengobatan sendiri atau 
pengobatan di praktek swasta). Laporan profil kabupaten / kota menunjukkan 
bahwa selama kurun tahun 2011 jumlah penderita diare danmemeriksakan ke 
sarana pelayanan kesehatan mencapai64.857 dari perkiraan kasus sebanyak 
150.362 penderita diare, sementara tahun 2012 mencapai 74.689 kasus 
dilaporkan menderita diare. 
g. Penyakit bisa dicegah dengan Imunisasi 
Program imunisasi telah dijalankan sejak lama di seluruh wilayah Indonesia 
dan telah mencapai hasil yang cukup baik.Provinsi DIY merupakan wilayah 
yang memiliki tingkat pencapaian kinerja dalam program imunisasi yang 
terbaik di Indonesia. Seluruh desa (100%) di tahun 2012 yang ada di DIY 
telah masuk dalam kategori desa UCI (Universal Coverage Immunization) 
yaitu suatu indikasi yang menggambarkan bahwa desa tersebut penduduknya 
telah menjalankan imunisasi. Hasil pencapaian program imunisasi juga terlihat 
dari berbagai kasus penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi yang relatif 
kecil dibandingkan dengan wilayah lain. 
Gambar 18. Cakupan Imunisasi DIY Tahun 2012
Laporan kabupaten / kota memperlihatkan bahwa pada tahun 2012 ditemukan 
kasus penyakit campak 379 kasus (terbanyak di Kota Yogyakarta). Sementara 
kasus polio dan tetanus neonatorum pada tahun 2012 tidak ditemukan 
sedangkanuntuk kasus Postusis ditemukan 23 kasus di Kota Yogyakarta. 
Cakupan program Immunisasi di DIY secara umum sudah mencapai target 
yang dietapkan, seluruhnya sudah diatas 95% (seperti pada Gambar diatas). 
h. New Emerging Disease 
Hasil laporan kabupaten / kota menunjukkan bahwa di 5 kabupaten/kota telah 
terdeteksi unggas (>1 jenis) positif Avian Influenza. Potensi penyakit Avian 
Influenza masih terbuka lebar dengan masih buruknya pemahaman dan 
perilaku masyarakat untuk melakukan pencegahan.Beberapa penyakit baru 
lain seperti Influanza H1N1, SARS dan lain sebagainya akan tetap 
mengancam dengan semakin tingginya tingkat mobilitas penduduk antar 
wilayah dan belum baiknya pola perilaku sehat masyarakat. 
3.2.1.2. Penyakit Tidak Menular 
Datapada saat ini memperlihatkan bahwa pola penyakit pada semua golongan 
umur telah mulai didominasi oleh penyakit-penyakit degeneratif, terutama 
penyakit yang disebabkan oleh kecelakaan, neoplasma, kardiovaskuler dan 
Diabetes Mellitus (DM). Laporan Survailans Terpadu Penyakit (STP) Puskesmas 
di DIY pada tahun 2012 penyakit Hipetensi (29.546 kasus) dan Diabetes Militus 
(7.434 kasus) masuk dalam urutan ketiga dan kelima dari distribusi 10 besar 
penyakit berbasis STP Puskesmas. 
Seiring dengan peningkatan status ekonomi, perubahan gaya hidup dan efek 
samping modernisasi, maka problem penyakit tidak menular pun cenderung 
meningkat. Beberapa penyakit tersebut diantaranya adalah Penyakit Jantung 
dan Pembuluh Darah (kardiovaskuler), Diabetes Mellitus, Kanker, Gangguan 
Jiwa. 
Sejak tahun 1997 data menunjukkan bahwa, pola kematian yang tercatat di 
rumah sakit – rumah sakit di DIY telah mulai menunjukkan pergeseran. Jenis 
penyakit penyebab kematian terbanyak dari semula penyakit-penyakit menular
menjadi kematian akibat penyakit yang masuk dalam kategori penyakit tidak 
menular. Perkembangan lebih lanjut semakin menunjukkan dominasi penyakit 
tersebut sebagai penyebab kematian di DIY. 
Pada beberapa tahun yang akan datang, jumlah penderita penyakit tidak menular 
akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan jumlah penduduk usia tua semakin 
bertambah. Keadaan ini mengakibatkan bertambahnya kebutuhan akan 
longterm care. 
Penyakit yang berhubungan dengan organ paru juga menjadi penyakit yang perlu 
diwaspadai di DIY. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan 
bahwa penyakit paru termasuk asma selalu masuk 10 penyebab langsung dan 
tidak langsung kesakitan dan kematian utama di Indonesia termasuk DIY. Hasil 
Riset kesehatan daerah (Riskesdas 2007) menunjukkan bahwa propinsi DIY 
masuk dalam lima besar provinsi dengan kasus hipertensi terbanyak. 
Kasus Hipertensi per Provinsi 
(Riskesdas 2007) 
37.437.237.036.635.8 
34.033.933.632.431.631.531.531.331.231.230.330.229.929.829.429.329.129.028.828.428.127.6 
31,7% 
26.325.124.1 
Bangka Belitung 
Jawa Tengah 
Sulawesi Tengah 
DI Yogyakarta 
Riau 
Sulawesi Barat 
Kalimantan Tengah 
Nusa Tenggara Barat 
Sulawesi Tenggara 
Sumatera Selatan 
Gorontalo 
Kalimantan Timur 
Sumatera Barat 
Sulawesi Utara 
Kepulauan Riau 
NAD 
Jambi 
Kalimantan Barat 
Jawa Barat 
Maluku 
Bali 
Sulawesi Selatan 
DKI Jakarta 
Maluku Utara 
Nusa Tenggara Timur 
Banten 
Sumatera Utara 
Bengkulu 
Lampung 
Papua 
Papua Barat 
Gambar 19. Kasus Hipertensi di Indonesia (Sumber : Riskesdas 2007) 
22.0 
20.1 
40.0 
35.0 
30.0 
25.0 
20.0 
15.0 
10.0 
5.0 
0.0 
Jawa Timur 
Suhu udara yang panas dan meningkatnya asap kendaraan bermotor di 
Yogyakarta mengakibatkan beberapa parameter pencemaran udara sudah 
memasuki taraf waspada. Hasil pantauan kualitas udara oleh Kantor 
Penanggulangan Dampak Lingkungan Kota Yogyakarta menunjukkan beberapa 
kadar zat berbahaya di udara melebihi batas baku mutu udara. Selain itu juga 
jumlah perokok di Yogyakarta pada hasil berbagai survey termasuk Susenas, 
telah mencapai lebih dari 30%.Hasil survey Dinas Kesehatan DIY tahun 2006
dan 2008 memperlihatkan bahwa antara 56% rumah tangga di DIY tidak bebas 
asap rokok. Sedngkan pada hasil Riskesdas tahun 2010 kasus hipertensi di 
Provinsi DIY mencapai 35,8 % diatas rata-rata seluruh Indonesia yang mencapai 
31,7%. 
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, intra cranial injury (kecelakaan) telah 
menempati urutan kedua terbanyak sebagai penyebab kematian dan 
menunjukkan kecenderungan peningkatan. Kecelakaan lalu lintas di DIY mulai 
mengalami peningkatan yang cukup besar. Data dari Polda DIY menunjukkan 
jumlah kecelakaan lalu lintas di wilayah DIY tahun 2012 adalah sebagai berikut : 
kejadian kecelakaan lalu lintas di wilayah Kabupaten Sleman tertinggi yaitu 
sebanyak 1.548 kejadian, Bantul 1.420 kejadian, Yogyakarta 678 kejadian, 
Gunung Kidul sebanyak 453 kejadian dan Kulon Progo berjumlah 323 kejadian. 
Mencegah kematian dini akibat kecelakaan bagaimanapun tidak lagi hanya 
menjadi tugas Kepolisian tetapi menjadi tugas semua pihak seperti kesehatan. 
Meskipun sampai saat ini data mengenai tingkat risiko kematian yang ditimbulkan 
dari kecelakaan dari sektor kesehatan belum dimiliki, namun peran sistem 
rujukan dan penanganan pra rujukan diyakini akan memiliki peran besar 
menurunkan angka risiko kematian dini tersebut. Beberapa upaya di bidang 
kesehatan telah dilakukan untuk memperingan penderitaan dan mempercepat 
penanganan korban melalui Unit Reaksi Cepat di beberapa Kabupaten/Kota 
yang melibatkan instansi terkait seperti PMI, diantaranya adalah “Yes 118” di 
Kota Yogyakarta dan Kabupaten lain serta peningkatan kapasitas petugas medis 
melalui bernagai pelatihan kegawat daruratan. 
3.2.2. Pola Kematian Akibat Penyakit 
Data penyebab kematian di masyarakat secara akurat belum dapat diperoleh, 
akan tetapi melalui pencatatan dan pelaporan rutin dari Rumah Sakit di DIY 
melalui mekanisme SIRS dapat diperoleh gambaran pola penyebab kematian di 
Rumah Sakit, meskipun belum seluruh Rumah Sakit menyampaikan laporannya. 
Penyakit jantung dan stroke dalam sepuluh tahun terakhir selalu masuk dalam 10 
penyakit penyebab kematian tertinggi. Analisis tiga tahun terakhir dari data di 
seluruh rumah sakit di DIY menunjukkan, penyakit-penyakit kardiovaskuler
seperti jantung, stroke, hipertensi atau dikenal sebagai penyakit CVD 
(cardiovasculer disease) menempati urutan paling tinggi penyebab kematian. 
Tahun 2009 menunjukkan bahwa dominasi kematian akibat penyakit tidak 
menular sudah mencapai lebih dari 80% kematian akibat penyakit yang ada di 
DIY (hospital based). CVD tidak hanya menempati urutan tertinggi penyebab 
kematian tetapi jumlah kematiannya dari tahun ke tahun juga semakin meningkat 
seiring semakin meningkatnya jumlah penderita penyakit-penyakit CVD 
sebagaimana laporan RS di DIY. 
Gambar 20. Penyebab kematian di RS akibat penyakit tahun 2011 (Sumber : Laporan SIRS 
Dinkes DIY Tahun 2011, data terbaru belum tersedia) 
Kematian akibat cedera intracranial (kecelakaan) yang selama ini kurang 
mendapat perhatian ternyata telah menempati urutan kedua terbanyak sebagai 
penyebab kematian bahkan menunjukkan kecenderungan peningkatan tajam 
dalam tiga tahun terakhir. 
Dalam enam tahun terakhir, peristiwa kecelakaan lalu lintas di provinsi DI 
Yogyakarta terbilang cukup tinggi. Data Kepolisian menunjukkan, kasus 
kecelakaan di DIY, meningkat tiga kali lipat dan setiap tahun sedikitnya 130 
meninggal (12%) akibat kecelakaan lalu lintas di DIY. Laporan Kepolisian 
menunjukkan bahwa 88% kematian diakibatkan oleh cedera kepala. 
Faktor perilaku pengendara memang menjadi faktor dominan bagi tinggi 
rendahnya tingkat kematian akibat kecelakaan. Meskipun demikian disamping
faktor perilaku tersebut, dukungan pelayanan kesehatan dalam bentuk pelayanan 
pertolongan pertama / prarujukan, rujukan gawat darurat dan kualitas pelayanan 
di sarana pelayanan kesehatan sedikit banyak juga bisa ikut berperan untuk 
menurunkan kematian akibat kecelakaan. Oleh karena itu perbaikan sistem 
pelayanan termasuk pertolongan prarujukan dan rujukan diharapkan akan 
mampu menurunkan tingkat kematian. 
Penyakit infeksi saluran nafas merupakan satu dari dua penyakit infeksi yang 
masuk sebagai penyebab kematian terbanyak di Yogyakarta. Dalam catatan 
medis jenis penyebab terbanyak adalah Bronchitis dan Pneumonia, namun 
dengan melihat kondisi prevalensi dan penemuan kasus TBC di DIY pada 
khususnya, maka sangat dimungkinkan bahwa penyakit TBC ikut pula menjadi 
salah satu kontributor kematian penyakit tersebut. 
Pola kematian akibat gagal jantung masuk pada urutan keempat sebagai 
penyebab kematian di DIY seperti hasil pengolahan dari Laporan Rumah Sakit, 
gejala tersebut dapat menunjukkan bahwa penyakit degeneratif menjadi 
ancaman yang harus diwaspadai, terutama dalam melaksanakan program 
promotif tehadap perilaku hidup sehat agar masyarakat dapat mengurangi faktor 
resiko untuk penyakit degeneratif. Beberapa upaya telah dilakukan dalam 
pemantauan dan pengendalian faktor resiko penyakit tidak menular, diantaranya 
dengan melaksanakan skrining di pelayanan dasar dan peningkatan penyuluhan 
dan cakupan PHBS di masyarakat. 
3.3. STATUS GIZI 
Status Gizi merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. 
Gambaran keadaan gizi masyarakat DIY pada tahun 2012 adalah masih 
tingginya prevalensi balita kurang gizi yaitu sebesar 8,45 %, walau sudah 
menurun dibanding tahun 2011 sebesar 10%. Sedangkan prevalensi balita 
dengan status gizi buruk sebesar pada tahun 2012 sebesar 0,56% dan tahun 
2011 sebesar 0,68% (menurun dibanding tahun 2010 sebesar 0,7%). 
Meskipun angka gizi kurang di DIY telah jauh melampaui target nasional 
(persentase gizi kurang sebesar 15% di tahun 2015) namun penderita gizi buruk
masih juga dijumpai di wilayah DIY. Tahun 2008 sampai 2012 terdapat 
penurunan prevalensi balita dengan status gizi buruk, namun demikian perlu 
dilihat disparitas angka prevalensi gizi buruk di setiap wilayah Kabupaten/kota 
dan kecamatan. Prevalensi balita gizi buruk di 4 kabupaten sudah sesuai 
harapan yaitu <1%, sedangkan di Kota Yogyakarta masih 1,35%, sehingga 
meskipun sudah melampaui target secara nasional tetapi diharapkan seluruh 
Kabupaten/Kota di DIY sudah berada di bawah 1%. 
Gambar 21. Situasi Status Gizi di DIY (Laporan Program Gizi) 
Berdasarkan laporan hasil pemantauan status gizi di kabupaten / kota tahun 
2012, peta Balita BGM (Bawah Garis Merah) yaitu standar yang menggambarkan 
status gizi balita, memperlihatkan bahwa balita BGM/D di DIY belum mencapai 
target. Di kabupaten Bantul dan Gunungkidul masing masing 1,6% dan 2%, 
sedangkan 3 kab/kota yang lain <1,5%. 
Dari segi pelayanan, cakupan balita gizi buruk yang mendapat perawatan 
mencapai 100%, artinya seluruh balita yang mengalami gizi buruk (dengan 
indikator BB/TB), semuanya mendapatkan perawatan.Sedangkan untuk situasi 
gizi ibu hamil, prevalensi Ibu hamil anemia masih pada kisaran 15 sampai 39% di 
4 Kabupaten/Kota, kecuali di Kabupaten Sleman anamia bumil sudah dibawah 
15 %. Cakupan amemia ibu hamil yang semakin rendah diharapkan akan 
meningkatkan angka status gizi baik, karena dari ibu yang sehat dan bebas 
anemia selama kehamilan maka akan melahirkan bayi yang sehat dan dapat
melaksanakan program ASI eksklusif selama 6 bulan serta merawat balita 
dengan gizi yang baik dan seimbang. Berikut adalah peta prevalensi ibu hamil 
yang anemia di wilyah DIY pada tahun 2012. 
Gambar 22. Situasi Prevalensi Bumil Anemi di DIY (Laporan Program Gizi) 
ooOOoo
BAB IV 
SITUASI UPAYA KESEHATAN 
4.1.VISI & MISI 
Pelaksanaan upaya kesehatan di provinsi DIY tidak terlepas dari Visi dan Misi 
provinsi DIY dalam melaksanakan pembangunan kesehatan. 
VISI DINAS KESEHATAN PROPINSI DIY sebagai berikut : 
“Dinas Kesehatan yang katalistik mendukung terciptanya 
status kesehatan DIY yang tinggi, serta sebagai pusat 
pelayanan dan pendidikan kesehatan yang bermutu dan 
beretika” 
Dan misi sebagai berikut : 
1. Mencegah meningkatnya risiko penyakit & masalah kesehatan 
2. Menyediakan pelayanan kesehatan secara merata, bermutu baik pemerintah 
maupun swasta 
3. Meningkatnya pembiayaan kesehatan yg cukup untuk peningkatan status 
kesehatan masyarakat 
4. Meningkatkan mutu pendidikan, pelatihan tenaga kesehatan serta penelitian 
kesehatan 
Target dan pencapaian indikator pembangunan mengacu pada Visi indonesia 
Sehat 2010 dan standar pelayanan yang mengacu pada kepmenkes RI No. 
281/menkes/SK/IX/2008 tentang standar Palayanan Minimal bidang Kesehatan 
yang dierbarui menjadi Kepmenkes 147 tahun 2003 dengan 18 indikator, Target 
MDG’s serta berdasarkan Rencana Strategik Dinas Kesehatan DIY.
4.2. Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan 
Pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan di wilayah DIY meliputi 
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan. Sarana pelayanan kesehatan di 
Daerah Istimewa Yogyakarta dilaksanakan oleh Puskesmas dan jajarannya serta 
Rumah Sakit baik pemerintah maupun swasta. Sarana pelayanan kesehatan 
dasar dilaksanakan oleh Puskesmas dan jajarannya, berikut adalah peta sarana 
pelayanan kesehatan dasar di tiap Kabupaten/kota di DIY : 
Tabel 4. Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar di DIY Tahun 2012 
Akses masyarakat Yogyakarta terhadap sarana pelayanan kesehatan telah 
cukup baik. Salah satunya diperlihatkan dari aksesibilitas jarak jangkauan. Hasil 
survey Dinas Kesehatan, menunjukkan bahwa lebih dari 80% penduduk DIY 
hanya berjarak 1-5 km terhadap puskesmas dan lebih dari 70% penduduk hanya 
berjarak 1-5 km terhadap rumah sakit dan dokter praktek swasta. Tidak 
ditemukan penduduk yang memiliki jarak tempuh lebih dari 10 km terhadap 
sarana pelayanan puskesmas, dokter praktek swasta dan bidan, yang 
menunjukkan mudahnya akses jarak jangkauan penduduk terhadap sarana 
pelayanan. Aksesibilitas jarak jangkauan terhadap sarana pelayanan kesehatan 
cukup merata antar kabupaten kota. Penduduk DIY di setiap Kabupaten / Kota 
pada umumnya berada pada kisaran 1-5 km terhadap Puskesmas. 
Pelayanan kesehatan rujukan diampu oleh Rumah Sakit, di DIY jumlah Rumah 
Sakit Umum dan Khusus adalah sebagai berikut :
Jumlah Rumah Sakit Umum : 45 RS (RS Pemerintah 7, TNI/Polri 3 dan RS 
Swasta sebanyak 35 RS). Jumlah Rumah Sakit Jiwa sebanyak 2 RS, Rumah 
Sakit Ibu & Anak sebanyak 8 RS dan jumlah Rumah Sakit Khusus lainnya 
sebanyak 10 RS. 
Sarana pendukung pelayanan kesehatan diantaranya adalah sarana kefarmasian 
pada tahun 2012 tercatat jumlah Apotik sebanyak 464 buah, jumlah toko obat 51 
buah dan jumlah industri kecil obat tradisionil sebanyak 64 buah. Pelayanan 
kesehatan masyarakat terhadap masyarakat miskin di DIY juga mendapatkan 
prioritas, hal ini dapat dilihat dalam indikator cakupan pelayanan kesehatan 
masyatakat miskin tahun 2012 sebagai berikut : jmlah masyarakat miskin (hampi 
miskin) yang mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan sebesar 1.080.462 
jiwa untuk pelayanan kesehatan dasar dan 163.753 jiwa untuk pelayanan 
kesehatan rujukan. Untuk pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas 
sebanyak 7.015 jiwa sedangkan di rumah sakit sebanyak 24.857 jiwa. 
4.3. Perbaikan Gizi Masyarakat 
Upaya perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk meningkatkan mutu gizi 
perseorangan dan masyarakat, dalam rangka mencapai tujuan program gizi yaitu 
meningkatkan kesadaran gizi keluarga yang selanjutnya akan meningkatkan 
status gizi masyarakat. 
Pemantauan pertumbuhan balita merupakan alat untuk mengetahui status gizi 
anak balita. Salah satu kegiatan berbasis masyarakat yang melaksanakan 
pemantauan pertumbuhan terhadap balita adalah posyandu. Karena itu, peran 
serta masyarakat dengan mengikutsertakan balitanya untuk ditimbang di posyandu 
memberikan andil yang sangat besar terhadap pencapaian indikator ini. Pada 
tahun 2012, di DIY tingkat partisipasi masyarakat dalam penimbangan di 
Posyandu (D/S) rata rata sebesar 84% (meningkat dibanding tahun 2011 sekitar 
70 – 79 %) di semua kab/kota. Dengan demikian terlihat bahwa masih ada 
masyarakat yang belum membawa anak balitanya untuk ditimbang di posyandu. 
Sedangkan dari segi pencapaian hasil penimbangan yang dilihat dari balita yang 
naik berat badan saat ditimbang (N/D), terlihat bahwa capaian di Kota 
Yogyakarta masih < 50%, Kabupaten Kulonprogo 50 – 59% sedangkan 
Kabupaten Gunungkidul, Bantul dan Sleman 60 – 69%.
Capaian pemberian kapsul vitamin A untuk bayi mencapai 100% sedangkan 
untuk balita mencapai 99,13% (meningkat dibandingkan tahun lalu 98,10%). 
Distribusi vitamin A kepada bayi dan balita merupakan salah satu upaya untuk 
meningkatkan status gizi bayi dan balita. Dari hasil tersebut terlihat telah 
mencapai tingkat cakupan yang cukup baik. 
Prevalensi Balita kurang energi protein (KEP) selama tiga tahun terakhir 
mengalami penurunan, tahun 2012 menjadi 8,95 (turun dibanding tahun 2011 
sebesar 10,28). Persentase balita KEP tertinggi di tahun 2012 di wilayah 
Kabupaten Kulon Progo sebesar 10,75% sedangkan yang terendah di 
Kabupaten Sleman 7,54%. 
Gambar 23. Prevalensi Balita KEP di DIY (Laporan Program Gizi) 
Distribusi kapsul Fe kepada ibu hamil ditujukan untuk memenuhi kebutuhan ibu 
hamil dan mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil. Hasil pantauan terhadap 
pelaksanaan distribusi kapsul Fe kepada ibu hamil belum menunjukkan hasil 
yang optimal. Laporan Kabupaten / kota tahun 2011 menunjukkan distribusi 
kapsul Fe1 mengalami kenaikan dari 92,81% di tahun 2010 menjadi 95,72% di 
tahun 2012. Sedangkan Fe3 meningkat dari 86,57% di tahun 2010 menjadi 
86,59% di tahun 2011dan tahun 2012 menjadi 89,55%. Diharapkan dengan 
meningkatnya cakupan pemberian Fe pada ibu hamil dapat mengurangi kasus 
anemia bumil.
Gambar 24. Persentase F3 Bumil di DIY (Laporan Program Gizi) 
ASI eksklusif merupakan salah satu program yang cukup sulit dikembangkan 
karena berkaitan dengan berbagai permasalahan sosial di masyarakat. Sampai 
dengan tahun 2008 cakupan ASI ekslusif di provinsi DIY baru mencapai 39,9%, 
menurun pada tahun 2009 yaitu sebesar 34,56% dan meningkat menjadi 40,03% 
pada tahun 2010. Sedangkan pada tahun 2011, cakupan ASI eksklusif kembali 
menunjukkan peningkatan menjadi 49,5%. Lebih rinci, cakupan ASI Eksklusif di 
Kabupaten Sleman sudah mencapai ≥ 60%, di Gunungkidul masih 20 - 39%, 
sedangkan di kabupaten/kota yang lain masih berkisar 40 - 39%. Capaian ASI 
eksklusif tahun 2012 menunjukan kondisi yang sedikit menurun yaitu sebesar 
48%. 
Gambar 25. Cakupan ASI Ekslusif di Provinsi DIY (Laporan Program Gizi) 
Upaya yang telah dilakukan di DIY dalam meningkatkan perbaikan gizi 
masyarakat mencakup pendidikan gizi bagi masyarakat berupa penyuluhan gizi
di Posyandu, pengembangan media KIE serta konseling menyusui dan MP-ASI, 
peningkatan surveilans gizi berupa pemantauan pertumbuhan balita, 
pemantauan dan penanganan kasus gizi buruk, pemantauan konsumsi garam 
beryodium, pemberian suplemen gizi (melalui pemberian Vitamin A dosis tinggi 
dan tablet Fe+asam folat), pemberian makanan tambahan untuk balita gizi buruk 
dan gizi kurang, serta pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil yang 
mengalami kekurangan energi kronis. Upaya yang lain adalah peningkatan 
kapasitas petugas kesehatan berupa pelatihan tatalaksana gizi buruk, pelatihan 
penggunaan standar pertumbuhan balita, pelatihan konselor ASI bagi petugas 
kesehatan dan pelatihan motivator ASI, serta pemberdayaan masyarakat. 
4.4. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak 
Kualitas pelayanan kesehatan di DIY terutamanya untuk pelayanan kesehatan ibu 
dan anak telah cukup baik, salah satunya tergambar dari 
proporsipersalinanyangditangani oleh tenagakesehatan. Cakupan persalinan 
yang ditolong tenaga kesehatan pada tahun 2011 di DIY berdasarkan laporan 
kabupaten/kota telah mencapai 99,73%, Angka tersebut meningkat dibandingkan 
tahun 2010 sebesar 97,69%. Tahun 2012 mengalami sedikit peningkatan yaitu 
sebesar 99,85%. 
Salah satu upaya dalam menurunkan kematian ibu adalah dengan meningkatkan 
cakupan pemeriksaan kehamilan (ANC: antenatal care) oleh tenaga kesehatan. 
Indikator yang digunakan untuk memantau cakupan pemeriksaan kehamilan 
tersebut adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan 
antenatal (K1) yang merupakan indikator akses, dan cakupan ibuhamil yang telah 
memperoleh pelayanan antenatal minimal empat kali sesuai distribusi waktu 
dan sesuai standar (K4) yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di 
suatu wilayah. 
Capaian K1 dan K4 di Provinsi DIY pada tahun 2011 masing-masing sebesar 
99,98 % dan 89,31% sedangkan tahun 2012 mecapai 100% dan 93,31%. Dengan 
cakupan K1 dan K4 yang sudah cukup tinggi tersebut, upaya peningkatan 
pelayanan kesehatan utamanya untuk ibu hamil di DIY pada masa yang akan 
datang adalah meningkatkan kualitas pelayanan, yaitu pelayanan antenatal yang 
lengkap dan sesuai standar. Diharapkan dengan kualitas ANC yang baik akan
dapat mendeteksi secara dini adanya kelainan yang terjadi pada masa kehamilan, 
dan mencegah kejadian komplikasi. Meskipun demikian dari hasil capaian 
tersebut, terlihat masih ada kesenjangan antara K1 dan K4 yang cukup jauh. 
Cakupan penanganan ibu hamil yang mengalami komplikasi (PKO) pada tahun 
2011 di Provinsi DIY, berdasar data yang diperoleh dari kabupaten/kota yaitu 
sebesar 70,44% dan meningkat menjadi sebesar 78,75% pada tahun 2012. 
Namun, cakupan tersebut tidak bisa menggambarkan kondisi yang sebenarnya di 
masyarakat karena denominator yang digunakan adalah perkiraan jumlah bumil 
risiko tinggi, yaitu 20% dari jumlah bumil. Dari hasil diskusi dan pertemuan yang 
dilakukan dengan kab/kota, disimpulkan bahwa semua kasus komplikasi yang 
terjadi pada ibu hamil sudah ditangani. 
Kunjungan nifas menggambarkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan 
terhadap ibu, mulai 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan. Pada tahun 2011, 
ibunifas yang telah memperoleh pelayanan minimal tiga kali sesuai distribusi 
waktu dan sesuai standar (KF3) mencapai 88,96%, meningkat dari tahun 
2010 sebesar 86,18% dan mencapai 92% pada tahun 2012. Dari hasil 
capaian tersebut, terlihat kesenjangan yang cukup jauh antara capaian 
persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn) dengan kunjungan nifas lengkap 
(KF3). Dengan demikian terlihat bahwa masih ada ibu hamil yang tidak 
mendapatkan pelayanan kesehatan pada masa nifas, walaupun sudah 
melahirkan dengan bantuan tenaga kesehatan. 
Diharapkan, kesenjangan antara K1 dan K4 dapat diturunkan dan capaian K4 dan 
KF3 dapat lebih meningkat di masa yang akan datang sehingga dapat 
memberikan andil dalam penurunan AKI. Gambaran K1, K4, persalinan nakes dan 
KF3 dapat dilihat pada gambar di bawah.
Gambar 26. Cakupan Program Kesga Provinsi DIY (Laporan Program Kesga) 
Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian neonatal (usia 0 – 28 
hari), adalah dengan meningkatkan cakupan pelayanan neonatal sesuai standar 
pada 6 – 48 jam pertama setelah lahir (KN-1) serta pelayanan neonatal minimal 
tiga kali sesuai distribusi waktu dan sesuai standar (KN-L). Berdasarkan laporan 
dari kabupaten/kota, cakupan KN-1 di Provinsi DIY pada tahun 2011 sebesar 
98,99%, meningkat dari tahun 2010 sebesar 96,7%. Sedangkan cakupan KN-L 
sebesar 88,26%, justru mengalami penurunan dibanding tahun 2010 sebesar 
91,3%.Cakupan KN1 tahun 2012 sebesar 99,33% sedangkan Kunjungan 
neonatus lanjutan mencapai 88,28% (mengalami kenaikan yang sangat tipis 
dibanding tahun lalu). 
Gambar 27. Cakupan Kunjungan Neonatal 
Sementara untuk kasus kematian neonatal, di DIY pada tahun 2012 terjadi 400 
kasus, tahun 2011 terjadi sebanyak 311 kasus, meningkat dibanding tahun 2010 
sebanyak 241 kasus, dengan penyebab kematian terbanyak disebabkan karena
BBLR dan asfiksia. 
Tabel 5. Jumlah Kematian Neonatal & Faktor Penyebabnya DIY Tahun 2011 
No 
Kabupate/Kota 
 Kematian 
Neonatal 
Faktor Penyebab 
BBLR Asfiksia Sepsis Kelainan 
Kongenital 
Lain-lain 
1 Yogyakarta 34 13 14 2 5 0 
2 Bantul 88 34 20 2 15 17 
3 Kulonprogo 54 17 23 4 4 6 
4 Gunungkidul 94 45 33 0 7 9 
5 Sleman 41 9 18 2 5 7 
Provinsi DIY 311 118 108 10 36 39 
Kesehatan remaja masuk dalam ranah kesehatan anak.Program kesehatan 
remaja dilaksanakan dengan melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap siswa 
SD/MI dan SMP/SMU. Program ini belum mampu menjangkau seluruh target 
sasaran. Pada tahun 2012, jumlah siswa kelas 1 yang diperiksa melalui 
penjaringan kesehatan sebesar 98,88% mengalami peningkatan dibanding tahun 
2011 sebesar 98,53%. 
Dalam meningkatkan kualitas kesehatan anak, perlu dilakukan upaya yang 
berkesinambungan pada setiap sikus kehidupan manusia (continuum of care), 
yang meliputi masa reproduksi, masa hamil, neonatal, bayi, balita, anak 
prasekolah, masa sekolah dan remaja. Intervensi kesehatan perlu dilakukan pada 
setiap tahapan kehidupan tersebut, dan hal tersebut tergambar pada peningkatan 
cakupan indikator kesehatan ibu dan anak, di antaranya K1, K4, Pn, KN-1, KN-L, 
penanganan komplikasi obstetri maupun neonatal, pelayanan kesehatan bayi dan 
balita, serta KB aktif, maupun pelayanan kesehatan terhadap anak usia sekolah 
dan remaja. Upaya yang lain adalah dengan meningkatkan kualitas SDM dengan 
mengadakan berbagai pelatihan untuk petugas kesehatan seperti pelatihan 
manajemen asfiksia, BBLR, dll, serta yang tidak kalah penting adalah 
meningkatkan kualitas sarana pelayanan kesehatan (dalam hal ini puskesmas) 
dengan meningkatkan kemampuan puskesmas menjadi puskesmas yang mampu 
PONED, PKPR, PKRE, mampu tatalaksana KtPA, melaksanakan MTBS, SDIDTK, 
dan dapat memberikan pelayanan KB sesuai standar.
4.5. Pembinaan Kesehatan Lingkungan 
Pada tahun 2012 kondisi perumahan di wilayah DIY dari hasil pemantauan yang 
dilakukan oleh kabupaten/kota menunjukkan bahwa dua Kabupaten yaitu 
Kabupaten Kulon Progo dan Gunung Kidul masih dibawah 59%, Kota Yogyakarta 
dan Bantul atara 59 sampai 68,99% dan di kabupaten Sleman sudah lebih dari 
79%. 
Gambar 28 Peta Cakupan Air Minum 
Dari peta cakupan kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan menurut 
Kabupaten/Kota di DIY masih rendah, cakupan kualitas air minum yang terendah 
ada di 3 Kabupaten, yang masih kurang dari 60%, yaitu di Kabupaten Sleman, 
Gunungkidul dan Kulonprogo. Sedangkan Kota Yogyakarta telah mencapai lebih 
dari 95%. Masih perlu upaya untuk peningkatan cakupan kualitas sir minum yang 
memenuhi syarat kesehatan, terutama di tiga kabupaten yang masih rendah 
dengan meningkatkan kerjasama dan kemitraan dengan lintas sektor, peningkatan 
penyuluhan dan pemeriksaan kualitas air serta peningkatan upaya penyehatan 
lingkungan lainnya. 
Prosentase penduduk yang menggunakan jamban terendah di Kabupaten Gunung 
Kidul, masih dibawah 69%, sedangkan Kabupaten/Kota yang lain sudah mencapai 
lebih dari 70%.Sehingga perlu adanya upaya penyehatan lingkungan yang 
komprehensif dengan meningkatkan kualitas kemitraan dan koordinasi dengan 
lintas sektor serta promosi PHBS yang lebih intensif terutama di Kabupaten 
Gunung Kidul.
Prosentase tempat-tempat umum (TTU) yang telah memenuhi syarat kesehatan 
menurut pemantauan di masing-masing Kabupaten/Kota adalah cakupan antara 
40 – 59,99% adalah di Kabupaten Gunung Kidul dan Kulon Progo, cakupan 60 – 
79,99% adalah di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, sedangkan di 
Kabupaten Sleman telah mencapai lebih dari 80%. Masih rendahnya cakupan 
tempat tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan akan berdampak pada 
peingkatan kasus-kasus penyakit menular serta kejadian luar biasa keracunan 
makanan, Hepatitis serta penurunan kualitas kesehatan masyarakat pada 
umumnya. Sehingga upaya program penyehatan lingkungan dirasakan masih 
harus bekerja keras. 
Gambar 29. Peta Tempat tempat Umum memenuhi syarat kesehatan 
4.6. Perilaku Hidup Sehat Masyarakat DIY 
Pada kenyataannya kesehatan merupakan aset masa depan dan merupakan 
modal terciptanya hidup yang sejahtera. Agar status kesehatan dapat diraih, 
perlu dilakukan upaya pencegahan penyakit dengan mengurang atau 
menghilangkan faktor resiko penyakit, di antaranya pada tingkat pertama adalah 
melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pola PHBS ini hendaknya 
dilaksanakan oleh seluruh masyarakat yang ada di berbagai tempat / tataran 
yaitu di tempat umum, di tempat kerja, di sekolah, di institusi kesehatan, dan di 
rumah tangga. 
PHBS di rumah tangga adalah upaya memberdayakan anggota rumah tangga 
agar tahu, mau dan mampu melaksanakan PHBS serta berperan aktif dalam
gerakan kesehatan di masyarakat. Berdasarkan evaluasi, maka pada 
perkembangannya indikator PHBS tatanan rumah tangga mulai ditingkatkan 
kualitasnya. Dari 10 indikator yang semula masih menggunakan stratifikasi sehat 
I – IV, maka secara nasional sudah ditingkatkan kualitas indikatornya menjadi 10 
indikator yang sifatnya komposit/gabungan, sehingga 10 indikator PHBS tatanan 
rumah tangga semua harus terpenuhi. Sepuluh indikator PHBS rumah tangga 
tersebut adalah persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, pemberian ASI 
eksklusif, balita ditimbang, penggunaan air bersih, cuci tangan, penggunaan 
jamban, pemberantasan jentik, konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik dan tidak 
merokok di dalam rumah. 
DIY telah menerapkan indikator tersebut sebagai evaluasi pada tatanan PHBS 
rumah tangga mulai tahun 2010. Hasil pencapaian tahun 2011, dari 341.362 
rumah tangga yang dipantau menunjukkan sebanyak 31,40% rumah tangga telah 
menerapkan PHBS. Dari capaian tersebut, yang memberikan kontribusi terendah 
dan masih menjadi masalah kesehatan pada umumnya adalah tidak merokok di 
dalam rumah yang baru mencapai 46,67%, bayi diberi ASI eksklusif sebesar 
77,70%, konsumsi buah dan sayur sebesar 83,35% dan aktifitas fisik sebesar 
87,48%. Gambaran capaian Rumaha Tangga berPHBS di DIY pada tahun 2012 
adalah sebesar 33,07% hal ini menunjukkan adanya kenaikan dari tahun 
sebelumnya meskipun kenaikan yang terjadi tidak siknifikan. Cakupan PHBS 
tahun 2012 dapat dilihat pada gambar seperti berikut : 
Gambar 30. Capaian Rumah Tangga ber-PHBS di DIY Tahun 2012
Merokok merupakan salah satu perilaku yang menjadi faktor risiko penyakit 
kardiovaskuler. Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa prevalensi perokok di 
DIY sebesar 31,6%, dan sebanyak 66,1% masih merokok di dalam rumah. Hal 
tersebut terlihat pada grafik di bawah. 
Dalam Rumah: Provinsi(3) 
DI Yogya 
Bali 
Kaltim 
Jatim 
NTB 
Indonesia 
Maluku 
Malut 
Kalteng 
66.1 68.1 
73.9 75.7 76.1 76.6 78.6 
84.1 85.3 
Sumber: Riskesdas 2010 
Gambar 31. Prosentase Merokok di dalam rumah menurut Provinsi 
Persentase rumah tangga bebas asap rokok di DIY baru mencapai 44,6%, 
tertinggi di Kota Yogyakarta (52,1%) dan terendah di Gunungkidul (40,2%). Dari 
hasil tersebut, tidak mengherankan jika persentase perokok pasif cukup tinggi 
karena perokok biasa merokok di dalam rumah.Sedangkan jika dilihat dari 
statusnya, perokok rumah tangga didominasi suami / kepala rumah tangga. 
Untuk mendukung peningkatan capaian 10 indikator PHBS, dilakukan berbagai 
upaya, diantaranya meningkatkan pembinaan UKBM secara terintegrasi 
(posyandu, desa siaga, kadarsi), penyebarluasan informasi baik secara langsung 
maupun tidak langsung melalui media, serta meningkatkan peran serta swasta, 
ormas, dan LSM. 
Pengembangan desa siaga yang dilakukan adalah meningkatkan desa siaga 
yang sudah terbentuk menjadi desa siaga aktif. Capaian desa siaga di DIY sudah 
mencapai 100 %, sedangkan desa siaga aktif mencapai 89,25%. Sedangkan 
capaian posyandu aktif di DIY pada tahun 2012 sebesar 75,52%. Jika dilihat dari 
srata perkembangannya, posyandu pratama sebesar 4%, posyandu madya 
sebesar 21%, posyandu purnama sebesar 47% dan posyandu mandiri sebesar 
28%. Masih rendahnya cakupan posyandu mandiri perlu mendapatkan perhatian,
terutama untuk penggerakan peran serta masyarakat dan promosi kesehatan 
yang lebih intensif dengan memanfaatkan berbagai media promosi. 
Gambar 32. Tingkatan Posyandu di DIY 
Upaya pemanfaatan promosi kesehatan dengan berbagai media telah 
dilakukan oleh Dinas Kesehatan DIY maupun Kabupaten/Kota, diantaranya 
pengembangan pesan dan media rumah tangga ber-PHBS melalui media 
cetak dan audio visual dengan spot TV, pembuatan dan pemasangan 
branding sticker pada mobil, pembuatan media cetak, obrolan Angkring, 
penggandaan VCD dan pemasangan Baliho PHBS. Sedangkan untuk 
penguatan peran serta organisasi/kelompok masyarakat dalam PHBS 
diantaranya dilaksanakan melalui Forum Komunikasi penguatan peran PKK, 
Forkom SBH, Orientasi di sekolah bagi guru pembina UKS dan pertemuan 
penguatan mitra kerja Promkes.
BAB V 
SUMBERDAYA KESEHATAN 
5.1. Tenaga Kesehatan 
Undang – undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mendefinisikan 
bahwa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang 
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau 
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu 
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sedangkan 
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga 
Kesehatan, maka tenaga kesehatan terbagi atas 7 (tujuh) jenis tenaga yaitu 
tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, 
tenaga keterapian fisik dan tenaga keteknisian medis 
Ketersediaan tenaga di sarana kesehatan baik di puskesmas maupun rumah 
sakit pada umumnya sudah baik. Jumlah tenaga kesehatan yang ada di seluruh 
D.I. Yogyakarta yang terdiri dari RSU Pemerintah dan Swasta, Puskesmas, 
Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas Kesehatan DIY tahun 2013 adalah sebagai 
berikut : 
Grafik 33. Distribusi Tenaga Kesehatan di 
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 
3213 
9094 
980 
2373 
10000 
9000 
8000 
7000 
6000 
5000 
4000 
3000 
2000 
1000 
Sumber : Dokumen Deskripsi SDMK DIY Tahun 2012 
399 189 
1318 
0 
Jenis Tenaga Kesehatan 
Medis 
Keperawatan 
Kesehatan Masyarakat 
Kefarmasian 
Gizi 
Keterapian Fisik 
Keteknisian Medis
5.1.1Tenaga Medis 
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 
1996 tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga medis 
meliputi Dokter dan Dokter gigi, termasuk didalamnya tenaga dokter spesialis 
Tenaga medis merupakan salah satu unsur pelaksana pelayanan kesehatan 
yang utama di fasilitas pelayanan kesehatan, baik di puskesmas, rumah sakit, 
klinik, maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.Adapun jumlah tenaga 
medis di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan wilayah kerjanya dapat 
digambarkan sebagai berikut : 
Grafik 34. Distribusi Tenaga Medis di 
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 
370 
508 
155 
272 
398 398 
131 
77 
133 
128 
45 30 
94 
10 33 
87 
600 
500 
400 
300 
200 
100 
0 
Dokter Umum Dokter Spesialis Dokter Gigi 
Sumber : Dokumen Deskripsi SDMK DIY Tahun 2012 
164 
138 
Kota Yogyakarta 
Bantul 
Kulonprogo 
Gunungkidul 
Sleman 
Daerah DIY 
Berdasarkan data yang tertera diatas Jumlah tenaga dokter umum yaitu 
sejumlah 1354 orang, terbanyak berada di Kabupaten Sleman dengan jumlah 
dokter umum sebanyak 398 orang dan disusul dengan Kota Yogyakarta 
sebanyak 370 orang, sedangkan dokter umum paling sedikit terdapat di Dinas 
Kesehatan DIY dan UPT-nya dan Institusi Pendidikan Kesehatan ( yang 
selanjutnya disebut dengan Daerah DIY) sebanyak 81 orang. 
Untuk dokter spesialis di Daerah Istimewa Yogyakarta sejumlah 1262 
orang, terbanyak berada di Kota Yogyakarta dengan jumlah dokter spesialis 
sebanyak 508 orang, disusul dengan Kabupaten Sleman dengan jumlah dokter 
spesialis sebanyak 398 orang, sedangkan dokter spesialis paling sedikit berada 
di Kabupaten Gunungkidul hanya sebanyak 10 orang.
Sedangkan untuk dokter gigi dari sejumlah 597 orang terbanyak terdapat 
di Daerah DIY dengan jumlah dokter gigi sebanyak 164 orang dan diikuti oleh 
Kota Yogyakarta sejumlah 155 orang, sedangkan yang paling sedikit terdapat 
di Kabupaten Kulonprogo yaitu sejumlah 30 dan di Kabupaten Gunungkidul 
sejumlah 33 orang. 
Dari gambaran data perkembangan jumlah tenaga medis di 
Kabupaten/Kota menunjukkan bahwa persebaran tenaga medis masih belum 
merata terlihat masih terpusat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, 
sementara di kabupaten yang lain tenaga medis masih jauh lebih kecil 
jumlahnya. Prosentase tenaga medis yang bekerja sesuai dengan wilayah 
kerjanya dapat digambarkan sebagai berikut : 
Grafik 35. Proporsi Dokter Umum, Dokter Spesialis dan Dokter Gigi di 
Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan Wilayah Kerjanya Tahun 2012 
Dokter Umum 
27.33 
20.09 
6.43 
29.33 
9.82 
6.94 
Kota Yogyakarta 
Bantul 
Kulonprogo 
Gunungkidul 
Sleman 
Daerah DIY 
Dokter Spesialis 
40.25 
10.14 
34.87 
0.79 3.57 10.38 
Dokter Gigi 
27.47 
Sumber : Dokumen Deskripsi SDMK DIY Tahun 2012 
25.96 
12.90 
5.03 
5.53 
23.12
Adapun sesuai dengan tempat kerjanya ada beberapa variasi, untuk dokter 
spesialisgigi sebagian besar di instansi pemerintah yaitu puskesmas, 
sedangkan untuk dokter spesialis sebagian besar bekerja di rumah sakit. Hal ini 
sudah sesuai dengan peruntukkannya, bahwa tenaga dokter spesialis 
utamanya bekerja pada pelayanan kesehatan rujukan. Adapun sebarannya 
dapat ditunjukkan oleh grafik beriku ini : 
Grafik 36. Distribusi Tenaga Medis Per Jenis Sarana Pelayanan Kesehatan 
di DIY Tahun 2012 
576 
347 
38 4 
2 9 
171 
982 
126 160 
148 148 
109 
331 
62 
1200 
1000 
800 
600 
400 
200 
0 
Dokter Umum Dokter Spesialis Dokter Gigi 
Sumber : Dokumen Deskripsi SDMK DIY Tahun 2012 
Puskemas 
Rumah Sakit 
Fasyankes Lainnya 
Institusi Diknakes 
Dinkes dan UPT 
Berdasarkan data yang tertera diatas distribus itenaga dokter umum yang 
bekerja di masing – masing jenis sarana pelayanan kesehatan tersebar secara 
merata yaitu di rumah sakit sebanyak 576 orang, di puskesmas sebanyak 347 
orang, serta sarana kesehatan lainnya sejumlah 331 orang yang tersebar di 
Balai Pengobatan, Rumah Bersalin, Klinik, praktik dokter berkelompok, maupun 
praktik mandiri dan fasyankes lainnya. Sedangkan sebagian kecil yaitu 
sejumlah 38 orang tenaga dokter umum bekerja di Dinas Kesehatan serta UPT-nya 
serta sebanyak 62 orang bekerja di Institusi pendidikan tenaga kesehatan. 
Untuk dokter spesialis di Daerah Istimewa Yogyakarta sejumlah 1262 
orang, sebagian besar bekerja di rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah, 
rumah sakit TNI/Polri, maupun rumah sakit swasta, tersebar di 63 rumah sakit 
yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. 
Sedangkan untuk dokter gigi dari sejumlah 597 orang yang bekerja 
secara merata di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
5.1. 2 Tenaga Keperawatan 
Tenaga Keperawatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan terdiri atas tenaga perawat dan 
bidan. Tenaga Perawat terdiri atas tenaga perawat dan tenaga perawat gigi, 
namun dalam profil ini hanya perawat saja yang sudah dilakukan pendataan. 
Perawat sesuai dengan Permenkes Nomor 148 Tahun 2010 adalah 
seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar 
negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang 
berlaku. Adapun definisi bidan sesuai dengan Permenkes Nomor 1464 Tahun 
2010 adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah 
teregistrasi sesuai ketentuan perundang – undangan. Adapun gambaran 
distribusi tenaga keperawatan sesuai dengan wilayah kerjanya di DIY pada 
tahun 2013 dapat digambarkan sebagai berikut : 
Grafik 37. Distribusi Tenaga Keperawatan Per Wilayah Kerja 
di DIY Tahun 2012 
459 
2364 
2198 
532 427 
347 364 
235 
660 
309 
443 
2500 
2000 
1500 
1000 
500 
0 
Perawat Bidan 
Sumber : Dokumen Deskripsi SDMK DIY Tahun 2012 
149 
Kulonprogo 
Bantul 
Gunungkidul 
Sleman 
Kota Yogyakarta 
Daerah DIY 
Berdasarkan data yang tertera diatas jumlah tenaga perawat yaitu 
sejumlah 6560 orang, terbanyak berada di Kabupaten Sleman dengan jumlah 
perawat sebanyak 2364 orang dan disusul dengan tenaga perawat di Kota 
Yogyakarta sebanyak 2198 orang. Hal tersebut disebabkan karena sebagian 
besar fasilitas pelayanan kesehatan termasuk didalamnya rumah sakit 
sebagian besar berada di kedua wilayah tersebut. Sedangkan di kabupaten 
lainnya jumlah perawat yang ada hampir sama. 
Untuk tenaga bidan di Daerah Istimewa Yogyakarta sejumlah 1927 
orang, terbanyak berada di Kabupaten Sleman dengan jumlah bidan sebanyak
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013
Profil Kesehatan DIY 2013

More Related Content

What's hot

Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses
Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar ProsesPermendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses
Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Prosesalvinnoor
 
Perpres nomor 64 tahun 2020
Perpres nomor 64 tahun 2020Perpres nomor 64 tahun 2020
Perpres nomor 64 tahun 2020adminrepublikaid
 
Pp 32 th 2014 kawasan ekonomi khusus bitung
Pp 32 th 2014 kawasan ekonomi khusus bitungPp 32 th 2014 kawasan ekonomi khusus bitung
Pp 32 th 2014 kawasan ekonomi khusus bitungWinarto Winartoap
 
07.a.salinan permendikbudno.65th2013ttgstandarproses
07.a.salinan permendikbudno.65th2013ttgstandarproses07.a.salinan permendikbudno.65th2013ttgstandarproses
07.a.salinan permendikbudno.65th2013ttgstandarproseshierlan
 
RPJMN II (2010-2014) Buku I
RPJMN II (2010-2014) Buku IRPJMN II (2010-2014) Buku I
RPJMN II (2010-2014) Buku IDadang Solihin
 

What's hot (7)

PMK 165 Tahun 2013
PMK 165 Tahun 2013PMK 165 Tahun 2013
PMK 165 Tahun 2013
 
Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses
Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar ProsesPermendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses
Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses
 
Perpres nomor 64 tahun 2020
Perpres nomor 64 tahun 2020Perpres nomor 64 tahun 2020
Perpres nomor 64 tahun 2020
 
Pp 32 th 2014 kawasan ekonomi khusus bitung
Pp 32 th 2014 kawasan ekonomi khusus bitungPp 32 th 2014 kawasan ekonomi khusus bitung
Pp 32 th 2014 kawasan ekonomi khusus bitung
 
07.a.salinan permendikbudno.65th2013ttgstandarproses
07.a.salinan permendikbudno.65th2013ttgstandarproses07.a.salinan permendikbudno.65th2013ttgstandarproses
07.a.salinan permendikbudno.65th2013ttgstandarproses
 
RPJMN II (2010-2014) Buku I
RPJMN II (2010-2014) Buku IRPJMN II (2010-2014) Buku I
RPJMN II (2010-2014) Buku I
 
Juknis dak 2011
Juknis dak 2011Juknis dak 2011
Juknis dak 2011
 

Viewers also liked

engineering as a career.
engineering as a career.engineering as a career.
engineering as a career.chief essay
 
JMO to dSeries Transformation - CA Workload Automation Technology Summit (WAT...
JMO to dSeries Transformation - CA Workload Automation Technology Summit (WAT...JMO to dSeries Transformation - CA Workload Automation Technology Summit (WAT...
JMO to dSeries Transformation - CA Workload Automation Technology Summit (WAT...Extra Technology
 
Google Panda and Penguine: A quick Summary
Google Panda and Penguine: A quick SummaryGoogle Panda and Penguine: A quick Summary
Google Panda and Penguine: A quick SummaryRahul Kumar
 
Internet marketing strategies
Internet marketing strategiesInternet marketing strategies
Internet marketing strategiesRahul Kumar
 
Top Indian Mobile App to pay Bar and restaurant bills.
Top Indian Mobile App to pay Bar and restaurant bills.Top Indian Mobile App to pay Bar and restaurant bills.
Top Indian Mobile App to pay Bar and restaurant bills.rupleeapp
 
Geri̇lla halkla i̇li̇şki̇ler nedi̇r gamze
Geri̇lla halkla i̇li̇şki̇ler nedi̇r gamzeGeri̇lla halkla i̇li̇şki̇ler nedi̇r gamze
Geri̇lla halkla i̇li̇şki̇ler nedi̇r gamzecnkr
 
Endüstriyel Soğutma Sistemleri / Industrial Cooling Solutions
Endüstriyel Soğutma Sistemleri / Industrial Cooling SolutionsEndüstriyel Soğutma Sistemleri / Industrial Cooling Solutions
Endüstriyel Soğutma Sistemleri / Industrial Cooling SolutionsBerr Industry
 
Good practices on a collision course
Good practices on a collision courseGood practices on a collision course
Good practices on a collision courseSzymon Homa
 
Nota presidente pastacci commissione federalismo 12 marzo 2015
Nota presidente pastacci commissione federalismo 12 marzo 2015Nota presidente pastacci commissione federalismo 12 marzo 2015
Nota presidente pastacci commissione federalismo 12 marzo 2015Alessandro Pastacci
 
педагогіка презентація курсу
педагогіка презентація курсупедагогіка презентація курсу
педагогіка презентація курсуseredairyna
 
Morgan, John_Professional Persona Project: Beatmaker, Songwriter, Producer
Morgan, John_Professional Persona Project: Beatmaker, Songwriter, ProducerMorgan, John_Professional Persona Project: Beatmaker, Songwriter, Producer
Morgan, John_Professional Persona Project: Beatmaker, Songwriter, ProducerJohn Morgan
 

Viewers also liked (15)

engineering as a career.
engineering as a career.engineering as a career.
engineering as a career.
 
Anti money laundering
Anti money launderingAnti money laundering
Anti money laundering
 
JMO to dSeries Transformation - CA Workload Automation Technology Summit (WAT...
JMO to dSeries Transformation - CA Workload Automation Technology Summit (WAT...JMO to dSeries Transformation - CA Workload Automation Technology Summit (WAT...
JMO to dSeries Transformation - CA Workload Automation Technology Summit (WAT...
 
Maldegem leeft infogids2012
Maldegem leeft infogids2012Maldegem leeft infogids2012
Maldegem leeft infogids2012
 
Motivasion skill
Motivasion skillMotivasion skill
Motivasion skill
 
De haan wegwijs-2014
De haan wegwijs-2014De haan wegwijs-2014
De haan wegwijs-2014
 
Google Panda and Penguine: A quick Summary
Google Panda and Penguine: A quick SummaryGoogle Panda and Penguine: A quick Summary
Google Panda and Penguine: A quick Summary
 
Internet marketing strategies
Internet marketing strategiesInternet marketing strategies
Internet marketing strategies
 
Top Indian Mobile App to pay Bar and restaurant bills.
Top Indian Mobile App to pay Bar and restaurant bills.Top Indian Mobile App to pay Bar and restaurant bills.
Top Indian Mobile App to pay Bar and restaurant bills.
 
Geri̇lla halkla i̇li̇şki̇ler nedi̇r gamze
Geri̇lla halkla i̇li̇şki̇ler nedi̇r gamzeGeri̇lla halkla i̇li̇şki̇ler nedi̇r gamze
Geri̇lla halkla i̇li̇şki̇ler nedi̇r gamze
 
Endüstriyel Soğutma Sistemleri / Industrial Cooling Solutions
Endüstriyel Soğutma Sistemleri / Industrial Cooling SolutionsEndüstriyel Soğutma Sistemleri / Industrial Cooling Solutions
Endüstriyel Soğutma Sistemleri / Industrial Cooling Solutions
 
Good practices on a collision course
Good practices on a collision courseGood practices on a collision course
Good practices on a collision course
 
Nota presidente pastacci commissione federalismo 12 marzo 2015
Nota presidente pastacci commissione federalismo 12 marzo 2015Nota presidente pastacci commissione federalismo 12 marzo 2015
Nota presidente pastacci commissione federalismo 12 marzo 2015
 
педагогіка презентація курсу
педагогіка презентація курсупедагогіка презентація курсу
педагогіка презентація курсу
 
Morgan, John_Professional Persona Project: Beatmaker, Songwriter, Producer
Morgan, John_Professional Persona Project: Beatmaker, Songwriter, ProducerMorgan, John_Professional Persona Project: Beatmaker, Songwriter, Producer
Morgan, John_Professional Persona Project: Beatmaker, Songwriter, Producer
 

Similar to Profil Kesehatan DIY 2013

Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008Muh Saleh
 
Profil kesiapsiagaan kabupaten bantul
Profil kesiapsiagaan kabupaten bantulProfil kesiapsiagaan kabupaten bantul
Profil kesiapsiagaan kabupaten bantulSapik Bubud
 
Laporan Akhir KKN UNUSIDA Berdaya Tahun 2020
Laporan Akhir KKN UNUSIDA Berdaya Tahun 2020Laporan Akhir KKN UNUSIDA Berdaya Tahun 2020
Laporan Akhir KKN UNUSIDA Berdaya Tahun 2020ImroatutThoyyibah
 
Laporan akhir kkn izza fix
Laporan akhir kkn izza fixLaporan akhir kkn izza fix
Laporan akhir kkn izza fixIzzatulMarifah1
 
LAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDA
LAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDALAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDA
LAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDAjohanrudi2
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016Muh Saleh
 
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011Muh Saleh
 
Laporan akhir robi'atul adawiyah-d24180084
Laporan akhir robi'atul adawiyah-d24180084Laporan akhir robi'atul adawiyah-d24180084
Laporan akhir robi'atul adawiyah-d24180084Adaw Adaw
 
Laporan KKN UNUSIDA Berdaya 2020 Desa Gelang Kecamatan Tulangan Kabupaten Sid...
Laporan KKN UNUSIDA Berdaya 2020 Desa Gelang Kecamatan Tulangan Kabupaten Sid...Laporan KKN UNUSIDA Berdaya 2020 Desa Gelang Kecamatan Tulangan Kabupaten Sid...
Laporan KKN UNUSIDA Berdaya 2020 Desa Gelang Kecamatan Tulangan Kabupaten Sid...AchmadFauzi150
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...bramantiyo marjuki
 
Bab 2 Gambaran Kondisi Daerah - RKPD Kab. Garut 2023
Bab 2 Gambaran Kondisi Daerah - RKPD Kab. Garut 2023Bab 2 Gambaran Kondisi Daerah - RKPD Kab. Garut 2023
Bab 2 Gambaran Kondisi Daerah - RKPD Kab. Garut 2023Gugum Gumilar
 
LAPORAN PROMKES 2022.doc
LAPORAN PROMKES 2022.docLAPORAN PROMKES 2022.doc
LAPORAN PROMKES 2022.docAulia TAn
 
Contoh makalah-ketenagakerjaan
Contoh makalah-ketenagakerjaanContoh makalah-ketenagakerjaan
Contoh makalah-ketenagakerjaanTerminal Purba
 
Memori jabatan 2013
Memori jabatan 2013  Memori jabatan 2013
Memori jabatan 2013 Kang Margino
 
Bab ii ppsp sijunjung
Bab ii ppsp sijunjungBab ii ppsp sijunjung
Bab ii ppsp sijunjungMetza d'Arch
 
Kebijakan pembangunan-infrastruktur-provinsi-jawa-timur
Kebijakan pembangunan-infrastruktur-provinsi-jawa-timurKebijakan pembangunan-infrastruktur-provinsi-jawa-timur
Kebijakan pembangunan-infrastruktur-provinsi-jawa-timurAdi T Wibowo
 
Profil Wilayah Metropolitan Kedung Sapur
Profil Wilayah Metropolitan Kedung SapurProfil Wilayah Metropolitan Kedung Sapur
Profil Wilayah Metropolitan Kedung SapurFitri Indra Wardhono
 

Similar to Profil Kesehatan DIY 2013 (20)

Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008
 
Profil kesiapsiagaan kabupaten bantul
Profil kesiapsiagaan kabupaten bantulProfil kesiapsiagaan kabupaten bantul
Profil kesiapsiagaan kabupaten bantul
 
Laporan Akhir KKN UNUSIDA Berdaya Tahun 2020
Laporan Akhir KKN UNUSIDA Berdaya Tahun 2020Laporan Akhir KKN UNUSIDA Berdaya Tahun 2020
Laporan Akhir KKN UNUSIDA Berdaya Tahun 2020
 
Ta148043
Ta148043Ta148043
Ta148043
 
Laporan akhir kkn izza fix
Laporan akhir kkn izza fixLaporan akhir kkn izza fix
Laporan akhir kkn izza fix
 
LAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDA
LAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDALAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDA
LAPORAN AKHIR PROGRAM KKN UNUSIDA
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016
 
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
 
Bab2rpjpd
Bab2rpjpdBab2rpjpd
Bab2rpjpd
 
Laporan akhir robi'atul adawiyah-d24180084
Laporan akhir robi'atul adawiyah-d24180084Laporan akhir robi'atul adawiyah-d24180084
Laporan akhir robi'atul adawiyah-d24180084
 
Laporan KKN UNUSIDA Berdaya 2020 Desa Gelang Kecamatan Tulangan Kabupaten Sid...
Laporan KKN UNUSIDA Berdaya 2020 Desa Gelang Kecamatan Tulangan Kabupaten Sid...Laporan KKN UNUSIDA Berdaya 2020 Desa Gelang Kecamatan Tulangan Kabupaten Sid...
Laporan KKN UNUSIDA Berdaya 2020 Desa Gelang Kecamatan Tulangan Kabupaten Sid...
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
 
Bab 2 Gambaran Kondisi Daerah - RKPD Kab. Garut 2023
Bab 2 Gambaran Kondisi Daerah - RKPD Kab. Garut 2023Bab 2 Gambaran Kondisi Daerah - RKPD Kab. Garut 2023
Bab 2 Gambaran Kondisi Daerah - RKPD Kab. Garut 2023
 
BAB I IPS 8
BAB I IPS 8BAB I IPS 8
BAB I IPS 8
 
LAPORAN PROMKES 2022.doc
LAPORAN PROMKES 2022.docLAPORAN PROMKES 2022.doc
LAPORAN PROMKES 2022.doc
 
Contoh makalah-ketenagakerjaan
Contoh makalah-ketenagakerjaanContoh makalah-ketenagakerjaan
Contoh makalah-ketenagakerjaan
 
Memori jabatan 2013
Memori jabatan 2013  Memori jabatan 2013
Memori jabatan 2013
 
Bab ii ppsp sijunjung
Bab ii ppsp sijunjungBab ii ppsp sijunjung
Bab ii ppsp sijunjung
 
Kebijakan pembangunan-infrastruktur-provinsi-jawa-timur
Kebijakan pembangunan-infrastruktur-provinsi-jawa-timurKebijakan pembangunan-infrastruktur-provinsi-jawa-timur
Kebijakan pembangunan-infrastruktur-provinsi-jawa-timur
 
Profil Wilayah Metropolitan Kedung Sapur
Profil Wilayah Metropolitan Kedung SapurProfil Wilayah Metropolitan Kedung Sapur
Profil Wilayah Metropolitan Kedung Sapur
 

Recently uploaded

PPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptx
PPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptxPPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptx
PPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptxputripermatasarilubi
 
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdfPROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdfMeiRianitaElfridaSin
 
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptx
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptxKONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptx
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptxmade406432
 
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Codajongshopp
 
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptxPENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptxandibtv
 
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptxPersiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptxunityfarmasis
 
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docxMODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docxsiampurnomo90
 
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptxALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptxmarodotodo
 
PPT ILP PLANTUNGAN. kaji banding, ngangsu kawruh
PPT ILP PLANTUNGAN. kaji banding, ngangsu kawruhPPT ILP PLANTUNGAN. kaji banding, ngangsu kawruh
PPT ILP PLANTUNGAN. kaji banding, ngangsu kawruhuntung untung edi purwanto
 
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptxMETODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptxika291990
 
pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptx
pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptxpertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptx
pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptxSagitaDarmasari1
 
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.pptTrifenaFebriantisitu
 
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxDASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxNadiraShafa1
 
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024Zakiah dr
 

Recently uploaded (14)

PPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptx
PPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptxPPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptx
PPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptx
 
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdfPROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
 
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptx
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptxKONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptx
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptx
 
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
 
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptxPENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
 
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptxPersiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
 
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docxMODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
 
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptxALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
 
PPT ILP PLANTUNGAN. kaji banding, ngangsu kawruh
PPT ILP PLANTUNGAN. kaji banding, ngangsu kawruhPPT ILP PLANTUNGAN. kaji banding, ngangsu kawruh
PPT ILP PLANTUNGAN. kaji banding, ngangsu kawruh
 
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptxMETODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
 
pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptx
pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptxpertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptx
pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptx
 
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
 
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxDASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
 
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
 

Profil Kesehatan DIY 2013

  • 1. TAHUN 2013 PROFIL KESEHATAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DINAS KESEHATAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2013
  • 2. KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 ini dapat tersusun. Sebagai salah satu produk Sistem Informasi Kesehatan DIY, maka Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012 ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada para pembaca mengenai kondisi dan situasi kesehatan di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2012. Kondisi kesehatan yang digambarkan dalam Profil Kesehatan Provinsi Daerah Istemewa Yogyakarta Tahun 2012 ini disusun berdasarkan data-data yang dihimpun dari Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, data dari Laporan Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta (RL) serta dari beberapa buku terbitan Badan Pusat Statistik (BPS) Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, penyusunan Buku profil Kesehatan kali ini mengacu pada Pedoman profil terbaru yang diterbitkan oleh Pusat Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008. Kami menyadari bahwa penyusunan profil kesehatan ini masih banyak kekurangan baik kelengkapan maupun akurasi serta ketepatan waktu maupun penyajianya. Untuk itu guna kesempurnaan penyusunan profil ini dimasa datang kami harapkan kritik dan saran dari pembaca. Demikian atas bantuan berbagai pihak yang terkait dalam penyusunan profil ini kami ucapkan terimakasih.
  • 3. DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR 3 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL 4 BAB I PENDAHULUAN 6 BAB II GAMBARAN UMUM 8 2.1. WILAYAH 8 2.2. GEOMORPOLOGI LINGKUNGAN HIDUP 9 2.3 KEPENDUDUKAN 11 2.4 EKONOMI & SUMBER DAYA ALAM 13 2.5 SOSIAL & BUDAYA 15 2.6 PEMERINTAHAN & POLITIK 20 2.7 PRASARANA WILAYAH 21 2.8 STRUKTUR & POLA TATA RUANG 23 BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN 26 3.1. MORTALITAS 26 3.1.1. UMUR HARAPAN HIDUP 26 3.1.2 ANGKA KELAHIRAN 27 3.1.3 ANGKA KEMATIAN IBU 28 3.1.4 ANGKA KEMATIAN BAYI 29 3.1.5 ANGKA KEMATIAN BALITA 31 3.2. MORBIDITAS 32 3.2.1 POLA PENYAKIT 32 3.2.1.1 POLA PENYAKIT MENULAR 34 3.2.1.2 POLA PENYAKIT TIDAK MENULAR 43 3.2.2 POLA PENYEBAB KEMATIAN 46 3.3. STATUS GIZI 47 BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN 50 4.1. VISI & MISI 50 4.2. PELAYANAN KESEHATAN DASAR & RUJUKAN 51 4.3. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT 52 4.4. PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK 55 4.5. PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGAN 59 4.6. PERILAKU HIDUP BERSIH & SEHAT 60 BAB V SUMBERDAYA KESEHATAN 63 5.1. TENAGA KESEHATAN 63 5.1.1. TENAGA MEDIS 64 5.1.2. TENAGA KEPERAWATAN 67 5.1.3. TENAGA KEFARMASIAN 70 5.1.4. TENAGA KESMAS 72 5.1.5. TENAGA GIZI 74 5.1.6. TENAGA KETERAPIAN FISIK DAN KETEKNSIAN MEDIS 76 5.2. SARANA KESEHATAN 78 5.3 PEMBIAYAAN KESEHATAN 80 BAB VI KESIMPULAN 84
  • 4. DAFTAR TABEL Tabel 1. Kepadatan Penduduk per Kabupaten/Kota Hasil Sensus Penduduk Tabel 2. Indeks Pembangunan manusia di DIY Tabel 3 Jumlah Kematian Ibu & Anak di DIY Tabel.4 Sarana Pelayanan Kesehatan di Provinsi DIY Tabel 5 Angka Kematian Neonatal & Faktor Penyebabnya di DIY Tahun 2011 Tabel 6 Pemberi Pelayanan Kesehatan yang bekerjasama dengan Jamkesos Tabel 7 Pemberi Pelayanan Kesehatan yang bekerjasama dengan Jamkesmas Tabel 8 Anggaran Kesehatan Provinsi DIY Tahun 2011
  • 5. BAB I PENDAHULUAN Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gambaran situasi dan keadaan kesehatan masyarakat di DIY dan diterbitkan setiap tahun. Maksud dan tujuan diterbitkannya buku profil ini adalah untuk menampilkan berbagai data dan informasi kesehatan serta data pendukung lainnya yang didiskripsikan dengan analisis dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Selain itu juga ingin disampaikan pencapaian pembangunan kesehatan di wilayah DIY pada tahun 2012. Profil ini disusun secara sistematis dengan mengikuti pedoman penyusunan profil kesehatan yang diterbitkan oleh Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Sistematika penyajian Profil Kesehatan DIY tahun 2012 adalah sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan Bab ini berisi tentang maksud dan tujuan penyusunan profil dan sistematika penyajiannya. Bab II : Gambaran Umum Bab ini menyajikan tentang gambaran umum DIY, yang mencakup tentang letak geografis, administratif dan informasi umum lainnya. Pada bab ini juga mengulas faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan seperti kependudukan, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan lingkungan. Bab III : Situasi Derajad Kesehatan Bab ini menguraikan tentang visi dan misi dalam melaksanakan pembangunan kesehatan, pelayanan kesehatan dasar & rujukan, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kesehatan ibu dan anak, pembinaan kesehatan lingkungan, serta perilaku hidup bersih dan sehat. Bab V – Situasi Sumber Daya Manusia Bab ini menguraikan tentang tenaga kesehatan, sarana kesehatan, serta pembiayaan kesehatan.
  • 6. Bab VI – Kesimpulan Bab ini diisi dengan sajian tentang hal-hal penting yang perlu disimak dan ditelaah lebih lanjut dari Profil Kesehatan DIY di tahun 2012. Lampiran
  • 7. BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. WILAYAH Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, secara astronomis terletak pada 7°33’-8°12’ Lintang Selatan dan 110°00’-110°50’ Bujur Timur, dengan luas 3.185,80 km2 atau 0,17 % dari luas Indonesia (1.890.754 km2) (Sumber : RPJMD). Daerah Istimewa Yogyakarta bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian Timur Laut, Tenggara, Barat dan Barat Laut dibatasi Provinsi Jawa Tengah. Batas-batas wilayah DIY meliputi : a. Sebelah Timur Laut berbatasan dengan Kabupaten Klaten b. Sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo d. Sebelah Barat Laut berbatasan dengan Kabupaten Magelang Secara administratif terdiri dari 1 kota dan 4 kabupaten, 78 kecamatan dan 438 kelurahan/desa, yaitu: a. Kota Yogyakarta (luas 32,50 km2, 14 kecamatan, 45 kelurahan); b. Kabupaten Bantul (luas 506,85 km2, 17 kecamatan dan 75 desa); c. Kabupaten Kulon Progo(luas 586,27 km2, 12 kecamatan dan 88 desa); d. Kabupaten Gunungkidul (luas 1.485,36 km2, 18 kecamatan, 144 desa); e. Kabupaten Sleman (luas 574,82 km2, 17 kecamatan dan 86 desa). 2.2.. Geomorfologi dan Lingkungan Hidup Menurut altitude, DIY terbagi menjadi daerah dengan ketinggian < 100 m, 100-500 m dan 500– 1.000 m (sebagian besar di Kabupaten Bantul), 1.000– 2000 m diatas permukaan laut terletak di Kabupaten Sleman. Secara fisiografi, DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan wilayah : (a) Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, mulai dari kerucut gunung hingga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Wilayah ini
  • 8. memiliki luas kurang lebih 582,81 km2 dengan ketinggian 80 – 2.911 m. (b) Satuan Pegunungan Seribu Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping dan bentang karst tandus dan kurang air permukaan, di bagian tengah merupakan cekungan Wonosari yang terbentuk menjadi Plato Wonosari. Wilayah pegunungngan ini memiliki luas kurang lebih 1.656,25 km2 dengan ketinggian 150-700 m. (c) Satuan Pegunungan di Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan lereng curam dan potensi air tanah kecil. Luas wilayah ini mencapai kurang lebih 706,25 km2 dengan ketinggian : 0 – 572 m (d) Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang mulai dari Kulon Progo sampai Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Wilayah ini memiliki luas 215,62 km2 dengan ketinggian 0 – 80 m. Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan sarana prasarana, sosial, ekonomi, serta ketimpangan kemajuan pembangunan. Daerah-daerah yang relatif datar, (dataran faluvial meliputi Sleman, Kota, dan Bantul) adalah wilayah padat penduduk, memiliki intensitas sosial ekonomi tinggi, maju dan berkembang namun juga banyak terjadi pencemaran lingkungan. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki iklim tropis dengan curah hujan berkisar 0,00 mm – 13,00 mm per hari. Suhu udara rata-rata berkisar antara 21-350 C. Kelembaban udara berkisar antara 30 - 97 persen dan tekanan udara 1.005,3 mb – 1.017,2 mb dengan arah angin antara 180 derajat – 240 derajat dan kecepatan angin antara 0 knot sampai 29 knot Pada tahun 2010, curah hujan tertinggi tercatat 512,3 mm dengan hari hujan per bulan sebanyak 25 kali, jauh lebih tinggi dibanding Tahun 2009. Kecepatan angin maksimum mencapai 47 knot, jauh lebih tinggi dibanding tahun 2009 sebesar 43 knot. Wilayah DIY mempunyai potensi bencana alam, terutama berkaitan dengan bahaya geologi yang meliputi:
  • 9. (a) Gunung Merapi, mengancam wilayah Kabupaten Sleman bagian utara dan wilayah sekitar sungai yang berhulu di puncak Merapi; (b) Gerakan tanah/batuan dan erosi, berpotensi terjadi pada lereng Pegunungan Kulon Progo (bagian utara dan barat), lereng Pengunungan Selatan (Gunungkidul) dan bagian timur (Bantul); (c) Bahaya banjir, terutama berpotensi mengancam daerah pantai selatan Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul; (d) Bahaya kekeringan berpotensi terjadi di wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian selatan, khususnya kawasan karst; (e) Bahaya tsunami, berpotensi di pantai selatan Kulon Progo, Bantul, dan Gunungkidul, khususnya pada elevasi kurang dari 30 m dpl; (f) Bahaya gempa bumi (tektonik, vulkanik) berpotensi terjadi di seluruh wilayah DIY. Gempa tektonik berpotensi di tumbukan lempeng dasar Samudra Indonesia di sebelah selatan DIY. (g) Bahaya angin puting beliung, berpotensi terjadi di seluruh wilayah DIY. Pada tanggal 26 Oktober 2010 dan hari hari berikutnya, gunung Merapi menglami euopsi sangat hebat yang telah menyebabkan kerugian harta kekayaan masyarakat setempat, termasuk ternak dan lahan pertaniannya akibat lahan panas yang meluluhlantakkan semua yang dilaluinya. Pengelolaan sumberdaya alam yang tidak berkelanjutan dan mengabaikan kelestarian fungsi lingkungan hidup menyebabkan daya dukung lingkungan menurun dan ketersediaan sumberdaya alam menipis. Kawasan hutan dengan luas 23,54% dari luas wilayah DIY kurang mencukupi sebagai standar lingkungan hidup. Menurunnya daya dukung dan ketersediaan sumberdaya alam juga terjadi karena kemampuan iptek yang rendah sehingga tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan penduduk. Pencemaran air, udara, dan tanah juga masih belum tertangani secara tepat karena semakin pesatnya aktivitas pembangunan yang kurang memperhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan. Untuk itu, kebijakan pengelolaan lingkungan hidup secara tepat akan dapat mendorong perilaku masyarakat untuk menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan agar tidak terjadi krisis sumberdaya alam, khususnya krisis air, krisis pangan,
  • 10. dan krisis energi. Laju kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan yang terjadi baik di perkotaan maupun pedesaan terus terjadi. Kerusakan sumberdaya alam dan penurunan mutu lingkungan secara drastis tersebut menyebabkan perubahan tatanan dan fungsi lingkungan hidup. Hal ini menyebabkan munculnya ancaman global seperti perubahan iklim global, rusaknya keanekaragaman hayati, serta meningkatnya produksi gas rumah kaca. 2.3. Kependudukan Hasil Sensus Penduduk 2010 mencatat jumlah peduduk DIY mencapai 3.457.497 jiwa. Jumlah penduduk DIY tahun 2012estimasi dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 sesuai dengan Badan Pusat Satistik Istimewa Yogyakarta sebanyak 3.514.762 jiwa, sedangkan dari Profil Kesehatan Kabupaten/Kota se DIY yang dimana data kependudukan diperoleh dari BPS tiap Kab/Kota, jumlah penduduk DIY sebesar 3.630.720.Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.735.514 jiwa sedangkan perempuan 1.777.557 jiwa. Sumber : BPS Provinsi DIY Tahun 2011 Gambar 1. Priramida Penduduk Provinsi DIY Tahun 2011 (sumber: BPS) Dalam periode 2000 – 2010, telah terjadi perubahan struktur dan komposisi pnduduk DIY. Hal ini terlihat dari Grafik Piramida Penduduk Tahun 2000 dan 2010. Pada tahun 2010 terjadi pengurusan pada usia 15 -24 tahun,
  • 11. sebaliknya terjadi penggemukan pada kelompok usia diatasnya. Hal ini menunjukkan bahwaadanya peningkatan penduduk pada usia 25 tahun ke atas, yang mencakup angkatan kerja dan lanjut usia. Peningkatan angkatan kerja perlu diwaspadai terkait ketersediaan lapangan kerja yang terbatas diharapkan tidak terjadi surplus tenaga kerja yang dapat berdampak pada tingginya jumlah pengangguran. Sedangkan peningkatan penduduk usia lanjut menunjukkan semakin membaiknya kesehatan masyarakat. Pergeseran struktur penduduk menunjukkan adanya transisi demografi yang diantaranya dipengaruhi oleh perbaikan kesehatan masyarakat. Pergeseran juga merupakan indikasi tingginya umur harapan hidup penduduk. Usia harapan hidup (UHH) DIY merupakan yang tertinggi di Indonesia. UHH panjang merupakan representasi perbaikan dari banyak faktor, antara lain : kondisi ekonomi, pelayanan kesehatan, kualitas lingkungan, sosio-kultural masyarakat. UHH menjadi indikator keberhasilan pembangunan. Tabel 1 Sumber: Badan Pusat Statistik DIYTahun 2011{belum tersedia data terbaru) Jumlah penduduk perkotaan lebih besar dibandingkan perdesaan. Namun hal ini tidak mencerminkan distribusi nyata antara kabupaten dan kota di DIY. Dua wilayah kabupaten di DIY masih dicirikan oleh dominasi penduduk perdesaan (Kulonprogo, Gunungkidul) dengan kesenjangan ciri urbanisasi dengan 3 wilayah lain cukup besar.
  • 12. Pertumbuhan penduduk hasil sensus tahun 2010 sebesar 1,02 persen relatif lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman memiliki angka pertumbuhan diatas angka provinsi, masing-masing sebesar 1,55% dan 1,92%. Rerata kepadatan penduduk DIY pada tahun 2009 sekitar 1.078,08 jiwa per km2. Sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 1.085 jiwa per km2 dengan kepadatan tertinggi di Kota Yogyakarta (11.958 jiwa/km2) terendah di Kabupaten Gunungkidul (455 jiwa/km2). DIY merupakan provinsi terpadat ketiga setelah DKI Jakarta (14.469 jiwa/km2) dan Jawa Barat (1.217 jiwa/km2).Permasalahan ketimpangan kepadatan tersebut diperkuat dengan ketimpangan potensi sumber daya dimana Gunungkidul adalah salah satu kabupaten di DIY yang memiliki kesuburan lahan kurang dan keterbatasan suplai air. 2.4. Ekonomi (a) Investasi, Industri, dan Perdagangan Realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) tahun 2010 secara komulatif mencapai Rp1,88 trilliun (72,59% dari target) yang dilaksanakan oleh 118 perusahaan dan menyerap 22.941 tenaga kerja Indonesia dan 13 orang tenaga kerja asing. Investasi domestik terus mengalami peningkatan baik investasi domestik maupun asing demikian pula untuk bidang perdagangan. Investasi pemerintah banyak yang diarahkan pada pelayanan publik sebaliknya untuk sektor swasta. Investasi sektor industri mengalami pertumbuhan baik untuk industri kecil, menengah dan besar (0,65%) dengan dominasi industri kerajinan serta industri tekstil dan kulit. Industri kreatif di bidang pariwisata, mempunyai potensi berupa desa wisata (60) yang tersebar di 4 Kabupaten yang diminati oleh wisatawan dalam dan luar negeri. Selain itu terdapat industri kreatif di bidang kebudayaan yang meliputi 25 Production House, seni tari 341 kelompok, dan drama sebanyak 411 kelompok. Industri Pariwisata memiliki sumbangan paling besar terhadap PDRB melalui subsektor perdagangan, perhotelan, restoran, dan jasa-jasa lainnya. Jasa perhotelan adalah yang paling dominan. Ketersediaan aset
  • 13. pariwisata yang memadai berupa wisata alam, wisata budaya, wisata pendidikan dan wisata minat khusus mudah dijangkau dan dilengkapi fasilitas hotel, penginapan, MCK umum, warung makan, restoran. Pada tahun 2010 tercatat rata rata pengeluaran per kapita penduduk DIY sebesar Rp.553.966,- sebulan, yang terdiri dari Rp.244.003,- untuk makanan dan Rp.309.963,- untuk konsumsi bukan makanan. Dibanding tahun sebelumnya mengalami kenaikan sebesar 19,13%. (b) Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB meskipun pertumbuhannya relatif namun selama sepuluh tahun terakhir mencapai rerata 16,33% (terbesar ketiga setelah jasa dan perdagangan). Jumlah rumah tangga pertanian selama sepuluh tahun terakhir menurun 9,32% menjadi 47,17% dimana 80,29% diantaranya merupakan petani gurem. Komoditas tanaman pangan yang meningkat adalah padi, jagung, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi kayu. Komoditas sayuran yang meningkat adalah kentang dan kacang merah, tomat dan buncis. Lahan sawah mengalami laju penurunan sebesar 0,27% per tahun, sedangkan lahan bukan sawah menyusut sebesar 1,62% per tahun. Luas perkebunan mengalami peningkatan sebesar 14,25%, terutama pada kelapa, jambu mete dan tembakau. Produksi perkebunan juga mengalami peningkatan sebesar 3,78%, terutama komoditas kelapa, jambu mete, kakao dan tembakau. Produksi ikan konsumsi di DIY selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir meningkat rerata 9,9% pertahun. Produksi benih ikan dan udang selama sepuluh tahun terakhir meningkat 27,81%. Konsumsi ikan perkapita selama sepuluh tahun terakhir meningkat sebesar 5,71% pertahun. (c) Ketahanan Pangan Ketersediaan energi di DIY saat ini sebesar 3.085 kkal/kapita/hari (Nasional 2.500 kkal/kapita/hari). Keanekaragaman pangan menunjukkan skor 86,5% (standar 100%). Ketersediaan energi sebesar 2.200 kkal/kap/hari; ketersediaan protein 57 g/kap/hari; norma kecukupan gizi
  • 14. berdasarkan standar PPH >1.907,6/kkal/kap/hari, konsumsi energi minimum 1500 kkal/kap/hari, dan konsumsi protein sebesar 62,4 g/kap/hari, dan kualitas konsumsi pangan mendekati skor PPH 85,7%. Angka konsumsi energi di DIY sudah melampaui standar, yaitu sebesar 1.835,93 kkal/kap/hari sedangkan angka konsumsi protein, masih belum memenuhi angka standar karena baru mencapai angka 51,04 g/kap/hari. Luas hutan mencapai 23,54% dari luas DIY (74.992,96 Ha) yang terdiri dari hutan negara dan hutan rakyat, hutan di DIY belum memenuhi fungsi ekologis ideal (minimal 30%). 2.5. Sosial dan Budaya (a) Sosial Penyandang masalah kesejahteraan sosial cenderung meningkat yang ditunjukkan oleh besarnya jumlah pengangguran dan kelompok marginal seperti anak terlantar/ jalanan, tuna susila, pengemis, gelandangan, korban bencana alam, korban tindak kekerasan dan lain sebagainya. Khusus untuk korban bencana mengalami penurunan signifikan sehubungan dengan telah selesainya permasalahan paska gempa bumi. Fasilitas sosial yang dimiliki di DIY diantaranya adalah Panti Asuhan sebanyak 76 unit, Panti Wreda 6 unit dan Kelompok Bermain 12 unit serta Penitipan Anak 7 unit.Penyandang maalah sosial di DIY tercatat 131.437 penduduk yang dikategorikan memiliki masalah sosial. Komitmen pertama dalam MDG’s adalah penanggulangan kemiskinan dan kelaparan. Hal ini menyiratkan bahwa kemiskinan merupakan masalah yang mendesak untuk segera ditanggulangi. Penduduk miskin secara makro dihitung dengan pendekatan kebutuhan minimum seseorang untuk dapat hidup layak (basic needs approach). Kebutuhan minimum tersebut mencakup kebutuhan makanan dan kebutuhan non makanan. Dari pengukuran kebutuhan minimum komoditas makanan dan non makanan tersebut diperoleh batas yang disebut sebagai “garis kemiskinan”. Garis tersebut merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Orang orang yang mempunyai pendapatan dibawah garis kemiskinan dikatagorikan sebagai penduduk
  • 15. miskin. Sebaliknya, dikategorikan sebagai penduduk tidak miskin. Indikator kemiskinan di DIY secara berturut turut sejak tahun 2006 sampai 2011 mengalami penurunan, tahun 2006 prosentase penduduk miskin di DIY sebesar 19,15%, tahun 2008 sebesar 18,02%, tahun 2009 sebesar 16,86%, tahun 2010 sebesar 16,83% sedangkan pada tahun 2011 data terakhir menunjukkan angka 16%. Peta Kemiskinan di Provinsi DIY Sumber: : Bappeda Provinsi DIY Tahun 2011 Gambar 2. Peta kemiskinan Provinsi DIY Menurut Badan Pusat Statistik DIY tahun 2011 tercatat garis kemiskinan di DIY senilai Rp.249.629,- per kapita sebulan, atau meningkat 11,31 persen dibanding tahun 2010. Peta kemiskinan di DIY seperti dalam gambar diatas masih ditemui kantong-kantong kemiskinan di Kabupaten Gunung Kidul dan Kulon Progo. Hal ini juga dapat dilihat dalam pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang meliputi pencapaian Angka Harapan hidup, Angka Melek Hurup, Angka rata rata lama sekolah dan pengeluaran perkapita yang disesuaikan. Pada tabel dibawah ini yang menunjukkan bahwa meskipun DIY rangking 4 dalam capaian IPM namun ada Kabupaten yang masih pada peringkat 283 yaitu Kabupaten Gunung Kidul, data selengkapnya tentang IPM tahun 2011 sebagaiberikut :
  • 16. Tabel 2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di DIY (b) Pendidikan DIY mempunyai institusi pendidikan sebagai berikut, untuk jenjang TK hingga Sekolah Menengah Atas tercatat 5.178 unit dengan perincian di Kota Yogyakarta 533 unit, Sleman 1.297 unit, Gunung Kidul 1.409 dan Bantul 1.094 unit serta 845 unit di Kulon Progo. Jenjang perguruan tinggi pada tahun 2011 tercatat 10 perguruan tinggi negeri dan 112 swasta. Angka melek huruf merupakan salah satu indikator dalam mencapai Indeks Pembangunan Manusia (IPM), angka melek huruf di DIY yang sebesar 90,84 % termasuk pada peringkat ke 23 dalam IPM secara Nasional. Tetapi rata rata lama sekolah di DIY masih dirasa cukup tinggi yaitu sebesar 9,07 tahun yang emerupakan peringkat ke 3 setelah Riau dan DKI. Indikator mutu pendidikan di DIY dapat dilihat dari tingginya angka partisipasi, yang terdiri dari Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk jenjang SD/MI DIY pada tahun 2010 sebesar 99,69 persen. APM tingkat SLTP pada tahun 2010 sebesar 94,02 persen, sedangkan untuk SLTA sebesar 73,06 persen (tahun sebelumnya 72,26 persen). Dibanding dengan tahun
  • 17. sebelumnya angka-angka tersebut mengalami kenaikan walaupun relatif kecil. Anak berkebutuhan khusus yang mengikuti pendidikan telah mencapai 63,24%. Angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas mencapai 85,8 % sebagian besar berusia >45 tahun. Angka melek huruf pada penduduk pria dan wanita relatif sama yaitu sekitar 70,8%. Tingkat partisipasi pendidikan anak usia dini (0-6 tahun) dalam mengikuti pendidikan pra-sekolah sudah mencapai 70%. Angka Partisipasi Sekolah (APS) penduduk usia 7-12 tahun sebesar 100%, APS penduduk usia 13- 15 tahun sebesar 100% dan APS penduduk usia 16-18 tahun sebesar 79,89 %. APS tersebut telah melampaui SPM sebesar 95%, 95% dan 60,00%. Produksi tenaga kesehatan oleh sarana pendidikan cukup tinggi namun daya serapnya masih rendah. Institusi pendidikan kesehatan di provinsi DIY berkembang. Sejak tahun 2009 tercatat jumlah institusi penyelenggara pendidikan mencapai 51 dengan perincian sebagai berikut : D3 keperawatan sebanyak 11, D3 Gizi 3, D3 Analis 2, D3 Lingkungan 2, D3 Kebidanan 7 dan D3 Farmasi 1. Sedangkan jenjang S1 adalah Fakultas Kedokteran 3, Fakultas Kedokteran Gigi 1, Farmasi 4, Kesehatan Masyarakat 4 Keperawatan 8 dan Gizi 1. Pola manajemen pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan menyesuaikan dengan Pemerintah Daerah, namun koordinasi peningkatan kualitas tenaga dengan lembaga pendidikan masih kurang. Peran swasta cenderung kurang terkendali dalam arti kegunaan dan mutu belum sesuai kebutuhan dan kemampuan penyerapan yang diakibatkan terbatasnya dana dalam rekruitmen dan pemeliharaan tenaga, profesionalisme, kompetensi dan etika SDM kesehatan, serta berkaitan dengan proses produksi (pendidikan, training). (c) Kebudayaan Nilai-nilai budaya tumbuh dan hidup dalam kehidupan sehari-hari masyarakat DIY. Pada sisi lain muncul gelombang modernisme yang memunculkan gejala lunturnya budaya lokal dalam kehidupan sehari-hari.
  • 18. Berbagai kesenian hidup dan berkembang. Seni pertunjukan, seperti seni tari dan teater dikelola oleh 2.924 kelompok yang tersebar di 78 kecamatan. Kesenian non pertunjukan, seperti seni rupa, seni kerajinan, cukup banyak dan tersebar, dikelola perorangan maupun kelompok dalam bentuk sanggar Budaya lokal Yogyakarta memberi tempat tinggi pada tradisi yang menekankan hirarkhi sosial kuat sehingga sulit menjalankan perubahan. (d) Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Remaja Pemberdayaan perempuan, anak, remaja telah menunjukkan peningkatan. Partisipasi remaja/pemuda dalam pembangunan semakin membaik. Taraf kesejahteraan sosial masyarakat cukup memadai sejalan berbagai upaya pemberdayaan, pelayanan, rehabilitasi, dan perlindungan sosial bagi masyarakat rentan termasuk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), pecandu narkotik dan obat-obat terlarang. Permasalahan kesetaraan gender di berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi masih belum optimal.Sejalan dengan itu upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan dengan peran serta penuh dari masyarakat juga menjadi tantangan dalam menjamin terlaksananya pemberian hak secara layak. (e) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Informasi (IPTEK) Nilai tambah yang diciptakan oleh sektor pertambangan dan penggalian di DIY hanya menyumbang sekitar 0,67% PDRB karena tidak adanya pertambangan migas atau non migas selain penggalian bahan galian golongan C. Hasil pengembangan Iptek tercermin melalui berbagai publikasi ilmiah yang mengindikasikan banyaknya kegiatan penelitian. Pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan iptek relatif masih rendah disebabkan antara lain belum efektifnya intermediasi, lemahnya sinergi kebijakan antara pengembang dan pemakai iptek, belum berkembangnya budaya iptek dan masih terbatasnya sumber daya iptek. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi (TI) sangat pesat dengan indikator melek TI sebesar 20% dari jumlah penduduk dan terus
  • 19. akan meningkat di masa yang akan datang. Pemanfaatan TI akan semakin berkembang baik untuk pihak swasta maupun pemerintah. Pengembangan TI akan banyak dilakukan oleh pendidikan baik oleh institusi pemerintah maupun swasta. (f) Tenaga Kerja dan Transmigrasi Keterbatasan lapangan kerja menyebabkan tidak semua angkatan kerja yang tersedia dapat terserap di pasar kerja. Pada tahun 2010 tercatat 5,69 persen angkatan kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja, atau yang biasa disebut sebagai pengangguran terbuka (TPT). Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi tercatat jumlah pencarikerja pada tahun 2010 sebanyak 129.793 orang, turun sekitar 4% dibanding tahun sebelumnya (135.207 orang). Mereka terdiri dari 53,8% laki-laki dan 46,13% perempuan. Dari jumlah tersebut 40,09% berpendidikan SLTA, 13,89% DI-IV, sebanyak 42,44% DIV-S1 serta 0,19% S1-S2. Sedangkan SLTP sebanyak 2,32% dan SD sebesar 0,34%. Persentase lowongan pekerjaan yang tersedia sebesar 18,06% sedangkan persentase penempatan sebesar 13,82% dari total pencari kerja yang ada di Provinsi DIY. Berdasarkan data tahun 2003 – 2008 tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) DIY yang merupakan persentase antara jumlah penduduk angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja menunjukkan angka yang fluktuatif atau rata-rata setiap tahun sebesar 78,75%, sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (open unemployement) atau TPT yang merupakan persentase perbandingan antara jumlah penduduk yang ingin/sedang mencari pekerjaan dengan angkatan kerja juga menunjukkan angka yang fluktuatif atau rata-rata setiap tahun sebesar 5,90%. Struktur pencari kerja didominasi oleh kaum perempuan dan dasar pendidikan sebagian besar SLTA. Jumlah pengangguran terbuka pada penduduk dengan umur diatas 15 tahun sesuai tingkat pendidikannya adalah sebagai berikut : pendidikan tertinggi dibawah SD 1.026 orang, SD 4.940, SLTP 10.708, SMTA
  • 20. sebesar 42.038 orang dan tingkat Diploma sebesar 14.705 orang serta perguruan tinggi yang paling banyak yaitu sebesar 74.317 orang. Sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian kemudian disusul sektor jasa-jasa lainnya. Realitas ini menunjukkan bahwa untuk sektor pertanian dan sektor jasa relatif memberikan kontribusi paling banyak dalam menyerap tenaga kerja. Demikian juga peranan sektor pertanian cukup dominan dalam menciptakan lapangan kerja. Sektor yang potensial dikembangkan yaitu sektor pariwisata, sektor perdagangan dan industri terutama industri kecil menengah serta kerajinan dapat dikembangkan sebagai penunjang keterserapan tenaga kerja. Sebagai upaya melakukan pemerataan penyebaran penduduk antar wilayah di Indonesia, pemerintah melakukan transmigrasi penduduk. Jumlah transmigrans di DIY tahun 2010 tercatat sebanyak 250 KK atau 824 jiwa. Jumlah KK transmigrans terbanyak berasal dari Kabupaten Kulon Progo serta daerah penempatan terbanyak adalah Provinsi Sulawesi Selatan. (g) Agama (1) Komposisi pemeluk agama di DIY tahun 2010 terdiri dari 92,03% agama Islam, 4,94% agama Katholik, 2,7% agama Kristen, 0,17% agama Hindu dan 0,15% agama Budha. (2) Kerukunan antar umat beragama berkembang dengan baik, ditunjukkan oleh tidak berkembangnya konflik agama antar pemeluk agama. (3) Jumlah jamaah haji DIY yang berangkat pada tahun 2010/1430 H sebanyak 3.165 orang atau meningkat 2,86% dibanding tahun sebelumnya. Berdasarkan asal jamaah, sebagian besar berasal dari Kabupaten Sleman, Bantul dan Kota Yogyakarta masing-masing sebesar 38,8%, 27,90% dan 15,89%. 2.6. Pemerintahan dan Politik (a) Pemerintahan dan Politik
  • 21. (1) Pemerintahan dan politik cukup stabil karena sebagian besar masih memandang Kraton sebagai penguasa wilayah. Peran serta dan dialog birokrasi, organisasi sosial-politik, dan kemasyarakatan berjalan baik. (2) Tuntutan Good governance dilaksanakan dengan pembenahan dan pengembangan aspek kapasitas pemerintahan dan perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan. (3) Kondisi sosial politik cukup dinamis yang dipengaruhi hubungan sinergis pihak-pihak terkait dan didorong oleh perubahan peran pemerintah dari pembina menjadi regulator, fasilitator dan pelayanan. (4) Perubahan mendasar terjadi dengan pengembalian asas kesatuan daerah, pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota atau antar pemerintahan daerah. (5) Dalam konteks desentralisasi, pemerintah daerah telah menjalankan otonomi seluas-luasnya. Tuntutan masyarakat terhadap kuantititas dan kualitas pelayanan publik akan terus semakin meningkat. (b) Hukum (1) Ditetapkannya UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka proses pembentukan hukum dan peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan daerah, dapat diwujudkan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang. (2) Penegakan hukum dan perundang-undangan masih perlu ditingkatkan. Tindak kejahatan dan kriminalitas semakin tinggi dan bervariasi (3) Pada era pasar bebas dan globalisasi, telah dilakukan kerjasama dan fasilitasi dengan berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. 2.7. Prasarana Wilayah (a) Transportasi (1) Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor rata-rata 13% per tahun dan kendaraan pribadi 28% per tahun yang didominasi oleh sepeda motor. Angkutan umum sebesar 20% dan kendaraan barang sebesar 15%. (2) Volume lalu-lintas melebihi kapasitas jalan, penyalahgunaan ruas jalan
  • 22. dan tingginya penggunaan kendaraan pribadi menyebabkan kemacetan lalu-lintas, terutama di jaringan jalan pusat kota. Dampak peningkatan volume kendaraan dan perilaku pengendara juga terjadai pada tingkat risiko kecelakaan yang semakin tinggi. Intra cranial injury (kecelakaan) telah menempati urutan kedua terbanyak sebagai penyebab kematian. Kecelakaan lalu lintas di DIY mengalami peningkatan cukup besar. (3) Telah dilakukan perubahan manajemen angkutan umum dengan konsep buy the service sebagai upaya memperbaiki pelayanan serta jalur kereta api ganda yang menghubungkan Stasiun Solo Balapan- Stasiun Tugu Yogyakarta-Stasiun Kutoarjo. (4) Bandara internasional baru direncanakan telah beroperasi di wilayah Kabupaten Kulonprogo pada tahun 2019. Kegiatan operasional penerbangan akan meningkat sangat tinggi demikian pula dengan animo maskapai penerbangan untuk membuka jalur penerbangan. Keberadaan bandara akan lebih maju lagi dengan adanya pengembangan jalur angkutan terintegrasi antara darat, laut, dan udara. (b) Sumber Daya Air (1) Sumber daya air utama di DIY adalah Wilayah Sungai Progo-Opak- Oyo yang berasal dari daerah aliran sungai (DAS) Progo, Opak dan Serang. Sumberdaya air dimanfaatkan untuk irigasi, kebutuhan rumah tangga, industri, tenaga listrik dan penggelontoran kota. (2) Kebutuhan air untuk rumah tangga dipenuhi melalui sistem air pipa PDAM, sumur dan hidran umum. Pemanfaatan air untuk penggelontoran dilakukan dalam sistem penggelontoran sanitasi perkotaan dengan air permukaan. (3) Terjadi penurunan kuantitas dan kualitas air sebagai akibat terganggunya fungsi hidrologi sebagai dampak penggunaan tanah/alih fungsi lahan dan pengelolaan tanah yang tidak dikendalikan di daerah tangkapan air. Selain itu juga terjadi pemakaian air yang tidak efisien, terutama untuk keperluan irigasi dan kolam ikan.
  • 23. (c) Keciptakaryaan (1) Pembangunan perumahan permukiman mengarah ke wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY). Perkembangan perumahan dan permukiman meningkatkan konversi lahan pertanian menjadi perumahan dan bangunan. (2) Kebutuhan air minum mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan penduduk dan kegiatan masyarakat. (3) Saat ini masih banyak limbah cair industri yang dibuang langsung ke sistem air limbah terpusat atau ke lingkungan sekitar tanpa ada pengolahan. Cakupan pelayanan air limbah terpusat baru mencapai 4% (di Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta). Total cakupan pelayanan limbah dan sanitasi berkisar 51.8%. (4) Pelayanan pengangkutan sampah masih rendah. Pelayanan pengangkutan sampah di Tempat Pembuangan akhir (TPA) baru mencapai sekitar 35% dari total produksi sampah. (5) Cakupan sistem drainase mencapai sekitar 53.42%. Sistem ini mengandalkan keberadaan sungai-sungai yang melintas sebagai drainase induk yang cenderung meningkatkan terjadinya pencemaran air sungai. (6) Permasalahan pembangunan sampah dan drainase, antara lain pencemaran lingkungan dan jumlah sampah, terbatasnya lahan tempat pembuangan akhir, tidak berfungsinya saluran drainase. 2.8. Struktur dan Pola Ruang (a) Wilayah di luar DIY yang secara langsung maupun tidak mempengaruhi pola pemanfaatan ruang dan perkembangan pembangunan, antara lain: (a) Semarang – Solo – Cilacap; (b) Magelang-Klaten-Purworejo-Salatiga- Wonogiri-Sukoharjo; (c) Wilayah terpadu Joglosemar, Pawonsari Bakulrejo, Gelangmanten. (b) Implikasi wilayah eksternal dalam penataan ruang wilayah adalah: (1) Semakin meningkatnya kegiatan bersifat perkotaan dalam hal ini aksesibilitas, kompatibilitas dan fleksibilitas;
  • 24. (2) Stuktur tata ruang wilayah DIY secara internal dipengaruhi oleh kondisi topografi dan geografis wilayah, yang meliputi kawasan tertentu nasional (lindung dan cagar budaya), kawasan cepat tumbuh, kawasan potensial untuk berkembang, kawasan yang kritis lingkungan Provinsi DIY. (c) Kawasan-kawasan di DIY yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola pemanfaatan ruang dan perkembangan pembangunan di DIY, antara lain: (1) Kawasan Fungsional yang meliputi Hutan Lindung (Kabupaten Gunung Kidul dan Kulon Progo), Hutan Konservasi (Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Cagar Alam/Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya); (2) Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS Progo, DAS Opak-Oyo dan DAS Serang); (3) Kawasan tertentu nasional (Taman Nasional Gunungapi Merapi, Kawasan Cagar Budaya: Keraton, candi-candi, Kawasan Rawan Bencana: jalur patahan Opak, wilayah Gunung Merapi, dan rawan tsunami, banjir dan air pasang di pesisir pantai Kulon Progo dan Bantul); (4) Kawasan yang cepat tumbuh (Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta, yang meliputi Kota Yogyakarta, sebagian Kabupaten Sleman, dan Bantul yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta); (5) Kawasan yang potensial untuk berkembang (Kabupaten Bantul: Sewon, Kasihan, Banguntapan, Sedayu, Srandakan, Imogiri dan Piyungan; Kabupaten Sleman: Godean, Gamping, Pakem, Depok; Kabupaten Kulonprogo: Wates, Temon, Pengasih, Sentolo, dan Nanggulan; Kabupaten Gunungkidul: Wonosari, Bunder, Rongkop, Sadeng); (6) Kawasan yang kritis lingkungan (Kabupaten Gunungkidul: di Purwosari, Panggang, Tepus, dan Rongkop; Kabupaten Bantul: di Worotelo, Wukirsari, Muntuk, Jatimulyo, Sendangsari, dan Dlingo; Kabupaten Kulonprogo: Kalibawang, Samigaluh, Girimulyo, dan Kokap).
  • 25. (d) Karakteristik tata ruang internal DIY ditandai tingginya kebutuhan ruang untuk kegiatan budidaya namun dilain pihak menghadapi keterbatasan daya dukung maupun daya tampung lingkungan. Wilayah DIY seluas 318.580 Ha, dengan 47,188% (150.332 Ha) merupakan kawasan lindung (belum termasuk rawan gempa). 
  • 26. BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN Situasi Derajat Kesehatn di suatu wilayah digambarkan dalam berbagai indikator derajat kesehatan. Indikator yang dinilai paling peka dan telah disepakati secara nasional sebagai ukuran derajad kesehatan suatu wilayah meliputi : (1) Umur Harapan Hidup, (2) Angka Kematian Ibu, (3) Angka Kematian Bayi, (4) Angka Kematian Balita, dan (5) Status Gizi Balita / bayi. Dalam mencapai Indikator Derajat Kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta telah mencapai target yang diharapkan, hal ini terbukti dengan diterimanya penghargaan untuk DIY pada tahun 2008 yaitu penghargaan Manggala Bhakti Husada Kartika dari Presiden yang merupakan sebuah penghargaan atas prestasi sebagai provinsi dengan derajad kesehatan terbaik di Indonesia. Situasi derajat kesehatan terkini di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah : 3.1. MORTALITAS 3.1.1 Umur Harapan Hidup (UHH) Salah satu indikator derajat kesehatan adalah Umur Harapan Hidup, seperti indikator derajat kesehatan lainnya, UHH diperoleh melalui survai yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Satatistik (BPS) yang pelaksanaannya tidak tentu setiap tahunnya, sehingga angka tesebut tidak setiap tahun tersedia, tetapi dalam menggambarkan indikator tersebut maka dapat diperoleh melalui laporan rutin yang diperoleh melalui fasilitas kesehatan dengan mekanisme tertentu disampainan kepada Dinas Kesehatan, sehingga dapat diperoleh angka absolut atau indikator yang berbasis fasilitas (dilaporkan). Peningkatan umur harapan hidup di DIY merupakan yang terbaik di Indonesia bersama dengan DKI dan Bali, namun demikian bila dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara masih tetap lebih rendah (misal Singapura). Berikut gambaran perkembangan UHH sesuai hasil Sensus Penduduk dari tahun 1971 sampai dengan Sensus Penduduk Tahun 2010 di Provinsi DIY bersumber dari BPS.
  • 27. Gambar 3 : Umur Harapan Hidup Penduduk DIY Hasil Sensus Penduduk Jika dirunut sejak tahun 1971, telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan selama 30 tahun dari tahun tersebut yang baru mencapai 45,5 tahun. Gambaran perkembangan tersebut memperlihatkan telah terjadinya transisi demografi di DIY yang sebenarnya telah dimulai pada masa 90-an yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya usia lanjut. Umur Harapan Hidup meningkat menjadi sebesar 73,27 tahun untuk DIY sesuai hasil Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2011 dari sumber data PBS DIY yang terakhir. Peningkatan umur harapan hidup ini dipengaruhi oleh multifaktor yang dalam hal ini kesehatan menjadi salah satu yang berperan penting didalamnya. Peran pengaruh kesehatan ditunjukkan dari semakin menurunnya angka kematian, perbaikan sistem pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi di masyarakat. Transisi demografi yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah kelompok usia lanjut ini juga membawa konsekuensi meningkatnya penyakit-penyakit degeneratif di DIY. Penyakit-penyakit degeneratif tersebut dicirikan dengan adanya kebutuhan longterm care. Dengan demikian di DIY sudah saatnya untuk memulai pengembangan pelayanan jangka panjang tersebut. 3.1.2. Angka Kelahiran Beberapa metode perhitungan untuk menghitung angka kelahiran kasar di D.I.Yogyakarta sejak tahun 1968 sampai tahun 2009 yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa pada tahun 1968 mengalami penurunan dari 35,2 menjadi
  • 28. tahun 2009 sebesar 13,4. Berdasarkan parameter Hasil Proyeksi Penduduk SP2000 di Provinsi D.I.Yogyakarta Tahun 2000 – 2025 dari BPS 2006/2007, taksiran jumlah total anak yang dilahirkan oleh 1000 wanita bila para wanita tersebut secara terus manerus hamil pada saat mereka berada dalam tingkat fertilitas menurut usia pada saat sekarang atau rata-rata jumlah anak yang dapat dilahirkan seorang wanita selama masa hidupnya dari tahun 2000 – 2025 tidak mengalami peningkatan yaitu 1,4 . Dapat diinterpretasikan bawa jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu selama hidupnya adalah 1,4. Sumber : BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2011 Gambar 4. Perkiraan Angka Kelahiran Kasar Provinsi DIY Jumlah kelahiran pada tahun 2011, jumlah kelahiran (hidup dan mati) adalah sebanyak 45.081 dengan jumlah kasus lahir mati sebanyak 242. Dengan demikian, jumlah lahir hidup pada tahun 2011 sebanyak 44.839. Pada tahun 2012 jumlah kelahiran sebesar46.104 dengan kasus lahir mati sebanyak 360 bayi. Jumlah kelahiran dan kematian yang dilaporkan meningkat dari tahun 2011. 3.1.3.Angka Kematian Ibu Kematian ibu telah menunjukkan penurunan signifikan dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Secara Nasional angka kematian ibu di DIY juga tetap menempati salah satu yang terbaik.Meskipun demikian angka yang dicapai tersebut masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan berbagai wilayah di Asia Tenggara. Berdasarkan data dari BPS, angka kematian ibu dalam 4 tahun terakhir menunjukkan penurunan yang cukup baik. Angka terakhir yang dikeluarkan oleh BPS adalah tahun 2008, di mana angka kematian ibu di DIY berada pada angka 104/100rb kelahiran hidup, menurun dari 114/100rb kelahiran hidup pada tahun
  • 29. 2004. Sedangkan pada tahun 2011, jumlah kasus kematian ibu yang dilaporkan kabupaten/kota pada tahun 2011 mencapai 56 kasus, meningkat dibandingkan tahun 2010 sebanyak 43 kasus. Tahun 2012 jumlah kematian ibu menurun menjadi sebanyak 40 kasus sesuai dengan pelaporan dari Dinas kesehatan Kab/Kota, sehingga apabila dihitung menjadi Angka Kematian Ibu Dilaporkan sebesar 87,3 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun angka kematian ibu terlihat kecenderungan penurunan, namun terjadi fluktuasi dalam 3 – 5 tahun terakhir. Target MDG’s di tahun 2015 untuk angka kematian Ibu nasional adalah 102/100rb kelahiran hidup, dan untuk DIY relatif sudah mendekati target, namun masih memerlukan upaya yang keras dan konsisten dari semua pihak yang terlibat. Tabel 3. Jumlah Kematian Ibu & Anak di DIY Tahun 2010-2011 3.1.4.Angka Kematian Bayi Angka Kematian Bayi (AKB) di D.I. Yogyakarta dari tahun 2010 sesuai hasil sensus penduduk tahun 2010 yang telah dihitung oleh BPS Provinsi DIY adalah : laki-laki sebesar 20 bayi per 1000 kelahiran hidup, sedangkan perempuan sebesar 14 per 1000 kelahiran hidup. HasilSurvai Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa Angka Kematian Bayi di DIY mempunyai angka yang relatif lebih tinggi, yaitu sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup (taget
  • 30. MDG’s sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015). Apabila melihat angka hasil SDKI 2012 tersebut, maka masalah kematian bayi merupakan hal yang serius yang harus diupayakan penurunannya agar target MDG’s dapat dicapai. Angka kematian bayi menurut SDKI 2012 seperti pada gambar berikut : Gambar 5. Angka Kematian Bayi per 1000 kelahiran hidup Hasil sensus penduduk sejak tahun 1971 sampai dengan sensus tahun 2010 menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang sangat signifikans angka kematian bayi dari 102 bayi per 1000 kelahiran hidup sampai 17 bayi per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2010 (sesuai hasil sensus penduduk). Sedangkan menurut proyeksi BPS dari hasil sensus penduduk tahun 2000 pada kurun waktu 2000- 2005 (5 tahun) penurunan AKB rata-rata per tahun adalah 3,9%. Sedangkan untuk periode tahun 2005 -2010 penurunan AKB rata-rata per tahun adalah 2,5% dan periode 2010 - 2015 adalah 1,7%. Periode tahun 2020 - 2025 diperkirakan tidak terjadi penurunan karena tingkat kematian yang sudah sangat kecil (“hardrock”) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sangat sulit untuk dikendalikan diantaranya faktor genetik. Sebagaimana gambaran perkembangan angka kematian ibu, angka kematian bayi di DIY juga mengalami penurunan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan sebelum tahun 1990. Laporan kabupaten / kota menunjukkan bahwa
  • 31. pada tahun 2011 terjadi sebanyak 419 bayi meninggal dengan berbagai sebab. Angka kematian bayi tahun 2011 masih tetap / sama dengan tahun sebelumnya yaitu 17 per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi tahun 2011 jauh lebih baik dibandingkan 20 tahun sebelumnya yang mencapai 62 / 1000 kelahiran hidup (tahun 1980). Dengan pola penurunan tersebut maka diprediksikan pada tahun 2013 angka kematian bayi di DIY diharapkan akan mencapai 16 / 1000 kelahiran hidup.Pola penurunan dan kenaikan angka kematian bayi sensitif terhadap berbagai faktor lain. Seperti yang terlihat pada periode tahun 1997 sampai dengan 1999 dimana terjadi krisis multidimensi yang berdampak secara tidak langsung kepada peningkatan angka kematian bayi di DIY. Secara Nasional, target MDG’s untuk angka kematian bayi pada tahun 2015 ditargetkan akan menurun menjadi dua pertiga dari kondisi tahun 1999 (dari 25/1000 kelahiran hidup menjadi 16/1000 kelahiran hidup). 3.1.5. Angka Kematian Balita Angka kematian balita memiliki kecenderungan penurunan yang cukup baik. Tahun 1971 tercatat tingkat kematian balita yang sangat tinggi yaitu mencapai 152 / 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut secara berangsur turun dan 20 tahun kemudian menjadi 54/1000 kelahiran hidup,tahun 2002 sudah mencapai 30 / 1000 kelahiran hidup dan data tahun 2010 telah mencapai angka 19/1000 kelahiran hidup. Gambar6 : Angka Kematian Balita Propinsi DIY Tahun 1971 - 2010
  • 32. (Sumber Sensus, SDKI, Supas, Profil Depkes, Profil Dinkes DIY) Pola penurunan sedikit mengalami pola yang berbeda pada kisaran tahun 1997 sampai dengan 2002 yang kemungkinan disebabkan oleh adanya krisis multi dimensi di Indonesia. Laporan kabupaten / kota tahun 2011 menunjukkan jumlah kematian anak balita sebanyak 50 kasus. Sedangkan pada tahun 2012 kematian anak balita dilaporkan sebanyak 50 kasus. Dengan pola penurunan sejak tahun 1971 tersebut maka diprediksikan di tahun 2013 angka kematian balita akan mencapai 16/1000. Secara Nasional target MDG’s untuk angka kematian balita pada tahun 2015 ditargetkan akan menurun menjadi dua pertiga dari kondisi tahun 1999. Tetapi apabila dilihat dari hasil SDKI tahn 2012 di DIY angka kematian Balita mencapai 30 per 1.000 kelahiran hidup (terendah kedua secara Nasional, setelah Riau) dengan target MDG”s pada tahun 2015 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Hal yang bebeda dapat dilihat pada hasil pelaporan bahwa jumlah kematian balita di DIY tahun 2012 sebesar 450 balita (sehingga angka kematian balita dilaporkan sebesar 9,8 per 1.000 kelahiran hidup). 3.2. MORBIDITAS 3.2.1. Pola penyakit Pola penyakit di DIY dapat dipantau melalui Sistem Survailans Terpadu Penyakit di Puskesmas selin dari hasil pemantauan kunjungan pasien di Puskesmas. Hasil pemantauan melalui STP di tingkat Puskesmas diamati setiap bulan berdasarkan laporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang selanjutnya disampaikan kepada Dinas Kesehatan DIY untuk dilakukan pengolahan dan pengamatan secara terus menerus terhadap penyakit yang berpotensi menyebabkan terjadinya wabah. Penyakit menular yang selalu masuk dalam sepuluh besar penyakit di Puskesmas selama beberapa tahun terakhir adalah ISPA, penyakit saluran nafas (Bronchitis, Asma, Pneumonia), dan diare. Sementara untuk Balita, pola penyakit masih didominasi oleh penyakit-penyakit infeksi.
  • 33. Hasil pengolahan untuk laporan Survailans Terpadu Penyakit di tingkat Puskesmas adalah sebagai berikut : Gambar 7 : Distribusi 10 besar penyakit pada Puskesmas di DIY Januari sampai dengan Desember 2012 Laporan STP Rumah Sakit rawat jalan juga dilakukan pengolahan dengan hasil yang tidak jauh berbeda dari laporan di tingkat Puskesmas yaitu pola penyakit masih didominasi oleh penyakit infeksi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 8. Pola Penyakit Rawat Jalan di Rumah Sakit (Sistem Survailans Terpadu) Tahun 2012
  • 34. Berdasarkan laporan SIRS tahun 2012 dapat diketahui bahwa kunjungan rawat jalan di Rumah Sakit juga masih didominasi oleh penyakit infeksi saluran pernafasan dan diikuti oleh demam.Pola penyakit rawat jalan di puskesmas maupun rumah sakit tidak jauh berbeda pada tahun-tahun sebelumnya, dimana penyakit-penyakit infeksi masih merupakan sepuluh besar penyakit yang dominan di DIY. 45000 Infeksi saluran napas bagian atas akut Lainnya Demam yang sebabnya tidak diketahui Dermatosis akibat kerja Faringitis akut Penyakit sistem napas lainnya Dispepsia Penyakit pulpa dan periapikal Penyakit telinga dan proseus mastoid Cedera YDT lainnya.YTT dan daerah badan mutipel Hipertensi esensial (primer) Gambar 9. Pola Penyakit rawat Jalan di RS th 2012 (Laporan SIRS 2012) 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 Penyakit-penyakit infeksi diantaranya diare masih mendominasi sepuluh besar penyakit pada rawat inap di Rumah Sakit tahun 2012.Menarik bahwa pada banyak kasus kunjungan, penyakit Hipertensi telah menjadi penyakit paling dominankedua bagi kelompok keluarga di DIY. Tidak seperti ISPA, besaran persentase penyakit hipertensi menurut kabupaten kota cukup bervariasi. 3.2.1.1. Pola Penyakit Menular Penyakit–penyakit yang sudah menurun seperti tuberkulosa paru dan malaria, masih memiliki potensi untuk meningkat kembali (re-emerging) mengingat kondisi perilaku dan lingkungan (fisik, ekonomi, sosial, budaya) masyarakat yang kurang mendukung. Kondisi tergambar dari masih belum tereliminasinya berbagai penyakit tersebut dan masih tingginya faktor risiko baik perilaku maupun lingkungn di masyarakat. Di sisi lain penyakit endemis seperti DBD sampai saat ini masih tetap menjadi ancaman.
  • 35. a. DBD Tingkat kematian penyakit DBD (case fatality rate) pada tahun 2011 lebih rendah dari rata-rata nasional. Data program P2M tahun 2011 menunjukkan bahwa CFR (case fatality rate / angka kematian) DBD DIY sebesar0,5 (nasional <1) denganincident rate/angka insidensi tahun 2011 sebesar 28,8 /100.000 penduduk. Sedangkan untuk tahun 2012 menglami penurunan CFR yaitu sebesar 0,21. Tren CFR DBD di DIY dapat dilihat pada gambar 11. Gambar. 10. Peta kasus DBD Provinsi DIY Tahun 2012 Pada tahun 2011 angka insidensi mengalami penurunan menjadi 28,8 / 100.000 penduduk sementara untuk angka kematian / CFR mengalami penurunan menjadi 0,5 dari keseluruhan kasus. Meskipun mengalami penurunan namun kasus dan kematian akibat penyakit DBD masih masuk dalam kategori tinggi. Jumlah kasus DBD pada tahun 2011 dilaporkan sebanyak 985 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 5 kasus. Tahun 2012 dilaporkan sebanyak 971 kasus dengan CFR sebesar 0,21.
  • 36. Gambar. 11Gambaran CFR DBD DIY (sumber Seksi P2 Dinkes DIY Tahun 2013) Meskipun angka kejadian DBD mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, namun tingginya prevalensi penyakit DBD tidak terlepas dari masih tingginya faktor risiko penularan di masyarakat seperti angka bebas jentik yang masih di bawah 95% yaitu pada tahun 2011 angka bebas jentik sebesar 86,62 rumah yang bebas dari jentik Aedes aegypti. Angka bebas jentik untuk tahun 2012 telah mengalami peningkatan, yaitu sebesar 91,81% sehingga diharapkan penularan dapat dikurangi yang akan berdampak pada penurunan kasus DBD di DIY. b. TBC Kualitas pengobatan TBC di DIY berdasarkan laporan program P2M, meskipun dari tahun ke tahun terus meningkat namun tetap masih rendah yaitu angka kesembuhan baru mencapai 84,07% (target 85%). Sedangkan untuk angka prevalensi TB pada tahun 2012 sebesar 76,88 meningkat dibandingkan tahun 2011 sebesar 69,65. Tren prevalensi TB di DIY berfluktuatif setiap tahunnya antara 50 sampai 76, seperti pada gambar dibawah ini.
  • 37. Grafik 12Prevalensi TB di DIY (sumber Seksi P2) Permasalahan lain adalah penemuan penderita yang masih rendah dimana pada tahun 2009 baru mencapai 52,6% (target 70%). Angka tersebut masih belum beranjak membaik dengan capaian di tahun 2010 yang baru mencapai 53,3%. Sedangkan pada tahun 2011 menurun menjadi sebesar 50,8 % dengan target yang tetap yaitu sebesar 70%. Kontribusi penemuan Suspek UPK TB di DIY pada tahun 2012 dengan jumlah 18.457 suspek adalah : Pukesmas sebanyak 10.305 (56%), Rumah Sakit sebanyak 4.466 (24%), dan BP4 sebanyak 3.686 (20%). Lokasi pengobatan TB baru untuk BTA positif (sebanyak 1.220 pasien) terbanyak di Puskesmas 55%, BP4 23% dan di Rumah Sakit sekitar 22%. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan di Puskesmas masih merupakan pilihan masyarakat untuk mencari pengobatan.
  • 38. Grafik 13 Tren Jumlah Penderita TB di DIY Penderita TBC yang tidak sembuh atau penderita yang tidak memperoleh pengobatan karena belum ditemukan, merupakan sumber penular yang mengancam pencapaian derajad kesehatan mengingat penyakit TBC disamping bisa menimbulkan kematian yang tinggi juga menjadi prekursor berbagai penyakit dengan fatal lain seperti HIV/AIDS, penyakit paru obstruksi, dan lain sebagainya. Sementara itu kematian dan kesakitan akibat penyakit infeksi saluran pernafasan, menjadi penyebab kematian terbesar dan memiliki kecenderungan peningkatan. Penyakit TBC memegang peran penting kasus kesakitan dan kematian penyakit saluran pernafasan tersebut dan bertanggungjawab terhadap kecenderungan peningkatannya mengingat sifat penularan dan perilaku masyarakat c. Malaria Penyakit malaria telah menurun dengan sangat signifikan dalam lima tahun terakhir. Namun demikian masih ditemukan adanya kasus penularan indigenous malaria Kabupaten Kulonprogo. Total kasus (indigenous dan non indigenous) tahun 2012 terlaporkan sejumlah 241 kasus terbanyak berasal dari Kabupaten Kulonprogo.
  • 39. Gambar 14. Peta Kasus Malaria DIY (sumber Seksi P2 Dinkes DIY tahun 2013) Angka API / AMI per 100 penduduk tahun 2011 di Provinsi DIY kurang dari 0.01. Hasil pengamatan program P2M memperlihatkan bahwa episentrum KLB malaria masih dijumpai di wilayah Kulonprogo. Sementara belum baiknya kondisi lingkungan dan peningkatan pemanasan global dikhawatirkan akan tetap memberikan peluang yang tinggi bagi perkembangan penyakit ini.Pada tahun 2011 dan 2012 tidak ada kematian akibat penyakit malaria di DIY. d. HIV/AIDS DIY saat ini telah menempati urutan ke 17 provinsi dengan penderita penyakit HIV/AIDS terbesar. Penularan telah berubah dengan dominasi dari jarum suntik pengguna narkoba. Penderita HIV/AIDS terbanyak adalah kelompok usia 20-26 tahun. Laporan program P2M tahun 2012 menunjukkan bahwa penemuan kasus HIV/AIDS dicapai 1.940 kasus. Dari kasus yang ditemukan sejumlah 831 kasus diantaranya telah memasuki fase AIDS sedangkan sisanya masih dalam fase HIV positif (1.110 kasus). Proporsi kasus berdasarkan jenis kelamin adalah : untuk kasus HIV (562 kasus laki-laki dan 399 kasus perempuan) dan untuk kasus AIDS (579 laki-laki dan 246 perempuan).Sementara itu pada tahun 2011 terdapat 41 kematian akibat AIDS yang meliputi 19 penderita laki-laki dan 22 penderita perempuan. Kondisi kasus AIDS hingga Desember tahun 2012 adalah : 1.685 hidup, 205 meninggal dan tanpa diketahui sebesar 51 kasus.
  • 40. Gambar 15. Distribusi ODHA berdasar Faktor Resiko Proporsi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di DIY berdasarkan pada Faktor Resiko yang menyebabkan HIV/AIDS didominasi oleh perilaku Heteroseksual sebanyak 51%, Tidak diketahui sebanyak 25%, IDU’s 13% dan yang lainnya adalah Homoseksual, Biseksual, Perinatal dan Transfusi. e. Filariasis dan Leptospirosis Kasus filariasis pada tahun 2011 ditemukan hanya ditemukan di Kabupaten Gunungkidul di DIY sebanyak 6 kasus yang meliputi laki-laki 1 kasus dan perempuan 5 kasus. Dibandingkan dengan tahun 2008, kasus leptospirosis pada tahun 2009 mengalami peningkatan yaitu sebesar 92 kasus dengan jumlah kematian 6 kasus. Kasus Leptospirosis tahun 2012 terlaporkan 63 kasus dengan kematian 2 kasus. Kasus menurun tajam dari tahun 2011
  • 41. sebanyak 626 kasus dengan jumlah kematian sebesar 43 kasus. f. Kusta Penderita penyakit kusta di DIY jumlahnya kecil. Berdasarkan laporan Kabupaten / kota Tahun 2011 jumlah penderita penyakit kusta yang berhasil diidentifikasi mencapai 44 orang (4 PB dan 40 MB). Angka yang dilaporkan tersebut hampir sama dibandingkan laporan tahun 2009 yang mencapai jumlah 45 orang dan tahun 2010 sejumlah 31 orang. Sedangkan angka penemuan kasus baru penyakit kusta (NCDR) sebesar 1 per 100.000 penduduk. Salah satu yang menjadi catatan penting dikaitkan dengan penderita kusta adalah tingkat pencapaian pengobatan yang berhasil mencapai 100% di tahun 2011. Kasus Kusta mengalami penurunan, tahun 2012 dilaporkan hanya 36 kasus kusta dengan perincian 23 kasus PB dan 13 kasus MB. g. Pneumonia Balita Pada tahun 2011 dilaporkan terdapat 1.739 kasus pneumonia pada balita yang ditangani dari perkiraan 34.575 kasus pneumonia. Laporan dari berbagai sarana pelayanan kesehatan pemerintah menunjukkan bahwa pada tahun 2010 dilaporkan sebanyak 1.813, sedangkan pada tahun 2012 ditemukan 2.936 kasus Pneumonia Balita, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
  • 42. h. Diare Penderita diare di puskesmas di kabupaten / kota setiap tahun jumlahnya cukup tinggi. Namun demikian hal ini belum dapat menggambarkan prevalensi keseluruhan dari penyakit diare karena banyak dari kasus tersebut yang tidak terdata oleh sarana pelayanan kesehatan (pengobatan sendiri atau pengobatan di praktek swasta). Laporan profil kabupaten / kota menunjukkan bahwa selama kurun tahun 2011 jumlah penderita diare danmemeriksakan ke sarana pelayanan kesehatan mencapai64.857 dari perkiraan kasus sebanyak 150.362 penderita diare, sementara tahun 2012 mencapai 74.689 kasus dilaporkan menderita diare. g. Penyakit bisa dicegah dengan Imunisasi Program imunisasi telah dijalankan sejak lama di seluruh wilayah Indonesia dan telah mencapai hasil yang cukup baik.Provinsi DIY merupakan wilayah yang memiliki tingkat pencapaian kinerja dalam program imunisasi yang terbaik di Indonesia. Seluruh desa (100%) di tahun 2012 yang ada di DIY telah masuk dalam kategori desa UCI (Universal Coverage Immunization) yaitu suatu indikasi yang menggambarkan bahwa desa tersebut penduduknya telah menjalankan imunisasi. Hasil pencapaian program imunisasi juga terlihat dari berbagai kasus penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi yang relatif kecil dibandingkan dengan wilayah lain. Gambar 18. Cakupan Imunisasi DIY Tahun 2012
  • 43. Laporan kabupaten / kota memperlihatkan bahwa pada tahun 2012 ditemukan kasus penyakit campak 379 kasus (terbanyak di Kota Yogyakarta). Sementara kasus polio dan tetanus neonatorum pada tahun 2012 tidak ditemukan sedangkanuntuk kasus Postusis ditemukan 23 kasus di Kota Yogyakarta. Cakupan program Immunisasi di DIY secara umum sudah mencapai target yang dietapkan, seluruhnya sudah diatas 95% (seperti pada Gambar diatas). h. New Emerging Disease Hasil laporan kabupaten / kota menunjukkan bahwa di 5 kabupaten/kota telah terdeteksi unggas (>1 jenis) positif Avian Influenza. Potensi penyakit Avian Influenza masih terbuka lebar dengan masih buruknya pemahaman dan perilaku masyarakat untuk melakukan pencegahan.Beberapa penyakit baru lain seperti Influanza H1N1, SARS dan lain sebagainya akan tetap mengancam dengan semakin tingginya tingkat mobilitas penduduk antar wilayah dan belum baiknya pola perilaku sehat masyarakat. 3.2.1.2. Penyakit Tidak Menular Datapada saat ini memperlihatkan bahwa pola penyakit pada semua golongan umur telah mulai didominasi oleh penyakit-penyakit degeneratif, terutama penyakit yang disebabkan oleh kecelakaan, neoplasma, kardiovaskuler dan Diabetes Mellitus (DM). Laporan Survailans Terpadu Penyakit (STP) Puskesmas di DIY pada tahun 2012 penyakit Hipetensi (29.546 kasus) dan Diabetes Militus (7.434 kasus) masuk dalam urutan ketiga dan kelima dari distribusi 10 besar penyakit berbasis STP Puskesmas. Seiring dengan peningkatan status ekonomi, perubahan gaya hidup dan efek samping modernisasi, maka problem penyakit tidak menular pun cenderung meningkat. Beberapa penyakit tersebut diantaranya adalah Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (kardiovaskuler), Diabetes Mellitus, Kanker, Gangguan Jiwa. Sejak tahun 1997 data menunjukkan bahwa, pola kematian yang tercatat di rumah sakit – rumah sakit di DIY telah mulai menunjukkan pergeseran. Jenis penyakit penyebab kematian terbanyak dari semula penyakit-penyakit menular
  • 44. menjadi kematian akibat penyakit yang masuk dalam kategori penyakit tidak menular. Perkembangan lebih lanjut semakin menunjukkan dominasi penyakit tersebut sebagai penyebab kematian di DIY. Pada beberapa tahun yang akan datang, jumlah penderita penyakit tidak menular akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan jumlah penduduk usia tua semakin bertambah. Keadaan ini mengakibatkan bertambahnya kebutuhan akan longterm care. Penyakit yang berhubungan dengan organ paru juga menjadi penyakit yang perlu diwaspadai di DIY. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit paru termasuk asma selalu masuk 10 penyebab langsung dan tidak langsung kesakitan dan kematian utama di Indonesia termasuk DIY. Hasil Riset kesehatan daerah (Riskesdas 2007) menunjukkan bahwa propinsi DIY masuk dalam lima besar provinsi dengan kasus hipertensi terbanyak. Kasus Hipertensi per Provinsi (Riskesdas 2007) 37.437.237.036.635.8 34.033.933.632.431.631.531.531.331.231.230.330.229.929.829.429.329.129.028.828.428.127.6 31,7% 26.325.124.1 Bangka Belitung Jawa Tengah Sulawesi Tengah DI Yogyakarta Riau Sulawesi Barat Kalimantan Tengah Nusa Tenggara Barat Sulawesi Tenggara Sumatera Selatan Gorontalo Kalimantan Timur Sumatera Barat Sulawesi Utara Kepulauan Riau NAD Jambi Kalimantan Barat Jawa Barat Maluku Bali Sulawesi Selatan DKI Jakarta Maluku Utara Nusa Tenggara Timur Banten Sumatera Utara Bengkulu Lampung Papua Papua Barat Gambar 19. Kasus Hipertensi di Indonesia (Sumber : Riskesdas 2007) 22.0 20.1 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 Jawa Timur Suhu udara yang panas dan meningkatnya asap kendaraan bermotor di Yogyakarta mengakibatkan beberapa parameter pencemaran udara sudah memasuki taraf waspada. Hasil pantauan kualitas udara oleh Kantor Penanggulangan Dampak Lingkungan Kota Yogyakarta menunjukkan beberapa kadar zat berbahaya di udara melebihi batas baku mutu udara. Selain itu juga jumlah perokok di Yogyakarta pada hasil berbagai survey termasuk Susenas, telah mencapai lebih dari 30%.Hasil survey Dinas Kesehatan DIY tahun 2006
  • 45. dan 2008 memperlihatkan bahwa antara 56% rumah tangga di DIY tidak bebas asap rokok. Sedngkan pada hasil Riskesdas tahun 2010 kasus hipertensi di Provinsi DIY mencapai 35,8 % diatas rata-rata seluruh Indonesia yang mencapai 31,7%. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, intra cranial injury (kecelakaan) telah menempati urutan kedua terbanyak sebagai penyebab kematian dan menunjukkan kecenderungan peningkatan. Kecelakaan lalu lintas di DIY mulai mengalami peningkatan yang cukup besar. Data dari Polda DIY menunjukkan jumlah kecelakaan lalu lintas di wilayah DIY tahun 2012 adalah sebagai berikut : kejadian kecelakaan lalu lintas di wilayah Kabupaten Sleman tertinggi yaitu sebanyak 1.548 kejadian, Bantul 1.420 kejadian, Yogyakarta 678 kejadian, Gunung Kidul sebanyak 453 kejadian dan Kulon Progo berjumlah 323 kejadian. Mencegah kematian dini akibat kecelakaan bagaimanapun tidak lagi hanya menjadi tugas Kepolisian tetapi menjadi tugas semua pihak seperti kesehatan. Meskipun sampai saat ini data mengenai tingkat risiko kematian yang ditimbulkan dari kecelakaan dari sektor kesehatan belum dimiliki, namun peran sistem rujukan dan penanganan pra rujukan diyakini akan memiliki peran besar menurunkan angka risiko kematian dini tersebut. Beberapa upaya di bidang kesehatan telah dilakukan untuk memperingan penderitaan dan mempercepat penanganan korban melalui Unit Reaksi Cepat di beberapa Kabupaten/Kota yang melibatkan instansi terkait seperti PMI, diantaranya adalah “Yes 118” di Kota Yogyakarta dan Kabupaten lain serta peningkatan kapasitas petugas medis melalui bernagai pelatihan kegawat daruratan. 3.2.2. Pola Kematian Akibat Penyakit Data penyebab kematian di masyarakat secara akurat belum dapat diperoleh, akan tetapi melalui pencatatan dan pelaporan rutin dari Rumah Sakit di DIY melalui mekanisme SIRS dapat diperoleh gambaran pola penyebab kematian di Rumah Sakit, meskipun belum seluruh Rumah Sakit menyampaikan laporannya. Penyakit jantung dan stroke dalam sepuluh tahun terakhir selalu masuk dalam 10 penyakit penyebab kematian tertinggi. Analisis tiga tahun terakhir dari data di seluruh rumah sakit di DIY menunjukkan, penyakit-penyakit kardiovaskuler
  • 46. seperti jantung, stroke, hipertensi atau dikenal sebagai penyakit CVD (cardiovasculer disease) menempati urutan paling tinggi penyebab kematian. Tahun 2009 menunjukkan bahwa dominasi kematian akibat penyakit tidak menular sudah mencapai lebih dari 80% kematian akibat penyakit yang ada di DIY (hospital based). CVD tidak hanya menempati urutan tertinggi penyebab kematian tetapi jumlah kematiannya dari tahun ke tahun juga semakin meningkat seiring semakin meningkatnya jumlah penderita penyakit-penyakit CVD sebagaimana laporan RS di DIY. Gambar 20. Penyebab kematian di RS akibat penyakit tahun 2011 (Sumber : Laporan SIRS Dinkes DIY Tahun 2011, data terbaru belum tersedia) Kematian akibat cedera intracranial (kecelakaan) yang selama ini kurang mendapat perhatian ternyata telah menempati urutan kedua terbanyak sebagai penyebab kematian bahkan menunjukkan kecenderungan peningkatan tajam dalam tiga tahun terakhir. Dalam enam tahun terakhir, peristiwa kecelakaan lalu lintas di provinsi DI Yogyakarta terbilang cukup tinggi. Data Kepolisian menunjukkan, kasus kecelakaan di DIY, meningkat tiga kali lipat dan setiap tahun sedikitnya 130 meninggal (12%) akibat kecelakaan lalu lintas di DIY. Laporan Kepolisian menunjukkan bahwa 88% kematian diakibatkan oleh cedera kepala. Faktor perilaku pengendara memang menjadi faktor dominan bagi tinggi rendahnya tingkat kematian akibat kecelakaan. Meskipun demikian disamping
  • 47. faktor perilaku tersebut, dukungan pelayanan kesehatan dalam bentuk pelayanan pertolongan pertama / prarujukan, rujukan gawat darurat dan kualitas pelayanan di sarana pelayanan kesehatan sedikit banyak juga bisa ikut berperan untuk menurunkan kematian akibat kecelakaan. Oleh karena itu perbaikan sistem pelayanan termasuk pertolongan prarujukan dan rujukan diharapkan akan mampu menurunkan tingkat kematian. Penyakit infeksi saluran nafas merupakan satu dari dua penyakit infeksi yang masuk sebagai penyebab kematian terbanyak di Yogyakarta. Dalam catatan medis jenis penyebab terbanyak adalah Bronchitis dan Pneumonia, namun dengan melihat kondisi prevalensi dan penemuan kasus TBC di DIY pada khususnya, maka sangat dimungkinkan bahwa penyakit TBC ikut pula menjadi salah satu kontributor kematian penyakit tersebut. Pola kematian akibat gagal jantung masuk pada urutan keempat sebagai penyebab kematian di DIY seperti hasil pengolahan dari Laporan Rumah Sakit, gejala tersebut dapat menunjukkan bahwa penyakit degeneratif menjadi ancaman yang harus diwaspadai, terutama dalam melaksanakan program promotif tehadap perilaku hidup sehat agar masyarakat dapat mengurangi faktor resiko untuk penyakit degeneratif. Beberapa upaya telah dilakukan dalam pemantauan dan pengendalian faktor resiko penyakit tidak menular, diantaranya dengan melaksanakan skrining di pelayanan dasar dan peningkatan penyuluhan dan cakupan PHBS di masyarakat. 3.3. STATUS GIZI Status Gizi merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Gambaran keadaan gizi masyarakat DIY pada tahun 2012 adalah masih tingginya prevalensi balita kurang gizi yaitu sebesar 8,45 %, walau sudah menurun dibanding tahun 2011 sebesar 10%. Sedangkan prevalensi balita dengan status gizi buruk sebesar pada tahun 2012 sebesar 0,56% dan tahun 2011 sebesar 0,68% (menurun dibanding tahun 2010 sebesar 0,7%). Meskipun angka gizi kurang di DIY telah jauh melampaui target nasional (persentase gizi kurang sebesar 15% di tahun 2015) namun penderita gizi buruk
  • 48. masih juga dijumpai di wilayah DIY. Tahun 2008 sampai 2012 terdapat penurunan prevalensi balita dengan status gizi buruk, namun demikian perlu dilihat disparitas angka prevalensi gizi buruk di setiap wilayah Kabupaten/kota dan kecamatan. Prevalensi balita gizi buruk di 4 kabupaten sudah sesuai harapan yaitu <1%, sedangkan di Kota Yogyakarta masih 1,35%, sehingga meskipun sudah melampaui target secara nasional tetapi diharapkan seluruh Kabupaten/Kota di DIY sudah berada di bawah 1%. Gambar 21. Situasi Status Gizi di DIY (Laporan Program Gizi) Berdasarkan laporan hasil pemantauan status gizi di kabupaten / kota tahun 2012, peta Balita BGM (Bawah Garis Merah) yaitu standar yang menggambarkan status gizi balita, memperlihatkan bahwa balita BGM/D di DIY belum mencapai target. Di kabupaten Bantul dan Gunungkidul masing masing 1,6% dan 2%, sedangkan 3 kab/kota yang lain <1,5%. Dari segi pelayanan, cakupan balita gizi buruk yang mendapat perawatan mencapai 100%, artinya seluruh balita yang mengalami gizi buruk (dengan indikator BB/TB), semuanya mendapatkan perawatan.Sedangkan untuk situasi gizi ibu hamil, prevalensi Ibu hamil anemia masih pada kisaran 15 sampai 39% di 4 Kabupaten/Kota, kecuali di Kabupaten Sleman anamia bumil sudah dibawah 15 %. Cakupan amemia ibu hamil yang semakin rendah diharapkan akan meningkatkan angka status gizi baik, karena dari ibu yang sehat dan bebas anemia selama kehamilan maka akan melahirkan bayi yang sehat dan dapat
  • 49. melaksanakan program ASI eksklusif selama 6 bulan serta merawat balita dengan gizi yang baik dan seimbang. Berikut adalah peta prevalensi ibu hamil yang anemia di wilyah DIY pada tahun 2012. Gambar 22. Situasi Prevalensi Bumil Anemi di DIY (Laporan Program Gizi) ooOOoo
  • 50. BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN 4.1.VISI & MISI Pelaksanaan upaya kesehatan di provinsi DIY tidak terlepas dari Visi dan Misi provinsi DIY dalam melaksanakan pembangunan kesehatan. VISI DINAS KESEHATAN PROPINSI DIY sebagai berikut : “Dinas Kesehatan yang katalistik mendukung terciptanya status kesehatan DIY yang tinggi, serta sebagai pusat pelayanan dan pendidikan kesehatan yang bermutu dan beretika” Dan misi sebagai berikut : 1. Mencegah meningkatnya risiko penyakit & masalah kesehatan 2. Menyediakan pelayanan kesehatan secara merata, bermutu baik pemerintah maupun swasta 3. Meningkatnya pembiayaan kesehatan yg cukup untuk peningkatan status kesehatan masyarakat 4. Meningkatkan mutu pendidikan, pelatihan tenaga kesehatan serta penelitian kesehatan Target dan pencapaian indikator pembangunan mengacu pada Visi indonesia Sehat 2010 dan standar pelayanan yang mengacu pada kepmenkes RI No. 281/menkes/SK/IX/2008 tentang standar Palayanan Minimal bidang Kesehatan yang dierbarui menjadi Kepmenkes 147 tahun 2003 dengan 18 indikator, Target MDG’s serta berdasarkan Rencana Strategik Dinas Kesehatan DIY.
  • 51. 4.2. Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan Pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan di wilayah DIY meliputi pelayanan kesehatan dasar dan rujukan. Sarana pelayanan kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta dilaksanakan oleh Puskesmas dan jajarannya serta Rumah Sakit baik pemerintah maupun swasta. Sarana pelayanan kesehatan dasar dilaksanakan oleh Puskesmas dan jajarannya, berikut adalah peta sarana pelayanan kesehatan dasar di tiap Kabupaten/kota di DIY : Tabel 4. Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar di DIY Tahun 2012 Akses masyarakat Yogyakarta terhadap sarana pelayanan kesehatan telah cukup baik. Salah satunya diperlihatkan dari aksesibilitas jarak jangkauan. Hasil survey Dinas Kesehatan, menunjukkan bahwa lebih dari 80% penduduk DIY hanya berjarak 1-5 km terhadap puskesmas dan lebih dari 70% penduduk hanya berjarak 1-5 km terhadap rumah sakit dan dokter praktek swasta. Tidak ditemukan penduduk yang memiliki jarak tempuh lebih dari 10 km terhadap sarana pelayanan puskesmas, dokter praktek swasta dan bidan, yang menunjukkan mudahnya akses jarak jangkauan penduduk terhadap sarana pelayanan. Aksesibilitas jarak jangkauan terhadap sarana pelayanan kesehatan cukup merata antar kabupaten kota. Penduduk DIY di setiap Kabupaten / Kota pada umumnya berada pada kisaran 1-5 km terhadap Puskesmas. Pelayanan kesehatan rujukan diampu oleh Rumah Sakit, di DIY jumlah Rumah Sakit Umum dan Khusus adalah sebagai berikut :
  • 52. Jumlah Rumah Sakit Umum : 45 RS (RS Pemerintah 7, TNI/Polri 3 dan RS Swasta sebanyak 35 RS). Jumlah Rumah Sakit Jiwa sebanyak 2 RS, Rumah Sakit Ibu & Anak sebanyak 8 RS dan jumlah Rumah Sakit Khusus lainnya sebanyak 10 RS. Sarana pendukung pelayanan kesehatan diantaranya adalah sarana kefarmasian pada tahun 2012 tercatat jumlah Apotik sebanyak 464 buah, jumlah toko obat 51 buah dan jumlah industri kecil obat tradisionil sebanyak 64 buah. Pelayanan kesehatan masyarakat terhadap masyarakat miskin di DIY juga mendapatkan prioritas, hal ini dapat dilihat dalam indikator cakupan pelayanan kesehatan masyatakat miskin tahun 2012 sebagai berikut : jmlah masyarakat miskin (hampi miskin) yang mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan sebesar 1.080.462 jiwa untuk pelayanan kesehatan dasar dan 163.753 jiwa untuk pelayanan kesehatan rujukan. Untuk pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas sebanyak 7.015 jiwa sedangkan di rumah sakit sebanyak 24.857 jiwa. 4.3. Perbaikan Gizi Masyarakat Upaya perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, dalam rangka mencapai tujuan program gizi yaitu meningkatkan kesadaran gizi keluarga yang selanjutnya akan meningkatkan status gizi masyarakat. Pemantauan pertumbuhan balita merupakan alat untuk mengetahui status gizi anak balita. Salah satu kegiatan berbasis masyarakat yang melaksanakan pemantauan pertumbuhan terhadap balita adalah posyandu. Karena itu, peran serta masyarakat dengan mengikutsertakan balitanya untuk ditimbang di posyandu memberikan andil yang sangat besar terhadap pencapaian indikator ini. Pada tahun 2012, di DIY tingkat partisipasi masyarakat dalam penimbangan di Posyandu (D/S) rata rata sebesar 84% (meningkat dibanding tahun 2011 sekitar 70 – 79 %) di semua kab/kota. Dengan demikian terlihat bahwa masih ada masyarakat yang belum membawa anak balitanya untuk ditimbang di posyandu. Sedangkan dari segi pencapaian hasil penimbangan yang dilihat dari balita yang naik berat badan saat ditimbang (N/D), terlihat bahwa capaian di Kota Yogyakarta masih < 50%, Kabupaten Kulonprogo 50 – 59% sedangkan Kabupaten Gunungkidul, Bantul dan Sleman 60 – 69%.
  • 53. Capaian pemberian kapsul vitamin A untuk bayi mencapai 100% sedangkan untuk balita mencapai 99,13% (meningkat dibandingkan tahun lalu 98,10%). Distribusi vitamin A kepada bayi dan balita merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan status gizi bayi dan balita. Dari hasil tersebut terlihat telah mencapai tingkat cakupan yang cukup baik. Prevalensi Balita kurang energi protein (KEP) selama tiga tahun terakhir mengalami penurunan, tahun 2012 menjadi 8,95 (turun dibanding tahun 2011 sebesar 10,28). Persentase balita KEP tertinggi di tahun 2012 di wilayah Kabupaten Kulon Progo sebesar 10,75% sedangkan yang terendah di Kabupaten Sleman 7,54%. Gambar 23. Prevalensi Balita KEP di DIY (Laporan Program Gizi) Distribusi kapsul Fe kepada ibu hamil ditujukan untuk memenuhi kebutuhan ibu hamil dan mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil. Hasil pantauan terhadap pelaksanaan distribusi kapsul Fe kepada ibu hamil belum menunjukkan hasil yang optimal. Laporan Kabupaten / kota tahun 2011 menunjukkan distribusi kapsul Fe1 mengalami kenaikan dari 92,81% di tahun 2010 menjadi 95,72% di tahun 2012. Sedangkan Fe3 meningkat dari 86,57% di tahun 2010 menjadi 86,59% di tahun 2011dan tahun 2012 menjadi 89,55%. Diharapkan dengan meningkatnya cakupan pemberian Fe pada ibu hamil dapat mengurangi kasus anemia bumil.
  • 54. Gambar 24. Persentase F3 Bumil di DIY (Laporan Program Gizi) ASI eksklusif merupakan salah satu program yang cukup sulit dikembangkan karena berkaitan dengan berbagai permasalahan sosial di masyarakat. Sampai dengan tahun 2008 cakupan ASI ekslusif di provinsi DIY baru mencapai 39,9%, menurun pada tahun 2009 yaitu sebesar 34,56% dan meningkat menjadi 40,03% pada tahun 2010. Sedangkan pada tahun 2011, cakupan ASI eksklusif kembali menunjukkan peningkatan menjadi 49,5%. Lebih rinci, cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten Sleman sudah mencapai ≥ 60%, di Gunungkidul masih 20 - 39%, sedangkan di kabupaten/kota yang lain masih berkisar 40 - 39%. Capaian ASI eksklusif tahun 2012 menunjukan kondisi yang sedikit menurun yaitu sebesar 48%. Gambar 25. Cakupan ASI Ekslusif di Provinsi DIY (Laporan Program Gizi) Upaya yang telah dilakukan di DIY dalam meningkatkan perbaikan gizi masyarakat mencakup pendidikan gizi bagi masyarakat berupa penyuluhan gizi
  • 55. di Posyandu, pengembangan media KIE serta konseling menyusui dan MP-ASI, peningkatan surveilans gizi berupa pemantauan pertumbuhan balita, pemantauan dan penanganan kasus gizi buruk, pemantauan konsumsi garam beryodium, pemberian suplemen gizi (melalui pemberian Vitamin A dosis tinggi dan tablet Fe+asam folat), pemberian makanan tambahan untuk balita gizi buruk dan gizi kurang, serta pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronis. Upaya yang lain adalah peningkatan kapasitas petugas kesehatan berupa pelatihan tatalaksana gizi buruk, pelatihan penggunaan standar pertumbuhan balita, pelatihan konselor ASI bagi petugas kesehatan dan pelatihan motivator ASI, serta pemberdayaan masyarakat. 4.4. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Kualitas pelayanan kesehatan di DIY terutamanya untuk pelayanan kesehatan ibu dan anak telah cukup baik, salah satunya tergambar dari proporsipersalinanyangditangani oleh tenagakesehatan. Cakupan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan pada tahun 2011 di DIY berdasarkan laporan kabupaten/kota telah mencapai 99,73%, Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 97,69%. Tahun 2012 mengalami sedikit peningkatan yaitu sebesar 99,85%. Salah satu upaya dalam menurunkan kematian ibu adalah dengan meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan (ANC: antenatal care) oleh tenaga kesehatan. Indikator yang digunakan untuk memantau cakupan pemeriksaan kehamilan tersebut adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal (K1) yang merupakan indikator akses, dan cakupan ibuhamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal minimal empat kali sesuai distribusi waktu dan sesuai standar (K4) yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah. Capaian K1 dan K4 di Provinsi DIY pada tahun 2011 masing-masing sebesar 99,98 % dan 89,31% sedangkan tahun 2012 mecapai 100% dan 93,31%. Dengan cakupan K1 dan K4 yang sudah cukup tinggi tersebut, upaya peningkatan pelayanan kesehatan utamanya untuk ibu hamil di DIY pada masa yang akan datang adalah meningkatkan kualitas pelayanan, yaitu pelayanan antenatal yang lengkap dan sesuai standar. Diharapkan dengan kualitas ANC yang baik akan
  • 56. dapat mendeteksi secara dini adanya kelainan yang terjadi pada masa kehamilan, dan mencegah kejadian komplikasi. Meskipun demikian dari hasil capaian tersebut, terlihat masih ada kesenjangan antara K1 dan K4 yang cukup jauh. Cakupan penanganan ibu hamil yang mengalami komplikasi (PKO) pada tahun 2011 di Provinsi DIY, berdasar data yang diperoleh dari kabupaten/kota yaitu sebesar 70,44% dan meningkat menjadi sebesar 78,75% pada tahun 2012. Namun, cakupan tersebut tidak bisa menggambarkan kondisi yang sebenarnya di masyarakat karena denominator yang digunakan adalah perkiraan jumlah bumil risiko tinggi, yaitu 20% dari jumlah bumil. Dari hasil diskusi dan pertemuan yang dilakukan dengan kab/kota, disimpulkan bahwa semua kasus komplikasi yang terjadi pada ibu hamil sudah ditangani. Kunjungan nifas menggambarkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan terhadap ibu, mulai 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan. Pada tahun 2011, ibunifas yang telah memperoleh pelayanan minimal tiga kali sesuai distribusi waktu dan sesuai standar (KF3) mencapai 88,96%, meningkat dari tahun 2010 sebesar 86,18% dan mencapai 92% pada tahun 2012. Dari hasil capaian tersebut, terlihat kesenjangan yang cukup jauh antara capaian persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn) dengan kunjungan nifas lengkap (KF3). Dengan demikian terlihat bahwa masih ada ibu hamil yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan pada masa nifas, walaupun sudah melahirkan dengan bantuan tenaga kesehatan. Diharapkan, kesenjangan antara K1 dan K4 dapat diturunkan dan capaian K4 dan KF3 dapat lebih meningkat di masa yang akan datang sehingga dapat memberikan andil dalam penurunan AKI. Gambaran K1, K4, persalinan nakes dan KF3 dapat dilihat pada gambar di bawah.
  • 57. Gambar 26. Cakupan Program Kesga Provinsi DIY (Laporan Program Kesga) Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian neonatal (usia 0 – 28 hari), adalah dengan meningkatkan cakupan pelayanan neonatal sesuai standar pada 6 – 48 jam pertama setelah lahir (KN-1) serta pelayanan neonatal minimal tiga kali sesuai distribusi waktu dan sesuai standar (KN-L). Berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, cakupan KN-1 di Provinsi DIY pada tahun 2011 sebesar 98,99%, meningkat dari tahun 2010 sebesar 96,7%. Sedangkan cakupan KN-L sebesar 88,26%, justru mengalami penurunan dibanding tahun 2010 sebesar 91,3%.Cakupan KN1 tahun 2012 sebesar 99,33% sedangkan Kunjungan neonatus lanjutan mencapai 88,28% (mengalami kenaikan yang sangat tipis dibanding tahun lalu). Gambar 27. Cakupan Kunjungan Neonatal Sementara untuk kasus kematian neonatal, di DIY pada tahun 2012 terjadi 400 kasus, tahun 2011 terjadi sebanyak 311 kasus, meningkat dibanding tahun 2010 sebanyak 241 kasus, dengan penyebab kematian terbanyak disebabkan karena
  • 58. BBLR dan asfiksia. Tabel 5. Jumlah Kematian Neonatal & Faktor Penyebabnya DIY Tahun 2011 No Kabupate/Kota  Kematian Neonatal Faktor Penyebab BBLR Asfiksia Sepsis Kelainan Kongenital Lain-lain 1 Yogyakarta 34 13 14 2 5 0 2 Bantul 88 34 20 2 15 17 3 Kulonprogo 54 17 23 4 4 6 4 Gunungkidul 94 45 33 0 7 9 5 Sleman 41 9 18 2 5 7 Provinsi DIY 311 118 108 10 36 39 Kesehatan remaja masuk dalam ranah kesehatan anak.Program kesehatan remaja dilaksanakan dengan melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap siswa SD/MI dan SMP/SMU. Program ini belum mampu menjangkau seluruh target sasaran. Pada tahun 2012, jumlah siswa kelas 1 yang diperiksa melalui penjaringan kesehatan sebesar 98,88% mengalami peningkatan dibanding tahun 2011 sebesar 98,53%. Dalam meningkatkan kualitas kesehatan anak, perlu dilakukan upaya yang berkesinambungan pada setiap sikus kehidupan manusia (continuum of care), yang meliputi masa reproduksi, masa hamil, neonatal, bayi, balita, anak prasekolah, masa sekolah dan remaja. Intervensi kesehatan perlu dilakukan pada setiap tahapan kehidupan tersebut, dan hal tersebut tergambar pada peningkatan cakupan indikator kesehatan ibu dan anak, di antaranya K1, K4, Pn, KN-1, KN-L, penanganan komplikasi obstetri maupun neonatal, pelayanan kesehatan bayi dan balita, serta KB aktif, maupun pelayanan kesehatan terhadap anak usia sekolah dan remaja. Upaya yang lain adalah dengan meningkatkan kualitas SDM dengan mengadakan berbagai pelatihan untuk petugas kesehatan seperti pelatihan manajemen asfiksia, BBLR, dll, serta yang tidak kalah penting adalah meningkatkan kualitas sarana pelayanan kesehatan (dalam hal ini puskesmas) dengan meningkatkan kemampuan puskesmas menjadi puskesmas yang mampu PONED, PKPR, PKRE, mampu tatalaksana KtPA, melaksanakan MTBS, SDIDTK, dan dapat memberikan pelayanan KB sesuai standar.
  • 59. 4.5. Pembinaan Kesehatan Lingkungan Pada tahun 2012 kondisi perumahan di wilayah DIY dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh kabupaten/kota menunjukkan bahwa dua Kabupaten yaitu Kabupaten Kulon Progo dan Gunung Kidul masih dibawah 59%, Kota Yogyakarta dan Bantul atara 59 sampai 68,99% dan di kabupaten Sleman sudah lebih dari 79%. Gambar 28 Peta Cakupan Air Minum Dari peta cakupan kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan menurut Kabupaten/Kota di DIY masih rendah, cakupan kualitas air minum yang terendah ada di 3 Kabupaten, yang masih kurang dari 60%, yaitu di Kabupaten Sleman, Gunungkidul dan Kulonprogo. Sedangkan Kota Yogyakarta telah mencapai lebih dari 95%. Masih perlu upaya untuk peningkatan cakupan kualitas sir minum yang memenuhi syarat kesehatan, terutama di tiga kabupaten yang masih rendah dengan meningkatkan kerjasama dan kemitraan dengan lintas sektor, peningkatan penyuluhan dan pemeriksaan kualitas air serta peningkatan upaya penyehatan lingkungan lainnya. Prosentase penduduk yang menggunakan jamban terendah di Kabupaten Gunung Kidul, masih dibawah 69%, sedangkan Kabupaten/Kota yang lain sudah mencapai lebih dari 70%.Sehingga perlu adanya upaya penyehatan lingkungan yang komprehensif dengan meningkatkan kualitas kemitraan dan koordinasi dengan lintas sektor serta promosi PHBS yang lebih intensif terutama di Kabupaten Gunung Kidul.
  • 60. Prosentase tempat-tempat umum (TTU) yang telah memenuhi syarat kesehatan menurut pemantauan di masing-masing Kabupaten/Kota adalah cakupan antara 40 – 59,99% adalah di Kabupaten Gunung Kidul dan Kulon Progo, cakupan 60 – 79,99% adalah di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, sedangkan di Kabupaten Sleman telah mencapai lebih dari 80%. Masih rendahnya cakupan tempat tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan akan berdampak pada peingkatan kasus-kasus penyakit menular serta kejadian luar biasa keracunan makanan, Hepatitis serta penurunan kualitas kesehatan masyarakat pada umumnya. Sehingga upaya program penyehatan lingkungan dirasakan masih harus bekerja keras. Gambar 29. Peta Tempat tempat Umum memenuhi syarat kesehatan 4.6. Perilaku Hidup Sehat Masyarakat DIY Pada kenyataannya kesehatan merupakan aset masa depan dan merupakan modal terciptanya hidup yang sejahtera. Agar status kesehatan dapat diraih, perlu dilakukan upaya pencegahan penyakit dengan mengurang atau menghilangkan faktor resiko penyakit, di antaranya pada tingkat pertama adalah melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pola PHBS ini hendaknya dilaksanakan oleh seluruh masyarakat yang ada di berbagai tempat / tataran yaitu di tempat umum, di tempat kerja, di sekolah, di institusi kesehatan, dan di rumah tangga. PHBS di rumah tangga adalah upaya memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan PHBS serta berperan aktif dalam
  • 61. gerakan kesehatan di masyarakat. Berdasarkan evaluasi, maka pada perkembangannya indikator PHBS tatanan rumah tangga mulai ditingkatkan kualitasnya. Dari 10 indikator yang semula masih menggunakan stratifikasi sehat I – IV, maka secara nasional sudah ditingkatkan kualitas indikatornya menjadi 10 indikator yang sifatnya komposit/gabungan, sehingga 10 indikator PHBS tatanan rumah tangga semua harus terpenuhi. Sepuluh indikator PHBS rumah tangga tersebut adalah persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, pemberian ASI eksklusif, balita ditimbang, penggunaan air bersih, cuci tangan, penggunaan jamban, pemberantasan jentik, konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik dan tidak merokok di dalam rumah. DIY telah menerapkan indikator tersebut sebagai evaluasi pada tatanan PHBS rumah tangga mulai tahun 2010. Hasil pencapaian tahun 2011, dari 341.362 rumah tangga yang dipantau menunjukkan sebanyak 31,40% rumah tangga telah menerapkan PHBS. Dari capaian tersebut, yang memberikan kontribusi terendah dan masih menjadi masalah kesehatan pada umumnya adalah tidak merokok di dalam rumah yang baru mencapai 46,67%, bayi diberi ASI eksklusif sebesar 77,70%, konsumsi buah dan sayur sebesar 83,35% dan aktifitas fisik sebesar 87,48%. Gambaran capaian Rumaha Tangga berPHBS di DIY pada tahun 2012 adalah sebesar 33,07% hal ini menunjukkan adanya kenaikan dari tahun sebelumnya meskipun kenaikan yang terjadi tidak siknifikan. Cakupan PHBS tahun 2012 dapat dilihat pada gambar seperti berikut : Gambar 30. Capaian Rumah Tangga ber-PHBS di DIY Tahun 2012
  • 62. Merokok merupakan salah satu perilaku yang menjadi faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa prevalensi perokok di DIY sebesar 31,6%, dan sebanyak 66,1% masih merokok di dalam rumah. Hal tersebut terlihat pada grafik di bawah. Dalam Rumah: Provinsi(3) DI Yogya Bali Kaltim Jatim NTB Indonesia Maluku Malut Kalteng 66.1 68.1 73.9 75.7 76.1 76.6 78.6 84.1 85.3 Sumber: Riskesdas 2010 Gambar 31. Prosentase Merokok di dalam rumah menurut Provinsi Persentase rumah tangga bebas asap rokok di DIY baru mencapai 44,6%, tertinggi di Kota Yogyakarta (52,1%) dan terendah di Gunungkidul (40,2%). Dari hasil tersebut, tidak mengherankan jika persentase perokok pasif cukup tinggi karena perokok biasa merokok di dalam rumah.Sedangkan jika dilihat dari statusnya, perokok rumah tangga didominasi suami / kepala rumah tangga. Untuk mendukung peningkatan capaian 10 indikator PHBS, dilakukan berbagai upaya, diantaranya meningkatkan pembinaan UKBM secara terintegrasi (posyandu, desa siaga, kadarsi), penyebarluasan informasi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media, serta meningkatkan peran serta swasta, ormas, dan LSM. Pengembangan desa siaga yang dilakukan adalah meningkatkan desa siaga yang sudah terbentuk menjadi desa siaga aktif. Capaian desa siaga di DIY sudah mencapai 100 %, sedangkan desa siaga aktif mencapai 89,25%. Sedangkan capaian posyandu aktif di DIY pada tahun 2012 sebesar 75,52%. Jika dilihat dari srata perkembangannya, posyandu pratama sebesar 4%, posyandu madya sebesar 21%, posyandu purnama sebesar 47% dan posyandu mandiri sebesar 28%. Masih rendahnya cakupan posyandu mandiri perlu mendapatkan perhatian,
  • 63. terutama untuk penggerakan peran serta masyarakat dan promosi kesehatan yang lebih intensif dengan memanfaatkan berbagai media promosi. Gambar 32. Tingkatan Posyandu di DIY Upaya pemanfaatan promosi kesehatan dengan berbagai media telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan DIY maupun Kabupaten/Kota, diantaranya pengembangan pesan dan media rumah tangga ber-PHBS melalui media cetak dan audio visual dengan spot TV, pembuatan dan pemasangan branding sticker pada mobil, pembuatan media cetak, obrolan Angkring, penggandaan VCD dan pemasangan Baliho PHBS. Sedangkan untuk penguatan peran serta organisasi/kelompok masyarakat dalam PHBS diantaranya dilaksanakan melalui Forum Komunikasi penguatan peran PKK, Forkom SBH, Orientasi di sekolah bagi guru pembina UKS dan pertemuan penguatan mitra kerja Promkes.
  • 64. BAB V SUMBERDAYA KESEHATAN 5.1. Tenaga Kesehatan Undang – undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sedangkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, maka tenaga kesehatan terbagi atas 7 (tujuh) jenis tenaga yaitu tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik dan tenaga keteknisian medis Ketersediaan tenaga di sarana kesehatan baik di puskesmas maupun rumah sakit pada umumnya sudah baik. Jumlah tenaga kesehatan yang ada di seluruh D.I. Yogyakarta yang terdiri dari RSU Pemerintah dan Swasta, Puskesmas, Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas Kesehatan DIY tahun 2013 adalah sebagai berikut : Grafik 33. Distribusi Tenaga Kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 3213 9094 980 2373 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 Sumber : Dokumen Deskripsi SDMK DIY Tahun 2012 399 189 1318 0 Jenis Tenaga Kesehatan Medis Keperawatan Kesehatan Masyarakat Kefarmasian Gizi Keterapian Fisik Keteknisian Medis
  • 65. 5.1.1Tenaga Medis Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga medis meliputi Dokter dan Dokter gigi, termasuk didalamnya tenaga dokter spesialis Tenaga medis merupakan salah satu unsur pelaksana pelayanan kesehatan yang utama di fasilitas pelayanan kesehatan, baik di puskesmas, rumah sakit, klinik, maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.Adapun jumlah tenaga medis di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan wilayah kerjanya dapat digambarkan sebagai berikut : Grafik 34. Distribusi Tenaga Medis di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 370 508 155 272 398 398 131 77 133 128 45 30 94 10 33 87 600 500 400 300 200 100 0 Dokter Umum Dokter Spesialis Dokter Gigi Sumber : Dokumen Deskripsi SDMK DIY Tahun 2012 164 138 Kota Yogyakarta Bantul Kulonprogo Gunungkidul Sleman Daerah DIY Berdasarkan data yang tertera diatas Jumlah tenaga dokter umum yaitu sejumlah 1354 orang, terbanyak berada di Kabupaten Sleman dengan jumlah dokter umum sebanyak 398 orang dan disusul dengan Kota Yogyakarta sebanyak 370 orang, sedangkan dokter umum paling sedikit terdapat di Dinas Kesehatan DIY dan UPT-nya dan Institusi Pendidikan Kesehatan ( yang selanjutnya disebut dengan Daerah DIY) sebanyak 81 orang. Untuk dokter spesialis di Daerah Istimewa Yogyakarta sejumlah 1262 orang, terbanyak berada di Kota Yogyakarta dengan jumlah dokter spesialis sebanyak 508 orang, disusul dengan Kabupaten Sleman dengan jumlah dokter spesialis sebanyak 398 orang, sedangkan dokter spesialis paling sedikit berada di Kabupaten Gunungkidul hanya sebanyak 10 orang.
  • 66. Sedangkan untuk dokter gigi dari sejumlah 597 orang terbanyak terdapat di Daerah DIY dengan jumlah dokter gigi sebanyak 164 orang dan diikuti oleh Kota Yogyakarta sejumlah 155 orang, sedangkan yang paling sedikit terdapat di Kabupaten Kulonprogo yaitu sejumlah 30 dan di Kabupaten Gunungkidul sejumlah 33 orang. Dari gambaran data perkembangan jumlah tenaga medis di Kabupaten/Kota menunjukkan bahwa persebaran tenaga medis masih belum merata terlihat masih terpusat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, sementara di kabupaten yang lain tenaga medis masih jauh lebih kecil jumlahnya. Prosentase tenaga medis yang bekerja sesuai dengan wilayah kerjanya dapat digambarkan sebagai berikut : Grafik 35. Proporsi Dokter Umum, Dokter Spesialis dan Dokter Gigi di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan Wilayah Kerjanya Tahun 2012 Dokter Umum 27.33 20.09 6.43 29.33 9.82 6.94 Kota Yogyakarta Bantul Kulonprogo Gunungkidul Sleman Daerah DIY Dokter Spesialis 40.25 10.14 34.87 0.79 3.57 10.38 Dokter Gigi 27.47 Sumber : Dokumen Deskripsi SDMK DIY Tahun 2012 25.96 12.90 5.03 5.53 23.12
  • 67. Adapun sesuai dengan tempat kerjanya ada beberapa variasi, untuk dokter spesialisgigi sebagian besar di instansi pemerintah yaitu puskesmas, sedangkan untuk dokter spesialis sebagian besar bekerja di rumah sakit. Hal ini sudah sesuai dengan peruntukkannya, bahwa tenaga dokter spesialis utamanya bekerja pada pelayanan kesehatan rujukan. Adapun sebarannya dapat ditunjukkan oleh grafik beriku ini : Grafik 36. Distribusi Tenaga Medis Per Jenis Sarana Pelayanan Kesehatan di DIY Tahun 2012 576 347 38 4 2 9 171 982 126 160 148 148 109 331 62 1200 1000 800 600 400 200 0 Dokter Umum Dokter Spesialis Dokter Gigi Sumber : Dokumen Deskripsi SDMK DIY Tahun 2012 Puskemas Rumah Sakit Fasyankes Lainnya Institusi Diknakes Dinkes dan UPT Berdasarkan data yang tertera diatas distribus itenaga dokter umum yang bekerja di masing – masing jenis sarana pelayanan kesehatan tersebar secara merata yaitu di rumah sakit sebanyak 576 orang, di puskesmas sebanyak 347 orang, serta sarana kesehatan lainnya sejumlah 331 orang yang tersebar di Balai Pengobatan, Rumah Bersalin, Klinik, praktik dokter berkelompok, maupun praktik mandiri dan fasyankes lainnya. Sedangkan sebagian kecil yaitu sejumlah 38 orang tenaga dokter umum bekerja di Dinas Kesehatan serta UPT-nya serta sebanyak 62 orang bekerja di Institusi pendidikan tenaga kesehatan. Untuk dokter spesialis di Daerah Istimewa Yogyakarta sejumlah 1262 orang, sebagian besar bekerja di rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah, rumah sakit TNI/Polri, maupun rumah sakit swasta, tersebar di 63 rumah sakit yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan untuk dokter gigi dari sejumlah 597 orang yang bekerja secara merata di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
  • 68. 5.1. 2 Tenaga Keperawatan Tenaga Keperawatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan terdiri atas tenaga perawat dan bidan. Tenaga Perawat terdiri atas tenaga perawat dan tenaga perawat gigi, namun dalam profil ini hanya perawat saja yang sudah dilakukan pendataan. Perawat sesuai dengan Permenkes Nomor 148 Tahun 2010 adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun definisi bidan sesuai dengan Permenkes Nomor 1464 Tahun 2010 adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai ketentuan perundang – undangan. Adapun gambaran distribusi tenaga keperawatan sesuai dengan wilayah kerjanya di DIY pada tahun 2013 dapat digambarkan sebagai berikut : Grafik 37. Distribusi Tenaga Keperawatan Per Wilayah Kerja di DIY Tahun 2012 459 2364 2198 532 427 347 364 235 660 309 443 2500 2000 1500 1000 500 0 Perawat Bidan Sumber : Dokumen Deskripsi SDMK DIY Tahun 2012 149 Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Kota Yogyakarta Daerah DIY Berdasarkan data yang tertera diatas jumlah tenaga perawat yaitu sejumlah 6560 orang, terbanyak berada di Kabupaten Sleman dengan jumlah perawat sebanyak 2364 orang dan disusul dengan tenaga perawat di Kota Yogyakarta sebanyak 2198 orang. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar fasilitas pelayanan kesehatan termasuk didalamnya rumah sakit sebagian besar berada di kedua wilayah tersebut. Sedangkan di kabupaten lainnya jumlah perawat yang ada hampir sama. Untuk tenaga bidan di Daerah Istimewa Yogyakarta sejumlah 1927 orang, terbanyak berada di Kabupaten Sleman dengan jumlah bidan sebanyak