2. Referensi :
1. Munir, Rinaldi., Matematika Diskrit Edisi 3, Penerbit Informatika Bandung,September
2010
2. Lipschutz, Seymour., Teori Himpunan, Diterjemahkan oleh: Pantur Silaban Penerbit
Erlangga,1985
3. H.S, Suryadi. D, Aljabar Logika dan Himpunan, Edisi 1, Penerbit STMIK Gunadarma, 1989
4. Yahya, Yusuf., H.S, Suryadi. D dan S. Agus, Matematika Dasar untuk Perguruan Tinggi,
Edisi 1, Penerbit STMIK Gunadarma, 1989
3. Himpunan
Pokok Bahasan :
Definisi Himpunan
Cara Penulisan Himpunan
Jenis Himpunan
Operasi pada Himpunan
dst
4. Definisi Himpunan
Himpunan Matematika merupakan suatu kumpulan benda atau objek yang dapat diartikan
dengan jelas, sampai kita bisa dengan tepat mengetahui objek yang termasuk himpunan serta
yang tidak termasuk dalam himpunan tersebut.
Sebuah Himpunan Matematika biasanya dilambangkan dengan menggunakan huruf kapital
seperti: A, B, C, D, E, …………….. Z, benda maupun objek yang termasuk kedalam himpunan
disebut anggota himpunan. Serta elemen himpunan ditulis dengan menggunakan sepasang
kurung kurawal {……..}
Contoh : Himpunan Mahasiswa Sistem Informasi, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Himpunan
Mahasiswa Islam, Himpunan Mahasiswa Kristen dll
5. Cara Penulisan Himpunan
1. Cara pendaftaran (Tabular Form)
Contoh : A = { 1, 3, 5, 7, 9}
B = { 2, 3, 5, 7, 11, 13}
C = { 2, 4, 6,8, …}
➔ 1 ∈ A, 3 ∈ B, 9 ∈ B
➔ n(A) = 5
➔ n(B) = 6
➔ n(C) = ~ (tak hingga)
# A dan B ➔ himpunan berhingga
C ➔ himpunan tak berhingga
6. 2. Cara Pencirian (Set-Builder Form)
Contoh :
A = { x | x adalah lima bilangan ganjil pertama } = { x | x adalah
bilangan ganjil, 1 ≤ x ≤ 9 }
B = { x | x adalah enam bilangan prima pertama } = {x | x adalah
bilangan prima, 2 ≤ x ≤ 13 }
C = { x | x adalah bilangan ganjil }
7. Jenis Himpunan
1. Himpunan Semesta
Himpunan semesta atau juga disebut dengan semesta pembicaraan
merupakan himpunan yang memuat seluruh anggota maupun objek himpunan
yang dibicarakan.
Himpunan semesta (semesta pembicaraan) pada umumnya dilambangkan
dengan menggunakan huruf S atau U.
Contoh:
Jika kita membahas tentang 1, ½, -2, -½,… maka semesta pembicaraan kita
merupakan bilangan real.
Sehingga himpunan semesta yang dimaksud yaitu R.
8. 2. Himpunan Kosong
Himpunan kosong merupakan suatu himpunan yang tidak memiliki anggota. Serta
dinotasikan dengan menggunakan { } atau ∅.
Himpunan nol merupakan himpunan yang hanya memiliki l anggota, yakni nol (0).
9. 3. Himpunan Bagian
Himpunan A adalah suatu himpunan bagian B, apabila pada masing-
masing anggota A juga menjadi anggota atau jika semua anggota
himpunan A ada di himpunan B
A ⊂ B atau B ⊃ A.
Himpunan A adalah himpunan bagian (subset) dari B atau disebut
sebagai B memuat (superset) dari himpunan A serta dilambangkan
dengan simbol A ⊂ B.
Apabila terdapat anggota dari A yang bukan bagian dari anggota B,
maka A bukan bukan merupakan himpunan bagian dari B. Serta
dilambangkan dengan menggunakan simbol A ⊄ B.
10. 4. Himpunan Sama (Equal)
Jika masing-masing anggota himpunan A juga bagian dari anggota himpunan B, begitu
juga sebaliknya maka dinotasikan dengan A=B
Syarat:
Dua buah himpunan anggotanya harus sama.
Sebagai contoh:
A = { c, c, e, d, e, d, e, c} B = { c,d,e } Maka A = B
Keterangan:
Himpunan equal atau himpunan sama mempunyai dua buah himpunan yang di
mana anggotanya sama. Contohnya pada anggota himpunan A {c,d,e} maka
himpunan B pun akan mempunyai anggota yakni { c,d,e }.
11. 5. Himpunan Saling Lepas (Disjoint)
Himpunan lepas merupakan sebuah himpunan yang dimana setiap anggotanya
tidak ada yang sama.
Contoh:
C = {1, 3, 5, 7} serta D = {2, 4, 6} Maka himpunan C dan juga himpunan D
saling lepas (C ǁ D)
12. 6. Himpunan Berpotongan/ Bersendi
Himpunan dimana anggotanya ada yang sama dan ada yang tidak sama
Contoh:
C = {1, 3, 5, 7} serta D = {2, 3, 5, 7, 11 } Maka himpunan C dan juga himpunan
D berpotongan(C ≬ D)
13. 7. Himpunan Komplemen (Complement set)
Himpunan komplemen bisa dinyatakan dengan menggunakan notasi AC .
Himpunan komplemen apabila diibaratkan akan menjadi: S = {1,2,3,4,5,6,7}
dan A = {3,4,5} maka A ⊂ S.
Himpunan {1,2,6,7} pula merupakan bagian, sehingga menjadi AC = {1,2,6,7}.
AC = {x│x Є S, x Є A}
14. 8. Himpunan Ekuivalen (Equal Set)
Himpunan ekuivalen merupakan suatu himpunan yang di mana setiap
anggotanya sama banyak dengan himpunan lain.
Syarat:
Bilangan cardinal dinyatakan dengan menggunakan notasi n (A) A≈B, disebut
sebagai sederajat atau ekivalen, apabila himpunan A ekivalen dengan
himpunan B
Contoh:
A = { w,x,y,z }→n (A) = 4
B = { r,s,t,u } →n (B) = 4
n (A) =n (B) →A≈B
15. Operasi pada Himpunan
1. Gabungan Himpunan
Gabungan dari dua himpunan A dan B merupakan himpunan yang di mana setiap
anggotanya terdapat di himpunan A atau terdapat didalam himpunan B.
A ∪ B = { x I x ∈ A atau x ∈ B }
Dengan kata lain yakni himpunan yang anggotanya terdapat di himpunan A atau di himpunan
B.
Contoh:
A = {a, b, c, d, e, k}, B = {b, c, f, g, h}, C = {a, b, c, f, g, k}
A ∪ B = {a, b, c, d, e, f, g, h, k}
n(A ∪ B ) = 9
16. Operasi pada Himpunan
2. Irisan Himpunan
Irisan dari dua himpunan A dan B merupakan himpunan yang di mana setiap anggotanya terdapat di himpunan A dan juga
terdapat di dalam himpunan B.
A ∩ B = { x I x ∈ A dan x ∈ B }
Dengan kata lain yakni himpunan yang anggotanya terdapat di kedua himpunan tersebut.
Contoh:
A = {a, b, c, d, e, k}, B = {b, c, f, g, h}, C = {a, b, c, f, g, k}
Pada kedua himpunan di atas terdapat dua anggota yang sama yakni b dan c. Oleh sebab itu, bisa dinyatakan bahwa
irisan himpunan A dan B merupakan b dan c atau ditulis dengan:
A ∩ B = {b, c}
17. 3. Selisih
Selisih dari dua himpunan A dan B merupakan himpunan yang di mana setiap anggotanya terdapat
di himpunan A dan tidak terdapat di dalam himpunan B.
A – B = { x I x ∈ A dan x ∈ B }
B – A = { x I x ∈ B dan x ∈ A }
Dengan kata lain yakni himpunan yang anggotanya hanya ada di salah satu himpunan tersebut.
A – B ≠ B - A
18. Contoh:
A = {a, b, c, d, e, k}, B = {b, c, f, g, h}, C = {a, b, c, f, g, k}
Pada kedua himpunan di atas terdapat dua anggota yang sama yakni b dan c. Oleh sebab itu, bisa dinyatakan
bahwa irisan himpunan A dan B merupakan b dan c, maka :
A - B = { a, d, e, k }
B - A = { f, g, h }
19. 4. Selisih Simetri
Selisih Simetri dari dua himpunan A dan B merupakan himpunan yang dimana setiap anggotanya terdapat
di himpunan A dan tidak terdapat di dalam himpunan B digabung dengan anggota yang terdapat di
himpunan B dan tidak terdapat di dalam himpunan A
A ∆ B = { x I x ∈ A dan x ∈ B } ∪ { x I x ∈ B dan x ∈ A }
= { x I ( A - B ) ∪ {B - A }
Atau :
A ∆ B = { A ∪ B } - { A ∩ B }
20. Contoh:
A = {a, b, c, d, e, k} dan B = {b, c, f, g, h}
Pada kedua himpunan di atas terdapat dua anggota yang sama yakni b dan c. Oleh sebab itu, bisa dinyatakan
bahwa irisan himpunan A dan B merupakan b dan c, maka :
A ∪ B = {a, b, c, d, e, f, g, h, k} dan A ∩ B = {b, c}
A - B = { a, d, e, k } dan B - A = { f, g, h }
A ∆ B = { A ∪ B } − { A ∩ B } = {a, b, c, d, e, f, g, h, k} - { b, c} = { a, d, e, f, g, h, k }
= { A − B } ∪ { B − A } = { a, d, e, k } ∪ { f, g, h } = { a, d, e, f, g, h, k }
21. 5. Komplemen
A = {a, b, c, d, e, k}, B = {b, c, f, g, h}, C = {a, b, c, f, g, k}
Dari ketiga himpunan di atas, dibuat himpunan semesta, S = {a, b, c, d, e, f, g, h, k}
𝑨′
= { x I x ∈ S dan x ∈ A }
Komplemen A adalah himpunan yang bukan elemen A tetapi ada di himpunan semesta
Contoh :
𝑨′
= {a, b, c, d, e, f, g, h, k} - { a, b, c, d, e, k } = {f, g, h}, 𝑩′
= {a, b, c, d, e, f, g, h, k} - {b, c, f, g, h} =
{a, d, e, k}
𝑪′
= {a, b, c, d, e, f, g, h, k} - {a, b, c, f, g, k} = {d, e, h}
27. Referensi :
1. Munir, Rinaldi., Matematika Diskrit Edisi 3, Penerbit Informatika Bandung,September
2010
2. Lipschutz, Seymour., Teori Himpunan, Diterjemahkan oleh: Pantur Silaban Penerbit
Erlangga,1985
3. H.S, Suryadi. D, Aljabar Logika dan Himpunan, Edisi 1, Penerbit STMIK Gunadarma, 1989
4. Yahya, Yusuf., H.S, Suryadi. D dan S. Agus, Matematika Dasar untuk Perguruan Tinggi,
Edisi 1, Penerbit STMIK Gunadarma, 1989
28. Himpunan 2
Pokok Bahasan :
Himpunan Bagian
Menghitung Anggota Himpunan Bagian
Himpunan Hingga
Menghitung Anggota Himpunan Hingga
29. Himpunan Bagian
Himpunan A adalah suatu himpunan bagian B, apabila pada masing-
masing anggota A juga menjadi anggota atau jika semua anggota
himpunan A ada di himpunan B
A ⊂ B atau B ⊃ A.
Himpunan A adalah himpunan bagian (subset) dari B atau disebut
sebagai B memuat (superset) dari himpunan A serta dilambangkan
dengan simbol A ⊂ B.
Apabila terdapat anggota dari A yang bukan bagian dari anggota B,
maka A bukan bukan merupakan himpunan bagian dari B. Serta
dilambangkan dengan menggunakan simbol A ⊄ B.
30. Dua buah himpunan A dan B dapat memenuhi A = B jika dan jika setiap anggota A
merupakan anggota B dan anggota B merupakan anggota A. Dalam kata lain,
pernyataan tersebut sama dengan A = B jika A adalah himpunan bagian dari B dan B
adalah himpunan bagian dari A.
Setiap himpunan selalu mempunyai himpunan kosong dan himpunan yang persis sama
dengan himpunan itu sendiri sebagai himpunan bagiannya.
Contoh : H = {2, 3, 5}. Daftar anggota himpunan bagian H adalah himpunan K = {{ },
{2}, {3}, {5}, {2, 3}, {2, 5}, {3, 5}, {2, 3, 5}}. Jumlah himpunan bagian dari H adalah 8.
Himpunan K disebut Himpunan Kuasa dari H.
Jumlah himpunan bagian = 𝟐𝒏 , dimana n adalah jumlah anggota himpunan
31.
32. Himpunan Hingga dan Perhitungan Anggota
Contoh 1 :
A = {a, b, c, d, e, k}, B = {b, c, f, g, h}, C = {a, b, c, f, g, k}
A ∪ B ∪ C = {a, b, c, d, e, f, g, h, k}, A ∩ B ∩ C = {b, c}, A ∩ B = {b, c}, A ∩ C = {a, b,
c, k}, B ∩ C = {b, c, f, g}
n(A ∪ B ∪ C) = 9, n(A ∩ B ∩ C) = 2
n(A) = 6, n(B) = 5, n(C) = 6
n(A ∩ B) = 2, n(A ∩ C) = 4, n(B ∩ C) = 4
n(A ∪ B ∪ C) = n(A) + n(B) + n(C) – n(A ∩ B) – n(A ∩ C) - n(B ∩ C) + n(A ∩ B ∩ C) =
6 + 5 + 6 – 2 – 4 – 4 + 2 = 9
33. Contoh 2 :
Dari 20 orang, diketahui 8 orang suka makan apel, 4 orang suka makan jeruk, 3
orang suka makan apel dan jeruk, 2 orang suka makan jeruk dan anggur, 5
orang suka makan apel dan anggur, 4 orang suka makan ketiganya. Tentukan
jumlah orang yang suka makan anggur!
34. Contoh 2 :
A = apel, B = jeruk, C = anggur
1. n(A ∪ B ∪ C) = 4
2. n(A) = 8
3. n(B) = 4
4. n(C) = ?
5. n(A ∩ B) = 3
6. n(A ∩ C) = 5
7. n(B ∩ C) = 2
8. n(A ∩ B ∩ C) = 4
35. n(A ∪ B ∪ C) = n(A) + n(B) + n(C) – n(A ∩ B) – n(A ∩ C) - n(B ∩ C) + n(A ∩ B ∩
C)
20 = 8 + 4 + n(C) – 3 – 5 – 2 + 4
20 = 12 + n(C) – 10 + 4
20 = n(C) + 6
n(C) = 14
37. Latihan :
2. Diketahui : A = { 1, 3, 5, 7, 9 }, B = { 2, 3, 5, 7, 11, 13 }, C = {1, 4, 7, 10, 13}
1. A ∪ B ∪ C =
2. A ∩ B =
3. A ∩ C =
4. B ∩ C =
5. A ∩ B ∩ C =
1. n(A ∪ B ∪ C) =
2. n(A) =
3. n(B) =
4. n(C) =
5. n(A ∩ B) =
6. n(A ∩ C) =
7. n(B ∩ C) =
8. n(A ∩ B ∩ C) =
38. Latihan :
3. Dari hasil voting yang dilakukan sebuah forum, didapatkan hasil sebagai berikut:
44 orang memilih windows XP
17 orang memilih windows vista
23 orang memilih windows seven
7 orang memilih windows XP dan vista
12 orang memilih windows XP dan seven
3 orang memilih windows vista dan seven
4 orang memilih semua sistem operasi
Berapakah jumlah voter di dalam forum tersebut?
39. Latihan :
4. Dari 150 orang pelanggan, 50 orang bukan pelanggan KFC, 79 orang
membeli paket super mantap, 49 orang membeli colonel yakiniku, 38 orang
membeli burger deluxe. Dari seluruh pembeli paket super mantap, 14 orang
juga membeli colonel yakiniku dan 19 orang juga membeli burger
deluxe, 3 orang pembeli membeli ketiga menu tersebut. Berapakah jumlah
pembeli yang membeli colonel yakiniku dan burger deluxe?
43. Hasil kali kartesis
A x B = { (x, y) І x Є A dan y Є B }
Contoh :
1. A = {2, 3}, B = {a, b, c}
n(A x B ) = 6
A x B = {(2, a), (2, b), (2, c), (3, a), (3, b), (3, c)}
B x A = {(a, 2), (a, 3), (b, 2), (b, 3), (c, 2), (c, 3)}
A x A = {(2, 2), (2, 3), (3, 2), (3, 3)}
44. Hasil kali kartesis
A x B = { (x, y) І x Є A dan y Є B }
Contoh :
2. A = {1, 2, 3, 4, 5}, Relasi x lebih kecil dari y
n(A x A ) = 25
A x A = { (1, 2), (1, 3), (3, 5), …} = R
45. Hasil kali kartesis
A x B = { (x, y) І x Є A dan y Є B }
Contoh :
2. A = {1, 2, 3, 4, 5}, Relasi x sama dengan y
n(A x A ) = 25
A x A = {(1, 1), (2, 2), (3, 3), (4, 4), (5, 5)} = R
n(R) = 5
46. 6
Relasi
• Relasi biner R antara himpunan A dan B adalah himpunan
bagian dari A B.
• Notasi: R (A B).
• a R b adalah notasi untuk (a, b) R, yang artinya a dihubung
kan dengan b oleh R
• a R b adalah notasi untuk (a, b) R, yang artinya a tidak
dihubungkan oleh b oleh relasi R.
• Himpunan A disebut daerah asal (domain) dari R, dan
himpunan B disebut daerah hasil (range) dari R.
47. Relasi
Suatu Relasi terdiri dari ;
1. Sebuah himpunan A
2. Sebuah himpunan B
3. Suatu kalimat terbuka P (x, y) dimana P (a, b) adalah benar atau salah
untuk sembarang pasangan terurut (a, b) yang termasuk dalam A x B.
R adalah suatu relasi dari A ke B dan dinyatakan dengan : R = (A, B, p (x, y))
“a berhubungan/ berelasi dengan b”
48. 8
Contoh 1. Misalkan
A = {Amir, Budi, Cecep}, B = {IF221, IF251, IF342, IF323}
A B = {(Amir, IF221), (Amir, IF251), (Amir, IF342),
(Amir, IF323), (Budi, IF221), (Budi, IF251),
(Budi, IF342), (Budi, IF323), (Cecep, IF221),
(Cecep, IF251), (Cecep, IF342), (Cecep, IF323) }
Misalkan R adalah relasi yang menyatakan mata kuliah yang
diambil oleh mahasiswa pada Semester Ganjil, yaitu
R = {(Amir, IF251), (Amir, IF323), (Budi, IF221),
(Budi, IF251), (Cecep, IF323) }
- Dapat dilihat bahwa R (A B),
- A adalah daerah asal R, dan B adalah daerah hasil R.
- (Amir, IF251) R atau Amir R IF251
- (Amir, IF342) R atau Amir R IF342.
49. 9
Contoh 2. Misalkan P = {2, 3, 4} dan Q = {2, 4, 8, 9, 15}. Jika
kita definisikan relasi R dari P ke Q dengan
(p, q) R jika p habis membagi q
maka kita peroleh
R = {(2, 2), (2, 4), (4, 4), (2, 8), (4, 8), (3, 9), (3, 15) }
• Relasi pada sebuah himpunan adalah relasi yang khusus
• Relasi pada himpunan A adalah relasi dari A A.
• Relasi pada himpunan A adalah himpunan bagian dari A A.
50. 10
Contoh 3. Misalkan R adalah relasi pada A = {2, 3, 4, 8, 9}
yang didefinisikan oleh (x, y) R jika x adalah faktor
prima dari y. Maka
R = {(2, 2), (2, 4), (2, 8), (3, 3), (3, 9)}
51. 11
Representasi Relasi
1. Representasi Relasi dengan Diagram Panah
Amir
Budi
Cecep
IF221
IF251
IF342
IF323
2
3
4
2
4
8
9
15
2
3
4
8
9
2
3
4
8
9
A
B
P
Q
A A
52. 12
2. Representasi Relasi dengan Tabel
• Kolom pertama tabel menyatakan daerah asal, sedangkan
kolom kedua menyatakan daerah hasil.
Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3
A B P Q A A
Amir IF251 2 2 2 2
Amir IF323 2 4 2 4
Budi IF221 4 4 2 8
Budi IF251 2 8 3 3
Cecep IF323 4 8 3 3
3 9
3 15
53. 13
3. Representasi Relasi dengan Matriks
• Misalkan R adalah relasi dari A = {a1, a2, …, am} dan B =
{b1, b2, …, bn}.
• Relasi R dapat disajikan dengan matriks M = [mij],
b1 b2 bn
M =
mn
m
m
n
n
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m
a
a
a
2
1
2
22
21
1
12
11
2
1
yang dalam hal ini
=
R
b
a
R
b
a
m
j
i
j
i
ij
)
,
(
,
0
)
,
(
,
1
54. 14
Contoh. Relasi R pada contoh 1 dapat dinyatakan dengan matriks
1
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
dalam hal ini, a1 = Amir, a2 = Budi, a3 = Cecep, dan b1 = IF221,
b2 = IF251, b3 = IF342, dan b4 = IF323.
Relasi R pada Contoh 2 dapat dinyatakan dengan matriks
0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
1
1
1
yang dalam hal ini, a1 = 2, a2 = 3, a3 = 4, dan b1 = 2, b2 = 4, b3 = 8,
b4 = 9, b5 = 15.
55. 15
4. Representasi Relasi dengan Graf Berarah
• Relasi pada sebuah himpunan dapat direpresentasikan secara
grafis dengan graf berarah (directed graph atau digraph)
• Graf berarah tidak didefinisikan untuk merepresentasikan
relasi dari suatu himpunan ke himpunan lain.
• Tiap elemen himpunan dinyatakan dengan sebuah titik
(disebut juga simpul atau vertex), dan tiap pasangan terurut
dinyatakan dengan busur (arc)
• Jika (a, b) R, maka sebuah busur dibuat dari simpul a ke
simpul b. Simpul a disebut simpul asal (initial vertex) dan
simpul b disebut simpul tujuan (terminal vertex).
• Pasangan terurut (a, a) dinyatakan dengan busur dari simpul
a ke simpul a sendiri. Busur semacam itu disebut gelang atau
kalang (loop).
56. 16
Contoh 4. Misalkan R = {(a, a), (a, b), (b, a), (b, c), (b, d), (c, a),
(c, d), (d, b)} adalah relasi pada himpunan {a, b, c, d}.
R direpresentasikan dengan graf berarah sbb:
a
b
c d
57. 17
Sifat-sifat Relasi Biner
• Relasi biner yang didefinisikan pada sebuah himpunan
mempunyai beberapa sifat.
1.Refleksif (reflexive)
• Relasi R pada himpunan A disebut refleksif jika (a, a) R
untuk setiap a A.
• Relasi R pada himpunan A tidak refleksif jika ada a A
sedemikian sehingga (a, a) R.
58. 18
Contoh 5. Misalkan A = {1, 2, 3, 4}, dan relasi R di bawah ini
didefinisikan pada himpunan A, maka
(a) Relasi R = {(1, 1), (1, 3), (2, 1), (2, 2), (3, 3), (4, 2), (4, 3),
(4, 4) } bersifat refleksif karena terdapat elemen relasi yang
berbentuk (a, a), yaitu (1, 1), (2, 2), (3, 3), dan (4, 4).
(b) Relasi R = {(1, 1), (2, 2), (2, 3), (4, 2), (4, 3), (4, 4) } tidak
bersifat refleksif karena (3, 3) R.
Contoh 6. Relasi “habis membagi” pada himpunan bilangan bulat
positif bersifat refleksif karena setiap bilangan bulat positif habis
dibagi dengan dirinya sendiri, sehingga (a, a)R untuk setiap a
A.
Contoh 7. Tiga buah relasi di bawah ini menyatakan relasi pada
himpunan bilangan bulat positif N.
R : x lebih besar dari y, S : x + y = 5, T : 3x + y = 10
Tidak satupun dari ketiga relasi di atas yang refleksif karena,
misalkan (2, 2) bukan anggota R, S, maupun T.
59. 19
• Relasi yang bersifat refleksif mempunyai matriks yang
elemen diagonal utamanya semua bernilai 1, atau mii = 1,
untuk i = 1, 2, …, n,
1
1
1
1
• Graf berarah dari relasi yang bersifat refleksif dicirikan
adanya gelang pada setiap simpulnya.
60. 20
2. Menghantar (transitive)
• Relasi R pada himpunan A disebut menghantar jika (a, b)
R dan (b, c) R, maka (a, c) R, untuk a, b, c A.
61. 21
Contoh 8. Misalkan A = {1, 2, 3, 4}, dan relasi R di bawah ini
didefinisikan pada himpunan A, maka
(a) R = {(2, 1), (3, 1), (3, 2), (4, 1), (4, 2), (4, 3) } bersifat
menghantar. Lihat tabel berikut:
Pasangan berbentuk
(a, b) (b, c) (a, c)
(3, 2) (2, 1) (3, 1)
(4, 2) (2, 1) (4, 1)
(4, 3) (3, 1) (4, 1)
(4, 3) (3, 2) (4, 2)
62. 22
• Relasi yang bersifat menghantar tidak mempunyai ciri khusus
pada matriks representasinya
• Sifat menghantar pada graf berarah ditunjukkan oleh: jika
ada busur dari a ke b dan dari b ke c, maka juga terdapat
busur berarah dari a ke c.
63. 23
3. Setangkup (symmetric)
Relasi R pada himpunan A disebut setangkup jika (a, b) R,
maka (b, a) R untuk a, b A.
• Relasi R pada himpunan A tidak setangkup jika (a, b) R
sedemikian sehingga (b, a) R.
64. 24
Contoh 9. Misalkan A = {1, 2, 3, 4}, dan relasi R di bawah ini
didefinisikan pada himpunan A, maka
(a)Relasi R = {(1, 1), (1, 2), (2, 1), (2, 2), (2, 4), (4, 2), (4, 4) }
bersifat setangkup karena jika (a, b) R maka (b, a) juga
R. Di sini (1, 2) dan (2, 1) R, begitu juga (2, 4) dan (4, 2)
R.
(b)Relasi R = {(1, 1), (2, 3), (2, 4), (4, 2) } tidak setangkup
karena (2, 3) R, tetapi (3, 2) R.
65. 25
• Relasi yang bersifat setangkup mempunyai matriks yang
elemen-elemen di bawah diagonal utama merupakan
pencerminan dari elemen-elemen di atas diagonal utama, atau
mij = mji = 1, untuk i = 1, 2, …, n :
0
1
0
1
• Sedangkan graf berarah dari relasi yang bersifat setangkup
dicirikan oleh: jika ada busur dari a ke b, maka juga ada
busur dari b ke a.
66. 26
Relasi Inversi
• Misalkan R adalah relasi dari himpunan A ke himpunan B.
Invers dari relasi R, dilambangkan dengan R–1
, adalah relasi
dari B ke A yang didefinisikan oleh
R–1
= {(b, a) | (a, b) R }
67. 27
Contoh 10. Misalkan P = {2, 3, 4} dan Q = {2, 4, 8, 9, 15}. Jika
kita definisikan relasi R dari P ke Q dengan
(p, q) R jika p habis membagi q
maka kita peroleh
R = {(2, 2), (2, 4), (4, 4), (2, 8), (4, 8), (3, 9), (3, 15) }
R–1
adalah invers dari relasi R, yaitu relasi dari Q ke P dengan
(q, p) R–1
jika q adalah kelipatan dari p
maka kita peroleh
68. 28
Jika M adalah matriks yang merepresentasikan relasi R,
M =
0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
1
1
1
maka matriks yang merepresentasikan relasi R–1
, misalkan N,
diperoleh dengan melakukan transpose terhadap matriks M,
N = MT
=
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
69. Latihan :
1. Diketahui himpunan A = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7}
Tentukan himpunan pasangan terurut relasi pada A dan buat
representasinya
R1 = “ x +2 lebih kecil dari y” =
R2 = “ x + y adalah bilangan prima “ =
R3 = “ x adalah factor prima dari y“
R4 = “ x yang bila ditambah 3 adalah y “
R5 = “ x yang bila dikali 2 adalah y”
73. 3
Mengkombinasikan Relasi
• Karena relasi biner merupakan himpunan pasangan terurut,
maka operasi himpunan seperti irisan, gabungan, selisih, dan
beda setangkup antara dua relasi atau lebih juga berlaku.
• Jika R1 dan R2 masing-masing adalah relasi dari himpuna A
ke himpunan B, maka R1 R2, R1 R2, R1 – R2, dan R1 R2
juga adalah relasi dari A ke B.
75. 5
• Jika relasi R1 dan R2 masing-masing dinyatakan dengan
matriks MR1 dan MR2, maka matriks yang menyatakan
gabungan dan irisan dari kedua relasi tersebut adalah
MR1 R2 = MR1 MR2 dan MR1 R2 = MR1 MR2
77. 7
Komposisi Relasi
• Misalkan R adalah relasi dari himpunan A ke himpunan B,
dan S adalah relasi dari himpunan B ke himpunan C.
Komposisi R dan S, dinotasikan dengan S R, adalah relasi
dari A ke C yang didefinisikan oleh
S R = {(a, c) a A, c C, dan untuk beberapa b B, (a,
b) R dan (b, c) S }
78. 8
Contoh 20. Misalkan
R = {(1, 2), (1, 6), (2, 4), (3, 4), (3, 6), (3, 8)}
adalah relasi dari himpunan {1, 2, 3} ke himpunan {2, 4, 6, 8} dan
S = {(2, u), (4, s), (4, t), (6, t), (8, u)}
adalah relasi dari himpunan {2, 4, 6, 8} ke himpunan {s, t, u}.
Maka komposisi relasi R dan S adalah
S R = {(1, u), (1, t), (2, s), (2, t), (3, s), (3, t), (3, u) }
79. 9
Komposisi relasi R dan S lebih jelas jika diperagakan dengan
diagram panah:
1
2
3
2
4
6
8
s
t
u
80. 10
• Jika relasi R1 dan R2 masing-masing dinyatakan dengan
matriks MR1 dan MR2, maka matriks yang menyatakan
komposisi dari kedua relasi tersebut adalah
MR2 R1 = MR1 MR2
yang dalam hal ini operator “.” sama seperti pada perkalian
matriks biasa, tetapi dengan mengganti tanda kali dengan “”
dan tanda tambah dengan “”.
82. 12
Relasi n-ary
• Relasi biner hanya menghubungkan antara dua buah
himpunan.
• Relasi yang lebih umum menghubungkan lebih dari dua buah
himpunan. Relasi tersebut dinamakan relasi n-ary (baca:
ener).
• Jika n = 2, maka relasinya dinamakan relasi biner (bi = 2).
Relasi n-ary mempunyai terapan penting di dalam basisdata.
• Misalkan A1, A2, …, An adalah himpunan. Relasi n-ary R
pada himpunan-himpunan tersebut adalah himpunan bagian
dari A1 A2 … An , atau dengan notasi R A1 A2 …
An. Himpunan A1, A2, …, An disebut daerah asal relasi dan n
disebut derajat.
83. 13
Contoh 22. Misalkan
NIM = {13598011, 13598014, 13598015, 13598019,
13598021, 13598025}
Nama = {Amir, Santi, Irwan, Ahmad, Cecep, Hamdan}
MatKul = {Matematika Diskrit, Algoritma, Struktur Data,
Arsitektur Komputer}
Nilai = {A, B, C, D, E}
Relasi MHS terdiri dari 5-tupel (NIM, Nama, MatKul, Nilai):
MHS NIM Nama MatKul Nilai
84. 14
Satu contoh relasi yang bernama MHS adalah
MHS = {(13598011, Amir, Matematika Diskrit, A),
(13598011, Amir, Arsitektur Komputer, B),
(13598014, Santi, Arsitektur Komputer, D),
(13598015, Irwan, Algoritma, C),
(13598015, Irwan, Struktur Data C),
(13598015, Irwan, Arsitektur Komputer, B),
(13598019, Ahmad, Algoritma, E),
(13598021, Cecep, Algoritma, A),
(13598021, Cecep, Arsitektur Komputer, B),
(13598025, Hamdan, Matematika Diskrit, B),
(13598025, Hamdan, Algoritma, A, B),
(13598025, Hamdan, Struktur Data, C),
(13598025, Hamdan, Ars. Komputer, B)
}
85. 15
Relasi MHS di atas juga dapat ditulis dalam bentuk Tabel:
NIM Nama MatKul Nilai
13598011
13598011
13598014
13598015
13598015
13598015
13598019
13598021
13598021
13598025
13598025
13598025
13598025
Amir
Amir
Santi
Irwan
Irwan
Irwan
Ahmad
Cecep
Cecep
Hamdan
Hamdan
Hamdan
Hamdan
Matematika Diskrit
Arsitektur Komputer
Algoritma
Algoritma
Struktur Data
Arsitektur Komputer
Algoritma
Algoritma
Arsitektur Komputer
Matematika Diskrit
Algoritma
Struktur Data
Arsitektur Komputer
A
B
D
C
C
B
E
B
B
B
A
C
B
86. 16
• Basisdata (database) adalah kumpulan tabel.
• Salah satu model basisdata adalah model basisdata
relasional (relational database). Model basisdata ini
didasarkan pada konsep relasi n-ary.
• Pada basisdata relasional, satu tabel menyatakan satu relasi.
Setiap kolom pada tabel disebut atribut. Daerah asal dari
atribut adalah himpunan tempat semua anggota atribut
tersebut berada.
• Setiap tabel pada basisdata diimplementasikan secara fisik
sebagai sebuah file.
• Satu baris data pada tabel menyatakan sebuah record, dan
setiap atribut menyatakan sebuah field.
• Secara fisik basisdata adalah kumpulan file, sedangkan file
adalah kumpulan record, setiap record terdiri atas sejumlah
field.
• Atribut khusus pada tabel yang mengidentifikasikan secara
unik elemen relasi disebut kunci (key).
87. 17
• Operasi yang dilakukan terhadap basisdata dilakukan dengan
perintah pertanyaan yang disebut query.
• Contoh query:
“tampilkan semua mahasiswa yang mengambil mata kuliah
Matematika Diskrit”
“tampilkan daftar nilai mahasiswa dengan NIM = 13598015”
“tampilkan daftar mahasiswa yang terdiri atas NIM dan mata
kuliah yang diambil”
• Query terhadap basisdata relasional dapat dinyatakan secara
abstrak dengan operasi pada relasi n-ary.
• Ada beberapa operasi yang dapat digunakan, diantaranya
adalah seleksi, proyeksi, dan join.
88. 18
Seleksi
Operasi seleksi memilih baris tertentu dari suatu tabel yang
memenuhi persyaratan tertentu.
Operator:
Contoh 23. Misalkan untuk relasi MHS kita ingin menampilkan
daftar mahasiswa yang mengambil mata kuliah Matematik Diskrit.
Operasi seleksinya adalah
Matkul=”Matematika Diskrit” (MHS)
Hasil: (13598011, Amir, Matematika Diskrit, A) dan
(13598025, Hamdan, Matematika Diskrit, B)
89. 19
Proyeksi
Operasi proyeksi memilih kolom tertentu dari suatu tabel. Jika ada
beberapa baris yang sama nilainya, maka hanya diambil satu kali.
Operator:
Contoh 24. Operasi proyeksi
Nama, MatKul, Nilai (MHS)
menghasilkan Tabel 3.5. Sedangkan operasi proyeksi
NIM, Nama (MHS)
menghasilkan Tabel 3.6.
90. 20
Tabel 3.5 Tabel 3.6
Nama MatKul Nilai NIM Nama
13598011
13598014
13598015
13598019
13598021
13598025
Amir
Santi
Irwan
Ahmad
Cecep
Hamdan
Amir
Amir
Santi
Irwan
Irwan
Irwan
Ahmad
Cecep
Cecep
Hamdan
Hamdan
Hamdan
Hamdan
Matematika Diskrit
Arsitektur Komputer
Algoritma
Algoritma
Struktur Data
Arsitektur Komputer
Algoritma
Algoritma
Arsitektur Komputer
Matematika Diskrit
Algoritma
Struktur Data
Arsitektur Komputer
A
B
D
C
C
B
E
B
B
B
A
C
B
91. 21
Join
Operasi join menggabungkan dua buah tabel menjadi satu bila
kedua tabel mempunyai atribut yang sama.
Operator:
Contoh 25. Misalkan relasi MHS1 dinyatakan dengan Tabel 3.7
dan relasi MHS2 dinyatakan dengan Tabel 3.8.
Operasi join
NIM, Nama(MHS1, MHS2)
menghasilkan Tabel 3.9.
Tabel 3.7 Tabel 3.8
NIM Nama JK NIM Nama MatKul Nilai
13598001 Hananto L 13598001 Hananto Algoritma A
13598002 Guntur L 13598001 Hananto Basisdata B
13598004 Heidi W 13598004 Heidi Kalkulus I B
13598006 Harman L 13598006 Harman Teori Bahasa C
13598007 Karim L 13598006 Harman Agama A
13598009 Junaidi Statisitik B
13598010 Farizka Otomata C
Tabel 3.9
NIM Nama JK MatKul Nilai
13598001 Hananto L Algoritma A
13598001 Hananto L Basisdata B
13598004 Heidi W Kalkulus I B
13598006 Harman L Teori Bahasa C
13598006 Harman L Agama A
93. 23
• Jika relasi R1 dan R2 masing-masing dinyatakan dengan
matriks MR1 dan MR2, maka matriks yang menyatakan
gabungan dan irisan dari kedua relasi tersebut adalah
MR1 R2 = MR1 MR2 dan MR1 R2 = MR1 MR2
98. 3
Fungsi
• Misalkan A dan B himpunan.
Relasi biner f dari A ke B merupakan suatu fungsi jika setiap
elemen di dalam A dihubungkan dengan tepat satu elemen di
dalam B.
Jika f adalah fungsi dari A ke B kita menuliskan
f : A → B
yang artinya f memetakan A ke B.
• A disebut daerah asal (domain) dari f dan B disebut daerah
hasil (codomain) dari f.
• Nama lain untuk fungsi adalah pemetaan atau transformasi.
• Kita menuliskan f(a) = b jika elemen a di dalam A
dihubungkan dengan elemen b di dalam B.
99. 4
• Jika f(a) = b, maka b dinamakan bayangan (image) dari a
dan a dinamakan pra-bayangan (pre-image) dari b.
• Himpunan yang berisi semua nilai pemetaan f disebut jelajah
(range) dari f. Perhatikan bahwa jelajah dari f adalah
himpunan bagian (mungkin proper subset) dari B.
a b
A B
f
100. 5
• Fungsi adalah relasi yang khusus:
1. Tiap elemen di dalam himpunan A harus digunakan oleh
prosedur atau kaidah yang mendefinisikan f.
2. Frasa “dihubungkan dengan tepat satu elemen di dalam B”
berarti bahwa jika (a, b) f dan (a, c) f, maka b = c.
101. 6
• Fungsi dapat dispesifikasikan dalam berbagai bentuk,
diantaranya:
1. Himpunan pasangan terurut.
Seperti pada relasi.
2. Formula pengisian nilai (assignment).
Contoh: f(x) = 2x + 10, f(x) = x2
, dan f(x) = 1/x.
3. Kata-kata
Contoh: “f adalah fungsi yang memetakan jumlah bit 1
di dalam suatu string biner”.
4. Kode program (source code)
Contoh: Fungsi menghitung |x|
function abs(x:integer):integer;
begin
if x < 0 then
abs:=-x
else
abs:=x;
end;
102. 7
Contoh 26. Relasi
f = {(1, u), (2, v), (3, w)}
dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi dari A ke B. Di sini
f(1) = u, f(2) = v, dan f(3) = w. Daerah asal dari f adalah A dan daerah
hasil adalah B. Jelajah dari f adalah {u, v, w}, yang dalam hal ini sama
dengan himpunan B.
Contoh 27. Relasi
f = {(1, u), (2, u), (3, v)}
dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi dari A ke B, meskipun
u merupakan bayangan dari dua elemen A. Daerah asal fungsi adalah
A, daerah hasilnya adalah B, dan jelajah fungsi adalah {u, v}.
103. 8
Contoh 28. Relasi
f = {(1, u), (2, v), (3, w)}
dari A = {1, 2, 3, 4} ke B = {u, v, w} bukan fungsi, karena tidak semua
elemen A dipetakan ke B.
Contoh 29. Relasi
f = {(1, u), (1, v), (2, v), (3, w)}
dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} bukan fungsi, karena 1 dipetakan ke
dua buah elemen B, yaitu u dan v.
Contoh 30. Misalkan f : Z → Z didefinisikan oleh f(x) = x2
. Daerah
asal dan daerah hasil dari f adalah himpunan bilangan bulat, dan jelajah
dari f adalah himpunan bilangan bulat tidak-negatif.
104. 9
• Fungsi f dikatakan satu-ke-satu (one-to-one) atau injektif
(injective) jika tidak ada dua elemen himpunan A yang
memiliki bayangan sama.
a 1
A B
2
3
4
5
b
c
d
105. 10
Contoh 31. Relasi
f = {(1, w), (2, u), (3, v)}
dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w, x} adalah fungsi satu-ke-satu,
Tetapi relasi
f = {(1, u), (2, u), (3, v)}
dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} bukan fungsi satu-ke-satu,
karena f(1) = f(2) = u.
106. 11
Contoh 32. Misalkan f : Z → Z. Tentukan apakah f(x) = x2
+ 1 dan
f(x) = x – 1 merupakan fungsi satu-ke-satu?
Penyelesaian:
(i) f(x) = x2
+ 1 bukan fungsi satu-ke-satu, karena untuk dua x
yang bernilai mutlak sama tetapi tandanya berbeda nilai
fungsinya sama, misalnya f(2) = f(-2) = 5 padahal –2 2.
(ii) f(x) = x – 1 adalah fungsi satu-ke-satu karena untuk a b,
a – 1 b – 1.
Misalnya untuk x = 2, f(2) = 1 dan untuk x = -2, f(-2) = -3.
107. 12
• Fungsi f dikatakan dipetakan pada (onto) atau surjektif
(surjective) jika setiap elemen himpunan B merupakan
bayangan dari satu atau lebih elemen himpunan A.
• Dengan kata lain seluruh elemen B merupakan jelajah dari f.
Fungsi f disebut fungsi pada himpunan B.
a 1
A B
2
3
b
c
d
108. 13
Contoh 33. Relasi
f = {(1, u), (2, u), (3, v)}
dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} bukan fungsi pada karena w
tidak termasuk jelajah dari f.
Relasi
f = {(1, w), (2, u), (3, v)}
dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} merupakan fungsi pada karena
semua anggota B merupakan jelajah dari f.
109. 14
Contoh 34. Misalkan f : Z → Z. Tentukan apakah f(x) = x2
+ 1 dan
f(x) = x – 1 merupakan fungsi pada?
Penyelesaian:
(i) f(x) = x2
+ 1 bukan fungsi pada, karena tidak semua nilai
bilangan bulat merupakan jelajah dari f.
(ii) f(x) = x – 1 adalah fungsi pada karena untuk setiap bilangan
bulat y, selalu ada nilai x yang memenuhi, yaitu y = x – 1 akan
dipenuhi untuk x = y + 1.
110. 15
• Fungsi f dikatakan berkoresponden satu-ke-satu atau
bijeksi (bijection) jika ia fungsi satu-ke-satu dan juga fungsi
pada.
Contoh 35. Relasi
f = {(1, u), (2, w), (3, v)}
dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi yang
berkoresponden satu-ke-satu, karena f adalah fungsi satu-ke-satu
maupun fungsi pada.
111. 16
Contoh 36. Fungsi f(x) = x – 1 merupakan fungsi yang
berkoresponden satu-ke-satu, karena f adalah fungsi satu-ke-satu
maupun fungsi pada.
Fungsi satu-ke-satu, Fungsi pada,
bukan pada bukan satu-ke-satu
Buka fungsi satu-ke-satu Bukan fungsi
maupun pada
a
1
A
B
2
3
b
c
4
a
1
A
B
2
3
b
c
c
d
a 1
A B
2
3
b
c
c
d 4
a 1
A B
2
3
b
c
c
d 4
112. 17
• Jika f adalah fungsi berkoresponden satu-ke-satu dari A ke B,
maka kita dapat menemukan balikan (invers) dari f.
• Balikan fungsi dilambangkan dengan f –1
. Misalkan a adalah
anggota himpunan A dan b adalah anggota himpunan B,
maka f -1
(b) = a jika f(a) = b.
• Fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu sering dinamakan
juga fungsi yang invertible (dapat dibalikkan), karena kita
dapat mendefinisikan fungsi balikannya. Sebuah fungsi
dikatakan not invertible (tidak dapat dibalikkan) jika ia bukan
fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu, karena fungsi
balikannya tidak ada.
113. 18
Contoh 37. Relasi
f = {(1, u), (2, w), (3, v)}
dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi yang
berkoresponden satu-ke-satu. Balikan fungsi f adalah
f -1
= {(u, 1), (w, 2), (v, 3)}
Jadi, f adalah fungsi invertible.
Contoh 38. Tentukan balikan fungsi f(x) = x – 1.
Penyelesaian:
Fungsi f(x) = x – 1 adalah fungsi yang berkoresponden satu-ke-
satu, jadi balikan fungsi tersebut ada.
Misalkan f(x) = y, sehingga y = x – 1, maka x = y + 1. Jadi, balikan
fungsi balikannya adalah f-1
(y) = y +1.
114. 19
Komposisi dari dua buah fungsi.
Misalkan g adalah fungsi dari himpunan A ke himpunan B, dan f
adalah fungsi dari himpunan B ke himpunan C. Komposisi f dan g,
dinotasikan dengan f g, adalah fungsi dari A ke C yang
didefinisikan oleh
(f g)(a) = f(g(a))
115. 20
Contoh 40. Diberikan fungsi
g = {(1, u), (2, u), (3, v)}
yang memetakan A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w}, dan fungsi
f = {(u, y), (v, x), (w, z)}
yang memetakan B = {u, v, w} ke C = {x, y, z}. Fungsi komposisi
dari A ke C adalah
f g = {(1, y), (2, y), (3, x) }
Contoh 41. Diberikan fungsi f(x) = x – 1 dan g(x) = x2
+ 1.
Tentukan f g dan g f .
Penyelesaian:
(i) (f g)(x) = f(g(x)) = f(x2
+ 1) = x2
+ 1 – 1 = x2
.
(ii) (g f)(x) = g(f(x)) = g(x – 1) = (x –1)2
+ 1 = x2
- 2x + 2.
116. • GRAFIK FUNGSI
BENTUK UMUM FUNGSI LINIER
Bentuk umum fungsi linier adalah f(x) = ax+ b , dimana a,b bilangan real/ riil.
Grafik fungsi linier berbentuk garis lurus.
LANGKAH-LANGKAH MENGGAMBAR GRAFIK FUNGSI LINIER
Menentukan VARIABEL BEBAS
Melakukan ekstrapolasi titik – titik pada variabel bebas dengan titik – titik pada variabel
tak bebas
117. • CONTOH GRAFIK FUNGSI LINIER
f(x) = 4x- 12
• LANGKAH-LANGKAH MENGGAMBAR GRAFIK FUNGSI LINIER
- VARIABEL BEBAS : x
- Ekstrapolasi/ masukkan beberapa nilai x ke dalam fungsi
f (x) = 4x- 12, dan akan diperoleh tabel sebagai berikut :
- Plot/ tempatkan pasangan titik (x, y) ke dalam grafik, dan
akan
diperoleh grafik sebagai berikut :
x 1 2 3 4 5
y -8 -4 0 4 8
126. Logika
✓ Logika: Logika merupakan dasar dari semua
penalaran (reasoning). Penalaran didasarkan pada hubungan
antara pernyataan (statements).
✓ Proposisi: Pernyataan atau kalimat deklaratif yang bernilai benar (true)
atau salah (false), tetapi tidak keduanya.
127. Semua pernyataan di bawah ini adalah proposisi:
- 13 adalah bilangan prima
- Ir. Soekarno adalah Presiden pertama RI.
- - 1 + 1 = 2
- Hari ini adalah hari Rabu
- Untuk sembarang bilangan bulat n > 0, maka 2n adalah bilangan genap
- 4 adalah bilangan majemuk
- 6 adalah bilangan prima
- Bandung adalah ibukota Indonesia
128. Semua pernyataan di bawah ini bukan proposisi
- Jam berapa kereta api Argo Bromo tiba di stasiun Gambir?
- Kerjakan tugas anda sekarang!
- Sudah rapihkah anda hari ini?
- Isilah gelas tersebut dengan air!
- x + 3 = 8
- x > 3
129. Notasi Proposisi
Proposisi dilambangkan dengan huruf kecil p, q, r, ….
Contoh :
- p : 13 adalah bilangan ganjil.
- q : Ir. Soekarno adalah alumnus UGM.
- r : 2 + 2 = 4
130. Operator Logika
Misalkan p dan q adalah proposisi. Maka operator logika yang dapat dikenakan
untuk kedua proposisi tersebut adalah:
1. Konjungsi (conjunction): p dan q, dinotasikan p q (p*q, p.q)
2. Disjungsi (disjunction): p atau q, dinotasikan p q (p+q)
3. Ingkaran (negation) dari p: tidak p, dinotasikan ~p (-p, p, p , atau not p/ bukan p)
- Proposisi p dan q disebut proposisi atomic
- Kombinasi p dengan q menghasilkan proposisi majemuk (compound
proposition).
131. Ekspresi logika
Ekspresi proposisi majemuk dalam notasi simbolik
Contoh : Diketahui proposisi-proposisi berikut:
p : Hari ini hujan
q : Murid-murid diliburkan dari sekolah
Maka proposisi majemuk:
p q : Hari ini hujan dan murid-murid diliburkan dari sekolah
p q : Hari ini hujan atau murid-murid diliburkan dari sekolah
~p : Tidak benar hari ini hujan (atau: Hari ini tidak hujan)
132. Ekspresi logika
2. Diketahui proposisi-proposisi berikut:
p : Hari ini hujan
q : Hari ini dingin
maka
q ~p : Hari ini dingin atau hari ini tidak hujan atau, dengan kata lain, “Hari ini dingin atau
tidak hujan”
~p ~q : Hari ini tidak hujan dan hari ini tidak dingin
atau, dengan kata lain, “Hari ini tidak hujan maupun dingin”
~(~p) : Tidak benar hari ini tidak hujan
atau dengan kata lain, “Salah bahwa hari ini tidak hujan”
133. Nilai Kebenaran
Nilai kebenaran (truth value) adalah nilai kebenaran atau kesalahan dari sebuah
kalimat
Jika terdapat dua buah variabel, misalnya p dan q, maka :
(a) Konjungsi p q bernilai benar jika p dan q keduanya benar, selain itu nilainya salah
(b) Disjungsi p q bernilai salah jika p dan q keduanya salah, selain itu nilainya benar
(a) Negasi p, yaitu ~p, bernilai benar jika p salah, sebaliknya bernilai salah jika p benar.
134. Tabel Kebenaran
Tabel kebenaran untuk ketiga operator logika yang diberikan pada pembahasan
sebelumnya, didefinisikan sebagai berikut:
Satu cara yang praktis untuk menentukan nilai kebenaran proposisi majemuk adalah
menggunakan tabel kebenaran (truth table). Tabel kebenaran menampilkan hubungan
antara nilai kebenaran dari proposisi atomik. Pada tabel tersebut, T = True (benar), dan F
= False (salah).
135. Jumlah baris pada tabel kebenaran : 2n ,
dimana n = jumlah variabel
p q p∧q p∨q ∼ 𝒑 ∼ 𝒒
T T T T F F
T F F T F T
F T F T T F
F F F F T T
136. Contoh :
1. p (p q)
p q p q p (p q)
T T T T
T F F T
F T F F
F F F F
137. 2. (p q) ~(p q)
p q p q p q ~(p q) (p q) ~(p q)
T T T T F T
T F F T F F
F T F T F F
F F F F T T
138. 3. (p q) (~q r)
p q r p q ~q ~q r (p q) (~q r)
T T T T F F T
T T F T F F T
T F T F T T T
T F F F T F F
F T T F F F F
F T F F F F F
F F T F T T T
F F F F T F F
139. Sebuah proposisi majemuk disebut tautologi jika ia benar untuk semua kasus,
sebaliknya disebut kontradiksi jika ia salah untuk semua kasus.
Yang dimaksud dengan “semua kasus” di dalam Definisi 1.4 di atas adalah semua
kemungkinan nilai kebenaran dari proposisi atomiknya. Proposisi tautologi dicirikan
pada kolom terakhir pada tabel kebenarannya hanya memuat T. Proposisi kontradiksi
dicirikan pada kolom terakhir pada tabel kebenaran hanya memuat F.
140. Misalkan p dan q adalah proposisi. Proposisi majemuk p ~(p q) adalah sebuah
tautologi karena kolom terakhir pada tabel kebenarannya hanya memuat T, sedangkan
(p q) ~(p q) adalah sebuah kontradiksi karena kolom terakhir pada tabel
kebenarannya hanya memuat F.
p q p q ~(p q) p ~(p q)
T
T
F
F
T
F
T
F
T
F
F
F
F
T
T
T
T
T
T
T
141. (p q) ~(p q) adalah kontradiksi
p q p q p q ~(p q) (p q) ~(p q)
T T T T F F
T F F T F F
F T F T F F
F F F F T F
142. p q p q ~ (p q) p q ~ p ~q ~ p ~ q
T T T F T T F F F
T F F T T F F T T
F T F T F T T F T
F F F T F F T T T
A = ~ (p q) ekivalen secara logika dengan B = ~ p ~ q
( ~ (p q) ~ p ~ q ), A A
143. p q p q ~ (p q) p q ~ p ~q ~ p ~ q
T T T F T T F F F
T F F T T F F T T
F T F T F T T F T
F F F T F F T T T
A = ~ (p q) ekivalen secara logika dengan B = ~ p ~ q
( ~ (p q) ~ p ~ q ), A A
144. Hukum-hukum Logika Proposisi
Proposisi, dalam kerangka hubungan ekivalensi logika, memenuhi sifat-sifat yang dinyatakan dalam
sejumlah hukum pada Tabel 1.7. Beberapa hukum tersebut mirip dengan hukum aljabar pada sistem bilangan
riil, misalnya a(b + c) = ab + bc, yaitu hukum distributif, sehingga kadang-kadang hukum logika proposisi
dinamakan juga hukum-hukum aljabar proposisi.
1. Hukum identitas:
p F p
p T p
2. Hukum null/dominasi:
p F F
p T T
146. 4. Hukum idempoten:
p p p
p p p
5. Hukum penyerapan (absorpsi):
p (p q) p
p (p q) p
6. Hukum komutatif:
p q q p
p q q p
147. 7. Hukum asosiatif:
p (q r) (p q) r
p (q r) (p q) r
8. Hukum distributif:
p (q r) (p q) (p r)
p (q r) (p q) (p r)
9. Hukum De Morgan:
~(p q) ~p ~q
~(p q) ~p ~q
148. Latihan
Buatlah dua proposisi yang ekivalen
1. ~ p (q r) (~p q) (p r)
2. p (q r) (p q) (p r)
152. Disjungsi Eksklusif
Kata “atau” (or) dalam operasi logika digunakan dalam dua cara.
Cara pertama, “atau” digunakan secara inklusif (inclusive or) yaitu dalam bentuk “p
atau q atau keduanya”. Artinya, disjungsi dengan operator “atau” bernilai benar jika
salah satu dari proposisi atomiknya benar atau keduanya benar.
Operator “atau” yang sudah kita bahas pada contoh-contoh di atas adalah yang dari
jenis inklusif ini.
153. Disjungsi Eksklusif
Sebagai contoh, pernyataan
“Tenaga IT yang dibutuhkan harus menguasai Bahasa C++ atau Java”.
diartikan bahwa tenaga IT (Information Technology) yang diterima harus mempunyai
kemampuan penguasaan salah satu dari Bahasa Java atau Bahasa C++ atau kedua-duanya.
Tabel kebenaran untuk “atau” secara inklusif adalah seperti pada tabel 1.1 yang sudah dijelaskan
di atas.
154. Disjungsi Eksklusif
Cara kedua, “atau” digunakan secara eksklusif (exclusive or) yaitu dalam bentuk “p atau q
tetapi bukan keduanya”. Artinya, disjungsi p dengan q bernilai benar hanya jika salah satu
proposisi atomiknya benar (tapi bukan keduanya).
155. Disjungsi Eksklusif
Sebagai contoh, pada sebuah ajang perlombaan pemenang dijanjikan mendapat hadiah.
Hadiahnya adalah sebuah pesawat televisi 20 inchi. Jika pemenang tidak menginginkan
membawa TV, panitia menggantinya dengan senilai uang.. Proposisi untuk masalah ini
ditulis sebagai berikut:
“Pemenang lomba mendapat hadiah berupa TV atau uang”
Kata “atau” pada disjungsi di atas digunakan secara eksklusif. Artinya, hadiah yang dapat
dibawa pulang oleh pemenang hanya salah satu dari uang atau TV tetapi tidak bisa
keduanya
156. Khusus untuk disjungsi eksklusif kita menggunakan operator logika xor, untuk
membedakannya dengan inclusive or, yang definisinya adalah sebagai berikut:
Misalkan p dan q adalah proposisi. Exclusive or p dan q, dinyatakan dengan notasi p q,
adalah proposisi yang bernilai benar bila hanya salah satu dari p dan q benar, selain itu
nilainya salah.
Tabel kebenaran untuk operasi exclusive or ditunjukkan pada Tabel 1.6. Dari tabel tersebut
dapat dibaca proposisi p q hanya benar jika salah satu, tapi tidak keduanya, dari
proposisi atomiknya benar.
158. Proposisi Bersyarat (Implikasi)
Selain dalam bentuk konjungsi, disjungsi, dan negasi, proposisi majemuk juga dapat muncul
berbentuk “jika p, maka q”, seperti pada contoh-contoh berikut:
a. Jika adik lulus ujian, maka ia mendapat hadiah dari ayah.
b. Jika suhu mencapai 80°C, maka alarm berbunyi.
c. Jika anda tidak mendaftar ulang, maka anda dianggap mengundurkan diri
Pernyataan berbentuk “jika p, maka q” semacam itu disebut proposisi bersyarat
atau kondisional atau implikasi.
159. Misalkan p dan q adalah proposisi. Proposisi majemuk “jika p, maka q” disebut proposisi
bersyarat (implikasi) dan dilambangkan dengan
p → q
Proposisi p disebut hipotesis (atau antesenden atau premis atau kondisi) dan proposisi q
disebut konklusi (atau konsekuen).
160. Tabel kebenaran implikasi ditunjukkan pada Tabel 1.8. Catatlah bahwa implikasi p → q hanya
salah jika p benar tetapi q salah, selain itu implikasi bernilai benar. Tidak sukar memahami
mengapa tabel kebenaran implikasi demikian. Hal ini dijelaskan dengan contoh analogi berikut:
Misalkan dosen anda berkata kepada mahasiswanya di dalam kelas “Jika nilai ujian akhir anda
80 atau lebih, maka anda akan mendapat nilai A untuk kuliah ini”. Apakah dosen anda
mengatakan kebenaran atau dia berbohong? Tinjau empat kasus berikut ini:
161. Kasus 1: Nilai ujian akhir anda di atas 80 (hipotesis benar) dan anda mendapat nilai A
untuk kuliah tersebut(konklusi benar). Pada kasus ini, pernyataan dosen anda benar.
Kasus 2: Nilai ujian akhir anda di atas 80 (hipotesis benar) tetapi anda tidak mendapat nilai
A (konklusi salah). Pada kasus ini, dosen anda berbohong(pernyataannya salah).
Kasus 3: Nilai ujian akhir anda di bawah 80 (hipotesis salah) dan anda mendapat nilai A
(konklusi benar). Pada kasus ini, dosen anda tidak dapat dikatakan salah (Mungkin ia
melihat kemampuan anda secara rata-rata bagus sehingga ia tidak ragu memberi nilai A).
Kasus 4: Nilai ujian akhir anda di bawah 80 (hipotesis salah) dan anda tidak mendapat
nilai A (konklusi salah). Pada kasus ini dosen anda benar.
163. Di dalam bahasa alami (bahasa percakapan manusia), seperti Bahasa Indonesia
dan Bahasa Inggris, terdapat hubungan sebab-akibat antara hipotesis dengan
konklusi, misalnya pada implikasi
“Jika suhu mencapai 80°C, maka alarm berbunyi.”
Implikasi seeprti ini adalah normal dalam Bahasa Indonesia. Tetapi, dalam penalaran
matematik, kita memandang implikasi lebih umum daripada implikasi dalam bahasa
alami. Konsep matematik mengenai implikasi independen dari hubungan sebab-akibat
antara hipotesis dan konklusi. Definisi kita mengenai implikasi adalah pada nilai
kebenarannya, bukan didasarkan pada penggunaan bahasa [ROS03]. Misalnya pada
implikasi
“Jika Paris adalah ibukota Perancis, maka 1 + 1 = 2”
164. Implikasi di atas tetap valid secara matematis meskipun tidak ada kaitan antara Paris
sebagai ibukota Perancis dengan 1 + 1 = 2. Implikasi tersebut bernilai benar karena
hipotesis benar (Paris ibukota Perancis adalah benar) dan konklusi juga benar (1 + 1 = 2
adalah benar). Implikasi
“Jika Paris adalah ibukota Perancis, maka 1 + 1 = 3” bernilai salah
karena hipotesis benar tetapi 1 + 1 = 3 salah.
165. Implikasi p → q memainkan peranan penting dalam penalaran. Implikasi ini tidak
hanya diekspresikan dalam pernyataan standard “jika p, maka q” tetapi juga dapat
diekspresikan dalam berbagai cara, antara lain:
(a) Jika p, maka q (if p, then q)
(b) Jika p, q (if p, q)
(c) p mengakibatkan q (p implies q)
(d) q jika p (q if p)
(e) p hanya jika q (p only if q)
(f) p syarat cukup agar q (p is sufficient for q)
(g) q syarat perlu bagi p (q is necessary for p)
(i) q bilamana p (q whenever p)
166. Contoh-contoh berikut memperlihatkan implikasi dalam berbagai ekspresi serta bagaimana
mengubah berbagai bentuk implikasi menjadi bentuk standard “jika p, maka q”.
Proposisi-proposisi berikut adalah implikasi dalam berbagai bentuk:
(a) Jika hari hujan, maka tanaman akan tumbuh subur.
(b) Jika tekanan gas diperbesar, mobil melaju kencang.
(c) Es yang mencair di kutub mengakibatkan permukaan air laut naik.
(d) Orang itu mau berangkat jika ia diberi ongkos jalan.
(e) Ahmad bisa mengambil matakuliah Teori Bahasa Formal hanya jika ia sudah lulus matakuliah
Matematika Diskrit.
(f) Syarat cukup agar pom bensin meledak adalah percikan api dari rokok.
(g) Syarat perlu bagi Indonesia agar ikut Piala Dunia adalah dengan mengontrak pemain asing kenamaan.
Banjir bandangterjadibilamanahutan ditebangi.
167. Ubahlah proposisi c sampai h di dalam Contoh 1.12 ke dalam bentuk proposisi “jika p, maka q ”.
Penyelesaian:
(c) Jika es mencair di kutub, maka permukaan air laut naik.
(d) Jika orang itu diberi ongkos jalan, maka ia mauberangkat.
(e) Jika Ahmad mengambil matakuliah Teori Bahasa Formal, maka ia sudah lulus matakuliah Matematika
Diskrit.
(f) Pernyataan yang diberikan ekivalen dengan “Percikan api dari rokok adalah syarat cukup untuk membuat
pom bensin meledak” atau “Jika api memercik dari rokok maka pom bensin meledak”
(g) Pernyataan yang diberikan ekivalen dengan “Mengontrak pemain asing kenamaan adalah syarat perlu
untuk Indonesia agar ikut Piala Dunia” atau “Jika Indonesia ikut Piala Dunia maka Indonesia mengontrak
pemain asing kenamaan”.
Jika hutan-hutan ditebangi,maka banjir bandang terjadi.
168. Misalkan
x : Anda berusia 17 tahun
y : Anda dapat memperoleh SIM
Nyatakan preposisi berikut ke dalam notasi implikasi:
(a) Hanya jika anda berusia 17 tahun maka anda dapat memperoleh SIM.
(b) Syarat cukup agar anda dapat memperoleh SIM adalah anda berusia 17 tahun.
(c) Syarat perlu agar anda dapat memperoleh SIM adalah anda berusia 17 tahun.
(d) Jika anda tidak dapat memperoleh SIM maka anda tidak berusia 17 tahun.
(e) Anda tidak dapat memperoleh SIM bilamana anda belum berusia 17 tahun.
169. Penyelesaian:
(a) Pernyataan yang diberikan ekivalen dengan “Anda dapat memperoleh SIM hanya
jika anda berusia 17 tahun”. Ingat kembali bahwa p → q bisa dibaca “p hanya jika q”.
Jadi, pernyataan yang diberikan dilambangkan dengan y → x.
(b) Pernyataan yang diberikan ekivalen dengan “Anda berusia 17 tahun adalah syarat
cukup untuk dapat memperoleh SIM”. Ingat kembali bahwa p → q bisa dibaca “p
syarat cukup untuk q”. Jadi, pernyataan yang diberikan dilambangkan dengan x → y.
(c) Pernyataan yang diberikan ekivalen dengan “Anda berusia 17 tahun adalah syarat
perlu untuk dapat memperoleh SIM”. Ingat kembali bahwa p → q bisa dibaca “q
syarat perlu untuk q”. Jadi, pernyataan yang diberikan dilambangkan dengan y → x.
(d) ~y → ~x
(e) Ingat kembali bahwa p → q bisa dibaca “q bilamana p”. Jadi, pernyataan yang
diberikan dilambangkan dengan ~x → ~ y. ■
170. Tunjukkan bahwa p → q ekivalen secara logika dengan ~ p q.
Penyelesaian:
Tabel 1.9 memperlihatkan bahwa memang benar p → q ~ p q. Dengan kata lain,
pernyataan “Jika p maka q” ekivalen secara logika dengan “Tidak p atau q”.
p q p → q ~ p ~ p q
T T T F T
T F F F F
F T T T T
F F T T T
171. Tunjukkan bahwa C = p → q ekivalen secara logika dengan D = ~ p ~ q.
Penyelesaian:
C ≠> D, D ≠> C, Implikasi Logika/ Logis
p q p → q ~ p ~ q ~ p ~ q
T T T F F F
T F F F T T
F T T T F T
F F T T T T
175. Argumen
Argumen adalah suatu deret proposisi yang dituliskan sebagai
P1, P2, … Pn Q
yang dalam hal ini, P1, P2, … Pn disebut hipotesis (atau premis), danQ disebut konklusi.
Argumen ada yang sahih (valid) dan palsu (invalid).
176. Argumen
Sebuah argumen dikatakan sahih jika konklusi benar bilamana semua hipotesisnya benar; sebaliknya
argumen dikatakan palsu (fallacy atau invalid).
Jika argumen sahih, maka kadang-kadang kita mengatakan bahwa secara logika konklusi mengikuti
hipotesis atau sama dengan memperlihatkan bahwa implikasi
(P1, P2, … Pn ) → Q adalah benar (yaitu, sebuah tautologi).
Argumen yang palsu menunjukkan proses penalaran yang tidak benar.
177. Contoh Argumen
1. Jika saya lulus kuliah, maka saya akan bekerja. Saya lulus kuliah. Karenanya saya akan bekerja.
Variabel Logika :
p = saya lulus kuliah
q = saya akan bekerja
Hubungan Logika :
P1 = p → q
P2 = p
Q = q
178. Penyelesaian :
p (P2) q (Q) p → q (P1) P1^P2 (P1^P2) → Q
T T T T T
T F F F T
F T T F T
F F T F T
179. Penyelesaian :
# T1 : Argumen dikatakan sahih jika semua hipotesisnya benar, maka konklusinya benar.
Kita periksa apabila hipotesis p → q dan p benar, maka konklusi q juga benar sehingga
argumen dikatakan benar. Periksa tabel, p dan p → q benar secara bersama-sama pada
baris 1.
Pada baris 1 ini q juga benar. Jadi, argumen di atas sahih.
# T2 : (P1 P2 …. Pn) → Q, Tautologi
180. Contoh Argumen
2. Jika saya lulus kuliah, maka saya akan bekerja. Saya tidak lulus kuliah. Karenanya saya akan bekerja.
Variabel Logika :
p = saya lulus kuliah
q = saya akan bekerja
Hubungan Logika :
P1 = p → q
P2 = - p
Q = q
181. Penyelesaian :
p q (Q) - p (P2) p → q (P1) P1^P2 (P1^P2) → Q
T T F T F T
T F F F F T
F T T T T T
F F T T T F
182. Jenis – jenis Argumen shahih
Modus ponens
p→q
p
q
Modus tollens
p→q
~q
~ p
Silogisme
disjungtif
p v q
~p
q
Simplifikasi
p ^ q
---------------
p
Penjumlahan
p
---------------
p v q
Konjungsi
p
q
---------------
p ^ q
183. Contoh :
▪ Modus Ponens
Premis1 : Hewan Mamalia bernafas dengan paru-paru
Premis2 : Hewan ini adalah hewan mamalia
Kesimpulan : Hewan ini bernafas dengan paru-paru
▪ Modus Tollens
Premis1 : Jika minuman keras maka minuman itu haram.
Premis2 : Minuman ini tidak haram
Kesimpulan : Ini bukan minuman keras
▪ Silogisme Disjungtif
Hasan di rumah atau di pasar Ternyata
tidak di rumah
Kesimpulan : Hasan di pasar
186. ALJABAR BOOLEAN
DEFINISI :
Jika B adalah himpunan yang didefinisikan pada dua
operator biner, + dan ., serta sebuah operator uner ‘.
Misalkan 0 dan 1 adalah dua elemen yang berbeda
dari B, maka TUPEL (B, +, ., ‘) disebut ALJABAR
BOOLEAN jika untuk setiap a, b, c Є B berlaku
aksioma atau postulat Huntington berikut :
187. 1. Closure :
* a + b Є B (artinya, hasil operasi + tetap berada
dalam B)
* a . b Є B (artinya, hasil operasi . tetap berada
dalam B)
2. Identitas :
* a + 0 = a
* a . 1 = a
3. Komutatif :
* a + b = b + a
* a . b = b . a
188. 4. Distributif :
* a . (b + c) = (a . b) + (a . c)
* a + ( b . c) = (a + b) . (a + c)
5. Komplemen ‘ : Untuk setiap a Є B terdapat elemen
unik a’ Є B sehingga :
* a + a’ = 1
* a . a’ = 0
Dimana :
Elemen 0 disebut elemen Zero.
Elemen 1 disebut elemen Unit.
189. Contoh :
Misalkan B = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 10, 12, 15, 20, 30, 60}
Adalah pembagi dari 60, tunjukkan cara membentuk B
menjadi sebuah aljabar boolean.
Penyelesaian :
Kaidah operasi untuk operator +, ., dan ‘ didefinisikan
a + b = KPK (a, b) = kelipatan persekutuan terkecil
a . b = PBB (a, b) = pembagi bersama terbesar
a’ = 60 / a
191. Buat tabel kebenaran untuk pembuktian bahwa B
{1,0} merupakan postulat Huntington. …….
Ekspresi Boolean :
Dibentuk dari elemen – elemen B dan / atau peubah
– peubah yang dapat dikombinasikan satu sama lain
dengan operator +, ., dan ‘; dapat ditulis (B, +, ., ‘).
Dimana untuk Aljabar Boolean dua nilai B merupakan
himpunan dari {0,1}.
192. Ekspresi Boolean :
-Buat tabel kebenaran untuk 3 nilai.
-Identify : a . (b + c) = (a . b) + (a . c)
- a + a’b = a + b → a’ + ab = a’ + b
- a + ( b . c) = (a + b) . (a + c)
- a’ . (b + c)
Prinsip Dualitas, yaitu dengan mengganti :
. dengan +, + dengan .,
0 dengan 1, dan 1 dengan 0.
193. Dua ekspresi Boolean disebut ekivalen, jika keduanya mempunyai
sifat sama untuk setip pemberian nilai pada n peubah.
Misalnya :
a . (b + c) ekivalen dengan (a.b) + (a.c)
Prinsip Dualitas
Kesamaan (indentity) disebut juga Prinsip Dualitas terjadi jika
aksioma kedua pada postulat Huntington diperoleh dari aksioma
pertama dengan cara mengganti . dengan +; + dengan .; 0
dengan 1; dan 1 dengan 0.
194. Hukum – Hukum Aljabar Boolean
1. Hukum Identitas.
*) a + 0 = a
*) a . 1 = a
2. Hukum Idempoten :
*) a + a = a
*) a . a = a
3. Hukum Komplemen :
*) a + a’ = 1
*) a . a’ = 0
4. Hukum Dominasi :
*) a + 0 = 0
*) a + 1 = 1
5. Hukum Involusi :
*) ( a’ )’ = a
6. Hukum Penyerapan :
*) a + ab = a
*) a (a + b) = a
195. 7. Hukum Komutatif :
*) a + b = b + a
*) a . b = b . a
8. Hukum Asosiatif :
*) a + (b + c) = (a + b) + c
*) a (b c) = (a b) c
9. Hukum Distributif :
*) a + (b c) = (a + b) (a+ c)
*) a (b + c) = a b + a c
10. Hukum De Morgan:
*) (a + b)’ = a’ b’
*) (a b)’ = a’ + b’
11. Hukum 0 / 1 :
*) 0’ = 1
*) 1’ = 0
196. Fungsi Boolean (Fungsi Biner):
Adalah pemetaan dari B” ke B melalui ekspresi Boolean, ditulis
sebagai : ƒ : B” → B
Dimana : B” = himpunan yang beranggotakan pasangan terurut
ganda-n (ordered n – tuple) didalam daerah asal B.
Contoh :
ƒ(x,y,z) = xyz + x’y + y’z
Fungsi ƒ memetakan nilai pasang terurut ganda-3 (x, y, z) ke
himpunan {0, 1}. Misalkan (1, 0, 1) berarti x = 1, y = 0 dan z = 1;
sehingga :
ƒ(1,0,1) = 1.0.1 + 1’.0 + 0’.1 = 0 + 0 + 1 = 1
197. Jika fungsi Boolean dinyatakan dalam tabel kebenaran, maka untuk
fungsi Boolean dengan n peubah akan terdapat kombinasi dari nilai
peubahnya sebanyak 2n baris.
Cara praktis dalam membuat kombinasi tersebut adalah :
Misal n = 3, maka 23 = 8 baris tabel.
1. Untuk peubah pertama, isi 4 baris pada kolom pertama dengan 0
berturut – turut dan 4 baris berikutnya dengan 1.
2. Untuk peubah kedua, isi 2 baris pada kolom kedua dengan 0 dan 2
baris berikutnya dengan 1 selanjutnya ulangi untuk 2 baris
berikutnya.
3. Untuk peubah ketiga secara berselang – seling dengan 0 dan 1.
198. 15
Ekspresi Boolean
• Setiap ekspresi Boolean tidak lain merupakan fungsi Boolean.
• Misalkan sebuah fungsi Boolean adalah
f(x, y, z) = xyz + x’y + y’z
Fungsi f memetakan nilai-nilai pasangan terurut ganda-3
(x, y, z) ke himpunan {0, 1}.
Contohnya, (1, 0, 1) yang berarti x = 1, y = 0, dan z = 1
sehingga f(1, 0, 1) = 1 0 1 + 1’ 0 + 0’ 1 = 0 + 0 + 1 = 1 .
199. 16
Contoh.
1. f(x) = x
2. f(x, y) = x’y + xy’+ y’
3. f(x, y) = x’ y’
4. f(x, y) = (x + y)’
5. f(x, y, z) = xyz’
• Setiap peubah di dalam fungsi Boolean, termasuk dalam
bentuk komplemennya, disebut literal.
Contoh: Fungsi h(x, y, z) = xyz’ pada contoh di atas terdiri
dari 3 buah literal, yaitu x, y, dan z’.
200. 17
Contoh. Diketahui fungsi Booelan f(x, y, z) = xy z’, nyatakan h
dalam tabel kebenaran.
Penyelesaian:
x y z f(x, y, z) = xy z’
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
201. 18
Komplemen Fungsi
1. Cara pertama: menggunakan hukum De Morgan
Hukum De Morgan untuk dua buah peubah, x1 dan x2, adalah
Contoh. Misalkan f(x, y, z) = x(y’z’ + yz), maka
f ’(x, y, z) = (x(y’z’ + yz))’
= x’ + (y’z’ + yz)’
= x’ + (y’z’)’ (yz)’
= x’ + (y + z) (y’ + z’)
202. 19
2. Cara kedua: menggunakan prinsip dualitas.
Tentukan dual dari ekspresi Boolean yang merepresentasikan f,
lalu komplemenkan setiap literal di dalam dual tersebut.
Contoh. Misalkan f(x, y, z) = x(y’z’ + yz), maka
dual dari f: x + (y’ + z’) (y + z)
komplemenkan tiap literalnya: x’ + (y + z) (y’ + z’) = f ’
Jadi, f ‘(x, y, z) = x’ + (y + z)(y’ + z’)
203. 20
Bentuk Kanonik
• Ada dua macam bentuk kanonik:
1. Penjumlahan dari hasil kali (sum-of-product atau SOP)
2. Perkalian dari hasil jumlah (product-of-sum atau POS)
Contoh: 1. f(x, y, z) = x’y’z + xy’z’ + xyz → SOP
Setiap suku (term) disebut minterm
2. g(x, y, z) = (x + y + z)(x + y’ + z)(x + y’ + z’)
(x’ + y + z’)(x’ + y’ + z) → POS
Setiap suku (term) disebut maxterm
• Setiap minterm/maxterm mengandung literal lengkap
204. 21
Minterm Maxterm
x y Suku Lambang Suku Lambang
0
0
1
1
0
1
0
1
x’y’
x’y
xy’
x y
m0
m1
m2
m3
x + y
x + y’
x’ + y
x’ + y’
M0
M1
M2
M3
205. 22
Minterm Maxterm
x y z Suku Lambang Suku Lambang
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
x’y’z’
x’y’z
x‘y z’
x’y z
x y’z’
x y’z
x y z’
x y z
m0
m1
m2
m3
m4
m5
m6
m7
x + y + z
x + y + z’
x + y’+z
x + y’+z’
x’+ y + z
x’+ y + z’
x’+ y’+ z
x’+ y’+ z’
M0
M1
M2
M3
M4
M5
M6
M7
206. 23
Contoh 1.
Nyatakan tabel kebenaran di bawah ini dalam bentuk kanonik SOP
dan POS.
x y z f(x, y, z)
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
1
0
0
1
207. 24
Penyelesaian:
(a) SOP
Kombinasi nilai-nilai peubah yang menghasilkan nilai fungsi
sama dengan 1 adalah 001, 100, dan 111, maka fungsi
Booleannya dalam bentuk kanonik SOP adalah
f(x, y, z) = x’y’z + xy’z’ + xyz
atau (dengan menggunakan lambang minterm),
f(x, y, z) = m1 + m4 + m7 = (1, 4, 7)
208. 25
(b) POS
Kombinasi nilai-nilai peubah yang menghasilkan nilai fungsi
sama dengan 0 adalah 000, 010, 011, 101, dan 110, maka
fungsi Booleannya dalam bentuk kanonik POS adalah
f(x, y, z) = (x + y + z)(x + y’+ z)(x + y’+ z’)
(x’+ y + z’)(x’+ y’+ z)
atau dalam bentuk lain,
f(x, y, z) = M0 M2 M3 M5 M6 = (0, 2, 3, 5, 6)
209. 26
Contoh 2.
Nyatakan tabel kebenaran di bawah ini dalam bentuk kanonik SOP
dan POS.
x y z f(x, y, z)
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
211. 28
Contoh 4.
Nyatakan fungsi Boolean f(x, y, z) = x + y’z dalam bentuk kanonik
SOP dan POS.
Penyelesaian:
(a) SOP
x = x(y + y’)
= xy + xy’
= xy (z + z’) + xy’(z + z’) ➔ H. Komplemen
* a + a’ = 1
* a . a’ = 0
= xyz + xyz’ + xy’z + xy’z’
y’z = y’z (x + x’)
= xy’z + x’y’z
212. 29
Jadi f(x, y, z) = x + y’z
= xyz + xyz’ + xy’z + xy’z’ + xy’z + x’y’z
= x’y’z + xy’z’ + xy’z + xyz’ + xyz
atau f(x, y, z) = m1 + m4 + m5 + m6 + m7 = (1,4,5,6,7)
213. 30
(b) POS
4. f(x, y, z) = x + y’z ➔ H. Distributif :
* a . (b + c) = (a . b) + (a . c)
* a + ( b . c) = (a + b) . (a + c)
= (x + y’)(x + z)
x + y’ = x + y’ + zz’➔H. Komplemen
* a + a’ = 1
* a . a’ = 0
= (x + y’ + z)(x + y’ + z’)
x + z = x + z + yy’
= (x + y + z)(x + y’ + z)
214. 31
Jadi, f(x, y, z) = (x + y’ + z)(x + y’ + z’)(x + y + z)(x + y’ + z)
= (x + y + z)(x + y’ + z)(x + y’ + z’)
atau f(x, y, z) = M0M2M3 = (0, 2, 3)