Program sarjana merupakan pendidikan akademik yang diperuntukkan bagi lulusan pendidikan menengah atau sederajat sehingga mampu mengamalkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui penalaran ilmiah.
Program sarjana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyiapkan Mahasiswa menjadi intelektual dan/atau ilmuwan yang berbudaya, mampu memasuki dan/atau menciptakan lapangan kerja, serta mampu mengembangkan diri menjadi profesional.
Apa itu SP2DK Pajak?
SP2DK adalah singkatan dari Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pajak (KPP) kepada Wajib Pajak (WP). SP2DK juga sering disebut sebagai surat cinta pajak.
Apa yang harus dilakukan jika mendapatkan SP2DK?
Biasanya, setelah mengirimkan SPT PPh Badan, DJP akan mengirimkan SP2DK. Namun, jangan khawatir, dalam webinar ini, enforce A akan membahasnya. Kami akan memberikan tips tentang bagaimana cara menanggapi SP2DK dengan tepat agar kewajiban pajak dapat diselesaikan dengan baik dan perusahaan tetap efisien dalam biaya pajak. Kami juga akan memberikan tips tentang bagaimana mencegah diterbitkannya SP2DK.
Daftar isi enforce A webinar:
https://enforcea.com/
Dapat SP2DK,Harus Apa? enforce A
Apa Itu SP2DK? How It Works?
How to Response SP2DK?
SP2DK Risk Management & Planning
SP2DK? Surat Cinta DJP? Apa itu SP2DK?
How It Works?
Garis Waktu Kewajiban Pajak
Indikator Risiko Ketidakpatuhan Wajib Pajak
SP2DK adalah bagian dari kegiatan Pengawasan Kepatuhan Pajak
Penelitian Kepatuhan Formal
Penelitian Kepatuhan Material
Jenis Penelitian Kepatuhan Material
Penelitian Komprehensif WP Strategis
Data dan/atau Keterangan dalam Penelitian Kepatuhan Material
Simpulan Hasil Penelitian Kepatuhan Material Umum di KPP
Pelaksanaan SP2DK
Penelitian atas Penjelasan Wajib Pajak
Penerbitan dan Penyampaian SP2DK
Kunjungan Dalam Rangka SP2DK
Pembahasan dan Penyelesaian SP2DK
How DJP Get Data?
Peta Kepatuhan dan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3)
Sumber Data SP2DK Ekualisasi
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Penghasilan PPh Badan vs DPP PPN
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Biaya Gaji , Bonus dll vs PPh Pasal 21
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Biaya Jasa, Sewa & Bunga vs PPh Pasal 23/2 & 4 Ayat (2)/15
Sumber Data SP2DK Mirroring
Sumber Data SP2DK Benchmark
Laporan Hasil P2DK (LHP2DK)
Simpulan dan Rekomendasi Tindak Lanjut LHP2DK
Tindak lanjut SP2DK
Kaidah utama SP2DK
How to Response SP2DK?
Bagaimana Menyusun Tanggapan SP2DK yang Baik
SP2DK Risk Management & Planning
Bagaimana menghindari adanya SP2DK?
Kaidah Manajemen Perpajakan yang Baik
Tax Risk Management enforce A APPTIMA
Tax Efficiency : How to Achieve It?
Tax Diagnostic enforce A Discon 20 % Free 1 month retainer advisory (worth IDR 15 million)
Corporate Tax Obligations Review (Tax Diagnostic) 2023 enforce A
Last but Important…
Bertanya atau konsultasi Tax Help via chat consulting Apps enforce A
Materi ini telah dibahas di channel youtube EnforceA Konsultan Pajak https://youtu.be/pbV7Y8y2wFE?si=SBEiNYL24pMPccLe
2. 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi
kimia darah dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi
vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan
reabsorbsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah sesuai disepanjang tubulus
ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air diekskresikan keluar tubuh dalam urine
melalui system pengumpul urine.1
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Di Amerika Serikat, data tahun
1995-1999 menyatakan insiden CKD diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk
pertahun, dan angka ini meningkat 8% pertahunnya. Di Malaysia, dengan populasi
18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di
Negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus
perjuta penduduk pertahun.2
Pada tahun 2001, Kidney Disease Foundation (KDF) menyatakan bahwa Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG), merupakan uji diagnostik untuk CKD. Beberapa
tahun terakhir, sejumlah besar orang yang memiliki LFG antara 30 dan 59 (stage
3) di Amerika Serikat. Pasien CKD yang paling banyak adalah stage 3 yakni 7,6
juta jiwa. 400.000 orang masuk ke tahap 4 dan sekitar 300.000 yang mengikuti
dialisis. 3
3. 2
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Kriteria CKD adalah :2
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG), dengan manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal , termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan.
2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
II. Klasifikasi
Klasifikasi CKD didasarkan atas dua hal, yaitu dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat
atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault
sebagai berikut :2
LFG (ml/mnt/1,73m2) =
(140 − umur)x berat badan
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
Pada perempuan dikalikan 0,85
4. 3
Klasifikasi tersebut tampak pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi CKD
Derajat Penjelasan LFG
1 Kerusakan ginjal dengan LFG
normal atau meningkat
≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG
menurun ringan
60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG
menurun sedang
30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG
menurun berat
15-29
5 Gagal Ginjal <15 atau dialisis
III. Etiologi
Etiologi CKD sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara lainnya.
Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insisiden CKD di Amerika Serikat.2
Tabel 2. Etiologi CKD
Penyebab Insiden
Diabetes Melitus 44%
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis interstitialis 4%
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik (lupus, vaskulitis) 2%
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%
Selain penyebab diatas, risiko CKD dapat ditingkatkan dengan beberapa
jenis faktor dalam berbagai cara. Beberapa faktor-faktor risiko, seperti merokok
dan kurangnya aktivitas fisik, juga telah ditemukan dapat meningkatkan risiko
CKD. Menurut Survei Kesehatan Nasional 2001, sembilan dari sepuluh warga
5. 4
Australia yang berusia 18 tahun ke atas dilaporkan memiliki setidaknya salah satu
dari berikut: kelebihan berat badan, tidak aktif berolahraga, merokok, tinggi
kolesterol, tekanan darah tinggi dan diabetes. Faktor-faktor risiko jarang bertindak
sendiri atau independen. Mereka cenderung untuk hidup berdampingan dan
berinteraksi dalam efek mereka. Semakin banyak faktor risiko yang dimiliki
seseorang, semakin besar untuk mengembangkan CKD. Lingkungan dan faktor-
faktor sosial juga mempengaruhi onset dan kemajuan CKD. Orang tua, orang
dengan riwayat keluarga CKD, dan orang-orang dengan status sosial ekonomi
rendah cenderung mengalami peningkatan kerentanan terhadap kerusakan ginjal,
terlepas apa faktor risiko lain mungkin mereka miliki.4
IV. Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi. Hal ini
mengakibatkan hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas renin
angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis
rennin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor β (TGF
β). 2
Pada stadium paling dini CKD , terjadi kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan nefron
secara progresif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60% , pasien masih belum merasakan keluhan
tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
6. 5
sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah,
mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG
dibawah 30% , pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Juga akan terjadi gangguan
kesimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan
elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi
gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. 2
Efek Uremia Terhadap Komposisi Keseluruhan Tubuh
CKD menyebabkan konsentrasi Na+ intraseluler yang tinggi secara tidak
normal dan karenanya menyebabkan osmosis hidrasi yang berlebih pada sel,
sedangkan sel yang sama ini secara relative kekurangan K+. Dengan terjadinya
malaise, anoreksia, nausea, vomitus dan diare, pada pasien dengan CKD akhirnya
berkembang malnutrisi kalori-protein dan keseimbangan nitrogen negative, sering
dengan kehilangan yang sangat lean body mass dan deposit lemak. Atas dasar
kecenderungan ikutan untuk retensi garam dan air, kehilangan ini sering tidak
diketahui sampai tahap lanjut CKD.
Defisit konsentrasi K+ intraselular pada CKD dapat disebabkan oleh
masukan yang tidak memadai (diet yang buruk), kehilangan yang luar biasa
(vomitus, diare,diuretic), pengurangan Na dan K yang distimulasi ATPase atau
kombinasi dari ini semua. Meskipun kekurangan K intraseluler, K serum biasanya
normal atau tinggi pada pada CKD, paling sering menyebabkan asidosis metabolic
yang menyebabkan asidosis metabolic yang merangsang terjadinya efluksi ion K
dari sel.5
7. 6
V. Pendekatan Diagnosis
Gambaran Klinis
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, SLE dan
lain sebagianya.
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium,klorida).2
Gejala lainnya yang mungkin berkembang, terutama bila fungsi ginjal telah
memburuk adalah kulit gelap, nyeri tulang, otak dan gejala sistem saraf
(mengantuk dan kebingungan , masalah berkonsentrasi atau berpikir, mati rasa di
tangan, kaki, atau daerah lain, kedutan otot atau kram), nafas bau, mudah memar,
pendarahan , atau darah dalam tinja, haus berlebihan, sering cegukan, impotensi,
periode menstruasi berhenti ( amenore ), masalah tidur, seperti insomnia , sindrom
kaki gelisah, pembengkakan kaki dan tangan ( edema),serta muntah biasanya di
pagi hari.6
Gambaran Laboratoris1
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokhloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic.
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosituria, cast,
isostenuria.
8. 7
Gambaran Radiologis2
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. Pielogafi intravena jarang dikerjakan
c. Pielografi antegrad atau retrograde sesuai indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis, kista, massa,kalsifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati
normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan
histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi,
prognosis dan untuk mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsy ginjal
indikasi-kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah
mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik,
gangguan pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.2
VI. Penatalaksanaan
1.Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Bila
LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit
dasarnya sudah tidak banyak bermanfaat.2
2.Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Faktor-faktor komorbid antara lain: gangguan keseimbangan cairan,
hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus
urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas
penyakit dasarnya.2
9. 8
3.Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus adalah pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis.
Pembatasan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60ml/mnt, sedangkan diatas
nilai tersebut pembatasan protein tidak dianjurkan. Protein diberikan 0,6-
0,8/kgbb/hari, yang 0,35-0,5 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi
tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Pembatasan
asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Asupan
protein yang berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa
peningkatan aliran darah dan tekanan glomerulus yang akan meningkatkan
progresifitas perburukan fungsi ginjal. Pembatasan protein juga berkaiatan dengan
pembatasan fosfat karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang
sama.2
Terapi farmakalogis yang digunakan adalah obat antihipertensi yang
bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular dan memperlambat
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi
glomerulus.2 Penghambat ACE dapat menurunkan tekanan darah sistemik, obat
ini secara langsung menurunkan tekanan intraglomerular dengan mendilatasi
secara selektif pada arteriol aferen. 1
4.Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit
kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia,
hiperfosfatemia dan terapi kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan
elektrolit. Modifikasi gaya hidup dapat memperbaiki tekanan darah yang tinggi
dan dapat meningkatkan efisiensi terapi hipertensi. Pengurangan intake natrium,
meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi berat badan, pembatasan intake alcohol
dan pemberhentian merokok adalah strategi yang direkomendasikan.7
10. 9
5.Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai
dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi. Pada LFG 60-89 ml/mnt,
tekanan darah mulai meningkat. LFG 30-30 ml/mnt, komplikasi yang terjadi
hiperfosfatemia, hipokalemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi, dan
hiperhomosistemia. LFG 15-29 dapat terjadi malnutrisi, asidosis metabolic,
hiperkalemia, dislipidemia. Saat LFG <15 terjadilah gagal jantung dan uremia.
Faktor-faktor yang mungkin berkontribusi terhadap anemia pada CKD
adalah kehilangan darah, umur eritrosit yang pendek, "lingkungan uremic,"
defisiensi eritropoietin (EPO), kekurangan zat besi, dan inflamasi. "lingkungan
uremic" adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan disfungsi multi-organ
dari CKD. Dalam studi in vitro, ketika sel-sel dikultur dari pasien dengan CKD
ringan, dengan hasil yang hampir sama dengan beberapa pengamatan klinis.
Misalnya, serum telah menunjukkan penghambatan sumsum tulang primer jalur
sel erythroid. Namun, kurangnya kekhususan dalam studi ini telah dikritik karena
serum ini juga mempengaruhi baris sel lainnya. Dalam studi in vivo, konsep
lingkungan uremic dapat menjelaskan mengapa tingkat anemia berkorelasi
dengan keparahan CKD. GFR lebih rendah dari 60mL/minute/1.73 m
mL/minute/1.73 m telah dikaitkan dengan prevalensi tinggi anemia, yang
mencapai 75% dalam beberapa studi. Selain itu, dalam sebuah penelitian pada
pasien yang telah menerima hemodialisis, hematokrit meningkat ketika intensitas
dialisis uremia meningkat. Menyiratkan bahwa mengurangi uremia
mengembalikan atau meningkatkan fungsi sumsum tulang. 8
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat hemoglobin ≤ 10 g% atau
hematokrit ≤ 30%, meliputi evaluasi terhadap status besi, mencari sumber
perdarahan, morfologi eritrosit, dan lain sebagainya. Pemberian eritropeitin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada CKD berdasarkan
indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. 2
11. 10
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi CKD yang sering terjadi.
Penatalaksanaannya dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian
kalsitriol. Penatalaksanaan hiperfosfatemia dengan cara membatasi asupan fosfat,
pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorbsi fosfat di saluran
cerna.2
6.Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada CKD stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis,
peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.2
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu
indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan
diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat.1-9
12. 11
Gambar 1 Hemodialisis
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya
dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah
kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas
hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi
sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang
mahal.10
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia.
Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur
lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit
sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik
disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
13. 12
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.1
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih
70-80% faal ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
14. 13
ILUSTRASI KASUS
Nama : Tn. NH
Jenis kelamin : ♂
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SD
Suku : Melayu
Agama : Islam
Status : Kawin
Alamat : Bangkinang
MRS : 18 Desember 2011
MR : 73 42 44
Anamnesis : auto dan alloanamnesis dengan istri dan anak pasien.
KU : sesak nafas sejak 1 hari SMRS
RPS :
- Sejak 2 hari SMRS Os mengeluhkan sesak nafas, sesak nafas
dirasakan sepanjang hari, pasien bernapas dengan cepat dan dalam,
pasien juga mengeluhkan mual dan muntah + 10 x, muntahan berisi
makanan, tidak ada darah, batuk (+) tidak berdahak, tidak ada demam.
- + sejak 3,5 bulan SMRS os mengeluhkan perut membesar, napas
sesak, tungkai dan kaki mulai bengkak, mual dan muntah setiap pagi,
badan lemah dan terlihat pucat, pasien kemudian berobat dan
dinyatakan menderita gagal ginjal dan harus hemodialisa 1x/minggu.
RPD :
- Riwayat gagal ginjal (+), HD 1x/minggu
- Riwayat penggunaan narkoba (-)
- Riwayat minum alkohol (-)
- Riwayat DM (-)
15. 14
- Riwayat Hipertensi pasien tidak tahu karena jarang kontrol TD ke
petugas kesehatan
RPK :
- Keluhan yang sama dengan os tidak ada
- DM dan Hipertensi (-)
Riwayat kebiasaan:
- Kebiasaan makan pasien tidak teratur, minum sedikit
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
TD : 170/120 mmHg
Nadi : 96x/menit
Pernapasan : 30x/menit
Suhu : 36,60 C
BB : 156 cm
TB : 50 kg
Kepala :
Mata: konjunctiva sedikit anemis ki-ka, sclera tidak ikterik, pupil:
ishokor, reflex cahaya +/+
Mulut: bibir kering, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis, tonsil
T1-T1
Leher: Pembesaran KGB tidak ada, JVP 5-1 cmH2O, pembesaran
thyroid (-)
Thoraks
Paru
ins: gerakan napas simetris kiri dan kanan
pal: fremitus kiri= kanan
per: sonor kedua lapangan paru
aus: napas vesikuler, wheezing (-), ronki (+/+)
16. 15
jantung
ins: IC tidak terlihat
pal: IC RIC 4 LMCS
per: batas jantung kanan RIC 5 sternalis kanan
batas jantung kiri 2 jari lateral RIC 5 LMCS
aus: BJ I-II normal, bising (-)
abdomen:
ins: perut cembung, venektasi (-)
pal: perut supel, hepar dan lien tidak teraba
per: shifting dullness (+)
aus: BU (+)
ekstremitas:
udema tungkai (+/+), pitting udema (+/+), deformitas (-), ikterik (-),Palmar
eritem (-/-), clubbing finger (-), akral dingin, tidak ada deformitas, Kulit
tangan bersisik dan kering (-), RCT <2”.
Pemeriksaan penunjang:
Lab darah rutin:
Hb : 8,1 g/dl (↓)
Leukosit : 14.300/ul (↑)
Trombosit : 253.000/ul
Ht : 22,7 % (↓)
Elektrolit:
Na+ : 127,2 mmol/l (↓)
K+ : 3,85 mmol/l
Ca2+ : 89,4 mmol/l (↓)
Kimia darah:
Glukosa : 94 mg/dl
BUN : 12,5 mg/dl
CR-S : 16,43 mg/dl (↑) LFG : 3,89 ml/menit
AST : 96 IU/L
17. 16
ALT : 538 IU/L
UREUM : 267,5 mg/dl
Pemeriksaan HbSAg kualitatif: non reaktif
Resume:
Seorang laki-laki dewasa dengan keluhan, sesak napas, mual dan muntah, batuk,
badan lemas, tungkai udema. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjunctiva
sedikit anemis, asites (+), tungkai bengkak disertai pitting udema. Dari
pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 8,1 mg/dl, Ht 22,7 %, Na+ 133 mmol/l, Cl-
0,87 mmol/l, CR-S 16,43 mg/dl dengan LFG : 3,89 ml/menit.
Daftar masalah:
1. CKD
Dari anamnesis didapatkan sejak 3,5 bulan SMRS pasien diwajibkan
hemodialisa 1x/minggu, sejak 2 hari SMRS mengeluhkan sesak nafas,
sesak nafas dirasakan sepanjang hari, pasien bernapas dengan cepat dan
dalam, pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan asites, tungkai bengkak disertai pitting udema. Dari
pemeriksaan penunjang didapatkan Hb ↓, CR-S ↑.
2. Anemia
Dari anamnesa didapatkan bahwa pasien sering merasa lemah, dari
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva sedikit anemis dan dari
pemeriksaan penunjang didapatkan Hb pasien 8,1 gr/dl.
Diagnosis: CKD
18. 17
Rencana penatalaksanaan:
Non Farmaka
- Tirah baring
- Diet rendah protein
- Oksigen
- Pemasangan DC
Farmaka
- IVFD NaCl 0,9% + meylon 2 fls 12 tpm
- Furosemid 1 ampul/12 jam
- Amlodipin 10 mg 1x1
- Inj Ranitidine 50 mg 2x1
- Recombinant human erythropoietin (EPO)
- Hemodialisa
Rencana pemeriksaan:
Lab darah rutin
Lab urin rutin
Pemeriksaan kimia darah
Pemeriksaan HbSAg kualitatif
FOLLOW UP
19/12/11
S: sesak,
O:os tampak sesak, asites, udem tungkai, TD: 170/120 mmHg, nadi:102x/menit,
napas: 32x/menit, suhu: 36,70C
Lab Kimia darah:
Glu : 104 mg/dl
Chol : 139 mg/dl
HDLD : 44,4 mg/dl
TG-B : 84 mg/dl
20. 19
22/12/11
S: os membaik, sudah tidak sesak lagi, dan sudah bisa beraktivitas.
O: os sudah tidak sesak, keadaan umum baik, TD: 130/70 mmHg, nadi:
90x/menit, napas: 18x/menit, suhu: 36,60C,
A: CKD
P: Pasien di pulangkan
21. 20
PEMBAHASAN
Pasien perempuan berumur 28 tahun, datang ke RS dengan keluhan
keluhan, sesak napas, mual dan muntah, batuk, badan lemas, tungkai udema. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan konjunctiva sedikit anemis, asites (+), tungkai
bengkak disertai pitting udema. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 8,1
mg/dl, Ht 22,7 %, Na+ 133 mmol/l, Cl- 0,87 mmol/l, CR-S 16,43 mg/dl dengan
LFG : 3,89 ml/menit.
Ginjal juga memainkan peran utama dalam mengatur tingkat berbagai
mineral sepeti natrium dan kalium dalam darah. Selain itu, ginjal juga
memproduksi hormon tertentu yaitu bentuk aktif vitamin D (kalsitriol atau 1,25
dihidroksi-vitamin D), yang mengatur penyerapan kalsium dan fosfor dari
makanan dan mempromosikan pembentukan tulang yang kuat, erythropoietin
(EPO) yang merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah dan
renin yang mengatur volume darah dan tekanan darah.
Pada penyakit ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir
metabolisme protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun
dalam darah, terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Penurunan
jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrat
rate (GFR) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar
kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus
yang menyebabkan anoreksia, nausea maupan vomitus yang me nimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Berdasarkan LFG, pasien
dikategorikan CKD stage 5. Komplikasi yang terjadi pada stage 5 adalah gagal
jantung dan uremia.
Penurunan produksi eritropoetin mengakibatkan terjadinya anemia,
sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan menyebabkan
tubuh tidak toleran terhadap aktifitas. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar
serum kalsium.
22. 21
Pada pasien dianjurkan untuk istirahat, dan diet rendah protein. Mengingat
stage CKD pasien telah pada tahap terminal, pasien dianjurkan untuk melakukan
hemodialisa. Terapi konservatif pada pasien adalah dengan munurunkan tekanan
darahnya menggunakan golongan antagonis kalsium yaitu amlodipin yang
dikombinasi dengan furosemid. EPO dan tranfusi juga dapat diberikan untuk
mengatasi anemia pada pasien.
23. 22
PENUTUP
Simpulan
Pada pasien ini diagnosis CKD berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Dari anamnesis didapatkan keluhan
sesak napas, mual dan muntah, batuk, badan lemas, tungkai udema. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan konjunctiva sedikit anemis, asites (+), tungkai
bengkak disertai pitting udema. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 8,1
mg/dl, Ht 22,7 %, Na+ 133 mmol/l, Cl- 0,87 mmol/l, CR-S 16,43 mg/dl dengan
LFG : 3,89 ml/menit. Pengobatan pasien menggunakan tirah baring, IVFD NaCl
0,9% +2 fls maylon 12 tpm, amlopidin 10 mg, inj furosemid 20 mg 2x1, inj
ranitidine 50mg 2x1 dan inj cefriaxon 1g 2x1, hemodialisa.
Saran
Pasien harus melaksanakan jawal hemodialisa secara teratur dan control
terhadap penyakit sehingga progresifitas penyakit dapat diminimalisir.
24. 23
DAFTAR PUSTAKA
1.Price SA, Lorraine MW. Patofisiologi. Jakarta:EGC.2003.
2.Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II ed 5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI.2009.
3.Robinson B E . Epidemiology of Chronic Kidney Disease and Anemia.2006.
[diakses 30 Desember 2011]. www.pdf-finder.com/Epidemiology-of-Chronic-
Kidney-Disease-and-Anemia.html
4.Chair B, Hon PC Chronic Kidney Disease in Australia. 2005. [diakses 30
Desember 2011]. www.aihw.gov.au/publications/phe/ckda05/ckda05-c03.pdf .
5.Coe RL, Barry MB. Gagal Ginjal Kronik. Dalam :Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam.2000Nurko.
6.Patel P. Chronic Kidney Disease.2009. [diakses 30 Desember 2011].
www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000471.htm.
7.Agarwal R.Hypertension in Chronic Kidney Disease and
Dialysis:Pathophysiology and Management.2005. [diakses 30 Desember 2011].
8.Nurko S. Anemia in chronic kidney disease: Causes, diagnosis, treatment.2006.
[diakses 30 Desember 2011]. www.ccjm.org/content/73/3/289.full.pdf+html
9. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.
10. Adamson JW (ed). Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 th edition
vol 1. McGraw-Hill Companies : 2005
Homework Help
25. 24
https://www.homeworkping.com/
Math homework help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Algebra Help
https://www.homeworkping.com/
Calculus Help
https://www.homeworkping.com/
Accounting help
https://www.homeworkping.com/
Paper Help
https://www.homeworkping.com/
Writing Help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutor
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/