Indeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Mamuju Tengah
SEHATBARU
1. PROFIL KESEHATAN
PROVINSI SULAWESI BARAT
TAHUN 2008
DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI
BARAT
TAHUN 2013
2. Diterbitkan oleh :
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Jalan Kurungan Bassi No. 19 Mamuju
Telpon : 0426-21027 Fax 0426-22579
Website : dinkes.sulbarprov.go.id
Email : dinkessulbar@gmail.com; Facebook : Portal Dinkes Sulbar
3. TIM PENYUSUN
Pengarah
Dr.H.Achmad Azis, M.Kes
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Ketua
Wahyuddin, SE, M.Kes
Sekretaris
Syamsyucri, A.Md.KL
Anggota
Rosmianti, SKM
Drg. St. Rahmin Rauf
A. Erieka Novianti, SKM, M.Kes
Wa Ode Nuraisyah, S.Kep
Yulianus Dupa Budi S.Farm
Irham Ibrahim, A.Md.KL
Faisal, ST
4. `
KATA SAMBUTAN
Saya menyambut gembira dengan terbitnya “Profil
Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Edisi Tahun 2010. Meskipun
berat dan banyak tantangan di dalam proses pengumpulan data
untuk mengisi profil kesehatan ini, akhirnya bagian data Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat berhasil menghimpun data dan
menyusunnya menjadi Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Edisi Tahun 2009.
Sebagai provinsi termuda, Sulawesi Barat dalam rangka
mewujudkan cita-cita perjuangan pembentukan provinsi
dibutuhkan akselarasi pembangunan di segala bidang khususnya
pembangunan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan
rakyat seperti di sektor kesehatan guna mengejar ketertinggalan dan
menciptakan kesejahteraan dan kesetaraan. Untuk melaksanakan
program pembangunan yang telah dicanangkan RPJMD 2006-2011,
tentunya dibutuhkan kerjasama dan koordinasi yang integral
disemua bidang pembangunan serta ketersediaan data dan
informasi kesehatan di 5 kabupaten yang akurat, komprehensif serta
bisa diakses dengan cepat dan dapat dimanfaatkan oleh berbagai
pihak, baik dikalangan aparatur pemerintah maupun masyarakat
pada umumnya, terkhusus bagi perencana, pelaksana dan pengawas
pembangunan.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka buku Profil
Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Edisi tahun 2009 yang
diterbitkan oleh bagian data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat, patut dihargai dan mendapatkan apresiasi guna memenuhi
kebutuhan informasi dan ekspose kesehatan dan permasalahannya
di 5 kabupaten.
Semoga buku ini yang memuat data dan informasi kesehatan
dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan kedepan, mutunya dapat
lebih ditingkatkan lagi.
Mamuju, Mei 2010
Gubernur Sulawesi Barat
H. ANWAR ADNAN SALEH
5. LAMBANG DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT
Symbol of Sulawesi Barat Province
MELLETE DIATONGANAN
VISI :
“Terwujudnya kehidupan masyarakat Sulawesi Barat yang
produktif dan terpenuhi hak-hak dasarnya secara merata”
MISI :
“Meningkatkan derajat kehidupan yang layak bagi
masyarakat Sulawesi Barat, serta meningkatkan
kesetaraan dengan provinsi lainnya”
6. BAB I
PENDAHULUAN
Introduction
isi Pembangunan Kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010
menggambarkan bahwa pada tahun 2010 bangsa Indonesia hidup
V
dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat, serta
mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata sehingga memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pembangunan kesehatan adalah salah satu sektor pembangunan daerah
yang sangat penting, mengingat dalam Indikator Pembangunan Manusia
(IPM) kesehatan merupakan faktor penunjang yang sangat vital didalam
kemampuan kualitas manusianya. Dalam konsep pembangunan di Provinsi
Sulawesi Barat yang terdiri dari 4 Strong Point yaitu :
1. Pengentasan kemiskinan,
2. Peningkatan Aksesibilitas Pendidikan dan Kesehatan,
3. Revitalisasi Pertanian,
4.Pembangunan Infrastruktur, pembangunan kesehatan masuk dalam
program utama mengingat kondisi kesehatan masyarakat khususnya di
Sulawesi Barat yang perlu mendapat prioritas.
Untuk mengetahui pembangunan kesehatan yang dilaksanakan, maka
diperlukan adanya sistem yang dikembangkan untuk mengetahui tolak
ukur dalam menilai sejauh mana pembangunan kesehatan. Sistem informasi
kesehatan melalui beberapa kegiatan pengumpulan data baik yang secara
primer maupun secara sekunder dilapangan adalah sistem yang tepat untuk
mengevaluasi sekaligus mengukur sejauh mana keberhasilan pembangunan
kesehatan yang telah dilaksanakan dan sebagai bahan untuk membuat
perencanaan program kegiatan kesehatan ditahun berikutnya.
Profil Kesehatan Provinsi bertujuan untuk mengumpulkan data,
memonitoring, dan mengolah data yang selanjutnya sebagai bahan evaluasi
untuk mengetahui sampai sejauh mana pencapaian program kesehatan.
Selain itu profil provinsi juga merupakan input yang penting bagi
penyusunan profil kesehatan ditingkat nasional untuk penyusunan profil
kesehatan nasional.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 1
7. Profil kesehatan merupakan gambaran kesehatan di Provinsi selama
periode tahun 2008 melalui pengumpulan, pengolahan, analisis serta
publikasi data. Berbagai program yang dilaksanakan seperti promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam bentuk kegiatan Peningkatan KIA,
Pencegahan penyakit, Perbaikan status Gizi, Penyediaan dan pengawasan
kualitas Air Bersih serta TTU , TPM , kegiatan penyuluhan serta kegiatan
kesehatan lainnya. Untuk menilai hasil kegiatan tersebut mengukur dengan
menggunakan Indikator Angka kematian bayi, balita, Ibu dan Kesakitan
serta Hasil cakupan Program selama setahun.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 2
8. BAB II
GAMBARAN UMUM
General Perspektif
A. Keadaan Geografi /Geographical condition
1. Letak dan Luas
rovinsi Sulawesi Barat yang beribukota di Mamuju terletak antara 00 12’-
30 38’00’’ Lintang Selatan/South Latitude dan 1180 43’15’’ - 1190 54’3’’
P
Bujur Timur/East Longitude, Provinsi Sulawesi Barat wilayahnya berbatasan
dengan :
Sebelah Utara/in the Northern side by : Sulawesi Tengah
Sebelah Timur/ in the Eastern side by : Sulawesi Selatan
Sebelah Barat/ in the Western side by : Selat Makassar
Sebelah Selatan/ in the Southern side by : Sulawesi Selatan
Luas wilayah Provinsi Sulawesi Barat tercatat 810,405 Km2 yang meliputi
5 (lima) Kabupaten, dimana Kabupaten Polewali Mandar dengan luas wilayah
2,022 Km2, Kabupaten Mamasa dengan luas wilayah 2,985 Km2, Kabupaten
Mamuju Utara dengan luas wilayah 3,044 Km2, Kabupaten Majene 948 Km2,
dan Kabupaten Mamuju 8,222 Km2. Kabupaten Mamuju adalah kabupaten
terluas. Luas kabupaten tersebut 48% dari seluruh wilayah Provinsi Sulawesi
Barat. Sementara kabupaten Majene adalah Kabupaten terkecil dengan luas
wilayah 948 Km2.
Grafik 1.
Sumber : BPS Kabupaten
Faktor yang paling berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan adalah
masih banyaknya daerah yang sulit dijangkau yang disebabkan oleh medan
yang berat karena melalui sungai, pulau terpencil yang harus ditempuh 2-3 hari
dan ada juga daerah pegunungan yang harus dilewati dengan kuda. Disamping
itu masih ada sekelompok masyarakat yang sukar berinteraksi dengan dunia
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 3
9. luar dan menutup diri dari perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan
termasuk intervensi pelayanan kesehatan ke daerah mereka seperti pelayanan
imunisasi, pentingnya hidup bersih dan sehat, pemeriksaan ibu hamil, bayi dan
balita dan pelayanan kesehatan lainnya.
2. Tofografi
Wilayah Provinsi Sulawesi Barat terdiri atas dataran tinggi dan rendah. Di
Sulawesi Barat terdapat 193 buah gunung dan yang tertinggi adalah Gunung
Ganda Dewata dengan ketinggian 3.037 meter diatas permukaan laut. Gunung
ini berdiri tegak di Kabupaten Mamuju. Umumnya ditiap Kabupaten memiliki
beberapa perbukitan dan pegunungan yang berpotensi dijadikan cadangan
untuk ekosistem guna mendukung pembangunan berwawasan lingkungan, juga
memiliki garis pantai yang merupakan daerah dataran rendah yang berpotensi
untuk pengembangan pertanian, perkebunan dan perikanan darat dan laut
seperti di Kabupaten Mamuju, Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten
Majene.
Jumlah sungai yang mengalir di Wilayah Sulawesi Barat tercatat sekitar 8
aliran sungai, dengan jumlah aliran yang terbesar di Kabupaten polewali
Mandar, yakni 5 aliran sungai. Sungai terpanjang tercatat ada dua yaitu sungai
yakni Sungai Saddang yang mengalir meliputi Kabupaten Tana Toraja,
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 4
10. Enrekang, Pinrang dan polewali Mandar serta Sungai Karama di Kabupaten
Mamuju. Panjang kedua sungai tersebut masing-masing 150 km.
B. Iklim/Climate
Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya
tempat tersebut dari permukaan air laut dan jaraknya dari pantai. Pada tahun
2008 suhu udara maksimum terjadi di Stasiun Meteorologi Kabupaten Majene,
yaitu sebesar 34,2°C , sedangkan suhu udara minimum yaitu sebesar 22,4°C.
Provinsi Sulawesi Barat mempunyai kelembaban udara relative tinggi,
dimana pada tahun 2008 rata-rata berkisar antara 76,5 persen sampai 82,8 persen.
Sedangkan kecepatan angin hampir diseluruh wilayah kabupaten di Sulawesi
Barat umumnya merata setiap bulannya, yaitu berkisar 5 km/jam hingga 14
km/jam. Data suhu minimum dan maksimum serta posisi Stasiun Pengamatan,
arah dan kecepatan angin serta kelembaban udara selengkapnya disajikan pada
tabel berikut ini :
Tabel 1. Rata-rata Temperatur, Kelembaban Nisbi dan Rata-rata Penyinaran
Matahari tahun 2008
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 5
11. Tabel 2. Rata-rata Kecepatan Angin dan Arah Angin Tahun 2008
Dengan Kelembaban udara yang relative tinggi dan adanya 2 musim yaitu
musim hujan dan musim kemarau menjadikan daerah ini masih sering terjadi
penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan seperti DBD, Malaria, TBC, ISPA,
diare dan peyakit lainnya.
C. Pemerintahan/Government
Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat menaungi 5 daerah tingkat II dengan
wilayah berstatus Kabupaten. Dari 5 Kabupaten tersebut, didalamnya terdapat
66 wilayah kecamatan dan 602 desa/kelurahan pada tahun 2008. Kabupaten
yang paling banyak kecamatan adalah Kabupaten Mamuju dengan 15
kecamatan, sedangkan Kabupaten yang mempunyai jumlah kecamatan paling
sedikit adalah Kabupaten Majene yang hanya hanya memiliki 8 kecamatan.
Kabupaten Mamuju adalah ibu kota Provinsi Sulawesi Barat. Diantara
Kabupaten, yang paling jauh jaraknya dari Ibu Kota Provinsi adalah Kabupaten
Mamuju Utara dengan jarak 276 Km dan yang terdekat adalah Kabupaten
Majene dengan jarak 143 Km. Lebih lengkapnya Jarak antara Kabupaten ke
Provinsi dan Jarak antar Kabupaten dapat dilihat pada tabel 4 dan tabel 5.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 6
12. Tabel 3. NAMA IBUKOTA DAN JARAK KE IBOKOTA PROVINSI
No. KABUPATEN
NAMA IBUKOTA
KABUPATEN
JARAK KE IBUKOTA PROVINSI
(km)
1 POLMAN Polewali 199
2 MAMASA Mamasa 292
3 MAMUJU UTARA Pasangkayu 276
4 MAJENE Majene 143
5 MAMUJU Mamuju 0
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Barat
Tabel 4. JARAK ANTAR KABUPATEN DI PROVINSI SULAWESI BARAT (km)
POLMAN MAMASA MATRA MAJENE MAMUJU
POLMAN 0 93 475 56 199
MAMASA 93 0 568 149 292
MATRA 475 568 0 419 276
MAJENE 56 149 419 0 143
MAMUJU 199 292 276 143 0
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Barat
D. Kependudukan/Population
a. Pertumbuhan Penduduk/Population Growth
Pertumbuhan penduduk terus meningkat setiap tahunnya di mana
Pertumbuhan Alami penduduk umumnya dipengaruhi oleh dua faktor yakni
natural increase yaitu jumlah kelahiran dan kematian serta net increase di mana
di dalamnya termasuk juga migrasi masuk dan keluar. Tingginya angka
kelahiran dan migrasi masuk dibandingkan dengan kematian serta migrasi
keluar menjadi penyebab terjadinya peningkatan jumlah penduduk.
Penduduk merupakan objek sekaligus subjek dalam proses
pembangunan itu sendiri. Penduduk tidak saja menjadi sasaran tetapi juga
menjadi pelaksana dari pembangunan. Dengan demikian pemahaman akan
dinamika kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi dan distribusi
penduduk menjadi suatu hal yang penting untuk diketahui sebagai data dasar
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 7
13. pada tahapan perencanaan pembangunan termasuk pembangunan bidang
kesehatan.
Pada tahun 2008, perkiraan jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Barat
sebesar 1.053.307 jiwa yang tersebar di 5 Kabupaten dengan perkiraan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1,8 % (sumber BPS Provinsi Sulbar). Penduduk ini
terdiri dari 529.353 jiwa (50,26 persen) laki-laki dan 523.954 jiwa (49,75 persen)
perempuan. Dengan demikian rasio jenis kelamin lebih dari 101 yang berarti
dari 100 perempuan terdapat 101 laki-laki. Adapun laju pertumbuhan
penduduk selama 6 tahun (2003 – 2008) menurut BPS Provinsi Sulawesi Barat tahun
2008 sebesar 1,8%.
Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Barat dari tahun 2004-2008 mengalami
peningkatan. Keadaan ini nampak dari data Statistik, jumlah penduduk pada
tahun 2004 sebanyak 969,649 jiwa , tahun 2005 sebanyak 969,429 jiwa, tahun
2006 sebanyak 1,001,199 jiwa dan tahun 2007 sebanyak 1,016,663 jiwa
sedangkan tahun 2008 sebanyak 1,053,307 jiwa. Ini berarti sejak tahun 2004 –
2008 mengalami peningkatan sebanyak 83,658 jiwa. Grafik perkembangan
penduduk Sulawesi Barat selama 4 tahun terakhir selengkapnya dapat dilihat
pada grafik 2 di bawah ini :
Grafik 2. Perkembangan Jumlah Penduduk Sulawesi Barat Tahun 2004-2008
Sumber : BPS 5 Kabupaten
b. Kepadatan Penduduk/Population Density
Pertambahan penduduk mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,
hal ini akan memberikan pengaruh penting bagi kesehatan manusia. Di mana
kondisi lingkungan pemukiman yang padat menyebabkan penghuni
pemukiman tersebut rentan terhadap penyakit yang berkaitan dengan
lingkungan.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 8
14. Berdasarkan data dari BPS 5 Kabupaten se Provinsi Sulawesi Barat
tahun 2008 menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan jumlah
penduduk maka Angka Kepadatan penduduk juga mengalami peningkatan.
Jumlah Rumah Tangga terbagi ke dalam 248,754 rumah tangga, dimana rata-rata
jumlah anggota rumah tangga sebesar 4 – 5 jiwa. Kabupaten Polewali
Mandar merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar, yaitu
sebesar 371,420 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 183,66 jiwa
per Km2. Sedangkan yang terkecil adalah Kabupaten Mamuju Utara sebesar
103,334 jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata di Sulawesi Barat sebesar 61,16
jiwa per Km2.
Tabel 5. Tingkat Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten tahun 2008
N
O
KABUPATEN
LUAS
WILAYAH
(km2)
JUMLAH
PENDUDUK
JUMLAH
RUMAH
TANGGA
RATA-RATA
JIWA/RUMAH
KEPADATAN
PENDUDUK
/km2
1 2 3 4 5 6 7
1
Polewali
Mandar
2,022 371,420 79,768 21.48 183.66
2 Mamasa 2,985 124,433 29,645 23.82 41.69
3 Mamuju Utara 3,044 103,334 34,100 33.00 33.95
4 Majene 948 148,647 30,336 20.41 156.83
5 Mamuju 8,222 305,473 74,905 24.52 37.15
JUMLAH
(KAB/KOTA)
17,221 1,053,307 248,754 23.62 61.16
Sumber : BPS 5 Kabupaten
c. Struktur Umur dan Sex rasio / Age Compotition & Sex ratio
Pengelompokkan umur ( struktur umur ) sangat penting dalam
informasi perencanaan kesehatan terutama dalam pengalokasian dana,
pelayanan kesehatan guna mengantisipasi berbagai masalah yang terkait
dengan usia seseorang misalnya bayi, balita, remaja, dan Usila.
Perbedaan usia menyebabkan pula perbedaan resiko terhadap
timbulnya penyakit, sehingga pada umur tertentu perlu mendapat perhatian
serius terhadap pelayanan kesehatan.
Penduduk Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2008 berjumlah
1,053,307 jiwa, dengan jumlah laki-laki sebanyak 529,353 jiwa dan perempuan
sebanyak 524,954 jiwa, dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) 101 yang berarti
bahwa diantara 100 perempuan, 101 laki-laki.
Sementara itu, untuk mengetahui struktur atau susunan penduduk di
Provinsi Sulawesi Barat dapat dilihat dari komposisi penduduk menurut
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 9
15. kelompok umur dan jenis kelamin. Berdasarkan piramida penduduk pada
Grafik 3, struktur penduduk Provinsi Sulawesi Barat tergolong penduduk
muda. Persentase penduduk umur muda relative lebih banyak daripada
penduduk umur tua.
Grafik 3.
Sumber : BPS 5 Kabupaten
Dari Grafik Penduduk diatas terlihat, Kelompok umur terbesar berada
pada kelompok umur 5-9 tahun yaitu sebanyak 144,696 jiwa, yang terdiri dari
68,986 perempuan dan 75,710 laki-laki. Sedangkan kelompok umur terkecil
berada pada kelompok umur 65-69 tahun yaitu sebanyak 16,302 jiwa, yang
terdiri dari 8,105 laki-laki dan 8,197 perempuan.
E. Sosial Ekonomi/Social Economics
a. Tingkat Pendidikan/ Education Degree
Salah satu indikator yang di gunakan untuk mengukur tingkat
pembangunan Sumber Daya Manusia dalam suatu daerah adalah tingkatan
pendidikan. Tingkat Pendidikan sebagai faktor predisposing terhadap
perubahan perilaku khususnya bagi pengetahuan tentang kesehatan,
sehingga diharapkan masyarakat yang berpendidikan memiliki kesadaran
yang tinggi pula dalam perilaku hidup sehat . Kondisi Provinsi Sulawesi
Barat dimana pada umumnya tingkat pendidikan masyarakatnya masih
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 10
16. rendah sehingga menjadi tantangan bagi petugas kesehatan dalam
penyampaian inovasi-inovasi kesehatan.
Data penduduk di Kabupaten Mamasa dan Kabupaten Mamuju
Utara berdasarkan tingkat pendidikan sesuai dengan pendidikan formal,
umumnya tamatan SD/MI menunjukkan angka tertinggi yaitu Mamasa
19,997 jiwa dan Mamuju Utara 19,878 jiwa dan yang terrendah adalah
Kabupaten Majene yaitu 2,796 jiwa. Dua Kabupaten lain yaitu Polewali
Mandar dan Mamuju masih kosong datanya. Sedangkan tingkat pendidikan
tamatan Akademi dan Diploma di 2 Kabupaten yaitu Mamasa dan Majene
yang terrendah yaitu masing-masing 745 jiwa dan 406 jiwa.
Grafik 4. Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2008
Sumber : BPS 5 Kabupaten
Data pendidikan penduduk berumur 10 tahun keatas berdasarkan
pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Provinsi Sulawesi Barat ( sumber
BPS 5 Kabupaten tahun 2008) ; bahwa persentase penduduk yang lulusan
SD adalah terbesar yaitu 43,01%, lulusan SLTP sebesar 15,92% dan lulusan
SLTA sebesar 10,62%, Diploma 1,16% dan Universitas 1,57%. Berikut grafik
jumlah penduduk yang berumur 10 tahun keatas menurut pendidikan yang
ditamatkan di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2008.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 11
17. Grafik 5.
Sumber : BPS 5 Kabupaten
b. Angkatan Kerja/Labor Force
Penduduk Usia Kerja (PUK) didefinisikan sebagai penduduk yang
berumur 15 tahun ke atas. Penduduk Usia Kerja terdiri dari Angkatan Kerja
dan bukan Angkatan Kerja. Mereka yang termasuk Angkatan Kerja adalah
penduduk yang bekerja atau yang sedang mencari pekerjaan, sedang bukan
Angkata Kerja adalah mereka yang bersekolah, mengurus rumah tangga
atau melakukan kegiatan lainnya. Penduduk Usia Kerja di Sulawesi Barat
pada tahun 2008 berjumlah 737,861 jiwa. Dari seluruh penduduk usia kerja,
yang termasuk angkatan kerja berjumlah 194,442 jiwa atau 67 persen dari
seluruh Penduduk Usia Kerja.
Dari seluruh angkatan kerja yang berjumlah 494,442 jiwa tercatat
bahwa 19,293 orang dalam status mencari pekerjaan. Dari angka tersebut
dapat dihitung tingkat pengangguran terbuka Sulawesi Barat pada tahun
2008, yakni sebesar 3,90 persen. Angka ini merupakan rasio antara mencari
pekerjaan dan jumlah angkatan kerja. Masih tingginya angka pengangguran
jelas mempengaruhi derajat kesehatan di Sulawesi Barat. Selengkapnya
perbandingan angka pengangguran di 5 Kabupaten tahun 2008 dapat
dilihat pada grafik 6 di bawah ini.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 12
18. Grafik 6.
Sumber : Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Prov.Sulbar tahun 2008
Dilihat dari segi lapangan usaha, sebagian besar penduduk Sulawesi
Barat bekerja di sektor pertanian yang berjumlah 300,504 orang atau 78,52
persen dari jumlah penduduk yang bekerja.
c. Pendapatan Perkapita/Income percapita
Peningkatan pendapatan baik secara langsung maupun tidak
langsung akan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan sehingga derajat kesehatan masyarakat akan semakin
membaik.
Angka perkapita adalah angka yang dapat dijadikan indikator untuk
mengukur tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah. Angka
Perkapita Bruto (atas dasar harga berlaku) Provinsi Sulawesi Barat pada
tahun 2008 adalah sebesar 7,543,953 rupiah. Dalam grafik 7 Angka
Perkapita Bruto di ulawesi Barat sejak tahun 2004 – 2008 terlihat ada
kenaikan, namun dampak dari kebijakan kenaikan BBM Tahun 2008 cukup
berpengaruh terhadap menurunnya daya beli masyarakat. Kenaikan BBM
ini menyebabkan sebagian besar harga bahan pokok juga ikut naik. Dampak
langsung yang dirasakan masyarakat yaitu menurunnya kualitas gizi
masyarakat khususnya keluarga miskin, enggannya masyarakat berobat ke
sarana pelayanan kesehatan karena tarif transportasi yang juga ikut naik.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 13
19. Grafik 7. Angka Perkapita Bruto Di Sulawesi Barat (Rupiah) 2004-2008
.
Sumber : Bps Sulbar 2008
d. Kemiskinan/Poverty
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita perbulan berada di bawah garis kemiskinan. Jumlah
Penduduk Miskin di Sulawesi Barat sejak Maret 2007 sampai Maret 2009
mengalami penurunan, yakni berturut-turut sebesar 19,03 persen (189,9 ribu
orang); 16,73 persen (171,1 ribu orang); dan 15,29 persen (158,2 ribu orang).
Dibandingkan keadaan Maret 2007 sampai Maret 2009, jumlah penduduk
miskin menurun sekitar 31,700 orang, dengan laju penurunan relative rata-rata
sekitar 1,87 persen pertahun.
Secara relative dalam kurun waktu tiga tahun penduduk miskin
menurun cukup signifikan sekitar 3,74 persen, yaitu dari 19,03 persen pada
Maret 2007 menjadi 15,29 persen pada Maret 2009. Sisa penduduk miskin
sejumlah hampir 158,2 ribu penduduk tersebut masih cukup besar bagi
Sulawesi Barat yang penduduknya masih sangat sedikit (sekitar 1 jutaan).
Jadi merupakan hal yang dapat dimengerti jika derajat kesehatan Sulawesi
Barat masih rendah, selain karena provinsi yang masih muda juga karena
faktor kemiskinan yang cukup besar.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 14
20. Tabel 6. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Barat (Kota & Desa)
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 15
21. BAB III
PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH
Regional Development Health
A. Dasar
D
asar pembangunan kesehatan adalah nilai kebenara dan aturan pokok
yang menjadi landasan untuk berfikir dan bertindak dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Dasar-dasar berikut ini merupakan
landasan dalam penyusunan visi, misi, strategi dan sebagai petunjuk pokok
pelaksanaan pembangunan kesehatan :
I. Perikemanusiaan
Setiap kegiatan, proyek dan program kesehatan harus berlandaskan
perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
II. Pemberdayaan dan Kemandirian
Individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya bukan saja obyek
namun sekaligus pula subyek kegiatan, proyek, program kesehatan.
Segenap komponen bangsa bertanggungjawab untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan individu, keluarga, masyarakat beserta
lingkungannya. Setiap kegiatan, proyek dan program kesehatan harus
mampu membangkitkan peran serta individu, keluarga dan masyarakat
sedemikian rupa sehingga setiap individu, keluarga dan masyarakat dapat
menolong dirinya sendiri. Dengan dasar ini setiap individu, keluarga dan
masyarakat melalui kegiatan, proyek dan program kesehatan difasilitasi
agar mampu mengambil keputusan yang tepat ketika membutuhkan
pelayanan kesehatan. Masyarakat harus mau bahu membahu menolong
siapa saja yang membutuhkan pertolongan agar dapat menjangkau fasilitas
kesehatan yang sesuai kebutuhan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Di
lain pihak, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada perlu terus diberdayakan
agar mampu memberikan pertolongan kesehatan yang berkualitas,
terjangkau sesuai dengan norma social budaya setempat serta tepat waktu.
III. Adil dan Merata
Kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas,
terjangkau dan tepat waktu tidak boleh memandang perbedaan ras,
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 16
22. golongan, agama dan status sosial ekonomi seorang individu, keluarga atau
sekelompok masyarakat. Pembangunan kesehatan yang cenderung urban-based
harus terus diimbangi dengan upaya-upaya pelayanan kesehatan
yang bersifat rujukan, bersifat luar gedung maupun yang bersifat satelit
pelayanan. Dengan demikian, pembangunan kesehatan dapat menjangkau
kantong-kantong penduduk resiko tinggi yang merupakan penyumbang
terbesar kejadian sakit dan kematian. Kelompok-kelompok penduduk
inilah yang sesungguhnya lebih memberikan pertolongan karena selain
lebih rentan terhadap penyakit, kemampuan membayar mereka jauh lebih
sedikit.
IV. Pengutamaan dan Manfaat
Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan/atau
kesehatan dalam kegiatan, proyek dan program kesehatan harus
mengutamakan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Kegiatan, proyek dan program kesehatan diselenggarakan agar
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Kegiatan, proyek dan program kesehatan
diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab, sesuai dengan standar
profesi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh kebutuhan dan kondisi
spesifik daerah.
B. Visi
Visi merupakan cara pandang kedepan dengan memperhatikan factor-faktor
kekuatan, kelemahan dan peluang guna menghadapi ancaman yang menantang
dimasa depan. Visi sangat berguna bagi suatu instansi karena merupakan
gambaran kebijakan kedepan kemana arah instansi harus dibawa agar bisa
eksis, antisipatif dan inovatif.
Dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan, Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat harus dengan seksama memperhatikan dasar-dasar
pembangunan kesehatan sebagaimana tercantum dalam Rencana
Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, yaitu : a.
Perikemanusiaan, b. Pemberdayaan dan Kemandirian, c. Adil dan Merata, d.
Pengutamaan dan Manfaat : Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bermutu
dan mengikuti perkembangan IPTEK.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 17
23. Dengan memperhatikan dasar-dasar pembangunan kesehatan tersebut dan
untuk mencapai sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2009
tentang Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Kesehatan Yang Berkualitas
dan juga mempertimbangkan perkembangan serta masalah dan kecenderungan
yang dihadapi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, maka visi Dinas
Kesehatan Provinsu Sulawesi Barat adalah “ TERWUJUDNYA MASYARAKAT
SULAWESI BARAT YANG SEHAT MAJU DAN AMANAH”.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat diharapkan dapat dan mampu
mendorong, membimbing, membina, memfasilitasi dan mengembangkan
pelaksanaan pembangunan kesehatan menuju masyarakat yang maju dan
amanah. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat dapat menjadi katalisator
dan dinamisator yang mempercepat pencapaian pembangunan kesehatan dan
dapat memberikan pelayanan yang mampu mengantar masyarakat Sulawesi
Barat untuk siap bersaing secara global.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat juga diharapkan sebagai
pendorong pelayanan terbaik diantara sektor terkait dalam pembangunan
kesehatan di Sulawesi Barat. Peningkatan status kesehatan Sulawesi Barat
diharapkan dapat dan mampu mendongkrak status kesehatan secara nasional.
C. MISI
Misi mencerminkan peran, fungsi dan kewenangan seluruh jajaran
organisasi kesehatan di seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Barat, yang
bertanggung jawab secara teknis terhadap pencapaian tujuan dan sasaran
pembangunan kesehatan Provinsi Sulawesi Barat. Untuk mewujudkan hal
tersebut ada lima misi yang diemban oleh seluruh jajaran petugas kesehatan
dimasing-masing jenjang administrasi pemerintahan, yaitu :
I. Meningkatkan Jangkauan dan Kualitas Pelayanan Kesehatan
Dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, tanpa
memandang perbedaan suku, golongan, agama dan status sosial
ekonominya. Memeliharan dan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau bahwa salah satu
tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersediannya pelayanan
kesehatan yang berkualitas, merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 18
24. II. Menjamin Pemerataan Sumber Daya Kesehatan
Agar pembangunan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil guna
dan berdaya guna, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat memfasilitasi
upaya pemerataan sumberdaya kesehatan yang diperlukan oleh semua
pelaku pembangunan kesehatan. Keterjaminan sumber daya manusia
kesehatan dilaksanakan dengan memacu keprofesionalisme dan kecukupan
SDM serta standarisasi kepegawaian di setiap kabupaten dan provinsi.
Melalui proses percepatan pengembangan SDM dengan pendidikan teknis
kesehatan yang berkelanjutan dan berkesinambungan, perekrutan tenaga-tenaga
kesehatan tingkat strata dua yang memiliki keahlian mengolah dan
menganalisa data kesehatan. Penyediaan kebutuhan tenaga kesehatan
sesuai dengan indikator-indikator pencapaian tujuan cabinet Indonesia
bersatu hingga tahun 2009, sehingga akan tersedia tenaga kesehatan yang
bermutu dan mencukup, terdistribusi secara adil serta didayagunakan
secara efektif dan efesien untuk mengejar ketertinggalan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan.
III. Memberdayakan Masyarakat Untuk Hidup Sehat
Peran aktif masyarakat termasuk swasta, sangat penting dan akan
menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat,
sehingga masyarakat dapat berperan sebagai subyek pembangunan
kesehatan. Diharapkan masyarakat termasuk swasta dapat berpartisipasi
aktif dalam melayani (to serve), melaksanakan advokasi (to advocate) serta
mengkritisi (to watch) pembangunan kesehatan baik secara individu,
kelompok maupun bersama masyarakat luas.
Potensi masyarakat termasuk swasta, baik berupa organisasi, upaya,
tenaga, dana, sarana, teknologi serta mekanisme pengambilan keputusan
merupakan aset yang cukup besar yang perlu digalang. Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat menggerakkan Dinas Kesehatan Kabupaten untuk
secara aktif memberdayakan masyarakat.
IV. Mendorong Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Kesehatan Daerah
Tertinggal dan Daerah Perbatasan
Disamping berperan dalam pembinaan dan pengembangan pembangunan
kesehatan sesuai keperluan secara nasional dan wilayah. Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat melakukan pula pelaksanaan pembangunan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 19
25. pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, penanggulangan masalah
kesehatan akibat bencana, penanggulangan penyakit menular dan
gangguan gizi, promosi kesehatan, pembangunan kesehatan didaerah
terpencil, tertinggal dan daerah perbatasan serta pendayagunaan tenaga
kesehatan daerah terpencil.
V. Menciptakan Manajemen Kesehatan Yang Akuntabel
Manajemen yang akuntabel merupakan syarat mutlak terselenggaranya
fungsi-fungsi administrasi kesehatan dapat terselenggaran secara efektif
dan efesien. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat berupaya
melaksanakan program-programnya berdasar pada siklus perencanaan
dan menciptakan akuntabilitas keuangan dengan menyediakan pelaporan
keuangan secara periodik dan dapat diakses oleh masyarakat.
Penyelenggaraan manajemen kesehatan yang akuntabel dengan
menerapkan tata penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good
governance), diharapkan upaya pembangunan kesehatan di Provinsi
Sulawesi Barat dapat dipertanggungjawabkan kepada semua lapisan
masyarakat.
D. TUJUAN
Sebagai penjabaran lebih lanjut dari visi Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat, maka tujuan yang akan dicapai adalah terwujudnya derajat
kesehatan yang optimal, yang ditandai oleh penduduk yang memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas secara
adil dan merata, serta membaiknya perilaku dan lingkungan hidup yang
kondusif menuju Sulawesi Barat yang Maju dan Amanah.
E. STRATEGI
Untuk mencapai dan mewujudkan Visi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat pada tahun 2011, dan sesuai misi yang telah ditetapkan, maka dalam
periode 2006-2011 akan ditempuh strategi sebagai berikut :
I. Mewujudkan Komitmen Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Program pembangunan kesehatan harus memberikan kontribusi yang
positif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya pada dua hal. Pertama,
terhadap pembentukan lingkungan sehat, adalah amat diharapkan setiap
program kesehatan yang diselenggarakan di Sulawesi Barat dapat
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 20
26. memberikan kontribusi yang positif terhadap terbentuknya lingkungan dan
perilaku sehat tersebut. Secara mikro, semua program kesehatan yang
sedang atau akan diselenggarakan harus dapat makin mendorong
meningkatnya derajat kesehatan seluruh anggota masyarakat untuk
pencapaian masyarakat sehat menuju Sulawesi Barat yang maju dan
amanah.
Agar masyarakat dan swasta dapat berperan aktif dalam
pembangunan kesehatan, maka perlu dilakukan upaya sosialisasi, orientasi,
kampanye dan pelatihan sehingga semua pihak yang terkait (stakeholders)
memahami dan mampu melaksanakan pembangunan berwawasan
kesehatan. Dinas Kesehatan Sulawesi Barat juga melakukan fasilitasi kepada
daerah kabupaten, dalam melaksanakan sosialisasi dan advokasi
pembangunan kesehatan didaerah.
II. Profesionalisme Unit Kerja
Untuk terselenggaranya pelayanan yang berkualitas, perlu didukung
oleh penerapan pelbagai kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran. Untuk
terwujudnya pelayanan kesehatan professional, pengembangan sumber
daya manusia kesehatan mempunyai peranan yang amat penting.
Setiap program yang diselenggarakan oleh masing-masing unit kerja
dilaksanakan secara efesien dan efektif, dengan strategi profesi, dengan
strategi profesionalisme standar pelayanan minimal yang telah ditargetkan
dapat tercapai.
III. Mempercepat Pemerataan Pelayanan Kesehatan yang Berkualitas di
Daerah Terpencil dan Kepulauan dengan Strategi Mendekatkan
Pelayanan Kepada Masyarakat
Mengingat keadaan social-ekonomi dan keadaan geografi Provinsi
Sulawesi Barat yang terdiri dari lima Kabupaten dengan kriteria daerah
terpencil dan tertinggal maka perlu perlu pemerataan pembangunan sarana
dan prasarana kesehatan membangun Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), dan
penempatan tenaga kesehatan didaerah yang sulit dijangkau oleh pelayanan
kesehatan.
IV. Melaksanakan Jejaring Pembangunan Kesehatan
Permasalahan kesehatan merupakan upaya yang kontinyu dan harus
dikelola secara holistic serta tidak bisa dipisah-pisahkan menurut jenjang
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 21
27. administrasi kepemerintahan, sehingga perlu dikembangkan Jejaring
pembangunan dan upaya kesehatan secara wilayah.
F. KEBIJAKAN
Untuk tercapainya tujuan dan sasaran menuju terwujudnya Visi Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat maka peran Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan dilaksanakan
berdasarkan pada kebijakan sebagai berikut :
I. Peningkatan Kemitraan Lintas Sektor, Program dan Kabupaten
Untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan,
diperlukan kerjasama lintas sektor yang mantap. Demikian pula optimalisasi
pembangunan yang berwawasan kesehatan yang mendukung tercapainya
tujuan pembangunan kesehatan, menuntut adanya penggalangan kemitraan
lintas sektor dan segenap potensi bangsa. Kebijakan dan pelaksanaan
pembangunan sektor lain perlu memperhatikan dampak dan mendukung
keberhasilan pembangunan kesehatan. Untuk itu upaya sosialisasi masalah-masalah
dan upaya pembangunan kesehatan kepada sektor lain perlu
dilakukan secara intensif dan berkesinambungan. Kerjasama lintas sector
harus dilakukan sejak perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan
pengendalian sampai pada pengawasan dan penilaiannya.
II. Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas
Pelaksanaan program dan kegiatan Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat akan efektif dan efesien bila upaya pengawasan terus
ditingkatkan intensitas dan kualitasnya melalui pemantapan system dan
prosedur pengawasan. Pelaksanaan pengawasan tersebut dilaksanakan
secara komprehensif dan berbasis kinerja.
III. Peningkatan Kemampuan Daerah Kabupaten
Di era desentralisasi dan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah,
peran pemerintah daerah sangat penting dan menentukan dalam
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Oleh karenanya kemampuan
daerah dalam manajemen kesehatan yang mencakup administrasi
kesehatan, pengembangan system informasi kesehatan, hokum atau
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan, penelitian dan
pengembangan kesehatan perlu ditingkatkan. Pemerintah daerah harus
mampu mengemban tugas-tugas pembangunan kesehatan yang merupakan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 22
28. urusan rumah tangganya melalui desentralisasi pembangunan kesehatan
dengan sumberdaya sendiri, dana dekonsentrasi dan dana pembantuan.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat memfasilitasi pemerintah daerah
kabupaten dalam penyusunan sistem kesehatan daerah, rencana
pembangunan kesehatan, serta penyelenggaraan pembangunan kesehatan
daerah.
IV. Pemberdayaan Masyarakat dan Dunia Usaha
Dalam era reformasi, masyarakat dan dunia usaha harus berperan
aktif dalam pembangunan kesehatan yang dimulai sejak penyusunan
berbagai kebijakan pembangunan kesehatan. Pemberdayaan masyarakat
dilakukan dengan mendorong masyarakat agar mampu secara mandiri
menjamin terpenuhinya kebutuhan kesehatan dan kesinambungan
pelayanan kesehatan. Kemitraan dengan swasta diarahkan pada
pengembangan upaya kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan peran
swasta dalam upaya kesehatan masyarakat.
V. Peningkatan Kemampuan Daerah Kabupaten
Agar pembangunan kesehatan dapat terselenggara secara berhasil
guna dan berdaya guna, diperlukan sumber daya manusia kesehatan yang
bermutu dan berakhlak baik. Dalam pengembangan sumber daya manusia
kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat melaksanakan
perencanaan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan dalam lingkup
wilayah, da dilakukan secara terintegrasi dan terpadu dengan rencana
pengadaannya, serta pendayagunaannya yang adil dan merata.
Pengembangan sumber daya manusia kesehatan dilakukam melalui
pemantapan kerja sama lintas sektor dan peran aktif masyarakat dan swasta.
Pengebangan sumber daya manusia kesehatan juga diarahkan agar
mempunyai daya saing yanh kuat dalam menghadapi globalisasi yang
merupakan tantangan sekaligus peluang pembangunan kesehatan.
VI. Pengembangan Sumberdaya Pembiayaan dan Sarana dan Prasarana
Guna menjamin ketersediaan sumberdaya pembiayaan kesehatan,
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat melakukan advokasi dan
sosialisasi kepada semua penyandang dana, baik pemerintah maupun
masyarakat termasuk swasta dalam upaya menggalang sumber-sumber
pembiayaan kesehatan, sehingga dapat tersedia pembiayaan kesehatan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 23
29. dalam jumlah yang mencukupi dan teralokasikan secara adil serta dapat
dimanfaatkan secara efektif, efisien dan akuntabel.
Anggaran Departemen Kesehatan bersumber APBN, disamping
dipergunakan untuk pembinaan dan pengembangan pembangunan
kesehatan, juga diarahkan untuk pelayanan kesehatan bagi penduduk
miskin, membantu daerah dalam penanggulangan masalah kesehatan
akibat bencana, pembangunan di daerah terpencil, perbatasan,peningkatan
surveilans dan penanggulangan penyakit menular dan gangguan gizi,
promosi kesehatan serta pendayagunaan tenaga kesehatan. Anggaran
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat diharapkan terus meningkat dan
digunakan sesuai prioritas yang ditetapkan. Untuk menjamin sumber daya
obat dan perbekalan kesehatan, dilaksanakan penyediaan dan distribusi
obat dan perbekalan kesehatan, sehingga akan tersedia obat dan perbekalan
kesehatan yang aman, bermutu, dan bermanfaat, serta terjangkau oleh
segenap lapisan masyarakat
VII. Peningkatan Kemampuan Daerah Kabupaten
Sesuai dengan paradigna sehat, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat harus memberikan pengutamaan pada upaya kesehatan masyarakat
yang dipadukan secara serasi dan seimbang dengan upaya kesehatan
perorangan. Di samping itu upaya kesehatan bagi penduduk miskin,
penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, penanggulangan
masalah gizi pada balita dan ibu, serta pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular yang mempunyai komitmen regional dan global, promosi
kesehatan dan pendayagunaan tenaga kesehatan perlu mendapat
pengutamaan dan penanganan secara wilayah, tanpa mengabaikan kerja
sama yang sinergis dengan pemerintah daerah kabupaten dan masyarakat
termasuk swasta. Untuk dapat mencapau sasaran yang ditetapkan,
dipandang penting diadakan percepatan dari upaya-upaya kesehatan
termasuk diatas.
G. PROGRAM DAN KEGIATAN
Dengan mengacu pada visi, misi dan strategi tersebut diatas, maka
untuk mewujudkannya selanjutmnya dijabarkan dalam berbagai program.
Program yang operasional yang dimaksud merupakan proses penentuan
atau penjabaran kebijakan dalam rangka pelaksanaan suatu rencana.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 24
30. Sejalan dengan program kegiatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat
maka program kerja dan kegiatan Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
sebagai berikut :
1. Program : Obat dan Perbekalan Kesehatan
Kegiatan: Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan
rumah sakit
2. Program : Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Kegiatan: Pengembangan media promosi dan informasi sadar hidup
sehat
3. Program : Perbaikan Gizi Masyarakat
Kegiatan :
a) Penanggulangan kurang energy protein, anemia gizi zat
besi, gangguan akibat kekurangan yodium, kurang
vitamin A, dan kekurangan zat mikro lainnya
b) Pengadaan KMS dan Balok SKDN
4. Program : Lingkungan Sehat
Kegiatan : Penyuluhan menciptakan lingkungan sehat
5. Program : Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
Kegiatan :
a. Advokasi Eleminasi kusta
b. Peningkatan Surveillance Epidemiologi dan
Penanggulangan Wabah
c. Advokasi dan pertemuan Lintas Sektor Program Kusta
d. Pemantapan pengelolaan dan penatalaksanaan Kasus
Kusta
e. Bimbingan teknis imunisasi kekabupaten
f. Bimbingan Teknis TB ke kabupaten
g. Bimbingan teknis Diare
h. Bimbingan teknis ISPA
i. Pelatihan Jumantik
j. Bimbingan Teknis HIV-AIDS
k. Pengelolaan Vaksin
l. Penyusunan Profil PP & PL
m. Monev Program PP & PL
6. Program : Standarisasi Pelayanan Kesehatan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 25
31. Kegiatan : Pemutakhiran data standar pelayanan kesehatan (SIK)
7. Program : Pelayanan kesehatan penduduk miskin
Kegiatan :
a. Pelayanan operasi katarak
b. Pelayanan operasi bibir sumbing
c. Pelayanan sunatan missal
8. Program : Pengadaan,peningkatan prasarana dan perbaikan sarana
puskesmas/puskesmas pembantu dan jaringannya
Kegiatan : Pembangunan Puskesmas Safe Community
9. Program : Pengadaan, peningkatan sarana dan prasarana Rumah
Sakit
a. Penyusunan master plan RS
b. Pembersihan lahan (land cliring)
c. Pembangunan cool room
10.Program : Peningkatan Keselamatan Ibu dan Anak
a. Pengadaan,peningkatan dan perbaikan sarana dan
prasarana puskesmas dan jaringannya (usg)
b. Pengadaan buku KIA
c. Pertolongan persalinan bagi ibu dari keluarga kurang
mampu
11.Program : Peningkatan Sumber Daya Kesehatan
Kegiatan : Penyelenggaraan pendidikan D III Akademi Kebidanan
dan DIII Keperawatan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 26
32. BAB IV
PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Attainment Of Development Health
A. DERAJAT KESEHATAN/Degree of Health
D
erajat Kesehatan adalah parameter penilaian indeks pembangunan
kesehatan yang sering dugunakan sebagai indikator keberhasilan
Pembangunan Kesehatan. Indikator utama yang digunakan antara lain :
I. ANGKA KEMATIAN / MORTALITY
Mortalitas atau kematian merupakan indikator derajat kesehatan yang
dapat digunakan untuk menggambarkan fatality penyakit, mutu pelayanan
kesehatan dan kondisi lingkungan. Indikator ini paling sering digunakan
untuk menilai program pembangunan kesehatan. Indikator mortality yang
sering digunakan adalah :
a. Angka Kematian Bayi/Infant Mortality Rate( IMR )
Angka kematian bayi berhubungan dengan status gizi, perilaku,
lingkungan dan pelayanan kesehatan yang ada. Kematian bayi juga
berhubungan dengan penyakit infeksi menular. Untuk menurunkan
angka kematian bayi perlu mempertimbangkan faktor resiko yang ada.
Kelemahan sekarang adalah data yang menyatakan angka kematian bayi
masih merupakan data fasility based bukan community based karena masih
terbatas berasal dari fasilitas kesehatan dan itupun umumnya masih
sebatas laporan petugas KIA yang ada di Puskesmas.
Jumlah kematian Bayi dalam beberapa tahun terakhir dapat
ditekan melalui program-program di bidang kesehatan. Jumlah
kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Barat berdasar dari laporan petugas
kesehatan 5 Kabupaten adalah pada tahun 2006 di laporkan jumlah
kematian bayi sebanyak 225 bayi atau angka kematian bayi sebesar 14,2
per 1.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2007 turun menjadi 209 bayi
atau 10,8 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2008 sedikit
mangalami penurunan yaitu 200 bayi atau angka kematian bayi sebesar
10,3 per 1.000 kelahiran hidup. Selengkapnya jumlah kematian bayi
dalam tiga tahun terakhir berdasarkan kabupaten dapat dilihat pada
tabel 9. Berdasarkan laporan di atas tergambar bahwa angka kematian
bayi dalam tiga tahun terakhir cenderung menurun, dan ini berarti
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 27
33. jumlah kematian bayi sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan
petugas kesehatan didaerah terutama dokter, bidan dan perawat juga
tergantung pada kualitas pelaksanaan program-program dibidang
kesehatan.
Tabel 7. Jumlah Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2006,
2007 dan 2008
NO KABUPATEN
1 Polewali Mandar 92 47 58
2 Mamasa 10 15 25
3 Mamuju Utara 17 2 28
4 Majene 45 67 16
5 Mamuju 61 78 73
J u m l a h 225 209 200
Angka Kematian 14,2 10,8 10,3
Sumber : Laporan Dinkes 5 Kabupaten
Grafik 8.
JUMLAH BAYI MATI
2006 2007 2008
Jumlah Kematian Bayi Periode
Tahun 2006-2008
2006 2007 2008
JML 225 209 200
Sumber : Laporan Dinkes 5 Kabupaten.
b. Angka Kematian Balita (AKABA)/Chield Mortality Rate (CMR)
Angka Kematian Anak Balita (usia 1-5 tahun) juga menjadi
perhatian di bidang kesehatan, berdasarkan Laporan Dinas Kesehatan 5
Kabupaten. Tahun 2006 Jumlah Balita 80,596 dan 53 Balita diantaranya
meninggal dunia atau 3,3 per 1.000 kelahiran hidup, tahun 2007
mengalami peningkatan dari 95,619 Balita diantaranya 125 Balita
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 28
34. meninggal dunia atau 6,4 per 1.000 angka kelahiran hidup dan pada
tahun 2008 dari 126,431 Balita diantaranya 21 Balita meninggal dunia
atau 1,1 per 1.000 kelahiran. Hal ini menandakan bahwa angka
kematian Balita tiga tahun terakhir sifatnya fluktuatif. Dan jumlah
kematian di suatu wilayah dapat memberikan gambaran bahwa
indikator status kelangsungan hidup tergantung pada kualitas
pelayanan kesehatan, baik sarana maupun tenaga kesehatan yang
bertugas di suatu wilayah. Jumlah Kematian Balita tiga tahun
terakhir berdasarkan kabupaten dapat dilihat pada tabel 10 di
bawah ini :
Tabel 8. Jumlah Kematian BALITA di Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2006, 2007 dan 2008
NO KABUPATEN
1 Polewali Mandar 9 52 3
2 Mamasa - 5 -
3 Mamuju Utara 8 12 5
4 Majene 23 45 4
5 Mamuju 13 11 9
J u m l a h 53 125 21
Angka Kematian 3,3 6,4 1,1
Sumber : Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
Grafik 9.
JUMLAH BALITA MATI
2006 2007 2008
Jumlah Kematian BALITA Periode
Tahun 2006-2008
2006 2007 2008
JML 53 125 21
Sumber : Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 29
35. c. Angka Kematian Ibu (AKI)/Maternal Mortality Rate(MMR)
Angka Kematian Ibu di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2006
tercatat 39,45 per 10.000 kelahiran hidup, tahun 2007 Angka Kematian
Ibu tercatat 39,97 per 10.000 kelahiran hidup, tahun 2008 Angka
Kematian Ibu tercatat 29,77 per 10.000 kelahiran hidup. Ini berarti
selama tiga tahun terakhir cenderung fluktuatif. Jumlah Kematian Ibu
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 11, di bawah ini :
Tabel 9. Jumlah Kematian Ibu di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2006, 2007 dan 2008
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 30
NO
KABUPATEN
JUMLAH KEMATIAN IBU
MATERNAL TAHUN 2006
JUMLAH KEMATIAN IBU MATERNAL
TAHUN 2007
JUMLAH KEMATIAN IBU MATERNAL
TAHUN 2008
JUML
AH
LAHIR
HIDU
P
KE
MA
TIA
N
IBU
HA
MIL
KEM
ATIA
N
IBU
BER
SALI
N
KE
MA
TIA
N
IBU
NIF
AS
JUMLAH
JUML
AH
LAHIR
HIDU
P
KE
MA
TIA
N
IBU
HA
MIL
KEM
ATIA
N
IBU
BER
SALI
N
KE
MA
TIA
N
IBU
NIF
AS
JUMLAH
JUMLA
H
LAHIR
HIDUP
KEM
ATIA
N
IBU
HAM
IL
KEM
ATIA
N
IBU
BER
SALI
N
KE
MA
TIA
N
IBU
NIF
AS
JUMLAH
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
1 POLMAN 5,991 9 11 2 22 7,420 7 1 7 15
7,204
11 3 3 17
2 MAMASA
542
- 2 - 2 2,042 - 7 - 7
1,635
3 2 4 9
3 MAMUJU
UTARA
2,084
5 1 1 7 1,777 2 3 2 7
2,037
2 3 3 8
4 MAJENE
2,918
1 6 - 7
3,643
- 10 4 14
3,196
0 9 0 9
5 MAMUJU
4,436
19 - 6 25 4,530 - 15 6 21
4,951
13 - 2 15
JUMLAH
(KAB/KOTA)
15,971 34 20 9 63 19,412 9 36 19 64 19,023 29 17 12 58
ANGKA KEMATIAN
IBU MATERNAL
(DILAPORKAN)
39,45
39,97
29,77
Sumber : Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
36. Grafik 10.
Jumlah Kematian Kematian Ibu
PeriodeTahun 2006-2008
2006 2007 2008
JML 63 64 58
Sumber : Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
d. Angka Kematian Kasar/Cruide Birth Rate(CBR)
Data-data kematian selama ini belum ditangani dengan baik
sehingga untuk mengetahui angka kematian kasar (keseluruhan) pada
populasi tengah tahun tidak didapatkan. Data BPS Sulawesi Barat yang
yang melakukan survey juga belum bisa memberikan angka kematian
kasar yang ada di Sulawesi Barat.
II. ANGKA KESAKITAN / MORBIDITY
a. Penyakit Demam Berdarah (Dengue Fever)
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang menular yang
bersifat akut dan disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan melalui
perantaraan vektor nyamuk, salah satunya adalah Aedes Aegypti. Penyakit
Demam Berdarah di Provinsi Sulawesi Barat dari tahun 2006 sampai dengan
tahun 2008 masih sifatnya fluktuatif, yaitu tahun 2006 terdapat 15 kasus DBD
dengan Incidence Rate (IR) sebesar 1.49 per 100.000 penduduk, tahun 2007
jumlah kasus mengalami peningkatan yaitu 52 kasus dengan IR 4.78 per
100.000 penduduk dan tahun 2008 jumlah kasus sedikit mengalami
penurunan yaitu 48 kasus DBD dengan IR 4.27 per 100.000 penduduk.
Kabupaten Majene adalah kabupaten yang terbesar kasus DBD ditahun 2008
yaitu 22 kasus. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan Kabupaten
Majene yang tiap tahun terjadi banjir.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 31
37. Grafik 11. Jumlah Kasus DBD di Sulawesi Barat tahun 2006-1008
Sumber : Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
Untuk mengatasi hal ini, berbagai upaya terus di tempuh antara lain dengan
melakukan Fogging Focus, Abatesasi selektif, Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN), dan pemantauan jentik berkala.
b. Penyakit Malaria
Malaria adalah penyakit serius yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk. Penyakit Malaria adalah penyakit yang menular dan menyerang
semua golongan umur yaitu bayi, anak-anak dan dewasa.Setiap tahun
terdapat 300-500 juta kasus malaria didunia dan penyebab 1 juta kematian
anak. Didaerah yang terjangkit malaria dapat menjadi penyebab utama
kematian dan penghambat pertumbuhan anak.
Di Indonesia , angka penderita Malaria cukup tinggi, mencapai 70
juta atau 35 % dari penduduk Indonesia. Dimasa yang akan datang ,
penderita malaria akan meningkat akibat mobilitas penduduk yang relative
cepat, perubahan lingkungan antara lain karena pembagunan wilayah yang
kurang memperhatikan aspek kualitas lingkungan.
Provinsi Sulawesi Barat mrupakan salah satu daerah endemik malaria
di Indonesia sehingga perlu penanganan serius terutama dalam
mewaspadai siklus penularannya. Tahun 2006 terdapat 15,314 kasus dengan
hasil pemeriksaan laboratorium sebesar 608 positif (terdapat plasmodium).
Tahun 2007 terjadi peningkatan yang cukup signifikan yaitu 17,329 kasus
dengan hasil pemeriksaan laboratorium sebesar 3,954 positif. Tahun 2008
jumlah kasus malaria terus bertambah sebesar 25,114 kasus dengan hasil
pemeriksaan laboratorium yang dinyatakan positif 545 penderita Malaria.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 32
38. Grafik 12. Jumlah Kasus Malaria di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2006,
2007 dan 2008
Sumber : Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa Kabupaten Mamuju
adalah kabupaten yang paling banyak terjadi kasus malaria selama tiga
tahun terakhir.
c. Penyakit Filariasis
Program eliminasi filariasis dilaksanakan atas dasar kesepakatan
global WHO tahun 2000 yaitu ”The Global Goal of Elimination of Lymphatic
Filariasis as a Public Health Problem The Year 2020”.
Filariasis (penyakit kaki gajah) tetap merupakan masalah kesehatan
masyarakat terutama di daerah pedesaan di luar pulau Jawa, Bali dan NTB.
Dampak dari serangan penyakit ini adalah menurunkan derajat kesehatan
masyarakat karena menurunnya daya kerja dan produktivitas serta
timbulnya cacat anggota tubuh yang menetap. Penyakit yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk, beberapa jenis nyamuk diketahui berperan sebagai
vektor Filariasis antara lain Mansonia, Anopheles dan Culex.
Di Indonesia, sampai dengan tahun 2003 kasus kronis Filariasis telah
menyebar ke 30 provinsi pada lebih dari 231 kabupaten dengan jumlah
kasus kronis 6.635 orang. Sampai saat ini di Indonesia telah ditemukan 3
spesies cacing filaria, yaitu Wucherecia bancrofti, Brugia Malayi dan Brugia
Timori.
Di Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten Polewali Mandar menurut
laporan P2P Dinkes Polman tahun 2008, jumlah penderita filariasis
ditangani sebesar 40 kasus. Ini menandakan bahwa Kabupaten Polman
termasuk wilayah endemik filariasis di Provinsi Sulawesi Barat. Sedangkan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 33
39. Kabupaten Mamuju ditemukan penderita filariasis 5 orang. Tiga Kabupaten
lain sampai dengan tahun 2008 tidak ada laporan atau penemuan Penyakit
Filariasis. Tahun 2007 penderita filariaris kronik di Sulawesi Barat tercatat
12 penderita yang ditemukan di Kabupaten Mamuju 11 orang dan
Kabupaten Mamuju Utara 1 orang. Tahun 2006 penderita filariasis sebesar
59 orang yang ditemukan di Kabupaten Polman dan Mamuju masing-masing
55 penderita dan 4 penderita.
d. Penyakit Diare
Diare merupakan penyakit menular berbasis lingkungan. Penyakit
ini akan tinggi apabila kondisi sanitasi lingkungan yang rendah dan tindak
memenuhi syarat-syarat kesehatan. Di tahun 2006 penderita diare di
Sulawesi Barat sebesar 16,696 orang. Tahun 2007 jumlah penderita diare
meningkat tajam yaitu 55,309 orang. Tahun 2008 jumlah kasus diare sedikit
mengalami penurunan, jumlah penderita sebesar 47,175 orang.
Angka kesakitan penderita penyakit diare di Provinsi Sulawesi Barat
dalam kurun waktu tiga terakhir adalah tahun 2006, 16.54 per 1,000
penduduk, tahun 2007 angka kesakitan penderita diare sebesar 50.84 per
1,000 penduduk dan di tahun 2008 angka kesakitan penyakit diare sebesar
44.79 per 1.000 penduduk. Dari jumlah kasus diare di tahun 2008 terdapat
23,288 penderita diare pada Balita atau sebesar 49,37%, sedangkan yang
ditangani 21,596 Balita atau 92,73 % penderita pada Balita.
Grafik 13. Perkembangan Penyakit Diare Periode 2006 -2008
Sumber : Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
e. Penyakit Kusta (lepra)
Penyakit Kusta disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae yang
menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Pada tahun 2008
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 34
40. penderita kusta tipe PB sebanyak 85 orang. Jumlah ini meningkat dibanding
tahun 2007 dan 2006 yaitu masing-masing 62 orang dan 55 orang. Penderita
kusta tipe B pada tahun 2008 tertinggi terjadi di Kabupaten Majene dengan
38 orang dan terrendah Kabupaten Mamasa dengan 1 orang penderita.
Angka kesembuhan (RFT Rate) penderita penyakit kusta tipe B di Provinsi
Sulawesi Barat pada tahun 2008 mencapai 91.76% lebih tinggi dibanding
tahun 2007 yang mencapai 64.52% dan tahun 2006 mencapai 78.18%.
sebelumnya.
Penderita penyakit kusta tipe MB di Provinsi Sulawesi Barat pada
tahun 2008 ditemukan sebanyak 183 orang, sedikit lebih rendah dibanding
tahun 2007 sebesar 184 orang. Tahun 2006 lebih tinggi penderita penyakit
kusta tipe MB sebanyak 194 orang. Penderita penyakit kusta tipe MB pada
tahun 2008 tertinggi terdapat di Kabupaten Polewali Mandar dengan 100
orang penderita dan yang terrendah di Kabupaten Mamasa sebanyak 2
orang penderita. Angka kesembuhan penderita penyakit kusta tipe MB di
Sulawesi Barat mencapai 51.91% tahun 2008, di tahun 2007 mencapai 43.48%
dan tahun 2006 yang mencapai 45.36%.
Grafik 14. Jumlah Penderita Kusta Tipe PB
Sulawesi Barat tahun 2006-2008
Sumber : Dinkes 5 Kabupaten
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 35
41. Grafik 15. Jumlah Penderita Kusta Tipe MB Sulawesi Barat tahun 2006-2008
Sumber : Dinkes 5 Kabupaten
f. Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
Infeksi Saluran Pernafasan bagian atas atau yang lebih dikenal dengan
ISPA lebih banyak mengenai kelompok usia muda yang rawan khususnya
Bayi dan Anak Balita. ISPA merupakan penyakit akut dan kualitas
penatalaksanaannya belum memadai. Sampai saat ini diketahui bahwa 80%-
90% dari seluruh kasus kematian ISPA disebabkan Pneumonia. Di Provinsi
Sulawesi Barat pada tahun 2008 ditemukan sebanyak 8,513 penderita penyakit
ISPA/Pneumonia, dari jumlah tersebut ditemukan sebanyak 7,326 balita yang
menderita ISPA/Pneumonia. Angka ini menunjukkan terjadinya penurunan
disbanding tahun 2007 dengan 25,204 penderita ISPA dan diantaranya
terdapat 25,047 adalah balita penderita ISPA. Tahun 2006 jumlah balita yang
menderita ISPA adalah 3,510 balita.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 36
42. Grafik 16. Jumlah Balita PenderitaPenyakit ISPA
Di Sulawesi Barat tahun 2006-2008
Sumber : Dinkes 5 Kabupaten
g. Penyakit Tubercolosis (TB)
Penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman tuberculosis dengan
gejala khas. Pada umumnya diderita oleh masyarakat yang berpenghasilan
rendah dan menyerang kelompok usia produktif 15 tahun keatas.
Penyakit memiliki daya tular yang tinggi dan untuk mengetahuinya
dideteksi melalui pemeriksaan dahak di laboratorium terhadap kuman BTA
positip. Indikator yang digunakan dalam Progam TB diantaranya Suspek,
penemuan BTA positif , kesembuhan dan angka kesalahan baca. Indikator
ini dapat memberikan gambaran angka prevalensi penyakit TB per 1000
penduduk. Sampai saat ini penyakit tuberculosis masih menjadi masalah
prioritas yang harus ditangani dengan serius. Berbagai upaya yang telah
dilakukan dalam penanggulangan penyakit ini. Salah satunya adalah
kerjasama dengan Unicef, termasuk di provinsi Sulawesi Barat. Di tahun
2008, angka penemuan penderita klinis TBC ditemukan sebanyak 7,263
penderita dengan BTA (+) sebanyak 1,008 orang, di obati 850 orang dan
dinyatakan sembuh sebanyak 550 orang. Jumlah penderita klinis TBC di
tahun 2007 lebih rendah yaitu 5,110 orang dengan BTA (+) sebanyak 744
orang. Ditahun 2006 penderita klinis TBC sebanyak 2,993 orang dengan BTA
(+) sebanyak 1,021 orang. Di Kabupaten Polewali Mandar menunjukkan
bahwa selama periode tahun 2006-2008 kasus penderita klinis TBC terus
meningkat dan yang terbesar ditemukan seperti grafik di bawah ini :
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 37
43. Grafik 17. Jumlah Penderita TBC Klinis
Sulawesi Barat tahun 2006-2008
Sumber : Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
Grafik 18. Jumlah Penderita TBC dengan BTA (+)
Sulawesi Barat tahun 2006-2008
Sumber : Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
h. Penyakit HIV/AIDS
Penyakit HIV/AIDS yang merupakan new emerging diseases, dan
merupakan pandemi pada semua kawasan, beberapa tahun terakhir ini
telah menunjukkan peningkatan yang sangat mengkhawatirkan, meskipun
berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan terus dilakukan. Semakin
tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, semakin mudahnya
komunikasi antar wilayah, semakin menyebarnya sentra-sentra
pembangunan ekonomi di Indonesia, meningkatnya perilaku seksual yang
tidak aman, dan meningkatnya penyalahgunaan NAPZA (Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Aditif lainnya) melalui suntikan ternyata secara simultan
telah memperbesar tingkat risiko dalam penyebaran terhadap HIV/AIDS.
Saat ini Indonesia telah digolongkan sebagai negara dengan tingkat
epidemi yang terkonsentrasi (concentrated level epidemic), yaitu adanya
prevalensi lebih dari 5% pada sub populasi tertentu misalnya pada
kelompok penjaja seks dan pada para penyalahguna NAPZA. Tingkat
epidemi ini menunjukkan tingkat perilaku beresiko yang cukup aktif
menularkan di dalam suatu sub populasi tertentu. Selanjutnya perjalanan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 38
44. epidemi akan ditentukan oleh jumlah dan sifat hubungan antara kelompok
beresiko tinggi dengan populasi umum.
Penyakit yang kemunculannya seperti fenomena gunung es (iceberg
phenomena), yaitu jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil
daripada jumlah penderita yang sebenarnya, ini sudah menyebar di
sebagian besar provinsi di Indonesia. Hal ini berarti bahwa jumlah pengidap
infeksi HIV/AIDS yang sebenarnya di Indonesia masih sangat sulit diukur
dan belum diketahui secara pasti. Diperkirakan jumlah orang dengan HIV
di Indonesia pada akhir tahun 2003 mencapai 90.000 – 130.000 orang.
Sementara jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang dilaporkan sampai
dengan 31 Desember 2003 sebanyak 4.091 kasus, yang terdiri dari 2.720
kasus infeksi HIV dan 1.371 kasus AIDS, dan 479 kasus diantaranya telah
meninggal dunia. Cara penularan HIV/AIDS yang menonjol adalah melalui
hubungan seks (heteroseksual) yakni sebesar 50,62% dan penyalah-gunaan
NAPZA melalui suntik (IDU = Intravena Drug Use) yakni sebesar 26,26%,
serta melalui hubungan homoseksual, yaitu sebesar 9,34%.
Untuk Provinsi Sulawesi Barat di tahun 2008, Penderita HIV/AIDS
sampai sekarang belum di temukan tapi bukan berarti kita terbebas dari
penyakit yang mematikan ini.
i. Acute Flacid Paralysis (AFP)
Kasus AFP adalah semua anak berusia kurang dari 15 tahun dengan
kelumpuhan yang sifatnya flacid (layuh) terjadi secara akut (mendadak).
Sedangkan AFP non polio adalah kasus AFP yang pada pemeriksaan
spesimennya tidak ditemukan virus polio liar atau kasus AFP yang
ditetapkan oleh tin ahli sebagai kasus AFP non polio dengan kriteria
tertentu. Dalam upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit polio,
maka pemerintah telah melaksanakan program Eradikasi Polio (ERAPO)
yang terdiri dari pemberian imunisasi polio secara rutin. Salah satu wujud
dari upaya pemerintah memberantas polio adalah dengan pemberian
imunisasi massal pada anak balita melalui PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
dan surveilance AFP.
Surveilance AFP pada hakekatnya adalah pengamatan dan
penjaringan semua kelumpuhan yang terjadi secara mendadak dan sifatnya
flacid (layuh), seperti sifat kelumpuhan pada poliomyelitis. Prosedur
pembuktian penderita AFP terserang virus polio liar atau tidak adalah
sebagai berikut :
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 39
45. 1. Melakukan pelacakan terhadap anak usia sama atau kurang
dari 15 tahun yang mengalami, kelumpuhan layuh mendadak
(< 14 hari) dan menentukan diagnosa awal.
2. Mengambil spesimen tinja penderita tidak lebih dari 14 hari
sejak kelumpuhan, sebanyak dua kali selang waktu
pengambila I dan II > 24 jam.
3. Mengirim kedua spesimen tinja ke Laboratorium Bio Farma
Bandung dengan pengemasan khusus/baku.
4. Hasil pemeriksaan spesimen tinja akan menjadi bukti
virologis adanya virus polio liar didalamnya.
5. Diagnosa akhir ditentukan pada 60 hari sejak kelumpuhan.
Pemeriksaan klinis ini dilakukan oleh dokter spesialis anak
atau syaraf untuk menentukan apakah masih ada
kelumpuhan atau tidak.
Hasil pemeriksaan virologis dan klinis akan menjadi bukti yang sah
dan meyakinkan apakah semua kasus AFP yang terjaring termasuk kasus
folio atau tidak sehingga dapat diketahui apakah masih ada polio liar di
masyarakat. Jumlah penderita kelumpuhan AFP tahun 2008 di Provinsi
Sulawesi Barat sebanyak 7 penderita yang ditemukan di Kabupaten
Mamuju 5 penderita, Kabupaten Majene 1 penderita dan 2 orang penderita
AFP di Kabupaten Mamuju Utara. Penderita AFP tahun 2008 lebih tinggi
dibanding penderita di tahun 2007 sebesar 3 orang penderita.
j. Campak
Penyakit campak merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai kendala
terutama di karenakan faktor budaya/kepercayaan yang masih ada dalam
masyarakat. Campak merupakan kelompok penyakit menular yang
disebabkan oleh virus campak golongan paramyxiviridae. Penyakit ini
tergolong sangat menular dengan cara penularan melalui batuk dan bersin
(pernafasan). Pada kasus-kasus anak seringkali menjadi fatal akibat
keterlambatan pertolongan terutama apabila ada komplikasi pneumonia
ataupun radang paru lainnya. Jumlah penderita campak pada tahun 2008
sebesar 227 orang. Angka ini mengalami penurunan dibanding tahun 2007
sebesar 302 penderita penyakit campak. Sedangkan ditahun 2006 jumlah
penderita penyakit campak sebanyak 1,017 orang. Selama tiga tahun
terakhir 2006-2008 penyakit campak terus mengalami penurunan di Provinsi
Sulawesi Barat. Ditahun 2008 Kabupaten Polewali Mandar yang terbesar
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 40
46. penderita penyakit campak yaitu 133 orang, tahun 2007 Kabupaten Mamuju
yang terbesar yaitu 129 orang begitu juga di tahun 2006 Kabupaten Mamuju
yang terbesar penderita campak yaitu 492 orang. Jika dilihat dari grafik di
bawah ini Kabupaten Mamuju selama tiga tahun terakhir mengalami terus
penurunan. Hal ini berarti di kabupaten yang juga menjadi ibu kota
Provinsi Sulawesi Barat, tingkat pelayanan kesehatan kepada masyarakat
khususnya layanan imunisasi sudah berhasil dengan baik.
Grafik 19. Jumlah Penderita Campak
Di Sulawesi Barat tahun 2006-2008
Sumber : Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
k. Hepatitis
Jumlah penderita penyakit Hepatitis B di Provinsi Sulawesi Barat
fluktuatif dimana pada tahun 2008 sebesar 170 orang. Jumlah ini dibanding
tahun 2007 mengalami peningkatan yaitu sebesar 3 orang penderita dan
tahun 2006 ditemukan penderita sebesar 207 orang. Tahun 2008 penderita
hepatitis B terbanyak ditemukan sebanyak 170 orang, empat kabupaten
lainnya tidak ditemukan penderita hepatitis.
l. Kejadian Luar Biasa (KLB)
Kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular dan keracunan
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Provinsi Sulawesi
Barat. Disamping menimbulkan korban kesakitan maupun kematian, KLB
merupakan komoditi politis yang kadang-kadang dimanfaatkan oleh orang
yang memerlukannya. Pada tahun 2008 di Provinsi Sulawesi Barat jenis KLB
yang dilaporkan sebanyak 7 jenis penyakit yaitu : Diare berdarah, DBD,
Rabies, Diare,Malaria, Difteri dan AFP. Jumlah KLB tahun 2008 sebesar 273
penderita. Jumlah ini menurun dibanding tahun 2007 sebesar 878 penderita.
Jumlah kecamatan yang terserang KLB adalah 8 kecamatan dan 35 desa.
Sedangkan jumlah kematian yang dilaporkan ada 8 orang.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 41
47. Grafik 20. Jumlah Penderita KLB
Di Sulawesi Barat tahun 2006-2008
Sumber : Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
m. Kecelakaan Lalu Lintas
Jumlah kecelakaan lalu lintas di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2008
sebanyak 3,461 kasus dengan jumlah korban sebanyak 3,492 orang dengan
rincian jumlah yang meninggal dunia sebanyak 86 orang (2.48%), luka berat
sebanyak 714 orang (20.63%), luka ringan sebanyak 2,692 orang (77.78%).
Kasus kecelakaan lalu lintas tertinggi terjadi di Kabupaten Majene sebanyak
2,548 kasus dan yang terrendah terjadi di Kabupaten Mamasa dengan 23
kasus, sedangkan jumlah korban kecelakaan lalu lintas terbanyak juga di
Kabupaten Majene yaitu 2,554 orang dan yang terrendah di Kabupaten
Mamasa dengan korban 33 orang. Dengan jumlah tersebut maka incidence
Rate (IR) kecelakaan lalu lintas di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2008
sebesar 331.53 per 100,000 penduduk. Pada grafik 22 di bawah ini
menunjukkan korban kecelakaan lalu lintas selama tiga tahun terakhir yang
terus meningkat :
Grafik 21. Jumlah Korban Kecelakaan di Sulawesi Barat
Tahun 2006-2008
Sumber : Laporan Puskesmas/Polres 5 Kab.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 42
48. III. KEADAAN GIZI/Situation of Gizi
a. Status Gizi Balita
Indikator status kesehatan juga diukur berdasarkan gizi penduduk
menurut : status gizi, Anemia, KEK, BBLR, GAKI . Perkembangan keadaan
gizi yang dapat dipantau berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan
program perbaikan gizi masyarakat yang tercermin dalam hasil
penimbangan balita setiap bulan di Posyandu. Keadaan status gizi
masyarakat di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2006 menunjukkan
jumlah balita yang ada sebanyak 96,447 balita, dari jumlah tersebut balita
yang datang dan ditimbang di Posyandu sebanyak 51,127 balita dengan
rincian jumlah balita yang naik berat badannya sebanyak 34,305 balita dan
balita yang berada di bawah garis merah (BGM) sebanyak 2,153 balita
sedangkan yang menderita gizi buruk sebanyak 983 balita atau 1,92% dari
balita yang ditimbang. Pada tahun 2007 jumlah balita yang ada sebanyak
136,430 balita dari jumlah tersebut jumlah balita yang datang dan ditimbang
di posyandu sebanyak 62,120 balita dengan rincian jumlah balita yang naik
berat badannya sebanyak 47,451 balita dan balita yang berada di bawah
garis merah (BGM) sebanyak 3,416 balita dan yang masuk gizi buruk 1,778
balita atau sekitar 2.65% dari balita yang ditimbang. Pada tahun 2008 jumlah
balita yang ada sebanyak 133,083 balita, kemudian yang datang dan
ditimbang di Posyandu 75,469 balita dengan rincian jumlah balita yang naik
berat badannya sebanyak 43,913 balita dan yang di bawah garis merah
(BGM) sebanyak 3,761 balita sedangkan yang menderita gizi buruk 856
balita atau sekitar 1,11% dari jumlah balita yang ditimbang.
Grafik 22. Status Gizi Anak Balita Di Sulawesi Barat
tahun 2006-2008
Sumber : Laporan Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 43
49. Tahun 2008 penderita Gizi Buruk pada balita turun menjadi 836
balita dari 1,778 balita pada tahun 2007. Walaupun demikian terjadinya gizi
buruk ini disebabkan oleh memburuknya keadaan ekonomi keluarga yang
berdampak terhadap kecukupan pangan ditingkat keluarga yang diakibatkan
oleh berbagai faktor seperti kenaikan BBM yang beberapa tahun terakhir ini
terus terjadi, lapangan pekerjaan yang semakin sulit serta jumlah penduduk
yang terus meningkat, hal ini secara tidak langsung sangat terkait dengan
timbulnya kasus gizi buruk.
b. ASI Eksklusif
ASI (Air Susu Ibu) merupakan salah satu makanan yang sempurna dan
terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh
bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi guna mencapai
pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal. Oleh sebab itu,
pemberian ASI perlu diberikan secara eksklusif sampai umur 6 bulan dan
dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun. Namun demikian, kendala
yang dihadapi selama ini adalah kesulitan dalam upaya pemantauan
pemberian ASI eksklusif karena belum mempunyai sistem yang dapat
diandalkan. Untuk mengetahui tingkat pencapaian dalam pemberian ASI
eksklusif dilakukan melalui laporan dari Puskesmas yang diperoleh dari
wawancara pada waktu kunjungan bayi di Puskesmas.
Pada tahun 2008 jumlah bayi sebanyak 25,371 bayi, dari jumlah tersebut
yang mendapat ASI eksklusif sekitar 9,953 bayi atau sekitar 39.23%. Jumlah
bayi yang diberikan ASI eksklusif tahun 2008 menurun dibanding tahun 2007
yaitu 67,06% atau dari 22,895 bayi, sekitar 15,354 bayi yang diberi ASI
eksklusif. Sedangkan tahun 2006 dari 18,223 bayi yang ada yang diberikan ASI
eksklusif adalah 11,002 bayi atau sebesar 60.37%.
Grafik 23. Perbandingan Jumlah Bayi & Bayi Yang Mendapat ASI Eksklusif
Sulawesi Barat tahun 2006-2008
Sumber : Laporan Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 44
50. Rendahnya capaian di tahun 2008 yang hanya mencapai 39,23% dari
target yang diharapkan yaitu 80% bayi mendapat ASI eksklusif dari jumlah
bayi, perlu mendapat perhatian khusus dan memerlukan pemikiran dalam
mencari upaya-upaya terobosan serta tindakan nyata yang harus dilakukan
oleh provider dibidang kesehatan dan semua komponen masyarakat dalam
rangka penyampaian informasi maupun sosialisasi guna meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat.
Disamping itu, sebagai salah satu pegangan dan pedoman dalam
rangka penyebarluasan informasi kepada masyarakat tentang ASI eksklusif,
ada sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui yaitu :
1. Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan Peningkatan
Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) yang tertulis dan secara rutin
dikomunikasikan kepada semua petugas.
2. Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan
keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.
3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan
penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai
umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.
4. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah
melahirkan, yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat
operasi caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar.
5. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara
mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayi atas indikasi
medis.
6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi
yang baru lahir.
7. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24
jam sehari.
8. Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan
terhadap lama dan frekuensi menyusui.
9. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI.
10. Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan
rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari rumah
sakit/rumah bersalin/sarana pelayanan kesehatan.
c. Garam Beryodium
Salah satu masalah gizi yang perlu mendapat perhatian adalah masalah
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). GAKY dapat mengakibatkan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 45
51. gangguan pertumbuhan fisik dan keterbelakangan mental. Gangguan
pertumbuhan fisik meliputi pembesaran kelenjar tiroid (gondok), kretin (badan
kerdil), gangguan motorik (kesulitan berdiri atau berjalan normal), bisu, tuli
dan mata juling. Sedangkan keterbelakangan mental termasuk berkurangnya
tingkat kecerdasan anak.
WHO/UNICEF/ICCID mengkategorikan endemisitas daerah dalam
empat kategori menurut besar Total Goiter Rater (TGR). TGR digunakan untuk
menilai status GAKY masyarakat sekaligus untuk evaluasi dampak program
terhadap perbaikan status GAKY. Untuk itu, kulaitas garam beryodium yang
beredar di masyarakat harus selalu dipantau sehingga akan diketahui
kandungan yodium yang ada dalam garam konsumsi tersebut memenuhi
syarat atau tidak. Pemantauan terhadap kandungan yodium dalam garam
konsumsi dilakukan pemantauan secara kualitatif dengan menggunakan test kit
yodium, hal ini sangat mudah dilakukan tanpa harus memiliki keterampilan
khusus. Pelaksanaan pemantauan garam beryodium ini di Sulawesi Barat
dilakukan secara rutin setiap tahun sekali dengan pelaksana adalah petugas gizi
dan atau petugas kesahatan yang ada di Puskesmas.
Hasil pemantauan garam beryodium tahun 2008 di Propinsi Sulawesi
Barat dari 646 desa/kelurahan yang disurvei terdapat 204 desa/kelurahan
dengan garam yang beryodium baik atau sekitar 31,58%. Hal ini menunjukkan
bahwa upaya untuk mewujudkan USI (Universal Zalt Iodization) dengan target
90% adalah masih sangat sulit untuk dicapai. Oleh karena itu pemasyarakatan
garam beryodium harus terus ditingkatkan dan diupayakan dengan
menggalang semua komponen masyarakat termasuk lembaga swadaya
masyarakat secara bersama-sama, terpadu dan berkesinambungan.
d. Anemia
Salah satu penyebab kematian pada ibu melahirkan adalah anemia yang
disebabkan kekurangan zat besi (Fe). Dari data PWS KIA tahun 2008 untuk
menekan angka kematian ibu di Provinsi Sulawesi Barat dilakukan upaya
penanggulangan dengan pemberian tablet Fe, dari 28,238 ibu hamil cakupan
pemberian Fe1 pada ibu hamil 21,694 ibu hamil (76.83%) dan cakupan
pemberian Fe3 pada ibu hamil sebesar 16,590 ibu hamil (58.75%).
e. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
BBLR yaitu bayi yang dilahirkan dibawah 2500 gram. gizi ibu hamil
adalah penyebab utama terjadinya BBLR,di antara beberapa faktor lainnya.
Pada masa kehamilan ibu perlu mendapat perhatian khusus oleh karena
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 46
52. dampak yang ditimbulkan bukan saja pada berat yang tidak cukup, tetapi
dengan bayi BBLR memiliki kemungkinan kecil untuk tumbuh dengan baik,
dan akan lebih mudah terserang penyakit.
Pada tahun 2008 dari 25,371 bayi terdapat 337 bayi BBLR atau 1.12%,
dibanding tahun 2007 jumlah BBLR lebih tinggi yaitu 445 bayi dan tahun 2006
sebesar 248 bayi BBLR.
Grafik 24. Jumlah Bayi dengan BBLR
Sulawesi Barat tahun 2006-2008
Sumber : Laporan Dinkes 5 Kabupaten
B. PERILAKU MASYARAKAT/Behavior of Society
I. Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Pola Hidup Bersih dan Sehat berhubungan langsung dengan tingkat
status kesehatan masyarakat. Pada tahun 2008 dari 248,754 rumah tangga
yang ada di Provinsi Sulawesi Barat terdapat sebanyak 63,186 rumah tangga
yang dipantau tentang PHBSnya, dari angka rumah tangga tersebut yang
dipantau terdapat 25,208 rumah tangga di Provinsi Sulawesi Barat yang
menegakkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau sekitar 39.89% RT yang
berPHBS dari 25,208 RT yang dipantau. Jumlah rumah tangga berperilaku
hidup bersih dan sehat tertinggi tahun 2008 terdapat dikabupaten Polewali
Mandar yaitu rumah tangga yang dipantau sebanyak 34,782 RT yang
berperilaku hidup bersih dan sehat sebanyak 16,222 rumah tangga atau
sekitar 46.64%, sedangkan yang terrendah adalah Kabupaten Mamuju Utara
yaitu dari 500 rumah tangga yang dipantau hanya 117 rumah tangga yang
memenuhi kriteria perilaku hidup bersih dan sehat. Berikut perkembangan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat tiap kabupaten di Sulawesi Barat selama
tiga tahun terakhir :
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 47
53. Grafik 25. Jumlah RT ber PHBS
Di Sulawesi Barat tahun 2006-2008
Sumber : Laporan Dinkes 5 Kabupaten
II. Peran Serta Masyarakat
Upaya mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan
kesehatan sangat penting artinya, karena melalui kerjasama yang baik dari
pihak masyarakat pembangunan kesehatan dapat lebih maksimal hasilnya.
UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) merupakan salah satu
wadah peran serta masyarakat untuk lebih mandiri dan bertanggung jawab
terhadap kondisi kesehatan masyarakat itu sendiri. Kegiatan Posyandu
adalah salah satu bentuk UKBM yang selama ini sudah berjalan dengan baik.
Pada tahun 2008 jumlah Posyandu di Provinsi Sulawesi Barat
sebanyak 1,421 buah mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2007
sebanyak 1,347 buah. Sedangkan tahun 2006 jumlah Posyandu sebesar 786
buah. Tahun 2008 Jumlah Posyandu dengan tingkatan Pratama sebanyak 679
(47.78%), tingkatan Madya sebanyak 586 (41.24%), posyandu tingkatan
Purnama sebanyak 156 atau 10.98%.
Grafik 26. Jumlah Posyandu Menurut Strata Di Sulawesi Barat
tahun 2006-2008
Sumber : Laporan Dinkes 5 Kabupaten
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 48
54. C. KONDISI LINGKUNGAN/Environmental Condition
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan
derajat kesehatan masyarakat. Lingkungan sehat akan mendukung masyarakat
untuk hidup sehat demikian sebaliknya lingkungan yang tidak sehat dapat
menimbulkan penyakit terutama penyakit yang berbasis lingkungan.
Lingkungan, penyakit dan masyarakat tidak dapat dipisahkan artinya untuk
meningkatkan derajat kesehatan bukan hanya melakukan pengobatan terhadap
yang sudah sakit tetapi perlu juga intervensi terhadap lingkungan. Di Sulawesi
Barat dengan tingginya perkembangan penduduk dan tingginya arus migrasi
yang dating ke Sulawesi Barat mengakibatkan kondisi lingkungan yang tidak
sehat seiring banyaknya rumah-rumah yang tidak sehat dan semakin padatnya
tingkat hunian rumah dimasyarakat.
Upaya penyehatan lingkungan dilaksanakan dengan lebih diarahkan
pada peningkatan kualitas lingkungan, yaitu melalui kegiatan yang bersifat
preventif, promotif dan protektif. Adapun pelaksanaannya bersama dengan
masyarakat diharapkan secara epidemiologi akan mampu memberikan
kontribusi yang bermakna terhadap kesehatan masyarakat.
Namun demikian pada umumnya yang menjadikan permasalahan
utama adalah masih rendahnya jangkauan program. Hal ini lebih banyak
diakibatkan oleh berbagai fatkor antara lain terbatasnya anggaran dan otonomi
daerah yang berpengaruh kepada kebijakan khususnya tentang kesehatan.
Sedangkan permasalahan utama yang dihadapi masyarakat akses terhadap
lingkungan yang masih sangat rendah. Lingkungan sehat merupakan salah satu
pilar utama dalam pencapaian Indonesia Sehat 2010. Beberapa indikator
penting kesehatan lingkungan antara lain :
I. Rumah/Bangunan Sehat
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah
haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk
meningkatkan produktivitas. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor resiko sumber penularan
berbagai jenis penyakit khususnya penyakit yang berbasis lingkungan. Tahun
2008, jumlah rumah di Provinsi Sulawesi Barat seluruhnya 181,947 rumah.
Jumlah yang diperiksa 115,621 rumah. Dari hasil pemeriksaan, rumah yang
memenuhi syarat kesehatan sebesar 35,080 rumah atau 30.34%.
Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi beberapa
kriteria, diantaranya adalah bebas jentik nyamuk aedes aegypti yang merupakan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 49
55. vektor penyakit demam berdarah dengue. Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang
semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta
sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah. Nyamuk aedes aegypti
hidup berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang
tidak langsung berhubungan dengan tanah seperti : bak mandi/WC, minuman
burung, air tendon, air tempayan/gentong, kaleng, ban bekas dan lain-lain.
Di Provinsi Sulawesi Barat nyamuk aedes egypti tersebar luas dipelosok kota dan
desa, kecuali diwilayah yang ketinggiannya lebih dari 1,000 meter diatas
permukaan laut. Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu musim
hujan, dimana terdapat banyak genangan air bersih yang dapat menjadi tempat
berkembangbiaknya nyamuk aedes aegypti.
Di Provinsi Sulawesi Barat kasus demam berdarah berfluktuasi
jumlahnya setiap tahun dan cenderung meningkat. Demikian pula wilayah
yang terjangkit bertambah luas. Perkembangan yang tidak memuaskan
mengenai wabah demam berdarah ini diduga karena kemudahan penularan
yang dipicu oleh tingkat kepadatan penduduk, semakin meningkatnya arus
transportasi/mobilitas penduduk antar wilayah, angka kepadatan nyamuk
aedes aegypti tinggi. Rendahnya angka bebas jentik dan belum optimalnya
pengorganisasian upaya pengelolaan pemberantasan penyakit demam
berdarah.
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa di Sulawesi Barat sebanyak
55,592 rumah, dari jumlah tersebut rumah/bangunan yang bebas jentik nyamuk
aedes aegypti sebanyak 39,451 rumah. Untuk mencegah dan mengendalikan
populasi nyamuk aedes ini yang menjadi vektor DBD adalah digalakkan upaya
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui kegiatan 3 M (Menguras-
Menutup-Mengubur) secara terus menerus yang melibatkan peran serta
masyarakat. Keberadaan nyamuk penular ini sangat erat hubungannya dengan
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Guna membina peran serta
masyarakat secara efektif. Kegiatannya pembinaannya perlu dikoordinasikan
oleh Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah
(POKJANAL DBD) yang merupakan forum kerja lintas sektoral dengan makna
yang terkandung dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang menekankan
pentingnya prinsip pemerataan, yang didalam pelaksanaannya menuntut
upaya promotif, preventif, kuratif serta rehabilitative, kerjasama lintas sektoral
sebagai strategi untuk mencapai kesehatan bagi semua.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 50
56. II. Sarana Kesehatan Lingkungan Sehat
Lingkungan fisik dan biologis berpengaruh terhadap derajat
kesehatan masyarakat, terutama terlihat dari masih tingginya kesakitan
penduduk yang disebabkan penyakit berbasis lingkungan . Timbulnya
Penyakit yang berbasis lingkungan diantaranya diare, typhus dan penyakit
parasit serta penyakit lainnya akibat mutu lingkungan yang kurang
sebagai dampak dari pencemaran lingkungan dan pertambahan penduduk
yang tidak terkendali .
Upaya untuk menekan penyakit berbasis lingkungan dengan
penyediaan Air bersih serta pembuangan kotoran manusia yang
memenuhi syarat kesehatan. Pembuangan kotoran baik sampah, air limbah
dan tinja (excreta disposal) yang tidak memenuhi syarat kesehatan
berpengaruh langsung terhadap rendahnya kualitas air, serta dapat
menimbulkan penyakit menular di masyarakat. Jamban, tempat sampah,
pengelolaan limbah dan persediaan air bersih merupakan sarana
lingkungan pemukiman (PLP).
a) Sarana Air Bersih
Penyediaan air bersih (Water Supply) dapat menjadi media
penularan penyakit. Oleh karena sarana yang tidak memenuhi syarat
akan tercemar oleh bakteriologis sehingga berpotensi menimbulkan
penyakit. Untuk menghindari penyakit yang timbul akibat
mengkomsumsi air yang tidak memenuhi syarat kesehatan, maka harus
menggunakan sarana yang menurut standar kesehatan. Berbagai sarana
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi penduduk
baik untuk keperluan air minum, masak, mencuci dan keperluan
lainnya.
Adapun Akses Air Bersih di Provinsi Sulawesi Barat data yang
diperoleh tahun 2006-2008 sebagai berikut :
Grafik 27. Jumlah Cakupan Air Bersih Di Sulawesi Barat
tahun 2006-2008
Sumber : Laporan Dinkes 5 Kabupaten
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 51
57. b) Sarana Sanitasi Dasar
Jumlah sarana sanitasi dasar yang mencakup jamban, tempat
sampah dan SPAL (Saluran Pembuangan Air Limbah) di Sulawesi Barat
dari tahun 2006-2008 mengalami terus peningkatan. Namun tidak semua
KK yang memiliki sarana sanitasi dasar yang dianggap sehat. Pada
grafik dibawah ini menggambarkan jumlah KK yang memiliki dan
jumlah KK yang sarana sanitasi dasarnya dianggap sehat.
Grafik 28. Jumlah Sarana Sanitasi Di Sulawesi Barat
tahun 2006-2008
Sumber : Laporan Dinkes 5 Kabupaten
Saluran Pembuangan Air Limbah adalah suatu bangunan yang
digunakan untuk membuang air buangan di kamar mandi, tempat cuci,
dapur dan lain-lain bukan dari jamban SPAL yang sehat hendaknya
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Tidak mencemari sumber air bersih (jarak dari air bersih minimal 15
meter)
2) Tidak menimbulkan genangan air yang dapat m,enjadi sarang
nyamuk (diberi tutup yang cukup rapat)
3) Tidak menimbulkan bau
4) Tidak menimbulkan becek atau pandangan yang tidak
menyenangkan (tidak bocor sampai meluap)
Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan limbah
masih rendah, hal inilah yang menyebabkan rendahnya jumlah KK yang
telah memiliki pengelolaan air limbah. Sanitasi merupakan faktor
penting dalam menciptakan lingkungan yang sehat. Banyaknya
penyakit ditularkan karena tidak dilakukan cara-cara penanganan
sanitasi yang benar.
Upaya peningkatan kualitas air bersih akan berdampak positif
apabila diikuti perbaikan sanitasi. Upaya sanitasi meliputi
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 52
58. pembangunan, perbaikan dan penggunaan sarana sanitasi yang meliputi
jamban, tempat sampah dan saluran pembuangan air limbah
dilingkungan kita.
Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk di Provinsi
Sulawesi Barat, maka kebutuhan air bersih semakin bertambah.
Pembangunan air bersih dimasing-masing kabupaten di Provinsi
Sulawesi Barat meliputi daerah Pemukiman Perkotaan dan Pedesaan.
Adapun sumber air di Provinsi Sulawsi Barat pada umumnya berasal
dari mata air, sumur dalam, sumur gali dan air permukaan. Sistem yang
digunakan untuk mensuplai air bersih melalui perpipaan dan non
perpipaan. Untuk pengelolaannya pada daerah pemukiman diperkotaan
pada umunya dikelola PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum)
kabupaten.
Dari perkembangan pelaksanaan program penyehatan
lingkungan selama ini terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh,
seperti peningkatan cakupan pelayanan penyehatan lingkungan yang
secara tidak langsung dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Namun masih terdapat beberapa permasalahan yang
dihadapi pada penyediaan prasarana dan sarana penyehatan
lingkungan, yaitu :
1) Kurang efektif dan efesiennya investasi yang telah dilakukan pada
pembangunan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan
2) Air hanya dipandang sebagai benda
3) Keterbatasan kemampuan pemerintah
4) Belum tersedianya kebijakan dan peraturan perundangan yang
mengatur pemanfaatan potensi tersembunyi yang ada dalam
masyarakat
5) Penyehatan lingkungan belum menjadi perhatian dan prioritas
6) Estimasi dalam hal penganggaran sangat jauh dari yang diharapkan
III. Tempat-Tempat Umum Sehat
Tempat-tempat umum adalah kegiatan bagi umum yang
dilakukan oleh badan-badan pemerintah, swasta atau perorangan yang
langsung digunakan oleh masyarakat yang mempunyai tempat dan
kegiatan tetap serta memiliki fasilitas.
Jumlah tempat-tempat umum di Provinsi Sulawesi Barat tahun
2008 yang ada sebanyak 3,149 buah, jumlah yang diperiksa sebanyak 2,012
buah. Hasil pemeriksaan menunjukkan jumlah tempat-tempat umum sehat
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 53
59. sebanyak 971 (48.26%). Dengan rincian jumlah hotel yang 27 buah, yang
diperiksa 23 buah dan yang sehat 18 buah (78.26%). Jumlah
restoran/rumah makan yang ada sebanyak 247 buah, yang diperiksa 180
buah dan yang sehat sebanyak 112 buah (62.22%). Jumlah pasar yang ada
206 buah, yang diperiksa 87 buah dan yang sehat 20 buah (22.29%).
Sedangkan TUPM lainnya yang ada 2,640 buah, yang diperiksa 1,722 buah
dan yang sehat 826 (47.97%).
Grafik 29. Jumlah TUPM Sehat Di Sulawesi Barat
Tahun 2006-2008
Sumber : Laporan Dinkes 5 Kabupaten
Pengawasan sanitasi tempat umum bertujuan untuk mewujudkan
kondisi tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan agar masyarakat
pengunjung terhindar dari kemungkunan bahaya penularan penyakit serta
tidak menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat
disekitarnya. Pengelolaan makanan adalah suatu bangunan yang menetap
dengan segala karyawan dan peralatan yang dipergunakan untuk
membuat dan menjual makanan bagi konsumen yang meliputi restoran,
rumah makan, kantin, warung kopi, tempat penjualan minuman dingin
dan pabrik makanan dan minuman sederhana. Resiko dari pengelolaan
makanan mempunyai peluang yang sangat besar dalam penularan
penyakit karena jumlah konsumen rlatif banyak dalam waktu bersamaan.
Oleh karena itu, perlu teknologi dan metode yang lebih tepat untuk
pembinaan dan pengawasannya.
D. PELAYANAN KESEHATAN/Service of Health
I. Sarana Kesehatan Dasar
a. Puskesmas
Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
menyelenggarakan kegiatan Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan,
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 54
60. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk Keluarga Berencana
(KB), Perbaikan Gizi, Pemberantasan Penyakit Menular dan Pengobatan.
Beberapa Puskesmas yaitu Puskesmas Perawatan, selain menyelenggarakan
pelayanan kesehatan seperti Puskesmas pada umumnya, juga menyediakan
fasilitas pelayanan rawat inap. Dengan demikian Puskesmas perawatan juga
berfungsi sebagai ”Pusat Rujukan Antara” yang melayani penderita gawat
darurat sebelum dirujuk ke rumah sakit.
Jumlah Puskesmas Perawatan di Sulawesi Barat tahun 2008 sebesar 25
buah, Puskesmas Non Perawatan sebesar 50 buah. Sedangkan untuk
Puskesmas Keliling 59 buah dan Puskesmas Pembantu sebanyak 76 buah.
b. Pondok Bersalin Desa (Polindes)
Jumlah Polindes di Sulawesi Barat tahun 2008 adalah sebanyak 68
buah. Jumlah ini terus bertambah dari tahun 2007 sebanyak 48 buah dan
tahun 2006 di Sulawesi Barat hanya berjumlah 37 buah.
Grafik 30.Perkembangan Jumlah Polindes
Di Sulawesi Barat tahun 2006-2008
Sumber : Laporan Yankes Dinkes 5 Kabupaten
c. Sarana Kesehatan Dasar Lainnya
Berdasarkan laporan Yankes Dinas Kesehatan di lima Kabupaten Jumlah
Poskesdes di Sulawesi Barat tahun 2008 sebanyak 85 buah, mengalami
peningkatan dibanding tahun 2007 yaitu 47 buah. Sedangkan jumlah
Posyandu tahun 2008 sebanyak 1,421, jumlah ini jauh peningkatannya
dibanding tahun 2007 sebanyak 648 buah.
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) merupakan cara
mutakhir pemeliharaan kesehatan yang berkembang setelah sistem
pembayaran tunai, asuransi ganti rugi dan asuransi dengan tagihan
menghadapi banyak masalah. JPKM adalah suatu cara penyelenggaraan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 55
61. pemeliharaan kesehatan kesehatan yang paripurna berdasarkan azas usaha
bersama dan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu yang
terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara pra upaya.
JPKM melibatkan 3 pelaku utama, yakni konsumen (peserta), badan
penyelenggara (Bapel) dan Pelaksana Pemelihara Kesehatan (PPK). Untuk
membina ketiga pelaku utama, dibentuk Badan Pembina JPKM baik
ditingkat pusat, provinsi maupun kabupaten. Peserta membayar sejumlah
iuran untuk pemeliharaan kesehatannya kepada Bapel yang kemudian
mengontrak PPK dengan pembayaran pra upaya yang memberikan
pelayanan kesehatan paripurna kepada peserta. Hubungan antara ketiganya
dikukuhkan oleh ikatan kerjasama dan kesepakatan untuk menerapkan jaga
mutu, pemantauan utilisasi pelayanan dan penanganan keluhan peserta.
Berdasarkan laporan dari semua kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat,
jumlah penduduk yang dijamin oleh berbagai Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (termasuk maskin/JPKMM) sebanyak 433,170 orang (41.12%) dari
total jumlah penduduk, dengan rincian sebagai berikut :
1. Peserta Askes : 28,472 jiwa (2.70%)
2. Peserta Kartu Miskin/Askeskin : 401,921 jiwa (38.16%)
3. Peserta Jamsostek : -
4. Peserta Sumber Lainnya : 4,781 jiwa (0.45%)
II. Sarana Kesehatan Rujukan
a. Cakupan Rawat Inap
Cakupan rawat inap di sejumlah sarana kesehatan yang terdapat di
Sulawesi Barat tahun 2008 sebesar 381,990 kunjungan. Jumlah kunjungan
rawat inap terbesar di Kabupaten Polman yaitu di Puskesmas sebanyak 870
kunjungan dan 371,420 kunjungan, sedangkan yang terrendah di Kabupaten
Mamuju Utara sebanyak 212 kunjungan, inipun datanya dari Puskesmas
dan dari Rumah Sakit tidak ada laporannya, selengkapnya dapat dilihat
pada tabel 12.
b. Cakupan Rawat Jalan
Cakupan rawat jalan di sarana kesehatan di Provinsi Sulawesi Barat
tahun 2008 sebanyak 781,228 kunjungan. Jumlah kunjungan rawat jalan
terbanyak di Kabupaten Polewali Mandar sebanyak 178,155 kunjungan dan
42,161 kunjungan masing-masing di Rumah Sakit dan Puskesmas.
Sedangkan yang terendah di Kabupaten Majene sebanyak 21,554 kunjungan
itupun dari data Puskesmas, dari rumah sakit tidak ada laporan.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 56
62. Tabel 10. Jumlah Kunjungan Rawat Jalan dan Rawat Inap di Sulawesi Barat Tahun 2008
NO KABUPATEN
SARANA PELAYANAN
KESEHATAN
1 2 3 4 5 6
1
POLEWALI
MANDAR
Puskesmas
RSUD Polman
Sarana Yankes lainnya - - -
2
MAMASA
Puskesmas
Sarana Yankes lainnya - - -
3
MAMUJU UTARA
Puskesmas
Sarana Yankes lainnya - - -
4
MAJENE
Puskesmas
Sarana Yankes lainnya - - -
5
MAMUJU
Puskesmas
RSUD
JUMLAH (KAB/KOTA) 781,228 381,990 799,895
Sumber : Laporan Dinkes 5 Kabupaten
c. Rumah Sakit
JUMLAH KUNJUNGAN
RAWAT
JALAN
RAWAT
INAP
JUMLAH
178,155
870
179,025
42,161
371,420
50,258
52,655
937
53,592
51,653
212
51,865
21,554
1,843
23,397
407,528
1,303
408,831
27,522
5,405
32,927
Pada tahun 2008 Rumah Sakit Umum di Provinsi Sulawesi Barat
berjumlah 6 buah yang terdiri dari RSUD Mamuju, RSUD Majene, RSUD
Polman dan RS TNI Polman, RSUD Mamuju Utara dan RSUD Mamasa.
Indikator untuk mengukur kinerja rumah sakit terdiri atas :
1. Bed Occupation Rate (BOR)
Bed Occupation Rate adalah jumlah atau tingkat pemakaian tempat
tidur. BOR yang ideal untuk suatu rumah sakit adalah antara 60%
sampai 80%. Presentase rata-rata pemakaian tempat tidur RSUD dan RS-TNI
di Provinsi Sulawsi Barat pada tahun 2008 adalah 62,4%.
2. Average Length Of Stay (ALOS)
Average Length Of Stay adalah rata-rata lama rawat seorang pasien
dimana secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari. ALOS
Rumah Sakit di Sulawesi Barat adalah 5 hari.
3. Turn Of Interval (TOI)
Turn of Interval adalah rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati.
Angka ideal untuk TOI adalah 1 – 3 hari. TOI untuk rumah sakit di
Provinsi Sulawesi Barat adalah 3 hari.
4. Net Death Rate (NDR)
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 57
63. Net Death Rate adalah angka kematian lebih atau sama dengan 48 jam.
Nilai NDR yang dapat ditolerir adalah 25 per 1,000 penderita keluar.
Nilai NDR rumah sakit yang ada di Sulawesi Barat pada tahun 2008
adalah 12 per 1,000 penderita keluar. Dengan demikian nilai rumah sakit
di Sulawesi Barat tahun 2008 tidak melebihi nilai NDR yang dapat
ditolerir.
5. Gross Death Rate (GDR)
Gross Death Rate adalah angka kematian untuk tiap-tiap penderita
keluar. Angka yang ditolerir maksimum 45. GDR rumah sakit di
Provinsi Sulawesi Barat sebesar 43.
Tabel 11. Indikator Pelayanan Rumah Sakit Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2008
NO NAMA RUMAH SAKIT
JENIS PELAYANAN
UMUM/KHUSUS
BOR LOS TOI GDR NDR
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Polman
RSU Polman Umum 87.2 5.1 0.7 45.8 11.9
RS Khusus TNI-AD Umum dan Khusus 11.2 2.4 18.6 15.3 0.0
2 Mamasa TIDAK ADA LAPORAN
3 Matra
RSUD Kab.Matra Umum dan Khusus 1.6 1.7 104.2 16.1 16.1
4 Majene
RSU MAJENE Umum dan Khusus 70.4 4.9 2.1 58.5 14.9
5 Mamuju Interna,Bedah,Anak
dan Kebidanan 46.6 3.8 4.4 30.3 12.2
JUMLAH 62.4 4.6 2.8 43.2 12.4
Sumber : Laporan Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
III. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
a. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan
Tenaga yang dapat memberikan pertolongan persalinan
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tenaga profesional (dokter spesialis
kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan)
dan dukun bayi (dukun terlatih dan tidak terlatih). Cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (profesional, tidak
termasuk oleh dukun bayi meskipun terlatih dan didampingi oleh
bidan) di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2006 sebesar 68.64%. Dari
19,111 jumlah ibu bersalin, ada sekitar 13,117 ibu bersalin tang ditolong
oleh tenaga kesehatan. Tahun 2007 cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan meningkat dibanding pada tahun 2006 yaitu dari
22,404 jumlah ibu bersalin terdapat 16,500 ibu bersalin yang ditolong
oleh tenaga kesehatan atau sebesar 73.65%. Sedangkan ditahun 2008
cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan turun dibanding
Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 2008 58